STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN...
-
Upload
vuongtuong -
Category
Documents
-
view
229 -
download
2
Transcript of STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN...
STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN PESTISIDA DARI KONSUMSI SAYURAN DI
KABUPATEN BANGGAI
FIRDAYENI FIRDAUS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Asupan Zat Gizi Mikro
dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai adalah karya
saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Ir. Lilis
Nuraida, MSc dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun.
Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
Firdayeni Firdaus NRP. F252060015
ABSTRACT
FIRDAYENI FIRDAUS. Dietary Intake Study of Micro and Pesticide Exposure from Vegetable Consumption at Banggai District. Supervised by Nuri Andarwulan and Lilis Nuraida.
Vegetables are the source of vitamins, minerals and natural fiber. Consuming vegetable without the assurance of food security can lead to dangerous risk such as the possibility of pesticide toxic accumulation in human body in a long term.
This study objective was to evaluate the adequacy of nutrition intake (vitamin and mineral) from vegetable consumption and the exposure of pestiside from vegetable consumption at Banggai District. The initial step of this research was conducting survey on vegetable consumption on household level at Luwuk, Toili, Pagimana and Batui Sub-districts. The nutrition intake ( vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor and Iron) of vegetable consumption, reckoned from vitamin and mineral rate at each kind of vegetable based on vitamin and mineral secondary data from Food Ingredient Composition List, released by Director of Nutrition, Indonesian Health Department (1981). The next phase was identifying the types of pesticide used in the practices of plant agitator organism (OPT: in bahasa) management on vegetable at Banggai District. Based the first two steps, the selected pestiside residue in selected vegetables was analysed. The survey data were used to calculate the nutrition intake (vitamin and mineral). The exposure of pesticide was calculated based on consumption level of vegetable and pesticide content in respective vegetables. Continued with the inspection of pesticide residue on dominat vegetable which consumed by respondents and using pesticide in cultivation. Then calculating the pestiside exposure and nutrition intake (vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor and Iron).
The result showed that the average value of vegetable consumption by all respondent is 226 g/person/day (recommendation by FDA 225 - 375 g/person/day). The results of the vitamins intake are 43% RDI of vitamin A, 11.91% RDI of vitamin B1 and 66.69% RDI of vitamin C. While the minerals intake are Calcium 23.98% RDI, Phosphor 30.43% RDI, and Iron 28.39% RDI. The level of intake from vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor, and iron are below Recommended Dietary Intake (RDI). According to the estimation of pesticide exposure value per respondent body mass, the result of estimation is below Acceptable Daily Intake (ADI). The exposure of methidathion from string bean consumption is 0.011 µg/kg BW (1.078% ADI), chlorpyrifos exposure of tomato consumption is 0.02 µg/kg BW (0.170% ADI), cyhalotrin exposure of chickpea consumption is 0.003 µg/kg BW (0.139% ADI), profenofos exposure of cabbage consumption is 0.02 µg/kg BW (0.243% ADI), chlorpyrifos exposure of celery consumption is 0.00004 µg/kg BW (0.0004% ADI), and cypermethrin exposure of consumption green mustard 0.069 µg/kg BW (0.138% ADI).
RINGKASAN FIRDAYENI FIRDAUS. Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai. Dibimbing oleh Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.
Kesadaran dan keinginan yang kuat untuk menjaga kesehatan diri pada sebagian masyarakat Kabupaten Banggai akan pentingnya mengonsumsi sayuran, dilatarbelakangi adanya bukti-bukti ilmiah manfaat sayuran dalam pencegahan berbagai penyakit degeneratif karena sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat alami. Mengonsumsi sayuran tanpa jaminan keamanan pangan bisa menjadi sumber bahaya seperti kemungkinan keracunan pestisida dalam jangka panjang.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum tingkat asupan zat gizi mikro dan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah, pada Agustus sampai dengan September 2007. Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui untuk estimasi asupan zat gizi vitamin dan mineral dan estimasi paparan pestisida dengan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method). Tahap berikutnya adalah melaksanakan survei penggunaan pestisida di petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk untuk identifikasi jenis pestisida dan metode uji residu pestisida yang digunakan. Selanjutnya adalah pengambilan contoh sayuran di kebun petani sayuran di desa Salodik dan di pedagang sayuran di pasar tradisional Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, pasar Balantang Kecamatan Batui. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada contoh sayuran mentah yang dibudidaya dengan aplikasi pestisida akan digunakan untuk perhitungan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai.
Profil kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan didominasi oleh tingkat SLTA 35%, SD 29%, SLTP 26%, S1 5%, Diploma 4% dan sisanya 1% tidak tamat SD. Berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden, persentase terbesar adalah wiraswata 33%, petani 28%, pegawai swasta 22%, pegawai negeri 15% dan pensiunan 2%. Profil anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur, dari 736 anggota keluarga responden diketahui 68% berusia > 19 tahun yakni mereka yang masuk dalam kelompok dewasa. Sedangkan sebesar 19% masuk dalam kelompok anak-anak (5 - 12 tahun) dan sisanya adalah kelompok remaja (13-18 tahun) sebesar 13%. Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin, didominasi oleh jenis kelamin perempuan 53% sedangkan laki-laki 47%. Rata-rata berat badan anggota keluarga responden pada kelompok usia 13-18 tahun adalah 43,09 kg, yang berarti masih berada dibawah standar berat badan remaja di Indonesia yang menurut AKG 2004 seharusnya berada pada rentang 48-55 kg. Sedangkan rata-rata berat badan kelompok anak-anak dan dewasa secara berurut adalah 22,20 kg dan 57,27 kg, yang sudah masuk dalam rentang berat badan standar AKG 2004 pada masing-masing kelompoknya.
Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran diketahui ada 47 jenis
sayuran yang dikonsumsi rumah tangga responden. Dari jumlah tersebut, ada 10 jenis sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden. Persentase konsumsi responden dan anggota keluarga, dari 47 jenis sayuran tersebut didominasi oleh jenis tomat 16,12%, kangkung 11,20%, terong 10,55%, kacang panjang 10,50%, bayam 6,61%, daun singkong 4,59%, waluh 4,23%, kelor 4,11%, pepaya muda 3,47%, dan urutan ke-10 persentase konsumsinya adalah labu siam 2,58%.
Konsumsi rata-rata total sayuran pada seluruh responden dan anggota keluarga setelah dihitung bagian yang dapat dimakan adalah 226 g per orang per hari dengan konsumsi minimum 54 g per orang per hari dan maksimum 724 g per orang per hari. Pada seluruh responden dan anggota keluarga menunjukkan nilai persentil ke-95 konsumsi sayuran tertinggi per individu dengan konsumsi total sayuran 427 g per orang per hari. Anjuran untuk konsumsi sayuran yaitu 225 - 375 g per orang per hari (US-FDA dalam Astawan dan Andreas 2008).
Hasil yang ditunjukkan Tabel 1, tingkat asupan vitamin A dan vitamin B1 responden dan anggota keluarga masih jauh di bawah AKG yaitu baru memenuhi 43% AKG dan 11,91% AKG. Sedangkan asupan vitamin C sudah mendekati AKG yang dianjurkan untuk orang Indonesia yaitu 50 – 90 mg per hari. Tingkat asupan rata-rata kalsium, fosfor dan zat besi responden dan anggota keluarga dengan rata-rata berat badan mayoritas anggota keluarga responden 57,27 kg masih jauh dari angka kecukupan mineral yang dianjurkan per hari.
Hasil survei penggunaan pestisida pada budidaya sayuran di Desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai selaku sentra produksi sayuran daerah setempat, menunjukkan bahwa dari 47 jenis sayuran yang dikonsumsi responden hanya ada 14 jenis sayuran yang dibudidaya menggunakan aplikasi pestisida yaitu bayam, buncis, daun bawang, kacang panjang, kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih, seledri, terong, tomat, wortel dan kentang.
Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran yang menggunakan pestisida untuk pengendalian OPT, hanya tomat, seledri, kacang panjang, buncis, sawi hijau, dan kol yang masih mengandung residu pestisida dengan nilai di bawah BMR. Residu sipermetrin pada sawi hijau meskipun belum ditetapkan batas maksimumnya, namun jika sawi hijau dikelompokkan dalam golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR sipermetrin 1 mg per kg sayuran maka hasil deteksi tersebut masih di bawah BMR. Demikian pula dengan residu lamda sihalotrin pada buncis yang belum ditetapkan batas maksimum residunya, jika buncis dikelompokkan golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR lamda sihalotrin 0,2 mg per kg maka residu lamda sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg pada buncis masih di bawah BMR. Hasil ini menunjukkan bahwa petani sayuran pemasok sayuran di Kabupaten Banggai sudah menerapkan tata kerja yang baik dan benar dalam memproduksi sayuran dengan mengikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.
Berdasarkan perhitungan nilai paparan pestisida per kg berat badan responden yang ditunjukkan Tabel 5, residu pestisida pada sayuran yang dikonsumsi responden, semuanya memberi nilai paparan pestisida per kg berat badan responden tidak melebihi ADI baik per individu maupun per pengkonsumsi
saja. Untuk residu metidation sebesar 0,025 mg per kg kacang panjang, untuk memenuhi ADI, responden dapat mengkonsumsi maksimum kacang panjang sebanyak 2,29 kg per hari. Demikian halnya tomat yang merupakan sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden, dengan residu klorpirifos sebesar 0,02 mg per kg tomat, untuk memenuhi ADI, responden dapat mengkonsumsi maksimum tomat sebanyak 28,63 kg per hari. Residu sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg buncis akan memberikan paparan 100% ADI sihalotrin jika responden mengkonsumsi buncis sebanyak 2,29 kg per hari. Residu profenofos sebesar 0,24 mg per kg kol akan memberikan paparan 100% ADI profenofos jika responden mengkonsumsi kol sebanyak 2,38 kg per hari. Residu klorpirifos sebesar 0.009 mg per kg seledri akan memberikan paparan 100% ADI klorpirifos jika responden mengkonsumsi seledri sebanyak 63,63 kg per hari. Residu sipermetrin sebesar 0,9 mg per kg sawi hijau akan memberikan paparan 100% ADI sipermetrin jika responden mengkonsumsi sawi hijau sebanyak 3,18 kg per hari. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa knsumsi sayuran responden dan anggota keluarga sudah sesuai anjuran FDA dalam piramida makanan untuk konsumsi sayuran yaitu 3-5 porsi sehari atau sebanyak 225 – 375 g per orang per hari, utuk dapat memenuhi angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan tidak bisa didapat dari konsumsi sayuran saja, mrk pestisida yang digunakan pada usahatani sayuran di Kabupaten Banggai adalah merk yang sudah terdaftar di Pusat Perizinan dan Investasi Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian dan sesuai dengan peruntukan jenis tanaman, hsil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran yang menggunakan pestisida untuk pengendalian OPT hanya tomat, seledri, kacang panjang, buncis, sawi hijau, dan kol yang masih menyimpan residu pestisida dan residu masih di bawah BMR, hsil perhitungan paparan pestisida dengan bahan aktif klorpirifos, sihalotrin, metidation, profenofos, sipermetrin menunjukkan sayuran yang beredar di Kabupaten Banggai aman dikonsumsi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN PESTISIDA DARI KONSUMSI SAYURAN DI
KABUPATEN BANGGAI
FIRDAYENI FIRDAUS
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi
Judul Tugas Akhir : Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai
Nama : Firdayeni Firdaus NRP : F252060015 Program Studi : Teknologi Pangan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc
(Ketua) (Anggota)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal ujian: 14 Mei 2008 Tanggal lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT,
Yang Maha Kuasa, Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas rahmat dan
hidayahNyalah karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak Agustus 2007 ini adalah Studi Asupan Zat
Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah banyak berperan dalam
membantu penulisan tesis ini. Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan
kepada Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Ibu Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc
selaku pembimbing yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu,
mengarahkan, dan membimbing penulis dari awal penulisan sampai
terselesaikannya tesis ini. Terima kasih yang mendalam juga penulis ucapkan
kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi selaku penguji yang telah banyak
memberikan saran untuk perbaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Bupati Banggai, Sekretaris Daerah Kabupaten Banggai, Kepala
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Banggai dan Kepala Bagian Ketahanan
Pangan Sekda Kabupaten Banggai serta rekan-rekan di Bagian Ketahanan Pangan
Sekda Kabupaten Banggai yang telah memberikan dukungan dan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana. Terima kasih juga
kepada ibu-ibu PKK Kecamatan Luwuk, Batui, Toili dan Pagimana atas bantuan
dan kerjasamanya dalam pengambilan data survei. Akhirnya ungkapan terima
kasih tak terhingga untuk keluargaku tercinta yang selalu memberikan dukungan
baik moril maupun materiil serta dorongan semangat untuk menyelesaikan studi.
Semoga segala bantuan, dukungan semangat, perhatian dan doa yang
telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis akan mendapat balasan yang
berlipat ganda dari Allah SWT, Amiin. Akhir kata penulis sampaikan dengan rasa
syukur, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Juli 2008 Firdayeni Firdaus
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 14 Juni 1970 sebagai anak
sulung dari Bapak Hi. Buyung Firdaus dan Ibu Hj. Djasni. Tahun 1989 penulis
lulus dari SMA Negeri 2 Tanjung Karang dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk Universitas Lampung pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian dan
lulus pada Desember 1994.
Penulis bekerja di PT. Banggai Sentral Shrimp, Batui Sulawesi Tengah
sebagai Quality Control Head pada Processing Departement sejak Mei 1996
sampai September 2000. Selanjutnya sejak Desember 2002 sampai sekarang
penulis bekerja sebagai staf pada Bagian Ketahanan Pangan Sekretariat Daerah
Kabupaten Banggai. Untuk mendalami ilmu dan teknologi pangan, penulis
melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi Teknologi Pangan pada
Desember 2006 melalui beasiswa yang diperoleh dari Badan Kepegawaian
Daerah Kabupaten Banggai.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
DAFTAR SINGKATAN
PENDAHULUAN
xi
xiii
xi
xv
xvii
Latar Belakang
Tujuan
Kegunaan
Ruang Lingkup
1
3
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran 5
Asupan Vitamin dan Mineral 6
Kajian Paparan 13
Model Umum Kajian Paparan Bahan Kimia 18
Survei Konsumsi Pangan untuk Kajian Paparan Bahan Kimia 22
Pestisida 24
Gambaran Umum Kabupaten Banggai 31
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
37
37
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Responden 52
Pola Konsumsi Sayuran 55
Asupan Vitamin dan Mineral melalui Konsumsi Sayuran 62
Tingkat Paparan Pestisida 71
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 79
Saran 81
DAFTAR PUSTAKA 82
LAMPIRAN 86
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Angka Kecukupan Vitamin A untuk Orang Indonesia dibandingkansumber lain (µg RE/hari)
9
2. Angka kecukupan vitamin B1 untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)
10
3. Angka kecukupan vitamin C untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)
11
4. Angka kecukupan mineral: Kalsium, Fosfor, dan Besi yang dianjurkan untuk Indonesia (mg per orang per hari)
12
5. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data konsumsi pangan dari kelompok populasi dan individu
23
6. Deteksi level maksimum residu pestisida pada beberapa sayuran di Indonesia, 1986-1993
26
7. Residu pestisida pada tomat dan kubis setelah dicuci; dikuliti; direbus
31
8. Jumlah dan kepadatan penduduk per desa, per km² dan RT menurut kecamatan di Kabupaten Banggai Tahun 2005
32
9. Banyaknya pasar menurut kecamatan di Kabupaten Banggai
35
10. Produksi sayuran menurut jenisnya per kecamatan di Kabupaten Banggai
36
11. Jumlah minimum contoh tanaman/bagian tanaman dalam bentuk curah
45
12. Ukuran contoh tanaman/bagian tanaman untuk analisis residu pestisida
45
13. Batas waktu penyimpanan (termasuk lama pengiriman) beberapa bahan dan tipe analisis residu pestisida
48
14. Berat badan anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur
54
15. Konsumsi sayuran per individu per hari hasil konversi dari ukuran rumah tangga (URT) ke g
56
16. Persentase bagian sayuran yang dapat dimakan
58
17. Konsumsi sayuran (bdd) per individu per hari
59
18. Konsumsi sayuran (bdd) responden pengonsumsi saja per individu per hari
61
19. Konsumsi sayuran bagian dapat dimakan (bdd) per kg BB per hari
64
20. Konsumsi sayuran (bdd) untuk responden pengonsumsi saja per kg BB per hari
65
21. Komposisi vitamin dan mineral sayuran per 100 g
66
22. Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran segar
68
23. Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran yang dimasak
69
24. Jenis pestisida pada budidaya sayuran di Kabupaten Banggai
73
25. Bahan aktif dalam pestisida
77
26. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran
78
27. Nilai paparan pestisida dari konsumsi sayuran (mentah)
76
28. Konsumsi maksimum sayuran per orang dengan berat badan 57.27 kg untuk mencapai paparan pestisida setara nilai ADI
77
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka analisis risiko
14
2. Kerangka kerja kajian risiko
15
3. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan
19
4. Peta akses terhadap pangan dan pendapatan Kabupaten Banggai 2005
33
5. Tahapan utama penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai
38
6. Lokasi penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai
39
7. Cara pengambilan contoh laboratorium
46
8. Proses pengambilan contoh
47
9. Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan
52
10. Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan jenis pekerjaan
53
11. Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur
53
12. Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin
54
13. Jumlah konsumsi sayuran (bdd) per orang per hari
60
14. Persentase konsumsi berbagai jenis sayuran per orang per hari ydikonsumsi responden pengonsumsi
62
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar isian pemantauan konsumsi sayuran
86
2. Konversi ukuran rumah tangga
89
3. Daftar isian penggunaan pestisida
91
4. Contoh komposisi makanan untuk memenuhi angka kecukupan gizi per hari berdasarkan kelompok umur
92
5. Rata-rata berat badan (kg) di Indonesia dibandingkan dengan Baku WHO-NCHS (1983)
93
6. Batas maksimum residu pestisida hasil pertanian
94
7. Acceptable Daily Intake (ADI) dan toksisitas akut untuk pestisida 100
DAFTAR ISTILAH
Acceptable Daily Intake adalah merupakan jumlah suatu bahan yang dinyatakan
dalam mg bahan per kg bobot badan, yang meskipun dicerna/dimakan
setiap hari bahkan selama hidup bersifat aman, tidak menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan, efek keracunan ataupun risiko.
Angka Kecukupan Gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua
populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis
tertentu seperti kehamilan dan menyusui.
Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisik yang terdapat
dalam pangan dan berpotensi menyebabkan dampak buruk terhadap
kesehatan.
Batas Maksimum Residu (BMR) Pestisida adalah konsentrasi maksimum
residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai
konsentrasi yang dapat diterima dalam atau pada hasil pertanian, bahan
pangan atau bahan pakan ternak. Konsentrasi tersebut dinyatakan
dalam mg residu pestisida per kg hasil pertanian.
Deviasi standar adalah seberapa jauh nilai pengamatan tersebar di sekitar nilai
rata-rata.
Kajian paparan adalah pengujian terhadap asupan bahan-bahan berbahaya baik
melalui makanan, minuman atau sumber lain, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (recall method) adalah metode
survei konsumsi pangan dengan mencatat jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24 jam).
Metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang tidak acak
dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai tujuan
penelitian, memilih sub-grup dari populasi sedemikian rupa sehingga
sampel yang dipilih mempunyai sifat sesuai dengan sifat populasi.
Nilai maksimum adalah nilai yang paling besar atau nilai terakhir dari segugus
data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar.
Nilai minimum adalah nilai yang paling kecil atau nilai pertama dari segugus
data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar.
Nilai persentil adalah nilai-nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 100
bagian yang sama. Nilai tersebut dilambangkan dengan P1, P2, …, P99,
bersifat bahwa dari 1% dari seluruh data terletak di bawah P1, 2% dari
seluruh data terletak di bawah P2, …, 99% dari seluruh data terletak di
bawah P99.
Nilai rata-rata (avg) adalah nilai rata-rata hitung.
No-Observed-Adverse-Effect Level adalah konsentrasi atau jumlah tertinggi suatu
bahan, yang ditemukan melalui studi atau observasi, tidak menyebabkan
perubahan buruk yang terdeteksi pada morfologi, kapasitas fungsional,
pertumbuhan, perkembangan atau umur hidup target.
Prima I adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha tani
dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik serta
cara produksinya ramah terhadap lingkangan.
Prima II adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha
tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik.
Prima III adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha
tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi.
Responden adalah ibu rumah tangga atau anggota rumah tangga lainnya yang
dianggap paling mengetahui keadaan rumah tangga serta konsumsi
makan keluarga
Responden untuk hasil perhitungan konsumsi sayuran, asupan zat gizi mikro
dan paparan pestisida adalah responden ditambah dengan anggota
keluarga responden .
Total Diet Study (TDS) adalah studi yang memprediksi paparan bahan kimia
melalui analisis kontaminan, bahan berbahaya dan atau zat gizi dalam
sampel pangan yang didasarkan pada data konsumsi pangan pada suatu
populasi.
Tolerable Upper Intake Level (UL) adalah suatu angka paling tinggi dari suatu
anjuran kecukupan gizi yang bila dikonsumsi dalam jumlah tersebut
setiap hari tidak menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
DAFTAR SINGKATAN
ADI Acceptale Daily Intake
AKG Angka Kecukupan Gizi
BB Berat Badan
bdd bagian dapat dimakan
BMR Batas Maksimum Residu
BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan
CAC Codex Alimentarius Commission
CCFAC Codex Committee on Food Additive and Contaminants
FAO Food and Agriculture Organization of United Nations
FDA Food and Drug Administration
GAP Good Agriculture Practices
HACCP Hazard Analysis Critical Control Points
JECFA Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives
KLB Kejadian Luar Biasa
NOAEL No-Observed-Adverse-Effect Level
OPT Organisme Pengganggu Tumbuhan
PANAP Pesticide Action Network Asia and the Pacific
PHT Pengendalian Hama Terpadu
PTDI Provisional Tolerable Daily Intake
PTWI Provisional Tolerable Weekly Intake
RDI Recommended Dietary Intake
SiSakti Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia
SNI Standar Nasional Indonesia
SPS Sanitary Phyto Sanitary
TDS Total Diet Study
UL Tolerable Upper Intake Level
UNEP United Nations Environment Programme
URT Ukuran Rumah Tangga
WCED World Commission on Environment and Development
WHO World Health Organization
WNPG Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
WTO World Trade Organization
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepedulian dan kesadaran konsumen akan produk pertanian bermutu
dan pangan yang aman dikonsumsi, khususnya produk sayur-sayuran semakin
meningkat. Kesadaran dan keinginan yang kuat untuk menjaga kesehatan diri
pada sebagian masyarakat Kabupaten Banggai akan pentingnya mengonsumsi
sayuran, dilatarbelakangi adanya bukti-bukti ilmiah manfaat sayuran dalam
pencegahan berbagai penyakit degeneratif karena sayur merupakan sumber
vitamin, mineral dan serat alami. Selama dua dekade yang lalu, Dr. Denis
Burkitt, seorang ahli bedah Inggris, menegaskan bahwa orang dengan diet tinggi
serat hampir tidak pernah menderita kanker usus besar, divertikulosis, diabetes,
penyakit jantung koroner, atau radang usus buntu (Jensen 2000).
Serat (baik yang larut maupun yang tidak) dari buah, sayuran, gandum,
kacang, dan biji diperlukan dalam jumlah yang cukup untuk melindungi tubuh
terhadap mal fungsi, terutama ketika buang air besar karena berfungsi normalnya
tubuh kita dilihat pada proses buang air besar. Disamping itu serat pangan yang
tidak larut seperti selulosa juga bersifat mengikat terhadap logam berat dan lemak,
serta membuangnya melalui feses. Hal ini membantu mengurangi jumlah
trigliserida darah dan kolesterol serta melindungi terhadap logam beracun seperti
timah hitam dan kadmium. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk serat pangan
bagi orang dewasa 25 gram per hari (Jensen 2000). Selain serat, konsumsi
sayuran juga bertujuan untuk mendapatkan asupan zat gizi yang penting bagi
tubuh. Beberapa zat gizi penting yang dapat diperoleh dari konsumsi sayuran
antara lain kalsium, fosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B1 dan vitamin C.
Studi asupan zat gizi diperlukan untuk mengetahui kebutuhan gizi dan
kecukupan gizi suatu populasi. Hasil studi asupan gizi suatu populasi
dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi yang direkomendasikan sebagai
nilai rujukan yang berguna untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan
dan asupan gizi, agar tercegah dari defisiensi (kekurangan) ataupun kelebihan
asupan zat gizi (WNPG 2004).
2
Buah segar dan sayuran mentah dianjurkan untuk dikonsumsi karena
lebih efektif untuk mendapatkan vitamin dan mineral serta serat pangan yang
dibutuhkan tubuh. Mengonsumsi sayuran tanpa jaminan keamanan pangan
sebaliknya bisa menjadi sumber bahaya. Berbagai penyakit salmonellosis,
demam tifus, diare, dan kemungkinan keracunan pestisida dalam jangka panjang
menjadi isu keamanan produk segar. Isu keamanan produk segar perlu menjadi
perhatian serius oleh produsen sayuran. GAP (Good Agriculture Practices) yang
relevan dengan kondisi Indonesia sudah saatnya menjadi acuan bagi para
produsen agar menghasilkan produk pertanian yang aman dan sehat. GAP (Good
Agriculture Practices) mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan,
penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan
penularan OPT, dan prinsip traceability (suatu produk dapat ditelusuri asal-
usulnya, dari pasar sampai kebun) sehingga sayur yang diproduksi memiliki mutu
yang baik dan aman dikonsumsi (Dirjen Hortikultura 2006a)
Sistem pengawasan dalam penggunaan pestisida oleh petani dan
pentingnya kewaspadaan dalam menangani keamanan produk sayuran sangat
diperlukan. Penggunaan pestisida yang salah atau pengelolaannya yang tidak
bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif baik langsung maupun tidak
langsung bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Berdasarkan data dari
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-
Bangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja yang
bekerja di sektor pertanian. Tidak dipungkiri bahwa pestisida adalah salah satu
hasil teknologi modern dan mempunyai peranan penting dalam peningkatan hasil
pertanian. Oleh karena itu penggunaannya dengan cara yang tepat dan aman
adalah hal mutlak yang harus dilakukan mengingat pestisida adalah bahan yang
beracun.
