STUDI KRITIK SANAD MATAN HADIS LIBAS AL-...
-
Upload
phungthien -
Category
Documents
-
view
236 -
download
0
Transcript of STUDI KRITIK SANAD MATAN HADIS LIBAS AL-...
STUDI KRITIK SANAD MATAN HADIS LIBAS AL-
SYUHRAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Muhammad Lutfi
NIM: 1113034000192
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
i
ABSTRAK
Muhammad Lutfi
Studi Kritik Sanad Matan Hadis Libas Al-Syuhrah
Problem yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini salah satunya adalah masih
terjadinya fenomena alam yang sering terjadi menghukumkan sesuatu hal tidak berlandaskan
pengetauhuan yang ilmiah. Hal ini bisa dilihat dalam banyak kasus di kalangan masyarakat
terlebih tanah air Indonesia betapa banyak orang hanya mengamalkan sesuatu hal hanya
dengan modal taqlid kepada generasi para sebelumnya. Hal ini bisa terjadi dengan dua
kemungkinan besar, yaitu faktor tradisi dan faktor tidak ingin tahu terhadap suatu kebenaran.
Dua faktor tersebut bila dikaitkan dengan hal ranah hukum ke-Islaman sangat membuka pintu
atas eksistensi sebuah hukum islam. Sebagaima hukum dan agama diamalkan karena apa-apa
yang terdapat di dalamnya sudah diuji secara ilmiah. Oleh karena demikian bila dua faktor
tersebut terus berkesenambungan tidak mustahil kedudukan sebuah hukum tidak dianggap
dan tidak memiliki pengaruh terhadap sebuah kebenaran.
Selain fakta di atas, juga masih menjadi fenomena betapa banyaknya para tokoh
agama selalu mengabaikan pemahaman terhadap satu ilmu secara komprehensif. Dengan
bahasa lain banyak masyarakat Islam terlebih cendikiawan masih berdalil dengan sebatas
teks-teks ayat atau hadis saja. Bila demikian terjadi fungsi sebuah kebenaran fakta sejarah
akan terabaikan dan melahirkan asumsi-asumsi hukum baru dimana tidak seperti demikian
pemahamannya pada dasarnya. Hal ini bisa dilihat seperti kasus teroris saat ini masih saja
membabi buta, para korban sama sekali tidak bersalah dan mereka mengatasnamakan agama
Islam berdalil dengan teks sebuah ayat ataupun sebuah hadis saja tanpa mengkaji lebih
dalam. Selain itu, betapa banyak ruang lingkup hukum agama yang sifatnya juga masih pro
dan kontra. Hal ini juga bisa saja terjadi atas pemahaman-pemahaman yang tidak
komprehensif sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda.
Melihat beberapa fenomena di atas skripsi ini ingin menjelaskan betapa pentingnya
dalam menghukumi sesutu hal harus dikaji dan dipelajari secara mendalam. Sebagaimana
dalam skiripsi ini dalam menghukumi sebuah teks hadis terkait libas al-syuhrah harus dengan
pemahaman yang komprehensif tidak hanya terpatok terhadap satu teks saja kemudian
dijadikan semenanya menjadi hukum. Pemahaman secara mendalam dalam hadis ini
maksudnya adalah kritik sanad dan matan serta pemahaman hadis yang benar. Dengan
meletakkan kritik hadis akan menjawab kebenaran sebuah hadis apakah bersumber dari Nabi
Muhammad saw atau tidak. Begitu juga dengan pemahaman hadis yang benar (bisa dilihat
dari berbagai aspek sperti asbab al-wurud, pandangan para ulama hadis respon ayat al-Quran
atau akal bila dikorelasikan ataupun hal lainnya). Dengan modal dua hal ini menghukumkan
sesuatu hal akan mendapatkan porsi cukup komprehensif sehingga melahirkan hukum-hukum
yang akurat dan bisa untuk diamalkan menjadi pedoman hidup.
ii
KATA PENGANTAR
احلمد للله رب العادلني وبه نستعني على أمور الدنيا والدين، احلمد هلل بنعمته تتم الصاحلات والصالة والسالم صحابه أالعادلني وعلى أله وذرياته و الدنيا و اءعلى حبيب الكرمي سينا حممد أشرف ادلرسلني الذي نور من السم
أمجعني.
Salah satu guru penulis, Kiai Ali Mustafa Yaqub sering menyampaikan dalam
halaqah al-Kutub al-Sittah dengan pesan “ وال متوتن إال وأنتم كاتبون``. Pesan dari Sang Guru
ini sebagai bentuk sugesti dan penyemangat kepada murid-muridnya agar senantiasa tidak
hanya kreatif dan berwawasan luas dalam argumentasi saja, akan tetapi produktif dalam
menulis karya-karya agar kelak sesudah wafat tetap dikenang jasanya. Sebagimana hal ini
ada dalam istilah “اخلط يبقى زمانا بعد صاحبه وكاتب اخلط حتت األض مدفون.” Masksudnya adalah
karya-karya tulis akan kekal sepanjang masa, sementara penulisnya hancur terkubur di
bawah tanah.
Dengan sugesti seperti ini, di awal pengantar ini penulis dengan segala kerendahan
hati, penulis mempersembahkan skripsi yang sederhana ini sebagai amal pribadi penulis
kepada Sang Pencipta. Juga sebagai bentuk cinta penulis kepada Baginda Rasul Muhammad
saw. sedikit banyak sudah mengkaji sabda-sabda-Nya semoga kelak mendapatkan syafa’at
beliau di hari kelak.
Disamping itu, semangat untuk menyusun skiripsi ini dilatarbelakangi masih
banyaknya ruang kajian-kajian hadis yang relevan untuk dikaji dan berkesinambungan untuk
dikembangkan. Karena sebuah hadis bisa dikatakan bersifat dinamis dan akan merespon
fenomena alam yang sedang dirasakan oleh kalangan masyarakat pada kondisi tertentu. Oleh
karena itu, penulis merasa masih penting untuk mengkaji dan menjaga eksistensi keilmuan
hadis ini agar selalu terjaga sampai masa-masa akan datang.
Dalam masa perjuangan sampai selesainya skiripsi ini, tentunya sangat banyak
kalangan yang berkontribusi, memotivasi, meberikan pencerahan, doa serta memberikan ide-
ide sehingga tercapainya skiripsi ini.
iii
Terima kasih penulis haturkan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Terima kasih Kepada Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin.
3. Kepada Dr. Lilik Ummi Kaltsum selaku Ketua Program Jurusan Ilmu al-Quran
dan Tafsir.
4. Kepada Dr. Banun Binaningrum Dan Kak Hani M.Ag yang sudah membantu
penulis dalam bentuk administrasi sejak awal perjuangan skiripsi dimulai sampai
kepada jalan sidang munaqasah.
Secara khusus banyak terimakasih kepada Kiai Maulana, M.Ag yang sudah
membimbing penulis dalam proses penyelesaian tugas skiripsi ini. Terima kasih kepada
Bapak Dr. Mafri Amir, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas
semua masukan dan ruang diskusi di tempat kediaman bapak sehingga skripsi ini bisa
terwujud.
Terima kasih penulis haturkan rasa terimakasih yang sangat mendalam kepada al-
marhum Ayahanda Abdullah Tanjung dan Ibunda Lamasih Pulungan sebagai kedua orang
tua kandung penulis. Merekalah malaikat yang Allah utus untuk menjaga dan membimbing
sejak dari buaiyan sampai terpisahnya urat nadi dalam jiwa. Mereka yang sudah berkorban
dengan begitu ikhlas tanpa mengaharapkan sedikit jasa dari seorang anaknya. Terimakasih
dari anakmu wahai Ayah dan Ibu. Semoga senantiasa Ayahanda dalam lindungan Allah swt
dan semoga Ibunda selalu diberi kesehatan dan kerberkahan hidup dunia dan akhirat. Dan
juga terima kasih kepada Keluarga Besar Marga Tanjung yang berada di Kampung Sibanggor
Julu khususnya berkat doa dan semangat meraka penulis bisa duduk sampai bangku kuliah,
semoga Allah membalas dan memberkati semuanya serta bisa menjadi generasi yang jaya
buat agama dan bangsa.
Rasa yang tiada tara penulis ucapkan rasa terima kasih banyak kepada Ayahanda H.
Deritary dan Keluarga Besar yang sudah membimbing dan membantu penulis baik secara
fisik maupun materi. Seorang panutan yang begitu ikhlas beramal tanpa melihat suku dan
kasta dan juga motivator sekaligus orang tua bagi penulis sendiri. Semoga Allah membalas
kebaikan dan kedermawanan Ayahanda dengan memberikan kesehatan dan keberkahan hidup
serta Keluarga Besar dunia dan kelak di akhirat.
iv
Kepada seluruh jajaran Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru. Para Ayahanda
dan Ibunda Guru, sahabat seperjuangan berkat doa mereka mungkin jalan hidup penulis bisa
sampai di jenjang ini. Kepada Pondok Tahfidz Quran Nur ‘Aisyah Tanjung Morawa, Ust.
Anwar al-Hafidz, Ust. Yahya Hasibuhuan al-Hafidz, Ust. Zainal Abidin al-Hafidz. Ust.
Syamsul Yahya al-Hafidz, Ust. Sayuti al-Hafidz, Ust. Mar’i al-Hafidz. Terima kasih
kepada Ustdz Eswin dan Ibunda Beby berkat mereka semua penulis bisa menjadi keluarga
besar Pondok Nur ‘Aisyah. Terima kasih kepada sahabat semuanya Akhyar al-Hafidz, Suheri
al-Hafidz, Muhammad Khoir al-Hafidz dan semua sahabat Nur ‘Aisyah yang sudah
menemani dan berjuang suka dan duka semoga semuanya sehat dan bisa sukses di gerbang
paling jaya.
Terima kasih kepada Ust. Andi Rahman, MA. Ust. Sofin Sujito, Ust. ‘Ubaidillah, Ust.
Ali Hudaibi, Ust. Arrazy Hasyim, Ust. Zia al-Haramain dan Keluarga, Ust. Ali Wafa, Ust.
Hanif, Ust. Muhammad dan jajaran Para Ust. lainnya di Pondok Hadis Darussunnah Ciputat
yang sudah mengajarkan kepada penulis sabda-sabda kalam Nabi. Kepada Dewan musyrif,
Cak Badrut Tamam, Bang Ulin Nuha, Bang Jauzy, Bang Hakim al-Banna, Gus Zaim, Mas
Dimas, Bang Subhan, Lek Firdaus. Terima kasih kepada sahabat angkatan Avicenna dan
seluruh santri-santri dan para alumni Pondok Darussunnah tempat saya belajar dan tinggal
saat ini.
Terima kasih juga untuk kawan-kawan TH angkatan 2013. Terima kasih untuk
seluruh anggota kelompok KKN Dream: Adam Risman, Maulana Ikbal, Adit Prasetiya,
Muhammad Fadil, Ucup Tia Supriany, Adenia Mustika, Intan, Lubna Zahraty dan Ratih
Clara Santi. Kepada warga desa kelahiran Sibanggor Julu. Kepada semua yang pernah
bersentuhan dengan penulis tanpa mengurangi rasa hormat tidak menyebutkan satu persatu,
penulis ucapkan terima kasih banyak.
Ciputat, 31 Mei 2018
Muhammad Lutfi
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Penelitian ini berpedoman pada model transliterasi “Romanisasi Standar Bahasara Arab”
(Romanization of Arabic) pertama kali diterbitkan oleh America Library Association (ALA)
dan Library Congress (LC) pada tahun 1991.
Letters of The Alphabet:
Intial Medial Final Alone Romanization
a ا ا ا ا
b ب ب ب ب
ts ث ث ث ث
j ج ج ج ج
{h ح ح ح ح
kh خ خ خ خ
d د د د د
dz ذ ذ ذ ذ
r ر ر ر ر
z ز ز ز ز
s س س س س
sy ش ش ش ش
vi
}s ص ص ص ص
{d ض ض ض ض
}t ط ط ط ط
z ظ ظ ظ ظ
(ayn‘) ‘ ع ع ع ع
gh غ غ غ غ
f ف ف ف ف
q ق ق ق ق
k ك ك ك ك
l ل ل ل ل
m م م م م
n ن ن ن ن
h ه ه ه ه
w و و و و
` ء ء ء ء
y ي ي ي ي
vii
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
VOKAL TUNGGAL
TANDA VOKAL ARAB TANDA VOKAL LATIN KETERANGAN
a fathah
i kasrah
u d}ommah
VOKAL RANGKAP
TANDA VOKAL ARAB TANDA VOKAL LATIN KETERANGAN
ي ai a dan i
و au a dan u
viii
VOKAL PANJANG
TANDA VOKAL
ARAB
TANDA VOKAL
LATIN
KETERANGAN
a> a dengan garis di atas ىا
i> i dengan garis di atas ىي
u> u dengan garis di atas ىو
KATA SANDANG
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ال, dialihsakrakan menjadi huruf (I), baik diikuti huruf syamsiah
maupun huruf qamariah. Contoh al-rijal, al-diwan dll.
Syaddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-
darurah melainkan al-darurah, dengan demikian seterusnya.
Ta Marbu>t{ah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbut{ah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (h). Hal
sama juga berlaku jika ta marbut}ah tersebut diikuti oleh kata (na’t). Namun, jika
huruf ta marbuatah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf (t).
ix
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah....................................................... 6
2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah................................................. 6
2. Perumusan Masalah................................................... 7
C. Tujuan Masalah..................................................................... 8
D. Mamfaat Penelitian................................................................ 8
E. Studi Pustaka.......................................................................... 9
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data................................................ 10
2. Pendekatan dan Metode Analisa........................................ 11
3. Teknik Penulisan................................................................ 12
G. Sistematika Pembahasan........................................................... 12
BAB II. METODE KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS
A. Pengertian Takhrij Hadis........................................................... 14
B. Metode Takrij al-Hadis .................................................................. 16
C. Lafaz Periwayatan dan Lafaz Jarh wa Ta’dil dalam Hadis........ 36
x
BAB III. KRITIK SANAD HADIS LIBAS AL-SYUHRAH
A. I’tibar Sanad, urgensi dan tujuannya ............................................... 42
B. Takhrij Libas al-Syuhrah Riwayat Ahmad bin Hanbal...................... 43
C. Penelitian Tentang Jarh wa Ta’dil Para Periwayat Hadis
Libas al-Syuhrah Selain Dalam Riwayat Ahmad bin Hanbal............. 58
D. Kritik Sanad dan Matan Hadis
1. Penelitian Matan dengan Kualitas Sanad Hadis............................. 76
2. Penelitian Susunan Lafaz Matan Hadis yang Semakna.................. 77
3. Penelitian Kandungan Makna Matan Hadis dan Perbandingan
dengan Ayat al-Quran, Hadis dan Akal Sehat
a. Bertentangan dengan al-Quran................................................... 79
b. Bertentangan dengan Hadis yang Lebih Sahih........................... 80
c. Bertentangan dengan Akal......................................................... 82
E. Natijah.................................................................................................... 83
BAB IV. PEMAKNAAN LIBAS AL-SYUHRAH
A. Makna Libas al-Syuhrah Secara Bahasa............................................... 85
B. Pengertian Libas al-Syuhrah.................................................................. 85
C. Batasan Menutup Aurat Dalam Berpakaian Menurut Hadis.................. 86
D. Ragam Pakaian Pada Masa Nabi........................................................... 92
E. Pandangan Ulama Terkait Libas al-Syuhrah......................................... 94
F. Analisa Penulis Terhadap Pemahaman Libas al-Syuhrah...................... 96
xi
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................ 98
B. Saran.......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika berbicara sebuah hadis1, maka hal paling penting adalah bagaimana
dapat mempertanggung-jawabkan hadis tersebut dapat menjaga validitasnya dari
Nabi Muhammad saw.2 Tentu dalam hal ini para sahabat
3 yang pertama
mendengarkan hadis tersebut dari Nabi Muhammad saw. kemudian para Ta>bi’i >n4
dan para Ta>bi’ al-tabi’i >n sampai pada periwayat terakhir atau al-Mukharrij.5
Dalam penelitian ini, tema yang diangkat sebuah hadis Nabi Muhammad
saw. terkait dengan libas al-syuhrah sebagaimana akan disebutkan hadis yang
diteliti di bawah ini. Adapun hadis tersebut terdapat dalam Musnad Ahmad bin
1 Hadis secara bahasa adalah sesuatu yang baru, sedangkan menurut istilah adalah susuatu
yang di sandarkan kepada Nabi Muh{ammad saw. baik dari segi uacapan, perbuatan, pengakuan,
ataupun sifat Nabi. Mah{mu>d T}}ah{h}}a>n, Taisi>r Mustala>h}>> al-H{adi>ts, h. 14 2 Sejatinya hadis memiliki kedudukan dan fungsi sebagai objek kajian hadis. Nabi
sebagai pembawa risalah keislaman mempunyai tugas dari kenabiannya: menjelaskan Kitab Allah,
memberikan teladan, Nabi saw. wajib ditaati dan menetapkan hukum. Ali Mustafa Yaqub, Kritik
Hadis (Pustaka Firdaus Cetakan 2015), hal. 35-36. Atau bisa dilihat juga dalam karya ulama timur
tengah. Muhammad Mustafa A‟zami, Dira>sat fi> al-Hadi>ts al-Nabawi> wa Ta>ri>kh Tadwinih (Beirut:
Maktabah al-Islami 1980), h. 12-14 3 Sahabat secara bahasa semakna dengan Suhbah bermakna teman, sedangkan menurut
istilah sahabat adalah orang yang bertemu Nabi Muh}ammad saw. dalam keadaan muslim dan
meninggal dalam keadaan islam. Mah{mu>d Tah}h{a>n, Taisi}r Mustala>h al-Hadi>s, h. 164 4 Tabi‟in menurut bahasa jama‟ dari Tabi‟i atau Tabi‟un bermakna berjalan
dibelakangnya. Sedangkan menurut istilah orang yang bertemu dengan sahabat dalam keadaan
muslim dan meninggal dalam keadaan islam. Mah{mu>d Tah}h{a>n, Taisi}r Mustala>h} al-H{adi >s, h.167 5 Penjelasan ini bisa dilihat pada karya: Muh}ammad Syuhudi Isma’i>l, Kaedah kesahihan
sanad hadis telaah Kritis dan tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah (Pt Bulan bintang Jakarta 1995), h. 16
2
Hanbal karya Ahmad bin Hanbal. Adapun hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu
„Umar. Adapun teks hadis terebut sebagimana di bawah ini:
نث د ح اللهد ب اع ن ث د ح .1 نهب ان م ث ع ن ع ك ي رهاش ن ث اج ج اح ن ث به ن يع امهالش رهاجهه م ن ع ة ع ر به
ال ع ت و ك ار ب ت الل ه س ب ل ة ر ه ش ب و ث س بهل ن م:م سل ويههعل الل ىل ص اللهل و س ر ال ق :ال ق ر م ع نهب 6ه ت س ال ج او ر اجهه م ت ي ر د ق كو ي رهش ال ق .ةهام ي القهم و ي ة ل ذ م ب و ث
Menceritkan kepada kami Abdullah menceritakan kepadaku ayahku
menceritakan kepada kami H{ajja>j, menceritakan kepada kami Syari>k, dari
‘Utsma>n bin Abi> Zur’ah, dari Muha>jir al-Sya>mi>, dari Ibnu ‘Umar berkata:
Rasulullah saw. bersabda: siapa yang mengenakan pakaian syuhra, Allah akan
mengenakannya pakaian kehinaan pada hari kiamat. Syari>k berkata saya telah
melihat Muha>jir dan aku duduk bersamanya.
Melihat hadis di atas dapat diketahui bahwa sanad hadis tersebut adalah
dari nama Abdullah sampai dengan Ibnu „Umar. Sedangkan matan atau teks
hadisnya adalah م و ي ة ل ذ م ب و ث ال ع ت و ك ار ب ت الل ه س ب ل ة ر ه ش ب و ث س بهل ن م saja.
Sedangkan teks ه ت س ال ج او ر اجهه م ت ي ر د ق و merupakan matan hadis tambahan yang di
tambhakan oleh Syarik7.
Hadis di atas pada dasarnya menjelaskan terkait hukum orang yang yang
memakai pakaian syuhrah nanti akan dihinakan Allah pada hari kiamat.
6 Ah{mad bin H{anbal, Musnad Ah{mad bin H{anbal (Muassasah Qurtabah, Mesir), juz 2, h.
139 7 Dalam kajian ilmu hadis disebut hadis mudraj. Hadis Mudraj adalah hadis yang ada teks
tambahan dalam matan atau sanad yang bukan dari teks asalnya. Mah{mu>d T}>ah}h}an, Taisir Must}ala>h} Hadi>ts, h. 86
3
Terkait dengan pakain syuhrah ini yang melatarbelakangi peneliti antara
lain; menurut penulis masih menjadi salah satu masalah fakta sosial adalah pada
umumya masyarakat muslim belum mengetahui mana jenis dan ragam pakaian
yang sudah digariskan oleh hadis agar dapat dipahami dan dijadikan sebagai
pedoman hidup. Banyak masyarakat memakai pakaian hanya berlandaskan
keinginan dan kemauan hasrat semata tanpa memperhatikan aturan berpakaian
sebagaimana sudah digariskan oleh agama. Dalam kehidupan keseharian betapa
banyak orang memakai pakaian hanya ingin dikenal kekayaannya, ingin dipuji
betapa indah yang dikenakannya, ingin merasa diunggulkan di hadapan manusia
dikarenakan memiliki model pakaian dengan harga yang begitu tinggi.
Selain itu, juga masih menjadi fakta dilapangan banyak kalangan
masyarakat ketika mengenakan suatu pakaian banyak dari mereka tidak
memperdulikan mana anggota badan yang harus ditutupi dan mana anggota badan
yang boleh diperindah dan diperlihatkan. Masih banyak di antara mereka
berpakaian hanya sebatas ingin terlihat cantik, indah, rapi dan dapat mengundang
perhatian banyak orang sehingga dia berpuas diri dan akhirnya memiliki rasa
sombong.
Oleh karena demikian, skiripsi ini akan merespon bagaimana hadis bisa
menjawab dan menjelaskan kedudukan sebuah pakaian dalam kehidupan agar bisa
berdampingan dengan baik antara kehidupan dengan landasan teori agama.
4
Selain itu, hal yang sama juga pernah dirasakan oleh pedangdut tanah air
yang lagi viral sebelumnya. Inul Dartista tepatnya banyak haters yang
menghakiminya karena pernyataan terkait pakaian surban. Pedangdut itu
mengatakan di medsos bahwa pakain tersebut merupakan budaya dan tradisi
orang-orang bukan bagian dari hal wajib untuk kita laksanakan. Dari pernyataan
pedangdut tanah air ini banyak kalangan yang menentang dan mengecam
pernyataan Inul tersebut. Berbagai kalangan mengkritik pedas atas ucapannya.
Baik dari ormas dan masyarakat lainnya. Lebih menariknya yang menentang
pernyataan Inul ini dari kalangan yang paham tentang agama. Bagaimana hal
seperti ini bisa terjadi, menurut penulis, hal ini juga masih ada keterkaitannya
dengaan libas al-syuhrah walaupun dalam skiripsi ini bukan menjadi kajian
utamanya, namun masih ada korelasinya dimana betapa minimnya pengetahuan
masyarakat terkait tata cara dan norma serta pemahaman dalam mengenakan
pakaian sehingga mudah menghakimi seseorang tanpa ada landasan ilmiah.8
Pada dasarnya masyarakat seperti ini masih cukup fundamental dalam
pemahaman, dengan arti lain mereka biasanya terlalu husnuzzan tentang apa yang
disampaikan dari ustad dan pengikutnya selalu menggunakan pendekatan tradisi
8 Ini pernyataan Inul lebih kurang seperti ini intinya: Sorban dan jubah (gamis) bukanlah
pakaian Islam, tapi pakaian tradisi Arab, di Arab Saudi, bukan hnya ulama atau tokoh agama yg
memakai sorban, tapi mulai presiden, menteri, sopir taksi, resepsion hotel, penjaga toko, bnyk yg
memakai sorban. Hal ini ternyata jg disepakati oleh dua tokoh ulama kita, Imam Besar Masjid
Istiqlal KH Mustofa Ya‟qub dan KH Mustafa Bisri, atau Gus Mus. Bahwa Sorban dan Jubah
bukanlah baju muslim. Bahkan dgn nada kelakar, kedua kiai menyebutkan bahwa Abu Jahal dan
Abu Lahab juga memakai sorban dan jubah, tapi keduanya itu merupakan tokoh memusuhi Islam.
Lebih lanjut bisa di check di website https://seleb.fajar.co.id/2017/03/30/lagi-inul-daratista-bilang-
surban-dan-jubah-adalah-tradisi-arab
5
salaf 9 di pesantren yaitu sami’na> wa ‘ata’na>.10
Semua hal yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan baik dari segi hukum agama, aqidah, muamalah hanya dengan
melaksanakan apa yang dikatakan oleh gurunya. Pada prinsipnya ini sebenarnya
adalah sifat dan keteladanan yang patut diapresiasi bukti bahwa seorang guru
mampu membina seorang murid, namun apabila fatwa atau pengetahuan tersebut
mengarah kepada hukum yang masih berbentuk khilafiah dan harus diperluas lagi
permasalahnnya misalnya, maka ini bisa saja akan menjadi dampak negatif pada
akhirnya bisa mengacu kepada permasalahan yang cukup serius dan perpecahan
dalam konteks ini terkait pakaian tersebut. Salah satu yang melatarbelakangi
peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti topik ini oleh faktor-faktor tersebut.
Menurut peneliti hal ini masih cukup relevan untuk di teliti dengan spirit untuk
meluruskan hal-hal yang masih bersifat mutasyabihat.11
Terakhir, pada zaman sekarang dimana serba tersedia berbagai bentuk
fashion bahkan update terkait perkembangan dengan begitu cepat, sehingga orang
sangat gampang melihat perkembangan fashion yang terbaru dengan hanya
melihat di medsos atau bentuk elektronik lainnya. Sekarang kita melihat
banyaknya model pakaian berbagai motif dan style. Tidak sedikit orang yang
tertarik ingin memilikinya hanya dengan mesan di berbagai tempat. Berdasarkan
perkembangan zaman yang serba cepat ini, lantas apakah model-model pakaian
9 Salaf adalah satu istilah pesantren klasik yang masih menggunakan kurikulum kitab-
kitab kuning para Salaf la-Salihin 10
Sami’na> wa ‘ata;na> merupakan istilah yang di gunakan di pesantren dengan makna
mengikuti dan melaksanakan semua apa yang di katakan oleh seorang guru. 11
Mutasyabihat adalah lawan dari muhkamat ialah sesuatu hal yang masih samar di
pahami masih membutuhkan tafsir untuk menjelaskannya.
6
tersebut yang begitu tinggi asetnya dianggap bagian dari agama atau hanya
sebatas mengikuti perkembangan zaman saja.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Judul besar yang diangkat dalam penelitian ini akan dibagi dalam
klasifikasi permasalahan:
Pertama, bagaimana pemahaman yang benar terkait aturan berpakaian
menurut hadis Nabi.? Sebagimana masih banyak hal masih menjadi risih dan
sering mengacu kepada intimidasi dan merendahakan individu, maka dengan
mengkaji penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangsih positif terhadap
pemikirin-pemikiran yang sifatnya masih taqlid tanpa memberikan data dan
kehujjahan yang bisa dianggap mutahir.
Kedua, bagaimana hadis bisa menjawab banyaknya ragam model pakaian
di saat ini, apakah nilai aset yang tinggi tersebut karena anjuran dari agama atau
hanya hal yang boleh-boleh saja diikuti atau diabaikan.?
Ketiga, bagaimana hadis bisa menjelaskan terkait libas al-syuhrah bila
dilihat dari sudut pandang batasan dan tuntunan berpakaian yang benar menurut
hadis-hadis Nabi.?
2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
7
Dari identifikasi permasalahan di atas, penelitian ini akan membatasi
kajian sanad dan pemahaman hadis libas al -syuhrah saja. Dari segi sanad
penelitian ini mengacu kepada buku “ Kaedah Kesahihan Sanad Hadis” karya
Syuhudi Ismail. Sedangkan dari segi matan, penelitian ini mengacu kepada buku
“Cara Benar Memahami Hadis” karya Ali Mustafa Yaqub. Pada segi sanadnya
nanti akan dijelaskan satu persatu periwayat hadis tersebut sampai kepada Nabi
saw. baik dari segi ketsiqahan, kedhabitan, ke’adalahan serta yang hal-hal yang
mempengaruhi kedudukan hadis tersebut. Dari segi pemahaman matan, akan
dijelaskan hadis ini dari berbagai aspek sehingga dapat dijadikan hujjah dengan
landasan yang komprehensif.
