BAB II KAJIAN PUSTAKA - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0611016_bab2.pdf ·...

18
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sumber Pustaka 1. Rujukan a. Konsep Sejenis Skripsi berjudul “Munafik Menurut Hadis: Kritik Sanad dan Matan dalam Munad Ahmad” yang ditulis oleh Ibrahim Zaki Bin Long seorang mahasiswa Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ibrahim Zaki dalam skripsinya ini mengangkat kemunafikan menurut ajaran Islam sebagai pokok bahasan utama yang dikaji dalam penelitiannya, terutama kemunafikan yang terkandung dalam hadits. Begitu banyaknya hadits yang membahas tentang kemunafikan sehingga membutuhkan penelitian mengenai sahih atau tidaknya hadits tersebut. Dalam menentukan keshahihan hadis kehujjahan suatu hadis itu, tidak cukup dengan hanya meneliti sanad, maka dengan itu matan juga memiliki kepentingan yang sama. Karena menurut ulama hadis, sesuatu hadis barulah dinyatakan berkualitas sahih apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas sahih.(Ibrahim Zaki. 2009: 50) Hadits mengenai kemunafikan yang dikaji oleh Ibrahim Zaki adalah hadits-hadits yang bersumber dari kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Ibrahim Zaki menyimpulkan bahwa munafik dalam Musnad Ahmad yang paling berbahaya adalah munafik orang yang pandai dalam hal lisan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0611016_bab2.pdf ·...

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sumber Pustaka

1. Rujukan

a. Konsep Sejenis

Skripsi berjudul “Munafik Menurut Hadis: Kritik Sanad dan Matan

dalam Munad Ahmad” yang ditulis oleh Ibrahim Zaki Bin Long seorang

mahasiswa Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ibrahim Zaki dalam skripsinya

ini mengangkat kemunafikan menurut ajaran Islam sebagai pokok bahasan

utama yang dikaji dalam penelitiannya, terutama kemunafikan yang

terkandung dalam hadits. Begitu banyaknya hadits yang membahas

tentang kemunafikan sehingga membutuhkan penelitian mengenai sahih

atau tidaknya hadits tersebut.

Dalam menentukan keshahihan hadis kehujjahan suatu hadis itu,

tidak cukup dengan hanya meneliti sanad, maka dengan itu matan

juga memiliki kepentingan yang sama. Karena menurut ulama

hadis, sesuatu hadis barulah dinyatakan berkualitas sahih apabila

sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas sahih.(Ibrahim

Zaki. 2009: 50)

Hadits mengenai kemunafikan yang dikaji oleh Ibrahim Zaki

adalah hadits-hadits yang bersumber dari kitab hadits Musnad Ahmad ibn

Hanbal. Ibrahim Zaki menyimpulkan bahwa munafik dalam Musnad

Ahmad yang paling berbahaya adalah munafik orang yang pandai dalam

hal lisan

6

Orang munafik adalah orang yang hatinya beriman, biasanya orang

tersebut pandai berbicara. Ia sering memberi fatwa kepada orang

lain dengan fatwa yang batil, menyesatkan namun disadur dan

disalut demikian rupa sehingga menimbulkan kesan seolah-olah

dia orang yang baik. Akan tetapi, ada perkara yang sehubungan

dengan hadis yang sikaji penulis atau yang paling dekat adalah

berkait rapat dengan sifat pandai berbicara adalah pemimpin,

karena orang yang pandai berbicara dan suka membuat janji-janji

manis adalah pemimpin… (Ibrahim Zaki. 2009: 60)

Penulis memiliki kesamaan dengan Ibrahim Zaki, yaitu kesamaan

tema tentang kemunafikan yang sama-sama diangkat penulis dan Ibrahim

Zaki, namun terdapat perbedaan yang signifikan dimana Ibrahim Zaki

mengkaji nilai kemunafikan yang ada dalam hadits, sedangkan penulis

memvisualisasikan bentuk-bentuk dari kemunafikan yang terjadi pada

masyarakat Indonesia melalui pengamatan dan pengalaman pribadi

penulis. Dari tulisan Ibrahim Zaki ini penulis terinspirasi untuk melihat

kemunafikan tidak hanya dari segi sosial saja namun juga dari segi sudut

pandang agama.

b. Kemunafikan

1. Pengenalan Kemunafikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata

munafik memiliki arti berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya pada

agama dan sebagainya tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu)

mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; bermuka dua.