Potensi keracunan pestisida bisa terjadi dalam beberapa kasus berikut :
(1) meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak; (2) ketika seseorang makan
atau minum air yang telah tercemar; atau (3) ketika makan dengan tangan tanpa
mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida. Dalam kasus
seperti itu, gejala yang timbul akibat keracunan bisa langsung terlihat. Sementara
risiko pestisida bagi kesehatan karena konsumsi sayuran yang mengandung residu
3
pestisida, gejala-gejalanya tidak langsung terlihat karena kebanyakan gejala-gejala
ini tidak muncul dengan cepat, sehingga orang tidak menyadari bahwa penyakit
mereka mungkin disebabkan oleh residu pestisida pada makanan (PANAP 1999).
Bahaya potensial tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun untuk muncul, karena pada dasarnya walaupun pestisida
berpotensi meracuni tetapi tubuh kita bereaksi berbeda-beda terhadap bahan
kimia. Ada orang yang mungkin lebih peka dibanding orang lain (PANAP 1999).
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian paparan pestisida dari konsumsi sayuran
sebagai dasar pengawasan dan pencegahan dini terhadap sayuran yang berpotensi
menyimpan residu pestisida.
Kajian paparan adalah bagian kajian risiko yang merupakan bagian dari
kerangka analisis risiko. Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal
yaitu (1) manajemen risiko, (2) kajian risiko dan (3) komunikasi risiko. Kajian
risiko merupakan kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko yang terjadi untuk
dilaporkan kepada manajer risiko. Manajemen risiko adalah penentuan kebijakan-
kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan mempertimbangkan
dampak yang mungkin ditimbulkan. Komunikasi risiko adalah komunikasi
instansi dan pihak terkait yang terlibat pada setiap langkah-langkah analisis risiko
(BPOM 2001a).
Untuk melakukan kajian paparan pestisida dari konsumsi sayuran,
diperlukan data yang relevan tentang spesifikasi, toksikologi, jumlah dalam
pangan dan perkiraan asupannya. Kajian paparan bahan kimia dari konsumsi
pangan biasanya merupakan hasil pilihan manajemen risiko untuk menjamin
bahwa asupan bahan kimia dari semua sumber tidak akan melebihi ADI
(Acceptable Daily Intake).
Tujuan
Tujuan umum penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan
pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah mengevaluasi
kecukupan asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran dan mengevaluasi
keamanan kimiawi sayuran.
4
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:
1. Mendapatkan pola konsumsi sayuran masyarakat Kabupaten Banggai.
2. Menghitung asupan zat gizi vitamin dan mineral masyarakat di Kabupaten
Banggai dari pola konsumsi sayuran.
3. Menentukan jenis pestisida yang biasa digunakan dan menganalisa kadar
residu pestisida pada sayuran yang biasa dikonsumsi di Kabupaten Banggai.
4. Menentukan tingkat paparan terhadap pestisida yang berasal dari sayuran yang
dikonsumsi di Kabupaten Banggai.
Kegunaan
Kegunaan penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida
dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah menyediakan data dan
informasi bagi para pengambil kebijakan di tingkat pusat, propinsi maupun
kabupaten untuk keperluan penyusunan perencanaan dan evaluasi pembangunan
pangan daerah serta pembinaan dan pengawasan sistem keamanan pangan segar.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan studi asupan zat gizi mikro dan paparan
pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah:
1. Survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili,
Pagimana, dan Batui berupa pengisian kuesioner konsumsi sayuran.
2. Identifikasi jenis pestisida yang digunakan pada praktek pengendalian OPT
sayuran di Kabupaten Banggai dengan menggunakan data primer yang didapat
dari pelaksanakan survei kepada para petani sayuran di desa Salodik
Kecamatan Luwuk.
3. Uji laboratorium untuk mengetahui kadar residu pestisida pada sayuran yang
disampling.
4. Analisis data primer yang diperoleh dari survei konsumsi sayuran secara
kuantitatif. Analisis kuntitatif disajikan dalam bentuk tabulasi yang bertujuan
untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk tabel yang mudah dibaca.
TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran
Sayur-sayuran didefinisikan sebagai bagian dari tanaman yang umum
dimakan untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Tanaman sayuran adalah
tanaman budidaya yang terdiri dari tanaman sayuran buah, tanaman sayuran
daun dan tanaman sayuran umbi (Dirjen Hortikultura 2006b).
Sayur-sayuran dapat dibedakan atas: daun (kangkung, katuk, sawi,
bayam, selada air, dll), bunga (kembang turi, brokoli, kembang kol, dll), buah
(terong, cabe, paprika, labu, ketimun, tomat, dll), biji muda (kapri muda, jagung
muda, kacang panjang, buncis, semi/baby corn, dll), batang muda (asparagus,
rebung, jamur, dll), akar (bit, lobak, wortel, rhadis, dll), serta sayuran umbi
(kentang, bawang bombay, bawang merah, dll).
Berdasarkan warnanya, sayur-sayuran dapat dibedakan atas: hijau tua
(bayam, kangkung, katuk, kelor, daun singkong, daun pepaya, dll), hijau muda
(selada, seledri, lettuce, dll), dan yang hampir tidak berwarna (kol, sawi putih,
dll). Warna hijau tersebut disebabkan oleh pigmen hijau yang disebut
klorofil. Klorofil, yang terdiri dari klorofil a dan klorofil b ini, tersimpan di
dalam kloroplas. Sayur-sayuran daun yang berwarna hijau tua, lebih banyak
mengandung klorofil a, sebaliknya yang berwarna hijau muda lebih banyak
mengandung klorofil b. Di dalam kloroplas juga terdapat pigmen lain, yaitu
karoten. Semakin hijau warna daun, maka kandungan karotennya akan semakin
tinggi.
Karoten dan vitamin C yang terdapat dalam sayur berperan penting
sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal bebas yang dapat
menyebabkan terjadinya kanker. Sayur juga mengandung serat pangan yang
tinggi untuk mencegah sembelit, diabetes mellitus, kanker kolon, tekanan darah
tinggi, dan lain-lain (Astawan 2007).
Sayuran mempunyai kadar air, vitamin, mineral dan serat yang tinggi,
tetapi rendah dalam hal energi, lemak, dan karbohidrat. Komposisi gizi
tersebut menyebabkan sayur sangat baik digunakan sebagai makanan
penurun berat badan.
6
Komposisi sayuran
• Kadar air tinggi (70-90%), kontribusi terhadap energi rendah
• Rendah lemak dan protein
• Karbohidrat : utama selulosa, pati dan gula (penyedia dietary fiber)
• Vitamin dan mineral
• Pigmen
• Komponen Lain
Untuk mengetahui kadar zat gizi sayuran, lebih dahulu ditentukan
bagian yang dapat dimakan (bdd). Bagian yang dapat dimakan untuk sayuran
adalah bagian sayuran setelah dibuang bagian-bagian yang lazim tidak dimakan
seperti akar, tangkai, kulit atau biji. Rekomendasi FAO untuk konsumsi sayuran
sebesar 65 kg per kapita per tahun atau sama dengan 178 g per kapita per hari
(Dirjen Hortikultura 2006b) sedangkan anjuran FDA dalam piramida makanan
untuk konsumsi sayuran yaitu 3-5 porsi sehari atau sebanyak 225 – 375 g per
orang per hari (US-FDA yang dikutip oleh Astawan dan Andreas 2008).
.
Asupan Vitamin dan Mineral
Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi
diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi
menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti
kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan
(reverence values) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi
makanan dan asupan gizi, agar tercegah dari defisiensi (kekurangan) ataupun
kelebihan asupan zat gizi. Kekurangan asupan suatu zat gizi akan menyebabkan
terjadinya defisiensi atau penyakit kurang gizi dan kelebihan akan menyebabkan
terjadinya efek samping (adverse effect). Pada keadaan ekstrim kekurangan atau
kelebihan zat gizi dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian (IOM 2002).
Kebutuhan vitamin dan mineral dapat dilakukan dengan berbagai cara
dengan menggunakan indikator adanya defisiensi maupun indikator terjadinya
toksisitas. Yang paling ekstrim ialah indikator mencegah terjadinya kematian.
Indikator biokimiawi, fisiologi dan patologi subklinis biasanya digunakan untuk
7
mengetahui adanya dampak negatif yang berupa kekurangan (defisiensi)
ataupun ekses sampai terjadinya keracunan.
Deplete-replete. Pada metode ini subyek diberi asupan zat gizi yang
sangat rendah sehingga terjadi tanda-tanda defisiensi. Kemudian diberi asupan
zat gizi sehingga tanda-tanda defisiensi hilang dan status zat gizi tersebut
kembali normal (baik).
Dose-response. Sejumlah subyek diberi dosis zat gizi yang berbeda-
beda kemudian diteliti statusnya dengan indikator biokimiawi ataupun subklinik,
ataupun cara lain misalnya rangsangan terhadap imunitas. Asupan zat gizi dari
makanan sehari-hari dibanding dengan status. Pengumpulan data asupan zat gizi
dapat dikumpulkan di tingkat masyarakat. Asupan zat gizi akan bervariasi mulai
yang rendah, sedang dan tinggi. Kemudian diteliti pula status zat gizi pada
mereka yang sudah diketahui asupannya. Dengan membandingkan asupan serta
status terhadap zat gizi tersebut dapat diketahui kebutuhan zat gizi tersebut.
Indikator yang digunakan biasanya indikator biokimia.
Faktorial. Metode ini mengukur kehilangan zat gizi yang dimaksud
pada berbagai tingkat asupan zat gizi yang bersangkutan. Dengan
memperhitungkan banyaknya zat gizi yang keluar dari tubuh (obligatory losses)
dapat diketahui pada tingkat asupan berapa yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
Faktor bioavaibilitas sangat mempengaruhi besar kecilnya zat gizi yang
dianjurkan. Mineral biasanya bioavaibilitasnya dipengaruhi oleh adanya zat
yang membentuk komplete misalnya asam fitat, oksalat dan tanin. Beberapa
mineral lebih mudah diabsorpsi bila valensinya lebih rendah. Misalnya zat besi
akan lebih mudah diserap berupa fero (Fe2+) daripada berupa feri (Fe3+)
sehingga diperlukan pereduksi sewaktu masih dalam pencernaan. Karena itu
vitamin C, sistein, dan lain-lain yang bersifat pereduksi akan membantu
penyerapan zat besi (WNPG 2004).
Vitamin
Vitamin diperlukan untuk reaksi yang berkenaan dengan metabolisme
dasar di tubuh. Meskipun vitamin tidak menghasilkan energi seperti protein,
8
karbohidrat dan lemak, mereka penyokong utama banyak reaksi yang
menghasilkan energi dalam tubuh untuk pemacu pertumbuhan, pengembangan
dan peliharaan jaringan tubuh.
Vitamin zat organik esensial diperlukan dalam jumlah kecil di diet
untuk fungsi normal, pertumbuhan, dan pemeliharaan jaringan tubuh. Vitamin
larut air terdiri dari vitamin B dan vitamin C. Dengan pengecualian vitamin B6
dan B12, mereka siap dikeluarkan lewat urin tanpa penyimpanan cukup besar,
sehingga perlu sering dikonsumsi. Mereka umumnya tidak beracun bila
dikonsumsi lebih dari yang diperlukan, meskipun gejala mungkin dilaporkan
orang yang mengonsumsi megadose niacin, vitamin C, atau pyridoxine
(vitamin B6). Semua vitamin B berfungsi sebagai koenzim atau ko-faktor,
membantu aktivitas enzim-enzim penting sehingga reaksi untuk menghasilkan
energi berjalan normal. Sebaliknya, ketiadaan beberapa vitamin larut air
sebagian besar mempengaruhi pertumbuhan atau kecepatan metabolisme
jaringan seperti kulit, darah, saluran pencernaan, dan sistem syaraf. Vitamin
larut air mudah hilang dengan pemasakan terlalu lama (Insel et al. 2002).
Mineral
Secara umum, ada tiga fungsi mineral dalam tubuh yaitu: (1) sebagai
ko-faktor dalam berbagai reaksi metabolik, (2) sebagai bagian dari senyawa
yang mengandung zat organik seperti enzim, hormon dan unsur tertentu dalam
darah, dan (3) sebagai ion yang menungkinkan pergerakan zat melintasi
membran sel dan pergerakan otot. Walaupun mineral mempunyai fungsi sangat
penting tetapi secara keseluruhan beratnya hanya sekitar 4 persen berat badan.
Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Rekomendasi angka kecukupan vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C
untuk orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.
Sedangkan rekomendasi angka kecukupan mineral kalsium, fosfor dan zat besi
untuk orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
9
Tabel 1 Angka kecukupan vitamin A untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (µg RE/hari)
Kelompok Umur AKG
1998a) IOM 2002b)
FAO/WHO 2001c)
FNRI 2002d)
AKG 2004e)
Anak 0-6 bl 350 400 375 375 375
7-11 bl 350 500 400 400 400
1-3 th 350 300 400 400 400
4-6 th 400 400 450 450 450
7-9 th 400 400 500 400 500
Laki-laki 10-12 th 500 600 600 400 600
13-15 th 600 900 600 550 600
16-18 th 700 900 600 600 600
19-29 th 700 900 600 550 600
30-49 th 700 900 600 550 600
50-64 th 700 900 600 550 600
65 th+ 600 900 600 550 600
Perempuan 10-12 th 500 600 600 400 600
13-15 th 500 700 600 450 600
16-18 th 500 700 600 450 600
19-29 th 500 700 500 500 500
30-49 th 500 700 500 500 500
50-64 th 500 700 500 500 500
65 th+ 500 700 500 500 500
Ibu hamil +200 +50-70 +300 +300 +300
Menyusui 1-6 bl +350 +500-600 +350 +400 +350
7-12 bl +350 +500-600 +350 +400 +350
Keterangan: a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2002 c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001 d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research
Institute, Philippines, 2002 e) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004
Sumber: WNPG VIII (2004)
10
Tabel 2 Angka kecukupan vitamin B1 untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)
Kelompok Umur AKG
1998a) IOM 2000b)
FAO/WHO 2001c)
FNRI 2002d)
AKG 2004
Anak 0-6 bl 0.3 0.2 0.2 0.2 0.2
7-11 bl 0.4 0.3 0.3 0.4 0.4
1-3 th 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
4-6 th 0.8 0.6 0.6 0.6 0.8
7-9 th 1.0 0.7 0.9 0.7 0.9
Laki-laki 10-12 th 1.0 0.9 1.2 0.9 1.1
13-15 th 1.0 1.1 1.2 1.2 1.2
16-18 th 1.0 1.2 1.2 1.4 1.3
19-29 th 1.2 1.2 1.2 1.2 1.3
30-49 th 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2
50-64 th 1.2 1.2 1.2 1.2 1.2
65 th+ 1.0 1.2 1.2 1.2 1.0
Perempuan 10-12 th 1.0 0.9 1.1 0.9 1.1
13-15 th 1.0 1.0 1.1 1.0 1.2
16-18 th 1.0 1.0 1.1 1.1 1.1
19-29 th 1.0 1.1 1.1 1.1 1.0
30-49 th 1.0 1.1 1.1 1.1 0.9
50-64 th 1.0 1.1 1.1 1.1 0.9
65 th+ 1.0 1.1 1.1 1.1 0.8
Hamil Trimester 1 +0.2 +0.3 +0.3 +0.3 +0.3
Trimester 2 +0.2 +0.3 +0.3 +0.3 +0.3
Trimester 3 +0.2 +0.3 +0.3 +0.3 +0.3
Menyusui 6 bl pertama +0.3 +0.3 +0.4 +0.4 +0.3
6 bl kedua +0.3 +0.3 +0.4 +0.4 +0.3
Keterangan: a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2000 c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001 d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research
Institute, Philippines, 2002 Sumber: WNPG VIII (2004)
11
Tabel 3 Angka kecukupan vitamin C untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)
Kelompok Umur AKG
1998a) IOM 2000b)
FAO/WHO 2001c)
FNRI 2002d)
AKG 2004
Anak 0-6 bl 30 40 25 30 40
7-11 bl 35 50 30 30 50
1-3 th 40 15 30 30 40
4-6 th 45 25 30 30 45
7-9 th 45 35 35 30 45
Laki-laki 10-12 th 50 45 40 45 50
13-15 th 60 75 40 65 75
16-18 th 60 90 40 75 90
19-29 th 60 90 45 75 90
30-49 th 60 90 45 75 90
50-64 th 60 90 45 75 90
65 th+ 60 90 45 75 90
Perempuan 10-12 th 50 45 40 45 50
13-15 th 60 65 40 65 65
16-18 th 60 75 40 70 75
19-29 th 60 75 45 70 75
30-49 th 60 75 45 70 75
50-64 th 60 75 45 70 75
65 th+ 60 75 45 70 75
Hamil Trimester 1 +10 +10 +10 +10 +10
Trimester 2 +10 +10 +10 +10 +10
Trimester 3 +10 +10 +10 +10 +10
Menyusui 6 bl pertama +25 +45 +25 +35 +25
6 bl kedua +10 +45 +25 +35 +25
Keterangan: a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2000 c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001 d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research
Institute, Philippines, 2002 Sumber: WNPG VIII (2004)
12
Tabel 4 Angka kecukupan mineral: kalsium, fosfor, dan zat besi yang dianjurkan untuk Indonesia (mg per orang per hari)
Kelompok Umur BB1) (kg) Kalsium Fosfor Besi3)
Bayi 0-6 bl 6.0 200 100 0.30 (40)
7-11 bl 8.0 400 225 10 (40)
Anak 1-3 th 12.0 500 (2500) 400 (3000) 7 (48)
4-6 th 17.0 500 (2500) 400 (3000) 8 (48)
7-9 th 25.0 600 (2500) 400 (3000) 10 (48)
Laki-laki 10-12 th 35.0 1000 (2500) 1000 (4000) 13 (48)
13-15 th 46.0 1000 (2500) 1000 (4000) 19 (54)
16-18 th 55.0 1000 (2500) 1000 (4000) 13 (54)
19-29 th 56.0 800 (2500) 600 (4000) 13 (54)
30-49 th 62.0 800 (2500) 600 (4000) 13 (54)
50-64 th 62.0 800 (2500) 600 (3000) 13 (54)
65 th+ 62.0 800 (2500) 600 (3000) 13 (54)
Perempuan 10-12 th 37.0 1000 (2500) 1000 (4000) 14 (48)
13-15 th 48.0 1000 (2500) 1000 (4000) 26 (54)
16-18 th 50.0 1000 (2500) 1000 (4000) 26 (54)
19-29 th 52.0 800 (2500) 600 (4000) 26 (54)
30-49 th 55.0 800 (2500) 600 (4000) 26 (54)
50-64 th 55.0 800 (2500) 600 (3000) 12 (54)
65 th+ 55.0 800 (2500) 600 (3000) 12 (54)
Hamil Trimester 1 +150 (2500) +0 (3500) +0 (54)
Trimester 2 +150 (2500) +0 (3500) +9 (55)
Trimester 3 +150 (2500) +0 (3500) +13 (54)
Menyusui 6 bl pertama +150 (2500) +0 (4000) +6 (54)
6 bl kedua +150 (2500) +0 (4000) +6 (54)
Keterangan: 1) BB = Berat Badan 2) Angka di dalam kurung adalah UL (upper limit) yaitu batas atas yang dianggap
aman untuk dikonsumsi 3) UL besi dari menu makanan dihitung 1.2 kali dari UL IOM 2001 karena tingkat
penyerapan besi dari pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia rendah Sumber: WNPG VIII (2004)
13
Kajian Paparan
Penyakit yang disebabkan oleh makanan atau keracunan makanan
mempunyai konsekuensi yang luas baik terhadap kesehatan maupun terhadap
kehidupan sosial dan industri pangan. Oleh karena itu perlu ditetapkan sistem
jaminan keamanan pangan pada rantai pangan mulai dari bahan baku sampai
produk yang siap dimakan atau siap saji, atau dari produsen sampai ke
konsumen, sehingga risiko akibat terpapar bahaya dapat diminimumkan.
Bahaya dalam hal ini meliputi bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik.
Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah analisis
risiko (BPOM 2001b).
Parker dan Tompkin (2000) mendefinisikan risiko (risk) sebagai
kemungkinan terkena penyakit-penyakit yang disebabkan oleh cemaran biologis,
kimia, dan fisika yang terdapat dalam makanan. Analisis risiko (Risk Analysis)
merupakan penetapan tata cara memperkirakan risiko yang berhubungan dengan
masalah kesehatan dan mengendalikan risiko tersebut seefektif mungkin.
Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal yaitu kajian risiko,
manajemen risiko, dan komunikasi risiko (Gambar 1).
Kajian risiko merupakan kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko
yang terjadi untuk dilaporkan kepada manajer risiko. Manajemen risiko adalah
penentuan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan
mempertimbangkan dampak yang mungkin ditimbulkan. Komunikasi risiko
adalah komunikasi instansi dan pihak terkait yang terlibat pada setiap langkah-
langkah analisis risiko (BPOM 2001a).
Kajian risiko adalah evaluasi ilmiah terhadap peluang dan tingkat
keparahan gangguan kesehatan akibat terpapar bahaya yang terdapat dalam
makanan. Tujuan kajian risiko adalah mendokumentasikan dan menganalisis
bukti-bukti ilmiah untuk mengukur risiko serta mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhinya sehingga dapat digunakan dalam manajemen risiko.
Pada dasarnya kajian risiko dilakukan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan: (1) hal-hal negatif atau bahaya apa saja yang mungkin terjadi,
(2) bagaimana peluang terjadinya hal-hal negatif tersebut, (3) jika hal tersebut
terjadi, apa konsekuensi yang harus dihadapi. Pertanyaan ini harus dijawab
14
secara sistematis melalui empat prosedur yang berkaitan yaitu identifikasi
bahaya (hazard identification), karakterisasi bahaya (hazard characterization),
kajian paparan (exposure assessment) dan karakterisasi risiko (risk
characterization) (BPOM 2001a). Bagan alir prosedur tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 1 Kerangka analisis risiko (BPOM, 2001a)
Kajian risiko dapat dilakukan dalam bentuk kualitatif maupun
kuntitatif. Kajian risiko kuantitatif lebih disukai, tetapi jika data lengkap
untuk kajian kuantitatif tidak tersedia maka dapat dilakukan kajian kualitatif.
Kecukupan data yang tersedia akan memudahkan pengkonversian data
kualitatif ke bentuk kuantitatif (BPOM 2001b).
Kajian risiko terutama dilakukan dalam kondisi (a) tidak tersedianya
standar internasional yang dapat menjamin keamanan pangan lokal dan
perdagangan internasional, (b) terdapat populasi yang rentan atau populasi
yang terpapar suatu bahaya dan (c) standar keamanan lebih ketat daripada
standar perdagangan internasional (BPOM 2001b).
Komunikasi risiko Pertukaran informasi dan Pendapat secara interaktif
Manajemen risiko • Evaluasi risiko • Kajian pilihan • Palaksanaan keputusan • Monitoring dan evaluasi
Kajian risiko • Identifikasi bahaya • Karakterisasi bahaya • Kajian paparan • Karakterisasi risiko
15
Gambar 2 Kerangka kerja kajian risiko (BPOM 2001c)
Identifikasi bahaya (hazard identification)
Identifikasi bahaya (hazard identification) adalah identifikasi
berbagai macam bahaya yang terdapat di dalam makanan yang mampu
menyebabkan dampat buruk terhadap kesehatan. Bahaya (hazard) dapat
diartikan sebagai agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat di
dalam pangan dan berpotensi menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan.
Identifikasi bahaya merupakan hasil dari kegiatan studi/survei/surveilan
keamanan pangan, diantaranya survei terhadap faktor-faktor risiko pada rantai
pangan, mikroba penyebab kejadian luar biasa (KLB) akibat pangan, survei
epidemiologi, dan studi/survei/surveilan lainnya (Parker dan Tompkin 2000).
Beberapa hal yang menentukan kegiatan identifikasi bahaya
diantaranya adalah ketersediaan biaya, metode, pustaka, dan sumber informasi
dalam melaksanakan studi/survei/surveilan. Sumber informasi yang biasa
digunakan adalah informasi epidemiologi dari petugas kesehatan dan
pelaporan dari KLB atau kasus penyakit akibat pangan. Tetapi, jumlah
pelaporan KLB dan kasus penyakit akibat pangan yang belum mencerminkan
Penetapan Tujuan Identifikasi Bahaya
KAJIAN PAPARAN Karakterisasi Bahaya
Kajian dosis-respon
Perkiraan risiko:
• Peluang dan keparahan
• Ketidakpastian
• Keragaman
Karakterisasi Risiko
16
kejadian yang sebenarnya dapat menghambat kegiatan identifikasi bahaya
sehingga perlu sumber informasi lain misalnya informasi dari rantai pangan
(Parker dan Tompkin 2000).
Karakterisasi bahaya (hazard characterization)
Karakterisasi bahaya (hazard characterization) adalah pengujian
terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh agen-agen biologi, kimia, maupun
fisika, yang terdapat pada makanan baik secara kualitatif maupun kuantitatif
(Parker dan Tompkin 2000). Tujuan dari kegiatan ini adalah memperkirakan
tingkat keparahan dan lamanya sakit akibat pengaruh mikroorganisme atau
racun dalam jumlah atau konsentrasi tertentu.
Dalam kegiatan karakterisasi bahaya perlu dilakukan kajian dosis-
respon (dose response assessment). Kajian dosis respon adalah penentuan
hubungan antara banyaknya paparan agen-agen kimia, biologi, dan fisika
(dosis) terhadap frekuensi penyakit yang terjadi (respon). Kajian dosis respon
biasanya menggunakan manusia (sukarelawan) atau binatang sebagai model
percobaan untuk menentukan frekuensi, tingkat keparahan, dan lama sakit
yang ditimbulkan (BPOM 2001b). Parker dan Tompkin (2000) menambahkan
metode lain dalam kajian dosis-respon yaitu pengumpulan informasi mengenai
jumlah mikroorganisme atau racun dalam makanan ketika KLB akibat pangan
atau kasus keracunan terjadi.
