Bab X Psiko Geriatri

84
BAB X PSIKOGERIATRI TUJUAN BELAJAR TUJUAN KOGNITIF Setelah membaca bab ini dengan seksama, maka anda sudah akan dapat : 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan psikogeriatri. 1.1. Menjelaskan pengertian psikogeriatri. 1.2. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri mengenai pentingnya memahami psikogeriatri. 1.3. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri mengenai perbedaan keadaan psikologis pada pasien geriatri dengan pasien pada tingkat umur yang lain. 2. Mengetahui bagaimana pendekatan pelayanan kesehatan pada pasien geriatri. 2.1. Menjelaskan cara pendekatan pelayanan kesehatan dalam bidang psikologis dan sosial budaya yang biasa digunakan pada pasien geriatri. 2.2. Menjelaskan cara-cara mengukur tingkat fungsional pada pasien geriatri. 2.3. Menjelaskan cara mengukur fungsi kognitif pada pasien geriatri 3. Mengetahui kelainan psikologis apa yang biasa ditemukan pada pasien geriatri. 298

description

geriatri

Transcript of Bab X Psiko Geriatri

Page 1: Bab X Psiko Geriatri

BAB XPSIKOGERIATRI

TUJUAN BELAJARTUJUAN KOGNITIFSetelah membaca bab ini dengan seksama, maka anda sudah akan dapat : 1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan psikogeriatri.

1.1. Menjelaskan pengertian psikogeriatri.1.2. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri mengenai pentingnya memahami

psikogeriatri.1.3. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri mengenai perbedaan keadaan

psikologis pada pasien geriatri dengan pasien pada tingkat umur yang lain.2. Mengetahui bagaimana pendekatan pelayanan kesehatan pada pasien geriatri.

2.1. Menjelaskan cara pendekatan pelayanan kesehatan dalam bidang psikologis dan sosial budaya yang biasa digunakan pada pasien geriatri.

2.2. Menjelaskan cara-cara mengukur tingkat fungsional pada pasien geriatri.2.3. Menjelaskan cara mengukur fungsi kognitif pada pasien geriatri

3. Mengetahui kelainan psikologis apa yang biasa ditemukan pada pasien geriatri.3.1. Menjelaskan mengenai demensia, demensia apa yang paling sering terjadi,

dan bagaimana cara mendiagnosa demensia.3.2. Menjelaskan mengenai depresi dan bagaimana cara mendiagnosa depresi.

TUJUAN AFEKTIFSetelah membaca bab ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda sudah akan dapat : 1. Menunjukkan perhatian akan kesehatan jiwa orang yang berusia lanjut.

1.1. Membaca lebih lanjut mengenai psikiatri geriatrik1.2. Mengajak keluarga pasien usia lanjut membicarakan pengaruh berbagai

kehilangan dalam bidang sosial ekonomi pasien itu terhadap pasien yang bersangkutan.

1.3. Mengusulkan cara pengobatan yang memadai.

298

Page 2: Bab X Psiko Geriatri

X.1. PendahuluanPsikogeriatri atau psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan pencegahan diagnosis dan terapi gangguan fisik dan psikologik / psikiatrik pada lanjut usia. Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiater, analog dengan psikiater anak (Brochulehivist, Ailen, 1987). Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia memerlukan pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis, patogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara patogenesis dewasa muda dan lanjut usia. (Weinberg, 1995; Kolb – Brodie, 1982). Faktor penyakit yang terdapat pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara lain sering adanya penyakit yang diderita serta kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian obat-obatan (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif. (Weinberg, 1995, Gunadi, 1984).

Sensus tahun 1971 menunjukan bahwa 2,5% penduduk Indonesia berumur 65 tahun keatas, yaitu sama dengan 2,98 juta jiwa. Di Indonesia masalah geriatri belum sebesar negara berkembang tetapi dengan bertambahnya umur rata rata maupun harapan hidup pada waktu lahir, karena berkurang angka kematian kasar maka presentase golongan tua bertambah banyak. Dengan demikian bertambah pula masalah yang mengertainya.

Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut yang kian lama kian meningkat jumlahnya sehingga perlu mulai dipertimbangkan adanya pelayanan psikogeriatri di rumah sakit yang besar. Bangsal akut, kronis dan hospital, merupakan tiga pelayanan yang mungkin harus sudah mulai dipikirkan (brocklehivist, Allen, 1987). Sehingga masalah lanjut usia bisa teratasi dengan baik dan berstruktur pada masa yang akan datang. Dengan demikian pelayanan untuk lanjut usia dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin.

X.2. Pendekatan Pelayanan Kesehatan pada Lanjut Usia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologik, spiritual dan sosial. Pendekatan tidak boleh hanya satu aspek saja sehingga tidak menunjang pelayanan, harus komprehensif. Pelayanan dalam bidang kesehatan jiwa (Mental Health).

Pendekatan eklektik holistik, pendekatan yang tidak dituju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang menyertai. Pendekatan holistik : pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan secara utuh.

299

Page 3: Bab X Psiko Geriatri

Macam-macam pendekatan :

Biologis : Pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menitikberatkan perhatian pada perubahan biologis yang terjadi pada lansia. Perubahan berupa anatomis dan fisiologis serta perkembangan kondisi patologis / bersifat multipel dan kelainan fungsi pada lansia.

Psikologis : Pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menekankan pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif dan konatif kepribadian secara optimal.

Sosial budaya

: Pendekatan menitik beratkan pada perhatian pada masalah sosial budaya yang mempengaruhi lansia.

A. Pendekatan Psikologis

1. Fungsi Kognitif Kemampuan Belajar (Learning)

Lanjut usia yang sehat dalam arti tidak mengalami demensia atau gangguan Alzheimer masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bahwa manusia memiliki kemampuan untuk belajar dari lahir sampai akhir hayat sehingga mereka tetap diberikan kesempatan untuk hal tersebut. Implikasi praktis adalah bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif yang sesuai dengan kondisi lansia.

Kemampuan Pemahaman (Compherension)Pada lansia, kemampuan memahami / menangkap pengertian dipengaruhi oleh fungsi pendengaran, sehingga dalam pelayanan perlu kontak mata, sehingga jika ada kelainan fungsi pendengaran, mereka dapat membaca dari gerak bibir. Selain itu perlu sikap hangat dalam komunikasi sihingga menimbulkan rasa aman, tenang, diterima dan dihormati.

Kinerja (Performance)Pada lansia tua terjadi penurunan kinerja kerja baik secara kualitatif / kuantitatif. Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan organ-organ biologis / pathologis. Perlu diberikan latihan ketrampilan untuk tetap mempertahankan kinerja.

Pemecahan Masalah (Problem Solving)Masalah yang dulu mudah terpecahkan menjadi sulit karena penurunan fungsi indera pada lansia, selain itu juga bisa disebabkan penurunan daya ingat pemahaman. Sehingga perlu perhatian dari ratio petugas kesehatan dan pasien lansia.

Daya Ingat (memory)Suatu kemampuan psikis untuk terima, mencamkan, simpan dan menghadirkan kembali rangsang (peristiwa yang pernah dialami seseorang. Ini merupakan fungsi kognitif yang banyak berperan dalam proses berpikir, pecahkan masalah maupun kecerdasan. Pada demensia,

300

Page 4: Bab X Psiko Geriatri

hal-hal baru akan lupa tetapi yang lama masih diingat sehingga perlu tulisan / gambar untuk melatih daya ingat.

MotivasiSesuatu yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan / dituntut oleh lingkungan dapat berasal dari kognitif / afektif. Kognitif lebih menekankan pada kebutuhan akan informasi, sedangkan afektif penekanan pada perasaan.

Pengambilan KeputusanPada lansia terjadi perlambatan keputusan sehingga kadang-kadang mereka tidak diikutkan sehingga menimbulkan kekecewaan dan memperburuk kondisi sehingga kadang kala kita perlu mengikutsertakan mereka.

Kebijaksanaan Ialah : aspek kepribadian yang merupakan kombinasi dari aspek kognitif, afektif, konotatif. Kebijaksanaan menggambarkan sikap dan sifat individu yang mampu mempertimbangkan baik dan buruk serta untung rugi sehingga dapat menjadi adil. Perlu pelayanan kebijaksanaan sehingga kebijaksanaan lansia tetap terpelihara.

2. Fungsi AfektifEmosi atau perasaan merupakan fenomena kejiwaan yang dihayati secara subjektif sebagai suatu yang menimbulkan kesenangan dan kesedihan.Afektif dapat dibedakan : Biologis : - Panca indera (panas, dingin, pahit) - Perasaan vital (lapar, haus, kenyang) - Perasaan hialwiah (sayang, cinta, takut) Psikologis : perasaan diri, perasaan sosial, perasaan etis, estetis, religius.Pada lansia umumnya afeknya tetap baru dan jika ada kelainan afeksi biologis menyebabkan peturunan fungsi organ tubuh. Penurunan afektif pada lansia sangat tua disertai regresi.Penurunan fungsi afektif :

Lansia emosi lebih waspada ada masalah mental emosional / hal- hal patologis. Orang yang sangat tua dengan penurunan fungsi mental drastis perlu

upaya terapi pelayanan yang sesuai.

3. Fungsi Konotatif (Psikomotor)Untuk pelayanan konotatif perlu dibantu lansia untuk memilih hal yang penting agar mereka tidak ragu dalam berbagai keinginan dan yang dapat menimbulkan resiko bagi usia lanjut.

KEPRIBADIAN

Semua aspek corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan dari luar maupun dalam sehingga individu mempunyai ciri yang berbeda.Teori Erikson tentang kepribadian :Satu tahun pertama à basis trusta. Bayi mulai aktif dan bergerak (1 – 3 tahun)b. Antara 3 – 5 tahun, terbentuk stadium yang disebut initiative.

301

Page 5: Bab X Psiko Geriatri

c. Sekolah (6 – 11 than) à fase industryd. Identity / identitas ego (15 – 21 tahun)e. Intimacy / keakraban (21 – 40 tahun)f. Generativity (40 – 60 tahun)g. Ego integrity (76 tahun)

Tipe-tipe kepribadian lanjut usia : Tipe kepribadian konstruktif Tipe kepribadian mandiri Tipe kepribadian tergantung Tipe kepribadian bermusuhan Tipe kepribadian kritik diri Tipe kepribadian defensif

Dalam pelayanan usia lanjut, perhatian fungsi psikologik di atas agar pelayanan dapat membantu mempertahankan / memperbaiki kondisi fisik, psikologis dan sosial.

B. Pendekatan Sosial Budaya

“Disengagement theory of aging” bahwa ada proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara perlahan-lahan tapi pasti dan teratur daripada individu-individu atau masyarakat satu sama lain secara alamiah dan tidak terhindarkan. Hal ini akan terjadi dan berlangsung sampai mati.

“Continuity theory” asumsi bahwa “identity” adalah fungsi dari pada hubungan dan interaksi dengan orang lain.

Seseorang akan lebih sukses memelihara interaksi dengan masyarakat setelah masa pensiunnya, melibatkan diri dengan wajar dalam masalah masyarakat, keluarga dan hubungan perorangan. Mereka tetap memelihara identitas kekuatan egonya.

“Activity theory” à bahwa orang yang masa mudanya sangat aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah ia menua. Sense of integrity dibanding semasa muda dan akan terpelihara sampai tua.

“Erikson” à Fase perkembangan manusia sejak bayi sampai tua tiap fase ada krisis untuk memilih mau kemana ia berkembang. Fase terakhir disebut bahwa ada pilihan antara “sense of integrity” dan “sense of despair” karena adanya rasa takut akan kematian.

Saran-saran yang dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada lansia1. Keinginan yang sifatnya kegiatan kognitif sebaiknya tetap diadakan

sepanjang yang bersangkutan masih bersedia.2. Untuk membantu daya ingat, sebaiknya di tempat strategis dalam pelayanan

ditulis hari, tanggal, huruf besar dan jelas.3. Tempat tertentu diberikan tanda khusus.

302

Page 6: Bab X Psiko Geriatri

4. Tempat tidur kuat, adanya alat-alat bantuan berjalan.5. Kamar mandi yang tidak licin dan bak yang tidak dalam.

X.3. Pemeriksaan dan Diagnosa Psikogeriatri

A. Pemeriksaan psikiatri pada pasien lansiaPenggalian riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental pada penderita usia lanjut harus mengikuti format yang sama dengan yang berlaku pada dewasa mudaProses penilaian mengikuti prosedur klinis yang lazim dilakukan praktek kedokteran klinis

B. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium standar : complete blood count, rutin dikerjakan bila ada indikasi, pemeriksaan khusus seperti liver/renal fungsi tes dan evaluasi hormonal juga dikerjakan. Tomografi komputer,pencitraan resonansi magnetic diindikasikan bila ditemukan perubahan status mental yang cukup jelas apalagi disertai penurunan kesadaran.

C. Riwayat PsikiatriUntuk mendapatkan riwayat psikiatri secara jelas dan lengkap, biasanya dilakukan baik allo maupun autoanamnese. Yang termasuk dalam riwayat psikiatri adalah identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kepribadian, riwayat keluarga, riwayat pekerjaan, riwayat perkawinan, riwayat kehidupan seksual. Pemakaian obat (termasuk obat yang dibeli bebas) yang sedang atau pernah digunakan penderita juga penting untuk diketahui.

D. Pemeriksaan status mental atau Mental Status ExaminationPemeriksaan status mental adalah suatu pandangan singkat tentang bagaimana pasien berpikir, merasa dan berkelakuan selama pemeriksaan.Pada pasien lanjut usia, dokter psikiatrik mungkin tidak dapat mempercayai pemeriksaan tunggal untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengarah ke pengambilan diagnosa. Pemeriksaan ulang mungkin harus dilakukan karena adanya perubahan berfluktuasi dalam status mental pasien.

1. Deskripsi umumDeskripsi secara umum dimulai sejak pasien masuk pertama kali ke ruang pemeriksa, saat melakukan wawancara psikiatri, sampai pasien selesai,perhatikan penampilan pasien, tingkah laku secara umum, kebersihan diri, aktivitas motoriknya, sikapnya terhadap pemeriksa, aktivitas bicaranya, dan lain-lain. Penderita lanjut usia biasanya dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua, sehingga tidak peduli terhadap perbedaan usia.

2. Penilaian fungsi kehidupan sehari-hariPenilaian tentang kemampuan mereka dalam mempertahankan kemandirian dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan

303

Page 7: Bab X Psiko Geriatri

bahan pertimbangan penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya. Aktivitas yang dinilai adalah bathing, dressing, toileting, transfering, continence, feeding. Untuk menilai status fungsional dapat digunakan indeks Katz, ADL (Activity Day Living) score, indeks ADL Barthel, atau indeks Barthel yang dimodifikasi.

a. Aktivitas kehidupan sehari – hari / Indeks Katz

Dari keenam aktivitas yang dinilai, maka pemeriksa dapat mengkategorikan pasien kedalam kelompok yang mana.

