Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. ·...

33
1 Studi Psiko Feminis Terhadap Peran Hawa Sebagai Penolong dalam Kejadian 2: 18 Oleh Selfisina Tetelepta NIM 71 2011 016 TUGAS AKHIR Diajukan kepada program studi Teologi, Fakultas Teologi Guna memenuhi sebagaian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teologi (S.SiTeol) PROGRAM STUDI TEOLOGI FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

Transcript of Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. ·...

Page 1: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

1

Studi Psiko Feminis Terhadap Peran Hawa Sebagai Penolong dalam Kejadian 2: 18

Oleh

Selfisina Tetelepta

NIM 71 2011 016

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program studi Teologi, Fakultas Teologi

Guna memenuhi sebagaian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teologi

(S.SiTeol)

PROGRAM STUDI TEOLOGI

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

Page 2: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.
Page 3: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.
Page 4: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.
Page 5: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.
Page 6: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

2

Studi Psiko Feminis Terhadap Peran Hawa Sebagai Penolong dalam Kejadian 2: 18

Abstrak

Tujuan tulisan ini adalah untuk memahami makna Hawa sebagai penolong dalam Kejadian 2: 18

yang ditinjau menurut hermeneutik dan psiko feminis. Tulisan ini hendak merekonstruksi

Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan. Hasil

analisa yang dilakukan menunjukan bahwa penolong yang dimaksudkan dalam Kejadian 2: 18

sangat berbeda dengan makna layaknya pembantu. Penolong dalam Kejadian 2: 18

menggambarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang sifatnya saling membutuhkan

untuk menutupi kekurangan dan keterbatasan. Analisa ini kemudian digunakan untuk

merekonstruksi relasi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Israel Kuno. Penelitian ini

melalui hermeneutik dan psiko feminis ingin menunjukan bahwa perempuan memiliki peranan

yang luar biasa karena memiliki sumber daya manusia yang berlimpah untuk menolong pihak

lain, dalam hal ini laki-laki dalam menjalankan segala urusan yang ada dalam keluarga dan

komunitas. Dengan demikian, maka kajian psiko-feminis hendaknya dapat meningkatkan status

dan rasa percaya diri perempuan terutama di Indonesia untuk terlibat aktif dalam ranah domestik

dan publik.

Kata kunci: perempuan, kesetaraan, hermeneutik, psikologi feminis

1. Pendahuluan

Penulisan Alkitab berlangsung panjang dan penulisan tersebut memiliki latar belakang. Latar

belakang penulisan Alkitab secara khusus Perjanjian Lama dipengaruhi oleh latar belakang sosial

dan budaya masyarakat Israel kuno. Keadaan sosial dan budaya mempengaruhi penulisan teks-

teks kitab suci yang dibuat demi kepentingan kaum laki-laki yang bertugas sebagai imam,

pengajar dan juga pemberita.1 Bahkan penulisan teks-teks kitab suci dibuat dari sudut pandang

laki-laki. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya 1.426 nama tokoh namun nama perempuan

hanya 111 (Meyers 1998. 251-252).2 Nama-nama perempuan yang disebutkan merupakan

perempuan yang berkaitan dengan laki-laki kaum elite seperti raja, imam dan nabi.

1Philip J. King & Lawrence E. Strager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah(Jakarta : BPK

Gunung Mulia, 2001), 4. 2 Jennie R. Ebeling, Women’s Lives in Biblical Times(New York: T&T Clark International,

2010), 8.

Page 7: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

3

Budaya ini dimulai ketika kehidupan sosial masyarakat Israel berbentuk hirarki atau

piramida.3 Kehidupan sosial yang berbentuk piramida membuat masyarakat setempat dibagi

menjadi dua golongan, yaitu kaum elite yang berada pada bagian puncak piramida dan kaum

miskin yang berada pada bagian dasar piramida. Kaum elite menggambarkan orang-orang yang

memiliki kekuasaan, kekayaan dan berpendidikan. Sedangkan kaum miskin adalah mereka yang

tidak memiliki kekuasaan, tidak berpendidikan, dan banyak yang berprofesi sebagai buruh atau

budak. Bentuk hirarki atau piramida yang dianut oleh masyarakat Israel menghasilkan sistem

patriarki dalam keluarga. Sistem patriarki dijalani oleh kepala keluarga atau kaum laki-laki.4

Sistem ini menyebabkan laki-laki memiliki fungsi yang sangat dominan dan mempunyai hak

yang lebih istimewa dari perempuan.

Budaya ini juga membuat perbedaan tugas antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki bertugas

untuk berperang, memerintah dalam keluarga dan masyarakat, memenuhi kebutuhan ekonomi

dalam keluarga dan bertugas untuk memimpin ritual keagamaan. Sedangkan tugas utama

perempuan adalah melakukan pekerjaan domestik seperti menyiapkan makanan, mencuci piring,

menenun, membuat tembikar dan keranjang dan menjalankan peran sebagai ibu serta istri.

Perempuan pada zaman Israel juga dinyatakan sebagai masyarakat golongan kelas dua, tertindas,

lemah dan harus tunduk pada laki-laki.5 Menjadi golongan kelas dua, membuat perempuan tidak

dapat menjalani kehidupannya secara bebas untuk menjalani tanggungjawabnya.

Akibatnya dari budaya semacam ini ternyata memberi pengaruh terhadap status sosial kaum

perempuan. Perempuan yang mandul akan mengancam statusnya sebagai istri dan dipandang

sebagai orang yang tidak memiliki kehormatan.6 Perempuan yang tidak perawan sebelum

menikah, dianggap sebagai kejahatan bagi ayahnya dan calon suaminya.7 Perempuan janda yang

belum memiliki keturunan harus melakukan perkawinan levirat yaitu menikahi saudara suami.8

Bahkan perempuan yang sedang berada pada masa menstruasi dianggap sebagai perempuan

3 Robert Coote & Mary P. Coote, Kuasa, Politik & Proses Pembuatan Alkitab.I (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2009), 15. 4 Pater = bapak, arkhe = asal mula yang menentukan. Laki-laki yang berkuasa atas semua anggota

masyarakat yang lain dan mempertahankan kekuasaan. 5Carol Pratt Bradley, Women in Ancient Israel. Journal International Studia Antiqua, Vol. 3 No.

1, Winter 2013. 3 6 Jennie R. Ebeling, Women’s Lives in Biblical Times. (New York: T&T Clark International,

2010) 97-98. 7 Ebeling, Women’s Lives, 84-85.

8Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang, 63.

Page 8: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

4

najis, karena darah merupakan hal yang berbahaya.9 Selain itu perempuan juga sering disamakan

dengan budak dan benda. Status sosial yang melekat pada diri perempuan membuatnya seperti

berada dalam kekangan dan aturan ini seakan-akan mengikat perempuan.

Di dalam Alkitab terdapat beberapa ayat yang sangat dipengaruhi oleh sistem Patriarki,

seperti kisah perkawinan Levirat yang terdapat dalam Rut 3: 9-12. Kisah perempuan yang

digunakan sebagai penebus, untuk menebus keluarga yang dijual sebagai budak karena terlibat

hutang, terdapat dalam Imamat 25: 48-49. Kisah perempuan yang hanya bertugas untuk

melakukan pekerjaan domestik, terdapat dalam 2 Samuel 13: 8, Keluaran 2: 16, Kejadian 24: 11,

Rut 2; 21-23, Kejadian 29: 9, Yeremia 9: 17. Kisah tentang hubungan laki-laki dan perempuan

dalam Efesus 5: 22, 1 Timotius 2:15. Perempuan tidak mempunyai hak untuk berbicara di depan

umum terdapat dalam 1 Korintus 14: 34-35.

Selain ayat-ayat dalam teks kitab suci yang mengangkat kisah tentang ketidaksederajatan

antara laki-laki dan perempuan, ada juga ayat yang mengangkat derajat perempuan. Salah satu

ayatnya terdapat dalam Kejadian 2:18. Namun, Kejadian 2: 18 dapat ditafsirkan dengan

menggunakan dua sudut pandang. Sudut pandang pertama adalah penafsiran yang dilakukan

dengan pengaruh budaya patriakal.10

Sudut pandang yang kedua tanpa melihat pengaruh budaya

patriakal atau dengan menggunakan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. 11

Sudut pandang

oleh karena budaya patriakal merupakan pemahaman yang sangat sering terjadi dalam kehidupan

bermasyarakat yang telah banyak mendiskreditkan kaum perempuan.

Lebih lanjut dalam budaya Patriakal, Kejadian 2: 18 ditafsirkan bahwa Allah membuat

orang yang kedua sebagai pembantu sedangkan orang yang pertama sebagai manusia yang

utama.12

Dalam kisah penciptaan yaitu Kejadian 1: 27, Allah menciptakan manusia menurut

gambarNya yaitu laki-laki dan perempuan. Berdasarkan urutan penyebutannya, perempuan

merupakan manusia kedua yang diciptakan setelah laki-laki oleh Allah. Manusia kedua

menandakan ketidaksejajaran, sehingga perempuan sebagai penolong dikonotasikan sebagai

pembantu oleh manusia pertama yaitu laki-laki. Kejadian 1: 27 menerangkan tentang hubungan

9 Ebeling, Women’s Lives, 68-69.

10 Marie C. Barth Frommel, Hati Allah Bagaikan Hati seorang Ibu. (Jakarta: BPK. Gunung

Mulia, 2006) 44. 11

Yonkky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2009) 45. 12

Frommel, Hati Allah, 44.

