KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

90
KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL- TIBYȂN KARYA HASYIM ASY’ARI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Ulul Azmi NIM: 1110034000073 PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2017 M

Transcript of KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

Page 1: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

TIBYȂN KARYA HASYIM ASY’ARI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Ulul Azmi

NIM: 1110034000073

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2017 M

Page 2: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-
Page 3: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-
Page 4: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-
Page 5: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

i

ABSTRAK

Ulul Azmi

Kajian Sanad dan Matan Hadits dalam Kitab al-Tibyȃn

Karya Hasyim Asy’ari

Keberadaan sanad maupun matan didalam suatu hadits merupakan sumber

penting dalam menentukan suatu ke-sahȋhannya, seringkali penerapan hadits-

hadits yang dijadikan hujjah itu seolah tanpa sadar dan melihat apakah hadits-

hadits itu benar berasal dari Nabi saw atau hanya sebatas peribahasa saja.

Sebagian kalangan Ulama juga memakai hadits-hadits sebagai landasan dalam

menyusun karya-karyanya. Tidak jarang kita menemukan suatu hadits di dalam

karya-karya Ulama yang hanya menuliskan matannya saja, tanpa melengkapi

dengan periwat-periwayatnya.

Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana kualitas hadits-hadits

yang terdapat di dalam kitab-kitab Ulama Nusantara, salah satunya adalah Al-

Tibyan ‘an Muqati’atil Arham wa Al-Aqarib wa al-Ikhwan, sebuah karya dari

Ulama populer di abad ke-19 Kyai Hasyim Asy’ari. Dalam pengumpulan data,

penulisan skripsi ini menggunakan teknik studi pustaka (library research),

mengacu pada sumber primer yaitu kitab al-Tibyan dan sumber sekunder yakni

kitab-kitab Rijal al-Hadits dan kitab-kitab Takhrij Hadits. Melalui metode

analisis-deskriptif yang penulis pakai, ditemukan kesimpulan bahwa hadits-hadits

yang terdapat di dalam kitab ini adalah sahih. Namun penulis hanya meneliti 6

dari 36 hadits yang terdapat didalamnya, yakni pada bagian nuktahnya saja.

Sehingga tidak heran bahwa kitab ini dijadikan sebuah pedoman bagi masyarakat

Muslim, terlebih organisasi masyarakat yang dinamakan Nahdlatul ‘Ulama.

Page 6: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

ii

KATA PENGANTAR

Bismillȃhirrahmȃnirrahȋm,.

Segala nikmat dan syukur hanya kepada Allah SWT. Atas segala karunia

dan hidayah-Nya Alhamdulillah dengan seizin-Nya, penulis dapat menyelesaikan

penelitian skripsi ini yang sudah selayaknya menjadi tanggung jawab besar bagi

penulis. Shalawat serta salam tak pernah lupa semoga selalu tercurahkan kepada

Nabi Muhammad Saw, para keluarga, sahabat, dan para pengikut-pengikut yang

selalu setia menyebarkan nilai-nilai keislaman sampai zaman sekarang.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih

banyak kekurangan dan kesalahan. Namun berkat bantuan dan motivasi dari

semua pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, tidak ada kata

lain untuk mereka yang telah membantu dan memberikan motivasinya kepada

penulis selain ucapan terima kasih, semoga Allah Swt membalas semua jasa-jasa

mereka dengan balasan yang sangat baik. Penulis menghaturkan ucapan terima

kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.Ag., selaku ketua jurusan Ilmu al-Quran

dan Tafsir, serta Ibu Banun Binaningrum, M.Pd., selaku sekertaris

jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.

Page 7: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

iii

4. Kepada dosen-dosen pembimbing, Bapak Dr. H. Ahsin Sakho M.

Asyrofuddin, MA., Bapak Dr. Muhammad Zuhdi Zaini, M.Ag, penulis

mengucapkan banyak terima kasih atas arahan, motivasi, semangat dan

waktu yang sudah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, serta

kepada Bapak Eva Nugraha, MA, Bapak Muhammad Rifqi Fatkhi, MA,

yang sudah meluangkan waktu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ayahanda H. Abdul Majid Qomaruddin dan Ibunda tercinta Hj.

Maemunah yang terlalu sabar merawat dan mendidik serta membimbing

penulis dari kecil hingga sekarang, segala kasih sayang yang sudah

diberikan kepada penulis, senantiasa selalu mendoakan penulis agar bisa

menyelesaikan skripsi dan menjadi seorang yang lebih baik dan

bermanfaat untuk keluarga, agama, bangsa dan negara. Juga kepada

kakak kandung penulis; Roghibatul Jannah (Kang Tukhid), Fahmi Ardi,

S,Kom. (Bana Nisyatina, S,Kom.), dan Faqihaturrifqi, Lc. Serta adik-

adik kandung penulis; Ahmad Roghibi, Ilham Munni’am, Anggun

Nianantika dan M. Hirzul Haidar, yang selalu mengingatkan dan

mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir yang telah

mengajarkan dan memberikan ilmunya kepada penulis selama proses

perkuliahan berlangsung. Semoga Allah Swt memberikan imbalan serta

pahala yang berlipat ganda atas ilmu yang telah diberikan selama ini,

semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi diri penulis.

7. Keluarga besar Kuya Rangers Society; M. Fauzi Sabilurrasyad, M. Dedi

Sofyan, S.Ag, Andi Firman, S,Th.I, Jumadi Suherman, M. Rifki, S.Ag,

Page 8: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

iv

yang selalu setia menemani dari mulai menginjakkan kaki di dunia

kampus sampai sekarang masih bertahan meskipun cobaan selalu datang.

Trio Riau; Nawar, Bahar, Muchtar. Dan teman-teman tongkrongan kopi;

Abdul Bari Nasrudin, S.Ag., Algifri Muqsith ghozali, S.Ag., Ali Akbar,

S.Ag., Alamuddin Syah, Farhan Mujtaba, S.Ag, yang telah menemani

dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga besar Tafsir Hadits Angkatan 2010, yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih

penulis haturkan

9. Sahabat-sahabat PMII Komfuspertum, baik senior ataupun junior penulis

haturkan banyak terima kasih atas support dan pengalaman yang selama

ini sudah dirasakan, banyak pelajaran dan ilmu yang penulis dapatkan

disini.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dengan wawasan keilmuan penulis

yang sangat sedikit serta referensi-referensi yang terbatas, menjadikan penulisan

skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis telah berupaya menyelesaikan

skripsi ini dengan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan. Dengan

segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat buat

semua pembaca.

Ciputat, 10 Oktober 2017

Ulul Azmi

Page 9: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... vii

BAB 1: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 8

D. Kajian Pustaka .................................................................................. 9

E. Metodologi Penulisan ...................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 11

BAB II: HASYIM ASY’ARI DAN KITAB AL-TIBYȂN

A. Biografi Hasyim Asy’ari .................................................................. 13

1. Riwayat Hidup dan Pendidikan .................................................. 13

2. Kiprah dan Karya ....................................................................... 17

B. Latar Belakang Penyusunan dan Deskripsi Kitab Al-Tibyân ........... 26

1. Latar Belakang Penyusunan ....................................................... 26

2. Deskripsi Kitab Al-Tibyân .......................................................... 28

BAB III: TAKHRIJ HADITS KITAB AL-TIBYȂN

A. Hadits ke-1 ....................................................................................... 32

B. Hadits ke-2 ....................................................................................... 34

C. Hadits ke-3 ....................................................................................... 36

D. Hadits ke-4 ....................................................................................... 36

E. Hadits ke-5 ....................................................................................... 39

F. Hadits ke-6 ....................................................................................... 42

BAB IV: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS

A. Kegiatan Kritik Sanad Hadits ........................................................... 46

B. Kegiatan Kritik Matan Hadits .......................................................... 68

BAB V: PENUTUP

Page 10: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

vi

A. Kesimpulan ...................................................................................... 74

B. Saran-saran ....................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 76

Page 11: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Penulis menggunakan pedoman transliterasi Pedoman Akademik

Program Strata 1 2010/2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagaimana

keterangan di bawah ini.

A. Konsonan

Huruf

Arab

Huruf

Latin

Keterangan

tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j Je ج

h h dengan titik bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas, hadap kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

Q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

Page 12: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

viii

n En ن

w We و

h Ha ه

Apostrop ‘ ء

y Ye ي

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri

dari vocal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.

Untuk vocal tunggal alih aksaranya adalah sebagai berikut :

TandaVokal

Arab

TandaVokal Latin Keterangan

A Fathah ـ

I Kasrah ـ

U Dammah ـ

Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai

berikut :

TandaVokal

Arab

TandaVokal Latin Keterangan

Ai a dan i _______ي

Au a dan u _______و

C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam

bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin

Keterangan

ȃ a dengan topi di ىا

atas

Page 13: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

ix

ȋ i dengan topi di ىي

atas

Ȗ u dengan topi di ىو

atas

Contoh:

qȃla = قال

qȋla = قيل

yaqȗlu = يقول

D. Keterangan Tambahan

1. Kata sandang ال (alif lam ma’rifah) ditransliterasikan dengan al-.

Seperti (الجزية) al-jizyah, (الاثار) al-atsȃr. Kata sandang ini

menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat.

2. Tashdid atau shaddad dilambangkan dengan huruf ganda. Seperti

.’al-Muwatta (الموطأ)

3. Kata-kata yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, ditulis

sesuai dengan ejaan yang berlaku. Seperti al-Qur’an, hadis dan

lainnya.

Page 14: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadits merupakan sumber hukum Islam, sebagaimana kitab suci al-Quran.

Secara hirarkis kedudukan hadits berada pada posisi kedua di bawah al-Quran,

karena hadits merupakan penafsiran al-Quran dalam penerapan ajaran agama

Islam. Tanpa adanya hadits, umat Islam tidak akan tahu bagaimana cara

melaksanakan perintah yang ada di dalam al-Quran. Allah telah menetapkan Nabi

Muhammad Saw sebagai rasul sekaligus sebagai mubayyin (pemberi penjelasan)

tentang maksud dari ayat-ayatnya.1 Allah berfirman dalam Q.S. al-Nahl: 44

ل إنيهم ونعههم يتفكزون وأوزنىب إنيك انذكز نتبيه نهىبس م .ب وز

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada

umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka

memikirkan”.

Ayat di atas memerintahkan Nabi Muhammad Saw untuk menjelaskan isi

dari al-Quran. Menurut Quraish Shihab, ayat ini memiliki dua penjelasan;

Pertama, sebagai penjelas bahwa al-Quran diturunkan secara bertahap kepada

manusia dimana ma‟rifah ilâhiyah tidak dapat diperoleh manusia tanpa adanya

perantara. Kedua, agar mereka mengetahui bahwa risalah yang disampaikan oleh

Nabi Saw adalah sebuah kebenaran yang bersumber dari Allah. Selain itu, ayat

tersebut juga menegaskan bahwa tujuan turunnya al-Quran adalah sebagai

pedoman bagi umat manusia.2

1 Musṯâfâ, Al-Sibâ‟ȋ, Sunnah Dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, Sebuah

Pembelaan Kaum Sunni, penerj. Nurcholis Madjid (Jakarta: Pustaka Firdaus 1991), h. 4. 2 M. Quraish, Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati: 2009), vol 6, h. 590.

Page 15: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

2

Hadits juga merupakan dasar utama yang telah membentuk pola pikir,

sikap, perbuatan dan etika para Sahabat. Nabi Saw memerintahkan umatnya agar

selalu berpegang teguh pada hadits serta senantiasa ikut dan tunduk kepadanya

dalam segala hal.3 Perintah taat kepada hadits bersifat umum, tidak dibatasi hanya

kepada sahabat, namun juga berlaku untuk semua generasi sesudah mereka.

Karenanya, hal tersebut harus dilaksanakan sebagai dasar bahwa kita adalah para

pengikut Nabi Saw.4 Beliau menghimbau umat ini untuk mengikuti sunahnya,

karena mengikuti sunahnya dalam kondisi yang demikian akan dilipatgandakan

pahalanya.5 Beliau bersabda:

ه مه الجز مثم مه عمم بهب مه غيز أن يىقص مه أحيب سىة مه سىتي قد أميتت بعدي فإن ن

ب.مه أجىرهم شيئ

“Barangsiapa menghidupkan salah satu sunnahku yang telah ditinggalkan

sepeninggalku, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang

mengamalkannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”(HR at-

Turmudzi).

Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber kebenaran sangatlah penting

dan otentisitasnya mutlak dibutuhkan. Awal mula lahirnya tradisi pengecekan

(kritik) hadits telah direkam dengan baik oleh Imam Bukhârȋ. Beliau menjelaskan

sejarah kritik hadits tersebut dalam kitabnya Sahȋh al-Bukhârȋ, bermula ketika

sahabat Umar bin al-Khattâb melakukan pengecekan kebenaran suatu berita yang

bersumber dari Nabi Saw tentang keputusan beliau menceraikan istri-istrinya.6

Pengecekan hadits di masa itu (para sahabat) bukan karena mereka curiga

3 “…wajib atas kalian berpegang dengan sunahku…”. Selengkapnya lihat HR Ahmad,

Abu Daud, Tirmidzi, Dzahabi dan Hakim, disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami‟ no.

2549. 4 Musṯâfâ, Al-Sibâ‟ȋ, Sunnah Dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, Sebuah

Pembelaan Kaum Sunni, h. 10. 5 Nuruddin „Itr, „Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 10.

6 Kisah selengkapnya lihat pada al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari,

Sulaiman Mar‟ie, Singaapore, tth. ii/70-71. Lihat Juga, Ali, Mustafa Ya‟kub, Kritik Hadis, cet -5,

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 2.

Page 16: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

3

terhadap pembawa berita (rawȋ) bahwa ia berdusta. Melainkan semata-mata untuk

meyakinkan bahwa berita atau hadits yang berasal dari Nabi Saw itu benar-benar

ada. Bahkan pernah Abû Bakar terkait hal ini meminta didatangkan saksi bahwa

Nabi Saw pernah mengatakan sesuatu.7

Memasuki tahun ke-40 Hijriyah yang merupakan periode berkembangnya

hadits, muncul gerakan pemalsu hadits yang bertujuan sebagai alat kepentingan

politik dari beberapa kelompok. Mereka memalsukan dan mencampuradukan

antara hadits yang sahih dengan yang palsu demi menonjolkan sifat baik tokoh

politik tertentu.8 Sehingga (peristiwa politisasi hadits di masa tersebut) menjadi

penyebab perpecahan di antara kaum muslimin ke dalam berbagai kelompok

maupun golongan.

Dengan demikian, kritik hadits menjadi krusial sebagai langkah untuk

membedakan antara hadits yang benar-benar merupakan produk hukum yang

dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya dan hadits yang bukan merupakan

hukum yang diragukan keotentikannya (da‟if)9, mengingat periwayatan suatu

hadits tidak semuanya mutawâtir10

sebagaimana al-Quran yang dijamin

kebenarannya. Hadits adakalnya Mutawâtir, bahkan kebanyakan merupakan

khabar ahad11

dimana masih memerlukan pengecekan untuk memastikan

7 Pada masa tersebut, kririk hadist sangat mudah karena keputusan tentang otentisitas

sebuah hadist berada di tangan Nabi Saw sendiri. Lihat, Ali, Mustafa Ya‟kub, Kritik Hadis, cet -5,

h. 2. 8 Musṯâfâ, Al-Sibâ‟ȋ, Sunnah Dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, Sebuah

Pembelaan Kaum Sunni, h. 36. 9 Zufran, Rahman. Kajian Sunnah Nabi Saw Sebagai Sumber Hukum Islam: Jawaban

Terhadap Aliran Ingkar Sunnah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995) cet.1, h. 109. 10

Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi pada setiap tingkatan

sanadnya, yang menurut akal dan kebiasaan mereka tidak dimungkinkan untuk berdusta. 11

Khabar ahad adalah hadits yang tifak memenuhi syarat-syarat mutawatir.

Page 17: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

4

keshahihannya.12

Sehingga tidak semua hadits dihukumi sahih, tapi ada yang

dihukumi hasan dan daʻif, terlebih sampai pada tingkatan palsu.

Sanad dan matan hadits merupakan dua objek utama dalam meneliti mutu

kualitas suatu hadits yang bersumber dari otoritas ajaran Nabi Muhammad Saw.

Antara keduanya saling berkaitan erat, dimana kekosongan salah satunya akan

berpengaruh dan bahkan merusak eksistensi dan kualitasnya.13

Kajian terhadap

sanad sangatlah diperlukan, karena tanpa adanya sanad setiap orang dapat

mengatakan apa yang dikehendakinya.14

Ke-sahȋh-an suatu sanad bisa dilihat dari

beberapa aspek yaitu: Muttasil (kebersambungan sanad), ke-‟adilan Perawi, ke-

ḏabȋṯan perawi, tidak Syadz dan terhindar dari „illat.15

Begitu juga kesahihan suatu matan, Salâh al-Dȋn al-Adzabȋ

mengemukakan bahwa tolak ukur penelitian kesahihan matan ada empat macam,

yakni: Pertama, tidak bertentangan dengan petunjuk al-Quran. Kedua, tidak

bertentangan dengan hadits yang memiliki bobot akurasi yang lebih kuat. Ketiga,

tidak bertentangan dengan akal yang sehat, indera, dan sejarah. Keempat, susunan

pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda Nabi Saw jika dicermati secara

redaksional.16

Menurut al-Idlibȋ, salah satu langkah dalam penetapan kritik matan

dapat dilihat dari bidang kebahasaannya, karena langkah ini termasuk kritik teks

yang mencermati keaslian dan kebenaran suatu teks, baik dari segi qaulȋ ataupun

12

Manna‟ Khalȋl al-Qaṯṯân, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, Penerjemah. Mudzakir S.A

(Bogor: Pt. Pustaka Litera Antamusa 2007). Cet. Ke-1, h. 106. 13

H. M. erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan al-Sunnah (Jakarta: Kencana,

2003), h. 174. 14

Ali, Mustafa Ya‟kub, Kritik Hadis, cet -5, h. 4. 15

Sohari Sahrani, Ulumul Hadits (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 108. 16

Umi, Sumbulah, Kritik Hadits Pendekatan Historis Metodologis (Malang: UIN

Malang, 2008), h. 70.

