STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

15
eJournal Sosiatri-Sosiologi 2021, 9 (1): 170-184 ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2021 STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN KE ERA PERTAMBANGAN BATUBARA DI DESA MULAWARMAN KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Abdurrahman Sidik 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan pola perubahan mode produksi yang terjadi pada kondisi Desa Mulawarman dari sejarahnya sebagai desa tranmigrasi dan dijuluki sebagai daerah lumbung padi sampai akhirnya berubah menjadi daerah yang di kepung area pertambangan batu bara. Penelitian ini menggunakan jenis metode kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan politik pada masyarakat yang lekat dengan corak agraris beralih menjadi budaya industri di Desa Mulawarman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa sejak ditetapkannya Desa Mulawarman sebagai desa transmigrasi tidak serta merta langsung menemui keberhasilan, konflik horizontal terjadi antar sesama transmigran dari berbagai daerah pada generasi pertama transmigrasi di desa ini, dan kemudian berhasil menemui kejayaannya sebagai daerah lumbung padi. Sampai akhirnya masyarakat harus melepaskan mekanisme ikatan sosialnya dengan tanah dan berubahnya nilai-nilai tradisi agraris sejak terbitnya izin tambang dan beroperasi perusahaan pertambangan hampir di seluruh wilayah Desa Mulawarman dan mengubahnya menjadi area pertambangan batu bara. Dalam proses perjalanannya juga menemui konflik-konflik horizontal ataupun vertikal dengan masyarakat lainnya dan juga dengan pihak perusahaan. Kata Kunci : Mode Produksi, Transmigrasi, Pertanian, Pertambangan Batu Bara, Konflik Sosial. Pendahuluan Pertambangan batu bara di Tenggarong Seberang mulai beroperasi di tahun 1982. Pada tahun awal beroperasinya perusahaan tambang batu bara sebenarnya mampu berjalan berdampingan dengan lahan-lahan pertanian warga karena pengoperasian sistem pertambangan menggunakan sistem (underground mining) atau sistem pertambangan yang menggunakan jalur terowongan bawah tanah dalam menggali hasil tambangnya, sehingga tidak menimbulkan dampak yang signifikan pada kualitas tanah yang ada dipermukaan. Hadirnya perusahaan tambang batu bara meningkatkan jumlah pendatang dari beberapa daerah. Tenggarong Seberang menjadi kawasan yang banyak dihuni oleh beragam suku, diantaranya; Suku Jawa, Bali, Kutai, Dayak, Banjar, Bugis, Lombok, Sunda, dan beberapa suku dari Sumatera. Meningkatnya jumlah 1 Mahasiswa Program S1 Sosiatri-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: [email protected]

Transcript of STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

Page 1: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi 2021, 9 (1): 170-184 ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2021

STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA

PERTANIAN KE ERA PERTAMBANGAN BATUBARA DI

DESA MULAWARMAN KECAMATAN TENGGARONG

SEBERANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Abdurrahman Sidik1

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan pola

perubahan mode produksi yang terjadi pada kondisi Desa Mulawarman dari

sejarahnya sebagai desa tranmigrasi dan dijuluki sebagai daerah lumbung padi

sampai akhirnya berubah menjadi daerah yang di kepung area pertambangan batu

bara. Penelitian ini menggunakan jenis metode kualitatif yang bertujuan untuk

menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan politik pada masyarakat yang lekat

dengan corak agraris beralih menjadi budaya industri di Desa Mulawarman,

Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. Hasil dari

penelitian ini menunjukan bahwa sejak ditetapkannya Desa Mulawarman sebagai

desa transmigrasi tidak serta merta langsung menemui keberhasilan, konflik

horizontal terjadi antar sesama transmigran dari berbagai daerah pada generasi

pertama transmigrasi di desa ini, dan kemudian berhasil menemui kejayaannya

sebagai daerah lumbung padi. Sampai akhirnya masyarakat harus melepaskan

mekanisme ikatan sosialnya dengan tanah dan berubahnya nilai-nilai tradisi agraris

sejak terbitnya izin tambang dan beroperasi perusahaan pertambangan hampir di

seluruh wilayah Desa Mulawarman dan mengubahnya menjadi area pertambangan

batu bara. Dalam proses perjalanannya juga menemui konflik-konflik horizontal

ataupun vertikal dengan masyarakat lainnya dan juga dengan pihak perusahaan.

Kata Kunci : Mode Produksi, Transmigrasi, Pertanian, Pertambangan Batu Bara,

Konflik Sosial.

Pendahuluan

Pertambangan batu bara di Tenggarong Seberang mulai beroperasi di tahun

1982. Pada tahun awal beroperasinya perusahaan tambang batu bara sebenarnya

mampu berjalan berdampingan dengan lahan-lahan pertanian warga karena

pengoperasian sistem pertambangan menggunakan sistem (underground mining)

atau sistem pertambangan yang menggunakan jalur terowongan bawah tanah

dalam menggali hasil tambangnya, sehingga tidak menimbulkan dampak yang

signifikan pada kualitas tanah yang ada dipermukaan.

Hadirnya perusahaan tambang batu bara meningkatkan jumlah pendatang

dari beberapa daerah. Tenggarong Seberang menjadi kawasan yang banyak dihuni

oleh beragam suku, diantaranya; Suku Jawa, Bali, Kutai, Dayak, Banjar, Bugis,

Lombok, Sunda, dan beberapa suku dari Sumatera. Meningkatnya jumlah

1 Mahasiswa Program S1 Sosiatri-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Mulawarman. Email: [email protected]

Page 2: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

Studi Perubahan Mode Produksi dari Era Pertanian ke Era Pertambangan (Sidik)

171

penduduk tidak jarang memicu gesekan dan konflik baik antar masyarakat maupun

masyarakat dengan perusahaan. Konflik yang sering terjadi yakni perebutan lahan

pertanian milik masyarakat dengan lahan pertambangan batu bara.