Katz A : mandiri dalam hal makan, kontinen BAK/BAB, mengenakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi.

Katz B : mandiri semuanya, kecuali salah satu dari fungsi diatas Katz C : mandiri, kecuali mandi dan salah satu dari fungsi diatasKatz D: mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan salah satu dari

fungsi diatas Katz E : mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu

dari fungsi diatasKatz F : mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan

salah satu dari fungsi diatasKatz G : ketergantungan untuk semua fungsi diatas

Keterangan : mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

b. Aktivitas Sehari – hari / ADL

Mandiri Memerlukan bantuan orang lain

Bergantung pada orang lain

MandiTransfer BerpakaianKebersihanKe toiletMakanMenyiapkan makananMengatur keuanganMengatur pengobatanMenggunakan telepon

304

Page 8: Bab X Psiko Geriatri

Apakah pasien inkontinensia urin dan alvi?

Indeks ADL Barthel

Fungsi Nilai Keterangan1. Mengontrol BAB 0

12

Incontinence Kadang-kadang incontinenceContinence teratur

2. Mengontrol BAK 0 1 2

Incontinence Kadang-kadang incontinenceContinence teratur

3. Membersihkan diri (lap muka, sisir rambut, sikat gigi)

0 1

Butuh pertolongan orang lain Mandiri

4. Toiletting 0 1

2

Tergantung pertolongan orang lain Perlu pertolongan pada beberapa aktivitas, tetapi beberapa aktivitas masih dapat dikerjakan sendiri Mandiri

5. Makan 0 1 23

Tidak mampu Butuh pertolongan orang lain Bantuan minimal 2 orang Mandiri

6. Berpindah tempat dari kursi ke tidur

0 1 23

Tidak mampu Butuh pertolongan orang lain Bantuan minimal 2 orang Mandiri

7. Mobilisasi / Berjalan 0 1 2 3

Tidak mampu Butuh pertolongan orang lain Bantuan minimal 2 orang Mandiri

8. Berpakaian 0 1 2

Tergantung pertolongan orang lain Sebagian dibantu Mandiri

9. Naik turun tangga 0 1 2

Tidak mampu Butuh pertolongan Mandiri

10. Mandi 0 1

Tergantung pertolongan orang lain Mandiri

Total Nilai Nilai ADL : 20 : Mandiri

12-19 : Ketergantungan ringan9 - 11 : Ketergantungan sedang5 - 8 : Ketergantungan berat0 – 4 : Ketergantungan total

305

Page 9: Bab X Psiko Geriatri

d. Indeks Barthel yang dimodifikasi

1. Makan : 5-102. Minum : 5-103. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, sebaliknya : 5 - 154. Personal toilet : 0 - 55. Keluar masuk toilet : 5 - 106. Mandi : 5 - 157. Jalan di permukaan datar : 0 - 58. Naik turun tangga : 5 - 109. Mengenakan pakaian : 5 - 1010. Kontrol Bowel (BAB ) : 5 – 1011. Kontrol Bladder ( BAK ) : 5 - 1012. OR / latihan : 5 - 1013. Rekreasi : 5 - 10Penilaian : 130 : Mandiri

65-125 : Ketergantungan sebagian60 : Ketergantungan total

3. Mood-Afek-Emosi ( alam perasaan )Pemeriksa harus memperhatikan alam perasaan pasien secara cermat. Perasaan seperti kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi yang merupakan salah satu risiko bunuh diri yang cukup tinggi.Gangguan emosi, afek dan mood berbeda-beda, namun ketiga-tiganya menunjukkan alam perasaan pasien yang dapat membantu pemeriksa menegakkan diagnosa dan merencanakan terapi yang akan diberikan.

4. Gangguan persepsiPersepsi merupakan suatu proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis. Gangguan persepsi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu, halusinasi dan ilusi. Halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu, dan tidak ada stimulus eksternal yang nyata. Sedangkan ilusi adalah mispersepsi atau misinterpretasi terhadap stimuli eksternal yang nyata. Baik halusinasi maupun ilusi merupakan fenomena yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah pasien mengalami kebingungan terhadap waktu dan tempat selama episode halusinasi. Adanya kebingungan menyatakan suatu kondisi organik.

5. Gangguan berbahasaKategori ini pada pemeriksaan status mental geriatri adalah mencakup afasia, yang merupakan gangguan pengeluaran bahasa yang berhubungan dengan lesi organik otak. Afasia dapat dibagi menjadi : afasia broca (tidak fasih), afasia wernicke (afasia fasih), dan afasia global (kombinasi fasih dan tidak fasih).

6. Proses berpikirPikiran merupakan aliran gagasan, simbol, dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan, yang bermula dari suatu masalah dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan. Pikiran dapat

306

Page 10: Bab X Psiko Geriatri

mengalami gangguan baik dari bentuknya, isinya, maupun prosesnya. Yang termasuk dalam gangguan bentuk pikiran adalah neologisme, word salad, sirkumstansialitas, tangensialitas, inkoherensi, dan lain-lain. Yang termasuk dalam gangguan isi pikiran adalah poverty of ideas, overload of ideas,waham, obsesi, kompulsi, fobia, dan lain-lain. Yang termasuk dalam gangguan proses berpikir adalah autistic, magical thinking, dan lain-lain.

7. Sensorik dan kognisiSensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan kognisi mempermasalahkan informasi dan intelektual.

8. Fungsi visuospasialSuatu penurunan kapasitas visouspasial adalah normal dengan bertambahnya usia. Cara penilaiannya adalah dengan cara meminta pasien untuk mencontoh gambar atau menggambar. Pemeriksaan neuropsikologis harus dilakukan bila didapatkan fungsi visouspasial sangat terganggu.

9. KesadaranKesadaran merupakan indikator yang peka terhadap disfungsi otak. Namun menurut ilmu penyakit jiwa, gangguan kesadaran dapat bermacam-macam jenis, seperti : disorientasi, stupor, delirium, koma, somnolen, dll.

10. Orientasi Gangguan orientasi terhadap waktu, orang, dan tempat, sering ditemukan pada gangguan kognisi, gangguan kecemasan, gangguan kepribadian, terutama selama periode stres fisik atau lingkungan yang tidak mendukung.

11. MemoriDaya ingat ( memori ) dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek, dan segera. Daya ingat jangka pendek adalah yang pertama kali memburuk pada gangguan kognitif. Bila pasien memiliki defisit daya ingat, seperti amnesia, tes yang cermat harus dilakukan apakah merupakan amnesia retrograd atau anterograd.

12. Membaca dan menulisPenting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis untuk menentukan apakah penderita mempunyai defisit bicara khusus.

13. Judgement Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan berbagai situasi. Untuk memeriksanya, pasien dihadapkan pada berbagai jumlah kasus yang mudah, tapi memerlukan suatu solusi. Penilaian dilakukan berdasarkan cara pasien mengambil keputusan untuk menentukan solusi.

307

Page 11: Bab X Psiko Geriatri

Tes tentang fungsi kognitif sekarang yang paling banyak digunakan adalah Mini Mental State Examination (MMSE), yang menilai tentang orientasi, atensi, berhitung, daya ingat segera dan jangka pendek, bahasa dan kemampuan untuk mengikuti perintah sederhana.

MMSE digunakan untuk mendeteksi gangguan sederhana, mengikuti perjalanan penyakit, dan memonitor respon pasien terhadap terapi. Tes ini tidak digunakan untuk menegakkan diagnosa. Usia dan tingkat pendidikan adalah mempengaruhi kinerja kognitif yang diukur oleh MMSE.

STATUS MENTAL MINI ( MMSE )

Item Tes Nilai Max

Nilai

1. ORIENTASISekarang ( tahun ), ( musim ), ( bulan ), (tanggal ), (hari ) apa?

5

2. Kita berada di mana? ( Negara ), ( propinsi ), ( kota ), ( rumah sakit ), (lantai/ kamar ) ?

5

3. REGISTRASISebutkan 3 buah nama benda ( apel, meja, koin ) tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tersebut dengan benar dan catat jumlah pengulangan

3

4. ATENSI DAN KALKULASIKurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “ WAHYU “ ( Nilai diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan misalnya uyahw = 2 nilai

5

5. MENGINGAT KEMBALI ( RECALL )Pasien disuruh mengingat kembali 3 nama benda di atas

3

6. BAHASAPasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku)

2

7. Pasien disuruh mengulang kata-kata: “namun”,”tanpa”,”bila”.

1

8. Pasien disuruh melakukan perintah: “ambil kertas dengan tangan anda, lipatlah menjadi 2 dan letakan di lantai

3

9. Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah “pejamkan mata anda

1

10. Pasien disuruh menulis dengan spontan 1

308

Page 12: Bab X Psiko Geriatri

11. Pasien disuruh menggambarkan bentuk di bawah ini 1

JUMLAH 30

SKOR : Nilai 24-30 : normal Nilai 17-23 : probable gangguan kognitif

Nilai 0-16 : definite gangguan kognitif

Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk memeriksa status mental selain MMSE adalah :

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESIONER (SPMSQ)1. Tanggal berapa hari ini ? Jawaban : 2. Hari apa sekarang ? Jawaban : 3. Apa nama tempat ini ? Jawaban : 4. Kapan anda lahir ? Jawaban : 5. Di mana tempat anda lahir ? Jawaban : 6. Berapa umur anda ? Jawaban : 7. Berapa saudara yang anda miliki ? Jawaban : 8. Siapa Presiden RI sekarang ? Jawaban : 9. Siapa nama keponakan anda ? Jawaban : 10. Kurangi 1 dari 10 dan seterusnya ? Jawaban : Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar, lalu nilai-nilai tersebut dijumlahkanInterpretasi hasil : Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuhSalah 4-5 : Kerusakan intelektual ringanSalah 6-8 : Kerusakan intelektual sedangSalah 9-10 : Kerusakan intelektual berat

CLOCK DRAWING TEST (CDT )

Komponen yang dinilai NilaiMenggambar lingkaran yang tertutup Meletakan angka – angka dalam posisi yang benarKe – 12 angka komplitMeletakan jarum-jarum jam dalam posisi yang tepatTotal nilai WAIS-R(Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised)

-tes fungsi intelektual-pemberian score verbal-tes bender gestalt dan halstad- reitan test-peka terhadap proses ketuaan normal-pencakupan informasi kognitif

309

Page 13: Bab X Psiko Geriatri

Geriatrik depresion testInstrumen penyaring untuk mengeluarkan keluhan somatis dari daftar untuk menegakkan diagnosa dalam psikogeriatri, digunakan diagnosa multiaksial yang terdiri dari 5 aksis:

Aksis I = Gangguan klinis ( psikiatris )

Aksis II = Gangguan kepribadian dan retardasi mental

Aksis III = Kondisi medik umum ( biologis )Aksis IV = Masalah psikososial dan lingkunganAksis V= GAP score

X.4. DemensiaDemensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. Di Indonesia sering menganggap bahwa demensia ini merupakan gejala yang normal pada setiap orang tua. Namun kenyataan bahwa suatu anggapan atau persepsi yang salah bahwa setiap orang tua mengalami gangguan atau penurunan daya ingat adalah suatu proses yang normal saja. Anggapan ini harus dihilangkan dari pandangan masyarakat kita yang salah.

Faktor resiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah : usia, riwayat keluarga, jenis kelamin perempuan.

Demensia harus bisa kita bedakan dengan retardasi mental, pseudodemensia, ganguan daya ingat atau intelektual yang akan terjadi dengan berjalannya waktu dimana fungsi mental yang sebelumnya telah dicapai secara bertahap akan hilang atau menurun sesuai dengan derajat yang diderita.

Pseudodemensia DemensiaPerjalanan klinis dan riwayat penyakit

- keluarga selalu menyadari disfungsi dan keparahannya

- onset dapat ditentukan dengan agak tepat

- gejala terjadi singkat - riwayat difungsi

psikiatrik sebelumnya sering ditemukan

- keluarga sering tidak menyadari disfungsi dan keparahannya

- onset hanya dapat ditentukan dalam batas yang luas

- gejala berlangsung lama - riwayat difungsi psikiatrik

sebelumnya jarang ditemukan

Keluhan dan prilaku klinis- pasien biasanya lebih

mengeluh kehilangan fungsi kognitif

- keluhan disfungsi kognitif biasanya terperinci

- pasien menekankan ketidakmampuan

- pasien sedikit mengeluh kehilangan fungsi kognitif

- keluhan disfungsi kognitif biasanya tidak jelas

- pasien menyangkal ketidakmampuan

- pasien menonjolkan kegagalan- pasien senang akan

310

Page 14: Bab X Psiko Geriatri

- pasien menonjolkan kegagalan

- pasien melakukan sedikit usaha untuk melakukan tugas sederhana

- biasanya mengkomunikasikan perasaan penderitaan yang kuat

- perubahan afektif sering pervasif

- hilangnya keterampilan sosial

- perilaku sering tidak sesuai dengan keparahan disfungsi kognitif

- perlemahan disfungsi nokturnal jarang

pencapaian, namun menyepelekan

- biasanya menggunakan catatan, kalender untuk mengingat

- afek labil dan dangkal

- keterampilan sosial dipertahankan

- perilaku sering sesuai dengan keparahan disfungsi kognitif

Gambaran klinis yang berhubungan dengan daya ingat, kognitif dan difungsi intelektual

- atensi dan konsentrasi dipertahankan dengan baik

- “tidak tahu” adalah jawaban yang sering

- pada pemeriksaan orientasi, pasien sering memberikan jawaban “tidak tahu”

- kehilangan daya ingat untuk kejadian yang baru dan agak lama biasanya parah

- kehilangan daya ingat untuk periode atau kejadian spesifik sering ditemukan

- variabilitas yang jelas dalam kinerja tugas dengan kesulitan sama

- atensi dan konsentrasi biasanya terganggu

- sering jawaban yang hampir

- pada pemeriksaan orientasi, pasien sering keliru jawaban hampir dan sering

- kehilangan daya ingat untuk kejadian yang baru lebih parah dari kejadian lama

- kekosongan daya ingat untuk periode tertentu jarang

- kinerja yang buruk secara konsisten pada tugas dengan kesulitan serupa

Perubahan karakteristik dari demensia adalah : Perubahan aktivitas sehari-hari Gangguan kognitif(gangguan daya ingat,bahasa,fungsi visuospasial) Perubahan perilaku dan psikis(Behavior-Psycological Changes)

311

Page 15: Bab X Psiko Geriatri

Gangguan perilaku dan psikologik pada lansia yang demensia sering ditemukan sebagai BPSD (Behavioral & Psychological Symptoms of Dementia). Perubahan tersebut bersifat multifaktor atau biopsikososial sehingga timbul masalah seperti: perilaku agresif, wondering (suka keluyuran tanpa tujuan), gelisah, impulsive, sering mengulang pertanyaan. Pada masalah psikologisnya: waham cemburu, curiga, halusinasi, misidentitas.