Page 9: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

5

yang setara antara laki-laki dan perempuan namun dalam Kejadian 2 secara keseluruhan

menjelaskan tentang hubungan timbal balik laki-laki dan perempuan secara hirarkis. Bahkan

Paulus dalam surat-suratnya juga menekankan tentang hubungan yang hirarki antara laki-laki

dan perempuan dalam kehidupan berumah tangga.

Penekanan Paulus terhadap hubungan yang hirarki antara laki-laki dan perempuan

disebabkan karena adanya pengaruh mazab Farisi yang dianutnya.13

Mazab Farisi merupakan

pemahaman yang dianut oleh kaum Farisi. Kaum Farisi merupakan salah satu kelompok

keagamaan dalam masyarakat Yahudi dan mereka merupakan kaum yang memegang teguh

Perjanjian Lama, terlebih hukum Taurat.14

Hal tersebut membuat mereka menerima julukan

sebagai ahli-ahli kitab Taurat. Mazab Farisi yang dianut secara keras oleh Paulus adalah ketaatan

pada hukum taurat dan pelaksanaannya. Mazab yang dianut oleh Paulus membuat hubungan

hirarki antara laki-laki dan perempuan tidak setara. Laki-laki biasanya diidentikan sebagai

pemimpin, sedangkan perempuan diidentikan sebagai pengikut.

Padahal dalam Kejadian 2: 18 memakai istilah kata penolong untuk menjelaskan tentang

tugas dari seorang perempuan. Dalam bahasa Ibrani, kata yang digunakan untuk menjelaskan

kata penolong adalah ‘ezer dan untuk kata sepadan yang digunakan adalah kenegeddo.15

„Ezer

kenegeddo digunakan untuk menjelaskan makna tugas seorang perempuan. Oleh karena itu, kata

‘ezer keneggedo perlu dikaji secara lebih dalam untuk memahami kekayaan arti dan maknanya

dalam konteks kesetaraan peran.

Sebab jika perempuan digambarkan sebagai seorang penolong, maka perempuan

memiliki kualitas diri yang tinggi dan otoritas yang penting. Perempuan adalah penolong yang

memilliki sumber daya manusia berlebih dan material berlebih untuk meringankan beban pihak

lain. Perempuan adalah saluran pertolongan Allah bagi dunia dan Allah adalah penolong umat

manusia.16

Perempuan dinyatakan sebagai saluran pertolongan Allah yang menandakan bahwa

perempuan merupakan rekan kerja Allah yang dapat memberikan pertolongan kepada sesamanya

yang membutuhkan. Allah memberikan mandat dan wewenang kepada perempuan untuk

bertindak sebagai penolong yang sepadan kepada sesamanya termasuk kaum laki-laki. Tak

jarang pemakaian kata ‘ezer memberikan ambiguitas dikalangan para penafsir dan masyarakat

13

Frommel, Hati Allah,123-128. 14

C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru(Yogyakarta: Kanisius,1984), 44-45. 15

Emmanuel Gerrith Singgih, Dari Eden ke Babel. (Yogyakarta: Kanisius, 2011) 93. 16

Sartika, Jurnal Teologi dan Gereja, Feminisme Penuntun, 377.

Page 10: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

6

awam. Berdasarkan ambiguitas itu maka muncul pertanyaan, apakah seorang perempuan

merupakan seorang pembantu? Atau menjadi penolong serta rekan sesamanya.

Pertanyaan tersebut menjadi sangat penting dan krusial, karena pada kenyataannya

keadaan yang dialami oleh perempuan bukanlah sebagai seorang penolong melainkan sebagai

pembantu. Diperlakukan sebagai seorang pembantu, membuat perempuan mengalami

penyiksaan secara fisik dan juga psikis. Penyiksaan secara fisik yang dialami oleh seorang

perempuan seperti kekerasaan dalam keluarga, pelecehan seksual, atau hanya diperbolehkan

untuk melakukan pekerjaan domestik. Sedangkan penyiksaan secara psikis seperti pelabelan

yang diberikan oleh masyarakat bahwa perempuan terlalu mudah dipengaruhi perasaannya.

Penyiksaan yang dialami oleh perempuan, khususnya secara psikis membuat perempuan

mengalami gangguan kesehatan mental.17

Kesehatan mental merupakan kemampuan individu

untuk berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan kesejahteraan. Jika perempuan tidak

memiliki kesehatan mental maka perempuan tidak akan memiliki kesejahteraan dalam menjalani

kehidupannya dan membuat perempuan akan kehilangan makna hidupnya.

Gangguan kesehatan mental dapat ditandai dengan adanya kecemasan pada diri

perempuan. Jika kecemasan sering terjadi maka perempuan mudah untuk mengalami depresi. 18

Depresi yang dialami oleh perempuan juga akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri pada

perempuan. Rasa tidak percaya diri merupakan penghayatan hidup yang hampa karena merasa

tidak berharga.19

Rasa tidak percaya diri dapat membuat perempuan tidak dapat

mengekspresikan dirinya. Jika perempuan hanya mampu untuk menerima maka citra dirinya

akan menurun. Karena menurut Al-Bahsein, 2009 seperti yang dikutip oleh Engel, dijelaskan

bahwa citra diri memiliki peran besar dalam kejiwaan seseorang.20

Penurunan citra diri seorang

perempuan, hanya akan membuatnya selalu menerima dan berdiam diri terhadap berbagai

perlakuan terhadap dirinya. Idealnya gangguan kesehatan mental yang dialami perempuan akan

membuatnya kesulitan dalam menjalani tanggungjawabnya.

Sikap perempuan untuk berdiam diri dan hanya menerima berbanding terbalik dengan

kemampuan yang ada dalam dirinya. Pada hakikatnya, perempuan mampu untuk melawan

17

Michele A. Paludi Editor. Joy Rice & Nancy Felipe Russo. Feminism and Women’s Right

Worldwide Vol 2. Mental and Physical Health. International Perspectives on Women and Mental Health.

(Santa Barbara; California, 2010) 1-3 18

Paludi, Feminism and Women’s, 1-3 19

Jacob Daan Engel, Nilai dasar Logo Konseling. (Yogyakarta: Kanisius, 2014) 57. 20Engel, Nilai dasar, 52-53.

Page 11: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

7

ketidakadilan yang terjadi padanya. Hal itu disebabkan karena perempuan memiliki sifat asertif

dan juga non konform.21

Sifat asertif akan membuat perempuan mampu mengutarakan

keinginannya dan sifat non konform membuat perempuan memiliki pengetahuan tentang sesuatu

yang alami untuk dipertahankan dan yang harus diubah ditengah-tengah lingkungan sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kajian terhadap Kejadian 2: 18 ternyata masih

cenderung ditinjau hanya dari segi hermeneutik teks saja dan tidak disertai dengan studi psiko

feminis. Oleh Karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memahami keduanya sekaligus yakni

melakukan studi hermeneutik teks dan psiko feminis secara bersamaan. Adapun pertanyaan

sentral yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana peran Hawa sebagai penolong

dalam Kejadian 2: 18 yang dikaji dari perspektif hermeneutik dan psiko-feminis. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran Hawa sebagai penolong dalam Kejadian 2: 18

melalui proses hermeneutik dan psiko-feminis. Manfaat penulisan ini untuk memberikan

pengetahuan kepada kaum awam tentang peran Hawa sebagai penolong dalam Kejadian 2: 18

yang telah dikaji melalui proses perspektif dan psiko-feminis. Selain itu penulisan ini akan

memberikan sumbangan pemikiran kepada Gereja dalam rangka menolong Gereja untuk

membangkitkan kesadaran gender.

Penulisan ini menggunakan metode hermeneutik dengan pendekatan sinkronik dan diakronik.

Sinkronik merupakan pendekatan yang memperhatikan teks-teks kitab suci sebagai satu kesatuan

tanpa mempersoalkan unsur di luar teks seperti permasalahan redaksi dan sumber. Sedangkan

diakronik merupakan pendekatan yang digunakan dengan asumsi bahwa teks-teks kitab suci

memiliki sejarah dan membutuhkan pertimbangan yang cermat. Selain itu juga digunakan

pendekatan psiko feminis untuk mengetahui faktor psikologi yang dialami Hawa. Pendekatan

psiko feminis yang digunakan adalah untuk menganalisa pengaruh ketidaksetaraan dalam relasi

gender.22

Tujuannya untuk memahami individu dalam aspek sosial dan politik yang lebih besar

dalam masyarakat.

Sistematika dalam penulisan ini diuraikan sebagai berikut: Bagian pertama berisikan

Pendahuluan, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan

Sistematika Penulisan. Pada bagian kedua, berisikan Landasan Teori tentang Peran Perempuan

dalam Israel Kuno, Peran Perempuan dalam Budaya Patriakal dan Psiko-Feminis. Pada bagian

21

Saparinah Sadli, Berbeda tapi Setara. (Jakarta: Buku Kompas, 2010) 9. 22

Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) XX.

Page 12: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

8

ketiga terdapat dua langkah yang dilakukan untuk membahas tentang pesan peran Hawa sebagai

penolong dalam Kejadian 2: 18. Langkah pertama yang dibahas adalah menganalisa peran Hawa

sebagai penolong dari perspektif hermeneutik, langkah kedua yang dilakukan adalah

menganalisa Hawa sebagai penolong dari perspektif psiko feminis. Bagian keempat berisi

kesimpulan dan saran.

