HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C)...

115
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA LIMAU JAKARTA TAHUN 2014. OLEH : SITI SORAYA NIM: 1005025036 FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI GIZI JAKARTA 2014

description

Tingkat kebugaran karyawan yang dihubungkan berdasarkan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik dan asupan zat gizi mikro.

Transcript of HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C)...

Page 1: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI

MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS

KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PROF. DR. HAMKA LIMAU JAKARTA

TAHUN 2014.

OLEH :

SITI SORAYA

NIM: 1005025036

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI GIZI

JAKARTA

2014

Page 2: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

ABSTRAK

HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI

MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS

KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.

DR. HAMKA LIMAU JAKARTA TAHUN 2014.

Oleh Siti Soraya, dibawah bimbingan Ahmad Faridi, SP., MKM

Xiii + 99 halaman, 42 tabel, 2 gambar, 2 lampiran.

Tingkat kebugaran pada pekerja merupakan faktor penting dalam mendukung

produktifitas kerja yang optimal dan terhindar dari berbagai resiko penyakit terkait

gaya hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

berhubungan dengan tingkat kebugaran pada pekerja. Desain penelitian ini

menggunakan studi cross-sectional pada 55 karyawan tetap yang bekerja di

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau, Jakarta Selatan. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap dan menggunakan criteria inklusi dan

eksklusi. Uji statistic yang digunakan adalah uji korelasi pearson, berdasarkan hasil

uji korelasi pearson status gizi berhubungan sedang dan terdapat korelasi yang

bermakna dengan status kebugaran (r = 0.382, P value = 0.004) dan latihan fisik

berhubungan sedang dan terdapat korelasi yang bermakna dengan status kebugaran (r

= 0.320, P value = 0.017). Sedangkan usia (r = 0.004, P value = 0.979) dan asupan zat

gizi mikro kalsium (r = -0.171, P value = 0.212), zat besi (r = -0.034, P value =

0.805), vitamin C (r = -0.218, P value = 0.109) berdasarkan hasil uji korelasi pearson

usia dan asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c) tidak terdapat kekuatan

korelasi yang bermakna dan tidak berhubungan. Berdasarkan hasil analisis, diketahui

bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status kebugaran yaitu status gizi dan

latihan fisik. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar kelompok

pekerja/karyawan dapat meningkatkan aktivitas fisik secara rutin dan

menyeimbangkan asupan zat gizi sesuai dengan pedoman gizi seimbang.

Kata kunci : status gizi, latihan fisik, kebugaran.

Page 3: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI

MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS

KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

PROF. DR. HAMKA LIMAU JAKARTA

TAHUN 2014.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA GIZI

OLEH :

SITI SORAYA

NIM: 1005025036

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI GIZI

JAKARTA

2014

Page 4: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014
Page 5: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014
Page 6: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Soraya

NIM : 1005025036

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juli 1992

Alamat : Komp. Permata Pamulang Blok C 30 No 89,

Serpong Tangerang selatan 15315

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

1998 – 2004 : SDN Pamulang IV

2004 – 2007 : SLTPN 2 Pamulang

2007 – 2010 : SMAN 6 Tangerang Selatan

2010 – 2014 : Program Strata Satu (S-1) Gizi Universitas

Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Jakarta

Page 7: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah swt, karena atas

rahmat dan hidayahnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat

Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah

Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014”. Terimakasih khususnya kepada Bapak

Ahmad Faridi, SP., M.KM sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis. Dan tidak lupa ucapan

terimakasih kepada Ibu Ragil Marini, SKM sebagai Dosen Pendamping yang telah

memberikan bimbingan serta pengarahannya kepada penulis. Dan Skripsi ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S-1) pada Program

Studi Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.

Hamka.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Ahmad Faridi, SP., M.KM yang telah bersedia menjadi Dosen Pembimbing

Utama dan telah memberikan saran serta pengarahannya kepada penulis.

2. Ragil Marini, SKM sebagai Dosen Pendamping yang telah memberikan

bimbingan serta pengarahannya kepada penulis.

3. Rita Ramayulis, DCN., M.Kes dan Ningti Budiarti Ali, MCN sebagai penguji

skripsi yang telah memberikan bimbingan dan sarannya kepada penulis dengan

begitu sabar.

4. Defrizal Siregar, S.Or. sebagai Dosen Fisiologi Olahraga yang telah

meluangkan waktunya untuk dapat membimbing dan memberikan begitu

banyak saran dalam penelitian ini.

5. Isti Nurrohmah, S.Pd Kepala Bagian Kepegawaian UHAMKA yang telah

mengizinkan penelitian ini dan memudahkan proses perizinan sampai dengan

penelitian dilaksanakan.

Page 8: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

6. Tiga orang Mahasiswa Semester Akhir UNJ yang telah membantu penelitian

kebugaran ini.

7. Kedua Orangtua saya, Ayah Machmud Romli dan Ibu Rosmaliana yang telah

melimpahkan kasih sayang serta bimbingannya tanpa henti.

8. Terimakasih untuk dukungan dari Tante Lastri yang sudah memberikan

motivasi, dan doa yang tiada henti.

9. Kaka saya Ratna Maidah, SKM, dan Kedua adik saya Rizka Nurmala dan

Ikhsanul Muttaqien yang tiada henti-hentinya memberikan semangat serta

motivasi dalam penyusunan proposal skripsi ini.

10. Teman-teman Gizi Angkatan 2010 (Lusiah Isni, Ka Muflihah, Amelia,

Amarilis, Anisa Wulandari, Astiani Aisyah, Norma Rukpianti yang telah

membantu pada saat penelitian ini berlangsung dengan lancar dan senantiasa

memberikan supportnya)

11. Dua orang sahabat saya Adinda Rachmawati dan Zaniar Rachmi Nuzulah, SE

yang begitu banyak memberikan support dan doa.

Jakarta, 2014

Penulis

Page 9: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ i

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ........................................................ ii

ABSTRAK .................................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP .................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 4

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebugaran .................................................................................................. 7

2.1.1 Pengertian Kebugaran ........................................................................ 7

2.1.2 Klasifikasi Kebugaran ........................................................................ 7

2.1.3 Komponen Kebugaran ........................................................................ 9

2.1.4 Pengukuran Kebugaran ...................................................................... 18

2.1.5 Faktor-Faktor Kebugaran ................................................................... 21

2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi Latihan Fisik Terprogram ......................... 36

2.1.7 Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kebugaran ............................... 37

2.1.8 Hal-Hal Penelitian yang Terkait ......................................................... 40

Page 10: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.2 Karyawan ................................................................................................... 41

2.2.1 Pengertian Karyawan .............................................................................. 41

2.2.2 Kinerja Karyawan ................................................................................... 41

2.3 Penyuluhan Gizi ......................................................................................... 42

2.3.1 Peran Gizi terhadap Kesehatan dan Kebugaran ...................................... 42

2.3.2 Peranan Zat-Zat Gizi untuk Pencapaian Kebugaran ............................... 44

2.3.3 Gizi Pekerja ............................................................................................. 46

2.4 Kerangka Teori........................................................................................... 52

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 53

3.2 Definisi Operasional................................................................................... 54

3.3 Hipotesis ..................................................................................................... 56

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 57

4.2 Waktu dan Tempat .................................................................................. 57

4.3 Populasi dan Sampel .................................................................................. 57

4.4 Pengukuran dan Pengamatan Variabel....................................................... 58

4.4.1 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 58

4.4.2 Teknik Analisis Data ......................................................................... 60

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 64

5.1.1 Sejarah .............................................................................................. 64

5.1.2 Kegiatan Olahraga Penunjang .......................................................... 66

5.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian .......................................................... 66

5.3 Analisis Univariat....................................................................................... 70

5.4 Analisis Bivariat ......................................................................................... 76

Page 11: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 81

6.1.1 Keterbatasan Responden Penelitian .................................................. 81

6.2 Pembahasan Univariat ............................................................................... 81

6.2.1 Usia .................................................................................................. 81

6.2.2 Status Gizi ........................................................................................ 82

6.2.3 Latihan Fisik ..................................................................................... 82

6.2.4 Asupan Zat Gizi Mikro ..................................................................... 83

6.2.5 Status Kebugaran ............................................................................... 84

6.3 Pembahasan Bivariat ................................................................................. 85

6.3.1 Hubungan Usia dengan Status Kebugaran ........................................ 85

6.3.2 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran .............................. 86

6.3.3 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran .......................... 87

6.3.4 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan Status Kebugaran .......... 89

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ................................................................................................ 93

7.2 Saran ........................................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 95

LAMPIRAN

Page 12: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Lingkar Pinggang .......................................................... 12

Tabel 2.2 Norma Bleep Test Laki-Laki ............................................................ 13

Tabel 2.3 Norma Bleep Test Perempuan .......................................................... 14

Tabel 2.4 Klasifikasi Fleksibilitas untuk Laki-Laki ......................................... 14

Tabel 2.5 Klasifikasi Fleksibilitas untuk Perempuan ....................................... 14

Tabel 2.6 Norma Penilaian dan Klasifikasi Back Strength .............................. 15

Tabel 2.7 Norma Penilaian dan Klasifikasi Leg Strength ................................ 16

Tabel 2.8 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Laki-laki ................... 16

Tabel 2.9 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Perempuan................. 16

Tabel 2.10 Norma Penilaian dan Klasifikasi Push Strength ............................ 17

Tabel 2.11 Norma Penilaian dan Klasifikasi Pull Strength.............................. 17

Tabel 2.12 Norma Pengukuran ........................................................................ 17

Tabel 2.13 Norma Tes Kebugaran ................................................................... 18

Tabel 2.14 Status Gizi Depkes RI .................................................................... 25

Tabel 2.15 Tingkat Aktivitas Fisik .................................................................. 34

Tabel 2.16 Pengelompokan Jenis Pekerjaan Berdasarkan Energi ................... 47

Tabel 2.17 Kriteria Pengelompokan Jenis Pekerjaan ....................................... 48

Tabel 2.18 Kebutuhan Energi Per-orang .......................................................... 49

Tabel 3.2 Definisi Operasional ........................................................................ 54

Tabel 5.1 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin ................................. 66

Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Kebiasaan Olahraga ...................... 67

Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Frekuensi Berolahraga .................. 67

Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Durasi Berolahraga ........................ 68

Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Waktu Berolahraga ........................ 68

Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Jenis Olahraga ............................... 69

Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Alasan Tidak Berolahraga ............. 69

Page 13: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Usia ................................................................ 70

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Status Gizi .................................................... 70

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Latihan Fisik ................................................. 71

Tabel 5.11 Deskripsi Asupan Zat Gizi Mikro .................................................. 72

Tabel 5.12 Deskripsi Asupan Kalsium............................................................. 72

Tabel 5.13 Deskripsi Asupan Zat Besi ............................................................. 73

Tabel 5.14 Deskripsi Asupan Vitamin C ......................................................... 73

Tabel 5.15 Deskripsi Status Kebugaran ........................................................... 74

Tabel 5.16 Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat ........................................... 75

Tabel 5.17 Hubungan Usia dengan Status Kebugaran ..................................... 76

Tabel 5.18 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran .......................... 77

Tabel 5.19 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran ....................... 77

Tabel 5.20 Hubungan Kalsium dengan Status Kebugaran............................... 78

Tabel 5.21 Hubungan Zat Besi dengan Status Kebugaran ............................... 79

Tabel 5.22 Hubungan Vitamin C dengan Status Kebugaran ........................... 79

Tabel 5.23 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat .............................................. 80

Page 14: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.4 Kerangka Teori ............................................................................. 52

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 53

Page 15: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner, FFQ Semi Kuantitatif dan Formulir Tes Kebugaran

Lampiran 2 : Surat Pemberian Izin Penelitian

Page 16: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data World Ecomic Forum (WEF) tahun 2012, Indonesia

termasuk kedalam klasifikasi menengah ke bawah dalam hal pendapatan per

kapita. Dalam klasifikasi ini pun Indonesia masih berada di tingkatan yang

rendah. Hasil ini masih dibawah Negara-negara tetangga seperti Thailand dan

Malaysia yang sudah masuk dalam klasifikasi menengah keatas. Pendapatan

per kapita yang rendah tersebut dapat berdampak pada derajat kesehatan

penduduk yang kurang baik.

Kebugaran adalah kapasitas tubuh secara umum dalam menghadapi

kerja fisik baik dalam posisi bergerak maupun duduk dengan aman, efektif,

dan masih dapat memenuhi fungsinya dalam keluarga maupun masyarakat

serta menikmati kegiatan pilihannya tanpa mengalami kelelahan (Siregar.

2010).

Kebugaran seseorang banyak dipengaruhi oleh beberapa hal, Menurut

Departemen Kesehatan RI, tahun 2012 kemampuan kerja seseorang tenaga

kerja berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung

kepada keadaan gizi (IMT atau Indeks Massa Tubuh), umur, jenis kelamin.

Dan faktor lain yang mempengaruhi kebugaran adalah faktor gaya hidup

(status merokok, aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga). Hubungan konsumsi

pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran dapat dilihat melalui

pengaturan makanan, konsumsi pangan yang kaitannya dengan kebiasaan

makan yang nantinya akan berhubungan dengan status gizi para karyawan,

konsumsi pangan berhubungan dengan tingkat kecukupan zat gizi dimana

tingkat kecukupan zat gizi berhubungan dengan aktivitas fisik seseorang dan

zat gizi sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan

sesuai dengan jenis pekerjaan sehingga tercapai kesehatan dan daya kerja

yang optimal berkaitan dengan tingkat kebugaran.

Page 17: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Kebugaran berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas

fisik. Prevalensi ketidakbugaran disetiap Negara memiliki pola yang berbeda-

beda, di Amerika Serikat ketidakbugaran jasmani berdampak pada munculnya

penyakit jantung dan pembuluh darah yang merupakan penyebab kematian

nomor satu. Hampir satu juta orang Amerika meninggal setiap tahunnya yang

diakibatkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (Maurice, 2006).

Berdasarkan hasil analisis data kesegaran jasmani yang dikumpulkan pada

kegiatan Sport Devoplement Index tahun 2006 menunjukkan bahwa

kesegaran jasmani masyarakat Indonesia 1.08% memiliki tingkat kebugaran

baik sekali, 4.07% tergolong baik, 13.55% termasuk kategori sedang, 43.90%

tergolong kurang bugar dan 37.40% tergolong kurang sekali. Hal ini cukup

memprihatinkan karena tingkat kesegaran jasmani yang sangat rendah di

Indonesia (Kemenpora 2007). Hasil pengukuran kebugaran jasmani

Kementerian Kesehatan tahun 2011 yang diikuti 524 orang ternyata tingkat

kebugaran jasmani yang kurang dan kurang sekali 59%, cukup 40%, baik 1

%. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kebugaran jasmani pada 98 orang

karyawan di PT Wijaya Karya Jakarta Timur menunjukkan bahwa sebanyak

78% karyawan PT WIKA memiliki tingkat kebugaran kurang (Fauziah,

Nanda. 2012). University of Toronto memonitor kondisi kesehatan dari dua

perusahaan asuransi, satu perusahaan diberi program kebugaran jasmani , dan

perusahaan yang satunya lagi tidak diberikan program kebugaran jasmani,

setelah enam bulan terlihat bahwa pada perusahaan yang diberi program

kebugaran jasmani jumlah karyawan yang tidak masuk kerja turun 22% , dan

karyawan yang harus diganti karena sakit bekurang dari 15% menjadi 1,5%.

Penelitian kebugaran jasmani Karyawan yang dilakukan oleh Komang Ayu

(2011) di PT. Amoco Mitsui Indonesia menunjukkan bahwa dari 97

responden yang diteliti diketahui bahwa sebanyak 5 orang memiliki nilai

kebugaran jasmani yang kurang sebanyak 5,2 %, sebanyak 11 orang

responden memiliki kebugaran jasmani sedang 11,3 %, 22 orang (22,7 %)

memiliki kebugaran jasmani cukup, 19 orang (19,6 %) memiliki kebugaran

Page 18: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

jasmani baik dan sebanyak 40 orang (41,2 %) memiliki kebugaran yang

sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Valentino Ompusunggu (2012)

menyatakan bahwa tingkat kebugaran jasmani sangat kurang dinyatakan

dengan indeks 39,975.

Universitas Muhamadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) merupakan

salah satu perguruan tinggi swasta milik Persyarikatan Muhammadiyah yang

berbasis di Jakarta. Perguruan berakidah UHAMKA adalah Islam yang di

dasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah dan berasaskan Pancasila dan UUD

1945. Uhamka adalah perubahan bentuk dari Institut Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Jakarta dengan nama awal Sekolah Tinggi

Pendidikan Guru (PTPG). Saat ini Jumlah karyawan Tetap yang bekerja di

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yaitu sebanyak

105 orang karyawan.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui status kebugaran, penelitian ini dilakukan di Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan. Dimana salah satu

faktor yang diperhatikan adalah masalah kebugaran jasmani para tenaga kerja.

Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Limau karena sebagian karyawan di Uhamka memiki intensitas waktu bekerja

yang cukup padat namun tidak banyak aktivitas fisik yang dilakukan saat

bekerja, oleh karena itu kelompok ini merupakan kelompok yang dituntut

untuk memiliki tingkat kebugaran yang baik agar mampu bekerja secara

produktiv dan terhindar dari resiko munculnya penyakit metabolik akibat gaya

hidup yang sedentary. Selain itu Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Limau Jakarta Selatan belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitan

mengenai status kebugaran sebelumya.

Page 19: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

1.2 Perumusan Masalah

Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih

produktivitas yang baik pula, sehingga produktivitas pada akhirnya akan

mempengaruhi kemajuan suatu perusahaan. Program kebugaran Jasmani yang

dilakukan di perusahaan-perusahan sangat jarang sekali padahal pada

kenyataannya program kebugaran jasmani akan meningkatkan status

kebugaran, menambah rasa percaya diri, membentuk jiwa sportif,

mengajarkan sikap sabar, gembira, dan melatih konsentrasi. Salah satu yang

menyebabkan program kebugaran jasmani di perusahaan tidak terbentuk yaitu

karena adanya beberapa mitos yang terjadi diperusahaan berkaitan dengan

masalah kebugaran itu sendiri dan sebagian karyawan memiliki tingkat

intensitas waktu bekerja yang padat namun tidak banyak aktivitas fisik yang

mereka lakukan saat bekerja sehingga prevalensi ketidakbugaran cukup tinggi

pada karyawan seperti pada penelitian kebugaran jasmani Kementerian

Kesehatan RI tahun 2011 yang diikuti 524 orang karyawan ternyata tingkat

kebugaran jasmani yang kurang dan kurang sekali 59%, cukup 40%, baik 1 %

Hal ini pula yang melatari mengapa penelitian di lakukan di Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau.

Bagaimana faktor-faktor yang berhubungan dengan status kebugaran

terhadap kerja karyawan belum banyak diketahui. Oleh karena itu, perlu untuk

melakukan penelitian tentang status kebugaran karyawan.

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat

Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran

Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau

Jakarta Tahun 2014.

Page 20: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya Karakteristik (Usia) Karyawan Universitas

Muhammadiah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.

b. Diketahuinya Karakteristik Status Gizi Karyawan Universitas

Muhammadiah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.

c. Diketahuinya Latihan Fisik Karyawan Universitas Muhammadiyah

Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.

d. Diketahuinya Asupan Zat Gizi Mikro (kalsium, zat besi, vitamin

C) Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau

Jakarta Selatan

e. Diketahuinya Status Kebugaran Karyawan Universitas

Muhammadiyah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.

f. Menganalisis Hubungan Usia Terhadap Status Kebugaran.

g. Menganalisis Hubungan Status Gizi Terhadap Status Kebugaran

h. Menganalisis Hubungan Latihan Fisik Terhadap Status Kebugaran.

i. Menganalisis Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (kalsium, zat besi,

vitamin c) Terhadap Status Kebugaran.

1.4 Manfaat

1. Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Memberikan informasi kepada karyawan tentang cara meningkatkan

kebugaran jasmani sehingga dapat memaksimalkan produktivitas

kerja.

2. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Sebagai bahan masukan dan informasi bahwa adanya hubungan usia,

status gizi, asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c), latihan

fisik dengan status kebugaran karyawan Universitas Muhammadiyah

Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta.

Page 21: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

3. Peneliti

Untuk menambah wawasan mengenai ilmu gizi khususnya gizi

olahraga, sehingga dapat mengaplikasikan ilmu gizi yang sudah

didapatkan dengan ilmu olahraga salah satunya mengenai status

kebugaran.

Page 22: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebugaran

2.1.1 Pengertian Kebugaran

Istilah kebugaran jasmani meliputi kemampuan untuk dapat

melakukan kegiatan atas pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap

pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan dan masih

memiliki cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun

pekerjaan yang mendadak serta bebas dari berbagai macam penyakit

(Permaesih Y, Moeloek D, Herman S, 2001).

Kebugaran merupakan salah satu indicator dalam menentukan derajat

kesehatan seseorang. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar maka

seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Kebugaran

yang terdiri dari daya tahan kardiorespiratori dan kekuatan tubuh bagian

atas merupakan unsur penting dalam melakukan aktivitas fisik, olahraga,

dan latihan. Kebugaran dapat disebut juga sebagai kesegaran jasmani.

Kebugaran atau kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk

menunaikan tugasnya sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang

berlebihan, dan masih memiliki sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati

waktu senggangnya dan untuk keperluan yang mendadak (Sumosardjuno,

1990).