Gangguan klinis dari demensia bermacam-macam dan dikemukakan 3 pandangan berbagai kelompok ahli dalam mendefinisikan penyakit demensia khususnya tipe Alzheimer.

Karakteristik ICD X

(R)

DSM IV NINCDS-

ADRIDA

Penurunan daya ingat + + +

Gangguan proses pikir + - -

Aphasia, apraxia, agnosia, serta gangguan fungsi

eksekusi

- + -

Gangguan salah satu fungsi intelektual di luar

daya ingat

+ + +

Dapat ditentukan lewat kuesioner - - +

Ditentukan lewat tes NPI - - +

Gangguan ADL + - -

Hendaya fungsi sosial/kegiatan harian - + -

Penurunan terhadap fungsi sebelumnya + + +

Onset awal terjadi pada usia 40-90 tahun - - +

Mula perjalanan penyakit insidious + + -

Proses deteorisasi lambat + - -

Deteorisasi berkelanjutan - + +

Laboratorium/klinik tak ditemukan adanya

dementia jenis lain

- + +

Tanpa gejala awal yang mendadak + - P

Tanpa gejala neurologik + - P

Tidak ditemukan gejala penyalahgunaan obat - + -

Kemunduran dapat saja berupa delirium + + +

Tidak dijumpai gejala mental beserta lainnya - + -

ICD X (R) = pembagian klasifikasi WHODSM IV = klasifikasi American Psychiatric AssociationNINCDS-ADRIDA = klasifikasi dari National Institute and Communicative Disorders and Stroke – Alzheimer Disease and Releated DisordersP = Probable Alzheimer Disease Criteria

312

Page 16: Bab X Psiko Geriatri

Demensia merupakan suatu penyakit degeneratif primer pada susunan sistem saraf pusat dan merupakan penyakit vaskuler. Di sini akan dibedakan gangguan pada kortikal dan subkortikal.

Kortikal Subkortikal - Alzheimer- Creutzfedz – jacob- Pick disease- Afasia, agnosia dan apraksia

- Huntington disease- Parkinson disease- Hidrosefalus- Demensia multiinfark

Karakteristik Demensia subkortikal

Demensia kortikal

Tes yang dianjurkan

Bahasa Tidak ada afasia Afasia awal Tes FASTes Boston NamingTes perbendaharaan WAIS-R

Daya ingat Gangguan memori (menggali) dan pengenalan (penyandian)

Pengingatan dan pengenalan terganggu.

Skala daya ingat WechslerSDPAL (Brandt)Rentang digit WAIS

Atensi, memori segera dan keterampilan visouspatial

Terganggu Terganggu Menyusun gambar, benda, dan merancang bangun : subtes WAIS

Kalkulasi Normal Terkena awal Mini Mental StateKemampuan sistem frontalis (fungsi eksekutif)

Terganggu secara tidak proporsional

Derajat gangguan konsisten dengan gangguan lain

Winconsin cardSorting taskTes Odd Man OutPicture absurdities

Kecepatan proses kognitif

Melambat pada awalnya

Normal Trail making A and BPaced Auditory Serial Addition Test (PASAT)

Kepribadian Apatetik, utuh Tidak terganggu MMPIMood Depresi Eutimik Skala Depresi Beck and

HamiltonBicara Disartrik Normal Kefasihan Verbal Rosen, 1980Postur Membungkuk

atau ekstensiTegak

Koordinasi Terganggu NormalKecepatan dan pengendalian motorik

Melambat Normal Mengetukan jariPapan bercatur

Gerakan aneh Korea, tik, tremor, distonia

Tidak ada

Abstraksi Tes kategori (Halstead Battery)

313

Page 17: Bab X Psiko Geriatri

Kriteria derajat demensia : RINGAN : walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas

sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.

SEDANG : hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.

BERAT : aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak berkesinambungan, inkoherensi.

Demensia dapat digolongkan beberapa bentuk yaitu :A. Demensia Tipe Alzheimer

Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :

- Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif- Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,

gangguan fungsi eksekutif- Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru- Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan)- Kehilangan inisiatif.

Faktor resiko penyakit Alzheimer :1. Riwayat demensia dalam keluarga2. Sindrom down3. Umur lanjut4. Apolipoprotein, E4

Faktor yang memberikan perlindungan terhadap alzheimer :1. Apolipoprotein E, alele 22. Antioxidans3. Penggunaan estrogen pasca menopause

(pada demensia tipe ini lebih sering pada wanita daripada laki-laki)4. NSAID

Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.- Pada makroskopik : penurunan volume gyrus pada lobus frontalis dan

temporal.- Pada mikroskopik : plak senilis dan serabut neurofibrilaris

Kerusakan dari neuron menyebabkan penurunan jumlah neurotransmiter. Hal ini sangat mempengaruhi aktifitas fisiologis otak.

Tiga neurotransmiter yang biasanya terganggu pada Alzheimer adalah asetilkolin, serotorin dan norepinefrin. Pada penyakit ini diperkirakan adanya interaksi antara

314

Page 18: Bab X Psiko Geriatri

genetic dan lingkungan yang merupakan factor pencetus. Selain itu dapat berupa trauma kepala dan rendahnya tingkat pendidikan.

Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi intelektual :

Stadium I (amnesia) Stadium II (Bingung) Stadium III (Akhir)- Berlangsung 2-4 tahun- Amnesia menonjol- Gangguan : - Diskalkulis

-Memori jangka penuh-Perubahan emosi ringan

- Memori jangka panjang baik

- Keluarga biasanya tidak terganggu

- Berlangsung 2 – 10 tahun- Kemunduran aspek fungsi

luhur (apraksia, afasia, agnosia, disorientasi)

- Episode psikotik- Agresif- Salah mengenali keluarga

- Setelah 6 - 12 tahun- Memori dan

intelektual lebih terganggu

- Akinetik- Membisu- Inmontinensia urin

dan alvi- Gangguan berjalan

Pedoman diagnostik demensia Alzheimer menurut PPGDJ III1. Terdapat gejala demensia secara umum2. Onset bertahap dengan perkembangan lambat3. Tidak ada bukti klinis dan pemeriksaan yang mendukung adanya penyakit

otak / sistemik yang dapat menyebabakan demensia.4. Tidak ada serangan / gejala neurologik kerusakan otak fokal

Pedoman diagnostik menurut WHO (ICD-X)1. Lupa kejadian yang baru saja dialami2. Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari3. Kesulitan dalam berbahasa4. Diserorientasi waktu dan tempat5. Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat6. Kesulitan berpikir abstrak7. Salah menaruh barang8. Perubahan suasana hati9. Perubahan perilaku / kepribadian10. Kehilangan inisiatif

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Pengobatan / pencegahan hanya dalam bentuk paliatif yaitu : nutrisi tepat, latihan, pengawasan aktifitas, selain itu bisa diberikan obat Memantine (N-metil) 25 mg/hr, propanolol (InderalR), Holoperidol dan penghambatan dopamin potensi tinggi untuk kendali gangguan eprilaku akut. Selain itu bisa diberikan “Tracine Hydrocloride” (Inhibitor asetilkolinesterose kerja sentral) untuk gangguan kognitif dan fungsionalnya.

Pencegahan antara lain bagaimana cara kita lebih awal untuk mendeteksi AD (Alzheimer Disease) serta memperkirakan siapa yang mempunyai faktor resiko terkena penyakit ini sehingga dapat dicegah lebih awal. Pencegahan dapat juga berupa perubahan dari gaya hidup (diet, kegiatan olahraga, aktivitas mental)

Tujuan penanganan Alzheimer :

315

Page 19: Bab X Psiko Geriatri

- Mempertahankan kualitas hidup yang normal- Memperlambat perburukan- Membantu keluarga yang merawat dengan memberi informasi yang tepat- Menghadapi kenyataan penyakit secara realita

B. Demensia VaskulerPenyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :- Peningkatan reflek tendon dalam- Respontar eksensor- Palsi pseudobulbar- Kelainan gaya berjalan- Kelemahan anggota gerak

Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer. Untuk itu beberapa pakar Hacklinski elnk dan Logb & Gondolfo mengusulkan sistem skor, walaupun belum memadai dan skor ini tidak dapat menentukan adanya demensia campuran (vaskuler dan Alzheimer)

Comparison of DSM-IV, ICD-10 and NINDS criteria for vascular dementia(VAD)

Karakteristik ICD X

(R)

DSM IV NINCDS-

ADRIDA

Memori impairment + + +

Aphasia,agnosia,apraxia or executive dysfunction - + -

Impairment of two or more cognitive domains - - +

Intellectual impairment + - -

Insight and judgement preserved + - -

Decline from previous level of function - + +

Impaired social or occupational function - + -

Focal neurological signs and symptoms + + -

Abrupt onset or stepwise deterioration + - +

Onset of dementia within three months of stroke - - +

Laboratory evidence of CVD - + +

Computerized tomography + - +

316

Page 20: Bab X Psiko Geriatri

Deficits not limited to delirium

Subtypes

With delirium

With delusion

With depressed mood

-

-

--

+

+

++

+

-

--

Uncoplicated - + -

With behavioral disturbance - + -

VaD of acute onset + - +

Subcortical VaD + - -

Mixed cortical and subcortical VaD + - +

Other VaD + - +

VaD,unspecified + - -

Strategic single infarct dementia - - +

Small vessel disease with dementia - - +

Hypoperfusion - - +

Haemorrhagic dementia - - +

ICD X (R) = pembagian klasifikasi WHODSM IV = klasifikasi American Psychiatric AssociationNINCDS-ADRIDA = klasifikasi dari National Institute and Communicative Disorders and Stroke – Alzheimer Disease and Releated Disorders

Score Iskemik HachinskiIskemik Hachinski Skor

Mulai mendadakPrognesinya bertahapPerjalanannya berfluktuasiMalam hari bengong / kacauKepribadian terpeliharaDepresiKeluhan somatikInkontinensia emosionalRiwayat hipertensiRiwayat strokeAda bukti arterosklerosisKeluhan neurologi fokalTanda neurologi fokal

2121111112122

Penderita dengan demensia vaskuler score >7, Alzheimer <4

317

Page 21: Bab X Psiko Geriatri

Score Loeb dan GondolfoIskemik Loeb dan Gondolfo Skor

Mulanya mendadakAda riwayat strokeGejala fokalKeluhan fokalCT Scan terdapat :

- Daerah hipodens tunggal- Daerah hipodens multiple

2122

23

Score 0 – 2 : mungkin Alzheimer5 – 10 : mungkin vaskuler

Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.

Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler menurut PPDGJ III1. Terdapat gejala demensia2. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata3. Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal

C. Demensia PickPenyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan perilaku yang terjadi secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal fokal pada lobus frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer hanya bisa dengan otopsi, dimana otak menunjukkan inklusi intraneunoral yang disebut “badan Pick” yang dibedakan dari serabut neurofibrilaris pada Alzheimer.

Pedoman diagnostik penyakit demensia penyakit Pick Adanya gejala demensia yang progresif Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang

menonjol disertai euforia, emosi tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, apatis, gelisah.

Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat.

D. Demensia Penyakit Creutzfeldt – JacobPenyakit ini disebabkan oleh degeneratif difus yang mengenai sistim piramidalis dan ekstrapiramidal. Pada penyakit ini tidak berhubungan dengan proses ketuaan. Gejala terminal adalah :- Demensia parah- Hipertonisitas menyeluruh- Gangguan bicara yang berat.

Penyakit ini dsiebabkan oleh virus infeksius yang tumbuh lambat. (misal transplantasi kornea). Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini (PPGDJ-III) :- Demensia yang progresif merusak- Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus- Elektroensephalogram yang khas.

318

Page 22: Bab X Psiko Geriatri

E. Demensia karena Penyakit HuntingtonDemensia ini disebabkan penyakit herediter yang disertai dengan degenoivasi progresif pada ganglia basalis dan kortex serebral. Transmisi terdapat pada gen autosomal dominan fragmen G8 dari kromosom 4. Onset terjadi pada usia 35 – 50 tahun. Gejalanya :- Demensia progresif- Hipertonisitas mascular- Gerakan koreiform yang aneh

F. Demensia karena Hidrosefalus Tekanan NormalPada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :

Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret) Inkontinensia urin Demensia

G. Demensia karena Penyakit ParkinsonDemensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang menyertai dengan gejala :1. Disfungsi motorik2. Gangguan kognitif / demensia bagian dari gangguan3. Lobus frontalis dan defisit daya ingat4. Depresi

Terapi :- Neurotransmiter dopaminergik (L-Dopa)- Amantadine (symnetral R)- Bromocriptine (Parlodel R)

X.5. Depresi

Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.

Pada lansia rentan untuk terjadi :1. Episode depresi berat dengan ciri melankolik2. Harga diri rendah3. Penyalahan diri sendiri4. Ide bunuh diri

Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik.

319

Page 23: Bab X Psiko Geriatri

- Biologik : sel saraf yang rusak, faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi, DM, stroke, keterbatasan gerak, gangguan pendengaran / penglihatan

- Sosial : kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi sosial.

- Psikologis : kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai

Depresi dapat dibedakan beberapa bentuk berdasarkan berat ringannya (menurut PPDGJ-III)

Gejala utama Gejala lain- Afek depresi- Kehilangan minat- Berkurangnya energi (mudah

lelah)

- Konsentrasi dan perhatian berkurang

- Kurang percaya diri- Sering merasa bersalah- Pesimis- Ide bunuh diri- Gangguan pada tidur- Gangguan nafsu makan

Kriteria : Depresi ringan :

2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu Depresi sedang :

2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu Depresi berat :

3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu

Untuk episode depresif dari ketiga tingkatan keparahan diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk menegakkan dioagnosa untuk episode depresi tunggal.Episode depresi berikutnya diklasifikasi sebagai gangguan depresi berulang. Episode depresi berulang masing-masing rata-rata sekitar 6 bulan dan minimal 2 episode telah berlangsung dengan masing-masing selama minimal 2 minggu.

Kriteria depresi menurut DSM IV-R :1. Suasana jiwa murung2. Hilangnya perasaan gembira dan perhatian3. Perasaan salah dan tidak berharga4. Pikiran / percobaan bunuh diri5. Tidak dapat mengambil keputusan6. Agitasi7. Lelah / hilang energi8. Gangguan tidur9. Perubahan nafsu makan

Kedua gejala teratas adalah esensial dan salah satu harus terdapat dalam 3–5 gejala tersebut di atas minimal selama 2 minggu.

Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal tetapi bersifat multifaktor yaitu dimana adanya lingkungan yang juga

320

Page 24: Bab X Psiko Geriatri

menyebabkan depresi atau kemampuan yang sudah tidak sebaik pada usia muda (Van de Cammen,1991). Prognosis dari Post(1972) adalah :

Prognosis baik Prognosis jelek- Usia < 70 tahun- Riwayat keluarga ada yang depresi- Riwayat depresi sebelum 5 tahun- Kepribadian ekstrovert

- Usia > 70 tahun- Terdapat penyakit serius dan

disability- Riwayat depresi terus menerus

selama 2 tahun- Terbukti adanya kerusakan otak

Depresi pada usia lanjut sering tidak terdiagnosa karena hal-hal sebagai berikut :- Lansia seringkali menutupi rasa sedihnya dengan menunjukan ia lebih

aktif- Penyakit fisik yang diderita sering mengacaukan gambaran depresi- Masalah sosial sering membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.

Mengingat hal tersebut,maka dalam setiap assessment geriatri sering disertakan form pemeriksaan depresi, yang seringkali berupa scala depresi geriatric (GDS) atau scala depresi Halmilton Rating Scale(HRS)

Pendekatan pasien depresi dapat dilakukan dengan cara :1.Psikoterapetik : Hubungan antara dokter dan pasien harus

terjalin baik dan sebagai tenaga medik, harus memberikan perhatian cukup pada pasien.

2.Farmakoterapetik : Memberikan obat antidepresan dengan mempertimbangkan efek samping obat. Pada umumnya jenis golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) seperti : fluoxetine, sertraline, paroxetine.

3. Pendekatan lain : Okupasi terapi, pendekatan religio – spiritual dapat juga menggunakan ECT (Electro Convulsive Therapy) maupun dengan konseling / relaxasi.

X.6. Gangguan Lain pada Lanjut Usia

A. SkizofreniaSkizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.

Sekurang-kurangnya satu gejala berikut :1. Thought echo, insertion, broadcasting.

321

Page 25: Bab X Psiko Geriatri

2. Delution of control, influence, passivity, perseption

3. Halusinasi auditorik4. Waham yang menetap

Paling sedikit 2 gejala berikut :1. Halusinasi panca indera yang menetap2. Arus pikir yang terputus3. Perilaku katatonik4. Gejala negatif

à Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.

Terapi dapat diberikan obat anti psikotik seperti haloperidol, chlorpromazine, dengan pemberian dosis yang lebih kecil.

B. Gangguan Delusi

Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu : waham kejar dan waham somatik.

Pencetus terjadinya gangguan delusi adalah :- Kematian pasangan- Isolasi sosial- Finansial yang tidak baik- Penyakit medis- Kecacatan- Gangguan pengelihatan / pendengaran

Pada gangguan delusi terdapat jenis lain yang onset lambat yang dikenal sebagai parafrenia yang timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai demensia. Terapi yang dapat diberikan yaitu : psikoterapi yang dikombinasi dengan farmakoterapi.

C. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis. Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas (“Erik Erikson”). Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah suatu stressor yang berat.

322

Page 26: Bab X Psiko Geriatri

Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti : hydroxyzine, Buspirone.

D. Gangguan Somatiform

Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki penyakit yang mematikan.Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan farmakologis.

E. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain

Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff.Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalah gunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik.

F. Gangguan Tidur

Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda adalah :

- Gangguan tidur- Ngantuk siang hari- Tidur sejenak di siang hari- Pemakaian obat hipnotik

Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.

Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.

323

Page 27: Bab X Psiko Geriatri

Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai dengan kondisi masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya gejala fungsi kognitif, perilaku, psikomotor, gangguan daya ingat, insomnia rebound dan gaya jalan.

X.7. Perawatan dan Pendekatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah perawatan atau pendekatan total ( elektif dan holistik ) pada pasien yang penyakitnya tidak memiliki respon terhadap penatalaksanaan medis biasa. Tujuannya adalah mencapai kualitas terbaik dari sisa kehidupan pasien maupun bagi keluarganya.

Perawatan paliatif merupakan model theraupetik interdisipliner yang memfokuskan diri kepada manajemen yang komprehensif atas kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual pasien yang sedang menderita penyakit yang tidak tersembuhkan dan juga berguna bagi keluarganya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam perawatan paliatif :- Meyakinkan bahwa hidup dan mati adalah suatu proses yang normal- Meringankan penderitaan pasien terhadap rasa sakit atau gejala lainnya- Mengintegrasikan aspek keperawatan, baik segi fisik, psikologis,

emosional, sosial, maupun spiritual, dengan melakukan penilaian dan manajemen yang terkoordinasi terhadap kebutuhan individual

- Menawarkan suatu sistem penunjang bagi manusia untuk hidup seaktif mungkin hingga kematiannya.

- Menawarkan suatu sistem penunjang untuk meringankan beban keluarga selama masa sakit pasien maupun pada saat belasungkawa.

Perawatan paliatif termasuk perawatan yang diberikan di rumah pasien, pada unit perawatan, maupun rumah sakit. Untuk kebanyakan pasien dengan penyakit yang tidak tersembuhkan dan progresif, yang sedang menjalani terapi untuk memperpanjang hidupnya dan mempunyai harapan hidup untuk beberapa tahun, perawatan paliatif ditujukan untuk mengembalikan fungsi, dan intervensi psikologis. Untuk pasien yang sedang menghadapi kematian, perawatan diutamakan untuk memberi kenyamanan pada pasien dan mempersiapkan baik pasien maupun keluarganya terhadap kematian yang tidak terelakkan.

Tekanan psikologis dan spiritual pada pasien yang sedang menghadapi kematian biasanya tampak sebagai anxietas, depresi, tidak punya gairah dan penyesalan. Untuk kondisi psikiatris, seperti anxietas dan depresi, perawatan mencakup psikoterapi suportif dan penggunaan obat antidepresan dan antianxietas. Tekanan spiritual dapat ditangani dengan pendekatan mengenai perasaan menyesal, penyesalan, kekecewaan, dan hilangnya identitas diri.

Perawatan paliatif dilakukan secara holistik sehingga dibutuhkan kerjasama antara orang-orang yang terlibat dalam tim perawatan paliatif yaitu praktisi medis, perawat, profesi lain yang berkaitan dengan medis, sukarelawaan, penasehat dan pemuka agama.

324

Page 28: Bab X Psiko Geriatri

X.8. Terapi farmakologis dan psikoterapi pada lanjut usia

Penanganan penyakit pada geriatri harus mencakup segala aspek yaitu Aspek Biologis, Psikologis, dan Sosiologis. Disini kita akan membahas tentang terapi dari segi Psikofarmakologis dan psikologis pada lansia.Pemberian obat lansia tidak sama dengan dewasa muda.

Psikofarmakologis dibagi 5 golongan besar :1. Antipsikosis2. Anti Anxietas3. Active Modulators ( Anti depresan & Antimanic )4. Central Nervous system ( CNS ) stimulants5. Hallucinogens

1. AntipsikosisPenggunaan obat psikotropik pada lansia berbeda dengan dewasa, dimana pemberian obat dengan dosis yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan efek samping yang ditimbulkan lebih besar pada lansia terutama gangguan extra piramidal ( Disartia, jalan kaku, Diskinesia, muka topeng, tremor kasar, ataxia, dll ). Untuk itu dapat diberikan Trihexiphenidil 2 mg atau sulfas atropin 0,5 mg 3x1 hr untuk mengurangi gejala tersebut. Dengan pertimbangan faktor resiko sehingga diberikan pada lansia dari dosis kecil dan perlahan.

Obat psikosis dibagi 2 macam yaitu :a). Tipical (generasi I) à untuk gejala positif (halusinasi, waham)

– Reserpin– Phenotiazin (CPZ, Thioridazine, perfenazine, trifluoperatine,

fluphenazine)– Butirofenon (Haloperidol)– Primozide– Sulpiride

à keuntungan obat ini adalah baik untuk gejala positif, murah, e.s sedatif kurang.

b). Atipical (generasi II) à untuk gejala positif maupun negatif (afek tumpul, abulia)

– Clozapine (E.S : agranulositosis, hipnotik, ggn interval jantung)– Risperidon (E.S : Prolaktin naik)– Olanzapine (E.S : berat badan naik, sedatif terkuat)– Quetiapin (E.S : sedatif)

2. Anti Anxietas/ AnxiolitikaObat Anti Anxietas sering menyebabkan efek ketergantungan sehingga pemakai harus dikontrol pemberian yang singkat, kalaupun penggunaan lama harus dijaga dengan dosis kecil. Golongan Benzodiarepin yang sering digunakan yaitu : “Lorazepam” & “Alprazolam”. Selain itu juga ada obat yang tidak menimbulkan ketergantungan yaitu golongan “Buspiron”.

325

Page 29: Bab X Psiko Geriatri

3. AntidepresanPrinsip pada pasien depresi adalah :– Dosis awal yang rendah kemudian dinaikkan perlahan agar

dapat diabsorsi baik.– Penderita dengan kelainan fisik dapat diberikan sampai

kelainannya sembuh dan diturunkan perlahan.– Dosis dapat diberi berupa dosis tunggal

.Beberapa golongan obat Antidepresana). Tricylic Tetracyclis ( Amitriptiline, Imipramine, dezepine,

Cloflamine, Manserine )à E.S : Hipotensi, sedatif, mulut kering, tremon, konstipasi

b). SSRI ( serotonine, Selective Reuptake Inhibitor )à Fluoxetine, Sertralin, Paroxetin, Fluoxamine, Cetalopnam

c). MAOI ( Monoamine Oxigenase Inhibitors )à Penghambatan serotonin yang terbentuk

d). SNRI ( Serotonin Noradrenorgik Reuptake Inhibitors )e). NaSSA ( Noradrenergik Spesifik Serotonin Antidepresan )

à bekerja pada serotonin I memblok serotonin II IIIf). RIMA ( Reversible Inhibitor of Monoamine Oxidase Antidepresan)

Prinsip Pengobatan Pada Lansia :1. Individualisasi dosis dimana pemberian pada satu pasien dengan pasien

lain tidak sama.2. Dosis yang rendah untuk terapeutik yang diterapkan.3. Perubahan dosis yang disesuaikan karena terjadi perubahan fisiologik

Tujuan Farmakologis pada lansia :1. Peningkatan kualitas hidup2. Mempertahankan mereka dalam komunitas3. Mencegah / menghindari penempatan lansia pada Rumah Perawatan.

Intervensi psikoterapi standar seperti psikoterapi berorientasi tilikan, suportif, kognitif, kelompok, keluarga.

Pada psikoterapi dilakukan untuk membantu lansia untuk menghadapi masalah masalah sosial yang dihadapi sehingga mempunyai manfaat yaitu: 1. Peningkatan hubungan interpersonal2. Tinggi harga diri / keyakinan diri3. Menurun ketidakberdayaan / kemampuan4. Perbaikan kualitas hidup

Terapi jenis ini dapat dalam beberapa jenis :1. Transferensi

Sebagian besar sangat tergantung pada dokternya sehingga kita harus memberikan rasa kenyamanan dan kepercayaan sehingga mereka bisa lebih tenang.

2. Terapi Kelompok

326

Page 30: Bab X Psiko Geriatri

Disini pada lansia diberikan suatu kesempatan bagi dukungan yang saling mendukung dan menguntungkan dan suatu bantuan dalam menolong pasien menghadapi stress dalam beradaptasi dengan penurunan kekuatan atau kehilangan sehingga mereka dapat tetap aktif, terstimulasi.

3. Terapi KeluargaMelibatkan keluarga dalam terapi sehingga masalah yang ada dapat didistribusi satu sama lain didalam perawatan lagi pasien dan pasien dapat merasa keluarga masih ada perhatian untuk dirinya.

4. Terapi SingkatPendekatan jangka pendek, seperti terapi kognitif, membantu lansia dengan distorsi pikiran , terutama praduga yang ditimbulkan diri sendiri mengenai proses… Pasien dapat belajar menggunakan mekanisme perhatian adaptif dan untuk berusaha melawan penghindaran fobik dan hal lain.

X.9. Kesimpulan

Sudah saatnya kita mengupayakan pelayanan geriatri diseluruh pelayanan kesehatan di Indonesia, karena semakin meningkat jumlah penduduk sia lanjut. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai geriatri dan psikogeriatri dimana pada pelayanan pada lanjut usia harus merupakan pelayanan bersifat holistik sehingga pelayanan pencegahan dan diagnosa diarahkan pada pendekatan menyeluruh dimana mencakup pendekatan yang tidak cuma ditujukan pada pasien saja tetapi juga ditujukan pada aspek psikologis, spiritual, lingkungan yang menyertai karena pada lansia terjadi multifaktor yang menyebabkan mereka bisa sakit.

Selain itu perlu pemeriksaan dasar tambahan untuk mendiagnosa seperti pemeriksaan ganguan mental, kognitif, depresi, dll sehingga semua dapat mendukung diagnosa yang sebenarnya sehingga semua masalah dapat teratasi dengan baik dan benar.

327

Page 31: Bab X Psiko Geriatri

DAFTAR PUSTAKA

Bulletin Resmi Perhimpunan Gerontology Indonesia No. 37 – 38/2004

Cumming jeffey;Workshop,UCLA,Alzheimer Disease Center Los Angeles,Carifornia. USA

Darmojo, Boedhi; Martono, Hadi, “Geriatri”, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hardywinoto, Dr; Setiabudhi, Tony Dr. “Paduan Gerontology”, Tinjauan dari berbagai aspek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 1999.

HAZZARD, William R. “Principles of Geriatric Mediane and Gerontology”. Second edition, volume 2. Health Profesion Division. Mc. Grow Hill Inc. USA : 1990.

KAPLAN HAROLD, MD, Saddock Benjamin. MD, “Sinopsis Psikiatrik” edisi 7, Hal : 867 – 891.

Maslim, Rusdi dr. “DiagnosaGanguan Jiwa PPDGI-III”, Jakarta : 2001

Maslim, Rusdi dr. “Penggunaan Klinis obat Psikotropik”, Jakarta edisi 3.

Marimis, W.F, “Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa”, Fakultas KEdokteran Universitas Airlangga, Surabaya : 2004. Hal : 589 – 595

20th Internasional Conference of Alzheimer Disease Internasional Kyoko 2004;”Dementia Care in Aging Society”. 15-17 October 2004.

http://www.yahoo.search/psikogeriatri/

http://www.alvista.search/psikogeriatri/

http://www.geogle.com

328

Page 32: Bab X Psiko Geriatri

BAB XIFARMAKOLOGI KLINIK DALAM

HUBUNGANNYA DENGAN LANJUT USIA

TUJUAN BELAJARTUJUAN KOGNITIFSetelah membaca bab ini dengan seksama, maka anda sudah akan dapat : 4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan gerontofarmakologi.

