ANALISIS SANAD DAN MATAN HADIS SALAT DI ATAS...
Transcript of ANALISIS SANAD DAN MATAN HADIS SALAT DI ATAS...
ANALISIS SANAD DAN MATAN HADIS SALAT
DI ATAS KENDARAAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
M. Ghozali
NIM: 1110034000127
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
iii
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah diuji pada sidang terbuka pada:
Hari, tanggal : Kamis, 21 Mei 2015
Pukul : 10.00-11.30 WIB
Pembimbing : Dr. Bustamin, M.Si
Ketua Sidang : Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA
Sekretaris : Dra. Banun Binaningrum, M.Pd.
Tim Penguji : 1. Rifqi Muhammad Fathi, MA
2. Hasanuddin Sinaga, MA
v
ABSTRAK
M. Ghozali
Analisis Sanad Dan Matan Hadis Salat Di Kendaraan
Dalam ajaran Islam Hadis merupakan sumber utama setelah al-
Qur’an yang selalu dijadikan landasan bahkan pedoman dalam kehidupan
sehari-hari baik perkataan, perbuatan ataupun tindakan terutama yang
berkaitan dengan ibadah. Umat Islam dalam melakukan ibadah tentu saja
harus memiliki pengetahuan tentang aturan dan tata cara untuk
melaksanakan ibadah tersebut agar tidak sia-sia dan dapat diterima di sisi
Allah SWT. Salah satu ibadah yang pokok diantaranya ialah salat,
seorang muslim wajib melaksanakan ibadah ini walaupun bagaimana
keadaannya dan dimanapun posisinya. Namun, dalam keadaan dan posisi
tertentu seseorang sering merasa ragu dan kebingungan untuk
melaksanakan kewajibannya yaitu seperti melakukan salat di atas
kendaraan.
Pada penelitian ini penulis akan melakukan analisa terhadap Hadis
an r a an n an a a a a n araan un u n a u
bagaimana kualitas Hadis tersebut. Namun, dalam penelitian ini penulis
membatasi Hadis yang akan diteliti yaitu dua Hadis yang masing-masing
terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzî dan ahîh al-Bukhârî.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap unsur-unsur
yang terdapat dalam Hadis yang berkaitan dengan salat di atas kendaraan,
ditemukanlah kriteria-kriteria yang menunjukan kualitas masing-masing
Hadis tersebut. Salah satu perawi pada sanad hadis yang terdapat dalam
kitab Sunan al-Tirmidzî memiliki tingkat intelektual yang kurang dalam
abitannya sehingga Hadis tersebut berstatus Hasan. Sementara untuk
Hadis yang terdapat dalam kitab ahîh al-Bukhârî berkualitas Sahih
kerena masing-masing perawi memiliki kredibilitas tinggi dan moralitas
yang baik.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji milik Allah yang maha pengasih dan juga penyayang,
sehingga atas taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir kuliah (Skripsi)
Nabi Muhammad yang telah banyak memberikan inspirasi kepada umat
manusia khususnya kepada penulis yang telah menjadikan beliau sebagai
inspirasi untuk mengkaji Hadis yang saya beri judul “ANALI I
SANAD DAN MATAN HADIS SALAT DI ATA KENDARAAN”
Penelitian ini dilakukan guna memperoleh gelar sarjana Theologi
Islam dari Fakultas Ushuluddin. Saya menyadari selama proses
penggarapan Skripsi ini banyak pihak yang memberikan bantuan,
, iv i, , ’ Maka pada kesempatan ini Saya
ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta seluruh sivitas Akademika.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
pelayanan berbagai fasilitas kepada penulis.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Ketua Jurusan Tafsir Hadis
Fakultas Ushuluddin, dan Ibu Banun Binaningrum, M.Pd. Sekertaris
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin, yang selalu menyempatkan
waktunya untuk memberikan berbagai keperluan yang berkaitan
dengan skripsi penulis.
vii
4. Bapak Dr. Bustamin, M.Si. Selaku dosen pembimbing yang selalu
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuludin khususnya Jurusan Tafsir Hadis
yang tanpa henti memberikan pengajaran serta pemahaman.
6. Bapak dan Ibu petugas Perpustakan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan perpustakaan Fakultas Ushuludin yang telah memberikan
pelayanan kepada penulis dalam mencari referensi.
7. Ayah Ib , y ’ b
harta dan raganya untuk kelancaran saya. Adik dan kakak tercinta
yang selalu mendukung dan membantu penulis.
8. Keluarga besar Yayasan Nurul Huda yang telah memberikan
dukungan dan perhatian.
9. Keluarga besar Yayasan al-Atiqiyah, terutama kepada abi Wawan
yang telah memberikan saran-saran kepada penulis.
10. Kyai Bahrudin selaku pimpinan pondok pesantren Darul Hikam yang
senantiasa memberikan nasihat dan pepatah.
11. Teman-teman seperjuangan Tafsir Hadis. Saudara Dani Kamaludin,
ahmad al-Faruqi, Afwan, Aceng, Lail, Angga, Mabrur. Teman KKN
LANGIT 13, teman-teman di pondok Darul Hikam serta seluruh
kerabat yang selalu memberikan motivasi dan bantuan untuk
kesuksesan dan kelancaran penulis.
viii
Penulis mengakui karya ini jauh untuk dikatakan sempurna,
tetapi penulis mengharapkan semoga karya tulis ini bermanfaat baik
untuk penulis pribadi maupun para pembaca.
Jakarta, 26-03-2015.
M. Ghozali
ix
TRANSLITERASI
Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih huruf dari abjad yang satu ke
abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin disini ialah huruf-huruf Arab dengan
huruf-huruf latin beserta perangkatnya. Pedoman transliterasi dalam skripsi ini
meliputi:
a. Konsonan
NO Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts Te dan Es ث 4
J Je ج 5
H dengan garis di bawah ح 6
Kh Ka dan Ha خ 7
D De د 8
Dz De dan Ze ذ 9
R Er ر 10
Z Zet ز 11
S Es س 12
Sy Es dan ye ش 13
Es dengan garis di bawah ص 14
De dengan garis di bawah ض 15
Te dengan garis di bawah ط 16
x
Zet dengan garis di bawah ظ 17
Koma terbalik di atas ‘ ع 18
Gh Ge dan Ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ` ء 28
Y Ye ي 29
b. Vokal
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A
I Kasrah
U
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
xi
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangam
ي Ai a dan i
و Au a dan u
Sedangkan untuk vokal panjang ketentuan alih aksaranya ialah apabila A
panjang ditulis dengan â ( a dengan topi di atas), I panjang ditulis dengan î
( I dengan topi di atas), U panjang ditulis dengan û ( u dengan topi di atas).
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ............................................................ iii
ABSTRAK .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 9
E. Metode Penelitian............................................................................... 10
F. Sistematika Penelitian ........................................................................ 11
BAB II SEKILAS TENTANG SALAT
A. Pengertian Salat dan Kedudukannya Dalam Islam ............................ 13
B. Cara Melaksanakan Salat Di Atas Kendaraan ................................... 17
C. Pendapat Ulama Terhadap Salat Di Atas Kendaraan ........................ 22
BAB III ANALISIS HADIS MENGENAI SALAT DI ATAS
KENDARAAN
A. Kritik Sanad Hadis ............................................................................. 26
1. Teks dan Terjemahan Hadis .......................................................... 26
2. Takhrij Hadis ................................................................................. 27
3. I’tibar Hadis ................................................................................... 32
4. Penelitian Sanad Jalur al-Bukhârî .................................................. 33
xiii
5. Penelitian Sanad Jalur al-Tirmidzî ................................................. 46
6. Natijah ........................................................................................... 56
B. Kritik Matan Hadis ............................................................................. 56
1. Perbandingan Hadis dengan al-Qur’an .......................................... 57
2. Perbandingan dengan Riwayat Lain .............................................. 58
3. Komentar Ulama ............................................................................ 60
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 62
B. Saran ................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 63
LAMPIRAN
BOIGRAFI PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis atau yang disebut juga dengan sunah, sebagai sumber ajaran
Islam yang berisi pernyataan, pengamalan, pengakuan, dan hal ihwal Nabi
Saw yang beredar pada masa Nabi Muhammad saw. hingga wafatnya,
disepakati sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur‟an dan isinya
menjadi hujjah (sumber otoritas) keagamaan. Oleh karena itu, umat Islam
pada masa Nabi Muhammad saw. dan pengikut jejaknya, menggunakan
Hadis sebagai hujah keagamaan yang diikuti dengan mengamalkan isinya
dengan penuh semangat, kepatuhan dan ketulusan. Dalam praktek,
disamping menjadikan al-Qur‟an sebagai hujah keagamaan, mereka juga
menjadikan Hadis sebagai hujah yang serupa secara seimbang, karena
keduanya sama diyakini berasal dari wahyu Allah.1
Seorang muslim yang mengakui Allah sebagai tuhan-Nya dan Nabi
Muhammad sebagai utusan-Nya sepatutnya dan selayaknya ia selalu
mengikuti ataupun menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dan
juga Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Serta menjadikan al-Qur‟an
dan Hadis sebagai pedoman ataupun rujukan umat manusia yang
mendapati perselisihan paham, pendapat, dan permasalahan hidup
lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 59 :
1 Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Sunah. (Bogor: Kencana, 2003), h. 3.
2
زعتم فإن ءاخر الٱ وٱلي وم بٱلل ت ؤمنون كنتم إن وٱلرسول ٱلل إل ف ردوه شىء ف ت نلك ر ذ لا تأوي وأحسن خي
“kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Berdasarkan ayat di atas, jelaslah bahwa Allah memerintahkan
umat manusia agar mengambalikan segala urusan dalam kehidupannya
kepada al-Qur‟an dan juga Hadis yang menjadi sumber pokok dalam
ajaran Islam.
Namun, sejalan dengan perjalanan waktu umat manusia
menghadapi berbagai permasalahan yang harus disikapi dan dijalankan
dengan baik. Bagi umat Islam, permasalahan yang timbul kapan dan
dimanapun harus dikembalikan kepada pegangan hidup mereka yang telah
ditetapkan yaitu al-Qur‟an dan Hadis. Pada satu sisi, al-Qur‟an maupun
Hadis dianggap pedoman yang siap kapan saja untuk dijadikan rujukan
terhadap semua permasalahan yang dihadapi. Namun, dalam tataran
prakteknya, tidak semudah mengemukakannya dalam teori semata.
Banyak ayat maupun Hadis yang mempunyai makna ganda, yang
disebabkan tingginya nilai sastra yang dimiliki oleh kedua teks tersebut.
Sehingga tidak boleh tidak, perlu usaha yang mendalam dan serius untuk
menggali dalil-dalil tersebut agar menjadi pedoman praktis untuk
dilaksanakan dengan mudah dan meyakinkan kebenarannya.2
2Abdul Wahid, Hadis Nabi dan Problematika Masa Kini. (Banda Aceh: al-Raniry Press,
20007), h. 1.
3
Aspek lain yang juga harus diperhatikan adalah menyangkut
eksistensi Rasulullah dalam berbagai posisi dan fungsinya. Adakalanya
sebagai manusia biasa, sebagai pribadi, suami, utusan Allah, kepala
Negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, dan sebagai hakim
pemutus perkara. Sebab keberadaan ini menjadi acuan pemahaman Hadis
berkaitan dengan posisi dan peran apa yang sedang Rasulullah jalankan.
Oleh karenanya penting sekali mendudukan pemahaman Hadis pada
tempat yang proporsional, kapan dipahami secara tekstual, konstektual,
universial, temporal, situasional maupun lokal. Bagaimanapun,
pemahaman yang kaku dan statis akan menutup eksistensi Islam yang
âlih li kulli zamân wa makân.3
Salah satu dari pembahasan yang dijelaskan Hadis adalah berkaitan
dengan ibadah-ibadah yang wajib ataupun sunah. Salat adalah merupakan
ibadah wajib yang akan pertama kali dipertimbangkan oleh Allah terhadap
seorang muslim. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis
berikut.
بن حرب حدث نا حاد بن سلمة عن داود بن أب ىند عن زرارة بن أوف أخب رنا سليمان اس بو الببد عن تيم الداري قال قال رسول الل صلى الل عليو وسلم إن أول ما ي
قال الل ت بال تو كاملةا كتبت لو كاملةا وإن كان فيها ن قصان ل د ص ة فإن وج ل الص و ث الزكاة ث ئكتو انظروا ىل لببدي من تطوع فأكملوا لو ما ن قص من فريضت ل لم 4ك عمال على حس ذل لال
“Sungguhnya pertama kali yang akan dihisab dari seorang hamba
adalah salat, jika salatnya sempurna maka akan ditulis sempurna untuknya.
3 Muhammad Solikhin, Hadis Asli Hadis Palsu (T. tp: Garudawaca, t.t.), h. 11.
4 Al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, juz 1 (Beirut: Dâr al-Kitâb al-„Arabî, 1407), h. 361.
4
Apabila padanya terdapat kekurangan, maka Allah Ta'ala berfirman
kepada para malaikat-Nya: Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki amalan
sunah? Lalu sempurnakan apa yang kurang sempurna dari ibadah
wajibnya. Kemudian zakat, kemudian amalan-amalan lain juga seperti itu
perhitungannya.”
Selain itu salat juga merupakan syarat mencapai keselamatan dan
penyangga iman seseorang. Ia juga sebagai penghubung antara hamba dan
Tuhannya. Salat adalah penyejuk mata pelipur hati. Begitu mulia dan luhur
nilainya, sehingga salat itu pertama kali diwajibkan pada malam isra’
mi’raj, seolah-olah hal ini menunjuk pada hakikat salat dan seakan-akan
roh kita naik ketika salat menghadap Sang Maha pencipta untuk
memperoleh tambahan iman dan takwa.5
Perintah untuk menegakan salat banyak disebutkan di dalam al-
Qur‟an, antara lain:
فأقيموا اطمأن نتم فإذا جنوبكم وعلى وق بوداا قياماا الل فاذكروا ة ل الص قضيتم فإذا موقوتاا كتاباا المؤمني على كانت ة الصل إن ة الصل
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian
apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu (sebagaimana
biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman”.
Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim wajib untuk melaksanakan
ibadah salat baik dilaksanakan dalam keadaan apapun, bagaimanapun,
dan dimanapun. Namun dalam prakteknya sering sekali banyak
ditemukan persoalan tentang salat bahkan bingung ketika waktu salat
telah datang sedangkan posisi seseorang masih di dalam kendaraan umum
5 Syekh Musthafa Masyur, Berjumpa Allah Lewat Salat (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), h. 19.
5
dan diperkirakan akan sampai setelah waktu salat tersebut berakhir.
Apalagi ditambah persoalan perjalanan saat ini yaitu macet yang akan
menghambat seluruh pengguna jalan dalam melakukan aktivitasnya.
Persoalan semacam ini sebenarnya pernah dialami saya ketika hendak
berangkat dari Ciputat menuju Sukabumi. Ketika itu berangkat setelah
salat ashar pukul 16.00 WIB. Dengan menggunakan kendaraan umum,
dikarenakan kondisi jalanan macet sampailah saya pada saat waktu salat
magrib telah berakhir yaitu pukul 19.30 WIB.
Permasalahan yang terjadi dikalangan masyarakat adalah mengenai
perbedaaan pandangan dalam memahami keterangan-keterangan makna
yang terkandung Hadis. Hadis salat di kendaraan inilah salah satu contoh
dari banyaknya Hadis yang sering banyak diperbincangkan terkait makna
Hadis yang akan diamalkan dalam kehidupan sosial. Sebagian orang atau
bahkan setingkat ulama meyakini dan memahami Hadis salat di kendaraan
boleh dilakukan asalkan bukan salat fardu kemana pun arah kendaraan
tersebut melaju, semantara yang lainnya memahami Hadis salat di
kendaraan tersebut boleh dilakukan walaupun pada keadaan salat wajib.
Berdasarkan persoalan ataupun permasalahan di atas penulis
tertarik untuk menelusuri persoalan tentang salat di kendaraan dengan
melalui pendekatan Hadis sebagai sumber pokok umat Islam setelah al-
Qur‟an. Namun dalam penelitian ini penulis tidak terlalu fokus untuk
mencari boleh atau tidaknya salat wajib atau sunah dilakukan di
kendaraan, tetapi lebih fokus terhadap unsur-unsur yang ada pada Hadis
itu sendiri. Adapun salah satu Hadis yang berkaitan dengan salat
6
dikendaraan yaitu sebagaimana yang diriwayatkan sunan al-Darimi yang
berbunyi sebagai berikut.
عن ، عمر بن للا عب يد عن ، األحر خالد أبو حدث نا: قال ، وكيع بن سفيان حدث نا ، راحلتو أو ، ببريه إل صلى وسلم عليو الل صلى النب أن ، عمر ابن عن ، نافع 6.بو ت وجهت ما حيث راحلتو على يصلي وكان
Hadis-Hadis di atas masing-masing memiliki unsur-unsur yang
terdapat pada Hadis yaitu sanad dan matan. Sanad Hadis yang berarti
merupakan sebuah rangkaian periwayatan dari sedangkan matan adalah
cerita dari sanad ataupun isi dari Hadis tersebut, matan menurut ilmu
Hadis adalah penghujung sanad yakni sabda Nabi Muhammad Saw yang
disebutkan setelah akhir sanad Hadis.7 Sanad merupakan persoalan
pertama yang berkaitan langsung dengan Hadis, dalam arti persoalannya
lebih tertuju pada penelusuran sanad-sanad Hadis, siapa perawinya,
bagaimana jati dirinya, bagaimana moralitasnya dan lain sebagainya. Di
samping itu, persoalan lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam proses
isnâd adalah penelusuran kemampuan rawi dalam proses menerima dan
meriwayatkan Hadis apakah ia seorang yang sungguh-sungguh dalam
bermajelis sama‟ atau lebih banyak lalai sehingga terjadi banyak
kekeliruan dalam menyampaikan Hadis dari gurunya.8 Inilah yang akan
6 Muhammad bin „Îsa Abû „Îsa al-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, ( Beirut: Dâr al-Gharib
al- Islamî, 1998), h. 456 7 Bustamin, dan Isa Salam, Metode Kritik Hadis. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 59. 8 M. Abdurrahman, dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis. (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2011), h. 244.
7
menjadi kajian penulis dalam membahas Hadis tentang salat di kendaraan
berdasarkan analisis sanad dan juga matan.
B. Identifikasi Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berawal dari penjelasan latar belakang di atas, maka diperlukanlah
suatu pembatasan masalah. Dengan tujuan agar pembahasan terfokus pada
penelitian yang akan dikaji dan lebih terarah. Oleh sebab itu penulis akan
memberikan batasan terhadap penelitian yang akan dikaji dengan
membatasi Hadis sebagai berikut :
Pembatasan yang pertama, penulis hanya akan menganalis atau
melakukan kritik terhadap Hadis salat di kendaraan sedangkan untuk
hukum yang berkaitan dengan salat di kendaraan penulis tidak akan terlalu
membahasnya. Kedua, penulis akan meneliti Hadis-Hadis yang berkaitan
dengan salat di kendaraan.
Pembatasan yang ketiga, dari sekian banyak Hadis yang berkaitan
dengan salat di kendaraan maka saya batasi jumlah Hadis tentang salat di
kendaraan yang akan dianalisa dari segi sanad dan matan hanya dua Hadis
saja karena keterbatasan waktu dan akan menghasilkan halaman yang
sangat banyak. Hadis-hadis tersebut terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari
dan Sunan al-Tirmidzi, dengan alasan bahwa setiap hadis di mana pun ia
8
dimuat dan setinggi apa pun ia diapresiasi harus diteliti sebelum diberikan
penelitian ilmiah apa pun terhadap keterpercayaannya.9
2. Rumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin melakukan penelitian
bagaimana kualitas Hadis tentang salat di atas kendaraan?
C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk memberikan pengertian secara ilmiah terhadap Hadis salat
dikendaraan.
b. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan Hadis salat di
kendaraan.
c. Untuk menggambarkan Hadis-Hadis tentang salat di kendaraan.
d. Untuk menguraikan unsur-unsur Hadis yang menjadi hal terpenting
dalam menentukan kualitas Hadis.
2. Kegunaan Penelitian ini adalah
a. untuk memberikan wawasan pengetahuan dan referensi tambahan
terhadap kajian Hadis khususnya tentang Hadis salat di kendaraan.
9 Kamarudin Amin, Menguji kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis. ( Jakarta:
Hikmah, 2009), h. 190.
9
b. Memberikan gambaran pemahaman Hadis salat kendaraan yang
dilihat berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada Hadis yaitu
sanad dan matan.
c. Secara Akademik, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangsih pemikiran dalam khazanah pemikiran Islam khususnya
dalam bidang Hadis.
d. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi
Islam pada program study Tafsir Hadis di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah yang membahas tentang
Salat telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari berbagai kajian
disiplin ilmu. Diantara karya ilmiah yang penulis temukan adalah sebagai
berikut :
a. Skripsi pada Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan
Kali Jaga Yogyakarta tahun 2001 karya M. Rizal Efendi Hasibuan
dengan judul PENGALAMAN SALAT FARDHU SOPIR DAN
KERNET BIS PT.ALS ( ANTAR LINTAS SUMATRA) CABANG
YOGYAKARTA. Dalam skripsi ini M. Rizal Efendi Hasibuan
menjelaskan permasalahan ibadah salat yang dilakukan sopir dan
kernet yang setiap harinya berada di perjalanan. Peneliti ini
melihatnya dengan berdasarkan faktor pendukung serta faktor
10
penghambat terhadap kewajiban salat 5 waktu seorang sopir dan
kernet bis tersebut.
b. Skripsi pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta
tahun 2009 karya Mahbubah dengan judul KUALITAS HADIS-HADIS
QADA SALAT (KAJIAN SANAD MATAN). Dalam skripsinya
Mahbubah melakukan penelitian terhadap salat qada dengan
pendekatan ilmu Hadis yang menjelaskan kualitas Hadis. Melalui
penelitiannya Mahbubah menyatakan bahwa Hadis qada salat adalah
merupakan Hadis yang memiliki kualitas ahad masyhur yang a h
dengan alasan bahwa Hadis tersebut memiliki sanad yang bersambung
serta rawinya yang abit.
Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah dilakukan para peneliti
mengenai salat dari berbagai macam-macam pendekatannya, maka saya
tertarik untuk meneliti pembahasan salat dilakukan di kendaraan melalui
disiplin ilmu Hadis.
E. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode
pencarian data-data yang biasa disebut library research berupa buku,
artikel, majalah, baik yang bersifat primer ataupun sekunder diantaranya
yaitu tahdzîb al-tahdzîb karya Ibn Hajar al-Asqalânî, Karya Jamâludin
Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Mu’jam
al-Mufahras li alfâd al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold John Wensinck.
11
Adapun langkah-langkah ataupun cara pengumpulan data yang ditempuh
penulis dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut :
Pertama, Metode takhrij Hadis, dengan menggunakan kitab
Mu’jam al-Mufahras li alfâd al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold John
Wensinck dan kitab al-Mausû’a al-Atraf karya Abu Hajar Muhammad
al-Saʻîd ibn Basyûnî Zaghlûl.
Kedua, Melakukan penelitian sanad Hadis dari data yang diambil
dari kitab dan Hadis kemudian menentukan kedudukan Hadis melalui
penelitian kepribadian para perawi Hadis.
Ketiga, Melakukan kritik matan Hadis dengan cara
membandingkan Hadis dengan al-Qur‟an dan Hadis dengan Hadis.
Dalam metode penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku
pedoman akademik tahun 2010-2011.
F. Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini penulis menyusun
berdasarkan bab perbab, agar mendapatkan gambaran yang jelas dalam
skripsi ini.yaitu dengan susunan sebagai berikut:
Bab satu, sebagai pendahuluan yang merupakan gambaran umum
tentang keseluruhan isi skripsi yang dimulai dengan latar belakang
masalah yang dilanjutkan rumusan masalah, lalu tujuan dan kegunaan
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
12
Bab dua, membahas sekilas tentang salat yang meliputi
pembahasan pengertian salat dan kedudukannya dalam Islam serta penulis
juga akan menjelaskan bagaimana salat di kendaraan dilakukan (tata cara
salat di kendaraan), selain dari pada itu dalam bab ini pun dijelaskan
pendapat-pendapat para ulama memandang seputar Hadis salat di
kendaraan.
Bab tiga, membahas seputar proses analisis penulis terhadap
Hadis-Hadis salat di kendaraan dengan melalui takhrij Hadis. Langkah
pertama penulis menyajikan teks dan terjemah Hadis kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan penelitian Hadis yang dilakukan dengan
menelusuri sanad Hadis, i’tibar Hadis, serta melakukan kritik sanad.
Selain dari itu, pada bab ini juga dilakukan penelusuran terhadap matan
Hadis dengan cara mencari awal matan Hadis, melalui kata-kata yang
terdapat pada matan Hadis, pencarian melalui tema Hadis, meneliti
kandungan matan Hadis, pendapat ulama terhadap makna Hadis, serta
memberikan verifikasi terhadap Hadis.
Bab empat, merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang akan
diakhiri dengan penutup meliputi kesimpulan, saran. Dan untuk
melengkapi skripsi serta bukti penelitian, penulis cantumkan lampiran-
lampiran.
13
BAB II
SEKILAS TENTANG SALAT
A. Pengertian Salat Dan Kedudukannya Dalam Islam
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, salat adalah merupakan perbuatan
menghadap kepada Allah sepenuh jiwa raga untuk berdoa, memuji,
memuliakan, dan memohon rahmat-Nya sebagai ibadah dengan melakukan
beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum
Islam1. Sedangkan pengertian salat menurut bahasa Arab adalah merupakan
kata yang diambil dari kata ييصل – صلى yang memiliki arti do‟a2.
Berkaitan dengan pengertian Salat yang berarti do‟a, al-Qur‟an menjelaskan
dalam surat al-Taubah ayat 103 sebagai berikut :
يع والل لم سكن صالتك إن عليهم وصل عليم س“Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.”
Berdasarkan ayat di atas, kata dan berdo‟alah untuk “ عليهم وصل
mereka” artinya mintakan ampun untuk mereka dari dosa-dosa yang telah
mereka lakukan. Begitu juga dengan kata لم سكن صالتك إن “
Sesungguhnya do‟a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka,”
1 Peter salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, ( Jakarta: Modern English Press,
2002), h. 1313. 2 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, ( Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 792.
14
artinya, itu menjadi penenang hati mereka karena Allah telah mengampuni
dosa mereka dan menerima taubat mereka.3
Sedangkan pengertian salat secara istilah ialah perkataan maupun
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam
berdasarkan syarat-syarat dan waktu yang telah ditetapkan. Allah telah
menetapkan waktu-waktu salat fardu yang lima waktu. Sebagaimana dalam
firman-Nya :
موقوتا كتابا المؤمني على كانت الص الة إن
“Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman”. (Qs. Al-Nisâ ayat 103).
Jelaslah bahwa salat menjadi salah satu ibadah yang waktunya telah
ditentukan. Bahkan memiliki keutamaan yang luar biasa bagi siapa saja
yang melaksanakan salat tepat pada waktunya. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam Hadis berikut ini :
ث نا ث نا: قال امللك، عبد بن ىشام الوليد أبو حد زار بن الوليد قال شعبة، حد : العي عت : قال أخب رن ث نا: ي قول الش يبان ، عمرو أبا س دار إل وأشار الد ار ىذه صاحب حد
، عبد ؟ إل أحب العمل أي :وسل م عليو للا صل ى الن ب سألت : قال الل : قال الل ف اجلهاد : قال أي؟ ث : قال الوالدين بر ث : قال أي؟ ث : قال وقتها، على الص الة
ثن : قال الل سبيل لزادن است زدتو ولو بن ، حد Salat juga merupakan perwujudan dari rasa kelemahan seorang
manusia dan rasa membutuhkan seorang hamba terhadap Tuhan dalam
membentuk perkataan dan perbuatan sekaligus, sebagai perwujudan
ketaatan seorang hamba terhadap perintah dan kewajiban dari Tuhan, dan
3 Ibn jarîr al- abarî, Tafsir - abarî, Penerjemah Anshari Taslim, dkk (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), h. 202. 4Ibn Hajar al-Asqalani, al-Bârî, juz 2 (Beirut: Dâr al-Ma‟rifah, 1379), h. 9.