2.1.2 Klasifikasi Kebugaran

Fatimah (2013) menyatakan bahwa kebugaran dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (Health

Related Fitness) dan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan (Skill

Related Fitness). Kebugaran didefinisikan secara umum sebagai rangkaian

kemampuan seseorang untuk mengerjakan aktivitas fisik secara spesifik.

Perkembangan dari kebugaran menjadi perhatian yang sangat penting bagi

Page 23: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

ahli profesi kesehatan. Komponen kebugaran dikelompokkan menjadi dua

kategori. Secara umum, dua kategori tersebut adalah kebugaran berhubungan

dengan kesehatan dan kebugaran berhubungan dengan olahraga/keterampilan

(Williams, 2002). Berikut adalah pembahasan dari masing-masing kategori

tersebut :

2.1.2.1 Kebugaran yang Berhubungan dengan Kesehatan

Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health-related

fitness) didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas

harian yang membutuhkan energy serta kualitas dan kapasitas yang

diasosiasikan dengan rendahnya resiko munculnya resiko penyakit hipokinetik

dini yaitu penyakit yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Sebagaimana yang

telah dijelaskan di atas, status kesehatan kita dipengaruhi kuat oleh hereditas,

pola hidup sehat, aktivitas fisik yang cukup dan kualitas diet yang baik.

Aktivitas fisik yang sesuai akan meningkatan status kesehatan manusia dengan

cara mencegah kelebihan berat badan dan juga diperkuat dengan segi lain dari

kebugaran yag berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang berhubungan

dengan kesehatan di dalamnya tidak hanya termasuk berat dan komposisi tubuh

yang sehat, akan tetapi juga daya tahan kardiorespiratori, daya tahan otot yang

cukup, dan fleksibilitas atau kelentukan yang memadai.

2.1.2.2 Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan

Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau skill-related

fitness adalah kebugaran yang penting untuk melakukan gerakan-gerakan fisik

dalam aktivitas atletik atau olahraga. Skill-related fitness yang baik dapat

meningkatkan kualitas hidup secara umum dengan meningkatkan kemampuan

seseorang untuk menghadapi kondisi-kondisi darurat yang terkadang

membutuhkan ketangkasan. Namun kategori tersebut lebih banyak berperan

pada keompok atlet dibandingkan masyarakat pada umumnya sehingga

penggunaannya terbatas.

Page 24: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.1.3 Komponen Kebugaran

Komponen kebugaran seringkali disebutkan dalam dua bagian, yaitu

berhubungan dengan kesehatan dan yang lain berhubungan dengan

keterampilan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan

untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan

dengan rendahnya resiko terhadap penyakit degenerative. Daya tahan

kardiorespiratori, kebugaran musculoskeletal (kekuatan dan daya tahan otot,

fleksibilitas), dan komposisi tubuh yang optimal diukur sebagai komponen

kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang

berhubungan dengan tampilan di sisi lain memiliki nilai lebih yaitu

ketangkasan, keseimangan, koordinasi, kecepatan, kekuatan, dan daya ledak

serta memiliki sedikit hubungan terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit.

Individu yang menggunakan aktifitas fisik regular untuk meningkatan daya

tahan kardiorespiratori, kebugaran musculoskeletal dan tingkat lemak tubuh

yang optimal dapat memperbaiki tingkat energy dasar mereka dan

menempatkn mereka pada resiko terhadap penyakit jantung, kanker, diabetes

mellitus, osteoporosis, dan penyakit kronis lainnya. Individu yang bugar

fisiknya dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari (misalnya, membawa bahan

makanan, menaiki tangga, dan berkebun) dengan sedikit kelelahan dan

menyisakan energy untuk latihan di waktu luang. Kebugaran adalah kebalikan

dari kelelahan , dari usaha yang luar biasa, dimana dibutuhkan energy dalam

memasuki aktivitas kehidupan yang penuh semangat dan untuk menghindari

kelelahan yang tidak diharapkan saat melakukn aktivitas fisik (Nieman, 2001).

Berikut akan dibahas setiap komponen kebugaran yang berhubungan

dengan kesehatan, sebagai berikut:

a. Daya Tahan Kardiorespiratori

Daya tahan kardiorespiratori atau kebugaran aerobic adalah peningkatan

ketika sebagian besar massa otot dari tubuh terlibat dalam gerakan atau

aktivitas yang berkesinambungan dan berirama paling sedikit tiga sampai

lima sesi latihan dalam seminggu, 20-60 menit per sesi pada intensitas daya

Page 25: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

tahan kardiorespiratori mencapai 50-86%. Dan daya tahan kardiorespiratori

adalah kemampuan jantung, paru-paru dan pembuluh darah untuk

menyuplai oksigen ke dalam sel-sel sehingga memenuhi kebutuhan untuk

memperpanjang aktivitas fisik. Memiliki daya tahan kardiorespiratori yang

baik adalah dengan memberikan contoh seperti kemampuan dalam berlari,

bersepeda atau berenang dalam periode waktu yang lama. Ketika sebagian

besar massa otot dari tubuh terlibat dalam aktivitas fisik yang berirama dan

terus menerus, system sirkulasi, dan respiratori meningkatkan system

kerjanya untuk menyediakan suplai oksigen yang cukup untuk

menyediakan bahan bakar dalam rangka penyediaan energy untuk kerja

otot.

Daya tahan kardiorespiratori ditentukan oleh kekuatan aerobik maksimal

(V02max) yang didefinisikan sebagai rata-rata tertinggi oksigen yang dapat

dihasilkan selama latihan dan diperlihatkan dalam jumlah milliliter oksigen

yang dionsumsi per kilogram berat badan per menit. Perbedaan VO2max

antar individu diturunkan oleh kerja tiga system dalam tubuh, yaitu :

respirasi eksternal (fungsi paru-paru), transport udara system kardiovakuler

seperti jantung, pembuluh darah dan darah, respirasi internal (penggunaan

oksigen oleh sel tubuh untuk memproduksi energi).

b. Komposisi Tubuh

Komposisi tubuh adalah rasio lemak dan berat bebas lemak yang seringkali

ditampilkan dalam persen lemak tubuh (Nieman, 2001). Komposisi tubuh

adalah komponen kebugaran yang berhubungan dengan jumlah total

relative dari otot lemak, tulang, dan bagian-bagian vital dalam tubuh.

Lemak tubuh yang sehat berkisar antara 15 % untuk laki-laki dan 23%

untuk perempuan. Banyak metode yang digunakan untuk mengukur lemak

tubuh seperti tes skinfold, Under Water Weighing (UWW). Tes tersebut

memberkan estimasi yang lebih baik untuk berat badan ideal dari pada

table tinggi badan berat badan tetapi salah satu parameter untuk menilai

komposisi tubuh adalah mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT

Page 26: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

adalah berat badan yang diukur dalam satuan kilogram dibagi tinggi badan

dalam meter kuadrat yang menggambarkan proporsi berat badan terhadap

tinggi badan (Depkes, 2012).

Berat badan terbagi menjadi lemak dan massa lemak, massa bebas lemak

terdiri dari otot, tulang, dan air. Persen lemak tubuh merupakan persentasi

dari total berat badan merepreentasikan berat lemak yang juga lebih sering

digunakan untuk mengevaluasi komposisi tubuh seseorang (Nieman,

2001).

c. Kekuatan dan Daya Tahan Otot

Kekuatan otot adalah kapasitas otot untuk mengatasi suatu beban.

Sementara itu, daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam

menghasilkan kekuatan dan kemampuan utuk mempertahankannya selama

mungkin. Perkembangan dari kekuatan dan daya tahan otot mempunyai

beberapa keuntungan terkait kesehatan, termasuk peningkatan kepadatan

tulang, ukuran otot, dan kekuatan jaringan penghubung serta peningkatan

harga diri. Diantara usis 30 hingga 70 tahun ukuran dan kekuatan otot

menurun rata-rata 30%, dan mengakibatkan aktivitas yang kurang. Hal ini

juga berkontribusi pada keadaan yang melemahkan di masa tua. Pada

orang-orang tua yang melakukan latihan berat bisa mendapatkan kembali

porsi kekuatan mereka yang hilang, memungkinkan mereka untuk kembali

beraktivitas sehari-hari dengan lebih baik.

Kekuatan otot dapat didefinisikan sebagai tenaga atau tegangan otot untuk

melakukan kerja yang berulang-ulang melawan tahanan dalam suatu usaha

yang maksimal (Battinelli T, 2000). Kebugaran jasmani seseorang

berbanding lurus dengan kekuatan dan ketahanan otot , oleh karena itu

kekuatan otot dapat dimaksimalkan dengan memberikan latihan fisik yang

sesuai dengan aturan olahraga (Afriwardi. 2002).

d. Kelentukan

Kelentukan adalah jangkauan area gerak, sendi-sendi tubuh. Komponen ini

tercermin pada kemampuan seseorang untuk menekuk, meregang, dan

Page 27: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

memutar tubuhnya. Beberapa orang tidak memiliki kelentukan yang baik

dikarenakan jaringannya “goyah” di sekitar area sendi, dan selama itu pula

mereka terlihat kaku dan terbatas ruang geraknya. Kelentukan berhubungan

dengan umur dan aktivitas fisik. Kelentukan akan berkurang seiring

meningkatnya umur yang lebih dikarenakan kurang aktif dalam bergerak

dibandingkan proses penuaan. Kelentukan memiliki banyak keuntungan

dalam hal kesehatan, diantaranya pergerakan yang baik, meningkatkan

resistensi cedera dan rasa sakit pada otot, mengurangi resiko sakit

pinggang, meningkatkan postur tubuh, tubuh bergerak lebih gemulai,

meningkatkan penampilan pribadi, perkembangan keterampilan

berolahraga dan mengurangi tekanan darah dan stress (Nieman, 2001).

Metode pengukuran kebugaran jasmani dilakukan dan dipilih sesuai

dengan komponen kebugaran jasmani yang akan ditingkatkan untuk

mendukung peningkatan kinerja bagi tenaga kerja. Setiap jenis pekerjaan

membutuhkan komponen yang spesifik sesuai dengan posisi atau gerak

yang dilakukan selama bekerja. Beberapa metode pemeriksaan komponen

kebugaran jasmani bagi pekerja yang dapat dilakukan dengan fasilitas yang

minimal adalah:

1. Komposisi Tubuh

a. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pengukuran IMT dilakukan untuk mengetahui proporsi berat badan

terhadap tinggi badan.

b. Lingkar Pinggang

Pengukuran lingkar pinggang dilakukan untuk mengetahui faktor

risiko terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit

jantung-pembuluh darah, DM tipe 2, Dislipidemia, Hipertensi.

Tabel 2.1 Klasifikasi Lingkar Pinggang

Klasifikasi Laki-Laki Wanita

Beresiko ≥ 90 cm ≥ 80 cm

Sumber: (Depkes, 2012)

Page 28: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2. Daya Tahan Jantung-Paru

Banyak metode pengukuran daya tahan jantung paru yang dapat

dilakukan dilapangan. Salah satu pengukuran daya tahan jantung paru

yaitu Bleep Test, tes ini dilakukan untuk mengukur kapasitas

aerobic/kebugaran dan ketahanan kardiovaskuler. Tes ini meliputi

berlari terus menerus diantara dua garis yang berjarak 20 m selama

terdengar suara beep yang sudah direkam sebelumnya. Itulah sebabnya

test ini disebut dengan bleep test. Kecepatan pada start sangat lambat,

sesudah sekitar satu menit kecepatan suara beep akan terus bertambah

dan tenggang suara beep menjadi lebih cepat. Tes ini dihentikan bila

responden gagal mencapai garis (kurang dari dua meter) pada saat

membalikan lari 2 kali berturut turut. Waktu antara beep memendek

setiap menit (Level). Kelebihan dari bleep test yaitu, pada kelompok

besar dapat melakukan test ini sekaligus sehingga biaya yang digunakan

minimal. Selain itu, test ini juga merupakan upaya maksimal dari

kapasitas daya tahan tubuh. Kelebihan bleep test juga merupakan tes

untuk energy aerobic, sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh

seseorang. Dan kelemahan pada tes ini yaitu, praktek dan tingkat

motivasi dapat mempengaruhi nilai yang dicapai dan skor dapat

subyektif. Tes ini sering dilakukan di luar ruangan, sehingga kondisi

lingkungan dapat mempengaruhi hasil.

Tabel 2.2 Norma Bleep Test Laki-laki

Age Excellent Above

Average

Average Below

Average

Poor

14-16 L12 S7 L11 S2 L8 S9 L7 S1 <L6 S6

17-20 L12 S12 L11 S6 L9 S2 L7 S6 <L7 S3

21-30 L12 S12 L11 S7 L9 S3 L7 S8 <L7 S5

31-40 L11 S7 L11 S4 L6 S10 L6 S7 <L6 S4

41-50 L10 S4 L9 S4 L6 S9 L5 S9 <L5 S2

Page 29: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Tabel 2.3 Norma Bleep Test Perempuan

Age Excellent Above

Average

Average Below

Average

Poor

14-16 L10 S9 L9 S1 L6 S7 L5 S1 <L4 S7

17-20 L10 S11 L9 S3 L6 S8 L5 S2 <L4 S9

21-30 L10 S8 L9 S2 L6 S6 L5 S1 <L4 S9

31-40 L10 S4 L8 S7 L6 S3 L4 S6 <L4 S5

41-50 L9 S9 L7 S2 L5 S7 L4 S2 <L4 S1

(Sumber : http://www.topendsports.com/index.htm)

3. Fleksibilitas

Pengukuran fleksibilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan ruang

lingkup gerak sendi terutama sendi pinggul dan batang tubuh. Tes ini

memerlukan alat khusus yang digunakan sesuai kebutuhan pekerjaan

yang ditekuni dan dilakukan secara individual. Salah satu pengukuran

fleksibilitas yang mudah dan murah untuk dilakukan adalah tes

Fleksibility meter.

Tabel 2.4 Klasifikasi Penilaian Tes Fleksibilitas untuk Laki-Laki

Laki-Laki UMUR (tahun)

15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69

kurang Sekali ≤ 23

≤ 24 ≤ 22 ≤ 17 ≤ 15 ≤ 14

Kurang 24-28 25-29 23-27 18-23 16-23 15-19

Cukup 29-33 30-33 28-32 24-48 24-27 20-24

Baik 34-38 34-39 33-37 29-34 28-34 25-32

Baik Sekali ≥ 39 ≥ 40 ≥ 38 ≥ 35 ≥ 35 ≥ 33

Tabel 2.5 Klasifikasi Penilaian Tes Fleksibilitas untuk Perempuan

Perempuan UMUR (tahun)

15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69

kurang Sekali ≤ 28

≤ 27 ≤ 26 ≤ 24 ≤ 24 ≤ 23

Kurang 29-33 28-32 27-31 25-29 25-29 23-26

Cukup 34-37 33-36 32-35 30-33 30-32 27-30

Baik 38-42 37-40 36-40 34-37 33-38 31-34

Baik Sekali ≥ 43 ≥ 41 ≥ 41 ≥ 38 ≥ 39 ≥ 35

Sumber: Depkes (2012).

Page 30: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

4. Daya Tahan dan Kekuatan Otot

Pengukuran daya tahan otot dilakukan untuk mengetahui kemampuan

otot atau sekelompok otot untuk berkontraksi secara submaksimal dan

berulang-ulang, dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran kekuatan otot

dilakukan untuk mengetahui kemampuan otot atau sekelompok otot

untuk kontraksi secara maksimal sehingga menghasilkan sejumlah

tenaga/gaya/tegangan. Tes ini digunakan sesuai kebutuhan pekerjaan

yang ditekuni dan dilakukan secara individual. Salah satu tes

pengukuran daya tahan dan kekuatan otot yang dapat dilakukan untuk

mengetahui kekuatan otot, salah satunya adalah Tes Back Leg Strenght.

Tujuan dari tes back leg strength ini adalah untuk mengukur komponen

kekuatan otot punggung (KONI. 1999). Tes ini dapat dilakukan pada

laki-laki dan perempuan, dengan alat Back Dynamometer. Pelaksanaan

tes ini adalah dengan cara berdiri, panggul dirapatkan didinding dan

badan dibungkukkan ke depan. Kedua tangan lurus memegang

dynamometer dengan kedua tangan lurus, responden berusaha sekuat-

kuatnya mengangkat badan ke atas, sehingga menuju pada sikap berdiri

tegak. Dan pada alat tersebut menunjukkan angka yang menyatakan

besarnya kekuatan kontraksi dari otot punggung tersebut.

Tabel 2.6 Norma Penilaian dan Klasifikasi Back Strength

KATEGORI PRESTASI (kg)

Kategori Laki-Laki Wanita

Baik >130 >100

Sedang 100-129 80-120

Kurang <100 <80

(sumber : Dr. Arie. S 2006)

Leg atau kekuatan otot extensor kaki (tungkai), biasanya pada tes ini alat

Alat yang digunakan dalam tes kekuatan otot mendorong adalah Back

And Leg Dynamometer, satuan dari Back And Leg Dynamometer

adalah kilogram (Kg). Prosedur pelaksanaan tes, yaitu Orang coba

berdiri di atas tumpuan back leg dynamometer, kedua tangan memegang

Page 31: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

bagian tengah tongkat pegangan back leg dynamometer, kedua tangan

lurus, punggung lurus sedangkan lutut ditekuk mebuat sudut krang lebih

120 derajat, setelah itu tarik tongkat pegangan keatas sekuat-kuatnya

dengan meluruskan lutut dan tumit tidak boleh diangkat.

Tabel 2.7 Norma Penilaian dan Klasifikasi Leg Strength

KATEGORI PRESTASI (kg)

Kategori Laki-Laki Wanita

Baik >140 >120

Sedang 110-140 80-120

Kurang <110 <80

(sumber : Dr. Arie. S 2006)

Tes Hand Grip, tes hand grip bertujuan untuk mengukur kekuatan

menggenggam dari otot-otot tangan. Untuk melakukan tes ini diperlukan

sebuah alat yang dikenal dengan HandGrip Dynamometer. Pelaksanaan

handgrip dynamometer adalah dengan menggenggam kuat handgrip,

setiap usaha yang dilakukan akan dicatat skorenya dengan melihat

penujukkan jarum alat tersebut.

Tabel 2.8 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Laki-Laki

Tabel 2.9 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Wanita

Tes Push Pull Strength yaitu, tes yang mengukur kekuatan otot tangan

dalam menarik dan mendorong (otot bahu). Alat yang biasa digunakan

pada tes ini adalah Expanding Dynamometer, satuan dari alat ini adalah

Kategori Kanan Kiri

Baik >46.5 >44.5

Sedang 36.5-46 33.5-44

Kurang <36 <33

Kategori Kanan Kiri

Baik >32.5 >27

Sedang 24.5-32 19-26.5

Kurang <24 <19

Page 32: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

kilogram (kg). prosedur pelaksanaan tes ini, yaitu seseorang mencoba

berdiri tegak dengan posisi kaki terbuka kurang lebih 20 cm atau selebar

bahu, pandangan lurus kedepan, Expanding Dynamometer dipegang

dengan kedua tangan, diangkat dengan kedua tangan dan berada didepan

dada, badan dan alat menghadap keluar atau kedepan, kedua lengan atas

kesamping dan siku ditekuk, jarum dynamometer berada pada angka

nol, kemudian tarik sekuat-kuatnya expanding dynamometer dengan

kedua tangan dilakukan dengan sekali tarikan, dan alat tersebut tidak

boleh menyentuh badan.

Tabel 2.10 Norma Penilaian dan Klasifikasi Push Strength

Tabel 2.11 Norma Penilaian dan Klasifikasi Pull Strength

Setelah melakukan tes jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan

komposisi tubuh yang terdiri dari, Bleep Test, Hand Grip, Back Leg

Strength, Push Pull Strength, Fleksibilitas dan IMT. Maka setelah

semua hasil sudah didapatkan berdasarkan masing-masing kekuatan

responden maka dapat dinilai dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 2.12 Nilai Pengukuran

Kategori Nilai

Kurang Sekali 1

Kurang 2

Cukup 3

Baik 4

Baik Sekali 5

Kategori Laki-Laki Wanita

Baik >40 >30

Sedang 30-40 20-30

Kurang <30 <20

Kategori Laki-Laki Wanita

Baik >40 >30

Sedang 30-40 20-30

Kurang <30 <20

Page 33: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Pengukuran jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi

tubuh dapat dilakukan untuk mengetahui status kebugaran seseorang,

yaitu dengan melakukan perhitungan Bleep Test, Hand Grip, Back Leg

Strength, Push Pull Strength, Fleksibilitas dan IMT dimana semua hasil

yang sudah didapatkan dijumlahkan maka saat itu status kebugaran

seseorang akan terlihat berdasarkan:

Tabel 2.13 Norma Tes Kebugaran

Klasifikasi Norma Tes Kebugaran

Baik Sekali 22-25

Baik 18-21

Sedang 14-17

Kurang 10-13

Kurang Sekali 05-09

Sumber: Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Depdikbud. 1997

2.1.4 Pengukuran Kebugaran

Skor atau tingkat kebugaran sesorang dapat diketahui melalui

serangkaian pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan komponen-

komponen kebugaran melalui tahapan dengan menggunakan peralatan tertentu

(Permaesih, et.al., 2001). Tes kebugaran merupakan indikator kuantitatif yang

menggambarkan sejauh mana kualitas fisik seseorang saat ini dan setelah

beraktivitas fisik. Cara penentuan tingkat kebugaran dipilih berdasarkan

tujuan pengukuran, jenis kemampuan yang akan diukur terutama yang

berhubungan dengan jenis pekerjaan yang biasa dilakukan. Pengukuran

kebugaran terbagi kedalam dua kategori berdasarkan metabolisme energy,

yaitu pengukuran aerobik dan pengukuran anaerobik.

a. Uji Kebugaran Aerobik

Aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana

kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya : jogging, senam,

renang, bersepeda (Buku Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas

Kesehatan, 2002). Kebugaran aerobik adalah kapasitas maksimal untuk

menghirup, menyalurkan, dan menggunakan oksigen. Sebaiknya diukur

dalam tes laboratorium yang disebut maksimal pemasukan oksigen

Page 34: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

(V02max). Uji kebugaran aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung

dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan pengukuran

kapasitas aerobik (VO2max) yang dapat dilakukan menggunakan alat

Douglas Bag (dua kantung udara yang disambung dengan selang pada

mulut dan hidung dengan cara dipanggul) selama melakukan aktivitas fisik.