Kemunafikan itu sendiri memiliki arti hal-hal yang bersifat munafik,

seperti perbuatan dan sebagainya, dan orang-orang munafik disebut

sebagai munafikin.

7

2. Kemunafikan Menurut Pandangan Islam

Kemunafikan menurut sudut pandang agama Islam sangatlah

dibenci oleh Allah, hal ini dapat dilihat dari surat An-Nisa ayat 145 berikut

ini:

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada

tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-sekali

tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (QS. An-

Nissa;145)

Dalam beberapa hadits juga menyebutkan hal yang berhubungan

dengan kemunafikan, seperti tanda-tanda dari orang-orang munafik, yang

disebutkan dalam hadits riwayat Abu Hurairah ra, seperti berikut:

Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga tanda orang munafik; apabila

berbicara ia berbohong, apabila berjanji ia mengingkari dan

apabila dipercaya ia berkhianat. (HR Muslim)

3. Kemunafikan Menurut Pandangan Hindu

Agama Hindu selalu mengajarkan umatnya untuk selalu

berperilaku baik dan mulia (Subhakarma), salah satu ajarannya adalah

Panca Satya. Panca berarti lima, dan Satya berarti kesetiaan atau

kejujuran, berarti Panca Satya adalah lima macam tindak kesetiaan.

Bagian Panca Satya antara lain adalah; Satya Hridaya yang berarti setia

pada keimanan atau kata hati; Satya Wacana yang berarti setia akan kata-

kata atau ucapan; Satya Samaya yang berarti setia pada janji; Satya Mitra

yang berarti setia dalam bersahabat; dan Satya Laksana yang berarti setia

pada setiap tindakan (Ida Bagus Agung. 2006: 48).

Tindakan munafik yang memiliki sifat tidak jujur dan khianat

sangat bertentangan dengan ajaran Panca Satya yang menjunjung nilai

8

kesetiaan dalam segala tindakan. Kemunafikan itu sendiri berarti termasuk

ke dalam Asubhakarma atau segala tindakan buruk yang bertentangan

dengan ajaran dharma.

4. Kemunafikan Ditinjau dari Segi Psikoanalisis

Psikoanalisis dapat diartikan sebagai metode untuk menyembuhkan

tingkah laku menyimpang, dan teori untuk menggambarkan semua tingkah

laku. Sebagai metode psikoterapi, psikoanalisis ditemukan oleh dua

psikolog asal Viena, Josef Breuer dan Siegmund Freud yang

disebutkannya dalam “Studies on Hysteria” yang dipublikasikan pada

1893.

“Psychoanalysis is both a method of treating abnormal behavior

and a theory for describing all behavior.

As a method of psychoteraphy, psychoanalisis was originated by

two Vienesse psychians, Josef Breuer and Siegmund Freud, who

described it in their studies on Hysteria, published in 1893” (73/74

Psychology Encyclopedia, 1973: 213)

Carl Gustav Jung merupakan salah seorang psikolog yang juga

memiliki teori mengenai psikoanalisis. Teori Jung membagi psike menjadi

tiga bagian. Yang pertama adalah “ego”, dimana dimaksudkan Jung

sebagai pikiran sadar. Berhubungan dekat dengan itu adalah

“ketidaksadaran pribadi” yang berisikan segala sesuatu yang tidak disadari

saat ini, tapi dapat disadarkan. Ketidaksadaran pribadi adalah yang secara

umum dipahami sebagai ketidaksadaran yang berisikan memori yang

mudah diingat dan memori yang sengaja dipendam. Namun tidak termasuk

insting seperti yang diungkapkan Freud.