Perubahan-perubahan akibat adanya industri pertambangan batu bara yang

ada di Kecamatan Tenggarong Seberang terjadi hampir di seluruh desa yang

menjadi konsesi dari pertambangan batu bara. Salah satu contoh kasus adalah yang

terjadi di Desa Kerta Buana, desa ini adalah salah satu desa yang letaknya

bersinggungan langsung oleh konsesi perusahaan pertambangan batubara. Desa ini

mayoritas dihuni oleh penduduk transmigran dari Bali dan Lombok. Desa Kerta

Buana menjadi salah satu desa yang termarjinalkan akibat adanya industri

pertambangan batubara. Akibat sistem penambangan terbuka (open pit), lahan-

lahan pertanian warga ikut terkena imbasnya, limbah-limbah buangan dari batu

bara telah tercampur dengan saluran-saluran irigasi warga yang digunakan untuk

mengairi sawah-sawah mereka. Hal ini tentu saja mempengaruhi kualitas padi

yang dihasilkan dan hasil panen petani tidak sesuai dengan ongkos produksi

pertanian. Dan beberapa petani di Desa Kerta Buana akhirnya menjual tanah-tanah

mereka kepada perusahaan secara sukarela ataupun terpaksa. Perusahaan-

perusahaan melihat bahwa lahan pertanian warga mengandung batu bara yang

cukup melimpah sehingga mereka mengalih-fungsikan tanah-tanah tersebut untuk

kepentingan eksploitasi penambangan batu bara.

Adanya industri ekstraktif pertambangan batu bara, tentunya memiliki

pengaruh yang cukup besar dalam aspek kehidupan sosial masyarakat sekitarnya.

Terutama pada wilayah-wilayah yang basisnya memang diperuntukkan sebagai

wilayah pertaniaan, menjadi problematika tersendiri ketika harus berdampingan

dengan pertambangan batu bara. Aktivitas pertambangan membutuhkan lahan

yang luas untuk mengambil potensi sumber daya alam yang ada, dengan cara

seperti ini otomatis juga menghancurkan ekosistem-ekosistem yang ada. Dengan

kata lain, pertambangan batubara merupakan salah satu penyebab hancurnya

sektor-sektor pertanian warga. Lebih ironis lagi ketika kabupaten Kutai

Kartanegara yang pada tahun 80an dijuluki sebagai lumbung padi Kalimantan

Timur, harus berakhir tragis ketika munculnya Perda No. 9 Tahun 2013 tentang

rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, adanya perda ini justru

semakin berpotensi membuat lahan-lahan pertanian warga dikonsesikan sebagai

kawasan pertambangan mineral dan batubara.

Sampai saat ini permasalahan tentang industri pertambangan dengan warga

sekitar yang terkena imbasnya langsung, belum menemukan titik temu. Lahan-

lahan pertanian warga justru semakin terhimpit oleh aktivitas pertambangan batu

bara dan krisis air bersih juga masih dirasakan warga sekitar. Permasalahan seperti

itu masih mudah kita jumpai terutama pada desa-desa yang ada di Tenggarong

Seberang salah satunya adalah Desa Mulawarman. Perubahan-perubahan pasca

adanya perusahaan tambang batu bara juga terjadi di desa ini. Dan oleh karena itu,

Page 3: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 1, 2021: 170-184

172

penelitian ini bermaksud untuk melihat perubahan-perubahan mode produksi dari

era pertanian dan setelah adanya industri pertambangan batu bara di Desa

Mulawarman.

Kerangka Dasar Teori

Pembentukan Tenaga Produksi

Mode produksi merupakan pendekatan ekonomi politik dalam melihat suatu

masyarakat. Metode ini berangkat dari pengkajian sejarah manusia dan masyarakat

sejak semula terbentuk. Marx bersama Engels menemukan bahwa perkembangan

sejarah masyarakat didasari oleh faktor materil yaitu produksi (menghasilkan)

sebagai sarana bertahan hidup sejak keberadaan masyarakat pertama. Mode

produksi ini memiliki dua aspek yaitu force of production (tenaga produksi) dan

relations of production (hubungan produksi) dimana yang pertama menentukan

(determinan) yang kedua.

Hubungan Produksi

Relasi sosial adalah sebuah produksi berjalan dalam ragam bentuk seiring

dengan karakter dan perkembangan dari alat produksi. (Marx, 1958:28). Secara

umum. Hubungan produksi yang ada sesuai dengan derajat perkembangan tenaga

produktif yang ada, dengan kecanggihan (jumlah) alat produksi yang ada, serta

dengan teknik dan organisasi kerja yang ada. Pada zaman perkakas batu yang

paling sederhana, hubungan produksi didasarkan pada klan yang bersama berburu

dan meramu dan untuk orientasi kolektif. Pertanian pada dasar irigasi dan dengan

bantuan perkakas besi menciptakan produk surplus yang cukup permanen yang

memungkinkan kelahiran masyarakat berkelas.

Totalitas dari relasi sosial produksi inilah yang membentuk sistem kehidupan

masyarakat yang berbeda-beda dalam setiap potongan sejarah kehidupan umat

manusia. Perkembangan dari materialitas alat produksi menjadikan relasi sosial

produksi memiliki karakter yang berbeda dan spesifik di dalam setiap fase

perkembangan sejarah masyarakat.

Intelektual dan Proses Pembentukannya

Di dunia modern, pendidikan teknis yang terikat erat dengan pekerja industri

bahkan pada tingkat primitif dan kualitatif sekalipun, dimana tiap-tiap kelas harus

membentuk basis untuk jenis baru intelektual. Sehingga sekolah adalah instrumen

tempat intelektual dari berbagai tingkatan dielaborasikan. Lebih jauh lagi, Gramsci

kemudian membuat perbedaan posisi antara intelektual kota dan desa. Menurutnya

“kaum intelektual telah berkembang seiring dengan perkembangan industri dan ini

terkait dengan prihal keuntungan dari sebuah industri. Kaum intelektual kota tidak

mempunyai inisiatif otonomis untuk menjelaskan rencana pembangunan.