Metode tidak langsung dilakukan dengan metode prediksi melalui detak

jantung. Pada individu yang bugar, detak jantung atau denyut nadi lebih

sedikit jumlahnya karena system kardiorespiratori bekerja secara lebih

efisien, yaitu setiap detak oksigen yang terpompa dalam darah lebih banyak

sehingga kebutuhan oksigen dapat langsung terpenuhi. Tujuan yang ingin

dicapai dalam olahraga pada dasarnya adalah kapasitas aerobik yang

menunjukkan derajat kebugaran seseorang dan cara umum yang sering

dilakukan untuk mengukur kebugaran seseorang sebagai berikut :

1) Tes Ketahanan Kardiorespiratori

Tes lari 12 menit Cooper

Penilaian yang dilakukan dengan melihat jarak yang dapat dicapai

selama berlari 12 menit berlari.

Tes lari 2,4 km

Penilaian yang dilakukan dengan melihat waktu yang diperlukan untuk

lari 2,4 km.

Tes dengan Ergocycle

Tes ini dilakukan dengan menggunakan suatu sepeda ergometer yang

diam/statis dipergunakan untuk melihat kebugaran berdasarkan

kemampuan aerobic (kemampuan menghirup oksigen).

Tes Turun Naik Bangku

Harvard Step Test menggunakan bangku setinggi 20 inci (70 cm).

Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard , USA. Pertama kali

nama tes ini dimulai dengan nama Harvard. Tujuan dari tes ini adalah

untuk mengukur kemampuan tubuh seseorang untuk menyesuaikan

terhadap beban kerja dan nadi pulih asal dari kerja tersebut (pulse

Page 35: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

recover). Ketinggian bangku, irama naik turun bangku, dan kapan

mengukur denyut nadi pemulihannya membedakan tes yang satu dengan

yang lain (Sudarno SP, 1992).

2) Tes Kekuatan Otot

Tes kekuatan otot bertujuan unuk mengetahui kekuatan otot seseorang

secara spesifik. Tes ini bisa dilakukan dengan melakukan angkat beban

satu kali secara maksmal. Tes kekuatan otot dapat dilakukan dengan tes

Handgrip Dynamometer, Pull and Push Dynamometer, Leg

Dynamometer, Back Dynamometer, One-Repetition Maximum.

3) Tes Daya Tahan Otot

Pegukuran daya tahan otot meliputi pull up, sit up, push up, handgrip,

back leg strength, push pull strength.

4) Tes Kelentukan

Pengukuran dilakukan dengan sit and reach test menggunakan

flexometer atau dapat dilakukan dengan fleksibiliy meter.

5) Tes Komposisi Tubuh

Tes ini dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama skinfold atau

Biolectrical Impedance Analysis atau dapat juga diukur dengan

menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) pegukuran Tinggi badan dan

Berat Badan.

b. Uji Kebugaran An-aerobik

An-aerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat

dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Di Indonesia, kebugaran jasmani yang

dibutuhkan oleh karyawan berbeda dengan kebugaran yang dibutuhkan

oleh anggota ABRI, berbeda pula dengan pelajar dan sebagainya.

Kesegaran jasmani yang dibutuhkan manusia untuk bergerak dan

melakukan pekerjaan bagi setiap individu tidaklah sama, disesuaikan

dengan gerak atau pekerjaan yang dilakukan (Pusat Kesegaran Jasmani dan

Rekreasi, Depdikbud, 1995).

Page 36: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran

Kebugaran individu ditentukan oleh :

2.1.5.1 Usia

Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang biasanya jauh

lebih baik, hal ini dikarenakan fungsi organ tubuh akan akan tumbuh secara

optimal. Sedangkan pada orang tua terjadinya penurunan kebugaran jasmani

dikarenakan banyaknya jaringan-jaringan dalam tubuh yang mengalami

kerusakan (Muslichatun, 2005). Tingkat kebugaran jasmani akan meningkat

sampai dengan mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan

terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-

1% per tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astrand, dinyatakan

bahwa sebelum memasuki masa pubertas laki-laki dan perempuan pada usia

yang sama tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal kekuatan

aerobic maksimal. Puncaknya adalah pada usia 18-25 tahun yang diikuti dengan

menurunnya maximal oxygen uptake secara berangsung-angsur (Astrand dan

Rodahl, 1986). Usia sangat memiliki pengaruh besar terhadap kebugaran

jasmani, yaitu:

a. Daya tahan jantung dan pembuluh darah

Pada usia anak-anak daya tahan jantung dan pembuluh darah meningkat

hingga usia sekitar 20 tahun dan akan mencapai maksimal pada usia 20-30

tahun, sehingga menurun sesuai dengan perubahan usia. Sehingga pada usia

70 tahun hanya memiliki daya tahan jantung dan pembuluh darah sekitar

50% saja.

b. Kekuatan otot

Pada usia 25 tahun kekuatan otot mencapai optimal, dan setelah itu kekuatan

otot akan mengalami penurunan , hingga pada usia 65 tahun kekuatannya

hanya sekitar 65-70% dari kekuatan yang dimiliki pada usia 25 tahun, pada

usia 65 tahun penurunannya akan lebih cepat lagi. Selain itu seluruh nilai

komponen kebugaran jasmani juga akan mengalami penurunan setelah

berusia kira-kira 30 tahun.

Page 37: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.1.5.2 Jenis Kelamin

Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan

kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh,

komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormone, kapasitas paru-

paru, dan sebagainya. Sampai usia pubertas biasanya nilai kebugaran jasmani

pada laki-laki dan perempuan hampir sama, tetapi setelah usia tersebut laki-laki

memiliki nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Hal ini

antara lain disebabkan oleh:

a. Laki-laki memiliki serat otot yang lebih tebal, besar, dan kuat bahkan tanpa

melakukan latihan beban, ini disebabkan karena efek hormone testoteron

yang mendorong sintesis dan penyusunan aktin dan miosin yang

menyebabkan massa otot laki-laki secara alamiah lebih besar.

b. Perempuan memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, adanya perbedaan

hormone testosteron dan estrogen dan kadar hemoglobin yang lebih rendah.

2.1.5.3 Genetik

Tingkat kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada

dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam

tubuh seseorang dari sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam

kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, fleksibilitas, dan

keseimbangan pada setiap orang. Beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik dan kebugaran seseorang.

Meurut hasil studi yang dilakukan tim peneliti President Council On Physical

Fitness and Sport (1993) dinyatakan bahwa faktor genetik seseorang dapat

berpengaruh terhadap kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health

related fitness). Pengaruh genetik terhadap kebugaran terlihat pada komponen-

komponen morfologis, muscular, kardiorespiratori, dan metabolic. Masing-

masing komponen tersebut dipengaruhi oleh kode genetic yang akan terlihat

pada fenotip tubuh individu.

Page 38: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.1.5.4 Aktivitas Fisik

Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran

jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur yang akan

mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat

mengurangi lemak tubuh. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat

aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik

adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur yang dilakukan berulang-ulang

dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan

fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas

fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat kompetitif maupun non

kompetitif. Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua

kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga), dan aktivitas fisik

tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda, dan bekerja).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi resiko terhadap

penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD), stroke, diabetes mellitus dan

kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap berbagai macam

penyakit serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Aktivitas

fisik yang rutin dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran

seseorang, diantaranya yaitu peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan

curah jantung, penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan

efisiensi kerja otot jantung, mencegah mortalitas dan morbiditas akibat

gangguan jantung, peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik,

peningkatan metabolisme tubuh, meningkatkan kemampuan otot, dan

mencegah obesitas. Kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas

olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya olahraga setiap kegiatan dalam

seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran seseorang apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Intensitas latihan

Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut.

Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik

Page 39: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

yang maksimal. Intensitas latihan yang dianjurkan untuk olahraga kesehatan

antara 72% dan 78% dari denyut nadi maksimal.

b. Lamanya latihan

Hasil latihan yang baik cukup bermanfaat bagi kesegaran jantung dan tidak

berbahaya. Waktu berlatih sampai mencapai training zone yaitu selama 15-

25 menit.

c. Frekuensi latihan

Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan.

Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau dilakukan 3-5 kali

seminggu minimal 30 menit setiap kali berolahraga (Moelyono Ws, 1991).

Berdasarkan riset yang dilakukan, terdapatnya 3 aspek yang secara

bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu

pekerjaannya, olahraga dan kegiatan di waktu luang. Oleh karena itu

kuisioner dapat meninjau aktivitas fisik pada tiga aspek tersebut yang

mencakup kategori terstruktur dan tidak terstruktur, yaitu aktivitas fisik saat

bekerja, berolahraga, dan aktivitas fisik pada waktu luang sehingga dapat

diperolehnya gambaran keseluruhan aktivitas fisik seseorang individu.

2.1.5.5 Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan

kardiovaskuler, karena didalam rokok terdapat berbagai macam zat-zat yang

merusak tubuh , yaitu karbon monoksida, nikotin, tar, dan beberapa zat lainnya.

Dampak merokok pada tubuh manusia menurut Conrad and Miller (1986)

dalam sitepoe (2000), seseorang menjadi perokok melalui dorongan psikologis

dan fisiologis.

2.1.5.6 Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan

dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa, dkk, 2002). Status gizi

adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-

zat gizi. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh

cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan

Page 40: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara

umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2001). Sedangkan zat gizi

adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu

dengan menghasikan energy, membangun dan memelihara jaringan serta

mengatur proses kehidupan (Almtsier, 2005). Ketersediaan zat gizi didalam

tubuh akan berpengaruh pda kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan

kardiovaskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik seseorang haruslah

melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup, mendapatkan asupan gizi yang

memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur dengan cukup. Indikator status gizi

yang digunakan pada orang dewasa didasarkan pada pengukuran antropometri

Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) yang disajikan dalam bentuk Indeks

Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh akan dihitung berdasarkan Berat

Badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan Tinggi Badan dikuadratkan dalam

meter.

Rumus Perhitungan IMT adalah:

IMT =

Tabel 2.14 Status Gizi Depkes RI

Sumber: Depkes RI (2003)

Tebal lemak bawah kulit merupakan salah satu indeks antropometri yang

digunakan dalam pengukuran status indeks antropometri untuk mengukur status

gizi. Pengukuran tebal lemak bawah kulit biasanya digunakan untuk

memperkirakan jumlah lemak dalam tubuh. Jumlah lemak dalam tubuh dari

seseorang tergantung dari berat badan, jenis kelamin, umur dan aktivitas.

Classification Body Mass Index (kg/m2)

Sangat Kurus <17,0 kg/m2

Kurus 17,0 – 18,4 kg/m2

Normal 18,5 – 25,0 kg/m2

Gemuk 25,1 – 27,0 kg/m2

Obesitas >27,0

Page 41: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengukuran tebal lemak bawah kulit

dapat digunakan untuk memperkirakan jumah lemak dalam tubuh terutama

pada orang dewasa. Persentase kandungan lemak tubuh dapat dipakai untuk

menilai status gizi dengan pengukuran tebal lemak bawah kulit (TLBK) di 4

tempat yaitu: trisep, bisep, subskapular dan suprailiaka. Skinfold adalah

pengukuran kulit dan jaringan lemak yang kemudian diestimasi dalam persen

lemak tubuh. Menurut Davidson (1972) yang dikutip dari Husaini dan

Hasibuan, jaringan tubuh dapat dinilai dengan mengukur tebal lemak dalam

kulit dengan alat caliper. Standar tempat pengukuran skinfold ada 10 tempat

yaitu dada (chest), subskapula (subskapular), midaksilaris (midaxillary),

suprailiaka (suprailiac), perut (abdominal), trisep (tricep), bisep (biceps),

punggung belakang bawah (lower back), paha (thigh), dan betis (calf).

Mengukur Lipatan kulit (skinfold) terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan kulit dan

lapisan lemak subkutan. Untuk tempat pengukuran tergantung dari tujuan

penelitian, umur yang akan diperiksa, seks, ketelitian daerah dan lemak serta

mudah dilakukan. Cara melakukan pengukurannya yaitu kulit dicubit dengan

dua jari. Calipers diletakkan tegak lurus lipatan kulit yang tercubit sekitar 1 cm

diatas jari. Kemudian panahan caliper dilepas sehingga menjepit lapisan kulit

(jepitan rata-rata sebesar 1 kg/mm2). Lakukan beberapa kali sebelum membaca

skala (skala dibaca 0,5 mm). pembacaan skala dilakukan antara 2-3 detik.

Pengukuran minimal 2 kali. Jika pengukuran kedua berselisih lebih dari 1 mm

dari pengukuran pertama maka harus diulangi. Selang waktu antara pengukuran

pertama dan ke dua yaitu 15 detik. Persentase body fat dapat diestimasi dari

skinfold menggunakan persamaan secara umum atau kelompok tertentu. Salah

satu persamaan pengukuran secara umum yaitu persamaan durnin and

womersley. Persentase body fat dapat dihitung dengan menggunakan data satu

atau hasil penjumlahan dua sampai empat pengukuran skinfold, yang dilakukan

sesuai dengan prosedur.

Pengukuran Lingkar pinggang dan pinggul merupakan salah satu pengukuran

status gizi dan sebagai indikator untuk mengetahui factor risiko dari penyakit

Page 42: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Diabetes Mellitus type 2, kolesterol tinggi yang tak terkontrol, tekanan darah

tinggi, dan penyakit jantung. Ukuran lingkar pinggang yang aman untuk pria

adalah kurang dari 90 cm, sedangkan wanita kurang dari 80 cm. lebih dari

angka itu maka terjadinya kelebihan lemak. Rasio lingkar pinggang dan pinggul

adalah cara penilaian obesitas terbaik untuk mengukur risiko serangan jantung.

Rasio lingkar pinggang dan pinggul dikalkulasikan dengan membagi ukuran

lingkar pinggang dengan lingkar perut.

Penilaian status gizi

Status gizi merupakan gambaran keadaan kesehatan seseorang tentang

perkembangan keseimbangan antara asupan (Intake) dan kebutuhan

(requirement) untuk berbagai proses biologis, termasuk untuk tubuh. Penilaian

status gizi dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

a. Pengukuran Antropometri

Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat

umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak dibawah kulit.

Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari

berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energy. Pada

klasifikasi orang dewasa biasanya dilakukan dengan pengukuran IMT.

a) IMT (Indeks Massa Tubuh)

IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang

dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan

berat badan. Untuk kepentingan di Indonesia, ambang batas

dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di

beberapa Negara berkembang (Anggraeni, 2012).

Page 43: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

b) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai

status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-

perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat

gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial

epithelialtissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada

organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar

tiroid (Supariasa, dkk, 2002).

c) Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen

yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam

jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,

urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot

(Supariasa, dkk, 2002).

d) Biofisika

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status

gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan

melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, dkk, 2002).

2. Penilaian Status Gizi Tidak Langsung

a. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara

tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Metode survei konsumsi makanan untuk individu yaitu: metode recall 24

jam, metode estimated food record, metode penimbangan makanan (food

weighting), metode dietary history dan metode frekuensi makanan (food

frequency).

1) Metode recall 24 jam

Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan

jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang

Page 44: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

lalu. Pada recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat

kualitatif, oleh karena itu untuk mendapatkan data kualitatif maka

jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan

menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dll) atau ukuran lainnya

yang biasa dipergunakan sehari-hari. Apabila pengukuran hanya

dilakukan 1 kali (1 X 24 jam) maka data yang diperoleh kurang

representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Oleh

karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan

harinya tidak berturut-turut (Supariasa., Dkk,. 2002).

2) Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang

frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi

selama periode tertentu, seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Selain

itu dengan metode frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran

pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif

b. Statistik Vital

Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data

dengan beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan

umur, angka kesakitan dan kematian sebagai akibat penyebab tertentu dan

data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, dkk., 2002).

c. Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa

faktor fisk, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang

tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,

irigasi dan lain-lain (Supariasa, dkk., 2002) Zat-zat makanan diperlukan

untuk kebugaran jasmani, dan zat-zat tersebut baik digunakan untuk:

a. Tenaga/kalori

Fungsi organ tubuh kita baik yang dibawah kesadaran ataupun tidak

dapat berlangsung dengan sempurna karena adanya tenaga yang

diperoleh dari zat-zat makanan karbohidrat, protein dan lemak. Melalui

Page 45: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

proses pembakaran ketiga macam zat makanan tersebut dapat diolah

menjadi tenaga.

b. Pembentukan sel

Zat-zat makanan akan dibutuhkan secara terus menerus oleh sel untuk

mengganti atau memperbaiki sel-sel yang mati atau rusak (luka).

Pokok-pokok persoalan dalam pengetahuan gizi perlu diketahui untuk

dapat membentuk tubuh yang sehat dan mempertahankan tingkat

kesehatan serta kegiatan yang tinggi, terlebih pada saat melakukan

kegiatan berolahraga. Menurut Almatsier (2009) Tingkat gizi kita

dipengaruhi oleh berbagai macam zat kebutuhan dan selalu harus ada

dalam jumlah yang cukup pada pola makan kita sehari-hari, yaitu:

a) Karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena sumber

energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah. Semua

karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat yang

penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu

karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Sesungguhnya

semua jenis karbohidrat terdiri atas karbohidrat sederhana atau gula

sederhana, sedangkan karbohidrat kompleks memiliki lebih dari dua

unit gula sederhana di dalam satu molekul. Peranan utama

karbohidrat di dalam tubuh adalah menyediakan glukosa bagi sel-

sel tubuh yang kemudian diubah menjadi energi. Glukosa memilki

peranan penting dalam metabolisme karbohidrat.

b) Protein

Protein adalah molekul makro yang memilki berat molekul antara

lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai

panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan

peptida. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut

zat-zat gizi dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke

dalam darah dari, dari darah ke jaringan-jaringan dan melalui

Page 46: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

membran sel ke dalam sel-sel. Kekurangan protein dapat

menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi.

Protein hewani pada umumnya memiiki susunan asam amino yang

paling sesuai untuk kebutuhan manusia.

c) Lemak

Lemak merupakan simpanan energi paling utama di dalam tubuh,

dan merupakan sumber zat gizi esensial. Komposisi asam lemak

trigliserida simpanan lemak ini bergantung pada susunan makanan,

lemak merupakan sumer energi paling padat yang menghasilkan 9

Kkal untuk tiap gramnya, yaitu 2 ½ kli besar energi yang dihasilkan

oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Sebagai

simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling

besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu

atau kombinasi zat-zat energi, karbohidrat, lemak dan protein.

Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut, yaitu 50%

di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam

rongga perut, dan 5% di jaringan intramuskular.

d) Vitamin dan Mineral

Vitamin adalah zat-zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah

sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk dalam tubuh,

oleh karena itu harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk

kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan,

setiap vitamin memiliki tugas spesifik didalam tubuh. Karena

vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena

penyimpanan dan pengolahan. Vitamin berperan dalam beberapa

tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan

tubuh. Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang

peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada

tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara

keseluruhan. Mineral digolongkan kedalam mineral mikro dan

Page 47: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

makro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam

jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro

dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari.

2.1.5.7 Kebiasaan Olahraga

Kebugaran jasmani sangat erat kaitannya dengan program latihan karena

kebugaran jasmani yang tinggi dapat dicapai melalui program latihan yang

teratur. Sedangkan peningkatan kebugaran jasmani dapat dilakukan dengan

meningkatkan intensitas latihan dan lamanya latihan. Karena latihan fisik dapat

meningkatkan kebugaran jasmani seseorang.

a. Tipe Latihan

Tipe latihan seseorang harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai

sebab tipe latihan akan memberikan efek faal tubuh sesuai dengan apa yang

dilakukan. Tipe latihan untuk peningkatan kebugaran antara lain memiliki

ciri-ciri yaitu pada aerobik melibatkan otot-otot besar dan dapat

dipertahankan kontinuitas dan ritmiknya. Jenis-Jenis latihan kebugaran

antara lain:

1) Berjalan kaki

Berjalan kaki merupakan latihan fisik yang sering dilakukan. Yang

memiliki banyak keuntungan seperti tidak banyaknya biaya yang

dikeluarkan, mudah, dan memiliki resiko cedera yang kecil.