1.1. Menjelaskan pengertian gerontofarmakologi.1.2. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri mengenai pentingnya memahami

gerontofarmakologi.1.3. Menjelaskan dengan kata-kata sendiri mengenai perbedaan keadaan

fisiologis pada pasien geriatri dengan pasien pada tingkat umur yang lain.5. Mengetahui bagaimana pemberian obat pada pasien geriatri.

2.1. Menjelaskan cara pemberian obat, efek samping dalam bidang gerontofarmokologi yang digunakan pada pasien geriatri.

TUJUAN AFEKTIFSetelah membaca bab ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda sudah akan dapat : 1. Menunjukkan perhatian akan kesehatan orang yang berusia lanjut.

1.1. Membaca lebih lanjut mengenai gerontofarmokologi1.2. Mengajak keluarga pasien usia lanjut membicarakan pengaruh berbagai obat

terhadap pasien yang bersangkutan.1.3. Mengusulkan cara pengobatan yang efektif dengan efek samping yang

minimal XI.1. PENDAHULUAN

329

Page 33: Bab X Psiko Geriatri

Penggunaan obat pada usia lanjut merupakan masalah tersendiri yang perlu mendapat perhatian khusus dari bidang profesi kedokteran, apalagi dengan semakin bertambahnya populasi lanjut usia. Sebagian besar pasien lanjut usia menerima pengobatan yang tidak tepat sehingga sering terjadi toksisitas obat. Oleh karena itu, dalam memberi terapi pada pasien lanjut usia harus mempertimbangkan masalah-masalah kesehatannya yang begitu kompleks dengan memberikan obat dengan efek samping sesedikit mungkin.

Terjadinya proses penuaan tidak selalu sama pada setiap orang sehingga penggunaan obat yang efektif dan aman adalah suatu masalah individualisasi terapi. Hal-hal berikut menggambarkan keadaan-keadaan yang dihadapi dalam hubungan farmakoterapi pada usia lanjut: Penyakit pada usia lanjut cenderung terjadi pada banyak organ sehingga

pemberian obat juga cenderung bersifat polifarmasi. Belum lagi kalau diingat kecenderungan mengunjungi banyak dokter sehingga polifarmasi lebih sering terjadi.

Polifarmasi menyangkut biaya yang besar untuk pembelian obat, juga lebih banyak terjadi interaksi obat, efek samping obat, dan reaksi sampingan yang merugikan.

Proses menua yang fisiologis menyebabkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat, juga penurunan fungsi dari berbagai organ sehingga tingkat keamanan obat dan efektifitas obat berubah dibanding usia muda.

Keadaan gizi dan kepatuhan berobat yang kurang mendapat perhatian pada usia lanjut.

Oleh karena itulah, seorang dokter diharapkan memahami perubahan-perubahan fisiologis dan farmakologis yang terjadi sejalan dengan proses penuaan sehingga bisa memberikan pengobatan yang lebih rasional, individualistik, dan cermat mengevaluasi respon-respon terapi yang terjadi.

Farmakologi klinik adalah cabang farmakologi yang mempelajari efek obat pada manusia dengan tujuan mendapatkan dasar ilmiah untuk penggunaan suatu obat. Jadi farmakologi klinik dapat diartikan sebagai aplikasi atau penerapan klinis dari kegunaan dan efek obat dalam tubuh, juga melibatkan pemahaman mengenai cara tubuh untuk memetabolisme obat tersebut, efek samping yang ditimbulkan, interaksi antar obat maupun metabolitnya dalam tubuh. Sedangkan farmakoterapi adalah cabang ilmu yang berhubungan dengan penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam farmakoterapi dipelajari aspek farmakokinetik dan farmakodinamik suatu obat yang dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu. Farmakokinetik mempelajari nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya dalam hubungannya dengan efek terapeutik yang diinginkan. Sedangkan farmakodinamik mempelajari respon fisiologis dan atau respon psikologis yang ditimbulkan oleh suatu obat baik respon yang diinginkan (efek terapeutik) maupun efek yang tidak diinginkan (efek non terapeutik/efek samping/side effect/adverse drug reaction) terhadap fisiologi dan biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerjanya.

I.2. FARMAKOLOGI KLINIK DALAM HUBUNGANNYA

330

Page 34: Bab X Psiko Geriatri

DENGAN USIA LANJUT

Setiap memberikan obat kepada penderita usia lanjut, diharapkan timbulnya respon yang tentunya merupakan suatu respon terapeutik yang menguntungkan. Namun untuk mencapai efek terapeutik ini, ada banyak hal yang berpengaruh. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi respon penderita usia lanjut terhadap obat dapat dilihat pada skema berikut: Jumlah obat, dosis, dan aturan pakai

Dosis yang diminum

Kadar obat di jaringan tempat kerja obat

Intensitas efek farmakologik (respon penderita) (termasuk efek terapeutik dan efek non-terapeutik)

Gambar 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Penderita Usia Lanjut terhadap

Obat

Semua faktor di atas dipengaruhi oleh: kondisi fisiologik kondisi patologik interaksi obat faktor genetik toleransi

Faktor-faktor farmakokinetik menentukan jumlah obat yang dapat mencapai jaringan tempat kerja obat untuk bereaksi dengan reseptornya. Sedangkan faktor-faktor farmakodinamik menentukan intensitas efek farmakologis yang ditimbulkan oleh kadar obat di reseptor.

A. Perubahan Fisiologis

- kepatuhan penderita- ketepatan medikasi

Faktor-faktor farmakokinetik:- Absorbsi- distribusi- metabolisme (biotransformasi)- ekskresi

Faktor-faktor farmakodinamik:- sensitivitas reseptor- mekanisme homeostatik

331

Page 35: Bab X Psiko Geriatri

Kapasitas fungsional kebanyakan sistem organ menunjukkan penurunan yang dimulai sejak dewasa dan berlangsung seumur hidup. Perubahan fisiologik dalam komposisi tubuh mencakup:o Penurunan berat badan total akibat penurunan jumlah cairan

intraselular. Keadaan ini akan berakibat menurunnya distribusi obat yang sebagian besar terikat air (misalnya lithium).

o Penurunan massa otot menyebabkan distribusi obat yang sebagian besar terikat pada otot akan menurun (misalnya digoksin).

o Peningkatan kadar lemak tubuh akan mengakibatkan peningkatan kadar obat yang larut dalam lemak (misalnya diazepam).

o Penurunan kadar albumin terutama pada penderita lanjut usia yang sakit menyebabkan penurunan ikatan obat dengan protein dan meningkatnya proporsi obat bebas di sirkulasi (misalnya salisilat, AINS, warfarin).

Distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh keadaan komposisi tubuh. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi respon tubuh terhadap obat, atau dengan kata lain akan mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Secara ringkas, perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik dapat dilihat pada skema berikut:

Ikatan protein

(plasma)

Ikatan jaringan

(depot)

Absorbsi Obat bebas Metabolisme

Reseptor

(sensitivitas)

Ekskresi

Efek farmakologik

Homeostatik332

Page 36: Bab X Psiko Geriatri

Gambar 2.2. Perubahan Farmakokinetik dan Farmakodinamik pada Lanjut

Usia

B. Farmakokinetik Obat

Absorbs

Absorbsi menentukan bioavailibilitas atau availibilitas sistemik. Penyerapan obat per oral terjadi terutama di lambung dan usus halus. Tetapi pada beberapa obat seperti levodopa dan propanolol, dapat terjadi peningkatan bioavailibilitas karena menurunnya inaktivasi di saluran cerna.

Peningkatan pH lambung mempengaruhi proses ionisasi dan daya kelarutan beberapa jenis obat. Penurunan aliran darah usus mengurangi kecepatan absorbsi aktif obat-obat seperti Fe, Ca, tiamin, levodopa, dan obat-obat antineoplastik. Penurunan motilitas usus dan peningkatan waktu pengosongan lambung tidak memberikan banyak pengaruh.

Absorbsi obat dengan pemberian secara intramuskular cenderung sedikit

melambat dikarenakan turunnya aliran darah pada otot, seperti pada obat lidokain dan klordiazepoksid.

Makanan dapat meningkatkan absorbsi obat dengan meningkatkan aliran darah splanknik. Sebaliknya, makanan juga dapat menurunkan absorbsi obat dengan membentuk senyawa yang tidak larut dengan obat.

Distribusi

Parameter distribusi disebut volume distribusi (Vd) yang menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, fungsi kardiovaskuler, kemampuan obat memasuki kompartemen tubuh, dan derajat ikatan protein plasma. Obat yang tertimbun dalam jaringan sehingga kadar plasma rendah memiliki Vd yang besar. Sebaliknya obat yang terikat kuat pada protein plasma mempunyai Vd yang kecil. Vd dapat dirumuskan sebagai berikut:

X Vd = X= jumlah obat dalam tubuh

C C= kadar obat dalam plasma

Hal terpenting dalam distribusi obat berhubungan dengan penyebaran obat dalam cairan tubuh, ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin), jaringan tubuh, dan organ target.

Volume distribusi obat yang larut dalam air (seperti furosemid dan paracetamol) mungkin menurun pada usia lanjut dengan akibat meningkatnya konsentrasi dalam darah dan jaringan.

333

Page 37: Bab X Psiko Geriatri

Sedangkan untuk obat yang larut lemak (lipofilik) seperti lidokain, amitriptilin, dan diazepam, distribusi terjadi lebih luas dan mempunyai waktu paruh yang lebih panjang.

Penurunan albumin plasma pada usia lanjut dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif, dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata dengan eliminasi yang lebih cepat. Kadar obat-obat yang meningkat karena penurunan albumin plasma misalnya fenitoin, digitoxin, warfarin, klorpropamid, klofibrat, dan furosemid.

Metabolisme

Kapasitas fungsi hepar sebagai tempat metabolisme utama obat-obatan pada usia lanjut menurun banyak oleh karena faktor-faktor penurunan aktivitas intrinsik enzim mikrosomal hati, berkurangnya massa hepar, dan penurunan aliran darah hepar. Obat-obat yang mengalami metabolisme di hepar (misalnya paracetamol, salisilat, diazepam, prokain, propanolol, warfarin), eliminasinya akan menurun sejalan dengan kemunduran kapasitas fungsional hepar. Penurunan massa hepar konstan sesuai dengan berat badan (massa hepar 2,5% dari BB total). Mulai usia pertengahan, massa hati mengalami penurunan sebesar 0,2% per tahun. Aliran darah hati juga berkurang 0,3-1,5 % per tahun. Hal ini menyebabkan kecepatan metabolisme hepar berkurang sehingga waktu paruh eliminasi obat dalam plasma juga meningkat.

Ekskresi

Perubahan fisiologis yang mempengaruhi farmakokinetik obat meliputi penurunan massa ginjal, penurunan aliran darah ginjal (laju filtrasi glomerulus menurun 30% pada usia 65 tahun dan tinggal ±35% pada usia 90 tahun), dan penurunan fungsi sekretorik.

Pemberian dosis obat pada pasien usia lanjut memerlukan acuan nilai bersihan/klirens kretainin (creatinic clearance). Nilai ini bisa diperoleh dengan rumus Cockroff-Gault, yaitu: (140-umur<tahun>) x BB<kg> Klirens kreatinin = 72 x kreatinin serum (mg/dL) Untuk wanita, nilai ini dikalikan lagi dengan 0,85.

Pasien usia lanjut lebih mudah mengalami kerusakan ginjal akibat dehidrasi, gagal jantung kongestif, hipotensi sehingga lebih mudah terjadi toksisitas oleh obat yang diekskresi melalui ginjal. Beberapa obat yang terutama mengalami ekskresi utama di ginjal adalah simetidin, penisilin, lithium, obat anti diabetik oral, pankuronium, dan tetrasiklin.

Berikut ini akan ditampilkan ringkasan hal-hal yang mempengaruhi farmakokinetik obat pada usia lanjut:

334

Page 38: Bab X Psiko Geriatri

Tabel 2.1. Hal-hal yang Mempengaruhi Farmakokinetik Obat pada Usia Lanjut

ParameterFarmakokinetik

Perubahan Fisiologis yang Berhubungan dengan Penuaan

Kondisi/Penyakit Terkait

Absorbsi

Distribusi

Metabolisme

Ekskresi

Peningkatan pH lambungPenurunan permukaan absorbsiPenurunan aliran darah splanknikPenurunan motilitas saluran cerna

Penurunan output jantungPenurunan jumlah air tubuhPenurunan lean mass bodyPenurunan albumin serumPeningkatan a-1-glikoproteinPeningkatan lemak tubuh

Penurunan massa hatiPenurunan aktivitas enzimPenurunan aliran darah hati

Penurunan aliran darah ginjalPenurunan laju filtrasi glomerulusPenurunan sekresi tubulus

AklorhidriaDiareGastrektomiSindrom malabsorbsiPankreatitis

Gagal jantung kongestifDehidrasiEdema/asitesGagal hatiMalnutrisiGagal ginjal

Gagal jantung kongestifDemamInsufisiensi heparKeganasanMalnutrisiPenyakit tiroidInfeksi virus/imunisasi

HipovolemiaInsufisiensi ginjal

C. Farmakodinamik Obat

Perubahan-perubahan dari aspek farmakodinamik pada usia lanjut meliputi penurunan ataupun peningkatan sensitivitas reseptor obat (interaksi obat-reseptor), penurunan jumlah reseptor, kejadian pasca penangkapan oleh reseptor, serta perubahan mekanisme homeostasis.

Obat menimbulkan rentetan reaksi biokimiawi dalam sel mulai dari reseptor sampai dengan efektor. Di dalam sel terjadi proses biokimiawi yang menghasilkan respon seluler dimana respon seluler ini menurun pada usia lanjut.

335

Page 39: Bab X Psiko Geriatri

Pada umumnya, obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses biokimiawi seluler, intensitas pengaruhnya akan menurun (misalnya agonis b untuk terapi asma bronkial). Sebaliknya, obat-obat yang cara kerjanya menghambat proses biokimiawi seluler, pengaruhnya akan menjadi lebih nyata sehingga dapat terjadi toksisitas obat (misalnya obat-obat antagonis b, antikolinergik, anti psikotik).

Secara umum, didapatkan peningkatan sensitivitas reseptor sistem saraf pusat pada usia lanjut terhadap psikotropika seperti morfin, benzodiazepin, antipsikotik, dan analgesik. Sebaliknya didapatkan penurunan sensitivitas reseptor terhadap obat-obat kardiovaskular.