Page 18: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

5

dari segi fi'lȋ.17

Target analisis proses kebahasaan matan hadits ini tertuju pada

upaya penyelamatan dari pemalsuan hadits, karena ada kekhawatiran dalam

menyatakan sesuatu yang bukan hadits padahal hadits atau justru sebaliknya.18

Jika mengulas kembali tentang periodesasi dan perkembangan hadits,

tepatnya sebelum abad ke-17 M, kajian hadits kurang mendapatkan perhatian di

kalangan ulama Nusantara. Baru pada masa Nur al-Dȋn al-Raniri (w.1658 M)19

hingga abad ke-20 M20

bersama kompatriotnya Abd al-Ra‟uf al-Sinkili, al-Raniri

menulis sebuah karya Hidȃyat al-Habȋb fȋ al-Targhȋb wa al-Tarhȋb,21

sebuah

syarḫ (penjelasan) kitab Arba‟ȋn al-Nawâwȋ, serta karya berupa kumpulan hadits

qudsi berjudul al-Mawâʻiz al-Badȋʻah.22

Setelah begitu lama mengalami stagnasi pasca masa al-Raniri, kajian

hadits bergeliat kembali dengan munculnya Syaikh Mahfudz al-Tirmasi (w.1920

M) dengan menulis karya di bidang ilmu hadits Manhȃj Dâwi al-Nazâr.23

Selain

al-Tirmasi, muncul salah seorang pioneer hadits Nusantara, Syaikh Nawawi al-

Bantani (w.1897 M)24

dengan karya Tanqȋh al-Qawl.25

17

Salâhuddȋn, Al-Idlibȋ, Manhaj Naqd Matan Hadist (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah,

1983), h. 34. 18

Salâhuddȋn, Al-Idlibȋ, Manhaj Naqd Matan Hadist, h. 20. 19

Seorang ulama dari bumi “Serambi Makkah” muncul untuk menggebrak kelesuan

ulama Nusantara di bidang kajian hadits pada abad tersebut. Lihat, M. Solihin, Melacak Pemikiran

Tasawuf di Nusantara (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 42. 20

Ketika ulama Nusantara mulai bersemangat mengkaji hadits untuk merespon diktum

“kembali kepada al-Quran dan hadits” yang sedang “ngetrend” di dunia Islam. Lihat, Muh. Tasrif,

“Pengembangan Model Studi Hadis: Telaah Epstimolois terhadap Studi Hadis di IAIN Sunan

Ampel Surabaya”, Jurnal PDII LIPI, Edisi 7, IV, (2008): h. 189. 21

Muh. Tasrif, “Pengembangan Model Studi Hadis: Telaah Epstimolois terhadap Studi

Hadis di IAIN Sunan Ampel Surabaya”, h. 31-32. 22

Kitab ini dalam berbahasa Melayu berjudul Sharḫ Lathȋf alâ Arba‟ȋn Nawâwȋ. Lihat,

Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grasindo Persada, 2005), h. 299. 23

Kitab karya al-Tirmasi ini merupakan penjelasan karya al-Suyûṯȋ yang berjudul

Manzûmah „Ilm al-Aṯâr. Lihat,Muhammad Mahfudz ibn „Abdullah al-Tirmasi, Manhaj Dhawi al-

Nadzar (Singapura: al-Haramain, 1974), cet. III. 24

Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syeikh Nawawi Al-Bantani Indonesia (Jakarta:

Sarana Utama, 1978), h. 4. 25

Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam, h. 301.

Page 19: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

6

Kemudian pada masa selanjutnya, muncullah Hasyim Asy‟ari (w.1947

M)26

dengan beberapa karya di bidang hadits, antara lain: al-Tibyân fȋ al-Nahyȋ

„an Muqâṭi‟at al-Arḥâm wa al-Aqârȋb wa al-Ikhwân, Nur al-Mubȋn Hadits-hadits

Cinta Rasul, Risâlah Ahl al-Sunnah wa al-Jamâʻah.27

Al-Tibyân fȋ al-Nahyȋ „an Muqâṭi‟at al-Arḥâm wa al-Aqârȋb wa al-Ikhwân

(kemudian penulis menyebut al-Tibyân) merupakan judul kitab yang digubah oleh

Hasyim Asy‟ari. Kitab ini, secara umum “menghidangkan” sajian “ujaran”

Rasulullah Saw tentang Silaturahmi. Dimana dalam kitab ini sumber-sumber yang

diambil oleh Hasyim Asy‟ari adalah berangkat dari hadits-hadits Nabi saw.

Hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Tibyān kurang lebih berjumlah 34

buah, tersebar pada bagian pendahuluan, tanbȋh, farʻ, dan nuktah. Hadits-hadits

tersebut menjelaskan tentang larangan memutus silaturahmi serta permasalahan

yang terkait dengannya.28

Kitab ini semakin menarik diteliti karena ada beberapa faktor. Pertama,

sosok Hasyim Asy‟ari merupakan tumpah darah Indonesia yang pernah

menyelami konstelasi trend politik dan sosial yang menghangat pada masanya.

Kedua, kitab al-Tibyān merupakan hasil ijtihad dari seorang Ulama besar yang

pernah ada dan sebagai salah satu pedoman dalam merenungi geliat kehidupan

sosial-kemasyarakatan yang dinamis dan rentan perpecahan. Kitab ini juga

dijadikan sebagai rujukan Qanun Asasi (AD/ART) PBNU (Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama) sampai saat ini. Ketiga, tentang permasalahan posisi kitab al-

Tibyân itu sendiri, apakah termasuk karya hadits atau karya bidang keilmuan

26

Solahuddin, Wahid, Biografi 7Rais Am PBNU (Kediri: Nous Pustaka, 2012), h.47. 27

Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia (Jakarta: Badan

Litbang dan Pusdiklat Lektur Keagamaan Kementerian Agama Republik Indonesia, 2010), h. 95. 28

Hasyim Asy‟ari, Al-Tibyān fī al-Nahyi „an Muqāṭa‟at al-„Arḥām wa al-„Aqārib wa al-

Ikhwān.

Page 20: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

7

agama Islam yang lain. Dan menurut penulis kajian ini menarik untuk dibahas

dari sisi kualitas sanad dan matannya. Maka dari itu penulis meneliti kajian ini

sebagai materi bahasan skripsi dengan judul “Kajian Sanad dan Matan Hadits

dalam Kitab Al-Tibyân Karya M. Hasyim Asy’ari”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut:

a. Apa latar belakang penulisan kitab al-Tibyân fȋ al-Nahyȋ „an Muqâṭi‟at

al-Arḥâm wa al-Aqârȋb wa al-Ikhwân?

b. Bagaimana posisi dan peran hadits-hadits sebagai penjelasan ayat yang

tercantum dalam Kitab al-Tibyân?

c. Bagaimana kualitas sanad dalam kitab al-Tibyân?

d. Bagaimana kualitas matan dalam kitab al-Tibyân?

2. Pembatasan Masalah

Dalam kajian dan penelitian skripsi ini, Penulis memberikan batasan

sebagai berikut:

a. Di dalam kitab al-Tibyān terdapat nuktah, yang terdiri dari 6 hadits

Nabi Saw. Sebagai bagian dari rangkaian penulisan kitab ini, penulis

hanya mengkaji hadits-hadits yang terdapat di dalamnya.

b. Penulis juga membatasi penelitian skripsi ini pada kajian analisis

kualitas Sanad dan Matan hadits dalam kitab al-Tibyān yang hanya

terdapat dalam al-Kutub al-Sittah (Sahȋh al-Bukhȃrȋ, Sahȋh Muslim,

Sunan Abȋ Dawȗd, Sunan al-Tirmidzȋ, Sunan al-Nasȃʻȋ dan Sunan Ibn

Page 21: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

8

Mȃjah), namun penulis juga tidak mengkaji hadits-hadits yang terdapat

di dalam Sahȋh al-Bukhȃrȋ dan Sahȋh Muslim.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

skripsi ini, yaitu: Bagaimana “Kualitas Sanad dan Matan Hadits Dalam Kitab

Al-Tibyān Karya M. Hasyim Asy’ari”?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini menggali kualitas sanad dan matan terdapat dalam

kitab al-Tibyān karya M. Hasyim Asy‟ari. Adapun manfaat penelitian ini terdapat

dua hal. Pertama, memberikan kontribusi pemikiran dan dapat dijadikan pedoman

pada pengembangan keilmuan Islam. Kedua, bagi pembaca dapat memperdalam

pengetahuan mengenai pentingnya memahami hadits secara proporsional dan

komprehensif untuk dijadikan pedoman hidup. Lebih lanjut, sebagai wahana

untuk menambah khasanah keilmuan di bidang kajian hadits Nusantara melalui

kitab al-Tibyân fȋ al-Nahyȋ „an Muqâṭi‟at al-Arḥâm wa al-Aqârȋb wa al-Ikhwân

Karya M. Hasyim Asy‟ari.

D. Kajian Pustaka

Terdapat beberapa skripsi yang berhubungan dengan tema yang penulis

angkat. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian Skripsi yang dilakukan oleh Jamilah yang berjudul

“Kualitas Sanad Hadis Larangan Memutuskan Tali Silaturahmi (Kritik

Sanad dan Matan)”. Pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 22: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

9

2. Skripsi Pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang ditulis Bahriyadi tentang “Pandangan

Tashawuf K.H. Hasyim Asy‟ari Dalam Kitab Risalah Jami‟ al-

Maqashid”.

3. Skripsi Churiah tentang “Penolakan KH. Hasyim Asy‟ari Terhadap

Praktek Para Mursyid Tarekat tentang Perwalian di Jombang”.

4. Skripsi tentang “Takhrij Hadis Kitab Risalah Ahlu Sunnah wal

Jamaah: Sebuah Kajian Analisi Sanad dan Matan Hadis-Hadis Tanpa

Riwayat” yang ditulis oleh Syaid Lukman Hakim pada Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dari beberapa penelitian tersebut di atas, terdapat persamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang akan diangkat penulis. Persamaannya adalah

beberapa penelitian fokus terhadap tokoh Hasyim Asy‟ari dan kajian sanad dan

matan hadits Risȃlah Ahlu Sunnah Wal Jamȃʻah. Adapun perbedaannya adalah

peneliti mengangkat tema kajian sanad dan matan hadits dalam kitab al-Tibyân fȋ

al-Nahyȋ „an Muqâṭi‟at al-Arḥâm wa al-Aqârȋb wa al-Ikhwân karya M. Hasyim

Asy‟ari. Dengan demikian, penelitian yang diangkat oleh penulis adalah benar-

benar baru dan orisinal.

E. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang penulis terapkan terbagi dalam empat poin, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) atau

kualitatif dengan menggunakan metode analitis-deskriptif, yang akan mencoba

Page 23: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

10

menjawab pertanyaan di dalam rumusan masalah berdasarkan pembacaan dan

interpretasi terhadap data-data yang berhubungan dengan tema yang akan diteliti.

a. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi terhadap data

primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah kitab Al-Tibyân Fȋ

Al-Nahyȋ „An Muqâṭi‟at Al-Arḥâm wa Al-Aqârȋb wa Al-Ikhwân karya M. Hasyim

Asy‟ari. Sedangkan sumber sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya

yang membahas tentang Hasyim Asy‟ari dan kitab-kitab hadits, diantaranya: al-

Kutub al-Sittah (Sahȋh al-Bukhȃrȋ, Sahȋh Muslim, Sunan Abȋ Dawȗd, Sunan al-

Tirmidzȋ, Sunan al-Nasȃʻȋ dan Sunan Ibn Mȃjah).

2. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

Pedoman penulisan skripsi ini berdasarkan Pedoman Akademik Tahun

2010/2011 Program Strata Satu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan

oleh Biro Administrasi dan Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun

mengenai transliterasi dalam penulisan skripsi ini mengacu pada Pedoman

Akademik Tahun 2010/2011 Program Strata Satu UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Bab pertama, pendahuluan merupakan landasan umum penelitian dari

skripsi ini. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan

dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Page 24: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

11

Bab kedua, biografi Hasyim Asy‟ari dan seputar kitab al-Tibyân. Bab ini

menguraikan riwayat hidup, pendidikan, karya-karya Hasyim Asy'ari serta sumber

rujukan, sistematika, dan metodologi penulisan kitab al-Tibyân.

Bab ketiga, melakukan penelitian takhrij hadits yang terdapat di dalam

kitab al-Tibyân fȋ al-Nahyȋ „an Muqâṭi‟at al-Arḥâm wa al-Aqârȋb wa al-Ikhwân,

meliputi Takhrij, dan kegiatan I‟tibar.

Bab keempat, kajian terhadap kualitas sanad dan matan hadits yang

terdapat di dalam kitab al-Tibyân fȋ al-Nahyȋ „an Muqâṭi‟at al-Arḥâm wa al-

Aqârȋb wa al-Ikhwân.

Bab kelima, penutup yakni penulis menyimpulkan isi skripsi secara

keseluruhan sebagai penegasan jawaban atas permasalahan yang dikemukakan

sebelumnya.

Page 25: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

12

BAB II

HASYIM ASY’ARI DAN KITAB AL-TIBYȂN

A. Biografi Hasyim Asy’ari

1. Riwayat Hidup dan Pendidikan

Muhammad Hasyim adalah nama kecil pemberian dari orang tuanya,

beliau dilahirkan dari pasangan kyai Asy‟ari dan Halimah pada hari Selasa

Kliwon tepatnya tanggal 14 Februari tahun 1871 M dan bertepatan dengan 12

Dzulqa‟dah tahun 1287 H. Nama Lengkap Hasyim Asy‟ari adalah Muhammad

Hasyim bin Asy‟ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim (Pangeran Benawa) bin

Abdurrahman/Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin

Abdul Fatah bin Maulana Ishak bin Ainul Yaqin (Sunan Giri).1 Beliau lahir di

lingkungan Pesantren Gedang desa Tambakrejo, Jombang. Tepatnya sekitar 2

kilometer ke arah utara dari kota Jombang.2

Beliau terlahir dari kalangan keluarga besar pesantren, bahkan merupakan

para pendiri pesantren-pesantren yang masih cukup populer hingga saat ini.

Tercatat Kyai Asy‟ari yang merupakan ayah dari Hasyim Asy‟ari adalah seorang

pendiri dan pengasuh Pesantren Keras, Jombang. Sedangkan Nyai Halimah adalah

anak pertama dari lima bersaudara yaitu: Muhammad, Leler, Fadil dan nyonya

Arif,3 yang merupakan keturunan dari Kyai Ustman selaku pendiri dan pengasuh

Pesantren Gedang, Jombang. Sementara buyutnya (kakek dari ibu) yang bernama

1 Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran Hasyim Asy’ari Tentang Ahlu Sunah wal Jamaah

(Surabaya: Khalista, 2010), h. 67. 2 Ishomudin Hadziq, KH. Hasyim Asy’ari: Figur Ulama & Pejuang Sejati (Jombang:

Pustaka Warisan Islam Tebuireng, 2007), Cet. I, h. 12. 3 Latihful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama: Biografi KH. Hasyim Asy’ari (Yogyakarta:

LkiS, 2000), h. 16.

Page 26: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

13

Kyai Sihah adalah salah satu kyai kondang pendiri dan pengasuh Pesantren

Tambak Beras, Jombang.4

Selama empat belas bulan di dalam kandungan ibunya, terdapat tanda-

tanda bahwa beliau akan menjadi orang yang besar di kemudian hari.

Sebagaimana diceritakan bahwa Nyai Halimah (Ibu M. Hasyim Asy‟ari) pernah

bermimpi perutnya kejatuhan bulan purnama. Ishomudin Hadziq, penulis buku “KH.

Hasyim Asy‟ari: Figur Ulama & Pejuang Sejati” mencatat peristiwa ini, dan

mensinyalir hal ini disebabkan Nyai Halimah pernah melakukan tirakat batin

dengan cara berpuasa tiga tahun berturut-turut.5

Ishomuddin juga mencatat bahwa di masa kecil sampai mudanya, Hasyim

Asy‟ari sudah terbiasa mencari nafkah sendiri dengan cara bertani dan berdagang,

kemudian hasilnya beliau gunakan sebagai bekal menuntut ilmu. Saat usia lima

tahun beliau berpindah dari Pesantren Gedang ke Desa Keras, sebuah desa di

sebelah selatan kota Jombang, untuk mengikuti ayah dan ibunya yang pada waktu

itu sedang membangun pesantren baru dan menghabiskan masa kecilnya di sini

hingga berusia lima belas tahun.6

Meskipun sudah ditunjuk sebagai pengajar pesantren di usia muda, beliau

tidak pernah sedikitpun mengurungkan niat untuk berhenti menuntut ilmu.

Keinginannya yang sangat kuat dalam menimba dan menambah ilmu agama,

membuat Hasyim Asy‟ari berpetualang dari satu pesantren ke pesantren lain.

4 Lathiful Khuluq: Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari, h. 16.

5 Dimana salah satu isi tirakat beliau pada tahun pertama diniatkan untuk dirinya sendiri,

tahun kedua untuk anak cucunya dan pada tahun ketiga untuk seluruh santrinya. Lihat, Ishomudin

Hadziq, KH. Hasyim Asy’ari: Figur Ulama & Pejuang Sejati, h. 12. 6 Ishomudin Hadziq, KH. Hasyim Asy’ari: Figur Ulama & Pejuang Sejati, h. 21.

Page 27: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

14

Sebelum pada akhirnya beliau meninggalkan Keras dan menjelajahi berbagai

pesantren ternama saat itu hingga ke Kota Mekkah7.

Zuhairi Miswari menjelaskan bahwa setalah keluar dari Keras, Hasyim

Asy‟ari selanjutnya berguru di Pesantren Wonorejo, Jombang. Kemudian

melanjutkan perjalanan keilmuannya ke Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, lalu

meneruskan pengembaraannya ke Pesantren Langitan di Tuban, hingga akhirnya

beliau mendalami ilmu keagamaan di Pesantren Kademangan, Bangkalan,

Madura, yang didirikan oleh Kyai Cholil bin Abdul Latif.8 Kemudian beliau

kembali melanjutkan petualangan belajarnya di pulau Jawa setelah 3 tahun

menempa di pulau Madura, kini pilihannya adalah Pesantren Siwalan, Sidoarjo, di

bawah asuhan Kyai Ya‟qub. Di sini beliau diminta oleh Kyai Ya‟qub untuk

menjadi menantunya, dan sampai pada akhirnya beliau menikah dengan putri dari

pengasuh pesantren ini yang bernama Khodijah.