2. Perumusan Masalah
Sebagaimana sebelumnya sudah disinggung pada bagian latar belakang
masalah dan sub-sub permasalahan, pertanyan yang akan hadir adalah; 1)
Bagaimana kajian sanad hadis ini, apakah dapat dipertanggung-jawabkan sebagai
landasan hukum yang sah secara akademisi. Apakah semua periwayatnya bisa
dikategorikan sebagai periwayat yang adil dan tidak mengandung kefasiqan dan
hal lain yang bisa menjatuhkan posisi hadis tersebut? 2) Bagaimana hasil dari
penelitian ini bila dilihat dari segi kehujjahan, apakah setelah diteliti dengan
pendekatan sanad dan pemahaman hadis bisa dianggap sah sebagai landasan
hukum? 3) Apakah penelitian hadis masih membutuhkan kajian pemahaman
hadis, walaupun secara sanad sudah dianggap sahih? Keseluruhan pertanyaan di
atas akan terjawab dalam penelitian ini dengan memposisikan kajian hadis studi
kritik dan matan hadis.
8
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menjadi jawaban positif terkait libas al-
syuhrah dengan menjelaskan pengertian serta pemahamannya. Sesudah meneliti
dan mengkaji permasalahan ini akan menjadi pedoman hidup dan mendapatkan
kedamaian serta penelitian ini akan menjadi landasan hukum. 2) dapat memahami
dengan benar terkait hadis Nabi dan bisa menghilangakan kesan istilah pakaian
agamis dan pakaian tidak agamis dalam mengenakan pakaian, dengan catatan
mencukupi syarat-syarat menutup aurat dan tatacara dalam berpakaian. 3) dapat
membedakan antara hadis berkategori sebagai hukum landasan syari‟at Islam dan
mana hadis yang masuk dalam kategori budaya dan perkara yang boleh
diamalalkan dan diabaikan.
D. Manfaat Penelitian
Secara akademik, penelitian ini akan melahirkan kontribusi dan
sumbangsih antara lain. 1) memberikan metode dalam kehujjahan satu hadis tidak
hanya dengan studi sanad saja, namun harus juga dengan pendekatan matan
meliputi sejarah budaya dan sosial. 2) hadis bisa diamalkan dengan pendekatan
sanad saja dengan syarat dapat di pahami dengan jelas hadis tersebut tanpa ada
kebingungan dan keraguan akan terjadinya pemahaman-pemahaman lain. 3) hadis
bisa dipahami antara wajib al-a’mal bin aula ghaira wajib al-a’mal bih.
Secara praksis, penelitian ini akan memberikan mamafaat antara lain: 1)
menambah ketertarikan dan semangat baru untuk mengkaji ilmu teristemewa
dalam kajian hadis dan ilmu must}ala>h{ al-hadi>ts. 2) sesudah penelitian ini selesai,
diharapkan akan menjadi landasan hukum yang sah dan diamalkan dalam
9
kehidupan bermasyarakat. 3) hadis akan semakin terjaga kevalidannya dengan
adanya spririt kajian yang berkelanjutan sehingga tidak akan mudah hadis
dijadikan fatwa hukum tanpa dikaji secara mendalam terlebih dahulu.
E. Studi Pustaka
Penelitian pada sejatinya belum ada skripisi yang membahas tentang
penelitian ini hanya saja ada beberapa keterkaitan saja. Penulis hanya
mendapatkan satu buku yang membahas secara simple tentang libas al-syuhrah
ini. Buku tersebut adalah “Cara benar Memahami Hadis” karya Ali Mustafa
Yaqub. Dalam buku tersebut disebutkan secara sederhana tentang libas al-
syuhrah. Ali Mustafa Yaqub membahas terkait libas al-syuhrah ini pada tema
“Budaya Bangsa Arab Dalam Hadis” dalam pembahasan ini, beliau secara singkat
menjelaskan terkait ragam pakaian-pakaian yang bisa masuk menjadi ruang
lingkup libas al-syuhrah.
Selain buku di atas, penulis tidak menemukan penelitian yang mengkaji
tentang libas al-syuhrah lagi. Hanya saja dalam skiripsi ini karena meneliti dua
fokus kajian yaitu sanad dan matan saja, maka penulis merasa perlu
mencantumkan kitab-kitab tersebut yang menjadi rujukan utama terhadap fokus
penelitian ini. Dari sisi kajian sanad sebagaimana dilakukan dalam penelitian ini
adalah bukunya Muh{ammad Syuhudi Isma>’il yang berjudul Kaedah kesahihan
sanad hadis telaah Kritis dan tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah .12
Dalam
buku ini bisa dilihat betapa urgensinya sebuah sanad untuk menilai sebuah hadis.
12
Muh}ammad Syuhudi Isma’i>l, Kaedah kesahihan sanad hadis telaah Kritis dan
tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah (Pt Bulan bintang Jakarta 1995)
10
Dalam buku ini beliau banyak menukil pernyatan-pernyatan ulama Salaf al-
Salihin akan pentingnya sebuah sanad dalam tataran kritik hadis seperti
Muh{ammad Ibnu Si>ri>n, Abu> ‘Amar al-Awza>’i >, Sufya>n al-Tsauri> dan ‘Abdullah
bin al-Mub>arak yang pada intinya menyatakan akan wajib dan pentingnya ada
sanad dalam sebuah hadis untuk mengetahui derajat hadis tersebut.13
Dari segi pemahaman hadis, peneliti merujuk kepada karya Ali Mustafa
Yaqub dalam bukunya Cara benar memahami hadis Pustaka Firdaus 2016
Jakarta. Dalam buku ini juga akan dijelaskan berbagai masalah kesahihan sanad
dan matan hadis dan ilmu-ilmu hadis lainnya. Selain itu juga hadis-hadis dan
argumentasi para ulama dalam menyikapi libas al-syuhrah.
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Obyek utama penelitian skiripsi ini adalah Studi Kritik Sanad Hadis libas
al-syuhrah dengan pendekatan studi sanad dengan mengkaji periwayat setiap jalur
dan pemahaman hadis yang benar untuk memahami hadis ini dengan data yang
komprehensif. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang tergolong kepada
penelitian takhrij hadis, yaitu mencari keberadaan atau sumber kitab asli dari
hadis yang diteliti. Sehingga hadis yang diteliti dapat diketahui dimana terdapat
dengan merujuk kepad kitab-kitab hadis sumber asli. Selain itu, penelitian ini juga
merupakan penelitian yang tergolong kepada penelitian kritik sanad. Pada bagian
ini akan dijelaskan terkait para periwayat hadis yang diteliti dengan menyebutkan
13 Bisa dilihat dalam tulisan Muhammad Syuhudi Ismail, Kaedah kesahihan sanad hadis
telaah Kritis dan tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah pada bagaian pendahuluan.
11
semua periwayat serta mencari identitas mereka, apakah termasuk periwayat yang
tsiqah atau sebaliknya sehingga hadis yang diteliti nantinya dapat dihukumi
sebagai pedoman hidup.
Sesuai dengan jenis penelitiannya, teknik pengumpulan data dilakukan di
ruang-ruang perpustakaan baik pustaka kampus UIN Jakarta, pustaka umum
maupun pustaka pribadi, termasuk geogle book dan situs-situs lain yang
menyediakan tulisan dan buku-buku pdf serta maktab al-syamilah. Data-data yang
telah dikumpulkan dipilah berdasarkan tema-tema yang relevan. Tema itu
kemudian diklasifikasi berdasarkan mutu, jenis dan relevansinya dengan topik
penelitian ini untuk diteliti, dianalisis dan dimasukkan dalam topik bahasan.
Penelitian ini juga memungkinkan peneliti untuk melacak berbagai dokumen
beberapa tulisan, komentar, dan catatan yang terkait tentang judul penilitian ini.
Oleh karena itu penelitian ini akan melewati beberapa langkah pengumpulan data.
Langkah pertama dengan menyebutkan hadis dan penjelasan tentang
berpakaian ketika dihadapkan dengan berbagai kehidupan nyata dimasa para
ulama bahkan dimasa Nabi. Kemudian disebutkan tata cara berpakaian serta
aturan berpakaian dan pada akhir kesimpulannya penelitian ini akan menghasilkan
sebuah hukum sebagai hasil dari penelitian ini.
2. Pendekatan dan Metode Analisa
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
sejarah. Pendekatan ini sering dikenal dengan istilah analisis wacana yaitu
12
pendekatan yang menempatkan teks sebagai representasi dari sebuah pemikiran
yang mampu mempengaruhi khalayak dan dapat diterima sebagai satu kebenaran.
3. Teknik Penulisan
Sedangkan dalam hal tehnik penulisan skripsi ini merujuk kepada pada
pedoman penulisan skiripsi dalam buku Pedoman Akademik Program Stara 1
2001/2002. Sedangkan untuk masalah transliterasi, penelitian ini berpedoman
pada Romanisasi Standar Bahasa Arab (Romanization of Aracbic).
G. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dimulai dari bab satu adalah menjelaskan latar
belakang, perdebatan akademik, perdebatan yang meliputinya dan signifikan
penelitian, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah tujuan
penelitian, manfaat penelitian, studi pustaka, metode pengumpulan data,
pendekatan dan metode analisis, teknis penulisan dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah metode kritik sanad dan matan hadis, sub
pembahasannya antara lain: pengertian takhrij hadis, metode takrij al-hadis dan
lafaz periwayatan dan lafaz jarh wa ta’dil dalam Hadis.
Bab ketiga adalah penelitian terkait dengan I’tibar Sanad, urgensi dan
tujuannya, takhrij libas al-syuhrah riwayat Ahmad bin Hanbal, penelitian tentang
jarh wa ta’dil para periwayat hadis libas al-syuhrah selain dalam riwayat Ahmad
bin Hanbal, kritik sanad dan matan hadis, penelitian matan dengan kualitas sanad
hadis: penelitian susunan lafaz matan hadis yang semakna, penelitian kandungan
13
makna matan hadis dan perbandingan dengan ayat al-quran, hadis dan akal sehat:
bertentangan dengan al-quran, bertentangan dengan hadis yang lebih sahih,
bertentangan dengan akal dan natijah.
Bab keempat adalah pemaknaan libas al-syuhrah: makna libas al-syuhrah
secara bahasa, pengertian libas al-syuhrah, batasan menutup aurat dalam
berpakaian menurut hadis, ragam pakaian pada masa Nabi, pandangan Ulama
terkait libas al-syuhrah dan analisa penulis terhadap pemahaman libas al-syuhrah.
Bab kelima adalah kesimpulan, saran dan daftar pustaka. Kesimpulan
sebagai jawaban dari permasalahan-permasalahan di bagian bab sebelumnya.
Saran untuk membuka ruang untuk berbagai kalangan untuk memberikan
masukan sebagai solusi dan bentuk spirit keilmuan yang terus menerus untuk
perbaikan serta perkembangan keilmuan Islam. Daftar pustaka sebagai bentuk
rujukan dalam penelitian skiripsi ini.
14
BAB II
METODE KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS
A. Pengertian Takhrij Hadis
Bila dimaknai secara teks kalimat adalah mengeluarkan sebuah hadis.
Takhrij Hadis secara etimologi adalah bentuk masdar ( kata benda) dari kata
kerja خرج yang bermakna nampak ataupun jelas.1 Mah}mu>d T}ah}h}a>n dalam Us{u>l
al-Takhrijnya mengatakan bahwa Takhrij Hadis adalalah himpunan dua masalah
yang bertentangan dalam satu keterkaitan.2
Takhrij hadis secara terminologi adalah indikasi petunjuk yang
menjelaskan keberadaan sebuah hadis berdasarkan sumber aslinya dengan
menyertakan dari sisi sanadnya (sanad disisni adalah status periwayat hadis yang
akan mempengaruhi suatu hadis).3Kitab sumber asli yang dimaksud dalam
defenisi ini adalah kitab-kitab induk yang mengandung bebarapa bagian
pembahasan di dalamnya. Pertama kitab hadis yang dikaryakan dengan seorang
periwayat dari Saikh dengan sanad yang bersambung sampai kepada Nabi
Muhammad saw. seperti Kutub al-Sittah, Muwat{t{a, Imam Malik, Musnad Ah{mad
1 H{a>tim bin ‘A>rif al-Syari>f, al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d (cetakan Multaqa Ahl al-
Hadi>ts) juz 1, h. 2 2 Mahmud T{ah{h{a>n, Us{u>l al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d (Maktabah al-Maa‟rif, Riyad
Tahun Cetak 1191 M), h. 7 3 Mahmud T{ah{h{a>n, Us{u>l al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d (Maktabah al-Maa‟rif, Riyad
Tahun Cetak 1191 M), h. 10
15
bin H{anbal, Mustadrak Imam al-Ha>kim, Musannaf bagi Imam al-Razza>q dan
kitab lainnya.
Kedua kitab yang hampir serupa kandungannya dengan kitab-kitab yang
pertama dimana hadis-hadisnya banyak mengambil dari al-Kutub al-Sittah,
seperti kitab al-Jama’ baina al-Sah{i>h}ain karya Imam al-H{umaidi>. Ketiga kitab-
kitab yang bukan kitab hadis namun banyak menyebutkan periwayat-periwayat
hadis dengan syarat penulis karya tersebut harus meriwatkannya tanpa menukil
dari kitab-kitab lain. Kitab ini bisa saja bervariasi seperti kitab tafsir, fiqh dan
kitab-kitab sejarah. Sebagai contoh kitab at-T{abari> karya tafsir Imam al-T>{abari>,
kitab al-Umm kitab fiqh karya Imam al-Sya>fi’i> dan kitab-kitab lainnya.4
Pada dasarnya Takhrij Hadis berkesimpulan pada sebuah kedudukan
sebuah hadis dimana disebutkan para periwayatnya dengan keadalahannya. Hal
ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu S{ala>h{ bahwa para Muh{addits ketika
membukukan sebuah karya hadis, maka ada dua hal yang penting harus
diperhatikan dalam penulisan karya tersebut: pertama adalah memilah dan
memposisikan hadis-hadis tersebut kedalam sub dan bab seperti bab fiqh dan
lainnya, hal yang kedua harus mencantumkan para periwayat hadis tersebut.5 Hal
sama juga dijelaskan oleh Imam al-Sakha>wi>6 dan al-Dzahabi>
7bahwa Takhrij
Hadis adalah penghimpunan hadis oleh seorang Muh>\{addits dengan menyertakan
4 Mah{mu>d T{ah{h{a>n, Us{u>l al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d (Maktabah al-Maa‟rif, Riyad
Tahun Cetak 1191 M), h. 10-11 5 Ibnu S{ala>h, ‘Ulu>m al-Hadi>ts, h. 228
6 Al-Sakha>wi>, Fath{ al-Mughi>ts juz 2, h. 338
7 Bisa dilihat lebih lanjut pada pembahasan profil Ahmad bin ‘Ubaid bin ‘Isma >i>l al-
S{affa>r, al-Dzahabi>, Tazkirat al-Huffa>z, juz 3 h. 876
16
sub bab, kitab dan lainnya serta menjabarkan hadis-hadis yang diriwayatkannya,
atau guru-gurunya ataupun para sahabat dan sahabatnya.
B. Metode Takrij al-Hadis
Posisi kitab suci al-Quran sangatlah jauh berbeda dengan kitab hadis. Al-
Quran sudah diakui secara mutawatir atas kebenarannya, sedangkan hadis belum
tentu seperti demikian. Hal ini juga sebagaimana telah dijelaskan oleh Syuhudi
Ismail bahwa “Menelusuri ayat al-Quran sangat berbeda dengan menelusuri hadis
Nabi. Untuk mencari sebuah ayat al-Quran cukup diperlukan sebuah kitab kamus
al-Quran, seperti kitab al-Mu’jam al-Mufahras li> alFa>z al-Quran al-Kari>m karya
Muh{ammad Fua>d bin ‘Abdul Ba >qi> dan mushaf al-Quran. Beda halnya ketika
menelusuri sebuah hadis tidak cukup hanya dengan kamus dan sebuah kitab
rujukan berupa kitab hadis yang disusun oleh mukharrij saja, karena hadis
terhimpun dalam banyak kitab. Oleh karena itu, sampai sekarang belum ada
kamus yang mampu memberikan petunjuk untuk mencari sebuah hadis yang
dimuat oleh seluruh kitab yang ada. Kamus hadis pada umumnya yang sudah
tersedia hanya terbatas untuk memberi petunjuk yang termuat di sejumlah kitab
saja dan dari sebagian kamus hadis itu ada yang tidak menjelaskan cara
penggunaannya‟‟.8
Pada dasarnya ketika menelusuri sebuah hadis sudah banyak ulama yang
telah membahasnya pada masa sebelumnya.9 Dalam metode takhrij ini, penulis
8 Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 43
9 Antara lain mislanya, dalam kitab Us{u>l al-Takhrijnya Mah{mu>d T{ah{h{a>n dijelaskan
dengan detail ketika seorang ingin mentakhrij atau menulusuri sebuah hadis kepada sumber
17
hanya merujuk kepada buku Metode Penelitian Hadis Nabi karya Syuhudi Ismail.
Dalam buku tersebut disebutkan ada dua metode takhrij yang dapat dipakai dalam
menelusi sebuah hadis.10
Metode yang digunakan oleh Syuhudi Ismail tersebut
adalah;
a. Metode Takhrij al-Hadits bil-Lafzi
Dalam metode ini terkadang diketahui hanya sebagian matan saja. Bila
demikian, takhrij melalui penelusuran lebih mudah dilakukan. Dalam metode ini,
peneliti merujuk dan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li> alfa>z al-
Hadit>s al-Nabaw>i.11
Pada dasarnya, metode ini bisa dibilang sangat simpel untuk mencari
keberadan sebuah hadis. Kitab ini ditulis oleh seorang orientalis yaitu Arnad Jhon
Wensinck seorang dosen satu Universitas di London yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab oleh Muh{ammad Fu’a>d ‘Abdul Ba >qi>. Kitab ini disusun sebanyak 7
jilid, pertama dicetak tahun 1936 M dan kemudian cetakan setelah 33 tahun baru
hadir edisi cetakan kedua.
Kitab ini disusun dengan tiga jenis metode pendekatan ketika ingin
mencari keberadaan sebuah hadis. Pertama dengan pendekatan kata fi’il seperti
ma>d{i>, mud{a>ri’, dan amar. Kedua dengan pendekatan kata isim, seperti isim
aslinya ada langkah-langkah yang tepat untuk dilakukan. Dalam kitab tersebut disebutkan ada lima
poin penting yang harus peneliti lakukakan: Menelusuri hadis dengan pendekatan melacak
periwayat hadis melalui jalur para sahabat (periwayat pertama), menelusuri hadis dengan melacak
awal kata atau lafaz dari matan hadis (awal matan hadis), menelusi hadis dengan melacak salah
satu lafaz hadis yang terdapat dalam matan hadis, menelusi hadis dengan pedekatan tema hadis
dan menelusi hadis dengan melihat hal penting yang tersirat dalam sanad matan hadis.
10 Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 44
11 Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 44
18
mufrad, tatsniah, jama’ dan bentuk-bentuk isim lainnya. Ketiga dengan
pendekatan isim musytaq. Jadi, pencari hadis bisa mencari hadis dengan bentuk
tiga pendekatan di atas.12
Kitab Wensinck ini memuat sembilan kitab hadis. Kitab tersebut adalah
al-Kutub al-Sittah (sah}i>h al-Bukha>ri>, Sah{i>h Muslim, Sunan Abi> Da>ud, Sunan al-
Turmidzi>, Sunan al-Nasa> `i>, Sunan Ibnu Ma>jah, Muwat{t{a’ Ma >lik’, Musnad
Ah{mad dan Musnad al-Da>miri>.13
Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras li> alfa>z al-Hadit>s al-Nabawi> ada
rumus-rumus tertentu yang dibutuhkan untuk memahami keberadaan sebuah
hadis. Rumus tersebut antara lain:
. متبوع باسم الكتاب، فرقم الباب: اسم ادلؤلف )خ(، البخارى .
Kitab Sah{i>h al-Bukha>ri> karya al-Bukha>ri> rumusnya adalah huruf "خ " disusun
dengan nama kitab kemudian nomor bab
مسلم: اسم ادلؤلف )م(، متبوع باسم الكتاب، فرقم الباب )رقم الصفحة بالنسبة للمقدمة . فقط(
Kitab Sa>h{i>h Muslim karya Muslim rumusnya adalah huruf “م” disusun dengan
nama kitab kemudian nomor bab (nomor halaman sesuai pada bagian
pendahuluan saja)
أبو داد: اسم ادلؤلف )د(، متبوع باسم الكتاب، فرقم الباب. .Kitab Sunan Abu> Da>ud karya Abu> Da>ud rumusnya adalah huruf ‚د‛ disusun
dengan nama kitab kemudian nomor bab
12
Lebih detail bisa lebih lanjut dilihat pada bab yang ke tiga. Mah{mu>d T{ah>h>a{n, Us{u>l al-
Takhri>j Wa Dira>sat al-Asa>ni>d (Maktabah al-Maa‟rif, Riyad Tahun Cetak 1191 M), h. 82-85 13
Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 44
19
.ذى: اسم ادلؤلف )ت(، متبوع باسم الكتاب، فرقم البابترم .4
Kitab Sunan Turmidzi> karya al-Tuzmidzi> rumusnya adalah huruf ‚ت‛ disusun
dengan nama kitab kemudia nomor bab
ادلؤلف )ن(، متبوع باسم الكتاب، فرقم الباب.النسائى: اسم .Kitab Sunan al-Nasa>‘i> karya al-Nasa>‘i> rumusnya huruf ‚ن‛ disusun dengan nama
kitab kemudian nomor bab
ابن ماجو: اسم ادلؤلف )جو(، متبوع باسم الكتاب، فرقم الباب. .Kitab Sunan Ibnu Ma>jah karya Ibnu Ma>jah rumusnya adalah huruf ‚جه‛ disusun
dengan nama kitab dengan kemudian nomor bab
الدارمى: اسم ادلؤلف )دى(، متبوع باسم الكتاب، فرقم الباب. .Kitab al-Da>rimi> karya al-Da>rimi> rumusnya adalah huruf ‚دى‛ disusun dengan
nama kitab kemudian nomor bab
سم "ادلوطأ" )ط(، متبوع باسم الكتاب، فرقم احلديثمالك: ا .Kitab al-Muwat{t{a‘ karya Imam Malik rumusnya adalah huruf ‚ط‛ disusun dengan
nama kitab kemudian nomor hadis
.أمحد بن حنبل: اسم ادلؤلف )حم(، متبوع برقم اجمللد، فرقم الصفحة .Kitab Musnad Ah{mad bin H{>anbal karya Ahmad bin Hanbal rumusnya adalah
huruf “حم" disusun dengan jilid atau juz kemudian nomor halaman.
Dalam metode ini, penulis menggunakan matan hadis:
14
Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li> alFa>z al-Hadi>ts al-Nabawi>, juz 7 pada bagian
akhir halaman. Atau juga dalam: Mah{mu>d T{ah>h>a{n, Us{u>l al-Takhri>j Wa Dira>sat al-Asa>ni>d
(Maktabah al-Maa‟rif, Riyad Tahun Cetak 1191 M), h. 84-86
20
الشامي عن عن عثمان بن أيب زرعة عن مهاجر حدثنا عبد اهلل حدثين أيب ثنا حجاج ثنا شريك ابن عمر قال قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم من لبس ث وب شهرة ألبسو اللو ت ب ا ار وت
15. ث وب مذلة ي وم القيامة قال شريك وقد رأيت مهاجرا وجالستو .
1. Pencarian melalui lafal fi’il “ لبس”, peneliti menemukan hasilnya:
حم "، ، جو لباس لباس دثوما مثلو، ثوب مذل: من لبس ث وب شهرة ألبسو اللو ي وم القيامة ، ،
a. Sunan Abi Daud, kitab libas, nomor bab 4
b. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, no bab 27
c. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 92 dan 139
2. Pencarian melalui lafal “ ث وب”, hasilnya adalah:
: حم ، جو لباس ،و اهلل يوم القيامة... د لباس من لبس ثوب شهرة ألبس
a. Sunan Abi Daud, kitab libas no hadis 4
b. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, nomor bab 24
c. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 139
3. Pencarian melalui lafal ” شهرة” digunakan dari lafal شهر dan hasilnya
adalah:
، حم ،، جو لباس الثياب: د لباس من لبس ثوب شهرة، باب من لبس شهرة من
a. Sunan Abi Daud, kitab libas, no bab 4
b. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, no bab 24
c. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 92
15
Ah{mad bin H{anbal, Musnad Ah{mad bin H{anbal (Muassasah Qurtabah, Mesir), juz 2, h.
139
21
4. Pencarian melalui lafal “ ألبسو”, hasilnya adalah tidak ada karena biasanya
lafal seperti ini harus dikembalikan dulu ke asal fi’ilnya yaitu س لب
sebagaimana hasilnya sudah dijelaskan pada no dua di atas.
5. Pencarian melalui lafal “مذلة”, digunakan dari fi’ilnya yaitu ذل dan hasilnya
adalah:
44جو لباس ،، د لباس ، ، ، , ألبسو اهلل... ثوب مذلة أو ثوبا من نار: حم
a. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 6 halaman 420, jilid 2 halaman 92 dan
139
b. Sunan Abi Daud, kitab libas, no bab 4
c. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, no bab 24
b. Metode Takhrij bi> al-Maud{u>’
Metode melalui topik ini sejatinya juga banyak kitab yang membahasnya.
Hanya saja, secara umum kitab-kitab tersebut tidak menyebutkan data-datanya
secara lengkap, dengan arti lain masih butuh kitab tersendiri untuk melacak hadis
tersebut.16
Peneliti dalam metode ini menggunakan kitab Mifta>h} Kunu>z al-Sunnah
karya A.J Wensinck. Pada dasarnya untuk menentukan tema dari suatu hadis yang
ingin ditelusuri tidaklah mudah, tidak sembarangan orang bisa melalui tahap
16
Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 47
22
penelitian dengan metode ini. Dalam masalah ini sejatinya sangat dibutuhkan
kematangan dan kecermatan.17
Kitab ini memuat 14 kitab yaitu S{ah{i>h{ al-Bukha>ri>, S{ah{i>h{ Muslim, Sunan
Abi> Da>ud, Sunan al-Tirmidzi>, Sunan al-Nasa>’i>, Sunan Ibnu Ma>jah, Muwat{t{a’
Ma>lik’, Musnad Ah{mad dan Musnad al-Da>miri>, Musnad Zaid bin ‘Ali>, Musnad
Abi> Da>ud al-T{aya>lisi>, T{abaqa>t Ibnu Sa’ad, Si>rah Ibnu Hyisa>m, dan Magha>zi> al-
Wa>qidi>.18
Dalam kitab Mifta>h{ Kunu>z al-Sunnah karya A.J Wensinck ada rumus-rumus
tertentu untuk membantu memahami keberadaan sebuah hadis.
بخ: صحيح البخارى، وىو مقسم ا كتب وكل كتاب ا أبواب .Rumus “بخ" maksudnya adalah kitab al-Bukha>ri> dan disusun dengan urutan kitab
kemudian setiap kitab dibagi ke bab
مس: صحيح مسلم، وىو مقسم ا كتب وكل كتاب ا أحاديث .Rumus “مس" maksudnya adalah kitab S{ah{i>h{ Muslim dan disusun dengan urutan kitab,
setiap kitab dibagi ke nomor hadis
بد: سنن أىب داود، وىو مقسم ا كتب وكل كتاب ا أبواب .Rumus “بد” maksudnya adalah kitab Sunan Abi >Da>ud dan disusun dengan urutan
kitab, setiap kitab dibagi kepada bab
ىو مقسم ا كتب وكل كتاب ا أبوابتر: سنن الرتمذى, و .Rumus “تر" maksudnya adalah kitab Sunan al-Turmizdi> dan disusun dengan
urutan kitab, setiap kitab dibagi kepada bab
17
Mah{mu>d T{ah>h>a{n, Us{u>l al-Takhri>j Wa Dira>sat al-Asa>ni>d (Maktabah al-Maa‟rif, Riyad
Tahun Cetak 1191 M), h. 95 18
Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 47
23
مج: سنن ابن ماجو، وىو مقسم ا كتب وكل كتاب ا أبواب .Rumus “مج" maksudnya adalah kitab Sunan Ibnu Ma>jah dan disusun dengan
urutan kitab, setiap kitab dibagi kepada bab
مى: سنن الدارمى، وىو مقسم ا كتب وكل كتاب ا أبواب .Rumus “مى" maksudnya adalah kitab Sunan al-Da>rimi> dan disusun dengan urutan
kitab, setiap kitab dibagi kepada bab
مقسم ا كتب وكل كتاب ا أحاديثما: موطأ مالك، وىو .Rumus “ما" maksudnya adalah kitab Muwat{t{a’ dan disusun dengan urutan kitab,
setiap kitab dibagi kepada nomor hadis
ز: مسند زيد بن على، أحاديثو مدودة، والرقم يدل على احلديث .Rumus “ز" maksudnya adalah kitab Musnad Zaid bin ‘Ali dan disusun hadisnya
banyak dan simbol nomor menunjukkan nomor hadis
عد: طبقات ابن سد، مقسم إ أجزاء، وبض األجزاء إ أقسام، والرقم يدل على . الصفحة
Rumus “عد" maksudnya adalah kitab T}abaqa>t ibnu Sa’ad dan disusun dengan
urutan juz, setiap bagian juz dibagi-bagi, dan simbol nomor menunjukkan
halaman
حم: مسند أمحد بن حنبل، مقسم ا أجزاء والرقم يدل على الصفحة من اجلزء .Rumus “حم" maksudnya adalah kitab Musnad Ahmad bin Hanbal dan disusun
dengan urutan juz, dan simbol nomor menunjukkan halaman juz
لسى، أحاديثو مدودة، والرقم يدل على احلديثط: مسند الطيا .Rumus “ط" maksudnya adalah kitab Musnad al-T{aya>lisi> dan disusun dengan hadis
yang beragam, dan simbol nomor menunjukkan hadis
ىش: سنة ابن ىشام، الرقم يدل على الصفحة .