Pekerjaan mereka akan mengartikulasikan hubungan antara kapitalis dengan

Page 4: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

Studi Perubahan Mode Produksi dari Era Pertanian ke Era Pertambangan (Sidik)

173

massa, dan melaksanakan eksekusi atas rencana produksi yang diputuskan oleh

staf umum industri, yang mengendalikan tahap tahap dasar pekerjaan. Secara

keseluruhan, intelektual kota sudah sangat distandarkan, intelektual kota yang

tinggi lebih mudah di identifikasikan dengan staf umum industri atau posisi vital

dalam sebuah institusi”. (Gramsci, 2013:20)

Sedangkan intelektual desa sebagaian besar adalah jenis “tradisonal” yakni

mereka yang terhubung dengan massa sosial dari masyarakat pedesaan dan borjuis

kecil di kota, utamanya kota kota kecil. Tapi belum dielaborasikan dan digerakan

oleh sistem kapitalis. Jenis intelektual ini berhubungan dengan massa petani dan

administrasi lokal dan wilayah (pengacara, notaris dan sebagainya). Karena

aktivitas ini, mereka mempunyai fungsi politik sosial yang penting, karena mediasi

profesional sulit dipisahkan dari fungsi politik”. (Gramsci, 2013:20)

Teori Hegemoni (Antonio Gramsci)

Bahasa dan ilmu pengetahuan menjadi sarana yang penting untuk melayani

kepentingan hegemonik tadi sesuai dengan sistem yang di kehendaki. Oleh karena

itu pembangunan pembangunan ilmu yang integral dengan massa menjadi sangat

penting. Karena pengalaman Kapitalisme yang berhasil mengukuhkan dominasi

kesadaranya juga tidak lepas dari peran intelektual organik dalam klas borjuis itu

sendiri. Satus hegemonik sebuah gagasan akan ditentukan oleh kolaborasinya

dengan kekuatan ekonomi politik yang material. Gramsci tidak melulu hanya

membicarakan bagaimana kelas berkuasa membangun hegemoninya, namun juga

penekan terhadap gerakan rakyat dalam upaya membangun posisi hegemoniknya

di tengah situasi kapitalisme. Hegemoni perlu difahami sebagai sebuah cara atau

strategi untuk melegitimasi kekuasaan material (power and material force) yang

sudah dibangun. Sehingga, bukan hanya gagasan yang menentukan, tetapi basis

material apa yang menyebabkan gagasan tersebut bisa bertahan. Dalam perspektif

ini, kita dapat melihat bahwa hegemoni adalah cara peneguhan kekuasaan setelah

menguasi basis produksi. Maka intelektual organik bisa kita fahami sebagai

intelektual yang merepresentasikan kelompok sosial tertentu dalam relasi produksi

yang ada dalam masyarakat, dan membawa gagasan-gagasan untuk membuat

tatanan yang ia bentuk bisa bertahan secara hegemonik.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan metode penelitian

kualitatif, yaitu penelitian yang mendeskripsikan dan memahami suatu fenomena

yang dialami langsung oleh subjek penelitian. Data yang dihasilkan dari metode

ini berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang terlibat dan

merasakan langsung perubahan-perubahan sosial yang terjadi pasca adanya

industri pertambangan batubara.

Page 5: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 1, 2021: 170-184

174

Hasil Penelitian

Perubahan Mode Produksi Dari Era Pertanian Ke Era Pertambangan Batu

Bara Di Desa Mulawarman

Mode Produksi Pada Era Pertanian Tradisional (Era Kesakralan Tanah di Periode

1980an-1990an)

Ideologi Masyarakat pada Era Pertanian Tradisional

Tanah dalam pandangan masyarakat Jawa juga di simbolkan sebagai sosok

ibu yang melahirkan sebuah kehidupan di bumi. Begitu juga masyarakat

transmigran Jawa di Desa Mulawarman memaknai tanah sebagai tempat lahirnya

tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber dari kehidupan manusia di muka bumi,

sehingga mereka menghormati kedudukan dari tanah dan tidak menganggapnya

sebagai komiditas jual-beli. Menurut Keterangan Mbah Kholil, sebagai tokoh

masyarakat dan tokoh agama di Desa Mulawarman, mengatakan :

“Kami sebagai orang jawa menganggap tanah itu yaa sebagai ibu, karena dia

melahirkan berbagai macam tumbuhan termasuk padi. Jadi kami betul-betul

menghormati kedudukan dari tanah tersebut yang telah memberi kami

kehidupan. Tujuan kami bertani ya sebetulnya untuk memenuhi kehidupan

sehari-hari, bukan semata-mata ingin mencari keuntungan dari situ”

Para pemuda dan juga para ibu rumah tangga masih berkecimpung di seputar

dunia pertanian membantu pekerjaan di area persawahan. Kolektifitas dan

kebersamaan antar sesama masyarakat dapat dilihat pada corak masyarakat

agrikultur yang tidak mendikotomiskan peran perempuan ataupun laki-laki dalam

bekerja sehingga tercipta harmonisasi antar hubungan manusia dengan manusia

dan manusia dengan alamnya.

Praktik Budaya pada Era Pertanian Tradisional

Keseharian masyarakat desa memang selalu berkecimpung di dunia

pertanian. Kegiatan ini dilakukan setiap hari bersama-sama dan bahu-membahu

dalam proses penanaman padi. Kegiatan gotong royong seperti ini yang akhirnya

menciptakan suatu tradisi budaya yaitu, Tradisi Baritan atau tradisi orang-orang

Jawa pada saat prosesi penanaman padi. Tradisi Baritan sendiri merupakan tradisi

yang sudah turun-temurun dilakukan bersama-sama pada kalangan masyarakat

Jawa yang berprofesi sebagai petani. Tradisi ini bermakna sebagai sedekah bumi

dan wujud ucapan doa kepada Sang Hyang Widi agar tanah mereka diberikan

kesuburan dan keberhasilan dalam hasil panen. Dalam tradisi masyarakat Jawa

sendiri, tanaman padi memiliki arti sebagai perwujudan seorang dewi. Dalam

mitologi perwayangan kuno, dewi ini bernama Dewi Sri Pohaci yang menjelma

sebagai tanaman padi yang tertinggal oleh seorang petani ketika masa panen. Dewi

ini ditemukan menangis ditengah area persawahan oleh seorang kakek tua yang

melintasi area tersebut. Setelah kakek itu mendekat, lalu dewi itu berubah menjadi

tanaman padi yang tertinggal oleh petaninya. Dalam versi lain, sosok Dewi Sri

Page 6: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

Studi Perubahan Mode Produksi dari Era Pertanian ke Era Pertambangan (Sidik)

175

Pohaci juga digambarkan menjelma sebagai seekor ular yang ada di persawahan

yang bertugas melindungi tanaman padi warga dari serangan hama-hama seperti

tikus. Cerita ini begitu dimaknai oleh seorang petani saat itu, sehingga mereka

sangat menghormati kedudukan dari tanaman padi tersebut dan tidak pernah

menyia-nyiakan walau hanya sebutir padi. (Menurut Keterangan Mbah Kholil,

Tokoh Masyarakat Desa Mulawarman).