2. Perempuan dalam Israel kuno, budaya patriakal dan psiko-feminis

Berbicara mengenai studi Psiko Feminis terhadap Kejadian 2: 18 tidak terlepas dari budaya

yang melatar belakangi penulisan ayat ini. Dengan demikian, untuk merekonstruksi kembali ayat

ini, penulis menggunakan teori Peranan perempuan dalam Israel kuno, Pengaruh peran

perempuan dalam budaya patriakal dan Psiko feminis.

2.1 Peran Perempuan dalam Israel Kuno

Di dalam budaya masyarakat Israel Kuno, kehidupan mereka diatur dalam bentuk suku-suku.

Kekuasaan masyarakat Israel Kuno di atur dari bawah ke atas bukan dari atas ke bawah seperi

pada umumnya. Kekuasaan dari bawah ke atas ini ditandai dengan kekuasaan keluarga atau

rumah tangga sebagai kekuasaan yang tertinggi.23

Keluarga menjadi penguasa tertinggi dalam

masyarakat.

Kehidupan keluarga Israel kuno memiliki keseharian sebagai masyarakat agraris. Masyarakat

agraris menandakan bahwa masyarakat Israel kuno bekerja sebagai petani.24

Hidup sebagai

masyarakat agraris membuat keluarga Israel Kuno atau masa Israel pra-monarki memiliki tiga

aktivitas kerja utama yang dibagi dan juga diperankan oleh laki-laki dan perempuan. Ketiga

aktivitas itu adalah prokerasi (reproduksi), produksi, dan proteksi.25

Prokreasi atau reproduksi

adalah tugas kerja yang diperankan oleh perempuan.26

Tugas kerja ini ditandai dengan proses

kehamilan, melahirkan dan membesarkan serta merawat anak-anak yang telah dilahirkan.

23

Carol Meyers, Families in Ancient Israel (Louisville, Kentucky: Westminster John Knox Press,

1997), 3. 24

Meyers, Families in, 7-9. 25

Ira D. Mangililo, Saudari-saudari yang hilang dalam ruang publik: kajian sosiao-teologis

Kristen terhadap peran politik perempuan, jurnal perempuan, vol.19. no.3, 2014. 69-70. 26

Meyers, Discovering Eve,56.

Page 13: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

9

Produksi dilakukan oleh laki-laki.27

Tugas kerja ini dilakukan saat laki-laki membuka lahan dan

bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tugas produksi dilakukan oleh laki-laki

karena jarang terjadi peperangan dan membuat tenaga laki-laki menjadi meningkat. Tugas kerja

ketiga adalah proteksi dan ini dilakukan oleh laki-laki. Proteksi merupakan pertahan atau

perlindungan yang dilakukan laki-laki terhadap keluarganya.

Berdasarkan pembagian tugas kerja yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam

masyarakat Israel Kuno, maka secara tidak langsung status perempuan menjadi tersudut dan

terpinggirkan. Hal tersebut dikarenakan laki-laki memiliki dua aktivitas kerja yang menandakan

laki-laki sangat kuat, sedangkan perempuan memiliki satu aktivitas kerja dan diartikan

perempuan tidak memiliki kekuatan seperti laki-laki. Kondisi seperti ini membuat laki-laki

menjadi dominan.28

Selanjutnya membuat hubungan laki-laki dan perempuan menjadi tidak

seimbang. Jika laki-laki yang menjadi dominan, maka perempuan dapat dianggap tidak menjadi

bagian yang penting. Artinya peranan laki-laki menjadi yang paling utama dalam masyarakat.

Pembagian aktivitas kerja seperti yang telah dijelaskan di atas, tidak berlangsung lama. Pada

saat terjadi peperangan dalam kehidupan masyarakat Israel dan kurangnya prajurit militer yang

memadai maka laki-laki dalam keluarga direkrut untuk menjadi prajurit peperangan.29

Pemanggilan laki-laki dalam keluarga membuat mereka harus pergi meninggalkan keluarga

untuk berperang. Saat berperang, maka pembagian tugas laki-laki dan perempuan menjadi

berubah. Perempuan menolong laki-laki dan mengambil alih untuk melakukan prokreasi dan

produksi.30

Selain berperang, untuk memperluas daerah territorial bangsa Israel, tenaga laki-laki

juga digunakan untuk membuka lahan-lahan wilayah Israel. Keadaan yang dialami oleh laki-laki

semacam ini membuat tugas kerja perempuan menjadi bertambah.

Perempuan melakukan prokreasi dan produksi yaitu perempuan mengurus kehidupan rumah

tangga dengan melakukan pekerjaan domestik dan publik dengan cara membuka lahan untuk

bercocok tanam memenuhi kebutuhan keluarga.31

Dua aktivitas perempuan menandakan bahwa

perempuan tidak hanya boleh berada di rumah, dia harus membuka lahan dan membentuk lahan

pertanian untuk bercocok tanam dan dia juga yang meramu hasil pertanian menjadi bahan

27

Meyers, Discovering Eve,56. 28

Meyers, Discovering Eve, 48. 29

Mangililo, Saudari-saudari, 69-70. 30

Meyers, Discovering Eve,61. 31

Meyers, Families in, 25.

Page 14: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

10

makanan. Pemenuhan kebutuhan keluarga tanpa adanya bantuan laki-laki juga dilakukan oleh

perempuan seperti mempelajari teknologi untuk membuka lahan pertanian, menanam gandum

atau tumbuhan lainnya, terampil mengelola bahan mentah makanan menjadi siap untuk

dikonsumsi, memiliki keahlian untuk membuat benang dan pakaian, dan membuat keranjang dan

keramik.32

Prokreasi dan produksi yang dilakukan oleh perempuan, membuatnya memiliki beban

kerja yang sangat tinggi. Oleh karena itu, perempuan dapat melakukan banyak pekerjaan dalam

satu waktu atau multitasking.

Beban kerja yang sangat tinggi membuat perempuan Israel Kuno memiliki keahlian untuk

melakukan perencanaan, keterampilan dan pengetahuan teknologi yang sangat berguna untuk

melangsungkan kehidupannya bersama keluarga setiap hari.33

Laki-laki cenderung menggunakan

fisik dan tenaga saat memerankan tugas yang dikerjakannya sedangkan perempuan

menggunakan keahlian, penilaian dan keterampilannya saat melakukan tugas

kerjanya.34

Keahlian, keterampilan dan pengetahuan teknologi ini dilakukan dan ditunjukan oleh

perempuan pada saat meramu makanan atau membuat kerajinan tangan.

Oleh karena itu, tidak salah jika tugas kerja antara laki-laki menjadi seimbang. Perempuan

memiliki dua tugas yaitu prokreasi untuk memperbesar jumlah keturunan dan melakukan

pekerjaan domestik serta membuka lahan untuk bercocok tanam demi kebutuhan keluarga.

Sementara laki-laki juga mempunyai dua tugas yaitu melakukan pertahanan atau perlindungan

terhadap keluarga dan membuka lahan pertanian untuk memperluas daerah Israel.35

Pembagian

tugas kerja yang merata membuat hubungan perempuan dan laki-laki menjadi seimbang. Laki-

laki tidak lagi menjadi pihak yang dominan.

Penjelasan di atas merupakan kehidupan masyarakat Israel pada masa pra-monarki.

Kehidupan masyarakat Israel mengalami perubahan pada masa monarki. Masa monarki Israel

ditandai dengan hadirnya kerajaan yang bersifat hirarki. Jika pada masa pra-monarki kekuasaan

keluarga merupakan kekuasaan tertinggi maka pada masa monarki kekuasaan tertinggi adalah

kekuasaan raja.36

Peranan perempuan dan laki-laki yang tadinya seimbang menjadi bergeser

sebab tidak ada lagi produksi yang dikerjakan perempuan. Perempuan hanya melakukan aktivitas

32

Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang, 55-58. 33

Meyers, Families in,26. 34

Mangililo, Saudari-saudari, 74. 35

Meyes, Discovering Eve, 56. 36

Mangililo, Saudari-saudari, 74.

Page 15: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

11

kerja reproduksi dan melakukan pekerjaan domestik. Dampak dari masa Israel monarki ini

adalah hadirnya sistem patriakal. Sistem ini ditandai dengan kekuasaan raja atau laki-laki dalam

kehidupan rumah tangga dan juga bernegara. Sistem patriakal ini kemudian membuat perempuan

menjadi kaum nomor dua yang cenderung diabaikan.

Carol Meyers berpendapat bahwa jika kehidupan seorang perempuan terbatas pada

kehidupan rumah tangga maka ia akan melakukan hal-hal yang terfokus pada kebutuhan rumah

tangga seperti memasak, mengasuh anak dibandingkan dengan tugas yang dilakukan oleh para

laki-laki. Karena Di dalam kehidupan rumah tangga, laki-laki adalah kepala keluarga, sehingga

hal tersebut akan membuka peluang bagi perempuan untuk mengalami ketertindasan karena laki-

laki bahwa mewajibkan perempuan untuk hal itu dan membatasi peran-peran lainnya.37

Oleh

karena itu, ketertindasan yang dialami perempuan dalam kehidupan rumah tangga disebabkan

tidak adanya kesempatan untuk dapat keluar dari ranah domestik untuk mengekspesikan dirinya

melakukan tugas kerja produksi.

2.2 Perempuan dalam Budaya Patriakal

Secara umum, patriarki dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem yang bericirikan laki-laki

(ayah). Sylvia Walby (1990) dalam bukunya, Theorising Patriarchy menyebut patriarki “sebagai

suatu sistem dari struktur dan praktik-praktik sosial yang mana kaum laki-laki menguasi,

menindas dan mengeksploitasi perempuan”. Sebagai sebuah sistem, patriarki memiliki dua

bentuk, yaitu patriarki domestik (private patriarchy) dan patriarki publik (public patriarchy).