24
Rumus “هش" maksudnya adalah kitab Sirah ibnu Hisya>m dan simbol nomor
menunjukkan halaman
قد: مغازى الواقدى، الرقم يدل على الصفحة .Rumus “قد" maksudnya adalah kitab al-Magha>zi> al-Wa>qidi> dan simbol nomor
menunjukkan halaman
: كتاب .Rumus “ك" menunjukkan nama kitab
ب: باب .Rumus “ب" menunjukkan sebuah bab
ح: حديث .Rumus “ح" menunjukkan hadis
ص: صفحة .Rumus “ص” menunjukkan halaman
ج: جزء .Rumus “ج" menunjukkan juz
ق: قسم .Rumus “ق" menunjukkan satu bagian kelompok
قا: قابل ماقبلها مبا بدىا .Rumus “قا" menunjukkan adanya satu hadis antara sebelum dan sesudahnya
م م م: فوق الدد من جهة اليسار تدل على أن احلديث مكرر مرات .Rumus “م م م” menunjukkan hadis yang berulang-ulang
19رر بقدره ىف الصفحةسار يدل على أن احلديث مكجهة اليالرقم فوق الصغن الدد من .44
19
Wesnick, Miftah Kunuz al-Sunnah, h. 9
25
Rumus angka kecil yang berada di atas nomor (bentuk kuatrat) menunjukkan atas
hadis yang berulang
Berdasarkan data yang peneliti lakukan dengan mengangkat tema “لباس” hasillnya
ada pada bab لبس ث وب الشهرة عقوبة من" ” dan hasilnya adalah:
ب تر:
قا ب مج:
، 66، 64، 69، 66، 66، 65، 66، 56، 55، 46، 45، 44، 44، 22، ثان ص 254أول ص حم:
قا 216، 444، 114، 111قا 155، 146، 129، 126، 121، 141، 164، 162، 161، 94، 11
، ثالث ص 521، 562، 496، 494، 469، 466، 456، 454، 426، 412، 469، 296، 296، 216
قا.426، 65، رابع ص 426، 44، 46، 29، 5
.، ، ، ط: ح
a. Sunan al-Tuzmidzi, kitab 35, bab 47
b. Sunan Ibnu Majah, antara sebelum dan sesudah kitab 32, bab 24
a. Musnad Ahmad bin Hanbal juz 1 halaman 352, juz 2 halaman 33,
42, 44, 45, 46, 55, 56, 60, 65, 66, 67, 69, 103, 104, 128, 131, 136,
139, 147, sebelum dan sesudah 155- 181, 182, 222, sebelum dan
sesudah 315- 386, 390, 397, 409, 413, 430, 454, 456, 467, 489,
492, 497, 503, 531, juz 3 halaman 5, 39, 40, 44, 437, juz 4 halaman
65, sebelum dan sesudah 237.
b. Musnad al-T{aya>lisi>, hadis 351, 1948, 2469, 2487
Di bawah ini akan dijelaskan hadis-hadis tersebut sesuai petunjuk dalam rumus.
Berdasarkan hasil dua metode di atas, hadis-hadis tersebut adalah:
26
a. Kitab al-Mu’jam al-Mufahras li> alFa>z al-Hadit>s al-Nabawi>
Hadis-hadis yang ada dalam rumus kitab al-Mu’jam al-Mufahras li> alFa>z
al-Hadit>s al-Nabawi sebagai berikut:
1. Pencarian melalui lafal fi‟il “ لبس”, peneliti menemukan hasilnya:
حم "، ، جو لباس لباس دثوما مثلو، ثوب مذل: من لبس ث وب شهرة ألبسو اللو ي وم القيامة ، ،
a. Sunan Abi Daud, kitab libas, nomor bab 4
b. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, nomor bab 27
c. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 92 dan 13921
A. Hadis pada kitab Sunan Abi Daud, kitab libas, nomor bab 4 adalah:
ن ك ع ي ر عن ش -ى س ي ع ن ب يىن ا -ا ممد ن ث د ة ح وح ان و و ع ب ا أ ن ث د ى ح س ي د بن ع م ا م ن ث د ح ع ر ان بن أىب ز م ث ع
ن م » قال -قال ىف حديث شريك يرفو -عمر ى عن ابن ام ر الش اج ه ة عن ادل
« ار الن و ي ف ب ه ل ت ث » زاد عن أىب عوانة «. و ل ث م با و ث ة ام ي الق م و ي اهلل و س ب ل أ ة ر ه ش ب و ث س ب ل
B. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, no bab 27
Hasil penelusuran, peneliti tidak menemukan hadis yang bersesuaian dalam bab
27.23
20
Bisa dilihat; Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahrah li al-Fadz al-Hadits al-Nabawi, juz 6,
h. 84 21
Bisa dilihat; Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li> al-Fad>z al-Hadit>s al-Nabawi>, juz 6,
h. 84 22
Kitab “libas” bab ke 4. Abu Daud, Sunan Abi> Da>ud (Beirut: Dar al-Kitab), juz 4, h. 77 23 Menurut peneliti ini kesalahan penulisan atau percetakan, karena dalam hasil penelusuran
dengan matan lainnya semua mengatakan ada pada bab 24 bukan bab 27. Adapun hadis pada
nomor bab 27 adalah:
27
C. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 92 dan 13924
Hadis pada kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 92 dan 139 adalah
ان م ث ا شريك عن ع ن اشم ث ا ى ثين أيب ثن ا عبد اهلل حد ن ث د .ح ن ى ع ش ع ة وىو األ ر ي غ يىن بن ادل
ف ة ر ه ش ب و ث س ب ل ن قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم : م ر م ي عن بن ع ام ر الش اج ه م ة ام ي الق م و ي ة ل ذ م ب و ث اهلل و س ب ل ا أ الدني
ي ام الش ر اج ه م ن ع ة ع ر ز يب أ ن ب ان م ث ع ن ع ك ي ر ش ا ن ث اج ج ا ح ن ث يب أ ين ث د ح اهلل د ب ا ع ن ث د ح . ار ب ت اهلل و س ب ل أ ة ر ه ش ب و ث س ب ل ن م : م سل و يو عل اهلل ى ل ص اهلل ل و س ر ال ق :ال ق ر م ع ن ب ن ع ت و و ت س ال ج ا و ر اج ه م ت ي أ ر د ق ك و ي ر ش ال ق . ة ام ي الق م و ي ة ل ذ م ب و ث ا
2. Pencarian melalui lafal “ ث وب”, hasilnya adalah:
: ،، حم ،، جو لباسمن لبس ثوب شهرة ألبسو اهلل يوم القيامة... د لباس
a. Sunan Abi Daud, no hadis 4
b. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, nomor bab 24
c. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 13927
ال اس ق د اهلل بن الب ن عب ث ع ار اء عن عبد اهلل ابن احل ذ د احل ال ن خ ان ع ي ف ع عن س ي ا وك ن ث د د . ح ي بن مم ا عل ن ث د ح - 3614 ام ه اك ر ش ين ث ن م ال ب صلى اهلل عليو و سلم ق النب ل ن ل ان ك
النب صلى اهلل عليو و ل ن ل ان قال ك عن أنس دة تا ام عن ق ون عن ه ار د بن ى ي ا يز ن ث د ة . ح ب ي ش ر بن أيب و بك ب ا أ ن ث د ح - 3615 ن قبال سلم
Bisa dilihat: Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr, Tahqiq: Muhammad Fuad „Abd
al-Baqi), juz 2, h. 1194
24 Bisa dilihat; Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li> alFa>z al-Hadit>s al-Nabawi>, juz 6, h.
84 25
Ah{mad bin H{anbal, Musnad Ah{mad bin H{anbal (Muassasah Qurtabah, Mesir), juz 2, h.
92 26
Ah{mad bin H{anbal, Musnad Ah{mad bin H{anbal (Muassasah Qurtabah, Mesir), juz 2, h. 139
28
A. Sunan Abi Daud, no hadis 4. Hasilnya sudah disebutkan di atas karena
rumusnya sama.
B. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, nomor bab 24. Hasilnya adalah:
ن ث د ح . م عن ه ان بن ج م ث ا ع ن ث د ي . ح اج ز الن ر ع بن م ي ك ا و ن ث د . ح ان ر ح د الب ي ز اس بن ي ب ا ال ض ر ع أ ة ر ه ش ب و ث س ب ل ن م صلى اهلل عليو و سلم قالب عن الن ر ذ يب ش عن أ ي ب بن ح ر ز
.و ض و ت م و ض ي ت ح و ن ع اهلل عبد بن ممد اثن حد - .
عن ةر ي ادلغ بن انم ث ع عن ةان و ع بوأ ان ث حد . بار و الش أيب بن كل ادل
ب و ث س ب ل نم : ) سلم و عليو اهلل صلى اهلل رسول قال قال عمر بن اهلل عبد عن راج ه ادل ( اار ن و ي ف ب ذل أ ث القيامة وم ي ة ذل م ب و ث اهلل و س ب ل أ الدنيا ف ة ر ه ش
C. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 13930
. Hadisnya sudah
disebutkan di atas.
3. Pencarian melalui lafal ” شهرة” digunakan dari lafal شهر dan hasilnya
adalah:
، ،، حم ،، جو لباس من لبس ثوب شهرة، باب من لبس شهرة من الثياب: د لباس
a. Sunan Abi Daud, kitab libas, no bab 4
b. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, no bab 24
c. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 9231
27 Bisa dilihat; Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li> alFaz al-Hadit>s al-Nabawi>, juz 1, h.
310
28 Kitab “libas” bab ke 24. Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah al-Qazwaini>, Sunan
Ibnu Ma>jah (Beirut: Da>r al-Fikr, Tah{qi>q: Muah}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>), juz 2, h. 1193 29
Kitab “libas” bab ke 24. Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah al-Qazwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah (Beirut: Da>r al-Fikr, Tah{qi>q: Muah}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>), juz 2, h. 1193
30 Bisa dilihat; Wensinck, l-Mu’jam al-Mufahras li> alFa>z al-Hadi>ts al-Nabawi>, juz 1, h.
310
29
A. Sunan Abi Daud, kitab libas, no bab 4. Hadisnya sudah disebutkan pada
bagian atas karena rumusnya sama.
B. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, no bab 24. Hadisnya sudah disebutkan pada
bagian atas karena rumusnya sama.
C. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 2 halaman 92.32
Hadisnya sudah disebutkan
pada bagian atas karena rumusnya sama.
4. Pencarian melalui lafal “مذلة”, digunakan dari fi‟ilnya yaitu ذل dan hasilnya
adalah:
، جو ، د لباس ، ، ، , حم ألبسو اهلل... ثوب مذلة أو ثوبا من نار: لباس
a. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 6 halaman 420, jilid 2
halaman 92 dan 139
b. Sunan Abi Daud, kitab libas, no bab 4
c. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, no bab 2433
A. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 6 halaman 420, jilid 2 halaman 92 dan
139. Pada bagian jilid 2 halaman 92 dan 129 sudah disebutkan hadisnya
pada bagian sebelumnya, sedangkan pada jilid 6 halaman 420 setelah
peneliti telusuri, hadis tersebut tidak sesuai. Peneliti berasumsi terjadi
karena dalam matan hadis yang diteliti ada dua hadis yang hampir sama
31
Bisa dilihat; Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li> alFa>z al-Hadit>s al-Nabawi>, juz 3, h.
207 32
Bisa dilihat; Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li> al-Fa>z al-Hadit>s al-Nabawi>, juz 3,
h. 207 33
Bisa dilihat; Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li> al-Fa>z al-Hadit>s al-Nabawi>, juz 2, h.
184
30
hanya beda matan saja. Matan tema tersebut adalah “syuhrah dan matan
“alh{ari>r” saja, dua matan ini dampak hukumnya sangatlah berbeda.
Adapaun rumus yang menjelaskan ada pada bagian juz 6, h. 430 hadisnya
tidak sejalan dengan hadis yang diteliti. Hadis tersebut menjelaskan hadis
tentang pakaian sutra bukan pakaian syuhrah. Hadis tersebut tercantum
sebagaimana di bawah ini:
ان عن عثم و أم الت ر عن خ اب يك عن ج ا شر ثن ر ام ن ع ىن ب د ي و أس أيب ثنا ين ث د اهلل ح ا عبد ن ث د ح ف ر ي ر ب ح ثو بس ن ل ة عن النب صلى اهلل عليو و سلم قال : م ي ر ي و ة عن ج ي ر وي ي ج خ ل بن أ ي ف الط
ن نارا م ب و ث لة أو ذ ب م و اهلل تا ث بسو الدنيا أل
B. Sunan Abi Daud, kitab libas, no bab 4. Hadisnya sudah disebutkan pada
bagian atas karena rumusnya sama.
C. Sunan Ibnu Majah, kitab libas, no bab 24.35 Hadisnya sudah disebutkan
pada bagian atas karena rumusnya sama.
b. Kitab Mifta>h{ Kunu>z al-Sunnah
Berdasarkan data yang peneliti lakukan dengan mengangkat tema “لباس”
hasilnya ada pada bab عقوبة من لبس ث وب الشهرة" ” dan hasilnya adalah:
ب تر: . قا ب مج: .
34
Bisa dilihat: Ah{mad bin H{anbal, Musnad Ah{mad bin H{anbal (Muassasah Qurtabah,
Mesir), juz 6, h. 430 35
Bisa dilihat; Wensinck, l-Mu’jam al-Mufahras li> alFa>z al-Hadi>ts al-Nabaw>i, juz 2, h.
184
31
، 69، 66، 66، 65، 66، 56، 55، 46، 45، 44، 44، 22، ثان ص 254حم: أول ص حم: .
، 111قا 155، 146، 129، 126، 121، 141، 164، 162، 161، 94، 11، 66، 64
، 469، 466، 456، 454، 426، 412، 469، 296، 296، 216قا 216، 444، 114
قا426، 65، رابع ص 426، 44، 46، 29، 5، ثالث ص 521، 562، 496، 494 .، ، ، ط: ح .
A. Sunan al-Tuzmi>dzi>, kitab 35, bab 47
Rumus yang terdapat dalam kitab Mifata>h{ Kunu>z al-Sunnah dengan
rumus “تر" yang menunjukkan pada kitab Sunan al-Turmi>dzi>. Peneliti tidak
menemukan hadis yang bersesuaian, peneliti sudah mengkroscek langsung ke
kitab aslinya. Sesuai petunjuk dalam rumus ini posisinya ada pada kitab 35
bab yang ke 47. Pada kitab yang ke 35 disebutkan adalah kitab tentang “al-
Syuhada`” dan disana hanya ada 4 bab saja. Bab pertama tentang para
syuhada terbaik, bab kedua tentang syahadat yang tidak diperbolehkan, bab
ketiga tentang syahadat palsu dan bab ke empat tentang tentang bab yang
sama (syahadat palsu).37
B. Sunan Ibnu Majah, anatara sebelum dan sesudah kitab 32, bab 24.
Hadisnya sudah disebutkan pada bagian sebelumnya. Rumus “قا” menunjukkan bahwa hadis tersebut ada juga hadis yang sama berada pada
bagian sebelum dan sesudahnya (ada 3 hadis yang semakna). Hadis tersebut
bisa dilihat di bawah ini:
37
Muhammad „abd al-Rahman bin „Abd al-Rahim al-Mubarakafuri, Tuhfah al-Ahwazi ( syarah
Sunan al-Turmizi Dar al-Hadits, 2001 M), juz 6, h. 164-172
32
باب من لبس شهرة من الثياب( 24 )ا شريك أن ب ن نا يزيد بن ىارون . أ دث ح ان قال اسطي د بن عبد ادللك الو ة ومم اد ب ا ممد بن ع ن ث د ح 1 – 3606
قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليو و سلم ر عن ابن عمر اج ة عن مه ع ر ز ان بن أيب عثم عن
ة ل ذ م ب و ث ة ام القي م و ي اهلل و س ألب ة ر ه ش ب و ث س ب ن ل م :
اجر ادله ة عنر ي ان بن ادلغ ة عن عثم ان و و ع ب ا أ دثن ب . ح وار يب الش د بن عبد ادللك بن أ ا مم ن ث د ح 2 - 3607 شهرة ف الدنيا ب و س ث ب ن ل م : اهلل صلى اهلل عليو و سلم ال رسول ال ق بن عمر ق اهلل د ب عن ع اار ن و في ب ذل أ ث ة ام ي الق يوم لة ب مذ و ث اهلل ألبسو
ر م عن ز ه ان بن ج ا عثم دثن ي . ح اج ز الن ر ع بن م ي ا وك دثن ان . ح ر ح د الب ي ز اس بن ي ا الب ن ث د ح 3 – 3608 و حت عن اهلل ض ر ع أ شهرة ب ثو س ب ن ل : ) م العن النب صلى اهلل عليو و سلم ق ذر ش عن أيب بي بن ح
( و ض و و مت ض ي
C. Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 1 halaman 352, juz 2 halaman 33, 42, 44,
45, 46, 55, 56, 60, 65, 66, 67, 69, 103, 104, 128, 131, 136, 139, 147,
sebelum dan sesudah 155- 181, 182, 222, sebelum dan sesudah 315- 386,
390, 397, 409, 413, 430, 454, 456, 467, 489, 492, 497, 503, 531, juz 3
halaman 5, 39, 40, 44, 437, juz 4 halaman 65, sebelum dan sesudah 237.
Namun penulis hanya menemukan pada jilid 2 halaman 92 dan 139.
Sebagaimana hadisnya sudah disebutkan pada bagian sebelumnya.39
D. Musnad al-T{aya>lisi>, hadis 351, 1948, 2469, 248740
38
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar al-Fikr, Tahqiq: Muhammad Fuad „Abd
al-Baqi), juz 2, h. 1193 39
Menurut penulis ini bisa karena perbedaan tema sehingga hasil hadisnya berbeda-beda.
Sebagai penguat, sebagaiman dalam penelusuran lainnya hanya ada dalam jilid 2 halaman 92 dan
139 saja. 40
A.J Wensinck, Mifta>h{ Kunu>z al-Sunnah, hal. 476
33
Penliti hanya mmenemukan hadis yang berdekatan secara tema saja.
Dengan arti lain dua tema tersebut hampir sama, namun berbeda
pembahasannya. Tema tersebut adalah: من لبس احلرير ف الدنيا مل يلبسو ف اآلخرة41
Pada hadis nomor 351 sebagaimana tercantum dalam rumus peneliti tidak
menemukan hadis yang bersesuaian. Peneliti menemukan hadis yang beda
dengan hadis yang diteliti.42
41
Sulaiman bin Da>ud, Musnad Abi> Da>ud al-T{aya>lisi> (Nasyir: Hajar lil-Taba‟ah: Tahqiq:
Muhammad bin Abd al-Muhsin al-Turki 1999 M), juz 6, h. 271 42
Hadis yang mucul pada kitab al-T>>}aya>lisi> nomor hadis 351 adalah:
ث نا محاد ث نا أبو داود ، قال : حد قبة ب حد ا أرعى غنما ل ن بن سلمة ، عن عاصم ، عن زر ، عن عبد اهلل ، قال : كنت غالما يافة فأتى علي رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم وأبو بكر وقد ف را من المشركن ف يط مبك لب تسقينا ؟ ق لت ق أيب م ال : يا غالم عندد ؟ ق من جذعة مل ي ن ز علي ها الفحل ب م فأت يت هما با فاعت قلها أبو بكر : إن مؤتن ولست بساقيكما قال : ف هل عند لت : ن
رة فحلب فيوأخذ رس ها ث شرب ىو وأبو بكر ث ول اهلل صلى اهلل عليو وسلم الضرع فدعا فحفل الضرع وأتاه أبو بكر بصخرة من قد أت يت ر ا كان ب سول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ف قلت : علمين من ىذا القول الطيب سقيان ث قال للضرع : اقلص ، ف قلص ف لم
ن سو لم ، فأخذت من فيو سب ين القرآن ف قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : إنك غالم م رة ما ي نازعين فيها أحد ي Sedangkan hadis nomor 1948 adalah:
ث نا ابن أيب ذئب ، عن نافع ، عن ابن عمر أن رجال قال : يا ث نا أبو داود ، قال : حد رسول اهلل ، ما ي لبس المحرم ؟ قال : ل حدمامة ، ول أسفل من ي لبس القميص ، ول ال هما إ لن ف لي لبس خفن ي قط ب ن ، ول السراويل ، ول اخلفن إل أن ل يد ن الك
.ي لبس ث وبا مسو ورس ول زعفران Sedangkan hadis nomor 2469 adalah:
ث نا أبو دا د ، عن أبيو ، عن أيب سلمة ، عن أيب ىري رة ، قال : قال رسول احد ث نا ابن س هلل صلى اهلل عليو وسلم : ود ، قال : حدثون ، وإن يك ف أمت من هم .أحد ف هو عمر قد كان فيمن خال من األمم ق ب لكم ناس يد
Sedangkan hadis nomor 2487 adalah زيز بن أيب سلمة ، عن عبد اهلل بن الفضل ، عن ث نا عبد ال ث نا أبو داود ، قال : حد أيب سلمة ، عن أيب ىري رة ، أن رسول اهلل حد
.عليو وسلم قال : ل ت فضلوا ب ن أنبياء اهلل ، أو ب ن األنبياء صلى اللو عليهم وسلم صلى اهلل Bisa dilihat: Sulaiman bin Da>ud, Musnad Abi> Da>ud al-T{aya>lisi> (Nasyir: Hajar lil-Taba‟ah: Tahqiq:
Muhammad bin Abd al-Muhsin al-Turki 1999 M), juz 1, h. 276. Sulaiman bin Da>ud, Musnad Abi>
Da>ud al-T{aya>lisi> (Nasyir: Hajar lil-Taba’ah: Tahqiq: Muhammad bin Abd al-Muhsin al-Turki
1999 M), juz 3 h. 373. Sulaiman bin Da>ud, Musnad Abi> Da>ud al-T{aya>lisi> (Nasyir: Hajar lil-
Taba’ah: Tahqiq: Muhammad bin Abd al-Muhsin al-Turki 1999 M), Juz 4. H. 106. Sulaiman bin
Daud, Musnad Abi> Da>ud al-T{aya>lisi> (Nasyir: Hajar lil-Taba’ah: Tahqiq: Muhammad bin Abd al-
Muhsin al-Turki 1999 M), Juz 4, h. 121 42
Sulaiman bin Da>ud, Musnad Abi> Da>ud al-T{aya>lisi> (Nasyir: Hajar lil-Taba‟ah: Tahqiq:
Muhammad bin Abd al-Muhsin al-Turki 1999 M), Juz 4. H. 106
34
Berlandaskan data-data di atas dengan merujuk kepada dua kitab takhrij
hadis, yaitu kitab al-Mu’jam al-Mufahrahs li> alFa>z al-Hadit>s al-Nabawi> dan
Mifta>h} Kunu>z al-Sunnah dapat disimpulkan bahwa hadis yang diteliti (termasuk
hadis yang semakna) terdapat dalam kitab Ibnu Ma>jah, Musnad Ah{mad bin
H{anbal dan Sunan Abi> Da>ud. Dari jumlah jalur sanad dapat disimpulkan
berdasarkan data-data di atas bahwa hadis yang diteliti diriwayatkan oleh dua
sahabat saja secara marfu’, yaitu Ibnu „Umar dan Abi> Dzarr. Untuk lebih
memudahkan di bawah ini akan dibuat skema sanad dari tiap-tiap mukharrij.
Dalam hasil penelitian terkait libas al-syuhrah, terdapat empat matan hadis
yang beragam versi namun sejatinya tetap satu koridor tema yang sama yaitu
terkait pakian syuhrah. Adapun matan hadis tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ibnu Majah meriwayatkan dengan dua jalur sanad, pertama dari Abi Dzarr
dan yang kedua dari dari Ibnu „Umar. Redaksi yang diriwayatkan dari Ibnu
Umar dengan menyatakan bahwa mereka yang mengenakan pakaian syuhrah
pada hari kiamat akan dihinakan oleh Allah dengan pakaian kehinaan dan
dinyalakan api di dalamnya. Sedangakan riwayat yang kedua dari Abi Dzarr
sedikit berbeda dengan redaksi yang diriwayatkan oleh Ibnu „Umar. Redaksi
dalam riwayat Abi Dzarr menyatakan bahwa siapa yang mengenakan pakaian
popularitas Allah akan mencapakkannya (kepada jurang kecelakaan) kapan
saja Allah berkehendak. Adapun redaksi hadisnya adalah:
35
ن ث د ح . م ه ان بن ج م ث ا ع ن ث د ي . ح اج ز الن ر ع بن م ي ك ا و ن ث د . ح ان ر ح د الب ي ز اس بن ي ب ا ال ة ر ه ش ب و ث س ب ل ن م صلى اهلل عليو و سلم قالب عن الن ر ذ يب أ ش عن ي ب بن ح ر عن ز
.و ض و ت م و ض ي ت ح و ن ع اهلل ض ر ع أ عن ةادلغن بن انعثم عن ةان و ع وأب احدثن . بار و الش أيب بن ادللك عبد بن ممد ان دث ح .
بو ث بسل نم : ) سلم و عليو اهلل صلى اهلل رسول قال قال عمر بن اهلل عبد عن اجرادله ( اار ن و في ب ذل أ ث امة القي م و ي ذلة م بو ث اهلل سو ألب االدني ف ة ر ه ش
3. Pada Riwayat Ahmad bin Hanbal redaksinya hampir sama dengan redaksi
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari jalur Ibnu „Umar. Hanya saja ada
satu riwayat lagi tambahan lafaz Allah Tabara wa Ta’ala dan ada redaksi
tersebut ditambah oleh Syarik pada bagian akhir matan. Adapun redaksi hadis
tersebut adalah:
ىش ع األ وىو ةادلغن بن يىن انعثم عن كي شر ان ث ماش ى ان ث أيب ين ث د ح اهلل د ب ع ان ث د ح . ب و ث س ب ل نم : وسلم عليو اهلل ىصل اهلل ل رسو قال الق عمر بن عن يام الش راج ه م عن ة ام ي الق م و ي ة ل ذ م ب و ث اهلل و بس ل أ اي ن الد ف ة ر ه ش
ر اج ه م ن ع ة ع ر ز يب أ ن ب ان م ث ع ن ع ك ي ر ا ش ن ث اج ج ا ح ن ث يب أ ين ث د ح اهلل د ب ا ع ن ث د ح . ة ر ه ش ب و ث س ب ل ن م : م سل و يو عل اهلل ى ل ص اهلل ل و س ر ال ق :ال ق ر م ع ن ب ن ي ع ام الش
ت و ار ب ت اهلل و س ب ل أ و ت س ال ج ا و ر اج ه م ت ي أ ر د ق ك و ي ر ش ال ق . ة ام ي الق م و ي ة ل ذ م ب و ث ا
4. Riwayat dari Abi Daud secara redaksi hampir sama juga dengan riwayat yang
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Majah, hanya sedikit
43
Kitab “libas” bab ke 24. Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah al-Qazwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah (Beirut: Da>r al-Fikr, Tah{qi>q: Muah}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>), juz 2, h. 1193
44 Kitab “libas” bab ke 24. Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah al-Qazwaini>, Sunan
Ibnu Ma>jah (Beirut: Da>r al-Fikr, Tah{qi>q: Muah}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>), juz 2, h. 1193
36
perbedaan dalam riwayat ini yaitu adanya lafaz mislahu pada lafaz libas al-
syuhrah dan ada tambahan redaksi dari Abi> ‘Uwa>nah pada akhir sanad
dengan lafadz tsumma tulhabu fih al-nar. Adapun redaksi hadis tersebut
sebagai berikut:
ث نا ممد بن ع ث نا ممد حد ث نا أبو عوانة ح وحد عن شريك عن -يىن ابن عيسى -يسى حدهاجر الشامى عن ابن عمر
من » قال -قال ىف حديث شريك يرفو -عثمان بن أىب زرعة عن ادل
«ث ت لهب فيو النار » زاد عن أىب عوانة «. ث لو لبس ث وب شهرة ألبسو اهلل ي وم القيامة ث وبا م
Perbedaan- perbedaan lafaz disini hanya secara redaksi saja, dalam istilah
kajian hadis hal ini biasa disebut dengan periwayat dengan makna (riwayat bi al-
ma‟na). Redaksi seperti ini sejatinya lumrah terjadi di kalangan para periwayat
hadis karena setiap orang berbeda-beda pendengarannya ketika mendengarkan
periwayatan hadis akan tetapi pesan dari riwayat-riwayat tersebut sama.
C. Lafaz Periwayatan dan Lafaz Jarh wa Ta’dil dalam Hadis
Penelitian yang diteliti adalah dari kitab Musnad Ahmad bin Hanbal. Di
bawah ini akan dipaparkan tentang lafaz-lafaz periwayatan dan kualitas hadis
tersebut baik dari sisi ke‟adalahan dan kethsiqahannya sehingga dapat dihukumi
sebagai landasan hukum dari jalur yang diteliti. Sebelum melangkah kesana, perlu
diketahui beberapa catatan terlebih dahulu. Catatan tersebut adalah lafaz-lafaz
yang ada dalam periwayatan hadis dan lafaz-lafaz terkait ketsiqahan ataupun
kredibilitas seseorang yang akan mempengaruhi terhadap kualitas hadis.