15
sebagai sarana yang di dalamnya seorang hamba meminta ketabahan untuk
menghadapi berbagai kesulitan dan ujian yang dialami di dunia ini, dan
sebagai perwujudan pernyataan memuji kebesaran dan kemulian Allah.5
Salat adalah kewajiban yang konstan dan absolut, untuk hamba
sahaya dan kaum merdeka, untuk si kaya dan si miskin, untuk orang yang
sehat dan sakit, dan untuk yang bepergian ataupun yang tidak bepergian.
Kewajiban ini tidak gugur bagi siapa saja yang sudah sampai pada usia
baligh, dalam keadaan bagaimanapun juga, tidak seperti puasa, zakat, dan
haji, yang diwajibkan dengan beberapa syarat dan sifat, dalam waktu
tertentu dan dengan batas yang tertentu pula. 6
Begitu pentingnya salat untuk dilakukan dalam kondisi apapun
seperti pada kondisi perang, pada saat dalam perjalanan, atau pada saat
dalam kondisi yang aman. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nisâ
berikut ini:
أن خفتم إن ٱلص لوة من ت قصروا أن جناح عليكم ف ليس ٱلرض ف ضرب تم وإذا فرين إن كفرو ٱل ذين ي فتنكم فيهم كنت وإذا ﴾﴿ م بينا عدوا لكم كانوا ٱلكهم طائفة ف لت قم ٱلص لوة لم فأقمت ن ف ليكونوا سجدوا فإذا أسلحت هم وليأخذوا م عك م
ود وأسلحت هم حذرىم وليأخذوا معك ف ليصل وا يصل وا ل أخرى طائفة ولتأت ورائكم منلة عليكم ف يميلون عتكم وأمت أسلحتكم عن ت غفلون لو كفروا ٱل ذين حدة م ي جناح ول و
حذركم وخذوا أسلحتكم تضعوا أن م رضى كنتم أو م طر من أذى بكم كان إن عليكم فرين أعد ٱلل إن ما ٱلل فٱذكروا ٱلص لوة قضيتم فإذا ﴾﴿ م هينا عذابا للك قي
ٱلمؤمني على كانت ٱلص لوة إن ٱلص لوة فأقيموا ٱطمأننتم فإذا جنوبكم وعلى وق عودابا ﴾﴿ م وقوتا كت
5 Ahmad Thib Raya dan Musdah Mulia, Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam,
(Bogor: Kencana, 2003), .h. 175. 6 Alhasani al-Nadwi, Sadur Zainudin, Empat Sendi Agama Islam: Salat , Zakat, Puasa,
Haji. (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 21.
16
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah
mengapa kamu mengqasar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang
orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang
nyata bagimu.” (Al-Nisâ ayat 101)
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu)
lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan
menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang Salat besertamu)
sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah
dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang
golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah
mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang
senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu
dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan
tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat
sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap
siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu”. (Al-Nisâ ayat 102).
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila
kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman”. (Al-Nisâ ayat 103).
Jika menelusuri kitab suci yang diturunkan Allah dan sunnah Nabi
maka kita akan menemukan adanya perhatian yang begitu besar terhadap
masalah salat . Bapak para Nabi, Ibrahim .as. berdo‟a kepada tuhannya agar
Allah menjadikan dirinya dan keturunannya termasuk orang yang
mendirikan salat, dan menjadikan salat sebagai ungkapan pujian terhadap
Ismail. Ditemukan pula di dalamnya bahwa perintah yang pertama kali
ditujukan Allah kepada Nabi Musa adalah perintah mendirikan salat dan
berwasiat kepada Musa dan saudaranya Harun untuk melaksanakannya.
Wasiat serupa disampaikan Luqman kepada anaknya.7
7 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyid Hawass, Fiqh Ibadah,
Penerjemah Kamran As‟at Irsyadi, Ahsan Taqwim dan al-Hakam Faishal, ( Jakarta: Amzah,
2010), h. 150.
17
Diantara ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan kedudukan salat
dalam Islam yang telah dijelaskan di atas ialah sebagai berikut :
دعاء وت قب ل رب نا ذري ت ومن ة الص ال مقيم اجعلن رب
“Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang
tetap mendirikan salat , Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (Q.S.
Ibrahim ayat 40)
مرضيا ربو عند وكان والز كاة بالص الة أىلو يأمر وكان
“Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan
zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Q.S. Maryam
ayat 55)
لذكري الص الة وأقم فاعبدن أنا إل إلو ل الل أنا إن ن
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah salat untuk mengingat aku.” (Q.S.
Thaha ayat 14).
Demikianlah hakikat salat menurut pandangan agama. Salat
mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam mendidik jiwa dan
membina akhlak. Sungguh, pada setiap bagian salat terkandung keutamaan-
keutamaan akhlak yang bermanfaat untuk melahirkan sifat-sifat terpuji.8
B. Cara Melaksanakan Salat Di Kendaraan
Tata cara salat yang sempurna dari segala aspeknya ialah mendirikan
salat sejalan dengan salat yang diparaktekkan oleh Rasulullah Saw.9
Melaksanakan salat pada saat berada di kendaraan adalah
dibolehkan. Seperti mengerjakan salat dalam kapal laut, kereta, dan pesawat
terbang hukumnya sah dan tidak dihukumi makruh. Dalam kondisi seperti
ini, salat boleh dilakukan semampunya (tidak harus dilakukan secara
sempurna seperti dalam kondisi normal).10
8 Syeikh Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Salat Fikih Empat Madhab Mudah Memahami
Fikih dengan Metode Skema, diterjemahkan Syarif Hademasyah dan Luqman Junaidi, (Jakarta:
Hikmah, 2010), h. 4. 9 Sa‟id bin Ali bin Wahf al-Qahtani, Salat Rasulullah, (Sukoharjo: Media zikir,t.t.), h. 11.
10 Sayyid Sabiq , Fiqih Sunah, (Pena Pundi Aksara: 2009), h. 563.
18
Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw. ditanya perihal salat di
atas kapal laut, beliau bersabda:
ث نا ث نا ، أصلو من الب رب هاري سهل بن موسى بن مم د بكر أبو حد ، فافا بن بشر حد ث نا ث نا ، ن عيم أبو حد الن ب سئل عمر ابن عن مهران بن ميمون عن ب رقان بن جعفر حد الغرق تاف أن إل قائما صل قال الس فينة ف الص الة عن وسلم عليو للا صلى
Berdasarkan Hadis di atas, bahwa pada suatu hari Rasulullah pernah
ditanya tentang salat di atas kapal laut maka Nabi menjawab atas pertanyaan
tersebut. Nabi berkata salat lah di dalamnya (kapal laut) dengan cara berdiri
kecuali apabila kamu takut tenggelam.
Adapun mengenai cara melakukan salat di atas kendaraan,
Rasulullah memberikan petunjuk tentang tata caranya, sebagai berikut:
Sebisa mungkin menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka
menghadapnya mengikuti arah laju kendaraan. Sebagaimana Hadis yang
diriwayatkan salim berikut ini:
ث نا ث نا صالح بن أحد حد أبيو عن سال عن شهاب ابن عن يونس أخب رن وىب ابن حد ويوتر ت وج و وجو أى الر احلة على يسبح وسلم عليو للا صلى- الل رسول كان قال
ها ر علي ها المكتوبة يصلى ل أن و غي .علي
Yang dimaksud dengan kata يسبح pada Hadis di atas adalah orang
yang melaksanakan salat sunah12
, maka apabila seseorang mengerjakan
salat sunnah dikerjakan di atas kendaraan diperbolehkan untuk tidak
menghadap kiblat apabila memang tidak memungkinkan. Berdasarkan
11
Abû Dâud Sulaeman bin As‟as al-Sajsastani, Sunan Abû Dâud, (Beirut: Dâr al-Kitab al
Arabi), juz 1, h. 473. 12
Abû al- ayyib Muhammad Syamsu al-Haq al-„A m, ‟Aun al-M ’bud, juz 4 (Madinah:
Al-maktabah al-salafiyah, 1968), h. 91.
19
Hadis yang diriwayatkan Ibn Umar mengatakan bahwa ketika itu pernah
melihat Nabi Muhammad salat di atas keledai dan beliau menghadapkan
wajahnya ke khaibar. Berikut Hadis yang diriwayatkan ibn Umar:
ث نا بن سعيد عن المازن يي بن عمرو عن مالك على ق رأت قال يي بن يي حد وىو حار على يصلى وسلم عليو للا صلى الل رسول رأيت قال عمر ابن عن يسار و .خيب ر إل موج
Diusahakan berdiri. Jika tidak bisa, disesuaikan dengan kondisi yang
ada. Salah satu dasar Hadis yang membolehkannya adalah Hadis yang
berikut ini :
ث نا ث نا ، ح اد بن إب راىيم حد ث نا ، يزيد بن عب اس حد ث نا ، عامر أبو حد بن إب راىيم حد ر ط امل ر ذ ع ب ة اع ج ر ف الس ف ة ل اح الر ىل ع ة ال الص الباسور وقال بذا حسي عن طهمان
ة البل و Berdiri dalam salat adalah merupakan salah satu dari rukun salat
yang harus dipenuhi, tetapi pada kondisi tertentu seseorang yang hendak
salat diperbolehkan untuk tidak berdiri apabila memang benar-benar tidak
dapat memungkinkan untuk melaksanakannya seperti pada saat seseorang
yang berada di atas kendaraan yang ditungganginya sementara dia tidak
mungkin mampu salat sambil berdiri atau turun dari kendaraannya sehingga
tidak dapat salat secara sempurna dikarenakan takut akan bahaya yang akan
menimpanya, seperti adanya hujan atau banjir di sekitar kendaraannya
ataupun bahaya lainnya.15
13
Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh Muslim, juz 2 (Beirut: Dâr Afâq
al-Jadîdah, t.t.), h. 149. 14
Abî al-Hasan „Ali bin Umar al-Dâruqu nî, Sunan al-Dâruqutnî, juz 2 (T.tp: Mu`assasah
al-Risâlah, t.t.), h. 219. 15
Muhamad Anis Sumanji, 125 Masalah , (Solo: Tiga Serangkai, 2008), h. 162.
20
Demikian juga Hadis yang diriwayatkan oleh ibn Umar dalam kitab
al-Bukhârî, sebagai berikut.
ث نا ث نا ، المقد مي بكر أب بن مم د حد عمر ابن عن ، نافع عن للا عب يد عن معتمر حد ها ف يصلي راحلتو ي عرض كان أن و وسلم عليو للا صلى الن ب عن ، إذا أف رأيت ق لت إلي
لو الر حل اىذ يأخذ كان قال الركاب ىب ت ، ره مؤخ قال أو ، آخرتو إل ف يصلي ف ي عد 6.ي فعلو ، عنو الل رضي ، عمر ابن وكان
Dibolehkan kita mengerjakan salat fardu di atas kendaraan, apabila
kendaraan itu menghadap kiblat. Walaupun kendaraan itu sedang berjalan,
seperti kapal dan lain-lainnya. Dan apabila salat tidak dapat dilakukan
sambil berdiri, karena keadaan kendaraan tidak mengizinkan, maka
dibolehkan kita mengerjakan sambil duduk.
Kendaraan yang dapat disamakan dengan kapal adalah kereta api,
motor, trem dan yang semisalnya. Karena itu, Apabila seorang mengerjakan
salat dalam kendaraaan, hendaklah menghadap qiblat dan berdiri, selama
masih ada kemungkinan untuk berdiri itu. Apabila kapal menghadap ke
timur, hendaklah orang yang salat itu memutarkan badannya kearah barat.
Tetapi jika tidak mungkin memutarkan badan, dibolehkan ia menghadap
kemana saja kendaraan itu menghadap. Ruku‟ dan sujud dilakukan menurut
kemungkinan.17
للا صل ى للا رسول أن : عمر بن للا عبد عن دينار بن للا عبد عن مالك عن وحدثن دينار بن للا عبد قال بو ت وج هت حيث السفر ف راحلتو على يصلي كان سلم و عليو أنس رأيت قال سعيد بن يي عن مالك عن وحدثن ذلك يفعل عمر بن للا عبد وكان
16
Muhammad bin Ismâ‟il bin `Ibrâh m bin al-Mugîrah al Bukhârî, al-Jâmi’ - h, juz
1 (Kairo: Dâr al-Sya‟ab, 1987), h. 135. 17
Hasbi as Shidiqi, Pedoman , ( Jakarta: Ikapi, 1983), h. 457 dan 458.
21
إمياء ويسجد يركع القبلة غي إل مت وج و وىو حار على يصلي وىو السفر ف مالك بن 8شيء على وجهو يضع أن غي من بن ي ث ك ن ع يخ ل الب اح م الر ن ب ر م ع ان ث د ح ار و س بن ة اب ب ش ان ث د ح ىوس م بن ي ي ان ث د ح ج ن ع و ي ب أ ن ع ة ر م ن ب ىل ع ي ن ب ان م ث ع ن ب ور م ع ن ع ادي ز ب الن ع م واان ك مه ن أ : ه د
ن م اء م الس وار ط م ف الة الص ت ر ض ح و ق ي ض م ل إ واه ت ان ف ي س م ف م ل س و و ي ل ع للا ىل ص و ت ل اح ر ىل ع (و ى و ) م ل س و و ي ل ع للا ىل ص للا ل و س ر ن ذ أ ف م ه ن م ل ف س أ ن م ةل الب و مه ق و ف ن م ض ف خ أ ود ج الس ل ع ي اء مي إ ئ م و ي م ب ىل ص ف و ت ل اح ر ىل ع م د ق ت ف ( ام ق أ و أ ) ام ق أ و 9ع و ك الر
Apabila kesempatan bersuci dengan cara berwudhu tidak dapat
memungkinkan untuk mengerjakannya, karena di atas kendaraan yang
sedang berjalan atau tidak ada air untuk berwudhu, maka dapat diganti
dengan tayamum.20
Bila juga tidak memungkinkan berwudhu di atas kendaraan maka
dapat dilakukan dengan cara bertayamum. Cara tayamum yakni dengan
menepuk-nepuk tangan kepada dinding, kaca, atau kursi kendaraan. Lalu
usapkan kewajah kemudian yang satu mengusap sampai pergelangan.