Patriarki domestik menitikberatkan kerja dalam rumah tangga sebagai suatu bentuk stereotipe

yang melekat pada kaum perempuan. Sedangkan tekanan terhadap kaum perempuan pada

patriarki publik berasal dari sistem yang terbentuk di tempat kerja dan dalam

pemerintahan/Negara.38

Patriaki domestik membuat perempuan akan menerima stigma bahwa

melakukan pekerjaan domestik merupakan tugas utamanya, sementara patriaki publik akan

membuat perempuan hanya pantas untuk menjadi bawahan dan menerima perintah.

Carol Meyers dalam bukunya Discovering Eve Ancient Israelite menyatakan bahwa patriakal

merupakan ideologi yang timbul dari kekuatan pria dalam kelompok kekerabatan, sebagai bentuk

37

Bradley, Women in, 5-6. 38

Sylvia Walby, dalam May Lan, Pers, Negara dan Perempuan (Yogyakarta: Kalika 2002) 14.

Page 16: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

12

prinsip simbolis laki-laki dan menandakan kekuasaan laki-laki.39

Meyers juga berpendapat

bahwa Patriaki berkaitan dengan ide-ide dari dominasi laki-laki. Sehingga laki-laki yang

menguasai dan mengendalikan kehidupan perempuan. Dominasi laki-laki tidak dapat disamakan

dengan perempuan pasif.40

Artinya, dominasi laki-laki tidak dapat dilakukan dan tidak dapat

terjadi saat perempuan mampu melakukan keinginannya.

Pengaruh budaya patriakal dalam kehidupan masyarakat Israel sangat dirasakan oleh kaum

perempuan. Budaya patriakal membuat perempuan dianggap sebagai properti dalam keluarga

dan hanya bertugas untuk mengurusi kehidupan rumah tangga.41

Dalam masyarakat patriakal

perempuan berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Sebelum menikah seorang perempuan

adalah milik ayahnya. Jika ayahnya telah meninggal, maka perempuan menjadi milik saudara

laki-lakinya. Selanjutnya, pada saat perempuan telah menikah, ia akan menjadi milik

suaminya.42

Kehidupan perempuan yang menjadi jandapun tidak mengenakan. Seorang

perempuan janda akan lebih mudah menjadi korban dan sangat gampang untuk hidup melarat.

Bahkan janda dapat dikenali karena cara berpakaiannya dibedakan dengan perempuan yang

bukan janda.43

Perempuan janda yang belum memiliki keturunan harus melakukan perkawinan

levirat yaitu menikahi saudara suami supaya mendapatkan bagian dalam struktur masyarakat.44

Akhirnya, budaya patriakal ini membuat perempuan menjadi milik dan hak laki-laki secara

penuh. Budaya ini bersifat mengikat dan membuat perempuan berada dalam kekangan.

Budaya patriakal juga memberi pengaruh terhadap status sosial kaum perempuan. Perempuan

yang mandul akan mengancam statusnya sebagai istri dan dipandang sebagai orang yang tidak

memiliki kehormatan.45

Perempuan yang tidak perawan sebelum menikah, dianggap sebagai

kejahatan bagi ayahnya dan calon suaminya.46

Bahkan perempuan yang sedang berada pada

masa menstruasi dianggap sebagai perempuan najis, karena darah merupakan hal yang

berbahaya.47

Selain itu perempuan juga sering disamakan dengan budak dan benda. Kemudian

dalam masyarakat patriakal, keseluruhan tubuh seorang perempuan dan juga kesuburannya

39

Meyers, Discovering Eve, 26. 40

Bradley, Women in, 6 41

Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang, 55. 42

Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang, 58. 43

Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang, 59. 44

Philip J. King & Lawrence E. Strager, Kehidupan Orang, 63. 45

Ebeling, Women’s Lives, 97-98. 46

Ebeling, Women’s Lives, 84-85. 47

Ebeling, Women’s Lives, 68-69.

Page 17: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

13

merupakan milik dari suami. Jika ada perempuan yang menodai tubuhnya dengan cara

berhubungan dengan laki-laki lain yang bukan suaminya maka perempuan itu akan mendapat

hukuman.48

Oleh karenanya, berbagai aturan diberlakukan terhadap perempuan telah

membuatnya tidak dapat menjalani hidupnya dengan kebebasan. Keadaan seperti ini membuat

perempuan mengalami tekanan dalam kehidupannya.

2.3 Peran Psiko Feminis

Maraknya pengaruh budaya patriakal yang membuat perempuan mengalami berbagai

penyiksaan secara fisik dan psikis, membuat pejuang-pejuang tergerak dan membentuk kaum

feminis. Kaum Feminis ini berjuang untuk menyetarakan kembali status perempuan dan laki-

laki.

Teori Feminis lahir pertama kali di Universitas-universitas di Amerika Utara pada tahun

1970an.49

Feminis merupakan suatu gerakan sosial yang berguna untuk menyetarakan status

sosial laki-laki dan perempuan dalam bidang politik, ekonomi dan bidang lainnya.50

Serene

Jones, dalam bukunya Feminist Theory and Christian Theology, menyatakan bahwa fungsi dari

teori Feminis ini adalah untuk membebaskan perempuan dari penindasan dan berguna untuk

pemberdayaan mereka.51

Teori Feminis lahir bukan karena tanpa alasan. Teori Feminis lahir dan

berkembang dengan alasan untuk mengidentifikasikan berbagai penindasan yang mengatur

kehidupan para perempuan dan berupaya untuk menciptakan masa depan tanpa

penindasan.52

Feminis lahir dan berkembang untuk membantu perempuan hidup tanpa mengalami

penindasan atau kekerasan, untuk menyetarakan dan mendapat kesempatan yang sama dengan

laki-laki dalam bidangan sosial, politik, ekonomi.

Pergerakan feminis akan membebaskan manusia laki-laki dan perempuan, dan dalam

kenyataan yang sering terjadi di masyarakat perempuanlah yang sangat sering mengalami

ketidakadilan. Teori Feminis hadir dengan fokus utama pada perempuan bukan karena kelompok

masyarakat lainnya. Hal ini dilakukan karena perempuan mengalami penindasan atau kekerasan

48

Frommel, Hati Allah, 59. 49

Serene Jones, Feminist Theory and Christian Theology (USA: Augsburg, 2000) 3. 50

Soejono Soekamto, Kamus Sosiologi (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), 189. 51

Jones, Feminist Theory, 3. 52

Jones, Feminist Theory, 3.

Page 18: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

14

dalam kurun waktu yang sangat lama dan selama ini kondisi perempuan menjadi tidak

dipedulikan.

Dalam Dictionary Feminist Theologies karangan Letty M. Russel & J. Shannon Clarkson

menjelaskan bahwaberbagai teori feminis muncul dan berkembang dari keadaan-keadaan yang

diterma oleh perempuan dalam bidang akademik maupun sosial dan politik.53

Hal ini

membuktikan bahwa penindasan yang terjadi pada diri perempuan tidak hanya dilakukan dalam

kehidupan rumah tangga, melainkan terjadi juga dalam lingkungan akademik, sosial dan politik.

Shulamith Firestone, Kate Millet and Mary Daly mendeskripsikan bahwa penindasan

terhadap perempuan terjadi dalam ranah seksisme dan untuk mengatasinya maka seksisme harus

dihilangkan.54

Penindasan yang dialami perempuan, terjadi karena kebencian terhadap jenis

kelamin atau gender dan dalam hal ini adalah perempuan.

Ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah karena adanya superioritas laki-

laki yang menganggap perlakukan kasar terhadap perempuan merupakan hal yang wajar. Kate

Millet (1970) merupakan seorang feminis Amerika menggarisbawahi bahwa kekerasan terhadap

perempuan terjadi pada sistem patriarkal di mana distribusi kekuasaan antara laki-laki dan

perempuan timpang. 55

Seperti yang telah dijelaskan bahwa kekuasaan laki-laki membuatnya

menjadi dominan dan akhirnya terjadi ketidakseimbangan relasi perempuan dan laki-laki.

Para pejuang hak-hak perempuan mengemukakan bahwa berbagai analisa tentang

ketertindasan perempuan dilakukan di luar ruang akademik. Permasalahan penindasan terhadap

perempuan dalam kaitannya dengan soal seksualitas, keluarga, kerja, hukum, politik, budaya dan

seni.56

Hal ini menggambarkan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi di banyak bidang

dalam masyarakat.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka terdapat diskriminasi pada perempuan dari segi

akademik, sosial dan politik serta dari segi seksisme dalam masyarakat luas. Akibatnya terjadi

tekanan secara psikologis dalam diri perempuan.

Lebih lanjut dalam perkembangannya pendekatan Psikologi Feminis merupakan pendekatan

psikologi yang kemudian bertujuan untuk menganalisa pengaruh ketidaksetaraan dalam relasi

53

Letty M. Russel & J. Shannon Clarkson, Dictionary of Feminist Theologies (Kentucky :

Westminster John Knox Press, 1996) 116-117. 54

Letty M. Russel & J. Shannon Clarkson, Dictionary of Feminist, 117-118 55

Gadis Arivia, Feminisme: Sebuah Kata Hati. (Jakarta: Kompas, 2006) 191-192. 56

Gadis Arivia, Filsafat Berperspektif Feminis. (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2003) 81.

