STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN...

46
STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN SAMPANG - JAWA TIMUR PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN Oleh: MAHMUD NIM. 105080600111040 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

description

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif di lautan. Hal ini menjadikan terumbu karang memiliki potensi keragaman jenis biota yang tinggi dan bernilai ekonomis penting. Adapun potensi terumbu karang juga berperan penting dalam berbagai hal seperti tempat sumber kehidupan keragaman biota laut dan mampu memberikan jasa lingkungan karena keindahan yang dimilikinyadan sekaligus sebagai sumberdaya industri ekowisata kelautan. Namun potensi sumberdaya terumbukarang di Indonesia semakin menurun dan terancam rusak, hal ini karena diakibatkan oleh terjadinya ekploitasi karang (Indarjo, et al, 2004).Penempelan yang melibatkan pengaruh kelulus hidupan juvenil karang yang berhasil menempel pada proses rekruitmen sangat bergantung sekali pada perawatan substrat yang ditanam, kondisi lingkungan dan kedalaman perairan yang akan ditanam (Downes, 1982). Pengamatan rekruitmen karang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis substrat kolektor, baik dari alam maupun buatan. Menurut Harriot dan Fisk (1987), berbagai substrat kolektor sebagai media penempelan juvenil karang menunjukkan adanya pengaruh terhadap jenis dan sisi substrat kolektor yang digunakan. Selainitu, tegakan atau posisi pemasangan media substrat kolektor juga berpengaruh dalam proses rekruitmen. Beberapa factor penting lainnya yang mempengaruhi keberhasilan penempelan juvenil karang adalah tempat hidup, kondisi lingkungan, perbedaan kedalaman perairan (Fitzhardinge dan Brock, 1989) dan eksposur gelombang (Harriot dan Fisk,1987). Perbedaan kedalaman mempengaruhi jumlah atau lama penyinaran terhadap proses perkembangan juvenil karang setelah menempel pada substrat (Wijayanti, et al, 2012).Pulau ini memiliki keanekaragaman terumbu karang yang baik, tetapi masih belum ada yang melakukan monitoring tentang juvenil karang.Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut lagi tentang monitoring juvenil karang agar juvenil karang di pulau ini tetap terjaga kelestariannya.

Transcript of STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN...

STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI

PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN

SAMPANG - JAWA TIMUR

PRAKTEK KERJA LAPANG

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

Oleh:

MAHMUD

NIM. 105080600111040

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI

PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN

SAMPANG - JAWA TIMUR

PRAKTEK KERJA LAPANG

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh:

MAHMUD

NIM. 105080600111040

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

PRAKTEK KERJA LAPANG

STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI

PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN

SAMPANG - JAWA TIMUR

Oleh :

MAHMUD

NIM. 105080600111040

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

(Oktiyas Muzaky Luthfi, ST, M.Sc)

NIP. 19791030 200801 1 007

Tanggal :

telah dipertahankan didepan penguji

pada tanggal _____________________

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

SK Dekan No. :___________

Tanggal :________________

Dosen Penguji,

(M. Arif As’adi, S.Kel, M.Sc)

NIP. 19821106 200812 1 002

Tanggal :

Mengetahui,

Ketua Jurusan

(Dr.Ir. Daduk Setyohadi, M.P)

NIP. 1963 0608198703 1 003

Tanggal :

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :MAHMUD

NIM : 105080600111040

Prodi : Ilmu Kelautan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam laporan PKL yang saya tulis ini

benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan

saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain kecuali tertulis dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan PKL ini hasil

jiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Malang, 27Januari 2015

Mahasiswa

MAHMUD

NIM. 105080600111040

i

RINGKASAN

MAHMUD. Studi Juvenil Karang Yang Menempel Pada Rumpon Buatan Di

Perairan Pulau Mandangin, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang - Jawa

Timur. (dibawah bimbinganOKTIYAS MUZAKY LUTHFI)

Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Desa Pulau Mandangin

Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang, Jawa Timur pada tanggal 15Mei

2014 sampai dengan 18Mei 2014.Kondisi terumbu karang di perairan pulau

mandangin cenderung mengalami kerusakan karena masyarakat setempat

kurang memahami dengan kegunaan atau mannfaat dari terumbu karang

tersebut.Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah :Untuk mengetahui juvenil

karangyang menempel pada substrat atau rumpon buatan berbahan batok

kelapadan untuk mengetahui efektivitas pertumbuhan juvenil karang pada media

batok kelapa dengan dibandingakan pada media atau substrat yang berbahan

beton.

Pengambilan data pada praktek kerja lapang ini dilakukan dengan

menempatkan bioreeftek pada 3 stasiun yang berbeda dan menggunakan

metode melihat secara langsung atau visual terhadap bioreeftek yang di tanam di

perairan pulau mandangin. Dan dilakukan pengamatan kondisi bioreeftek

maupun juvenile karang yang menempel pada media berbahan batok kelapa

saat pengambilan data berlangsung.

Hasil yang didapat pada saat pengambilan data dari praktek kerja lapang

ini, didapatkan bahwa pada ketiga stasiun tidak mengalami keruskan sama

sekali. Dan pada pengamatan juvenil karang yang menempel, pada stasiun 1

dan 2 tidak didapat adanya rekeuitmen anakan karang. Hal ini dikarena pada

kedua stasiun tersebut memiliki tingkat persaingan pertumbuhan yang tinggi.

Sedangkan pada stasiun 3 didapat 2 rekruitmen anakan karang dengan genus

yang sama yaitu Pocillopora sp. Namu dengan ukuran yang berbeda.

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikanLaporan Praktek Kerja Lapang (PKL)

yang berjudul: Studi Juvenil Karang Yang Menempel Pada Rumpon Buatan

Di Perairan Pulau Mandangin, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang -

Jawa Timur. Dalam tulisan ini, disajikan Laporan Pelaksanaan Praktek Kerja

Lapang (PKL)yang dilaksanakan di Perairan Pantai Pulau Mandangin Sampang

Madura dan beberapa kelembagaan terkait pengumpulan data sekuder demi

menggali informasi terkait pengelolaan dan potensi perairan setempat.