Dari dua metode di atas, dapat dibuat model matematis untuk
memperkirakan risiko infeksi oleh mikroorganisme pada konsentrasi yang
berbeda. Parker dan Tompkin (2000) menyebutkan, model matematis yang
sering digunakan adalah model beta-Poisson. Model ini memberikan hasil
paling mirip dengan percobaan pada manusia, sehingga lebih efisien.
Kajian paparan (exposure assessment)
Kajian paparan (exposure assessment) adalah pengujian terhadap
asupan bahan-bahan berbahaya melalui makanan, minuman atau sumber lain,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif (BPOM 2001a). Parker dan Tompkin
17
(2000) menyebutkan tujuan dari kajian ini adalah mengetahui banyaknya
mikroba atau racun yang termakan oleh manusia dari konsumsi bahan pangan.
Parker dan Tompkin (2000) menambahkan, untuk memperkirakan
banyaknya cemaran mikroba dan bahan berbahaya lainnya dalam makanan
cukup sulit karena beragamnya jenis cemaran tersebut. Jenis makanan dan
faktor-faktor sepanjang rantai pangan yang kompleks, seperti budidaya,
pengolahan, distribusi, serta pola konsumsi, turut menentukan beragamnya
cemaran di dalam makanan. Faktor-faktor lain yang membatasi keakuratan
kajian paparan ini adalah perubahan pola makan yang ditentukan oleh latar
belakang sosial suatu populasi, preferensi konsumen dalam menentukan
makanan, karakteristik demografi suatu populasi, dan munculnya jenis pangan
baru. Walaupun sulit untuk memperoleh informasi yang diperlukan, kajian
paparan perlu dilakukan dalam surveilan keamanan pangan secara total dan
terpadu.
Untuk menentukan apakah konsumen pangan berada pada risiko
terkena bahaya paparan bahan kimia, maka diperlukan suatu perkiraan
konsumsi suatu pangan yang kemudian dibandingkan dengan tingkat konsumsi
bahan kimia yang aman atau nilai ADI (Acceptable Daily Intakes) untuk bahan
kimia tersebut. Perkiraan konsumsi pangan dengan cemaran bahan kimia yang
sebenarnya sebagai ukuran tingkat paparan bahan kimia sangat diperlukan
dalam kajian risiko (WHO 1985).
Karakterisasi risiko (risk characterization)
Karakterisasi risiko (risk characterization) adalah output dari kajian
risiko. Parker dan Tompkin (2000) mendefinisikan karakterisasi risiko sebagai
perkiraan bahaya yang berdampak buruk terhadap kesehatan yang terjadi pada
populasi tertentu, baik secara kualitatif maupun kuntitatif, berdasarkan
kegiatan identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, dan kajian paparan yang
telah dilakukan. Informasi dari kajian risiko ini dapat digunakan sebagai
landasan ilmiah (evidence based) untuk menentukan strategi dalam mencegah
atau mengurangi risiko pada kegiatan manajemen risiko.
18
Keluaran kajian risiko adalah perkiraan risiko yang meliputi peluang
dan keparahan sakit yang disebabkan oleh makanan yang mengandung bahaya.
Perkiraan risiko dapat berupa perkiraan kuantitatif misalnya jumlah outbreak
atau kejadian luar biasa (KLB) per tahun, jumlah yang sakit per tahun atau per
100.000 populasi, jumlah yang sakit per 100.000 porsi makanan atau perkiraan
kualitatif misalnya risiko dapat diabaikan, risiko rendah, sedang dan tinggi
(BPOM 2001b).
Model Umum Kajian Paparan Bahan Kimia
Paparan didefinisikan sebagai total bahan kimia yang dikonsumsi oleh
manusia. Untuk memperkirakan tingkat paparan bahan kimia JECFA (Joint
FAO/WHO Expert Committe on Food Additives) menggunakan tiga tipe
pendekatan yaitu perkiraan per kapita, perkiraan dari survei konsumsi pangan
dan analisis bahan kimia menggunakan metode TDS (Total Diet Study) (WHO
1987). Dalam kajian paparan terdapat beberapa komponen yang diperlukan
untuk mendapatkan ketelitian dan ketepatan dari tujuan kajian paparan, seperti
terlihat pada Gambar 3. Penggunaan komponen tersebut masing-masing harus
ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan kajian paparan sehingga
interpretasi hasil kajian sesuai dengan tujuan.
Kajian paparan mengkombinasikan data konsumsi pangan atau model
diet dari data yang sesuai, dengan data tingkat cemaran bahan kimia dalam
makanan untuk memperkirakan tingkat konsumsi makanan dengan cemaran
bahan kimia yang menjadi fokus kajian. Hasil dari perkiraan tingkat konsumsi
makanan dengan cemaran bahan kimia kemudian dibandingkan dengan suatu
nilai tingkat konsumsi bahan kimia yang aman, misalnya ADI (Acceptable Daily
Intakes), dan RDI (Recommended Dietary Intakes) untuk tiap-tiap bahan kimia
yang menjadi fokus kajian (WHO 1977).
Secara umum persamaan yang digunakan dalam kajian paparan baik
kajian paparan kronis maupun akut adalah sebagai berikut:
Paparan = konsentrasi bahan kimia X konsumsi
berat badan
19
Gambar 3 Komponen yang diperlukan dalam kajian paparan (WHO 1997)
Data konsentrasi bahan kimia
(Pestisida, kontaminan):
• Tingkat maksimum yang
diijinkan
• Konsentrasi tertinggi yang
dilaporkan
• Nilai rata-rata atau median
• Data konsentrasi cemaran
bahan kimia yang diuji
• Faktor koreksi
Target studi
kajian paparan:
• Fetus
• Bayi
• Anak-anak
KAJIAN PAPARAN
Faktor lain:
• Status gizi
• Pekerjaan
• Status kesehatan
• Umur
• Jenis kelamin
Waktu paparan:
• Seumur hidup
• Tahunan
• Bulanan
• Mingguan
• Harian
• Satu kali konsumsi
Data konsumsi pangan
(termasuk air minum)
• Konsumsi tertinggi
• Rata-rata
(pengkonsumsian)
• Rata-rata
(seluruh populasi)
Karakterisasi
risiko:
• Dosis respon akut
• ADI
• PTWI/PTDI
• AKG
20
Dari persamaan tersebut terlihat dua pendekatan utama dalam kajian
paparan yaitu data konsentrasi bahan kimia dan data konsumsi pangan. Data
konsumsi pangan yang digunakan sebelumnya banyak berhubungan dengan
kajian nutrisi saja sehingga data ini kurang sesuai digunakan dalam kajian
paparan bahan-bahan kimia lainnya. Data konsumsi pangan dapat dikumpulkan
di tingkat nasional, rumah tangga atau individu. Data yang dikumpulkan pada
tingkat individu merupakan data yang paling sesuai untuk digunakan dalam
kajian paparan. Data konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dan nasional
dapat membantu dalam kajian paparan terutama menyediakan informasi awal
pola konsumsi di tingkat nasional.
Dalam kajian paparan sangat penting untuk menentukan keakuratan
konsentrasi bahan kimia dalam bahan pangan sehingga teknik sampling dan
prosedur analisis merupakan tahap yang kritis untuk mendapatkan keakuratan
data-data yang diperoleh. Selain melalui analisis bahan kimia, data konsentrasi
bahan kimia dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya data konsentrasi
secara coba-coba (estimasi), data pengawasan pemerintah atau data surveilan
dan data survei industri (WHO 1997).
Konsentrasi bahan kimia yang digunakan dalam kajian paparan di
tingkat internasional harus relevan dengan peraturan Codex. Salah satu fungsi
standar Codex adalah sebagai acuan perdagangan pangan yang aman, oleh
karena itu tingkat penggunaan bahan kimia tertinggi yang diijinkan, merupakan
indikator keamanan bahan tersebut. Penggunaan metode konsentrasi tertinggi
diperbolehkan dalam kajian paparan, namun harus dipahami tidak semua orang
mengonsumsi makanan dengan konsentrasi cemaran bahan kimia tertinggi.
Codex menyarankan penggunaan data konsentrasi bahan kimia hasil analisis
untuk menentukan konsentrsi bahan kimia dalam produk yang sebenarnya
(WHO 1997).
Pada kajian paparan bahan kimia tingkat risiko akibat konsumsi
makanan dengan cemaran bahan kimia dilihat dari nilai paparannya. Nilai
paparan adalah tingkat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia setiap
hari per kg berat badan (mg/kg BB), yang dibandingkan dengan tingkat
konsumsi bahan kimia yang aman setiap harinya (JECFA ADI). Semakin besar
21
paparan maka semakin besar pula risiko terkena bahaya akibat konsumsi
makanan dengan cemaran bahan kimia (JECFA 2001).
Pada kajian risiko residu pestisida dengan metode TDS (Total Diet
Study), penentuan data konsentrasi residu pestisida pada sayuran dilakukan
dengan menganalisis residu pestisida pada sayuran, sedangkan untuk kajian
paparan residu pestisida maka konsentrasi bahan aktif pestisida pada sayuran
ditentukan dengan menggunakan standar batas maksimum residu (BMR)
pestisida pada hasil pertanian berdasarkan SNI dan Codex Maksimum Residue
Limits untuk hasil pertanian.
Menurut petunjuk JECFA (2001), beberapa pertimbangan yang
digunakan dalam kajian paparan dan harus selalu dicantumkan dalam laporan
sebagai berikut:
• Perkiraan paparan kronis (jangka panjang) sebaiknya didasarkan pada data
konsumsi populasi umum.
• Kajian paparan pada suatu kelompok populasi tertentu diperlukan apabila
kelompok tersebut dicurigai terkena suatu risiko bahaya yang didasarkan
pada evaluasi toksikologis.
• Paparan kronis dihitung dengan membandingkan tingkat konsumsi makanan
dengan cemaran bahan kimia setiap hari per kg berat badan dan tingkat
konsumsi amannya (ADI).
• Ketika konsumsi cemaran bahan kimia pada kelompok bahan pangan
tertentu diperkirakan melebihi nilai ADI, maka sebaiknya dilakukan kajian
pada kelompok bahan pangan tersebut.
• Kajian yang didasarkan pada data konsumsi pangan nasional dan tingkat
cemaran bahan kimia yang diijinkan pada peraturan nasional, harus
dicantumkan apakah estimasi cemaran bahan kimia dilakukan pada
keseluruhan kategori pangan atau hanya pada kategori pangan tertentu yang
diijinkan berdasarkan peraturan nasional.
• Data bahan pangan seharusnya dikelompokkan pada sistem klasifikasi
pangan.
22
Survei Konsumsi Pangan Untuk Kajian Paparan Bahan Kimia
Menurut Sahardjo dan Riyadi (1990), survei konsumsi pangan
merupakan suatu kegiatan survei yang dimaksudkan untuk mengetahui keadaan
konsumsi pangan baik dilihat dari jenis maupun jumlah yang dikonsumsi,
termasuk bagaimana kebiasaan makannya. Survei konsumsi pangan dapat
digunakan untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi mupun nongizi yang
dikonsumsi. Oleh karena itu, survei konsumsi pangan dapat menghasilkan
informasi yang bersifat kualitatif , kuantitatif atau kedua-duanya.
CCFAC (Codex Committee on Food Additive and Contaminants) telah
mengembangkan metode-metode yang digunakan dalam survei konsumsi
pangan untuk kajian paparan cemaran. Tidak ada satu pun metode survei
konsumsi pangan yang dapat digunakan secara umum karena adanya variasi
konsumsi pangan secara individu (perorangan) atau kelompok individu
(populasi). Adanya variasi ini tidak boleh dilupakan dalam pemilihan metode
survei konsumsi pangan dan interpretasi data yang diperoleh (WHO 1985).
Terdapat dua pendekatan yang umum digunakan untuk mendapatkan
informasi pola konsumsi pangan baik secara individu maupun populasi yaitu
(1) berdasarkan dugaan perpindahan dan kehilangan bahan pangan di suatu
daerah atau rumah tangga, dan (2) berdasarkan data jumlah pangan yang benar-
benar dikonsumsi secara langsung oleh individu atau rumah tangga. Secara
ringkas metode yang biasa digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Pemilihan
metode survei konsumsi pangan harus mempertimbangkan berbagai faktor
diantaranya usia, tingkat pendidikan dan motivasi dari populasi target, serta
biaya dan sumber daya manusia yang diperlukan (WHO 1985).
Program-program survei konsumsi pangan nasional lebih banyak
dikembangkan berdasarkan data konsumsi pangan di tingkat rumah tangga
daripada individu. Pada kajian paparan pestisida ini digunakan metode survei
konsumsi pangan dengan pendekatan konsumsi pangan individu. Penggunaan
data konsumsi pangan individu akan menghasilkan perkiraan paparan yang lebih
akurat karena menghitung jumlah bahan pangan yang benar-benar dikonsumsi
(WHO 1997).
23
Tabel 5 Metode yang digunakan dalam pengumpulan data konsumsi pangan dari kelompok populasi dan individu.
Kajian Metode Individu Metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method)
Metode penimbangan pangan (Food weighting method)
Metode porsi pangan duplikat (Duplicate portion method)
Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method)
Metode perulangan konsumsi pangan (Food frequency method)
Populasi Metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method)
Metode penimbangan pangan (Food weighting method)
Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method)
Metode perulangan konsumsi pangan (Food frequency method)
Metode pangan tak terlihat (Food disappearance method):
a). Rumah tangga
b). Nasional
Sumber: WHO (1985)
Metode Mengingat-ingat Konsumsi Pangan (Dietary recall method)
Pada metode ini individu ditanya mengenai jenis dan jumlah makanan
yang dikonsumsinya pada waktu yang lalu (biasanya 24 jam yang lalu). Suatu
jumlah bahan pangan yang dikonsumsi menggunakan URT (Ukuran Rumah
Tangga) yang biasa digunakan dalam rumah tangga misalnya potong, sendok,
gelas dan lain-lain. Dalam metode ini digunakan petugas pencacah yang telah
dilatih untuk mewawancarai responden. Untuk melakukan pencacahan
konsumsi pangan selama 24 jam yang lalu, biasanya dapat dilakukan dengan
wawancara yang berlangsung kurang lebih 20 menit. Pencacah harus membatu
responden untuk kembali mengingat komsumsi pangannya dan mencatatnya
pada sebuah kuesioner konsumsi pangan. Wawancara dapat pula dilakukan
melalui telepon. Untuk responden dibawah lima tahun maka yang diwawancara
adalah orang tua atau pengasuhnya. Metode ini dapat dilakukan sampai dengan
7 hari. Metode ini merupakan metode terbaik yang dapat diterapkan pada survei
yang berskala besar karena memberikan beban yang sedikit dan tingkat
kesanggupan yang tinggi bagi responden.
24
Metode ini tidak secara nyata mencerminkan pola konsumsi pangan
individu selama periode waktu survei karena adanya variasi konsumsi pangan
individu, oleh karena itu perlu diambil beberapa pola pangan individu di dalam
suatu populasi sebab rata-rata konsumsi pangan individu di dalam populasi tidak
terlalu bervariasi. Untuk meningkatkan validitas metode ini maka dapat
digabungkan dengan metode lain yang cocok untuk survei berskala besar
misalnya metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method). Kualitas
sumber daya manusia (petugas pencacah) yang digunakan dalam metode ini
harus cukup tinggi karena karakteristik dan tingkat pendidikan responden yang
diambil bervariasi dalam suatu populasi dan responden-responden tersebut juga
harus mencerminkan keadaan demografi populasi tersebut yang meliputi umur,
jenis kelamin, pendapatan, dan lain lain.
Pestisida
Dalam upaya meningkatkan produksi pertanian, senantiasa ditemui
beberapa hambatan utama. Salah satu permasalahan yang juga merupakan
hambatan yang perlu diperhatikan adalah serangan hama dan penyakit tanaman.
Sebegitu jauh penggunaan pestisida sintetis merupakan pilihan utama bagi para
petani untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang pertanaman
mereka, meskipun disadari atau pun tidak disadari, penggunaaan pestisida
sintetis berpengaruh negatif terhadap ekosistem pertanian, kesehatan dan
lingkngan serta akumulasi residu pestisida pada produk pertanian (WCED 1988;
Wilkinson 1987; UNEP 1992).
Keamanan produk pertanian segar merupakan tuntutan globalisasi.
Dalam putaran Uruguay 1994/WTO dengan perjanjian SPS, menginginkan
adanya jaminan kualitas dan keamanan produk segar dan hak untuk menerapkan
aturan untuk melindungi manusia, hewan, tanaman dan lingkungan. Negara-
negara eksportir dan importir produk pertanian juga menempatkan keamanan
sebagai syarat utama seperti Uni Eropa dengan persyaratan ketatnya dalam
HACCP mandatory dan EurepGAP. Demikian juga negara-negara importir
lainnya yang mengharuskan pengendalian mutu produk pertanian segar
25
berdasarkan deteksi residu pestisida untuk memberikan jaminan kualitas produk
segar terutama jaminan terhadap keamanan konsumen.
Good Agricultural Practices (GAP) mencakup praktek-praktek
budidaya yang harus diikuti pada produksi primer, untuk memastikan produk
yang aman dan utuh sambil juga meminimalkan dampak negatif dari praktek-
praktek budidaya tersebut terhadap lingkungan dan kesehatan pekerja (Sulaiman
2007).
Penerapan GAP di Indonesia merupakan komponen penting dari
Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia (SiSakti) yang merupakan sistem
sertifikasi jaminan mutu dan keamanan produk pertanian/pangan yang
diberlakukan bertahap dalam bentuk sertifikat Prima III, Prima II, dan Prima I
sesuai dengan tingkat pencapaian sistem jaminan mutunya (tingkat pencapaian
terhadap GAP) (Sulaiman 2007).
Residu Pestisida
Penggunaan pestisida pada beberapa jenis tanaman sayuran di dataran
rendah di Jawa Barat dan di Jawa Tengah yaitu kangkung, bayam, terung,
kacang panjang, bawang merah, cabai, dan bawang putih ternyata perlu
mendapat perhatian yang serius. Hasil pemantauan residu yang dilakukan bulan
Juli 1988 menunjukkan bahwa 16 sampel dari 26 sampel diperiksa mengandung
residu pestisida (profenofos, klorpirifos, monokrotofos) melampaui batas
maksimum yang diijinkan (Rustaman dan Anna 1988).
Hasil pemantauan residu pada tanaman kubis dan tomat di Bandung
dan Garut menunjukkan, bahwa penggunaan insektisida deltametrin dan
permetrin pada tanaman tomat, serta sipermetrin, permetrin, deltametrin dan
profenofos pada tanaman kubis (konsentrasi formulasi 0.2% dengan interval
penyemprotan tiga hari sekali, ternyata meninggalkan residu yang dapat
membahayakan konsumen (Soeriatmadja dan Sastrosiswojo 1988).
Dari hasil rangkuman deteksi residu pestisida pada tanaman sayuran
dapat disimpulkan adanya beberapa indikasi bahwa sebagian petani masih
menggunakan pestisida berlebih yang dibuktikan dengan ditemukannya residu
pestisida yang cukup tinggi. Hasil deteksi ini bila dikaitkan dengan masalah
26
mutu produk pertanian segar yang merupakan syarat utama dalam perdagangan
ekonomi bebas, akan menjadi masalah berat. Hal ini berarti kesiapan produk
sayuran dalam menghadapi persaingan ekonomi bebas akan menjadi tanda
tanya. Untuk memperbaiki kualitas produk pertanian segar, dapat dilakukan
dengan menekan serendah mungkin kadar residu pestisida.
Hasil penelitian residu pestisida pada produk pertanian (sayuran) di
Indonesia dari tahun 1986 – 1993 dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil penelitian
menemukan adanya residu pestisida dalam gabah, beras, kedelai dan sayuran di
berbagai daerah di Jawa, Bali, Sumatra, dan Sulawesi. Pada umumnya residu
pestisida tersebut masih di bawah Batas Maksimum Residu (BMR), namun
sebagian ada yang diatas BMR. Berbagai program penanganan dan pengelolaan
residu pestisida sedang dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari keputusan
pemerintah tentang BMR (Soejitno 2002).
Tabel 6 Deteksi level maksimum residu pestisida pada beberapa sayuran di Indonesia, 1986-1993
Pestisida Level maksimum residu pestisida (ppm)
Kubis Tamot Kentang Cabai Wortel Buncis Anggur Dithiocarbamates
Carbaryl
Diazinon
Chlorpyrifos
MIPC
DDT
Carbofuran
Fenitrothion
Cypermetrin
Permetrin
Fenhoate
Cyhalothrin
1.663
-
0.105
0.003
0.006
0.085
0.085
0.051
1.261
0.010
0.061
0.001
4.913
-
0.105
-
0.020
0.447
0.212
0.003
0.234
0.015
0.003
0.039
0.570
0.017
0.062
0.013
-
0.687
0.550
0.004
0.030
-
-
0.001
0.160
-
0.348
0.046
-
-
-
0.002
-
-
-
-
0.145
-
0.029
0.015
-
0.634
-
0.007
-
-
-
-
-
-
0.036
0.015
-
0.007
-
-
0.013
-
-
-
0.090
0.040
0.009
-
-
-
-
-
-
-
0.003
-
- : Tidak terdeteksi Sumber: Untung (1998), Laksanawati et al. (1994) yang dikutip oleh Soejitno
(2002)
27
Pengaruh keracunan pestisida tidak terbatas pada daerah pemakaian
pestisida, tetapi bisa meluas melalui rantai makanan, seperti air susu ibu (ASI),
air, sayuran, buah-buahan, dan produk lainnya (Rengam 1990; Sumatra 1991;
Sutamihardja et al. 1982). Sebagian besar (90%) pestisida terserap oleh
manusia melalui rantai makanan (Susilo 1986).
Di alam, residu pestisida dapat hilang atau terurai, melalui penguapan,
pencucian oleh air hujan, pengaruh sinar matahari, dan pelapukan. Residu
permukaan dapat pula hilang karena perlakuan pencucian (pembilasan),
penggosokkan, dan hidrolisis (Matsumura 1985; Tarumingkeng 1992 ). Tetapi
kandungan residu pestisida di dalam sayuran masih bisa tertinggal lama karena
dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia bahan aktif pestisida. Oleh sebab itu
dalam pemakaiannya untuk mencegah dan mengendalikan hama serta penyakit
tanaman, dosisnya harus sesuai dengan anjuran, dengan demikian residu
pestisida yang tertinggal dalam sayuran masih di bawah ambang batas yang
diperkenankan untuk dikonsumsi, baik ditinjau dari ADI maupun BMR yang
ditetapkan FAO/WHO.
Beberapa laporan BALITHORT Lembang menyatakan bahwa
insektisida golongan fosfat organik dan klor organik yang daya tinggalnya
(persistensi) di jaringan tanaman sayuran cukup lama, hingga jenis insektisida
tersebut seringkali selalu hadir pada analisis residu pestisida (Dibiyantoro dan
Rustaman 1993)
Selain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,
penggunaan pestisida secara intensif juga mengakibatkan meningkatnya biaya
produksi. Dengan demikian, kesempatan bagi petani untuk memperoleh peluang
imbalan ekonomi yang tinggi akan hilang (Adiyoga et al. 1999). Salah satu cara
untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menerapkan konsepsi dan teknologi
PHT. Disarankan penggunaan biopestisida yang ramah lingkungan dan juga
efektif mengendalikan hama dan penyakit tanaman perlu digalakkan sebagai
salah satu metode alternatif.
Dengan diberlakukan perdagangan bebas, membawa konsekuensi
berupa tekanan untuk menghasilkan produk yang bermutu, bergizi, aman
dikonsumsi, menyehatkan, dan diproses dengan teknologi ramah lingkungan.
28
Hal ini karena semakin tingginya kesadaran konsumen akan produk pangan yang
bergizi dan sehat, bebas cemaran residu pestisida atau bahan kimia lain, tidak
sekedar lezat dimakan.
Tipe Pestisida yang Berbahaya
Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas
syaraf, yaitu jenis organofosfat dan metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat
berbahaya karena mereka menyerang cholinesterase, suatu bahan yang
diperlukan oleh sistem syaraf kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida
jenis ini menurunkan kadar cholinesterase dan hal inilah yang memunculkan
gejala-gejala keracunan. Pestisida gas syaraf menyebabkan kematian yang
paling banyak di seluruh dunia dibanding pestisida jenis lain.
Beberapa jenis pestisida gas syaraf yang paling berbahaya adalah:
azinophosmethyl, demeton methyl, dichlorvos/DDVP, disulfoton, ethion, ethyl
parathion/parathion, fenamiphos, fensulfothion, methamidophos, methidathion,
methyl parathion, mevinphos, phorate, sulfotepp, terbufos, aldicarb, carbofuran,
fomentanate, methomyl, oxamyl, propoxur, organofosfat metilcarbamat
(PANAP 1999).
Dampak Kesehatan Akut Pestisida
Pangan yang tidak aman dapat disebabkan karena pangan yang sudah
tercemar patogen akibat rendahnya kualitas sanitasi dan higiene atau pangan
yang tercemar bahan kimia seperti tingginya residu pestisida yang dapat
menyebabkan foodborne diseases. Kerugian pangan tercemar adalah dapat
menggangu kesehatan penduduk sehingga menyebakan kesakitan bahkan
kematian, menurunnya produktivitas, membebani negara dan merugikan
perekonomian. Sering terjadinya kasus keracunan membawa pengaruh dan
dampak bagi citra negara dalam perdagangan internasional.
Semua pestisida mempunyai bahaya potensial bagi kesehatan. Ada dua
tipe keracunan, yaitu keracunan langsung (akut) dan jangka panjang (kronis).
Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung
pada saat itu. Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan
29
membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang
ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah
terkena pestisida. Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing,
sakit dada, kudis, mual, muntah-muntah, sakit otot keringat berlebihan, kram,
diare, sulit bernafas, kematian, pandangan kabur.
Menurut Fanany (1996), rendahnya kadar residu pestisida dalam
makanan, jelas tidak akan menimbulkan keracunan kronis maupun akut, tetapi
dapat menimbulkan efek subtil (subte effect) yaitu efek lanjut jangka panjang
yang terjadi pada dosis rendah yang berkali-kali. Efek subtil dapat berupa
perubahan histologis dan patologis, efek karsinogenik, tumorigenik, metagenik,
dan tetratogenik pada manusia.