Nilai-nilai dalam Tradisi Baritan juga kerap kali dibarengi dengan nilai-nilai

keagamaan seperti membaca sholawat nabi dan membaca doa-doa secara Islami.

Setiap tahunnya masyarakat juga mengadakan acara Bersih Desa dengan tujuan

mendoakan kesejahteraan dan kemakmuran desa agar tetap lestari dan sejahtera

masyarakatnya. Acara Bersih Desa biasa dilakukan pada pertengahan bulan

oktober sekaligus pada saat setelah Tradisi Baritan selesai dilakukan. Kegiatan ini

juga diramaikan oleh kesenian khas Jawa seperti pagelaran wayang kulit yang

biasanya menampilkan cerita tentang mitologi Jawa kuno yang berkaitan dengan

pertanian seperti cerita Dewi Sri Pohaci. (Menurut Keterangan Pak Mulyono,

Kades Desa Mulawarman)

Kondisi Desa pada Era Pertanian Tradisional

Desa Mulawarman mulai berbenah dan menemui era kejayaannya di sektor

pertanian sekaligus ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kutai

Kartanegara pada tahun 1985 sebagai daerah penghasil padi atau lumbung padi di

Kabupaten Kutai Kartanegara. Jumlah lahan produksi dari sektor pertanian di desa

ini mencapai 500 Ha dan menghasilkan sekitar 7.000 - 8.000 Ton padi kering

setiap tahunnya. (Menurut keterangan Mulyono, Kades Desa Mulawarman).

Namun sekitar tahun 1990an, masyarakat kembali menemui permasalahan

terkait kepemilikan tanah yang juga kerap kali dialami warga. Salah satu

penyebabnya terjadi karena munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 terkait kepemilikan tanah yang harus dibuktikan dengan sertifikat tanah.

Beberapa warga yang sejak tahun 80an bisa menggarap tanah sesuai

kemampuannya, harus dibatasi dengan adanya peraturan tersebut. Tidak jarang hal

ini menyebabkan tumpang tindih kepemilikan lahan warga dan memicu konflik

dengan warga lainnya. (Menurut Keterangan Pak Tamsir, Ketua Gapoktan)

Mode Produksi Pada Era Underground Mining (Era Pergeseran Makna Keskralan

Tanah di Periode 2001-2005)

Ideologi Masyarakat pada Era Undergorund Mining

Sejak masuknya perusahaan pada tahun 2000 untuk mengeksplorasi dan

beroperasi menggunakan sistem underground mining (penambangan bawah tanah)

pada tahun 2001-2005. Pandangan masyarakat Desa Mulawarman lambat laun

mulai berubah dalam memandang nilai pada tanah dan tanaman padi. Akibat

hadirnya perusahaan tambang tersebut, pola pikir masyarakat memandang nilai

Page 7: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 1, 2021: 170-184

176

tanah berubah, dari yang awalnya memandang tanah secara sakral sebagai sumber

kehidupan dan kemakmuran beralih menjadi nilai jual yang tinggi. Hal ini

dikarenakan, perusahaan mulai melakukan pembebasan lahan-lahan pertanian

warga untuk tujuan pengoperasian pertambangan batu bara. Ganti rugi lahan

pertanian warga sendiri, dihargai dengan jumlah yang fantastis yaitu sekitar 500-

600 juta rupiah untuk setiap hektarnya. Sehingga, banyak warga yang tergiur

dengan jumlah uang tersebut dan mengubah pola pikir masyarakat terhadap nilai

tanah. (Menurut Keterangan Pak Suwardi, Tranmigran dari Jawa Tengah)

Praktik Budaya pada Era Underground Mining

Beberapa lahan pertanian warga yang telah dibebaskan oleh perusahaan dan

telah beralih fungsi menjadi area pertambangan bawah tanah memang tidak begitu

mempengaruhi dalam proses penanaman padi warga. Karena sistem ini, tidak

merusak lahan-lahan di permukaan yang digunakan oleh para petani. Namun,

banyaknya warga yang telah menjual lahannya ke perusahaan. Tentunya,

mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan setiap harinya oleh warga

desa. Masyarakat yang dahulunya menggunakan alat-alat dan bahan-bahan untuk

pertanian secara tradisional mulai beralih menggunakan alat dan bahan yang

berasal dari pabrikan. Meskipun penggunaan bahan-bahan tersebut lebih pragmatis

dan membuat proses hasil panen lebih cepat, namun lambat laun akan terjadi

pergeseran paradigma bagi para petani yang awalnya menganggap nilai padi akan

kesakralannya, beralih hanya memandang sebatas komoditas yang mempunyai

nilai jual.

Kegiatan seperti Tradisi Baritan lambat laun juga mulai menghilang karena

banyaknya warga yang menjual lahannya dan hanya tersisa beberapa orang saja

yang tidak menjual lahannya ke perusahaan. Hal ini tentunya, berdampak negatif

pada tradisi tanam padi tersebut. Tradisi bersih desa juga lambat laun hanya

dimaknai sebagai perayaan secara simbolik untuk merayakan hari ulang tahun

desa. Tidak lagi dimaknai warga desa sebagai hubungan harmonis antara manusia

dengan alamnya. (Menurut Keterangan Mbah Kholil, Tokoh Agama Desa

Mulawarman)

Kondisi Desa Mulawarman pada Era Underground Mining

Masuknya perusahaan tentunya tidak serta merta mudah. Oleh sebab iu,

pihak perusahaan melakukan pendekatan kepada elit-elit desa dalam upayanya

meyakinkan masyarakat yang bekerja sebagai petani agar mau menjual tanahnya

kepada pihak perusahaan. Hal ini disampaikan langsung oleh Pak Tamsir yang

dulu sempat menjadi bagian dari staf desa, ia mengatakan bahwa dibawah

kepemimpinan kepala desa saat itu, perusahaan memberikan kompensasi kepada

kepala desa setiap bulannya. Tidak berhenti disitu, perusahaan juga mencoba

melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat seperti salah seorang haji