9

Jung menambahkan satu bagian psike yang membuat teorinya beda

dari lainnya: “ketidaksadaran kolektif”. Dapat disebut sebagai warisan

psikis. Ini adalah sebuah waduk berisikan pengalaman manusia sebagai

sebuah spesies, semacam kecerdasan yang dimiliki dari lahir. Meskipun

begitu kita tidak dapat langsung sadar akan itu. Itu mempengaruhi

pengalaman dan tingkah laku kita, terutama secara emosional, namun kita

tidak dapat mengetahui secara langsung, kecuali melihat dari pengaruhnya.

“Jung’s theory divide the psyche into three parts. The first is the

ego, which Jung Identifies with the conscious mind. Closely

related is the personal unconscious, which includes anything

which is not presently conscious, but can be. The personal

unconscious is like most people’s understanding of the

unconscious in that it includes both memories that are easily

brought to mind and those that have been suppressed for some

reason. But it does not include the instincts that Freud would have

it include.

But then Jung adds the part of the psyche that makes his theory

stand out from all others: the collective unconscious. You could

call it your “psychic inheritance.” It is the reservoir of our

experiences as a species, a kind of knowledge we are all born with.

And yet we can never be directly conscious of it. It influences all of

our experiences and behaviors, most especially the emotional

ones, but we only know about it indirectly, by looking at the

influences” (Encyclopaedia of World Great Psychologists, 2004:

1239).

Ketidaksadaran kolektif ini berisikan gambaran-gambaran primitif

atau arkhetipe-arkhetipe yang mencerminkan sejarah spesies kita, yang

meliputi gambaran-gambaran mitos yang misterius dan samar-samar,

seperti Allah Yang Mahakuasa, ibu yang subur dan bersifat mengasuh,

pahlawan cilik, orang tua yang bijaksana, dan tema-tema kelahiran

kembali dan kebangkitan. Dalam pandangan Jung meskipun arkhetipe-

10

arkhetipe itu tidak sadar namun mereka mempengaruhi pikiran-pikiran,

mimpi-mimpi, dan emosi-emosi kita. (Yustinus Semiun, 2013: 9).

Arkhetipe memiliki berbagai macam bentuk dan karakteristik,

berikut adalah bentuk dari arkhetipe yang berhubungan dengan

kemunafikan: Persona dan Shadow (bayang-bayang).

Persona; sisi kepribadian yang diperlihatkan seseorang kepada

dunia disebut persona. Ialah topeng yang kita gunakan (atau bersembunyi

di belakangnya) untuk menyajikan diri kita sebagai sesuatu yang lain

daripada yang sebenarnya. Dengan demikian sama seperti memainkan

peranan dari pemain drama, kita menggunakan perilaku-perilaku dan

sikap-sikap tertentu untuk mencocokkan tuntutan-tuntutan dari situasi-

situasi yang berbeda dan orang-orang yang berbeda (Yustinus Semiun,

2013: 57).

Shadow; arkhetipe bayang-bayang terdiri atas insting-insting

binatang yang diwarisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk

kehidupan yang lebih rendah (Jung, 1948). Dengan demikian bayang-

bayang pertama-tama melambangkan sisi binatang pada kodrat manusia.

Ini adalah arkhetipe yang sangat kuat dan mungkin sekali sangat

berbahaya. Pada sisi negatif, bayang-bayang mengandung semua impuls

yang dianggap masyarakat sebagai yang jahat, penuh dosa, dan tak

bermoral (Yustinus Semiun, 2013: 59).

11

2. Referensi Teori Seni Rupa

a. Ide Penciptaan

1. Proses Penemuan Ide

Berbicara masalah seni, sebenarnya selain yang ekspresif spontan,

adapula yang rasional, yang kelahirannya memerlukan kalkulasi yang

matang (P. Mulyadi, 1998: 39). Penulis menemukan ide mengangkat

kemunafikan sebagai tema ketika penulis merasa dan mulai mengamati

banyaknya kejadian yang bersifat munafik dan dianggap sebagai hal yang

wajar. Penulis setelah itu mulai mengamati secara lebih mendalam

berbagai macam kejadian yang dilihat langsung atau melalui media lain,

dibaca di media massa, wawancara dengan orang terdekat, maupun yang

dialami secara pribadi.

2. Bahan dan Material

Bahan atau material dalam dunia seni dikenal dengan "medium",

pada dasarnya merupakan sesuatu yang kongkrit atau nyata–nyata ada.