Batas Maksimum Residu Pestisida (BMRP)
Pada prinsipnya penetapan batas maksimum residu pestisida
dimaksudkan untuk: (1) mengurangi penggunaan pestisida dalam
mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) melalui penerapan
teknik budidaya yang baik sesuai dengan konsep pengendalian hama terpadu
(PHT); (2) menjamin kualitas dan keamananan produk pertanian dari kandungan
residu pestisida yang membahayakan terhadap kesehatan manusia (Direktorat
Perlindungan Tanaman 2000).
Dalam Keputusan Menteri Pertanian No 881 Tahun 1996, telah dimuat:
1) Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian meliputi tanaman
pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan baik yang dapat
langsung dikonsumsi maupun tidak langsung dikonsumsi.
2) Hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi
batas maksimum.
3) Hasil pertanian yang dimasukkan dari luar negeri yang mengandung residu
pestisida melebihi batas BMRP harus ditolak.
4) Analisis residu pestisida pada hasil pertanian dilakukan oleh laboratorium
yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan atau Menteri Pertanian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
30
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil
pertanian, bahan pangan, atau pakan hewan baik sebagai akibat langsung
maupun tak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup senyawa
turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi metabolit, senyawa hasil
reaksi, dan zat pencemar yang dapat memberikan pengaruh toksikologis.
Batas Maksimum Residu (BMR) Pestisida didefinisikan sebagai
konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau
diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima dalam atau pada hasil
pertanian, bahan pangan atau bahan pakan ternak. Konsentrasi tersebut
dinyatakan dalam mg residu pestisida per kg hasil pertanian.
BMR untuk berbagai jenis pestisida dan produk pertanian tertentu
secara internasional ditetapkan oleh JMPR (Joint FAO/WHO Meeting on
Pesticide Residues). Banyak data yang diperlukan untuk menetapkan BMRP
termasuk hasil pemeriksaan tingkat residu pada percobaan lapangan terawasi
berdasarkan pada GAP (Good Agriculture Practices), perkiraan pemasukan
harian residu pestisida melalui makanan (predicted daily intake of pesticide
residues), toksikologi dan ekotoksikologi pestisida, dan lain lain.
Tujuan pengawasan pestisida adalah melindungi kesehatan manusia,
melindungi kelestarian alam dan lingkungan hidup, menjamin mutu efektifitas
pestisida, dan memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan
pengguna pestisida.
Suatu negara dalam menetapkan BMRP dapat melakukannya dengan
mengadopsi seluruh ketetapan BMRP menurut Codex, mengharmonisasikan
BMRP dengan negara-negara se-regional (ASEAN), atau menetapkan sendiri
berdasarkan percobaan terawasi di lapangan dan perkiraan pemasukan harian
residu pestisida berdasarkan pola makan khas nasional/daerah. Batas
Maksimum Residu (BMR) Pestisida pada hasil pertanian dapat di lihat pada
Lampiran 6.
Nilai ADI (Acceptable Daily Intake) Pestisida
Pengembangan ADI untuk suatu bahan kimia harus didasarkan pada
informasi ilmiah yang tersedia dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan pada
31
hewan percobaan dan manusia dengan menggabungkan faktor keamanan (safety
factor). ADI merupakan tingkat asupan bahan kimia yang tidak memberikan
risiko (no appreciable risk). Dengan majunya pengetahuan, dapat diperoleh
lebih banyak profil toksikologi yang lengkap untuk setiap bahan kimia. Ini
berarti bahwa kajian risiko cemaran bahan-bahan kimia akan dievaluasi kembali
jika tersedia data toksikologi yang baru atau penggunaan baru (BPOM 2004).
Nilai ADI (Acceptable Daily Intake) Pestisida pada hasil pertanian dapat di lihat
pada Lampiran 7.
Pengaruh Pengolahan terhadap Residu Pestisida
Tabel 7 menunjukkan hasil analisis residu pestisida pada tomat dan
kubis setelah mengalami beberapa perlakuan. Perlakuan pencucian belum dapat
menekan kandungan residu pestisida sampai di bawah ambang batas, tetapi
melalui pncucian yang diikuti oleh pemasakan dapat menekan residu pestisida
sampai di bawah ambang batas (Ameriana et al. 2000).
Tabel 7 Residu pestisida pada tomat dan kubis setelah dicuci; dikuliti; direbus Perlakuan Inhibisi residu pestisida
Insektisida (%) Fungisida (%)
Tomat tanpa dicuci
Tomat dicuci
Tomat dicuci + direbus
Kubis tanpa dicuci
Kubis dikuliti + dicuci
Kubis dikuliti + dicuci + direbus
61,17*
60,18*
6,62
32,28*
26,71*
11,06
70,64*
50,28*
18,41
12,41
10,68
4,78
Angka yang diakhiri dengan tanda *, menunjukkan kandungan residu melebihi ambang batas toleransi Sumber: Ameriana et al. (2000)
Gambaran Umum Kabupaten Banggai
Kabupaten Banggai terletak pada posisi astronomi 0°30’-2°20’ LS dan
122°23’- 124°20’ BT, dengan luas wilayah 9.672,70 Km² yang terdiri dari 13
Kecamatan dan 218 Desa dan 22 Kelurahan. Topografi wilayah 85,97% dengan
32
ketinggian < 500 m; 7,80% dengan ketinggian 500 – 700 m dan 6,23% dengan
ketinggian > 700 m di atas permukaan laut (dpl). Batas -batas wilayah:
• Sebelah Utara : Teluk Tomini
• Sebelah Timur : Laut Maluku dan Kabupaten Banggai Kepulauan
• Sebelah Selatan : Teluk Tolo
• Sebelah Barat : Kabupaten Tojo Una-Una dan Kabupaten Morowali
Suhu udara maksimum 31,9°C dan minimum 23,1°C dengan
kelembaban rata-rata per bulan antara 75,8%. Tinggi curah hujan per bulan
87,6 mm. Hari hujan per bulan 14 hari. Curah hujan tertinggi antara Maret
sampai Juli. Kecepatan angin rata-rata antara 5,7 Knot, tertinggi pada Juli –
September (BPS Kabupaten Banggai 2005).
Tabel 8 Jumlah dan kepadatan penduduk per desa, per km² dan RT menurut kecamatan di Kabupaten Banggai
Kecamatan Jumlah Kepadatan Penduduk Desa Luas (Km2) RT Penduduk Per Desa Per Km2 Per RT
Toili 20 982,96 12.101 44.612 2.231 45 4
Toili Barat 15 994,66 5.160 19.614 1.308 20 4
Batui 19 1.390,33 6.244 24.825 1.307 18 4
Bunta 24 822,69 7.302 30.425 1.268 37 4
Nuhon 15 1.106,00 4.041 16.120 1.075 15 4
Kintom 14 518,72 3.909 12.478 891 24 3
Luwuk 21 518,4 15.839 62.185 3.109 120 4
Luwuk Timur 9 216,3 3.019 10.674 1.186 49 4
Pagimana 35 1.102,78 5.850 23.457 670 21 4
Bualemo 16 855 4.638 16.268 1.017 19 4
Lamala 18 446,66 3.440 12.165 676 27 4
Masama 9 231,64 3.152 10.385 1.154 45 3
Balantak 26 485,5 4.051 13.446 517 28 3
Jumlah 240 9.670,65 78.746 296.654 1.236 31 4
Sumber: BPS Kabupaten Banggai ( 2005)
33
Kecamatan Berdasarkan Akses terhadap Pangan dan Pendapatan
Mengartikan keterjangkauan pangan bergantung pada kesinambungan
pendapatan (sumber nafkah). Kelompok yang tidak mempunyai akses secara
berkesinambungan terhadap sumber nafkah masuk dalam kategori orang miskin.
Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap
pangan dan semakin tinggi angka kerawanan pangan di wilayah tersebut.
Indikator akses terhadap pangan dan pendapatan yang dipakai adalah:
(1) persentase penduduk dibawah garis kemiskinan, (2) persentase kepala rumah
tangga yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu, (3) persentase kepala
rumah tangga yang tidak tamat pendidikan dasar, (4) persentase rumah tangga
yang tidak memiliki akses listrik, dan (5) desa tanpa akses jalan yang memadai
(panjang jalan per kuadrat kilometer).
Gambar 4 Peta akses terhadap pangan dan pendapatan Kabupaten Banggai 2005
(FIA 2005)
U
TOILI BARAT
TOILI
BATUI
KINTOM
LUWUK
LUWUK TIMURR
MASAMA LAMALA
BALANTAK
BUALEMO
PAGIMANABUNTA
NUHON
Nilai akses terhadap pangan dan pendapatan
0,8 to 100 Sangat Rawan (0 kecamatan) 0,64 to 0,8 Rawan (1 kecamatan) 0,48 to 0,64 Cukup Rawan (6 kecamatan) 0,32 to 0,48 Cukup Tahan (3 kecamatan) 0,16 to 0,32 Tahan (2 kecamatan) 0 to 0,16 Sangat Tahan (1 kecamatan)
34
Dari Gambar 4, dapat dilihat kecamatan-kecamatan di Kabupaten
Banggai berdasarkan akses terhadap pangan dan pendapatan sebagai berikut:
• Rawan : Bunta
• Cukup rawan : Batui, Toili Barat, Nuhon, Pagimana, Bualemo, Lamala
• Cukup tahan : Toili, Luwuk Timur, Masama
• Tahan : Kintom, Balantak
• Sangat tahan : Luwuk
Sentra Produksi Sayuran
Sayuran di pasar tradisional di Kabupaten Banggai umumnya dipasok
dari daerah sentra produksi sayuran di Kecamatan Luwuk. Dalam upaya
peningkatan produksi dan mutu hasil pertaniannya, petani-petani di daerah
sentra produksi ini masih menggunakan pestisida untuk pengendalian serangan
organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terutama hama dan penyakit.
Pengendalian hama dan penyakit oleh petani di sentra produksi sayuran
di Kecamatan Luwuk masih mengandalkan pestisida seperti Panzer (bahan
aktif: bisultap), Capture (bahan aktif: sipermetrin), Marzal (bahan aktif:
karbosulfan), Diazinon (bahan aktif: diazinon) dan Kiltop (bahan aktif: butyl
phenyl methyl carbamate /fenobucarb). Dari pemantauan di lapangan,
penggunaan pestisida oleh petani sering berlebihan sehingga kemungkinan
terdapatnya residu pestisida pada hasil panen dapat melebihi batas maksimum
yang dapat diterima.
Distribusi Sayuran di Kabupaten Banggai
Jumlah pasar tradisional di Kabupaten Banggai sebanyak 13 pasar
seperti terlihat pada Tabel 9. Pasar Simpong yang terletak di Kecamatan Luwuk
merupakan pasar induk terbesar di Kabupaten Banggai. Ini bisa dimaklumi
karena kepadatan penduduk per km² di wilayah ini terbesar di Kabupaten
Banggai. Dari hasil pemantauan, sayuran di pasar ini dipasok dari daerah sentra
produksi sayuran di Kabupaten Banggai dan dari daerah di luar Kabupaten
Banggai seperti Biromaru dan Gorontalo. Produksi sayuran menurut jenisnya
per kecamatan di Kabupaten Banggai dapat dilihat pada Tabel 10.
35
Tabel 9 Banyaknya Pasar Menurut Kecamatan di Kabupaten Banggai (BPS Kabupaten Banggai 2005)
Kecamatan Pasar Nama Pasar
Toili 4
Tirta Kencana, Cendana Pura, Mulyoharjo,
Slamet Harjo
Toili Barat 1 Sindang Sari
Batui 1 Balantang
Bunta 1 Bunta
Nuhon -
Kintom -
Luwuk 2 Simpong, Luwuk
Luwuk Timur 1 Kayutanyo
Pagimana 1 Pagimana
Bualemo 1 Malik
Lamala -
Masama 1 Tangeban
Balantak -
Jumlah 13
Tabel 10 Produksi sayuran menurut jenisnya per kecamatan di Kabupaten Banggai Jenis Sayuran Toili Batui Bunta Kintom Luwuk Luwuk Timur Pagimana Bualemo Lamala Masama
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) Bawang Merah - - - 0,12 96 - 13 12 - - Bawang Putih - - - - - - 7 - - - Daun Bawang - - - - 34 - 12 5 - - Kentang - - - - - - - - - - Kubis/Kol - - 15 - 58 - - 6 - 4 Petsai/Sawi 192 7,2 - - 149 3 36 31 - 9 Wortel - - - - 30 1 - 3 - - Lobak - - - - - - - - - - Kacang Merah 16 2,4 83 - - 4,3 - - - - Kacang Panjang 24 14,4 40 2,14 - 5,2 65 32 6 12 Cabe 10 16,4 128 3,20 466 6,5 17 21 4 6 Tomat 6 18,6 149 4,24 452 12 106 64 8 6 Terung 9 7,7 154 3,04 199 15,5 160 63 15 6 Buncis - 3,5 12 - 19 - - - - - Ketimun 20 21,7 38 - 151 3,8 67 52 4 4 Labi Siam - 10,3 3 - 41 - - - 2 - Kangkung 65 24,5 62 - 50 6,9 38 19 4 6 Bayam 17 6,3 81 2,45 189 9,4 84 42 5 2 Sumber: BPS Kabupaten Banggai (2005)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida
dari konsumsi sayuran dilaksanakan di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi
Tengah, selama 1 bulan 20 Agustus – 20 September 2007. Lokasi penelitian
tersebar di beberapa kecamatan berdasarkan kegiatan, yaitu:
• Pelaksanaan survei penggunaan pestisida di petani sayuran di sentra
produksi sayur desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai.
• Pelaksanaan survei konsumsi sayuran dilakukan di tingkat rumah tangga di
Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui berupa pengisian kuesioner
Konsumsi Sayuran.
• Pengambilan contoh sayuran untuk uji laboratorium untuk mengetahui kadar
residu pestisida dilaksanakan di pasar tradisional Simpong Kecamatan
Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan
Pagimana, pasar Balantang Kecamatan Batui dan di sentra produksi sayuran
di desa Salodik Kecamatan Luwuk.
• Uji laboratorium untuk mengetahui kadar residu pestisida pada sayuran
dilakukan di laboratorium BPTPH Maros Makasar.
Metode Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu survei
konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili,
Pagimana, dan Batui untuk estimasi asupan zat gizi vitamin dan mineral dan
estimasi paparan pestisida. Tahap berikutnya adalah melaksanakan survei
penggunaan pestisida di petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk untuk
identifikasi jenis pestisida dan metode uji residu pestisida yang digunakan.
Selanjutnya adalah pengambilan contoh sayuran di kebun petani sayuran di desa
Salodik dan di pedagang sayuran di pasar tradisional Simpong Kecamatan
Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan
Pagimana, pasar Balantang Kecamatan Batui. Hasil pemeriksaan residu
pestisida pada contoh sayuran mentah yang dibudidaya dengan aplikasi pestisida
38
digunakan untuk perhitungan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di
Kabupaten Banggai. Tahapan penelitian dan lokasi penelitian ditunjukkan
Gambar 5 dan Gambar 6.
Gambar 5 Tahapan utama penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan
pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai
Survei konsumsi sayuran (dietary recall method) di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui untuk mendapatkan pola konsumsi sayuran
Wawancara dilakukan tiga kali pada rumah tangga yang sama untuk mendapatkan data konsumsi sayuran 6 hari
Data konsumsi sayuran
Estimasi asupan vitamin dan mineral per orang per hari
Estimasi paparan pestisida dari konsumsi sayuran yang mengandung residu pestisida
Kadar vitamin dan mineral sayuran (data sekunder kadar vitamin dan mineral, Depkes RI 1981)
Asupan vitamin dan mineral dibandingkan AKG vitamin dan mineral
• Jenis sayuran yang akan disampling
• Metode uji residu pestisida
Survei penggunaan pestisida pada 25 petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk
Pengambilan contoh sayuran untuk masing-masing jenis sayuran di 5 petani di desa Salodik dan 3 pedagang sayuran di pasar Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, dan pasar Balantang Kecamatan Batui
Analisis residu pestisida pada contoh komposit untuk masing-masing jenis sayuran untuk mendapatkan data kadar residu pestisida pada sayuran
Paparan pestisida dibandingkan ADI pestisida
39
Gambar 6 Lokasi penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida
dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai
Pola Konsumsi Sayuran
Estimasi konsumsi sayuran dilakukan dengan cara survei konsumsi
sayuran per rumah tangga untuk mendapatkan data konsumsi sayuran per orang
per hari. Survei dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada ibu
rumah tangga yang disampling di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan
Batui dengan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall
method). Dengan metode ini ibu rumah tangga bertindak mewakili keluarga
untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh petugas pencacah yang telah
dilatih untuk mewawancarai ibu-ibu rumah tangga untuk kembali mengingat
komsumsi sayurannya. Pada penelitian ini wawancara dilakukan tiga kali. Hari
U
TOILI BARAT
TOILI
BATUI
KINTOM
LUWUK
LUWUK TIMURR
MASAMA LAMALA
BALANTAK
BUALEMO
PAGIMANABUNTA
NUHON
Nilai akses terhadap pangan dan pendapatan
0,8 to 100 Sangat Rawan (0 kecamatan) 0,64 to 0,8 Rawan (1 kecamatan) 0,48 to 0,64 Cukup Rawan (6 kecamatan) 0,32 to 0,48 Cukup Tahan (3 kecamatan) 0,16 to 0,32 Tahan (2 kecamatan) 0 to 0,16 Sangat Tahan (1 kecamatan)
Keterangan:
Desa Salodik
Lokasi survei konsumsi sayuran Lokasi pengambilan contoh sayuran
Lokasi survei penggunaan pestisida
40
pertama dilakukan untuk mengetahui konsumsi sayuran pada saat wawancara
dan konsumsi sayuran pada satu hari sebelumnya kemudian mendatangi rumah
tangga yang sama pada dua hari berikutnya (hari ke-3) untuk mengetahui
konsumsi sayuran pada saat wawancara dan konsumsi pada satu hari
sebelumnya selanjutnya mendatangi rumah tangga yang sama pada dua hari
berikutnya (hari ke-5) untuk mengetahui konsumsi sayuran pada saat
wawancara dan konsumsi pada satu hari sebelumnya sehingga data konsumsi
sayuran yang didapat menjadi 6 hari. Hasil wawancara dicatat pada sebuah
kuesioner konsumsi sayuran yang meliputi: (a) identitas responden,
(b) keterangan anggota rumah tangga, (c) kebiasaan makan dan (d) jenis dan
jumlah konsumsi sayuran mulai hari ke-1 sampai hari ke-6 (Lampiran 1).
Responden ibu rumah tangga sengaja dipilih dari Kecamatan Luwuk,
Toili, Pagimana, dan Batui karena berdasarkan peta akses terhadap pangan dan
pendapatan Kabupaten Banggai tahun 2005 kecamatan-kecamatan ini dianggap
dapat mewakili Kabupaten Banggai untuk mendapatkan pola konsumsi sayuran
masyarakat Kabupaten Banggai (Gambar 6). Jumlah responden rumah tangga
yang didata untuk survei konsumsi sayuran ada 190 rumah tangga (purposive
sampling). Berdasarkan rasio kepadatan penduduknya (Tabel 8) maka jumlah
tersebut dibagi menjadi 100 rumah tangga dari Kecamatan Luwuk, 30 rumah
tangga dari Kecamatan Toili, 30 rumah tangga dari Kecamatan Pagimana dan 30
rumah tangga dari Kecamatan Batui. Responden 30 rumah tangga per
kecamatan merupakan jumlah minimal sampel untuk survei masyarakat yang
tergolong sampel besar yang didistribusikan normal (Mantra dan Kasto 1978
yang dikutip Masri dan Sofian 1989). Pemilihan responden rumah tangga di tiap
kelurahan/desa ditentukan secara sistematic sampling dengan memperhatikan:
(1) tingkat sosial ekonomi masyarakat (tinggi, sedang dan rendah), dan
(2) akses pangan (mudah, sedang, sulit).
Data yang dikumpulkan dalam survei konsumsi sayuran:
• Identitas responden: nama responden, nama kepala keluarga (KK), dusun,
RT/RW, desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan propinsi.
41
• Keterangan anggota rumah tangga: nama, umur, jenis kelamin, berat badan,
hubungan dengan kepala keluarga, pendidikan dan pekerjaan KK (kegiatan
utama).
• Kebiasaan makan: konsumsi sayuran dan cara pengolahan sayuran.
• Konsumsi sayuran selama 6 hari.
Penetapan petugas pencacah survei konsumsi sayuran didasarkan pada
pemahaman terhadap pengertian dan pengetahuan tentang konsumsi pangan dan
gizi. Pada penelitian ini dipilih kader-kader PKK sebanyak 19 orang sebagai
petugas pencacah dan setiap orang ditugaskan untuk mendata 10 rumah tangga.
Sebelum melakukan survei, petugas pencacah diberi pelatihan mengenai tata
cara pelaksanaan survei konsumsi sayuran agar bisa mewawancarai ibu-ibu
rumah tangga seobjektif mungkin (apa adanya).
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka yang
dilakukan di rumah responden dengan menggunakan kuesioner yang telah
disiapkan oleh petugas pencacah. Responden yang diwawancarai adalah ibu
rumah tangga dan atau anggota rumah tangga lainnya yang dianggap paling
mengetahui keadaan rumah tangga serta konsumsi makan keluarga.
Karakteristik anggota keluarga responden untuk data survei konsumsi
sayuran diambil anggota keluarga dengan usia di atas 5 tahun dengan asumsi
anak-anak usia di bawah 5 tahun kurang mengonsumsi sayuran.
Analisis data survei konsumsi sayuran di tingkat kabupaten
berdasarkan hasil rekapitulasi dari tingkat kecamatan. Rekapitulasi di tingkat
kecamatan diperoleh dari data yang telah terkumpul di tingkat kelurahan atau
desa.
Data jumlah konsumsi per individu per hari yang didapat dari data
survei konsumsi sayuran masih berupa ukuran rumah tangga (URT) yang
kemudian dikonversikan ke dalam satuan gram setelah itu dihitung bagian
sayuran yang dapat dimakan (bdd).
Hasil survei konsumsi sayuran yang dilakukan pada 190 responden
rumah tangga di Kabuaten Banggai digunakan untuk mengetahui jumlah asupan
vitamin dan mineral responden. Jumlah asupan vitamin dan mineral ini
dibandingkan dengan angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan
42
untuk orang Indonesia. Nilai asupan digunakan untuk penilaian konsumsi pangan
dan gizi responden.
Estimasi Asupan Vitamin dan Mineral
Nilai asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran masyarakat
Kabupaten Banggai dihitung berdasarkan data survei konsumsi sayuran di
tingkat rumah tangga di Kabupaten Banggai berupa jumlah konsumsi sayuran
per individu per hari. Data jumlah konsumsi per individu per hari yang didapat
dari data survei konsumsi sayuran masih berupa ukuran rumah tangga (URT)
yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan gram setelah itu dihitung bagian
sayuran yang dapat dimakan (bdd). Data konsumsi sayuran per individu per hari
yang sudah dikonversikan tersebut akan dihitung kadar vitamin dan mineral
setiap jenis sayuran berdasarkan data sekunder kadar vitamin dan mineral dari
Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI dengan tujuan untuk mengetahui total asupan vitamin
dan mineral dari total sayuran yang dikonsumsi individu per hari. Kadar zat gizi
dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI ini adalah untuk bahan makanan mentah. Oleh
karena itu saran FAO untuk mendapatkan angka-angka yang menunjukkan
asupan vitamin dan mineral untuk sayuran yang dikonsumsi masak, untuk
vitamin B1 kadarnya direduksi 25 % dari kadar vitamin B1 yang terkandung
pada sayuran mentah dan untuk vitamin C kadarnya direduksi 50 % dari kadar
vitamin C yang terkandung pada sayuran mentah karena kadar kedua vitamin ini
akan mengalami penurunan selama pemasakan sedangkan kadar vitamin A
sama untuk sayuran mentah dan sayuran masak (Depkes 1981). Nilai asupan
vitamin dan mineral yang didapat akan dibandingkan dengan angka kecukupan
vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk orang Indonesia yang disebarluaskan
melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) yang dibuat setiap 5
tahun sejak tahun 1978.
43
Persaman yang digunakan dalam perhitungan asupan vitamin dan
mineral dari konsumsi sayuran adalah sebagai berikut:
Identifikasi Jenis Pestisida yang Digunakan
Identifikasi jenis pestisida yang digunakan pada praktek pengendalian
OPT sayuran di Kabupaten Banggai dilakukan dengan menggunakan data primer
yang didapat dari pelaksanaan survei pada 25 petani sayuran di desa Salodik
Kecamatan Luwuk yang merupakan sentra produksi sayuran di Kabupaten
Banggai. Kriteria petani yang dipilih untuk survei adalah petani sayuran dengan
luas lahan minimal 500 m² dan pengendalian OPT menggunakan pestisida.
Kuesioner yang digunakan (Lampiran 3) berisi berbagai pertanyaan mengenai
aplikasi pestisida pada usahatani di wilayah tersebut. Berdasarkan data ini akan
ditentukan jenis sayuran yang akan disampling dan metode uji residu pestisida.
Analisis Residu Pestisida pada Contoh Sayuran
Jenis sayuran yang akan dianalisis residu pestisida
Penentuan jenis sayuran yang akan dianalisis residu pestisida
ditentukan dari data survei penggunaan pestisida di petani sayuran di sentra
produksi sayur desa Salodik dan dari data survei konsumsi sayuran sehingga
diketahui jenis sayuran yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten Banggai dengan
aplikasi intensif pestisida.
Lokasi pengambilan contoh sayuran
Lokasi pengambilan contoh sayuran dilakukan di petani desa Salodik
Kecamatan Luwuk dan di pedagang sayur di pasar tradisional Simpong
Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana
Kecamatan Pagimana, dan pasar Balantang Kecamatan Batui (Gambar 6).
Pengambilan contoh sayuran di petani di sentra produksi sayuran
di Kecamatan Luwuk dilakukan secara acak terpilih dengan kriteria:
(1) mengusahakan sayuran minimal 500 m², (2) kebun yang diduga penggunaan
Asupan vitamin (mineral) = kadar vitamin (mineral) X konsumsi /orang/hari
44
pestisida cukup intensif, dan (3) berdasarkan data luas tanam sayuran di
Kabupaten Banggai. Contoh komposit satu jenis sayur diambil dari 5 petani dan
3 pedagang sayuran di setiap pasar. Pengambilan contoh sayuran dari pedagang
di pasar-pasar tradisional di Kabupaten Banggai juga dilakukan secara acak
dengan kriteria berat per jenis sayuran yang dijual di atas 25 kg.