Setelah beberapa bulan pernikahan, beliau memutuskan untuk berangkat

menunaikan ibadah haji berserta istri dan mertuanya dalam rangka memenuhi

rukun Islam yang kelima dan mencari ilmu. Setelah selesai melaksanakan ibadah

haji, beliau memutuskan untuk menetap beberapa bulan di Kota Mekkah.9 Selama

kurang lebih tujuh bulan berada di kota tersebut, beliau belajar berbagai macam

ilmu pengetahuan tentang agama, terutama ilmu hadits yang merupakan salah satu

bidang ilmu yang digemarinya dan berguru pada tokoh-tokoh yang cukup terkenal

yaitu: Syaikh Ahmad Amin al-Attar, Sayyid Sultan bin Hasyim, Sayyid Ahmad

bin Hasan al-Attas, Syaikh Sayyid al-Yamani, Sayyid „Alawi bin Ahmad al-

7 Ishomudin Hadziq, KH. Hasyim Asy’ari: Figur Ulama & Pejuang Sejati, h. 21.

8 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderas Keutamaan dan

Kebangsaan (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), h. 41. 9 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderas Keutamaan dan

Kebangsaan, h. 44.

Page 28: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

15

Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Abdul al-Zawawi, Syaikh Salih Bafadal,

Syaikh Sultan Hasyim Dagastani, Syaikh Shuayb bin Abd al-Rahman, Syaikh

Ibrahim Arab, Syaikh Rahmatullah, Sayyid Abu Bakr Shata al-Dimyati dan

Sayyid Husain al-Habsyi yang saat itu menjadi mufti di Makkah. Selain itu, beliau

menimba ilmu pengetahuan kepada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, Syaikh

Nawawi al-Bantani dan Syaikh Mahfudz al-Tirmasi (w. 1920). Tiga nama ulama

yang disebut terakhir adalah guru besar di Makkah yang saat itu memberikan

pengaruh terhadap pembentukan intelektual beliau.10

Kemudian di masa itu, beliau dikaruniai seorang putra yang diberi nama

Abdullah. Namun selang waktu yang tidak lama, kegembiraan beliau berubah

menjadi kesedihan karena istri beliau (Khadijah) wafat. Dan tidak lama kemudian

sekitar 40 hari setelahnya, Abdullah putra kebanggannya juga berpulang

kehadiratNya. Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk pulang ke Tanah Air

bersama mertuanya11

.

Sesampainya di Tanah Air, beberapa waktu kemudian beliau menikah lagi

dengan Nafiqah putri dari Kyai Ilyas, pengasuh pesantren Sewulan Madiun. Dari

hasil pernikahannya dengan Nafiqah, beliau dikaruniai sepuluh orang anak yaitu:

Hannah, Khoiriyah, Aisyah, Azzah, Abdul Wahid, Abdul Hakim (Abdul Kholik),

Abdul Karim, Ubaidillah, Mashuroh, dan Muhammad Yusuf. Kemudian pada

tahun 1920 M Nafiqah juga meninggal dunia. Sepeninggalan Nafiqah, beliau

menikah lagi dengan Masruroh putri Kyai Hasan yang juga pengasuh pesantren

Kapungrejo, Pagu, Kediri. Dari hasil pernikahan keempatnya ini, Hasyim Asy‟ari

memiliki empat orang anak yaitu: Abdul Qadir, Fatimah, Khodijah dan

10

Lathiful Khuluq: Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari, h. 34. 11

Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderas Keutamaan dan

Kebangsaan, h. 45.

Page 29: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

16

Muhammad Ya‟qub. Pernikahannya dengan Masruroh ini merupakan pernikahan

terakhir bagi beliau.12

Hasyim Asy‟ari kemudian melanjutkan kehidupannya dengan

pengembaraan mencari ilmu dan ikhtiar melanggengkan tradisi intelektual dengan

mengajarkan berbagai bidang ilmu kepada para murid-muridnya. Humaidy

menyebutkan, bahwa di sela-sela waktu mengajar, beliau selalu meluangkan

waktu khusus yakni menjelang datangnya waktu dzuhur untuk membaca dan

menulis dan membuatnya masuk dalam jajaran Ulama Nusantara yang cukup

produktif.13

Hasyim Asy‟ari wafat pada tanggal 25 juli 1947 M, bertepatan dengan 7

Ramadhan 1366 H pada pukul 03.45 pada usia 72 tahun.14

Kepergian Hasyim

Asy‟ari merupakan pukulan kesedihan yang mendalam, khusunya bagi

masyarakat Muslim di Indonesia. Pasalnya, saat itu Indonesia sedang

menggalakkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan laskar-laskar yang

beliau bentuk sedang dalam pertempuran melawan kolonialisme.15

2. Kiprah Dan Karya

a. Kiprah di bidang pendidikan

Hasyim Asy‟ari merupakan sosok guru yang mempunyai kharisma tinggi

yang selalu berpegang teguh pada pendirian. Dengan ilmu yang dimilikinya,

beliau mampu mendirikan sebuah Pondok Pesantren yang terletak di Tebuireng,

Jombang. Pon-Pes Tebuireng merupakan salah satu pesantren yang masih sangat

12

Muhammad Rifa‟I, KH. Hasyim Asy’ari: Biografi Singkat 1871-1942 (Jakarta: Garasi,

2009), h. 38. 13

Humaidy dan Ridwan Falka AS (Ed.), Biografi Lima Ra’is ‘Am NU (Yogyakarta: LTN-

NU dan Pustaka Pelajar, 1995), h. 1. 14

Solahuddin Wahid, Biografi 7 Rois Am PBNU (Kediri: Nous Pustaka Utama, 2012), h.

47. 15

Ishomudin Hadziq, KH. Hasyim Asy’ari: Figur Ulama & Pejuang Sejati, h. 37.

Page 30: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

17

berpengaruh terhadap pendidikan-pendidikan Islam di Indonesia saat ini khusunya

di pulau Jawa. Salah satu karomah yang dimiliki Hasyim Asy‟ari adalah mampu

mendidik santri-santrinya hingga mencapai tataran ilmu yang mumpuni, sehingga

banyak dari sebagian santrinya telah mendirikan pondok pesantren di Indonesia.

Dalam mendidik siswanya, Hasyim Asy‟ari selalu berpegang kepada al-

Qur‟an dan Hadits. Adapun langkah-langkah beliau dalam mendidik santrinya

adalah sebagai berikut:16

a. Dengan metode Iqro’ (bacalah) merupakan cara belajar yang paling

dominan digunakan, karena dengan membaca maka akan didapat dari

seluruh sumber ilmu.

b. Dengan metode Iftifadhoh (latihan-latihan) yang intinya akan

menghasilkan kepandaian, karena dengan latihan santri akan mengerti

arti pendidikan.

Dari beberapa tulisan atau karya yang ada, terdapat satu hal menarik yang

selalu melekat dalam pribadi beliau, yaitu pesantren. Abdurrahman Mas‟ud

menyebut Hasyim Asy‟ari merupakan Master Plan Pesantren.17

Beliau merupakan

tokoh dari sekian banyak ulama‟ besar yang pernah dimiliki oleh bangsa ini, bukti

dari peninggalan atas perjuangan beliau sebagai pendidik dalam bidang Agama

Islam sangatlah besar dan masih bisa dirasakan sampai sekarang. Selain dari

kalangan santri, masyarakat, pemerintah, maupun para cendekiawan, keilmuan

beliau juga merupakan panutan di antara sesama kyai yang lain.18

Sebagai ilustrasi

16

Syamsul A‟dlom, “Kiprah KH Hasyim Asy‟ari Dalam Mengembangkan Pendidikan

Agama Islam”, Jurnal Pusaka (Juli: 2014): h. 26. 17

Abdurrahman Mas‟ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi

(Yogyakarta: LkiS, 2004), h. 207. 18

Bahkan pada masa kolonial Belanda, rasa hormat dan segan terhadap beliau juga

ditunjukan oleh Charles Olke Van Derplas sebagai Gubernur Belanda di masa itu (1940M), hal ini

Page 31: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

18

gambaran tentang pengakuan keilmuan gurunya, Kyai Kholil Bangkalan juga

menunjukkan rasa hormat kepada beliau dengan mengikuti pengajian-pengajian

yang dilakukan Hasyim Asy‟ari. Sehingga beliau dianggap sebagai guru dan

dijuluki Hadratus Syeikh yang berarti Maha Guru.19

Di samping berjuang sebagai penerang bagi semua umat, Hasyim Asy‟ari

juga salah satu pendiri organisasi massa yang sampai saat ini tercatat sebagai

organisasi terbesar di dunia. Yakni Jam’iyyah Nahdlatul Ulama‟, Suatu organisasi

tradisionalis yang didirikan dengan tujuan mempersatukan para ulama dan

mengubah pandangan hidup mereka tentang zaman baru.20

Beliau mendirikan

ormas ini bersama mantan muridnya KH. Abdul Wahab Hasbullah pada tanggal

31 Januari 1926.21

Lahirnya Nahdlatul Ulama menjadikan Hasyim Asy‟ari dikenal oleh

berbagai macam golongan baik di dalam maupun di luar Indonesia, khusunya

dalam mengenalkan tentang Islam Indonesia. James J. Fox (1999), seorang

antropolog dari Australia National University, mengemukakan bahwa Hasyim

Asy‟ari merupakan salah satu wali yang sangat berpengaruh di Jawa, karena

beliau mempunyai kedalaman ilmu dan diyakini membawa berkah bagi para

pengikutnya.22

b. Kiprah sebagai Muhaddist

ditandai saat dia datang ke Tebuireng. Dari sikap kejujurannya pula, beliau tidak mau menerima

sumbangan dalam mendirikan pondok pesantren apabila sumbangan itu akan mempengaruhi

pendiriannya. Lihat juga, Syamsul A‟dlom, Kiprah KH Hasyim Asy’ari, h. 20 19

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1996),

h. 249-250. 20

Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlotul Ulama (Solo: Jatayu,

1985), h. 15. 21

Latihful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama: Biografi KH. Hasyim Asy’ari, h. 6. 22

Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderas Keutamaan dan

Kebangsaan, h. 27.

Page 32: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

19

Perjalanan Hasyim Asy‟ari menempa pengetahuan dalam kajian hadis

berguru di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz al-Tirmasi, seorang intelektual

Muslim Indonesia yang menetap di Makkah. Beliau belajar dan mendapatkan

ijazah Sahih Bukhari yang kemudian mendapatkan izin untuk mengajarkan Kitab

Sahih Bukhari.23

Beliau merupakan pewaris terakhir dari pertalian penerima

(isnad) hadis dari 23 generasi penerima karya ini. Syaikh Mahfudz juga membuat

Hasyim Asy‟ari sangat tertarik dengan ilmu hadits, sehingga setelah kembali ke

Indonesia beliau mendirikan pesantren yang terkenal dalam pengajaran

haditsnya.24

Keseriuasan Hasyim Asy‟ari dalam menuntut ilmu membuahkan hasil

yang manis, ia ditunjuk sebagai salah satu guru di Masjidil Haram bersama para

ulama di Indonesia seperti, Syaikh Nawawi al-Bantani, dan Syekh Minangkabawi.

Selama mengajar di Masjidil Haram, kyai Hasyim mempunyai sejumlah murid,

diantaranya Syeikh Sa‟dullah Maimani (Mufti India), Syeikh Umar Hamdan (Ahli

hadist di Makkah), al-Syihab Ahmad bin Abdullah (Suriyah), KH. Wahab

Khasbullah (Jombang) KH.R Asnawi (Kudus), KH. Dahlan (kudus) KH. Bisri

Syamsuri (Jombang), KH. Shaleh (Tayu). Hal ini menunjukan bahwa ulama asala

Indonesai pada masa lalu bukan hanya sekedar murid para ulama di Timur tengah

dan dunia Islam lainnya, melainkan mereka juga sebagai guru, yang karena

kedalaman ilmunya mendapatkan reputasi yang baik.25

23

Latihful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama: Biografi KH. Hasyim Asy’ari

(Yogyakarta: LkiS, 2000), h. 7. 24

Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim Asy‟ari dan Kontribusinya Terhadap

Kajian Hadis Di Indonesia”, Wawasan: Jurna Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 1 (Januari:

2016): h. 48. 25

Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderas Keutamaan dan

Kebangsaan, h. 49.

Page 33: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

20

Al-Qur‟an dan al-Hadits sebagai acuan dua bidang keilmuan yang

diterapkan pada pesantren yang didirikannya (selain juga muatan lain, seperti:

Adab, Akhlak, Tauhid dan Tasawuf), menjadikan Hasyim Asy‟ari sebagai seorang

tokoh pembaharu di kalangan ulama tradisionalis.26

Pasalnya, pesantren-pesantren

lain belum memiliki acuan dua bidang keilmuan sebagaimana yang diterapkan di

pesantren ini, sehingga banyak dari berbagai kalangan berduyun-duyun belajar

(nyantri) di pesantrennya, baik dari kalangan kyai maupun santri pada umumnya

yang dari luar daerah. Terbukti orang-orang yang pernah mengikuti dan melihat

sendiri cara beliau membaca al-Bukhari mengatakan bahwa hasyim asy‟ari

sebenarnya telah hafal seluruh kitab yang terkenal itu, seolah-olah membaca kitab

karangannya sendiri.27

Selain ilmu hadits, Hasyim Asy‟ari juga belajar tarekat Qadariyah dan

Naqsabandiyah, ilmu yang diterima dari Syaikh Mahfudz dan Nawawi. Beliau

juga belajar fikih mazhab Syafi‟i di bawah bimbingan Ahmad Khatib yang juga

ahli dalam bidang astronomi dan ilmu falak.28

c. Kiprah di bidang politik

Kiprah Hasyim Asy‟ari tidak hanya di dunia pesantren, beliau juga ikut

berjuang dalam membela Negara. Semangat kepahlawanan yang dimiliki beliau

tidak pernah kendor. Perjuangannya dalam rangka merebut kemerdekaan

melawan Belanda dibuktikan beliau dengan kegigihan dan semangat pantang

menyerah. Beliau merupakan tokoh yang memiliki pengaruh politik yang sangat

besar bagi kenerdekaan Indonesia. Keberhasilannya mendirikan organisasi

26

Latihful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama: Biografi KH. Hasyim Asy’ari, h. 40. 27

Saefudin Zuhri, Guruku Orang-Orang Pesantren (Yogyakarta: Lkis, 2007), h. 151. 28

Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim Asy‟ari dan Kontribusinya Terhadap

Kajian Hadis Di Indonesia”, 48.

Page 34: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

21

treadisonal (NU) dengan dibantu oleh murid dan koleganya telah membuktikan

bahwa Hasyim Asy‟ari salah satu ulama tradisonal yang paling berpengaruh pada

saat itu.29

Beliau juga dianggap sebagai pemimpin spiritual bagi sejumlah tokoh

politik diantaranya: Ir. Sokekarno, Jendral Sudirman, Bung Tomo dan lain-lain.

Bahkan menjelang akhir hidupnya, Bung Tomo dan panglima besar Jendral

Soedirman kerap kali berkunjung ke Tebuireng meminta nasehat beliau perihal

perjuangan mengusir penjajah.30

Pada masa kolonial Belanda, Hasyim Asy‟ari memerintahkan para santri

untuk terlibat dalam mengajar dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat.

Beliau melakukan perlawanan budaya dengan aksi melarang umat Islam untuk

meniru kebiasaan-kebiasaan orang Belanda. Langkah selanjutnya yang dilakukan

adalah pada akhir tahun 1930an, beliau menjabat sebagai Ketua Federasi

organisasi-organisasi Islam seperti MIAI (Majlis Islam A‟la Indonesia). Beliau

juga berperan dalam penggabungan antara MIAI dengan nasionalis-nasionalis

lain, sehingga menghasilkan Federasi politik GAPI (Gabungan Politik Indonesia)

dan menuntut Belanda agar membentuk perwakilan rakyat yang representatif

terhadap rakyat pribumi. Perlawanan seperti ini kemudian menjalar ke berbagai

pelosok daerah agar bisa menjaga independensi dari kekuasaan Belanda yang

berpusat di Kota.31

Sampai akhirnya kemerdekaan pun bisa di capai dengan

tumpah darah dan perjuangan bangsa Indonesia

Selanjutnya pasca kemerdekaan 1945, Hasyim asy‟ari bersama santri dan

koleganya membuat keputusan tentang Jihad melawan penjajah atau biasa dikenal

29

Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai

(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 149. 30

Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlotul Ulama, h. 57. 31

Lathiful Khuluq: Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari, h. 91.

Page 35: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

22

Resolusi Jihad32

. Seruan ini berisikan tentang kesadaran akan mempertahankan

NKRI dari serangan sekutu dan NICA. Resolusi ini pun memberikan semangat

kepada seluruh kalangan untuk melawan imperialisme, dimana setiap bentuk

penjajahan adalah suatu kedhaliman dan haram menurut Islam dan wajib bagi

setiap muslim untuk berjuang dengan jiwa raganya membasmi imperialisme

tersebut guna kemerdekaan agama, bangsa, dan Negara.33

Pada Masa Jepang, Panglima besar tentara Jepang di Jakarta, Saikoo

Sikikan, mengharuskan masyarakat Indonesaia untuk melakukan Saikere. Hal ini

menimbulkan kegemparan di kalangan ulama dan dunia pesantren di seluruh

tanah air, yang kemudian para Ulama mengharamkan saikere tersebut karena

menyerupai ruku dalam shalat orang Islam, yang harus diperuntukan menyembah

Allah swt.34

Hasyim Asy‟ari dengan memimpin Masyumi, suatu federasi

organisasi Islam, ketika perang kemerdekaan meletus di Surabaya pada 10

November 1945, beliau mengeluarkan fatwa yang menyatakan adalah kewajiban

bagi setiap Muslim untuk berjihad. Sehingga atas perlawanan tersebut, Hasyim

Asy‟ari di tangkap dan dimasukkan ke penjara selama empat bulan oleh tentara

Jepang. Beliau dituduh mengadakan aksi menentang kekuasaan Jepang di

Indonesia.35

Atas jasa-jasa Hasyim Asy‟ari yang begitu besar dalam melawan penjajah

terhadap negara Republik Indonesia, beliau dianugerahi sebuah gelar “Pahlawan

Nasional” dengan surat keputusan Presiden RI No.284/TK/Tahun 1964, tanggal

17 November 1964, karena beliau juga merupakan mata rantai gerbang tradisi

32

Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderas Keutamaan dan

Kebangsaan, h. xiv. 33

Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlotul Ulama, h. 131. 34

Saefudin Zuhri, Guruku Orang-Orang Pesantren h. 264. 35

Muhammad Rifa‟I, KH. Hasyim Asy’ari: Biografi Singkat 1871-1942, h. 82.

Page 36: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

23

intelektual para ulama Indonesia yang geneologi keilmuannya bersumber kepada

Syaikh Nawawi.36

Di Hijaz, Hasyim Asy‟ari juga mendapat pengaruh dan perkembangan

politik lokal seperti sentimen anti-kolonial, nasionalisme Arab dan pan-Islamisme

sebagai reaksi terhadap invasi Barat pada abad ke-19 oleh Kristen Eropa. Anjuran

pan-Islamisme adalah agar umat Islam bersatu dalam menghadapi ekspansi Eropa.

