HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C)...
description
Transcript of HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C)...
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI
MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS
KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PROF. DR. HAMKA LIMAU JAKARTA
TAHUN 2014.
OLEH :
SITI SORAYA
NIM: 1005025036
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI GIZI
JAKARTA
2014
ABSTRAK
HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI
MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS
KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.
DR. HAMKA LIMAU JAKARTA TAHUN 2014.
Oleh Siti Soraya, dibawah bimbingan Ahmad Faridi, SP., MKM
Xiii + 99 halaman, 42 tabel, 2 gambar, 2 lampiran.
Tingkat kebugaran pada pekerja merupakan faktor penting dalam mendukung
produktifitas kerja yang optimal dan terhindar dari berbagai resiko penyakit terkait
gaya hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat kebugaran pada pekerja. Desain penelitian ini
menggunakan studi cross-sectional pada 55 karyawan tetap yang bekerja di
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau, Jakarta Selatan. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap dan menggunakan criteria inklusi dan
eksklusi. Uji statistic yang digunakan adalah uji korelasi pearson, berdasarkan hasil
uji korelasi pearson status gizi berhubungan sedang dan terdapat korelasi yang
bermakna dengan status kebugaran (r = 0.382, P value = 0.004) dan latihan fisik
berhubungan sedang dan terdapat korelasi yang bermakna dengan status kebugaran (r
= 0.320, P value = 0.017). Sedangkan usia (r = 0.004, P value = 0.979) dan asupan zat
gizi mikro kalsium (r = -0.171, P value = 0.212), zat besi (r = -0.034, P value =
0.805), vitamin C (r = -0.218, P value = 0.109) berdasarkan hasil uji korelasi pearson
usia dan asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c) tidak terdapat kekuatan
korelasi yang bermakna dan tidak berhubungan. Berdasarkan hasil analisis, diketahui
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status kebugaran yaitu status gizi dan
latihan fisik. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar kelompok
pekerja/karyawan dapat meningkatkan aktivitas fisik secara rutin dan
menyeimbangkan asupan zat gizi sesuai dengan pedoman gizi seimbang.
Kata kunci : status gizi, latihan fisik, kebugaran.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI
MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS
KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PROF. DR. HAMKA LIMAU JAKARTA
TAHUN 2014.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA GIZI
OLEH :
SITI SORAYA
NIM: 1005025036
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI GIZI
JAKARTA
2014
RIWAYAT HIDUP
Nama : Siti Soraya
NIM : 1005025036
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 8 Juli 1992
Alamat : Komp. Permata Pamulang Blok C 30 No 89,
Serpong Tangerang selatan 15315
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1998 – 2004 : SDN Pamulang IV
2004 – 2007 : SLTPN 2 Pamulang
2007 – 2010 : SMAN 6 Tangerang Selatan
2010 – 2014 : Program Strata Satu (S-1) Gizi Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Jakarta
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah swt, karena atas
rahmat dan hidayahnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat
Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014”. Terimakasih khususnya kepada Bapak
Ahmad Faridi, SP., M.KM sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis. Dan tidak lupa ucapan
terimakasih kepada Ibu Ragil Marini, SKM sebagai Dosen Pendamping yang telah
memberikan bimbingan serta pengarahannya kepada penulis. Dan Skripsi ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S-1) pada Program
Studi Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Ahmad Faridi, SP., M.KM yang telah bersedia menjadi Dosen Pembimbing
Utama dan telah memberikan saran serta pengarahannya kepada penulis.
2. Ragil Marini, SKM sebagai Dosen Pendamping yang telah memberikan
bimbingan serta pengarahannya kepada penulis.
3. Rita Ramayulis, DCN., M.Kes dan Ningti Budiarti Ali, MCN sebagai penguji
skripsi yang telah memberikan bimbingan dan sarannya kepada penulis dengan
begitu sabar.
4. Defrizal Siregar, S.Or. sebagai Dosen Fisiologi Olahraga yang telah
meluangkan waktunya untuk dapat membimbing dan memberikan begitu
banyak saran dalam penelitian ini.
5. Isti Nurrohmah, S.Pd Kepala Bagian Kepegawaian UHAMKA yang telah
mengizinkan penelitian ini dan memudahkan proses perizinan sampai dengan
penelitian dilaksanakan.
6. Tiga orang Mahasiswa Semester Akhir UNJ yang telah membantu penelitian
kebugaran ini.
7. Kedua Orangtua saya, Ayah Machmud Romli dan Ibu Rosmaliana yang telah
melimpahkan kasih sayang serta bimbingannya tanpa henti.
8. Terimakasih untuk dukungan dari Tante Lastri yang sudah memberikan
motivasi, dan doa yang tiada henti.
9. Kaka saya Ratna Maidah, SKM, dan Kedua adik saya Rizka Nurmala dan
Ikhsanul Muttaqien yang tiada henti-hentinya memberikan semangat serta
motivasi dalam penyusunan proposal skripsi ini.
10. Teman-teman Gizi Angkatan 2010 (Lusiah Isni, Ka Muflihah, Amelia,
Amarilis, Anisa Wulandari, Astiani Aisyah, Norma Rukpianti yang telah
membantu pada saat penelitian ini berlangsung dengan lancar dan senantiasa
memberikan supportnya)
11. Dua orang sahabat saya Adinda Rachmawati dan Zaniar Rachmi Nuzulah, SE
yang begitu banyak memberikan support dan doa.
Jakarta, 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ i
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ........................................................ ii
ABSTRAK .................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebugaran .................................................................................................. 7
2.1.1 Pengertian Kebugaran ........................................................................ 7
2.1.2 Klasifikasi Kebugaran ........................................................................ 7
2.1.3 Komponen Kebugaran ........................................................................ 9
2.1.4 Pengukuran Kebugaran ...................................................................... 18
2.1.5 Faktor-Faktor Kebugaran ................................................................... 21
2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi Latihan Fisik Terprogram ......................... 36
2.1.7 Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kebugaran ............................... 37
2.1.8 Hal-Hal Penelitian yang Terkait ......................................................... 40
2.2 Karyawan ................................................................................................... 41
2.2.1 Pengertian Karyawan .............................................................................. 41
2.2.2 Kinerja Karyawan ................................................................................... 41
2.3 Penyuluhan Gizi ......................................................................................... 42
2.3.1 Peran Gizi terhadap Kesehatan dan Kebugaran ...................................... 42
2.3.2 Peranan Zat-Zat Gizi untuk Pencapaian Kebugaran ............................... 44
2.3.3 Gizi Pekerja ............................................................................................. 46
2.4 Kerangka Teori........................................................................................... 52
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 53
3.2 Definisi Operasional................................................................................... 54
3.3 Hipotesis ..................................................................................................... 56
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 57
4.2 Waktu dan Tempat .................................................................................. 57
4.3 Populasi dan Sampel .................................................................................. 57
4.4 Pengukuran dan Pengamatan Variabel....................................................... 58
4.4.1 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 58
4.4.2 Teknik Analisis Data ......................................................................... 60
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 64
5.1.1 Sejarah .............................................................................................. 64
5.1.2 Kegiatan Olahraga Penunjang .......................................................... 66
5.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian .......................................................... 66
5.3 Analisis Univariat....................................................................................... 70
5.4 Analisis Bivariat ......................................................................................... 76
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 81
6.1.1 Keterbatasan Responden Penelitian .................................................. 81
6.2 Pembahasan Univariat ............................................................................... 81
6.2.1 Usia .................................................................................................. 81
6.2.2 Status Gizi ........................................................................................ 82
6.2.3 Latihan Fisik ..................................................................................... 82
6.2.4 Asupan Zat Gizi Mikro ..................................................................... 83
6.2.5 Status Kebugaran ............................................................................... 84
6.3 Pembahasan Bivariat ................................................................................. 85
6.3.1 Hubungan Usia dengan Status Kebugaran ........................................ 85
6.3.2 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran .............................. 86
6.3.3 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran .......................... 87
6.3.4 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan Status Kebugaran .......... 89
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ................................................................................................ 93
7.2 Saran ........................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 95
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Lingkar Pinggang .......................................................... 12
Tabel 2.2 Norma Bleep Test Laki-Laki ............................................................ 13
Tabel 2.3 Norma Bleep Test Perempuan .......................................................... 14
Tabel 2.4 Klasifikasi Fleksibilitas untuk Laki-Laki ......................................... 14
Tabel 2.5 Klasifikasi Fleksibilitas untuk Perempuan ....................................... 14
Tabel 2.6 Norma Penilaian dan Klasifikasi Back Strength .............................. 15
Tabel 2.7 Norma Penilaian dan Klasifikasi Leg Strength ................................ 16
Tabel 2.8 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Laki-laki ................... 16
Tabel 2.9 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Perempuan................. 16
Tabel 2.10 Norma Penilaian dan Klasifikasi Push Strength ............................ 17
Tabel 2.11 Norma Penilaian dan Klasifikasi Pull Strength.............................. 17
Tabel 2.12 Norma Pengukuran ........................................................................ 17
Tabel 2.13 Norma Tes Kebugaran ................................................................... 18
Tabel 2.14 Status Gizi Depkes RI .................................................................... 25
Tabel 2.15 Tingkat Aktivitas Fisik .................................................................. 34
Tabel 2.16 Pengelompokan Jenis Pekerjaan Berdasarkan Energi ................... 47
Tabel 2.17 Kriteria Pengelompokan Jenis Pekerjaan ....................................... 48
Tabel 2.18 Kebutuhan Energi Per-orang .......................................................... 49
Tabel 3.2 Definisi Operasional ........................................................................ 54
Tabel 5.1 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin ................................. 66
Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Kebiasaan Olahraga ...................... 67
Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Frekuensi Berolahraga .................. 67
Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Durasi Berolahraga ........................ 68
Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Waktu Berolahraga ........................ 68
Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Jenis Olahraga ............................... 69
Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Alasan Tidak Berolahraga ............. 69
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Usia ................................................................ 70
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Status Gizi .................................................... 70
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Latihan Fisik ................................................. 71
Tabel 5.11 Deskripsi Asupan Zat Gizi Mikro .................................................. 72
Tabel 5.12 Deskripsi Asupan Kalsium............................................................. 72
Tabel 5.13 Deskripsi Asupan Zat Besi ............................................................. 73
Tabel 5.14 Deskripsi Asupan Vitamin C ......................................................... 73
Tabel 5.15 Deskripsi Status Kebugaran ........................................................... 74
Tabel 5.16 Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat ........................................... 75
Tabel 5.17 Hubungan Usia dengan Status Kebugaran ..................................... 76
Tabel 5.18 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran .......................... 77
Tabel 5.19 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran ....................... 77
Tabel 5.20 Hubungan Kalsium dengan Status Kebugaran............................... 78
Tabel 5.21 Hubungan Zat Besi dengan Status Kebugaran ............................... 79
Tabel 5.22 Hubungan Vitamin C dengan Status Kebugaran ........................... 79
Tabel 5.23 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat .............................................. 80
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.4 Kerangka Teori ............................................................................. 52
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner, FFQ Semi Kuantitatif dan Formulir Tes Kebugaran
Lampiran 2 : Surat Pemberian Izin Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data World Ecomic Forum (WEF) tahun 2012, Indonesia
termasuk kedalam klasifikasi menengah ke bawah dalam hal pendapatan per
kapita. Dalam klasifikasi ini pun Indonesia masih berada di tingkatan yang
rendah. Hasil ini masih dibawah Negara-negara tetangga seperti Thailand dan
Malaysia yang sudah masuk dalam klasifikasi menengah keatas. Pendapatan
per kapita yang rendah tersebut dapat berdampak pada derajat kesehatan
penduduk yang kurang baik.