37
Menurut para ulama setidaknya ada delapan lafaz-lafaz yang digunakan dalam
periwayatan hadis. Antara lain sebagaimana di bawah ini:
1. Al-Sama’ min lafdz al-syakih yaitu penerimaan hadis dengan cara
mendengar langsung lafal hadis dari guru hadis (al-syaikh). Adapun antara
lafaznya antara lain:
(أخ، أر، أبنا مسنا، حدثين)ثىن، د ثين(، مست، حدثنا)ثنا، نا، دنا(، أخربنا )أنا، رنا،
Sebagai catatan simbol yang ada dalam tanda kurung maknanya adalah
penyingkatan lafal periwayatan dimana terkadang penulisan periwayatan
dalam hadis bisa disingkat sebagaima dalam kurung, seperi حدثين menjadi
د ثين atau ثىن dan begitu juga dengan bentuk penyebutan lainnya.
2. Al-Qira`ah ‘ala al-syaikh yaitu periwayat menghadapakan riwayat hadis
kepada guru hadis dengan cara periwayat itu sendiri yang membacanya
atau orang lain yang membacakannya dan dia mendengarkannya. Adapun
antara lafaz periwayatannya adalah:
.قرأت على فالن، قرأت على فالن وأنا أمسع فأقر بو
3. Al-Ijazah yaitu guru hadis memberikan izin kepada seorang untuk
meriwayatkan hadis yang ada padanya baik secara lisan maupun tulisan.
Adapaun antara lafaz periwayatannya adalah:
، انبأ ى إجازةخرب نا، حدثنا إجازة، أجاز
4. Al-Munawalah yaitu pemberian kitab hadis oleh guru hadis kepada
muridnya sambil berucap‟‟ Ini hadis yang telah saya dengar‟, atau „‟ Ini
hadis yang telah saya riwayatkan. Adapaun antara lafaz periwayatannya
adalah:
38
ناولىن، ناولنا
5. Al-Mukatabah yaitu seorang guru hadis menuliskan hadis yang
diriwayatkannya untuk diberikan kepada orang tertentu. Adapun antara
lafaz periwayatannya adalah:
كتب إيل فالن، أخرب ى بو مكاتبة، أخرب ى بو كتابة
6. Al-I’lam yaitu guru hadis memberitahukan kepada muridnya hadis atau kitab
hadis yang telah diterimanya dari periwayatnya. Adapaun antara lafaz
periwayatannya adalah:
أعالهاأخبر
7. Al-Wasiyah yaitu seorang periwayat hadis mewasiyatkan kitab hadis yang
diriwayatkannya kepada orang lain. Adapaun antara lafaz periwayatannya
adalah:
أوصى إيل
8. Al-Wijadah yaitu sesorang dengan tidak melalui al-sam‟ atau ijazah mendapati
hadis yang ditulis oleh periwaytnya bisa jadi mendapati tulisan tersebut semasa
atau tidak, pernah bertemu atau tidak pernah meriwayatkan hadis dari penulis
dimaksud. Adapun antara lafaz periwayatannya adalah:
الن، كتاب فالن خبطو حدثنا، وجدت عن فوجدت خبط فالن حدثنا فالن، وجدت ىف
وجدت ىف كتاب ظننتو أنو خبط فالن.بلغىن عن فالن، وجدت نسخة من كتاب فالن،
45
Lebih lanjut bisa dilbaca dan dilihat. Syhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad
Hadis.(Bulan Bintang 1987 M), h. 56-73
39
Adapun kualitas periwayatan paling tinggi adalah dengan al-sama’
sebagaimana sudah dijelaskan cara periwayatannya di atas. Kemudian
seterusnya sesuai urutan susuna di atas.
Adapun terkait kredibilitas periwayat baik sifat terpuji atau tercelanya akan
dijelaskan secara ringkas dibawah ini.
Dalam keadaan periwayat yang diteliti adalah terkait keadilan dan ke-dhabit-
annya. Terhadap para periwayat yang tidak berstatus sahabat Nabi. Ulama hadis
tidak mengistimewakannya. Jadi mereka tidak diperlakukan seperti sahabat Nabi
yang terbatas dari kritik di bidang keadilan.
Cara mengetahui keadilan periwayat berdasarkan kepada tiga pokok
permasalahan. Pertama, popularitas keutamaan periwayat yang bersangkutan di
kalangan ulama hadis. Kedua, penilaian dari para kritikus periwayat hadis. Ketiga,
penerapan kaedah al-jarh wa al-ta’dil. Sedangkan cara mengetahui ke-d}abit-an
periwayat ialah didasarkan pada:
1. kesaksian ulama hadis, 2. kesesuaian riwayatannya dengan riwayat
yang disampaikan oleh periwayat yang telah dikenal ke-d{abit-annya, 3.
Dan sekiranya pernah terjadi kekeliruan, maka kekeliruan yang
dilakukan oleh periwayat itu hanyalah sekali saja atau tidak sering
terjadi, maka yang memegang peranan penting dalam penetapan
40
keadilan dan ke-d}abit-an periwayat adalah kesaksian ulama yaitu para
ulama kritik periwayat hadis.46
Para pengkritik hadis dalam men-jarh dan men-ta’dil tidak bisa juga mempunyai
syarat tertentu dalam hal tersebut. Berikut ini dikemukan secara garis besar
norma-norma seorang kritikus dalam jarh wa al-ta’dil:
1. Kritikus hadis tidak hanya mengemukakan sifat-sifat tercela yang
dimiliki oleh periwayat hadis, juga dengan menyebutkan sifat
terpujinya.
2. Sifat terpuji seorang kritikus hadis dapat berupa penjelasan secara
global.
3. Sifat-sifat tercela periwayat yang dikemukakan secara rinci tidak
dinyatakan secara berlebihan.47
Ibnu Hajar al-„Asqalani dan diikuti oleh al-Suyuti membagi kualitas keterpujian
para priwayat hadis menjadi enam peringkat. Perincian ini dianggap lebih
terperinci dari ulama-ulama sebelumnya seperti al-Razy, Ibnu Salah, al-Nawawi,
al-Dzahabi, al‟Iraqi dan al-Harawi. Adapun lafal dan perbandingan tingkatan
keterpujiannya sebagai berikut:
أوثق الناس . ثقة ثقة . ثقة .
46
Syhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis.(Bulan Bintang 1987 M), h. 193 47
Syhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis.(Bulan Bintang 1987 M), h. 195
41
صدوق . لبأس بو )ليس بو بأس( . شيخ . صاحل احلديث . أرجو أن لبأس بو .
Sedangkan lafal dan perbandingan tingkatan ketercelaan periwayat sebagai
berikut:
أكذب احلديث . كذاب . مرتو احلديث . متهم بالكذب . ذاىب احلديث . ليساوى شيئا . ضيف جدا . ضيف احلديث . ليس بالقوى . احلديثلن .
Inilah beberapa uraian tentang lafal periwayatan serta tingkatan kualitas hadis dari
sisi ke‟adalahan dan kethsiqahannya sehingga nantinya dapat dihukumi sebagai
landasan hukum dari jalur yang diteliti.
48
Syhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis.(Bulan Bintang 1987 M), h. 200
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan
dari penelitian ini sebagai berikut: Pakaian syuhrah adalah pakaian yang
diniatkan untuk menyombongkan diri, antara parakteknya adalah ingin
mencari ketenaran dengan mengenakan pakaian yang indah atau pakaian
yang lusuh ataupun pakaian mencolok yang dipakai untuk berbangga diri
atau bersombong di hadapan manusia.
Ragam pakaian yang ada pada zaman sekarang merupakan hal yang
boleh saja orang mengenakannya, dengan sarat mencukupi sarat-sarat
berpakaian. Sarat tersebut antara lain 1) pakaian tersebut harus menutup
aurat. 2) bentuknya longgar dan tidak sempit. 3) tidak transparan pada
kulit, seperti baju berbahan tipis ataupun terbuat dari bahan plastik. 4) dan
pakaian laki-laki tidak menyerupai pakain perempuan ataupun sebaliknya
dan tidak menyerupai pakaian orang kafir yang menjadi identitasnya.
Selain aturan atau sarat-sarat di atas, juga perlu dipahami dalam
berpakaian ada adab dalam berpakaian, antara lain adalah 1) tidak bersikap
sombong dalam berpakaian. 2) tidak memboroskan harta dalam
berpakaian. 3) dan tidak mengenakan pakaian untuk tujuan agar masyhur.
Hadis libas al-syuhrah secara sanad adalah hadis marfu’ yang berstatus
h}asan li> ghairih . Para ulama pada umumnya men-ta’dil semua periwayat
yang ada dalam hadis libas al-syuhrah ini.
99
Pada penelitian pertama sejatinya ada satu periwayat yang banyak
kelalaiannya dalam periwayatan (Ghaflah) yaitu bernama Syarik. Oleh
sebab itu hadis tersebut jatuh derejatnya menjadi hadis daif (munkar).
Akan tetapi setelah melakukan i’tibar sanad, peneliti menemukan tiga
jalur sanad berstatus lebih kuat dari hadis tersebut yaitu melalui jalur Abi
Dzarr (syahid) dan jalur Ibnu ‘Umar melalui riwayat Ibnu Majah dan satu
jalur lagi melalui Ibnu ‘Umar dalam riwayat Abu Daud. Berdasarkan
kajian hadis sebagaimana dijelaskan pada sebelumnya, jika ada syahid atau
tabi’ (kolaborasi) maka hadis daif tersebut terangkat derejatnya menjadi
hadis h}asan li> ghairih. Oleh karena demikian, kesimpulan peneliti hadis ini
berstatus hadis h}asan li> gharih dan sah dijadikan sebagai hujjah.
Secara matan hadis ini juga tidak ada illat dan syuzuz, hadis ini
direspon baik dan banyak data yang mendukung dari aspek lain. Jadi bagi
peniliti, hadis ini relevan dan sah secara kehujjahan untuk diamalkan dan
dijadikan sebagai landasan hukum beragama dan hidup keseharian.
Walapaun hadis ini tidak sampai kepada Nabi Rasulullah secara runtutan
sanad atau dengan sebutan lain hadis ini adalah hadis marfu’, namun hadis
ini sudah mu’tabar dalam kajian ilmu hadis diyakini sah dan sahih karena
diriwayatkan oleh periwayat-periwayat yang tsiqah dan adil. Semua jenis
pakaian merupakan bagian dari budaya bukan dari agama.
B. Saran
1. Dalam menghukumi sebuah hadis tidak boleh melihat dengan teks
hadis saja kemudian dijadikan sebuah landasan hukum. Hal seperti ini
biasanya bisa memberikan spekulasi pemahaman-pemahaman yang
sifatnya parsial dan sering keliru. Selain itu juga akan memberikan
100
dampak fatal seperti membawa dampak takfir, radikaslisme bahkan
terorisme sebagimana saat ini masih terjadi sepeti Bali, Tamrin dan
baru-baru ini di Surabaya.
2. Ketika mengakaji sebuah penelitian hadis harus menjadi catatan jangan
melepaskan pendekatan kritik sanad dan matan. Tidak sempurna
menyimpulkan sebuah penelitian dengan bertolak ukur kepada salah
satunya saja. Seperti menghukumi libas al-syuhrah hanya melihat
kepada kritik sanad saja. Oleh karena itu, sebaikanya dalam sebuah
penelitian tidak bisa dihukumi dengan kritik sanad saja, harus dengan
kritik matan juga agar bisa melihat secara kompleks permasalahan
penelitian tersebut. Kritik matan disini maknanya adalah kumpulan
masalah dari berbagai aspek, seperti aspek sejarah, tidak bertentangan
dengan al-Quran, hadis dan akal sehat. Kesimpulannya ketika
menghukumi sebuah hadis harus melihat banyak aspeknya sebagaima
hal ini dikaji dalam hadis pada kajian kritik matan hadis. Seperti dalam
penelitian ini bila melihat teks hadis saja belum bisa dipahami dengan
benar harus dengan pemahaman dan data-data lain.
3. Hal lainnya juga perlu menjadi catatan ketika menghukumi sebuah
hadis jangan berpatokan kepada satu hadis saja. Dengan arti lain harus
melihat dan menghimpun hadis-hadis lain juga yang semakna. Hal ini
ini biasa disebut dalam kajian hadis ilmu syahid dan tabi’. Karena
terkadang dalam sebuah hadis bisa hukumnya daif, namun ketika
melihat hadis lain ternyata ada hadis yang semakna dan hukum hadis
lebih bagus atau sama, maka hadis yang awalnya daif bisa terangkat
menjadi hadis hasan.
101
4. Hadis tentang libas al-syuhrah dalam penelitian ini menggunakan
metode yang ditawarkan oleh Muhammad Syuhudi Ismail dalam
bukunya Metode Penelitian Hadis Nabi. Metode tersebut hanya
mengacu kepada dua metode, pertama metode melacak hadis dengan
lafaz hadis, kedua metode melacak hadis dengan metode tema hadis.
Setalah mengkaji dan meneliti dengan metode tersebut peneliti
berkesimpulan berdasarkan data yang sudah diteliti, hadis tersebut
(termasuk hadis bi al-ma’na) hanya diriwayatkan oleh tiga periwayat.
Pertama diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah,
kedua diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad
Ahmad bin Hanbal, ketiga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab
Sunan Abi Daud. Metode disini pada prinsipnya masih bersifat
argumentasi belum bisa dikatakan sebuah final untuk diteliti. Oleh
karena itu bisa saja hadis tentang penelitian ini masih bisa
dikembangkan dengan metode-metode yang ditawarkan para peneliti
lainnya sehingga bisa saja nanti mewujudkan hasil penelitian yang
berbeda.
102
DAFTAR PUSTAKA
A’zami, Muhammad Mustafa. Dira>sat fi> al-Hadi>ts al-Nabawi> wa Ta>ri>kh Tadwinih, t.t.
______. Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhaddithi>n. Riyadh: Syirkah al-Tiba’at al-‘Arabiah al-
Su’udiah, 1982.
Aba>di>, Abu> at-Tayyib Muh{ammad Syamsu al-H}aq al-‘Azi>m. ‘Aunu>l Ma’bu>d Syarah} Sunan,
t.t.
Al-Sharawarzi, Ibrahim Amin al-Jaf. Manhaj al-Muhaddithin fi Naqd al-riwayah
al-Tarikhiyyah li al-Quran al-Hijriyah al-Thalathah al’Ula. Dubay: Dar al-Qalam,
2014.
Abu> Syihbah, Muh{ammad. Difa’an al-Sunnah wa Rad Syubah al-Musytasyriqi>n wa
al-Kutta>b al-Mua’shiri>n. Kairo: Mathba’at al-Azhar, t.t.
‘Aba>di, Abu> at-Tayyib Muh{ammad Syamsu al-H}aq al-‘Azi>m. ‘Aunu>l Ma’bu>d Syarah} Sunan
Al-Sindi, Muh}ammad bin ‘Abdul Ha>di. Hasyiah as-Sindi ‘ala Sunan Ibnu Ma>jah. Juz
7, t.t.
Al-Badri, Abd al-Muh}sin bin H}ammad bin ‘Abd al-Muh}sin bin ‘Abdullah al-‘Ubba>d. Syarah
Sunan Abi> Da>ud. Juz 452, t.t.
Al-Syari>f, H{a>tim bin ‘A>rif. al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d. Cet: Multaqa Ahl al-Hadi>t.
Juz 1, t.t.
Al-Dzahabi>, Ah{mad bin ‘Ubaid bin ‘Isma>i>l al-S{affa>r. Tazkirat al-Huffa>z. Juz 3, t.t.
Al-Sakha>wi>. Fath{ al-Mughi>ts. Juz 2, t.t.
Al-Qazwaini, Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah. Sunan Ibnu Ma>jah. Beirut: Da>r al-Fikr,
1193. Juz 2.
Al-Mubarakafuri, Muhammad ‘abd al-Rahman bin ‘Abd al-Rahim. Tuhfah al-Ahwazi
( Syarah Sunan al-Turmizi). Dar: al-Hadits, 2001. Juz 6.
Al-‘Asqala>ni, Ibnu H{ajar. Al-Is{a>bah fi> Ma’rifah al-S{ah{a>bah. Juz 2, t.t.
103
_______. Tadzib al-Tahdzib. Beirut, 1984. Cet: Ke-1. Juz 4.
Al-Nu>ri, Abu> al-Ma>’at{i>. Mausu’a>t Aqwa>l al-Ima>m Ah{mad bin H{anbal. Juz 3, t.t.
Al-Mizzi>. Tahdzi>b al-Kama>l. Juz 19, t.t.
Al-Ra>zi, Abi> Muh}ammad ‘Abd al-Rah{ma>n bin Abi> H{a>tim Muh{ammad bin Idri>s bin al-
Mundzir al-Tami>mi> al-H{anz{ali>. Al-Jarh{ wa al-Ta’di>l. Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ al-Tura>ts
al-‘Arabi>, 1952. Juz 11.
Al-Ala>i>, Abu> Sa’i>d. Al-Mukhtalat{i>n. Maktabah: al-Khana>ji> Bi al-Qa>hirah, 1996. Juz 1.
Al-Sauduni, Abu al-Fada` Zain al-Din Qasim Qadbaulagha. Al-Tsiqah mimman lam Yaqa’ fi
al-Kutub al-Sittah. 2011. Juz 2.
Abu> al-Fida>’, Isma’i>l bin ‘Umar bin Katsi>r al-Qurasyi>. Al-Bida>yah wa al-Niha>yah. Juz 11,
t.t.
Al-Sijista>ni, Abu> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’a>ts. Sunan Abi Da>ud. Juz 4, t.t.
_______. Sunan Abi> Da>ud. Da>r an-Nasyar. Juz 9, t.t.
_______. Sunan Abi> Da>ud. Beirut: Dar
al-Kitab. Juz 4, t.t.
_______. Musnad Abi> Da>ud al-T{aya>lisi>. Nasyir: Hajar
lil-Taba’ah, 1999. Juz 6.
Al-Dimasyqi, Khair al-Di>n bin Mah}mu>d bin Muh{ammad bin ‘Ali> bin Fa>ris al-Zakasyi>.
Al-A’la>m. Da>r: al-‘Ilmi li al-Malayi>n. 2002. Cet: 15. Juz 3.
Al-Busti, Muh{ammad bin H{anbal bin Ah}mad Abu> H{a>tim al-Tami>mi>. Al-Tsiqa>t. Da>r: al-Fikr,
1975. Cet: Ke-1. Juz 7.
Al-Dimasyqi, Syams al-Di>n Abi> ‘Abdullah Muh{ammad bin Ah}mad al-Dzahabi>. Al-Ka>syif fi>
Ma’rifah Man Lahu Riwa>yat fi< al-Kutub al-Sittah. Juz 2, t.t.
_______. Miza>n al-I’tidal fi Naqd al-Rija>l. Juz 2, t.t.
_______. Ta>rikh al-Isla>m wa Wafiya>t al-Masya>hi>r wa al-‘A’la>m. Da>r: al-Gharb al-Isla>mi>,
2003. Juz 6.
104
______. Siyar A’lam al-Nubala`. 1985. Juz 2.
______. Ta>rikh al-Isla>m wa Wafiya>t al-Masya>hi>r wa A’la>m. Da>r: al-Gharb al-Isla>mi,> 2003.
Juz 4.
Al-Dimasyqi, Khair al-Di>n bin Mah{mu>d bin Muh{ammad bin ‘Ali> bin Fa>ris al-Zakali>. > Al-
A’la>m. Da>r: al-‘Ilmi Li al-Mala>yi>n, 2002. Cet: ke-15 tahun.
Al-Jarja>n>i, Hamzah bin Yu>su>f Abu> al-Qa>sim. Ta>rikh Jarja>n. Beirut: ‘A>lim al-Kutub, 1981.
Juz 1.
Al-Ra>zi>, Abi> Muh}ammad ‘Abd al-Rah{ma>n bin Abi> H{a>tim Muh{ammad bin Idri>s bin al-
Mundzir al-Tami>mi> al-H{anz{ali>. Al-Jarh{ wa al-Ta’di>l. Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ al-Tura>ts
al-‘Arabi>, 1952. Juz 11.
Al-Turmizi>, Abu> ‘I>sa> Muh{ammad bin ‘I> >>>>>><sa>. Sunan al-Turmizi>. Beirut: Da>r al-Gharb al-Isla>mi>,
1998. Juz 4.
Al-Naisabu>ri>, Abu> al-h{usain Muslim bin al-H{ajja>j bin Muslim al-Qusyairi>. Al-Ja>mi’ as-Sah}i>h
al-Musamma Sah}i>h Muslim. Beirut: Da>r al-Jail dan Dar al-afaq. Juz 6, t.t.
Al-Bukh>ari>, Abu> ‘Abdillah Muh{ammad bin Isma’i>l bin Ibra>hi>m bin al-Mughi>rah al-Ju’fi>. Al-
Ja>mi’ Musnad al-Sah}i>h al-Mukhtasar min Umu>r Rasu>l saw. wa Sunanihi wa
Ayya>mih. Da>r: Tuq al-Naja>h{, 1422. Juz 15.
Al-Munawi>, Muh{ammad Abdurrauf. Faidul Qadi>r Syarah{ al-Jami>’ as-Sagi>r min –Ah{adi>s al-
Basyi>r. Beirut: Libanon Da>r al-Kutub al-Ilmiah, 1994. Juz 4.
Al-‘Utsaimi>n, Muh{ammad bin Sa>lih bin Muh}ammad. Majmu>’ Fata>wa wa Rasai>l. Juz 5, t.t.
______. Fatawa Nur ‘ala al-Darb, t.t.
Al-Syahrazauri>. Muqaddimah Ibnu S{ala>h{. 2010.
Al-Nawa>wi>. Syarah} Sahi>h} Muslim. Juz 15, t.t.
Al-Naisa>bu>ri>, Abu> ‘Abdullah al-Ha>kim. Al-Mustadrak ‘ala al-Sah{ih{ain. Beirut: Da>r al-
Ma’rifah, Yusu>f al-Mar’asyali>. Juz 1, t.t.
105
Fatawa al-Lajnah al-Da’imah –almajmu’ah al-ula li Lajnah al-Daimah li al-Buhuts al-‘Ilmiah
wa al-Ifta`, dihimpun oleh Ahmad bin Abd al-Razzaq al-Dawisy. Jilid 24, t.t.
Firdausy, Hilmy. Format Penulisan Kitab Sahih Abad 111 Hijriyah Merpertimbangkan Sahih
Ibnu Khuzaymah 2017 (skripsi).
H{anbali ibn Ah{mad. Musnad Ah{mad bin H{anbal. Muassasah Qurtabah, Mesir. Juz 2, t.t.
Himpunan al-Ba>hisin dibawah ‘Alawi> bin ‘Abd al-Qa>dir al-Saqa>f. Al-Mausu’ah al-Tarikhiah
wa Was{fuhu. Juz 2, t.t.
Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al-Fikr. 1194. Juz 2.
_______. 1193. Juz 2
Rahman, Fatkhur. Ikhtisar Musatalah al-Hadis. Bandung: PT al-Ma’arif , 1974.
Suyu>t}i>, ‘Abd al-Ghani>, Fakhr al-H}asan al-Dahlawi>. Syarah} Sunan Ibnu Ma>jah. Al-Na>syir:
Qadimi> Kutub Khanah. Juz 1, t.t.
Shihab, Quraish Shihab. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah Pandangan Ulama Masa Lalu &
Cendekiawan Kontemporer. Jakarta:Lentera Hati, 2009.
Syuhudi, Muhammad Syuhudi. Kaedah kesahihan sanad hadis telaah Kritis dan tinjauan
dengan pendekatan ilmu sejarah. Jakarta: Bulan bintang, 1995. Cet. Ke-2.
_______. Cara Praktis Mencari Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1999. Cet. Ke-2.
_______. Metode Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Cet. Ke-1.
Schacht, Joseph Schacht. An Intoducation to Islamic Law. New York: Oxford University
Press, 1964.
S{ala>h, Ibnu. ‘Ulu>m al-Hadi>ts, t.t.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka,1989. Cet. Ke-2.
T{ah{h{a>n, Mah{mu>d. Us{u>l al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d. Maktabah: al-Maa’rif, Riyad, 1191.
_______. Taisi>r Mustala>h}>> al-H{adi>ts, t.t.
106
Wensinck. Al-Mu’jam al-Mufahras li> alFad>z al-Hadi>ts al-Nabawi>. Juz 7.
________. Mifta>h{ Kunu>z al-Sunnah, t.t.
Yaqub, Ali Mustafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2015. Cet. Ke-7
_______. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016. Cet. Ke-2
42
BAB III
KRITIK SANAD HADIS LIBAS AL-SYUHRAH
Menurut Syuhudi Ismail langkah-langkah metodologi dalam penelitian hadis ada
dengan tiga langkah:
1. Melakukan i‟tibar sanad hadis
2. Meneliti identitas dan metode periwayatan hadis
3. Mengambil kesimpulan
Sedangkan kajian utama yang harus dikaji dari sanad yang berkulitas sahih
adalah sanad dalam keadaan tersambung, periwayat hadis bersifat tsiqah, adil, dan
d{abt}, terhindar dari syuzuz (kejanggalan) dan terhindar dari „illat (cacat).1
A. I’tibar Sanad, Urgensi dan Tujuannya
I‟tibar merupakan masdar dari kata اعتبر. Menurut bahasa, arti i‟tibar
adalah peninjauan terhadap berbagai hal untuk mengetahui hal yang sejenisnya.
Sedangkan menurut istilah adalah menyertakan sanad-sanad lain dari sebuah hadis
yang dicari sehingga dapat diketahui apakah ada periwayat lain atau tidak dalam
hadis tersebut.2 Kesimpulan dari i‟tibar adalah mengetahui keadaan sanad hadis
1 Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 64
2 Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis , h. 51
43
seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung (corroboration) berupa
periwayat yang berstatus mutabi‟ 3atau syahid.
4
Ulama pada masa sebelumnya sudah mengkajinya, hanya saja mereka
berbeda penyebutan saja dalam istilah ini. Imam Muslim menyebutnya dengan
muqa>balah, Ibnu Ma’in dengan istilah mu’arad{ah, Mustafa A’zami dengan
istilah muqa>ranah, Hasan ‘Isa Abu Yasin dengan istilah muwa>zanah.5Dalam
melakukan i‟tibar ini nanti akan dicantumakan sanad-sanad hadis nama-nama
periwayat hadis serta metode periwayatan satu persatu.
B. Takhrij Libas al-Syuhrah Riwayat Ahmad bin Hanbal
Adapun hadis yang ditakhrij oleh penulis adalah hadis terkait libas al-syuhrah
yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad bin Hanbal. Di
bawah ini akan dijelaskan terkait jarh dan ta‟dil setiap periwayat sehingga dapat
dihukumi status hadis tersebut. Namun sebelum kesana alangkah lebih baik
dibuatkan skema hadis tersebut untuk memudahkan dalam penelitian ini. Adapun
skema hadis tersebut adalah sebagai berikut:
3 Mutabi‟ (tawabi‟) adalah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang
bukan sahabat Nabi. Syahid (syawahid) adalah periwayat yang berstatus pendukung yang
berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta:
Bulan Bintang. 1992), hal. 50 4 Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 50
5 Must{afa> A’z{ami>, Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhaddithi>n (Riyadh: Syirkah al-Tiba‟at al-
„Arabiah al-Su‟udiah, 1982), h. 67
44
Skema Hadis Ahmad bin Hanbal
قال
عن
عن
عن
ثنا
ثنا ثنا
حدثنا
حدثنا
مهاجر الشامي
عثمان بن أيب زرعة
حجاج
النيب صلى اهلل عليو وسلم
أمحد بن حنبل
أيب
Untuk memperjelas dan ابن عمر
mempermudah proses kegiatan al-
I’tibar, diperlukan pembuatan skema
untuk seluruh sanad bagi hadis yang
akan diteliti. Dalam pembuatan
skema ada tiga yang perlu
diperhatikan,yakni (1) jalur sanad:
(2) nama-nama periwayat untuk
seluruh sanad; dan (3) metode
periwayatan yang digunakan oleh
masing-masing periwayat. Syuhudi
Ismail, Metode Penelitian Hadis
(Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal.