Page 8: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

Studi Perubahan Mode Produksi dari Era Pertanian ke Era Pertambangan (Sidik)

177

ternama dan beberapa staf keamanan di desa untuk meyakinkan kepada

masyarakat yang lain agar dapat menjual tanahnya, yang mana uang kompensasi

dari hasil tanah yang telah dijual tersebut dapat dipergunakan untuk keperluan naik

haji dan membeli kendaraan baru. Hal ini sesuai dengan pemikiran Gramsci

tentang relasi intelektual pada hubungan sosial masyarakat. Dimana dalam

kehidupan sosial masyarakat terdapat segelintir tokoh-tokoh yang memiliki

kedudukan status sosial yang mempengaruhi dan menghegemoni pandangan

kelompok sosial masyarakat yang lain. Lahirnya corak masyarakat kapital di Desa

Mulawarman, tentunya tidak bisa bisa dilepaskan dari pengaruh-pengaruh status

sosial para pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakatnya.

Di tahun 2001 perusahaan mulai beroperasi dengan menggunakan sistem

underground mining atau sistem penambangan menggunakan terowongan bawah

tanah. Pada sistem ini, dampak yang dirasakan pada sektor pertanian belum begitu

signifikan, karena permukaan tanah tidak rusak akibat proses penambangan ini

dan masyarakat masih bisa bercocok tanam. Beberapa warga yang telah mendapat

ganti rugi dari pembebasan lahan dari perusahaan akhirnya tidak bisa lagi bertani

di Desa Mulawarman. Jumlah ganti rugi lahan yang telah dibebaskan oleh

perusahaan dihargai untuk setiap hektarnya sekitar 500-600 juta bahkan ada yang

mendapat ganti rugi sampai milyaran rupiah. Beberapa warga ada yang mendapat

ganti rugi lahan seluas lebih dari 3 Ha. Hal ini menyebabkan beberapa warga ada

yang menderita gangguan jiwa akibat terkejut mendapat jumlah uang yang tidak

sedikit itu dari penjualan lahan mereka.

Banyaknya warga yang meninggalkan sektor pertanian, tentunya juga

berdampak terhadap hasil produksi padi di desa ini. Menurut keterangan Pak

Gabriel yang merupakan anggota kelompok tani dan juga sebagai bekas karyawan

perusahaan PT. Jembayan Muarabara yang ikut melakukan survei pada awal

masuknya perusahaan. Beliau mengatakan :

“Perusahaan tambang batubara pada awalnya melakukan survei lokasi

(eksplorasi) pada tahun 2001 dan mulai melakukan pembebasan lahan yang

dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat yang memiliki lahan mendapat ganti

rugi dari pembebasan lahan mereka oleh perusahaan hingga ratusan juta

rupiah untuk setiap hektarnya. Beberapa masyarakat Desa Mulawarman

yang bekerja sebagai petani akhirnya membeli tanah di desa lain untuk tetap

bisa melanjutkan aktivitas pertanian mereka seperti di Desa Buana Jaya,

Desa Suka Maju, Desa Bukit Pariaman, dan beberapa di Desa Bangun Rejo.

Letak desa-desa tersebut masih di dalam Kecamatan Tenggarong Seberang

yang memang tidak ada aktivitas pertambangan disana. Perusahaan mulai

beroperasi pada sekitar tahun 2001 dan masih menggunakan sistem

underground mining (penambangan bawah tanah) yang melakukan

penambangan di hulu Desa Mulawarman dan belum menimbulkan dampak

yang signifikan pada kondisi pada tanah maupun sektor pertanian. Namun,

Page 9: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 1, 2021: 170-184

178

sekitar tahun 2005 perusahaan beralih fungsi menggunakan sistem open pit

mining (penambangan terbuka)”.

Hadirnya perusahaan yang melakukan pembebasan lahan dengan ganti

rugi yang besar. Menyebabkan banyaknya para warga yang akhirnya ingin

menjual lahan pertanian mereka kepada perusahaan. Beberapa kali warga harus

bersengketa dengan warga lain yang mengalami tumpang tindih lahan terkait

permasalahan kepemilikan lahan mereka. Konflik ini tidak saja dialami oleh warga

transmigran, tetapi juga warga yang merantau dari daerah lain yang memiliki

lahan di Desa Mulawarman. Hal ini terus menjadi konflik yang berkelanjutan

ketika perusahaan beralih menggunakan sistem open pit mining. (Menurut

Keterangan Pak Tamsir, Ketua Gapoktan)

Mode Produksi Pada Era Open Pit Mining (Era Rusaknya Ruang Ekologis di

Periode 2005 - Sekarang)

Ideologi Masyarakat pada Era Open Pit Mining

Pergeseran dari underground mining ke open pit mining pada tahun 2005.

Tentunya berimbas juga pada pandangan warga terkait tanah. Tanah pada era ini,

semakin dianggap hanya sebatas komoditas jual beli. Tanah tidak lagi memiliki

nilai yang tinggi dalam arti kesakralan tanah bagi kehidupan manusia dan

hubungan yang harmonis antara manusia dengan alamnya. Hal ini sesuai dengan

pemikiran Marx tentang teori surplus-value atau teori nilai lebih yang diciptakan

oleh kapital, yang mengubah tanah dari nilai-guna menjadi nilai-tukar dan

mengubah makna dari tanah itu sendiri. Para pemuda pun, yang dahulunya selalu

berkecimpung dengan tanah dan pertanian, saat ini tidak tertarik lagi pada sektor

tersebut dan lebih memilih untuk bekerja sebagai karyawan perusahaan ketimbang

menjadi seorang petani. Beberapa generasi tua juga lambat laun terpaksa

meninggalkan sektor pertanian, karena dampak dari perusahaan tambang batu bara

yang semakin mendekati area pemukiman warga, turut berdampak pada kondisi

pertanian dan mempengaruhi kualitas padi warga Desa Mulawarman. (Menurut

Keterangan Pak Tamsir, Ketua Gapoktan)