C. Pendapat Ulama Tentang Salat di Kendaraan
Dengan semakin banyaknya masyarakat, semakin banyak juga
permasalahan yang mereka alami dalam upaya untuk memenuhi kewajiban
salat . Salah satu dari sekian banyak permasalahan tentang salat tersebut
adalah salat di atas kendaraan. Oleh sebab itu penulis ingin mengutip
pendapat para ulama terhadap salat yang dilakukan di atas kendaraan.
18
Mâlik bin `Anas Abû Abdullah al-Asbahî, Mu a` al-Imâm Mâlik, juz 1 (Mesir: Dâr
Ihyâ, 1951), h. 151. 19
Muhammad bin „Îsa Abû „Îsa al-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, juz 2 (Beirut: Dâr Ihyâ,
t.t.), h. 266. 20
Zakiah Drajat, Menjadikan Hidup Bermakna, ( Jakarta: Ruhama, 1996), h. 84.
22
1. Seorang yang melakukan salat di atas kendaraan, karena sulitnya kondisi
untuk dapat melakukan secara sempurna, maka kondisi tersebutlah yang
menyebabkan terjadinya izin untuk melakukan beberapa kekurangan,
dan syariat telah mengetahui hal tersebut, dengan kata lain syariat
merestui terjadinya kekurangan itu, oleh sebab itu syariat tidak
memerintahkan pelakunya untuk mengulangi salat nya kembali, baik
dengan cara mengqadha atau lainnya21
2. Menurut imam al-Nawawi, salat yang dilakukan di atas kendaraan
diperbolehkan dengan syarat ketika dalam perjalanannya tidak bertujuan
untuk maksiat. Seperti perjalanan yang bertujuan untuk mencuri,
membunuh seseorang, berzina, dan maksiat-maksiat lainnya maka
ibadah salat yang dilakukannya itu tidak sah. Imam Nawawi
mengatakan bahwa salat yang boleh dilakukan di atas kendaraan adalah
salat sunah serta diberikannya kemudahan jika tidak ditemukannya air
untuk bersuci maka dibolehkan utuk bertayamum.
3. Imam Syafi‟i berpendapat, salat di atas kendaraan hukumnya tidak boleh
akan tetapi pada kondisi kendaraan yang kita tumpangi berhenti
sehingga kita memungkinkan untuk ruku, dan sujud maka salat nya sah
untuk dilaksanakan. Adapun salat sunah yang dilakukan di atas
kendaraan maka diperbolehkan salat sekira ia menghadap kendaraannya
melaju, karena seorang tersebut tidak mampu untuk menghadap kiblat.
Begitu pula ketika seorang musafir yang dalam perjalanannya ia tidak
dapat melakukan ruku dan juga sujud secara sempurna maka
21
Syarif Hidayatullah Husain, Salat Dalam Madzhab Ahlul Bait (Jakarta: Lentera, 2007),
hal. 267.
23
diperbolehkan untuk melakukannya dengan isyarat seperti melakukan
sujud lebih rendah dari pada ruku. Pada hakikatnya tidak diperbolehkan
salat selain menghadap kiblat baik muqim atau musafir kecuali pada
posisi khauf.22
Bila melakukan sebagian salat dalam kondisi sangat takut
dengan melewatkan sebagian kewajibannya, seperti menghadap kiblat,
lalu merasa aman di tengah salat , maka ia menyempurnakanya dengan
melengkapi kewajiban-kewajibannya. Bila sedang mengendarai
kendaraan dengan tidak menghadap kiblat, maka ia turun lalu
menghadap ke arah kiblat dan melanjutkan salat nya, karena salat yang
telah dilakukan sebelum merasa aman tetap sah, sehingga boleh
melanjutkannya (dengan cara salat orang yang merasa aman).
Sebagaimana halnya bila tidak ada kewajiban salat yang dilewatkan.
Bila tidak menghadap kiblat ketika turun dari tunggangan atau
meninggalkan sebagian kewajiban setelah merasa aman, maka salat nya
rusak. Bila memulai salat dengan rasa aman dan menyempurnakan
syarat dan wajibnya, lalu muncul rasa sangat takut, maka ia
menyempurnakannya dengan cara yang di perlukan. Misalnya ia sedang
salat sambil berdiri di atas tanah dan menghadap kiblat, lalu ia merasa
perlu menunggangi kendaraan dan membelakangi kiblat, maka ia
menyempurnakan salat nya dengan cara yang diperlukannya itu.23
Sedangkan imam Maliki berpendapat bahwa salat di atas kendaraan
dapat dilakukan dalam kondisi takut akan bahaya apabila seseorang
22
Muhammad bin `Idrîs al-Syâfi‟i, al-Umm, (Beirut: Dâr al-Ma‟rifah, 1393), h. 97. 23
Ibn Qudamah, Al-Mugni, penerjemah Amir Hamzah, ( Jakarta: Pustaka Azam, 2007),
h. 197 dan 198.
24
turun dari kendaraan, takut dari ancaman hewan buas, takut akan
bahaya musuh.
4. Barang siapa yang berada di atas kapal sementara ia mampu untuk
menepi sehingga dapat memungkinkan melakukan salat dengan cara
berdiri ruku dan juga sujud maka salat di atas kapal diperbolehkan
karena telah terpenuhinya syarat-syarat tersebut. Dan apabila syaratnya
tidak terpenuhi seperti diharuskannya berdiri ketika salat karena berdiri
dalam salat merupakan salah satu dari rukun salat maka hal demikian
tidak lah sah melakukannya.24
5. Berkaitan dengan salat di kendaraan, Penafsiran imam Qurtubi terhadap
ayat 239 dari surat al-Baqarah25
menjelaskan bahwa salat yang berada
dalam posisi takut akan adanya ancaman bahaya terhadap nyawanya
maka terdapat keringanan bagi seseorang yang hendak melakukan
ibadah salat pada saat posisi takut tersebut. Diantara keringanan yang
diperoleh ialah orang yang dalam perjalanan, serta orang yang berada di
atas kendaraan yang keselamatannya terancam. Sehingga dalam praktek
salat nya ia diperbolehkan dengan melakukan isyarat seperti ketika tidak
mampu melakukan ruku ataupun sujud maka dapat dilakukan dengan
cara menggerakan kepalanya serta diperbolehkan menghadapkan
kepalanya kemana saja dia menghadap apabila memang tidak
memungkinkan untuk menghadap kiblat.26
24
Al-Hanâfi, Al-Ikhtâr i T ’ îl Mukhtâr, juz 1 (Beirut: Dâr al-Kitab Alamiyah, 2005), h.
83. 25
كما عل مكم ما ل تكونوا ت علمون فإن خفتم فرجال أو ركبانا فإذا أمنتم فاذكروا الل 26 Al-Qur ubî, al-Jâmi’ i A kâmi al Qur’ n, juz 3 (Kairo: Dâr al-Kitab, 1964), h. 223.
25
6. Apabila seseorang yang bepergian atau berada diatas kendaraan dan
tidak mampu turun dari kendaraannya untuk menunaikan salat
disebabkan takut akan adanya kekacauan, atau ada bencana disekitarnya
maka diperbolehkan untuk ruku dan sujud kemana saja dia
menghadap.27
27
Badrudîn al-`Ain al-Hanafi, Umdah al-Qârî Syarah h al- Bukhori, Juz 10, (Beirut:
al-Munîriyah, t.t.), h. 224.
26
BAB III
ANALISIS HADIS MENGENAI SALAT DI ATAS KENDARAAN
A. Kritik Sanad Hadis
1. Teks Dan Terjemah Hadis
Diantara sekian banyak Hadis yang menjelaskan salat di atas
kendaraan ialah salah satu diantaranya terdapat dalam kitab al-
Bukhârî pada bab menghadap kiblat bagaimanapun keadaannya dan
dalam kitab Sunan al-Tirmidzî pada bab melakukan Salat di atas
kendaraannya (unta).
ث نا ث نا: قال إب راىيم، بن مسلم حد ، عبد أب بن ىشام حد ث نا: قال الل أب بن يي حد، عبد بن جابر عن الرحن، عبد بن ممد عن كثري، صلى الل رسول كان »: قال الل
فاست قبل ن زل الفريضة أراد فإذا ت وجهت حيث راحلتو، على يصلي وسلم عليو للا لة «القب
“Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrâhîm rk t :
T l h m n rit k n k p k mi is m in ill h rk t : T l h
m n rit k n k p k mi in K ts r ri Mu mm in
„ urr hm n ri J ir in „ ill h rk t : Rasulullah Saw. Salat di
atas kendaraan dalam perjalanannya kemana pun kendaraan itu
menghadap namun apabila beliau hendak salat wajib maka beliau turun
dari kendaraan dan menghadap kiblat.”
ث نا ث نا: قال ، وكيع بن سفيان حد عن ، عمر بن للا عب يد عن ، األحر خالد أبو حد ، راحلتو أو ، بعريه إل صلى وسلم عليو الل صلى النب أن ، عمر ابن عن ، نافع .بو ت وجهت ما حيث راحلتو على يصلي وكان
“Telah menceritakan K p k mi Suf n in W ki‟ rk t :
Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar dari Ubaidillah bin
Um r in N fi‟ ri i n „Umar. Nabi Muhammad Saw. Salat di atas unta
1Muh mm in Ism ‟il in `I r h m in al-Mugîrah al Bukhârî, -Bukhârî, Juz
1, (Kairo: Dâr al-S ‟ 1987) h. 110. 2 Muh mm in „Îs û „Îs l-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, juz 1 ( Beirut: Dâr al-
Gharib al- Islamî, 1998), h. 456
27
atau kendaraannya, dan beliau salat di atas kendaraannya menghadap
k m n s j k n r nn m ngh p.”
2. Takhrij Hadis 3
Dalam melakukan penelitian terhadap sebuah Hadis , kegiatan takhrij
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan karena sangat penting untuk
dapat mengetahui teks sebuah Hadis terhimpun.
Untuk mengetahui kejelasan Hadis beserta sumber-sumbernya, ada
beberapa metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan
menelusurinya. Metode-metode takhrij ini diupayakan oleh para Ulama
dengan maksud untuk mempermudah mencari Hadis-Hadis. Para ulama
telah banyak mengkodifikasikan Hadis-Hadis dengan mengaturnya dalam
susunan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun semuanya
menyebutkan perawi Hadis yang meriwayatkannya. Perbedaan cara-cara
mengumpulkan inilah yang akhirnya menimbulkan ilmu Takhrij. Diantara
mereka ada yang menyusunnya sesuai dengan urutan abjad hijâiyah (alif,
ba, ta, tsa, dan seterusnya). Disamping itu ada pula yang menyusunnya
sesuai dengan tema Hadis , seperti salat , zakat, tafsir dan lain-lain. Juga
ada yang disusun menurut nama-nama perawi terakhir. A k l n p r i
t r khir itu s ahabat bila Hadis nya il adakalanya tabi’in bila Hadis
itu mursal. Hadis tersebut ada yang ditulis lengkap ada pula yang hanya
potongannya saja. Ada pula yang menyusunnya menurut kriteria-kriteria
Hadis, seperti Hadis qudsi, Hadis mutawattir, Hadis u’, dan lain-
3 Takhrij Hadis ialah suatu proses menunjukan tempat Hadis pada sumbernya, dimana
Hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya.
28
lain. Serta ada pula Hadis yang tersusun menurut lafal-lafal yang terdapat
dalam matan.
Sesuai dengan cara Ulama mengumpulkan Hadis-Hadis, dapat lah
disimpulkan bahwa metode-metode takhrij Hadis dalam lima macam
metode:
1. Takhrij menurut lafal pertama Hadis.
2. Takhrij menurut lafal-lafal yang terdapat dalam matan.
3. Takhrij menurut perawi terakhir.
4. Takhrij menurut tema Hadis.
5. Takhrij menurut klasifikasi jenis Hadis.4
Adapun pendapat lain menyatakan ada empat cara atau metode
takhrij Hadis. Pertama, takhrij Hadis melalui lafal atau kata yang terdapat
dalam matan Hadis. Kedua, takhrij Hadis melalui tema. Ketiga, takhrij
Hadis melalui awal matan Hadis, dan keempat takhrij Hadis melalui
periwayat Hadis pada tingkat sahabat.5
Berikut takhrij Hadis yang penulis lakukan dalam penelitian ini
dengan cara melacak melalui kata-kata yang terdapat dalam matan Hadis .
Kata yang menjadi penelusuran pertama penulis adalah رحل. Sehingga
ditemukan kata tersebut yang relevan dengan kajian penulis yaitu sebagai
berikut:
ان النب صلي ا هلل عليو و سلم صلي ايل بعري ة او رحلتو
4Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin abdul Hadi, Metode takhrij Hadis
( Semarang: Dina Utama, t.t.), h. 14. 5 Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis ( Jakarta: Ushul Press, 2009), h . 191.
29
صالة ت ۸۹صالة خ ۷صالة م ۰صالة د
صالة دي سفر ط
٤٤ حم
Selain matan وان النب صلي ا هلل عليو و سلم صلي ايل بعري ة او رحلت
Ditemukan juga matan lain yang juga sesuai dari penelusuran kata رحل pada kitab ’j yaitu sebagai berikut:
كان النب يصلي علي رحلتو ٤ ٤ العمل يف الصالة ٤ ۸٤-٤۷ تقصري الصالة٤ وترصالة خ
٤ ۹حج مغازي
٤ مساجد ۷-٤٤ مسافرين۹صالة م ٤۸ ۹سفر د
تفسري سورة وتر ٤ صالة ت قيام اليل قبلو٤ صالة ن
۷اقامو جو ٤ ۹صالة دى ٤ سفر ط
حم Metode takhrij kedua adalah dengan cara mencari awal matan
Hadis sebagai berikut:
6 A. J. Wensinck, Concordance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkan
kedalam bahasa Arab oleh Muh mm Fu‟ „ ul Baqi, al-M ’j -Mufahras li alfâz al-
Hadîts al-Nabawî, Juz 2, (Leiden, 1936), h. 233.
30
كان يصلي علي رحلتو حيثما تو جهت بو
۰خ
٤۷ رقم م صالة املسافرين ب
ت
٤۸ ٤۸ ش
كان يصلي علي رحلتو السفر حيثما تو جهت بو
٤ ٤ ن
٤۷:حم
۸:ش
:جمم
۹سفع
۰: عر
۸: ۹حلو
۸: خط
Adapun diantara Hadis-Hadis di atas yang penulis temukan pada
kitab Hadis yang enam yaitu sebagai berikut:
ثن صلى الل رسول أن عمر بن الل عبد عن ، دينار بن الل عبد عن ، مالك عن وحد .بو ت وجهت حيث السفر يف راحلتو على يصلي كان وسلم عليو للا
“Telah menceritakan kepadaku dari Mâlik dari Abdullah bin Dînar
ri ull h in „Um r. R sulull h S . T l h m l kuk n salat di atas
7Mâlik bin `Anas Abû Abdullah al-Asbahî, M -Imâm Mâlik, juz 1 ( Mesir: Dâr
Ihyâ, 1951), h. 151.