2) Jogging

Jogging adalah lari perlahan secara kontinyu. Latihan ini sangat mudah

dan tidak mengeluarkan biaya. Jogging bermanfaat untuk meningkatkan

kebugaran jantung-paru dan otot. Pada saat selesai melakukan jogging

sebaiknya disarankan untuk tidak berhenti secara mendadak melainkan

tetap berlari atau berjalan secara perlahan hingga detak jantung kembali

normal.

3) Bersepeda

Olahraga menggunakan alat bantu berupa sepeda yang biasa digunakan di

alam terbuka maupun jenis sepeda stationer yang dapat digunakan

Page 48: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

diruangan tertutup. Jika ini dilakukan secara teratur maka akan

bermanfaat untuk kebugaran.

4) Berenang

Berenang merupakan olahraga yang sangat disukai oleh semua kalangan.

Yang melibatkan seluruh anggota badan sehingga dapat melepaskan

kelelahan, meningkatkan kebugaran dapat digunakan sebagai terapi.

5) Senam Aerobik

Senam aerobik merupakan olahraga yang diiringi irama dinamis yang

mendatangkan keceriaan, dengan intensitas yang dapat dipilih sesuai

dengan irama musik.

b. Intensitas Latihan

Intensitas latihan jasmani merupakan hal yang dipertahankan dalam latihan

yaitu keadaan intensitas (penekanan) latihan yang dilakukan. Intensitas

latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi efek latihan terhadap faal tubuh. Semakin berat latihan

(sampai dengan batas tertentu) maka semakin baik efek yang diperoleh.

Latihan jasmani yang sesuai untuk meningkatkan kebugaran jasmani adalah

dengan latihan olahraga yang sifatnya aerobik.

c. Frekuensi Latihan

Frekuensi latihan adalah jumlah kerja ulangan latihan yang dilakukan dalam

jangka waktu seminggu. Frekuensi latihan sangat berhubugan erat dengan

intensitas dan lamanya latihan seseorang. Frekuensi latihan memiliki

hubungan dengan intensitas dan semakin lama latihan maka frekuensi

perminggu semakin sedikit. Kebugaran jasmani akan dalam kondisi stabil

atau meningkat apabila kondisi faal tubuh dipacu dengan latihan minimal 3

kali seminggu dan maksimal 5 kali seminggu, karena jika ditinjau dari ilmu

faal, seseorang yang tidak melakukan latihan olahraga atau beristirahat

selama 2 hari maka kondisi kebugaran jasmani akan menurun.

Page 49: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

d. Durasi latihan

Durasi latihan adalah lama perangsangan atau lama latihan setiap sesi.

Menurut Nieman (2001), untuk meningkatkan dan mempertahankan

kebugaran latihan harus dilakukan selama 30-60 menit tanpa berhenti atau 2-

3 jam dalam seminggu. Hasil latihan akan terlihat setelah 12-16 minggu

setelah rutin berolahraga.

Tingkat Aktivitas Fisik dapat dikelompokkan menjadi 4 level dengan

mencatat intensitas dan durasi aktivitas fisik pekerja selama seminggu.

Tabel 2.15 Tingkat Aktivitas Fisik (Kebiasaan Olahraga)

No AKTIVITAS FISIK NILAI

1 Saya tidak melakukan latihan fisik

atau hanya sesekali melakukan

latihan fisik

1

2 Saya melakukan latihan fisik secara

teratur minimal 30-60 menit dalam

seminggu

2

3 Saya melakukan latihan fisik secara

teratur 3 x seminggu atau minimal

2-3 jam dalam seminggu

3

4 Saya melakukan latihan fisik secara

teratur 5 x dalam seminggu

4

Sumber: Depkes (2012).

Tingkat aktivitas fisik dengan nilai 1 dan 2 termasuk tingkat aktifitas fisik

rendah.

Prinsip Kaidah Latihan Fisik

Prinsip Kaidah latihan Fisik yang baik, benar, terukur, dan teratur dapat

memberikan hasil optimal bagi peningkatan derajat kesehatan dan kebugaran

jasmani masyarakat.

a. Latihan fisik yang baik adalah latihan fisik yang dimulai sejak usia dini

hingga usia lanjut. Latihan fisik dapat dilakukan dimana saja, dengan

memperhatikan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, bebas polusi,

tidak rawan cedera. Pilihan latihan fisik sebaiknya bervariasi sesuai minat

dan disenangi.

Page 50: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

b. Latihan fisik yang benar adalah latihan fisik yang dilakukan sesuai

kondisi fisik dan secara medis mampu dilakukan tanpa menimbulkan

dampak yang merugikan. Latihan fisik dilakukan secara bertahap dimulai

dari pemanasan dan peregangan 10-15 menit, dilanjutkan dengan latihan

inti 20-60 menit, dan diakhiri pendinginan dengan peregangan selama 5-

10 menit.

c. Latihan fisik yang terukur adalah latihan fisik yang dilakukan dengan

mengukur intensitas latihan dengan menghitung denyut nadi latihan dan

lama waktu latihan. Waktu latihan dimulai semampunya, ditambah

bertahap secara perlahan-lahan antara 20-60 menit. Cara lain untuk

mengukur intensitas latihan menggunakan tes bicara (talk test) yang dapat

menentukan latihan fisik dengan intensitas sedang.

d. Latihan fisik yang teratur adalah latihan fisik yang dilakukan secara

teratur dalam seminggu dengan selang waktu untuk istirahat.

Menurut WHO aktivitas fisik dibedakan dalam 4 kategori:

1) Aktivitas fisik untuk hidup adalah aktivitas fisik ringan sampai dengan

sedang yang dilakukan selama 10 menit atau lebih dalam sehari dan

dapat dilakukan beberapa kali dalam sehari. Aktivitas fisik ini

dilakukan setiap hari.

2) Aktivitas fisik untuk sehat adalah aktivitas fisik sedang yang dilakukan

selama 30 menit atau lebih dalam sehari dan dilakukan setiap hari.

3) Latihan fiik untuk kebugaran jasmani adalah latihan fisik sedang

sampai dengan berat yang dilakukan selama 20 menit atau lebih.

Latihan fisik ini yang dilakukan 3-4 kali dalam seminggu selang waktu

sehari.

4) Latihan fisik untuk olahraga adalah latihan fisik yang diprogram

khusus secara individual. Durasi dan frekuensi latihan fisik ini harus

sesuai dengan tingkat kebugaran jasmani per individu.

Page 51: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi Latihan Fisik Terprogram

1. Pemantauan latihan fisik terprogram:

Pelaksanaan pemantauan latihan fisik terprogram perlu dilakukan untuk

memantau keluhan yang timbul pada saat melakukan latihan fisik dan

kendala lain. Monitoring dilakukan pada latihan fisik berkelompok

ditempat kerja maupun latihan fisik mandiri di rumah atau tempat lain.

Monitoring dilakukan dengan:

a. Menggunakan Kartu Menuju Bugar (KMB) atau kartu latihan (KL) yang

disiapkan oleh perusahaan atau kelompok olahraga.

b. Melakukan pemeriksaan kondisi tubuh denyut nadi istirahat dan tekanan

darah sebelum melakukan latihan fisik sebelum sesi latihan.

c. Mengukur denyut nadi (DN). Denyut nadi yang dianjurkan untuk diukur

adalah pada saat sebelum latihan (nadi istirahat), setelah melakukan

pemanasan (nadi pemanasan), setelah melakukan latihan inti (nadi

latihan) dan setelah melakukan pendinginan (nadi pendinginan).

Evaluasi pelaksanaan latihan fisik terprogram meliputi aktivitas fisik

dan kebugaran jasmani dtempat kerja perlu dikaitkan dengan

produktivitas kerja agar manfaat latihan fisik dapat dirasakan oleh

pekerja maupun pemberi kerja. Evaluasi dilakukan untuk melihat

partisipasi pekerja yang melakukan aktivitas fisik, partisipasi pekerja

yang ikut melakukan latihan, pengukuran kebugaran jasmani, dan

produktivitas. Setiap 3 bulan melakukan latihan fisik terprogram dengan

menggunakan pengukuran tingkat kebugaran jasmani sesuai dengan

metode. Peningkatan intensitas latihan dilakukan setiap bulan dengan

menanyakan keluhan pekerja pada saat latihan fisik dan kemampuan

melakukan latihan fisik setiap sesi latihan.

Page 52: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.1.7 Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kebugaran

Pendidikan jasmani tidak hanya memberikan pelajaran mengenai

berbagai macam olahraga, tetapi juga memberikan dasar bagaimana

melakukan aktivitas fisik/gerak jasmani (physical exercise) secara teratur,

dengan frekuensi tertentu tiap minggunya, durasi aktivitas fisik serta intensitas

yang dilakukan.

Kontraksi otot rangka mengakibatkan kebutuhan oksigen dan sumber

energi untuk kontraksi meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan otot tersebut

maka terjadi peningkatan aktivitas pernafasan, jantung, sistem sirkulasi darah,

hormonal, sistem syaraf, dan metabolisme. Akibatnya terjadi peningkatan

daya tahan tubuh terhadap stress fisik maupun stress psikis. Peningkatan

sistem pertahanan tubuh, antara lain lebih cepat terbentuk antibodi serta

meningkatnya kemampuan tubuh terhadap kerja yang berlebihan.

Pada dasarnya olahraga adalah suatu aktivitas fisik atau gerakan

anggota tubuh yang berlangsung secara berulang dalam waktu tertentu. Organ

yang paling aktif pada saat aktivitas adalah otot rangka. Agar otot rangka

dapat berkontraksi dengan baik dan dapat meningkatkan kinerjanya maka

perlunya suatu kesatuan yang baik dengan sistem saraf yang menginervasinya.

Aktivitas otot rangka yang diakukan secara teratur dan terukur akan

memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap

fungsi organ tubuh yang lain. Selanjutnya, akan meningkatkan tingkat

kesehatan dan kebugaran. Tingkat kesehatan dan kebugaran yang meninngkat

disebabkan oleh fungsi jantung dan sirkulasi, fungsi respirasi, darah dan

sistem pertahanan tubuh, meningkatnya kinerja neuro-muskular (sistem saraf

dan otot) dan memacu perkembangan skeleton.

Program kebugaran jasmani akan meningkatkan status kebugaran,

menambah rasa percaya diri, membentuk jiwa sportif, mengajarkan sikap

sabar, gembira dan melatih konsentrasi. Ada beberapa mitos yang terjadi di

perusahaan berkaitan dengan masalah kebugaran, yaitu sebagai berikut :

Page 53: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

a. Bagaimana mungkin program kebugaran jasmani akan mendukung kerja

karyawan

b. Bagaimana bisa olahraga dapat meningkatkan produktivitas kerja

c. Tidak diperlukannya daya tahan tubuh yang besar karena karyawan hanya

bekerja di belakang meja seharian. Menurut Dr.dr.BM.Wara Kushartanti,

MS. AIFO tubuh manusia mempunyai kemampuan tinggi untuk

menyesuaikan diri dengan beban yang dilimpahkan kepadanya. Begitu

selesai berolahraga daya tahan tubuh memang menurun, namun setelah

pemulihan daya tahan tubuh akan naik lebih tinggi dari semulanya

sehingga dengan olahraga secara teratur daya tahan tubuh akan naik secara

bertahap. Pada saat otot bekerja otot tertentu digunakan lebih dominan dari

pada otot yang lain dan bila hal ini berlangsung secara terus menerus maka

akan timbul ketidakseimbangan kekuatan dan kelentukan otot maka

olahraga menjamin kembalinya keseimbangan otot tersebut. University of

Toronto memonitor kondisi kesehatan dari dua perusahaan asuransi, satu

perusahaan diberi program kebugaran jasmani dan perusahaan yang lainnya

tidak diberikan program kebugaran jasmani. Setelah enam bulan terlihat

bahwa pada perusahan yang diberi program kebugaran jasmani jumlah

karyawan yang tidak masuk kerja menurun 22% dan karyawan yang harus

diganti karena sakit berkurang dari 15% menjadi 1,5%. Seseorang yang

kurang aktivitas fisik akan lebih mudah menguap dikantor, mengantuk

sepanjang hari dan tertidur saat setelah makan dengan keadaan perut terasa

kenyang, akan kelelahan karena mengeluarkan tenaga sedikit lebih banyak

dari biasanya (misalnya, naik tangga atau terpaksa berjalan dengan cepat).

Selain itu orang denga kebugaran rendah akan menjadi makhluk sosial

yang pincang, terlalu lelah untuk bermain dengan anak-anak, terlalu lelah

untuk makan diluar bersama keluarga, terlalu lelah untuk melakukan apa

saja selain duduk dibelakang meja dan menonton televisi. Hal ini terjadi

karena tubuh yang tidak digunakan keadaannya akan semakin memburuk,

paru-paru menjadi tidak efisien, jantung semakin melemah, kelenturan

Page 54: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

pembuluh darah semakin berkurang, tegangan otot menghilang dan seluruh

tubuh melemah sehingga menjadi sasaran bagi berbagai macam penyakit.

American Association of Fitness Director in Business and Industry

(AAFDBI) melakukan penelitian untuk membuktikan bahwa program

kebugaran menghasilkan semangat kerja yang tinggi, hasil penelitian ini

mengisyaratkan perlunya program kebugaran jasmani di perusahaan yang

memberikan keuntungan bagi karyawan, bisnis dan industry.

Page 55: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.1.8 Hal-Hal Penelitian yang Terkait

Peneliti/lokasi, tahun Judul Variabel Hasil

Penelitian

Lain-Lain

Fauziah,nanda/ PT.Wijaya Karya,

Jakarta Timur, 2012

Hubungan Status

Gizi, Aktivitas

Fisik, Asupan

Gizi dengan

Tingkat

Kebugaran

Karyawan PT

Wijaya Karya

Jakarta

Status Gizi,

Aktifitas

Fisik, Asupan

Gizi, dan

Kebugaran

Sebanyak 78

% karyawan

PT Wika

memiliki

tingkat

kebugaran

kurang

98 responden.

Cross

sectional

Komang Ayu/ PT. Amoco Mitsui

Indonesia, Merak Banten, 2011

Faktor-faktor

yang

Mempengaruhi

Kebugaran

Jasmani

Karyawan di PT.

Amoco Mitsui

Indonesia

Kebugaran

jasmani,

Usia,

Kebiasaan

Merokok,

Kebiasaan

Olahraga,

Status Gizi.

Sebanyak 5,2

% memiliki

tingkat

kebugaran

kurang, 11,3

%

kebugaran

sedang, 22,7

%

kebugaran

cukup, 19,6

%

kebugaran

Baik, dan

41,2 %

kebugaran

sangat baik.

97 responden.

Cross

Sectional

Sport Devoplemnt Index/ Parameter

Olahraga di Indonesia, 2006

Parameter Dalam

Mengukur

Pembagunan

Olahraga

Indonesia

Kebugaran

Jasmani,

Kebiasan

Olahraga

Kesegaran

Jasmani

Masyarakat

Indonesia

1.08%

memiliki

tingkat

kebugaran

baik sekali,

4.07%

tergolong

baik, 13.55%

termasuk

kategori

sedang,

43.90%

tergolong

kurang

bugar dan

37.40%

tergolong

kurang

sekali

-

Valentino Ompusunggu/ KSU UA &

CO Medan, 2012

Kebugaran

Jasmani dan

Motivasi Kerja

Karyawan KSU

UA & CO Medan

Kebugaran

Usia, Jenis

kelamin,

kebiasaan

olahraga,

kebugaran

jasmani

Tingkat

Kebugaran

Jasmani

sangat

kurang

dinyatakan

dengan

indeks 39,875

20 sampel.

Metode

deskriptif

dengan teknik

tes dan

pengukuran

Page 56: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.2 Karyawan

2.2.1 Pengertian Karyawan

Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan, tanpa

karyawan aktivitas suatu perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan

aktif dalam menetapkan rencana, system, proses, dan tujuan yang ingin

dicapainya. Menurut Malayu Hasibuan (2012) karyawan adalah penjual jasa

(pikiran dan tenaga) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan

terlebih dahulu. Karyawan wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan

yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian.

2.2.2 Kinerja Karyawan

Kinerja seorang karyawan merupakan perilaku organisasi yang secara

langsung berhubungan dengan produksi suatu barang atau penyampaian jasa.

Informasi mengenai kinerja suatu organisasi merupakan suatu hal yang sangat

penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan

suatu organisasi sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum.

Menurut Rivai dan Basri (2005) kinerja adalah kesediaan seseorang atau

sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakanya

sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil yang sesuai dengan harapan.

Sedangkan menurut Hakim (2006) kinerja karyawan adalah hasil kerja yang

dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu

tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu tertentu yang

dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari perusahaan

dimana individu tersebut bekerja. Tika (2006) mengemukakan bahwa ada 4

unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja, yaitu:

1) Hasil-hasil fungsi pekerjaan

2) Faktor-faktor yng berpengaruh terhadap prestasi karyawan

3) Pencapaian tujuan organisasi

4) Periode waktu tertentu.

Page 57: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Tujuan kinerja menurut Rivai dan Basri (2005), yaitu:

1) Kemahiran dan kemampuan tugas baru yang diperuntukkan untuk

perbaikan hasil kinerja dan kegiatannya

2) Kemahiran dari pengetahuan baru dimana akan membuat karyawan mampu

memecahkan suatu masalah yang kompleks

3) Kemahiran atau perbaikan pada sikap terhadap rekan kerja dengan satu

aktivitas kinerja

4) Memiliki target aktivitas untuk perbaikan kinerja

5) Perbaikan dalam kualitas dan produksi

6) Perbaikan dalam waktu.

2.3 Gizi terhadap Kesehatan dan Kebugaran

2.3.1 Penjelasan mengenai peran gizi terhadap kesehatan dan kebugaran

tubuh

Kebugaran adalah suatu keadaan tubuh yang selalu memiliki energy

untuk melakukan aktifitas fisik secara optimal. Setiap selesai melakukan

kegiatan maka tubuh selalu memiliki cadangan energy untuk melakukan

kegiatan selanjutnya tanda mengalami kelelahan. Kebugaran adalah dasar untuk

membangun tubuh yang sehat dan tubuh yang sehat akan lebih produktif dan

dapat terhindar dari berbagai macam penyakit salah satunya adalah penyakit

degenerative. Komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan

adalah daya tahan paru-paru dan jantung, daya tahan dan kekuatan otot, serta

kelentukan dan komposisi tubuh. Kebugaran jasmani adalah kemampuan

seseorang untuk melakukan altivitas sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan

dan masih memiliki cadangan energy untuk melakukan aktivitas fisik pada

waktu luang dan aktivitas fisik lain yang bersifat mendadak.Tingkat kebugaran

dan kesehatan individu dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu pengaturan

asupan makanan/zat gizi, istirahat dan olahraga. Tujuan memiliki kebugaran

jasmani adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja, mengurangi

Page 58: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

munculnya penyakit-penyakit degenerative seperti DM, PJK dan hipertensi.

Upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan kebugaran tubuh antara lain :

a. Menerapkan pola konsumsi gizi seimbang yang memenuhi kriteria makanan

sehat

b. Menghindari fast food dan junk food karena fast food merupakan makanan

tinggi lemak jenuh, rendah serat, vitamin dan mengandung tinggi natrium.

c. Menambah variasi menu makanan tinggi protein hewani dan nabati

d. Memiliki waktu istirahat yang cukup

e. Gaya hidup sehat, tidak merokok dan mengkonsumsi alcohol.

Bugar tidaknya seseorang dapat dinilai berdasarkan kekuatan

maksimum pergerakan otot dan sendi, percepatan gerakan maksimum dan

kemampuan maksimum pengambilan oksigen. Seseorang dikategorikan

memiliki tingkat kebugaran yang baik jika mampu melakukan pekerjaan sehari-

hari tanpa merasa lelah secara berlebihan dan dapat menikmati waktu luangnya.

Sementara seseorang disebut sehat bila bebas dari penyakit. Tingkat kebugaran

dapat ditentukan oleh banyak factor yaitu umur, berat badan, latihan fisik dan

factor makanan.

Latihan fisik atau exercise yang dilakukan secara bertahap dan teratur

dapat membuat kesegaran jasmani lebih baik. Hal ini ditandai dengan :

1) Menguatnya otot jantung dan dapat memompakan darah lebih banyak pada

setiap denyutnya

2) Kapiler yang masuk kedalam otot jantung bertambah sehingga volume darah

meningkat

3) Sel-sel otot mengalami perubahan dimana kemampuannya untuk membakar

lemak menjadi lebih besar

4) Berat badan dapat menjadi ideal dan terjaga

5) Tulang rawan, tendon dan persendian menjadi lebih kuat, fleksibel dan tidak

mudah mengalami cedera dan sakit

6) Kecepatan reaksi dan gerakan menjadi lebih cepat.

Page 59: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Proses pencapaian kebugaran juga tidak terlepas dari pengaturan gizi. Pada

awalnya pengaturan gizi hanya focus kepada penanggulangan defisiensi zat gizi

untuk pencegahan penyakit kronis, namun dampak dari perubahan gaya hidup

dan peningkatan angka harapan hidup maka konsep bugar mulai diterapkan.