Praktik Budaya pada Era Open Pit Mining

Pada era ini, pengaruh hadirnya perusahaan pertambangan batu bara

dirasakan paling berdampak pada tradisi dan budaya yang ada di Desa

Mulawarman ketimbang di era underground mining. Beberapa tradisi seperti

Tradisi Baritan tidak lagi kita jumpai saat ini. Hal tersebut, diakibatkan banyaknya

warga yang telah menjual lahan pertanian mereka ke perusahaan dan

meninggalkan kegiatan pertanian tersebut. Namun, beberapa tradisi lain seperti

Tradisi Bersih Desa masib bisa dijumpai setiap tahunnya. Meskipun, hanya

sebatas simbolitas perayaan saja. Karena jika menghubungkan makna tradisi

bersih desa dan baritan sangat erat kaitannya dengan sektor pertanian. Jika

Page 10: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

Studi Perubahan Mode Produksi dari Era Pertanian ke Era Pertambangan (Sidik)

179

menggunakan kacamata Marx, maka dapat dilihat bahwa hal ini sesuai dengan

pandangan Marx terkait adanya akumulasi tanah yang dilakukan oleh kapital

sebelum terjadinya akumulasi modal. Akumulasi tanah berakibat pada

teralienasinya antara tenaga produksi (petani) dengan objeknya yaitu tanah, dan

juga hubungan produksinya yaitu antar sesama para petani. Hadirnya perusahaan

tidak hanya membuat dikotomis antara masyarakat dengan alamnya, tetapi juga

membuat dikotomi beberapa praktik budaya yang sebetulnya saling berkaitan satu

sama lain.

Pengoperasian menggunakan sistem open pit turut berdampak pada sektor

pertanian. Pertambangan mengubah kondisi tanah yang biasanya digunakan oleh

warga dalam menanam padi. Kondisi tanah menjadi lebih keras sehingga

masyarakat harus menggunakan traktor untuk menggemburkan tanah dan juga

harus menggunakan pupuk agar hasil panen berhasil. (Menurut Pak Tamsir, Ketua

Gapoktan Desa Mulawarman)

Kondisi Desa Mulawarman pada Era Open Pit Mining

Pengoperasian dengan menggunakan sistem open pit dimulai sejak tahun

2005, sistem dengan menggunakan open pit menimbulkan dampak yang signifikan

pada kondisi tanah dan sumber air warga yang biasa digunakan untuk saluran

irigasi sawah dan kebutuhan air sehari-hari masyarakat desa, karena sistem ini

membutuhkan lahan yang luas dan harus membongkar tanah yang ada di

permukaan dan menciptakan lubang-lubang raksasa. Dampak dari sistem ini

lambat laun mulai dirasakan masyarakat desa, masyarakat mulai mengeluh soal

debu, getaran dari proses blasting (peledakan tanah untuk mengambil batu bara),

kekeringan saat musim kemarau, banjir saat musim penghujan tiba, dan juga

mengganggu aktivitas warga yang bekerja di sektor pertanian terutama beberapa

lahan pertanian warga yang bersebelahan langsung dengan aktivitas penambangan.

Beberapa tanaman-tanaman produktif warga seperti buah dan sayur-sayuran juga

kerap kali di serang oleh gerombolan hewan seperti monyet dan babi hutan. Hal

ini adalah konsekuensi logis dari hilangnya tempat bagi hewan-hewan tersebut

akibat degradasi hutan oleh pertambangan dan berbalik menyerang warga yang

ada disekitar area tersebut dan menjadikan konflik baru antara warga dan juga

hewan-hewan liar.

Pada sekitar tahun 2007, masyarakat akhirnya melakukan gugatan kepada

perusahaan karena efek yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan yang

letaknya tidak jauh dari pemukiman warga tersebut. Masyarakat mengeluhkan

debu akibat aktivitas tersebut mengganggu pernapasan warga dan menyebabkan

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), getaran blasting yang juga menggetarkan

bahkan menimbulkan beberapa rumah retak, dan juga aktivitas penambangan yang

mengganggu hasil produksi dari pertanian warga. Pihak perusahaan pun akhirnya

beberapa kali juga memenuhi permintaan warga seperti memenuhi kebutuhan air

Page 11: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 1, 2021: 170-184

180

bersih untuk warga yang setiap minggunya dan mendapat uang kompensasi untuk

setiap KK pada setiap bulannya sebesar Rp. 300.000 dari PT. Kayan Putra Utama

Coal (KPUC) dan juga program CSR yang juga dilakukan oleh PT. Jembayan

Muarabara dalam upaya tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat

Desa Mulawarman.

Meskipun sudah memenuhi standar operasional yang dilakukan oleh

perusahaan kepada masyarakat. Namun, lambat laun pengoperasian lahan

pertambangan dari perusahaan-perusahaan tersebut semakin mendekati kawasan

pemukiman. Efek yang dirasakan warga semakin hari, semakin dirasa akibat

terhimpitnya lahan-lahan pertanian yang semakin habis dan juga pengaruhnya

terhadap aktivitas masyarakat sehari-hari. Tumpang tindih lahan milik masyarakat

dan perusahaan juga menyebabkan konflik-konflik agraria antar masyarakat

dengan sesama masyarakat ataupun antar masyarakat dengan perusahaan.

Beberapa petani yang berada di Desa Mulawarman akhirnya terpaksa hanya

meminjam lahan perusahaan untuk tetap melakukan aktivitas bertani mereka

dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Beberapa masyarakat yang dulunya

bertani juga sekarang saat ini hanya dapat berwirausaha seperti berjualan sembako

dan menanam tanaman palawija di sekitar pekarangan rumah mereka dengan sisa

lahan yang ada. Hal ini yang juga dirasakan langsung oleh transmigran dari Jawa

Tengah yaitu, Pak Suwardi. Beliau mengatakan :

“Saya mendapat ganti rugi lahan dari perusahaan sekitar tahun 2003 pada

saat itu, karena mayoritas masyarakat saat itu menjual tanah mereka. Jadi

saya juga ikut menjual tanah saya, dan saya membeli lahan di daerah separi

3 (Buana Jaya). Karena kondisi saya yang sudah tua ini, saya sekarang hanya

berjualan sembako dan usaha kerupuk nasi di rumah. Untuk lahan yang saya

beli di Separi 3, kadang-kadang juga saya bertani disana, tapi lebih sering

digarap orang lain lalu hasilnya kami bagi”.