Kebugaran adalah kapasitas tubuh secara umum dalam menghadapi
kerja fisik baik dalam posisi bergerak maupun duduk dengan aman, efektif,
dan masih dapat memenuhi fungsinya dalam keluarga maupun masyarakat
serta menikmati kegiatan pilihannya tanpa mengalami kelelahan (Siregar.
2010).
Kebugaran seseorang banyak dipengaruhi oleh beberapa hal, Menurut
Departemen Kesehatan RI, tahun 2012 kemampuan kerja seseorang tenaga
kerja berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung
kepada keadaan gizi (IMT atau Indeks Massa Tubuh), umur, jenis kelamin.
Dan faktor lain yang mempengaruhi kebugaran adalah faktor gaya hidup
(status merokok, aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga). Hubungan konsumsi
pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran dapat dilihat melalui
pengaturan makanan, konsumsi pangan yang kaitannya dengan kebiasaan
makan yang nantinya akan berhubungan dengan status gizi para karyawan,
konsumsi pangan berhubungan dengan tingkat kecukupan zat gizi dimana
tingkat kecukupan zat gizi berhubungan dengan aktivitas fisik seseorang dan
zat gizi sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan jenis pekerjaan sehingga tercapai kesehatan dan daya kerja
yang optimal berkaitan dengan tingkat kebugaran.
Kebugaran berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas
fisik. Prevalensi ketidakbugaran disetiap Negara memiliki pola yang berbeda-
beda, di Amerika Serikat ketidakbugaran jasmani berdampak pada munculnya
penyakit jantung dan pembuluh darah yang merupakan penyebab kematian
nomor satu. Hampir satu juta orang Amerika meninggal setiap tahunnya yang
diakibatkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (Maurice, 2006).
Berdasarkan hasil analisis data kesegaran jasmani yang dikumpulkan pada
kegiatan Sport Devoplement Index tahun 2006 menunjukkan bahwa
kesegaran jasmani masyarakat Indonesia 1.08% memiliki tingkat kebugaran
baik sekali, 4.07% tergolong baik, 13.55% termasuk kategori sedang, 43.90%
tergolong kurang bugar dan 37.40% tergolong kurang sekali. Hal ini cukup
memprihatinkan karena tingkat kesegaran jasmani yang sangat rendah di
Indonesia (Kemenpora 2007). Hasil pengukuran kebugaran jasmani
Kementerian Kesehatan tahun 2011 yang diikuti 524 orang ternyata tingkat
kebugaran jasmani yang kurang dan kurang sekali 59%, cukup 40%, baik 1
%. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kebugaran jasmani pada 98 orang
karyawan di PT Wijaya Karya Jakarta Timur menunjukkan bahwa sebanyak
78% karyawan PT WIKA memiliki tingkat kebugaran kurang (Fauziah,
Nanda. 2012). University of Toronto memonitor kondisi kesehatan dari dua
perusahaan asuransi, satu perusahaan diberi program kebugaran jasmani , dan
perusahaan yang satunya lagi tidak diberikan program kebugaran jasmani,
setelah enam bulan terlihat bahwa pada perusahaan yang diberi program
kebugaran jasmani jumlah karyawan yang tidak masuk kerja turun 22% , dan
karyawan yang harus diganti karena sakit bekurang dari 15% menjadi 1,5%.
Penelitian kebugaran jasmani Karyawan yang dilakukan oleh Komang Ayu
(2011) di PT. Amoco Mitsui Indonesia menunjukkan bahwa dari 97
responden yang diteliti diketahui bahwa sebanyak 5 orang memiliki nilai
kebugaran jasmani yang kurang sebanyak 5,2 %, sebanyak 11 orang
responden memiliki kebugaran jasmani sedang 11,3 %, 22 orang (22,7 %)
memiliki kebugaran jasmani cukup, 19 orang (19,6 %) memiliki kebugaran
jasmani baik dan sebanyak 40 orang (41,2 %) memiliki kebugaran yang
sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Valentino Ompusunggu (2012)
menyatakan bahwa tingkat kebugaran jasmani sangat kurang dinyatakan
dengan indeks 39,975.
Universitas Muhamadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) merupakan
salah satu perguruan tinggi swasta milik Persyarikatan Muhammadiyah yang
berbasis di Jakarta. Perguruan berakidah UHAMKA adalah Islam yang di
dasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah dan berasaskan Pancasila dan UUD
1945. Uhamka adalah perubahan bentuk dari Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Jakarta dengan nama awal Sekolah Tinggi
Pendidikan Guru (PTPG). Saat ini Jumlah karyawan Tetap yang bekerja di
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yaitu sebanyak
105 orang karyawan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui status kebugaran, penelitian ini dilakukan di Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan. Dimana salah satu
faktor yang diperhatikan adalah masalah kebugaran jasmani para tenaga kerja.
Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Limau karena sebagian karyawan di Uhamka memiki intensitas waktu bekerja
yang cukup padat namun tidak banyak aktivitas fisik yang dilakukan saat
bekerja, oleh karena itu kelompok ini merupakan kelompok yang dituntut
untuk memiliki tingkat kebugaran yang baik agar mampu bekerja secara
produktiv dan terhindar dari resiko munculnya penyakit metabolik akibat gaya
hidup yang sedentary. Selain itu Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Limau Jakarta Selatan belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitan
mengenai status kebugaran sebelumya.
1.2 Perumusan Masalah
Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih
produktivitas yang baik pula, sehingga produktivitas pada akhirnya akan
mempengaruhi kemajuan suatu perusahaan. Program kebugaran Jasmani yang
dilakukan di perusahaan-perusahan sangat jarang sekali padahal pada
kenyataannya program kebugaran jasmani akan meningkatkan status
kebugaran, menambah rasa percaya diri, membentuk jiwa sportif,
mengajarkan sikap sabar, gembira, dan melatih konsentrasi. Salah satu yang
menyebabkan program kebugaran jasmani di perusahaan tidak terbentuk yaitu
karena adanya beberapa mitos yang terjadi diperusahaan berkaitan dengan
masalah kebugaran itu sendiri dan sebagian karyawan memiliki tingkat
intensitas waktu bekerja yang padat namun tidak banyak aktivitas fisik yang
mereka lakukan saat bekerja sehingga prevalensi ketidakbugaran cukup tinggi
pada karyawan seperti pada penelitian kebugaran jasmani Kementerian
Kesehatan RI tahun 2011 yang diikuti 524 orang karyawan ternyata tingkat
kebugaran jasmani yang kurang dan kurang sekali 59%, cukup 40%, baik 1 %
Hal ini pula yang melatari mengapa penelitian di lakukan di Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau.
Bagaimana faktor-faktor yang berhubungan dengan status kebugaran
terhadap kerja karyawan belum banyak diketahui. Oleh karena itu, perlu untuk
melakukan penelitian tentang status kebugaran karyawan.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat
Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran
Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau
Jakarta Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya Karakteristik (Usia) Karyawan Universitas
Muhammadiah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.
b. Diketahuinya Karakteristik Status Gizi Karyawan Universitas
Muhammadiah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.
c. Diketahuinya Latihan Fisik Karyawan Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.
d. Diketahuinya Asupan Zat Gizi Mikro (kalsium, zat besi, vitamin
C) Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau
Jakarta Selatan
e. Diketahuinya Status Kebugaran Karyawan Universitas
Muhammadiyah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.
f. Menganalisis Hubungan Usia Terhadap Status Kebugaran.
g. Menganalisis Hubungan Status Gizi Terhadap Status Kebugaran
h. Menganalisis Hubungan Latihan Fisik Terhadap Status Kebugaran.
i. Menganalisis Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (kalsium, zat besi,
vitamin c) Terhadap Status Kebugaran.
1.4 Manfaat
1. Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Memberikan informasi kepada karyawan tentang cara meningkatkan
kebugaran jasmani sehingga dapat memaksimalkan produktivitas
kerja.
2. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Sebagai bahan masukan dan informasi bahwa adanya hubungan usia,
status gizi, asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c), latihan
fisik dengan status kebugaran karyawan Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta.
3. Peneliti
Untuk menambah wawasan mengenai ilmu gizi khususnya gizi
olahraga, sehingga dapat mengaplikasikan ilmu gizi yang sudah
didapatkan dengan ilmu olahraga salah satunya mengenai status
kebugaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebugaran
2.1.1 Pengertian Kebugaran
Istilah kebugaran jasmani meliputi kemampuan untuk dapat
melakukan kegiatan atas pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap
pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan dan masih
memiliki cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun
pekerjaan yang mendadak serta bebas dari berbagai macam penyakit
(Permaesih Y, Moeloek D, Herman S, 2001).
Kebugaran merupakan salah satu indicator dalam menentukan derajat
kesehatan seseorang. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar maka
seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Kebugaran
yang terdiri dari daya tahan kardiorespiratori dan kekuatan tubuh bagian
atas merupakan unsur penting dalam melakukan aktivitas fisik, olahraga,
dan latihan. Kebugaran dapat disebut juga sebagai kesegaran jasmani.
Kebugaran atau kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk
menunaikan tugasnya sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang
berlebihan, dan masih memiliki sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati
waktu senggangnya dan untuk keperluan yang mendadak (Sumosardjuno,
1990).
2.1.2 Klasifikasi Kebugaran
Fatimah (2013) menyatakan bahwa kebugaran dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (Health
Related Fitness) dan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan (Skill
Related Fitness). Kebugaran didefinisikan secara umum sebagai rangkaian
kemampuan seseorang untuk mengerjakan aktivitas fisik secara spesifik.
Perkembangan dari kebugaran menjadi perhatian yang sangat penting bagi
ahli profesi kesehatan. Komponen kebugaran dikelompokkan menjadi dua
kategori. Secara umum, dua kategori tersebut adalah kebugaran berhubungan
dengan kesehatan dan kebugaran berhubungan dengan olahraga/keterampilan
(Williams, 2002). Berikut adalah pembahasan dari masing-masing kategori
tersebut :
2.1.2.1 Kebugaran yang Berhubungan dengan Kesehatan
Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health-related
fitness) didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas
harian yang membutuhkan energy serta kualitas dan kapasitas yang
diasosiasikan dengan rendahnya resiko munculnya resiko penyakit hipokinetik
dini yaitu penyakit yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Sebagaimana yang
telah dijelaskan di atas, status kesehatan kita dipengaruhi kuat oleh hereditas,
pola hidup sehat, aktivitas fisik yang cukup dan kualitas diet yang baik.
Aktivitas fisik yang sesuai akan meningkatan status kesehatan manusia dengan
cara mencegah kelebihan berat badan dan juga diperkuat dengan segi lain dari
kebugaran yag berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang berhubungan
dengan kesehatan di dalamnya tidak hanya termasuk berat dan komposisi tubuh
yang sehat, akan tetapi juga daya tahan kardiorespiratori, daya tahan otot yang
cukup, dan fleksibilitas atau kelentukan yang memadai.
2.1.2.2 Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan
Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau skill-related
fitness adalah kebugaran yang penting untuk melakukan gerakan-gerakan fisik
dalam aktivitas atletik atau olahraga. Skill-related fitness yang baik dapat
meningkatkan kualitas hidup secara umum dengan meningkatkan kemampuan
seseorang untuk menghadapi kondisi-kondisi darurat yang terkadang
membutuhkan ketangkasan. Namun kategori tersebut lebih banyak berperan
pada keompok atlet dibandingkan masyarakat pada umumnya sehingga
penggunaannya terbatas.