Dalam pembuatan Laporan Praktek Kerja Lapang ini, penulis telah

berusaha sebaik-baiknya dengan berpegang kepada ketentuan yang berlaku,

namun karena keterbatasan pengetahuan, waktu dan lain sebagainya, maka

penulis menyadari dalam penyajiannya jauh dari sempurna. Penulis

mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini dapat lebih bermanfaat

kedepannya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, 27 Januari 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

RINGKASAN ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DARTAR TABEL .................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................vi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vii

1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 3

1.3 Manfaat .................................................................................................... 4

1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .............................................................. 5

2. METODOLOGI ................................................................................................ 6

2.1 Waktu Dan Tempat Praktek Kerja Lapang ................................................ 6

2.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 7

2.2.1 Alat .................................................................................................... 7

2.2.2 Bahan ................................................................................................ 9

2.3Teknik Pengambilan Data .......................................................................... 9

2.3.1 Kondisi Bioreeftek dan Perhitungan Jumlah Blok ............................... 9

2.3.2 Perhitungan juvenil karang ............................................................... 10

2.3.3 Identifikasi Karang ........................................................................... 11

2.4 Analisa Data ............................................................................................ 12

2.4.1 Kondisi Bioreeftek ............................................................................ 12

2.4.2 Jumlah Pertumbuhan Juvenil Karang............................................... 12

2.5 Alur Kegiatan Penelitian .......................................................................... 13

3. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK KERJA LAPANG ................................. 14

3.1 Gambaran Umum Kondisi Lokasi Praktek Kerja Lapang ......................... 14

3.1.1 Aspek Geografis .............................................................................. 14

3.1.2 Luas Wilayah ................................................................................... 14

3.1.3 Topografi ......................................................................................... 16

Halaman

iv

3.1.4 Klimatologi ....................................................................................... 16

3.2 Kondisi Perairan Lokasi Praktek Kerja Lapang ........................................ 18

3.2.1 Terumbuh Karang ............................................................................ 18

3.2.2 Biodiversitas Biota Laut ................................................................... 20

3.2.3 Kualitas Perairan ............................................................................. 20

4. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG ............................................................... 22

4.1 Kondisi Bioreeftek ................................................................................... 22

4.2 Jenis-Jenis Anakan Karang (Juvenile Reef) Yang Menempel Pada

Substrat .................................................................................................. 24

4.3 Kelimpahan dan Ukuran Rekruitmen ....................................................... 25

4.4 Efektivitas Media Bioreeftek Terhadap Pertumbuhan Juvenil Karang ..... 26

4.5 Permasalahan dan Alternatif ................................................................... 26

5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 28

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 28

5.2 Saran ...................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

LAMPIRAN ........................................................................................................ 30

v

DARTAR TABEL

Tabel......................................................................................... Halaman

Tabel 1 Jadwal Rencana Pelaksanaan PKL ........................................................ 5

Tabel 2. Penempatan Stasiun Bioreeftek ............................................................. 7

Tabel 3. Alat yang digunakan dalam PKL ini ASD (Alat Selam Dasar) ................. 7

Tabel 4. Bahan-bahan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ....................... 9

Tabel 5. Luas wilayah pulau Mandangin per Dusun ........................................... 15

Tabel 6. Data curah Hujan minimun dan maksimun serta kejadian hujan perhari

di Lokasi Praktek Kerja Lapang ......................................................................... 17

Tabel 7 Pengamatan kondisi bioreeftek ............................................................. 23

Tabel 8. Jenis-jenis anakan karang (Juvenile Reef) pada masing-masing stasiun

.......................................................................................................................... 25

Tabel 9. Ukuran rekuitmen anakan karang (Juvenile reef) dilokasi penelitian .... 26

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar…………………………… ……………………………………. Halaman

Gambar 1.Peta Lokasi Perairan Desa Pulau Mandangin. .................................... 6

Gambar 2.Illustrasi Bioreeftek yang ditanam pada perairan mandangin ............ 10

Gambar 3. Alur kegiatan penelitian .................................................................... 13

Gambar 4. Luasan Pulau Mandangin Kec. Sampang – Maduran berdasarkan

dusun ................................................................................................................. 15

Gambar 5. Data curah hujan pulau Mandangin (2013)....................................... 17

Gambar 6. Terumbu Karang massive yang ditemui saat penelitian .................... 19

Gambar 7. Tipe Soft coral yang ditemui saat penelitian ..................................... 19

Gambar 8. Beberapa biota laut yang dijumpai saat pelaksanaan Praktek Kerja

Lapang (PKL) .................................................................................................... 20

Gambar 9. Gambaran kondisi umum bioreeftek diseluruh stasiun pengamatan . 23

Gambar 10. Juvenil yang tumbuh pada stasiun 3 .............................................. 24

Gambar 11. Kelimpahan rekruitmen anakan karang pada bioreeftek ................. 25

Gambar 12. Rekuitmen teritip dan zenia sp. pada media bioreeftek .................. 27

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Pasang-Surut Pulau Mandangin ...................................................... 30

Lampiran 2 Kegiatan Praktek Kerja Lapang ....................................................... 32

Lampiran 3 Foto Kondisi Bioreeftek Pada Stasiun 1 .......................................... 33

Lampiran 4 Foto Kondisi Bioreeftek Pada Stasiun 2 .......................................... 34

Lampiran 5 Foto Kondisi Bioreeftek Pada Stasiun 3 .......................................... 35

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dunia dan berperan

sebagai pusat keanekaragaman hayati karang dunia, yaitu 1.650 jenis karang

dengan luas terumbu karang kurang lebih 50,875 km2 atau kira-kira separuh dari

luas terumbu karang Asia Tenggara (WRI, 2002). Salah satu alasan tingginya

keanekaragaman hayati karang di Indonesia adalah adanya keanekaragaman

habitat akibat banyaknya pulau-pulau kecil yang tersebar di perairan Indonesia.

Namun seringkali keberadaan ekosistem terumbu karang menjadi sasaran bagi

masyarakat awam untuk dijadikan sumber mata pencaharian, sehingga berbagai

alat terlarang yang digunakan agar mendapat yang diinginkan tanpa

menghiraukan kerusakan yang akan terjadi pada terumbu karang, bahkan jika

dibiarkan akan terjadi kepunahan. Berdasarkan Laporan program nasional

penyelamatan terumbu karang COREMAP (Coral Reefs Rehabilitation and

Management Program) menyatakan bahwa hanya sedikit kondisi terumbu karang

yang masih sangat bagus, yaitu 6,2%. Hal ini dapat ditunjukkan dengan

menurunnya hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan. Volume hasil

penangkapan ikan semakin menurun, ukurannya semakin kecil dan jarak

tangkap yang semakin jauh (Munasik, 2008).

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif di

lautan. Hal ini menjadikan terumbu karang memiliki potensi keragaman jenis

biota yang tinggi dan bernilai ekonomis penting. Adapun potensi terumbu karang

juga berperan penting dalam berbagai hal seperti tempat sumber kehidupan

keragaman biota laut dan mampu memberikan jasa lingkungan karena

keindahan yang dimilikinyadan sekaligus sebagai sumberdaya industri ekowisata

2

kelautan. Namun potensi sumberdaya terumbukarang di Indonesia semakin

menurun dan terancam rusak, hal ini karena diakibatkan oleh terjadinya

ekploitasi karang (Indarjo, et al, 2004).