Metode pengambilan contoh
Validitas dan reliabilitas hasil pengujian kandungan residu pestisida
dalam hasil pertanian sangat dipengaruhi oleh metode pengambilan contoh
bahan yang akan dianalisa. Oleh sebab itu dalam pengambilan contoh di
lapangan harus benar-benar dapat mewakili: (1) wilayah atau daerah yang
diduga penggunaan pestisida cukup intensif; (2) hamparan dan petak
pertanaman pada saat itu; (3) komoditas yang akan dianalisis; (4) jenis pestisida
yang dipakai dan; (5) waktu pengambilan contoh (Direktorat Perlindungan
Tanaman 2000).
Sebelum pengambilan contoh sayuran untuk analisis, perlu
diperhatikan alat dan bahan yang digunakan, cara pengambilan contoh, besar
dan banyaknya contoh, pemberian label, pengiriman, dan penyimpanan contoh
(Direktorat Perlindungan Tanaman 2000).
• Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam keadaan kering, bersih, tidak bocor, tidak
bereaksi dengan contoh bahan dan tidak terkontaminasi dengan pestisida
atau bahan lainnya serta dapat ditutup atau diikat rapat serta kuat.
• Cara pengambilan contoh
- Tanaman/bagian tanaman di lapangan
Contoh tanaman pada lokasi yang dipilih diambil secara acak pada
beberapa titik sesuai dengan keadaan lapangan sehingga contoh yang
diperoleh dapat mewakili keadaan tersebut
- Tanaman/bagian tanaman dalam bentuk curah
Contoh diambil dari tiap tumpukan secara acak di beberapa tempat pada
tingkat ketinggian tumpukan yang berbeda, sehingga dapat mewakili
keadaan tersebut.
45
Tabel 11 Jumlah minimum contoh tanaman/bagian tanaman dalam bentuk curah
Berat bahan (kg) dalam tumpukan Berat minimum contoh (kg) < 50
50 – 500 500 – 2000
> 2000
3 5 10 15
(Direktorat Perlindungan Tanaman 2000) Tabel 12 Ukuran contoh tanaman/bagian tanaman untuk analisis residu pestisida
Tanaman Bagian tanaman Komoditas UkuranSayuran
Umbi besar Kentang,ubi jalar,beet gula 5 kg
Umbi kecil Wortel,lobak,bawang 2 kg
Sayuran berdaun atau
berbatang besar
Kubis,kubis bunga, sawi 5 kg
Sayuran berdaun atau
berbatang kecil
asparagus, seledri, selada,
bayam
2 kg
Buah-buahan
Buah besar terong, ketimun, sukini 5 kg
Buah kecil lombok, tomat 2 kg
Leguminosa kapri,buncis,kacang panjang 2 kg
Buah-buahan ukuran besar jeruk, kelapa, apel, pisang,
nenas, pepaya
5 kg
Buah-buahan ukuran kecil anggur, duku 2 kg
Rumput-
rumputan
Berbiji besar Jagung dengan tongkol 2 kg
Berbiji kecil Padi, jawawut, gandum 1 kg
Jerami berdaun lebar 2 kg
Jerami berdaun kecil 1 kg
Makanan ternak 1-2 kg
Kacang-
kacangan dan
biji-bijian
Kedelai, kacang hijau,
kacang tanah, wijen
1 kg
Kopi, coklat 2 kg
Lain-lain Rempah-rempah, bumbu,
teh
1 kg
Tebu 5 kg
(Direktorat Perlindungan Tanaman 2000)
46
• Besar dan banyaknya contoh yang diambil, antara lain tergantung pada: (1)
jenis, ukuran, dan banyaknya bahan; (2) wadah dan banyaknya wadah yang
digunakan; (3) metoda analisis dan hasil yang diinginkan; dan 4).
kemampuan laboratorium untuk menganalisis (Tabel 11 dan Tabel 12).
Pada penelitian ini pengambilan contoh sayuran dilakukan pada saat
petani panen dan sayur diambil pada keadaan lingkungan yang homogen dan
dilakukan recara acak sehingga setiap contoh dalam populasi harus mempunyai
peluang yang sama untuk dipilih. Contoh primer sayuran yang diambil di kebun
petani dan di pedagang sayur di pasar diambil dari 5 titik diagonal pada lot
curah dan 3 titik pada lot wadah yaitu di bagian bawah, tengah dan atas
sebanyak seperlima bagian kemudian dicampur. Setelah itu dilakukan lagi
pengambilan contoh pada 5 titik diagonal sampai didapatkan contoh sekunder
sebanyak 2 sampai 5 kg. Cara pengambilan contoh laboratorium dapat dilihat
pada Gambar 7 dan proses pengambilannya dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 7 Cara pengambilan contoh laboratorium
contoh campuran/komposit sayur A
contoh sekunder (2-5 kg)
contoh laboratorium (0.5 kg)
5 petani di Salodik
contoh sayur A
4 pasar @ 3 pedagang
47
Penyiapan sampel
Sebelum dibawa ke Laboratorium BPTPH Maros Makasar, contoh
sayuran dari petani dan pedagang dikomposit terlebih dahulu kemudian diambil
sebanyak 2 kg untuk sayuran berukuran kecil dan 5 kg untuk sayuran berukuran
besar. Setiap contoh sayuran dipotong kecil-kecil kemudian diambil 500 gram
dan langsung dibekukan untuk menghindari penguraian pestisida selama
perjalanan dari Kabupaten Banggai ke Laboratorium BPTPH Maros Makasar.
Gambar 8 Proses pengambilan contoh (BSN 1998)
Tanding/lot
Contoh primer
Contoh campuran
Contoh sekunder
Contoh laboratorium
48
Waktu pengambilan dan pengiriman contoh
Rentang waktu antara pengambilan contoh dengan lama pengiriman
dan penyimpanan, serta waktu pelaksanaan analisis laboratorium harus
diperhatikan. Pada setiap proses tersebut harus dipertimbangkan dengan cermat
untuk menghindari terjadinya bias antara hasil analisis dengan keadaaan yang
sebenarnya karena setiap jenis pestisida mempunyai batas waktu persistensi
yang berbeda dalam tanaman. Lamanya proses penguraian pestisida dalam
tanaman tergantung pada jenis dan sifat pestisida yang digunakan.
Waktu pengambilan contoh di kebun adalah pada saat panen. Rentang
waktu dari pengambilan contoh dan penyimpanan contoh di freezer sekitar 10
jam. Pengirimanan contoh dari freezer ke laboratorium adalah sampai semua
contoh jenis sayuran yang akan dianalisis terkumpul. Contoh dikirim dalam
coolbox. Masa simpan contoh dalam bentuk beku dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Batas waktu penyimpanan (termasuk lama pengiriman) beberapa bahan
dan tipe analisis residu pestisida Bahan Tipe analisis Penyimpanan Batas waktu Tanaman/bagian
Tanaman basah
Organokhlor
Organofosfat
Garam khloropenoksi
Ester khloropenoksi
Karbamat dan urea
Triazin
Organokhlor
Organofosfat
Garam khloropenoksi
Ester khloropenoksi
Karbamat dan urea
Triazin
Didinginkan
Didinginkan
Didinginkan
Didinginkan
Didinginkan
Didinginkan
Dibekukan
Dibekukan
Dibekukan
Dibekukan
Dibekukan
Dibekukan
14 hari
7 hari
14 hari
Secepatnya
Secepatnya
Secepatnya
30 hari
7 hari
30 hari
Secepatnya
Secepatnya
Secepatnya
(Direktorat Perlindungan Tanaman 2000)
Penghitungan kadar pestisida
Metode Analisis Multiresidu Pestisida Organofosfat dalam Matriks Nonlemak
(Diadopsi dari Analytical Methods for Residues of Pesticides in Foodstuffs
49
Ministry of Welfare, Health, and Cultural Affairs, Nederland; Multiresidues
Method 5, Submethod 1 dalam Komisi Pestisida Departemen Pertanian 1997)
Metode ini digunakan untuk penetapan residu pestisida: asefat,
azinfosetil, azinfosmetil, bromofosos, bromofosetil, karbofenotion,
klorfenvinfos, klorpirifos, klorpirifosmetil, klortiofos, koumafos, sianofenfos,
dimetonsmetil, sulfon, dialifos, diazinon, diklofention, diklorfos, dimetoate,
dioksation, disulfoton, ditalimfos, etion, etoprofos, etrimfos, fenomifos,
fenklorfos, fenitrotion, fensulfotion, fention, fenofos, formotion, heptenofos,
isofenfos, malation, menazon, metamidofos, metidation, mevinfos,
monokrotofos, naled, ometoat, oksidemetonmetil, parathion, parationmetil,
forate, fosalon, fosfamidon, fosfet, foksin, pirimifos metal, protoat, pirazofos,
sulfotep, temefos, TEPP, tetraklorfinfos, tiometan, tolklofosmetil, triamifos,
triazofos, triklorfon, triklornat dan varmidotion dalam buah-buahan dan sayuran.
Nilai perolehan kembali metode ini adalah lebih besar dari 80%, dengan batas
penetapan 0,01-0,05 mg/Kg.
Prinsip:
Pestisida diekstraksi dengan etil asetat dengan adanya natrium sulfat anhidrat,
disaring dan langsung ditetapkan secara kromatogafi gas menggunakan detektor
fotometri nyala yang selektif terhadap P, tanpa pembersihan.
Metode Analisis Multiresidu Pestisida N-Metilkarbamat dan Metabolitnya
(Diadobsi dari the AOAC Official Method 985.23 dalam Komisi Pestisida
Departemen Pertanian 1997)
Metode ini digunakan untuk penetapan residu pestisida aldikar,
bufenkarb, karbaril, karbofuran, metiocarb, metomil, oksamil dan metabolit
aldicarbsulfon dan 3-hidroksikarbofuran dalam anggur dan kentang
Prinsip:
Cuplikan diekstraksi dengan metanol dan dibersihkan dengan partisi cair-cair
dan kolom kromatografi Nuchar Celite. Residu dipisahkan secara kromatografi
cair fase terbalik, dan dideteksi dengan teknik fluorometri setelah derifatisasi
pasca kolom on-line dengan o-ftalaldehida (OPA).
50
Motode Analisis Multiresidu Pestisida Piretroid (Diadapsi dari Analitycal
Methods for Residues of Pesticides in Foodstuffs Ministry of Welfare, Health,
and Cultural Affairs, Nederland; Multiresidues Method 11, Submethod 1 dalam
Komisi Pestisida Departemen Pertanian 1997)
Metode ini digunakan untuk penetapan residu pestisida bioaletrin,
bioresmetrin, sipermetrin, deltametrin, fenpropatrin, fenvalerat, fenotrin dan
permetrin dalam biji-bijian, apel, dan daun-daunan.
Nilai perolehan kembali 90-110% dengan batas penetapan 0,3 mg/Kg untuk
bioresmetrin dan 0,02 mg/Kg untuk piretroid lain.
Prinsip:
Contoh diektraksi dengan aseton/n-heksana. Sejumlah ekstrak dibersihkan
secara kromatografi dengan kolom silikagel dan residu piretroid ditetapkan
dengan kromatografi gas yang dilengkapi ECD.
Estimasi Paparan terhadap Pestisida
Pada kajian paparan pestisida, tingkat risiko terhadap bahaya pestisida
dilihat dari nilai paparannya yaitu tingkat intake pestisida dari konsumsi sayuran
setiap hari per kilogram berat badan dibandingkan dengan tingkat intake
pestisida yang aman setiap harinya (JECFA ADI). Langkah awal sebelum
melakukan kajian paparan pestisida adalah melakukan survei konsumsi sayuran
untuk mendapatkan data konsumsi sayuran (bagian dapat dimakan) dengan
cemaran residu pestisida setiap hari per kilogram berat badan. Selanjutnya
adalah mengidentifikasi jenis pestisida yang digunakan oleh petani-petani
sayuran di Kabupaten Banggai untuk mengetahui bahan aktif yang mungkin
terakumulasi dalam produk sayuran yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten
Banggai serta analisis laboratorium untuk mendapatkan data kadar residu
pestisida pada sayuran. Langkah berikutnya adalah menggabungkan data
konsumsi sayuran dengan data kadar residu pestisida untuk memperkirakan
tingkat paparan pestisida, yang kemudian akan dibandingkan dengan ADI
(Acceptable Daily Intake) pestisida (Lampiran 7).
51
Pada penelitian ini, tingkat paparan pestisida yang didapat adalah
paparan pestisida dari konsumsi sayuran segar karena sayuran yang diuji residu
pestisidanya adalah sayuran segar.
Persaman yang digunakan dalam kajian paparan pestisida dari
konsumsi sayuran adalah sebagai berikut:
Paparan (mg/kg BB) = konsentrasi bahan kimia (mg/kg) X konsumsi (g/kg BB/hari) 1000
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Responden
Profil responden survei konsumsi sayuran yang dilakukan di Kabupaten
Banggai untuk studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi
sayuran meliputi informasi: (1) tingkat pendidikan kepala rumah tangga
responden berdasarkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki kepala rumah tangga,
(2) pekerjaan utama kepala rumah tangga responden, (3) jenis kelamin anggota
keluarga responden, (4) kelompok umur anggota keluarga responden, dan
(5) berat badan anggota keluarga responden.
Berdasarkan tingkat pendidikan kepala rumah tangga
Profil kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan
seperti terlihat pada Gambar 9, ternyata didominasi oleh tingkat SLTA yakni
sebesar 35 %. Selanjutnya secara berturut-turut, persentase kepala rumah tangga
responden berdasarkan tingkat pendidikan adalah 29 % tingkat SD, 26 % SLTP, 5
% Strata 1, 4 % Diploma dan sisanya 1 % tidak tamat SD.
SD29%
SLTP26%
SLTA35%
Diploma4%
S15%
Tidak tamat SD1%
Gambar 9 Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan
n = 190 rumah tangga
53
Berdasarkan jenis pekerjaan
Berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden, persentase
terbesar adalah berprofesi di bidang wiraswata yaitu 33 %. Selanjutnya, sebesar
28 % responden berprofesi sebagai petani, 22 % pegawai swasta, 15 % pegawai
negeri dan 2 % pensiunan (Gambar 10).
Wiraswasta33%
Petani28%
Pegawai Swasta22%
Pegawai Negeri15%
Pensiunan 2%
Gambar 10 Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan jenis
pekerjaan
Berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
Dari 736 anggota keluarga responden diketahui 68 % berusia > 19 tahun
yakni mereka yang masuk dalam kelompok dewasa. Sedangkan sebesar 19 %
anggota keluarga responden masuk dalam kelompok anak-anak dan sisanya
adalah kelompok remaja yaitu sebesar 13 % seperti terlihat pada Gambar 11.
Anak-anak (5-12 tahun)19%
Remaja (13-18 tahun)13%
Dewasa (>19 tahun)68%
Gambar 11 Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur
n = 190 rumah tangga
n = 736 anggota keluarga
54
Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin,
didominasi oleh jenis kelamin perempuan sebesar 53 %, sedangkan anggota
keluarga responden dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebesar 47 %
(Gambar 12).
Laki-laki47%
Perempuan53%
Gambar 12 Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan berat badan
Berdasarkan hasil pada Tabel 14, diketahui rata-rata berat badan anggota
keluarga responden pada kelompok usia 13-18 tahun adalah 43,09 kg, yang berarti
masih berada dibawah standar berat badan remaja di Indonesia yang menurut
AKG 2004 seharusnya berada pada rentang 48-55 kg. Sedangkan rata-rata berat
badan kelompok anak-anak dan dewasa secara berurut adalah 22,20 kg dan 57,27
kg, yang sudah masuk dalam rentang berat badan standar AKG 2004 pada
masing-masing kelompoknya.
Tabel 14 Berat badan anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur
Kelompok Umur Berat Badan (kg) Standar
BB (kg) orang Indonesia* Avg ± SD 95%tile Min-Max
Anak-anak (5 - 12 tahun) 22.20 ± 7.33 35.05 10 - 50 18 - 38
Remaja (13 - 18 tahun) 43.09 ± 10.04 57.5 17 - 75 48 - 55
Dewasa (> 19 tahun) 57.27 ± 9.85 72 30 - 83 52 - 62
Sumber: * WNPG (2004)
n = 736 anggota keluarga
55
Pola Konsumsi Sayuran
Jenis sayuran yang dikonsumsi
Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran (Tabel 15), diketahui ada 47
jenis sayuran yang dikonsumsi responden rumah tangga. Dari jumlah tersebut,
ada 10 jenis sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu
makanan di setiap rumah tangga responden. Persentase konsumsi responden dari
47 jenis sayuran tersebut didominasi oleh jenis tomat 16,12 % yang dikonsumsi
oleh 97,90 % responden rumah tangga, kangkung 11,20 % yang dikonsumsi oleh
80 % responden rumah tangga, terong 10,55 % yang dikonsumsi oleh 67,40 %
responden rumah tangga, kacang panjang 10,50 % yang dikonsumsi oleh 66,8 %
responden rumah tangga, bayam 6,61 % yang dikonsumsi oleh 65,80 % responden
rumah tangga, daun singkong 4,59 % yang dikonsumsi oleh 44,70 % responden
rumah tangga, waluh (sambiki) 4,23 % yang dikonsumsi oleh 33,70 % responden
rumah tangga, kelor 4,11 % yang dikonsumsi oleh 45,80 % responden rumah
tangga, pepaya muda 3,47 % yang dikonsumsi oleh 33,70 % responden rumah
tangga, dan urutan ke-10 persentase konsumsinya adalah labu siam 2,58 % yang
dikonsumsi oleh 16,30 % responden rumah tangga.
Cara mengolah sayuran sebelum dikonsumsi
Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran, diketahui bahwa responden
melakukan proses pengolahan sayuran sebelum dikonsumsi. Semua responden
melakukan proses pencucian sayuran sebelum dimasak atau dikonsumsi. Adapun
cara mengolah sayuran yang biasa dilakukan responden adalah disayur bening
37 %, ditumis 31 %, dimasak dengan santan 25 %, dimakan mentah (dilalab) 5 %,
dan diurab 2 %.
Pengolahan sayuran sebelum dikonsumsi akan berpengaruh pada kadar
vitamin C dan vitamin B1 dalam sayuran. Kedua vitamin ini larut dalam air dan
tidak tahan panas. Pencucian yang berlebihan, suhu pemasakan tinggi dan waktu
pemasakan yang terlalu lama akan menurunkan kadar vitamin C dan vitamin B1
(Depkes RI 1981). Proses pencucian dan pemasakan juga berpengaruh terhadap
residu pestisida dalam sayuran (Ameriana et al. 2000 serta Suwantapura 1983).
56
Tabel 15 Konsumsi sayuran per individu per hari hasil konversi dari ukuran rumah tangga (URT) ke g (n = 190 rumah tangga)
No. Sayur Konsumsi (gr/orang/hari) Konsumsi
sayuran (%) Rumah tangga yg mengonsumsi (%) Avg 95%tile Min-Max
1 Tomat 44.16 116.67 0-150 16.12 97.90 2 Kangkung 30.69 75.00 0-200 11.20 80.00 3 Terong 28.90 83.33 0-216.67 10.55 67.40 4 Kacang panjang 28.77 99.48 0-250 10.50 66.80 5 Bayam 18.11 53.23 0-83.33 6.61 65.80 6 Daun singkong 12.57 50.00 0-75 4.59 44.70 7 Waluh/Sambiki 11.59 60.67 0-66.67 4.23 33.70 8 Kelor 11.27 45.50 0-100 4.11 45.80 9 Pepaya muda 9.51 44.44 0-133.33 3.47 33.70
10 Labu siam 7.06 0.00 0-16.67 2.58 16.30 11 Kol 6.76 37.92 0-83.33 2.47 29.50 12 Wortel 5.31 27.28 0-75 1.94 25.80 13 Kentang 4.75 27.78 0-66.67 1.73 18.90 14 Daun pakis 4.73 29.58 0-87.5 1.73 16.30 15 Ketimun 4.62 29.58 0-44.44 1.69 29.50 16 Sawi 4.03 25.00 0-50 1.47 15.80 17 Sayur lilin 3.64 30.33 0-50 1.33 13.70 18 Gambas 3.63 27.78 0-61.11 1.32 13.20 19 Nangka muda 3.59 33.33 0-80 1.31 8.95 20 Toge 3.44 16.67 0-33.33 1.26 27.40 21 Buncis 3.10 20.83 0-41.67 1.13 17.90 22 Kacang merah 2.92 20.83 0-55.56 1.07 14.70 23 Pare 2.56 23.75 0-66.67 0.93 7.89 24 Bunga pepaya 2.14 16.67 0-26.67 0.78 16.30 25 Daun pepaya 1.52 12.50 0-66.67 0.56 7.37 26 Gedi 1.50 0.00 0-75 0.55 3.68 27 Jantung pisang 1.50 0.00 0-125 0.55 2.11 28 Daun ketela rambat 1.50 12.50 0-50 0.55 7.37 29 Selada air 1.48 15.42 0-31.25 0.54 6.84 30 Sawi putih 1.09 0.00 0-44.44 0.40 3.16 31 Katuk 1.08 0.00 0-44.44 0.39 3.68 32 Daun Bawang 1.04 8.33 0-18.75 0.38 14.20 33 Genjer 0.92 0.00 0-50 0.34 4.21 34 Daun melinjo 0.71 0.00 0-44.44 0.26 4.74 35 Kecipir 0.68 0.00 0-37.5 0.25 2.11 36 Rebung 0.50 0.00 0-25 0.18 2.63 37 Kacang kapri 0.48 0.00 0-18.75 0.18 3.16 38 Kacang hijau 0.38 0.00 0-31.25 0.14 1.58 39 Seledri 0.37 3.29 0-8.33 0.13 8.95 40 Jamur 0.32 0.00 0-16.67 0.12 2.11 41 Pisang muda 0.30 0.00 0-27.78 0.11 1.58 42 Daun kacang panjang 0.26 0.00 0-25 0.10 1.58 43 Jagung muda 0.18 0.00 0-11.11 0.07 2.11 44 Daun labu waluh 0.12 0.00 0-22.22 0.04 0.53 45 Daun labu siam 0.09 0.00 0-16.67 0.03 0.53 46 Melinjo 0.09 0.00 0-16.67 0.03 0.53 47 Kacang tanah 0.04 0.00 0-8.33 0.02 0.53
Konsumsi total sayuran 274.014 525.417 70.83-870.83 100.00
57
Konsumsi sayuran (bdd) per individu per hari
Data jumlah konsumsi sayuran per individu per hari yang didapat dari
data survei konsumsi sayuran masih berupa ukuran rumah tangga (URT) untuk
sayuran segar utuh yang biasa dijual di pasar tradisional. Sayuran segar yang
dijual di pasar tradisional umumnya masih dengan akar, tangkai, biji, atau kulit.
Untuk mengetahui kadar vitamin dan mineral serta paparan pestisida dari
konsumsi sayuran, maka dihitung bagian sayuran yang dapat dimakan (bdd) yaitu
bagian sayuran setelah dibuang bagian yang lazim tidak dimakan seperti akar,
tangkai, biji atau kulit. Bagian dapat dimakan (bdd) untuk 47 jenis sayuran dapat
dilihat pada Tabel 16. Konsumsi rata-rata total sayuran pada seluruh responden
setelah dihitung bagian yang dapat dimakan adalah 226 g per orang per hari
dengan konsumsi minimum 54 g per orang per hari dan maksimum 724 g per
orang per hari (Tabel 17). Pada seluruh responden menunjukkan nilai persentil
ke-95 konsumsi sayuran tertinggi per individu dengan konsumsi total sayuran
427 g per orang per hari. Nilai persentil ke-95 mempunyai arti bahwa 95 % dari
seluruh data terletak di bawah nilai tersebut. Nilai tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui responden dengan tingkat konsumsi tinggi (high level consumer).
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumsi sayuran responden
sudah sesuai anjuran FDA dalam piramida makanan untuk konsumsi sayuran
yaitu 3-5 porsi sehari atau sebanyak 225 – 375 g per orang per hari (US-FDA
yang dikutip oleh Astawan dan Andreas 2008).
Berdasarkan data yang ditunjukkan Tabel 17, konsumsi sayuran per
individu per hari setelah dihitung bagian sayuran yang dapat dimakan untuk
sepuluh jenis sayuran dominan, diketahui tomat dikonsumsi sebanyak 41,95 g per
orang per hari, terong dikonsumsi sebanyak 25,14 g per orang per hari, kacang
panjang dikonsumsi sebanyak 21,58 g per orang per hari, kangkung dikonsumsi
sebanyak 21,48 g per orang per hari, bayam dikonsumsi sebanyak 12,86 g per
orang per hari, kelor dikonsumsi sebanyak 11,27 g per orang per hari, daun
singkong dikonsumsi sebanyak 10,94 g per orang per hari, waluh (sambiki)
dikonsumsi sebanyak 8,92 g per orang per hari, pepaya muda dikonsumsi
sebanyak 7,23 g per orang per hari, dan labu siam dikonsumsi sebanyak 5,86 g per
orang per hari (Gambar 14).