Hal tersebut lumrah dijumpai pada warga-warga transmigran yang dahulu

berprofesi sebagai petani. Selain hanya mengharap bantuan dari perusahaan,

mereka juga berusaha dengan cara lain agar dapat memenuhi kehidupannya sehari-

hari setelah lahan pertanian mereka sudah tidak ada lagi ditambah kondisi tanah

yang sudah tidak sesubur seperti dulu lagi.

Melihat kondisi Desa Mulawarman yang sudah porak-poranda akibat

industri pertambangan batu bara. Pada tahun 2016, Kepala Desa Mulawarman

Mulyono di dampingi oleh Ketua LPM Desa Mulawarman Rusdan mewakili suara

masyarakat mulawarman melakukan tuntutan ke Jakarta kepada pemerintah pusat

untuk menemui Staf Bagian Kepresidenan terkait permasalahan tambang yang

semakin merengsek masuk ke pemukiman warga dan dampak yang ditimbulkan

semakin meresahkan warga. Akhirnya warga meminta agar segera dilakukan

relokasi untuk masyarat desa.

Page 12: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

Studi Perubahan Mode Produksi dari Era Pertanian ke Era Pertambangan (Sidik)

181

Sekitar bulan April tahun 2017 tuntutan tersebut akhirnya digubris oleh

pemerintah, dan lewat pemerintah provinsi Kalimantan Timur Gubernur Awang

Faroek Ishak langsung meninjau ke lokasi untuk melihat kondisi dari Desa

Mulawarman dan mengadakan musyawarah bersama masyarakat dan pihak

perusahaan terkait di lapangan sepak bola Desa Mulawarman. Musyawarah itu

menghasilkan persetujuan di antaranya adalah pemerintah tidak mengabulkan

permintaan masyarakat Desa Mulawarman terkait relokasi warga, dikarenakan

jumlah masyarakat yang direlokasi memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan

beberapa daerah tujuan seperti misalnya dari pihak Desa Bangun Rejo yang hanya

mengizinkan 100 orang untuk relokasi ke desa mereka. Keputusan akhirnya,

pemerintah meminta kepada pihak perusahaan agar selalu mendengar tuntutan

masyarakat dan selalu memprioritaskan kesejahteraan masyarakat Desa

Mulawarman. Terutama terkait suplai air bersih untuk warga yang memang sulit

untuk didapat saat ini, serta program-program dalam sektor pertanian, perkebunan,

peternakan, maupun perikanan yang juga bermasalah sejak adanya industri

tambang batu bara.

Masalah terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pada sekitar bulan

september tahun 2019 muncul masalah baru, masyarakat mencoba melakukan

tuntutan ke perusahaan terkait pembangunan terowongan oleh PT. Jembayan

Muarabara yang mengalihkan akses jalan menuju ke Desa Mulawarman.

Masyarakat meminta agar pihak perusahaan segera menepati janji mereka terkait

perbaikan jalan yang berdebu saat kering dan licin ketika hujan tiba yang

menyebabkan beberapa warga desa mengalami kecelakaan. (Menurut Keterangan

Ketua Karang Taruna Desa Mulawarman, Heri Purnomo)

Kondisi Desa Mulawarman sendiri berubah drastis dari era keemasan desa

yang dijuluki sebagai lumbung padi sampai akhirnya di tahun 2000an menjadi

kawasan industri tambang batu bara.

Pandangan Hidup Masyarakat Desa Mulawarman Kedepannya Melihat Kondisi Desa Mulawarman saat ini yang telah dikepung area

pertambangan dan kurang lebih 90 persen wilayahnya telah menjadi konsesi dari

pertambangan batu bara dan saat ini hanya menyisakan sekitar 6-7 Ha lahan untuk

pertanian. Pihak pemerintah desa dan masyarakat pun berpikir cepat untuk

mengatasi permasalahan ini dan mengantisipasi krisis yang akan terjadi

kedepannya setelah perusahaan tambang batu bara sudah tidak lagi beroperasi dan

telah habis masa kontraknya.

Masyarakat desa mencoba membuat program tandingan agar tidak

bergantung lagi pada sektor pertanian jenis padi dan juga hanya menggantungkan

hidupnya kepada bantuan dari perusahaan. Beberapa program saat ini telah

dilakukan oleh pemerintah desa maupun masyarakat, seperti program kelompok

peternakan yang juga dibantu oleh perusahaan dimana setiap kelompok keluarga

Page 13: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 1, 2021: 170-184

182

(KK) mendapat jatah sepasang kambing untuk beternak. Namun, program ini juga

masih mengalami pasang-surut, bahkan beberapa warga ada yang menjual hewan

ternak mereka, karena dirasa tidak mengalami kemajuan dalam segi ekonomi

masyarakat. Hal ini disampaikan langsung oleh Pak Gabriel yang mengatakan

bahwa program ternak yang ditawarkan dari perusahaan dan pemerintah hanya

sebagai obat bius bagi para petani yang sudah tidak memilki tanah untuk bercocok

tanam. Program ini hanya membuang-buang anggaran, karena pada akhirnya para

kelompok tani yang beralih menjadi kelompok ternak kebingungan dengan

pemasaran dari hasil peternakan dan berujung pada penjualan ternak yang dijatah

oleh perusahaan kepada setiap KK tersebut. Menurut keterangan dari Pak Gabriel

sebagai anggota kelompok tani dan kelompok ternak, mengatakan :

“Beberapa program dari pemerintah dan perusahaan sudah banyak di desa

ini, tapi sampai saat ini belum dirasakan hasil yang maksimal. Kayak ternak

itu setiap KK dapat sepasang kambing jantan dan betina, tapi ujung-

ujungnya ya dijual lagi sama mereka. Karena masyarakat bingung untuk

pemasaran hasil peternakan ini harus kemana, pemerintah dan perusahaan

hanya memberikan kami kambingnya saja soalnya, untuk hasilnya ini yang

harusnya dipikirkan kembali”

Beberapa program lainnya seperti bercocok tanam di lahan bekas tambang

juga coba dikembangkan saat ini. Salah satu varietas tanaman yang di

budidayakan adalah jagung untuk pakan ternak dan juga bawang merah. Namun,

program ini juga masih banyak mengalami kendala seperti suplai air yang masih

belum memadai dan memerlukan perawatan yang ekstra. Program ini juga dirasa

belum mengalami kemajuan oleh beberapa warga desa.