2.1.3 Komponen Kebugaran
Komponen kebugaran seringkali disebutkan dalam dua bagian, yaitu
berhubungan dengan kesehatan dan yang lain berhubungan dengan
keterampilan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan
dengan rendahnya resiko terhadap penyakit degenerative. Daya tahan
kardiorespiratori, kebugaran musculoskeletal (kekuatan dan daya tahan otot,
fleksibilitas), dan komposisi tubuh yang optimal diukur sebagai komponen
kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang
berhubungan dengan tampilan di sisi lain memiliki nilai lebih yaitu
ketangkasan, keseimangan, koordinasi, kecepatan, kekuatan, dan daya ledak
serta memiliki sedikit hubungan terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit.
Individu yang menggunakan aktifitas fisik regular untuk meningkatan daya
tahan kardiorespiratori, kebugaran musculoskeletal dan tingkat lemak tubuh
yang optimal dapat memperbaiki tingkat energy dasar mereka dan
menempatkn mereka pada resiko terhadap penyakit jantung, kanker, diabetes
mellitus, osteoporosis, dan penyakit kronis lainnya. Individu yang bugar
fisiknya dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari (misalnya, membawa bahan
makanan, menaiki tangga, dan berkebun) dengan sedikit kelelahan dan
menyisakan energy untuk latihan di waktu luang. Kebugaran adalah kebalikan
dari kelelahan , dari usaha yang luar biasa, dimana dibutuhkan energy dalam
memasuki aktivitas kehidupan yang penuh semangat dan untuk menghindari
kelelahan yang tidak diharapkan saat melakukn aktivitas fisik (Nieman, 2001).
Berikut akan dibahas setiap komponen kebugaran yang berhubungan
dengan kesehatan, sebagai berikut:
a. Daya Tahan Kardiorespiratori
Daya tahan kardiorespiratori atau kebugaran aerobic adalah peningkatan
ketika sebagian besar massa otot dari tubuh terlibat dalam gerakan atau
aktivitas yang berkesinambungan dan berirama paling sedikit tiga sampai
lima sesi latihan dalam seminggu, 20-60 menit per sesi pada intensitas daya
tahan kardiorespiratori mencapai 50-86%. Dan daya tahan kardiorespiratori
adalah kemampuan jantung, paru-paru dan pembuluh darah untuk
menyuplai oksigen ke dalam sel-sel sehingga memenuhi kebutuhan untuk
memperpanjang aktivitas fisik. Memiliki daya tahan kardiorespiratori yang
baik adalah dengan memberikan contoh seperti kemampuan dalam berlari,
bersepeda atau berenang dalam periode waktu yang lama. Ketika sebagian
besar massa otot dari tubuh terlibat dalam aktivitas fisik yang berirama dan
terus menerus, system sirkulasi, dan respiratori meningkatkan system
kerjanya untuk menyediakan suplai oksigen yang cukup untuk
menyediakan bahan bakar dalam rangka penyediaan energy untuk kerja
otot.
Daya tahan kardiorespiratori ditentukan oleh kekuatan aerobik maksimal
(V02max) yang didefinisikan sebagai rata-rata tertinggi oksigen yang dapat
dihasilkan selama latihan dan diperlihatkan dalam jumlah milliliter oksigen
yang dionsumsi per kilogram berat badan per menit. Perbedaan VO2max
antar individu diturunkan oleh kerja tiga system dalam tubuh, yaitu :
respirasi eksternal (fungsi paru-paru), transport udara system kardiovakuler
seperti jantung, pembuluh darah dan darah, respirasi internal (penggunaan
oksigen oleh sel tubuh untuk memproduksi energi).
b. Komposisi Tubuh
Komposisi tubuh adalah rasio lemak dan berat bebas lemak yang seringkali
ditampilkan dalam persen lemak tubuh (Nieman, 2001). Komposisi tubuh
adalah komponen kebugaran yang berhubungan dengan jumlah total
relative dari otot lemak, tulang, dan bagian-bagian vital dalam tubuh.
Lemak tubuh yang sehat berkisar antara 15 % untuk laki-laki dan 23%
untuk perempuan. Banyak metode yang digunakan untuk mengukur lemak
tubuh seperti tes skinfold, Under Water Weighing (UWW). Tes tersebut
memberkan estimasi yang lebih baik untuk berat badan ideal dari pada
table tinggi badan berat badan tetapi salah satu parameter untuk menilai
komposisi tubuh adalah mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT
adalah berat badan yang diukur dalam satuan kilogram dibagi tinggi badan
dalam meter kuadrat yang menggambarkan proporsi berat badan terhadap
tinggi badan (Depkes, 2012).
Berat badan terbagi menjadi lemak dan massa lemak, massa bebas lemak
terdiri dari otot, tulang, dan air. Persen lemak tubuh merupakan persentasi
dari total berat badan merepreentasikan berat lemak yang juga lebih sering
digunakan untuk mengevaluasi komposisi tubuh seseorang (Nieman,
2001).
c. Kekuatan dan Daya Tahan Otot
Kekuatan otot adalah kapasitas otot untuk mengatasi suatu beban.
Sementara itu, daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam
menghasilkan kekuatan dan kemampuan utuk mempertahankannya selama
mungkin. Perkembangan dari kekuatan dan daya tahan otot mempunyai
beberapa keuntungan terkait kesehatan, termasuk peningkatan kepadatan
tulang, ukuran otot, dan kekuatan jaringan penghubung serta peningkatan
harga diri. Diantara usis 30 hingga 70 tahun ukuran dan kekuatan otot
menurun rata-rata 30%, dan mengakibatkan aktivitas yang kurang. Hal ini
juga berkontribusi pada keadaan yang melemahkan di masa tua. Pada
orang-orang tua yang melakukan latihan berat bisa mendapatkan kembali
porsi kekuatan mereka yang hilang, memungkinkan mereka untuk kembali
beraktivitas sehari-hari dengan lebih baik.
Kekuatan otot dapat didefinisikan sebagai tenaga atau tegangan otot untuk
melakukan kerja yang berulang-ulang melawan tahanan dalam suatu usaha
yang maksimal (Battinelli T, 2000). Kebugaran jasmani seseorang
berbanding lurus dengan kekuatan dan ketahanan otot , oleh karena itu
kekuatan otot dapat dimaksimalkan dengan memberikan latihan fisik yang
sesuai dengan aturan olahraga (Afriwardi. 2002).
d. Kelentukan
Kelentukan adalah jangkauan area gerak, sendi-sendi tubuh. Komponen ini
tercermin pada kemampuan seseorang untuk menekuk, meregang, dan
memutar tubuhnya. Beberapa orang tidak memiliki kelentukan yang baik
dikarenakan jaringannya “goyah” di sekitar area sendi, dan selama itu pula
mereka terlihat kaku dan terbatas ruang geraknya. Kelentukan berhubungan
dengan umur dan aktivitas fisik. Kelentukan akan berkurang seiring
meningkatnya umur yang lebih dikarenakan kurang aktif dalam bergerak
dibandingkan proses penuaan. Kelentukan memiliki banyak keuntungan
dalam hal kesehatan, diantaranya pergerakan yang baik, meningkatkan
resistensi cedera dan rasa sakit pada otot, mengurangi resiko sakit
pinggang, meningkatkan postur tubuh, tubuh bergerak lebih gemulai,
meningkatkan penampilan pribadi, perkembangan keterampilan
berolahraga dan mengurangi tekanan darah dan stress (Nieman, 2001).
Metode pengukuran kebugaran jasmani dilakukan dan dipilih sesuai
dengan komponen kebugaran jasmani yang akan ditingkatkan untuk
mendukung peningkatan kinerja bagi tenaga kerja. Setiap jenis pekerjaan
membutuhkan komponen yang spesifik sesuai dengan posisi atau gerak
yang dilakukan selama bekerja. Beberapa metode pemeriksaan komponen
kebugaran jasmani bagi pekerja yang dapat dilakukan dengan fasilitas yang
minimal adalah:
1. Komposisi Tubuh
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pengukuran IMT dilakukan untuk mengetahui proporsi berat badan
terhadap tinggi badan.
b. Lingkar Pinggang
Pengukuran lingkar pinggang dilakukan untuk mengetahui faktor
risiko terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit
jantung-pembuluh darah, DM tipe 2, Dislipidemia, Hipertensi.
Tabel 2.1 Klasifikasi Lingkar Pinggang
Klasifikasi Laki-Laki Wanita
Beresiko ≥ 90 cm ≥ 80 cm
Sumber: (Depkes, 2012)
2. Daya Tahan Jantung-Paru
Banyak metode pengukuran daya tahan jantung paru yang dapat
dilakukan dilapangan. Salah satu pengukuran daya tahan jantung paru
yaitu Bleep Test, tes ini dilakukan untuk mengukur kapasitas
aerobic/kebugaran dan ketahanan kardiovaskuler. Tes ini meliputi
berlari terus menerus diantara dua garis yang berjarak 20 m selama
terdengar suara beep yang sudah direkam sebelumnya. Itulah sebabnya
test ini disebut dengan bleep test. Kecepatan pada start sangat lambat,
sesudah sekitar satu menit kecepatan suara beep akan terus bertambah
dan tenggang suara beep menjadi lebih cepat. Tes ini dihentikan bila
responden gagal mencapai garis (kurang dari dua meter) pada saat
membalikan lari 2 kali berturut turut. Waktu antara beep memendek
setiap menit (Level). Kelebihan dari bleep test yaitu, pada kelompok
besar dapat melakukan test ini sekaligus sehingga biaya yang digunakan
minimal. Selain itu, test ini juga merupakan upaya maksimal dari
kapasitas daya tahan tubuh. Kelebihan bleep test juga merupakan tes
untuk energy aerobic, sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh
seseorang. Dan kelemahan pada tes ini yaitu, praktek dan tingkat
motivasi dapat mempengaruhi nilai yang dicapai dan skor dapat
subyektif. Tes ini sering dilakukan di luar ruangan, sehingga kondisi
lingkungan dapat mempengaruhi hasil.
Tabel 2.2 Norma Bleep Test Laki-laki
Age Excellent Above
Average
Average Below
Average
Poor
14-16 L12 S7 L11 S2 L8 S9 L7 S1 <L6 S6
17-20 L12 S12 L11 S6 L9 S2 L7 S6 <L7 S3
21-30 L12 S12 L11 S7 L9 S3 L7 S8 <L7 S5
31-40 L11 S7 L11 S4 L6 S10 L6 S7 <L6 S4
41-50 L10 S4 L9 S4 L6 S9 L5 S9 <L5 S2
Tabel 2.3 Norma Bleep Test Perempuan
Age Excellent Above
Average
Average Below
Average
Poor
14-16 L10 S9 L9 S1 L6 S7 L5 S1 <L4 S7
17-20 L10 S11 L9 S3 L6 S8 L5 S2 <L4 S9
21-30 L10 S8 L9 S2 L6 S6 L5 S1 <L4 S9
31-40 L10 S4 L8 S7 L6 S3 L4 S6 <L4 S5
41-50 L9 S9 L7 S2 L5 S7 L4 S2 <L4 S1
(Sumber : http://www.topendsports.com/index.htm)
3. Fleksibilitas
Pengukuran fleksibilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan ruang
lingkup gerak sendi terutama sendi pinggul dan batang tubuh. Tes ini
memerlukan alat khusus yang digunakan sesuai kebutuhan pekerjaan
yang ditekuni dan dilakukan secara individual. Salah satu pengukuran
fleksibilitas yang mudah dan murah untuk dilakukan adalah tes
Fleksibility meter.