Seruan persatuan ini nampaknya sangat berpengaruh pada Hasyim Asy‟ari dan

mengilhaminya untuk mewujudkan persatuan umat Islam dengan membebaskan

tanah air dari kolonialisme. Selain itu, pada akhir abad ke-19 M. perkembangan

Islam di Timur Tengah menimbulkan adanya gerakan menuju kebangkitan dunia

Islam di bawah komando Jamaluddin al-Afgani dan Mohammad Abduh yang

bertujuan mewujudkan semangat pembaharuan, menanamkan jiwa anti

imperialisme dan kolonialisme serta reformasi menentang kezaliman penjajah

serta mengharapkan kebebasan Islam di masa yang akan datang.37

d. Karya-karyanya

Sebagai seorang intelektual, KH Hasyim Asy‟ari telah menyumbangkan

banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban, di antaranya adalah

sejumlah literatur keagamaan dan sosial. Karya-karya tulis KH. Hasyim Asy‟ari

yang terkenal adalah sebagai berikut38

:

36

Syamsul Munir Amin, Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syaikh Nawai al-Bantani

(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009), h. 94. 37

Afriadi Putra, “Pemikiran Hadis KH. M. Hasyim Asy‟ari dan Kontribusinya Terhadap

Kajian Hadis Di Indonesia”, h. 49. Lihat Juga, Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam:

Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 43. 38

Syamsul A‟dlom, “Kiprah KH Hasyim Asy‟ari Dalam Mengembangkan Pendidikan

Agama Islam”, Jurnal Pusaka (Juli: 2014): h. 18

Page 37: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

24

1. Adāb al-‘Ālim wa al-Muta’allim, yang menjelaskan tentang pelbagai

hal yang berkaitan dengan etika orang yang menuntut ilmu dan

seorang guru.

2. Ziyādāt Ta’liqāt, sebuah tanggapan atas pendapat Syaikh Abdullah bin

Yasin Pasuruan yang berbeda pendapat tentang NU.

3. Al-Tanbīhāt al-Wājibāt Liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarāt,

yang menjelaskan tentang orangorang yang mengadakan perayaan

maulid nabi dengan kemungkaran.

4. Al-Risālah al-Jāmi’ah, menjelaskan tentang keadaan orang yang

meninggal dunia, tanda-tanda kiamat, serta ulasan tentang sunnah dan

bid‟ah.

5. Al-Nūr al-Mubīn fī Mahabbah Sayyid al-Mursalīn, menjelaskan

tentang cinta kepada Rasul dan hal-hal yang berhubungan dengannya,

menjadi pengikutnya dan menghidupkan tradisinya.

6. Al-Durar al-Muntasyirah fī alMasāil al-Tis’a ’Asyarah, menjelaskan

tentang persoalan tarekat, wali, dan hal-hal penting lainnya yang

terkait dengan keduanya atau pengikut tarekat.

B. Latar Belakang Penyusunan dan Deskripsi Kitab Al-Tibyân

1. Latar Belakang Penyusunan

Berdasarkan penelusuran penulis, Hasyim Asy‟ari tidak menyebutkan

secara spesifik latar belakang penulisan kitab ini. Namun jika dikaitkan dengan

konteks yang pernah dialami oleh beliau pada saat itu bahwasanya beliau

menyebutkan di dalam kitab ini suatu peristiwa dimana ada seorang ahli ibadah

yang tidak pernah meninggalkan perintah Allah seperti shalat malam, puasa, tidak

Page 38: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

25

pernah berbicara kotor, melaksanakan ibadah haji dan lain-lain. Suatu ketika ia

(ahli ibadah) tidak mau menegur dan menyapa sesama muslim lainnya, hal ini

bermula ketika ia datang ke Masjid, kemudian ada perkataan yang tidak baik dari

beberapa orang yang hadir pada saat itu, sehingga menimbulkan rasa benci yang

dirasakan oleh ahli ibadah tersebut. Semenjak peristiwa itu ia tidak pernah terlihat

dan bersosialisasi dengan masyarkat lainnya hingga beberapa hari.

Melihat peristiwa ini, hasyim asy‟ari mencoba mencari tau dan berkunjung

ke kediaman ahli ibadah tersebut dengan harapan dapat memberikan pencerahan

terhadap sikap yang salah yang telah dimunculkan oleh ahli ibadah itu. Namun

ketika beliau (Hasyim Asy‟ari) berkunjung, beliau juga tidak di izinkan untuk

bertemu dengan seorang ahli ibadah tersebut. Setelah beberapa kali memanggil

kemudian Hasyim Asy‟ari akhirnya bertemu dengan ahli ibadah itu, lalu beliau

bertanya alasan ahli ibadah tersebut tidak mau bersosialisasi kepada masyarakat.

Kemudian ahli ibadah tersebut menyebutkan alasannya, bahwa ia melihat

masyarakat bagaikan segerombolan monyet.

Kemudian Hasyim Asy‟ari menjawab sang ahli ibadah tersebut, bahwa

boleh jadi syaitan telah mensikhir mata anda dan menjadikan hatinya was-was,

lalu sang ibadah tadi menanggapi beliau dengan berkata: “berdiam dirilah di

rumah anda dan jangan pernah sekali-kali keluar sampai pada satu ketika

masyarakat meyakini bahwa anda adalah seorang kekasih Allah, kemudian

mereka mengunjungi anda dan bertabaruk kepada anda, sertameminta petunjuk

dari anda”, mendengar jawaban tersebut Hasyim Asy‟ari memperingatkan sang

ahli ibadah untuk insyaf, kemudian melanjutkan peringatannya dengan mengutip

sabda Nabi saw yang diungkapkan kepada „Amru bin „Ash, sesungguhnya ada

Page 39: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

26

hak bagi setiap tamu anda, dan Nabi melanjutkan sabdanya: barangsiapa yang

beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya.

Dari kisah diatas, penulis menyimpulkan bahwa bahaya larangan memutus

silaturrahim bagi seorang muslim dengan muslim yang lainnya. Hal ini juga

disampaikan oleh Ishamuddin Hadziq selaku penyusun kitab al-Tibyân di dalam

Muqaddimahnya, Bahwa beliau memberikan dua poin penting tentang tujuan

ditulisnya kitab ini. Pertama, untuk menjelaskan betapa pentingnya silaturahim

dalam hubungan kemasyarakatan dan kekerabatan yang harmonis demi

terwujudnya masyarakat yang Islami. Kedua, untuk menjelaskan tentang

bahayanya memutus silaturahim serta kehidupan masyarakat yang disharmoni

yang dapat menyebabkan kebencian, hasut dan perpecahan.

2. Deskripsi Kitab al-Tibyân

a. Sistematika Kitab al-Tibyân

Hasbi ash-Shiddiqie menyebutkan dalam bukunya “Sejarah dan pengantar

Ilmu Hadits” bahwa setidaknya ada empat macam sistematika penyusunan kitab

hadits, yaitu: Pertama, sistematika kitab shahih dan sunan disusun dengan dasar

membagi kitab itu dalam beberapa bab. Kedua, sistematika kitab musnad, yaitu

kitab yang disusun menurut nama perawi pertama yakni perawi yang menerima

dari Rasul. Ketiga, penyusunan kitab dengan membagi kedalam lima bagian yaitu:

perintah, larangan, khabar, ibadat dan af’al (pekerjaan) secara menyeluruh.

Keempat, sistematika melalui penyusunan kamus, yaitu dengan ditulis

Page 40: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

27

menggunakan abjad hijaiyyah, seperti penyusunan kitab al-Jami‟ ash-Shaghir

karya as-Sayuthi.39

Kitab al-Tibyân karya Hasyim Asy‟ari ini menurut hemat penulis,

memiliki cukup banyak tahapan dalam menjelaskan tema yang diusung yakni

Larangan Memutus Silaturahim. Pada tahap awal misalnya, Hasyim Asy‟ari

menyebutkan beberapa ayat yang terkait dengan tema tersebut. Kemudian

mengemukakan beberapa penjelasan dari ayat yang dicantumkan dengan beberapa

hadits yang menjelaskan ayat-ayat diatas sebagai penguat atas persoalan atau

masalah yang terkait. Tahapan selanjutnya, beliau memberikan beberapa tanbih

(penjelasan) dari perspektif Hasyim Asy‟ari sendiri tentang ayat dan hadits-hadits

yang termuat sebelumnya melalui hadits-hadits yang lain sebagi penguat dari

penjelasan yang disebutkannya.

Hasyim Asy‟ari juga menampilkan beberapa kutipan dari tokoh-tokoh lain

diantranya Ibnu Hajar yang tercantum pada bagian faidah, Far’ (cabang) dan juga

catatan pribadi (nuqtah) yang terkait dengan bebrapa uraian yang telah disebutkan

sebelumnya.

b. Metode penulisan Kitab al-Tibyân

Metode penulisan kitab al-Tibyân ini hampir sama dengan penulisan kitab

karya Hasyim Asy‟ari yang lain, yaitu kitab Risȃlah ahlu sunah wal jamaah.

Metode penulisan kitab al-Tibyân menggunakan metode syarh, yaitu mengutip

suatu hadis kemudian menjelaskannya secara panjang lebar. Lebih rinci, dalam

metode ini biasanya pengarang akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, mengutip hadis dengan menyebutkan rawi pertama dan mukharrij-nya.

39

Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits (Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 2009), edisi 3, h. 81.

Page 41: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

28

Kedua, mengutip hadis dengan menuliskan matannya saja. Ketiga, mengutip hadis

dengan menyebutkan perawi pertama saja.

Page 42: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

29

BAB III

TAKHRIJ HADITS KITAB AL-TIBYȂN

Di dalam Kitab al-Tibyân fȋ al-Nahyȋ „an Muqâṭi‟at al-Arḥâm wa al-

Aqârȋb wa al-Ikhwân karya Hasyim Asy’ari secara keselurahan terdapat 36 hadits

yang tersebar diberbagai sub-subnya, yakni: tanbȋh, furu‟ dan nuktah. Dalam

penelitian ini, hadits-hadits yang diteliti hanya hadits yang terdapat di dalam

nuktah yang berjumlah enam buah hadits. Berikut adalah hadits-hadits yang

terkait:

1. ػ اث ػجبط سعيػ صىالل الل ػ ع رشفغلصلسلبي قصلر ف

شجشاسءع سج بأ ل شأح وبس ا بثبرذ ج ص ب عبخظ ػ

ا أخ ب زصبس .

2. الص جخ اةا شحرفزحأث ش أث لششنػ ػجذ ى ظفغفش خ ا

حب حزىصط ز ظشا شحبءفمبيأ أخ ث سجلوبذث ئبإل ش .ثبلل

دأثلبي .3 جشحوبذإرادا ا ظلل ف زا اج فئ ء صىثش الل ػ ع

ثؼضجش غبئ بأسثؼ اث ش إىاثبجشسضاللهػػ بدأ .

سعيفمذلبي .4 اللهصىالل ػ ع اؼبصسضغذبػجذاللهثػشث

إ فهاللهػب هض .حمبػ

ف .5 ض ىش خشف ا ا ثبلل ؤ وب ع ػ .لبيصىالل

لذ .6 جبئؼب برئجب ع ػ صىالل لبيسعيالل ب ثأفغذ أسعلفغ

ذ اششف بي شءػىا .حشصا

Metode yang akan digunakan dalam menelusuri keberadaan hadits-hadits

diatas adalah dengan menggunakan metode takhrȋj al-hadȋts. Takhrij diperlukan

dengan maksud untuk menemukan sumber asli dari berbagai kitab hadits yang

Page 43: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

30

saling berkaitan, dimana didalamnya terdapat penjelasan lebih lanjut terhadap

keberadaan sanad maupun matannya.1

Diantara metode yang digunakan dalam kegiatan takhrij adalah:2

1) Mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadits.

2) Mengetahui lafadz matan hadits yang jarang digunakan.

3) Mengetahui pokok bahasan atau tema hadits.

4) Mengetahui lafadz pertama dari matan hadits.

5) Meneliti keadaan hadits baik di dalam sanad ataupun matan.

Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan dua metode, yakni

dengan mengetahui melalui lafadz-lafadz matan hadits yang jarang digunakan,

dengan merujuk kepada kitab Muʻjam al-Mufahras li alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ

karya A.J. Wensinck. Dan dengan mengetahui melalui lafadz awal dari matan

hadits dengan merujuk kepada kitab Mausȗʻah al-Atrȃf al-Hadȋts al-Nabȃwȋ al-

Syarȋf karya Muhammad Saʻȋd Ibn Basyȗni.

Setelah mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitan keberadaan

hadits, kemudian penulis akan melakukan I‟tibar yang bertujuan untuk

memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad hadits yang diteliti termasuk

didalamnya adalah para periwayat hadits dengan membuat skema atau bagan

perjalanan haditsnya.

1 Syuhudi Isma’il, Metode Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), h.40.

2 Mahmud al-Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits, terj, Ridwan Nasir,

(Surabaya: Bina Ilmu, 1995), cet.1, h.25.

Page 44: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

31

A. Hadits ke-1

a. Teks dan takhrij hadits

ػ اث ػجبط سعيػ صىالل الل ػ ع رشفغلصلسلبي قصلر ف سءع

شجشا سج بأ ل شأح وبس ا بثبرذ ج ص ب عبخظ ػ ا أخ ب زصبس

Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau

bersabda: "Tiga golongan yang shalatnya tidak akan di angkat meski satu jengkal

dari kepalanya; seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka tidak

menyukainya, seorang perempuan yang bermalam sementara suaminya marah

kepadanya, dan dua bersaudara yang saling bermusuhan. "(HR. Ibnu Mȃjah)

Setelah ditelusuri melalui kitab Mausȗ‟ah al-Atrȃf al-Hadȋts al-Nabȃwȋ al-

Syarȋf, hadits diatas tidak ditemukan dalam Al-Kutub al-Sittah, sedangkan melalui

kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ3, hadits diatas hanya

diriwayatkan oleh Ibnu Mȃjah, 43ج.إلبخ .

Jalur Ibnu Mȃjah

ذحذصب ح شث ػ حىحذصب:لبيبطث ػجذث ح اش حذصب:لبيالسحج ذح ػج ث

د، الع ػ مبع ا ذ،ث ا بيػ ا ،ث ش ػ عؼذػ ،ث ش جج ػ ،اث ػجبط

سعيػ اللهصىالل ػ ع رشفغلصلصخ :"لبي قصلر ف :شجشاسءع سج

بأ ل ، شأح وبس ا بثبرذ ج ص ب عبخظ ،ػ ا أخ ب زصبس

b. Kegiatan I‟tibar

Kegiatan I’tibar adalah memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad hadits

yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang

digunakan oleh masing-pasing periwayat, maka dari itu diperlukan pembuatan

skema untuk seluruh sanad yang diteliti.

3 Dengan menggunakan kata شجشا , Lihat,. A.J.Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-

Hadȋts al-Nabȃwȋ, Juz 3, (Leden: Maktabah Barȋl, 1926), h.58.

Page 45: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

32

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mȃjah menjelaskan bahwa hadits

tersebut me

Ibnu Mȃjah (w. 273 H), menerima hadits dari Muhammad bin ‘Umar bin

Hayyȃj (w. 255 H) dengan redaksi hadits Haddatsanȃ, Muhammad bin ‘Umar bin

Hayyȃj (w. 255 H) menerima riwayat hadits dari Yahyȃ bin Abd al-Rahmȃn al-

Arhabȋ dengan menggunakan redaksi hadits haddatsanȃ, Yahyȃ bin ‘Abd al-

Rahmȃn al-Arhabȋ menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadits dari ‘Ubaidah

bin al-Aswad dengan redaksi hadits haddatsanȃ, ‘Ubaidah bin al-Aswad

menerima riwayat hadits dari Qȃsim bin al-Walȋd menggunakan redaksi hadits ʻan

dalam periwayatan itu.

Qȃsim bin al-Walȋd (w.141 H) menerima riwayat hadits dari Al-Minhȃl

bin ‘Amr dengan menggunakan redaksi hadits ʻan, Al-Minhȃl bin ‘Amr menerima

riwayat hadits dari Saʻȋd bin Jabȋr (w. 95 H) dengan redaksi ʻan dalam

periwayatannya. Saʻȋd bin Jabȋr (w. 95 H) menerima riwayat hadits dari Ibnu

‘Abbȃs (w. 68 H) dengan menggunakan redaksi ʻan, Ibnu ‘Abbȃs (w. 68 H)

menerima hadits dari Rasulullah menggunakan redaksi ʻan Para ulama menilai

positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya

bersambung dan dapat diterima.

Page 46: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

33

Skema hadits ke-1

ه صيهى الله عي رطىه الله

عبهاص اب

ههاج ز ب ع ذ ب ه ح

الرحب ح عبذ اىزه حى ب

ز جب طعذ ب

الطىد ذة ب عب

و ز ع هاه ب اى

اىىىذ ب اىقاط

ع

ع

ع

ع

ع

ثا حذه

ثا حذه

إب اجه

ثا حذه

Page 47: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

34

B. Hadits ke-2

a. Teks dan takhrij hadits

لش ػجذ ى ظفغفش خ ا الص جخ اةا شحرفزحأث ش أث ئبػ ش شنثبلل

حز ز ظشا شحبءفمبيأ أخ ث سجلوبذث حبإل ىصط

Dari Abu Hurairah bahwa "Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada

hari Senin dan kamis. Semua dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan

sesuatu akan diampuni, kecuali bagi orang yang antara dia dan saudaranya

terdapat kebencian dan perpecahan." Lalu dikatakan: 'Tangguhkanlah dua orang

ini hingga mereka berdamai!(HR. Muslim)

Setelah ditelusuri melalui kitab Mausȗʻah Atraf al-Hadȋts al-Nabawȋ al-

Syarȋf4, hadits diatas tidak ditemukan dalam Al-Kutub al-Sittah, sedangkan

melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ,5 hadits diatas

hanya diriwayatkan oleh Sahȋh Muslim 35اجشاصخ.

Jalur Muslim

جخحذصب لز ،ث عؼذ هػ ب ،ث بأظ ،لشاف ػ ،ػ ع ،ػ أث أثػ

شح، ش اللهصىاللهسعيأ ،ػ ع لبي " اةرفزح: جخأث ا ، ص ال

ظ، خ فغفشا ئب،ثبللششنلػجذ ى ش وبذسجلإل ث ث :فمبيشحبء،أخ

ظشا أ حب،حزىز ظشاصط أ حب،حزىز ظشاصط أ حبحزىز صط

b. Kegiatan I‟tibar

Kegiatan I’tibar adalah memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad hadits

yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang

digunakan oleh masing-pasing periwayat, maka dari itu diperlukan pembuatan

skema untuk seluruh sanad yang diteliti.