Penelitian pola rekrutmen dengan menggunakan berbagai substrat buatan

sebagai media penempelan juvenil karang menunjukkan adanya pengaruh jenis

substrat terhadap penempelan juvenil karang (Harriot dan Fisk, 1987). Juvenil

karang merupakan anakan karang atau koloni yang tumbuh dengan sendirinya

dengan kondisi perairan maupun lingkungan disekitar terumbu karang. Salah

satu upaya untuk memperoleh hasil maksimum dalam penempelan planula

karang, digunakan substrat kolektor berupa Blok Beton dan Batu Andesit yang

dianggap memenuhi syarat sebagai substrat kolektor yang baik yaitu, terbuat dari

campuran semen dan pasir sehingga tahan lama, memiliki permukaan yang

kasar, memiliki sisi vertikal, diagonal dan horizontal (Munasik,2012).

Penempelan yang melibatkan pengaruh kelulus hidupan juvenil karang

yang berhasil menempel pada proses rekruitmen sangat bergantung sekali pada

perawatan substrat yang ditanam, kondisi lingkungan dan kedalaman perairan

yang akan ditanam (Downes, 1982). Pengamatan rekruitmen karang dapat

dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis substrat kolektor, baik dari alam

maupun buatan. Menurut Harriot dan Fisk (1987), berbagai substrat kolektor

sebagai media penempelan juvenil karang menunjukkan adanya pengaruh

terhadap jenis dan sisi substrat kolektor yang digunakan. Selainitu, tegakan atau

posisi pemasangan media substrat kolektor juga berpengaruh dalam proses

rekruitmen. Beberapa factor penting lainnya yang mempengaruhi keberhasilan

penempelan juvenil karang adalah tempat hidup, kondisi lingkungan, perbedaan

kedalaman perairan (Fitzhardinge dan Brock, 1989) dan eksposur gelombang

(Harriot dan Fisk,1987). Perbedaan kedalaman mempengaruhi jumlah atau lama

3

penyinaran terhadap proses perkembangan juvenil karang setelah menempel

pada substrat (Wijayanti, et al, 2012).

Mahasiswa Universitas Trunojoyo bekerjasama dengan Dirjen Kerentanan

Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (KP3K) untuk menyelenggarakan perawatan laut

(Marine Care) dengan tema "Rehabilitasi Terumbu Karang dengan Teknik

Bioreeftek menuju Sampang Bahari", yang berlangsung selama tiga hari, 21-23

Desember 2012. Lokasi yang dipilih adalah Pulau Mandangin, sebuah pulau

yang terletak di Kabupaten Sampang, Madura. Pulau ini dijadikan tempat wisata

karena terkenal dengan keindahan pasir putih, terumbu karang yang masih alami

dan kualitas air yang jernih sehingga sangat berkompeten untuk dilakukan

penanaman bioreeftek atau rumpon dasar buatan. Bioreeftek adalah teknologi

rehabilitasi terumbu karang yang dikembangkan oleh Badan Pengawasan dan

Observasi Laut (BPOL) sejak tahun 2008, dengan bahan utama tempurung

kelapa. Bioreeftek berfungsi untuk merekrut larva planula karang secara alami

(reproduksi seksual). Setelah larva planula karang menempel pada substrat

Bioreeftek tersebut, dilakukan pemindahan ke ekosistem terumbu karang dengan

prosentase relatif rendah (KKP, 2012).

Pulau ini memiliki keanekaragaman terumbu karang yang baik, tetapi

masih belum ada yang melakukan monitoring tentang juvenil karang.Oleh karena

itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut lagi tentang monitoring juvenil karang

agar juvenil karang di pulau ini tetap terjaga kelestariannya.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud diadakannya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah dengan mempraktekkan

langsung ke lapang dan menambah pengetahuan tentang juvenil karang yang

menempel pada substrat atau media batok kelapa dan proses pengambilan data

juvenil di Perairan Pulau Mandangin.

4

Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah

sebagai berikut :

1. Mengetahui juvenil karang apa saja yang menempel pada substrat atau

rumpon buatan yang terbuat dari batok kelapa, yang telah ditanam

sebelumnya di kawasan terumbu karang perairan pulau mandangin, yang

dilakukan oleh mahasiswa Universitas Trunojoyo.

2. Mengetahui efektivitas dan pertumbuhan juvenil karang pada media batok

kelapa dengan media berbahan beton.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi

kepada masyarakat tetang Pulau Mandangin dan memberikan informasi serta

pengetahuan kepada peneliti. Selanjutnya agar mendapat data awal dan

referensi yang dapat digunakan untuk acuan proses analisis data selanjutnya.

5

1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di Perairan Desa Pulau

Mandangin, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang – Jawa Timur dan

dilakukan pada tanggal 15 Mei sampai 18Mei 2015. Penelitian ini dilakukan pada

3 stasiun yang berbeda dan lokasinya terletak di sebelah tenggara Pulau

Mandangin, Kecamatan Sampang Madura (Gambar 1).

Tabel 1 Jadwal Rencana Pelaksanaan PKL

No Kegiatan Mei Juni Juli Agustus

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1. Pembuatan

Proposal

2. Pengambila

n Data

3. Penyusuna

n Laporan

6

2. METODOLOGI

2.1 Waktu Dan Tempat Praktek Kerja Lapang

Praktek kerja lapang ini akan dilaksanakan pada minggu ke-2 bulan Mei

2014 selama satu minggu (7 hari). Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL)

pada saat penelitian dilakukan dengan melihat secara visual dan pengukuran

langsung juvenil karang yang tumbuh atau menempel pada substrat.

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL)ini dilakukan di kawasa

terumbuh karang perairan sebelah tenggara Desa Pulau Mandangin, Kabupaten

Sampang, Madura, Jawa Timur. Adapun gambar lokasi pelaksanaan.

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) sebagaimana terlihat pada gambar 1

dibawah ini

Gambar 1.Peta Lokasi Perairan Desa Pulau Mandangin.

7

Pelaksanaan Praktek kerja lapang (PKL) ini dilakukan dengan

menempatkan reeftek pada 3 stasiun berbeda.Adapun koordinat setiap stasiun

sebagaimana terlihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 2. Penempatan Stasiun Bioreeftek

No Koordinat

Kedalaman Lintang Bujur

1 7°18'59.38"S 113°13'42.90"E 11 m 2 7°18'57.05"S 113°13'45.75"E 12 m 3 7°18'54.78"S 113°13'48.35"E 13 m

2.2 Alat dan Bahan

2.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

(PKL)di Perairan Desa Pulau Mandangin, Sampang, Jawa Timur menggunakan

beberapa peralatan untuk mengambil data dengan cara Diving (Menyelam).

Adapun peralatan yang digunakan dalam PKL ini, dapat dilihat pada Tabel 2 di

bawah ini.