Tabel 2.4 Klasifikasi Penilaian Tes Fleksibilitas untuk Laki-Laki
Laki-Laki UMUR (tahun)
15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69
kurang Sekali ≤ 23
≤ 24 ≤ 22 ≤ 17 ≤ 15 ≤ 14
Kurang 24-28 25-29 23-27 18-23 16-23 15-19
Cukup 29-33 30-33 28-32 24-48 24-27 20-24
Baik 34-38 34-39 33-37 29-34 28-34 25-32
Baik Sekali ≥ 39 ≥ 40 ≥ 38 ≥ 35 ≥ 35 ≥ 33
Tabel 2.5 Klasifikasi Penilaian Tes Fleksibilitas untuk Perempuan
Perempuan UMUR (tahun)
15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69
kurang Sekali ≤ 28
≤ 27 ≤ 26 ≤ 24 ≤ 24 ≤ 23
Kurang 29-33 28-32 27-31 25-29 25-29 23-26
Cukup 34-37 33-36 32-35 30-33 30-32 27-30
Baik 38-42 37-40 36-40 34-37 33-38 31-34
Baik Sekali ≥ 43 ≥ 41 ≥ 41 ≥ 38 ≥ 39 ≥ 35
Sumber: Depkes (2012).
4. Daya Tahan dan Kekuatan Otot
Pengukuran daya tahan otot dilakukan untuk mengetahui kemampuan
otot atau sekelompok otot untuk berkontraksi secara submaksimal dan
berulang-ulang, dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran kekuatan otot
dilakukan untuk mengetahui kemampuan otot atau sekelompok otot
untuk kontraksi secara maksimal sehingga menghasilkan sejumlah
tenaga/gaya/tegangan. Tes ini digunakan sesuai kebutuhan pekerjaan
yang ditekuni dan dilakukan secara individual. Salah satu tes
pengukuran daya tahan dan kekuatan otot yang dapat dilakukan untuk
mengetahui kekuatan otot, salah satunya adalah Tes Back Leg Strenght.
Tujuan dari tes back leg strength ini adalah untuk mengukur komponen
kekuatan otot punggung (KONI. 1999). Tes ini dapat dilakukan pada
laki-laki dan perempuan, dengan alat Back Dynamometer. Pelaksanaan
tes ini adalah dengan cara berdiri, panggul dirapatkan didinding dan
badan dibungkukkan ke depan. Kedua tangan lurus memegang
dynamometer dengan kedua tangan lurus, responden berusaha sekuat-
kuatnya mengangkat badan ke atas, sehingga menuju pada sikap berdiri
tegak. Dan pada alat tersebut menunjukkan angka yang menyatakan
besarnya kekuatan kontraksi dari otot punggung tersebut.
Tabel 2.6 Norma Penilaian dan Klasifikasi Back Strength
KATEGORI PRESTASI (kg)
Kategori Laki-Laki Wanita
Baik >130 >100
Sedang 100-129 80-120
Kurang <100 <80
(sumber : Dr. Arie. S 2006)
Leg atau kekuatan otot extensor kaki (tungkai), biasanya pada tes ini alat
Alat yang digunakan dalam tes kekuatan otot mendorong adalah Back
And Leg Dynamometer, satuan dari Back And Leg Dynamometer
adalah kilogram (Kg). Prosedur pelaksanaan tes, yaitu Orang coba
berdiri di atas tumpuan back leg dynamometer, kedua tangan memegang
bagian tengah tongkat pegangan back leg dynamometer, kedua tangan
lurus, punggung lurus sedangkan lutut ditekuk mebuat sudut krang lebih
120 derajat, setelah itu tarik tongkat pegangan keatas sekuat-kuatnya
dengan meluruskan lutut dan tumit tidak boleh diangkat.
Tabel 2.7 Norma Penilaian dan Klasifikasi Leg Strength
KATEGORI PRESTASI (kg)
Kategori Laki-Laki Wanita
Baik >140 >120
Sedang 110-140 80-120
Kurang <110 <80
(sumber : Dr. Arie. S 2006)
Tes Hand Grip, tes hand grip bertujuan untuk mengukur kekuatan
menggenggam dari otot-otot tangan. Untuk melakukan tes ini diperlukan
sebuah alat yang dikenal dengan HandGrip Dynamometer. Pelaksanaan
handgrip dynamometer adalah dengan menggenggam kuat handgrip,
setiap usaha yang dilakukan akan dicatat skorenya dengan melihat
penujukkan jarum alat tersebut.
Tabel 2.8 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Laki-Laki
Tabel 2.9 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Wanita
Tes Push Pull Strength yaitu, tes yang mengukur kekuatan otot tangan
dalam menarik dan mendorong (otot bahu). Alat yang biasa digunakan
pada tes ini adalah Expanding Dynamometer, satuan dari alat ini adalah
Kategori Kanan Kiri
Baik >46.5 >44.5
Sedang 36.5-46 33.5-44
Kurang <36 <33
Kategori Kanan Kiri
Baik >32.5 >27
Sedang 24.5-32 19-26.5
Kurang <24 <19
kilogram (kg). prosedur pelaksanaan tes ini, yaitu seseorang mencoba
berdiri tegak dengan posisi kaki terbuka kurang lebih 20 cm atau selebar
bahu, pandangan lurus kedepan, Expanding Dynamometer dipegang
dengan kedua tangan, diangkat dengan kedua tangan dan berada didepan
dada, badan dan alat menghadap keluar atau kedepan, kedua lengan atas
kesamping dan siku ditekuk, jarum dynamometer berada pada angka
nol, kemudian tarik sekuat-kuatnya expanding dynamometer dengan
kedua tangan dilakukan dengan sekali tarikan, dan alat tersebut tidak
boleh menyentuh badan.
Tabel 2.10 Norma Penilaian dan Klasifikasi Push Strength
Tabel 2.11 Norma Penilaian dan Klasifikasi Pull Strength
Setelah melakukan tes jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan
komposisi tubuh yang terdiri dari, Bleep Test, Hand Grip, Back Leg
Strength, Push Pull Strength, Fleksibilitas dan IMT. Maka setelah
semua hasil sudah didapatkan berdasarkan masing-masing kekuatan
responden maka dapat dinilai dengan perhitungan sebagai berikut:
Tabel 2.12 Nilai Pengukuran
Kategori Nilai
Kurang Sekali 1
Kurang 2
Cukup 3
Baik 4
Baik Sekali 5
Kategori Laki-Laki Wanita
Baik >40 >30
Sedang 30-40 20-30
Kurang <30 <20
Kategori Laki-Laki Wanita
Baik >40 >30
Sedang 30-40 20-30
Kurang <30 <20
Pengukuran jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi
tubuh dapat dilakukan untuk mengetahui status kebugaran seseorang,
yaitu dengan melakukan perhitungan Bleep Test, Hand Grip, Back Leg
Strength, Push Pull Strength, Fleksibilitas dan IMT dimana semua hasil
yang sudah didapatkan dijumlahkan maka saat itu status kebugaran
seseorang akan terlihat berdasarkan:
Tabel 2.13 Norma Tes Kebugaran
Klasifikasi Norma Tes Kebugaran
Baik Sekali 22-25
Baik 18-21
Sedang 14-17
Kurang 10-13
Kurang Sekali 05-09
Sumber: Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Depdikbud. 1997
2.1.4 Pengukuran Kebugaran
Skor atau tingkat kebugaran sesorang dapat diketahui melalui
serangkaian pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan komponen-
komponen kebugaran melalui tahapan dengan menggunakan peralatan tertentu
(Permaesih, et.al., 2001). Tes kebugaran merupakan indikator kuantitatif yang
menggambarkan sejauh mana kualitas fisik seseorang saat ini dan setelah
beraktivitas fisik. Cara penentuan tingkat kebugaran dipilih berdasarkan
tujuan pengukuran, jenis kemampuan yang akan diukur terutama yang
berhubungan dengan jenis pekerjaan yang biasa dilakukan. Pengukuran
kebugaran terbagi kedalam dua kategori berdasarkan metabolisme energy,
yaitu pengukuran aerobik dan pengukuran anaerobik.
a. Uji Kebugaran Aerobik
Aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana
kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya : jogging, senam,
renang, bersepeda (Buku Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas
Kesehatan, 2002). Kebugaran aerobik adalah kapasitas maksimal untuk
menghirup, menyalurkan, dan menggunakan oksigen. Sebaiknya diukur
dalam tes laboratorium yang disebut maksimal pemasukan oksigen
(V02max). Uji kebugaran aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung
dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan pengukuran
kapasitas aerobik (VO2max) yang dapat dilakukan menggunakan alat
Douglas Bag (dua kantung udara yang disambung dengan selang pada
mulut dan hidung dengan cara dipanggul) selama melakukan aktivitas fisik.
Metode tidak langsung dilakukan dengan metode prediksi melalui detak
jantung. Pada individu yang bugar, detak jantung atau denyut nadi lebih
sedikit jumlahnya karena system kardiorespiratori bekerja secara lebih
efisien, yaitu setiap detak oksigen yang terpompa dalam darah lebih banyak
sehingga kebutuhan oksigen dapat langsung terpenuhi. Tujuan yang ingin
dicapai dalam olahraga pada dasarnya adalah kapasitas aerobik yang
menunjukkan derajat kebugaran seseorang dan cara umum yang sering
dilakukan untuk mengukur kebugaran seseorang sebagai berikut :
1) Tes Ketahanan Kardiorespiratori
Tes lari 12 menit Cooper
Penilaian yang dilakukan dengan melihat jarak yang dapat dicapai
selama berlari 12 menit berlari.
Tes lari 2,4 km
Penilaian yang dilakukan dengan melihat waktu yang diperlukan untuk
lari 2,4 km.
Tes dengan Ergocycle
Tes ini dilakukan dengan menggunakan suatu sepeda ergometer yang
diam/statis dipergunakan untuk melihat kebugaran berdasarkan
kemampuan aerobic (kemampuan menghirup oksigen).
Tes Turun Naik Bangku
Harvard Step Test menggunakan bangku setinggi 20 inci (70 cm).
Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard , USA. Pertama kali
nama tes ini dimulai dengan nama Harvard. Tujuan dari tes ini adalah
untuk mengukur kemampuan tubuh seseorang untuk menyesuaikan
terhadap beban kerja dan nadi pulih asal dari kerja tersebut (pulse
recover). Ketinggian bangku, irama naik turun bangku, dan kapan
mengukur denyut nadi pemulihannya membedakan tes yang satu dengan
yang lain (Sudarno SP, 1992).
2) Tes Kekuatan Otot
Tes kekuatan otot bertujuan unuk mengetahui kekuatan otot seseorang
secara spesifik. Tes ini bisa dilakukan dengan melakukan angkat beban
satu kali secara maksmal. Tes kekuatan otot dapat dilakukan dengan tes
Handgrip Dynamometer, Pull and Push Dynamometer, Leg
Dynamometer, Back Dynamometer, One-Repetition Maximum.
3) Tes Daya Tahan Otot
Pegukuran daya tahan otot meliputi pull up, sit up, push up, handgrip,
back leg strength, push pull strength.
4) Tes Kelentukan
Pengukuran dilakukan dengan sit and reach test menggunakan
flexometer atau dapat dilakukan dengan fleksibiliy meter.
5) Tes Komposisi Tubuh
Tes ini dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama skinfold atau
Biolectrical Impedance Analysis atau dapat juga diukur dengan
menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) pegukuran Tinggi badan dan
Berat Badan.
b. Uji Kebugaran An-aerobik
An-aerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat
dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Di Indonesia, kebugaran jasmani yang
dibutuhkan oleh karyawan berbeda dengan kebugaran yang dibutuhkan
oleh anggota ABRI, berbeda pula dengan pelajar dan sebagainya.