4 Abȗ Hȃjir Muhammad al-Saʻȋd bin Basyȗnȋ Zaghlȗl, Mausuʻah al-Atrȃf al-Hadȋts al-

Nabawwȋ al-Syarȋf, Juz 4 (Beirut: Dȃr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t) h.397 5 Dengan kata شجشا. Lihat,. A.J.Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-

Nabȃwȋ, Juz 3, h.58.

Page 48: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

35

Imam Muslim menerima hadits dari Qutaibah bin Saʻȋd dengan redaksi

hadits Haddatsanȃ, Qutaibah bin Saʻȋd menerima riwayat hadits dari Mȃlik bin

Anas dengan menggunakan redaksi hadits „An, Mȃlik bin Anas menyatakan

bahwa dia menerima riwayat hadits dari Suhail dengan redaksi hadits „An.

Suhail menerima riwayat hadits dari Abȋhi dengan menggunakan redaksi

hadits ‟An, Abȋhi menerima hadits dari Abȋ Hurairah dengan menggunakan

redaksi „An, Abȋ Hurairah menerima hadits langsung dari Rasulullah dengan

menggunakan redaksi Anna.

Berdasarkan dari riwayat hadits Muslim, penulis menyimpulkan bahwa

jalur sanad diatas menjelaskan adanya kebersambungan sanad dari perawi-

perawinya, karena mereka saling bertemu dan tahun hidup dan wafat mereka

saling berdekatan. Berikut adalah skema jalur periwayatan hadits diatas.

Page 49: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

36

Skema hadits ke-2

ه صيهى الله عي رطىه الله

زة أب هز

ظي

أبه

بت قت طعذ ب

و طه

اىل أض ب

ه أ

ع

ع

ع

ع

ثا حذه

Page 50: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

37

C. Hadits ke-3

a. Teks dan takhrij hadits

دأثلبي جشحوبذإرادا ا ظلل ف زا اج فئ ء صىثش الل ػ ع جش

ثؼض غبئ بأسثؼ اث ش إىاثبجشسضاللهػػ بدأ

Abu Dawud menyebutkan, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah

mendiamkan sebagian isteri-isterinya selama empat puluh hari, Ibnu Umar juga

pernah mendiamkan anaknya hingga ia meninggal." Abu Dawud berkata, "Jika

mendiamkan itu karena Allah, maka (ancaman) hadits ini tidak berlaku.

Setelah ditelusuri melalui kitab Mausȗ‟ah al-Atrȃf al-Hadits al-Nabȃwȋ al-

Syarȋf,6 hadits diatas tidak ditemukan dalam Al-Kutub al-Sittah, sedangkan

melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ,7 juga tidak

ditemukan ditemukan dari beberapa kata kuci yang dicari.

D. Hadits ke-4

a. Teks dan takhrij hadits

سعي اللهصىالل ػ ع إ غذبػجذاللهثػشثاؼبصسضاللهػب

فه هض حمبػ

“Rasulullah saw kapada sayyidina „Abdullah bin „Amr bin „Ȃs, dan

sesungguhnya terhadap tamumu mempunyai hak terhadapmu.”

Setelah ditelusuri melalui kitab Mausȗ‟ah al-Atrȃf al-Hadits al-Nabȃwȋ

al-Syarȋf,8 hadits diatas hanya diriwayatkan oleh Sunan al-Nasȃʻȋ, .4 :211.

sedangkan melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ,9

6 Abȗ Hȃjir Muhammad al-Saʻȋd bin Basyȗnȋ Zaghlȗl, Mausuʻah al-Atrȃf al-Hadȋts al-

Nabawwȋ al-Syarȋf, Juz 4, h.397. 7 Dengan kata شجشا. Lihat,. A.J.Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-

Nabȃwȋ, Juz 3, h. 58 8 Abȗ Hȃjir Muhammad al-Saʻȋd bin Basyȗnȋ Zaghlȗl, Mausuʻah al-Atrȃf al-Hadȋts al-

Nabawwȋ al-Syarȋf, juz 3, h. 381. 9 A.J.Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ, Juz 3, h. 528.

Page 51: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

38

hadits diatas diriwayatkan Abȗ Dawȗd, Tirmidzȋ, dan Sunan al-Nasȃʻȋ 27د.رطع,,

.76,,.صب64د.صذ

Jalur al-Nasȃ’ȋ

حىأخجشب ،أثحذصب:لبيدسعذ،ث ؼ حىحذصب:لبيإع ،أثث وضش خ،أثبأ ع

حذص ،ػجذأ :لبيالل سعيدخ اللهصىالل ػ ع :»فمبيحجشر، أهأخجشأ

رم ا رص بس لبي،«ا »لبيثى،: ،فل: رفؼ ، ل ص أفطش، هفئ ؼ

ه حمب،ػ إ هجغذن حمب،ػ إ جزه هض حمب،ػ إ فه هض إحمب،ػ

هصذمه حمب،ػ إ ػغى ،ثهطيأ ش ػ إ حغجه أ رص ش و صلصب،ش

ه فز شصب ،اذ حغخو ا بثؼشش ضب ذ،«أ ح،أجذإ:ل دفشذدد،ل ،فشذ :لبيػ

ص» ؼخ و صلصخج ذ،«أب ل أوضشأطكإ: ه، دفشذدد،ر ،فشذ :لبيػ

ص» ص ج دالل دا ػ ذ،«اغل ب:ل وب د،ص شصف:»لبيدا «اذ

Jalur Abu Dawud

ذحذصب ػج الل ،ث ،حذصبعؼذ أث،حذصبػ ػ إعحبق،اث ػ شب ح،ث ػش ػ

، أث ػبئشخ،ػ أ اللهصىاج ػ ع ىثؼش إ ب ػض ،ث ظؼ :فمبيفجبء،

،ب» ب أسغجذػض ل:لبي،«عزػ الل ،سعيب الل ى فئ:»لبيأطت،عزه

أص،أب أص أفطش، ىح أ فبركاغبء، ،بالل ب ػض هفئ هل حمب،ػ إ

فه هض حمب،ػ إ فغه ه حمب،ػ أفطش،فص ص »

Page 52: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

39

b. Kegiatan I‟tibar

Kegiatan I’tibar adalah memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad hadits

yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang

digunakan oleh masing-pasing periwayat, maka dari itu diperlukan pembuatan

skema untuk seluruh sanad yang diteliti.

Al-Nasȃ’ȋ (w. 303 H), menerima hadits dari Yahyȃ bin Durusta dengan

redaksi hadits akhbarnȃ, Muhammad bin Yahyȃ bin Durusta menerima riwayat

hadits dari Abȗ Ismȃʻȋl dengan menggunakan redaksi hadits haddatsanȃ, Abȗ

Ismȃʻȋl menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadits dari Yahyȃ bin Abȋ Katsȋr

dengan redaksi hadits haddatsanȃ.

Yahyȃ bin Abȋ Katsȋr (w. 129 H) menerima riwayat hadits dari Abȗ

Salamah (w. 104 H), Abȗ Salamah (w. 104 H) menerima riwayat hadits dari

‘Abdullah (w. 63 H) dengan menggunakan redaksi hadits haddatsahȗ, ‘Abdullah

(w. 63 H) menerima hadits dari Rasulullah menggunakan redaksi ʻan.

Berdasarkan dari riwayat hadits al-Nasȃʻȋ, penulis menyimpulkan bahwa

jalur sanad diatas menjelaskan adanya kebersambungan sanad dari perawi-

perawinya, karena mereka saling bertemu dan tahun hidup dan wafat mereka

saling berdekatan. Berikut adalah skema jalur periwayatn hadits diatas.

Page 53: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

40

Skema hadits ke-4

ه صيهى الله عي رطىه الله

عبذ الله

اىظائ

ت أبا طي

حى درطت ب

حى مثز أب ب

عو أبى إط

ع

ثه حذه

ثا حذه

ثا حذه

ثا حذه

أخبزا

عائشت

ذ عب الله طعذ ب

ع

أبه

أب

هشا عزوة ب

إطحاق اب

ه أ

ع

أبى داود

ع

ع

ع

ثا حذه

ثا حذه

ثا حذه

Page 54: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

41

E. Hadits ke-5

a. Teks dan takhrij hadits

ىش خشف ا ا ثبلل ؤ وب ع ػ فلبيصىالل ض

Dan berkata Nabi saw, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari

akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya."(HR. Bukhȃrȋ)

Setelah ditelusuri melalui kitab Mausȗ‟ah al-Atrȃf al-Hadits al-Nabȃwȋ al-

Syarȋf,10

hadits diatas hanya diriwayatkan oleh Sunan al-Bukhȃri, Sunan Muslim,

Abȗ Dawȗd dan Tirmidzȋ .د.3748,,د.73,7576,77,,.الب8:13,39,125خ,,

1967 ,2522. sedangkan melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-

Nabȃwȋ,11

hadits diatas diriwayatkan Sunan al-Bukhȃrȋ, Sunan Muslim, Abȗ

Dawȗd, Tirmidzȋ dan Ibnu Mȃjah د.أطؼخ74,75,77,أب14,,.مطخ31,85خ.أدة,,

5,,ج.أدة52,لبخ43,,د.ثش5

Jalur al-Bukhȃrȋ

ػجذحذصب الل ،أخجشبعف،ث ه ب عؼذػ مجشي،عؼذ أثث ا ح أثػ شش

اىؼج : سعيأ اللهصىالل ػ ع »لبي : وب ؤ ثبلل ا اخش ىش ف

ف، جبئضرض خ ، بفخ اض ،صلصخ بأب هثؼذف ر لصذلخ ،ف ح يأ ض

ذ ،حذصب،«حشجحزىػ بػ لبيإع ه حذص: ب ض،: صاد « : وب ؤ ثبلل

ا اخش م شاف خ ذأ «ص

Jalur Muslim

جخذصبح لز ،ث ،حذصبعؼذ ش عؼذػ ،أثث عؼذ ح أثػ ي،شش ؼذ ا :لبيأ

ؼذ أثصشدأربي،ع بي، ػ ح اللهصىاللهسعيرى ،ػ ع :»فمبي وب

10

Abȗ Hȃjir Muhammad al-Saʻȋd bin Basyȗnȋ Zaghlȗl, Mausuʻah al-Atrȃf al-Hadȋts al-

Nabawwȋ al-Syarȋf, juz 8, h. 506. 11

A.J.Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ , juz 3 h. 528.

Page 55: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

42

ثبللؤ ا خش ا ىش فف ب:لبا،«جبئضرض :»لبيالله؟سعيبجبئضر

ز بفخ. اض ،صلصخ بأب ف ساءوب ه ر «ػصذلخ ف

Jalur Abȗ Dawud

جخذصبح لز ،ث ،حذصبعؼذ ش عؼذػ ،أثث عؼذ ح أثػ ي،شش ؼذ ا :لبيأ

ؼذ أثصشدأربي،ع بي، ػ ح اللهصىاللهسعيرى ،ػ ع :»فمبي وب

ثبللؤ ا خش ا ىش فف ب:لبا،«جبئضرض :»لبيالله؟سعيبجبئضر

ز بفخ. اض ،صلصخ بأب ف ساءوب ه ر لخ صذف «ػ

Jalur Tirmidzȋ

ػجذحذصب الل ،أخجشبعف،ث ه ب عؼذػ مجشي،عؼذ أثث ا ح أثػ شش

اىؼج : سعيأ اللهصىالل ػ ع »لبي : وب ؤ ثبلل ا اخش ىش ف

ف، جبئضرض خ ، بفخ اض ،صلصخ بأب هثؼذف ر لصذلخ ،ف ح يأ ض

ذ ،حذصب،«حشجحزىػ بػ لبيإع ه حذص: ب ض،: صاد « : وب ؤ ثبلل

ا اخش م شاف خ ذأ «ص

Jalur Ibnu Mȃjah

ثىشأثحذصب جخأثث حذصب:لبيش عفب خ،ث ػ ػ ،اث ػجل عؼذػ أثث

، عؼذ ح أثػ ،شش خضاػ ا ػ اللهصىاج ػ ع »لبي : وب ؤ ثبلل

ا خش، ا ىش فف جبئضرض خ ، ل ح يأ ذض ػ حزىصبحج

بفخحشج، ،صلصخاض بأب فك أ صلصخثؼذػ أب «صذلخ ف

b. Kegiatan I‟tibar

Kegiatan I’tibar adalah memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad hadits

yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang

Page 56: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

43

digunakan oleh masing-pasing periwayat, maka dari itu diperlukan pembuatan

skema untuk seluruh sanad yang diteliti.

Page 57: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

44

ه صيهى الله عي رطىه الله

ح أب شز اىنعب

طعذ قبزي طعذ أب ب اى

اىل

عبذ الله ىطف ب

أ

ع

أخبزا

ثا حذه

البخاري

ع

أهه

ح أب اىعذوي شز

طعذ طعذ أب ب

ث ى

بت قت طعذ ب

ظي

ع

ع

ثا حذه

ثا حذه

ح أب اىعذوي شز

طعذ طعذ أب ب

ث ى

بت قت طعذ ب

أبى داود

ع

ع

ثا حذه

ثا حذه

أهه

ح أب اىعذوي شز

طعذ قبزي طعذ أب ب اى

اىل

عبذ الله ىطف ب

اىتزذي

ع

ع

أخبزا

ثا حذه

أ

ح أب شز اىخشاع

طعذ طعذ أب ب

اب عجل

طفا ت ب ع

بنز أبى بت أب ب ش

إب اجه

ثا حذه

ثا حذه

ع

ع

ع

ع

Page 58: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

45

F. Hadits ke-6

a. Teks dan Takhrij Hadits

ب ثأفغذ فغ أسعل جبئؼب رئجب ب ع ػ صىالل الل سعي حشص لبي

اششف بي شءػىا ا ذ

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Dua serigala lapar

yang dilepas menyerang sekawanan kambing, pengrusakannya tidak melebihi

ambisi seseorang untuk memperoleh harta dan kemuliaan yang merusak

agamanya. (HR. Tirmidzȋ)

Setelah ditelusuri melalui kitab Mausȗ‟ah al-Atrȃf al-Hadits al-Nabȃwȋ

al-Syarȋf,12

, hadits diatas hanya diriwayatkan oleh Tirmidzȋ .2376 sedangkan د.

melalui kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ,13

hadits diatas

hanya diriwayatkan Tirmidzȋ .43د.صذ.

Jalur Tirmidzi

ذحذصب ع ػجذأخجشب:لبيصش ث الل جبسن،ث ا صوشبػ صائذح،أثث ذػ ح

ػجذث ح اش عؼذث صساسح،ث ػ وؼتاث ه ث ب صبسي، ال ،ػ لبي:لبيأث

سعي صىالل الل ػ ع ب:» رئجب فأسعلجبئؼب بثأفغذغ شءحشص ا

بيػى اششفا «ذ

b. Kegiatan I‟tibar

Kegiatan I’tibar adalah memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad hadits

yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang

digunakan oleh masing-pasing periwayat, maka dari itu diperlukan pembuatan

skema untuk seluruh sanad yang diteliti.

12

Abȗ Hȃjir Muhammad al-Saʻȋd bin Basyȗnȋ Zaghlȗl, Mausuʻah al-Atrȃf al-Hadȋts al-

Nabawwȋ al-Syarȋf, Juz 9, h. 128. 13

Dengan menggunakan kata رئت . Lihat,. A.J.Wensinck, Mu‟jam al-Mufahras li Alfȃz

al-Hadȋts al-Nabȃwȋ, Juz, 2, h. 170.

Page 59: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

46

Al-Tirmidzȋ (w. 279 H), menerima hadits dari Suwaid bin Nasr (w. 240 H)

dengan redaksi hadits Haddatsanȃ, Suwaid bin Nasr (w. 240 H) menerima

riwayat hadits dari ‘Abdullȃh bin al-Mubȃrak (w. 181 H) dengan menggunakan

redaksi hadits akhbarnȃ, ‘Abdullȃh bin al-Mubȃrak (w. 181 H) menyatakan

bahwa dia menerima riwayat hadits dari Zakariyȃ bin Abȋ Zȃidah (w. 147 H)

dengan redaksi hadits „an „anah. Zakariyȃ bin Abȋ Zȃidah (w. 147 H) menerima

riwayat hadits dari Muhammad bin ‘Abd al-Rahmȃn bin Saʻd bin Zurȃrah (w. 124

H), meskipun ia menggunakan redaksi hadits ʻan „anah.

Muhammad bin ‘Abd al-Rahmȃn bin Saʻd bin Zurȃrah (w. 124 H). Ia

menerima riwayat hadits dari Ibn Ka’b bin Mȃlik al-Ansarȋ (w. 98 H) dengan

menggunakan redaksi hadits ʻan „anah. Ibn Ka’ab bin Mȃlik al-Ansarȋ (w. 98 H)

menerima riwayat hadits dari Abȋhi, Kaʻb bin Mȃlik bin Abȋ Kaʻb (w. 50 H)

dengan redaksi ʻan „anah. Kaʻb bin Mȃlik bin Abȋ Kaʻb (w. 50 H) menerima

hadits dari Rasulullah saw.

Berdasarkan dari riwayat hadits Tirmidzȋ, penulis menyimpulkan bahwa

jalur sanad diatas menjelaskan adanya kebersambungan sanad dari perawi-

perawinya, karena mereka saling bertemu dan tahun hidup dan wafat mereka

saling berdekatan. Berikut adalah skema jalur periwayatn hadits diatas.