Berkurangnya efisiensi mekanisme homeostatik merupakan bagian dari proses penuaan dengan akibat berkurangnya kemampuan usia lanjut menetralkan berbagai efek obat sehingga lebih rentan terhadap efek sampingnya.

B. Kondisi Patologik

Penderita usia lanjut biasanya menderita beberapa penyakit sekaligus. Penyakit-penyakit ini biasanya bersifat kronis seperti gagal ginjal atau gagal jantung, hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, diabetes mellitus, artritis, osteoporosis, katarak, demensia, dan lain sebagainya. Selain itu juga ditambah dengan komplikasi dari berbagai penyakit yang diderita.

Diantara penyakit-penyakit yang sering diderita usia lanjut yang dapat mempengaruhi respon terhadap obat adalah:-Penyakit yang menurunkan aliran darah ke organ-organ, diantaranya

adalah gagal jantung kongestif (cardiac heart failure/CHF). Pada pasien CHF, terjadi pengurangan luasnya distribusi obat-obat seperti lidokain, digoksin, dan teofilin sehingga dosis awal obat-obat tersebut harus dikurangi paling sedikit 1/3-nya. Berkurangnya aliran darah pada hepar akan mengurangi metabolisme obat-obat seperti propanolol, lidokain, dan morfin. Sedangkan berkurangnya aliran darah pada ginjal akan mengurangi ekskresi obat-obat dengan klirens tinggi di ginjal seperti penisilin dan neostigmin.- Penyakit hepar, dibedakan antara penyakit hepar kronik seperti sirosis

dan penyakit hepar akut seperti hepatitis viral akut.Pada penyakit hepar kronik, terjadi penurunan aliran darah hepar, penurunan produksi albumin, dan penurunan aktivitas intrinsik enzim-enzim metabolisme sehingga pengurangan dosis obat-obat tertentu yang dimetabolisme maupun terikat albumin perlu dikurangi seperti fenitoin dan warfarin. Berapa besar dosis yang harus dikurangi diperkirakan dari respon klinik atau monitoring kadar plasma obat. Pada penyakit hepar akut, aliran darah dapat meningkat dengan aktivitas enzim yang bisa meningkat atau menurun, kadar albumin plasma yang tetap atau menurun, dan kadar bilirubin yang meningkat. Oleh karena itu, klirens obat-obat dapat meningkat, menurun, atau tetap.

336

Page 40: Bab X Psiko Geriatri

-Gagal ginjal, jelas mengurangi klirens obat-obat yang bentuk utuhnya atau metabolit aktifnya diekskresi oleh ginjal sehingga dosis obat perlu diturunkan terutama obat dengan batas keamanan yang sempit. Besarnya penurunan dosis dapat diperkirakan dengan menghitung klirens kreatinin.

C. Interaksi Obat

Dari segi efek yang ditimbulkan, interaksi obat dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Contoh interaksi obat yang bersifat menguntungkan adalah kombinasi obat antihipertensi, kombinasi obat antituberkulosis. Sedangkan contoh interaksi obat yang merugikan adalah interaksi warfarin dengan obat anti inflamasi non-steroid (AINS). Efek yang menguntungkan mencakup peningkatan efektifitas obat, efek samping yang berkurang, mencegah resistensi antagonisme efek toksik oleh antidotnya. Sedangkan efek yang merugikan mencakup penurunan efektifitas obat yang berinteraksi dengan akibat efek terapi tidak tercapai, peningkatan efek samping, dan atau toksisitas.

Mekanisme interaksi obat secara garis besar dibagi tiga, yaitu:1. Interaksi farmaseutik atau inkompatibilitas

Hal ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat. Contohnya adalah pemberian amfoterisin-B dalam larutan garam fisiologis atau larutan Ringer.

2. Interaksi farmakokinetikInteraksi ini terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Contohnya adalah antasid yang mengurangi absorbsi Fe (tingkat absorbsi), asam mefenamat yang menggeser ikatan protein-warfarin sehingga efek atau toksisitas warfarin meningkat (tingkat distribusi), fenitoin menginduksi enzim metabolisme kortikosteroid (tingkat metabolisme), furosemid menghambat sekresi gentamisin dalam tubuli ginjal (tingkat ekskresi).

3. Interaksi farmakodinamikInteraksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja, atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistik. Interaksi ini mempunyai arti yang penting dalam klinis. Contohnya adalah interaksi pada reseptor kolinergik dengan asetilkolin (agonis) dan atropin (antagonis), interaksi fisiologik seperti digitalis dengan diuretik sehingga terjadi hipokalemia yang mengakibatkan toksisitas digitalis meningkat.

F. Faktor Genetik

337

Page 41: Bab X Psiko Geriatri

Kemampuan metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Cabang ilmu farmakologi klinik yang mempelajari perbedaan perubahan respon terhadap obat yang disebabkan oleh faktor genetik disebut farmakogenetik. Perubahan respon ini dapat mempengaruhi efektifitas dan toksisitas obat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan perubahan respon ini antara lain faktor biologis (umur, jenis kelamin, penyakit, dan genetik), budaya, dan lingkungan. Faktor yang paling penting adalah faktor genetik dengan adanya polimorfisme enzim yang mengkatalisasi metabolisme obat. Kemampuan metabolisme obat ini yang dipengaruhi oleh banyak gen disebut sebagai polimorfisme obat. Dengan demikian, individu dalam suatu populasi dapat dibagi dua kelompok yaitu pemetabolisme ekstensif dan pemetabolisme lemah. Tujuan dari farmakogenetik adalah mengidentifikasi perbedaan perubahan respon terhadap obat, mengetahui sebab-sebabnya pada tingkat molekuler, dan mengembangkan cara sederhana untuk mengenali orang-orangnya sehingga dapat memilah obat yang paling tepat untuk tiap individu serta dosis optimal yang harus diberikan. Contoh pada tingkat gen ini adalah penderita defisiensi glukosa 6-fosfat-dehidrogenase yang mengalami hemolisis pada pemberian obat-obat seperti primakuin dan golongan sulfa.

G. Toleransi Obat

Toleransi adalah penurunan efek farmakologik akibat pemberian obat berulang. Berdasarkan mekanismenya, ada dua jenis toleransi yaitu toleransi farmakokinetik dan toleransi farmakodinamik. Toleransi farmakokinetik biasanya terjadi karena obat meningkatkan metabolismenya sendiri, misalnya rifampisin. Toleransi farmakodinamik (toleransi selular) terjadi karena proses adaptasi sel terhadap obat yang terus-menerus berada di lingkungannya, misalnya amfetamin, opiat. Takifilaksis adalah toleransi farmakodinamik yang bersifat akut.

H. Efek Non-terapi pada Usia Lanjut

Efek non-terapi atau efek samping (side effect/adverse drug reaction) adalah semua efek yang tidak diharapkan atau yang berbahaya akibat obat yang diminum dengan cara dan dosis yang sesuai dengan anjurannya. Kejadian ini pada lanjut usia meningkat 2-3 kali lipat, terbanyak mengenai sistem gastrointestinal dan sistem hemopoetik.

Klasifikasi efek samping obat ini dibagi menjadi dua: Tipe A (efek samping yang dapat diprediksi)

Reaksi tipe A merupakan efek komponen farmakologis obat yang bersangkutan. Insidensnya cukup tinggi tetapi jarang mengancam jiwa.

Tipe B (efek samping yang tidak dapat diprediksi)Tipe ini mencakup reaksi idiosinkrasi, reaksi alergi, dan reaksi anafilaktik. Reaksi ini jarang terjadi tetapi berpotensi mengancam jiwa.

Yang perlu diingat adalah suatu penyakit mungkin merupakan akibat dari efek samping obat. Cara terbaik dalam menganani pasien yang dicurigai mengalami efek non-terapi adalah menghentikan pemberian obat, mengurangi dosisnya di bawah pengawasan, serta mengubah jenis obat. Kadang-kadang diperlukan

338

Page 42: Bab X Psiko Geriatri

tambahan obat lain untuk membantu menangani hal ini seperti pemberian kalium pada hipokalemia akibat diuretik.

Beberapa contoh obat yang menimbulkan kelainan yang sering terjadi pada usia lanjut: hipotensi postural oleh obat antihipertensi sembelit oleh kodein, verapamil, nifedipin, antikolinergik gangguan lambung oleh kortikosteroid dan AINS

Tabel berikut menggambarkan obat-obat yang berpotensi menimbulkan efek samping berat atau tidak biasa pada usia lanjut:

Tabel 2.2. Obat-obat yang Berpotensi Menimbulkan Efek Samping Berat pada Usia Lanjut

Obat Efek Yang tidak Diharapkan

Antibiotik aminoglikosidaSemua barbiturata

Antikolinergik (kerja sentral), misal triheksifenidil

Glikosida jantung

KlorpromazinKotrimoksazolDisopiramidEnalapril (kaptopril) pada

gagal jantungEstrogenFlunarizin, sinarizinFurosemidIsoniazidLithiuma

Asam mefenamatMetildopaNitrofurantoina

Beberapa NSAID, misal: azopropazon, ketoprofen, piroksikama

Pentasozina

Triazolam

Tuli, gagal ginjalBingungHalusinasi visual dan pendengaran

Kelainan perilaku, nyeri perut, lesu, anoreksia, berat badan turun, aritmiaHipotensi postural, hipotermiaAgranulositosis, anemia aplastikReaksi kulit seriusRetensi urin, konstipasi

Gagal ginjal, hipotensi dosis pertamaRetensi cairan, gagal jantung kongestifParkinsonismeHipotensi, gangguan sirkulasi otakHepatotoksik

Poliuria, dehidrasib

Diare, kerusakan hatiMengantuk, depresiNeuropati perifer, reaksi di paru, luka salurancerna, perdarahan, perforasi

BingungBingung, efek psikosis

a obat yang kalau mungkin dihindari untuk usia lanjutb akibat poliuria

H. Faktor-faktor Lain

Kepatuhan penderita

Kepatuhan makan obat merupakan masalah yang cukup kompleks. Dalam suatu penelitian, kesalahan tersering yang ditemui yaitu tidak memakan

339

Page 43: Bab X Psiko Geriatri

obatnya, penggunaan obat yang tidak diberikan oleh dokter, kesalahan besarnya dosis, urutan atau waktu makan obat. Mereka yang membuat kesalahan umumnya berumur 75 tahun, hidup sendiri, dan menderita banyak penyakit sekaligus.Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan pasien minum obat antara lain:

- Sifat penyakitPenyakit kronik yang memerlukan terapi profilaksis atau supresif dalam jangka waktu lama dan yang bila obat tidak dimakan akibatnya tidak terlihat langsung cenderung menimbukan ketidakpatuhan.

- Regimen obat yang kompleks, yang memerlukan berbagai jenis obat, pemberian dosis yang sering, atau timbulnya efek samping.

- Hambatan fisik, psikologik, sosial, dan ekonomi.

Kepatuhan penderita dapat ditingkatkan dengan menyederhanakn regimen obat dan melakukan langkah-langkah berikut:

- Jelaskan mengenai obat yang diberikan, meliputi efek obat, cara minum, dan efek samping. Penjelasan dapat diberikan kepada penderita, teman, atau kerabatnya, dan bila perlu beri petunjuk secara tertulis.

- Pilihan preparat dipilih yang cocok dengan penderita, seperti pemberian bentuk sirup lebih cocok untuk penderita dengan kesukaran menelan.

- Wadah obat jelas dengan label yang jelas, mudah dibuka, terbuat dari bahan transparan seperti plastik atau gelas karena para lansia sering mengenali obatnya dari bentuk, ukuran, dan warna.

- Bantuan mengingat misalnya dengan kalender harian atau buku harian.- Anjurkan membuang obat-obat yang lama agar tidak membingungkan

pasien sendiri.- Pengawasan minum obat. Hal ini dapat dilaksanakan oleh keluarga,

pramu, atau dengan melakukan pemeriksaan mendadak di lemari obat sewaktu kunjungan rumah. Bila gagal, harus dilakukan supervisi pengobatan.

Ketepatan medikasi

Hal ini merupakan tanggung jawab dokter bila obat didapatkan dari resep dokter. Diagnosa yang tepat dan pengetahuan akan prinsip-prinsip pengobatan pada usia lanjut menjadi kunci keberhasilan pengobatan. Selain itu, permasalahan dalam tepatnya pemakaian obat dapat diakibatkan oleh diagnosa yang keliru oleh pasien sendiri karena mengkonsumsi obat-obat yang dijual bebas tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

XI.3. FARMAKOTERAPI PADA USIA LANJUT

A. Pengobatan Hipertensi pada Usia Lanjut

Kebanyakan orang tua yang mengalami hipertensi menunjukkan resistensi perifer yang meningkat. Disamping itu, pembuluh darah besar khususnya aorta menjadi kaku sehingga sukar mengembang. Naiknya resistensi perifer menjadi unsur untuk terjadinya peningkatan tekanan diastolik yang diikuti peningkatan

340

Page 44: Bab X Psiko Geriatri

tekanan sistolik. Pemilihan obat hipertensi dipengaruhi pula oleh volume intravaskular yang rendah dan tonus neurogenik yang tinggi.

Pemberian anti hipertensi pada penderita usia lanjut harus hati-hati karena terjadi:a) penurunan refleks baroreseptor sehingga lebih mudah mengalami

hipotensi ortostatikb) gangguan autoregulasi otak sehingga mudah terjadi iskemia serebral

dengan sedikit penurunan tekanan darah sistemikc) penurunan fungsi ginjal dan hati sehingga terjadi akumulasi obatd) pengurangan volume intravaskular sehingga lebih sensitif terhadap

deplesi cairane) peningkatan sensitivitas terhadap hipokalemia sehingga mudah terjadi

aritmia dan kelemahan otot

Oleh karena itu:a) obat-obat yang dapat menimbulkan hipotensi ortostatik seperti

guanetidin, guanadrel, a-bloker, labetalol sebaiknya dihindari atau diberikan secara hati-hati

b) tekanan darah diturunkan secara perlahan dengan cara: dosis awal yang lebih rendah dan peningkatan dosis yang lebih kecil dengan interval yang lebih panjang dari biasanya pada penderita dewasa muda

c) pilihan obat secara individual berdasarkan kondisi penyerta

A.1. Diuretik

Tiazid dapat merupakan pilihan pertama. Sebaiknya diberikan satu kali dalam sehari dalam dosis kecil dan dinaikkan (bila perlu) setelah waktu yang cukup. Dosis hidroklorotiazid 12,5 mg atau klortalidon 25 mg sehari umumnya memuaskan. Harus diingat bahwa pemberian berlebihan dapat menimbulkan hipokalemia. Hipokalemia dapat dihindarkan dengan pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolakton atau dengan memberikan substitusi kalium, terutama pada penderita penyakit jantung koroner dan penderita yang juga memakai preparat digitalis. Efek samping lain yang perlu diingat adalah bahwa golongan tiazid dapat mencetuskan hiperglikemia dan serangan gout. Efek hipotensif diuretik diantagonisasi oleh OAINS melalui hambatan sintesis prostaglandin yang bersifat vasodilator dan berperan penting dalam metabolisme air dan garam. Pada akhirnya, OAINS menyebabkan retensi natrium dan air serta mengurangi efek hampir semua antihipertensi.