Dari kelompok pemuda di desa saat ini juga mencoba budidaya pertanian

lewat sistem hidroponik dan budidaya perikanannya lewat sistem akuaponik. Salah

satu tokoh pemuda dan juga ketua karang taruna Desa Mulawarman Heri Purnomo

adalah salah satu yang menggagas program-program tersebut. Heri sebelummnya

juga bekerja sebagai karyawan di PT. Kayan Putra Utama Coal sebagai

Adminstrasi Produksi. Dia berhenti dari perusahaan di tahun 2017 setelah sekitar 9

tahun bekerja di perusahaan tersebut. Dan di tahun yang sama dia berhenti sebagai

karyawan, dia menjabat sebagai ketua karang taruna Desa Mulawarman dan

mencoba membuat program-program terutama untuk pemudanya agar tidak lagi

bergantung pada bantuan dari perusahaan. Kemandirian pemuda diasah lewat

program-program kreatif seperti budidaya lewat sistem hidroponik dan akuaponik

agar tercipta lewat kemandirian ekonomi bagi para pemudanya yang saat ini juga

masih banyak yang bekerja sebagai karyawan di perusahaan.

Page 14: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

Studi Perubahan Mode Produksi dari Era Pertanian ke Era Pertambangan (Sidik)

183

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Desa Mulawarman merupakan daerah lumbung padi yang mengalami

perubahan-perubahan seperti terjadinya degradasi lingkungan¸ hilangnya

sumber-sumber mata air, dan kesuburan tanah setelah hadirnya perusahaan

pertambangan batu bara.

2. Desa Mulawarman mengalami perubahan dalam segi hubungan sosial dan

budaya seperti hilangnya makna kesakralan pada tanah dan tradisi-tradisi

dalam pertanian seperti tradisi baritan¸ gotong royong pada masa tanam dan

panen padi, dan terjadinya klasifikasi dalam hubungan sosial masyarakat

setelah beroperasinya industri pertambangan batu bara yang membuat

polarisasi-polarisasi dalam hubungan masyarakat desa.

3. Kondisi Desa Mulawarman mengalami konflik-konflik horizontal antara

sesama masyarakat seperti tumpang tindih kepemilikan lahan dan juga

mengalami konflik vertikal seperti sengketa antara kepemilikan lahan warga

dan juga lahan perusahaan.

4. Masyarakat Desa Mulawarman mengalami kondisi yang cukup tragis dalam

kondisi pasca adanya industri pertambangan batu bara yang sebagian besar

mengalihfungsikan lahan-lahan pertanian warga. Sampai saat ini, masyarakat

desa mulawarman masih mencoba bertahan secara sosial dan ekonomi

meskipun dengan kondisi di tengah gempuran dari pertambangan batu bara.

Saran

1. Dalam membuat kebijakan apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak

tentunya baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah

daerah harus terlebih dahulu memperhatikan kondisi daerah yang akan

menjadi program dari sebuah pembangunan. Pembangunan harusnya

berangkat dan dilihat dari segi kultural masyarakat setempat. Memberikan Izin

Usaha Pertambangan (IUP) ke daerah yang notabene-nya adalah masyarakat

agrikultur tentu itu sangat kontradiktif dengan kepentingan masyarakat di

daerah tersebut.

2. Desa Mulawarman menjadi contoh buruknya regulasi yang diterapkan

pemerintah dalam membuat keputusan untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Masyarakat secara konstitusi dijamin untuk rasa aman dan berhak hidup layak

baik kondisi sosial, ekonomi, dan berhak merasakan lingkungan yang sehat.

Dengan melihat Desa Mulawarman, tentunya ini menjadi cerminan agar

kedepannya pemerintah tidak lagi semena-mena ketika menerbitkan Izin

Usaha Pertambangan (IUP) di daerah-daerah lain seperti di Desa

Mulawarman.

Page 15: STUDI PERUBAHAN MODE PRODUKSI DARI ERA PERTANIAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 1, 2021: 170-184

184

Daftar Pustaka

Fauzi, Noer. 2005. Memahami Gerakan – Gerakan Rakyat Dunia Ketiga. Yogyakarta: Insist Press

Gramsci, Antono. 2013. Prison notebook : Catatan – Catatan Dari Penjara.

Yogyakarta : Pustaka Belajar

Kongres Politik Organisasi Perjuangan Rakyat Pekerja, 2011. Pengantar Ekonomi

Politik Marxist. Jakarta. Komite Sentral KPO-PRP

Kumasi, T.C. & Asenso-Okyere, K. 2011. Responding to Land Degradation in the

Highlands of Tigray, Northtern Ethiopia. IFPRI Discussion Paper 01142.

December 2011. Wahingotn, D.C. dan Ethiopia: Estern and Southern Africa

Regional Office.

Lorimer, Doug, 2013. Pokok-pokok Materialisme Historis : Pandangan Marxist

Terhadap Sejarah dan Politik. Yogyakarta : Bintang Nusantara

Marx, Karl 2005. Kapital Volume I. Sebuah Kritik Ekonomi Politik, Proses

Produksi Kapitalis Secara Menyeluruh. Jakarta. Hasta Mitra

________, 2006. Kapital Volume II. Proses Sirkulasi Kapital. Jakarta : Hasta

Mitra

________, 2007. Kapital Volume III. Proses Produksi Kapitalis Secara

Menyeluruh. Jakarta : Hasta Mitra

Muslim. 2008. Hukum. Pertambangan Indonesia. Jakarta : Raja Wali Press.

Purba, Junior. Listiana, Dana. Murlianti, Sri. 2018. Integrasi Sosial Transmigrasi

Bali di Desa Kerta Buana, Kec. Tenggarong Seberang, Kab. Kutai

Kertanegara 1980-2000an. Kalimantan Timur: BPNB KALBAR.