Tabel 3. Alat yang digunakan dalam PKL ini ASD (Alat Selam Dasar)

No Nama Alat Spesifikasi Kegunaan

1 Fins

Tipe Full Foot Style

Jenis Fins Ditinjau dari bahan

Silicon

Berfungsi untuk menambah daya kayuh penyelam sehingga dapat laju pergerakan di dalam air.

2 Snorkel

Jenis Snorkel Ditinjau dari bahan: 1. Neoprene 2. Silicon

Ditinjau dari bentuk: 1. J-Shaped 2. L-Shaped 3. Type countour 4. Flexible Hose

Untuk membatu bernafas di permukaan air. Snorkel hanya digunakan saat Skin Dive (berenang pada permukaan saja).

3 Masker

Jenis-Jenis Masker Ditinjau dari bahan: 1. Neoprene 2. Silicon

Ditinjau dari kaca: 1. Single

Digunakan untuk membantu pengelihatan dalam air sehingga penglihatan lebih jelas, selain itu masker juga berfungsi untuk menghindari mata dari iritasi air laut.

8

2. Double 3. Triple

4 Rompi Apung

Jenis Rompi Apung 1. Life Vest/

Standard Safety Vest.

2. Bouyancy Compensator (BC)

Peralatan ini digunakan untuk : 1. Mengapung di permukaan air

sambil berenang, 2. Istirahat di permukaan air

dengan mengembangkanya 3. Alat rescue 4. Netralisasi keterapungan di

setiap kedalaman

5 Tabung

1. Steel (baja), macam ukuran: 38;50;71,2 cuft

2. Alluminium alloys, macam ukuran 38;50;71,2;80 dan 100 cuft.

Sebagai tempat oksigen

6 Regulator

1. Balance First Stage

2. Unbalance First Stage

Untuk menghirup dan mengeluarkan udara

7 Sabuk Pemberat

Jenis Sabuk Pemberat 1. Weight Belt :

Sabuk yang diberi pemberat timah diatur sesuai kebutuhan.

2. Weight Pack : Jarang digunakan karena tidak dapat dilepas bila terjadi keadaan darurat

Digunakan untuk menambah daya apung yang lebih besar 5 - 25 pounds, agar dapat masuk kedalam air.

8 Inverter - Untuk memompa dan mengempeskan BCD

9 Penggaris Butterfly / dengan bahan plastik

Untuk mengukur pertumbuhan Juvenil Karang yang tumbuh pada Rumpon Buatan yang terbuat dari batok kelapa dan campuran semen dengan pasir.

10 Pensil 2B Untuk mencatat jumlah karang, jenis karang dan ukuran karang yang tumbuh pada rumpon buatan.

11 GPS Untuk menentukan kordinat lokasi

12 Camera Underwater

FROG dan Canon Untuk dokumentasi data.

9

2.2.2 Bahan

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL)yang dilaksanakan di Perairan

Desa Pulau Mandangin, Sampang, Madura, Jawa Timur menggunakan beberapa

bahan yang di antaranya terlihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 4. Bahan-bahan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL)

No Bahan Kegunaan

1 Batok Kelapa Pembuat media bioreeftek 2 Semen Pembuat media bioreeftek

3 Pasir Pembuat media bioreeftek

4 Air Pembuat media bioreeftek

2.3Teknik Pengambilan Data

2.3.1 Kondisi Bioreeftek dan Perhitungan Jumlah Blok

Pengumpulan data kondisi bioreeftek dilakukan dengan pengamatan

visual secara langsung (in-situ) selama masa penelitian berlangsung.

Pengamatan kondisi bioreeftek ini meliputi kondisi (Keberadaan, perubahan,

pengukuran, dan dokemtasi) pada setiap tusuk bioreeftek yang diletakan pada

setiap stasiun pengamatan (Tabel 2). Pelaksanaan pengamatan bioreeftek

dilakukan dengan frekuansi 7 kali pengulangan selama 3 hari yang dilakukan

pada setiap harinya.

Pengulangan yang dilakukan dimaksudkan untuk menjaga akurasi data

dan dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Pemilihan waktu tersebut didasarkan pada

intensitas cahaya yang mendukung serta kondisi optimal pengamatan, baik

dalam hal gelombang perairan, arus, serta transportasi untuk ke setiap stasiun

pengamatan.

Perhitungan jumlah Blok dalam setiap stasiun dilakukan pada setiap kali

pengamatan, sehingga dalam periode penelitian di dapatkan 7 (Tujuh) kali

perhitungan blok. Perhitungan Blok yang dimaksudkan adalah persentase dari

pembagian jumlah tusuk bioreeftek yang di dapati dalam pengamatan kondisi

10

bioreeftek dengan jumlah tusuk awal yaitu 9 (sembilan). Perhitungan ini

dilakukan pada setiap stasiun pengamatan yang ada. Adapun ilustrasi gambar

bioreeftek sebagaimana terlihat pada gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2.Illustrasi Bioreeftek yang ditanam pada perairan mandangin

2.3.2 Perhitungan juvenil karang

Perhitungan juvenil pada pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini

dilaksanakan dengan melakukan perhitungan juvenil yang tumbuh pada setiap

tusuk bioreeftek. Dalam satu tusuk bioreeftek terdapat 4 (empat) media

pertumbutuhan namun dalam perhitungan juvenil karang ini 4 media

pertumbuhan dalam satu tusuk bioreeftek tersebut dihitung 1 (satu). Pengamatan

untuk mendapatkan data perhitungan juvenil dilakukan dengan menghitung jenis

juvenil karang dan jumlah populasi karang yang tumbuh dalam setiap tusuk

11

bioreeftek serta mengukur panjang juvenil untuk mengevaluasi terumbu karang

tersebut yang tumbuh pada media termasuk dalam juvenil atau tidak.

Juvenil karang merupakan anakan karang atau koloni yang tumbuh

dengan sendirinya dengan kondisi perairan maupun lingkungan sekitar terumbu

karang yang optimal. Batasan ukuran koloni tidak memiliki makna secara biologis

maupun ekologis namun menunjukan ada tidaknya proses keberadaan juvenil

karang yang tumbuh pada tusuk bioreeftek. Di dalam penilaian resiliensi terumbu

karang, rekruitmen karang diestimasi berdasarkan jumlah koloni karang yang

berukuran kecil, yaitu yang mempunyai diameter koloni terpanjang ≤10 cm

(Bachtiar, et al, 2012).

2.3.3 Identifikasi Karang

Pengumpulan data jenis karang dilakukan dengan memadukan hasil

dokumentasi bawah air yang di dapat pada pengamatan kondisi bioreeftek.

Semua karang yang masuk dalam kategori juvenil karang dicatat dan dilakukan

identifikasi dengan memperhatikan bentuk (life form) pertumbuhan koloni karang

dan bentuk tentakel yang menempel pada setiap media tusuk bioreeftek.