Kesegaran jasmani yang dibutuhkan manusia untuk bergerak dan
melakukan pekerjaan bagi setiap individu tidaklah sama, disesuaikan
dengan gerak atau pekerjaan yang dilakukan (Pusat Kesegaran Jasmani dan
Rekreasi, Depdikbud, 1995).
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran
Kebugaran individu ditentukan oleh :
2.1.5.1 Usia
Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang biasanya jauh
lebih baik, hal ini dikarenakan fungsi organ tubuh akan akan tumbuh secara
optimal. Sedangkan pada orang tua terjadinya penurunan kebugaran jasmani
dikarenakan banyaknya jaringan-jaringan dalam tubuh yang mengalami
kerusakan (Muslichatun, 2005). Tingkat kebugaran jasmani akan meningkat
sampai dengan mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan
terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-
1% per tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astrand, dinyatakan
bahwa sebelum memasuki masa pubertas laki-laki dan perempuan pada usia
yang sama tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal kekuatan
aerobic maksimal. Puncaknya adalah pada usia 18-25 tahun yang diikuti dengan
menurunnya maximal oxygen uptake secara berangsung-angsur (Astrand dan
Rodahl, 1986). Usia sangat memiliki pengaruh besar terhadap kebugaran
jasmani, yaitu:
a. Daya tahan jantung dan pembuluh darah
Pada usia anak-anak daya tahan jantung dan pembuluh darah meningkat
hingga usia sekitar 20 tahun dan akan mencapai maksimal pada usia 20-30
tahun, sehingga menurun sesuai dengan perubahan usia. Sehingga pada usia
70 tahun hanya memiliki daya tahan jantung dan pembuluh darah sekitar
50% saja.
b. Kekuatan otot
Pada usia 25 tahun kekuatan otot mencapai optimal, dan setelah itu kekuatan
otot akan mengalami penurunan , hingga pada usia 65 tahun kekuatannya
hanya sekitar 65-70% dari kekuatan yang dimiliki pada usia 25 tahun, pada
usia 65 tahun penurunannya akan lebih cepat lagi. Selain itu seluruh nilai
komponen kebugaran jasmani juga akan mengalami penurunan setelah
berusia kira-kira 30 tahun.
2.1.5.2 Jenis Kelamin
Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan
kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh,
komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormone, kapasitas paru-
paru, dan sebagainya. Sampai usia pubertas biasanya nilai kebugaran jasmani
pada laki-laki dan perempuan hampir sama, tetapi setelah usia tersebut laki-laki
memiliki nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
antara lain disebabkan oleh:
a. Laki-laki memiliki serat otot yang lebih tebal, besar, dan kuat bahkan tanpa
melakukan latihan beban, ini disebabkan karena efek hormone testoteron
yang mendorong sintesis dan penyusunan aktin dan miosin yang
menyebabkan massa otot laki-laki secara alamiah lebih besar.
b. Perempuan memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, adanya perbedaan
hormone testosteron dan estrogen dan kadar hemoglobin yang lebih rendah.
2.1.5.3 Genetik
Tingkat kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada
dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam
tubuh seseorang dari sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam
kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, fleksibilitas, dan
keseimbangan pada setiap orang. Beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik dan kebugaran seseorang.
Meurut hasil studi yang dilakukan tim peneliti President Council On Physical
Fitness and Sport (1993) dinyatakan bahwa faktor genetik seseorang dapat
berpengaruh terhadap kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health
related fitness). Pengaruh genetik terhadap kebugaran terlihat pada komponen-
komponen morfologis, muscular, kardiorespiratori, dan metabolic. Masing-
masing komponen tersebut dipengaruhi oleh kode genetic yang akan terlihat
pada fenotip tubuh individu.
2.1.5.4 Aktivitas Fisik
Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran
jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur yang akan
mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat
mengurangi lemak tubuh. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat
aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik
adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur yang dilakukan berulang-ulang
dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan
fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas
fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat kompetitif maupun non
kompetitif. Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua
kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga), dan aktivitas fisik
tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda, dan bekerja).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi resiko terhadap
penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD), stroke, diabetes mellitus dan
kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap berbagai macam
penyakit serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Aktivitas
fisik yang rutin dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran
seseorang, diantaranya yaitu peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan
curah jantung, penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan
efisiensi kerja otot jantung, mencegah mortalitas dan morbiditas akibat
gangguan jantung, peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik,
peningkatan metabolisme tubuh, meningkatkan kemampuan otot, dan
mencegah obesitas. Kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas
olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya olahraga setiap kegiatan dalam
seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran seseorang apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Intensitas latihan
Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut.
Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik
yang maksimal. Intensitas latihan yang dianjurkan untuk olahraga kesehatan
antara 72% dan 78% dari denyut nadi maksimal.
b. Lamanya latihan
Hasil latihan yang baik cukup bermanfaat bagi kesegaran jantung dan tidak
berbahaya. Waktu berlatih sampai mencapai training zone yaitu selama 15-
25 menit.
c. Frekuensi latihan
Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan.
Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau dilakukan 3-5 kali
seminggu minimal 30 menit setiap kali berolahraga (Moelyono Ws, 1991).
Berdasarkan riset yang dilakukan, terdapatnya 3 aspek yang secara
bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu
pekerjaannya, olahraga dan kegiatan di waktu luang. Oleh karena itu
kuisioner dapat meninjau aktivitas fisik pada tiga aspek tersebut yang
mencakup kategori terstruktur dan tidak terstruktur, yaitu aktivitas fisik saat
bekerja, berolahraga, dan aktivitas fisik pada waktu luang sehingga dapat
diperolehnya gambaran keseluruhan aktivitas fisik seseorang individu.
2.1.5.5 Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan
kardiovaskuler, karena didalam rokok terdapat berbagai macam zat-zat yang
merusak tubuh , yaitu karbon monoksida, nikotin, tar, dan beberapa zat lainnya.
Dampak merokok pada tubuh manusia menurut Conrad and Miller (1986)
dalam sitepoe (2000), seseorang menjadi perokok melalui dorongan psikologis
dan fisiologis.
2.1.5.6 Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan
dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa, dkk, 2002). Status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh
cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara
umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2001). Sedangkan zat gizi
adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
dengan menghasikan energy, membangun dan memelihara jaringan serta
mengatur proses kehidupan (Almtsier, 2005). Ketersediaan zat gizi didalam
tubuh akan berpengaruh pda kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan
kardiovaskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik seseorang haruslah
melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup, mendapatkan asupan gizi yang
memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur dengan cukup. Indikator status gizi
yang digunakan pada orang dewasa didasarkan pada pengukuran antropometri
Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) yang disajikan dalam bentuk Indeks
Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh akan dihitung berdasarkan Berat
Badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan Tinggi Badan dikuadratkan dalam
meter.
Rumus Perhitungan IMT adalah:
IMT =
Tabel 2.14 Status Gizi Depkes RI
Sumber: Depkes RI (2003)
Tebal lemak bawah kulit merupakan salah satu indeks antropometri yang
digunakan dalam pengukuran status indeks antropometri untuk mengukur status
gizi. Pengukuran tebal lemak bawah kulit biasanya digunakan untuk
memperkirakan jumlah lemak dalam tubuh. Jumlah lemak dalam tubuh dari
seseorang tergantung dari berat badan, jenis kelamin, umur dan aktivitas.
Classification Body Mass Index (kg/m2)
Sangat Kurus <17,0 kg/m2
Kurus 17,0 – 18,4 kg/m2
Normal 18,5 – 25,0 kg/m2
Gemuk 25,1 – 27,0 kg/m2
Obesitas >27,0
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengukuran tebal lemak bawah kulit
dapat digunakan untuk memperkirakan jumah lemak dalam tubuh terutama
pada orang dewasa. Persentase kandungan lemak tubuh dapat dipakai untuk
menilai status gizi dengan pengukuran tebal lemak bawah kulit (TLBK) di 4
tempat yaitu: trisep, bisep, subskapular dan suprailiaka. Skinfold adalah
pengukuran kulit dan jaringan lemak yang kemudian diestimasi dalam persen
lemak tubuh. Menurut Davidson (1972) yang dikutip dari Husaini dan
Hasibuan, jaringan tubuh dapat dinilai dengan mengukur tebal lemak dalam
kulit dengan alat caliper. Standar tempat pengukuran skinfold ada 10 tempat
yaitu dada (chest), subskapula (subskapular), midaksilaris (midaxillary),
suprailiaka (suprailiac), perut (abdominal), trisep (tricep), bisep (biceps),
punggung belakang bawah (lower back), paha (thigh), dan betis (calf).
Mengukur Lipatan kulit (skinfold) terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan kulit dan
lapisan lemak subkutan. Untuk tempat pengukuran tergantung dari tujuan
penelitian, umur yang akan diperiksa, seks, ketelitian daerah dan lemak serta
mudah dilakukan. Cara melakukan pengukurannya yaitu kulit dicubit dengan
dua jari. Calipers diletakkan tegak lurus lipatan kulit yang tercubit sekitar 1 cm
diatas jari. Kemudian panahan caliper dilepas sehingga menjepit lapisan kulit
(jepitan rata-rata sebesar 1 kg/mm2). Lakukan beberapa kali sebelum membaca
skala (skala dibaca 0,5 mm). pembacaan skala dilakukan antara 2-3 detik.
Pengukuran minimal 2 kali. Jika pengukuran kedua berselisih lebih dari 1 mm
dari pengukuran pertama maka harus diulangi. Selang waktu antara pengukuran
pertama dan ke dua yaitu 15 detik. Persentase body fat dapat diestimasi dari
skinfold menggunakan persamaan secara umum atau kelompok tertentu. Salah
satu persamaan pengukuran secara umum yaitu persamaan durnin and
womersley. Persentase body fat dapat dihitung dengan menggunakan data satu
atau hasil penjumlahan dua sampai empat pengukuran skinfold, yang dilakukan
sesuai dengan prosedur.
Pengukuran Lingkar pinggang dan pinggul merupakan salah satu pengukuran
status gizi dan sebagai indikator untuk mengetahui factor risiko dari penyakit
Diabetes Mellitus type 2, kolesterol tinggi yang tak terkontrol, tekanan darah
tinggi, dan penyakit jantung. Ukuran lingkar pinggang yang aman untuk pria
adalah kurang dari 90 cm, sedangkan wanita kurang dari 80 cm. lebih dari
angka itu maka terjadinya kelebihan lemak. Rasio lingkar pinggang dan pinggul
adalah cara penilaian obesitas terbaik untuk mengukur risiko serangan jantung.
Rasio lingkar pinggang dan pinggul dikalkulasikan dengan membagi ukuran
lingkar pinggang dengan lingkar perut.
Penilaian status gizi
Status gizi merupakan gambaran keadaan kesehatan seseorang tentang
perkembangan keseimbangan antara asupan (Intake) dan kebutuhan
(requirement) untuk berbagai proses biologis, termasuk untuk tubuh. Penilaian
status gizi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
a. Pengukuran Antropometri
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak dibawah kulit.
Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energy. Pada
klasifikasi orang dewasa biasanya dilakukan dengan pengukuran IMT.
a) IMT (Indeks Massa Tubuh)
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan. Untuk kepentingan di Indonesia, ambang batas
dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di
beberapa Negara berkembang (Anggraeni, 2012).
b) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial
epithelialtissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar
tiroid (Supariasa, dkk, 2002).
c) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,
urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot
(Supariasa, dkk, 2002).
d) Biofisika
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, dkk, 2002).