Page 19: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

15

gender dan perilaku antara dua jenis kelamin yang berbeda.57

Psikologi merupakan disiplin ilmu

dengan banyak teori dan bersifat klinis, berkaitan dengan perkembangan kognitif, intelektual dan

emosional; perspektif psikologi feminis berusaha untuk menunjukan bias gender dan

androsentrisme untuk menentukan identitas gender.58

Psikologi feminis akan membantu untuk

menganalisa bias gender yang terjadi dalam masyarakat dan akan membantu untuk menentukan

dan memberikan identitas gender pada perempuan.

Dalam penulisan ini, teori psiko feminis digunakan untuk menganalisa kondisi psikologis

perempuan terhadap berbagai penindasan yang dialami perempuan. Selain itu teori psiko feminis

ini digunakan untuk menganalisa kondisi psikologis perempuan terhadap relasi yang terjadi

antara sesamanya baik laki-laki maupun perempuan. Menganalisa relasi antara perempuan dan

sesamanya, dari sisi perempuan sebagai korban penindasan.

Michele Fine berpendapat bahwa psikologi feminis merupakan strategi perubahan sosial.

Psikologi feminis bertujuan untuk mengakhiri penindasan sosial dan politik terhadap perempuan

dan laki-laki.59

Oleh karena itu, psikologi feminis menjadi sangat penting sebagai salah satu cara

untuk menghentikan penindasan sosial yang terjadi pada perempuan dan laki-laki.

Menurut American Psychological Assosiation (1979, 1982), Psikologi perempuan adalah

salah satu rancangan riset psikologi yang menempatkan cara penampilan wujud perempuan

sebagai tema sentral. Psikologi perempuan tidak hanya berkaitan dengan pengalaman nyata

seorang perempuan tetapi dapat membantu kehidupan perempuan.60

Psikologi perempuan tidak

hanya cukup dideskripsikan melalui penjelasan tetapi harus melalui proses pemahaman diri

dalam kehidupan sosial dan budaya.61

Artinya bahwa psikologi perempuan dapat bermanfaat saat

perempuan menyadari dan memahami keadaan dirinya melalui kehidupan sosial dan budaya

yang nyata. Bukan hanya menjadi wacana.

Joy Beras dan Nancy Felipe juga menyatakan bahwa perempuan memiliki hak untuk

mencapai dan menikmati standart tertinggi kesehatan fisik dan mental. Kenikmatan hak ini

sangat penting untuk hidup dan juga kesejahteraan serta kemampuan perempuan untuk

57

Carole Wode & Carol Tavris, Psikologi Edisi 9, Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2008) 24. 58

Letty M. Russel & J. Shannon Clarkson, Dictionary of Feminist, 231. 59

Dennis Fox & Isaack Prilleltensky, Psikologi Kritis: Metaanalisa Psikologi Modern. (Jakarta:

Teraju, 2005) 236. 60

Nani Nurrachman, Kontekstualisasi dan konstrutivisme dalam psikologi. Jurnal Psikologi

Perempuan Vol VII, No 1, 2010. 2. 61

Nurrachman, 3.

Page 20: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

16

berpartisipasi dalam semua bidang atau aspek kehidupan.62

Selain itu, menurut Joy Beras dan

Nancy Felipe, seorang perempuan harus memiliki kesehatan mental. Kesehatan mental bukanlah

tidak adanya penyakit secara fisik, melainkan adanya kesejahteraan yang dimiliki dan

diperlihatkan.63

Perempuan pantas untuk merasakan kesejahteraan dan berhak untuk melakukan

berbagai bidang dalam hidupnya. Kesejahteraan inilah yang akan membuat perempuan memiliki

kesehatan mental.

Selanjutnya, Maslow juga berpendapat bahwa perempuan yang meyakini bahwa ia memiliki

kekuatan dan berharga di dalam ruang lingkup keluarga dan masyarakat akan memiliki sifat

mandiri, kesuksesan, asertif, sehat dan memiliki orientasi seksual yang sehat.64

Kekuatan dan

rasa berharga yang dimiliki oleh perempuan dapat membuatnya bersifat lebih sadar untuk

memberikan pertolongan dalam bentuk pemberian dukungan secara emosional dan interpersonal

pada setiap ruang lingkup.65

Perempuan yang telah menyadari kekuatan karena memiliki

kesejahteraan dalam hidupnya akan lebih mudah untuk berinteraksi dan membantu sesamanya.

Dengan pendeskripsian di atas, maka dibagian selanjutnya penulis akan menganalisa makna

peran Hawa di dunia Israel Kuno.

3. Analisa Hermeneutik-psiko feminis

3.1 Makna Hawa sebagai ‘ezer di dalam dunia Israel kuno

Upaya untuk menafsirkan peranan Hawa sebagai „ezer telah dilakukan oleh banyak teolog.

Penafsiran-penafsiran yang ada merupakan penafsiran yang dipengaruhi oleh androsentrisme dan

menuju kepada misogini. Misalnya saja penafsiran yang dilakukan oleh Paulus, Augustine dan

Calvin.66

Penafsiran yang dilakukan oleh tiga teolog tersebut merupakan penafsiran tanpa

mempertimbangkan latar belakang dan percaya pada penafsiran secara harafiah.

Paulus percaya kepada isi teks Kejadian 2-3 secara harafiah. Dia tidak melihat keadaan sosial

masyarakat pada masa penulisan Kejadian 2-3. Dalam tulisan-tulisan Paulus banyak sekali

penekanan yang dilakukan karena adanya persoalan jenis kelamin. Menurutnya perbedaan jenis

62

Paludi, Feminism and Women’s,1-3. 63

Paludi, Feminism and Women’s, 1-3. 64

Howard S. Friedman & Miriam W. Schustack, Kepribadian Jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 2006) 29. 65

Howard S. Friedman & Miriam W. Schustack, Kepribadian, 29. 66

Tom Delbridge, Adam and Eve The Search for The True Story. (Tom Delbidge, 2013) 249.

Page 21: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

17

kelamin merupakan perbedaan yang hirarki dan kontras.67

Berdasarkan hubungan yang hirarki

ini maka Paulus menekankan hubungan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Pendapat Paulus merupakan gambaran yang menggunakan acuan dari Kejadian 2: 17, 21-22.

Melalui Kejadian 2: 17, 21-22 Paulus berpendapat bahwa Adam adalah orang pertama dan Hawa

merupakan orang kedua. Berdasarkan kisah ini maka Paulus memperlihatkan perbedaan

kedudukan laki-laki dan perempuan dan menuliskan 1 Korintus 11: 3, Efesus 5: 23.68

Dengan

demikian Paulus berpendapat bahwa laki-laki merupakan yang utama, digambarkan sebagai

seorang pemimpin, sementara perempuan hanya pelengkap kehidupan. Jika paulus melihat

bahwa laki-laki adalah seorang pemimpin maka perempuan tidak akan diberikan kesempatan

untuk menjadi berbicara dihadapan banyak orang, tidak dapat memerintah dan harus tunduk pada

laki-laki serta tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan hukuman.

Paulus juga berpendapat dalam 1 Timotius 2: 13-15, bahwa selain hanya menjadi pelengkap

maka Hawa sebagai simbol perempuan pertama adalah sumber segala dosa dan akan

mendapatkan pengampunan saat dia melakukan kegiatan reproduksi.69

Meyakini bahwa Hawa

adalah sumber segala dosa karena Hawa tertipu dan melanggar perintah Tuhan dengan memakan

buah yang terlarang. Dengan demikian, pendapat Paulus sangat dipengaruhi oleh androsentrisme

dan menurutnya Hawa hanyalah orang kedua yang berperan sebagai pelengkap dan merupakan

sumber kejatuhan manusia di dalam dosa.

Setelah Paulus, Augustine (354-430) yang merupakan seorang Uskup Hippo di pantai Afrika

Utara dalam bab XII, XIII dan XIV dalam bukunya The City of God memberikan pandangan

tentang Adam dan Hawa.70

Pendapat Augustine merupakan pendapat yang tidak berbeda jauh

dengan Paulus. Augustine juga percaya pada teks Kejadian 2-3 secara harafiah. Menurutnya

benar bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan setara, akan tetapi pada saat Hawa tertipu dan

melanggar perintah Tuhan, Hawa menjadi sumber segala dosa. Hawa menjadi sumber segala

dosa karena ketidakpatuhannya dan membuat semua orang mendapatkan kehancuran.71

Berdasarkan pendapat yang diberikan oleh Augustine, maka sangat terlihat bahwa Hawa

merupakan satu-satunya orang yang bersalah. Bahkan Augustine juga setuju dengan ajaran

67

Herman Ridderbos, Paul An Outline of His Theology. (USA: William B. Eerdmans Publishing Company,

1975), 93. 68

Delbridge, Adam and Eve, 32. 69

Delbridge, Adam and Eve, 34. 70

Delbridge, Adam and Eve, 36. 71

Delbridge, Adam and Eve, 40.

Page 22: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

18

Paulus dalam 1 Timotius 2: 14 dan Roma 5: 12.72

Augustine juga bersikap sama seperti Paulus.

Augustine menyalahkan Hawa sebagai sumber kejatuhan manusia dalam dosa. Sikap ini

merupakan sikap yang juga dipengaruhi oleh androsentrime.