50
عبد اهلل
شريك
ىاشم
45
Di bawah ini akan dijelaskan tentang jarh dan ta‟dil setiap periwayat yang ada
dalam kitab kitab Ahmad bin Hanbal sebagaimana di bawah ini:
Nama-Nama periwayat dalam Kitab Ah}mad bin H}anbal
1 Ah{mad bin H{anbal Periwayat ke 8
2 ‘Abdullah Periwayat ke 7
3 Abi (Bakar bin Habsyi) Periwayat ke 6
4 H{ajja>j dan Hasyim Periwayat ke 5
5 Syari>k Periwayat ke 4
6 ‘Utsma>n bin Abi> Zur’ah Periwayat ke 3
7 Muha>jir al-Sya>mi Periwayat ke 2
8 Ibnu ‘Umar Periwayat ke 1
1. Ibnu „Umar
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Umar bin Khatta>b al-Qurasyi> al-
‘Adwi>. Beliau adalah seorang sahabat tidak diragukan lagi keagungannya dan
pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw.6Ibnu „Umar wafat pada tahun
73 H. 7
2. Muha>jir
6 Ibnu H{ajar al-‘Asqala>ni>, al-Is{a>bah fi> Ma’rifah al-S{ah{a>bah, juz 2, h. 143
7 al ini juga disampaikan oleh Domrah bin Rabi‟ah dalam kitabnya Tariknya. Ibnu H{ajar
al-‘Asqa>lani>, al-Is{a>bah fi> Ma’rifah al-S{ah{a>bah, juz 2, h. 176
46
Nama lengkap beliau adalah Muha>jir al-Sya>mi>. Guru beliau antara lain Ibnu
„Umar dan muridnya „Utsma>n bin al-Mughi>rah.8Selain itu murid beliau masih
banyak seperti: Bakr bin Wa>il, Sya>rik bin ‘Abdullah, Syu’bah bin al-H{ajja>j,
Abu> ‘Uwa>nah dll.9
Komentar Ulama:
1. S{a>lih{ bin Ah}mad bin H{anbal: terpercaya (ثقة)
2. Ah{mad bin Abi> Khaitsamah: terpercaya (ثقة)
3. Abu> H{a>tim dan Nasa>’i>: terpercaya (ثقة). .10
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan
kualitas kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya.
Berlandaskan data di atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi
ketsiqahan dan kedabitannya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah
bertemu, hal ini bisa dilihat bahwa Muha>jir berguru kepada Ibnu „Umar.
Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz “an” sah
dan ketersambungan sanadnya bisa dipertanggung-jawabkan.
3. „Utsma>n bin Abi> Zar’ah
8 Abu> al-Ma>’at{i> al-Nu>ri>, Mausu’a>t Aqwa>l al-Ima>m Ah{mad bin H{anbal, juz 3, h. 285
9 Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 19, h. 497
10 Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 19, h. 497
47
Nama lengkapnya adalah ‘Utsma>n bin Abi> Zar’ah al-Tsaqafi>. Diantara
gurunya adalah „Ali> bin Rabi>a’ah, Muja>hid dll. Sedangkan diantara para
muridnya adalah ‘Abd al-Jabba>r bin al-‘Abba>s al-Syaba>mi>, Sya>rik dll.
Komentar Ulama:
1. Abu Bakar bin Abi> Khutsaimah: terpercaya (ثقة)
2. 'Abd al-Rah{ma>n: terpercaya (ثقة)
3. Abu> H{a>mid: terpercaya (ثقة). .11
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan
kualitas kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya.
Berdasarkan data di atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi
ketsiqahan dan kedabitannya sehingga ketersambungan sanadnya bisa
dipertanggung-jawabkan. .
4. Syari>k
Nama lengkapnya adalah Sya>rik bin ‘Abdullah bin Abi> Namr. Syarik
dilahirkan di kota Bukhara tepat di Khurasan. Ah}mad bin H}anbal mengatakan
beliau lahir pada tahun 95 H dan wafat pada tahun 177 H.12
Dalam al-Jarh{ Wa
11
Abi> Muh}ammad ‘Abd al-Rah{ma>n bin Abi> H{a>tim Muh{ammad bin Idri>s bin al-Mundzir
al-Tami>mi> al-H{anz{ali> al-Ra>zi>, al-Jarh{ wa al-Ta’di>l (Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ al-Tura>ts al-‘Arabi> 1952
M), juz 11, h. 236 12
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 12, h. 473
48
al-Ta’di>lnya al-Ra>zi> disebutkan bahwa Sya>rik berguru kepada „Utsma>n bin
Abi Zar‟ah.13
Komentar ulama:
Al-Nasa>’i>: hafalannya tidak kuat
Ibnu H}ibba>n: terkadang salah
Ibn al-Ja>ru>d: hafalannya lemah14
‘Abd al-Muh{sin bin H{amid mengatakan: beliau ada periwayat yang s}aduq
banyak kesalahannya, hafalannya berubah (lemah) karena dia seorang qadi
pada saat itu. Namun imam al-Bukhari dan Muslim pernah meriwayatkan
hadis darinya.15
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah
bertemu, hal ini bisa dilihat bahwa Sya>rik berguru kepada „Utsma>n bin Abi>
Zar’ah. Berdasarkan data di atas periwayatan beliau secara guru murid
bertemu namun dianggap periwayat yang daif karena lemahnya hafalannya.
5. Hajja>j dan Hyisa>m
Nama lengkapnya adalah Hajja>j al-Mas{i>s{i> dan Kuniah beliau adalah Abu>
Muh{ammad al-A’war bertempat di Baghdad kemudian pindah ke
13
Abi> Muh}ammad ‘Abd al-Rah{ma>n bin Abi> H{a>tim Muh{ammad bin Idri>s bin al-Mundzir
al-Tami>mi> al-H{anz{ali> al-Ra>zi>, al-Jarh{ Wa al-Ta’di>l (Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ al-Tura>ts al-‘Arabi> 1952
M), juz 11, h. 236 14
Ibn H}ajar al-‘Asqala>ni>, Tahdzi>b al-Tahdzi>b, juz 4, h. 296 15
‘Abd al-Muh{sin bin H{amid ‘Abd al-Muh{sin bin ‘Abdullah bin H }amid al-‘Abbad al-
Badri>, Syarah{ Sunan Abi> Da>ud, juz 452, h. 4
49
Masisah.16
Diantara guru beliau adalah Israil bin Yunus, H{ari>z bin ‘Utsma >n al-
Rahbi Syari>k bin ‘Abdullah al-Nakha’i> dll. Adapun murid beliau antara lain
Abu ‘Ubaidah Ahmad bin ‘Abdullah bin Abi al-Safar, Ah{mad bin Muh}ammad
bin H}anbal, A h}mad bin Mans}u>r al-Rama>di> dll.17
Komentar Ulama:
1. Al-Nasa>’i > mengatakan: terpercaya (ثقة)
2. ‘Ali > bin al-Madi>ni>: terpercaya (ثقة)
3. ‘Ali > bin H{usain bin H{ibba>n: hafalannya kuat (اثبت).18
Dari data komentara para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan
kualitas kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya.
Berdasarkan data di atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi
ketsiqahan dan ked}abitannya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah
bertemu, hal ini bisa dilihat bahwa Hajja>j berguru kepada Abu> Sya>rik.
Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz
“haddastana” sah sehingga ketersambungan sanadnya bisa dipertanggung-
jawabkan.
Sedangkan nama periwayat Hisya>m peneliti belum menemukan
identitasnya. Setelah berulang kali dibuka kitab-kitab rija<l al-hadit>s, peneliti
bertwaqquf (berhenti mencari). Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan lebih
16
Abu> Sa’i>d al-Ala>i>, al-Mukhtalat{i>n (Maktabah al-Khana>ji> Bi al-Qa>hirah 1996 M,
Tahqiq: Fauzi> ‘Abd al-Mut}a>lib dan ‘Ali> al-Basi>t{ Mazi>d), juz 1, h. 19 17
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 5, h. 451 18
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 5, h. 451
50
dari seribu yang menjelaskan terkait nama Hyisa>m dan tidak ada satupun
yang bersambung nama tersebut kepada gurunya yaitu Syari>k.
Namun dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa Hisya>m adalah orang
yang tsiqah dan bisa dipertanggung-jawabkan ketersambungan sanadnya. Hal
ini bisa dilihat dari lafaz periwayatan yang digunakan adalah ثنا, sebagaimana
sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa lafaz ini adalah singkatan dari
lafaz حدثنا , lafaz ini diyakini lafaz yang paling tinggi dalam periwayan hadis
sehingga kuat diyakini mereka benar-benar bertemu dalam periwatan
tersebut.
Selain itu, bisa juga dibuktikan bahwa gurunya (Syarik) dan juga
murid beliau (Bakar bin H>{absyi ) adalah dua orang yang cukup baik
kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadis. Muridnya (Bakar bin Habib)
adalah orang yang tsiqah dan gurunya (Syarik) kurang baik hafalannya saja.
Menurut peneliti Syarik masih bisa dita‟dil (unggulkan) dengan alasan imam
al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis darinya. Hanya saja kelemahan
Syarik hanya sebatas lemah hafalannya saja. Menurut peneliti Hasyim adalah
orang yang tsiqah dengan alasan beliau berguru kepada periwayat yang
Saduq dan memiliki murid yang tsiqah, sehingga periwayatan beliau bisa
katakan bersambung sanadnya.19
6. Abi (Bakar bin H>{absyi)
Nama lengkapanya adalah Bakar bin H{absyi al-Sahmi>. Beliau berasal dari
Bas{rah. Diantara gurunya adalah ibnu Habirah dan muridnya termasuk
anaknya sendiri yaitu ‘Abdullah bin Bakar.
19
Mengamalkan dan mengunggulkan sebuah hadis lebih utama daripada tidak
mengamalkannya. Hal ini sama dengan kajian jahr dan ta‟dil ketika keduanya bertolak belakang
maka ta‟dil lebih diunggulkan. Hal ini juga didukung oleh pendapatnya imam al-Nasa`i bahwa
pada umumnya ulama hadis tidak menerima teori yang mencela periwayat hadis. Syuhudi Ismail,
Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 73-74
51
Komentar ulama:
Yah{ya bin Ma’i>n mengatakan beliau adalah seorang yang tsiqah.20
Ibnu Hibban juga memasukkan nama Bakar bin H{absyi dalam kitab al-
Tsiqatnya, hal ini mengindikasikan bahwa beliau adalah orang yang tsiqah.21
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya. Berdasarkan
data di atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi ketsiqahan dan
ked}abitannya sehingga ketersambungan sanadnya bisa dipertanggung-
jawabkan.
7. ‘Abdullah bin Bakar
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin Bakar bin H {abi>b al-Bahili>. Kuniahnya
adalah Abu> Wahab al-Bas{ri> dan bertempat tinggal di Bagdat. Diantara
gurunya adalah Hatim bin Abi> S{aghirah, ayahnya Bakar bin Habib dll. Dan
antara muridnya adalah Ibra>hi>m bin Ya’qu >b al-Jauzjani>, Ah{mad bin H{anbal
dan lain-lain.
Komentar ulama:
1. H{anbal bin Ish{a>q: tsiqah
2. Abu> H{a>tim: S}alihun
20
Abu al-Fada` Zain al-Din Qasim Qadbaulagha al-Sauduni, al-Tsiqah mimman lam
Yaqa‟ fi al-Kutub al-Sittah (Tahqiq: Syadi bin Muhammad bin Salim alu al-Nu‟man 2011 M), juz
2, h. 77 21
Ibnu Hajar, Tadzib al-Tahdzib (Beirut: cetakan pertama 1984 M), juz 4, h. 118
52
3. Muh{ammad bin Sa’ad: tsiqah22
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah
bertemu, hal ini bisa dilihat bahwa „Abdullah bin Bakar berguru kepada
ayahnya Bakar bin Habib. Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini
dengan lafaz “haddatsani” bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
8. Ah}mad bin H}anbal
Nama lengkapnya adalah Ah}mad bin Muhammad bin H}anbal al-Syaibani>.
Lahir pada tahun 150 H dan wafat pada tahun 241 H.23
Gurunya antara lain
adalah Ah{mad bin Syubaib bin Sa‟id al-H{abt{i>, Ish{a>q bin yu>suf al-Arzaq,
Hajja>j bin Muh}ammad al-Mas{is{i dll. Sedangkan murid-muridnya antara lain
adalah al-Nasa>’i >, Ibra>hi>m bin Muh{ammad bin al-H{asan dll.24
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah
bertemu, hal ini bisa dilihat bahwa Ahmad bin Hanbal berguru
kepada‟Abdullah bin Bakar. Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad
ini dengan lafaz “haddatsana” bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
Berdasarkan data-data di atas bisa dilihat semua periwayat hadis
adalah terjamin ke‟adalahan dan ketsiqahannya dari Ibnu „Umar sampai
Ah}mad bin H{anbal. Semua ulama sepakat atas hal tersebut kecuali periwayat
yang bernama Syarik saja. Syarik adalah seorang periwayat yang banyak lupa
22
Tahdzib al-Kamal, juz 14, h. 340-344 23
Isma’i>l bin ‘Umar bin Katsi>r al-Qurasyi> Abu> al-Fida>’, al-Bida>yah wa al-Niha>yah, juz
11, h. 29 24
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 18, h. 334
53
dan salah sebagimana disebutkan oleh „abdul Muhsin pada kitab syarah Sunan
Abi Daud. Berdasarkan kelemahan satu periwayat ini maka hukum hadis ini
tidak bisa sahih karena adanya periwayat yang lemah. Oleh karena itu hadis
tentang libas al-syuhrah yang diriwayatkan melalui jalur Ahmad bin Hanbal
ini berstatus hadis daif dengan kategori daif yang munkar‟.25
Oleh sebab demikian bila ingin mengangkat hadis tersebut menjadi
lebih tinggi derejatnya harus ada hadis lain yang bisa menjadi pendukung
hadis daif (munkar) tersebut sehingga hadis tersebut tetap bisa dijadikan
hukum ataupun landasan agama. Dalam kajian ilmu hadis hal seperti ini
disebut syahid atau tabi‟ dan dalam skiripsi ini akan dijelaskan lebih lanjut
pada bab selanjutnya tentang pembahasan tersebut.
Sebagaimana sudah dijelaskan pada bab sebelumnya hadis yang diteliti
berstatus hadis daif (munkar). Oleh karena demikian peneliti mencari hadis-hadis
lain yang bisa mendukung keberadaan hadis yang daif (munkar) ini sehingga
terangkat menjadi hadis yang berstatus lebih tinggi secara kualitas sanad hadis.
Hal ini bisa dilihat di berbagai kitab must}ala>h} al-hadit>s salah satunya pada karya
taisi>r must}ala>h} al-hadit>s karya Mah}mu>d T}ah}h}a>n. Disana disebutkan bahwa hadis
daif bisa terangkat menjadi hadis h}asan li> ghairih 26
dengan dua syarat. Pertama,
ada riwayat dari jalur yang lain dan jalur sanad tersebut sama kuat atau lebih kuat
25
Daif pada jalur sanad ini adalah daif yang munkar yaitu hadis yang terdapat pada
periwayatnya periwayat yang tersalah dan banyak kelupaannya. Mah{mu>d T{ah{h{a>n, Taisir
Must{alah{ Hadi>ts, h. 80 26
Hadis hasan li ghairihi adalah hadis daif yang naik derejatnya apabila ada jalur-jalur lain (pendukung) dan status daifnya bukan karena periwayatnya fasiq dan berdusta. Mah{mu>d
T}>ah}h}an, Taisir Must}ala>h} Hadi>ts, h. 43 Hadis Munkar adalah hadis yang terdapat di dalam sanadnya periwayat jelek hafalannya,
banyak kelalaiannya, atau keliatan sifat fasiqnya. Mah{mu>d T}>ah}h}an, Taisir Must}ala>h} Hadi>ts, h. 80
54
dari hadis yang dikuatkan. Kedua, periwayat hadis daif tersebut berstatus kurang
bagus hafalan periwayatannya, terputus pada sanadnya atau bodoh
periwayatnya.27
Setelah menggunakan pendekatan dua metode pencarian hadis (pada bab
sebelumnya), penulis menemui jalur sanad lain yang satu tema dengan hadis yang
ditakhrij. Jalur hadis tersebut ada dalam riwayat Ibnu Majah (ada dua jalur yaitu
dari Abi Dzarr dan Ibnu „Umar) dalam dan riwayat Abu> Da>ud melalui jalur Ibnu
„Umar >. Adapun hasil pelacakan terhadap hadis tersebut sebagai berikut:
1. Riwayat Ibnu Ma>jah dalam Sunan Ibnu Ma>jah
م عن ه ان بن ج م ث ا ع ن ث د ي . ح اج ز الن ر ع بن م ي ك ا و ن ث د . ح ان ر ح د الب ي ز اس بن ي ب ا الع ن ث د ح .1 يب ش عن أ ي ب بن ح ر ز ض ر ع أ ة ر ه ش ب و ث س ب ل ن م صلى اهلل عليو و سلم قاليب عن الن ر
.و ع ض و ت م و ع ض ي ت ح و ن ع اهلل 28
Menceritakan kepada kami al-‘Abba>s bin Yazi>d al-Bah{ra>ni>,
menceritakan kepada kami Waki’> bin Mahraz al-Na>ji>, menceritakan kepada
kami ‘Utsma>n bin Jahm, dari Zurri bin H{ubaisy, dari Abi> Dzar, dari Nabi
Muh{ammad saw. bersabda: siapa yang mengenakan pakain popularitas Allah
akan memalingkannya, dan mencapkkannya (neraka) kapan Dia kehendaki.
27
Mah{mu>d T}>ah}h}an, Taisir Must}ala>h} Hadi>ts, h. 43 28
Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah al-Qazwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah (Beirut: Da>r al-
Fikr, Tah{qi>q: Muah}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>), juz 2, h. 1193
55
ب د بن ع م ا م ن ث د ح .2 م ث ة عن ع ان و و ع ب ا أ ن ث د ب ح ار و الش يب ك بن أ ل د ال
ة عن ر ي غ ان بن ال
ب و ث اهلل و س ب ل نيا أ الد ف ة ر ه ش ب و ث س ب ل ن اهلل: م ر عن عبد اهلل بن عمر قال رسول اج ه ال29.اار ا ن ه ي ف و ب ل أ ث ة ام ي الق م و ي ة ل ذ م
Siapa yang mengenakan pakaian popularitas di dunia, maka Allah akan
memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat, lalu menyalakan api
neraka di dalamnya.
2. Riwayat Abu> Da>ud dalam Sunan Abi> Da>ud
ث ن ا أ بو ع و ان ة ، ح ث ن ا م م د ب ن ع يس ى ، ح د ح د ث ن ا م م د ي ع ن اب ن ع يس ى ، ع ن ش ر يك ، 30 وح د
ر الش ام ي ، ع ن اب ن عم ر ، ق ال ف ح د يث ش ر يك : ي ر ف عو -ع ن عث م ان ب ن أ يب زر ع ة ، ع ن ال مه اج ر ة أ ل ب س و الل و ي و م ا - ث ل و ز اد ع ن أ يب ع و ان ة ث ت ل ه ب ف يو الن ار ق ال : م ن ل ب س ث و ب شه ب ا م 31ل ق ي ام ة ث و
Menceritakan kepada kami Muh{ammad bin ‘Isa>, menceritakan kepada
kami Abu> ‘Uwa>nah, menceritakan kepada kami Muh{ammad (Ibnu ‘Isa>), dari
Syari>k, dari ‘Utsma>n bin Abi> Zur’ah, dari Muha>jir al-Sya>mi>, dari Ibnu ‘Umar,
berkata pada hadis Syari>k beliau memarfu‟kannya-Nabi bersabda: siapa yang
mengenakan pakaian popularitas Allah akan mengenakannya pada hari kiamat
dengan pakaian yang seumpamanya (hina) Abi ‘Uwa>nah menambahkan dengan
riwayat teks: kemudian dinyalakan api di dalamnya.
29
Muh{ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah al-Qazwaini>, Sunan Ibnu Ma>jah (Beirut,
Tah{qi>q: Muh{ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>), juz 2, h. 1192 30
Huruf yang ح antara nama Abu> ‘Uwa>nah dan Muh{ammad bin ‘I>>>sa> dan kata
h{addatsana> adalah singkatan dari kata al-tahwil min isnad ila isnad. Artinya adalah perpindahan
dari sanad yang satu ke sanad yang lain. Dengan demikian, sanad Abu ‘uwanah ada dua macam
(dua jalur sanad). Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal.
55 31
Abu> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijista>ni>, Sunan Abi Da>ud, Tah}qi>q: Muh{ammad
Mah{yuddi>n ‘Abd al-H{a>mid, Juz 4, h. 43
56
Kesimpulan penelitian, hadis ini adalah hadis ahad. Hadis ahad merupakan
hadis yang tidak sampai pada derejat hadis mutawatir. Dengan arti lain hadis yang
yang yang diriwayatkan oleh para ulama hadis namun jumlahnya tidak sampai
sebanding dengan periwayat hadis mutawatir. Hadis ahad dibagi kepada tiga
bagian, pertama hadis mashur, kedua hadis aziz, ketiga hadis gharib.Hadis mashur
adalah hadis yang diriwayatkan oleh 3 orang periwayat atau lebih. Hadis Aziz
merupakan hadis yang diriwayatkan dua orang periwayat. Sedangkan hadis gharib
adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat.32
Melihat pembagian hadis di atas, maka penelitian ini adalah hadi ahad
yang berstatus hadis masyhur. Dimana hadis yang diteliti hanya diriwayatkan
dalam tiga kita, (1) Ahmad bin Hanbal dalam Musnad bin H}anbal melalui jalur
Ibnu „Umar, (2) Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Ma>jah melalui dua jalur,
pertama jalur Abi Dzarr dan kedua melalui jalur Ibnu „Umar, (3) Abu Daud dalam
kitab Sunan Abu Daud malalui jalaur Ibnu „Umar.
Untuk lebih memperjelas dan memudahkan proses kegiatan i‟tibar,
dibawah ini akan dibuat pemetaan skema sanad dari seluruh jalur sanad (hadis
semakna) dari hadis yang diteliti.
32
Mah}mu>d T}ah{h{a>n, Taisir Must{ala>h} H}adi>ts, h. 21-25
57
Skema Seluruh Sanad Hadis
ابن عمر
مهاجر الشامى
عثمان بن اىب زرعة
شريك
ىاشم
أىب
دو أىب دا
ممد بن عيسى
أبو عوانة
ابن ماجة
لكممد بن عبد ال
عثمان بن الغرية
عباس بن يزيد البحراىن
وكيع بن مرز الناجى
عثمان بن جهم
زر بن حبيش
اىب ر
النيب صلى اهلل عليو وسلم
امحد بن حنبل
عبداهلل
حدثنا
ححح
حدثنا
حدثنا
عن
عن
عن
حدثنا
حدثنا
عن
عن
حدثنا
حدثنا
حدثنا
حدثنى
ثنا
عن
عن
عن
عن
قال
1. Garis panah adalah silsilah periwayat
rawi hadis
2. Kotak-kotak kecil adalah lafaz atau
Tahammul wal Ada’ periwayatan
hadis
3. Kotak bentuk panjang adalah silsilah
sanad dari mukharrij hingga Nabi
Muhammad
Untuk memperjelas dan mempermudah proses
kegiatan al-I’tibar, diperlukan pembuatan skema
untuk seluruh sanad bagi hadis yang akan diteliti.
Dalam pembuatan skema ada tiga yang perlu
diperhatikan,yakni (1) jalur sanad: (2) nama-nama
periwayat untuk seluruh sanad; dan (3) metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing
periwayat. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian
Hadis (Jakarta: Bulan Bintang. 1992), hal. 50
ممد يعىن ابن عيسى ثنا
حجاج حدثنا
58
C. Penelitian Tentang Jarh wa Ta’dil Para Periwayat Hadis Libas al-
Syuhrah Selain Dalam Riwayat Ahmad bin Hanbal
Lafaz jarh menurut ulama hadis adalah sifat atau kepribadian sesorang
yang bisa menjatuhkan kemulian ke‟adalahan dan hafalannya. Dengan demikian
menjarh sesorang adalah mengutarakan sifat dan kepribadian seorang periwayat
sehingga hadis yang diriwayatkan bisa menjadi tertolak. Sedangkan ta‟dil adalah
memberikan pujian dan sanjungan atas ke‟adalahan kepada seorang periwayat.
Rawi yang adil disini adalah rawi yang bisa menjaga kepribadiannya dari sifat-
sifat buruk yang bisa mencederai moral dan agamanya.33
Jadi ilmu jarh dan ta‟dil
adalah komentar seseorang tentang hal baik atau hal buruk terhadap seorang
periwayat hadis yang akan mempengaruhi status hadis nantinya.
Keburukan atau sifat tidak terpuji oleh seorang periwayat sangatlah
banyak, namun bisa diklasifikasikan kepada beberapa bagian:
1. Bid‟ah (hal yang tidak ada dalam pedoman syari‟at Islam)
2. Mukhalafah (riwayat yang bertentangan dengan periwayat yang lebih
tsiqah)
3. Ghalat} (banyak kekeliruan dalam periwayatan)
4. Majhul al-hal (tidak diketahui keadaan seorang periwayat)
5. Da‟wa al-inqita‟ (diduga kuat sanadnya terputus)34
Sedangkan sahihnya sebuah hadis dapat diukur dengan empat syarat:
33
Fatkhur Rahman, Ikhtisar Musatalah al-Hadis (Bandung: PT al-Ma‟arif , 1974), h. 301 34
Fatkhur Rahman, Ikhtisar Musatalah al-Hadis, h. 308
59
1. Sanad (transmisi) yang muttasil (berkesinambungan) dari rawi terakhir
sampai kepada Nabi
2. Rawi terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat „adil dan d}abit}
3. Hadis tidak mengandung unsur syadz (hadis yang berlawanan dengan
hadis yang lebih tsiqah dari rawi pertama)
4. Hadis tersebut tidak mengandung „illat (cacat yang tersirat ada pada
rawi)35
Sedangkan keadilan seorang periwayat dapat ditinjau dari dua sisi,
ke‟adalahan seorang periwayat yang sudah diketahui secara umum,
seperti Anas bin Ma>lik, Sufya>n al-Tsauri>, Syu’bah, Sya>fi’i> dll. Kedua
dengan pujian adil oleh seorang yang adil.36
Untuk lebih lanjut di bawah ini
akan dijabarkan status para periwayat hadis tersebut kecuali periwayat
yang dalam kitab Ahmad bin Hanbal karena sudah dijabarkan pada bab
sebelumnya. Periwayat yang ada dalam kitab Ahmad bin Hanbal sudah
dijabarkan terlebih dahulu dengan alasan karena bagian pokok penelitin
dari skripsi ini. Karena dalam bab ini lebih terfokus melihat riwayat-
riwayat lain masih semakna yang akan bisa membantu dan mengangkat
derejat hadis tersebut menjadi lebih tinggi. Sehingga hadis tersebut akan
tetap terjaga kesahihannya dan tetap bisa menjadi hujjah dan hukum
agama.
35
Ali Musata Yaqub, Kritik Hadis (Pustaka Firdaus, 2015), h. 124-125 36
Fatkhur Rahman, Ikhtisar Musatalah al-Hadis, h. 309
60
Nama-Nama periwayat dalam Kitab Sunan Ibnu Ma>jah (Jalur yang Pertama)
1 Ibnu Ma>jah Periwayat ke 6
2 ‘Abbas bin Yazi>d al-Bah{ra>ni> Periwayat ke 5
3 Waki’ bin Muh{riz al-Na>ji> Periwayat ke 4
4 ‘Utsma>n bin Jahm Periwayat ke 3
5 Zurri bin H{ubaisy Periwayat ke 2
6 Abi> Dzarr Periwayat ke 1
1. Abi> Dzarr
Nama lengkapnya adalah Jundub bin Juna>dah bin S{ufya>n bin ‘Ubaid bin Hara>m
bin Gifa>r.37
Beliau adalah seorang sahabat mulia yang berguru kepada Nabi
Muhammad saw. dan murid-murid beliau antara lain: Ibnu „Abbas, Anas bin
Malik, Zirru bin H>>{ubais dan dll. Beliau adalah sahabat tsiqah dan pernah menjadi
seorang mufti pada masa khilafah Abu> Bakar, ‘Umar, Ustma>n.
2. Zirru bin H{ubais
37
Hal ini dinyatakan oleh al-Dzahabi mengutip pernyataan imam al-Tayalisi. Syamsu al-
Din Abu „Abdullah Muhammad bin Ahmad bin „Ustman al-Zdahabi, Siyar A‟lam al-Nubala‟ (
Cetakan 1985 M) Tahqiq: Syu‟aib, juz 2 hal. 46
61
Nama lengkapnya adalah Zirru bin H{ubais bin Aus al-Asadi. Beliau adalah
seorang Ta>bi’i >n yang tidak pernah melihat Nabi Muhammad saw. Beliau hidup
pada pada 120 H dan tinggal di Kufah.38
Komentar ulama:
1. Beliau adalah periwayat yang „Alim dengan al-Quran dan orang yang
mulia.39
2. Ibnu Sa‟ad mengatakan: beliau adalah seorang yang tsiqah dan
banyak hafal hadis.
3. „A>s{im mengatakan: Ibnu Mas’u>d belajar kepada Zurri tentang orang-
orang Arab
4. Ish}a>q: tsiqah40
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya. Berdasarkan data di
atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi ketsiqahan dan
kedabitannya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa Zirru bin H{ubais berguru kepada Abi> Dzarr. Sehingga
38
Khair al-Di>n bin Mah}mu>d bin Muh{ammad bin ‘Ali > bin Fa>ris al-Zakasyi> al-Dimasyqi>,
al-A’la>m (Da>r al-‘Ilmi li al-Malayi>n, Cetakan 15 tahun 2002 M), juz 3, h. 43 39
Khair al-Di>n bin Mah{mu>d bin Muh{ammad bin ‘Ali > bin Fa>ris al-Zakasyi al-Dimasyqi>,
al-A’la>m (Da>r al-‘Ilmi li al-Malayi>n, Cetakan 15 tahun 2002 M), juz 3, h. 43 40
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdullah Muh {ammad bin Ah {mad bin ‘Utsma>n al-Dzahabi>, Siya>r A’la>m al-Nubala>’ (Muassasah al-Risa>lah, Cetakan Tahun 1985 M), juz 4, h. 166
62
penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz “an” bersambung dan bisa
dipertanggung-jawabkan.