Konsep bugar yang dimaksud adalah kemampuan untuk hidup aktif dan sehat

dan itu membutuhkan kualitas gizi yang baik, kualitas gizi yang baik memiliki

arti kecukupan dan keseimbangan zat gizi makro dan mikro.

2.3.2 Peranan Zat-Zat Gizi untuk Pencapaian Kebugaran

Untuk memberikan kualitas gizi yang baik adalah pada interaksi antara

asupan zat gizi dengan peningkatan fungsi alat-alat tubuh. Untuk mendapatkan

penampilan fisik yang optimal serta status kebugaran dan kesehatan yang baik

maka dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung mikronutrien sesuai

dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.

1) Peran Gizi Makro terhadap Kebugaran

Karbohidrat sebagai sumber energy memiliki peranan yang penting,

karbohidrat mensuplai hampir 40% dari total energy tubuh yang digunakan

saat istirahat dengan 15-20% yang digunakan oleh otot. Energy dari aktivitas

fisik diwakili oleh banyaknya jumlah performa kerja eksternal dari tubuh.

Pada kebutuhan harian dasar, jumlah dari aktivitas fisik dapat sangat berbeda

antara individu dan bahkan berbeda pada individu yang sama bergantung

pada banyaknya jumlah latihan (performa aktivitas dengan tujuan

memperbaiki satu atau dua komponen dari kebugaran) dan aktivitas yang

spontan. Pada akhirnnya beberapa variasi diantara individu kebutuhan

energy untuk aktivitas fisik dapat dipengaruhi oleh factor yang berbeda

seperti berat badan dan tingkat kebugaran, tetapi total jumlah aktivitas fisik

lebih banyak bersumber dari perbedaan kebutuhan energy yang besar pada

individu. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Depkes RI 2004,

kebutuhan energy untuk pria usia 16-18 tahun adalah sebesar 2600 kkal per

hari sedangkan pada wanita membutuhkan energy 2200 kkal per hari (AKG

Page 60: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Depkes RI, 2004). Protein adalah salah satu dari zat gizi esensial yang sangat

penting. Protein memiliki fungsi fisiologis yang penting untuk

mengoptimalkan performa aktivitas fisik.

2) Peran Gizi Mikro terhadap Kebugaran

Vitamin adalah sekelompok komponen organik yang kompleks dan

ditemukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh. Vitamin sangat penting

untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses fisiologis dalam

tubuh. Tingkat aktivitas dari proses fisiologis ini meningkat secara besar

selama latihan dan suplai vitamin yang mencukupi harus dipenuhi untuk

proses fungsional yang terbaik. Vitamin A adalah satu vitamin larut lemak.

Secara teoritis defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi performa aktivitas

fisik. Vitamin B kompleks terdiri dari thiamin, riboflavin, niacin, B6, B12,

folat, biotin dan asam pantotenat. Efek dari defisiensi beberapa vitamin ini

dapat tercatat selama 2-4 minggu, tetapi seringkali mengurangi kapasitas

aktivitas fisik. Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan

kebanyakan dari elemen tersebut berbentuk padat. Zat besi (Fe) memiliki

fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan utilisasi atau

metabolism oksigen di dalam tubuh, kekebalan, perkembangan kognitif,

pengaturan suhu, metabolism energy, dan performa kerja. Tembaga

memiliki fungsi sebagai metaloenzim dan bekerja secara berdekatan dengan

zat besi dalam metabolism oksigen. Sedangkan magnesium memainkan

peranan penting dalam berbagai proses fisiologis, diantaranya adalah

aktivitas fisik seseorang. Untuk mendapatkan penampilan fisik yang optimal

serta status kebugaran dan kesehatan yang baik maka mengkonsumsi

makanan yang mengandung mikronutrien sesuai dengan kecukupan gizi

yang dianjurkan adalah hal yang diutamakan. Mikronutrien yang perlu

diperhatikan terhadap kebugaran adalah seng, zat besi, magnesium, kalsium

dan vitamin.

Page 61: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.3.3 Gizi Pekerja

Di Negara-negara yang berpenduduk padat dengan tingkat hidup yang

relative rendah, dimana tersedia tenaga dalam jumlah yang berlebihan, para

pengusaha pabrik atau perusahaan kurang sekali memperhatikan kesejahteraan

dan kebutuhan gizi tenaga kerja terutama tenaga kerja dari kelas bawah

(pekerja kasar). Tanpa ada keinginan untuk mengetahui tingkat kehidupan

tenaga kerja tersebut mereka terlihat tampak malas dan kurang bergairah.

Belum banyak pengusaha pabrik yang menyadari bahwa kurangnya gairah

atau malasnya tenaga kerja itu berkaitan dengan tingkat kesehatan dan

kecukupan gizi tenaga kerja itu (Adriani, 2012).

1) Masalah Gizi Tenaga Kerja

Berbagai tingkat defisiensi gizi terutama defisiensi energy disamping

defisiensi zat gizi mikro seperti vitamin dan zat besi, merupakan masalah

gizi yang dengan mudah ditemui pada tenaga kerja diberbagai perusahaan

khususnya tenaga kerja golongan rendah. Keadaan yang khas yang

mendorong terjadinya gizi kurang pada tenaga kerja di Indonesia sebagai

berikut:

a. Jam kerja yang panjang yaitu antara 8-9 jam sehari menyerap seluruh

cadangan energy dalam tubuh mereka. Lokasi tempat kerja yang jauh

mengharuskan tenaga kerja berangkat terburu-buru setiap pagi dan

tempat tinggal mereka agar tidak terlambat dan mereka seringkali

berangkat kerja tanpa melakukan sarapan terlebih dahulu hingga pada

akhirnya mereke memulai bekerja sudah dalam keadaan kekurangan

energy.

b. Pengawasan kerja yang sangat ketat tidak memungkinkan mereka untuk

sejenak berhenti kerja untuk makan terlebih dahulu.

c. Waktu istirahat yang disediakan sangat terbatas yaitu sekitar ½ atau 1

jam. Waktu yang singkat itu digunakan untuk beristirahat sejenak

melepaskan lelah, mereka makan dengan terburu-buru keadaan

Page 62: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

demikian itu adalah tidak mungkin untuk memenuhi kebutuhan gizi

mereka.

2) Kebutuhan Gizi Pekerja

Makanan menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi setiap orang, karena itu

kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi harus diperhatikan.

Secara kuantitas artinya jumlah konsumsi makanan, tidak boleh kurang

atau lebih dari yang dibutuhkan tubuh, sedangkan makanan berkualitas

adalah makanan yang bergizi, yakni makanan yang mengandung

sekelompok zat yang esensial bagi kehidupan dan kesehatan. Yang pada

umumnya adalah Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral.

Kebutuhan gizi tenaga kerja bergantung pada jenis pekerjaan yang

dilakukan dan lama jam kerja. Berdasarkan kebutuhan gizinya, FAO

mengelompokkan jenis pekerjaan sebagai berikut:

Tabel 2.16 Pengelompokkan Jenis Pekerjaan

Berdasarkan Kebutuhan Energi

Sumber : FAO

Kelompok Pekerjaan

Ringan

Agak Berat

Berat

Pegawai Kantor

Pekerjaan Industri

ringan

Pekerja Kasar

Tenaga Profesional

Mahasiswa

Buruh Industri Berat

Dokter Petani Buruh Tambang

Akuntan

Nelayan

Penarik kaca

Pengacara

Tentara

Pengemudi Bis dan Truk

Guru

Penjaga Toko

Pengemudi bis dan truk

Page 63: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Tabel 2.17 Kriteria Pengelompokan Jenis Pekerjaan

Kandungan gizi yang tidak lengkap dalam makanan seseorang pekerja

dapat mempengaruhi kesanggupan kerja, yang pada akhirnya

mempengaruhi hasil kerja. Konsumsi pekerja akan mempengaruhi:

1. Perkembangan fisik, mental, dan social yang berimplikasi antara lain

pada tinggi dan berat badan, kemampuan intelektual dan kecerdasan,

ketekunan dan konsentrasi bekerja.

2. Daya tahan tubuh terhadap terjangkitnya penyakit ataupun imunitas

3. Daya tahan fisik yang berimplikasi pada kemampuan kerja, fisik dan

kapasitas kerja

4. Berhubungan erat dengan angka kesakitan dan absensi karena sakit.

Adapun sumber-sumber kebutuhan makanan yang dibutuhkan oleh pekerja

akan diuraikan dibawah ini:

1. Sumber Energi

Makanan sumber energy yang dikonsumsi ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan metabolism basal, pemeliharaan sel, pertumbuhan,

Jenis

Kegiatan

Contoh

Pekerjaan Ringan

8 jam tidur

7 jam bekerja dikantor

2 jam pekerjaan sedang

di rumah tangga

½ jam olahraga

6 ½ jam pekerjaan

ringan

Karyawan di kantor

Pekerjaan sedang

8 jam tidur

8 jam bekerja di

industry perkebunan

2 jam pekerjaan rumah

tangga

6 jam pekerjaan ringan

Pekerja pabrik garmen dan

supir

Pekerja rumah tangga

Pekerjaan berat

8 jam tidur

8 jam pekerjaan berat

2 jam pekerjaan sedang

Pekerja pabrik baja

Industry mesin dan kuli

Page 64: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

penyembuhan dan pergerakan tubuh. Oleh karena itu pekerja yang

kurang kalori protein akan menjadi pekerja yang lambat berfikir, lambat

bertindak dan cepat lelah. Semua ini terjadi karena ketersediaan energy

dan protein dalam tubuh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Disamping itu, kurangnya energy dan protein menyebabkan pekerja

peka akan bermacam-macam penyakit, kemalasan dalam mencari

nafkah serta produktivitas kerja yang lemah. Jumlah masing-masing

tenaga yang diperlukan oleh masing-masing pekerja tidak sama, berapa

banyak kalori yang harus diberikan tergantung pada berat ringannya

pekerjaan yang dilakukan. Perhitungan kecukupan sehari yang

diperkirakan dalam bekerja adalah:

a. Bekerja ringan 1,52 X MBR (Metabolisme Basal Rata-rata)

b. Bekerja sedang 1,78 X MBR

c. Bekerja berat 2,13 X MBR

Tabel 2.18 Kebutuhan energi per-orang/hari usia 20-59 tahun

2. Sumber Zat Pembangun

Kebutuhan lain yang sangat dibutuhkan bagi pekerja adalah protein.

Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pemelihara tubuh serta

mempertahankan daya tahan terhadap serangan penyakit. Selain fungsi-

fungsi tersebut, protein dapat dipergunakan sebagai sumber energy bagi

tubuh. Kecukupan protein bagi pekerja usia 20-59 tahun adalah 48 gr,

bagi wanita hamil ditambahkan 12 gr, sedangkan ibu menyusui

ditambah 16 gr. Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan

Jenis

Kebutuhan

Bekerja ringan 2050 Kkal

Bekerja sedang 2250 Kkal

Bekerja berat 2600 Kkal

Bila wanita hamil Ditambahkan 300 Kkal

Bila wanita menyusui Ditambahkan 470 Kkal

Page 65: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

menjadi protein hewani dan nabati. Contoh protein hewani adalah

daging telur, ikan. Sedangkan protein nabati terdiri dari kacang-

kacangan. Jika dilihat berdasarkan skor asam amino dan nilai cernanya,

mutu protein hewani lebih baik dibandingkan protein nabati, sehingga

untuk menjamin tubuh benar-benar mendapatkan asam amino dalam

jumlah dan macam yang cukup, sebaiknya orang dewasa mengkonsumsi

seperlimanya dari protein hewani.

3. Sumber Zat Pengatur

a. Vitamin

Vitamin merupakan suatu komponen kimia organic yang sangat

dibutuhkan oleh tubuh untuk menunjang proses pertumbuhan dan

pemeliharaan sel-sel. Menurut sifatnya vitamin dibedakan menjadi

dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin

yang larut dalam air. Terdapat beberapa vitamin yang larut dalam

lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K. vitamin yang larut dalam air

namun tidak larut dalam lemak adalah vitamin B kompleks dan

vitamin C. vitamin B kompleks terdiri dari thiamin, riboflavin,

niasin, asam pentotenat, piridoksin, dan vitamin B 12. Vitamin sangat

penting untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses

fisiologis dalam tubuh. Tingkat aktivitas dari proses fisiologis ini

meningkat secara besar selama latihan dan suplai vitamin yang cukup

harus dipenuhi untuk proses fungsional yang terbaik.

b. Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan

penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel,

jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Kalsium,

fosfor, dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dari

hemoglobin dalam sel darah merah, dan iodium dari hormone

tiroksin. Selain itu mineral berperan dalam berbagai tahap

metabolism, terutama sebagai kofaktor dan aktivitas enzim-enzim.

Page 66: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro.

Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah

lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan

kurang dari 100 mg sehari. Mineral merupakan elemen anorganik

yang ditemukan di alam dan kebanyakan dari elemen tersebut

berbentuk padat. Saat ini terjadinya peningkatan penelitian pada

status kebugaran terhadap efek mineral pada performa fisik.

Page 67: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Sumber: Fauziah, (2012)

Demografi

Usia

Jenis Kelamin

Status Menikah

Pendapatan

Status

Kebugaran

Faktor Eksternal

Konsumsi Alkohol

Aktivitas Fisik

Kebiasaan Merokok

Status Gizi

Faktor Internal

Usia Genetik Jenis

Kelamin

Latihan Fisik

Asupan Zat Gizi

Mikro (Ca, Fe,

Vitamin C)

Page 68: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1

Kerangka Konsep

Karakteristik Karyawan:

Usia

Status Gizi

Latihan Fisik

Status Kebugaran

Asupan Zat Gizi Mikro

(Ca, Fe, Vitamin C)

Page 69: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

3.2 Definisi Operasional

Menurut Notoatmodjo (2005), definisi operasional ini juga bermanfaat

untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur).

Tabel 3.2

Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional

Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

1. 1

1

1

.

Status

Kebugaran

Jumlah skor hasil tes

kesegaran jasmani

dengan

menggunakan

komponen

kebugaran jasmani

Daya tahan jantung-

paru, Flexibility,

kekuatan otot, dan

komposisi tubuh

Stopwatch,

alat kekuatan

otot

(HandGrip

Dynamometer,

Expanding

Dynamometer,

Push Pull

Strength),

Flexibility

(Flexibility

meter),

timbangan

berat badan &

microtois

Komponen

Daya tahan

jantung-paru

(Bleep Test),

Flexibility (tes

mistar),

Kekuatan otot

(Hand Grip,

Back Leg

Strength, Push

Pull Strength),

Komposisi

Tubuh (IMT)

Skor kebugaran

Nilai (untuk analisis

univariat)

1. Baik sekali : 22-

25

2. Baik : 18-21

3. Sedang : 14-17

4. Kurang : 10-13

5. Kurang sekali :

05-09

(tes kesegaran jasmani

indonesia. Depdikbud.

1997)

Rasio

Ordinal

Usia Lamanya waktu

hidup sejak lahir

sampai saat

penelitian yang

diukur berdasarkan

tahun kelahiran

dengan tahun saat

penelitian

Kuesioner Wawancara Tahun Rasio

Status Gizi Keadaan Kesehatan

akibat interaksi

tubuh manusia, zat

gizi, dan makanan

diukur dengan

menggunakan

Timbangan

seca dengan

ketelitian 0.1

dan microtois

dengan

ketelitian 0.1

Mengukur

tinggi badan

dan berat

badan

1.Sangat Kurus

<17.0 kg/m2

2.Kurus 17.0 – 18.4

kg/m2

3.Normal 18.5 – 25.0

kg/m2

Ordinal

Page 70: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

indeks antropometri

IMT

(Depkes, 2007)

cm 4.Gemuk 25.1 – 27.0

kg/m2

5.Obesitas >27.0

kg/m2

(Depkes RI, 2003)

Latihan Fisik Aktivitas yang

dilakukan dengan

frekuensi selain

aktivitas bekerja

yang dilakukan 3 x

s/d 5 kali/minggu

dengan durasi

minimal 2-3 jam

dalam seminggu.

Kuesioner Wawancara Skor Latihan Fisik

Nilai (untuk analisis

univariat)

1. Baik : 3-4

2. Rendah : 1-2

(Depkes RI, 2012)

Rasio

Ordinal

Asupan Zat

Gizi mikro

(Kalsium)

Jumlah Asupan

Kalsium yang

dikonsumsi oleh

karyawan dalam

periode tertentu

yaitu hari, minggu,

bulan dan tahun

(Dari asupan

makanan)

Formulir Food

Frequency

Questionnaire

Semi

Kuantitatif

Metode Food

Frequency

Questionnaire

Semi

Kuantitatif

mg/hari

Nilai (untuk analisis

univariat)

1. Cukup ≥ 100%

AKG

2. Kurang < 100%

AKG

(Sumber: AKG, 2013)

Rasio

Ordinal

Asupan Zat

Gizi Mikro

Zat Besi (Fe)

Jumlah Asupan Zat

Besi yang

dikonsumsi oleh

karyawan dalam

periode tertentu

yaitu hari, minggu,

bulan dan tahun

(Dari asupan

makanan)

Formulir

Food

Frequency

Questionnaire

Semi

Kuantitatif

Metode Food

Frequency

Questionnaire

Semi

Kuantitatif

mg/hr

Nilai (untuk analisis

univariat)

1. Cukup ≥ 100%

AKG

2. Kurang < 100%

AKG

(Sumber: AKG, 2013)

Rasio

Ordinal

Asupan Zat

Gizi Mikro

Vitamin C

Jumlah Asupan

Vitamin C yang

dikonsumsi oleh

karyawan dalam

periode tertentu

yaitu hari, minggu,

bulan dan tahun

(Dari asupan

makanan)

Formulir

Food

Frequency

Questionnaire

Semi

Kuantitatif

Metode Food

Frequency

Questionnaire

Semi

Kuantitatif

mg/hr

Nilai (untuk analisis

univariat)

1. Cukup ≥ 100%

AKG

2. Kurang < 100%

AKG

(Sumber: AKG, 2013)

Rasio

Ordinal

Page 71: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

3.3 Hipotesis

a. Ada Hubungan antara Usia terhadap Status Kebugaran

b. Ada Hubungan antara Status Gizi terhadap Status Kebugaran

c. Ada hubungan antara Latihan Fisik terhadap Status Kebugaran

d. Ada hubungan antara Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin

C) terhadap Status Kebugaran.

Page 72: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan pendekatan

cross sectional, dimana setiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali

saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek

penelitian.

Penelitian analitik akan menginterprestasikan gambaran dari

Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium,

Zat Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran Karyawan di Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan dan akan diuji

dengan menggunakan pengolahan data statistik

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu 16 Agustus 2014, Penelitian ini dilakukan di Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan, dengan

Jumlah 105 orang karyawan.

Sampel adalah objek yang diteliti dan mampu mewakili seluruh

populasi. Dalam pengambilan sampel penelitian ini digunakan Total Populasi

yaitu seluruh jumlah populasi karyawan tetap Universitas Muhammadiyah

Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yang diambil sebagai sampel.

Page 73: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

1. Karyawan tetap Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau

Jakarta Selatan

2. Jenis kelamin pria dan wanita

3. Sehat jasmani dan rohani

Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil

sebagai sampel.

1. Karyawan yang tidak bersedia menjadi responden

2. Responden yang diketahui menderita Penyakit Tidak Menular (Jantung,

Diabetes Mellitus, Hipertensi) berdasarkan surat keterangan dokter

maupun data kesehatan karyawan yang dimiliki oleh bagian kepegawaian

UHAMKA.

3. Responden yang menderita penyakit gangguan pernafasan (Asma)

4. Responden yang sedang mengalami cedera pada ekstremitas bagian bawah

selama 6 bulan terakhir.

4.4 Pengukuran dan Pengamatan Variabel

4.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data yang dibutuhkan, peneliti

melakukan penelitian sendiri secara langsung (data primer) dan dengan

bantuan dari berbagai pihak (data sekunder). Adapun jenis data yang

dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini

pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dibantu oleh enambelas (16)

enumerator yang sebelumnya sudah terlebih dahulu dilatih oleh instruktur

olahraga selama 2 hari, dan sudah dilakukan uji coba di Sekolah

Muhammadiyah 3 Limau Jakarta Selatan. Enumerator berasal dari mahasiswa

program studi Gizi UHAMKA Semester tujuh (7) & delapan (8) yang sudah

mendapatkan mata kuliah Penilaian Status Gizi (PSG) dan dibantu oleh Dosen

Page 74: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Fisiologi Olahraga Bapak Defrizal Siregar, dan tiga orang assistennya yaitu

Mahasiswa Semester Akhir Fakultas Olahraga UNJ.

a. Data Primer

Dalam hal ini pengumpulan data primer akan dilakukan dengan cara:

a. Mengukur Komposisi Tubuh dengan menimbang berat badan sesuai

bathroom scale (ketelitian 0,1 kg) dan tinggi badan diukur dengan

microtoise (ketelitian 0,1 cm)

b. Mengukur Fleksibilitas dengan menggunakan fleksibility meter.

c. Mengukur daya tahan dan kekuatan otot dengan melakukan HandGrip,

Back Leg Strength, Push Pull Strength.

d. Mengukur ketahanan kardiorespiratori (Jantung-Paru) dengan

melakukan Bleep Test.

e. Mengumpulkan data karakteristik karyawan (Usia, Jenis Kelamin)

dengan menggunakan kuesioner.

f. Data Asupan Kalsium, Zat Besi, Vitamin C diperoleh melalui formulir

Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif.

g. Data Latihan fisik diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner.