Page 60: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

47

Skema hadits ke-6

ه صيهى الله عي رطىه الله

أبه )معب ب اىل ب اب معب(

صاري اىل ال معب ب اب

بارك اى ب عبذ الله

سرارة طعذ ب ب ح عبذ اىزه ذ ب ه ح

أب سائذة سمزها ب

قاه

ع

صز ذ ب طى

اىتزذي

أخبزا

ثا حذه

ع

ع

ع

Page 61: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

48

BAB IV

KRITIK SANAD DAN MATAN HADITS KITAB AL-TIBYȂN

A. Kegiatan Kritik Sanad Hadits

Dalam kegiatan kritik sanad ini, hadits-hadits yang akan diteliti oleh

penulis adalah hadits yang termaktub dalam al-Kutub al-Sittah diluar (selain)

hadits-hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhȃrȋ dan Imam Muslim (Sahȋh

Bukhȃrȋ dan Sahȋh Muslim). Penulis beralasan tidak dilibatkannya hadits yang

diriwayatkan dalam kitab tersebut karena sebagian besar ulama hadits

menyimpulkan bahwa dua kitab tersebut memiliki validitas dan akurasi sanad

yang baik (Sahȋh).1 Berikut ini adalah hadits-hadits yang akan penulis jadikan

bahan penelitian dalam bab ini:

Hadits ke-1

الزحب ح عبد اس هاج لاي: حدثا حى ب س ب ع د ب ح حدثا دة ب لاي: حدثا عب

عباض اب س، ع جب سعد ب سو، ع ع هاي ب ا د، ع ى ا ب ماس ا ، السىد، ع

لاي: " ثلثت ل حسفع صلحه ه وس صى الله ع زسىي الل ع شبسا: زج فىق زءوسه

ا خصاز ها ساخظ، وأخىا سأة باحج وشوجها ع ، وا ه وازهى ا وه لى أ

Jalur Ibnu Mȃjah

1. Ibnu Mȃjah

1 Hal ini berdasarkan penilaian mayoritas Ulama Hadits, diantaranya: Ibn Salȃh, Subhi,

al-Sȃlih, Abȗ ‘Alȋ al-Naisabȗrȋ, Abȗ Muhammad Ibn Hazm al-Zahȋrȋ.

Page 62: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

49

a. Nama Lengkapnya: Abȗ ‘Abdullȃh Muhammad Ibnu Yazȋd Ibnu

Mȃjah al-Rubayʻȋ al-Qazwinȋ. Lahir pada tahun 209 H, dan wafat pada

hari senin tanggal 20 Ramadan (w. 273 H).2

b. Guru-guru:

‘Abas bin ‘Usmȃn, ‘Ali bin Muhammad, al-Tanafasȋ, Jubarah Ibnu al-

Mughlis, Abȗ Marwan Muhammad bin ʻUsmȃn al-‘Usmȃnȋ, Musʻab

bin ‘Abdullah al-Zabirȋ, Abȗ Bakr Ibnȋ Abȋ Syaibah, Muhammad bin

‘Umar bin Hayyȃj, dll.

c. Murid-muridnya:

Ishȃq bin Muhammad al-Qazwinȋ, Jaʻfar bin Idrȋs, al-Husain bin ‘Alȋ

bin Yazdaniyȃr, Sulaimȃn bin Yazȋd al-Qazwinȋ, Abȗ Hasan ‘Alȋ bin

Ibrȃhȋm bin Salamah al-Qazwinȋ al-Qattȃn.

d. Pendapat Ulama:

Menurut al-Mizȋ ia adalah sosok yang alim, Abu Yaʻla Khalȋlȋ bin

‘Abdullȃh al-Khalȋlȋ menilai bahwa ia dapat dipercaya, dapat dijadikan

hujjah banyak mengetahui hadits dan menghafalnya semua kritikus

hadits menilainya positif terhadap kapasitas Ibnu Mȃjah dan hadits-

hadits yang diriwayatkan Ibnu Mȃjah banyak dinilai Sahȋh.3

2. Muhammad bin ‘Umar bin Hayyȃj4

a. Nama lengkapnya: Muhammad bin ‘Umar bin Hayyȃj al-Hamadȃnȋ.

wafat pada bulan Syawwȃl (w. 255 H).

b. Guru-gurunya:

2 Abdullȃh, Ibn ‘Abdullȃh, Sembilan Pendekar Hadits. (Bogor: Pustaka Tariqul Izzah,

2007), h.171. 3 Al-Dzahabȋ, Syiar „Alam wa Nubala‟, Juz.17, (Beirut: Al-Risalah, 1990), h.278.

4 Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl. Juz. 26, (Beirut:

Mu’ssasah al-Risȃlah, 1983), h.180-178

Page 63: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

50

Ismȃʻȋl bin Sabȋh bin al-Yasykurȋ, Talȃq bin Ghunȃm al-Nakha’ȋ,

‘Ubaidullȃh bin Mȗsȃ, Qabisah bin ‘Uqbah, Yahyȃ bin Abd al-

Rahmȃn al-Arhabȋ.

c. Murid-muridnya:

Al-Tirmidzȋ, al-Nasȃ’ȋ, Ibn Mȃjah, Abȗ Bakr Ahmad bin ‘Amr bin al-

Khȃliq al-Bazzȃr, Ahmad bin Muhammad bin Ayyȗb al-Wasȋtȋ, Ishȃq

bin Ibrȃhȋm bin Jamȋl, Husain bin Ahmad bin Ibrȃhȋm bin Fȋl, Husain

bin Ishȃq al-Tastȗrȋ, Husain bin Muhammad bin Mas’ab.

d. Pendapat ulama:

a) Al-Nasȃ’ȋ: Lȃ ba‟sa bih

b) Ibn Hibbȃn: Tsiqah

c) Muhammad bin ‘Abdullȃh al-Hadramȋ: Tsiqah.

3. Yahyȃ bin ‘Abd al-Rahmȃn al-Arhabȋ5

a. Nama lengkapnya: Yahyȃ bin ‘Abd al-Rahmȃn bin Mȃlik bin al-Harȋts

al-Arhabȋ al-Kȗfȋ.

b. Guru-gurunya:

Ibrȃhȋm bin Yȗsuf bin Abȋ Ishȃq, Ismȃʻȋl bin Ibrȃhȋm al-Taimȋ, ‘Abd

al-Rahmȃn bin ‘Abd al-Mȃlik bin Abjar, ‘Ubaidah bin al-Aswad,

Mathlab bin Ziyȃd, Yȗnus bin Abȋ Ya’fur al-‘Abdȋ.

c. Murid-muridnya:

Ishȃq bin Mansȗr al-Salȗlȋ, Muhammad bin al-Sakan al-Ablȃ,

Muhammad bin ‘Umar bin Hayyȃj al-Hamadanȋ, Abu Kuraib

Muhammad bin al-‘Alȃ’

5 Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.31, h.438-

439.

Page 64: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

51

d. Pendapat ulama:

a) ‘Alȋ bin al-Husain bin al-Junaid al-Rȃzȋ: dari Muhammad bin

‘Abdillȃh bin Numair: Lȃ ba‟sa bih.

b) Abȗ Hȃtim: syaikh yang tidak ingkar di dalam haditsnya,

meriwayatkan hadits-hadits gharȋb dari ‘Ubaidah bin al-Aswad

c) Al-Dȃruqutnȋ: Sȃlih yuʻtabar bih.

d) Ibn Hibbȃn: Rubbamȃ Khȃlif.

4. ‘Ubaidah bin al-Aswad6

a. Nama Lengkapny: ‘Ubaidah bin al-Aswad bin Saʻȋd al-Hamadanȋ al-

Kȗfȋ.

b. Guru-gurunya:

Saʻȋd bin Abȋ ‘Urbah, al-Qȃsim bin al-Walȋd al-Hamadanȋ, Majȃlid

bin Saʻȋd, Abȗ Ishȃq al-Hamadanȋ.

c. Murid-muridnya:

Salmah bin Hafs, ‘Abdullȃh bin ‘Umar bin Abbȃn al-Ja’fȋ, ‘Abdullȃh

bin Muhammad bin Sȃlim al-Maflȗjȋ, ‘Usmȃn bin Abȋ Syaibah.

d. Pendapat Ulama:

a) Abȗ Hȃtim: Mȃ bihadȋtsihi ba‟sun.

b) Ibnu Hibban: Tsiqah

5. Qȃsim bin al-Walȋd7

a. Nama lengkapnya: al- Qȃsim bin al-Walȋd al-Hamadanȋ, wafat pada

(w. 141 H).

b. Guru-gurunya:

6 Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.19, h.272.

7 Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz. 23, h.456-

458.

Page 65: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

52

Ja’far bin Muhammad bin ‘Alȋ bin Husain, al-Hȃrits Ibn Fadȋl, al-Hȃris

al-‘Akȋlȋ, al-Harr bin al-Sabah, Husayyin bin ‘Abd al-Rahmȃn, Zubaid

bin al-Harits al-Yȃmȋ, al-Minhȃl bin ‘Amr.

c. Murid-muridnya:

Asbȃt bin Muhammad al-Qurasyȋ, Abȗ Waqȋʻ al-Jarh bin Malȋh al-

Ruȃsȋ, Husain bin ‘Alȋ al-Ja’farȋ, Hamzah bin Habȋb al-Ziyȃt,

Sulaimȃn bin al-Hakam bin ‘Awȃnah al-Kalabȋ, ‘Ubaidah bin al-

Aswad, ‘Utsmȃn bin Zȃidah.

d. Pendapat Ulama:

a) Ishȃq bin Mansȗr: dari Yahyȃ bin Maʻȋn: Tsiqah.

b) Al-‘Ajlȋ: Tsiqah.

c) Ibnu Hibbȃn: Yakhta‟u wa yukhȃlif.

6. Al-Minhȃl bin ‘Amr8

a. Nama lengkapnya: Al-Minhȃl bin ‘Amr al-Asadȋ

b. Guru-gurunya:

Anas bin Mȃlik, Zȃdzȃn al-Kindȋ, Saʻȋd bin Jubair, Suwaid bin

Ghaflah, Amȋr bin Sa’d bin Abȋ Waqqas, ‘Ibȃd Ibn ‘Abdullȃh al-

Asadȋ, ‘Abdullȃh bin al-Harȋts al-Basrȋ, ‘Abd al-Rahmȃn bin Abȋ

Lailȃ, ‘Alȋ bin Rabȋʻah al-Wȃlabȋ, Muhammad bin ‘Alȋ Ibn Hanafiyah.

c. Murid-muridnya:

Ayȗb Abȗ al-Muʻalȃ al-Kȗfȋ, Al-Hajjȃj bin Artah, Al-Hasan bin al-

Zubair, Husain bin ‘Abd al-Rahmȃn, Rabȋah bin ‘Utbah al-Kinȃnȋ.

d. Pendapat ulama:

8 Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.28, h.568-

570.

Page 66: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

53

a) Ibrȃhȋm bin Ya’qȗb: Sai‟u al-Madzhȃb, Waqad Jarȋ Hadȋtsuhȗ.

b) Al-‘Ajulȋ: Tsiqah.

c) Al-Dȃruqutnȋ: Sudȗq.

d) Ibnu Hibban: Tsiqah

7. Saʻȋd bin Jubair9

a. Nama lengkapnya: Saʻȋd bin Jabȋr bin Hisyȃm al-Asadȋ al-Wȃlabȋ,

maulȃhum, Abȗ Muhammad, Abȗ ‘Abdullȃh al-Kȗfȋ. Beliau wafat

pada usia 49 tahun bulan Syaʻbȃn (w. 95 H).

b. Guru-gurunya:

Anas bin Mȃlik, al-Dahȃk bin Qais al-Fahrȋ, ‘Abdullȃh bin al-Zabȋr,

‘Abdullȃh bin ‘Abbȃs, ‘Abdullȃh bin ‘Umar bin al-Khattȃb,

‘Abdullȃh bin Mughfal, ‘Adȋ bin Hȃtim, ‘Amr bin Maimȗn al-Awadȋ,

Abȋ Saʻȋd al-Khudrȋ, Abȋ ‘Abd al-Rahmȃn al-Salamȋ, Abȋ Masʻȗd al-

Ansarȋ, Abȋ Mȗsȃ al-Asyʻȃrȋ, Abȗ Hurairah, ‘Aisyah.

c. Murid-muridnya:

Ȃdam bin Sulaimȃn anak dari Yahyȃ bin Ȃdam, Aslam al-Munqarȋ,

Asy’at bin Abȋ al-Syuʻtȃ’i, Ayȗb al-Sukhtayȃnȋ, Bakȋr bin Syihȃb,

Tsȃbit bin ‘Ujlȃn, Abȗ al-Muqdȃm Tsȃbit bin Hurmaz al-Haddȃd,

Jaʻfar bin Abȋ al-Mughȋrȃh, Abȗ Bisyr Jaʻfar bin Abȋ wahsyiyah,

Habȋb bin Abȋ Tsȃbit, Habȋb bin Abȋ ‘Amrah, Hasȃn bin Abȋ al-

Asyras, Hasȋn bin ‘Abd al-Rahmȃn, al-Hakam bin ‘Utaibah, Hamȃd

bin Abȋ Sulaimȃn, Hunzalah bin Abȋ Hamzah, Khushaif bin ‘Abd al-

Rahmȃn al-Juzȃrȋ.

9 Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.10, h.358-

371.

Page 67: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

54

d. Pendapat ulama:

Abȗ al-Qȃsim Hibatullȃh bin al-Hasan al-Tabȃrȋ: Tsiqah.

8. Ibnu ‘Abbȃs10

a. Nama lengkap: ‘Abdullȃh bin ‘Abbȃs bin ‘Abd al-Mutallib al-Qurȃsyi

al-Hȃsyimȋ, Abȗ al-‘Abbȃs al-Madȃnȋ, Ibn ‘Ammi Rasulullah saw (w.

68 H).

b. Guru-gurunya:

Nabi saw, Abȋ Bakr al-Siddȋq, ‘Alȋ bin Abȋ Tȃlib, Abȋ Dzȃr al-Ghifȃrȋ,

Muʻawwiyah bin Abȋ Sufyȃn, ‘Utsmȃn bin ‘Affȃn, ‘Umar bin al-

Khattȃb, Ka’ab bin al-Ahbar.

c. Murid-muridnya:

‘Ikrȋmah bin Khȃlid al-Makhzȗmȋ, ‘Ikrȋmah Maulȃ ibn ‘Abbȃs,

‘Alqȃmah bin Wȃqas al-Laitsȋ, ‘Alȋ bin al-Husain bin ‘Alȋ bin Abȋ

Tȃlib, ‘Ubaid bin al-Sabȃq.

d. Pendapat ulama:

Ibnu ‘Abbȃs adalah seorang sahabat dan sudah tidak diragukan lagi

keadilannya.

Penilaian hadits

Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadits yang diriwayatkan

oleh Ibnu Mȃjah, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak ada yang

dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah.

Ibnu Mȃjah (w. 273 H), menerima hadits dari Muhammad bin ‘Umar bin

Hayyȃj (w. 255 H) dengan redaksi hadits Haddatsanȃ dan dapat dipercaya

10

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.15, h.154-

162.

Page 68: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

55

kebenarannya, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan pernah saling

bertemu karena pada masa hidup dan wafat mereka masih berdekatan, sehingga

sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Muhammad bin ‘Umar bin Hayyȃj (w. 255 H) adalah seorang tsiqah.

Beliau menerima riwayat hadits dari Yahyȃ bin Abd al-Rahmȃn al-Arhabȋ dengan

menggunakan redaksi hadits haddatsanȃ, kata tersebut menyatakan adanya proses

al-Samʻu. Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka pernah

bertemu. Sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Yahyȃ bin ‘Abd al-Rahmȃn al-Arhabȋ menyatakan bahwa dia menerima

riwayat hadits dari ‘Ubaidah bin al-Aswad dengan redaksi hadits haddatsanȃ.

Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan mereka juga pernah

bertemu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sanadnya bersambung dan dapat

diterima.

‘Ubaidah bin al-Aswad adalah orang yang tsiqah. Pernyataan ‘Ubaidah

bahwa dia menerima riwayat hadits dari Qȃsim bin al-Walȋd, meskipun ia

menggunakan redaksi hadits ʻan dalam periwayatan itu, tidak merubah penilaian

positif (ta‟dil) para ulama bahwa sanad dari keduanya bersambung dan dapat

diterima.

Qȃsim bin al-Walȋd (w.141 H) adalah orang yang tsiqah. Ia menerima

riwayat hadits dari Al-Minhȃl bin ‘Amr dengan menggunakan redaksi hadits ʻan

dalam periwayatan itu. Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkiankan

mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Al-Minhȃl bin ‘Amr menerima riwayat hadits dari Saʻȋd bin Jabȋr (w. 95

H) dengan redaksi ʻan dalam periwayatannya. Para ulama menilai positif (ta‟dil)

Page 69: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

56

dan dimungkiankan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan

dapat diterima.

Saʻȋd bin Jabȋr (w. 95 H) menerima riwayat hadits dari Ibnu ‘Abbȃs (w. 68

H) dengan menggunakan redaksi ʻan dalam periwayatan itu. Para ulama menilai

positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya

bersambung dan dapat diterima.

Ibnu ‘Abbȃs (w. 68 H) menerima hadits dari Rasulullah menggunakan

redaksi ʻan Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka pernah

bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama diatas, sanad yang diteliti

semuanya bersambung, tsiqah, tidak syadz dan tidak„illat, tidak ada ulama hadits

yang mencelanya, sehingga penulis menyimpulkan bahwa sanad hadits yang

diriwayatkan oleh Ibnu Mȃjah berkualitas Sahȋh. Oleh karena itu, kualitas hadits

diatas dilihat dari segi sanadnya adalah Sahȋh.

Hadits ke-2

حى أخبسا ، أبى حدثا: لاي دزسج، ب ع حى حدثا: لاي إس وثس، أب ب ت، أبا أ س

حدثه ، عبد أ : لاي الل زسىي دخ ه الله صى الل ع : »فماي حجسح، وس أه أخبس أ

حمى ا ، فل : »لاي بى،: لاي ،«اهاز وحصى حفع ، ول وأفطس، وص ه فإ ع

ه حما، ع ه جسدن وإ حما، ع ه صوجخه وإ حما، ع فه وإ ه ض حما، ع وإ

ه صدمه عسى وإه حما، ع س، به طىي أ حسبه وإه ع أ حصى ثلثا، شهس و

ه فر حست وه، ادهس صا ها بعشس وا ثا ج ،«أ ة، أجد إ: ل د فشددث، لى ، فشد : لاي ع

Page 70: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

57

ص » عت و ثلثت ج ج ،«أا أوثس أطك إ: ل ه، د فشددث، ذ ، فشد : لاي ع

ص » صى ب ه داود الل ع ج ،«اسل ا: ل و وا «ادهس صف : »لاي داود، صى

Jalur al-Nasȃ’ȋ

1. Al-Nasȃʻȋ

a. Nama legkapnya: Abȗ ‘Abd al-Rahmȃn Ahmad bin Syuʻaib bin ‘Alȋ

bin Sinan bin Bahr al-Khurasanȋ al-Qadi al-Nasȃ’ȋ. (w. 303 H)

b. Guru-gurunya:

Muhammad bin Khȃlid, Jaʻfar bin Muhammad,

2. Yahyȃ bin Durusta11

a. Nama lengkapnya: Yahyȃ bin Durusta bin Ziyȃd al-Qurasyȋ al-

Hȃsyimȋ, dikatakan al-Bukrȃwȋ, Abȗ Zakariyȃ al-Basrȋ.

b. Guru-gurunya:

Abȋ Ismȃʻȋl Ibrȃhȋm bin ‘Abd al-Malik al-Qannȃd, Hammȃd bin

Zaid, ‘Alȋ bin al-Rabȋʻ.

c. Murid-muridnya:

Al-Tirmidzȋ, al-Nasȃ’ȋ, Ibn Mȃjah, Ibrȃhȋm bin al-Husain bin Ibrȃhȋm

bin Qais al-Saffȃr al-Basrȋ, Ibrȃhȋm bin Muhammad Ibn al-Hȃrits bin

Nȃilah, Ibrȃhȋm bin Muhammad bin al-Hasan bin Matwiyah.

d. Pendapat ulama:

Al-Nasȃ’ȋ: Tsiqah.12

3. Abȗ Ismȃʻȋl13

a. Nama lengkapnya:

11

Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf, Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal, Juz.31, h.296-

297. 12

Tahdzib al-Tahdzib, Juz 11, h.206 13

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz. 2, h.140.