31
kendaraan dalam perjalanannya kemana pun kendaraan tersebut
m ngh p”.
ث ناه ث نا شيبة أب بن بكر أبو حد ابن عن نافع عن الل عب يد عن األحر خالد أبو حد .بو ت وجهت حيث راحلتو على يصلى كان -وسلم عليو للا صلى- النب أن عمر
“T l h m n rit k n k p k mi û kr in S i h t l h
m n rit k n k p k mi û Kh li l- m r ri „U i ill h ri
N fi‟ ri i n „Um r h R sulull h S . T l h m l kuk n salat di atas
kendaraannya kemana pun k n r n t rs ut m ngh p”.
ث نا ث نا: قال ، وكيع بن سفيان حد عن ، عمر بن للا عب يد عن ، األحر خالد أبو حد ، راحلتو أو ، بعريه إل صلى وسلم عليو الل صلى النب أن ، عمر ابن عن ، نافع .بو ت وجهت ما حيث راحلتو على يصلي وكان
“Telah menceritakan K p k mi Suf n in W ki‟ rk t :
Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-ahmar dari Ubaidillah bin
Um r in N fi‟ ri i n Um r. N i Muhammad Saw. Salat di atas unta
atau kendaraannya, dan beliau salat di atas kendaraannya menghadap
k m n s j k n r nn m ngh p.”
كان : قال عمر ابن عن ، دينار بن للا عبد عن ، مالك عن ، سعيد بن ق ت يبة أخب رنا بو ت وجهت حيثما السفر يف راحلتو على يصلي وسلم عليو للا صلى للا رسول
“T l h m n rit k n k p k mi Qut i h in S ‟ ri M lik
ri ull h in D n r ri I n „Um r: R sulull h S . Salat di atas
kendaraannya dalam perjalanan kemanapun kendaraaan tersebut
m ngh p”.
ث نا ث نا: قال إب راىيم، بن مسلم حد ، عبد أب بن ىشام حد ث نا: قال الل أب بن يي حد، عبد بن جابر عن الرحن، عبد بن ممد عن كثري، صلى الل رسول كان »: قال الل
فاست قبل ن زل الفريضة أراد فإذا ت وجهت حيث راحلتو، على يصلي وسلم عليو للا لة «القب
8Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh Muslim, ( Beirut: al-Afâq, t.t.),
juz 2, h. 149. 9 Al-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, juz 1, h. 456.
10 hm in S u‟ û ul R hm n l-Nasâi`, al-Mujtabî min al-Sunan, ju 1
l ppo: M kt l-M û‟ t l-Islamiyyah, 1986), h. 244. 11Muh mm in Ism ‟il in `I r h m in l-Mugîrah al Bukhârî, ahîh al-Bukhâri, juz
1 (Kairo: Dâr al-S ‟ 1987) h. 110.
32
“T l h m n rit k n k p k mi Muslim in I r h m rk t :
T l h m n rit k n k p k mi is m in ill h rk t : T l h
m n rit k n k p k mi in K ts r ri Mu mm in
„ urr hm n ri J ir in „ ill h rk t : R sulull h Saw. Salat di
atas kendaraan dalam perjalanannya kemanapun kendaraan itu menghadap
namun apabila beliau hendak salat wajib maka beliau turun dari kendaraan
n m ngh p ki l t.”
ث نا ث نا ، شيبة أب ابن حد : قال ، جابر عن ، الزب ري أب عن ، سفيان عن ، وكيع حد على يصلي وىو فجئت : قال ، حاجة يف وسلم عليو للا صلى للا رسول ب عثن
الركوع من أخفض والسجود ، المشرق نو راحلتو “T l h m n rit k n k p k mi I n Syaibah menceritakan
k p k mi W k ‟ ri Suf n ri Zu ir ri J ir rk t :
mengutus kepadaku Rasulullah Saw. Dalam kebutuhan. Berkata: maka
Aku menghampiri dan beliau sedang salat di atas kendaraannya
menghadap ke arah Masyriq dan beliau melakukan sujud lebih rendah dari
rukû‟.”
3. I’ b r Hadis
Langkah i’ b r sanad Hadis dalam istilah ilmu Hadis
didefinisikan sebagai penelusuran yang menyertakan jalur atau sanad-
sanad Hadis tertentu yang tampak hanya diketahui satu rawi saja, agar
diketahui apakah ada rawi lainnya dalam riwayat Hadis tersebut baik ia
meriwayatkan secara i atau ’nawi, dalam jalur itu sendiri atau dari
jalur sahabat lain, atau tidak ditemukan sama sekali dalam riwayat
tersebut jalur lain yang meriwayatkan baik secara maupun ’nawi.13
Dengan dilakukannya al-i’ b r, maka akan terlihat dengan jelas
seluruh jalur sanad Hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama
periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-
12
Abû Dâu Sul im n in s‟ s al-Sajsastani, Sunan Abû Dâud, juz 2 (T.tp: Dâr Fikr,
t.t.), h. 9. 13
s n s ‟ ri Melacak Hadis Nabi Saw cara cepat mencari Hadis dari manual
hingga digital, editor Muhammad Nur ichwan, (Semarang: Rasail, 2006), h. 21.
33
masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan i’ b r adalah untuk
mengetahui keadaan sanad Hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya
pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’ atau syahid. Yang
dimaksud mutabi ’ ialah periwayat yang berstatus pendukung pada
periwayat yang bukan sahabat Nabi . Sementara syahid ialah periwayat
yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat
Nabi.14
Untuk mengetahui masing-masing periwayat yang terdapat pada
Hadis-Hadis yang telah penulis temukan melalui Takhrij Hadis di atas,
maka penulis akan menjelaskan para periwayat Hadis baik yang berstatus
mutabi’ atau syahid berikut ini:
a. Jalur M I M ditemukan periwayat bernama Mâlik, yang
dimaksud adalah Mâlik bin Anas.
b. Jalur Muslim it muk n p ri t rn m N fi‟ yang dimaksud
adalah N fi‟ M ul Abdullah bin `Umar bin al-Kh l-Qursyî al-
„ .
c. Jalur al-Nasâi` ditemukan periwayat Mâlik, yang dimaksud adalah
Mâlik bin Anas.
d. J lur û D u it muk n p ri t W k ‟ ng im ksu l h
W k ‟ in l J rr . j lur ini jug t r p t p ri t rn m
Suf n ng im ksu l h Suf n in S ‟ in M srûq l-saurî.
4. Penelitian Sanad Jalur al-Bukhârî
14
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi , ( Jakarta: Bulan Bintang,
1992), h. 52.
34
Selain seorang periwayat Hadis, al-Bukhârî juga merupakan
mukharij Hadis yaitu yang menghimpun Hadis-Hadis. Maka Berdasarkan
sanad Hadis yang terdapat pada jalur al-Bukhârî tentang pembahasan
Hadis di atas ialah terdiri dari beberapa periwayat Hadis yaitu Jâbir bin
Abdullah, Muhammad bin Abdurr hm n in S u n in bî
Katsir al- â`i, Hisyâm bin Abdullah ad-Dastû`î, Muslim ibn Ibrâhîm al-
`Azdî al-Farâhidî, dan Bukhârî. Untuk mengetahui sil-silah jalur dari
masing-masing periwayat, penulis akan kemukakan hal tersebut sebagai
berikut:
a. Jâbir bin Abdullah
Jâbir bin Abdullah memiliki nama lengkap yaitu Jâbir bin
Abdullah bin „ mr in ram bin Salamah atau yang lebih dikenal
dengan panggilan kuniyah nya Abu Abdullah, namun telah terjadi
perbedaan dalam kuniyah yang dimiliki Jâbir bin Abdullah ada yang
menyebutnya Abu Abdurrahman ada juga yang mengatakan Abu
Abdullah tetapi julukan Abu Abdullah yang paling sahîh.15
Jâbir bin Abdullah adalah merupakan salah seorang diantara tujuh
puluh orang Ans r yang berbaiat kepada Rasullah dalam baiat Aqabah II,
Ketika Rasulullah memilih beberapa orang wakil diantara utusan itu,
Abdullah bin Amr juga terpilih sebagai salah seorang dari wakil-wakil
mereka. Ia diangkat oleh Rasul sebagai wakil bagi kaum bani Salamah.
Setelah ia kembali ke Madinah, ia mempersembahkan jiwa, harta dan
keluarganya untuk kepentingan Islam. Setelah Rasulullah hijrah ke
15
I nu „ u l-Bâr, -I ’ b M ’r - b, juz 1 (Beirut: Dâr al-Jîl, 1412), h.
221.
35
Madinah, Abu Jabir menemukan nasib bahagianya dengan selalu bersama
Nabi baik siang maupun malam.16
Beliau wafat pada tahun 78 Hijriah di
kota Madinah.17
Guru-guru beliau diantaranya ialah:
No Nama Guru
1 Nabi Muhammad
2 Khâlid bin Wâlîd
3 lh h in „Ubaidillah
4 „ ull h in `Unais
5 „ m r in âsar
Adapun murid-murid yang berguru pada Jâbir bin Abdullah
diantaranya ialah:
No Nama Murid
1 Muhamad bin Abdurrahmân bin Saubân
2 `Ibrâhîm bin Hâris al-Taimî
3 Muhammad bin Abbâd bin J ‟f r
4 Muhammad bin Muslim bin Syihâb al-zuhrî
5 M mû in L l- ns r 18
16
Khalid Muhammad Khalid, Biografi 60 Sahabat Nabi (Jakarta: Ummul Qura, 2012),
h. 466. 17
Ibnu Hajar al-Asqalanî, -I b - b , juz 1 (Beirut: Dâr al-Jîl,
1412), h. 434. 18
Jamâludin Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, juz 4
(Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1983), h. 444.
36
b. Muhammad bin Abdurrahmân
Muh mm in urr hm n m rup k n s or ng T i‟in ng
memiliki nama lengkap Muhammad bin Abdurrahman bin Sauban al-
Qurasyî al-„Âmirî Abu Abdullah al-Madanî. Sesuai dengan nama yang
dimilikinya, beliau dikenal dengan kuni h n u „ ull h dan
Madinah merupakan negeri semasa hidupnya19
. Ulama Hadis seperti
bin abî katsir meriwayatkan Hadis dari beliau yang terdapat pada
jalur al-Bukhârî dalam pembahasan tentang bab salat, salat qasar, dan
dalam pembahasan keutamaan salat.
Guru-guru beliau diantaranya:
No Nama Guru
1 Jâbir bin Abdullah
2 Abî Mu i‟ in „Auf
3 ` had bani Rif ‟ h in ris
4 S lm n in S akhr
5 Abdullah bin Abbâs
Murid-murid yang pernah meriwayatkan dari beliau diantaranya ialah:
No Nama Murid
1 bin `Abî Katsîr
19
Syihab al-Dîn Ahmad ibn „ l ibn Hajar al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 3 (T.tp:
Mu`assasah al-Risâlah, t.t.), h. 624.
37
2 ris in urr mân
3 Muhammad bin Zâ`idah al-Laisî
4 bin Sa‟i l-Ans r
5 Yazîd bin Abdullah bin al-Hâdi20
Berkaitan dengan penilaian para ulama terhadap periwayatan yang
dilakukan Muh mm in urr m n in Saubân, Penulis kutip
beberapa komentar Ulama diantaranya:
Muh mm in S ‟ û ur‟ h n Nasâ`I berkata bahwa beliau
adalah seorang yang tsiqah.21
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan
hadis yang terjadi antara Jâbir bin Abdullah dan Muhammad bin
Abdurrahmân, menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam
hal ini Muhammad bin Abdurrahmân menggunakan kata عن untuk
menghubungkan periwayatannya kepada Jâbir bin Abdullah. Selain dari
pada itu komentar ulama yang diberikan terhadap Muhammad bin
Abdurrahmân menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang b dan
juga „adil. Kota Madinah yang merupakan negeri semasa hidup Jâbir bin
Abdullah dan Muhammad bin Abdurrahmân, maka dimungkinkan
keduanya pernah bertemu.
20
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 25, h. 597. 21
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 25, h. 598.
38
c. ya bin Abî Katsîr
in bî Katsîr m miliki n m l ngk p itu in bî
K sir l- â`i Abu Nasr al-Yamâmi n S lih l-Mutawakil merupakan
nama ayahnya22
. Sesuai dengan nama lengkap yang dimilikinya beliau
dikenal dengan kuniyah nya Abu Nasr sedangkan Yamamah merupakan
negeri semasa hidupnya. r Ul m m ri tk n h in
Abî Katsîr wafat pada tahun 129 hijriah sementara yang lainnya
berpendapat beliau wafat pada tahun 132 hijriah, namun pendapat
pertama yang lebih sâhih23
.
Guru-guru beliau diantaranya:
No Nama Guru
1 Jâbir bin Abdullah
2
3 ul m in Sin n
4 `Uqbah bin Abdul Ghâfar
5 Muhamad bin Ibrâhîm bin Hârits al-Taimî
Adapun murid-murid beliau yang pernah berguru padanya atau
yang pernah meriwayatkan Hadis kepada beliau diantaranya:
22
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 4, h. 383. 23
Al-Dzahabî, r ’ ȃm al-Nubala , (T.tp: Muassasah al-Risâlah, 1985), Juz 1, h. 28.
39
No Nama Murid
1 Hisyâm al-Dastûî
2 ` û in „Ut h Qâdî al-Yamâmah
3 is m in ss n
4 Abdullah bin ibn `Abî Kasîr
5 „Ikrim h in „ mm r l-Yamâmî24
Komentar ulama terhadap bin `Abî Katsîr Diantaranya:
Al-„Ijl berkata Bahwa beliau periwayat tsiqah, Abû Hatim Berkata
bahwa beliau adalah seorang Imam yang tidak menceritakan Hadis
kecuali seorang yang tsiqah n mun û J ‟f r l-“uq ili r ng n
ul m ng l in li u rkom nt r h bin `Abî Katsîr
merupakan seorang yang pernah berkata dusta (Tadlîs).25
Dalam hal ini
û J ‟f r l-„Uqaili tidak memberikan penjelasan dalam memberikan
penilaian Jarh terhadap bin `Abî Katsîr yang menurutnya pernah
berkata dusta.