John Calvin sebagai bapak gereja juga memberikan pendapatnya tentang Hawa. Calvin setuju

pada pendapat Paulus dan juga Augustine. Calvin juga menegaskan bahwa Hawa adalah sumber

dosa bagi semua orang dan memilih Roma 5: 12, 23 untuk menguatkan argumennya.73

Calvin

menyalahkan Hawa karena Hawa telah tertipu dan melanggar perintah untuk tidak memakan

buah yang terlarang. Sikap Hawa akhirnya menyusahkan dan menghancurkan seluruh isi dunia.

Berbeda dari Paulus, Augustine dan Calvin, sebagai penulis saya memiliki pendapat yang

sangat berbeda. Menurut penulis, penafsiran yang dilakukan oleh mereka belum mampu untuk

memberikan perhatian sepenuhnya pada kekayaan makna yang ditawarkan oleh kata penolong

atau ‘ezer. Hal ini penulis katakana mengingat bahwa kisah mengenai Hawa memiliki latar

belakang sejarah yang panjang dan akibatnya terdapat banyak dimensi makna mengenai dirinya.

Kisah ini tidak hanya ditulis dan muncul begitu saja tanpa adanya makna. Oleh karena itu, kisah

ini tidak hanya dapat dilihat berdasarkan interpretasi tradisional melainkan dilihat juga dengan

menggunakan interpretasi feminis.74

Gabungan interpretasi tradisional dan interpretasi feminis

dapat membentuk kembali makna Hawa dalam kisah di Alkitab.

Ditinjau dari kajian sosio-teologis kisah Hawa dalam penulisan Alkitab khususnya

Kejadian 2: 18, dikategorikan sebagai bagian dari teori sumber Y. Sumber Y ditulis kira-kira

1000-970an sebelum zaman bersama dan di dalam Sumber Y berisikan sejarah bangsa Israel

dibawah kepemimpinan Daud sebagai raja. 75

Selain itu kisah ini juga ditulis pada saat bangsa

Israel keluar dari Mesir dan dan perkembangannya di tanah Kanaan.76

Kisah sumber Y dimulai pada saat Allah menciptakan bumi dan manusia untuk

melayaniNya sebagai para pekerja di taman.77

Gambaran Allah yang menciptakan bumi dan

memperkerjakan manusia di dalam tamanNya mengungkapkan keadaan masyarakat Israel yang

bekerja sebagai buruh tani yang menghasilkan tanaman makanan, membuat pakaian,

72

John Calvin, The Institues of Christian Religion. (USA: Baker Book House, 1987), 90. 73

John Calvin, The Institues, 86-91. 74

Berquist, Reclaiming Her,37-39. 75

Robert Coote & David Robert Ord, Sejarah Pertama Alkitab: Dari Eden hingga Kerajaan Daud

Berdasarkan sumber Y. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 3. 76

J. Bloomendal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012) 18. 77

Coote & Ord, Sejarah Pertama,25.

Page 23: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

19

membangun bangunan dan monumen, dan menghasilkan atau menghimpun hasil perdagangan

masyarakat.78

Bahkan pernyataan tersebut diperkuat oleh Michael Grant, yang berpendapat

bahwa masyarakat Israel berada dalam keadaan Israel pramonarki. Israel pramonarki ditandai

dengan keadaan masyarakat agraris dan nomaden.79

Keadaan masyarakat agraris membuat

pekerjaan utama masyarakat Israel adalah petani. Saat itu kondisi alam mereka subur dan mereka

harus membuka lahan untuk bercocok tanam. Kehidupan mereka yang nomaden adalah salah

satu cara untuk memperluas wilayah Israel. Dengan keadaan seperti ini, keluarga dalam

masyarakat Israel saling tolong-menolong untuk melakukan tugas kerja mereka.

Teks kejadian 2: 18 menggunakan kata ibrani „ezer atau yang diartikan oleh Lembaga

Alkitab Indonesia sebagai penolong. Bahkan selain kata penolong, terdapat juga keterangan

tambahan yang digunakan yaitu sepadan atau dalam bahasa Ibrani menggunakan kata

„kenegeddo. Kata ‘ezer digunakan sebanyak 21 kali. 3 kali menunjuk pada pertolongan manusia,

16 kali sehubungan dengan pertolongan langsung Allah atas hidup manusia dan 2 kali digunakan

untuk menyebut Hawa.80

Lazimnya kata ‘ezer digunakan untuk menerangkan tentang

pertolongan yang diberikan Allah kepada manusia. Kata „ezer tidak banyak dipakai untuk

menerangkan tentang pertolongan manusia kepada manusia. Dengan demikian, benar jika di

dalam Alkitab Ibrani, pertolongan yang diberikan oleh Allah kepada manusia menggunakan kata

„ezer. Bahkan menurut sumber lain, kata ‟ezer digunakan sebanyak 118 kali, 55 kali untuk

menerangkan pertolongan Allah, 68 kali untuk menerangkan pertolongan manusia dan 9 kali

untuk menerangkan tiada pertolongan pada manusia.81

Artinya sekarang hanya tergantung seperti

apa interpretasi dari para pembaca.

Lebih lanjut penggunaan kata „ezer yang biasanya dipakai untuk menerangkan

pertolongan yang dilakukan oleh Allah, selain itu kata „ezer digunakan juga untuk menjelaskan

tugas Hawa sebagai objek terakhir yang diciptakan. Penggunaan kata „ezer dapat diartikan

bahwa terdapat makna tugas Hawa sebagai penolong. Namun, pada kenyataannya, dalam

keseharian oleh para teolog dan juga kaum awam, kata penolong sering diinterprertasikan

sebagai pembantu. Istilah pembantu karena teks ini diinterpretasikan secara tradisional bahwa

78

Coote & Ord, Sejarah Pertama, 46. 79

Michael Grant, The History of Ancient Israel (New York: Charles Scribner‟s Sons, 1984), 96-

103. 80Sartika, Jurnal Teologi dan Gereja, Feminisme Penuntun, 377. 81

Frommel, Hati Allah, 44.

Page 24: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

20

Hawa adalah pelengkap kehidupan Adam seperti pemahaman Paulus, Augustine dan Calvin.

Berdasarkan interpretasi seperti itu, maka terjadilah diskriminasi-diskriminasi tugas Hawa.

Diskriminasi itu terbukti dengan adanya ayat-ayat Alkitab yang mengesampingkan kedudukan

perempuan. ‘Ezer keneggedo atau yang diterjemahkan penolong yang sepadan menggambarkan

adanya masalah 2 masalah. Masalah bertama berkaitan dengan dengan masalah reproduksi,

sedangkan masalah kedua berkaitan dengan masalah produksi.

Hawa sebagai penolong yang sepadan digambarkan hidup pada masa pra monarki yang

tidak jauh berbeda dengan masa monarki. Masa pra monarki dan monarki merupakan keadaan

dimana seluruh masyarakat hidup sebagai masyarakat agraris. Sebagai masyarakat agraris

terdapat tigas tugas kerja yang dilakukan, yaitu prokreasi, produksi dan proteksi. Penolong yang

sepadan ini menggambarkan bahwa pada kisah penciptaan seluruh ciptaan Allah diciptakan

berpasang-pasangan. Adam yang merupakan manusia pertama yang diciptakan ternyata hanya

seorang diri dan tidak memiliki pasangan yang sepadan dengan dia. Dengan demikian, Hawa

sebagai penolong yang sepadan adalah untuk menjadi rekan yang setara. Rekan yang setara

inilah yang akan membantu Adam untuk memperbanyak keturunan. Memperbanyak keturunan

dapat dilakukan oleh Hawa sebagai perempuan. Jumlah keturunan yang semakin banyak berguna

untuk membawa nama keluarga dan menjadi ahli waris, dan memperbanyak masyarakat Israel.

Penggambaran Hawa sebagai penolong yang sepadan berkaitan dengan kehidupan rumah tangga

antara Hawa dan Adam untuk memperbanyak jumlah keturunan mereka. Dengan demikian, telah

terjawab masalah pertama dalam teks Kejadian 2: 18 yang berkaitan dengan masalah reproduksi.

Berkaitan dengan masalah reproduksi, maka Kejadian 2: 18 menggambarkan bahwa Hawa

merupakan penolong yang sepadan untuk melakukan tugas kerja prokreasi.

Hawa sebagai penolong yang sepadan yang hidup pada masa agraris dan nomaden,

membantu laki-laki untuk melakukan tugas kerja produksi. Hal itu terjadi pada saat mereka harus

berpindah tempat tinggal dan laki-laki bertugas untuk berperang demi memperluas daerah Israel.

Pada saat laki-laki Israel harus berperang, laki-laki akan meninggalkan keluarga. Setelah

ditinggalkan laki-laki untuk berperang, maka untuk mempertahankan kebutuhan hidup

perempuan harus mengambil alih tugas kerja produksi. Perempuan yang melakukan tugas kerja

produksi mewajibkan perempuan untuk mengeluarkan tenaga ekstra. Tugas produksi yang

dilakukan adalah membuka lahan dan bercocok tanam sebagai bagian dari pekerjaan petani.

Tugas kerja produksi ini dilakukan untuk membantu laki-laki demi mencukupi kebutuhan dalam

Page 25: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

21

keluarga. Tugas kerja produksi ini merupakan solusi terhadap masalah kedua yaitu Hawa sebagai

penolong yang sepadan, memiliki sumber daya manusia dan materi yang berlebih yang

digunakan untuk meringankan beban orang lain.