A.2. b-bloker

Variasi individu farmakokinetik b-bloker sangat nyata sehingga penyesuaian dosis perlu diperhatikan dengan cermat. Efek non-terapi ringan cukup sering terjadi, dan yang paling penting pada kaum usia lanjut adalah hipotensi postural, bradikardia, dan asma bronkiale. Penghentian tiba-tiba setelah

341

Page 45: Bab X Psiko Geriatri

penggunaan jangka panjang kadang-kadang dapat menyebabkan hipersensitivitas simpatis sementara seperti takikardia.

Kelompok obat b-bloker dapat dibagi menjadi dua yaitu yang bekerja pada reseptor b1 (b-bloker selektif) dan b2 (b-bloker nonselektif). b-bloker nonselektif yang dapat dipakai berupa propanolol 20 mg, 2 kali sehari dengan dosis maksimum 120 mg atau sotalol 40 mg, 2 kali sehari. Sedangkan b-bloker selektif dapat berupa atenolol 25 mg sekali sehari dengan dosis maksimum 100 mg atau metoprolol 25 mg sekali sehari dengan dosis maksimum 200 mg. Yang perlu diingat adalah bahwa denyut nadi tidak boleh kurang dari 45 kali per menit sebelum terapi, dan kontraindikasinya yaitu gangguan aliran nafas dan gagal jantung. Ekskresi atenolol dan sotalol bergantung pada fungsi ginjal sehingga dosis harus diturunkan sampai 50% bila nilai klirens kreatinin di bawah 30 ml/menit.

Efek antihipertensi b-bloker berlangsung lebih lama daripada bertahannya kadar dalam plasma sehingga kadar plasma b-bloker tidak dapat digunakan sebagai pedoman terapi.

A.3. ACE-Inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor)

Pengobatan terbatas pada kaptopril 25 mg, dua kali sehari atau 12,5 mg, tiga kali sehari dan enalapril dosis rendah. Obat ini bermanfaat juga bagi gagal jantung. Eliminasi obat maupun metabolitnya melalui ginjal sehingga pada usia lanjut dengan penurunan fungsi ginjal harus diberikan secara hati-hati terutama terhadap kemungkinan terjadinya hiperkalemia.

Efek samping yang paling sering terjadi adalah batuk kering dan biasanya terjadi pada malam hari. Efek ini bersifat reversibel bila pemberian obat dihentikan.

A.4. Antagonis Kalsium

Kalsium antagonis adalah segolongan obat yang dipakai pada penyakit jantung koroner yang juga mempunyai efek hipotensif terutama pada orang hipertensi. Dari berbagai jenis golongan obat ini, yang terbanyak dipakai ialah verapamil, diltiazem, dan nifedipin. Akhir-akhir ini, amlodipin juga semakin banyak digunakan. Perhatian perlu diberikan pada pasien dengan angina tidak stabil. Golongan obat ini kurang memberikan manfaat bila dikombinasikan dengan obat lain.

Metabolisme yang hampir sempurna oleh hati menunjukkan bahwa penggunaan harus hati-hati pada penderita sirosis hepatis dan usia lanjut. Ekskresi lewat ginjal yang kecil menunjukkan tidak perlunya perubahan dosis pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Obat golongan ini tidak mempunyai efek samping metabolik baik terhadap lipid, karbohidrat, maupun asam urat.

B. Pengobatan Hiperlipidemia pada Usia Lanjut

342

Page 46: Bab X Psiko Geriatri

Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain:- Resin à menghambat sirkulasi enterohepatik- Statin à menghambat sintesis kolesterol- Asam fibrat à meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase- Asam nikotinat à menekan lipolisis- Probukol à mencegah oksidasi LDL (bersifat sebagai antioksidan)

Pilihan obat yang umum digunakan adalah HMG-CoA-reduktase, misalnya simvastatin dengan dosis serendah mungkin (10 mg, satu kali sehari).

C. Penggunaan Obat Kardiovaskular pada Usia Lanjut

C.1. Glikosida Jantung

Sifat farmakodinamik utama digitalis adalah inotropik positif yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.

Masalah timbul dari meningkatnya waktu paruh digoksin akibat usia lanjut maupun kondisi patologi yang menyertai seperti penurunan fungsi ginjal yang penting untuk tahap ekskresi obat ini. Dosis toksik dan dosis terapi berdekatan sehingga memiliki “margin of safety” yang rendah.

Interaksi dengan diuretik boros kalium dapat berakibat toksik terhadap jantung. Efek samping dapat dikelompokkan sebagai efek samping susunan saraf pusat (kebingungan, mual, muntah, pusing) dan efek samping kardiovaskular (bradikardia, ekstrasistol, dan aritmia). Kadang-kadang dapat terjadi ginekomastia. Untuk penilaian efektivitas digoksin, hasil monitoring kadar digoksin plasma tidak boleh dipakai sebagai pedoman mutlak tetapi harus dikaitkan dengan penilaian penderita secara klinis.

Glikosida jantung diindikasikan untuk terapi gagal jantung dan sering diberikan dalam dosis beban (loading dose) untuk segera mengatasi gejala lalu dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan. Untuk dosis beban, digoksin dapat diberikan 0,5-0,75 mg; sedangkan untuk dosis pemeliharaan adalah 0,125-0,25 mg.

C.2. Antiangina

Antiangina dapat diberikan untuk keadaan akut atau untuk mencegah serangan. Semua obat golongan ini dapat menyebabkan hipotensi postural. Antiangina dapat berupa b-bloker, antagonis kalsium, atau sediaan nitrat.

b-bloker yang dipakai ialah yang bersifat kardioselektif. Atenolol tidak mengalami metabolisme hati yang berarti dan mempunyai masa kerja yang lama dan dapat diramalkan, karena itu dapat diberikan dalam dosis tunggal.

Kalsium antagonis relatif aman untuk usia lanjut untuk angina pasca kerja maupun nokturnal, kecuali angina tidak stabil, dan dapat digunakan untuk penderita asma. Efek samping yang tersering adalah hipotensi postural, sakit

343

Page 47: Bab X Psiko Geriatri

kepala, edema, dan konstipasi. Untuk nifedipin, sediaan lepas lambat lebih disukai pada usia lanjut. Dosis awal untuk nifedipin, verapamil, dan diltiazem berturut-turut adalah 3x5 mg, 3x40 mg, 3x60 mg.

Derivat nitrat mencakup nitrogliserin, isosorbid dinitrat, dan isosorbid mononitrat. Efek antianginanya efektif dan aman bagi pasien gagal jantung dan asma. Namun penggunaan berlebihan dapat menyebabkan toleransi dan angina yang lebih parah ketika obat dihentikan. Efek samping berupa hipotensi postural, sakit kepala. Isosorbid dinitrat merupakan derivat nitrat yang paling umum digunakan dengan dosis 5-10 mg, 3-4 kali sehari untuk pencegahan serangan dan 5-10 mg sublingual untuk serangan akut.

D. Penggunaan Antidiabetik pada Usia Lanjut

Tujuan pengobatan diabetes melitus pada usia lanjut adalah meringankan gejala, mencegah komplikasi, dan mengendalikan penyakit dalam keadaan darurat.

Prinsip pengobatan diabetes pada pasien geriatri yaitu bahwa hipoglikemia harus dihindari. Untuk pasien berumur >60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi daripada biasa (puasa <150 mg/dl dan sesudah makan <200 mg/dl). Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat. Oleh karena itu sebaiknya obat-obat yang bekerja jangka panjang tidak dipakai dan diberikan obat-obat yang mempunyai waktu paruh yang pendek tetapi bekerja cukup lama.

Berdasarkan cara kerjanya, obat hipoglikemik oral dibagi menjadi tiga golongan:Tabel 3.1. Jenis-jenis Obat Hipoglikemik Oral

Nama Obat Dosis Harian (mg)

Lama Kerja (jam)

Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):1. Sulfonilurea:

- Klorpropamid- Tolbutamid- Glibenklamid- Glipizid- Gliklazid- Glikuidon- Glimepiride

2. Glinid:- Repaglinid- Nateglinid

100-500500-20002,5-205-2080-24030-1200,5-6

1,5-6360

24-366-1212-2410-1610-2010-2024

--

344

Page 48: Bab X Psiko Geriatri

Penambah sensitivitas terhadap insulin:1. Biguanid Metformin2. Glitazon/thiazolindion

- Rosiglitazon- Pioglitazon

250-3000

4-815-45

6-8

2424

Penghambat a glukosidase Acarbose 150-300 -

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral:1. Dosis selalu dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara

bertahap.2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja, dan efek samping

obat-obat tersebut.3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya

interaksi obat.4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah

menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

Sulfonilurea

Penurunan kadar glukosa yang terjadi disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin di pankreas. Oleh karena itu, pemberian obat ini pada penderita dengan kerusakan sel b pulau Langerhans tidak bermanfaat.

Walaupun tersedia di pasar, klorpropamid tidak boleh digunakan pada usia lanjut terutama pada penderita gagal ginjal karena obat ini diekskresi cepat melalui ginjal sehingga akan tertimbun dan dapat menyebabkan hipoglikemia berat dan lama (dengan kemungkinan kerusakan otak menetap), hipotermia, dan retensi cairan.

Sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penyakit hati, ginjal, dan tiroid. Untuk mengurangi kemungkinan hipoglikemia apalagi pada orang tua, dipilih obat yang masa kerjanya paling pendek. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut.

Efek samping tersering mencakup ruam kulit dan hipoglikemia. Interaksi utama adalah dengan antikoagulan (resiko perdarahan meningkat) dan kloramfenikol (resiko hipoglikemia meningkat). Pada banyak pasien, respon terhadap sulfonilurea menurun sejalan dengan usia.

345

Page 49: Bab X Psiko Geriatri

Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea yaitu meningkatkan sekresi insulin.

Biguanid

Mekanisme kerja tidak melalui perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Glinid tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.

Kini hanya metformin yang tersedia. Obat ini dapat menyebabkan asidosis laktat pada usia lanjut dan tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung, ginjal, dan hati berat. Efek samping berupa anoreksia dan diare. Efek anoreksia ini digunakan untuk mengurangi berat badan penderita.

Glitazon/thiazolindion

Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah pentranspor glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

Penghambat a glukosidase

Obat ini secara efektif dapat mengurangi digesti karbohidrat kompleks dan absorbsinya sehingga pada pasien diabetes dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak nmempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu.

Efek samping berupa perut kurang enak, lebih banyak flatus, dan kadang-kadang diare yang akan berkurang setelah pengobatan lebih lama.

Insulin

Insulin dikelompokkan menjadi kerja singkat, menengah, lama, dan kombinasinya. Untuk lanjut usia dan rumatan, sekali suntik dalam sehari lebih baik daripada dua kali atau lebih. Dosis insulin pada usia lanjut harus selalu disesuaikan dengan perubahan nutrisi dan berpegang pada prinsip bahwa mencegah hipoglikemia lebih penting daripada hiperglikemia.

E. Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) pada Usia Lanjut

Golongan obat ini banyak digunakan dalam regimen terapi penyakit sendi seperti osteoartritis, artritis reumatoid, dan artritis gout. Banyak tersedianya OAINS menyulitkan pemilihan obat yang rasional. Banyak di antaranya menimbulkan interaksi yang serius dengan obat lain seperti antikoagulan warfarin. Semua OAINS menyebabkan gangguan saluran cerna termasuk

346

Page 50: Bab X Psiko Geriatri

perdarahan. Jika suatu jenis OAINS tidak efektif, lebih baik ganti dengan jenis lain daripada melanjutkan dengan dua macam obat.

Klasifikasi OAINS: - Derivat asam salisilat

Biasanya sangat efektif namun sering menimbulkan mual, muntah, diare, perdarahan saluran cerna. Kaum usia lanjut besar kemungkinannya untuk menderita tinitus dan pusing. Gangguan saluran cerna dapat dikurangi dengan sediaan salut enterik.Aspirin tidak boleh diberikan pada penderita dengan kerusakan hati berat, defisiensi vitamin K, dan hemofilia sebab dapat menimbulkan perdarahan.

- Derivat pirazolonTermasuk dalam golongan ini adalah fenilbutazon, oksifenbutazon, dan azapropazon. Selain efek samping saluran cerna, golongan ini dapat menimbulkan retensi cairan dan NaCl. Ini dapat menimbulkan volume plasma meningkat dengan akibat resiko serangan gagal jantung akut pada usia lanjut yang sakit jantung. Walaupun daya inflamasi cukup baik dan relatif ekonomis, efek samping terhadap sumsum tulang dan hematopoesis sangat mengganggu. Efek ini dapat berupa anemia aplastik yang sering terutama pada usia lanjut, sedangkan agranulositosis lebih sering terjadi pada dewasa muda. Jika tidak perlu sekali, sebaiknya obat ini tidak diberikan pada usia lanjut.

- Derivat asam asetatIndometasin relatif sering menimbulkan dispepsia dan iritasi lambung dibandingkan OAINS lain. Efek samping lain adalah nyeri kepala, bingung, pusing, dan retensi cairan. Diklofenak dan fenklofenak memiliki sifat farmakologik yang sama dengan efek samping yang lebih rendah.

- Derivat asam propionatDerivat ini mencakup ibuprofen, ketoprofen, dan naproksen. Absorbsi obat golongan ini cukup baik dan fraksi yang terikat protein plasma cukup tinggi. Karena ikatan protein-obat terjadi di tempat lain daripada ikatan obat hipoglikemik dan antikoagulan oral, maka interaksi antara obat-obat ini tidak begitu bermakna secara klinis. Secara umum, derivat propionat lebih sedikit menimbulkan efek samping gastrointestinal dibanding salisilat.

- Derivat asam fenamatObat ini sering menimbulkan diare pada usia lanjut dan dapat mengakibatkan dehidrasi. Contoh golongan obat ini adalah asam mefenamat dan meklofenamat.

- Derivat oksikamContoh yang umum adalah piroksikam. Obat ini mempunyai masa kerja yang panjang sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Perlu diperhatikan bahwa hambatan terhadap biosintesis prostaglandin yang penting untuk homeostasis pada mukosa lambung mungkin mengandung resiko yang lebih besar dibanding OAINS masa kerja pendek.

Tabel 3.2. Resiko dan Kontraindikasi Relatif OAINS pada Usia LanjutKeadaan Keterangan

1. Usia sangat lanjut a. Resiko toksik sistem hematopoetik akan sangat bertambah pada pemberian fenilbutazon dan oksifenbutazon.