Setelah melakukan tes jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi

tubuh yang terdiri dari, Bleep Test, Hand Grip, Back Leg Strength, Push Pull

Strength, Fleksibilitas dan IMT. Maka hasil dari masing-masing pengukuran

tersebut yang sudah disesuaikan dengan normanya masing-masing diberikan

nilai yang sudah disesuaikan dengan hasilnya yaitu:

Nilai Pengukuran

Kategori Nilai

Kurang Sekali 1

Kurang 2

Cukup 3

Baik 4

Baik Sekali 5

Page 75: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Dan setelah hasil tersebut sudah disesuaikan dengan nilainya masing-masing

maka nilai keseluruhan tersebut dijumlahkan hingga mendapatkan status

kebugaran berdasarkan norma berikut ini:

Norma Tes Kebugaran

Klasifikasi Norma Tes Kebugaran

Baik Sekali 22-25

Baik 18-21

Sedang 14-17

Kurang 10-13

Kurang Sekali 05-09

(Sumber : Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Depdikbud. 1997)

b. Data Sekunder

Adapun data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen

Universitas berupa jumlah para karyawan dan daftar nama karyawan tetap

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.

4.4.2 Teknik Analisis Data

a. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui proses sebagai

berikut:

1) Pemeriksaan Data (editing)

Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan

isian formulir atau kuisioner tersebut:

1). Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi

2). Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas

atau terbaca

3). Apakah jawaban relevan dengan pertanyaannya

4). Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban

pertanyaan yang lainnya.

Dalam penelitian ini dilakukan penyuntingan data yang telah dikumpulkan

dengan cara memeriksa kelengkapan pengisian pertanyaan yang diajukan,

Page 76: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

kejelasan pengisian dan kesalahan jawaban dari setiap kuisioner yang diisi

oleh responden.

2) Pemberian coding

Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan. Dengan kegunaan memudahkan pada saat

mengentry data.

3) Memasukkan data (Data Entry) atau Processing

Data Entry adalah jawaban-jawaban dari masing-masing responden

yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau “software” computer.

4) Pembersihan data (cleaning)

Semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan,

dan sebagainya, kemudian diberikan pembetulan atau koreksi.

b. Analisis Data

Pada tahap analisis ini lebih banyak menggunakan perangkat computer.

Analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

1. Analisis Univariat

Tujuan dari analisis univariat ini adalah untuk melihat distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel yang terdiri dari:

a. Variabel Independent: variabel independen dalam penelitian ini

meliputi Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro

(Kalsium, Zat Besi, Vitamin C).

b. Variabel Dependent: variabel dependent dalam penelitian ini adalah

Status Kebugaran.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

independent dan variabel dependent. Untuk melihat hubungan masing-

masing variabel yang diteliti dilakukan uji statistik. Pada penelitian ini

Page 77: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

uji statistic yang digunakan adalah Korelasi Pearson atau Pearson

Corellation, yaitu untuk mengukur hubungan antara dua variabel.

Interpretasi uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, dan

arah korelasinya. Rumus Uji Pearson Product Moment (docs.google.com)

Keterangan:

r = Pearson r corellation coefficient

n = Jumlah sampel

Nilai r (rho) juga berada di antara -1 ≤ r ≤ 1. Bila nilai r = 0, berarti tidak

ada korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel independen dan

dependen. Nilai r = +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara

variabel independenn dan dependen. Nilai r = -1 berarti terdapat

hubungan yang negatif antara variabel independen dan dependen.

Dengan kata lain tanda + dan – menunjukan arah hubungan diantara

variabel yang sedang dioperasionalkan

(belajarbersamahannin.blogspot.com).

1. bila nilai p-value lebih kecil atau sama dengan α 0,05 berarti

hipotesis alternatif diterima, artinya secara statistik terdapat

hubungan yang bermakna (significant) antara kedua variabel yang

diteliti;

2. bila nilai p-value lebih besar dari α 0,05 berarti hipotesis alternatif

ditolak artinya secara statistik tidak terdapat hubungan yang

bermakna (significant) antara kedua variabel yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010).

Page 78: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Panduan Interpretasi Hasil Uji Korelasi

berdasarkan Kekuatan Korelasi, nilai p, dan arah korelasi

No

Parameter Nilai Interpretasi

1. Kekuatan Korelasi (r) 0.00-0.25 Tidak ada

hubungan/hubungan

lemah

0.26-0.50 hubungan sedang

0.51-0.75 hubungan kuat

0.76-1.00 hubungan sangat kuat

2. Nilai p P <0.05

Terdapat korelasi

yang bermakna antara

dua variabel yang

diuji.

P >0.05 Tidak terdapat

korelasi yang

bermakna antara dua

variabel yang diuji.

3. Arah Korelasi + (positif) Searah, semakin besar

nilai satu variabel

semakin besar pula

nilai variabel lainnya

- (negatif) Berlawanan arah,

semakin besar nilai

satu variabel semakin

kecil nilai variabel

lainnya.

(sumber : Pelatihan Analisa Data dengan SPSS. 2009)

Page 79: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Sejarah

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Prof. DR.

HAMKA. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA merupakan salah

satu perguruan tinggi swasta milik persyarikatan Muhammadiyah yang

berkedudukan di Jakarta. Sebagai salah satu amal usaha Muhammadiyah,

UHAMKA adalah perguruan tinggi berakidah islam yang bersumber pada

Al-Qur’an dan As-sunah serta berdasrakan pancasila dan UUD 1945 yang

melaksanakan tugas caturdharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah, yaitu

menyelenggarakan pembinaan ketakwaan dan keimanan kepada Allah

SWT., pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada

masyarakat menurut tuntunan Islam.

UHAMKA adalah perubahan bentuk dari Institut Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Jakarta dengan nama awal Perguruan

Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). PTPG ini diresmikan pada tanggal 12

Rabiul Awal 1377 H atau 18 November 1957 M, dengan para pendiri

diantaranya adalah Arso Sosroatmodjo (Ketua) dan HS Prodjokusomo

(sekretaris). Sejalan dengan kebiajakan pemerintah, pada tahun 1958 PTPG

berubah menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang

menginduk kepada Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Pada tahun

itu juga, FKIP dipercaya oleh Jawatan Pendidikan Agama, Kementerian

Agama, untutk mendidik pegawainya agar menjadi guru PGA yang bermutu.

Pada tahun 1956, FKIP UMJ berdiri sendiri dengan nama IKIP

Muhammadiyah Jakarta (IKIP-UMJ) dan pada tahun 1979 sampai dengan

tahun 1990 mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

program Diploma Proyek Pendidikan Tenaga Kependidikan. Selanjutnya

tahun 1990 hingga tahun 1997 IKIP-MJ mendapat kepercayaan untuk

Page 80: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

mengelola Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Program D2

PGSD kemudian berlanjut hingga tahun 2007.

Pada tanggal 30 Mei 1997 Dirjen DIKTI Depikbud memutuskan dan

menetapkan perubahan bentuk IKIP-MJ menjadi Universitas

Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA dengan Keputusan Dirjen Dikti

Depdikbud No. 138/DIKTI/Kep/1997, tanggal 30 Mei 1997. Ketika

UHAMKA diresmikan memiliki lima Fakultas, yaitu:

1. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

2. Fakultas Ekonomi

3. Fakultas Teknik

4. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Pada tanggal 13 Maret 1998 dibuka Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)

berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor

91/DIKTI/Kep/1998. Dalam perkembangan selanjutnya FKM diubah

menjadi Fakuktas Ilmu-Ilmu Kesehatan (Fikes) berdasarkan keputusan

Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Nomor

046/e.02.04/2002, tanggal 12 Februari 2002. Pada tanggal 5 Juni 1998

dibuka Fakultas Ilmu Politik (FISIP) berdasrkan Keputusan Direktur

Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 163/DIKTI/Kep/1998. Pada tanggal 12

Maret 1999 dibuka Fakultas Agama Islam (FAI) berdasarkan Keputusan

Kopertais Wilayah I DKI Jakarta Nomor 119 Tahun 1999. Pada tanggal 9

Juli 2003 dibuka Fakultas Psikologi berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti

Depdiknas Nomor 1420/D/T/2003, perihal Ijin Penyelenggaraan Program

Jenjang (S1). Dan Saat ini jumlah karyawan tetap di UHAMKA Limau

adalah sebanyak 105 karyawan.

Page 81: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

5.1.2 Kegiatan Olahraga Penunjang

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka menyediakan kegiatan

olahraga penunjang kepada karyawan dan dosen, yang dilaksanakan satu

minggu sekali setiap hari jumat. Kegiatan yang dilakukan ini ditujukan

kepada para karyawan UHAMKA maupun para dosen Universitas. Ada

perbedaan kegiatan olahraga yang dilakukan pada karyawan laki-laki dan

karyawan perempuan. Pada karyawan dan dosen laki-laki olahraga yang

dilakukan adalah futsal, sedangkan olahraga yang dilakukan pada karyawan

dan dosen perempuan adalah bulu tangkis. Kegiatan ini dilakukan ditempat

yang berbeda, olahraga futsal biasanya dilaksanakan di daerah Pondok Indah,

sedangkan perempuan dilaksanakan di hall Radio Dalam. Namun kegiatan

olahraga yang disediakan olah pihak kampus tidak berjalan dengan

semestinya, pada olahraga futsal pada karyawan laki-laki hanya sedikit yang

mengikuti kegiatan tersebut dan hampir tidak semuanya mengikuti olahraga

futsal yang dilaksanakan setiap hari jumat. Sedangkan pada olahraga bulu

tangkis pada karyawan perempuan sudah tidak lagi berjalan sejak satu tahun

ini.

5.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Tabel 5.1

Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-Laki

Perempuan

42

13

76.4

23.6

Total 55 100

Penelitian status kebugaran karyawan UHAMKA terdiri dari 55 karyawan

tetap dengan jenis kelamin terbanyak laki-laki yaitu 42 responden (76.4%), dan

13 responden wanita dengan persentase 23.6%.

Page 82: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Tabel 5.2

Distribusi Responden menurut Kebiasaan Berolahraga

Kebiasaan Olahraga n %

Ya

Tidak

36

19

65.5

34.5

Total 55 100

Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa Karyawan Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yang sering melakukan

kebiasaan berolahraga adalah 36 responden (65.5%) dan yang tidak melakukan

kebiasaan berolahraga 19 responden (34.5%).

WHO (2002) menyatakan bahwa kurangnya aktivitas fisik dan gaya

hidup sedentary dapat menyebabkan penurunan kesehatan dan kebugaran

sehingga meningkatkan resiko penyakit tidak menular. Kekurangan gerak atau

kurangnya keterlibatan secara aktif dalam berolahraga dapat menyebabkan

derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi ini dapat terlihat, seperti cepat

lelah saat melakukan tugas sehari-hari, kecepatan dan daya tahan yang rendah,

serta penampilan yang tampak lemas dan gairah hidup yang kurang.

Tabel 5.3

Distribusi Responden menurut Frekuensi Berolahraga

Frekuensi Olahraga n %

1 kali/minggu

2 kali/minggu

3 kali/minggu

4 kali/minggu

5 kali/minggu

Tidak pernah berolahraga

22

9

1

3

1

19

40

16.4

1.8

5.5

1.8

34.5

Total 55 100

Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya

latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau dilakukan 3-5 kali

seminggu minimal 30 menit setiap kali berolahraga (Moelyono Ws, 1991).

Dalam penelitian ini jumlah responden yang sering melakukan olahraga dengan

frekuensi olahraga 1 kali/minggu yaitu sebanyak 22 orang (40%) dari 36 orang

responden yang sering melakukan olahraga dengan rutin.

Page 83: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Tabel 5.4

Distribusi Responden menurut Durasi Berolahraga

Durasi Olahraga n %

<30 menit

30 menit-1 jam

2-3 Jam

Tidak pernah berolahraga

11

20

5

19

20

36.4

9.1

34.5

Total 55 100

Lamanya latihan akan mendapatkan hasil latihan yang baik sehingga

cukup bermanfaat bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya. Makin besar

intensitas latihan maka makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas

kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik yang

maksimal. Berdasarkan hasil distribusi Durasi berolahraga karyawan, diketahui

jumlah karyawan yang sering melakukan olahraga adalah 36 responden dan yang

tidak melakukan olahraga yaitu 19 orang. Maka berdasarkan tabel 5.4 diketahui

bahwa dari 36 responden yang sering berolahraga hanya 20 responden (36.4%)

dengan durasi berolahraga 30 menit- 1 jam dan durasi terendah 2-3 jam terdiri

dari 5 orang (9.1%)

Tabel 5.5

Distribusi Responden menurut Waktu Berolahraga

Waktu Olahraga n %

Sebelum bekerja

Sesudah bekerja

Akhir pekan

Tidak pernah berolahraga

7

9

20

19

12.7

16.4

36.4

34.5

Total 55 100

Berdasarkan penelitian status kebugaran karyawan UHAMKA diketahui

bahwa karyawan lebih sering melakukan olahraga pada akhir pekan yaitu 20

responden (36.4%) dan yang sering melakukan olahraga sebelum bekerja yaitu 7

responden (12.7%). Menurut Wendy Burngardner (2011) waktu yang tepat untuk

melakukan olahraga adalah saat pagi hari. Beberapa alasan yang mendukung

teori ini yaitu, olahraga pada pagi hari dapat meningkatkan denyut jantung dan

membakar lebih banyak kalori, meningkatkan semangat dalam beraktifitas

seharian.

Page 84: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Tabel 5.6

Distribusi Responden menurut Jenis Olahraga

Jenis Olahraga n %

Senam aerobic

Jalan kaki

Jogging

Lain-lain

Tidak pernah berolahraga

3

13

13

7

19

5.5

23.6

23.6

12.7

34.5

Total 55 100

Dari 36 responden yang sering melakukan olahraga, diketahui 13

responden (26.6%) melakukan jenis olahraga jalan kaki, dan jenis olahraga

jogging sebanyak 13 orang (23.6%), sedangkan paling sedikit responden

melakukan jenis olahraga senam aerobik sebesar 3 responden (5.5%). Berjalan

kaki merupakan latihan fisik yang sering dilakukan yang memiliki banyak

keuntungan seperti tidak banyaknya biaya yang dikeluarkan, mudah, dan

memiliki resiko cedera yang kecil. Jogging adalah lari perlahan secara kontinyu.

Jogging bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran jantung-paru dan otot. Pada

saat selesai melakukan jogging sebaiknya disarankan untuk tidak berhenti secara

mendadak melainkan tetap berlari atau berjalan secara perlahan hingga detak

jantung kembali normal, dan Senam aerobik merupakan olahraga yang diiringi

irama dinamis yang mendatangkan keceriaan, dengan intensitas yang dapat

dipilih sesuai dengan irama musik.

Tabel 5.7

Distribusi Responden menurut Alasan Tidak Berolahraga

Alasan tidak Olahraga n %

Tidak ada keterangan

Capek

Kerja

Malas

Sibuk

Tidak ada waktu

Tidak sempat

43

1

1

2

1

6

1

78.2

1.8

1.8

3.4

1.8

10.9

1.8

Total 55 100

Dari 55 responden, diperolehnya alasan tidak melakukan olahraga yaitu

tidak ada waktu sebanyak 6 responden (10.9%).

Page 85: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

5.3 Hasil Analisis

a. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

variabel-variabel yang diteliti. Analisis univariat yang dilakukan meliputi

variabel bebas, meliputi usia, status gizi, latihan fisik dan asupan zat gizi mikro

(kalsium, zat besi, vitamin C) dan variabel terkait dalam penelitian ini adalah

status kebugaran dengan metode Bleep Test, Hand Grip, Back Leg Strength,

Push Pull Strength, Tes Fleksibilitas dan IMT karyawan Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta.

1) Gambaran Usia

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Usia Karyawan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.

Hamka Limau Jakarta Tahun 2014

Usia n %

Remaja Akhir (17-25 tahun) 3 5.5

Dewasa Awal (26-35 tahun) 16 29.1

Dewasa Akhir (36-45 tahun) 23 41.8

Lansia awal (46-55 tahun) 13 23.6

Total 55 100

Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang sangat jauh lebih

baik, ini dikarenakan fungsi organ tubuh akan tumbuh secara optimal. Pada

Tabel 5.8 diatas diketahui bahwa responden yang paling banyak menjadi subjek

penelitian yaitu berusia 36-45 tahun (41.8%) dan usia responden yang paling

sedikit ikut melakukan penelitian kebugaran yaitu berusia 17-25 tahun (5.5%).

2) Gambaran Status Gizi

Tabel 5.9

Distribusi Frekuensi Status Gizi Karyawan

IMT n %

Sangat kurus

kurus

Gemuk

Obesitas

Normal

1

0

12

18

24

1.8

0

21.8

32.7

43.6

Total 55 100

Page 86: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 55 responden,

diketahui karyawan yang sangat kurus berjumlah 1 responden (1.8%), kurus

(0%), gemuk 12 responden (21.8%), obesitas 18 responden (32.7%) dan

karyawan dengan status gizi normal berjumlah 24 responden (43.6%).

3) Gambaran Latihan Fisik

Tabel 5.10

Distribusi Frekuensi Latihan Fisik Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof.

Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014

Latihan Fisik n %

Rendah

Baik

54

1

98.2

1.8

Total 55 100

Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa Karyawan Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta memiliki distribusi frekuensi

latihan fisik yang rendah yaitu sebanyak 54 responden (98.2%) dan frekuensi

latihan fisik yang baik pada karyawan hanya 1 responden (1.8%). Jenis olahraga

yang paling banyak dilakukan adalah jalan kaki dan jogging, sedangkan

frekuensi berolahraga yang paling sering dilakukan yaitu 1 kali/minggu dengan

durasi 30 menit-1 jam yang dilakukan pada akhir pekan. Menurut Wendy

Burngardner (2011) waktu yang tepat untuk melakukan olahraga adalah saat pagi

hari. Beberapa alasan yang mendukung teori ini yaitu, olahraga pada pagi hari

dapat meningkatkan denyut jantung dan membakar lebih banyak kalori,

meningkatkan semangat dalam beraktifitas seharian. WHO (2002) menyatakan

bahwa kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup sedentary dapat menyebabkan

penurunan kesehatan dan kebugaran sehingga meningkatkan resiko penyakit

tidak menular. Kekurangan gerak atau kurangnya keterlibatan secara aktif dalam

berolahraga dapat menyebabkan derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi

ini dapat terlihat, seperti cepat lelah saat melakukan tugas sehari-hari, kecepatan

Page 87: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

dan daya tahan yang rendah, serta penampilan yang tampak lemas dan gairah

hidup yang kurang. Alasan responden tidak berolahraga yaitu tidak adanya waktu

untuk mereka dapat melakukan olahraga dikarenakan kesibukan mereka.

4) Gambaran Asupan Zat Gizi Mikro (Kalisum, Zat Besi, Vitamin C)

Tabel 5.11

Deskripsi Asupan Zat Gizi Mikro (Klasium, Zat Besi, Vitamin C)

Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta

Tahun 2014

Pola Makan Asupan Kalsium

(mg/hr)

Asupan Fe

(Zat Besi) mg/hr

Vitamin C

(mg/hr)

Rata-Rata Asupan

Asupan terendah

Asupan tertinggi

1038.7

131.97

3941

25.25

2.46

87

131

2.16

530

Total 55

Dalam Penelitian ini diketahui rata-rata asupan kalsium dari 55

responden yaitu, 1038.7 mg/hari dengan asupan terendah 131.97 mg/hari dan

asupan kalsium tertinggi 3941 mg/hari. Sedangkan pada Asupan Fe (Zat Besi)

rata-rata asupan karyawan yaitu 25.25 mg/hr dengan asupan Fe (Zat Besi)

terendah 2.46 mg/hari dan asupan Fe (Zat Besi) tertinggi 87 mg/hari. Pada

vitamin C rata-rata asupan 131 mg/hari, dengan asupan Fe (Zat Besi) terendah

2.16 mg/hari dan asupan Fe (Zat Besi) tertinggi 53.0 mg/hari.

Tabel 5.12

Deskripsi Asupan Kalsium (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah

Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014

Asupan Kalsium (mg/hr) n %

Kurang

Cukup

37

18

67.3

32.7

Total 55 100

Pada penelitian ini di lakukan penelitian asupan zat gizi mikro yaitu

kalsium, Fe, Zat besi dengan menggunakan Food Frequency Questionnaire

Semi Kuantitataif. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat

Page 88: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

di dalam tubuh, yaitu 1.5%-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang

lebih sebanyak 1 kg.

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa asupan kalsium (mg/hari)

karyawan UHAMKA yaitu 37 responden (67.3%) memiliki asupan kalsium

kurang, sedangkan 18 responden (32.7%) memiliki asupan kalsium yang

cukup.

Tabel 5.13

Deskripsi Asupan Zat Besi (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah

Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014

Asupan Zat Besi (mg/hr) n %

Kurang

Cukup

30

25

54.5

45.5

Total 55 100

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam

tubuh manusia, yaitu sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia dewasa. Pada

penelitian ini asupan zat besi dilakukan dengan menggunakan FFQ Semi

Kuantitatif sebanyak 55 responden. Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa

asupan Zat Besi (mg/hari) karyawan UHAMKA yaitu sebanyak 30 responden

(54.5%) asupan kalsium (mg/hr), sedangkan 25 responden (45.5%) dinyatakan

memiliki asupan zat besi yang cukup.