Oleh sebab itu seringkali dinyatakan bahan atau material menjadi sesuatu

mutlak perlu dan bersifat pengikat (P. Mulyadi, 1998: 17). Penulis dalam

hal ini menggunakan material berbagai macam jenis kuas, seperti kuas

pipih dengan ukuran kecil, sedang dan lebar, serta kuas dengan bulu ujung

lancip untuk memberikan detail. Bahan yang digunakan adalah cat akrilik

berbasis air, karena pertimbangan cepat kering untuk mempercepat proses

pengerjaan.

12

3. Teknik

Teknik dalam seni lukis ada beberapa macam, diantaranya adalah

teknik kering dan teknik basah. Penulis dalam karyanya menggunakan

teknik basah, yaitu sapuan cat akrilik diatas kanvas.

b. Komponen Karya Seni

1. Subject Matter atau Tema

Tema merupakan gagasan yang hendak dikomunikasikan pencipta

karya seni kepada masyarakat atau penikmat seni (Nooryan Bahari, 2008:

22).

Subject Matter dalam seni adalah sesuatu (persoalan) yang akan

diungkap pada suatu karya dan oleh karena itu sering kali juga disebut

pokok – soal atau tema. Dengan kata lain, subject metter adalah apa–apa

yang diungkapkan dalam suatu karya (P. Mulyadi, 1998: 15).

Tema dapat berasal dari berbagai masalah, mulai dari kehidupan

perasaan (emosi), kisah atau cerita, kehidupan keagamaan, sejarah,

pengalaman intelektual, perlambangan-perlambangan, atau peristiwa

metafisik lainnya (Mikke Susanto, 2003: 22). Penulis dalam hal ini

mengangkat kemunafikan sebagai tema yang menjadikan kemunafikan

sebagai pokok persoalan yang akan diwujudkan dan disampaikan kepada

masyarakat dalam penciptaan karya seni lukis

2. Bentuk (Form)

Yang dimaksud "bentuk" dalam suatu karya seni adalah aspek

visualnya, atau yang terlihat itu, yaitu karya seni itu sendiri. Bentuk

dikenal pula sebagai "totalitas" karya, yang merupakan organisasi unsur-

13

unsur rupa sehingga terwujud apa yang disebut karya. Unsur-unsur yang

dimaksudkan adalah: garis, shape, gelap-terang, warna. Ini berarti bahwa

bentuk adalah sesuatu yang dapat ditangkap dengan panca indera; dengan

kata lain bisa dilihat, diraba, atau didengar (dalam musik) (P. Mulyadi,

1998: 16). Bentuk yag ditampilkan oleh penulis dalam karyanya adalah

karya seni lukis, dengan media cat akrilik di atas kanvas, dengan bentuk

objek yang terdiri dari bidang warna solid.

3. Isi atau Makna

Isi disebut sebagai kualitas atau arti, yang ada dalam suatu karya

seni. Isi juga dimaksudkan sebagai final statement, mood (suasana hati)

atau pengalaman penghayat, isi merupakan arti yang essential daripada

bentuk, dan seringkali dinyatakan sebagai sejenis emosi, aktifitas

intelektual atau asosiasi yang kita lakukan terhadap suatu karya seni (P.

Mulyadi, 1998: 16)

c. Komposisi

Komposisi ada dua macam, yaitu komposisi terbuka adalah

komposisi dimana dalam suatu bidang atau ruang, unsur-unsur

komposisinya merupakan bagian yang memberi kesan menerus, tersebar,

meluas dari pusat bidang atau ruang komposisi tersebut.