347

Page 51: Bab X Psiko Geriatri

2. Hipertensi dan CHF (Congestive Heart Failure)

3. Fungsi hepar yang sangat menurun

4. Fungsi ginjal yang sangat menurun

5. Ulkus peptikum

6. Asma

7. Anemia refrakter, diskrasia darah

8. Diare

b. Presipitasi decompensatio cordis dengan fenilbutazon dan oksifenbutazon.

Fenilbutazon dan oksifenbutazon menambah kemungkinan retensi cairan.Resiko toksik akan bertambah dengan semua OAINS karena hampir semua OAINS menjalani metabolisme hepar.Resiko toksik akan bertambah dengan OAINS yang juga diekskresi melalui ginjal seperti aspirin, azapropazon.Semua OAINS bersifat iritan terhadap mukosa lambung dan seringkali menimbulkan eksaserbasi ulkus dan juga perdarahan gastrointestinal. Hampir semua OAINS menimbulkan gejala asma pada penderita yang sensitif dengan menurunkan FEV1.Pemberian fenilbutazon dan oksifenbutazon dapat meningkatkan toksik terhadap sistem hematopoetik.OAINS sejenis asam mefenamat dapat memperberat diare.

F. Penggunaan Kortikosteroid pada Usia Lanjut

Walaupun kortikosteroid digunakan dengan indikasi yang sama dengan indikasi pada orang muda, kaum usia lanjut memperlihatkan kerentanan terhadap banyak efek samping. Kebanyakan efek samping ini hilang bila obat dihentikan, tetapi ada juga yang tidak dapat pulih. Di antaranya adalah berkurangnya massa tulang, hipertensi, kambuhnya tukak lambung, memburuknya diabetes melitus, dan berkurangnya ketahanan terhadap infeksi. Karena alasan inilah kortikosteroid tidak boleh diberikan pada usia lanjut kecuali benar-benar diperlukan. Pengobatan dengan steroid mencakup indikasi yang luas, misalnya injeksi intraartikular untuk artritis, krim untuk dermatitis, tetes mata, obat hirup untuk asma. Karena cakupan yang luas ini, dosis dan lama pengobatan disesuaikan dengan masing-masing kondisi fisiopatologis penderita.

G. Penggunaan Antimikroba pada Usia Lanjut

Secara umum indeks terapi antimikroba cukup lebar. Keberhasilan terapi dengan antimikroba pada usia lanjut dipengaruhi oleh keadaan imunitas dan kondisi patologis lain yang menyertai. Pada usia lanjut, dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang ditandai dengan malfungsi dan deteriorisaasi sel-sel T yang berperan dalam imunitas seluler. Kadar IgM juga sangat menurun. Adanya penyakit-penyakit seperti diabetes mellitus,

348

Page 52: Bab X Psiko Geriatri

malnutrisi, dan pengobatan dengan sitostatika akan menyebabkan kemunduran reaksi pertahanan tubuh dan umumnya infeksi lebih berat dan lebih sulit untuk diatasi. Pemilihan antibiotika juga harus hati-hati, misalnya penggunaan kloramfenikol bersama sullfonamida akan menyebabkan potensiasi kerja obat sulfonilurea.

Efek non-terapi sering terjadi walaupun kebanyakan ringan (misalnya reaksi kulit). Obat yang ototoksik atau nefrotoksik seperti aminoglikosida sedapat mungkin dihindari atau dosisnya dikurangi. Tetrasiklin dapat meningkatkan urea darah dan berbahaya pada gangguan ginjal. Tetrasiklin dan sulfadiazin dapat mengganggu aktivasi sistem komplemen sehingga hal ini berarti pula penghambatan kerja bakterisidal fisiologik.

Terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian antimikroba:1. Ratio untung/rugi (benefit/risk ratio)

Pertimbangan untung/rugi ini harus diterapkan lebih ketat pada usia lanjut. Aminoglikosida, tetrasiklin, amfoterisin-B, dan vankomisin yang disekresi melalui ginjal perlu mendapat perhatian khusus. Perlu diperoleh data dasar dan periodik dari klirens kreatinin. Pada usia lanjut mungkin pula disertai dengan gangguan kardiovaskular, hepar, gatrointestinal, endokrin, atau anemia. Semua keadaan ini perlu dipertimbangkan pada pemilihan dan pemakaian antibiotik.

2. Keterbatasan penggunaan bakteriostatikTujuan penggunaan antibiotik adalah memusnahkan mikroorganisme. Pada pemakaian bakteriostatik, diperlukan bantuan pertahanan tubuh untuk proses eliminasi total kuman-kuman dari tubuh. Pada usia lanjut, proses eliminasi ini mungkin kurang adekuat sehingga untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal sebaiknya diberikan preferensi untuk menggunakan bakterisida.

3. Pembatasan lama pemakaian antibiotika Masalah kapan menghentikan terapi timbul bila tidak ditemukan suatu

kausa yang jelas dari kelainan penderita Suatu pedoman yang dapat dipakai adalah meneruskan obat selama lima hari setelah penderita tidak demam lagi bila infeksi diduga disebabkan oleh bakteri. Pemberian antimikroba yang lama tanpa indikasi yang jelas akan memperbesar kemungkinan superinfeksi dan membahayakan keadaan penderita. Oleh karena itu, usaha ke suatu diagnosis yang pasti perlu ditingkatkan.

4. Memperhatikan interaksi antibiotika dengan obat yang lainContoh yang umum adalah interaksi antara kloramfenikol dengan sulfonilurea yang dapat mempotensiasi kerja sulfonilurea. Kloramfenikol juga menghambat enzim hati yang merusak fenitoin sehingga meningkatkan kadar fenitoin. Tetrasiklin dan sulfonilurea akan meningkatkan toksisitas pada hepar.

Peranan Sefalosporin Generasi Keempat pada Infeksi Geriatri

Jika kaidah-kaidah pemberian antimikroba terhadap penyakit infeksi apapun diikuti dengan seksama, maka efektivitas terapi akan tercapai dengan baik, efek samping tidak terjadi, dan mikroba sulit menjadi resisten.

349

Page 53: Bab X Psiko Geriatri

Pola infeksi yang umum (di saluran nafas, kulit, dan lain-lain) pada pasien geriatri lebih banyak disebabkan oleh mikroba gram negatif seperti H.influenzae, M.catarrhalis, E.coli, P.aeruginosa, P.mirabilis, K.pneumoniae. Sedangkan mikroba gram positif adalah S.pneumoniae, Staphylococcus spp.

Untuk mengatasi infeksi-infeksi di atas, diperlukan suatu antimikroba yang tepat secara empirik dan tidak berinteraksi negatif dengan obat-obat lain yang rutin dikonsumsi oleh pasien geriatri. Pada infeksi yang berat dimana pasien harus dirawat di bangsal rumah sakit maupun ruang ICU, atau menderita infeksi nosokomial (terbanyak oleh P.aeruginosa), maka diperlukan suatu antimikroba yang ampuh dan berspektrum luas dengan dosis yang tepat dan aman. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat atau deteksi yang dini serta pengobatan yang cepat sangat diperlukan dalam penanganan infeksi pada pasien geriatri ini.

Sefalosporin generasi keempat (cefepime dan cefpirome) merupakan suatu antimikroba golongan beta laktam yang memenuhi persyaratan di atas karena mempunyai spektrum yang sangat luas termasuk anti-Pseudomonas dan dapat diberikan pada infeksi berat, keadaan immunocompromised, atau neutropenia, serta bersifat bakterisidal yang kuat dengan resistensi yang sangat minimal, dan mempuyai farmakokinetik dan farmakodinamik yang baik.

Oleh karena obat ini diekskresikan melalui ginjal, maka pada pasien geriatri dengan penurunan fungsi ginjal dimana klirens kreatinin antara 40-60 ml/menit (insufisiensi sedang), dosis dapat diatur sebagai berikut: dosis awal (loading dose) tetap sama atau tidak diubah, tetapi dosis lanjutan (maintenance dose) diturunkan 50%. Bila klirens kreatinin antara 10-40 ml/menit (insufisiensi berat), maka dosis diturunkan 50% dan interval waktu pemberian diperpanjang jadi dua kali lipat.

XI.4. PRINSIP PEMBERIAN OBAT PADA USIA LANJUT

Ada tiga faktor yang menjadi acuan dasar dalam proses peresepan obat:1. Diagnosis dan patofisiologi penyakit2. Kondisi dan konstitusi tubuh atau organ3. Farmakologi klinik obat

Setelah diagnosis ditegakkan, perlu dibuat pemetaan proses patofisiologis yang sedang berlangsung. Secara farmakologik, dipilih obat-obat yang sesuai dengan kondisi atau konstitusi organ pasien. Dengan kaidah-kaidah farmakologi klinik (farmakokinetik dan farmakodinamik), ditentukan dosis, cara, frekuensi, lama pemakaian, serta cara penghentian obat.Lima kriteria pokok pemakaian obat secara rasional adalah:

1. Tepat indikasi2. Tepat pasien3. Tepat obat4. Tepat dosis (cara dan lama pemberian)5. Waspadai efek samping obat

Adapun prinsip-prinsip pemberian obat pada usia lanjut pada hakekatnya sama dengan pada penderita muda dengan beberapa modifikasi berdasarkan adanya

350

Page 54: Bab X Psiko Geriatri

perubahan-perubahan yang khusus terdapat pada usia lanjut sebagaimana telah diuraikan di atas.

Prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut:1. Tinjau apakah perlu untuk dimulainya suatu terapi farmakologi.

a. Tidak semua penyakit yang dialami oleh pasien geriatri perlu penanganan secara medis.

b. Kalau bisa, hendaknya penggunaan obat dihindarkan, tetapi jangan pula menunda suatu terapi farmakologis bilamana penyakit pasien tersebut memerlukan penatalaksanaan farmakologis dengan segera untuk meningkatkan kualitas hidup pasien tersebut.

c. Terapi hendaknya disesuaikan dengan diagnosa.2. Perhatikan riwayat dan kebiasaan penggunaan obat pasien.

a. Pasien seringkali berobat pada dokter yang berbeda-beda.b. Pengetahuan tentang terapi yang sudah diterima oleh pasien baik yang

diresepkan oleh dokter maupun yang tidak diresepkan sangat membantu dalam mengantisipasi terjadinya interaksi obat.

c. Kebiasaan merokok, minum alkohol dan kafein dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap obat.

3. Pengetahuan tentang farmakologi obat yang akan diresepkan.a. Gunakan sesedikit mungkin obat tetapi efektif daripada menggunakan banyak

macam obat tetapi tidak efektif.b. Hati-hati pada perubahan fisiologis yang terkait usia.

4. Berikan dosis obat yang rendah.a. Dosis standar terlalu besar untuk pasien geriatri.b. Metabolisme obat oleh hati belum dapat diprediksi, sedangkan ekskresi obat

melalui ginjal cenderung menurun pada pasien geriatri.5. Titrasi dosis obat berdasarkan respon pasien terhadap terapi.

a. Mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan sampai dosis yang adekuat tercapai.

b. Efek samping obat yang tidak diinginkan membatasi peningkatan dosis.c. Gunakan dosis yang cukup. Hal ini penting pada pasien-pasien yang mengalami

rasa nyeri yang hebat yang terkait dengan keganasan.d. Kadangkala terapi kombinasi lebih efektif daripada terapi dengan satu macam

obat.6. Sederhanakan regimen pemberian obat.

a. Hindari regimen pemberian obat yang rumit. Sekali sehari atau dua kali sehari adalah regimen pemberian obat yang ideal.

b. Berikan label pada obat yang sesuai, atau jika mungkin berikan tempat yang mudah untuk diingat untuk tiap macam obat.

c. Berikan penjelasan yang cukup kepada pasien mengenai obat yang diberikan.d. Sarankan pasien untuk membuang obat-obatan yang sudah lama.e. Perlunya supervisi pemantauan minum obat oleh tetangga, keluarga, teman, atau

tenaga medis.7. Tinjau ulang rencana pengobatan, hentikan obat-obat yang sudah tidak diperlukan

(tiap tiga sampai enam bulan).8. Ingat, obat dapat pula menyebabkan penyakit.

XI.5. KESIMPULAN

351

Page 55: Bab X Psiko Geriatri

Ada banyak faktor yang mempengaruhi respon akhir penderita usia lanjut terhadap suatu obat. Faktor-faktor ini yaitu perubahan aspek farmakokinetik dan farmakodinamik pada penderita usia lanjut. Efek samping atau toksisitas obat lebih mudah terjadi pada usia lanjut akibat kemunduran metabolisme dalam tubuh yang mengatur detoksifikasi obat. Jadi untuk memberikan suatu pengobatan yang rasional, diperlukan pengetahuan medis yang baik serta pemahaman keadaan penderita secara menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Ahronheim, JC. (2000). Special problems in geriatrics patient. Cecil’s textbook of medicine. In: Goldman L, Bennett SC (editors). WB Saundes Company.

Asril Bahar. (2005). Peranan sefalosporin generasi keempat pada infeksi geriatri. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1995). Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1996). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Erton AN, Overstall PW. (1979). Principles of drug therapy. Guidelines in geriatrics medicine. Vol 1. University Rock Press.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Sebagai panduan penatalaksanaan diabetes melitus bagi dokter maupun edukator. Editor: DR. Dr. Sidartawan Soegondo dkk. Cetakan ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hazzard, WR et al. (1990). Principles of geriatric and gerontology. Second edition. New York: McGraw-Hill.

Katzung BG. (1989). Special aspects of geriatrics. Pharmacology and clinical pharmacology. 4th edition. Prentice-Hall Int Inc.

Lonergan, ET. (1996). A lange clinical manual geriatrics. San Fransisco: Prentice-Hall International Inc.

Martono, HH et al. (2004). Buku ajar geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). In: R. Boedhi-Darmojo, H.Hadi Martono (ed). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

352

Page 56: Bab X Psiko Geriatri

Ofterhaus L. (1997). Obat untuk kaum lansia (terjemahan). Edisi 2. World Health Organization. Bandung: Penerbit ITB.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk praktis pengelolaan DM..

Suherman SK, et al. (1983). Simposium obat pada usia lanjut. Jakarta: Ikatan Ahli

Farmakologi Indonesia.

Wilmana. (1979). Problem geriatri dalam terapi obat. Acta Medica Indonesiana X.

www.biopsychiatry.com/pharmacogenetics.htm

www.geneticalliance.rg/ws_display.asp?filter=resources_glossary_pharma-cogenetics

www.merck.com/mrkshared/mm_geriatrics/sec1/ch6.jsp

www.phpc.cam.ac.uk/epg/IPP.html

353