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan
Hadis yang terjadi antara Jâbir bin Abdullah n Muh mm in
urr hm n in bî Katsîr m nunjuk n h n
k t rs m ung n s n . D l m h l ini in bî Katsîr
menggunakan kata عن untuk menghubungkan periwayatannya kepada
Muhammad bin Abdurrahmân. Selain dari pada itu komentar ulama yang
24
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 31, h. 505. 25
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 31, h. 509.
40
diberikan terhadap in bî Katsîr menunjukan bahwa beliau
adalah seorang yang b dan juga adil, walaupun ada sebagian ulama
yang mengatakan bahwa beliau sorang yang tidak jujur.
d. Hisyâm bin Abdullah
Hisyâm bin Abdullah memiliki nama lengkap yaitu Hisyâm bin
`abî ull h l-D stû` û k r l- is ri. Dan ayah beliau bernama
Sanbar al-Raba tetapi beliau sering dikenal dengan al-Dastû`î karena dia
merupakan pedagang pakaian yang didatangkan dari Dastû`î26
. Sesuai
dengan nama lengkap yang dimiliki Hisyâm bin Abdullah maka beliau
dikenal dengan kuniyah nya Abu Bakar, sedangkan Basrah merupakan
nama negeri semasa hidupnya. Abû al- l n „ mrû l-Fallas berkata,
bahwa Hisyâm bin Abdullah wafat pada tahun 154 Hijriah27
.
Diantara Guru-guru yang pernah beliau timba ilmunya dalam hubungan
periwayatan Hadis ialah sebagai berikut:
No Nama Guru
1 bin `abî Katsîr
2 `Ayûb al-Sakhtiyânî
3 „Âmir in ul W hi l- l
4 urr m n l-Sarrâj
5 Abdul Karîm `Abî `Umayah
26
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 4, h. 272.
27 Al-Dzahabî, r ’ ȃ -Nubala, juz 7, h. 172.
41
Adapun murid-murid beliau yang pernah meriwayatkan Hadis
padanya ialah sebagai berikut:
No Nama Murid
1 Muslim ibn Ibrâhîm
2 ` h r in S ‟ l-Sammân
3 `Ishâq bin Yûsuf al-`Azraq
4 Abdullah bin Hisyâm al-Dastû`î
5 `Ism ‟il in „Ul h28
Komentar para ulama terhadap Hisyâm bin `Abî Abdillah
diantaranya:
`Abû isyâm al-Rif ‟ ri Wak ‟ m n rit k n k p k mi
Hisyâm al-Dastû`î bahwa ia adalah seorang tsabtân yang berarti memiliki
hujjah yang kuat.
`Abû âtim berkata dari `Abî Ghassân al-Tustarî Yûsuf bin Mûsa
aku mendengar bahwa `Abâ Dâud berkata bahwa Hisyâm al-Dastû`î
adalah seorang `amîr al-mu`minîn29
dalam Hadis.30
M lih t r s rk n hu ung n guru n muri l m p ri t n
h is ng t rj i nt r is m in ull h n in bî Katsîr,
menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini Hisyâm
bin Abdullah menggunakan kata ث نا حد untuk menghubungkan
28
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 30, h. 216. 29
`Amîr al-mu`minîn yaitu merupakan golongan orang yang berperingkat tinggi dalam
Hadis. 30
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 30, h. 220.
42
periwayatannya kepada in bî Katsîr, bentuk redaksi kata yang
digunakan untuk penyandarannya merupakan redaksi kata yang termasuk
kategori tingkatan yang tinggi. Selain dari pada itu komentar ulama yang
diberikan terhadap Muhammad bin Abdurrahmân menunjukan bahwa
beliau adalah seorang yang b dan juga adil yang bisa tetapkan
sebagai dasar hukum.
e. Muslim bin Ibrâhîm al-`Azdî al-Farâhidî
Muslim bin Ibrâhîm memiliki nama l ngk p itu Muslim in
I r h m l-` l-F r hi u „ mru l- is ri. S su i ng n n m
lengkap yang dimilikinya maka beliau dikenal dengan kuniyah nya Abu
„ mru s ngk n l- is ri ik itk n ng n negeri semasa hidupnya
yaitu Basrah. Muslim bin I r h m f t p ul n s f r itu p
tahun 222 Hijriah31.
Guru-guru beliau yang pernah jumpai dalam periwayatan Hadis
diantaranya:
No Nama Guru
1 Hisyâm al-Dastû`î.
2 Hârûn bin Mûsa al-Nahawî
3 Al-Minh l in „Is l-„
4 Muqâtil bin Sulaimân
31 Al-Dzahabî, r ’ ȃ -Nubala, Juz 19, h. 296.
43
5 Muh mm in R s i l-M k ûl
Adapun murid-murid beliau diantaranya ialah:
No Nama Murid
1 Al-Bukhârî
2 `Abû Dâwud
3 `Abû Muslim `Ibrâhîm bin Abdullah al-Kajjî
4 ` m in l- s n in Khir s
5 ` m in Mûs l-Sâmî32
Komentar Ulama terhadap Muslim ibn Ibrâhîm al-`Azdî al-
Farâhidî: Berkata Abû Bakar bin Abî Khaits m h ri in Mu‟ n
bahwa beliau merupakan periwayat yang tsiqah terpercaya33
.
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan
Hadis yang terjadi antara Hisyâm bin Abdullah dan Muslim bin Ibrâhîm,
menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini
Muslim bin Ibrâhîm menggunakan kata ث نا حد untuk menghubungkan
periwayatannya kepada Hisyâm bin Abdullah, bentuk redaksi kata yang
digunakan untuk penyandarannya merupakan redaksi kata yang termasuk
kategori tingkatan yang tinggi. Selain dari pada itu komentar ulama yang
diberikan terhadap Muhammad bin Abdurrahmân menunjukan bahwa
32
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 27, h. 487 dan 489. 33
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 27, h. 490.
44
beliau adalah seorang yang b dan juga ‘adil. Kota Basrah yang
merupakan negeri semasa hidup Muslim bin Ibrâhîm dan Hisyâm bin
Abdullah, maka dimungkinkan keduanya pernah bertemu. Begitu pula
dilihat berdasarkan jarak tahun wafat keduanya yang tidak berjauhan.
f. Imam al-Bukhârî
Imam al-Bukhârî memiliki nama lengkap yaitu Muhammad bin
Ism ‟il bin `Ibrâhîm bin al-Mugîrah bin Badzdizabah Abû Abdullah al-
Bukhârî34
. Sesuai dengan nama lengkap yang dimilikinya maka beliau
lebih dikenal dengan kota kelahirannya di kota Bukhârâ yaitu lahir pada
tahun 194 H.35
Imam al-Bukhârî semasa hidupnya telah melakukan
perjalanan ilmiah nya ke berbagai daerah untuk mempelajari berbagai
macam ilmu termasuk Hadis khusus nya. Diantara daerah-daerah yang
pernah beliau singgahi yaitu Bukhârâ, Khurâsân, Iraq, Mesir, Hijaz,
Syam36
. Karena kecerdasan dan hafalan nya terhadap Hadis maka Imam
Bukhârî t rk n l ng n k r n ng p ling monum nt l itu kit
S h h al-Bukhârî. Selain itu masih banyak lagi karya beliau dalam
menulis kitab antara lain:
Kitab al-„Il l
Kitab al-Kunâ
Kit l-T r kh l-S gh r
34
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 3, h. 508. 35
Bustamin dan Hasanudin, Membahas Kitab Hadis, (Ciputat, UIN Syarif Hidayatullah,
2010), h. 11. 36
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, juz, 24, h. 431.
45
Kit l-T r kh l- us
Kitab al-Târîkh al-Kabîr
Guru-Guru Beliau diantaranya sebagai berikut:
No Nama Guru
1 `I r h m in m h l-Zubair
2 `Ibrâhîm bin al-Mundzar
3 m in n l
4 m in l-
5 Adam bin Abî Iyâs al-„ sq l nî
Murid-murid Beliau diantaranya sebagai berikut:
No Nama Murid
1 Al-Tirmidzî
2 `I r h m in `Is q l-Harb
3 û mi ` m
4 ` m in Sahl bin Mâlik
5 Ish q in m 37
37
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 24, h. 431 dan 434.
46
Komentar-komentar Ulama terhadap Imam al-Bukhârî diantaranya
sebagai berikut:
rk t ` m in Sayyâr al-Marwazî bahwa Imam Bukhârî
adalah merupakan periwayat Hadis yang memiliki pengetahuan dan
hafalan Hadis yang bagus38
.
5. Penelitian Sanad Jalur al-Tirmidzî
Sama halnya dengan Imam al-Bukhari, Tirmidzî juga merupakan
periwayat Hadis dan banyak menghimpun Hadis. Maka berdasarkan
sanad yang terdapat pada jalur al-Tirmidzî tentang pembahasan Hadis di
atas ialah terdiri dari Ibn Um r N fi‟ U aidillah bin `Um r ` û
Kh li l-` m r Suf n in W k ‟ n Tirmidzî. Untuk mengetahui
sil-silah jalur dari masing-masing periwayat, penulis akan kemukakan hal
tersebut sebagai berikut:
a. Ibn „Umar
Abdullah bin Umar bin Khatab al-Qursyiu al-„ i u beliau
adalah merupakan pribadi yang tangguh dan selalu dekat kepada Allah.
S t ull h in Um r t l h rusi s nj i r i r “ ku t l h
berbaiat kepada Rasulullah dan sampai saat ini, aku tidak pernah
mengingkari janji itu. Aku tidak pernah berbaiat kepada pengobar fitnah
dan tidak pula membangunkan orang mukmin dari tidurnya.
K lim t t rs ut m rup k n r ngkum n k hi up n s or ng l ki-
l ki s l h ng ik runi i usi p nj ng hingg m l ihi 80 tahun, dan
telah memulai hubungan dengan Rasulullah dan islam sejak berusia 13
38
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 3, h. 508.
47
tahun, yaitu ketika ia ingin menyertai ayahandanya dalam perang badar,
dengan harapan mendapatkan tempat dalam deretan para pejuang,
seandainya tidak ditolak oleh Rasulullah karena usianya yang masih
terlalu muda.39
Beliau wafat pada tahun 73 hijriah40
.
Adapun Murid-murid atau yang pernah meriwayatkan Hadis dari
ibn Umar diantaranya ialah:
No Nama Murid
1 N f ’ - -Qursyî
2 Muhammad bin al-Muntasyir
3 Marwân bin Sâlim al-M q ff ‟
4 Muslim bin `Abî Maryam
5 Mûsa bin Dihqân41
b. Nâfi‟
N fi‟ m miliki n m l ngk p itu N fi‟ Abdullah bin `Umar bin
al-Kh l-Qurasyî al-„ dawî Abû Abdullah al-Madani42
. Sesuai
dengan nama l ngk p ng imilikin N fi‟ ik n l ng n kuniyah
nya u „ ull h sedangkan Madani merupakan nama kota yang
dikaitkan dengan nama negeri semasa hidupnya yaitu Madinah. Menurut
pendapat yang N fi‟ f t p t hun 117 ijri h43
.
39
Khalid Muhammad Khalid, Biografi 60 Sahabat Nabi, hal. 104. 40
Al-Asqalanî, -I b - b , juz 4, h. 181. 41
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 15, h. 334. 42
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 29, h. 298. 43
Al-Dzahabî, r ’ ȃm al-Nubala, Juz 9, h. 119.
48
Diantara guru-guru yang pernah beliau jumpai dalam periwayatan
Hadis adalah sebagai berikut:
No Nama Guru
1 ‘
2 I r h m in ull h in M ‟ in „ s
3 R fi‟ in Kh j
4 S ‟ i n `Abî Hindun
5 sl m M ul „Um r i n Kh
Adapun murid-murid beliau diantaranya ialah:
No Nama Murid
1 Ubai ‘ -‘ î
2 Abdul Wâhid bin Qais al-Sulamî
3 „ ul k r m ` û `um h l- s r
4 „ ul K r m in M lik l-Jazarî
5 ul „ in „Um r i n „ ul „ 44
Diantara sekian banyak ulama berkomentar terhadap N fi‟, penulis
cantumkan perkataan ulama berikut ini. Berkata al-„Ijlî: tsiqah, berkata
Ibn Khirâsy: tsiqah, dan berkata al-N s ‟ : tsiqah45
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan
44
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 29, h. 299. 45
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 29, h. 304.
49
H is ng t rj i nt r N fi‟ n I nu Um r m nunjuk n h
n k t rs m ung n s n . D l m h l ini N fi‟ m nggun k n k t
untuk menghubungkan periwayatannya kepada Ibnu Umar. Selain عن
dari pada itu komentar ulama yang diberikan terhadap N fi‟ menunjukan
bahwa beliau adalah seorang yang b dan juga ‘adil.
c. Ubaidillah bin „Umar
Ubaidillah bin „Umar memiliki nama lengkap yaitu Ubaidillah bin
`Um r in fs bin „Âs im bin „Um r in Kh l-Qursyî al-„ al-
„Um r û „Usm n l-Madanî46
. Sesuai dengan nama lengkap yang
dimilikinya maka beliau dikenal dengan kuniyah n itu u „Usm n,
sedangkan al-Madanî dikaitkan dengan nama negeri semasa hidup nya
yaitu kota Madinah. Menurut al-Haitsamu bin al-„ i i h
Ubai ill h in „Um r wafat pada tahun 147 Hijriah47
.
Guru-Guru beliau diantaranya sebagai berikut:
No Nama Guru
1 N f ’ ‘
2 Muhammad bin Munkadir
3 Muhammad bin bin Habbân
4 is m in „Ur h
5 Yazîd bin Rûmâna
46
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 3, h. 22. 47
Al-Dzahabî, r ’ ȃ -Nubala, Juz 11, h. 375.