Pengklasifikasian terumbuh karang dilakukan pada “Klasifikasi Genus” karena

untuk mendapatkan tingkat klasifikasi setelahnya akan kesulitan mengingat

ukuran terumbuh karang yang menempel (juvenile reef) masih cukup kecil.

Metode Identifikasi secara visual dan memperhatikan bentuk pertumbuhan

juvenil karang ini mengadopsi metode identifikasi yang dilakukan oleh Palupi, et

al (2012), dan menyatakan jika metode indentifikasi dengan memperhatikan

bentuk (life form) dapat dilakukan bagi penelitian terumbu karang, serta metode

ini dinilai praktis dan mempermudah peneliti dalam menghimpun data.

12

2.4 Analisa Data

2.4.1 Kondisi Bioreeftek

Analisa data kondisi Bioreeftek dilakukan secara diskriptive dengan

memperhatikan keberadaan dan perubahan yang terjadi pada setiap tusuk

bioreeftek yang ada pada setiap bloknya. Berdasarkan dari hasil pengumpulan

data kondisi bioreeftek didapatkan hasil kondisi bioreeftek dengan persamaan

berikut.

𝑃𝐵 = 𝑇1

𝑇0𝑥 100% Rumus 1

Dimana

PB : Persentase Kondisi Bioreeftek

T1 : Jumlah Tusuk Bioreeftek

T0 : Jumlah Awal Tusuk Bioreeftek

2.4.2 Jumlah Pertumbuhan Juvenil Karang

Analisa data pertumbuhan juvenil dilakukan dengan melakukan

pengukuran pada setiap juvenil yang tumbuh pada setiap tusuk bioreeftek.

Juvenil di atas merupakan jenis specimen terumbu karang yang melekat pada

bioreeftek dengan ukuran ≤10 cm, jika pada waktu pelaksanaan Praktek Kerja

Lapang (PKL) ditemukan pertumbuhan spesimen teumbu karang dengan

panjang lebih dari 10 cm maka tidak termasuk anakan karang (juvenile reef) dan

tidak di hitung.

Perhitungan jumlah juvenil dilakukan dengan memperhatikan ukuran

pertumbuhan yang ada pada setiap tusuk bioreeftek. Sebelum melakukan

perhitungan juvenile karang perlu diketahui jenis terumbu karang tersebut untuk

mengindentifikasi pertumbuhannya, sehingga perhitungan juvenil karang

dilakukan pada setiap jenis juvenile karang yang ada pada setiap tusuk

13

bioreeftek. Data pengukuruan jumlah dan pertumbuhan dimasukan kedalam

lembar data penelitian yang terbagi atas setiap stasiunnya.

Berdasarkan data yang terhimpun kemudian dilakukan perhitungan

persentase keberadaan jenis juvenil yang ditemukan pada saat pelaksanaan

Praktek Kerja Lapang (PKL). Pehitungan ini dilakukan pada setiap tusuk

bioreeftek yang ada dengan persamaan berikut.

𝑃𝐽𝐽 = 𝐽

𝑇𝐽 𝑥 100% Rumus 2

Dimana :

PJJ : Persentase Jenis Juvenil X

J : Juvenil

TJ : Total seluruh Juvenil

2.5 Alur Kegiatan Penelitian

Alur kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dijelaskan pada gambar

3berikut :

Gambar 3. Alur kegiatan penelitian

Kondisi Bioreeftek

Pulau Mandangin Masalah :

Kerusakan

Karang

Eksploitasi yang

berlebihann.

Penanaman Bioreeftek

pada tahun 2012

Monitoring

Jumlah Juvenil karang

Analisis Data

Hasil

14

3. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK KERJA LAPANG

3.1 Gambaran Umum Kondisi Lokasi Praktek Kerja Lapang

3.1.1 Aspek Geografis

Pulau Mandangin, secara administratif merupakan bagian dari Kecamatan

Sampang, Kabupaten Sampang, Madura. Dengan luas sekitar ± 900.400 m2.

Pulau ini berada pada koordinat 7.3104536° LS dan 113.2124805° BT. Pulau ini

berada di tengah laut selat madura dengan jarak 18 mil laut dari ibu kota

Kabupaten, Sampang – Madura.

Pulau Mandangin merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Sampang Kabupaten Sampang yang memiliki 3 dusun yaitu Dusun Candin,

Dusun Kramat, dan Dusun Barat. Secara geografis, masyarakat nelayan adalah

masyarakat yang hidup tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu

kawasan transisi antara wilayah darat dan laut. Sebagai suatu sistem,

masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk

kesatuan sosial. Adapun batas-batas wilayah Pulau Mandangin adalah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Selat Madura

Sebelah Timut : Selat Madura

Sebelah Selatan : Selat Madura

Sebelah Barat : Selat Madura

3.1.2 Luas Wilayah

Secara keseluruhan luas pulau mandangin kurang lebih 900.400 m2 yang

terdiri atas beberapa daerah peruntukan yang diantara sebagai berikut.

a). Pemukiman : 639.284m²

b). Tanah non produktive : 90.040m²

15

c). Pemakaman : 18.008 m2

d). Hamparan pasir : 72.032 m2

e). Lainnya : 54.024 m2

Jumlah dusun di Pulau mandangin ada tiga. Dusun barat terdiri dari 6 RT,

dusun Kramat terdiri dari 5 RT, sedangkan dusun Candin terdiri dari 5 RT.

Sementara Luas wilayah Pulau mandangin ditinjau dari luas 3 dusun dapat

dilihat pada Tabel sebagai berikut :

Tabel 5. Luas wilayah pulau Mandangin per Dusun

No. Dusun Luas (m2) Persentase (%)

1.

2.

3.

Dusun Candin

Dusun Kramat

Dusun Barat

321.443

288.128

290.829

35.7

32

32.3

Jumlah 900.400 100%

Sumber : Kantor Desa Pulau Mandangin, 2014.

Adapun gambaran luasan Dusun pada Pulau Mandangin Kecamatan

Sampang Maduran dapat dilihat pada Gambar dibawah ini

Gambar 4. Luasan Pulau Mandangin Kec. Sampang – Maduran berdasarkan

dusun

16

3.1.3 Topografi

Ditinjau dari topografinya, Pulau Mandangin berupa dataran rendah

dengan dasar perairan berupa pasir. Luasan pulau ini terbagi menjadi beberapa

katagori berbeda yaitu kawasan berbukit sedang, tanah liat dan berpasir. Adapun

Letak bentuk permukaan daratan di Pulau Mandangin di klasifikasikan atas 3

(tiga) jenis, yaitu :

a). Dataran berbukit sedang dengan ketinggian 1 – 5 m diatas permukaan

laut. Daerah ini membentang di sepanjang pantai timur mulai dari ujung

bagian timur sampai 500 meter kea rah barat

b). Daerah tanah liat dengan ketinggian 0 – 1m diatas permukaan laut.