Berdasarkan pernyataan di atas, terlihat bahwa Hawa melakukan tugas kerja ganda dan

memberikan tenaga yang berlebih. Tugas kerja ganda yang dilakukannya adalah prokreasi yaitu

untuk menolong, melengkapi Adam dalam ranah rumah tangga demi memperbanyak keturunan

sebagai bentuk pekerjaan domestik. Selain itu, tugas kerja Hawa adalah melakukan tugas kerja

produksi yaitu menolong Adam untuk membuka lahan dan bercocok tanam sebagai bentuk

pekerjaan publik. Pertolongan yang ditugaskan pada Hawa adalah untuk menjadi rekan yang

setara dan memiliki kekuatan yang berlebih untuk meringankan beban pihak lain yaitu Adam.

Oleh karena itu, tepat jika untuk menggambarkan Hawa termasuk seluruh perempuan

lainnya untuk bertanggungjawab menjadi seorang penolong dan bukan pembantu. Makna kata

penolong lebih dari sekedar membantu seseorang. Pertolongan yang dilakukan seorang penolong

berdampak untuk memberikan keringanan pada pihak yang mengalami kesulitan dan tekanan

yang akan memberikan kebebasan, kelegaan dan kemudahan. Membantu cenderung untuk

menerangkan sesuatu yang tidak alami, sementara menolong merupakan sesuatu yang alami,

yang berasal dari dalam diri manusia dan dilakukan kapan saja, dimana saja dan kepada siapa

saja. Dengan demikian makna lain dari kata penolong atau „ezer adalah seseorang yang memiliki

sumber saya manusia dan materi yang berlebih yang digunakan untuk meringankan beban orang

lain.

Namun, pada kenyataannya saat teks ini dipahami berdasarkan interpretasi tradisional,

perempuan yang bertugas sebagai penolong atau orang yang memiliki sumber daya manusia

yang berlebih dan akan memberi kebebasan, kelegaan, kepuasan dan memberi kemudahan yang

setara dianggap tidak lebih dari seorang pembantu dan pelengkap. Dianggap sebagai pembantu

merupakan salah satu ketidakadilan yang terjadi pada diri perempuan. Seperti yang telah

dijelaskan bahwa terdapat interpretasi tradisional di dalamnya. Interpretasi tradisional yang

terjadi diakibatkan karena adanya budaya patriakal yang terus menerus berkembang dalam

kehidupan masyarakat sampai dengan saat ini. Budaya patriakal ini mengakibatkan dan

membenarkan bahwa perempuan merupakan seorang pembantu dan hanya sekedar pelengkap

kehidupan laki-laki.

Page 26: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

22

Budaya ini berkembang dalam masyarakat dengan ideologi bahwa laki-laki adalah

seorang penguasa dan pemimpin. Budaya ini mengakibatkan bahwa laki-laki yang pantas untuk

mendominasi struktur dalam masyarakat. Perkembangan budaya patriakal membuat kedudukan

perempuan menjadi kelas nomor dua. Perempuan diwajibkan untuk melakukan pekerjaan

domestik yaitu hanya berfungsi untuk melakukan prokreasi dan sulit untuk bekerja pada ranah

publik, yaitu untuk melakukan produksi dan akibatnya cenderung menerima perlakuan-

perlakukan tidak menyenangkan. Ketidakadilan yang terjadi pada diri perempuan berkaitan

dengan teks terkait, membuat perempuan mengalami tindakan tidak menyenangkan secara psikis

dan juga fisik. Secara psikis perempuan hanya akan diperintah untuk melakukan pekerjaan

domestik, tidak mendapat penghargaan terhadap hasil pekerjaannya, diri perempuan tidak

dihargai, dianggap sebagai properti, tidak memiliki hak waris, atau bahkan dianggap hanya

sebagai pemuas kebutuhan seks laki-laki. Bahkan budaya patriakal menganggap bahwa

penindasan atau kekerasan yang terjadi pada perempuan yang bekerja pada ranah domestik

merupakan hal yang wajar.

Ketika teks ini diartikan dengan interpretasi tradisonal maka seperti itulah keadaan yang

dialami oleh kaum perempuan. Gambaran perempuan sebagai penolong hanyalah teks sebab

dalam pelaksanaannya tidak terjadi seperti yang dituliskan.

Maraknya ketidakadilan yang dialami oleh perempuan membuat para pejuang feminis

mengambil tindakan untuk memperbaiki keadaan perempuan dalam masyarakat. Mereka

berjuang untuk menyetarakan kembali derajat perempuan dan meyakini bahwa perempuan

memiliki kesempatan yang sama untuk mengekpresikan dirinya untuk menjadi setara dengan

laki-laki.

3.2 Makna Hawa sebagai ‘ezer ditinjau dari psiko feminis

Ketidakadilan yang terjadi akibat penafsiran pada teks dalam Kejadian 2:18 belum

memberikan perhatian utuh pada peran perempuan pada saat teks ini ditulis, menimbulkan

stigma negatif yang dikenakan pada perempuan. Stigma-stigma negatif membuat perempuan

tidak berperan aktif dalam masyarakat. Stigma negatif tanpa sadar membuat perempuan

mengalami gangguan kesehatan mental. Hal tersebut dikarenakan perempuan mendapatkan dan

mengalami tekanan-tekanan dari pihak luar dalam bentuk fisik atau bahkan psikis. Tekanan-

tekanan yang dialami oleh perempuan membuatnya mengalami gangguan kesehatan mental.

Page 27: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

23

Gangguan kesehatan mental yang terjadi diakibatkan karena adanya tekanan dari pihak

luar tentang keadaan sosial perempuan. Misalnya saja jika perempuan hanya bertugas sebagai

pemuas kebutuhan seks laki-laki, maka perempuan akan mengalami tekanan dan merasa diri

tidak berharga. Rasa tidak berharga dalam diri perempuan inilah yang akan merusak citra

dirinya. Perempuan akan merasa tidak percaya diri untuk mengekpresikan dirinya untuk berada

pada ranah publik. Rusaknya citra diri perempuan akan memberikan dampak buruk dalam

kesehariannya. Rusaknya citra diri perempuan akan membuatnya menerima begitu saja semua

perlakukan pada dirinya baik yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan.

Menerima berbagai perlakukan yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan

nyatanya mempengaruhi sifat asertif yang dimiliki perempuan. Secara alami, sifat asertif yang

dimiliki oleh perempuan, akan membuatnya mampu untuk menolak dan membela diri pada saat

mengalami hal buruk atau hendak mengungkapkan keinginannya. Di saat sifat ini tidak lagi

berfungsi perempuan akan mengalami krisis percaya diri dan mengalami tekanan dalam dirinya.

Tekanan inilah yang membuat kesehatan mental perempuan semakin memburuk. Gangguan

kesehatan mental pada diri perempuan, dapat membuatnya stress, depresi hingga ke tahap gila.

Gangguan kesehatan mental seperti stress dan depresi berkaitan dengan teks ini, terjadi

dalam kehidupan rumah tangga dan juga bergereja. Dalam kehidupan rumah tangga, saat

perempuan dianggap layaknya pembantu, dia hanya akan bertugas untuk mengurus suami, anak

dan rumah. Perempuan tidak diberikan penghargaan sebagai pihak yang setara dengan laki-laki,

dan tidak dihargai sebagai sumber daya manusia yang memiliki berlebih dan material. Dalam

kehidupan bergereja, suara perempuan tidak didengarkan, perempuan tidak diperkenankan untuk

menjalani pelayanan, tidak dapat memberikan pertimbangan atau tidak diperkenankan untuk

mengambil keputusan.

Kondisi psikologi perempuan akan mengalami gangguan saat dia tidak mendapatkan

kesempatan dan penghargaan. Perempuan yang tadinya mampu melakukan banyak hal dalam

satu waktu atau multitasking menjadi sosok yang seakan-akan tidak mempu dalam melakukan

tugasnya. Bahkan tugas yang dilakukan perempuan dapat memberikan hasil yang tidak

maksimal.

Berbeda halnya jika perempuan mendapatkan haknya untuk memiliki kesempatan dan

penghargaan. Pada saat mendapatkan kesempatan untuk melakukan keinginannya, dan

mendapatkan penghargaan terhadap hasil pekerjaannya, mendapatkan penghargaan karena

Page 28: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

24

menjadi rekan setara dengan laki-laki akan membuat perempuan memiliki dan menikmati

standart tertinggi kesehatan fisik dan mental. Kenikmatan yang dialami dan dirasakan oleh

perempuan akan membuatnya merasa sejahtera dan bahagia. Ketika kesejahteraan dimiliki oleh

perempuan, maka dia dapat melakukan tugasnya secara baik dan memperoleh hasil yang baik

juga.

Melalui seluruh penjelasan di atas, maka makna kata penolong dalam kejadian 2: 18

berdasarkan proses hermeneutik dan psiko feminis memiliki pengertian bahwa perempuan adalah

pihak yang memiliki sumber daya manusia berlebih dan material yang akan mendampingi dan

memberikan kebebasan, kemudahan, kenyamanan, kelegaan kepada laki-laki. Penolong tidaklah

bertugas dan berfungsi layaknya pembantu. Penolong merupakan suatu bentuk kesetaraan peran

dalam relasi manusia. Adanya kesetaraan peran ini dikarenakan pihak yang menolong dan

ditolong merasa saling membutuhkan, sebab mereka memiliki kekurangan dan keterbatasan.