Sedangkan yang dimaksud komposisi tertutup adalah jika unsur-

unsur tersebut seakan-akan didalam bagian, mengumpul, menyempit,

sehingga terlihat adanya pengelompokan unsur-unsur itu kedalam pusat

bidang atau ruang komposisi" (Arfial Arsyad Hakim,1997:31). Komposisi

yang digunakan dalam karya seni lukis penulis adalah keduanya. Terdapat

14

beberapa karya penulis yang menggunakan komposisi terbuka, dengan

objek yang tersebar pada bidang karya, serta komposisi tertutup, dengan

objek yang yang terkesan memusat.

d. Unsur-unsur Visual

1. Garis

Perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan sama besar. Garis

memiliki dimensi memanjang juga punya arah, bisa panjang, pendek,

halus, tebal, berombak melengkung, serta lurus. Hal inilah yang menjadi

ukuran garis. Garis memiliki ukuran yang bersifat nisbi, yakni ukuran

yang panjang-pendek, tinggi-rendah, besar-kecil, tebal-tipis. Sedangkan

arah garis ada tiga: horizontal, vertikal, diagonal, meskipun garis bisa

melengkung, bergerigi maupun acak (Mikke Susanto, 2011: 148). Garis

yang dimunculkan dalam karya penulis adalah garis-garis seperti garis

lengkung, garis zig-zag, dan garis gabungan. Penulis dalam karyanya

menggunakan garis nyata seperti pada outline dari suatu objek dan garis

semu yang muncul akibat dari batas antara bidang yang saling

berdempetan.

2. Warna

Warna adalah gelombang cahaya dengan frekuensi yang dapat

mempengaruhi penglihatan kita. Warna memiliki tiga dimensi dasar yaitu

hue, nilai (Value), dan intensitas (Intensity). Hue adalah gelombang khusus

dalam spektrum dan warna tertentu. Misalnya, spektrum warna merah

disebut hue merah, nilai (Value) adalah nuansa yang terdapat pada warna,

seperti nuansa cerah atau gelap, sedangkan intensitas adalah kemurnian

15

dari hue warna (Nooryan Bahari, 2008:100). Penulis lebih cenderung

menggunakan warna dengan intesitas cerah untuk memberikan warna

dasar objek, dan warna dengan intesitas lebih gelap untuk bayangan dan

outline objek.

3. Bidang (Shape)

Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena pembatasan

sebuah kontur (garis) atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau

gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur, bidang bisa

menyerupai wujud alam (figur), dan juga ada yang tidak sama sekali

menyerupai wujud alam (nonfigur) (Darsono & Nanang, 2004:90).

Bidang geometric dan non geometric, selain kedua bidang tersebut

terdapat bidang yang bersifat maya, yaitu bidang yang seolah meliuk,

bentuk bidang yang seolah miring membentuk sudut, bentuk bidang yang

seolah bersudut-sudut, dan bentuk bidang gabungan (Sadjiman Ebdi

Sunyoto, 2009:104). Penulis dalam karyanya menggunakan bentuk

geometrik dan non geometrik.

4. Tekstur

Tekstur adalah kesan halus dan kasarnya suatu permukaan lukisan

atau gambar, atau perbedaan tinggi rendahnya permukaan suatu lukisan

atau gambar. Tekstur juga merupakan rona visual yang menegaskan

karakter suatu benda yang dilukis atau digambar. Ada dua macam jenis

tekstur atau barik. Pertama adalah tekstur nyata, yaitu nilai permukaannya

nyata atau cocok antara tampak dengan nilai rabanya. Misalnya sebuah

lukisan menampakkan tekstur yang kasar, ketika lukisan tersebut diraba,

16

maka yang dirasakan adalah rasa kasar sesuai tekstur lukisan tersebut.

Sebaliknya kedua, tekstur semu memberikan kesan kasar karena

penguasaan teknik gelap terang pelukisnya, ketika diraba maka rasa

kasarnya tidak kelihatan, atau justru sangat halus. (Nooryan Bahari,

2008:101). Karya seni lukis yang dibuat oleh penulis menggunakan tekstur

semu karena kesan yang tampak tidak sama dengan ketika diraba.

e. Prinsip Organisasi Unsur Rupa

1. Kesatuan (Unity)

Kesatuan atau keutuhan merupakan salah satu prinsip dasar seni

rupa. Kesatuan dapat juga disebut keutuhan seluruh bagian-bagian atau

semua unsur menjadi satu kesatuan. Tanpa adanya satu kesatuan, sebuah

karya seni tidak sempurna atau tidak enak untuk dilihat. Prinsip kesatuan

sesungguhnya "adanya saling hubungan" antar unsur yang disusun di

dalam karya seni (Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009: 213). Penulis

memunculkan kesatuan dalam karyanya dengan cara menggambarkan

objek-objek dalam karyanya saling berkaitan dan berhubungan satu sama

lain.