Daerah ini terletak di wilayah bagian Tengah sepanjang pulau serta pada

bagian selatan sisi Timur sekitar tegalan.

c). Daerah berpasir dengan ketinggian diatas 0 – 0.5 m dari permukaan laut.

Daerah ini terletak di sepanjang pantai bagian barat yaitu sekitar

pelabuhan setempat sampai sisi awal utara pulau.

3.1.4 Klimatologi

Seperti juga daerah tropis lainnya, iklim yang ada berupa iklim tropis

dengan 2 musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pada umumnya

musim kemarau jatuh pada bulan April hingga bulan Oktober, sedangkan musim

hujan terjadi antara bulan Oktober hingga bulan April.

Pulau Mandangin jika dilihat dari data curah hujanya, dimana pulau

inimemiliki kisaran curah hujan rata-rata antara 139.85mmHg/tahun. Berdasarkan

data Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Kab. Sampang (2013), grafik total

curah hujan dalam setahun dapat di lihat pada Gambar di bawah ini.

17

Gambar 5. Data curah hujan pulau Mandangin (2013)

Curah hujan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Desember sampai

dengan Juni. Sedangkan pada bulan Juli sampai September tidak terjadi hujan.

Curah hujan selama tahun 2013 berkisar antara 0 – 495 mm/Hg dengan rata-rata

antara 139.85 mmHg/tahun. Pada data diatas dapat diketahui jika pada bulan

januari terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi. Hal ini tentunya akan

berpengaruh terhadap perubahan lingkungan perairan setempat.

Pada umumnya apabila terjadi hujan dengan intensitas yang besar di

daerah ini, maka akan di ikuti dengan badai. Meskipun demikian masyarakat

setempat secara alami terbiasa dengan kondisi cuaca yang demikian. Adapun

data curah hujan terkecil dan terbesar serta kejadian hujan perhari dalam data

bulanan selama tahun 2013 sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Data curah Hujan minimun dan maksimun serta kejadian hujan perhari

di Lokasi Praktek Kerja Lapang

No. Bulan Curah Hujan

TerKecil (mm/Hg)

Curah Hujan

Terbesar (mmHG)

Jumlah Hari

Hujan (Hari)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober

2 3 7 3 7

12 0 0 0 2

140 25 32 20 16 12 0 0 0 2

16 12 11 5 3 1 0 0 0 1

495

158

238

42 34 12 0 0 0 2 4 270

100

200

300

400

500

600

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November DesemberTota

l cu

rah

hu

jan

(mm

/Hg)

Bulan

18

Lanjutan Tabel 5.

No. Bulan Curah Hujan

TerKecil (mm/Hg)

Curah Hujan

Terbesar (mmHG)

Jumlah Hari

Hujan (Hari)

11.

12.

November

Desember

4

1

4

12

1

7

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Kab. Sampang, 2013.

Seperti di wilayah Kabupaten Sampang lainnya, kawasan Pulau

Mandangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang - Madura ini memiliki

suhu udara berkisar antara 26 – 32 oC per tahun dengan rata-rata 29 oC

sehingga daerah tersebut memiliki suhu yang cukup panas (BMKG, 2013).

3.2 Kondisi Perairan Lokasi Praktek Kerja Lapang

3.2.1 Terumbuh Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang kompleks terbentuk dari

hewan karang yang mampu membentuk kerangka kapur atau scleractinian.

Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Mandangin Kec. Sampang Madura

masih tergolong baik. Hal ini dapat diketahui dengan banyaknya ragam jenis

karang yang mampu tumbuh di perairan pulau mandangin dan kualitas air yang

jernih. Kondisi terumbu karang dikawasan Pulau Mandangin secara umum di

dominasi oleh jenis terumbu karang dengan pertumbuhan massive yang dapat

ditemui hampir seluruh kawasan fringing reef. Berikut adalah beberapa gambar

terumbuh karang massive yang ditemui saat pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

(PKL) yang dapat dilihat pada Gambar berikut.

19

Gambar 6. Terumbu Karang massive yang ditemui saat penelitian

Terumbu Karang selain jenis massive dilokasi penelitian juga ditemui

beberapa jenis Soft Coral seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 7. Tipe Soft coral yang ditemui saat penelitian

Program pemerintah terkait pengelolaan kawasan terumbuh karang yang

berada di Pulau Mandangin ini secara historis sudah berjalan sejak dahulu. Hal

ini dibuktikan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten

Sampang secara periode program kerja tahun anggaran mengakumulasi

rehabilitasi kawasan terumbuh karang yang berada di daerah administrasinya.

Selain hal tersebut Pulau mandangin termasuk dalam daerah peruntukan wisata

bahari yang dalam hal ini wisata terumbu karang. Pemerintah Kabupaten

Sampang, Madura, Jawa Timur akan menjadikan Pulau Mandangin, sebagai

desa percontohan yang dalam hal ini adalah percontohan dalam pusat

20

pengembangan ekonomi rakyat kecil, bidang kebersihan dan keamanan

lingkungan serta kelestarian ekosistem.

3.2.2 Biodiversitas Biota Laut

Perairan Pulau Madangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang –

Madura merupakan salah satu perairan yang memiliki tingkat biodiversitas biota

yang cukup bagus. Hal ini dapat dibuktikan pada saat pelaksanaan Praktek Kerja

Lapang (PKL) ditemui beberapa jenis biota karang yang hidup dan berkembang

di sekitar terumbu karang. Berikut ini adalah gambar beberapa biota laut yang

hidup di sekitar terumbuh karang yang dijumpai saat pelaksanaan praktek kerja

lapang (PKL).

Gambar 8. Beberapa biota laut yang dijumpai saat pelaksanaan Praktek Kerja

Lapang (PKL)

3.2.3 Kualitas Perairan

Desa pulau mandangin kecamatan sampang memiliki kualitas perairan

yang cukup bagus. Hal ini dapat ditanami media rumpon buatan yang berbahan

batok kelapa untuk pertumbuhan juvenile karang. Penjelasan keadaan umum

biologi perairan secara umum dapat dilihat pada sub bab sebelumnya

(biodiversitas biota laut). Perairan pulau mandangin tidak terlepas dari proses-

proses fisika perairan seperti suhu, tinggi gelombang, pasang surut, kecerahan

dan lain sebagainya.

21

Pasang surut dilokasi penelitian perairan desa pulau mandangin

merupakan tipe pasang surut ganda.terlihat pada (Lampiran 1) jika terjadi dua

kali pasang dan dua kali surut selama sehari. Terjadi ketidaksimetrisan ketika

menuju pasang surut pertama dan kedua. Kedalaman perairan dilokasi penelitian

bervariasi, tergantung relief dasar pada daerah masing-masing, secara umum

kedalaman lokasi penelitian berkisar antara 5 – 7 m di bawah permukaan air laut.