58
Tabel 16 Persentase bagian sayuran yang dapat dimakan No. Sayuran b.d.d. (%) No. Sayuran b.d.d. (%)
1 Bayam 71 25 Katuk (daun) (40)
2 Buncis 90 26 Kecipir 96
3 Bunga pepaya* 100 27 Kelor (65)
4 Daun Bawang 67 28 Kentang 85
5 Dn kac. panjang (65) 29 Ketimun 70
6 Dn ketela rambat 73 30 Kol 75
7 Daun labu siam 100 31 Labu siam 83
8 Daun labu waluh (70) 32 Melinjo 60
9 Daun melinjo 88 33 Nangka muda 80
10 Daun pakis (70) 34 Pare 77
11 Daun pepaya (71) 35 Pepaya muda 76
12 Daun singkong 87 36 Pisang muda 70
13 Gedi* (100) 37 Rebung 65
14 Gambas 85 38 Sawi hijau (87)
15 Genjer 70 39 Sawi putih* 30
16 Jagung muda 100 40 Sayur lilin* (100)
17 Jamur 100 41 Selada air 69
18 Jantung pisang (25) 42 Seledri 63
19 Kacang hijau 100 43 Terong 87
20 Kapri (100) 44 Toge 100
21 Kacang merah (95) 45 Tomat 95
22 Kacang panjang 75 46 Waluh (sambiki) 77
23 Kacang tanah 100 47 Wortel 88
24 Kangkung 70
Angka diantara dua kurung berarti angka taksiran dan hanya diberikan jika belum terdapat angka yang pasti berdasarkan penentuan sendiri Sumber: Depkes RI (1981) * Depkes RI (1990)
59
Tabel 17 Konsumsi sayuran (bdd) per individu per hari (n = 736 anggota keluarga)
No. Sayur Konsumsi (gr/orang/hari) Konsumsi Rumah tangga yg Avg 95%tile Min-Max sayuran (%) mengonsumsi (%)
1 Tomat 41.95 110.83 0-143 18.55 97.9 2 Terong 25.14 72.50 0-189 11.12 67.4 3 Kacang panjang 21.58 74.61 0-188 9.54 66.8 4 Kangkung 21.48 52.50 0-140 9.50 80 5 Bayam 12.86 37.79 0-59 5.69 65.8 6 Kelor 11.27 45.50 0-100 4.98 45.8 7 Daun singkong 10.94 43.50 0-65 4.84 44.7 8 Waluh/Sambiki 8.92 46.71 0-51 3.95 33.7 9 Pepaya muda 7.23 33.78 0-101 3.20 33.7 10 Labu siam 5.86 41.50 0-111 2.59 16.3 11 Kol 5.07 28.44 0-63 2.24 29.5 12 Wortel 4.67 24.00 0-66 2.06 25.8 13 Kentang 4.04 23.61 0-57 1.79 18.9 14 Sawi 3.91 24.25 0-49 1.73 15.8 15 Sayur lilin 3.64 30.33 0-50 1.61 13.7 16 Toge 3.44 16.67 0-33 1.52 27.4 17 Daun pakis 3.31 20.71 0-61 1.47 16.3 18 Ketimun 3.23 20.71 0-31 1.43 29.5 19 Gambas 3.08 23.61 0-52 1.36 13.2 20 Nangka muda 2.87 26.67 0-64 1.27 8.95 21 Buncis 2.79 18.75 0-38 1.24 17.9 22 Kacang merah 2.78 19.79 0-53 1.23 14.7 23 Bunga pepaya 2.14 16.67 0-27 0.95 16.3 24 Pare 1.97 18.29 0-51 0.87 7.89 25 Gedi 1.50 0.00 0-75 0.67 3.68 26 Daun ketela rambat 1.10 9.13 0-37 0.48 7.37 27 Daun pepaya 1.08 8.88 0-47 0.48 7.37 28 Sawi putih 1.06 0.00 0-43 0.47 3.16 29 Selada air 1.02 10.64 0-22 0.45 6.84 30 Daun Bawang 0.70 5.58 0-13 0.31 14.2 31 Kecipir 0.65 0.00 0-36 0.29 2.11 32 Genjer 0.65 0.00 0-35 0.29 4.21 33 Daun melinjo 0.63 0.00 0-39 0.28 4.74 34 Rebung 0.50 0.00 0-25 0.22 2.63 35 Kacang kapri 0.48 0.00 0-19 0.21 3.16 36 Katuk 0.43 0.00 0-18 0.19 3.68 37 Kacang hijau 0.38 0.00 0-31 0.17 1.58 38 Jantung pisang 0.38 0.00 0-31 0.17 2.11 39 Jamur 0.32 0.00 0-17 0.14 2.11 40 Seledri 0.23 2.07 0-5 0.10 8.95 41 Pisang muda 0.21 0.00 0-19 0.09 1.58 42 Jagung muda 0.18 0.00 0-11 0.08 2.11 43 Daun kacang panjang 0.17 0.00 0-16 0.08 1.58 44 Daun labu siam 0.09 0.00 0-17 0.04 0.53 45 Daun labu waluh 0.08 0.00 0-16 0.04 0.53 46 Melinjo 0.05 0.00 0-10 0.02 0.53 47 Kacang tanah 0.04 0.00 0-8 0.02 0.53 Total konsumsi sayuran 226.11 426.89 54-724 100.00
60
Waluh/Sambiki, 8.92 g/org/hr
Pepay a muda, 7.23 g/org/hr
Labu siam, 5.86 g/org/hr
Daun singkong, 10.94 g/org/hr
Lain-lain, 58.89 g/org/hr Tomat, 41.95 g/org/hr
Terong, 25.14 g/org/hr
Kacang panjang, 21.58 g/org/hrKangkung, 21.48 g/org/hr
Bay am, 12.86 g/org/hr
Kelor, 11.27 g/org/hr
Gambar 13 Jumlah konsumsi sayuran (bdd) per orang per hari
Konsumsi sayuran (bdd) untuk responden pengonsumsi saja per individu per
hari
Komposisi konsumsi dari 10 jenis sayuran dominan berdasarkan
konsumsi rata-rata sayuran untuk responden pengonsumsi saja per responden per
hari seperti yang ditunjukkan pada Tabel 18, ternyata paling banyak adalah tomat
sebesar 43 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi sebanyak
186 rumah tangga dari 190 responden rumah tangga. Urutan kedua adalah gedi
sebesar 41 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi sebanyak
7 rumah tangga, selanjutnya terong 36 g per orang per hari dengan jumlah
responden pengonsumsi 128 rumah tangga, labu siam 36 g per orang per hari
dengan jumlah responden pengonsumsi 31 rumah tangga, sawi putih 34 g per
orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 6 rumah tangga, nangka
muda 32 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 17 rumah
tangga, kacang panjang 32 g per orang per hari dengan jumlah responden
pengonsumsi 127 rumah tangga, kecipir 31 g per orang per hari dengan jumlah
responden pengonsumsi 4 rumah tangga, sayur lilin 27 g per orang per hari
dengan jumlah responden pengonsumsi 26 rumah tangga dan kangkung dengan
jumlah konsumsi 27 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi
152 rumah tangga (Gambar 15).
n = 736 anggota keluarga Total konsumsi = 226 g/orang/hari
61
Tabel 18 Konsumsi sayuran (bdd) responden pengonsumsi saja per individu per hari (n = 736 responden)
No.
Sayur
Konsumsi (gr/orang/hari) Konsumsi
sayuran (%) Jumlah
Rumah Tangga Avg 95%tile Min-Max 1 Tomat 43 110.83 4-143 4.56 186 2 Gedi 41 75 11-75 4.35 7 3 Labu siam 36 71.47 7-111 3.82 31 4 Terong 36 87.6 6-189 3.82 128 5 Sawi putih 34 43.11 18-43 3.61 6 6 Kacang panjang 32 85.16 5-188 3.39 127 7 Nangka muda 32 55.47 16-64 3.39 17 8 Kecipir 31 36 16-36 3.29 4 9 Kangkung 27 57.05 6-140 2.86 152 10 Sayur lilin 27 44.44 11-50 2.86 26 11 Waluh/Sambiki 26 51.33 7-51 2.76 64 12 Kelor 25 61.67 6-100 2.65 87 13 Pare 25 42.35 10-51 2.65 15 14 Sawi hijau 25 48.5 12-49 2.65 30 15 Daun singkong 24 43.5 6-65 2.55 85 16 Kacang hijau 24 30.21 21-31 2.55 3 17 Gambas 23 46.63 6-52 2.44 25 18 Kentang 21 38.96 5-57 2.23 36 19 Pepaya muda 21 37.37 6-101 2.23 64 20 Bayam 20 43.39 6-59 2.12 125 21 Daun pakis 20 49.58 9-61 2.12 31 22 Kacang merah 19 34.97 7-53 2.01 28 23 Rebung 19 24 13-25 2.01 5 24 Jantung pisang 18 28.91 9-31 1.91 4 25 Wortel 18 40.48 2-66 1.91 49 26 Daun labu siam 17 16.67 17-17 1.80 1 27 Kol 17 31.25 5-63 1.80 56 28 Buncis 16 33.44 6-38 1.70 34 29 Daun labu waluh 16 15.56 16-16 1.70 1 30 Daun ketela rambat 15 28.59 5-37 1.59 14 31 Genjer 15 31.94 4-35 1.59 8 32 Jamur 15 16.67 11-17 1.59 4 33 Kacang kapri 15 18.23 10-19 1.59 6 34 Selada air 15 21.56 7-22 1.59 13 35 Daun pepaya 14 26.63 5-47 1.48 14 36 Bunga pepaya 13 23.61 6-27 1.38 31 37 Daun melinjo 13 30.51 4-39 1.38 9 38 Pisang muda 13 18.67 9-19 1.38 3 39 Toge 13 25 5-33 1.38 52 40 Katuk 12 16.44 5-18 1.27 7 41 Daun kacang panjang 11 15.71 5-16 1.17 3 42 Ketimun 11 23.33 3-31 1.17 56 43 Melinjo 10 10 10-10 1.06 1 44 Jagung muda 9 10.69 7-11 0.95 4 45 Kacang tanah 8 8.33 8-8 0.85 1 46 Daun Bawang 5 12.14 1-13 0.53 27 47 Seledri 3 5.25 1-5 0.32 17
62
Lain-lain; 27,5%
Nangka muda; 1,8%Sawi putih; 0,6%
Tomat; 19,7%Kangkung; 16,1%
Terong; 13,6%
Kacang panjang; 13,5%
Labu siam; 3,3%
Sayur lilin; 2,8%Kecipir; 0,4%
Gedi; 0,7%
Gambar 14 Persentase konsumsi berbagai jenis sayuran per orang per hari yang
dikonsumsi responden pengonsumsi
Konsumsi sayuran dari bagian dapat dimakan (bdd) per kg berat badan per
hari
Data konsumsi sayuran dari bagian dapat dimakan (bdd) per kg berat
badan per hari yang ditunjukkan Tabel 19 untuk semua responden dan Tabel 20
untuk responden pengonsumsi saja, akan digunakan untuk perhitungan estimasi
paparan pestisida.
Asupan Vitamin dan Mineral melalui Konsumsi Sayuran
Komposisi vitamin dan mineral sayuran yang dikonsumsi responden
Sayur merupakan sumber vitamin dan mineral yang proporsional.
Jumlah vitamin dan mineral yang terdapat dalam sayuran yang sering dikonsumsi
responden seperti terlihat pada Tabel 21. Jumlah vitamin A paling banyak
terdapat dalam daun pepaya, wortel, kelor, daun singkong, katuk, daun melinjo,
sawi hijau, kangkung, dan bayam. Vitamin B1 paling banyak terdapat pada
kacang hijau, kacang merah, gedi, sayur lilin, kacang tanah, daun kacang panjang,
kecipir, kelor, dan kapri. Sedangkan vitamin C paling banyak terdapat pada daun
singkong, katuk, kelor, daun melinjo, daun pepaya, sawi hijau, melinjo, bayam,
genjer, waluh (sambiki), dan pare (Depkes RI 1981).
63
Kandungan kalsium yang paling banyak terdapat pada kelor, gedi, daun
pepaya, bunga pepaya, bayam, sawi hijau, daun melinjo, katuk, sawi putih, selada
air, dan daun singkong. Fosfor paling banyak terdapat pada kacang merah,
kacang panjang, kacang tanah, kacang hijau, daun pakis, daun kacang panjang,
bunga pepaya, jagung muda, daun labu waluh, dan jamur. Zat besi paling banyak
terdapat pada daun ketela rambat, daun bawang, kelor, kacang hijau, daun kacang
panjang, kacang merah, daun melinjo, bunga pepaya, bayam, dan daun labu waluh
(Depkes RI 1981).
Berdasarkan semua data pada Tabel 21, sepuluh jenis sayuran yang
paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga
responden yaitu tomat, terong, kacang panjang, kangkung, bayam, kelor, daun
singkong, waluh (sambiki), pepaya muda dan labu siam termasuk sayuran dengan
kandungan vitamin dan mineral yang cukup tinggi.
Asupan vitamin A
Tingkat asupan vitamin A dari hasil survei konsumsi sayuran responden
didapat nilai rata-rata 6708,38 SI vitamin A atau setara dengan 258 µg RE (Tabel
23). Angka kecukupan vitamin A untuk orang dewasa Indonesia menurut AKG
2004 adalah 600 µg RE per hari. Berdasarkan komposisi anggota keluarga
responden dengan kelompok usia mayoritas dewasa maka nilai asupan vitamin A
responden masih di bawah angka kecukupan vitamin A yang dianjurkan untuk
orang Indonesia yang sehat.
Vitamin A dalam diet manusia sebagian tersusun oleh vitamin A yang
sudah terbentuk atau sudah jadi (preformed vitamin A) yang berasal dari sumber
hewani dan sebagian lagi dari karoten provitamin A yang berasal dari bahan
nabati. Bioavailabilitas dari vitamin A yang sudah terbentuk (preformed) sangat
tinggi sedangkan bioavailabilitas dari karotenoid dalam sayuran berdaun
hijau sangat rendah karena beberapa hal berikut: (i) karotenoid terperangkap
dalam matriks makanan, (ii) terbatasnya senyawa-senyawa yang mempengaruhi
penyerapan seperti lemak, (iii) nilai gizi dari individu, (iv) keberadaan parasit
seperti cacing gelang dan giardia. 1 µg retinol ekuivalen dengan 26 µg karoten
dari sayuran berdaun hijau (WNPG 2004).
64
Tabel 19 Konsumsi sayuran bagian dapat dimakan (bdd) per kg BB per hari (n = 736 responden)
No. Sayur Konsumsi (gr/kg BB/hari) Avg 95%tile Min - Max
1 Tomat 0.851 2.081 0 - 2.759 2 Terong 0.506 1.503 0 - 3.053 3 Kacang panjang 0.431 1.537 0 - 3.178 4 Kangkung 0.450 1.141 0 - 3.858 5 Bayam 0.266 0.731 0 - 1.398 6 Kelor 0.232 0.900 0 - 1.860 7 Daun singkong 0.224 0.807 0 - 1.554 8 Waluh/Sambiki 0.186 0.856 0 - 1.222 9 Pepaya muda 0.149 0.642 0 - 1.859
10 Labu siam 0.127 0.961 0 - 2.459 11 Kol 0.101 0.485 0 - 1.255 12 Wortel 0.094 0.466 0 - 1.389 13 Kentang 0.081 0.567 0 - 0.892 14 Sawi hijau 0.076 0.519 0 - 1.000 15 Sayur lilin 0.070 0.519 0 - 0.877 16 Toge 0.072 0.380 0 - 0.866 17 Daun pakis 0.064 0.371 0 - 1.361 18 Ketimun 0.065 0.374 0 - 0.712 19 Gambas 0.063 0.479 0 - 1.060 20 Nangka muda 0.057 0.481 0 - 1.147 21 Buncis 0.056 0.331 0 - 0.727 22 Kacang merah 0.060 0.460 0 - 1.049 23 Bunga pepaya 0.044 0.285 0 - 0.694 24 Pare 0.037 0.341 0 - 0.798 25 Gedi 0.033 0 0 - 1.829 26 Daun ketela rambat 0.023 0.198 0 - 0.905 27 Daun pepaya 0.021 0.179 0 - 0.736 28 Sawi putih 0.023 0 0 - 0.991 29 Selada air 0.023 0.193 0 - 0.707 30 Daun Bawang 0.014 0.103 0 - 0.301 31 Kecipir 0.013 0 0 - 0.766 32 Genjer 0.012 0 0 - 0.519 33 Daun melinjo 0.012 0 0 - 0.638 34 Rebung 0.013 0 0 - 0.758 35 Kapri 0.009 0 0 - 0.383 36 Katuk 0.008 0 0 - 0.376 37 Kacang hijau 0.008 0 0 - 0.661 38 Jantung pisang 0.007 0 0 - 0.488 39 Jamur 0.006 0 0 - 0.351 40 Seledri 0.005 0.046 0 - 0.111 41 Pisang muda 0.006 0 0 - 0.530 42 Jagung muda 0.004 0 0 - 0.254 43 Daun kacang panjang 0.003 0 0 - 0.230 44 Daun labu siam 0.001 0 0 - 0.280 45 Daun labu waluh 0.001 0 0 - 0.254 46 Melinjo 0.001 0 0 - 0.224 47 Kacang tanah 0.001 0 0 - 0.187
65
Tabel 20 Konsumsi sayuran (bdd) untuk responden pengonsumsi saja per kg BB per hari (n = 736 responden)
No. Sayur Konsumsi (gr/kg BB/hari)
Avg 95%tile Min-Max 1 Tomat 0.869 2.092 0.068-2.760 2 Gedi 0.909 1.816 0.258-1.829 3 Sawi putih 0.736 0.990 0.358-0.991 4 Terong 0.729 2.032 0.122-3.053 5 Labu siam 0.703 1.409 0.158-0.158 6 Kacang panjang 0.645 1.750 0.097-3.178 7 Nangka muda 0.641 1.066 0.343-1.147 8 Kecipir 0.596 0.749 0.308-0.766 9 Kangkung 0.562 1.156 0.114-3.858
10 Waluh/Sambiki 0.551 1.062 0.158-1.222 11 Rebung 0.510 0.722 0.301-0.758 12 Sayur lilin 0.509 0.859 0.210-0.877 13 Kelor 0.508 1.329 0.144-1.860 14 Kacang hijau 0.504 0.645 0.350-0.661 15 Daun singkong 0.501 1.018 0.136-1.554 16 Sawi hijau 0.483 0.863 0.213-1.000 17 Pare 0.472 0.718 0.176-0.798 18 Gambas 0.461 0.859 0.120-1.060 19 Pepaya muda 0.443 0.900 0.111-1.859 20 Kentang 0.426 0.712 0.082-0.892 21 Kacang merah 0.408 0.864 0.151-1.049 22 Bayam 0.405 0.815 0.120-1.400 23 Daun pakis 0.392 0.880 0.154-1.361 24 Wortel 0.364 0.800 0.049-1.389 25 Pisang muda 0.351 0.504 0.253-0.530 26 Kol 0.343 0.756 0.104-1.255 27 Selada air 0.335 0.602 0.144-0.707 28 Daun ketela rambat 0.318 0.709 0.084-0.905 29 Jantung pisang 0.314 0.458 0.215-0.488 30 Buncis 0.311 0.577 0.108-0.727 31 Daun labu siam 0.280 0.280 0.280-0.280 32 Genjer 0.280 0.493 0.090-0.519 33 Kapri 0.277 0.365 0.163-0.383 34 Bunga pepaya 0.271 0.491 0.103-0.694 35 Daun pepaya 0.269 0.510 0.111-0.736 36 Jamur 0.267 0.339 0.214-0.351 37 Toge 0.264 0.564 0.092-0.866 38 Daun melinjo 0.256 0.540 0.086-0.638 39 Daun labu waluh 0.254 0.254 0.254-0.254 40 Melinjo 0.224 0.224 0.224-0.224 41 Ketimun 0.221 0.485 0.062-0.712 42 Katuk 0.215 0.341 0.114-0.376 43 Kacang tanah 0.187 0.187 0.187-0.187 44 Daun kacang panjang 0.179 0.228 0.105-0.230 45 Jagung muda 0.166 0.199 0.149-0.149 46 Daun Bawang 0.099 0.223 0.014-0.301 47 Seledri 0.051 0.093 0.009-0.111
66
Tabel 21 Komposisi vitamin dan mineral sayuran per 100 g No. Sayuran Kalsium
mg Fosfor
mg Besi mg
Nilai Vit.A S.I.
Vit.B1 mg
Vit.C mg
1 Bayam 267 67 3.9 6090 0.08 80 2 Buncis 65 44 1.1 630 0.08 19 3 Bunga pepaya* 290 113 4.2 371.7 0.01 23.3 4 Daun Bawang 55 39 7.2 1365 0.09 37 5 Dn kac. panjang 134 145 6.2 5240 0.28 29 6 Dn ketela rambat 79 66 10.0 6015 0.12 22 7 Daun labu siam 58 (70) 2.5 2025 0.08 16 8 Daun labu waluh 138 99 3.7 2750 0.14 36 9 Daun melinjo 219 82 4.2 10000 0.09 182
10 Daun pakis 42 172 1.3 2881 Ø (30) 11 Daun pepaya 353 63 0.8 18250 0.15 140 12 Daun singkong 165 54 2.0 11000 0.12 275 13 Gedi* 420 70 1.7 - 0.4 11 14 Gambas 19 33 0.9 380 0.03 8 15 Genjer 62 33 2.1 3800 0.07 54 16 Jagung muda 7 100 0.5 200 0.08 8 17 Jamur 3 94 1.7 0 0.10 5 18 Jantung pisang 30 50 0.1 (170) (0.05) (10) 19 Kacang hijau 125 (320) 6.7 157 0.64 6 20 Kapri 51 (85) 1.0 440 0.20 49 21 Kacang merah 80 400 5.0 0 0.60 0 22 Kacang panjang 49 347 0.7 33.5 0.13 21 23 Kacang tanah 58 335 1.3 0 0.30 3 24 Kangkung 73 50 2.5 6300 0.07 32 25 Katuk (daun) 204 83 2.7 10370 0.10 239 26 Kecipir 63 37 0.3 595 0.24 19 27 Kelor 440 70 7.1 11300 0.21 220 28 Kentang 11 56 0.7 Ø 0.11 17 29 Ketimun 10 21 0.3 0 0.03 8 30 Kol 46 31 0.5 80 0.06 50 31 Labu siam 14 25 0.5 20 0.02 18 32 Melinjo 163 75 2.8 (1000) (0.10) (100) 33 Nangka muda 45 29 0.5 25 0.07 9 34 Pare 45 64 1.4 180 0.08 52 35 Pepaya muda 50 (16) 0.4 (50) 0.02 19 36 Pisang muda 10 22 0.8 950 0.06 10 37 Rebung 13 59 0.5 20 0.15 4 38 Sawi hijau 220 38 2.9 6460 0.09 102 39 Sawi putih* 200 92 3.2 2177 0.03 3.0 40 Sayur lilin* 10 90 0.1 0 0.3 18 41 Selada air 182 (27) 2.5 2420 0.08 50 42 Seledri 50 40 1.0 130 0.03 11 43 Terong 15 37 0.4 30 0.04 5 44 Toge 29 69 0.8 10 0.07 15 45 Tomat 5 27 0.5 1500 0.06 40 46 Waluh (sambiki) 45 64 1.4 180 0.08 52 47 Wortel 39 37 0.8 12000 0.06 6
Sumber: Depkes RI (1981) * Depkes RI (1990)
67
Asupan vitamin B1
Vitamin B1 atau tiamin merupakan koenzim yang penting pada
metabolisme energi dari karbohidrat. Vitamin ini larut dalam air dan tidak tahan
panas. Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan
karbohidrat, dan berat badan. Aktifitas fisik akan mempengaruhi kebutuhan
energi, sehingga aktifitas fisik rata-rata per hari perlu diperhatikan untuk
penetapan jumlah asupan yang dianjurkan. Food and Nutrition Board USA
memberikan rekomendasi berdasarkan beberapa studi, jumlah 0,5 mg per 1000
Kal, dan minimal 1 mg untuk asupan energi kurang dari 2000 Kal (WNPG 2004).
Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran diketahui bahwa nilai asupan
rata-rata vitamin B1 responden adalah 0,1548 mg per orang per hari (Tabel 23).
Nilai ini menunjukkan bahwa asupan vitamin B1 responden masih di bawah
angka yang dianjurkan AKG 2004. Angka kecukupan yang dianjurkan untuk
vitamin B1 adalah 1,3 mg per orang per hari.
Kekurangan asupan vitamin B1 responden dapat dilengkapi dari
konsumsi serealia, berbagai jenis kacang, hati, jantung, dan ginjal karena bahan
makanan ini kaya akan tiamin atau vitamin B1.
Asupan vitamin C
Vitamin C bekerja sebagai pereduksi komponen metal yang diperlukan
untuk aktivitas katalitik enzim terkait. Kemampuan mereduksi ini juga diduga
berperan dalam membantu absorpsi zat besi, menghambat pembentukan
nitrosamin, membantu metabolisme obat, respons imun, sintesis steroid anti
inflamasi, penyembuhan luka dan antioksidan.
Vitamin C merupakan vitamin yang paling labil dan mudah rusak. Pada
asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95 persen, transportasi dalam bentuk
bebas di plasma dan mudah diambil oleh jaringan yang membutuhkan. Absorpsi
akan meningkat sampai dosis 150 mg per hari. Ekskresi melalui urin dalam
bentuk metabolitnya yaitu asam oksalat(2). Asupan lebih dari 60 mg akan
meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara proporsional (WNPG 2004).
68
Nilai rata-rata asupan vitamin C responden adalah 60,02 mg per hari
(Tabel 23). Angka ini sudah masuk dalam nilai asupan vitamin C yang dianjurkan
untuk orang Indonesia yaitu 50 – 90 mg per hari.
Dalam penetapan AKG perlu diketahui jumlah cadangan dalam tubuh
yang dapat memelihara fungsi vitamin C dan laju turn over yang terjadi.
Cadangan sebesar 1500 mg merupakan jumlah maksimum yang dapat
dimetabolisir di jaringan tubuh, dan dapat mencerminkan aktifvitas fisiologis yang
optimal. Dengan jumlah cadangan yang demikian, maka perkiraan turn over
vitamin C adalah 60 mg per hari. Dengan memperhitungan kemampuan absorpsi
maka jumlah yang dianjurkan adalah 70-75 mg, yang mungkin bisa meningkat
untuk beberapa individu sampai 100 mg. AKG 2004 untuk vitamin C dibuat lebih
tinggi dari AKG 1998, mengingat pentingnya vitamin C untuk menjaga kesehatan
yang optimum disamping untuk meningkatkan penyerapan zat besi kaitannya
dengan anemia (WNPG 2004).