2. Keseimbangan (Balance)

Persesuaian materi-materi dari ukuran berat dan memberi tekanan

pada stabilitas suatu komposisi karya (Mikke Susanto, 2011: 46).

Keseimbangan merupakan suatu keadaan, semua bagian sebuah karya seni

tidak ada yang lebih dibebani. Sebuah karya seni dikatakan seimbang

manakala di semua bagian pada karya bebannya sama, sehingga pada

karya tersebut akan membawa rasa tenang dan enak dilihat, di dalam

17

keseimbangan ada keseimbangan simetri (symmetrical balance),

keseimbangan memancar (radial balance), keseimbangan sederajat

(obvious balance) (Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009: 237). Penulis

menggunakan keseimbangan berbeda yang tidak sama pada tiap karyanya.

Penulis menggunakan keseimbangan simetris dan asimetris pada karyanya.

3. Keselarasan (Ritme)

Ritme (keselarasan) suatu istilah yang biasanya dipakai di dalam

musik dan puisi. Ritme pada seni rupa berarti suatu susunan teratur yang

ditimbulkan dari pengulangan sebuah atau beberapa unsur sehingga

menimbulkan gerak karena pengulangan objek yang satu ke objek yang

lainnya (Arfial Arsad Hakim, 1997: 18). Penulis memunculkan ritme

dalam karyanya seperti pengulangan beberapa objek sejenis dan pada

pembagian bidang warna dengan warna yang senada saling berhimpit

berurutan.

4. Proporsi (Proportion)

Proporsi berasal dari bahasa Inggris proportion yang artinya

perbandingan. Proporsi dapat diartikan perbandingan atau kesebandingan

dalam suatu objek antara bagian satu dengan bagian lainnya. Proporsi pada

dasarnya menyangkut perbandingan ukuran yang sifatnya sistematis

(Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009: 249). Penulis menggunakan proporsi

antara objek lukisan dengan ukuran ruang dari bidang lukis dan ukuran

karya penulis adalah 120x150cm, dengan pertimbangan penikmat karya

dapat lebih fokus memperhatikan dan menikmati karya.

18

5. Dominasi (Domination)

Dominasi dalam karya seni disebut sebagai keunggulan,

keistimewaan, keunikan, keganjilan, dan kelainan. Dominasi merupakan

salah satu prinsip dasar tata rupa yang harus ada pada karya seni, agar

diperoleh karya seni yang artistik atau memiliki nilai seni. Jadi dominasi

bertugas sebagai pusat perhatian dan daya tarik (Sadjiman Ebdi Sunyoto,

2009: 225). Penulis memberikan dominasi pada objek-objek utama dalam

karyanya dengan cara memberikan detail dan outline pada objek tersebut.

f. Karikatur

Gambar atau sejenis kartun olok-olok yang mengandung pesan

atau sindiran yang terbentuk dari proses deformasi atas figur aslinya.

Umumnya karikatur bersangkut-paut dan berkolaborasi dengan media

massa, dan karena karikatur dianggap sebagai pedang opini, kritik atau

sikap politik yang tak kalah efektif dibanding kritik dalam bentuk karya

tulis atau sastra (Mikke Susanto. 2011: 215). Karya yang dibuat penulis

bergaya karikatur, karena berisikan pesan sindiran yang digambarkan

dengan objek-objek yang telah mengalami deformasi dari bentuk aslinya.

g. Pop Art

Sebuah perkembangan seni yang dipengaruhi oleh gejala-gejala

budaya popular yang terjadi di masyarakat. Gaya ini lahir juga karena

sentuhan dari kaum Dada yang mengimbas ke zaman berikutnya sekitar

tahun 1970 sampai tahun 80-an (Mikke Susanto. 2011: 314). Karya penulis

juga memiliki kecenderungan bergaya pop art, karena penulis membuat

karya berdasarkan budaya munafik yang kerap terjadi di masyarakat, serta

19

menampilkan objek-objek yang sudah dikenal dan mudah dipahami

masyarakat.