Berdasakan nilai kisaran kedalaman tersebut tentunya mempengaruhi tingkat

kecerahan perairan.Kecerahan perairan dilokasi penelitian berkisar > 75% dari

tingkat kedalaman eutropic. Kondisi kedalaman perairan juga menentukan tinggi

gelombang pada suatu daerah. Secara umum lokasi penelitian memiliki tinggi

gelombang antara 20 – 50 cm dan semakin kearah pantai terlihat terjadi

peningkatan tinggi gelombang. Hal ini dipengatuhi oleh fluktuasi perputaran

energy dalam yang terjadi. Apabila kedalaman perairan semakin tinggi maka

tinggi gelombang semakin rendah dan periode semakin lama. Sebaliknya apabila

kedalaman perairan semakin rendah maka tinggi gelombang semakin besar dan

periode gelombang semakin kecil (BMKG, 2013).

22

4. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG

4.1 Kondisi Bioreeftek

Penanama bioreeftek yang dilakukan di perairan pulau mandangin untuk

perbaikan ekosistem terumbu karang di pulau-pulau kecil tersebut maka

beberapa Pemerintah dan LSM serta masyarakat telah melakukan penanaman

terumbu buatan dengan metode bioreeftek di perairan pantai pulau Mandangin

Kecamatan Sampang – Madura. Program ini dilaksanakan pada tahun 2012

yang merupakan upaya rahabilitasi terumbu karang. Bioreeftek merupakan

media pertumbuhan terumbu karang. Bioreeftek ditempatkan diperairan yang

banyak terkandung dengan biota terumbu karang.Kawasan tersebut merupakan

tempat yang optimal dan sesuai dengan kondisi karang secara alami. Sehingga

mudah ditumbuhi dengan macam-macam biota dan salah satunya adalah

anakan karang (juevenile reef).

Pelaksanaan praktek kerja lapang (PKL) ini menganalisis kondisi media

bioreeftek yang terletak pada 3 stasiun berbeda. Dimana setiap staisun terdiri

dari 9 tusuk bioreeftek. Dan setiap tusuk bioreeftek tersusun dari 4 media yang

terbuat dari batok kelapa yang diisi dengan campuran semen dan pasir. Ditinjau

dari kondisi bioreeftek pada saat penelitian berlangsung terdapat keadaan yang

masih utuh dari keseluruhan stasiun.

Kondisi fisik terumbu buatan dapat dilihat dari persentase keutuhan bentuk

dan strukturnya. Mulai dari penempatan pertama (Tahun 2012) sampai saat ini

kondisi bioreeftek baik bentuk maupun stukturnya tidak mengalami kerusakan.

Hal ini dikarenakan perairan sekitar pulau mandangin memiliki tingkat ancaman

yang kecil terhadap potensi merusak bioreeftek. Hal ini dapat dilihat dari

kecepatan arus dan gelombang. Adapun gambar kondisi bioreeftek pada setiap

staiun pengamtan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

23

Gambar 9. Gambaran kondisi umum bioreeftek diseluruh stasiun pengamatan

Beradasarkan gambar diatas dapat diketahui jika pada stasiun 1

mengalami perubahan dengan ditumbuhi oleh senia sp. Biota ini merupakan

salah satu biota yang banyak ditemui di perairan Pulau Mandangin. Senia sp

merupakan salah satu dari jenis algae air laut. Dalam perkembangannya, alga

dan terumbu karang saling berkompetisi dalam pertumbuhan. keduanya saling

mencari subtract terbaik untuk hidup dan berkembang. Hal ini dapat

menyebabkan tingkat peluang hidup terumbu karang akan semakin kecil dalam

keberlangsunganya. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 terlihat pada gambar

diatas jika kondisi baik bentuk maupun stuktur tetap sama dan keduanya juga

terlihat ditumbuhi oleh beberapa jenis alga namun dalam intesitas yang kecil.

Tabel 7 Pengamatan kondisi bioreeftek

Stasiun No.

Bioreeftek (Tusuk)

Kondisi Jumlah juvenil

karang yang menempel

Keterangan Utuh Rusak Lainnya

1

1 - - - Alga

2 - - - Alga

3 - - - Alga

4 - - - Alga

5 - - - Alga

6 - - - Alga

7 - - - Alga

8 - - - Alga

9 - - - Alga

24

2

1 - - - Alga

2 - - - Alga

3 - - - Alga

4 - - - Alga

5 - - - Alga

6 - - - Alga

7 - - - Alga

8 - - - Alga

9 - - - Alga

3

1 - - 1 (4 cm) Pocillopora. Sp.

2 - - 1 (2 cm) Pocillopora. Sp.

3 - - - Alga

4 - - - Alga

5 - - - Alga

6 - - - Alga

7 - - - Alga

8 - - - Alga

9 - - - Alga

Gambar 10. Juvenil yang tumbuh pada stasiun 3

4.2 Jenis-Jenis Anakan Karang (Juvenile Reef) Yang Menempel Pada

Substrat

Komposisi Jenis-jenis anakan karang yang tumbuh dan berkembang yang

ditemukan pada bioreeftek pada saat pelaksanaan praktek kerja lapang (pkl) di

perairan Pulau Mandangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang Madura

adalah jenis-jenis dalam genus Acropora. Pada stasiun 1 yang terletak pada

koordinat 7°18'59.38" S dan 113°13'42.90" E dan pada stasiun 2 yang terletak

25

pada koordinat 7°18'57.05" S dan 113°13'45.75" E tidak ditemukan adanya

rekutmen anakan karang (Juvenile Reef). Hal ini dikarenakan bioreeftek pada

kedua stasiun tersebut terlalu banyak ditumbuhi oleh alga.Sedangkan pada

stasiun 3 yang berada pada koordinat 7°18'54.78" S dan 113°13'48.35" E juga

ditemukan rekruitmen anakan karang dalam genus pocillopora sp.Adapun data

jenis-jenis anakan karang (Juvenile Reef) yang ditemukan pada saat

pelaksanaan Praktek Kerja Lapang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8. Jenis-jenis anakan karang (Juvenile Reef) pada masing-masing stasiun

No Jenis juvenil Stasiun pengamatan

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1. Pocillopora sp. - -

4.3 Kelimpahan dan Ukuran Rekruitmen

Kelimpahan rekruitmen juvenil yang ditemukan pada saat pelaksanaan

Praktek Kerja Lapang yang dilaksanakan di perairan Pulau Mandangin

Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang Madura ini diperoleh sebanyak 2

individu yang terdiri dari 1 genus yaitu Pocillopora sp dengan ukuran yang

berbeda. Adapun data kelimpahan rekruitmen dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 11. Kelimpahan rekruitmen anakan karang pada bioreeftek