2. Penilaian Status Gizi Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Metode survei konsumsi makanan untuk individu yaitu: metode recall 24
jam, metode estimated food record, metode penimbangan makanan (food
weighting), metode dietary history dan metode frekuensi makanan (food
frequency).
1) Metode recall 24 jam
Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang
lalu. Pada recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat
kualitatif, oleh karena itu untuk mendapatkan data kualitatif maka
jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan
menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dll) atau ukuran lainnya
yang biasa dipergunakan sehari-hari. Apabila pengukuran hanya
dilakukan 1 kali (1 X 24 jam) maka data yang diperoleh kurang
representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Oleh
karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan
harinya tidak berturut-turut (Supariasa., Dkk,. 2002).
2) Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi
selama periode tertentu, seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Selain
itu dengan metode frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran
pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif
b. Statistik Vital
Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
dengan beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan
umur, angka kesakitan dan kematian sebagai akibat penyebab tertentu dan
data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, dkk., 2002).
c. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa
faktor fisk, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi dan lain-lain (Supariasa, dkk., 2002) Zat-zat makanan diperlukan
untuk kebugaran jasmani, dan zat-zat tersebut baik digunakan untuk:
a. Tenaga/kalori
Fungsi organ tubuh kita baik yang dibawah kesadaran ataupun tidak
dapat berlangsung dengan sempurna karena adanya tenaga yang
diperoleh dari zat-zat makanan karbohidrat, protein dan lemak. Melalui
proses pembakaran ketiga macam zat makanan tersebut dapat diolah
menjadi tenaga.
b. Pembentukan sel
Zat-zat makanan akan dibutuhkan secara terus menerus oleh sel untuk
mengganti atau memperbaiki sel-sel yang mati atau rusak (luka).
Pokok-pokok persoalan dalam pengetahuan gizi perlu diketahui untuk
dapat membentuk tubuh yang sehat dan mempertahankan tingkat
kesehatan serta kegiatan yang tinggi, terlebih pada saat melakukan
kegiatan berolahraga. Menurut Almatsier (2009) Tingkat gizi kita
dipengaruhi oleh berbagai macam zat kebutuhan dan selalu harus ada
dalam jumlah yang cukup pada pola makan kita sehari-hari, yaitu:
a) Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena sumber
energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah. Semua
karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat yang
penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu
karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Sesungguhnya
semua jenis karbohidrat terdiri atas karbohidrat sederhana atau gula
sederhana, sedangkan karbohidrat kompleks memiliki lebih dari dua
unit gula sederhana di dalam satu molekul. Peranan utama
karbohidrat di dalam tubuh adalah menyediakan glukosa bagi sel-
sel tubuh yang kemudian diubah menjadi energi. Glukosa memilki
peranan penting dalam metabolisme karbohidrat.
b) Protein
Protein adalah molekul makro yang memilki berat molekul antara
lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai
panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan
peptida. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut
zat-zat gizi dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke
dalam darah dari, dari darah ke jaringan-jaringan dan melalui
membran sel ke dalam sel-sel. Kekurangan protein dapat
menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi.
Protein hewani pada umumnya memiiki susunan asam amino yang
paling sesuai untuk kebutuhan manusia.
c) Lemak
Lemak merupakan simpanan energi paling utama di dalam tubuh,
dan merupakan sumber zat gizi esensial. Komposisi asam lemak
trigliserida simpanan lemak ini bergantung pada susunan makanan,
lemak merupakan sumer energi paling padat yang menghasilkan 9
Kkal untuk tiap gramnya, yaitu 2 ½ kli besar energi yang dihasilkan
oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Sebagai
simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling
besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu
atau kombinasi zat-zat energi, karbohidrat, lemak dan protein.
Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut, yaitu 50%
di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam
rongga perut, dan 5% di jaringan intramuskular.
d) Vitamin dan Mineral
Vitamin adalah zat-zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah
sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk dalam tubuh,
oleh karena itu harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk
kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan,
setiap vitamin memiliki tugas spesifik didalam tubuh. Karena
vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena
penyimpanan dan pengolahan. Vitamin berperan dalam beberapa
tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan
tubuh. Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang
peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada
tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara
keseluruhan. Mineral digolongkan kedalam mineral mikro dan
makro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro
dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari.
2.1.5.7 Kebiasaan Olahraga
Kebugaran jasmani sangat erat kaitannya dengan program latihan karena
kebugaran jasmani yang tinggi dapat dicapai melalui program latihan yang
teratur. Sedangkan peningkatan kebugaran jasmani dapat dilakukan dengan
meningkatkan intensitas latihan dan lamanya latihan. Karena latihan fisik dapat
meningkatkan kebugaran jasmani seseorang.
a. Tipe Latihan
Tipe latihan seseorang harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai
sebab tipe latihan akan memberikan efek faal tubuh sesuai dengan apa yang
dilakukan. Tipe latihan untuk peningkatan kebugaran antara lain memiliki
ciri-ciri yaitu pada aerobik melibatkan otot-otot besar dan dapat
dipertahankan kontinuitas dan ritmiknya. Jenis-Jenis latihan kebugaran
antara lain:
1) Berjalan kaki
Berjalan kaki merupakan latihan fisik yang sering dilakukan. Yang
memiliki banyak keuntungan seperti tidak banyaknya biaya yang
dikeluarkan, mudah, dan memiliki resiko cedera yang kecil.
2) Jogging
Jogging adalah lari perlahan secara kontinyu. Latihan ini sangat mudah
dan tidak mengeluarkan biaya. Jogging bermanfaat untuk meningkatkan
kebugaran jantung-paru dan otot. Pada saat selesai melakukan jogging
sebaiknya disarankan untuk tidak berhenti secara mendadak melainkan
tetap berlari atau berjalan secara perlahan hingga detak jantung kembali
normal.
3) Bersepeda
Olahraga menggunakan alat bantu berupa sepeda yang biasa digunakan di
alam terbuka maupun jenis sepeda stationer yang dapat digunakan
diruangan tertutup. Jika ini dilakukan secara teratur maka akan
bermanfaat untuk kebugaran.
4) Berenang
Berenang merupakan olahraga yang sangat disukai oleh semua kalangan.
Yang melibatkan seluruh anggota badan sehingga dapat melepaskan
kelelahan, meningkatkan kebugaran dapat digunakan sebagai terapi.
5) Senam Aerobik
Senam aerobik merupakan olahraga yang diiringi irama dinamis yang
mendatangkan keceriaan, dengan intensitas yang dapat dipilih sesuai
dengan irama musik.
b. Intensitas Latihan
Intensitas latihan jasmani merupakan hal yang dipertahankan dalam latihan
yaitu keadaan intensitas (penekanan) latihan yang dilakukan. Intensitas
latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi efek latihan terhadap faal tubuh. Semakin berat latihan
(sampai dengan batas tertentu) maka semakin baik efek yang diperoleh.
Latihan jasmani yang sesuai untuk meningkatkan kebugaran jasmani adalah
dengan latihan olahraga yang sifatnya aerobik.
c. Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan adalah jumlah kerja ulangan latihan yang dilakukan dalam
jangka waktu seminggu. Frekuensi latihan sangat berhubugan erat dengan
intensitas dan lamanya latihan seseorang. Frekuensi latihan memiliki
hubungan dengan intensitas dan semakin lama latihan maka frekuensi
perminggu semakin sedikit. Kebugaran jasmani akan dalam kondisi stabil
atau meningkat apabila kondisi faal tubuh dipacu dengan latihan minimal 3
kali seminggu dan maksimal 5 kali seminggu, karena jika ditinjau dari ilmu
faal, seseorang yang tidak melakukan latihan olahraga atau beristirahat
selama 2 hari maka kondisi kebugaran jasmani akan menurun.
d. Durasi latihan
Durasi latihan adalah lama perangsangan atau lama latihan setiap sesi.
Menurut Nieman (2001), untuk meningkatkan dan mempertahankan
kebugaran latihan harus dilakukan selama 30-60 menit tanpa berhenti atau 2-
3 jam dalam seminggu. Hasil latihan akan terlihat setelah 12-16 minggu
setelah rutin berolahraga.
Tingkat Aktivitas Fisik dapat dikelompokkan menjadi 4 level dengan
mencatat intensitas dan durasi aktivitas fisik pekerja selama seminggu.
Tabel 2.15 Tingkat Aktivitas Fisik (Kebiasaan Olahraga)
No AKTIVITAS FISIK NILAI
1 Saya tidak melakukan latihan fisik
atau hanya sesekali melakukan
latihan fisik
1
2 Saya melakukan latihan fisik secara
teratur minimal 30-60 menit dalam
seminggu
2
3 Saya melakukan latihan fisik secara
teratur 3 x seminggu atau minimal
2-3 jam dalam seminggu
3
4 Saya melakukan latihan fisik secara
teratur 5 x dalam seminggu
4
Sumber: Depkes (2012).
Tingkat aktivitas fisik dengan nilai 1 dan 2 termasuk tingkat aktifitas fisik
rendah.
Prinsip Kaidah Latihan Fisik
Prinsip Kaidah latihan Fisik yang baik, benar, terukur, dan teratur dapat
memberikan hasil optimal bagi peningkatan derajat kesehatan dan kebugaran
jasmani masyarakat.
a. Latihan fisik yang baik adalah latihan fisik yang dimulai sejak usia dini
hingga usia lanjut. Latihan fisik dapat dilakukan dimana saja, dengan
memperhatikan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, bebas polusi,
tidak rawan cedera. Pilihan latihan fisik sebaiknya bervariasi sesuai minat
dan disenangi.
b. Latihan fisik yang benar adalah latihan fisik yang dilakukan sesuai
kondisi fisik dan secara medis mampu dilakukan tanpa menimbulkan
dampak yang merugikan. Latihan fisik dilakukan secara bertahap dimulai
dari pemanasan dan peregangan 10-15 menit, dilanjutkan dengan latihan
inti 20-60 menit, dan diakhiri pendinginan dengan peregangan selama 5-
10 menit.
c. Latihan fisik yang terukur adalah latihan fisik yang dilakukan dengan
mengukur intensitas latihan dengan menghitung denyut nadi latihan dan
lama waktu latihan. Waktu latihan dimulai semampunya, ditambah
bertahap secara perlahan-lahan antara 20-60 menit. Cara lain untuk
mengukur intensitas latihan menggunakan tes bicara (talk test) yang dapat
menentukan latihan fisik dengan intensitas sedang.
d. Latihan fisik yang teratur adalah latihan fisik yang dilakukan secara
teratur dalam seminggu dengan selang waktu untuk istirahat.
Menurut WHO aktivitas fisik dibedakan dalam 4 kategori:
1) Aktivitas fisik untuk hidup adalah aktivitas fisik ringan sampai dengan
sedang yang dilakukan selama 10 menit atau lebih dalam sehari dan
dapat dilakukan beberapa kali dalam sehari. Aktivitas fisik ini
dilakukan setiap hari.
2) Aktivitas fisik untuk sehat adalah aktivitas fisik sedang yang dilakukan
selama 30 menit atau lebih dalam sehari dan dilakukan setiap hari.
3) Latihan fiik untuk kebugaran jasmani adalah latihan fisik sedang
sampai dengan berat yang dilakukan selama 20 menit atau lebih.
Latihan fisik ini yang dilakukan 3-4 kali dalam seminggu selang waktu
sehari.
4) Latihan fisik untuk olahraga adalah latihan fisik yang diprogram
khusus secara individual. Durasi dan frekuensi latihan fisik ini harus
sesuai dengan tingkat kebugaran jasmani per individu.