h. Deformasi

Perubahan susunan bentuk yang dilakukan dengan sengaja untuk

kepentingan seni, yang sering terkesan sangat kuat/besar sehingga kadang-

kadang tidak lagi berwujud figur semula atau yang sebenarnya. Sehingga

hal ini dapat menimbulkan figur atau karakter baru yang lain dari

sebelumnya. Adapun cara mengubah bentuk antara lain dengan cara

simplifikasi (penyederhanaan), distorsi (pembiasan), destruksi

(perusakan), stilasi (penggayaan), atau kombinasi diantara semua susunan

bentuk (mix). (Mikke Susanto, 2011:98).

i. Distorsi

Distorsi adalah perubahan bentuk, penyimpangan, atau keadaan

yang dibengkokkan. Dalam fotografi disebut pemiuhan. Dibutuhkan dalam

berkarya seni, karena merupakan salah satu cara untuk mencoba menggali

kemungkinan lain pada suatu bentuk atau figur (Mikke Susanto,

2011:107). Objek dalam beberapa karya penulis menggunakan perubahan

bentuk distorsi untuk menambah daya tarik dan menciptakan keunikan

tersendiri menurut penulis.

20

B. Referensi Karya

1. WPAP (Wedha’s Pop Art Potrait)

Penulis sangat tertarik dan terinspirasi dalam berkarya oleh karya-

karya bergaya WPAP. Karya digital yang menggunakan bentuk-bentuk

geometris dengan garis lurus dan tanpa menggunakan satupun garis

lengkung ini pertama kali dipelopori oleh Wedha Abdul Rasyid, seorang

seniman asal Pekalogan yang lebih dikenal dengan sebutan bapak ilustrasi

Indonesia. Penulis tertarik dengan karya-karya bergaya WPAP karena

penulis merasa pembagian bidang warna pada karya WPAP sistematis

dengan pada umumnya menggunakan warna-warna yang cerah dan

menarik perhatian. Penulis terinspirasi oleh cara pembagian warna dengan

bidang-bidang warna yang solid dari karya WPAP

Gambar 2.1. Karya potret digital bergaya WPAP

(Sumber: https://mantonlausma.wordpress.com/2015/02/27/biografi-wedha-

abdul-rasyid/5/7/2016/18.25)

Persamaan karya penulis dengan potret WPAP adalah kesamaan

dalam menggunakan bidang warna solid dalam pembagian warnanya

tanpa menggunakan gradasi warna halus untuk memunculkan dimensi

pada karya, namun terdapat perbedaan pada karya penulis yaitu penulis

21

tidak hanya terpaku menggunakan bidang geometris tanpa garis lengkung

seperti pada potret WPAP.

2. James Roper

Penulis terinspirasi oleh lukisan karya James Roper, seorang

seniman asal Manchester United, Inggris. Salah satu karya James Roper

adalah “Snakes and Ladders” dengan medium akrilik di atas kanvas

berukuran 150,5cm x 132cm. James Roper menggambarkan bentuk-

bentuk benda abstrak yang disusun sedemikian rupa. James Roper

menggunakan pembagian gradasi warna menggunakan bidang warna solid

untuk memunculkan dimensi dan gelap terang pada bentuk objek

abstraknya, dan dengan latar karya menggunakan satu warna untuk

membedakan objek dengan latar karya. Penulis tertarik dengan cara Roper

membagi dan menyusun bidang warna solid sehingga bisa menimbulkan

dimensi dan gelap terang suatu objek.

Gambar 2.2. “Snakes and Ladders”, akrilik di atas kanvas, 2007, 150,5cm x

132cm

(Sumber:

http://jroper.co.uk/painting/hypermass/snakes%20and%20ladders/index.html/5/7/

2016/20.15)

22

Perbedaan penulis dengan Roper adalah pada objek yang

digambarkan dalam karya serta maksud dari karya, dimana Roper

cenderung lebih abstrak sehingga maksud dari karya cenderung lebih sulit

untuk dicapai sedangkan penulis menggunakan objek yang lebih jelas

supaya maksud dari karya lebih mudah diterima penikmat seni.