Page 71: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

58

Ibrȃhȋm bin ‘Abd al-Malik al-Basrȋ

b. Guru-gurunya:

Qatȃdah bin Daʻȃmah, Yahyȃ bin Abȋ Katsȋr

c. Murid-muridnya

Ishȃq bin Abȋ Isrȃ’ȋl, Abȗ ‘Umar Hafs bin Hafs al-Haudȋ, ‘Abd al-

Samad bin ‘Abd al-Wȃrits, Abȗ Kȃmil Fudail bin Husain al-Jahdarȋ,

Muhammad bin Sulaimȃn Luwain, Yahyȃ bin Durusta Ziyȃd.

d. Pendapat ulama:

a) Al-Nasȃ’ȋ: Lȃ ba‟sa bihi.

b) Abȗ Jaʻfar al-‘Uqailȋ: Yahummu fȋ al-hadȋts

4. Yahyȃ bin Abȋ Katsȋr14

a. Nama lengkapnya: Yahyȃ bin Abȋ Katsȋr al-Tȃ’ȋ (w. 129 H).

b. Guru-gurunya:

Ibrȃhȋm bin ‘Abdullȃh bin Qȃrid, Ishȃq bin ‘Abdullȃh bin Abȋ Talhah,

Anas bin Mȃlik, Wabȃb bin ‘Umair al-Hanaffȋ, Abȗ Salamah bin

‘Abd al-Rahmȃn bin ‘Auf.

c. Murid-muridnya:

Abȃn bin Basyȋr al-Muaʻallim, Abȃn bin Yazȋd al-‘Attȃr, Ayyȗb bin

‘Utbah Qȃdȋ al-Yamȃmah, Ayyȗb bin al-Najjȃr, Ayyȗb al-Sakhtayȃnȋ,

Jarȋr bin Hȃzim, Jahdam bin ‘Abdullȃh bin Abȋ al-Tufail al-Yamȃmȋ,

Harb bin Syidȃd.

d. Pendapat ulama:

a) Al-‘Ijlȋ: Tsiqah.

14

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.31, h.504-

510.

Page 72: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

59

b) Abȗ Hȃtim: Tsiqah.

c) Ibn Hibbȃn: Tsiqah.

5. Abȗ Salamah15

a. Nama lengkapnya: Abȗ Salamah bin ‘Abd al-Rahmȃn bin ‘Auf al-

Qurasyi al-Zuhriy al-Madanȋ. Beliau wafat pada usia 72 (w. 104 H).

b. Guru-gurunya:

Usȃmah bin Zaid, Anas bin Mȃlik, Basyr bin Saʻȋd, Tsaubȃn pembantu

Nabi saw, Jȃbir bin ‘Abdullȃh al-Ansȃrȋ, Jaʻfar bin ‘Amr bin Umayyah

al-Damirȋ, Hasȃn bin Tsȃbit al-Ansarȋ, Zaid bin Tsȃbit, ‘Abdullȃh bin

‘Abbȃs, ‘Abdullȃh bin ‘Amr bin al-‘ȃs, ‘Abdullȃh bin ‘Umar bin al-

Khattȃb.

c. Murid-muridnya:

Ismȃʻȋl bin Umayyah, Aswad bin al-ʻala’ bin Jȃriyah al-Tsaqafȋ, Bakȋr

bin ‘Abdullȃh bin al-Asyaj, Tamȃmah bin Kalȃb, Jaʻfar bin Rabiʻah,

al-Jallah Abȗ Katsȋr, Hȃrits bin ‘Abd al-Rahmȃn al-Qurasyȋ.

d. Pendapat ulama:

a) Muhammad bin Saʻad: Tsiqah.

b) Abu Zurʻah: Tsiqah.

6. ‘Abdullah16

a. Nama lengkapnya: ‘Abdullȃh bin ‘Amr bin al-ʻȃs bin Wȃil bin Hȃsyim

bin Saʻȋd bin Saʻd bin Sahm bin ‘Amr bin Husais bin Ka’b bin Lu’y

15

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.33, h.370-

376. 16

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.15, h.357-

362.

Page 73: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

60

bin Ghȃlib al-Qurasyȋ, Abu Muhammad. Beliau meninggal pada usia

72 tahun bertepatan pada bulan Dzulhijjah (w. 63 H).

b. Guru-gurunya:

Nabi saw, Sarȃqah bin Mȃlik bin Juʻsyam, ‘abd al-Rahmȃn bin ‘Auf,

‘Umar bin al-Khattȃb.

c. Murid-muridnya:

Ibrȃhȋm bin Muhammad bin Talhah bin ‘Ubaidillȃh, Abȗ Imȃmah

Asʻad bin Sahl bin Hanȋf, Anas bin Mȃlik, Bakr bin Sawȃdah al-

Jadzȃmȋ, al-Hasan bin Abȋ al-Hasan al-Basrȋ, Khȃlid bin al-Huwairits

al-Makhzȗmȋ, Hanzalah bin Khuwailid, Janȃdah bin Aȋ Umayyah.

Penilaian hadits

Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadits yang diriwayatkan

oleh Al-Nasȃ’ȋ, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak ada yang

dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah.

Al-Nasȃ’ȋ (w. 303 H), menerima hadits dari Yahyȃ bin Durusta dengan

redaksi hadits akhbarnȃ dan dapat dipercaya kebenarannya, para ulama menilai

positif (ta‟dil) dan dimungkinkan pernah saling bertemu karena pada masa hidup

dan wafat mereka masih berdekatan, sehingga sanadnya bersambung dan dapat

diterima.

Muhammad bin Yahyȃ bin Durusta adalah seorang tsiqah. Beliau

menerima riwayat hadits dari Abȗ Ismȃʻȋl dengan menggunakan redaksi hadits

haddatsanȃ, kata tersebut menyatakan adanya proses al-Samʻu. Para ulama

menilai positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka pernah bertemu. Sehingga

sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Page 74: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

61

Abȗ Ismȃʻȋl menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadits dari Yahyȃ

bin Abȋ Katsȋr dengan redaksi hadits haddatsanȃ. Para ulama menilai positif

(ta‟dil) dan dimungkinkan mereka juga pernah bertemu. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Yahyȃ bin Abȋ Katsȋr (w. 129 H) adalah orang yang tsiqah. Pernyataan

‘Ubaidah bahwa dia menerima riwayat hadits dari Abȗ Salamah (w. 104 H),

meskipun ia menggunakan redaksi hadits anna dalam periwayatan itu, tidak

merubah penilaian positif (ta‟dil) para ulama bahwa sanad dari keduanya

bersambung dan dapat diterima.

Abȗ Salamah (w. 104 H) adalah orang yang tsiqah. Ia menerima riwayat

hadits dari ‘Abdullah (w. 63 H) dengan menggunakan redaksi hadits haddatsahȗ

dalam periwayatan itu. Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkiankan

mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.

‘Abdullah (w. 63 H) menerima hadits dari Rasulullah menggunakan

redaksi ʻan Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka pernah

bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama diatas, sanad yang diteliti

semuanya bersambung, tsiqah, tidak syadz dan tidak„illat, sehingga penulis

menyimpulkan bahwa sanad hadits yang diriwayatkan oleh Al-Nasȃ’ȋ berkualitas

Sahȋh. Oleh karena itu, kualitas hadits diatas dilihat dari segi sanadnya adalah

Sahȋh.

Hadits ke-3

د حدثا سى عبد أخبسا: لاي صس ب الل بازن، ب ا شوسا ع شائدة، أب ب د ع ح

عبد ب ح اس سعد ب شزازة، ب ع وعب اب ه ب ا صازي، ال لاي : لاي أبه، ع

Page 75: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

62

زسىي صى الل ه الل ع ا» :وس ذئبا ف أزسل جائعا ها بأفسد غ سء حسص ا

اي عى «ده واشسف ا

Jalur Tirmidzȋ

1. Imam al-Tirmȋdzȋ17

a. Nama lengkapnya: Muhammad bin ‘Ȋsȃ bin Saurah bin Mȗsȃ bin al-

Dahhȃk, Muhammad bin ‘Ȋsȃ bin Yazȋd bin Saurah bin al-Sakan al-

Sulȃmȋ, Abȗ ‘Ȋsȃ al-Darȋr al-Hafȋz. Wafat di Tirmiz pada bulan Rajab

(w. 279 H).

b. Guru-gurunya:

Qutaibah, Hannȃd, Mahmȗd bin Ghaylȃn, Muhammad bin Basyȃr,

Sufyȃn bin Waqȋʻ, Suwaid bin Nasr.

c. Murid-muridnya:

Abȗ Bakr Ahmad bin Ismȃʻȋl bin ‘Ȃmir al-Samarqandȋ, Abȗ Hamȋd

bin ‘Abdillȃh bin Dȃwud al-Marwazȋ al-Tȃjir, Ahmad bin Yȗsuf al-

Nasafȋ dan Mahmȗd bin ‘Anbar al-Nasafȋ.

d. Pandangan ulama:

a) Al-Dzahabȋ: Al-Hafidz

b) Ibn Hȃjar: Ahad al-Aimmah

2. Suwaid bin Nasr18

a. Nama lengkapnya: Suwaid bin Nasr bin Suwaid al-Marȗzȋ (w. 240

H)19

17

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.26, h.250-

252. 18

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz. 12, h. 272-

274. 19

Menurut al-Bukhȃrȋ dalam kitab Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal, Juz. 12, h. 274

Page 76: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

63

b. Guru-gurunya:

Sufyȃn bin ‘Uyainah al-Makȋ, ‘Abdullȃh bin al-Mubȃrak, ‘Abd al-

Kabȋr bin Dȋnȃr al-Sȃigh, ‘Alȋ bin al-Husain bin Wȃqad, Abȋ ‘Asmah

Nȗh bin Abȋ Maryam al-Marȗzȋ.

c. Murid-muridnya:

Al-Tirmidzȋ, al-Nasȃʻȋ, Abȗ Ishȃq Ibrȃhȋm bin Sulaimȃn al-Khawwȃs,

Ahmad bin Jaʻfar al-Marȗzȋ, Abȗ Wahab Ahmad bin Rȃfȋʻ, Rȃqa

Suwaid bin Nasr, Abȗ Bakr Ahmad bin Muhammad bin ‘Ȃsim bin

Yazȋd bin Muslim al-Rȃzȋ, Abȗ Bakr Ahmad bin Muhammad bin

‘Anbas bin Laqȋt al-Dabbȋ al-Marȗzȋ.

d. Pendapat ulama:

a) Al-Nasȃ’ȋ: Tsiqah.

b) Ibnu Hibban: Tsiqah.

3. ‘Abdullȃh bin al-Mubȃrak20

a. Nama lengkapnya: ‘Abdullȃh bin al-Mubȃrak bin Wȃdȋkh al-Handalȋ,

Maulȃhum: Abȗ ‘Abd al-Rahmȃn al-Marwazȋ. (w. 130 H)

b. Guru-gurunya:

Abȃn bin Taghlib, Abȃn bin ‘Abdullȃh al-Bijalȋ, Abȃn bin Yazȋd al-

‘Atȃr, Ibrȃhȋm bin Saʻd, Ibrȃhȋm bin Tahmȃn, Ibrȃhȋm bin Abȋ

‘Ubalah, Ibrȃhȋm bin ‘Uqbah, Abȋ Ishȃq Ibrȃhȋm bin Muhammad bin

al-Farȃzȋ, Zakariyȃ bin Abȋ Zȃidah.

c. Murid-muridnya:

20

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.16, h.5-20.

Page 77: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

64

Abȗ Ishȃq Ibrȃhȋm bin Ishȃq bin ‘Ȋsȃ al-Tȃliqȃnȋ, Ibrȃhȋm bin Syamȃs

al-Samarqandȋ, Ibrȃhȋm bin ‘Abdullȃh al-Halȃl, Abȗ Ishȃq Ibrȃhȋm bin

Muhammad al-Fazȃrȋ, Baqȋh bin al-Walȋd, Ismȃʻȋl bin Abȃn al-Warȃq.

d. Pendapat ulama:

a) Ahmad bin Hanbal: Kȃna Rajulan Sahibu Hadȋts.

b) Abȗ Hȃtim al-Rȃzȋ: Kȃna Faqȋhan ʻȂliman ʻȂbidan Zȃhidan

Sakhiyyan Syajȃʻan Syȃʻiran.

4. Zakȃriyȃ bin Abȋ Zȃidah

a. Nama lengkapnya: Zakȃriyȃ bin Abȋ Zȃidah, Khȃlid bin Maimȗn bin

Fairȗz, menurut Bahsyal namanya Hubairah, al-Hamadȃnȋ, al-wȃdiʻȋ,

Abȗ Yahyȃ al-Kȗfȋ. (w. 147 H)

b. Guru-gurunya:

Khȃlid bin Salamah, Saʻd bin Ibrȃhȋm, Saʻȋd bin Abȋ Burdah bin Abȋ

Mȗsȃ, Saʻȋd bin ‘Amr bin Asywa’, Simȃk bin Harb, Sȃlih, bin Abȋ

Sȃlih al-Asadȋ, ‘Amȋr al-Syuʻȃbȋ, Muhammad bin ‘Abd al-Rahmȃn

bin Saʻd bin Zurȃrah, Musʻab bin Syaibah.

c. Murid-muridnya:

Asbȃt bin Muhammad al-Qurasyȋ, Ishȃq bin Yȗsuf al-Azrȃq, Hasan

bin Habȋb bin Nudbah, Abu Usȃmah Hamȃd bin Usȃmah, Saʻȋd bin

Yahyȃ al-Lukhamȋ, Sufyȃn al-Tsaurȋ, Sufyȃn bin ‘Uyainah, ‘Abdullȃh

bin al-Mubȃrak, ‘Abdullȃh bin Namȋr, ‘Abd al-Rahȋm bin Sulaimȃn.

d. Pendapat ulama:

a) Al-Nasȃ’ȋ: Tsiqah

b) ‘Abdullȃh bin Ahmad bin Hanbal: Tsiqahu Hulwa al-Hadits

Page 78: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

65

c) Ahmad bin ‘Abdullȃh al-‘Ajalȋ: Kaana Tsiqaahu illaa anna

Samaa‟ah.

5. Muhammad bin ‘Abd al-Rahmȃn bin Saʻd bin Zurȃrah21

a. Nama lengkapnya: Muhammad bin ‘Abd al-Rahmȃn bin Saʻd bin

Zurȃrah al-Ansȃrȋ al-Madanȋ, Ibn Akhȋ ‘Umrah bintun ‘Abd al-

Rahmȃn, yakni Muhammad Ibn ‘Abd al-Rahmȃn bin ‘Abdullȃh bin

‘Abd al-Rahmȃn bin Saʻd bin Zurȃrah. (w. 124 H).

b. Guru-gurunya:

Sȃlim ‘Abdullȃh bin ‘Umar, ‘Abdullȃh bin ‘Ȃmir bin Rubaiʻah, ‘Abd

al-Rahmȃn bin Hurmaz al-Aʻraj, ‘Amr bin Syurahbȋl, Yahyȃ bin Asʻad

bin Zurȃrah, Ibnu Kaʻab bin Mȃlik.

c. Murid-muridnya:

Usamȃh bin Zaid al-Laitsȋ, Zakariyȃ bin Abȋ Zȃidah, Sufyȃn bin

‘Uyainah, Suhail bin Abȋ Sȃlih, Syu’bah bin al-Hajȃj, Abȗ Uwais

‘Abdullȃh bin ‘Abdullȃh al-Madanȋ, ‘Ubaidullȃh ‘Abd al-Rahmȃn bin

Mȗhib, ‘Umȃrah bin Ghuzyah, Muhammad bin ‘Abd al-Rahmȃn bin

Abȋ Lailȃ.

d. Pendapat ulama:

a) Muhammad bin Saʻad: Tsiqah.

b) Al-Nasȃ’ȋ: Tsiqah.

c) Ibn Hibbȃn: Tsiqah.

6. Ibn Ka’b bin Mȃlik al-Ansarȋ22

21

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.25, h.609-

611. 22

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.15, h.473-

476.

Page 79: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

66

a. Nama lengkapnya: ‘Abdullȃh bin Kaʻb bin Mȃlik al-Ansȃrȋ al-Salamȋ

al-Madanȋ, Saudara ‘Abd al-Rahmȃn, ‘Ubaidillȃh, Muhammad,

Muʻbad banȋ Kaʻb bin Mȃlik. (w. 97/98 H).

b. Guru-gurunya:

Jȃbir bin ‘Abdullȃh, Salamah bin al-Akwaʻ, ‘Abdullȃh bin Anȋs al-

Juhanȋ, ‘Abdullȃh bin ‘Abbȃs, ‘Utsmȃn bin ‘Affȃn, Abȋhi Kaʻb bin

Mȃlik, Abȋ Umȃmah bin Tsuʻlabah al-Bulawȋ, Abȋ Ayȗb al-Ansȃrȋ,

Abȋ Lubȃbah bin ‘Abd al-Mundzȋr.

c. Murid-muridnya:

Saʻd bin Ibrȃhȋm, Tȃriq bin ‘Abd al-Rahmȃn al-Qurasyȋ, ‘Abdullȃh bin

Abȋ Umȃmah bin Tsuʻlabah al-Bulawȋ, ‘Abd al-Rahmȃn bin Saʻd al-

Madanȋ.

d. Pendapat ulama:

a) Abȗ al-Zubair al-Makȋ: Lam yasmuh.

b) Abȗ Zurʻah: Tsiqah.

c) Muhammad bin Saʻad: Tsiqah.