3. ‘Utsma>n bin Jahm
Namanya adalah „Utsma>n bin al-Mughi>rah al-H}ijri. Ibnu H{ibba>n mengatakan
bahwa Utsma>n bin Jahm mempunyai guru Zurri bin H{ubais dan memeliki murid
Waki’ bin Mahraz al-N>aji>41
Peneliti tidak menemukan tentang jarh dan ta‟dilnya setelah berusaha,
peneliti akhirnya bertawaqquf. Akan tetapi peneliti berasumsi bahwa ‘Utsma>n bin
Jahm orang yang tsiqah, hal ini bisa dilihat bahwa guru beliau adalah orang yang
tsiqah, selain itu murid ‘Utsma>n bin Jahm juga bukan periwayat yang kena jarh.
Hal ini satu bukti penguat bahwa ‘Utsma>n bin Jahm adalah seorang periwayat
yang tsiqah.
Dari sisi guru dan murid mereka bisa dipertanggung-jawabkan dengan satu
masa dan pernah bertemu, hal ini bisa dilihat bahwa ‘Utsma >n bin Jahm berguru
kepada Zirru bin H{ubais. Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini
dengan lafaz “an” bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
4. Waki>’ bin Muhriz al-N>a>ji>
Nama lengkapnya adalah Waki>’ bin Muhriz al-N>a>ji> al-Sya>mi> al-Bas{ri>. Beliau
tinggal di kota Basrah. Diantara guru-guru beliau adalah Zaid al-A‟mmi, Utsma>n
41
Muh{ammad bin H{anbal bin Ah}mad Abu> H{a>tim al-Tami>mi> al-Busti>, al-Tsiqa>t, (Da>r
al-Fikr Cetakan pertama Tahun 1975 M Tah{qi>q: Syaraf al-Di>n), juz 7, h. 202
63
bin al-Jahm dan‘Ubba>d bin Mans{u>r. Muridnya antara lain Muhammad bin Abi>
Bakr al-Maqdisi>, Nas{r al-Jahd{ami>, ‘Abbas bin Yazi>d al-Bah{ra.ni> dll.
Komentar Ulama:
1. Abu> H{a>tim: Periwayat البأس بو
2. Al-bukha>ri>: periwayat 42عجيب
3. Al-Dzahabi>: 43صدوق
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya hanya saja Abu>
H}a>tim mengatakan labkasa bih dengan indikasi beliau adalah periwayat yang
tidak bermasalah dan alasan yang kedua bahwa periwayat Waki>’ bin Muhriz al-
N>a>ji> lebih banyak ulama yang memujinya sehingga ta’dil kepada beliau lebih
diunggulkan. Berdasarkan data di atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan
lagi ketsiqahan dan ked{abit}annya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa Waki>’ bin Muh }riz al-N>a>ji> berguru kepada ‘Utsma >n bin
Jahm. Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz
“haddatsana” bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
5. ’Abbas bin Yazi>d al-Bah{ra>ni>
Nama lengkapnya adalah „Abbas bin Yazi>d al-Bah>ra>ni al-Bas{ri> lebih mashur
dengan sebutan „Abbasaih{in (sebutan orang yang banyak hafal hadis).44
42
Syams al-Di>n Abu> ‘Abdullah Muh{ammad bin Ah{mad bin ‘Utsma>n al-Dzahabi>, Ta>rikh al-Isla>m wa Wafiya>t al-Masya>hi>r wa A’la>m (Da>r al-Gharb al-Isla>mi> Tahun 2003 M, Tah}qi>q:
Basysya>r ‘Awwa>d Ma’ru>f), juz 4, h. 996 43
Syams al-Di>n Abi> ‘Abdullah Muh{ammad bin Ah}mad al-Dzahabi> al-Dimasyqi>, al-Ka>syif fi> Ma’rifah Man Lahu Riwa>yat fi< al-Kutub al-Sittah, juz 2, h. 350
64
Diantara guru beliau adalah Ibnu „Uyainah, Yazi>d bin Zari’, Bashar bin al-
Fad}al, Gundar, „Abd al-Kha>liq dan lain-lain, muridnya Abu> A’bd al-Rah{ma>n al-
Silmi dan beliau adalah orang yang jujur. 45
Selain itu juga murid beliau adalah
Ibnu Maja>h, Ibnu Makhla>d, Abi> h}a>tim dan lain-lain. Beliau wafat pada tahun 258
M.46
Komentar Ulama terkait kepribadian beliau:
1. Abu> H{a>tim al-Ra>zi> mengatakan beliau adalah seorang jujur (صدوق)47
2. Al-Dzhabi> mengatakan beliau adalah seorang yang banyak hafal hadis
( ) كان صاحب حديث حافظا
3. Al-Da>ruq{uthni> mengatakan beliau adalah: terpercaya dan dipercaya
.(ثقة مأمون)48
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya. Berdasarkan data di
atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi ketsiqahan dan ked}abit}annya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa ’Abba>s bin Yazi>d al-Bah{ra>ni> berguru kepada Waki>’ bin
44
Khair al-Di>n bin Mah{mu>d bin Muh{ammad bin ‘Ali> bin Fa>ris al-Zakali> al-Dimasyqi>, al-A’la>m (Da>r al-‘Ilmi Li al-Mala>yi>n, Cetakan 15 tahun 2002 M), h. 368
45 Abu> Ha>ti>m al-Ra>zi>, al-Jarh Wa al-Ta’di>l (Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ al-Tura>ts al-‘Arabi>
1952 M), juz 6, h. 217 46
Syams al-Di>n Abi> ‘Abdullah Muh{ammad bin Ah}mad al-Dzahabi> al-Dimasyqi>, al-Ka>syif Fi> Ma’rifat Man Lahu Riwa>yat Fi< al-Kutub al-Sittah, juz 1, h. 537
47 Abu> Ha>ti>m al-Ra>zi>, al-Jarh{ wa al-Ta’di>l (Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ al-Tura>ts al-‘Arabi>
1952 M), juz 6, h. 217 48
Syams al-Di>n Abi> ‘Abdullah Muh{ammad bin Ah}mad al-Dzahabi> al-Dimasyqi>, Miza>n al-I’tidal fi Naqd al-Rija>l, Tah}qi>q: ‘Ali> Muh}ammad Mu’awwa >d dan ‘Adil Ah {mad ‘Abd al-
Mauju>d, juz 2, h. 387
65
Muh}riz al-N>a>ji> . Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz
“haddatsana” bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
6. Ibnu Maja>h
Ibnu Maja>h adalah seorang tokoh Muhaddits mahsur dan juga seorang Mufassir
dan tokoh sejarah. Nama lengkap beliau adalah Abu> ‘Abdullah Muh }ammad bin
Yazi>>d al-Qazwaini>. Ibnu Ma>jah lahir pada tahun 209 H dan memeliki karya tulis
yang sangat banyak sehingga beliau wafat pada tahun 273 H.49
Diantara guru beliau adalah Muh}ammad bin ‘Abdullah bin Numair,
Ibra>hi>m al-Mundziri> al-Hazami, ‘Abba >s bin Yazi>d al-Bah}ra>ni> dan lain-lain.
Adapun diantara muridnya adalah Muh}ammad bin ‘I >sa> al-Abhari, Abu> H}asan al-
Qat{t{an, Ah}mad bin Ru>h} al-Baghda>di> dan lain-lain.
Komentar para Ulama:
1. Abu> Ya’la > al-Khali>li> mengatakan: terpercaya dan hujjah ( ثقة كبير عليه
(متفك عليه محتج به
2. Abu> H}asan al-Qat{t{an: Penulis sunan yang memuat 4000 hadits.50
Dari data komentara para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya. Berdasarkan data di
atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi ketsiqahan dan kedabitannya.
49
Al-Dzahabi>, Tadzkira>t al-H{uffa>dz, juz 2, h. 636 50
Al- Dzahabi>, Tadzkira>t al-H{uffa>dz, juz 2, h. 636
66
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa Ibnu Maja>h berguru kepada ’Abba>s bin Yazi>d al-Bah{ra>ni> .
Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz “haddatsana”
bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
Nama-Nama periwayat Sunan Ibnu Majah (Jalur yang Kedua)
1 Ibnu Ma>jah Periwayat ke 6
2 Muh{ammad bin ‘Abd al-Ma>lik
bin Abi> al-Syawa>rif
Periwayat ke 5
3 Abu> ‘Uwa>nah Periwayat ke 4
4 ‘Utsma>n bin al-Mughi>rah Periwayat ke 3
5 Al-Muha>jir Periwayat ke 2
6 ‘Abdullah bin ‘Umar Periwayat ke 1
1. Ibnu ‘Umar
Nama lengkapnya adalah „Abdullah bin „Umar bin Khat}t}a>b al-Qurasyi> al-‘Adwi.
Beliau adalah seorang sahabat yang agung yang pernah bertemu dengan Nabi
Muhammad saw.51
Ibnu „Umar wafat pada tahun 73 H.52
51
Ibnu H{ajar al-‘Asqala>ni>, al-Is{a>bah fi> Ma’rifah al-S{ah{a>bah, juz 2, h. 143 52
Hal ini juga disampaikan oleh Domrah bin Rabi‟ah dalam kitabnya Tariknya. Ibnu
H{ajar al-‘Asqa>lani>, al-Is{a>bah fi> Ma’rifah al-S{ah{a>bah, juz 2, h. 176
67
2. Muha>jir
Nama lengkap beliau adalah Muha>jir al-Sya>mi>. Guru beliau antara lain Ibnu
„Umar dan muridnya „Utsma>n bin al-Mughi>rah.53
Selain itu murid beliau masih
banyak seperti: Bakar bin Wa>il, Syari>k bin ‘Abdullah, Syu’bah bin al-H}ajja>j, Abu
‘Uwa>nah dan lain-lain.54
Komentar Ulama:
1. S{a>lih{ bin Ah}mad bin H}anbal: terpercaya (ثقة)
2. Ah{mad bin Abi> Khutsaimah: terpercaya (ثقة)
3. Abu> H}a>tim dan Nasa>’i>: terpercaya (ثقة). .55
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya hanya saja.
Berdasarkan data di atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi
ketsiqahan dan kedabitannya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa Muha>jir berguru kepada Ibnu „Umar. Sehingga penggunaan
periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz “an” bersambung dan bisa
dipertanggung-jawabkan.
3. ‘Utsma>n bin al-Mughi>rah
53
Abu> al-Ma>’at{i> al-Nu>ri>, Mausu’a>t Aqwa>l al-Ima>m Ah{mad bin H{anbal, juz 3, h. 285 54
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 19, h. 497 55
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 19, h. 497
68
Nama lengkapnya adalah ‘Utsman bin al-Mughi>rah al-Tsaqafi> al-Kufi. Diantara
guru beliau adalah Zaid bin Wahb al-Jahni, Sa‟id bin Jubair, Muhajir al-Syami,
Abi Laila al-Kindi dan lain-lain. Adapun diantara murid beliau adalah Hasan al-
Tsauri, Sufyan al-Tsauri, Bakr bin Wail dan lain-lain.56
Komentar Ulama:
1. Abu Hatim: terpercaya (ثقة)
2. Nasai: terpercaya (ثقة)
3. Ibnu Hibban: terpercaya (ثقة)
4. Salih bin Ahmad bin Hanbal: terpercaya (ثقة)
5. Ahmad bin Abi Khaitsamah: terpercaya (ثقة). 57
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya. Berdasarkan data di
atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi ketsiqahan dan ked}abit}annya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa ‘Utsma >n bin al-Mughi>rah berguru kepada Muha>jir.
Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz “an”
bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
4. Abu> ‘Uwa >nah
Nama lengkapnya adalah Abu> ‘Uwa>nah al-Waddah bin ‘Abdullah. Abu> al-Aswad
mengatakan beliau wafat pada tahun 170 H. 58
56
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 19, h. 497 57
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l, juz 19, h. 497
69
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa Abu> ‘Uwa>nah berguru kepada „Utsma>n bin al-Mughi>rah.
Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz “an”
bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
5. Muh{ammad bin Abd al-Ma>lik bin Abi> al-Syawa>rif
Nama lengkapnya adalah Muh}ammad bin ‘Abd al-Mulk bin Abi> al-Syawa>rif Abu>
‘Abdullah al-Umawi. Diantara guru beliau adalah „abd al-‘Azi >z bin al-Mukhta>r,
Abu> ‘Uwa>nah, Yazi >d bin Zari’ dan lain-lain59
. Adapun muridnya Muslim,
Turmidzi Nasa>’i >, Ibnu Maja>h dll. Beliau wafat pada tahun 244 H. 60
Komentar Ulama:
1. Abu ‘Ali > Abd al-Rah}ma>n bin Yah{ya> bin Kha>qa>n: orang yang budi baik
pekerti ( إال خيراما بلغني عنه )
2. S{alih bin Muh{ammad al-Asadi al-H}a>fidz: jujur (شيخ جليل صدوق )
3. Nasa>’i >: orang tidak bermasalah (ال بأس به). .61
Dari data komentara para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya hanya saja al-Nasa>’i >
mengatakan labkasa bih dengan indikasi beliau adalah periwayat yang tidak
58
Hamzah bin Yu>su>f Abu> al-Qa>sim al-Jarja>n>i, Ta>rikh Jarja>n, (Beirut: ‘A>lim al-Kutub
Cetakan 1981, Tah}qi>q: Muh}ammad ‘Abd al-Mu’i>d) juz 1, h. 481 59
Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l Ma’a Hawa>syi>hi (Basysya>r ‘Awwa>d Ma’ru>f 1980 M), juz
26, h. 19 60
Syamsu al-Di>n Abi> ‘Abdullah Muh{ammad bin Ah}mad al-Dzahabi> al-Dimasyqi>, al-Ka>syif Fi> Ma’rifat Man Lahu Riwa>yat fi< al-Kutub al-Sittah, juz 2 hal 196
61 Al-Mizzi>, Tahdzi>b al-Kama>l Ma’a Hawa>syi>hi (Basysya>r ‘Awwa>d Ma’ru>f 1980 M), juz
26, h. 19
70
bermasalah dan ulama lebih banyak memujinya sehingga lebih unggul sifat
ta‟dilnya. Berdasarkan data di atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi
ketsiqahan dan ked{abit{annya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa Muh}ammad bin Abd al-Ma>lik bin Abi> al-Syawa>rif berguru
kepada Abu> ‘Uwa >nah. Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan
lafaz “haddastana” sah keontetikan dan bisa dipertanggung-jawabkan.
Dari sisi tahun wafat juga antara Muh}ammad bin Abd al-Ma>lik bin Abi>
al-Syawa>rif dan Abu> ‘Uwa>nah bisa diyakini mereka masih bertemu, karena jarak
kedua tidak terlalu lama yaitu antara tahun 170 H dan 244 H, jadi dari sisi tahun
wafat juga mereka bisa dipertanggung-jawabkan sehingga sanad ini bersambung
dan bisa dipertanggung-jawabkan.
6. Ibnu Ma>jah
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa Ibnu Ma>jah berguru kepada Muh}ammad bin Abd al-Ma>lik
bin Abi> al-Syawa>rif. Sehingga penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan
lafaz “haddatsana” bersambung dan bisa dipertanggung-jawabkan.
71
Nama-Nama periwayat dalam Kitab Sunan Abi> Da>ud
1 Abu> Da>ud Periwayat ke 8
2 Muh}ammad bin ‘I >sa> Periwayat ke 7
3 Abu> ‘Uwa>nah Periwayat ke 6
4 Muh}ammad (Ibnu ‘>Isa>) Periwayat ke 5
5 Syari>k Periwayat ke 4
6 ‘Utsma >n bin Abi> Zur’ah Periwayat ke 3
7 Muha>jir al-Sya>mi> Periwayat ke 2
8 Ibnu ‘Umar Periwayat ke 1
1. Ibnu ‘Umar
Penjabarannya terkait kepribadiannya sudah dijelaskan pada bagaian sebelumya.
2. Muha>jir al-Sya>mi>
Penjabarannya terkait kepribadiannya sudah dijelaskan pada bagian sebelumya.
3. Syari>k
Penjabarannya terkait kepribadiannya sudah dijelaskan pada bagian sebelumya.
4. Muh}ammad bin ‘I>sa>
Nama lengkapnya adalah Muh}ammad bin ‘I >sa> dan kuniahnya Abu> Ja’far al-
Baghdadi> al-At{a>r al-Afwa>hi> al-Abrasy dan wafat pada tahun 68 H. Guru-gurunya
antara lain adalah Yazi>d bin Ha>ru>n, Hajja>j bin Muh{ammad, Yah}ya> bin Bakar dan
72
lain-lain. Adapun antara muridnya adalah Muh}ammad bin Makhlad, Abu>
‘Uwa>nah, ‘Isma>’i>l al-S}affa>r, Muh}ammad bin Ja’far al-Mat}i>ri>. .62
Al-Dzahabi>
mengakatan beliau adalah orang yang tsiqah.63
Dari data komentar al-Dzahabi> memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada ulama yang menjarhnya. Berdasarkan data di atas
dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi ketsiqahan dan ked}abit}annya
sehingga ketersambungan sanad tersebut bisa dipertanggung-jawabkan.
5. Abu> ‘Uwa>nah
Penjabarannya terkait kepribadiannya sudah dijelaskan pada bagian sebelumya.
6. Muh}ammad bin ‘I>sa>
Nama lengkapnya adalah Muh}ammad bin ‘I>sa> bin al-T{abba>’, kuniahnya adalah al-
H}a>fidz Abu> Ja’far al-Baghda>di> dan lahir 150 H. Diantara guru beliau adalah
Ma>lik, Juwairiyah bin Asma>’, Sya>rik, H}ammad bin Zaid, Abu> ‘Uwa>nah, Farj bin
Fud{a>lah dan lain-lain. Murid beliau antara lain adalah Abu> H{a>tim, ‘Abd al-Kari>m,
Muh}ammad bin Yu>suf bin T}abba>’ dan lain-lain.
Komentar Ulama:
1. Abu> H}a>tim: tsiqatun ma‟mun
2. Abu> da>ud: ahli fiqh
62
Al-Dzahabi>, Ta>rikh al-Isla>m wa Wafiya>t al-Masya>hi>r wa al-‘A’la>m (Da>r al-Gharb al-
Isla>mi> 2003 M. Tahqiq: Basysya>r ‘Awwa>d Ma’bu>d), juz 6, h. 421 63
Al-Dzahabi>, Ta>rikh al-Isla>m wa Wafiya>t al-Masya>hi>r wa al-‘A’la>m (Da>r al-Gharb al-
Isla>mi 2003 M. Tahqiq: Basysya>r ‘Awwa>d Ma’bu>d), juz 6, h. 421
73
3. Al-Nasa>’i >: tsiqah.64
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya. Berdasarkan data di
atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi ketsiqahan dan ked}abit}annya.
Dari sisi guru dan murid mereka adalah satu masa dan pernah bertemu, hal
ini bisa dilihat bahwa Muh}ammad bin ‘I>sa> kepada Abu> ‘Uwa>nah. Sehingga
penggunaan periwayatan dalam sanad ini dengan lafaz “haddatsana” bersambung
bisa dipertanggung-jawabkan.
7. Abu> da>ud
Nama lengkapnya adalah Sulaima>n bin al-Asy’ats al-Sijista>ni>. Beliau seorang ahli
hadis yang sudah mashur dan tidak jarang lagi kalangan telinga pelajar hadis. Abu>
Da>ud ahli hadis yang sering hijrah seperti ke Baghda>d, al-Hijaz, Sya>m dan Mesir.
Dan beliau wafat 204 H.65
Komentar Ulama:
1. Abu>> Bakar al-Khali>l: ahli takhrij dan wara‟
2. Ibrahim: laki-laki lembut hati
3. Ulama lain: ahli hadis terkait sanad dan illat.
64
Al-Dzahabi>, Ta>rikh al-Isla>m wa Wafiya>t al-Masya>hi>r wa al-‘A’la>m (Beirut: Da>r al-
Gharb al-Isla>mi> Libanon 1978 M. Tah}qi>q: ‘Umar ‘Abd al-Sala>m Tadmiri), juz 16, h. 375
65
Himpunan al-Ba>hisin dibawah ‘Alawi> bin ‘Abd al-Qa>dir al-Saqa>f, al-Mausu’ah al-Tarikhiah wa Was{fuhu, juz 2, h. 346.
74
Dari data komentar para ulama sepakat memuji ke‟adalahan dan kualitas
kepribadian beliau tidak ada satupun ulama yang menjarhnya. Berdasarkan data di
atas dari sisi status kepribadian tidak diragukan lagi ketsiqahan dan ked}abit}annya.
Dari sisi tahun wafat juga antara Muh}ammad bin Abd al-Ma>lik bin Abi>
al-Syawa>rif dan Abu> ‘Uwa>nah bisa diyakini mereka masih bertemu, karena jarak
kedua tidak terlalu lama yaitu antara tahun 150 H dan 204 H, jadi dari sisi tahun
wafat juga mereka bisa dipertanggung-jawabkan sehingga ketersambungan
sanadnya bisa dipertanggung-jawabkan.
Dengan melihat para periwayat di atas dapat disimpulkan bahwa riwayat
Ibnu Majah melalui jalur Abi Dzarr dan Ibnu „Umar berstatus hadis sahih karena
tidak ada satupun periwayat yang kena jarh. Semua ulama sepakat memuji
keadilan dan ke-adalahan mereka.Sedangkan dari riwayat Abi Daud bisa
disimpulkan bahwa status hadis tersebut hadis daif karena adanya periwayat yang
bernama Syarik yang lemah hafalannya.
Oleh sebab itu, maka hadis yang diriwayatkan Ahmad bin Hanbal yang
berstatus daif pada awalnya menjadi terangkat hukumnya menjadi hadis hasan li
gharih dengan alasan adanya hadis pendukung yang lebih sahih dari hadis daif
tersebut. Hadis tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui
jalur Abi Dzarr dan Ibnu „Umar. Hal ini sebagaimana sudah dijelaskan pada
sebelumnya bahwa hadis daif bisa terangkat menjadi hasan dengan syarat ada
hadis lain yang berstatus sama hukumnya atau lebih tinggi derejatnya. Maka
75
kesimpulan penulis hadis yang berkaitan dengan libas al-syuhrah ini adalah hadis
hasan li gharih.
D. Kritik Sanad dan Matan Hadis
Dalam kajian sanad sangat penting untuk diteliti karena tanpa diketahui
sanad yang sahih sebuah hadis pasti akan dipertanyakan. Hal ini sangat banyak
dijelaskan oleh ulama betapa urgensinya kajian sanad, salah satunya pernyataan
dari „Abdullah bin al-Muba>rak “ bahwa sanad adalah bagian dari agama. Ketika
sanad tidak ada, niscaya siapa saja dapat menyatakan apa yang dikehendakinya
dan juga beliau mengatakan bahwa yang memisahkan antara kami golongan (yang
tidak dipercaya riwayatnya) adalah sanad.66
Kajian sanad sejatinya sudah dilakukan pada masa sesudah Nabi saw.
Ketika terbunuhnya „Utsma>n bin ‘Affa >n pada tahun 36 H dan al-Husein bin „Ali
pada tahun 61 H banyak lahir kelompok-kelompok politik dalam tubuh Islam.
Para kelompok tersebut untuk meligitimasi sebuah tujuan mereka banyak mencari
hadis sebagai pendukung. Bila mereka tidak menemukan, maka mereka akan
memalsukan hadis. Berawal dari kasus ini para ulama kiritikus hadis dalam
menyeleksi sebuah hadis tidak dari matan (materi) saja, namun juga dengan
meneliti identitas periwayat hadis tersebut (sanad).67
Sebuah hadis dikatakan dengan predikat hadis sahih(liza>hirih) apabila
keberadaan sanad dan matannya dapat dipertanggung-jawabkan juga
66
Muh}ammad Syuhudi Isma’i>l, Kaedah kesahihan sanad hadis telaah Kritis dan
tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah (Pt Bulan bintang Jakarta 1995), h. 7 67
Ali Mustafa Yaqub, Kritik hadis (Pustaka Firdaus 2015), h. 4
76
kesahihannya.68
Dalam peneletian ini ada beberapa langkah untuk mengatahui hal
tersebut.
1. Meneliti kualitas sanad hadis
2. Meneliti susunan matan hadis yang semakna
3. Meneliti kandungan matan hadis
Pada penelitian ini secara sanad sudah dijelaskan dengan terperinci pada
bagian sebelumnya. Dalam bagian ini akan diteliti pada bagian matan. Sejatinya
sebuah matan hadis dikatakan sahih apabila terhindar dari syuzuz dan „illat. Untuk
lebih jelas akan dijelaskan pada bagian berikut:
1. Meneliti Matan dengan Kualitas Sanad
Dari segi sanad dengan melihat dan mempertimbangkan kepada status
periwayat hadis dari segi ketsiqahan dan kea‟dalahnnya, maka hadis ini yang
diriwayatkan (mukharrij) oleh Imam Ibnu Majah dengan dua jalur riwayat, Imam
Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmadnya dan Imam Abu Daud dalam Sunan
Abi Daudnya. Sejauh penelitian yang sudah dilakukan sebagaimana
pemaparannya bisa dilihat pada bagian penjelasan sebelumnya maka dari segi
sanad hadis ini dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw dengan status hadis
Marfu>’ dan hukum sanad menjadi h}asan li> gharih karena didukung riwayat Ibnu
Majah yang dianggap lebih baik kualitasnya sebagaimana sudah dijelaskan pada
bagian sebelumnya.
68
Muh}ammad Syuhudi Isma’i>l, Kaedah kesahihan sanad hadis telaah Kritis dan
tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah (Pt Bulan bintang Jakarta 1995), h. 6
77
2. Meneliti susunan matan hadis yang semakna
Kritik matan sejatinya sudah ada pada masa sahabat, hal ini bisa kita lihat
ketika sayyidatina „Aisyah ketika wafatnya „Umar bin al-Khattab. Kemudia Ibnu
„Abbas mengatakan kepada „Aisyah menjelang nafas terakhir „Umar agar tidak
ada seorangpun dari keluarga yang menangisinya, karena „Umar pernah
mendengar Nabi saw. bersabda, “ Mayat itu akan disiksa karena ia ditangisi
keluarganya.”
Mendenagar ucapan itu „Aisyah langsung berkomentar,” semoga Allah
merahmati „Umar. Rasulullah saw. tidak pernah bersabda bahwa mayat itu akan
disiksa karena ia ditangisi keluaragnya. Beliau hanya bersabda,” Sesungguhnya
Allah akan menambah siksa mayat orang kafir yang ditangisi keluarganya.” Kata
„Aisyah selanjutnya,” Cukuplah bagi kalian sebuah ayat yang mengatakan bahwa
sesorang tidak akan menanggung dosa orang lain. (al-An‟am: 164).69
Dalam hal ini „Aisyah sudah melakukan kritik matan (naqd matn al-
hadits) dengan membandingakan hadis dengan ayat al-Quran.
Dalam hasil penelitian terkait libas al-syuhrah ini terdapat empat matan
hadis yang beragam versi namun sejatinya tetap satu koridor tema yang sama
yaitu terkait pakian syuhrah.
a. Ibnu Majah meriwayatkan dengan dua jalur sanad, pertama dari Ibnu „Umar
dan yang kedua dari dari Abi Dzarr. Redaksi yang diriwayatkan dari Ibnu
Umar dengan menyatakan bahwa mereka yang mengenakan pakaian syuhrah
69
Ali Mustafa Yaqub, Kritik hadis (Pustaka Firdaus 2015), h. 2-3
78
pada hari kiamat akan dihinakan oleh Allah dengan pakaian kehinaan dan
dinyalakan api di dalamnya. Sedangakan riwayat yang kedua dari Abi Dzarr
sedikit berbeda dengan redaksi yang diriwayatkan oleh Ibnu „Umar. Redaksi
dalam riwayat Abi Dzarr menyatakan bahwa siapa yang mengenakan pakaian
popularitas Allah akan mencapakkannya (kepada jurang kecelakaan) kapan
saja Allah berkehendak.
b. Pada Riwayat Ahmad bin Hanbal redaksinya hampir sama dengan redaksi
yang diriwayatkan oleh Ibnu Majar dari jalur Ibnu „Umar hanya saja dalam
riwayat ini ada tambahan lafaz Allah Tabara wa Ta‟ala dan ada redaksi yang
ditambah oleh Syarik pada bagian akhir matan.
c. Riwayat dari Abi Daud secara redaksi hampir sama juga dengan riwayat yang
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Majah, hanya sedikit
perbedaan dalam riwayat ini yaitu adanya lafaz mislahu pada lafaz libas al-
syuhrah dan ada tambahan redaksi dari Abi „Uwanah pada akhir sanad yaitu
tsumma tulhabu fih al-nar.