50
Murid-murid beliau diantaranya ialah sebagai berikut:
No Nama Murid
1 `A -
2 Abu `Ishâq al-Fazârî
3 in S ‟ l-Q n
4 in S ‟ l-Umwî
5 bin Zakariyâ bin `Abî Zâ`idah48
Berkata Abdullah bin m in anbal: Berkata bin
M ‟ n: U aidillah bin „Um r t rm suk or ng ng tsiqah. Berkata `Abû
âtim: rt n p ku mad bin Hanbal dari Malik, Ubaidillah bin
Umar, Berkata: Ubaidillah seorang yang memiliki hujjah yang kuat,
seorang hafid, dan juga banyak meriwayatkan Hadis .49
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan
Hadis yang terjadi antara N fi‟ n Ubaidillah bin „Umar, menunjukan
bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini Ubaidillah bin
„Umar menggunakan kata عن untuk menghubungkan periwayatannya
kepada N fi‟ . Selain dari pada itu komentar ulama yang diberikan
terhadap Ubaidillah bin „Umar menunjukan bahwa beliau adalah seorang
yang b dan juga ‘adil. Kota Madinah yang merupakan negeri semasa
hidup N fi‟ n Ubaidillah bin „Umar, maka dimungkinkan keduanya
pernah bertemu.
48
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 19, h. 125. 49
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 19, h. 128.
51
d. `Abû Khâlid al-` mar
` û Kh li l-` m r m miliki n m l ngk p itu Sulaimân in
ayyân al-`Azdî, `Abû Khâlid al-` mar al-Kûfî al-J ‟f r 50
. Sesuai
dengan nama lengkap yang dimilikinya maka beliau dikenal dengan
kuniyah nya yaitu Abu Khalid. Sedangkan al-Kûfî merupakan nama yang
dikaitkan dengan negeri semasa hidupnya yaitu negeri Kuffah. Beliau
wafat pada tahun 189 Hijriah51
.
Guru-guru beliau diantaranya ialah sebagai berikut:
No Nama Guru
1 Ubai ‘Umar
2 Abdul Malik bin Juraij
3 ul m in J ‟f r
4 ull h in „ un
5 „Usm n in k m
Murid-murid beliau diantaranya ialah sebagai berikut:
No Nama Murid
1 f î’ -
2 `Ishâq bin Râhawiyah
3 Adam bin `Abî `Iyâs
4 m in tim l- l
50
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 2, h. 89. 51
Al-Dzahabî, r ’ ȃ -Nubala, Juz 17, h. 17.
52
5 m in „Imr n l-`Akhnasî52
Berkata „Abbâs al-Duwarî, dari bin Mu‟in: , dan
b rk t m in S ‟d bin `Abî Maryam, dari bin Mu‟ n:
tsiqah.53
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan
Hadis yang terjadi antara ` û Kh li l-` m r dan Ubaidillah bin
„Umar , menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini
` û Kh li l-` m r menggunakan kata عن untuk menghubungkan
periwayatannya kepada Ubaidillah bin `Umar. Selain dari pada itu
komentar ulama yang diberikan terhadap ` û Kh li l-` m r
menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang abit dan juga ‘adil.
e. Sufyân bin Wakî‟
Sufyân bin Wakî‟ memiliki nama lengkap yaitu Suf n in W k ‟
bin al-Jarrâ al-Ru`sî, ` û Mu mm l-Kûfî54
. Sesuai dengan nama
l ngk p ng imilikin Suf n in W k ‟ l ih ik n l ng n
kuniyah nya Abû Muhammad. Sedangkan al- Kûfî merupakan nama
yang dikaitkan dengan negeri semasa hidupnya yaitu negeri Kuffah.
Suf n in W k ‟ f t pada bulan Rabiul Akhir pada tahun 247
Hijriah55
.
Guru-guru beliau diantaranya ialah sebagai berikut:
52
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 11, 395. 53
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 11, 396. 54
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 2, h. 62. 55
Al-Dzahabî, r ’ ȃ -Nubala, Juz 12, h. 153.
53
No Nama Guru
1 `Abî Khâlid Sulai -`Ahmar
2 Sulaim in „Îsa al-Qârî
3 I r h m in „U ainah
4 Ism ‟il in Muh m in Ju h
5 Abdullah bin Idrîs
Murid-murid beliau diantaranya ialah sebagai berikut:
No Nama Murid
1 Al-Tirmidzî
2 Ibn Mâjah
3 `A û J ‟f r m in s n
4 ` û „ l hm i nu Muh mm
5 ` û hm Ism ‟il in Mûs 56
Berkata Ibnu `abî Hatim: Telah memberikan syarat kepada Sufyân
in W k ‟ yaitu untuk merubah tulisannya, karena telah terdapat
kecacatan dalam Hadis Suf n in W k ‟. û Zur‟ h berkata: La
Yastaghala bihi, kâna Yuttahamu bi al-Kadzab.57
56
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 11, 201. 57
Al-Dzahabî, r ’ ȃ -Nubala, Juz 12, h. 152.
54
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan
Hadis yang terjadi antara Suf n in W k ‟ n ` û Kh li l-` m r,
menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini Sufyân
in W k ‟ menggunakan kata ث نا untuk menghubungkan حد
periwayatannya kepada ` û Kh li l-` mar. Namun komentar ulama
yang diberikan terhadap Suf n in W k ‟ berbeda dengan periwayat
lainnya yang menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang layyin dan
juga Kadzab. Kota Kuffah yang merupakan negeri semasa hidup Sufyân
in W k ‟ n ` û Kh li l-` m r m k imungkink n k u n
pernah bertemu. Melalui penilaian ulama yang memberikan kata-kata
jarh maka terdapat kecacatan yang dapat mempengaruhi kualitas hadis
yang disebabkan seorang perawinya tertuduh dusta.
f. Al-Tirmidzî
Imam al-Tirmidzî memiliki nama lengkap yaitu Muhammad bin
„Is in s ur h in Mûsȃ i n l-Dahhak al-Sulamî58
. Sesuai dengan nama
lengkap yang dimilikinya, dikenal dengan sebutan nama yang dikaitkan
dengan nama kota semasa hidupnya yaitu Tirmiz. Al-Tirmidzî dilahirkan
pada tahun 209 Hijriah59
. Selama hidupnya Imam al-Tirmidzî telah
melakukan perjalanan ilmiah untuk mempelajari berbagai ilmu
khususnya Hadis. Diantara kota-kota yang pernah beliau singgahi dalam
perjalanan ilmiah nya yaitu kota Khurasan, Iraq, dan Haramain. Imam al-
58
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 3, h. 668. 59
Endang Soetari, Ilmu Hadis Kajian Riwayah dan Dirayah, (Bandung: Mimbar Pustaka,
2005), h. 312.
55
Tirmidzî meninggal pada tanggal 13 Rajab di kota Tirmiz pada tahun
279 H.60
Guru-guru beliau diantaranya:
No Nama Guru
1 Muhammad bin Abdullah bin Numair al-Kûfî
2 Muhammad bin Ghailân
3 Yusuf bin Isa
4 Qut i h in S ‟i
5 Abu Mus`ab al-Zuhri
Murid-murid beliau diantaranya sebagai berikut:
No Nama Murid
1 û k r ` m in `Ism ‟ l in „Âmir l-Samarqandî
2 û mi in „ ull h in D u l-Marwazî
3 m in ûsuf l-Nasafî
4 û l- rits s in m i h
5 Hammâd bin Syâkir61
Ibn Hibbân dalam kitab al-Tsiqât memberikan penilaian kepada al-
Tirmidzi bahwa ia merupakan seorang yang memiliki hafalan dan banyak
mempelajari Hadis.62
60
Al-Dzahabî, r ’ ȃ -Nubala , Juz 25, h. 275. 61
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 26, h. 251. 62
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 26, h. 252.
56
6. Natijah
Berdasarkan penelitian sanad yang dilakukan dengan cara melihat
kepribadian masing-masing perawi yang terdapat dalam jalur al-Bukhari
serta penilaian para ulama Hadis, maka dapat saya simpulkan bahwa
riwayat Hadis tersebut merupakan Hadis yang bersambung sanadnya
yang juga didukung para ulama Hadis yang memberikan penilaian positif
terhadap para perawi sehingga hadisnya termasuk dalam kriteria
keshahihan Hadis. Sementara untuk Jalur al-Tirmidzi Walaupun masing-
masing dari perawinya saling berkaitan atau memiliki sanad yang
bersambung, tetapi salah satu diantara perawinya terdapat kecacatan yang
mengurangi kualitas sebuah Hadis.
B. Kritik matan Hadis
Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa selain sanad Hadis ,
aspek yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan keabsahan suatu Hadis
adalah matan. Dengan kata lain, Hadis yang telah ditetapkan ahih
secara sanad, tidak dengan serta merta melegitimasi kes hihan Hadis
seutuhnya. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan Hadis tersebut tidak
s hih secara matan. Terlebih yang bersangkutan berkenaan dengan
masalah hukum. Adapun metodologi yang biasa untuk melacak
kes hihan matan Hadis antara lain ialah dengan menampilkan lain
(baik berupa al-Qur‟ n m upun Hadis ) yang satu tema dengan Hadis
yang sedang diteliti. Selain itu, pendekatan rasional juga sering
digunakan guna menelaah otentisitas dan otoritas Hadis dilihat dari segi
tekstual dan kontekstual. Kritik matan ini dirasa perlu karena tidak
57
menutup kemungkinan adanya Hadis yang secara saad dan
sepintas Nampak tidak memiliki masalah, namun setelah dilakukan
penelitian ternyata ditemukan kejanggalan-kejanggalan berupa
pertentangan dengan lain yang lebih otoritatif seperti al-Qur‟ n
maupun Hadis lain yang lebih kuat, atau jika tidak kendati Hadis
tersebut secara sanad namun akal kita tidak dapat menjangkau sisi-
sisi rasionalitas dari Hadis itu sendiri. Hal ini menyebabkan
berkurangnya otoritas Hadis atau bahkan bisa saja meruntuhkan
otentisitas Hadis itu sendiri.
Berdasarkan hal di atas, penulis merasa perlu untuk
mengetengahkan beberapa pendekatan guna mengkritisi validitas Hadis
dilihat dari aspek matan yang memiliki beberapa macam aspek yaitu
tidak bertentangan dengan akal sehat, tidak bertentangan dengan al-
Qur‟ n ti k rt nt ng n ng n is Mutawatir, tidak bertentangan
dengan amalan yang telah disepakati ulama, tidak bertentangan denggan
dalil yang telah pasti, dan tidak bertentangan dengan Hadis ahad.63
Adapun pedekatan yang penulis gunakan antara lain:
1. Perbandingan Hadis dengan al-Qur‟ n
Selain melakukan penelitian terhadap sanad Hadis yang berkaitan
dengan topik Hadis yang sama, penulis juga akan mencoba melakukan
perbandingan dengan ayat al-qur‟ n ng rk it n ng n salat di atas
kendaraan sebagai langkah awal dalam penelitian matan Hadis karena
63
Bustamin, Isa H.A Salam, Metode kritik Hadis. ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h. 63.
58
salah satu dari fungsi Hadis terhadap al-qur‟ n itu untuk Tabyin.
Adapun ayat al-Qur‟ n ng p nulis ntumk n s g i p r n ing n
dengan Hadis yaitu yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 115
berikut ini:
عليم واسع الل إن الل وجو ف ثم ت ولوا فأي نما والمغرب المشرق ولل
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun
kamu menghadap di situlah wajah Allah.64
Sesungguhnya Allah Maha
Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui”.
Dari banyaknya penafsiran yang dikatakan para ulama terhadap
ayat di atas, terdapat penafsiran ayat al-Qur‟ n ng rk it n ng n
Hadis yang sedang penulis teliti tentang salat di atas kendaraan yaitu
pendapat yang mengatakan bahwa ayat 115 pada surat al-baqarah
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai izin dari Allah untuk
melakukan salat sunah dengan menghadapkan wajahnya ke arah mana
saja, dalam safarnya, atau dalam keadaan perang, ketakutan yang amat
sangat, atau ketika bertemu dengan pasukan, dan pemberitahuan bahwa ke
arah manapun mereka menghadapkan wajahnya, maka disanalah wajah
Allah, dengan firman-Nya:
عليم ع واس الل إن الل وجو ف ثم ت ولوا فأي نما“Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah”.
Riwayat yang menjelaskan hal tersebut ialah sebagai berikut:
ثن ث نا القواريرى عمر بن الل عب يد وحد أب بن الملك عبد عن سعيد بن يي حدث نا قال سليمان عليو للا صلى- الل رسول كان قال عمر ابن عن جب ري بن سعيد حد
64
Disitulah wajah Allah maksudnya; kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di
mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan
Allah
59
- قال - وجهو كان حيث راحلتو على المدينة إل مكة من مقبل وىو يصلى -وسلم (الل وجو ف ثم ت ولوا فأي نما) ن زلت وفيو
Abu Kuraib menceritakan kepada kami, katanya, Abdul Malik
m n rit k n k p k mi ri S ‟i in Zu ir ri I n Um r h i
Salat dengan menghadap ke arah sebagaimana tungganganya
menghadap.65
2. Perbandingan Dengan Riwayat lain
Setelah penulis melakukan penelitian terhadap kemungkinan ada
riwayat lain yang berbicara tentang topik yang sama dengan Hadis yang
sedang penulis teliti, penulis menemukan beberapa Hadis yang terhimpun
dalam beberapa kitab induk Hadis seperti Muslim, Sunan Abî
Dawud, Sunan al-Nasâi, dan M ’ I M . Periwayatan-
periwayatan melalui jalur lain ini bisa masuk kategori syahid dan
b ’ . Dalam literatur ilmu Hadis , keberadaan I’ b r sangat berguna
untuk menopang posisi Hadis baik dari segi otentisitas maupun otoritas
Hadis yang sedang diteliti. Dengan bahasa lain, keberadaan syahid dan
b ’ ini menegaskan kekuatan Hadis dalam hal validitasnya
sehingga membuat Hadis tersebut layak untuk dipergunakan baik sebagai
landasan hukum maupun landasan beribadah. Adapun redaksi lain yang
berupa syahid dan b ’ tersebut ialah sebagai berikut:
65I n j r r l- r r - b r Penerjemah, Ahsan Askan, editor Besus Hidayat
amin, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 420.
60
ثن صلى الل رسول أن عمر بن الل عبد عن ، دينار بن الل عبد عن ، مالك عن وحد بو ت وجهت حيث السفر يف راحلتو على يصلي كان وسلم عليو للا
“Telah menceritakan kepadaku dari Mâlik dari Abdullah bin Dînar
ri ull h in „Um r. R sulull h S . T l h m l kuk n salat di atas
kendaraan dalam perjalanannya kemana pun kendaraan tersebut
m ngh p”.