7. Abȋhi23

a. Nama lengkapnya: Kaʻb bin Mȃlik bin Abȋ Kaʻb, ‘Amr Ibn al-Qayyin

bin Kaʻb bin Suwȃd bin Ghunam bin Kaʻb bin Salamah al-Ansȃrȋ al-

Salamȋ. Beliau wafat pada usia 77 (w. 50 H).

b. Guru-gurunya:

Nabi Saw, Usaid bin Hudair.

c. Murid-muridnya:

23

Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj Yȗsuf, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijȃl, Juz.24, h.193-

196.

Page 80: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

67

Jȃbir bin ‘Abdullȃh, ‘Abdullȃh bin ‘Abbȃs, anak-anaknya: ‘Abdullȃh

bin Kaʻb bin Mȃlik, ‘Abd al-Rahmȃn bin ‘Abdullȃh bin Kaʻb bin

Mȃlik, ‘Abd al-Rahmȃn bin Kaʻb bin Mȃlik,’Ubaidillȃh bin Kaʻb bin

Mȃlik, ‘Alȋ bin Abȋ Talhah, Abȗ Jaʻfar Muhammad bin ‘Alȋ bin al-

Husain.

d. Pendapat ulama:

Kaʻb bin Mȃlik bin Abȋ Kaʻb adalah seorang sahabat dan sudah tidak

diragukan lagi keadilannya.

Penilaian hadits

Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadits yang diriwayatkan

oleh al-Tirmidzȋ, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak ada yang

dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah.

Al-Tirmidzȋ (w. 279 H), menerima hadits dari Suwaid bin Nasr (w. 240 H)

dengan redaksi hadits Haddatsanȃ dan dapat dipercaya kebenarannya, para ulama

menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan pernah saling bertemu karena pada

masa hidup dan wafat mereka masih berdekatan, sehingga sanadnya bersambung

dan dapat diterima.

Suwaid bin Nasr (w. 240 H) adalah seorang tsiqah. Beliau menerima

riwayat hadits dari ‘Abdullȃh bin al-Mubȃrak (w. 181 H) dengan menggunakan

redaksi hadits akhbarnȃ. Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan

mereka pernah bertemu. sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.

‘Abdullȃh bin al-Mubȃrak (w. 181 H) menyatakan bahwa dia menerima

riwayat hadits dari Zakariyȃ bin Abȋ Zȃidah (w. 147 H) dengan redaksi hadits „an

Page 81: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

68

„anah. Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan mereka juga pernah

bertemu. Sehingga dapat disimpulkan sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Zakariyȃ bin Abȋ Zȃidah (w. 147 H) adalah orang yang tsiqah. Pernyataan

bahwa dia menerima riwayat hadits dari Muhammad bin ‘Abd al-Rahmȃn bin

Saʻd bin Zurȃrah (w. 124 H), meskipun ia menggunakan redaksi hadits ʻan „anah

dalam periwayatan itu, tidak merubah penilaian positif (ta‟dil) para ulama bahwa

sanad dari keduanya bersambung dan dapat diterima.

Muhammad bin ‘Abd al-Rahmȃn bin Saʻd bin Zurȃrah (w. 124 H). Ia

menerima riwayat hadits dari Ibn Ka’b bin Mȃlik al-Ansarȋ (w. 98 H) dengan

menggunakan redaksi hadits ʻan „anah dalam periwayatan itu. Para ulama menilai

positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya

bersambung dan dapat diterima.

Ibn Ka’ab bin Mȃlik al-Ansarȋ (w. 98 H) menerima riwayat hadits dari

Abȋhi, Kaʻb bin Mȃlik bin Abȋ Kaʻb (w. 50 H) dengan redaksi ʻan „anah dalam

periwayatannya. Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka

pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Kaʻb bin Mȃlik bin Abȋ Kaʻb (w. 50 H) menerima hadits dari Rasulullah

saw. Para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkiankan mereka pernah

bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.

Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama diatas, sanad yang diteliti

semuanya bersambung, tsiqah, tidak syadz dan tidak„illat, sehingga penulis

menyimpulkan bahwa sanad hadits yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzȋ

berkualitas Sahȋh. Oleh karena itu, kualitas hadits diatas dilihat dari segi sanadnya

adalah Sahȋh.

Page 82: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

69

B. Kegiatan Kritik Matan Hadits

Beberapa kriteria diterimanya matan hadits menurut Al-Khȃtȋb al-

Baghdȃdȋ (w. 463 H) tentang kriteria matan hadits yang dapat diterima adalah

sebagai berikut:24

1. Tidak bertentangan dengan akal sehat

2. Tidak bertentangan dengan dengan hukum al-Quran yang muhkam

3. Tidak bertentangan dengan hadits mutawatir

4. Tidak bertentangan dengan amalan ulama salaf

5. Tidak bertentangan dengan dalil qatʻȋ

6. Tidak bertentangan dengan hadits ahad yang ke-sahȋh-annya lebih kuat

Ibnu Jauzi (w. 459 H) mengatakan ada dua kriteria ke-sahih-an hadits,

yaitu jika satu matan hadits tidak bertentangan dengan dengan akal sehat, dan

tidak bertentangan dengan pokok-pokok kaidah agama maka sudah dapat dinilai

sahȋh.25

Menurut uraian Bustamin dan M. Isa. H. A. Salam kriterianya adalah

melalui pendekatan bahasa dan sejarah.26

Syuhudi Ismail menyebutkan metodologi dalam melakukan penelitian

matan adalah:27

1. Analisis melalui kualitas sanad hadits

2. Analisis melalui susunan matan yang semakna

24

Abȗ Bakar Ahmad Ibnu ‘Alȋ Tsȃbit al-Khȃtȋb al-Baghdȃdȋ, al-Kifȃyah fȋ „Ilmi al-

Riwȃyah (Mesir: Matba’ah al-Sa’adah, 1972), h. 206-207. 25

‘Abd al-Rahmȃn Ibnu Jauzȋ, al-maudȗʻat (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadȋdah, 1983), h. 25. 26

Bustamin, M. Isa. H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadits (Jakarta: PT. Rajat Grapindo

Persada), h. 76.

`27

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang,

2002), h. 121-122.

Page 83: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

70

3. Analisis melalui kandungan matan.

Dari ketiga langkah diatas mempunyai relevansi dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis, karena langkah tersebut merupakan langkah yang sering

sekali digunakan oleh ulama-ulama penentuan kualitas sebuah hadits.

Hadits pertama

1. Meneliti Matan Melalui Kualitas Sanad Hadits

Dari hasil penelitaian sanad yang sudah diteliti, bahwa hadits yang

diriwayatkan oleh Ibnu Mȃjah mempunyai kualitas Tsiqah. Dengan demikian,

informasi yang diberikan bahwa sanad hadits tersebut sudah memenuhi salah satu

kriteria ke-sahȋh-an suatu sanad hadits. Adapun kriterinya adalah sanadnya harus

Tsiqah, yakni „Adil dan Dabit.

2. Meneliti Matan Melalui Susunan Lafadz Matan Hadits yang Semakna

Tidak ada perbedaan lafadz pada matan Ibnu Mȃjah, karena tidak ada

hadits dari perawi mana pun yang meriwayatkan hadits ini, hanya dalam kitab

Sunan Ibnu Mȃjah saja.

Matan hadits ini menjelaskan tentang tiga golongan yang tidak akan

diterima dan diangkat shalatnya, penulis tidak menemukan perbedaan lafaz

dengan perawi hadits lain, maka hadits ini adalah Ahad, karena matan hadits

hanya diriwayatkan satu perawi saja.

3. Meneliti Matan Melalui Kandungan Matan

Hadits ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran dan juga tidak

bertentangan dengan hadits yang lebih kuat, penulis berpendapat bahwa hadits

Page 84: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

71

tersebut menjelaskan tentang larangan memutus silaturahim, karena terputusnya

silaturahim dapat menyebabkan kebencian antar sesama, sehingga mengakibatkan

tidak diterimanya shalat seseorang yang saling bermusuhan diantara dua saudara.

Allah berfirman dalam surat Muhammad ayat 22:

فه خ عس إ خ حى وحمطعىا الزض ف حفسدوا أ ى أزحا

“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat

kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.”

Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian matan hadits diatas, penulis

menyimpulkan bahwa hadits pertama ini bisa diterima. Hadits diatas tidak

bertentangan dengan prinsip pokok agama, yakni tidak bertentangan dengan al-

Quran maupun hadits manapun, dan tidak bertentangan dilihat dari lafadz dan

sanadnya.

Hadits Kedua

1. Meneliti Matan Melalui Kualitas Sanad Hadits

Dari hasil penelitaian sanad yang sudah diteliti, bahwa hadits yang

diriwayatkan oleh Al-Nasȃ’ȋ mempunyai kualitas Tsiqah. Dengan demikian,

informasi yang diberikan bahwa sanad hadits tersebut sudah memenuhi salah satu

kriteria ke-sahȋh-an suatu sanad hadits. Adapun kriterinya adalah sanadnya harus

Tsiqah, yakni „Adil dan Dabit.

2. Meneliti Matan Melalui Kandungan Matan

Hadits ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran dan juga tidak

bertentangan dengan hadits yang lebih kuat, penulis berpendapat bahwa hadits

Page 85: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

72

tersebut menjelaskan tentang hak-hak seorang tamu terhadap tuan rumah. Allah

berfirman dalam surat Al-Dzȃriyȃt ayat 24-27:

ف حدث أحىه ه ه ض إبس ىس ه دخىا إذ . ٱ ا فماىا ع لاي س س لى ىسو .

هۦ إى فساغ فجا ء أه بعج به ۥ . س فمس ه أل لاي إ حأوى

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu

Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan?. (Ingatlah) ketika

mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaamun". Ibrahim

menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal".

Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian

dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka.

Ibrahim lalu berkata: "Silahkan anda makan".

Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian matan hadits diatas, penulis

menyimpulkan bahwa hadits kedua ini bisa diterima. Hadits diatas tidak

bertentangan dengan prinsip pokok agama, yakni tidak bertentangan dengan al-

Quran maupun hadits manapun, dan tidak bertentangan dilihat dari lafadz dan

sanadnya.

Hadits ketiga

1. Meneliti Matan Melalui Kualitas Sanad Hadits

Dari hasil penelitaian sanad yang sudah diteliti, bahwa hadits yang

diriwayatkan oleh Al-Tirmidzȋ mempunyai kualitas Tsiqah. Dengan demikian,

informasi yang diberikan bahwa sanad hadits tersebut sudah memenuhi salah satu

kriteria ke-sahȋh-an suatu sanad hadits. Adapun kriterinya adalah sanad hadits

harus Tsiqah, yakni „Adil dan Dabit.

2. Meneliti Matan Melalui Susunan Lafadz Matan Hadits yang Semakna

Page 86: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

73

Matan hadits ini menjelaskan tentang ambisi seseorang untuk memperoleh

harta dan kemuliaan sehingga merusak agamanya, penulis tidak menemukan

perbedaan lafadz dengan perawi hadits lain, tidak ditemukan adanya perbedaan

lafadz pada matan Al-Tirmidzȋ, karena tidak ada hadits dari perawi mana pun

yang meriwayatkan hadits ini, hanya dalam kitab Sunan Al-Tirmidzȋ saja.maka

hadits ini adalah Ahad, karena matan hadits hanya diriwayatkan satu perawi saja.

3. Meneliti Matan Melalui Kandungan Matan

Hadits ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran dan juga tidak

bertentangan dengan hadits yang lebih kuat, penulis berpendapat bahwa hadits

tersebut menjelaskan tentang kerusakan pada agama seorang muslim yang

disebabkan oleh ambisi terhadap harta dan kehormatan tidak akan selamat dari

keutuhan keislamannya. Allah berfirman dalam surat al-Qasas ayat 16:

ه جعها اخسة اداز ح ر ل ا سدو عالبت فسادا ول الزض ف عى وا م خ

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak

menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan

kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa.”

Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian matan hadits diatas, penulis

menyimpulkan bahwa hadits ketiga ini bisa diterima. Hadits diatas tidak

bertentangan dengan prinsip pokok agama, yakni tidak bertentangan dengan al-

Quran maupun hadits manapun, dan tidak bertentangan dilihat dari lafadz dan

sanadnya.

Page 87: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari enam hadits yang diteliti penulis di dalam nuktah-nya Kitab al-

Tibyȃn karya M. Hasyim Asy’ari, hanya tiga hadits yang dikaji kualitas Sanad dan

Matannya, dimana ketiga hadits tersebut hanya ada di dalam kutub al-Sittah dan

tidak melibatkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhȃrȋ dan Muslim,

adapun hasil dari kajian kualitas sanad dan matan hadits dalam Kitab al-Tibyȃn

adalah sebagai berikut:

1. Sanad hadits pertama yang diriwayatkan oleh Ibnu Majȃh adalah

sahȋh, hal ini bisa dilihat karena tidak ditemukannya perawi-perawi

yang ingkar dan pendapat para ulama hadits yang menyatakan

semuanya adalah Tsiqah.

2. Sanad hadits kedua yang diriwayatkan oleh Al-Nasȃ’ȋ adalah sahȋh, hal

ini bisa dilihat karena tidak ditemukannya perawi-perawi yang ingkar

dan pendapat para ulama hadits yang menyatakan semuanya adalah

Tsiqah.

3. Sanad hadits ketiga yang diriwayatkan oleh Tirmidzȋ adalah sahȋh, hal

ini bisa dilihat karena tidak ditemukannya perawi-perawi yang ingkar

dan pendapat para ulama hadits yang menyatakan semuanya adalah

Tsiqah.

Page 88: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

75

4. Matan semua hadits, baik hadits pertama, hadits kedua dan hadits

ketiga dinilai sahȋh. Karena semua matan hadits tersebut tidak

bertentangan dengan al-Qur’an maupun hadits yang sahȋh, lafaz

ataupun sanadnya.

Namun dengan demikian, bukan berarti kesimpulan yang penulis hasilkan

adalah hasil akhir dari penelitian yang sudah dilakukan. Hal ini dimaksudkan

penulis hanya membatasi hadits- hadits terkait hanya dengan beberapa metode

saja dan masih bersifat subjektif.

B. Saran-saran

Penulis berharap agar pembaca bisa meneruskan kekurangan penelitian

skripsi ini jikalau masih ditemukan kesalahan dan kekeliruan yaitu dengan

meneliti kualitas-kualitas hadits yang lain, selain hadits-hadits yang sudah diteliti

oleh penulis.

Penulis juga berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya, dan umumnya bagi pembaca.

Page 89: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

76

DAFTAR PUSTAKA

„Abdullȃh, Ibn „Abdullȃh, Sembilan Pendekar Hadits. Bogor: Pustaka Tariqul

Izzah, 2007.

Asy‟ari, Hasyim. Al-Tibyān fī al-Nahyi ‘an Muqāṭa’at al-‘Arḥām wa al-‘Aqārib

wa al-Ikhwān. Jombang: Maktabah al-Turâts al-Islâmî, t.t.

Al-Baghdȃdȋ, Abȗ Bakar Ahmad Ibn „Alȋ Tsȃbit al-Khȃtȋb, al-Kifȃyah fȋ ‘Ilmi al-

Riwȃyah. Mesir: Matbȃʻah al-Sa‟ȃdah, 1972.

Basyȗnȋ, Abȗ Hȃjir Muhammad al-Saʻȋd bin, Mausȗʻah al-Atrȃf al-Hadȋts al-

Nabawwȋ al-Syarȋf. Beirut: Dȃr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.

Bustamin, M. Isa. H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadits. Jakarta: PT. Rajat

Grapindo Persada.

Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syekh Nawawi Al-Bantani Indonesia. Jakarta:

Sarana Utama, 1978.

Al-Dzahabȋ, Syiar ‘Alam wa Nubala’. Beirut: Al-Risalah, 1990.

Al-Idlibi, Shalahuddin, Manhaj Naqd Matan Hadist. Beirut: Dar al-Afaq al-

Jadidah, 1983.

Isma‟il, Syuhudi, Metode Penelitian Hadits Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 2007.

„Itr, Nuruddin, ‘Ulumul Hadis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.

Jauzȋ, Abd al-Rahmȃn Ibn, al-maudȗʻat. Beirut: Dȃr al-Afaq al-Jadȋdah, 1983.

Mas‟ud, Abdurr‟ahman. Khazanah Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan

Tradisi. Yogyakarta: Lkis, 2004.

Misrawi, Zuhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderasi Keutamaan dan

Kebangsaan. Jakarta: Kompas Gramedia, 2010.

Munip, Abdul. Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia. Jakarta:

Badan Litbang dan Pusdiklat Lektur Keagamaan Kementerian Agama

Republik Indonesia, 2010.

Al-Qaṯṯân, Manna‟ Khalȋl, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Penerjemah. Mudzakir

S.A. Bogor: PT. Pustaka Litera Antamusa 2007. Cet. Ke-1.

Page 90: KAJIAN SANAD DAN MATAN HADITS DALAM KITAB AL-

77

Rahman, Zufran. Kajian Sunnah Nabi Saw Sebagai Sumber Hukum Islam:

Jawaban Terhadap Aliran Ingkar Sunnah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1995 cet.1.

Shihab, M Quraish, Tafsir Al-Misbah. vol 6, Jakarta: Lentera Hati: 2009.

Al-Sibâ‟ȋ, Musṯâfâ, Sunnah Dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam,

Sebuah Pembelaan Kaum Sunni, penerj. Nurcholis Madjid. Jakarta:

Pustaka Firdaus 1991.

Soebahar, M. Erfan. Menguak Fakta Keabsahan al-Sunnah. Jakarta: Kencana,

2003.

Sohari Sahrani, Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Solahuddin, Wahid, Biografi 7Rais Am PBNU. Kediri: Nous Pustaka, 2012.

Solihin, M, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2005.

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grasindo Persada,

2005.

Al-Tahhan, Mahmud, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits, terj, Ridwan

Nasir, cet.1. Surabaya: Bina Ilmu, 1995.

Tasrif, Muh. “Pengembangan Model Studi Hadis: Telaah Epstimolois terhadap

Studi Hadis di IAIN Sunan Ampel Surabaya”, Jurnal PDII LIPI, Edisi 7,

Vol. IV, 2008.

Al-Tirmasi, Muhammad Mahfudz ibn „Abdullah. Manhaj Dhawi al-Nadzar, 3th.

Singapura: al-Haramain, 1974, cet. III.

Ya‟kub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, cet-5. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.

Yusuf, Jamal al-Dȋn Abȋ al-Hajjȃj, Tahdzȋb al-Kamal fȋ Asmȃ al-Rijal. Beirut:

Muassasah al-Risȃlah, 1983.

Wensinck, A.J., Mu’jam al-Mufahras li Alfȃz al-Hadȋts al-Nabȃwȋ. Leden:

Maktabah Barȋl, 1926.