2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi Latihan Fisik Terprogram
1. Pemantauan latihan fisik terprogram:
Pelaksanaan pemantauan latihan fisik terprogram perlu dilakukan untuk
memantau keluhan yang timbul pada saat melakukan latihan fisik dan
kendala lain. Monitoring dilakukan pada latihan fisik berkelompok
ditempat kerja maupun latihan fisik mandiri di rumah atau tempat lain.
Monitoring dilakukan dengan:
a. Menggunakan Kartu Menuju Bugar (KMB) atau kartu latihan (KL) yang
disiapkan oleh perusahaan atau kelompok olahraga.
b. Melakukan pemeriksaan kondisi tubuh denyut nadi istirahat dan tekanan
darah sebelum melakukan latihan fisik sebelum sesi latihan.
c. Mengukur denyut nadi (DN). Denyut nadi yang dianjurkan untuk diukur
adalah pada saat sebelum latihan (nadi istirahat), setelah melakukan
pemanasan (nadi pemanasan), setelah melakukan latihan inti (nadi
latihan) dan setelah melakukan pendinginan (nadi pendinginan).
Evaluasi pelaksanaan latihan fisik terprogram meliputi aktivitas fisik
dan kebugaran jasmani dtempat kerja perlu dikaitkan dengan
produktivitas kerja agar manfaat latihan fisik dapat dirasakan oleh
pekerja maupun pemberi kerja. Evaluasi dilakukan untuk melihat
partisipasi pekerja yang melakukan aktivitas fisik, partisipasi pekerja
yang ikut melakukan latihan, pengukuran kebugaran jasmani, dan
produktivitas. Setiap 3 bulan melakukan latihan fisik terprogram dengan
menggunakan pengukuran tingkat kebugaran jasmani sesuai dengan
metode. Peningkatan intensitas latihan dilakukan setiap bulan dengan
menanyakan keluhan pekerja pada saat latihan fisik dan kemampuan
melakukan latihan fisik setiap sesi latihan.
2.1.7 Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kebugaran
Pendidikan jasmani tidak hanya memberikan pelajaran mengenai
berbagai macam olahraga, tetapi juga memberikan dasar bagaimana
melakukan aktivitas fisik/gerak jasmani (physical exercise) secara teratur,
dengan frekuensi tertentu tiap minggunya, durasi aktivitas fisik serta intensitas
yang dilakukan.
Kontraksi otot rangka mengakibatkan kebutuhan oksigen dan sumber
energi untuk kontraksi meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan otot tersebut
maka terjadi peningkatan aktivitas pernafasan, jantung, sistem sirkulasi darah,
hormonal, sistem syaraf, dan metabolisme. Akibatnya terjadi peningkatan
daya tahan tubuh terhadap stress fisik maupun stress psikis. Peningkatan
sistem pertahanan tubuh, antara lain lebih cepat terbentuk antibodi serta
meningkatnya kemampuan tubuh terhadap kerja yang berlebihan.
Pada dasarnya olahraga adalah suatu aktivitas fisik atau gerakan
anggota tubuh yang berlangsung secara berulang dalam waktu tertentu. Organ
yang paling aktif pada saat aktivitas adalah otot rangka. Agar otot rangka
dapat berkontraksi dengan baik dan dapat meningkatkan kinerjanya maka
perlunya suatu kesatuan yang baik dengan sistem saraf yang menginervasinya.
Aktivitas otot rangka yang diakukan secara teratur dan terukur akan
memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
fungsi organ tubuh yang lain. Selanjutnya, akan meningkatkan tingkat
kesehatan dan kebugaran. Tingkat kesehatan dan kebugaran yang meninngkat
disebabkan oleh fungsi jantung dan sirkulasi, fungsi respirasi, darah dan
sistem pertahanan tubuh, meningkatnya kinerja neuro-muskular (sistem saraf
dan otot) dan memacu perkembangan skeleton.
Program kebugaran jasmani akan meningkatkan status kebugaran,
menambah rasa percaya diri, membentuk jiwa sportif, mengajarkan sikap
sabar, gembira dan melatih konsentrasi. Ada beberapa mitos yang terjadi di
perusahaan berkaitan dengan masalah kebugaran, yaitu sebagai berikut :
a. Bagaimana mungkin program kebugaran jasmani akan mendukung kerja
karyawan
b. Bagaimana bisa olahraga dapat meningkatkan produktivitas kerja
c. Tidak diperlukannya daya tahan tubuh yang besar karena karyawan hanya
bekerja di belakang meja seharian. Menurut Dr.dr.BM.Wara Kushartanti,
MS. AIFO tubuh manusia mempunyai kemampuan tinggi untuk
menyesuaikan diri dengan beban yang dilimpahkan kepadanya. Begitu
selesai berolahraga daya tahan tubuh memang menurun, namun setelah
pemulihan daya tahan tubuh akan naik lebih tinggi dari semulanya
sehingga dengan olahraga secara teratur daya tahan tubuh akan naik secara
bertahap. Pada saat otot bekerja otot tertentu digunakan lebih dominan dari
pada otot yang lain dan bila hal ini berlangsung secara terus menerus maka
akan timbul ketidakseimbangan kekuatan dan kelentukan otot maka
olahraga menjamin kembalinya keseimbangan otot tersebut. University of
Toronto memonitor kondisi kesehatan dari dua perusahaan asuransi, satu
perusahaan diberi program kebugaran jasmani dan perusahaan yang lainnya
tidak diberikan program kebugaran jasmani. Setelah enam bulan terlihat
bahwa pada perusahan yang diberi program kebugaran jasmani jumlah
karyawan yang tidak masuk kerja menurun 22% dan karyawan yang harus
diganti karena sakit berkurang dari 15% menjadi 1,5%. Seseorang yang
kurang aktivitas fisik akan lebih mudah menguap dikantor, mengantuk
sepanjang hari dan tertidur saat setelah makan dengan keadaan perut terasa
kenyang, akan kelelahan karena mengeluarkan tenaga sedikit lebih banyak
dari biasanya (misalnya, naik tangga atau terpaksa berjalan dengan cepat).
Selain itu orang denga kebugaran rendah akan menjadi makhluk sosial
yang pincang, terlalu lelah untuk bermain dengan anak-anak, terlalu lelah
untuk makan diluar bersama keluarga, terlalu lelah untuk melakukan apa
saja selain duduk dibelakang meja dan menonton televisi. Hal ini terjadi
karena tubuh yang tidak digunakan keadaannya akan semakin memburuk,
paru-paru menjadi tidak efisien, jantung semakin melemah, kelenturan
pembuluh darah semakin berkurang, tegangan otot menghilang dan seluruh
tubuh melemah sehingga menjadi sasaran bagi berbagai macam penyakit.
American Association of Fitness Director in Business and Industry
(AAFDBI) melakukan penelitian untuk membuktikan bahwa program
kebugaran menghasilkan semangat kerja yang tinggi, hasil penelitian ini
mengisyaratkan perlunya program kebugaran jasmani di perusahaan yang
memberikan keuntungan bagi karyawan, bisnis dan industry.
2.1.8 Hal-Hal Penelitian yang Terkait
Peneliti/lokasi, tahun Judul Variabel Hasil
Penelitian
Lain-Lain
Fauziah,nanda/ PT.Wijaya Karya,
Jakarta Timur, 2012
Hubungan Status
Gizi, Aktivitas
Fisik, Asupan
Gizi dengan
Tingkat
Kebugaran
Karyawan PT
Wijaya Karya
Jakarta
Status Gizi,
Aktifitas
Fisik, Asupan
Gizi, dan
Kebugaran
Sebanyak 78
% karyawan
PT Wika
memiliki
tingkat
kebugaran
kurang
98 responden.
Cross
sectional
Komang Ayu/ PT. Amoco Mitsui
Indonesia, Merak Banten, 2011
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Kebugaran
Jasmani
Karyawan di PT.
Amoco Mitsui
Indonesia
Kebugaran
jasmani,
Usia,
Kebiasaan
Merokok,
Kebiasaan
Olahraga,
Status Gizi.
Sebanyak 5,2
% memiliki
tingkat
kebugaran
kurang, 11,3
%
kebugaran
sedang, 22,7
%
kebugaran
cukup, 19,6
%
kebugaran
Baik, dan
41,2 %
kebugaran
sangat baik.
97 responden.
Cross
Sectional
Sport Devoplemnt Index/ Parameter
Olahraga di Indonesia, 2006
Parameter Dalam
Mengukur
Pembagunan
Olahraga
Indonesia
Kebugaran
Jasmani,
Kebiasan
Olahraga
Kesegaran
Jasmani
Masyarakat
Indonesia
1.08%
memiliki
tingkat
kebugaran
baik sekali,
4.07%
tergolong
baik, 13.55%
termasuk
kategori
sedang,
43.90%
tergolong
kurang
bugar dan
37.40%
tergolong
kurang
sekali
-
Valentino Ompusunggu/ KSU UA &
CO Medan, 2012
Kebugaran
Jasmani dan
Motivasi Kerja
Karyawan KSU
UA & CO Medan
Kebugaran
Usia, Jenis
kelamin,
kebiasaan
olahraga,
kebugaran
jasmani
Tingkat
Kebugaran
Jasmani
sangat
kurang
dinyatakan
dengan
indeks 39,875
20 sampel.
Metode
deskriptif
dengan teknik
tes dan
pengukuran
2.2 Karyawan
2.2.1 Pengertian Karyawan
Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan, tanpa
karyawan aktivitas suatu perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan
aktif dalam menetapkan rencana, system, proses, dan tujuan yang ingin
dicapainya. Menurut Malayu Hasibuan (2012) karyawan adalah penjual jasa
(pikiran dan tenaga) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan
terlebih dahulu. Karyawan wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan
yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian.
2.2.2 Kinerja Karyawan
Kinerja seorang karyawan merupakan perilaku organisasi yang secara
langsung berhubungan dengan produksi suatu barang atau penyampaian jasa.
Informasi mengenai kinerja suatu organisasi merupakan suatu hal yang sangat
penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan
suatu organisasi sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum.
Menurut Rivai dan Basri (2005) kinerja adalah kesediaan seseorang atau
sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakanya
sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil yang sesuai dengan harapan.
Sedangkan menurut Hakim (2006) kinerja karyawan adalah hasil kerja yang
dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu
tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu tertentu yang
dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari perusahaan
dimana individu tersebut bekerja. Tika (2006) mengemukakan bahwa ada 4
unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja, yaitu:
1) Hasil-hasil fungsi pekerjaan
2) Faktor-faktor yng berpengaruh terhadap prestasi karyawan
3) Pencapaian tujuan organisasi
4) Periode waktu tertentu.
Tujuan kinerja menurut Rivai dan Basri (2005), yaitu:
1) Kemahiran dan kemampuan tugas baru yang diperuntukkan untuk
perbaikan hasil kinerja dan kegiatannya
2) Kemahiran dari pengetahuan baru dimana akan membuat karyawan mampu
memecahkan suatu masalah yang kompleks
3) Kemahiran atau perbaikan pada sikap terhadap rekan kerja dengan satu
aktivitas kinerja
4) Memiliki target aktivitas untuk perbaikan kinerja
5) Perbaikan dalam kualitas dan produksi
6) Perbaikan dalam waktu.