Tabel 5.14

Deskripsi Asupan Vitamin C (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah

Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014

Asupan Vitamin C (mg/hr) n %

Kurang

Cukup

35

20

63.6

36.4

Total 55 100

Vitamin C merupakan vitamin yang memiliki proses metabolisme sel

hidup yang diperlukan didalam tubuh manusia. Berdasarkan penelitian dengan

jumlah sampel 55 orang karyawan diketahui bahwa karyawan yang memiliki

asupan vitamin c yang kurang mengkonsumsi makan-makanan yang tinggi

Page 89: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

vitamin C sebanyak 35 responden (63.6%) sedangkan karyawan yang cukup

mengkonsumsi asupan vitamin c yaitu 20 responden (36.5%).

5) Status Kebugaran

Tabel 5.15

Deskripsi Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.

Hamka Limau Jakarta Tahun 2014

Status Kebugaran n %

Baik

Kurang

Kurang Sekali

Sedang

1

18

30

6

1.8

32.7

54.5

10.9

Total 55 100

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kebugaran karyawan

di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka Limau Jakarta Tahun 2014,

dengan jumlah karyawan tetap yang menjadi responden sebesar 55 orang.

Kebugaran merupakan salah satu indicator dalam menentukan derajat

kesehatan seseorang. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar maka seseorang

dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Berdasarkan tabel 5.15,

diketahui bahwa sebanyak 30 responden (54.5%) memiliki status kebugaran

yang kurang sekali, 18 responden (32.7%) memiliki status kebugaran kurang,

6 responden (10.9%) memiliki status kebugaran sedang, dan 1 responden

(1.8%) memiliki status kebugaran baik.

Page 90: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

6) Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat

Tabel 5.16

Rekapitulasi Analisis Univariat

No Variabel Kategori n %

1 Usia Remaja Akhir (17-25

thn)

Dewasa Awal (26-35

thn)

Dewasa Akhir (36-45

thn)

Lansia awal (46-55 thn)

3

16

23

13

5.5

29.1

41.8

23.6

2 Status Gizi

Sangat kurus

Kurus

Gemuk

Obesitas

Normal

1

0

12

18

24

1.8

0

21.8

32.7

43.6

2 Latihan Fisik Rendah

Baik

54

1

98.2

1.8

3 Asupan

Kalsium

Kurang

Cukup

37

18

67.3

32.7

4 Asupan Zat

Besi

Kurang

Cukup

30

25

54.5

45.5

5 Asupan

Vitamin C

Kurang

Cukup

35

20

63.6

36.4

6 Status

Kebugaran

Baik

Kurang

Kurang Sekali

Sedang

1

18

30

6

1.8

32.7

54.5

10.9

Page 91: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel untuk membuktikan hipotesis penelitian. Dalam hal ini untuk melihat

hubungan usia, status gizi, latihan fisik, dan asupan zat gizi mikro (kalsium, zat

besi, vitamin c), yang mempengaruhi status kebugaran karyawan Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta, maka dilakukan analisis

bivariat dengan uji statistic korelasi.

1) Hubungan antara Usia dengan Status Kebugaran

Tabel 5.17

Distribusi Hubungan Usia dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas

Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014

Variabel Status Kebugaran

Usia

r P value

0.004 0.979

Total 55

Dalam Penelitian status kebugaran variabel usia juga merupakan salah

satu variabel yang diteliti. Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang

biasanya jauh lebih baik dikarenakan fungsi organ tubuh tumbuh secara

optimal. Dari hasil statistik diatas nilai r adalah 0.004, dalam kekuatan korelasi

(r) 0.004 tidak adanya hubungan/hubungan yang lemah. P (value) adalah 0.979

lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan

bermakna antara usia terhadap status kebugaran.

Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan

bertambahnya usia, namun penurunan ini akan berkurang bila seseorang

berolahraga secara teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran akan

meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan

terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0.8-

1 % per tahun (Buku Panduan Olahraga Bagi Kesehatan, 2002).

Page 92: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

2) Hubungan antara Status Gizi dengan Status Kebugaran

Tabel 5.18

Distribusi Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran Karyawan

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014

Variabel Status Kebugaran

Status Gizi

r P value

0.382 0.004

Total 55

Analisis hubungan antara status gizi diukur dengan indikator IMT (Indeks

Massa Tubuh) dan status kebugaran diukur berdasarkan tes kardiorespiratori,

daya tahan dan kekuatan otot, fleksibilitas, dan komposisi tubuh. Status gizi

diukur dengan menggunakan uji korelasi. Hasil analisis hubungan kedua

variabel dipaparkan dalam tabel 5.18. berdasarkan hasil analisis pada tabel

diatas diketahui bahwa antara IMT dengan status kebugaran memiliki hubungan

yang signifikan yaitu nilai r 0.320 memiliki interprestasi hubungan yang sedang

dan P value 0.004 terdapat korelasi yang bermakna.

3) Hubungan antara Latihan Fisik dengan Status Kebugaran

Tabel 5.19

Distribusi Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran

Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta

Tahun 2014

Variabel Status Kebugaran

Latihan Fisik

r P value

0.320 0.017

Total 55

Dari hasil analisis statistik dengan uji korelasi didapatkan r adalah

0.320 yaitu adanya hubungan yang sedang, sedangkan P value adalah 0.017

yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara latihan fisik dengan status

Page 93: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

kebugaran. Adanya hubungan antara latihan fisik dengan status kebugaran

karena kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua kesegaran jasmani dimana

latihan fisik dapat meningkatkan kebugaran jasmani seseorang.

4) Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C)

Tabel 5.20

Distribusi Hubungan Asupan Kalsium (mg/hr) dengan Status Kebugaran

Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta

Tahun 2014

Variabel Status Kebugaran

Asupan Kalsium

(mg/hr)

r P value

-0. 171 0.212

Total 55

Kebugaran adalah dasar untuk membangun tubuh yang sehat dan

tubuh yang sehat akan lebih produktif dan dapat terhindar dari berbagai macam

penyakit salah satunya adalah Penyakit Tidak Menular. Tingkat kebugaran dan

kesehatan individu dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu pengaturan asupan

makanan/zat gizi, istirahat dan olahraga. Dalam penelitian ini dilakukan

penelitian mengenai peran penting asupan zat gizi mikro kasium, berdasarkan

hasil analisis statistik dengan uji korelasi didapatkan r -0.171 yaitu arah korelasi

dengan nilai – (negatif) berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel,

semakin kecil nilai variabel lainnya dan r -0.171 tidak ada hubungan /hubungan

lemah. Sedangkan pada P value didapatkan 0.212 lebih besar dari 0.05 maka

diketahui tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji

sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan bermakna antara asupan kalsium

terhadap status kebugaran.

Page 94: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Tabel 5.21

Distribusi Hubungan Asupan Zat Besi (mg/hr) dengan Status Kebugaran

Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta

Tahun 2014

Variabel Status Kebugaran

Asupan Zat Besi

(mg/hr)

r P value

-0. 034 0.805

Total 55

Dalam penelitian kebugaran ini salah satu asupan zat gizi mikro yang

dijadikan variabel penelitian adalah zat besi. Berdasarkan tabel diatas diketahui

bahwa r -.0.034 yaitu tidak adanya hubungan/hubungan lemah dan berlawanan

arah, semakin besar nilai satu variabel maka semakin kecil nilai variabel yang

lainnya. Diperolehnya nilai P (value) 0.805 > 0.05 dapat dikatakan tidak ada

hubungan bermakna antara asupan zat besi dengan status kebugaran.

Tabel 5.22

Distribusi Hubungan Asupan Vitamin C (mg/hr) dengan Status

Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau

Jakarta Tahun 2014

Variabel Status Kebugaran

Asupan Vitamin C

(mg/hr)

r P value

-0.218 0.109

Total 55

Tingkat kebugaran dan kesehatan individu dipengaruhi oleh beberapa

faktor utama salah satunya adalah pengaturan asupan makanan/zat gizi,. Dalam

penelitian ini dilakukan penelitian mengenai peran penting asupan zat gizi

mikro Vitamin C. berdasarkan hasil statistik diatas nilai r adalah -0.218 yaitu

tidak adanya hubungan/hubungan lemah. Sedangkan nilai P (value) 0.109 lebih

besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna

antara zat gizi mikro vitamin C dengan status kebugaran.

Page 95: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

5) Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat

Tabel 5.23

Rekapitulasi Analisis Bivariat

Status Kebugaran

Variabel r P value Keterangan

Usia 0.004 0.979 Tidak ada Hubungan

Status Gizi 0.382 0.004 Hubungan sedang dan

terdapat korelasi yang

bermakna

Latihan Fisik 0.320 0.017 Hubungan sedang dan

terdapat korelasi yang

bermakna

Asupan

Kalsium

(mg/hr)

Asupan Zat

Besi (mg/hr)

Asupan

Vitamin C

(mg/hr)

-0. 171

-0. 034

-0.218

0.805

0.212

0.109

Hubungan lemah dan tidak

terdapat korelasi yang

bermakna

Page 96: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

6.1.1 Keterbatasan Responden Penelitian

Responden dalam penelitian status kebugaran ini terbatas, jumlah

karyawan UHAMKA yang hadir pada saat penelitian kebugaran berlangsung

tidak semuanya hadir, seharusnya jumlah karyawan yang menjadi sampel

pada penelitian ini adalah 105 orang karyawan, tetapi karena sebagian

karyawan sibuk dan tidak bersedia untuk mengikuti tes kebugaran maka

jumlah responden yang mengukuti tes kebugaran ini adalah 55 orang.

6.2 Pembahasan Univariat

6.2.1 Usia

Dari penelitian didapatkan lebih banyak karyawan yang berusia

Dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 41.8%. Usia seseorang akan

mempengaruhi kondisi, kemampuan, dan kapasitas tubuh dalam melakukan

aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan bertambahnya

usia. Kapasitas kerja berkurang hingga 80% pada usia 50 tahun dan pada usia

60 tahun kapasitas kerja berkurang hingga 60% dibandingkan dengan umur 25

tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astrand, dinyatakan

bahwa sebelum memasuki masa pubertas, laki-laki dan perempuan pada usia

yang sama tidak memiliki perbedaan signifikan dalam hal kekuatan aerobik

maksimal. Pada kekuatan otot, usia juga memiliki pengaruh signifikan.

Kekuatan otot mencapai puncaknya pada usia 20 tahun dan kekuatan otot

dapat ditingkatkan dengan latihan peningkatan kekuatan otot dan peningkatan

waktu dari sinergisitas otot pada aktivitas sehari-hari.

Page 97: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

6.2.2 Status Gizi

Status gizi responden dalam penelitian ini dilihat berdasarkan indeks

masa tubuh (IMT). Sesuai dengan standar status gizi menurut IMT untuk

orang Indonesia dari Depkes RI, dengan nilai IMT untuk status gizi normal

yaitu 18.5-25.0 kg/m2, maka diketahui sebanyak 1 responden (1.8%)

karyawan UHAMKA memiliki status gizi sangat kurus, status gizi gemuk 12

responden (21.8%), status gizi karyawan yang obesitas 18 responden (32.7%)

dan responden yang memiliki status gizi normal yaitu 24 responden (43.6%).

Responden dengan status gizi gemuk dengan persentase 21.8% jauh lebih

rendah dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi normal

sebesar 43.6%. Jika dibandingkan dengan hasil survey Riskesdas 2010,

persentase total responden dengan status gizi sangat kurus (1.8%) lebih rendah

dibandingkan angka nasional untuk status gizi sangat kurus (12.6%).

Persentase total responden gemuk (21.8%) dan obesitas (32.7%) lebih tinggi

dibandingkan angka nasional untuk status gizi overweight (21.7%).

Sedangkan persentase responden yang memiiki status gizi normal (43.6%)

lebih rendah dibandingkan angka nasional (65.8%)

Peningkatan status gizi menjadi overweight sangat berkaitan dengan

gaya hidup terutama yang berkaitan dengan peningkatan kadar lipid

lipoprotein dalam tubuh (Goldberg dkk, 2000). Selain itu diketahui bahwa

pemilihan makan berdasarkan kandungan gizi yang baik untuk kesehatan

dapat digunakan sebagai cara preventif terhadap resiko obesitas. Berdasarkan

hasi wawancara FFQ semi kuantitatif, diketahui terdapat kecenderungan

kebiasaan konsumsi makanan dengan cara digoreng. Hal ini dapat

berkontribusi tidak hanya terhadap peningkatan kadar lemak total tubuh tetapi

juga berpengaruh terhadap jenis kandungan gizi yang diasup dan

keseimbangan energi responden yang pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap status gizi responden tersebut.

Page 98: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

6.2.3 Latihan Fisik

Nilai latihan fisik pada penelitian diperoleh dari skor latihan fisik yang

meliputi intensitas dan durasi latihan fisik pekerja selama satu minggu. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa frekuensi latihan fisik karyawan rendah yaitu

(98.2% ) dibandingkan karyawan dengan frekuensi latihan fisik baik (1.8%).

Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

Komang Ayu (2011) yang menunjukan bahwa sebanyak 46.0% dengan

kebiasaan olahraga yang buruk dengan mengalami kebugaran jasmani yang

buruk, dan 76.6% memiliki kebiasaan olahraga baik dan mengalami

kebugaran jasmani yang baik. WHO (2002) menyatakan bahwa kurangnya

aktivitas fisik dan gaya hidup sedentary dapat menyebabkan penurunan

kesehatan dan kebugaran sehingga meningkatkan resiko penyakit tidak

menular. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa aktifitas kerja dan

aktifitas waktu luang dapat berkontribusi terhadap daya tahan

kardiorespiratori dengan efek yang berbeda.

6.2.4 Asupan Zat Gizi Mikro

Zat gizi mikro yang diteliti pada penelitian ini adalah Kalsium, Zat

Besi, dan Vitamin C. dari 55 responden, karyawan yang asupan kalsiumnya

cukup yaitu 67.3% sedangkan asupan kalsium kurang yaitu 32.7% hal ini jelas

saja tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (2013). Dari 55 orang karyawan

diketahui yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 76.4% dan yang berjenis

kelamin perempuan yaitu 23.6%. jenis kelamin yang menjadi responden pada

penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan

perempuan. Namun dalam hal ini Angka Kecukupan Gizi kalsium untuk jenis

kelamin laki-laki dan perempuan sama yaitu mulai dari 1000-1100 mg/hari

dengan kategori umur mulai dari 19 tahun-50tahun.

Asupan zat besi karyawan masih kurang yaitu 54.5%, asupan zat

besipun masih dibawah 100% AKG ini terlihat dari persentase asupan zat besi

karyawan yang kurang (54.5%), sama halnya seperti kalsium Asupan zat besi

Page 99: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

berdasarkan AKG digolongkan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada

penelitian ini jenis kelamin yang banyak menjadi responden dengan usia

berkisar mulai dari 19 tahun-50 tahun memiiki Angka Kecukupan Gizi untuk

zat besi yaitu pada laki-laki 13 mg/hari, sedangkan pada perempuan mulai dari

12-26 mg/hari. Asupan vitamin c 63.6% yaitu kurang dari kecukupan,

kecukupan vitamin c perhari pada laki laki mulai dari usia 19 thn-64 thn yaitu

90 mg/hari, sedangkan pada perempuan usia 19 tahun-29 tahun kebutuhan

vitamin c yaitu 75 mg/hr, sedangkan usia 30-64 tahun vitamin c yang

dibutuhkan 1000 mg/hr. Dari ketiga asupan zat gizi mikro kalsium, zat besi,

dan vitamin c tidak terpenuhi anjuran AKG 100%.

6.2.5 Status Kebugaran

Kebugaran jasmani meliputi kemampuan untuk dapat melakukan

kegiatan atas pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik

tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan. Kebugaran merupakan salah satu

indicator dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Dengan memiliki

fisik sehat dan bugar maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian

secara optimal.

Nilai status kebugaran pada penelitian diperoleh dari norma Tes

Kesegaran Jasmani Keluarga yang meliputi hasil dari keseluruhan nilai tes

jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi tubuh. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa 54.5% Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.

Hamka Limau Jakarta kurang bugar sekali, dan karyawan UHAMKA yang

status kebugarannya baik yaitu 1.8%. jika dilihat berdasarkan gambaran

umum subjek penelitian, diketahui bahwa faktor penyebab seseorang tidak

bugar adalah jumlah persentase pada tidak pernahnya melakukan kebiasaan

olahraga (34.5%), frekuensi olahraga hanya dilakukan 1 kali/minggu (40%),

durasi olahraga dilakukan 30 menit-1 jam (36.4%), waktu berolahraga akhir

pekan (36.4%). Jika dibandingkan dengan survey riskesdas 2007 dapat

diketahui persentase kurang aktifitas fisik untuk penduduk Indonesia umur 10

Page 100: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

tahun keatas sebesar 48.2%. Dengan demikian persentase aktivitas fisik pada

karyawan UHAMKA lebih tinggi dibandingkan dengan nilai nasional.

Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran

jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur yang akan

mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat

mengurangi lemak tubuh. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat

mengurangi resiko terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD),

stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek

positif terhadap berbagai macam penyakit serta juga dapat meningkatkan

produktivitas dalam bekerja. Aktivitas fisik yang rutin dilakukan dapat

memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantaranya yaitu

peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, penurunan

detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot

jantung, mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung,

peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, peningkatan metabolisme

tubuh, meningkatkan kemampuan otot, dan mencegah obesitas. Kualitas

olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi

dan lamanya olahraga setiap kegiatan dalam seminggu, seperti intensitas

latihan, lamanya latihan, dan frekuensi latihan,

Hasil persentase kebugaran pada penelitian ini jauh lebih kecil

dibandingkan pada penelitian Fauziah, nanda (2012) dimana 78% karyawan

memiliki tingkat kebugaran yang kurang.

6.3 Pembahasan Bivariat

6.3.1 Hubungan antara Usia dengan Status Kebugaran

Penelitian menunjukkan bahwa karyawan berusia 36-45 tahun

(41.8%), 26-35 tahun (29.1%), 46-55 tahun (23.6%), dan 17-25 tahun (5.5%).

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan signifikan antara umur dengan status kebugaran P

(value) 0.979, dan r 0.004 yaitu adanya hubungan yang lemah. Sama halnya

Page 101: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

pada penelitian yang dilakukan oleh fauziah, nanda (2012) bahwa tidak

adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan Tingkat kebugaran

karyawan. Secara teori , usia dan tingkat kebugaran memiliki hubungan yang

dikaitkan dengan penurunan fungsi fisiologis paru-paru sejalan dengan

bertambahnya usia yang dapat mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang

(Jackson, 2008). Namun, hasil penelitian yang sama ditunjukkan pada

penelitian terhadap 40 responden di laboratorium lowa state university yang

menunjukkan tidak terdapat beda signifikan pada kelompok muda dan tua

yang bugar (Hernandez dkk, 2005).

Hubungan usia dengan status kebugaran yang tidak signifikan dapat

terjadi karena kapasitas fungsional pada tubuh akan menurun setelah usia 30

tahun dan pada usia 50 tahun kapasitas kerja menurun 80% dibandingkan

pada usia 20 tahun dimana tingkat kebugaran jasmani akan meningkat sampai

dengan mencapai maksimal pada usia tersebut tetapi tingkat kesegaran

jasmani dapat ditingkatkan dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur

(Astrand dan Rodahl, 1986). Hal inilah yang menyebabkan usia tidak

berhubungan signifikan pada penelitian karyawan UHAMKA dimana

diketahui bahwa latihan fisik karyawan UHAMKA rendah (98.2%) dan

kisaran usia karyawan UHAMKA paling banyak berusia 36-45 tahun (41.8%)

dimana pada usia tersebut kapasitas fungsional tubuh akan menurun.

6.3.2 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran

Hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara IMT dengan status kebugaran. Hubungan

yang signifikan memiliki korelasi dengan kekuatan hubungan yang sedang

yaitu (r = 0.382). sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Komang

Ayu (2011) di PT Amoco Mitsui bahwa status gizi yang baik dapat

memperoleh kebugaran jasmani yang baik pula sebesar 95.2%.

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh

cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan

Page 102: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan

secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Sunita, 2002).

Dalam penelitian ini skor kebugaran diukur dengan menggunakan

empat komponen yaitu kardiorespiratori, daya tahan otot, fleksibilitas dan

komposisi tubuh dimana norma dari masing-masing nilai diberi skor dan

dijumlahkan semuanya sehingga akan terlihat berapa orang yang memiliki

status kebugaran baik, kurang, kurang sekali, dan sedang. Berdasarkan data

yang didapat responden yang memiliki status kebugaran kurang dan memiliki

status gizi kurus yaitu 1 responden, karyawan yang memiliki status kebugaran

kurang sekali memiliki status gizi gemuk sebanyak 10 responden, 10

responden dengan status gizi obesitas, dan status gizi normal yaitu 10

responden. Sedangkan kebugaran baik memiliki status gizi gemuk yaitu 1

responden.