Tabel 22 Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran segar
No. Zat gizi Asupan zat gizi per hari
Avg±SD 95%tile Min-Max
1. Nilai Vit.A (SI) 6708.4 ± 3878 14731 811 - 19493
2. Vit.B1 (mg) 0.206 ± 0.1249 0.478 0.032 - 0.604
3. Vit.C (mg) 120.05 ± 69.49 256.83 16.28 - 341.47
4. Kalsium (mg) 191.83 ± 110.81 411.32 23.27 - 625.41
5. Fosfor (mg) 182.55 ± 133.89 453.51 26.79 - 851.63
6. Besi (mg) 3.69 ± 2.17 7.92 0.64 - 12.85
Asupan kalsium
Tingkat asupan rata-rata kalsium responden adalah 191,83 mg per hari
(Tabel 23). AKG mineral kalsium untuk berat badan 56 kg adalah 800 mg per
orang per hari dengan batas atas yang dianggap aman untuk dikonsumsi 2500 mg
per orang per hari. Hasil perbandingan dengan AKG menunjukkan bahwa asupan
kalsium responden dengan berat badan rata-rata 57,27 kg adalah sangat kurang.
69
Tabel 23 Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran yang dimasak (n =736 anggota keluarga)
No. Zat gizi Asupan zat gizi per hari AKG
** %AKG Avg±SD 95%tile Min-Max
1. Vit.A (µg RE) 258±149 566.56 31-750 600 43
2. Vit.B1 (mg)* 0.1548±0.0937 0.3588 0.0244-0.4532 1.3 11.91
3. Vit.C (mg)* 60.02±34.74 128.42 8.14-170.74 90 66.69
4. Kalsium (mg) 191.83±110.81 411.32 23.27-625.41 800 23.98
5. Fosfor (mg) 182.55±133.89 453.51 26.79-851.63 600 30.43
6. Besi (mg) 3.69±2.17 7.92 0.64-12.85 13 28.39
* Saran FAO untuk makanan yang telah diolah atau dimasak: Vit.B1 reduksi 25%, Vit.C reduksi 50% (Depkes 1981)
** AKG untuk orang dewasa per hari (WNPG 2004).
Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis pada orang
dewasa yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap jumlah dan
kekuatan jaringan tulang. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya
demineralisasi yaitu tubuh yang kekurangan kalsium akan mengambil simpanan
kalsium yang ada pada tulang dan gigi. Pada masa pertumbuhan, kekurangan
kalsium dapat menyebabkan pengurangan pada masa dan kekerasan tulang yang
sedang dibentuk (WNPG 2004).
Penyerapan kalsium kurang baik pada bahan makanan yang
mengandung tinggi asam oksalat (bayam, ubi jalar) atau asam fitat (biji, kacang-
kacangan). Untuk memenuhi asupan kalsium sesuai AKG, responden dianjurkan
untuk mengonsumsi bahan makanan lain sumber kalsium seperti susu dan hasil
olahannya, roti, biji-bijian, kacang-kacangan dan ikan.
Asupan fosfor
Fosfor adalah mineral terbanyak kedua setelah kalsium dalam tubuh.
Fosfor berfungsi memelihara pH, menyimpan dan mengirim energi dan sintesa
nukleotida. Selain itu fosfor adalah bagian utama tulang dan gigi, fosfor
mempunyai fungsi: (i) mengatur pelepasan energi selama pembakaran atau
oksidasi hidrat arang, lemak dan protein, (ii) fosforilasi monosakarida dan lemak
70
untuk memfasilitasi jalan ke sel membran, (iii) memfasilitasi penyerapan dan
transportasi zat gizi, (iv) mengatur keseimbangan asam basa, (v) merupakan
bagian dari DNA dan RNA (Whitney 1999)
Asupan rata-rata responden untuk fosfor seperti yang ditunjukkan
Tabel 23 adalah 182,55 mg per hari. Nilai ini sangat kurang jika dibandingkan
dengan AKG 2004 untuk fosfor yaitu 600 mg per hari dengan batas atas yang
dianggap aman untuk dikonsumsi 4000 mg per hari. Angka kecukupan ini untuk
orang dengan berat badan 56 kg.
Keadaan kekurangan fosfor, hipofosfatemia, jarang terjadi karena fosfor
ada di hampir semua sel sehingga hampir semua bahan makanan mengandung
fosfor baik nabati maupun hewani. Daging, ikan, unggas dan serealia merupakan
sumber utama fosfor dalam makanan sehari-hari. Hiperfosfatemia jarang terjadi
karena kelebihan fosfor dikeluarkan melalui urine secara efisien (WNPG 2004).
Asupan zat besi
Nilai asupan rata-rata untuk zat besi adalah 3,69 mg per responden per
hari dengan nilai asupan minimum 0,64 mg per responden per hari dan nilai
asupan maksimum 12,85 mg per responden per hari dengan nilai asupan 95 persen
responden di bawah 7,92 mg per responden per hari (Tabel 23). Hasil ini
menunjukkan asupan zat besi responden masih jauh dari angka kecukupan zat besi
yang dianjurkan untuk orang Indonesia dengan berat badan 56 kg yaitu 13 mg per
orang per hari dengan batas atas yang dianggap aman untuk dikonsumsi 54 mg
per orang per hari.
Kekurangan zat besi menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai
dengan kulit pucat, lemah (letih), dan nafasnya pendek akibat kekurangan
oksigen. Namun demikian, tidak semua anemia bereaksi terhadap tambahan
asupan zat besi baik dalam bentuk tablet maupun dari makanan. Anemia
menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan dan menurunkan kognitif.
Selain itu juga dapat menurunkan daya tahan tubuh (IOM 2001).
Responden dianjurkan untuk mengonsumsi bahan makanan lain sumber
zat besi seperti daging, jeroan, ikan dan unggas yang mengandung tinggi besi
heme. Sumber besi non-heme adalah dari nabati kedele, kacang-kacangan,
71
sayuran daun hijau dan rumput laut. Zat besi dari sumber nabati (non-heme)
bioavaibilitasnya lebih rendah dibanding heme yang terdapat dalam zat besi dari
sumber hewani (WNPG 2004).
Tingkat Paparan Pestisida
Jenis pestisida pada budidaya sayuran di Kabupaten Banggai
Berdasarkan hasil survei penggunaan pestisida pada budidaya sayuran di
Desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai selaku sentra produksi
sayuran daerah setempat, menunjukkan bahwa dari 47 jenis sayuran yang
dikonsumsi responden hanya ada 14 jenis sayuran yang dibudidaya menggunakan
aplikasi pestisida yaitu bayam, buncis, daun bawang, kacang panjang, kangkung,
ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih, seledri, terong, tomat, wortel dan kentang
(Tabel 24). Dari 14 jenis sayuran ini hanya kentang yang tidak dilakukan analisa
residu pestisida karena beberapa pertimbangan bahwa kentang adalah umbi dan
umumnya dikonsumsi masak sehingga diasumsikan responden sangat kecil
kemungkinan terpapar pestisida dari konsumsi kentang.
Tabel 24 Jenis pestisida pada budidaya sayuran di Kabupaten Banggai
No. Sayuran Merk Pestisida 1. Bayam Capture, Decis, Matador, Regent, Sidamethrin, Spontan
2. Buncis Capture, Decis, Dharmabas, Dursban, Regent, Sevin
3. Daun bawang Capture, Curacron, Dursben, Gesaprim
4. Kacang panjang Buldok, Capture, Decis, Dursban, Mipcindo, Regent
5. Kangkung Decis, Gesaprim, Matador, Regent
6. Ketimun Buldok, Curacron, Decis, Dursban, Matador, Regent
7. Kol Antracol, Curacron, Lannate, Padan, Regent, Supracide
8. Sawi hijau Curacron, Decis, Regent, Supracide
9. Sawi putih/petsai Curacron, Decis, Regent, Supracide
10. Seledri Curacron, Dursban
11. Terong Buldok, Decis, Dursban
12. Tomat Antracol, Buldok, Decis, Capture, Curacron
13. Wortel Supracide
14. Kentang Buldok, Curacron, Matador, Regent, Supracide
72
Adapun merk pestisida yang digunakan adalah merk yang sudah
terdaftar di Pusat Perizinan dan Investasi Sekretariat Jenderal Departemen
Pertanian. Selain itu pestisida yang digunakan sudah sesuai dengan peruntukkan
jenis tanaman. Setiap merk pestisida mengandung bahan aktif yang spesifik
dengan konsentrasi yang berbeda. Dari hasil survei dengan petani, bahan aktif
yang mungkin terakumulasi dalam suyuran yang dikonsumsi responden dapat
dilihat pada Tabel 25.
Penggunaan pestisida dalam implementasi PHT
Hasil survei penggunaan pestisida pada 25 petani sayuran di desa
Salodik Kecamatan Luwuk dalam implementasi PHT pada tanaman sayuran
diketahui bahwa petani sudah melakukan cara-cara pemeliharaan tanaman sayuran
yang sehat dengan menerapkan tata kerja yang baik dan benar dalam
memproduksi sayuran dengan mengikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan
pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.
Petani sayuran di desa Salodik menggunakan 17 merk pestisida untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman sayuran. Penyemprotan dilakukan
dengan interval 3 – 10 hari sekali. Penyemprotan terakhir pada tanaman yaitu
5 - 20 hari sebelum panen. Dengan demikian, sayuran yang diproduksi
berpeluang kecil mengandung residu pestisida di atas batas maksimum residu
pestisida.
Hasil pemeriksaan residu pestisida
Hasil pemeriksaan residu pestisida pada 13 contoh komposit untuk
masing-masing jenis sayuran yaitu buncis, daun bawang, kacang panjang,
kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih (petsai), seledri, terong, tomat dan
wortel dapat di lihat pada Tabel 26. Setiap contoh komposit sayuran terdiri dari
sayuran yang diperoleh dari petani sayuran di desa Salodik, pedagang sayur di
pasar Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar
Balantang Kecamatan Batui dan pasar Pagimana Kecamatan Pagimana. Data
hasil pemeriksaan laboratorium residu pestisida akan digunakan untuk mengetahui
paparan pestisida dari sayuran yang dikonsumsi responden.
Tabel 25 Bahan aktif dalam pestisida (Deptan 2007)
No. Merk Pestisida Bahan Aktif Tanaman 1. Antracol 70WP Propineb: 70% Anggur, bawang merah, bawang putih, cabai merah, petsai, kentang, tomat, kacang tanah, jeruk, padi
sawah, kina, lada, cengkeh, teh, tembakau, rosela 2. Buldok 25EC Betasiflutrin: 25g/l Anggur, bawang merah, cabai, kentang, kubis, tomat, kacang panjang, jagung, jeruk, kedelai, kapas,
kelapa sawit, padi, kakao, teh, tembakau, lada 3. Capture 50EC Sipermetrin: 50g/l Daun bawang, bayam, anggur, jeruk, jagung, kakao 4. Curacron 500EC Profenofos: 500g/l Bawang merah, cabai, jeruk, kacang hijau, kentang, kubis, semangka, tomat, tebu, tembakau, kapas 5. Dharmabas 500EC BPMC: 500g/l Bawang merah, cabai, kakao, padi, tebu, teh 6. Decis 2.5 EC Deltametrin: 25g/l Bawang merah, cabai, tomat, semangka, kentang, kubis, jagung, kacang hijau, padi, lada, teh, tembakau,
kapas, kedelai, kelapa sawit, kakao 7. Dursban 200EC Klorpirifos: 200g/l Bawang merah, cabai, tomat, wortel, petsai, kubis, jagung, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, kelapa,
kelapa sawit, lada, kakao, tembakau 8. Gesaprim 80WP Atrazin: 75% Jagung, tebu 9. Lannate 25WP Metomil: 25% Bawang merah, kubis, tomat, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, tebu, teh, tembakau, kakao, kapas 10. Lannate 40SP Metomil: 40% Bawang merah, bawang putih, cabai, tomat, kubis, kacang panjang, kacang hijau, kedelai, jeruk, teh,
tembakau 11. Matador 1WP Lamda sihalotrin: 1% kubis 12. Matador 25EC Lamda sihalotrin: 25g/l Bawang merah, bawang putih, cabai, tomat, kubis, kacang panjang, kentang, jagung, kedelai, jeruk,
kakao, kapas, kelapa sawit, lada, lamtoro, tembakau, teh 13. Mipcindo 50WP MIPC: 50% Cabai, jagung, kedelai, padi, kakao 14. Padan 50SP Kartaphidroklorida: 50% Bawang merah, cabai merah, kubis, kentang, kedelai, lada, tebu 15. Regent 50SC Fipronil: 50g/l Cabai, kubis, kentang, kacang panjang, semangka, jeruk, jagung, tebu, kakao, kelapa sawit 16. Sevin 85S Karbaril: 85% Jagung, kacang tanah, kapas, kedelai, kelapa, kelapa sawit, kopi, lada, tebu, teh, tembakau 17. Sidamethrin 50EC Sipermetrin: 50g/l Kubis, sawi, kakao, kapas, kedelai, teh, tembakau 18. Spontan 400SL Dimehipo: 400g/l Jagung, kedelai, kentang, padi, kelapa 19. Supracide 25WP Metidation: 25% Apel, jeruk, bawang merah, kacang panjang, tomat, semangka, kentang, kedelai, teh, kopi, kakao
74
Berdasarkan hasil pemeriksaan residu pestisida pada tomat, seledri,
kacang panjang, buncis, sawi hijau, dan kol dapat disimpulkan bahwa petani
menggunakan pestisida sesuai aturan yang ditunjukkan dengan ditemukannya
residu pestisida pada sayuran tersebut dengan residu pestisida masih di bawah
Batas Maksimum Residu (BMR). Residu sipermetrin pada sawi hijau meskipun
belum ditetapkan batas maksimumnya, namun jika sawi hijau dikelompokkan
dalam golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR sipermetrin 1 mg per kg
sayuran maka hasil deteksi tersebut masih di bawah BMR. Demikian pula
dengan residu lamda sihalotrin pada buncis yang belum ditetapkan batas
maksimum residunya, jika buncis dikelompokkan golongan sayuran kubis-
kubisan dengan BMR lamda sihalotrin 0,2 mg per kg sayuran maka residu lamda
sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg pada buncis masih di bawah BMR
(Lampiran 6).
Tabel 26 Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran (* BSN 2007)
No. Jenis Sayuran Jenis Pestisida(Bahan Aktif) Kadar (mg/kg)
Keterangan
1. Bayam Dursban 20 EC/klorpirifos - Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan
2. Buncis Matador/lamda sihalotrin 0.05 *BMR belum ditetapkan
3. Daun bawang Dursban 20 EC/klorpirifos - Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan
4. Kacang panjang Supracide 25WP/metidation 0.025 *BMR = 0.1 mg/kg
5. Kangkung Matador/lamda sihalotrin - Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan
6. Ketimun Dursban 20 EC/klorpirifos - Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan
7. Kol/kubis Curacron/profenofos 0.24 *BMR = 0.5 mg/kg 8. Sawi hijau Sipermetrin 0.90 *BMR belum ditetapkan
9. Sawi putih Supracide 25WP/metidation - Tidak terdeteksi, * BMR belum ditetapkan
10. Seledri Dursban 20 EC/klorpirifos 0.009 *BMR = 0.05 mg/kg
11. Terong Supracide 25WP/metidation - Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan
12. Tomat Dursban 20 EC/klorpirifos 0.02 *BMR = 0.5 mg/kg
13. Wortel Dursban 20 EC/klorpirifos Supracide 25WP/metidation
- Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan
75
Residu bahan aktif pestisida tidak terdeteksi pada bayam, daun bawang,
kangkung, ketimun, sawi putih (petsai), terong dan wortel. Hal ini disebabkan
banyaknya bahan aktif yang diduga terkandung dalam contoh komposit sayuran
tersebut sehingga menyulitkan untuk menetapkan bahan aktif yang akan dianalisa
dengan gas kromatografi. Namun terdapat beberapa jenis sayuran yang dominan
dikonsumsi responden tetapi tidak menggunakan aplikasi pestisida seperti pepaya
muda, waluh (sambiki), daun singkong, kelor, dan labu siam.
Hasil pemeriksaan residu pestisida pada beberapa sayuran yang
dikonsumsi responden, diketahui kacang panjang, tomat, kol, buncis, sawi hijau
dan seledri yang terdeteksi masih mengandung residu pestisida pada kondisi
segarnya. Dari data yang ditunjukkan Tabel 19 dan Tabel 20, diketahui hanya
tomat dan kacang panjang yang masuk dalam sepuluh sayuran yang dominan
dikonsumsi responden.
Paparan pestisida
Informasi tingkat konsumsi sayuran per kg berat badan responden per
hari dan tingkat residu pestisida yang ada pada beberapa sayuran akan digunakan
untuk mengetahui nilai paparan pestisida. Nilai paparan yang didapat akan
dibandingkan dengan nilai ADI (Acceptable Daily Intake) pestisida.
Beberapa bahan aktif pestisida sudah mempunyai nilai ADI yaitu nilai
aman konsumsi bahan kimia dalam mg bahan per kg bobot badan, yang meskipun
dicerna (dimakan) setiap hari bahkan selama hidup bersifat aman, tidak
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, efek keracunan ataupun risiko
(BPOM. 2004).
Nilai ADI diperoleh dari data-data toksikologi pada hewan percobaan,
yaitu dari dosis tanpa efek NOAEL (No-Observed-Adverse-Effect-Level)
diekstrapolasikan kepada manusia dengan menggunakan suatu faktor keamanan
(safety factor). Safety factor biasanya 100, sehingga ADI adalah dosis tanpa efek
dibagi 100. Nilai ADI yang telah ditetapkan bukan merupakan hal yang mutlak,
sehingga nilainya bisa diubah atau diperbaiki apabila diperoleh informasi yang
baru.
76
Berdasarkan perhitungan nilai paparan pestisida per kg berat badan responden
yang ditunjukkan Tabel 27, residu pestisida pada sayuran yang dikonsumsi
responden, semuanya memberi nilai paparan pestisida per kg berat badan
responden tidak melebihi ADI baik per individu maupun per pengonsumsi saja.
Untuk residu metidation sebesar 0,025 mg per kg kacang panjang dengan
konsumsi rata-rata kacang panjang sebanyak 21,58 g per hari tidak memberikan
paparan metidation melebihi ADI metidation kecuali dengan residu sebesar
tersebut responden mengonsumsi kacang panjang sebanyak 2,29 kg per hari.
Meskipun demikian nilai residu metidation pada kacang panjang tidak bisa
diabaikan karena ada kemungkinan responden terpapar bahan aktif yang lain
karena dari data survei penggunaan pestisida, petani tidak hanya menggunakan
satu merk pestisida. Demikian halnya tomat yang merupakan sayuran yang paling
sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga
responden. Dengan residu klorpirifos sebesar 0,02 mg per kg tomat dengan
konsumsi rata-rata tomat sebanyak 41,95 g per hari tidak memberikan paparan
klorpirifos melebihi ADI klorpirifos kecuali dengan residu sebesar tersebut
responden mengonsumsi tomat sebanyak 28,63 kg per hari. Residu sihalotrin
sebesar 0,05 mg per kg buncis akan memberikan paparan 100 % ADI sihalotrin
jika responden mengonsumsi buncis sebanyak 2,29 kg per hari. Residu
profenofos sebesar 0,24 mg per kg kol akan memberikan paparan 100 % ADI
profenofos jika responden mengonsumsi kol sebanyak 2,38 kg per hari. Residu
klorpirifos sebesar 0,009 mg per kg seledri akan memberikan paparan 100 % ADI
klorpirifos jika responden mengonsumsi seledri sebanyak 63,63 kg per hari.
Residu sipermetrin sebesar 0,9 mg per kg sawi hijau akan memberikan paparan
100 % ADI sipermetrin jika responden mengonsumsi sawi hijau sebanyak 3,18
kg per hari (Tabel 28).
Nilai paparan yang sebenarnya akan lebih rendah dari angka yang
tertera pada Tabel 27 karena responden melakukan pencucian dan pemasakan
sebelum mengonsumsi sayuran. Penelitian Ameriana et al. (2000) serta
Suwantapura (1983) menyebutkan proses pencucian dan pemasakan sayuran
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan kadar residu pestisida
meskipun nilainya berbeda-beda untuk setiap bahan aktif pestisida.
Tabel 27 Nilai paparan pestisida dari konsumsi sayuran (mentah)
Sumber: * BPOM (2007)
No. Jenis Sayuran
Bahan aktif pestisida (kadar=mg/kg sayuran)
Paparan pestisida (µg/kg BB/hari) Per individu (n =736) Nilai
ADI* %
ADI
Paparan pestisida (µg/kg BB/hari) Pengonsumsi saja %
ADI Avg ± SD 95%tile Min-Max Avg ± SD 95%tile Min-Max
1. Kacang
panjang
Metidation
(0.025)
0.011 ± 0.014 0.038 0 - 0.08 0.001 1.078
0.016 ± 0.014 0.044 0.002 - 0.079 1.61
2. Tomat Klorpirifos
(0.02)
0.02 ± 0.01 0.04 0 - 0.06 0.01 0.170
0.02 ± 0.01 0.04 0.01 - 0.06 0.19
3. Buncis Sihalotrin
(0.05) 0.003 ± 0.007 0.017 0 - 0.04 0.002 0.139
0.02 ± 0.01 0.03 0.01 - 0.04 0.78
4. Kol Profenofos
(0.24)
0.02 ± 0.05 0.12 0 - 0.3 0.01 0.243
0.08 ± 0.05 0.18 0.03 - 0.30 0.82
5. Seledri Klorpirifos
(0.009) 0.00004 ± 0.0002 0.00042 0 - 0.001 0.01 0.0004
0.0005 ± 0.0003 0.0008 0.0001 - 0.001 0.005
6. Sawi hijau Sipermetrin
(0.90)
0.069 ± 0.176 0.467 0 - 0.9 0.05 0.138
0.43503 ± 0.19 0.78 0.19 - 0.9 0.87
78
Penelitian Suwantapura mengenai pengaruh pengolahan lepas panen
terhadap residu pestisida diazinon pada sayuran petsai mendapatkan bahwa
pencucian dan atau perebusan sayuran petsai yang biasa dilakukan masyarakat
sebelum disiapkan di meja makan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
penurunan kadar residu diazinon, yang asalnya 0,125 mg per kg menjadi 0,045
mg per kg. Jadi terjadi penurunan residu diazinon sekitar 64 %.
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperlihatkan pada Tabel 27,
meskipun nilai paparan pestisida masih sangat jauh dari nilai maksimum paparan
yang masih diperbolehkan namun petani tetap harus melakukan praktek-praktek
budidaya yang baik karena semua pestisida mempunyai bahaya potensial bagi
kesehatan.
Tabel 28 Konsumsi maksimum sayuran per orang dengan berat badan 57.27 kg
untuk mencapai paparan pestisida setara nilai ADI
Sumber: * BPOM (2007)
No. Sayuran Bahan aktif pestisida
( ADI*=mg/kg BB)
Kadar residu
pestisida (mg/kg)
Konsumsi maksimum
sayuran untuk
memenuhi ADI (g)
1. Kacang panjang Metidation (0.001) 0.025 2291
2. Tomat Klorpirifos (0.01) 0.02 28635
3. Buncis Sihalotrin (0.002) 0.05 2291
4. Kol Profenofos (0.01) 0.24 2386
5. Seledri Klorpirifos (0.01) 0.009 63633
6. Sawi hijau Sipermetrin (0.05) 0.9 3182
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil survei konsumsi sayuran yang dilakukan di Kabupaten Banggai
dengan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method)
menunjukkan nilai konsumsi rata-rata total sayuran pada seluruh responden
adalah 226 g per orang per hari dengan konsumsi minimum 54 g per orang per
hari dan maksimum 724 g per orang per hari. Pada 95 % responden menunjukkan
konsumsi sayuran tertinggi per individu dengan konsumsi total sayuran 427 g per
orang per hari. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumsi
sayuran responden sudah sesuai anjuran FDA dalam piramida makanan untuk
konsumsi sayuran yaitu 3 – 5 porsi atau sebanyak 225 - 375 g per orang per hari.
Selain itu, berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran juga diketahui ada 47 jenis
sayuran yang dikonsumsi responden. Sepuluh jenis sayuran yang paling sering
ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden
adalah tomat (41,95 g per orang per hari), terong (25,14 g per orang per hari),
kacang panjang (21,58 g per orang per hari), kangkung (21,48 g per orang per
hari), bayam (12,86 g per orang per hari), kelor (11,27 g per orang per hari), daun
singkong (10,94 g per orang per hari), waluh (8,92 g per orang per hari), pepaya
muda (7,23 g per orang per hari), dan labu siam (5,86 g per orang per hari).
Nilai asupan vitamin dan mineral responden yang didapat dari data
survei menunjukkan bahwa untuk dapat memenuhi angka kecukupan vitamin dan
mineral yang dianjurkan tidak bisa didapat dari konsumsi sayuran saja. Tingkat
asupan vitamin A dan vitamin B1 masih jauh di bawah AKG yaitu baru
memenuhi 43 % AKG dan 11,91 % AKG. Sedangkan asupan vitamin C
responden sudah mendekati AKG yang dianjurkan untuk orang Indonesia yaitu
50 – 90 mg per hari. Tingkat asupan rata-rata kalsium, fosfor dan zat besi
responden dengan rata-rata berat badan mayoritas responden 57,27 kg masih jauh
dari angka kecukupan kalsium, fosfor dan zat besi yang dianjurkan per hari.
Tingkat asupan rata-rata kalsium responden adalah 191,83 mg per hari (23.98 %
AKG), asupan rata-rata fosfor responden adalah 182,55 mg per hari (30.43 %
80
AKG) dan asupan rata-rata zat besi adalah 3,69 mg per responden per hari
(28.39 % AKG).
Terdapat beberapa jenis sayuran seperti bayam, buncis, daun bawang,
kacang panjang, kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih (petsai), seledri,
terong, tomat, wortel, dan kentang yang menggunakan pestisida dalam proses
budidaya di desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai selaku sentra
produksi sayuran daerah setempat. Adapun merk pestisida yang digunakan adalah
merk yang sudah terdaftar di Pusat Perizinan dan Investasi Sekretariat Jenderal
Departemen Pertanian dan sesuai dengan peruntukkan jenis tanaman.