Praktek Kerja Lapang dapat dilihat pada gambar diatas terlihat jika hanya

pada stasiun 3 yang terdapat rekuitmen anakan karang pada bioreeftek yang

0

0.5

1

1.5

2

2.5

1 2 3

rekr

uit

men

Stasiun Pengamatan

Kelimpahan Rekruitmen Juvenil

26

ditempatkan di perairan lokasi penelitian. Anakan karang atau juvenil yang

ditemukan pada stasiun 3 tersebut terdapat 2 buah rekuitmen dengan ukuran

yang berbeda yang diantara 2 cm dan 4 cm dengan genus yang sama, hal ini

dapat lebih mudah dipahami pada tabel berikut:

Tabel 9. Ukuran rekuitmen anakan karang (Juvenile reef) dilokasi penelitian

No. Lokasi Penelitian Genus Rekuitmen Ukuran

1. Stasiun 1 - - - 2. Stasiun 2 - - -

3. Stasiun 3 Pocillopora sp. 2 2 cm 4 cm

4.4 Efektivitas Media Bioreeftek Terhadap Pertumbuhan Juvenil Karang

Hasil data yang diambil pada media rumpon buatan yang berbahan dasar

batok kelapa yang terletak di perairan Desa Pulau Mandangin. Menunjukkan

bahwa media ini kurang efektif dalam pertumbuhan juvenil karang dibandingkan

dengan media lainnya, seperti media yang berbahan beton. Hal ini dikarenakan

media bahan batok kelapa ini baru pertama kali dipakai sebagai media

pertumbuhan koloni karang dan juga kurang perawatan pada media subtrat ini.

Media ini sebelumnya tidak pernah digunakan sebagai media pertumbuhan

juvenile karang atau koloni karang. Sedangkan media yang berbahan beton yang

telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, menunjukkan sangat efektif

sebagai media pertumbuhan juvenile karang.

4.5 Permasalahan dan Alternatif

Permasalahan yang merupakan pokok utama dalam proses rehabilitasi

terumbu karang dengan metode bioreeftek yang dilaksanakan diperairan lokasi

penelitian adalah persaingan rekuitmen antara terumbu karang dengan teritip.

Hal ini menyebabkan laju keberhasilan rehabilitasi terumbu karang dengan

metode bioreeftek menjadi lebih kecil. Laju rekuitmen pada media bioreeftek

dilokasi penelitian secara umum dipenuhi oleh teritip. Selain itu dengan adanya

senia sp. Mengakibatkan laju rekuitmen anakan karang (juvenile reef) menjadi

lebih kecil. Hal ini disebabkan peluang penempelan anakan karang terhadap

media bioreeftek. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut :

27

Gambar 12. Rekuitmen teritip dan zenia sp. pada media bioreeftek

28

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasli dari praktik kerja lapang yang telah dilakukan di perairan Desa Pulau

Madangin diperoleh kesimpulan :

1. Juvenil karang yang menempel pada substra atau rumpon buatan yang

ditanam di perairan Desa Pulau Mandngin adalah dalam genus Pocillopora

sp. Juvenil tersebut dapat ditemukan pada stasiun 3. Sedangkan pada

stasiun 1 dan 2 tidak dapat dtemukan rekriutmen karang yang menempel

pada media. Hal ini dikarenakan bioreeftek pada kedua stasiun tersebut

terlalu banyak ditumbuhi oleh alga.

2. Efektivitas pertumbuhan juvenil karang pada media batok kelapa

menunjukkan bahwa media ini kurang efektif untuk pertumbuhan juvenil

karang. Hal ini dikarenakan media batok kepala ini baru pertama kali

digunaka sebagai media pertumbuhan juvenile karang atau koloni karang.

Sedangkan media yang berbahan beton sering digunakan sebagai

pertumbuhan koloni karang dan bahan tersebut menunjuk efektivitas yang

bagus dengan menunjukkan kelimpahan koloni yang mampu tumbuh pada

media tersebut.

5.2 Saran

Perawatan pada media rumpon buatan batok kelapa harus berkala, untuk

lebih mudah ditumbuhi oleh koloni-koloni karang dan dapat tumbuh dengan

sempurna agar sesuai dengan tujuan penanaman dengan tema Rehabilitasi

Terumbu Karang dengan Teknik Bioreeftek menuju Sampang Bahari.

29

DAFTAR PUSTAKA

Bachtir Imam, Muhammad Abrar, & Agus Budiyanto.2012. Rekruitmen Karang Scleractinia di Perairan Pulau Lembata.coral, recruitment, Lembata, composition, abundance. Vol.17 (1) 1-7.

BMKG. 2013. Pasang – Surut Pulau Mandangin dan Sekitarnya. Informasi Meteorologi Maritim BMKG. Surabaya.

Harriot, V. J. and D. A. Fisk. 1987. A comparison of settlement plate types for experiment on the recruitment of scleractinian corals. Mar Ecol Prog Ser 37: 201- 208.

Indarjo Agus, Wisnu Wijatmoko, & Munasik.2004. Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulau Panjang Jepara.Universitas Diponegoro Semarang, Semarang. Vol. 9 (4) : 217 – 224.

KKP. 2012. Marine Care. http://www.bpol.litbang.kkp.go.id/news/373/Marine-

Care--Beramai---ramai-Tanam-Bioreeftek-di-Pulau-Mandangin/ (Diakses pada tanggal 20 April 2014).

Munasik. 2008. Kondisi terumbu buatan berbahan betonpada beberapa perairan di Indonesia. Prosiding Musyawarah Nasional Terumbu Karang II, Jakarta.

Munasik, Hendro Kisworo, & Diah Permata Wijayati.2012. Studi Penempelan Juvenil Karang Pocillopora Damicornis Pada Jenis Substrat Kolektor Dan

Zona Terumbu Yang Berbeda Di Pulau Panjang, Kabupaten Jepara.Semarang. Journal Of Marine Research. Volume 1.Nomor 1.129-

136 hlm.

Palupi Ratna Dyah, Ricoh Managor Siringoringo, & Tri Aryono Hadi . 2012. Status Rekruitmen Karang Scleractiniadi Perairan Kendari Sulawesi Tenggara. Kendari.Vol. 17 (3) 170-175.

Wijayanti Diah Permata, Eko Puji Hartono, & Munasik.2012. Pengaruh Perbedaan Jenis Substrat dan Kedalaman TerhadapJumlah Juvenil Karang yang Menempel di Perairan PulauSambangan, Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Semarang. Journal Of Marine Research. Volume 1.Nomor 2.51-57 hlm.

WRI. 2002. Reefs at Risk in Sotheast Asia. World Resources Institute. Washington. 40pp

30

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pasang-Surut Pulau Mandangin

31

32

Lampiran 2 Kegiatan Praktek Kerja Lapang

33

Lampiran 3 Foto Kondisi Bioreeftek Pada Stasiun 1

34

Lampiran 4 Foto Kondisi Bioreeftek Pada Stasiun 2

35

Lampiran 5 Foto Kondisi Bioreeftek Pada Stasiun 3