Perbedaan- perbedaan lafaz disini hanya secara redaksi saja, dalam istilah
kajian hadis hal ini biasa disebut dengan periwayat dengan makna (riwayat bi al-
ma‟na). Redaksi seperti ini sejatinya lumrah terjadi di kalangan para periwayat
hadis karena setiap orang berbeda-beda pendengarannya ketika mendengarkan
periwayatan hadis akan tetapi pesan dari riwayat-riwayat tersebut sama.
Sebagaimana dalam penelitian ini memberikan pesan bahwa orang-orang yang
mengenakan pakaian syuhrah akan dihinakan Allah dengan pakaian kehinaan
kelak pada hari kiamat.
79
3. Penelitian Kandungan Makna Matan Hadis dan Perbandingan dengan
Ayat al-Quran, Hadis dan Akal Sehat
Selain hadis itu, hadis dianggap sebagai sahih dengan syarat tidak
bertentangan dengan al-Quran, hadis yang lebih sahih dan aqal yang sehat.
a. Bertentangan dengan al-Quran
Hadis libas al-syuhrah bila dilihat dari segi pandang al-Quran sangatlah
sejalan. Hal ini bisa dilihat dari pesan-pesan al-Quran al-Karim. Banyak ditemui
ayat yang menjelaskan perintah berpakaian yang bagus dan tidak ada unsur israf
ataupun berlebih-lebihan dalam berpakaian. Hal ini bisa dilihat dalam firman
Allah:
إ
Wahai Bani Adam pakailah perhiasa (pakaian) kalian setiap memasuki
masjid, makan dan minumlah kalian dan berlebih-lebihan, sesunggahnya Allah
tidak suka orang-orang yang berlebih-lebihan.70
Dari ayat ini bisa dilihat tuntutan dalam hal sesuatu tidak boleh ada unsur
berlebih-lebihan karena bagian dari sifat tidak terpuji dan Allah sangat tidak
menyukainya.
70
Surat al-A’ra>f ayat 31
80
b. Bertentangan dengan Hadis yang lebih Sahih
Bila dibandingan dengan hadis-hadis lain yang masih ada kaitan dengan
penelitian ini akan ada beberapa hadis sahih. Kesimpulananya hadis tersebut
sangat sejalan tidak ada bertentangan antara satu hadis dengan hadis lain. Diantara
hadis tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abd al-Rahman yang
menjelaskan tentang larangan memakai pakaian sutra karena akan dipakai pada
hari kiamat (dalam pandangan peneliti ini bagian dari pakaian kemewahan pada
hari kiamat).
Rasulullah pernah bersabda tentang hal ini:
ع ال م ق ب ى الذ ة ي نن ا ف و ب ر ش ت ال ال ق ف ال و ب ى الذ ا ف و ب ر ش ت ال ا ال و ر ي ر ا ال و س ب ل ت ال و ة ض ال ة ر خ ا ف م ك ل ا و ي ن الد ف م ا ل م ه إن ف اج ب ي الد
Rasulullah saw bersabda: jangan kalian minum pada bejana yang
terbuat dari emas. Mu‟adz menambahkan Nabi bersabda: dan janganlah kalian
jangan kalian minum pada bejana yang terbuat dari emas dan perak dan
janganlah kalian memakai pakaian sutra karena pakaian tersebut akan
dipakaikan pada hari kiamat.71
71
Hadis ini sahih dan terdapat dalam sarat kesahihan Imam al-Bukha>ri> dan Imam
Muslim. Hadis ini lengakapnya adalah:
قال أبو عبد الرمحن قال أيب قال معا ثنا بن عون عن جماىد عن عبد الرمحن بن أيب ليلى قال خرجت مع واد فاستسقى فاتاه دىقان بإناء من فضة قال فرماه بو ف وجهو قال قلنا اسكتوا اسكتوا حذية إىل بعض ىذا الس
وأنا إن سألناه مل حيدثنا قال فسكتنا قال فلما كان بعد لك قال أتدرون مل رميت بو ف وجهو قال قلنا ال قال لذىب قال معا ال تشربوا ف الذىب إن كنت هنيتو قال فذكر النيب صلى اهلل عليو و سلم قال ال تشربوا ف ننية ا
.وال ف الضة وال تلبسوا الرير وال الديباج فإهنما لم ف الدنيا ولكم ف اخرة
81
Hadis yang lain juga menjalaskan bahwa dalam berpakaian harus memiliki
jiwa bersyukur sudah diberikannya penutup badan. Hal ini bisa menjadi
kesimpulan peneliti bahwa manusia harus memiliki rasa rendah hati, tidak
sombong dalam konteks berpakain, tidak ada niat untuk memakai pakain dengan
tujuan dipuji dan tersohor dikalangan manusia, karena ini dilarang agama dan
bagian dari kesombongan. Hal ini bisa dilihat dari pesan hadis Nabi Muhammad
saw:
ث ن ا ع ب د الص م د ب ن ال ض ل ال ب ل ان الص ي ر ف ، ب ر و ، ح د ر ب ن م م د ب ن مح د ث ن ا ب ك ي ح د ث ن ا خ ، ح د ث ن ا أ بو م ث ن ا س ع يد ب ن أ يب أ ي وب ، ح د ر ئ ، ح د ر حوم ع ب د أ بو ع ب د الر مح ن ع ب د اهلل ب ن ي ز يد ال مق
ي الل و ع ن و ، ع ن أ ب يو ب ن أ ن س ر ض ل ب ن مع ا يم ب ن م ي مون ، ع ن س ه ، أ ن الن يب ص ل ى الل و ع ل ي و الر ح ا ، و ر ز ق ن يو م ن غ ري ح و د ل ل و ال ذ ي أ ط ع م ن ى ذ ل م ن و ال و س ل م ق ال : م ن أ ك ل ط ع ام ا ف ق ال : ال م
ن ب و ، و م ن ل ب س ث و ب ر ل و م ا ت ق د م م ن ا م ن غ ري ح و ل ق و ة ، غ د ل ل و ال ذ ي ك س ان ى ذ ا ف ق ال : ال م ن ب و ر ل و م ا ت ق د م م ن م ن ، و ال ق و ة غ
Mencerikan kepada kami Bakar bin Muhammad bin Hamda>n al-S{aira>fi> di
Marwa> menceritakan kepada kami Abd al-S{amad bin al-Fad{l al-Balkhi>
menceritakan kepada kami Abd al-Rah{ma>n ‘Abdullah bin Yazi>d al-Muqri>
menceritakan kepada kami Sa’i>d bin Abi> Ayyu>b menceritakan kepada kami Abu>
Marh{u>m ‘Abd al-Rah{i>m bin Maimu>n dari Sahal bin Mu’a>dz bin Anas Ra dari
Ayahnya bahwasanya Nabi saw. pernah bersabda: barang siapa makan, maka
kami dia berkata: segala puji bagi Allah yang sudah memberikan makan
kepadaku dan memberikan rezeki tanpa ada daya dan upaya dariku, maka Allah
Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ah{mad bin H{anbal (Na>syir: Muassasah Qurt{ubah), juz 5, h,
397
82
akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barang siapa yang
mengenakan pakain maka dia berkata: segala puji bagi Allah yang sudah
memberikan pakain kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku, maka Allah akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.72
c. Bertentangan dengan Akal
Hadis ini bila disandingakan dengan akal yang sehat sangat tidak
bertentangan, Hadis yang diteliti ini pada dasarnya ini menyatakan larangan
mengenakan untuk memakai pakain popularitas. Pakaian syuhrah disini adalah
pakaian yang tidak lumrah dipakai oleh kalangan masyarakat pada suatu tempat.
Seperti contoh sederhana di Indonesia sudah menjadi budaya memakai kopiah
hitam sebagai lambang dan simbol jadi ketika hadir pakaian lain seperti surban,
topi turbus (penutup kepala di Turki, Maroko) atau model lainnya akan menjadi
menyalahi kebudayaan tersebut. Maka kehadiran pakaian semacam tadi akan bisa
menjadi pakaian syuhrah karena dianggap tidak budaya asli Indoensia.
Oleh sebab itu, karena merasa ketika mengenakan yang berbeda dengan
kebiasaan orang pada umunya akan terlihat berbeda dan gampang dikenali oleh
orang yang pada akhirnya akan merasa sombong dan ingin rasa dipuji di hadapan
para manusia. Maka hal ini akan bisa menjadi sesuatu yang dilarang oleh agama
karena sifat-sifat seperti ini bagian sifat mazmumah dan dibenci agama. Hal yang
kedua adalah dalam kehidupan ini diperintahkan oleh agama agar berpola hidup
72
Hadis ini adalah sasih sebagaimana ada dalam sarat-sarat dalam kesahihan al-Bukha>ri>.
Abu> ‘Abdullah al-Ha>kim al-Naisa>bu>ri>, al-Mustadrak ‘ala al-Sah{ih{ain ( Beirut: Da>r al-Ma’rifah,
Yusu>f al-Mar’asyali>), juz 1, h. 507
83
sederhana tidak berlebih-lebihan dalam segala hal, karena hal tersebut termasuk
sifat syetan yang akan membuat kepada kebutaan dunia. Hal ini sebagaimana
ulama sampaikan “ khoiru al-umur ausatuha” dan agama melarang israf dalam
sesuatu hal, karena dianggap dari sifat mubazzir dan sifat tersebut bagian dari
sifat syetan dan syetan adalah musuh yang harus diperangi. Hal ini dijelaskan
banyak dalam al-Quran seperti pada Surat al-Isra` ayat 27.
E. Natijah
Hadis libas al-syuhrah secara sanad adalah hadis marfu>’ yang berstatus
h}asan li> ghairih. Para ulama pada umumnya menta‟dil semua periwayat yang ada
dalam hadis libas al-syuhrah ini. Hanya saja ada satu periwayat yang banyak
kelalaiannya dalam periwayatan (Ghaflah) yaitu Syarik. Oleh sebab itu hadis
tersebut jatuh derejatnya menjadi hadis daif. Akan tetapi setelah melakukan
i‟tibar sanad, peneliti menemukan jalur sanad berstatus lebih kuat dari hadis
tersebut yaitu melalui jalur Abi Dzarr dan jalur Ibnu „Umar (syahid) melalui
riwayat Ibnu Majah. Berdasarkan kajian hadis sebagaimana dijelaskan pada
sebelumnya, jika ada syahid atau tabi‟ maka hadis daif tersebut terangkat
derejatnya menjadi hadis hasan li ghairih. Kesimpulan peneliti hadis ini berstatus
hadis h}asan li> gharih dan sah dijadikan sebagai amal dan hujjah.
Secara matan hadis ini juga tidak ada illat dan syuzuz, hadis ini direspon
baik dan banyak data yang mendukung dari aspek lain. Jadi bagi peniliti, hadis ini
relevan dan sah secara kehujjahan untuk diamalkan dan dijadikan sebagai
landasan hukum beragama dan hidup keseharian. Walaupun hadis ini tidak sampai
84
kepada Nabi Rasulullah secara runtutan sanad atau dengan sebutan lain hadis ini
adalah hadis marfu‟73
, namun hadis ini sudah mu‟tabar dalam kajian ilmu hadis
diyakini sah dan sahih karena diriwayatkan oleh periwayat-periwayat yang tsiqah
dan adil.
73
Hadis marfu’ adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi Muh {ammad saw. secara
khusus. Al-Syahrazauri>, Muqaddimah Ibnu S{ala>h{ (Tahqiq: ‘Abdullah al-Minsya>wi> 2010 M), h. 72
85
BAB IV
PEMAKNAAN LIBAS AL-SYUHRAH
A. Makna Libas al-Syuhrah Secara Bahasa
Libas al-Syuhrah terdiri dari dua kata yang memiliki arti umum, dalam Bahasa Arab
disebut susunan idhafah. Dalam Kamus Bahasa Arab libas adalah bentuk masdar dari kata
kerja dari labisa yang mengandung arti memakai atau mengenakan. Sebagaimana dalam al-
Quran ولباس التقىي artinya mengenakan atau memakai dengan pakaian ketaqwaan. Sedangkan
maknanya adalah reputasi atau kemashuran. Libas as-Syuhrah secara harfiah اشتهار atau شهرة
.artinya megenakan ataupun memakai pakaian kemashuran لبس ثىب شهرة
B. Pengertian Libas al-Syuhrah
Libas al-syuhrah banyak didefenisikan oleh para ulama diantaranya:
1. Ibnu Atsi>r berkata: al-syuhrah maknanya menampakkan sesuatu, jadi pemahaman pakaian
syuhrah adalah pakaian yang berbeda di antara manusia karena berbeda warnanya dengan
warna pakaian kebanyakan orang, sehingga orang-orang menatap dirinya lantas dia merasa
‘ujub (bangga diri) dan bersombong dengan pakaiannya itu. 1
2. Di dalam syarahnya, al-Sindi mengatakan: pakaian syuhrah adalah pakaian yang
dimaksudkan agar terkenal (masyhur) di tengah-tengah banyak orang. Sama saja, baik
pakaian itu mahal yang dipakai untuk kebanggaan duniawi dan kemewahannya atau pun
pakain itu murah (sangat sederhana) yang dipakai untuk memperlihatkan kezuhudan dan riya’
(pujian).2
1 Abu> al-Tayyib Muh{ammad Syamsu al-H}aq al-‘Azi>m ‘Aba>di, ‘Aunu>l Ma’bu>d Syarah} Sunan Abi>
Da>ud (Tahqiq: Abdurrahaman Muh}ammad Usma>n, Da>r an-Nasyar) juz 9 hal. 1035 2 Muh}ammad bin ‘Abdul Ha>di al-Sindi, Hasyiah al-Sindi ‘ala Sunan Ibnu Ma>jah, juz 7, h. 23
86
3. ‘Abd al-Muh{sin bin H}amma>d al-‘Ubba>d mengatakan pakaian syuhrah adalah pakaian yang
membuat seseorang menjadi tersohor sehingga membuatnya menjadi istimewa dalam
pandangan orang dan menjadikannya merasa sombong karena kemewahan dan nilai tinggi
pakain tersebut.3
C. Batasan Menutup Aurat Dalam Berpakaian Menurut Hadis
Menutup aurat dalam Islam hukumnya wajib baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam Kamus Bahasa Arab kata aurat bermakna aib, cacat, tercela ataupun segala perkara
yang dirasa malu. Dalam Islam ketika berbicara tentang aurat selalu dikaitkan dengan bentuk
tanzir dengan sugesti bisa menghindari membuka-buka aurat dihadapan orang lain. Sama
halnya dengan aib tidak pantas dibicarakan atau dipublikasikan. Islam melarang
membicarakan aib orang lain. Karena barang siapa yang mengumbar aib orang lain, maka
Allah akan mengumbar aibnya juga pada hari kiamat. Dan barang siapa yang menutupi aib
orang lain, maka Allah akan menutupi aibnya.4
Sejatinya Islam tidak pernah memerintahkan kepada kaum muslimin agar
mengenakan jenis pakaian tertentu, dengan motif ataupun bentuk model tertentu. Islam hanya
menyuruh mereka untuk mengenakan hijab secara islami. Hijab disini bermakna pakaian
yang memenuhi syarat-syarat di bawah ini:
1. Pakaian tersebut harus menutup aurat
2. Bentuknya longgar, tidak sempit
3 Abd al-Muh}sin bin H}ammad bin ‘Abd al-Muh}sin bin ‘Abdullah al-‘Ubba>d al-Badri, Syarah Sunan
Abi> Da>ud, juz 452, h. 3 4 Pesan ini bersumber dari hadis nabi yang diriwatkan oleh Imam Muslim. Teks hadis lengkapnya:
ث نا يي بن ث نا الليث عن عقيل عن ابن شهاب أن سالما أخب ره أن عبد اللو بن عمر رض حد ل اللو بكي حد ي اللو عن هما أخب ره أن رسل اللو المسلم أخل المسلم ل ي ف رج اللو عنو كربة من ظلمو ول يسلمو ومن كان ف حاجة أخيو كان اللو ف حاجتو ومن ف رج عن مسلم كربة عليو وسلم قا
كربات ي لم القيامة ومن ست ر مسلما ست ره اللو ي لم القيامة Al-Bukha>ri>, S{ah{i>h{ al-Bukha>ri> (Da>r T{u>q al-Naja>h{, Tah}qi>q: Muh{ammad Zuher bin Na>s{ir 1422 H), juz 3, h. 128
87
3. Tidak transparan pada kulit, seperti baju berbahan tipis ataupun terbuat dari bahan
plastik
4. Pakaian laki-laki tidak menyerupai pakain perempuan ataupun sebaliknya dan tidak
menyerupai pakaian orang kafir yang menjadi identitasnya5
Inilah kriteria hijab secara islami, apabila syarat-syarat di atas terpenuhi seorang
muslim bebas dalam memilih bentuk dan model pakaiannya. Dan hal ini perlu diketahui
sebelum empat syarat di atas, juga pakaian tersebut tidak terbuat dari benda yang diharamkan
seperti sutra bagi kaum pria ataupun hal lainnya yang sudah ada nash yang
mengharamkannya. Inilah syarat yang harus dilaksanakan seorang muslim untuk memenuhi
kewajibannya dalam berpakaian. Adapun selain syarat wajib di atas, hal lain juga wajib
dilaksanakan dalam berpakaian yaitu adab ketika mengenakan berpakaian. Adab dalam
berpakain ini setidaknya bisa diklasifikasikan menjadi tiga bagian sebagaimana dibawah ini:
1. Tidak bersikap sombong dalam berpakain, dalilnya sudah sarih dalam al-Quran6
2. Tidak memboroskan harta dalam berpakaian, sudah sarih penjelaskannya dalam al-
Quran7
3. Tidak mengenakan pakaian untuk tujuan popularitas, dalilnya hadis nabi sebagaimana
dalam penelitian skiripsi ini.8
5 Ali Mustafa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis (Pustaka Firdaus Jakarta, 2016), h. 91-92
6ر ذلك من آيات اللو لعلهم يذكرون يا بن آدم قد أن زلنا عليكم لباسا ي لاري سلآتكم وريشا ولباس الت قلى ذلك خي
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kalian pakaian untuk menutup aurat
kalian dan perhiasan bagi kalian. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-
tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka ingat. Surat al-A’raf ayat 26
7ل يب المسرفي يا بن آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد وكللا واشربلا ول تسرفلا إنو
Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaian kalian yang indah pada setiap kalian ke masjid (Tempat ibadah) dan
makanlah serta minumlah oleh kalian dan jangan pula kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka
akan orang-orang yang berlebih-lebihan. Surat al-A’raf ayat 31
8 Hadis adalah:
88
Kesimpulan dari paparan di atas bisa dilihat dalam berpakaian harus melalui syarat-syarat dan
adab di atas agar sah dikatakan berhijab dan berpakaian secara Islami.
Adapun syarat-syarat perintah berhijab dalam berpakaian secara Islami di atas adalah
berdasarkan kesimpulan para ulama yang bersumber dari hadis-hadis Nabi Muhammad saw.
1. Perintah berpakaian harus menutup aurat
Aurat lelaki menurut para ulama adalah dari pusat hingga ke lutut sedangkan aurat wanita
adalah seluruh anggota badan, kecuali wajah dan dua telapak tangan. Hal ini bisa dilihat
sebagaimana perintah Nabi Muhammad saw dalam hadisnya:
Aurat laki adalah antara pusat dan lutut:
9العلرة من ركبتو إل السرة تت ما فإن
Antara pusar sampai lutut adalah bagian dari aurat
Sedangkan aurat perempuan adalah seluruh badan kecuali muka dan dua tapak tangan
sebagaimana dalam firman Allah swt.:
ها وقل للمؤمنات ي غضضن من أبصارىن ويفظن ف روجهن ول ي بدين زينت هن إل ما ظهر وليضربن بمرىن من أو آباء ب عللتهن أو أب نائهن أو أب ناء ب عللتهن أو ول ي بدين زينت هن إل لب عللتهن أو آبائهن عل جيلبن
ربة من الر إخلانن أو بن إخلانن أو بن أخلاتن أو نسائهن أو ما ملكت أيان هن أو ال أو تابعي غي أول ال جا
لم : حدثنا عبد اهلل حدثن أيب ثنا حجاج ثنا شريك عن عثمان بن أيب زرعة عن مهاجر الشامي عن بن عمر قا قا رسل اهلل ل اهلل عليو و س قا شريك وقد رأيت مهاجرا وجالستو من لبس ثلب شهرة ألبسو اهلل تبارك وتعال ثلب مذلة يلم القيامة
Dan penjelasan ini bisa dilihat: Ali Mustafa Yaqub, Cara benar memahami Hadis (Pustaka Firdaus
Jakarta 2016M), h. 92 9 Ini juga diikuti oleh mazhab Syafi’i. Hadis ini lebih lengkapnya adalah:
د بن م ث نا مم ث نا النضر بن شيل أخب رنا أبل حزة الصي رف حد ث نا أحد بن منصلر زاج ، حد ث نا عمرو بن شعيب عن لد ، حد وىل سلار بن داود ، حد رسل اهلل ل اهلل علي قا ه قا ن هم ف المضاجع و أبيو عن جد يانكم بالصالة لسبع واضربلىم علي ها لعشر وف رقلا ب ي ب إذا زوج أحدكم و وسلم مروا
السرة إل ركبتو من العلرة عبده أمتو أو أجيه ، فال ت نظر األمة إل شيء من علرتو فإن ما تت Bisa dilihat: Daruqutni, Sunan al-Dar Qutni, juz 1, h. 430
89
وتلبلا إل اللو ول يضربن بأرجلهن لي علم ما يفي من زينتهن الطفل الذين ل يظهروا عل علرات النساء يعا أيو المؤمنلن لعلكم ت فلحلن 10ج
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-
putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.
Melalui ayat ini memberikan pemahaman bahwa perempuan tidak boleh
menampakkan anggota badan yang ada dalam tubuhnya kecuali yang zahir saja, yaitu muka
dan dua tapak tangan. Hal ini membuktikan bahwa seluruh tubuh mereka adalau aurat kecuali
muka dan dua tapak tangan, pendapat ini juga diperkuat dan diikuti oleh mazhab Syafi’i.
2. Bentuknya longgar dan tidak sempit
Maksud longgar dan tidak sempit dalam hal ini adalah pakaian yang bisa membentuk
tubuh pada bagian dalam sehingga terlihat dan terbentuk jika dipandang dari luar. Hal seperti
ini akan bisa melahirkan syahwat pada orang yang melihatnya. Perbuatan seperti ini sangat
dilarang oleh agama karena sama saja halnya dengan menampakkan aurat secara tidak
langsung. Karena dalam agama tidak dibolehkan melihat aurat seseorang kecuali mahram
atau orang yang sudah digarisbawahi oleh agama. Hal ini bisa dililhat dari ucapan Nabi
Muhammad saw diriwayatkan oleh Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya:
10
Hal ini menunjukkan bahwa aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak
tangan sebagaimana ini juga dikuatkan oleh mazhab Syafi’i. Surat al-Nur ayat 31
90
ث نا ث نا شيبة أيب بن بكر أبل حد عثمان بن الضحاك عن الباب بن زيد حد عبد عن أسلم بن زيد أخب رن قا أن : أبيو عن الدري سعيد أيب بن الرحن وسلم عليو اللو ل اللو رسل ول الرجل لرة ع إل الرجل ي نظر ل قا 11اللاحد الث لب ف المرأة إل المرأة ت فضي ول واحد ث لب ف الرجل إل الرجل ي فضي ول المرأة علرة إل المرأة
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu anhu bahwa Rasulallah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu
juga seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain, dan tidak boleh seorang
laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan begitu juga perempuan
dengan perempuan lain bercampur dalam satu pakaian.
3. Tidak transparan pada kulit, misalnya baju berbahan tipis dan bisa dilihat bentuknya.
Hal ini bisa dilihat dari ucapan Nabi Muhammad saw. bahwa ada dua golongan ahli
neraka mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu
dapat dicium dari jarak yang jauh.
فان من أىل ن ل اهلل عليو وسلم : رسل اهلل : قا ر ل أرها: ق لم معهم الناعن أيب ىري رة رضي اهلل عنو قان كأسنمة البخت سياط كأذناب الب قر يضرب لن با الناس، ونساء كاسيات عاريات ميالت مائالت، رؤوسه
رة كذا وكذاالمائلة، ل يدخلن النة ول يدن ريها، وإ 12.ن ريها لي لجد من مسي
Dari Abu Hurairah,Rasulullah saw. bersabda: ada dua golongan ahli neraka yang belum
pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu yang digunakan
untuk memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang memakai pakaian tetapi
telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya seperti bonggol unta yang tunduk.
Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat
dicium dari jarak yang jauh.
11
Muslim, Sahih Muslim, juz 2, h. 238 12
Abu> al-h{usain Muslim bin al-H{ajja>j bin Muslim al-Qusyairi> al-Naisabu>ri>, al-Ja>mi’ al-Sah}i>h al-
Musamma Sah}i>h Muslim (Beirut: Da>r al-Jail dan Dar al-afaq), juz 6, h. 168
91
4. Pakian laki-laki tidak menyerupai pakain perempuan atau sebaliknya dan tidak
menyerupai pakaian orang kafir yang menjadi identitasnya.
Hal ini jelas sudah diketahui bahwa fitrah laki-laki dan perempuan sangat berbeda terlebih
dalam konteks berpakaian. Penjelasan ini sebagaimana sudah dijelaskan oleh Nabi
Muhammad saw:
ل اهلل عليو وسلم المتشبهي م : لعن رسل اهلل هما قا بالنساء عن ابن عباس رضي اللو عن ن الرجا
13والمتشب هات من النساء بالرجا
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah Saw bersabda: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum
pria.
Salain itu, juga pakaian yang dikenakan jangan sampai menyerupai pakaian non muslim
berupa identitasnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw. diriwayatkan
imam Muslim.
ث نا ث نا ، المث ن بن ممد حد ثن ، ىشام بن معاذ حد ثن ، يي عن ، أيب حد لارث،ا بن إب راىيم بن ممد حدر أن ، أخب ره ، معدان ابن أن ، أخب ره ، العاص بن عمرو بن اهلل عبد أن ، أخب ره ، ن في بن جب ي رأى: قا
، معصفرين ث لب ي علي وسلم عليو اللو ل اهلل رسل 14 .ت لبسها فال الكفار ثياب من ىذه إن : ف قا
Menceritakan kepada kamu Muhammad bin al-Mutsanna, menceritakan kepada kami Mu’adz
bin Hisyam, menceritakan kepadaku ayahku, dari Yahya, menceritakan kepadaku
Muhammad bin Ibrahim bin al-Harits bahwasanya Ibnu Ma’dan menceritakan kepadanya
bahwasanya Jubeir bin Nufair menceritakan bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-‘As berkata:
13
Abu> ‘Abdillah Muh{ammad bin Isma’i>l bin Ibra>hi>m bin al-Mughi>rah al-Ju’fi> al-bukh>ar>i, al-Ja>mi’
Musnad al-Sah}i>h al-Mukhtasar min Umu>r Rasu>l saw. wa Sunanihi wa Ayya>mih (Da>r Tuq al-Naja>h{ 1422 H.
Tah}qi>q: Muhammad Zuhair bin Nasir an-Nasir), juz 15, h. 6 14
Muslim, S}ah}i>h{ Muslim (Beirut: Da>r al-Jail, Tah{qi>q: Majmu’ah min al-Muhaqqiqi>n 1334 H), juz 6,
h. 143
92
Rasulallah shallallahu alaihi wasallam meihatku mengenakan dua kain berwarna merah
(karena dicelup dengan tanaman usfur) lalu beliau shallallahu alaihi wasallam
bersabda,’Sesungguhnya itu adalah pakaian orang-orang kafir maka janganlah engkau
kenakan.
Inilah syarat yang harus dilaksanakan seorang muslim untuk memenuhi kewajibannya
dalam berpakaian.
D. Ragam Pakaian Pada Masa Nabi
Pakaian adalah perangkat dan kebutuhan yang penting dalam kehidupan manusia
sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya dimuka bumi. Di zaman Nabi saw dilahirkan,
pola berpakaian manusia telah menempatkan manusia ke dalam kotak-kotak sosial. Mereka
mengatur orang-orang miskin untuk mengenakan jenis dan model pakaian yang tertentu.
Sementara para pemuka kaum dan penguasa mengenakan pakaian yang mewah yang
berbahan dari sutra dengan ujung bagian bawah menyeret-nyeret tanah saat berjalan kesana
kemari.