Hasil pemeriksaan residu pestisida pada beberapa sayuran yang
dikonsumsi responden, diketahui kacang panjang, tomat, kol, buncis, sawi hijau
dan seledri mengandung residu pestisida pada kondisi segarnya. Lamda sihalotrin
pada buncis sebesar 0,05 mg/kg, metidation pada kacang panjang sebesar 0,025
mg/kg, profenofos pada kol sebesar 0,24 mg/kg, sipermetrin pada sawi hijau
sebesar 0,90 mg/kg, klorpirifos pada seledri sebesar 0,009 mg/kg, dan klorpirifos
pada tomat sebesar 0,02 mg/kg. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini dapat
disimpulkan bahwa petani menggunakan pestisida sesuai aturan yang dianjurkan
petugas penyuluh dan perusahaan pestisida. Hal ini ditunjukkan dengan residu
pestisida dalam sayuran masih di bawah Batas Maksimum Residu (BMR)
pestisida. Dari sayuran yang terdeteksi mengandung residu pestisida, hanya tomat
dan kacang panjang yang masuk dalam sepuluh sayuran yang dominan
dikonsumsi responden.
Berdasarkan perhitungan nilai paparan pestisida per kg berat badan
responden dari data residu pestisida pada sayuran mentah, didapat semua nilai
paparan di bawah ADI (Acceptable Daily Intakes). Paparan metidation dari
konsumsi kacang panjang 0,011 µg per kg berat badan (1,078 % ADI), paparan
klorpirifos dari konsumsi tomat 0,02 µg per kg berat badan (0,170 % ADI),
paparan sihalotrin dari konsumsi buncis 0,003 µg per kg berat badan
(0,139 % ADI), paparan profenofos dari konsumsi kol 0,02 µg per kg berat badan
(0,243 % ADI), paparan klorpirifos dari konsumsi seledri 0,00004 µg per kg berat
badan (0,0004 % ADI), dan paparan sipermetrin dari konsumsi sawi hijau 0,069
µg per kg berat badan (0,138 % ADI). Hasil ini menunjukkan sayuran yang
81
beredar di Kabupaten Banggai yang menggunakan pestisida dengan bahan aktif
sihalotrin, metidation, profenofos, sipermetrin, dan klorpirifos aman dari paparan
pestisida.
Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk estimasi asupan vitamin dan mineral
dari konsumsi sayuran yang sebenarnya dengan menggunakan data primer untuk
vitamin dan mineral sedangkan untuk mengetahui paparan terhadap pestisida dari
konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai, perlu dilakukan pengujian untuk residu
bahan aktif pestisida lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., R. Sinung-Basuki, Y. Hilman, dan B.K. Udiarto. 1999. Studi Lini
Dasar Pengembangan Teknologi PHT pada Tanaman Cabai di Jawa Barat. J. Horti. 9(1): 67-83
Ameriana, M., R.S. Basuki, E. Suryaningsih dan W. Adiyoga. 2000. Kepedulian Konsumen terhadap Sayuran Bebas Residu Pestisida (Kasus pada Sayuran Tomat dan Kubis). Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Astawan, M. 2007. Sehat Optimal dengan Sayur dan Buah. www.kompas.com.
Astawan, M. dan Andreas LK. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004 . Aplikasi Kajian Risiko Bahan Tambahan Pangan: Studi Kasus Penggunaan Pemanis Aspartam. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001a . Prinsip-prinsip Analisis Risiko. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001b . Analisis Risiko Keamanan Mikrobiologis: Kajian Risiko Mikrobiologis. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001c . Aplikasi: Kajian Risiko Mikrobiologis. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007 . Mekanisme dan Prosedur Tetap (PROTAP) Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan di Indonesia. Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Kabupaten Banggai dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banggai. Banggai.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2007. RSNI3 Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian. Jakarta.
[Deptan] Departemen Pertanian. 1997. Metode Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian. Komisi Pestisida Departemen Pertanian. Jakarta.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Pestisida Pertanian dan Kehutanan, Pusat Perizinan dan Investasi Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Jakarta.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia Edisi 1990. Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.
83
Dibiyantoro, A.L.H. dan Rustaman, E.S. 1993. Residu Insektisida pada Tanaman Sayuran di Sentra Produksi Sayuran Dataran Rendah Jawa Propinsi Jawa Tengah dan DI Jogyakarta. Bull. Penelitian Hortikultura XXV (3): 72-78
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006a. Panduan Budidaya Buah yang Benar (Good Agricultura Practices) Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. Jakarta.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006b. Pedoman Budidaya Sayuran yang Benar (Good Agricultura Practices). Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. Jakarta.
Direktorat Perlindungan Tanaman. 2000. Metode Pemantauan Pestisida. Direktorat Perlindungan Tanaman Departemen Pertanian. Jakarta.
Fanany, F. 1996. Bahaya Residu Pestsida dalam Sayuran di dalam Sinar Tani No. 2598. Tahun XXVII: 7.
Ketahanan Pangan Kabupaten Banggai. 2006. FIA (Food Insecurity Atlas) Kabupaten Banggai Tahun 2005. Banggai.
[IOM] Institute of Medicine. 2002. Dietary Reference Intake: Application in Dietary Assessment. Washington DC.
Insel, Paul; Turner, Elaine R. dan Ross, Don (2002). Nutrition. Sudbury, MA: Jones and Bartlett.
[JECFA] Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives. 2001. Guidelines for the Preparation of Working Papers on Intake of Food Additives for the Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives. Geneva. Switzerland.
Jensen, B. 2000. Juicing Therapy Nature’s Way to Better Health and a Longer Life. New York.
Laksanawati, H. Dibyantoro, O.S. Gunawan, R.E. Suriaatmadja, L. Sulastri, dan M. Suparman. 1994. Detection of Pesticide Residues in Carrot and Celery in some Production Centres in West Java and Central Java. Buletin Penelian Hortikultura 27(1): 89-97.
Matsumura, F. 1985. Toxicology of insecticides. 2nd Edition. Plenum Press. London.
Masri, S. Dan Sofian, E. 1989. Metode Penelitian Survey. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.
[PANAP] Pesticide Action Network Asia and the Pacific. 1999. Pestisida Berbahaya bagi Kesehatan. www.panap.net/uploads/media/Health_ module_ BIndonesia.pdf
Parker, T.C.B. dan R.B. Tompkin. 2000. Risk and Microbiological Criteria di
dalam Lund, Barbara M. dkk (eds) The Microbiological Safety and Auality of Food: Volume II. Aspen Publisher, Inc. Maryland.
84
Rustaman dan Anna L.H.D. 1988. Residues of Pesticides on Farm Level and Effects on the environment. Semi Annual Report July-December 1988. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1998. SNI – 19 – 0428 – 1998. Petunjuk Pengambilan Contoh Padatan.
Soejitno, J. 2002. Pesticide Residues on Food Crops and Vegetables in Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 21 (4). Bogor.
Suhardjo dan Riyadi, H. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Pusat antar Universitas -IPB. Bogor.
Soeriatmadja, R.E. dan S. Sastrosiswojo. 1988. Pemeriksaan Residu Insektisida dalam Buah Tomat dan Tanaman Kubis di Kecamatan Lembang, Pangalengan dan Cisurupan. Media Penelitian Sukamandi No. 6: 13-21.
Sulaeman, A. 2007. GAP dan Aplikasinya di Indonesia. Bahan Presentasi pada Kuliah Good Practices dalam Rantai Pangan 21 April 2007. Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB. Bogor.
Sumatra, M. 1991. Analisis Residu Pestisida. LIPI. Pusat Penelitian da Pengembangan Oseanologi. Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Air Tawar Jakarta. Jakarta.
Susilo, H. 1986. Introduction to Pesticide Residue Problems with Special Reference to Foodstuffs. FAO/Biotrop Training Course on Integrated Pest Management of Legumes and Coarse grains.
Sutamihardja, R.T.M., D. Nandika, A. Indriawan, Syahbuddin. 1982. Tinjauan tentang Penggunaan Pestisida di Indonesia. Fakultas Pascasarjana. Juruan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB. Bogor.
Suwantapura, D. 1983. Pengaruh Pengolahan Lepas Panen terhadap Residu Pestisida Diasinon pada Sayuran Petsai (Brassica pekinensis). Universitas Padjadjaran. Bandung.
Tarumingkeng, R.C. 1992. Insektisida. Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta.
[UNEP] United Nations Environment Programme. 1992. 1-5 juta Kasus Keracunan Pestisida Terjadi pada Pekerja di dalam Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP). http://www.alumni-ipb.or.id/index.php?option=com_content&task= view&id=487&Itemid=37-34k-www.kompas.com/kompas-cetak/0308 /17/ iptek/498254.htm -
Untung, K. 1998. Achievements in Pesticide Application for Agricultural use and its Residues Control in Indonesia in I.R. Kennedy, J.H. Skerritt and E. Highley (eds). Seeking Agricultural Produce Free of Pesticide Residue. ACIAR Proceeding (85): 11-16.
[WHO] World Health Organisation. 1985. Guidelines for the Studi of Dietary Intakes of Chemical Contaminants. Geneva.
85
[WHO] World Health Organisation. 1987. Principles for the Safety Assesment of Food Additives and Contaminant in Food. Geneva.
[WHO] World Health Organisation. 1997. Food Consumption and Exposure Assesment of Chemicals. Report of a FAO/WHO Consultations. Geneva. Switzerland.
Whitney, EN. Dan SR. Rolfes. 1999. Understanding Nutrition. Edisi ke-8. Wadsworth Publishing Company. Belmont, CA.
[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta.
86
Lampiran 1 Daftar isian pemantauan konsumsi sayuran
A. IDENTITAS RESPONDEN
1 Propinsi
2 Kabupaten/Kota
3 Kecamatan
4 Desa/Kelurahan
5 RT/RW/Dusun
6 Nama Responden
B. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA
No. Nama Umur (th)
Berat Badan
Jenis kelamin
Hubungan dg Responden Pendidikan
Pekerjaanutama
1 2 3 4 5 6 7 8 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
87
C. KEBIASAAN MAKAN
x Silang jawaban yang sesuai
1. Apakah keluarga ibu biasa mengkonsumsi sayuran?
tidak
2. Bila ya, sebutkan jenis sayurannya?
……………………………………………………………………………
3. Bagaimana biasanya ibu mengolah sayur? (jawaban bisa lebih dari satu)
Ditumis Diurap
Disayur bening Lainnya (lalab,dsb)
Dimasak dengan santan
88
D. JENIS DAN JUMLAH KONSUMSI SAYURAN
HARI KE : ……
Waktu Nama Jenis Banyaknya
makan masakan bahan URT Gram
1 2 3 4 5
Makan pagi ……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. …….. ……………………. ……………………. ……….. …….. ……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
Makan siang ……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. …….. ……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
Makan malam ……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. …….. ……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
……………………. ……………………. ……….. ……..
89
Lampiran 2 Konversi ukuran rumah tangga
Bahan makanan Satuan Padanan
URT Berat
Bayam 1 ikat kecil 250 g
1 ikat besar 400 g
Kangkung 1 ikat 300 g
Kacang panjang 1 ikat kecil 250 g
1 ikat besar 500 g
Tomat 1 buah kecil 25 g
1 buah sedang 50 g
1 buah besar 100 g
Daun kacang panjang 1 ikat 200 g
Daun ketela rambat 1 ikat 300 g
Daun labu siam 1 ikat 200 g
Daun labu wuluh 1 ikat 200 g
Katuk 1 ikat 400 g
Kelor 1 gelas 100 g
Buah melinjo 1mok 250 g
Daun melinjo 1 ikat 200 g
Daun pakis 1 ikat 300 g
Kacang merah 1 mok 500 g
Kacang tanah 1 mok 500 g
Kacang hijau 1 mok 500g
Kacang kapri 1 mok 300 g
Genjer 1 ikat 200 g
Jamur 1 mok 200 g
90
Bahan makanan Satuan Padanan
URT Berat
Rebung 1 mok 300g
Toge 1 mok 200 g
Pepaya muda 1 mok 200 g
Bunga papaya 1 mok 200 g
Daun pepaya 1 ikat 200 g
Terong 1 buah 100 g
Terong lalap 1 buah sedang 50 g
Kemangi 10 tangkai 100 g
Buncis 1 ikat 250 g
Wortel 1 buah sedang 100 g
Kol 1 mok/ ¼ buah sdg 250 g
Kentang 1 buah 100 g
Seledri 5 rumpun 100 g
Daun bawang 5 batang / 1 ikat 150 g
Sayur lilin 5 bh sdg tanpa kulit 100 g
Waluh/sambiki ¼ buah 400 g
Sawi putih 1 buah sedang 800 g
Sawi hijau 1 ikat 300 g
Ketimun 1 buah 100 g
Daun singkong 1 ikat 300 g
Kecipir 1 ikat 450 g
Gambas (oyong) 1 buah 100 g
Galundung 1 ikat 450 g
Selada air 1 ikat 250 g
Jagung muda 1 ikat 200 g
Labu siam 1 buah 400 g
Nangka muda 1/8 ptg/ 1 mok 200 g
Jantung pisang 1 buah sedang 1500 g
Pare 1 buah sedang 100 g
Pisang muda 1 buah 100g
Sumber: Petunjuk Teknis Diversifikasi Konsumsi Pangan dan hasil survei di pasar tradisional di Kabupaten Banggai
Lampiran 3 Daftar isian penggunaan pestisida Nama Petani : Desa/Kecamatan :
Jenis Sayuran Nama Pestisida
Konsentrasi ml(gr) per lt
Dosis lt(kg) per ha
Interval aplikasi Jumlah aplikasi Aplikasi pestisida terakhir (hari sblm panen)
Pestisida dibeli dari mana
Bawang Merah
Bawang Putih
Daun Bawang
Kentang
Kubis/Kol
Petsai/Sawi
Wortel
Kacang Merah
Kacang Panjang
Cabe
Tomat
Terung
Buncis
Ketimun
Labi Siam
Kangkung
Bayam
Lampiran 4 Contoh komposisi makanan untuk memenuhi angka kecukupan gizi per hari berdasarkan kelompok umur
Kelompok umur Nasi Lauk Sayur Buah Susu Minyak
100g nasi atau padanannya
50g daging atau padanannya
50g tempe atau padanannya 100g sayuran 50g buah 200g sususegar 5g minyak
kelapa Anak-anak 1 – 3 tahun 3x 1x 1x 1.5x 3x 1x 3x 4 – 6 tahun 4x 2x 2x 2x 3x 1x 4x7 – 9 tahun 4.5x 3x 3x 3x 3x 1x 5x Laki-laki remaja 10- 12 tahun 5x 2.5x 3x 3x 4x 1x 5x 13 – 15 tahun 6.5x 3x 3x 3x 4x 1x 6x 16 – 18 tahun 8x 3x 3x 3x 4x - 6x Wanita remaja 10-12 tahun 4x 2x 3x 3x 4x 1x 5x13 -15 tahun 4.5x 3x 3x 3x 4x 1x 5x 16 – 18 tahun 5x 3x 3x 3x 4x - 5x Laki-laki dewasa 19 - 29 tahun 8x 3x 3x 3x 5x - 7x 30 – 49 tahun 7x 3x 3x 3x 5x - 6x 50 – 64 tahun 6x 3x 3x 4x 5x 1x 6x 65 tahun ke atas 5x 3x 3x 4x 4x 1x 4x Wanita dewasa 19 - 29 tahun 4.5x 3x 3x 3x 5x - 5x 30 – 49 tahun 4.5x 3x 3x 3x 5x - 6x 50 – 64 tahun 4.5x 3x 3x 4x 5x 1x 4x 65 tahun ke atas 4x 3x 3x 4x 4x 1x 4x Hamil 6x 3x 3x 3x 4x 1x 5x Menyusui 6x 3x 4x 4x 4x 1x 6x Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004
93
Lampiran 5 Rata-rata Berat Badan (kg) di Indonesia dibandingkan dengan baku WHO-NCHS (1983)
Kelompok Umur AKG
1998
Hasil
Hitung
2003
AKG
2004
WHO
1983
(-2 SD)
WHO
1983
(Median)
WHO
1983
(+2 SD)
Anak 0-6 bl 5.5 5.9 6.0 4.0 5.6 7.1
7-12 bl 8.5 8.1 8.5 6.9 8.8 10.9
1-3 th 12.0 11.5 12.0 10.4 13.2 16.2
4-6 th 18.0 16.2 18.0 14.8 19.1 24.9
7-9 th 24.0 20.7 25.0 19.3 26.7 38.0
Laki-laki 10-12 th 30.0 32.7 35.0 25.5 37.5 56.1
13-15 th 45.0 48.7 48.0 37.2 53.5 77.7
16-18 th 56.0 55.0 55.0 48.3 66.0 92.9
19-29 th 62.0 56.3 60.0 48.3 66.0 92.9
30-49 th 62.0 57.4 62.0 48.3 66.0 92.9
50-64 th 62.0 56.0 62.0 48.3 66.0 92.9
65 th+ 62.0 55.2 62.0 48.3 66.0 92.9
Perempuan 10-12 th 35.0 38.4 38.0 25.9 39.1 59.5
13-15 th 46.0 44.6 49.0 35.6 51.6 75.9
16-18 th 50.0 46.3 50.0 41.2 56.5 81.3
19-29 th 54.0 47.8 52.0 41.2 56.5 81.3
30-49 th 54.0 48.7 55.0 41.2 56.5 81.3
50-64 th 54.0 49.4 55.0 41.2 56.5 81.3
65 th+ 54.0 47.4 55.0 41.2 56.5 81.3
Catatan: Angka berat badan yang dicetak miring dan bergaris bawah disamakan dengan angka pada kelompok mur sebelumnya, kerena tidak ada pada baku WHO-NCHS (1983)
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004
94
Lampiran 6 Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian
Jenis Pestisida Komoditas BMR (mg/kg)
Ket
KLORPIRIFOS CHLORPYRIFOS
Alfalfa kering (pakan ternak) 5 Alfalfa segar (pakan ternak) 20 Almond 0,05 Anggur 0,5 Apel 1 (*) Bawang bombay, umbi 0,2 Beras 0,5 Biji Kapas 0,3 (*) Biji Kopi 0,05 Bit gula 0,05 (*) Brokoli 2 Buah persik 0,5 Bunga Kubis/ Kembang Kol 0,05 (*) Daging ayam 0,1 (fat) Daging ayam belanda 0,2 (fat) V Daging babi 0,02 Daging domba 1 Daging sapi 1 Daging unggas 0,01 Daun atau pucuk gula bit (pakan ternak) 40 Gandum 0,5 Ginjal sapi 0,01 Hati sapi 0,01 Jagung 0,05 Jagung manis bertongkol 0,01 Jamur merang 0,05 (*) Jerami dan pakan ternak gandum, kering 5 Jerami jagung kering (pakan ternak) 10 Jerami jagung segar (pakan ternak) 20 Jerami kacang tanah kering (pakan ternak) 2 T
Jerami kacang tanah segar (pakan ternak) 10 T
Jerami kapas kering (pakan ternak) 30
Jerami sorgum segar dan kering (pakan ternak)
2
Jeroan babi 0,01 Jeroan kambing 0,01 Jeroan unggas 0,01 Jeruk 1 Kacang kedelai (kering) 0,1 Kacang polong (Polong dan polong muda 0,01 Jenis Pestisida Komoditas BMR Ket
95
(mg/kg) KLORPIRIFOS CHLORPYRIFOS
Kacang-kacangan (polong dan atau biji muda)
0,01
Kaelan 1 Kemiri 0,05 Kenari 0,05 Kentang 2 (*) Kismis 0,1 Kiwi 2 Kubis 1 (*) Minyak biji kapas dapat dimakan 0,05 Minyak biji kapas, mentah 0,05 (*) Minyak Jagung 0,2 Minyak kacang kedelai, sulingan 0,03 Pakan biji kapas (pakan ternak) 0,05
Paprika 0,5 Paprika, Manis 2 Pea vines (green) 1 Petsai 1 Pir 1 Pisang 2 Plum(termasuk prun) 0,5 Pome 1 Selada bokor 0,1 Seledri 0,05 (*) Sorgum 0,5 Strawberi 0,3 Susu 0,2 T
Susu sapi, kambing dan domba 0,02 Teh, hijau, hitam 2
Telur 0,01 (*) Tepung Terigu 0,1 Terung 0,2 Tomat 0,5 Wortel 0,1 METIDATION METHIDATHION
Alfalfa segar (pakan ternak) 10 Almond 0,05 (*) Alpokat 0,2 Anggur 1 Apel 0,5 Artichoke 0,05 (*) Bawang bombay, umbi 0,1 Jenis Pestisida Komoditas BMR Ket
96
(mg/kg) METIDATION METHIDATHION
Biji Bunga Matahari 0,5 Biji kanola 0,1 Biji Kapas 1 Biji kopi 0,1 Bit gula 0,05 (*) Buah Anggur 2 Buah persik 0,2 Ceri 0,2 Ceri 0,2 Daging 0,02 Daging kambing 0,02 (*) Daging sapi, babi dan domba 0,02 (*) Daging unggas 0,02 (*) Gandum 0,1 Hops, Kering 5 Jagung 0,1 Jeroan kambing 0,02 (*) Jeroan sapi, babi dan domba 0,02 (*)
Jeroan unggas 0,02 (*) Jeruk 2 Jeruk lemon atau limau 2
Jeruk, Manis, Asam 2 Kacang Macadamia 0,01 (*) Kacang polong (Kering) 0,1 Kacang polong (polong dan biji muda) 0,1 Kacang-kacangan 0,1 Kacang-kacangan kering 0,1 Kemiri 0,05 (*) Kenari 0,05 (*) Kentang 0,02 (*) Ketimun 0,05 Kubis 0,1 Kubis Bunga/kembang kol 0,2 Lemak babi 0,02 (*)
Lemak domba 0,02 (*)
Lemak kambing 0,02 (*)
Lemak sapi 0,02 (*)
Lemak unggas 0,02 (*)
Lobak 0,05 (*) Mandarin 3 Minyak biji kapas, mentah 2 Minyak zaitun 1
Jenis Pestisida Komoditas BMR Ket
97
(mg/kg) METIDATION METHIDATHION
Minyak zaitun, Virgin 2 Nectarine 0,2 Nenas 0,05 Pir 1 Plum (termasuk prun) 0,2 Sayuran Daun 0,2 Sorgum 0,2 Susu 0,001 Teh, hijau, hitam 0,5 Telur 0,02 Tembakau 0,1 Tomat 0,1 PROFENOFOS PROFENOFOS
Biji Kapas 2 Bit gula 0,05 (*) Daging mamalia (selain hewan laut) 0,05 (*) Jeruk, Manis, Asam 1 Kacang kedelai (kering) 0,05 (*) Kentang 0,05 (*) Kubis 1 Kubis Bunga/ kembang kol 0,5 Minyak biji kapas dapat dimakan 0,05 (*) Minyak kacang kedelai, Sulingan 0,05 (*) Paprika, cabe 5 Paprika, Chili 5 Paprika, Manis 0,5 Susu 0,01 Telur 0,02 Tomat 2 Tunas kecambah/touge 0,5 SIPERMETRIN CYPERMETHRIN
Akar dan Sayuran umbi 0,05 Alfalfa segar (pakan ternak) 5 Dry wt Anggur 1 Batang bawang putih 0,5 Bawang bombay, umbi 0,1 Bawang daun 0,5 Bayam 2 Berries and other small buah 0,5 Biji Kopi 0,05 (*) Buah persik 2
98
Jenis Pestisida Komoditas BMR (mg/kg)
Ket
SIPERMETRIN CYPERMETHRIN
Ceri 1 Crucifer 1 Daging mamalia (selain hewan laut) 0,2 (fat) V Daging unggas 0,05 Gandum 0,5 Gandum 0,2 Jagung 0,05 (*) Jagung manis bertongkol 0,05 (*) Jamur merang 0,05 Jamur merang 0,05 (*) Jerami gandum segar dan kering (pakan
ternak) 5
Jerami jagung kering (pakan ternak) 5 Dry wt Jerami sorgum segar dan kering (pakan
ternak) 5
Jeroan mamalia 0,05 (*) V Jeruk 2 Kacang kedelai (kering) 0,05 (*) Kacang polong (polong-polong dan biji muda) 0,05 (*) Kacang tanah 0,05 (*) Kacang tanah 0,05 Kacang-kacangan (polong dan atau biji
muda) 0,5
Kacang-kacangan dengan kulit 0,05 Kacang-kacangan dengan kulit, polong 0,05 (*) Kaelan 1 Ketimun 0,2 Kubis 1 Minyak biji, kecuali Kacang tanah 0,2 Minyak kacang-kacangan 0,2 Minyak sayuran yang dapat dimakan 0,5 Nectarine 2 Paprika 0,5 Plum (termasuk prun) 1 Pome 2 Sayuran kubis-kubisan 1 Selada 2 Susu 0,05 Teh, hijau, hitam 20 Telur 0,05 Terong 0,2 Tomat 0,5
99
Jenis Pestisida Komoditas BMR (mg/kg)
Ket
SIHALOTRIN CYHALOTHRIN
Biji Kapas 0,02 Daging mamalia 0,5
Daging unggas 0,02 (*)
Jerami kanola kering (pakan ternak) 2
Jerami legum kering (pakan ternak) 2
Jerami sereal segar (pakan ternak) 1
Jeroan mamalia 0,02 (*)
Jeroan unggas 0,02 (*)
Kentang 0,02 Kubis/kol 0,2 Legum pakan ternak segar 1
Limbah biji kapas (pakan ternak) 1
Limbah kubis-kubisan segar (pakan ternak) 1
Minyak biji kapas dapat dimakan 0,02 Minyak biji kapas, mentah 0,02 Pome 0,2 Susu 0,5
Telur 0,02 (*) Catatan : (*) : BMR pada atau mendekati batas penetapan E (pada MRLs=EMRLs) : BMR yang ditetapkan berdasarkan paparan
pestisida di lingkungan F (untuk susu) : BMR residu pestisida yang larut dalam lemak pada
produk susu yang diturunkan seperti dinyatakan dalam “Codex Maksimum Residue Limits/Extraneous Maximum Residue Limits untuk susu dan produk susu”
(fat) (untuk daging) : BMR berlaku untuk lemak yang berasal dari daging Po : BMR yang ditetapkan berdasarkan perlakuan pasca
panen terhadap komoditi tersebut PoP (untuk makanan olahan) : BMR yang ditetapkan berdasarkan perlakuan pasca
panen terhadap komoditi primer pangan tersebut. T : BMR yang hanya berlaku sementara tanpa
memperhatikan status ADI sampai informasi yang diperlukan telah tersedia dan dievaluasi.
V : untuk produk yang berasal dari BMR yang ditetapkan berdasarkan penggunaan veteriner hewan
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2007)