Zat-zat makanan diperlukan agar menghasilkan kebugaran jasmani

yang baik. Dimana zat-zat makanan tersebut digunakan untuk menghasikan

tenaga/kalori sehingga dapat terbentuk sempurna karena adanya tenaga yang

diperoleh dari zat-zat makanan yaitu karbohidrat, lemak, dan protein dengan

melalui proses pembakaran. Zat-zat gizi makro juga digunakan untuk

pembentukan sel, memperbaiki sel-sel yang mati/rusak. Ketersediaan zat gizi

didalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot pada saat berkontraksi

dan daya tahan kardiovaskular, sehingga untuk mendapatkan kebugaran yang

baik seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup dan

mendapatkan asupan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya. Dengan

status gizi yang baik akan menjadikan organ tubuh melakukan fungsinya

secara optimal sehingga akan menghasikan tingkat kesegaran jasmani pada

seseorang (Depkes, 1997).

Page 103: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

6.3.3 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran

Berdasarkan hasil penelitian latihan fisik diketahui bahwa frekuensi

latihan fisik pada karyawan yaitu rendah 98.2% dan hanya 1.8% yang

memiliki frekuensi latihan fisik baik dari 55 responden. Hasil uji korelasi

menunjukkan bahwa latihan fisik memiliki hubungan yang signifikan dengan

status kebugaran yaitu r 0.320 adanya hubungan yang sedang dan P value

0.017 yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara latihan fisik dengan status

kebugaran. Pada penelitian Fauziah, nanda (2012) adanya hubungan yang

signifikan antara latihan fisik dengan status kebugaran, latihan fisik telah

dibuktikan pada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa latihan fisik

berkontribusi cukup besar terhadap tingkat kebugaran dan daya tahan

kardiorespiratori. Secara teori latihan fisik menjadi salah satu metode efektif

dalam mengatur berat badan untuk mendapatkan daya tahan jantung yang baik

dan terhindar dari penyakit kardiovaskular (Christou dkk, 2005). Penelitian

pada 1298 responden berumur 18-62 tahun pada staf dikantor Utrecht Police

Lifestyle Intervention Fitness and Training (UP-LIPI) menunjukkan hubungan

positif yang signifikan antara kebugaran dengan kebiasaan latihan fisik (r =

0.018) dan intensitas aktifitas fisik (r = 0.238) dengan kekuatan hubungan

yang lemah (Sassen dkk, 2010). Dan Hasil penelitian Tamamu Itsnainiyah

(2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

kebiasaan olahraga dengan status kebugaran. Olahraga merupakan bagian dari

aktifitas fisik yang terencana, terstruktur, berulang, dan bertujuan untuk

meningkatkan atau menjaga kesegaran jasmani (Kurpad AV, Swaminathan S,

Bhat S, 2004). Olahraga juga merupakan cara aman dan efektif untuk

meningkatkan kebugaran, sebab jika dilakukan dengan benar dapat

bermanfaat meningkatkan kualitas fisik, psikis serta sosial (Djoko P, 1997).

Kebugaran mutlak dibutuhkan pekerja baik yang menggunakan daya

tahan otot maupun aktifitas fisik biasa, tujuan ini dapat dilaksanakan melalui

sebuah program olahraga untuk kesegaran jasmani (Kushartanti, 2012).

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa aktifitas kerja dan aktifitas

Page 104: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

waktu luang dapat berkontribusi terhadap daya tahan kardiorespiratori dengan

efek yang berbeda. Aktifitas waktu luang dapat meningkatkan kebugaran.

Untuk mencapai efek kebugaran yang terlatih diperlukan waktu yang singkat

<1 jam/hari dengan kelelahan tinggi untuk melatih jantung agar terbiasa pada

fase diastole yang lebih lama. Sedangkan aktifitas waktu kerja mungkin tidak

dapat memberikan efek seperti latihan fisik, namun justru akan meningkatkan

denyut nadi dan memperpendek akumulasi waktu diastole saat bekerja untuk

memberikan ketahanan bagi pekerja untuk melakukan tuntutan pekerjaannya

(Scand, 2010).

6.3.4 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C)

dengan status kebugaran

Hasil analisis menggunakan uji korelasi terhadap asupan gizi

responden menghasilkan nilai yang bervariasi yang ditentukan berdasarkan

AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang disesuaikan dengan usia dan jenis

kelamin. Dari ketiga asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c) yang

diteliti, ketiganya tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap status

kebugaran.

Namun berdasarkan teori peranan gizi mikro didalam tubuh

berhubungan dengan status kebugaran seseorang. Vitamin adalah sekelompok

komponen organic yang kompleks dan ditemukan dalam jumlah yang sedikit

dalam tubuh. Vitamin sangat penting untuk dapat berfungsi secara optimal

dari banyak proses fisiologis dalam tubuh. Tingkat aktivitas dari proses

fisiologis ini meningkat secara besar selama lahihan fisik dan suplai vitamin

yang cukup harus dipenuhi untuk proses fungsional yang terbaik (Williams,

2002). Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan

kebanyakan dari elemen tersebut adalah berbentuk padat. Saat ini terjadi

peningkatan penelitian pada status kebugaran terhadap efek dari mineral pada

performa fisik dan sebaliknya. Zat Besi (Fe) memiliki fungsi utama dalam

tubuh sebagai alat transportasi dan utilisasi atau metabolisme oksigen di

Page 105: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

dalam tubuh, kekebalan, perkembangan kognitif, pengaturan suhu,

metabolisme energy, dan performa kerja (Yuliarti, 2009). Fe memiliki fungsi

yang sangat kritis dalam penggunaan oksigen dalam tubuh dan penting bagi

seseorang yang melakukan latihan aerobic berupa daya tahan dan harus

memiliki asupan yang cukup karena berhubungan dengan rasa lelah dan daya

tahan tubuh (Williams, 2002). Untuk mendapatkan penampilan fisik yang

optimal serta status kebugaran dan kesehatan yang baik maka mengkonsumsi

makanan yang mengandung mikronutrien sesuai dengan kecukupan gizi yang

dianjurkan. Mikronutrien yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan

sehubungan dengan dampaknya terhadap penampilan fisik dan kebugaran

adalah Kalsium, Zat Besi (Fe), Vitamin C.

6.3.4.1 Hubungan Asupan Kalsium dengan Status kebugaran

Hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa pada

penelitian ini tidak signifikan antara asupan kalsium dengan status kebugaran.

Nilai korelasi (r) menunjukkan -0.171 yaitu tidak ada hubungan/hubungan yang

lemah, dan P value 0.212 tidak terdapat korelasi yang bermakna atau tidak

adanya hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dengan status

kebugaran. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Erwin Christianto

(2006), yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kalsium

dengan aktifitas fisik yang berkaitan dengan resorpsi tulang pada usia lanjut.

Kalsium diketahui memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai

pembentukan tulang dan gigi. Hasil yang berbeda dapat disebabkan karena

karyawan yang memiliki status kebugaran kurang sekali memiliki asupan

kalsium kurang dari kebutuhan ( 50.0%) dan kurangnya asupan responden

mengkonsumsi makan-makanan yang tinggi kalsium, ini juga diketahui

berdasarkan hasil penelitian bahwa asupan kalsium karyawan UHAMKA

kurang yaitu 67.3% dari Angka Kecukupan Gizi.

Page 106: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

6.3.4.2 Hubungan Zat Besi dengan Status Kebugaran

Hasil analisis menggunakan Uji korelasi menunjukkan bahwa pada

penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi/fe

terhadap status kebugaran. Nilai korelasi r menunjukkan arah hubungan negatif

-0.034 dengan kekuatan hubungan lemah. Hal ini berarti semakin kurangnya

asupan zat besi/fe akan semakin berkurangnya status kebugaran. Penelitian

mengenai fungsi zat besi terhadap performa atletik dan kebugaran sudah sejak

lama menjadi pembahasan para peneliti. Salah satu pengaruh asupan zat besi

terhadap status zat besi dan performa atletik dikaji melalui pendekatan sebagai

berikut. Pada kondisi tertentu, latihan fisik dapat memicu terjadinya kehilangan

zat besi dari tubuh, salah satu solusi untuk memenuhi kekurangan ini adalah

melalui asupan zat besi. Salah satu kondisi saat asupan zat besi membutuhkan

tambahan adalah pada saat wanita mengalami menstruasi (Connie, 1992).

Salah satu cara yang menarik dari penelitian zat besi terhadap performa

fisik pekerja dibuktikan oleh beberapa studi lapangan seperti penelitian

Edgerton dkk (1979) yang menunjukkan pemberian suplementasi zat besi yang

nantinya dapat meningkatkan performa pada wanita.

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian

Nurwidiastuti (2012) pada mahasiswa FTUI yang menyebutkan bahwa terdapat

hubungan signifikan zat besi dengan kebugaran. Dalam literature zat besi

memang mempengaruhi kebugaran, kadar zat besi yang terlalu rendah dapat

mengakibatkan anemia zat gizi dimana hal ini diakibatkan karena kurangnya

latihan fisik yang dilakukan sehingga tingkat kebugaran juga rendah (Hueger &

Boyle, 2001). Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara zat besi

dengan status kebugaran kemungkinan diakibatkan oleh sebagian besar

responden dari sampel penelitian ini memiliki rata-rata asupan zat besi kurang

dari AKG (54.5%) dan karyawan yang memiliki status kebugaran kurang sekali

memiliki asupan zat besi kurang dari kebutuhan yaitu (53.6%). Latihan fisik

yang rendah pada karyawan (98.2%) dapat mengakibatkan tingkat kebugaran

yang rendah dimana kadar zat besi yang rendah merupakan salah satu penyebab

Page 107: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

dari kurangnya latihan fisik. Zat besi merupakan hal penting dalam penggunaan

oksigen dalam tubuh yang melakukan latihan aerobic untuk membutuhkan daya

tahan (Williams, 2002) dan zat besi berpengaruh terhadap kardioespiratori yang

dibuktikan bahwa suplementasi zat besi dapat mempengaruhi tambahan daya

kardiorespiratori (Brownie, 2002).

6.3.4.3 Hubungan Vitamin C dengan Status Kebugaran

Pada penelitian ini didapatkan persentase asupan vitamin c karyawan,

yaitu Asupan kurang (63.6%), Asupan Vitamin c cukup (36.4%). Uji statistic

korelasi menunjukkan kekuatan korelasi (r) -0.218 adanya hubungan yang

lemah, dan P value 0.109 tidak terdapat korelasi yang bermakna atau tidak

terdapat hubungan antara asupan vitamin c dengan status kebugaran. Hasil lain

ditunjukkan dari penelitian terhadap anak usia 7 hingga 10 tahun menunjukkan

asupan vitamin c diketahui memiliki hubungan bermakna terhadap kapasitas

aeerobik dan daya tahan fisik jika dikonsumsi bersama-sama dengan

mikronutrien lain (Vaz, 2011). Dan pada penelitian yang dilakukan oleh Dian

Nurwidiastuti (2012) pada mahasiswa FTUI menyebutkan bahwa pada

penelitiannya tidak terdapat hubungan signifikan antara vitamin C dengan

status kebugaran karena asupan Vitamin C mahasiswa kurang dari AKG.

Vitamin C telah diketahui memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, salah satu

implikasi penting bagi individu yang aktif adalah dalam pembentukan hormone

dan neurotransmitter yang dibutuhkan saat latihan fisik. Dengan

mempertimbangkan stressor dari latihan fisik, merekomendasikan kepada

responden yang aktif, vitamin C dapat diberikan 200-300 mg dari kebutuhan

normal. Suplementasi vitamin C dianggap dapat meningkatkan performa fisik

hanya bila responden mengalami defisiensi vitamin C, namun tidak pada

responden yang tidak mengalami defisiensi.

Vitamin C juga berperan pada performa fisik seseorang dimana vitamin

c sebagai antioksidan dan dapat menangkal stress oksidatif yang ditimbulkan

dari peningkatan konsumsi oksigen akibat latihan fisik (Ramayulis, 2010).

Namun pada penelitian in berbeda dengan teori tersebut. Kemungkinan tidak

Page 108: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

berhubunggannya vitamin c dengan status kebugaran diakibatkan oleh sebagian

besar responden dari sampel penelitian memiliki rata-rata asupan vitamin c

kurang dari AKG (63.6%) dan karyawan yang memiliki status kebugaran

kurang sekali memiliki asupan vitamin c kurang dari kebutuhan yaitu (48.4%).

Page 109: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

1. Sebagian besar Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau

Jakarta (54.5%) memiliki status kebugaran kurang sekali.

2. Sebagian besar Karyawan UHAMKA berusia 36-45 tahun (41.8%)

3. Sebagian besar Karyawan UHAMKA memiliki status gizi normal (43.6%) dan

(32.7%) memiliki status gizi obesitas.

4. Frekuensi Latihan Fisik Karyawan rendah (98.2% )

5. Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C)

Asupan Kalsium Kurang (67.3%)

Asupan Zat Besi Kurang (54.5%)

Asupan Vitamin C Kurang (63.6%)

6. Dari hasil analisis uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna

antara latihan fisik dengan status kebugaran r 0.320 adanya hubungan yang

sedang dan P (value) 0.017 dan adanya hubungan yang bermakna antara status

gizi dengan status kebugaran r 0.382 adanya hubungan yang sedang dan P

(value) 0.004. sedangkan pada usia dan asupan zat gizi mikro (Kalsium, Zat

Besi, Vitamin C) tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.

7.2 Saran

1. Bagi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

a. Dengan mempertimbangkan masih rendahnya tingkat kebugaran

karyawan. Peneliti menyarankan agar Universitas Muhammadiyah Prof.

Dr. Hamka dapat mengaktifkan kembali program latihan kebugaran

untuk para karyawan dan memberikan sosialisasi kepada karyawan

Page 110: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

mengenai pentingnya melakukan latihan fisik. Selain itu dengan melihat

tingginya prevalensi gizi obesitas (32.7%) pada karyawan dan kurangnya

kecukupan asupan zat gizi mikro disarankan agar disediakan fasilitas dan

program untuk konsultasi gizi karyawan agar program diet dapat

maksimal dilakukan.

2. Bagi Karyawan

a. Peneliti menyarankan agar karyawan dapat mengikuti program kebugaran

yang dibuat oleh pihak kampus UHAMKA dan melakukan konsultasi gizi

apabila disediakan oleh pihak kampus. Dengan mempertimbangkan

kurangnya asupan zat gizi mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) peneliti

menyarankan agar para karyawan dapat menyeimbangkan asupan zat gizi

mikro (kasium, zat besi, vitamin c) sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi

(AKG). Selain itu, karyawan juga dianjurkan untuk meningkatkan

intensitas aktivitas fisik pada saat sebelum bekerja maupun diwaktu

luang.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti menyarankan agar adanya penelitian lebih lanjut terhadap tingkat

kebugaran pada pekerja dengan sampel yang lebih besar untuk

mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai masalah kebugaran dan

faktor-faktor penyebabnya

Page 111: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Merryana. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana Prenada

Media : Jakarta.

Afriwardi. 2002. Ilmu Kedokteran Olahraga. EGC Jakarta.

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama :

Jakarta.

____________. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama :

Jakarta.

____________. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama :

Jakarta.

Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Nutritional Care Process. Graha Ilmu :

Yogyakarta.

Astuti. 2007. Produktivitas dan Olahraga. Jakarta : FKUI

Ayu, Komang. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani

Karyawan di PT. Amoco Mitsui Indonesia Tahun 2011.

Battilneli T. 2000. Aerobic and Anaerobic Conditioning . In: Wolinsky I, eds.

Physique, Fitness, and Performance. Florida: CRC Press Caballero, Enrique

MD. 2007. Ethnicity, Metabolism and Vascular Function: From Biology to

Culture. Medscape Education.

Burke. 1992. dalam Ayu, Komang. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kebugaran Jasmani Karyawan di PT. Amoco Mitsui Indonesia Tahun 2011.

Bustan, MN, Dr. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka Cipta :

Jakarta.

Christou, Denetra D. 2005. Fitness, Despite Fitness , is Linked With Cardiovasculer

Faktors . Atlanta: Obesity, Fitness, and WellnessWeek.

Conrad and Miller. 1986. Dalam Sitepoe. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. PT.

Gramedia Widiasarana : Jakarta.

Connie M, Weaver, dan Rajaram Sujatha . “Exercise and Iron Staus”. The Journal of

Nutrition, 122 (1991): 728-728.

Departemen Kesehatan RI, 1994. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani, Jakarta.

Page 112: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Departemen Kesehatan RI, 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang

Dewasa, Jakarta. Hlm. 4.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Petunjuk Teknis Pemantauan

Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Jakarta.

Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, 2012. Peningktan Kebugaran Jasmani di

Tempat Kerja. Jakarta.

Erwin, Christianto. 2006. hubungan kalsium dengan aktifitas fisik yang berkaitan

dengan resorpsi tulang pada usia lanjut.

Fatimah dan Yati Ruhayati. 2011. Gizi Kebugaran dan Olahraga. CV. Lubuk Agung :

Bandung.

FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement, Report of a Joint

FAO/WHO/UNU Expert Consultation. 17-24 october. Rome.

Fauziah, Nanda. 2012. Hubungan Status gizi, Aktivitas Fisik, Asupan Gizi dengan

Tingkat Kebugaran Karyawan PT. Wijaya Karya Jakarta Tahun 2012. Depok :

FKM UI.

Gibson, R.S. 1993. Principles of Nutrition Assesment. Oxford University Press, New

York.

Hasibuan, Malayu S.P. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. PT.

Bumi Aksara : Jakarta.

Hakim, Abdul. 2006. Analisis Pengaruh Motivasi, Komitmen Organisasi Dan Iklim

Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Perhubungan Dan

Telekomunikasi Provinsi Jawa Tengah. JRBI. Vol 2. No 2. Hal: 165-180.

Heyward VH. 1997. Advanced Fitness Assessment and Exercise Prescription, 3 rd

ed. Cahmpaign (IL) : Human Kinetics.

Istiany, Ari. 2013. Gizi Terapan. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.

Jackson B. S, Hannah. 2008. Cardiovascular Fitness and Lung Function od Adult

Men and Women in The United States: NHANES 1999-2002. University of

North Texas: Master School of Public Health.

Kebugaran.Worldpress.com

Kushartanti, Wara. 2012. Kebugaran Jasmani dan Produktivitas Kerja. Modul Klinik

Terapi Fisik FIK UNY.

Maurice, Shils, E., dkk. Modern Nutrition in Health and Desease. 2006. Philadelphia:

Lippincott Williams and Wilkins.

Page 113: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Muslichatun. 2005. Perbandingan Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Kesegaran

Jasmani Usia Sekolah Dasar antara Tiga Kali dengan Empat Kali dalam Satu

Minggu Terhadap Tingkat Kesegaran Jasmani Siswa Putri SD Negri

GunungPati 4 dan Nongkosawit Tahun Ajaran 2004-2005 . (Skripsi) .

Semarang : Universitas Negri Semarang.

Nieman. D. 2001. The Exercise Test as a Component of the Total Fitness Evaluation.

Primary Care Clinics in Office Practice 28:1-13.

. 1990. Fitness and sports medicine : an introduction. Califonia : Bull

Publishing Company.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta :

Jakarta.

Ompusunggu, Valentino. 2012. Kebugaran Jasmani dan Motivasi Kerja Karyawan

KSU UA & CO Medan Tahun 2012. Medan : Universitas Negri Medan.

Pekik, Djoko. 1997. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. CV ANDI

OFFSET. Yogyakarta.

Perhimpunan Pembina Kesehatan Olahraga Republik Indonesia (PPKORI). 2002.

PANDUAN KESEHATAN OLAHRAGA BAGI PETUGAS KESEHATAN.

Jakarta.

Permaesih D, Rosmalina Y, Moeloek D, Herman S. 2001. Cara Praktis Pendugaan

Tingkat Kesegaran Jasmani. Buletin Penelitian Kesehatan.

PS. IKO FKUI. 2007. Norma Tes Kebugaran.

Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Depdikbud RI, EROBIKA : Pengertian dan

Kegunaan Program Erobika, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1995.

Rivai, Veithzal dan Basri. 2005. Performance Appraisal : Sistem yang Tepat untuk

Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. PT.

RAJAGRAFINO, Jakarta.

Sassen, Barbara, dkk. “Cardiovascular Risk Profile: Cross-Sectional Analysis of

Motivation Determinants, Physical Fitness and Physical Activity”. Biomedical

Central Public Healty. 10 (2010): 592-601.

Sharifzades (2013) 32 American Journal of Management. vol. 13 (1)

Siregar. D. 2010. Fisiologi Olahraga daam Mata Kuliah. Jakarta

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit CV. Sagung

Seto. Jakarta.

Page 114: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014

Sumosardjono, S. 1990. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Gramedia

Pustaka Utama : Jakarta.

Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Sutopo, Arie. 2006. Penuntun Pratikum Ilmu Faal Kerja. Edisi II. Lab

Somatokinetika.

Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. 1997. Depdikbud.

Tika, P. 2006. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi

Aksara. Jakarta.

Vaz, Mario, dkk. “Micronutrient Supplementation and Perceived Exertion During

Resistance Exercise “. The Journal of Nutrition. (2011): 2017-2023.

Williams, Melvin H. 2002. Nutrition for Health, Fitness & Sport ed. New York:

McGraw-Hill.

Yuliarti. 2009. Kesehatan Kerja di Perusahaan: Pustaka Utama. Jakarta.

Page 115: HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UHAMKA JAKARTA TAHUN 2014