Nabi Muhammad saw, lantas diutus kepada seluruh kaum untuk membenahi
mentalitas mereka, salah satunya dengan mengoreksi pola berpakaian manusia. Bila tata cara
berpakaian untuk wanita diatur secara rinci dalam al-Qur’an dan hadits Qouliyyah (lisan),
adab berpakaian untuk laki-laki dicontohkan langsung dalam kehidupan sehari-hari oleh
Baginda Rasul.15
Adapun jenis dan ragam pakaian bila dilihat pada masa Nabi, jenis pakaian bangsa Arab
beragam-ragam dan sangatlah banyak. Antara lain adalah:
1. Izar, pakaian sejenis kawin bawahan sejenis sarung
15
Bisa dilihat pada situs: http://jangkriktshirt.blogspot.co.id/2016/05/cara-berpakaian-pada-zaman-
rasulullah.html
93
2. Qamish, pakaian gamis atau kameja
3. Sirwal, pakain celana panjang
4. Tubban, pakaian celana pendek
5. Qubba, pakaian sejenis pakaian luar
6. Tsaub, pakain biasa
7. Rida, pakaian kain atasan sejenis selendang
8. Burmus, pakaian sejenis mantel yang bertudung kepala
9. Kisa, pakaian biasa
10. Hullah: pakaian sejenis setelan
11. Imamah, pakaian surban
12. Qalansuah, pakaian penututup kepala sejenis peci dll.16
Beragam jenis pakaian pada masa Nabi Muhammad saw. sebagaimana disebutkan di
atas menunjukkan bahwa dalam hal berpakaian tidak ada kewajiban harus berpakaian dengan
jenis pakaian tertentu. Sejatinya pakaian bukanlah dari perkara agama melainkan hanya
sebuah budaya bangsa Arab, dimana semua orang sah-sah saja memilih dan mengabaikannya.
Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya ragam pakaian pada masa Nabi Muhammad saw.
dan tidak satupun diketahui dalam literatur keilmuan terlebih dalam hadis bahwa Nabi
Muhammad saw. menjelaskan wajibnya mengenakan pakaian tertentu.
16
Ali Mustafa Yaqub, Cara benar memahami Hadis (Pustaka Firdaus Jakarta 2016M) hal. 88
94
E. Pandangan Ulama Terkait Libas al-Syuhrah
Segaimana sudah dijelakan pada bab sebelumnya terkait defenisi libas al-syuhrah.
Pada kesimpulannya libas al-syuhrah merupakan pakaian yang diniatkan untuk mencari
ketenaran, baik pakaian yang indah atau pakaian yang lusuh sehingga orang mencirikan
dirinya dengan pakaiannya tersebut, atau pakaian mencolok yang dipakai untuk berbangga
diri atau bersombong di hadapan manusia. Pada pembahasan di bawah ini akan dijelaskan
beberapa pandangan ulama terkait libas-al-syuhrah.
1. Al-Muna>wi>
Beliau mengatakan bahwa memakai pakaian yang murah bisa tercela pada kondisi
tertentu dan bisa terpuji pada kondisi lainnya. Tercela bila dimaksudkan untuk
mendapatkan popularitas (syuhrah) dan kesombongan, dan terpuji bila dimaksudkan
sebagai ketawadhu’an dan kesederhanaan. Sebagaimana memakai pakaian yang
mahal bisa tercela apabila dimaksudkan untuk kesombongan dan kebanggaan, dan
bisa terpuji bila dimaksudkan untuk keindahan dan mewujudkan (syukur) atas nikmat-
Nya.17
2. Muh{ammad bin S{a>lih bin Muh{ammad al-‘Utsaimi >n
Pakaian syuhrah merupakan pakaian yang menjadikan pemakainya menjadi terkenal
(mashur) sehingga dikatakan pakain ini adalah pakaian fulan. Maka pakaian syuhrah
bisa terjadi dengan pakaian yang rendah dan murah dan bisa terjadi dengan pakaian
yang tinggi ataupun mahal. Karena itu ada sebagian ulama yang mengatakan, bahwa
orang miskin yang memakai pakaian orang-orang kaya maka baginya berarti memakai
pakaian syuhrah dan orang yang kaya memakai pakaian orang miskin maka berarti ia
17
Muh{ammad Abdurrauf al-Muna>wi>, Faidul Qadi>r Syarah{ al-Jami>’ as-Sagi>r min –Ah{adi>s al-Basyi>r (Da>r al-Kutub al-Ilmiah, Beirut: Libanon tahun cetak 1994 M) Juz 4, h. 52
95
memakai pakaian syuhrah. Setiap orang seharusnya memakai pakain yang sesuai
dengan keadaannya.18
3. Ibnu Ruslan
Beliau menjelaskan pakaian syuhrah merupakan pakain yang dilarang oleh agama.
Hal ini dikarenakan seseorang memakain pakaian tersebut di dunia dengan tujuan
agar orang mengaguminya kemudia dia merasa bangga dengan pakaiannya tersebut.
Oleh sebab itu pada hari kiamat Allah akan memakaikan pakain kehinaan dan
memberi hukuman sesuai amal perbuatannya.19
4. ‘Abd al-Muh{sin bin H}amma>d al-‘Ubba>d
Beliau mengakatan dengan mengenakan pakaian syuhrah seseorang menjadi memiliki
popularitas hidup. Pada hari kelak akan dihukum dia dengan sebab mengenakan
pakaian tersebut ataupun akan dihukum dengan pakaian yang sejenisnya. Karena
dengan mengenakan pakaian tersebut prinsipnya akan mewujudkan sifat takabbur
atau berbangga diri.20
5. Suyu>t}i>, ‘Abd al-Ghani> dan Fakhr al-H}asan al-Dahlawi>
Pemahaman atas hadis libas al-syuhrah adalah adanya niat ingin berbangga diri atau
sifat sombong ketika mengenakan pakaian tersebut. Atau menjadikannya terlihat
zuhud sehingga dikenal orang zuhud. Atau mengenakan pakaian tersebut dengan niat
supaya terlihat seorang yang faqih padahal dia orang bodoh. Atau mengenakan
pakaian tersebut dengan niat mencemoohkan dan mentertawakan orang lain. Atau
mengenakan pakaian tersebut agar terlihat seorang yang beribadah.21
18
Muh{ammad bin Sa>lih bin Muh}ammad al-‘Usaimin, Majmu>’ Fata>wa wa Rasai>l (Tahqiq: Fahad bin
Na>sir bin Ibra>hi>m as-Sulaima>n), juz 5 h. 190 19
Abu> al-T}ayyib Muh{h}amamad Syam al-H{aq al-‘Azi >m A>ba>di>, Syarah Sunan Abi Daud (Da>r: al-
Maktabah al-Salafiah, Tah{qi>q: ‘Abd al-Rah{man Muh{ammad ‘Utsma >n 1968 M), juz 9, h. 1035 20
‘Abd al-Muh}sin al-‘Ubba >d, Syarah} Sunan Abi> Da>ud, juz 22, h. 499 21
Suyu>t}i>, ‘Abd al-Ghani>, Fakhr al-H}asan al-Dahlawi>, Syarah} Sunan Ibnu Ma>jah (al-Na>syir: Qadimi>
Kutub Khanah), juz i, h. 257
96
Dari pandangan para ulama di atas bisa diambil kesimpulan tentang pemahaman libas
al-syuhrah dengan beberapa poin. Pertama hukum mengenakan pakaian tersebut dilarang
oleh agama karena adanya niat tertentu. Kedua sebab dilarangnya mengenakan pakaian
tersebut dengan tujuan ingin terlihat istemewa dan diperhatikan di kalangan manusia, baik
prakteknya dengan mengenakan pakaian kekayaan atau pakaian kemiskinan. Ketiga orang-
orang yang mengenakan pakaian tersebut akan dihinakan Allah pada hari kiamat kelak.22
F. Analisa Penulis Terhadap Pemahaman Libas al-Syuhrah
Melihat penjelasan terkait libas al-syuhrah pada bagian sebelumnya, baik dipandang
dari sudut bahasa, pengertian dan pandangan para ulama. Penulis akan memberikan beberapa
analisa dari pemahaman terkait libas al-syurah tersebut. Pertama dari aspek bahasa, libas al-
syuhrah merupakan mengenakan pakaian masyhur, pakaian reputasi yang bisa mengangkat
nama baik seseorang. Sedangkan dari pengertian dari libas al-syuhrah itu sendiri bisa diambil
beberapa pesan, setidaknya dalam mengenakan pakaian ada bebarapa motiv sendiri dari
sipemakai pakaian tersebut. Di antara motiv tersebut adalah 1) ingin berbangga diri 2) ingin
terkenal 3) dan ingin menyombongkan diri. Sedangkan dari sudut pemahaman ulama tidak
jauh esensinya hampir sama dengan pengertian libas al-syuhrah. Antara lain adalah:
22
Terkait hal ini juga masuk pembahasan terkait pandangan para ulama bagaimana pemahaman yang
benar tentang pakaian surban dan jubah. Antara mereka adalah: Pandangan Ali Mustafa Yaqub. Menurut beliau
pakaian surban bukan bagian dari agama dan bukan merupakan suatu kewajiban secara syar’i, melainkan hanya
bagian dari adat dan kebiasaan bangsa Arab. Kedua, menurut Komisi Tetap Untuk Penelitian dan Fatwa (Arab
Saudi): Memakai surban bukan bagian dari ibadah. Pakaian surban dikenakan Nabi Muhammad saw. karena
merupakan adat kaumnya. Tidak ada satupun dalil yang sahih mengenai keutamaan surban walapaun Nabi
Muhammad saw. mengenakannya. Sebaiknya orang memakai pakaian biasa dipakai oleh penduduk negerinya
selama itu tidak diharamkan. Ketiga, menurut Pandangan Muh}ammad bin S}a>lih} al-‘Utsaimi>n Hadis mengatakan
bahwa Nabi Muhammad saw. mengatakan shalat dengan mengenakan surban lebih baik dari empat puluh kali
shalat tanpa mengenakan surban. Menurut pandangan beliau hadis ini merupakan hadis batil, palsu dan
didustakan kepada Rasullah saw. Surban sama seperti halnya dengan pakaian lain mengikuti kebiasaan
masyarakat. Jika berada di tengah masyarakat yang terbiasa mengenakan surban maka boleh mengenakan
surban. Bila berada di tengan masyarakat yang tidak mengenakan surban, hanya menutup kepala saja ataupun
mengenakan bentuk lain untuk menutupi kepala, maka langkah yang benar mengikuti sebagaimana kebiasaan
mereka. Bisa dilihat: Ali Mustafa Yaqub, Cara benar memahami Hadis (Pustaka Firdaus Jakarta 2016M) h. 91-
97
97
a. Al-Muna>wi>, berpakaian ingin menyombongkan diri
b. Muh{ammad bin S{a>lih bin Muh{ammad al-‘Utsaimi>n, berpakaian ingin menjadi
tersohor dan terkenal
c. Ibnu Ruslan, berpakaian agar dikagumi orang lain
d. ‘Abd al-Muh{sin bin H}ammadal-‘Ubba>d, berpakaian ingin menyombongkan diri
e. Suyu>t}i>, ‘Abd al-Ghani> dan Fakhr al-H}asan al-Dahlawi>, berpakaian dengan tujuan
menyombongkan diri
Dari pandangan para ulama di atas bisa diambil kesimpulan tentang pemahaman libas
al-syuhrah dengan beberapa poin. Pertama, hukum mengenakan pakaian tersebut dilarang
oleh agama karena adanya niat tertentu seperti ingin menjadi terkenal, sombong dan
dikagumi. Kedua, dengan melihat dari pandangan ulama, mayoritas dari mereka sepakat
tujuan dari libas al-syuhrah ini adalah ingin menyombongkan diri. Sehingga menurut penulis,
skiripsi yang menyatakan orang yang memakai pakaian syuhrah akan dihinakan Allah pada
hari kiamat faktor utamanya adalah karena orang memakai pakaian tersebut ingin
menyombongkan dirinya sendiri. Bila demikian halnya, agama sangat melarangnya. Agama
Islam mencintai sifat rendah hati dan membenci sifat sombong hati. Ketiga, sebab
dilarangnya mengenakan pakaian tersebut sama adanya dengan tujuan ingin terlihat
istemewa, diperhatikan di kalangan manusia, ataupun prakteknya dengan mengenakan
pakaian kekayaan atau pakaian kemiskinan dengan tujuan menyombongkon diri hukumnya
adalah haram.
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan
dari penelitian ini sebagai berikut: Pakaian syuhrah adalah pakaian yang
diniatkan untuk menyombongkan diri, antara parakteknya adalah ingin
mencari ketenaran dengan mengenakan pakaian yang indah atau pakaian
yang lusuh ataupun pakaian mencolok yang dipakai untuk berbangga diri
atau bersombong di hadapan manusia.
Ragam pakaian yang ada pada zaman sekarang merupakan hal yang
boleh saja orang mengenakannya, dengan sarat mencukupi sarat-sarat
berpakaian. Sarat tersebut antara lain 1) pakaian tersebut harus menutup
aurat. 2) bentuknya longgar dan tidak sempit. 3) tidak transparan pada
kulit, seperti baju berbahan tipis ataupun terbuat dari bahan plastik. 4) dan
pakaian laki-laki tidak menyerupai pakain perempuan ataupun sebaliknya
dan tidak menyerupai pakaian orang kafir yang menjadi identitasnya.
Selain aturan atau sarat-sarat di atas, juga perlu dipahami dalam
berpakaian ada adab dalam berpakaian, antara lain adalah 1) tidak bersikap
sombong dalam berpakaian. 2) tidak memboroskan harta dalam
berpakaian. 3) dan tidak mengenakan pakaian untuk tujuan agar masyhur.
Hadis libas al-syuhrah secara sanad adalah hadis marfu’ yang berstatus
h}asan li> ghairih . Para ulama pada umumnya men-ta’dil semua periwayat
yang ada dalam hadis libas al-syuhrah ini.
99
Pada penelitian pertama sejatinya ada satu periwayat yang banyak
kelalaiannya dalam periwayatan (Ghaflah) yaitu bernama Syarik. Oleh
sebab itu hadis tersebut jatuh derejatnya menjadi hadis daif (munkar).
Akan tetapi setelah melakukan i’tibar sanad, peneliti menemukan tiga
jalur sanad berstatus lebih kuat dari hadis tersebut yaitu melalui jalur Abi
Dzarr (syahid) dan jalur Ibnu ‘Umar melalui riwayat Ibnu Majah dan satu
jalur lagi melalui Ibnu ‘Umar dalam riwayat Abu Daud. Berdasarkan
kajian hadis sebagaimana dijelaskan pada sebelumnya, jika ada syahid atau
tabi’ (kolaborasi) maka hadis daif tersebut terangkat derejatnya menjadi
hadis h}asan li> ghairih. Oleh karena demikian, kesimpulan peneliti hadis ini
berstatus hadis h}asan li> gharih dan sah dijadikan sebagai hujjah.
Secara matan hadis ini juga tidak ada illat dan syuzuz, hadis ini
direspon baik dan banyak data yang mendukung dari aspek lain. Jadi bagi
peniliti, hadis ini relevan dan sah secara kehujjahan untuk diamalkan dan
dijadikan sebagai landasan hukum beragama dan hidup keseharian.
Walapaun hadis ini tidak sampai kepada Nabi Rasulullah secara runtutan
sanad atau dengan sebutan lain hadis ini adalah hadis marfu’, namun hadis
ini sudah mu’tabar dalam kajian ilmu hadis diyakini sah dan sahih karena
diriwayatkan oleh periwayat-periwayat yang tsiqah dan adil. Semua jenis
pakaian merupakan bagian dari budaya bukan dari agama.
B. Saran
1. Dalam menghukumi sebuah hadis tidak boleh melihat dengan teks
hadis saja kemudian dijadikan sebuah landasan hukum. Hal seperti ini
biasanya bisa memberikan spekulasi pemahaman-pemahaman yang
sifatnya parsial dan sering keliru. Selain itu juga akan memberikan
100
dampak fatal seperti membawa dampak takfir, radikaslisme bahkan
terorisme sebagimana saat ini masih terjadi sepeti Bali, Tamrin dan
baru-baru ini di Surabaya.
2. Ketika mengakaji sebuah penelitian hadis harus menjadi catatan jangan
melepaskan pendekatan kritik sanad dan matan. Tidak sempurna
menyimpulkan sebuah penelitian dengan bertolak ukur kepada salah
satunya saja. Seperti menghukumi libas al-syuhrah hanya melihat
kepada kritik sanad saja. Oleh karena itu, sebaikanya dalam sebuah
penelitian tidak bisa dihukumi dengan kritik sanad saja, harus dengan
kritik matan juga agar bisa melihat secara kompleks permasalahan
penelitian tersebut. Kritik matan disini maknanya adalah kumpulan
masalah dari berbagai aspek, seperti aspek sejarah, tidak bertentangan
dengan al-Quran, hadis dan akal sehat. Kesimpulannya ketika
menghukumi sebuah hadis harus melihat banyak aspeknya sebagaima
hal ini dikaji dalam hadis pada kajian kritik matan hadis. Seperti dalam
penelitian ini bila melihat teks hadis saja belum bisa dipahami dengan
benar harus dengan pemahaman dan data-data lain.
3. Hal lainnya juga perlu menjadi catatan ketika menghukumi sebuah
hadis jangan berpatokan kepada satu hadis saja. Dengan arti lain harus
melihat dan menghimpun hadis-hadis lain juga yang semakna. Hal ini
ini biasa disebut dalam kajian hadis ilmu syahid dan tabi’. Karena
terkadang dalam sebuah hadis bisa hukumnya daif, namun ketika
melihat hadis lain ternyata ada hadis yang semakna dan hukum hadis
lebih bagus atau sama, maka hadis yang awalnya daif bisa terangkat
menjadi hadis hasan.
101
4. Hadis tentang libas al-syuhrah dalam penelitian ini menggunakan
metode yang ditawarkan oleh Muhammad Syuhudi Ismail dalam
bukunya Metode Penelitian Hadis Nabi. Metode tersebut hanya
mengacu kepada dua metode, pertama metode melacak hadis dengan
lafaz hadis, kedua metode melacak hadis dengan metode tema hadis.
Setalah mengkaji dan meneliti dengan metode tersebut peneliti
berkesimpulan berdasarkan data yang sudah diteliti, hadis tersebut
(termasuk hadis bi al-ma’na) hanya diriwayatkan oleh tiga periwayat.
Pertama diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah,
kedua diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad
Ahmad bin Hanbal, ketiga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab
Sunan Abi Daud. Metode disini pada prinsipnya masih bersifat
argumentasi belum bisa dikatakan sebuah final untuk diteliti. Oleh
karena itu bisa saja hadis tentang penelitian ini masih bisa
dikembangkan dengan metode-metode yang ditawarkan para peneliti
lainnya sehingga bisa saja nanti mewujudkan hasil penelitian yang
berbeda.
102
DAFTAR PUSTAKA
A’zami, Muhammad Mustafa. Dira>sat fi> al-Hadi>ts al-Nabawi> wa Ta>ri>kh Tadwinih, t.t.
______. Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhaddithi>n. Riyadh: Syirkah al-Tiba’at al-‘Arabiah al-
Su’udiah, 1982.
Aba>di>, Abu> at-Tayyib Muh{ammad Syamsu al-H}aq al-‘Azi>m. ‘Aunu>l Ma’bu>d Syarah} Sunan,
t.t.
Al-Sharawarzi, Ibrahim Amin al-Jaf. Manhaj al-Muhaddithin fi Naqd al-riwayah
al-Tarikhiyyah li al-Quran al-Hijriyah al-Thalathah al’Ula. Dubay: Dar al-Qalam,
2014.
Abu> Syihbah, Muh{ammad. Difa’an al-Sunnah wa Rad Syubah al-Musytasyriqi>n wa
al-Kutta>b al-Mua’shiri>n. Kairo: Mathba’at al-Azhar, t.t.
‘Aba>di, Abu> at-Tayyib Muh{ammad Syamsu al-H}aq al-‘Azi>m. ‘Aunu>l Ma’bu>d Syarah} Sunan
Al-Sindi, Muh}ammad bin ‘Abdul Ha>di. Hasyiah as-Sindi ‘ala Sunan Ibnu Ma>jah. Juz
7, t.t.
Al-Badri, Abd al-Muh}sin bin H}ammad bin ‘Abd al-Muh}sin bin ‘Abdullah al-‘Ubba>d. Syarah
Sunan Abi> Da>ud. Juz 452, t.t.
Al-Syari>f, H{a>tim bin ‘A>rif. al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d. Cet: Multaqa Ahl al-Hadi>t.
Juz 1, t.t.
Al-Dzahabi>, Ah{mad bin ‘Ubaid bin ‘Isma>i>l al-S{affa>r. Tazkirat al-Huffa>z. Juz 3, t.t.
Al-Sakha>wi>. Fath{ al-Mughi>ts. Juz 2, t.t.
Al-Qazwaini, Muh}ammad bin Yazi>d Abu> ‘Abdullah. Sunan Ibnu Ma>jah. Beirut: Da>r al-Fikr,
1193. Juz 2.
Al-Mubarakafuri, Muhammad ‘abd al-Rahman bin ‘Abd al-Rahim. Tuhfah al-Ahwazi
( Syarah Sunan al-Turmizi). Dar: al-Hadits, 2001. Juz 6.
Al-‘Asqala>ni, Ibnu H{ajar. Al-Is{a>bah fi> Ma’rifah al-S{ah{a>bah. Juz 2, t.t.
103
_______. Tadzib al-Tahdzib. Beirut, 1984. Cet: Ke-1. Juz 4.
Al-Nu>ri, Abu> al-Ma>’at{i>. Mausu’a>t Aqwa>l al-Ima>m Ah{mad bin H{anbal. Juz 3, t.t.
Al-Mizzi>. Tahdzi>b al-Kama>l. Juz 19, t.t.
Al-Ra>zi, Abi> Muh}ammad ‘Abd al-Rah{ma>n bin Abi> H{a>tim Muh{ammad bin Idri>s bin al-
Mundzir al-Tami>mi> al-H{anz{ali>. Al-Jarh{ wa al-Ta’di>l. Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ al-Tura>ts
al-‘Arabi>, 1952. Juz 11.
Al-Ala>i>, Abu> Sa’i>d. Al-Mukhtalat{i>n. Maktabah: al-Khana>ji> Bi al-Qa>hirah, 1996. Juz 1.
Al-Sauduni, Abu al-Fada` Zain al-Din Qasim Qadbaulagha. Al-Tsiqah mimman lam Yaqa’ fi
al-Kutub al-Sittah. 2011. Juz 2.
Abu> al-Fida>’, Isma’i>l bin ‘Umar bin Katsi>r al-Qurasyi>. Al-Bida>yah wa al-Niha>yah. Juz 11,
t.t.
Al-Sijista>ni, Abu> Da>ud Sulaiman bin al-Asy’a>ts. Sunan Abi Da>ud. Juz 4, t.t.
_______. Sunan Abi> Da>ud. Da>r an-Nasyar. Juz 9, t.t.
_______. Sunan Abi> Da>ud. Beirut: Dar
al-Kitab. Juz 4, t.t.
_______. Musnad Abi> Da>ud al-T{aya>lisi>. Nasyir: Hajar
lil-Taba’ah, 1999. Juz 6.
Al-Dimasyqi, Khair al-Di>n bin Mah}mu>d bin Muh{ammad bin ‘Ali> bin Fa>ris al-Zakasyi>.
Al-A’la>m. Da>r: al-‘Ilmi li al-Malayi>n. 2002. Cet: 15. Juz 3.
Al-Busti, Muh{ammad bin H{anbal bin Ah}mad Abu> H{a>tim al-Tami>mi>. Al-Tsiqa>t. Da>r: al-Fikr,
1975. Cet: Ke-1. Juz 7.
Al-Dimasyqi, Syams al-Di>n Abi> ‘Abdullah Muh{ammad bin Ah}mad al-Dzahabi>. Al-Ka>syif fi>
Ma’rifah Man Lahu Riwa>yat fi< al-Kutub al-Sittah. Juz 2, t.t.
_______. Miza>n al-I’tidal fi Naqd al-Rija>l. Juz 2, t.t.
_______. Ta>rikh al-Isla>m wa Wafiya>t al-Masya>hi>r wa al-‘A’la>m. Da>r: al-Gharb al-Isla>mi>,
2003. Juz 6.
104
______. Siyar A’lam al-Nubala`. 1985. Juz 2.
______. Ta>rikh al-Isla>m wa Wafiya>t al-Masya>hi>r wa A’la>m. Da>r: al-Gharb al-Isla>mi,> 2003.
Juz 4.
Al-Dimasyqi, Khair al-Di>n bin Mah{mu>d bin Muh{ammad bin ‘Ali> bin Fa>ris al-Zakali>. > Al-
A’la>m. Da>r: al-‘Ilmi Li al-Mala>yi>n, 2002. Cet: ke-15 tahun.
Al-Jarja>n>i, Hamzah bin Yu>su>f Abu> al-Qa>sim. Ta>rikh Jarja>n. Beirut: ‘A>lim al-Kutub, 1981.
Juz 1.
Al-Ra>zi>, Abi> Muh}ammad ‘Abd al-Rah{ma>n bin Abi> H{a>tim Muh{ammad bin Idri>s bin al-
Mundzir al-Tami>mi> al-H{anz{ali>. Al-Jarh{ wa al-Ta’di>l. Beirut: Da>r al-Ih{ya>’ al-Tura>ts
al-‘Arabi>, 1952. Juz 11.
Al-Turmizi>, Abu> ‘I>sa> Muh{ammad bin ‘I> >>>>>><sa>. Sunan al-Turmizi>. Beirut: Da>r al-Gharb al-Isla>mi>,
1998. Juz 4.
Al-Naisabu>ri>, Abu> al-h{usain Muslim bin al-H{ajja>j bin Muslim al-Qusyairi>. Al-Ja>mi’ as-Sah}i>h
al-Musamma Sah}i>h Muslim. Beirut: Da>r al-Jail dan Dar al-afaq. Juz 6, t.t.
Al-Bukh>ari>, Abu> ‘Abdillah Muh{ammad bin Isma’i>l bin Ibra>hi>m bin al-Mughi>rah al-Ju’fi>. Al-
Ja>mi’ Musnad al-Sah}i>h al-Mukhtasar min Umu>r Rasu>l saw. wa Sunanihi wa
Ayya>mih. Da>r: Tuq al-Naja>h{, 1422. Juz 15.
Al-Munawi>, Muh{ammad Abdurrauf. Faidul Qadi>r Syarah{ al-Jami>’ as-Sagi>r min –Ah{adi>s al-
Basyi>r. Beirut: Libanon Da>r al-Kutub al-Ilmiah, 1994. Juz 4.
Al-‘Utsaimi>n, Muh{ammad bin Sa>lih bin Muh}ammad. Majmu>’ Fata>wa wa Rasai>l. Juz 5, t.t.
______. Fatawa Nur ‘ala al-Darb, t.t.
Al-Syahrazauri>. Muqaddimah Ibnu S{ala>h{. 2010.
Al-Nawa>wi>. Syarah} Sahi>h} Muslim. Juz 15, t.t.
Al-Naisa>bu>ri>, Abu> ‘Abdullah al-Ha>kim. Al-Mustadrak ‘ala al-Sah{ih{ain. Beirut: Da>r al-
Ma’rifah, Yusu>f al-Mar’asyali>. Juz 1, t.t.
105
Fatawa al-Lajnah al-Da’imah –almajmu’ah al-ula li Lajnah al-Daimah li al-Buhuts al-‘Ilmiah
wa al-Ifta`, dihimpun oleh Ahmad bin Abd al-Razzaq al-Dawisy. Jilid 24, t.t.
Firdausy, Hilmy. Format Penulisan Kitab Sahih Abad 111 Hijriyah Merpertimbangkan Sahih
Ibnu Khuzaymah 2017 (skripsi).
H{anbali ibn Ah{mad. Musnad Ah{mad bin H{anbal. Muassasah Qurtabah, Mesir. Juz 2, t.t.
Himpunan al-Ba>hisin dibawah ‘Alawi> bin ‘Abd al-Qa>dir al-Saqa>f. Al-Mausu’ah al-Tarikhiah
wa Was{fuhu. Juz 2, t.t.
Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al-Fikr. 1194. Juz 2.
_______. 1193. Juz 2
Rahman, Fatkhur. Ikhtisar Musatalah al-Hadis. Bandung: PT al-Ma’arif , 1974.
Suyu>t}i>, ‘Abd al-Ghani>, Fakhr al-H}asan al-Dahlawi>. Syarah} Sunan Ibnu Ma>jah. Al-Na>syir:
Qadimi> Kutub Khanah. Juz 1, t.t.
Shihab, Quraish Shihab. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah Pandangan Ulama Masa Lalu &
Cendekiawan Kontemporer. Jakarta:Lentera Hati, 2009.
Syuhudi, Muhammad Syuhudi. Kaedah kesahihan sanad hadis telaah Kritis dan tinjauan
dengan pendekatan ilmu sejarah. Jakarta: Bulan bintang, 1995. Cet. Ke-2.
_______. Cara Praktis Mencari Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1999. Cet. Ke-2.
_______. Metode Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Cet. Ke-1.
Schacht, Joseph Schacht. An Intoducation to Islamic Law. New York: Oxford University
Press, 1964.
S{ala>h, Ibnu. ‘Ulu>m al-Hadi>ts, t.t.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka,1989. Cet. Ke-2.
T{ah{h{a>n, Mah{mu>d. Us{u>l al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d. Maktabah: al-Maa’rif, Riyad, 1191.
_______. Taisi>r Mustala>h}>> al-H{adi>ts, t.t.
106
Wensinck. Al-Mu’jam al-Mufahras li> alFad>z al-Hadi>ts al-Nabawi>. Juz 7.
________. Mifta>h{ Kunu>z al-Sunnah, t.t.
Yaqub, Ali Mustafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2015. Cet. Ke-7
_______. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016. Cet. Ke-2