Oleh karena itu, melalui seluruh penjelasan di atas maka di sinilah makna baru yang telah

penulis berikan dari Kejadian 2: 18. Kiranya penulisan ini dapat memberikan sumbangsih positif

terhadap kedudukan perempuan. Hal ini terjadi karena ternyata perempuan memiliki sumber

daya manusia berlimpah dalam bentuk tenaga dan material yang sangat berguna untuk memberi

kemudahan, kebebasan dan kelegaan terhadap laki-laki dan komunitas. Melalui penulisan ini,

kiranya jangan ada lagi anggapan atau bahkan perlakukan yang menggambarkan perempuan

adalah pembantu. Jika dalam keluarga dan gereja perempuan hanya dianggap sebagai pembantu

maka itu akan mengakibatkan gangguan kesehatan mental, dan tentu saja membuat perempuan

tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai penolong dalam Kejadian 2: 18 dengan baik dan

maksimal.

4. Kesimpulan dan Saran

Teks Kejadian 2: 18 tidak memiliki pengaruh yang besar di Indonesia. Budaya Indonesia

masih banyak yang menganggap perempuan sebagai harta atau benda yang bisa diperjualbelikan.

Budaya Indonesia juga masih sangat terpengaruh dengan budaya timur yang mana menganggap

perempuan tidak memiliki hak untuk menyetarakan dirinya dengan laki-laki. Banyak aturan

tertulis dalam hukum dan parlemen yang membedakan kedudukan perempuan dan laki-laki.

Secara khusus, selain dianggap sebagai harta atau benda, perempuan hanyalah kaum kelas nomor

dua. Kedudukan perempuan di Indonesia, juga hampir sama dengan kedudukan perempuan dan

Page 29: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

25

laki-laki dalam masyarakat Israel monarki. Kedudukan perempuan di Indonesia dalam bidang

sosial, ekonomi dan budaya tidak sebanyak kedudukan kaum laki-laki. Masih terdapat banyak

ketimpangan yang terjadi.

Teks Kejadian 2: 18 juga tidak begitu banyak berpengaruh dalam kehidupan bergereja. Para

teolog dan bapak gereja masa kini, masih banyak yang menganggap perempuan hanyalah

pelengkap dan tidak memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkarya dengan bebas.

Hal yang dilakukan oleh gereja adalah hal yang dianut berdasarkan pemahaman Paulus dan

Calvin. Mereka hanya mempercayai teks-teks kitab suci secara harafiah dan menutup diri untuk

melaksanakan teks ini.

Penulisan ini menggunakan kajian psiko feminis yang berguna untuk mengangkat kembali

derajat perempuan, untuk menyetarakan kembali kedudukan perempuan dan laki-laki. Kajian ini

juga menggunakan proses hermenutik. Sehingga hasil dari penulisan ini adalah untuk

merekonstruksi kondisi perempuan Israel kuno. Setelah di rekonstruksi maka penulisan ini dapat

membingkai kembali teks Kejadian 2: 18 sebagai teks yang harus dilakukan. Setelah

rekonstruksi dilakukan maka perempuan adalah seorang penolong yang sepadan, yang memiliki

sumber daya manusia berlebih dan memiliki materi yang berguna untuk membantu pihak lain.

Sebagai penolong yang sepadan, tentu saja perempuan memiliki peranan yang luar biasa untuk

dapat dijalankan.

Oleh karena itu, melalui penulisan ini sudah saatnya semua orang dan lembaga termasuk

gereja membuka diri untuk memperlakukan perempuan sebagai seorang penolong dan

memberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam bidang sosial, budaya atau ekonomi.

Page 30: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

26

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, David. The Message of Genesis 1-11. Leicester, England: De Monfort Street, 1996.

Arivia, Gadis. Filsafat Berperspektif Feminis.Yayasan Jurnal Perempuan, 2003.

__________, Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.

Barth, M. C. Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Barnhouse, Ruth Tiffany. Identitas Wanita Bagaimana mengenal dan Membentuk Citra Diri.

Yogyakarta: Kanisius, 1988.

Blommendal, J. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Bradley, Carol Pratt. Women in Ancient Israel. Journal International Studia Antiqua, Vol 3 No 1,

Winter, 2013.

Berquist, Jon. L. Reclaiming Her Story. St. Louis, Missouri: Chalice Press, 1992.

Beurden, Leo van. How to Enjoy Holy Bible. Jakarta: Penerbit obor, 2004.

Calvin, John. The Institutes of Christian Religion. USA: Baker Book House, 1987.

Crawford, Mary. Transformation Women, Gender and Psychology. New York: McGraw-Hill,

2006.

Celia Kitzinger, 1998. “Feminist Psychology in an Interdisiplinary Context” International

Journal of Gender Studies, Vol. 7, No. 2, pp 199-207.

Christine Griffin & Ann Phoenix, 1994. “The Relationship Between Qualitative and Quantitative

Research: Lesson from Feminist Psychology”, International Journal of Community &

Applied Social Psychology, Vol. 4, pp 287-298.

Clifford, A. M. Memperkenalkan Teologi Feminis. Maumere : Ledalero, 2002.

Coote, Robert. B & Mary P. Coote. Kuasa, Politik dan Pembuatan Alkitab. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2009.

Page 31: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

27

____________, Sejarah Pertama Alkitab Dari Eden Hingga Kerajaan Daud Berdasarkan

Sumber Y. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2015.

Deen, Edith. All of The Women of The Bible. New York: Harper & Brothers Publisher, 1955.

Ebeling, J. R. Women’s Lives in Biblical Times. New York: T&T Clark International, 2010.

Engel, Jacob Daan. Nilai Dasar Logo Konseling. Yogyakarta: Kanisius, 2014.

Evans, Mary J. Women in The Bible. USA: InterVarsity Press, 1983.

Fox, Dennis & Isaack Prilletensky. Psikologi Kritis: Metaanalisa Psikologi Modern. Jakarta:

Teraju, 2005.

Gandhi, Mahatma. Kaum Perempuan dan ketidakadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002.

Graham, Helen The Human Face of Psychology: Humanistic Psychology in Its Historical,

Social, and Cultural Context, Open University Press, Milton Keynes, 1986.

Grant, Michael. The History of Ancient Israel. New York: Charles Scribner‟s Sons, 1984.

Groenen OFM, C. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Hiebert, Theodore. The Yahwist Landscape Nature and Religion in Early Israel. New York:

Oxford University Press, 1996.

Holley Angelique & Ann Mulvey, 2012. “Feminist Community Psychology: The Dinamic Co-

Creation of Identities in Multilayered Context”, IInternational Journal of Community

Psychology, Vol. 40, No. 1 pp 1-8.

Horney, Karen. Feminine Psychology. USA:Norton, 1973.

Karman, Yonkky. Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009.

King, Philip. J. & Lawrence E. Strager. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2001.

Page 32: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

28

Mangililo, Ira. D. Saudari-saudari yang hilang dalam ruang publik: kajian sosio-teologis

Kristen terhadap peran politik perempuan. Jurnal perempuan, Vol.19. No.3, 2014.

Matlin, Margaret W. The Psychology of Women. USA: Thomson Higher Education, 2004.

Martha T. Mednick, Psychology of Women: Currents and Futures in American Feminist

Psychology. (Washington DC: Howard University, 1991) 611-621.

Meyers, Carol. Discovering Eve. Oxford University Press, 1991.

Meyers, Carol, Leo G. Perdue, Joseph Blenkinsopp, John J. Collins. Families in Ancient Israel.

New York: Westminster John Knox Press, 1997.

Miller, Jean Baker. Toward a New Psychology of Women. USA: Beacon press books, 1976.

Nadeak, Wilson. Perempuan-perempuan Pemberani. Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2005.

Niwa, N Asnath. Ketika Perempuan Berteologi. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2012.

Nurhayati, Eti. Psikologi Perempuandalam berbagai Perspektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2012.

Nurrachman, Nani. Jurnal Psikologi Perempuan vol VII, No 1, 2010.

Gottwald K N. Sociological Method in the Study of Acient Israel. Edited by Norman K.

Gottwald. The Bible and Liberation – Political and Sosial Hermeneotics (Maryknoll

New York : Orbis Books, 1983).

Paludi. Michele A. Editor. Joy Rice & Nancy Felipe Russo. Feminism and Women’s Right

Worldwide Vol 2. Mental and Physical Health. International Perspectives on Women

and Mental Health. Santa Barbara: California, 2010.

Ridderbos, Herman. Paul An Outline of His Theology. USA: William B. Eerdmans Publishing

Company, 1975.

Ruth Novrina Rade Gah. (2010). Sikap Tuhan Yesus terhadap Perempuan. Universitas Kristen

Satya Wacana.

Page 33: Studi Psiko Feminis terhadap Peran Hawa sebagai Penolong dalam Kejadian … · 2017. 3. 24. · Kejadian 2: 18 dengan melihat kondisi psikologi Hawa sebagai simbol seluruh perempuan.

29

Saadawi, El Nawal. Perempuan dalam Budaya Patriarki. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Sadli, Saparinah. Berbeda tapi Setara. Jakarta : Buku Kompas, 2010.

Santrock, John W. Life Span Development-13th

ed, The McGraw-Hill Companies: New York,

2011.

Sharma, Arvind. Today’s Woman in World Religions. New York: University of New York Press,

1994.

Singgih, Emmanuel Gerrits. Dari Eden ke Babel. Yogyakarta: Kanisius, 2011.

Soekarno. Sarinah. Yogyakarta: Yayasan Bung Karno, 2014.

Soekamto, Soejono. Kamus Sosiologi. Jakarta: CV. Rajawali, 1983.

Whelehan, Imelda. Modern Feminist Thought. Edinburgh University Press, 1995.

Wode, Carole & Carol Tavris. Psikologi Edisi 9, Jilid 1. Jakarta: Erlangga, 2008.