ث ناه ث نا شيبة أب بن بكر أبو حد ابن عن نافع عن الل عب يد عن األحر خالد أبو حد بو ت وجهت حيث راحلتو على يصلى كان -وسلم عليو للا صلى- النب أن عمر
“T l h m n rit k n k p k mi û kr in S i h t l h
m n rit k n k p k mi û Kh li l- m r ri „U i ill h ri
N fi‟ ri i n „Um r h R sulull h S . T l h m l kuk n salat di atas
k n r nn k m n pun k n r n t rs ut m ngh p”.
كان : قال عمر ابن عن ، دينار بن للا عبد عن ، مالك عن ، سعيد بن ق ت يبة أخب رنا بو ت وجهت حيثما السفر يف راحلتو على يصلي وسلم عليو للا صلى للا رسول
“T l h m n rit k n k p k mi Qut i h in S ‟ ri M lik
ri ull h in D n r ri I n „Um r: R sulull h S . Salat di atas
kendaraannya dalam perjalanan kemana pun kendaraaan tersebut
m ngh p”.
ث نا ث نا ، شيبة أب ابن حد : قال ، جابر عن ، الزب ري أب عن ، سفيان عن ، وكيع حد على يصلي وىو فجئت : قال ، حاجة يف وسلم عليو للا صلى للا رسول ب عثن
الركوع من أخفض والسجود ، المشرق نو راحلتو “T l h m n rit k n k p k mi I n S i h m n rit k n
k p k mi W k ‟ ri Suf n ri Zu ir ri J ir rk t :
mengutus kepadaku Rasulullah Saw. Dalam kebutuhan. Berkata: maka
Aku mengampiri dan beliau sedang salat di atas kendaraannya menghadap
k r h M s riq n li u m l kuk n suju l ih r n h ri rukû‟.”
Dari beberapa Hadis yang telah penulis cantumkan di atas dengan
berbagai varian redaksi juga periwayat yang berbeda-beda baik dari jalur
66
Mâlik bin `Anas , M -Imâm Mâlik, juz 1, h. 151 67
Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî, h Muslim, juz 2, h. 149. 68
Al-Nasâi`, al-Mujtabî min al-Sunan, Juz 1, 244. 69
Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 2, h. 9.
61
sahabat maupun periwayat setelahnya, penulis berkesimpulan bahwa tidak
ada satu pun riwayat Hadis yang berseberangan dengan Hadis yang
sedang penulis teliti. Lebih jauh dari itu keberadaan Hadis -Hadis diatas
sebagaimana telah penulis singgung sebelumnya justru semakin
menguatkan otentisitas Hadis ini sebagai salah satu sumber hukum
diperbolehkannya Salat meski tidak menghadap kiblat ketika posisi kita
dalam kendaraan, dengan catatan Salat yang dilakukan adalah Salat
sunah.
3. Komentar Ulama Terhadap Hadis Salat Di Atas Kendaraan
Menurut Imam al-S fi‟i dalam kitab nya al-Umm Menyatakan
bahwa ketika seseorang hendak melakukan Salat sunah di atas kendaraan
maka lakukanlah Salat tersebut kemanapun hendak menghadap dan
apabila seseorang yang berada diperjalanan akan melaksanakan Salat
sunah d iatas kendaraan kemana pun kendaraan itu menghadap dan Salat
sunah dapat dilakukan pada jenis kendaraan apapun. Dan apabila hendak
melakukan ruku ataupun sujud maka lakukanlah dengan isyarat, yaitu
dengan cara melakukan sujud lebih rendah dari pada ruku.70
Ibnu Battal Mengatakan bahwa Ulama sepakat untuk mensyaratkan
turun dari kendaraan untuk melaksanakan Salat fardu, dan seseorang tidak
diperbolehkan melaksanakan Salat fardu di atas hewan tunggangannya.71
70 Muhammad bin `Idrîs al-S fi‟i al-Umm, Juz 1, (Beirut: Dâr al-M ‟rif h 1393), h.
97. 71
Ibn Hajar al-Asqalani, al-Bârî, penerjemah Gazzirah Abdi Ummah ( Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008), h. 152.
62
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penelitian ini penulis mengkaji dua Hadis yang berkenaan
dengan salat di atas kendaraan yang terdapat dalam dua kitab Hadis
yaitu Sunan al-Tirmdzî dan h al-Bukhârî. Maka berdasarkan
penelitian melalui kritik sanad dan matan, penulis berkesimpulan
bahwa Hadis salat di atas kendaraan yang terhimpun dalam ahîh al-
Bukhârî berkualitas h karena telah memenuhi kriteria kaidah
kesahihan Hadis baik secara sanad juga matan. Sehingga Hadis
tersebut dapat diamalkan untuk menjadi landasan dilakukannya salat
di atas kendaraan, akan tetapi salat tersebut ialah salat sunah.
Sedangkan untuk Hadis yang terhimpun dalam Sunan al-Tirmidzî,
penulis berkesimpulan bahwa Hadis tersebut tergolong kepada Hadis
yang berkualitas aif, karena penulis menemukan dalam penelitian
sanad terdapat perawi yang layyin (lemah) serta memiliki kecacatan
dalam kepribadiannya.
B. Saran
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh untuk
dikatakan sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kepada
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang kiranya membantu
dalam kesempurnaan karya tulis ini agar lebih bermanfaat bagi
penulis khususnya serta kepada orang lain umumnya.
63
Penulis menyarankan pula agar kajian ini untuk dikaji dalam sudut
pandang yang berbeda misalkan, Hadis salat di atas kendaraan dilihat
berdasarkan tekstual dan konstektualitas Hadis, dan beberapa sudut
pandang lainnya yang dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki
perhatian khusus terhadap kajian Hadis-Hadis.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi, Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin, Metode
Takhrij Hadits. Semarang: Dina Utama, t.t.
Abdurrahman, M dan Sumarna, Elan. Metode Kritik Hadits. Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2011.
Abû Abdullah, Mâlik bin `Anas, -Imâm Mâlik. Mesir: Dâr Ihyâ, 1951.
Al Bukhârî, Muhammad bin Ismâ’il bin `Ibrâhîm bin al-Mugîrah, h al-
Bukhârî. Kairo: Dâr al-Sya’ab, 1987.
Al-‘Asqalȃnî,Syihab al-Dîn Ahmad ibn ‘AlîibnHajarTahdzîb al-Tahdzîb.T. tp:
Mu`assasah al-Risâlah, t.t.
Al-‘A îmAbâdî, Abûal- ayyib Syamsual-Haq. ’Aunal- ’b d. Madinah: Al-
Maktabah al-salafiyah, t.t.
Al-Asqalani, IbnHajar al-Bârî, penerjemahGazzirahAbdiUmmah
Jakarta:PustakaAzzam, 2008.
Al-Asqalanî, IbnuHajar - b - b . Beirut: Dâr al-Jîl, 1412.
Al-Asqalani,IbnHajar. al-Bârî. T. tp: Dâr Ma’rifat, 1379.
Al- âruqu nîAbî al-Hasan ‘Ali bin Umar. Sunan al-Dâruqutnî. T. tp: Mu`assasah
al-Risâlah, t.t.
Al-Dzahabî, rA’ ȃ -Nubala. T. tp: Muassasah al-Risâlah, 1985.
Al-Hanâfi, Al- k t r ’ k t r.Beirut: Dâr al-KitabAlamiyah, 2005.
Al-Hanafi, Badrudîn al-`Ain, d - r r - Bukhori. Beirut: al-
Munîriyah, t.t.
Al-Jaziri,Syeikh
Abdurrahman. t b t k t d b d k d
MetodeSkema. diterjemahkanSyarifHademasyahdanLuqmanJunaidi. Jakarta:
Hikmah, 2010.
Al-Mizzî, JamâludinAbî al-HajjâjYûsufTahdzîbal-Kamâlfîasmâ al-Rijâl.Beirut:
Mu`assasah al-Risâlah, 1983.
65
Al-Nadwi,Al-hasani, Zainudin,Sadur. t d A t k t
Puasa, Haji.Jakarta: RinekaCipta, 1992.
Al-Naisâbûrî, Abû al-Husain Muslim al-Qusyaerî.Sahîh Muslim. Beirut: DârAfâq
al-Jadîdah, t.t.
Al-Nasâi`, Ahmad bin Syu’ebAbû Abdul Rahmân, al-Mujtabî min al-Sunan,(
Aleppo: Maktabal-Ma bû’ât al-Islamiyyah, 1986.
Al-Qahtani,Sa’id bin Ali bin Wahf. t . Sukoharjo: Media zikir, t.t.
Al-Qurtubi, al-J ’ A k r’ .Mesir: Dâr al-Kitab, 1964.
Al-Sajsastani, AbûDâud Sulaeman. SunanAbûDâud. Beirut: Dâral-Kitab al Arabi,
t.t.
Al-Syâfi’i, Muhammad bin `Idrîs.al-Umm. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1393.
Al- abarî,IbnJarîr. r - b r PenerjemahAnshariTaslim, dkk. Jakarta:
PustakaAzzam, 2009.
Al- abarî, IbnJarîr. r - b r Penerjemah, AhsanAskan, editor
BesusHidayat Amin. Jakarta:PustakaAzzam, 2007.
Al-Tirmidzî, Muhammad bin ‘ÎsaAbû ‘Îsa, Sunan al- Tirmidzî. Beirut: Dâr al-
Gharib al- Islamî, 1998.
AnisSumanji, Muhammad. t. Solo: TigaSerangkai, 2008.
As-Shidiqi, Hasbi. d t. Jakarta: Ikapi, 1983.
Asy’ari,Hasan, MelacakHaditsNabi Saw caracepatmencariHaditsdari manual
hingga digital. editor Muhammad Nurichwan. Semarang: Rasail, 2006.
BustamindanHasanudin, MembahasKitabHadis. Ciputat: UIN
SyarifHidayatullah, 2010.
Bustamin, dan Salam, Isa. MetodeKritikHadits.Jakarta: Raja GrafindoPersada,
2004.
Bustamin, Dasar-DasarIlmuHadits. Jakarta:Ushul Press, 2009.
Drajat,Zakiah. t d k d r k a. Jakarta: Ruhama, 1996.
Husain, SyarifHidayatullah. t d bA t, (Jakarta: Lentera,
2007.
66
IbnQudamah, Al-Mugni, penerjemah Amir Hamzah, Jakarta: PustakaAzam,
2007.
Ibnu ‘Abdu al-Bâr.A - t ’ b ’r t -A b. Beirut: Dâr al-Jaîl, 1412.
Ismail, M. Syuhudi.MetodologiPenelitianHaditsNabi. Jakarta:BulanBintang,
1992.
Khalid, Khalid Muhammad.Biografi 60 SahabatNabi.Jakarta: UmmulQura, 2012.
Masyur,SyekhMusthafa. r A t t.Jakarta, GemaInsaniPress,
2002.
Muhammad Azzam,Abdul AzizdanSayyidHawass,Abdul Wahab.FiqhIbadah,
Penerjemah Kamran As’atIrsyadi, AhsanTaqwimdan al-HakamFaishal.
Jakarta: Amzah, 2010.
Munawwir,A.W.Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.Surabaya:
PustakaProgressif, 1997.
Raya, Ahmad ThibdanMulia, Musdah.MenyelamiSelukBelukIbadahDalam
Islam.Bogor: Kencana, 2003.
Sabiq, Sayyid. FiqihSunah. T.tp: Pena PundiAksara: 2009.
Salim, Peter. KamusBahasa Indonesia Kontemporer.Jakarta: Modern English
Press, 2002.
Soebahar, Erfan. MenguakFaktaKeabsahanSunah. Bogor: Kencana, 2003.
Soetari, Endang.
IlmuHaditsKajianRiwayahdanDirayah.Bandung:MimbarPustaka, 2005.
S olikhin, Muhammad.HaditsAsliHaditsPalsu. T. tp: Garudawaca, t.t.
Wahid, Abdul. HaditsNabidanProblematikaMasaKini.Banda Aceh: al-Raniry
Press, 20007.
Wensinck, A. J Concordance et Indices de la Tradition Musumane,
diterjemahkankedalambahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, al-
’ -Mufahras li alfâz al-Hadîts al-Nabawî, Jilid IV, E.J. Brill,
Leiden, 1936.
SKEMA SANAD
Nabi
Jâbir bin Abdillah
( Wafat 78 H).
ammad
ya bin Abî Katsîr
( Wafat 129 H).
Hisyâm bin Abî Abdillah
( Wafat 154 H).
Muslim bin Ibrâhîm
( Wafat 222 H).
Al-Bukhâri
256
Ibn Umar.
( Wafat 73 H).
Nâf ’
( Wafat 117 H).
Ubaidillah
( Wafat 147 H).
-
( Wafat 189 H).
S fy W kî’
( Wafat 247 H).
Al-Tirmidzi
( Wafat 279 H).
Abdullah bin Dînâr.
( Wafat 127 H).
Mâlik.
( Wafat 179 H).
Abû Bakr bin Abî
Syaibah.
( Wafat 235 H).
Muslim
261
Qutaibah.
(Wafat 240 H).
al-Nasâi`
( Wafat 303 H).
Abî Zubair
( Wafat 126 H).
Sufyân
(Wafat 161 H).
W kî’
(Wafat 196 H).
Ibn Abî Syaibah
(Wafat 239 H).
Abû Dâud
275
BIOGRAFI PENULIS
Muhammad Ghozali dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat, pada
tanggal 12 maret 1993. Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri
(2004) ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah Nurul
Huda Cidadap, Sukabumi, Jawa Barat (tamat 2007). Pada tahun 2010 ia
menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dan kegiatan mengajinya di
Yayasan Pendidikan Islam al-Atiqiyah Sukabumi, Jawa Barat. Ia
merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Demi mewujudkan cita-cita
serta harapan keluarganya, ia melanjutkan pendidikannya ketingkat yang
lebih tinggi. Pada tahun 2010 ia masuk Universitas Syarif Hidayatullah
Jakarta di Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis, untuk membantu
pemahan dan pemikiran di kampus ia pun masuk ke pondok pesantren
Darul Hikam yang berada di sekitar kampus pada tahun yang sama.