2.3 Gizi terhadap Kesehatan dan Kebugaran
2.3.1 Penjelasan mengenai peran gizi terhadap kesehatan dan kebugaran
tubuh
Kebugaran adalah suatu keadaan tubuh yang selalu memiliki energy
untuk melakukan aktifitas fisik secara optimal. Setiap selesai melakukan
kegiatan maka tubuh selalu memiliki cadangan energy untuk melakukan
kegiatan selanjutnya tanda mengalami kelelahan. Kebugaran adalah dasar untuk
membangun tubuh yang sehat dan tubuh yang sehat akan lebih produktif dan
dapat terhindar dari berbagai macam penyakit salah satunya adalah penyakit
degenerative. Komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan
adalah daya tahan paru-paru dan jantung, daya tahan dan kekuatan otot, serta
kelentukan dan komposisi tubuh. Kebugaran jasmani adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan altivitas sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan
dan masih memiliki cadangan energy untuk melakukan aktivitas fisik pada
waktu luang dan aktivitas fisik lain yang bersifat mendadak.Tingkat kebugaran
dan kesehatan individu dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu pengaturan
asupan makanan/zat gizi, istirahat dan olahraga. Tujuan memiliki kebugaran
jasmani adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja, mengurangi
munculnya penyakit-penyakit degenerative seperti DM, PJK dan hipertensi.
Upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan kebugaran tubuh antara lain :
a. Menerapkan pola konsumsi gizi seimbang yang memenuhi kriteria makanan
sehat
b. Menghindari fast food dan junk food karena fast food merupakan makanan
tinggi lemak jenuh, rendah serat, vitamin dan mengandung tinggi natrium.
c. Menambah variasi menu makanan tinggi protein hewani dan nabati
d. Memiliki waktu istirahat yang cukup
e. Gaya hidup sehat, tidak merokok dan mengkonsumsi alcohol.
Bugar tidaknya seseorang dapat dinilai berdasarkan kekuatan
maksimum pergerakan otot dan sendi, percepatan gerakan maksimum dan
kemampuan maksimum pengambilan oksigen. Seseorang dikategorikan
memiliki tingkat kebugaran yang baik jika mampu melakukan pekerjaan sehari-
hari tanpa merasa lelah secara berlebihan dan dapat menikmati waktu luangnya.
Sementara seseorang disebut sehat bila bebas dari penyakit. Tingkat kebugaran
dapat ditentukan oleh banyak factor yaitu umur, berat badan, latihan fisik dan
factor makanan.
Latihan fisik atau exercise yang dilakukan secara bertahap dan teratur
dapat membuat kesegaran jasmani lebih baik. Hal ini ditandai dengan :
1) Menguatnya otot jantung dan dapat memompakan darah lebih banyak pada
setiap denyutnya
2) Kapiler yang masuk kedalam otot jantung bertambah sehingga volume darah
meningkat
3) Sel-sel otot mengalami perubahan dimana kemampuannya untuk membakar
lemak menjadi lebih besar
4) Berat badan dapat menjadi ideal dan terjaga
5) Tulang rawan, tendon dan persendian menjadi lebih kuat, fleksibel dan tidak
mudah mengalami cedera dan sakit
6) Kecepatan reaksi dan gerakan menjadi lebih cepat.
Proses pencapaian kebugaran juga tidak terlepas dari pengaturan gizi. Pada
awalnya pengaturan gizi hanya focus kepada penanggulangan defisiensi zat gizi
untuk pencegahan penyakit kronis, namun dampak dari perubahan gaya hidup
dan peningkatan angka harapan hidup maka konsep bugar mulai diterapkan.
Konsep bugar yang dimaksud adalah kemampuan untuk hidup aktif dan sehat
dan itu membutuhkan kualitas gizi yang baik, kualitas gizi yang baik memiliki
arti kecukupan dan keseimbangan zat gizi makro dan mikro.
2.3.2 Peranan Zat-Zat Gizi untuk Pencapaian Kebugaran
Untuk memberikan kualitas gizi yang baik adalah pada interaksi antara
asupan zat gizi dengan peningkatan fungsi alat-alat tubuh. Untuk mendapatkan
penampilan fisik yang optimal serta status kebugaran dan kesehatan yang baik
maka dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung mikronutrien sesuai
dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.
1) Peran Gizi Makro terhadap Kebugaran
Karbohidrat sebagai sumber energy memiliki peranan yang penting,
karbohidrat mensuplai hampir 40% dari total energy tubuh yang digunakan
saat istirahat dengan 15-20% yang digunakan oleh otot. Energy dari aktivitas
fisik diwakili oleh banyaknya jumlah performa kerja eksternal dari tubuh.
Pada kebutuhan harian dasar, jumlah dari aktivitas fisik dapat sangat berbeda
antara individu dan bahkan berbeda pada individu yang sama bergantung
pada banyaknya jumlah latihan (performa aktivitas dengan tujuan
memperbaiki satu atau dua komponen dari kebugaran) dan aktivitas yang
spontan. Pada akhirnnya beberapa variasi diantara individu kebutuhan
energy untuk aktivitas fisik dapat dipengaruhi oleh factor yang berbeda
seperti berat badan dan tingkat kebugaran, tetapi total jumlah aktivitas fisik
lebih banyak bersumber dari perbedaan kebutuhan energy yang besar pada
individu. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Depkes RI 2004,
kebutuhan energy untuk pria usia 16-18 tahun adalah sebesar 2600 kkal per
hari sedangkan pada wanita membutuhkan energy 2200 kkal per hari (AKG
Depkes RI, 2004). Protein adalah salah satu dari zat gizi esensial yang sangat
penting. Protein memiliki fungsi fisiologis yang penting untuk
mengoptimalkan performa aktivitas fisik.
2) Peran Gizi Mikro terhadap Kebugaran
Vitamin adalah sekelompok komponen organik yang kompleks dan
ditemukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh. Vitamin sangat penting
untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses fisiologis dalam
tubuh. Tingkat aktivitas dari proses fisiologis ini meningkat secara besar
selama latihan dan suplai vitamin yang mencukupi harus dipenuhi untuk
proses fungsional yang terbaik. Vitamin A adalah satu vitamin larut lemak.
Secara teoritis defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi performa aktivitas
fisik. Vitamin B kompleks terdiri dari thiamin, riboflavin, niacin, B6, B12,
folat, biotin dan asam pantotenat. Efek dari defisiensi beberapa vitamin ini
dapat tercatat selama 2-4 minggu, tetapi seringkali mengurangi kapasitas
aktivitas fisik. Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan
kebanyakan dari elemen tersebut berbentuk padat. Zat besi (Fe) memiliki
fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan utilisasi atau
metabolism oksigen di dalam tubuh, kekebalan, perkembangan kognitif,
pengaturan suhu, metabolism energy, dan performa kerja. Tembaga
memiliki fungsi sebagai metaloenzim dan bekerja secara berdekatan dengan
zat besi dalam metabolism oksigen. Sedangkan magnesium memainkan
peranan penting dalam berbagai proses fisiologis, diantaranya adalah
aktivitas fisik seseorang. Untuk mendapatkan penampilan fisik yang optimal
serta status kebugaran dan kesehatan yang baik maka mengkonsumsi
makanan yang mengandung mikronutrien sesuai dengan kecukupan gizi
yang dianjurkan adalah hal yang diutamakan. Mikronutrien yang perlu
diperhatikan terhadap kebugaran adalah seng, zat besi, magnesium, kalsium
dan vitamin.
2.3.3 Gizi Pekerja
Di Negara-negara yang berpenduduk padat dengan tingkat hidup yang
relative rendah, dimana tersedia tenaga dalam jumlah yang berlebihan, para
pengusaha pabrik atau perusahaan kurang sekali memperhatikan kesejahteraan
dan kebutuhan gizi tenaga kerja terutama tenaga kerja dari kelas bawah
(pekerja kasar). Tanpa ada keinginan untuk mengetahui tingkat kehidupan
tenaga kerja tersebut mereka terlihat tampak malas dan kurang bergairah.
Belum banyak pengusaha pabrik yang menyadari bahwa kurangnya gairah
atau malasnya tenaga kerja itu berkaitan dengan tingkat kesehatan dan
kecukupan gizi tenaga kerja itu (Adriani, 2012).
1) Masalah Gizi Tenaga Kerja
Berbagai tingkat defisiensi gizi terutama defisiensi energy disamping
defisiensi zat gizi mikro seperti vitamin dan zat besi, merupakan masalah
gizi yang dengan mudah ditemui pada tenaga kerja diberbagai perusahaan
khususnya tenaga kerja golongan rendah. Keadaan yang khas yang
mendorong terjadinya gizi kurang pada tenaga kerja di Indonesia sebagai
berikut:
a. Jam kerja yang panjang yaitu antara 8-9 jam sehari menyerap seluruh
cadangan energy dalam tubuh mereka. Lokasi tempat kerja yang jauh
mengharuskan tenaga kerja berangkat terburu-buru setiap pagi dan
tempat tinggal mereka agar tidak terlambat dan mereka seringkali
berangkat kerja tanpa melakukan sarapan terlebih dahulu hingga pada
akhirnya mereke memulai bekerja sudah dalam keadaan kekurangan
energy.
b. Pengawasan kerja yang sangat ketat tidak memungkinkan mereka untuk
sejenak berhenti kerja untuk makan terlebih dahulu.
c. Waktu istirahat yang disediakan sangat terbatas yaitu sekitar ½ atau 1
jam. Waktu yang singkat itu digunakan untuk beristirahat sejenak
melepaskan lelah, mereka makan dengan terburu-buru keadaan
demikian itu adalah tidak mungkin untuk memenuhi kebutuhan gizi
mereka.
2) Kebutuhan Gizi Pekerja
Makanan menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi setiap orang, karena itu
kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi harus diperhatikan.
Secara kuantitas artinya jumlah konsumsi makanan, tidak boleh kurang
atau lebih dari yang dibutuhkan tubuh, sedangkan makanan berkualitas
adalah makanan yang bergizi, yakni makanan yang mengandung
sekelompok zat yang esensial bagi kehidupan dan kesehatan. Yang pada
umumnya adalah Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral.
Kebutuhan gizi tenaga kerja bergantung pada jenis pekerjaan yang
dilakukan dan lama jam kerja. Berdasarkan kebutuhan gizinya, FAO
mengelompokkan jenis pekerjaan sebagai berikut:
Tabel 2.16 Pengelompokkan Jenis Pekerjaan
Berdasarkan Kebutuhan Energi
Sumber : FAO
Kelompok Pekerjaan
Ringan
Agak Berat
Berat
Pegawai Kantor
Pekerjaan Industri
ringan
Pekerja Kasar
Tenaga Profesional
Mahasiswa
Buruh Industri Berat
Dokter Petani Buruh Tambang
Akuntan
Nelayan
Penarik kaca
Pengacara
Tentara
Pengemudi Bis dan Truk
Guru
Penjaga Toko
Pengemudi bis dan truk
Tabel 2.17 Kriteria Pengelompokan Jenis Pekerjaan
Kandungan gizi yang tidak lengkap dalam makanan seseorang pekerja
dapat mempengaruhi kesanggupan kerja, yang pada akhirnya
mempengaruhi hasil kerja. Konsumsi pekerja akan mempengaruhi:
1. Perkembangan fisik, mental, dan social yang berimplikasi antara lain
pada tinggi dan berat badan, kemampuan intelektual dan kecerdasan,
ketekunan dan konsentrasi bekerja.
2. Daya tahan tubuh terhadap terjangkitnya penyakit ataupun imunitas
3. Daya tahan fisik yang berimplikasi pada kemampuan kerja, fisik dan
kapasitas kerja
4. Berhubungan erat dengan angka kesakitan dan absensi karena sakit.
Adapun sumber-sumber kebutuhan makanan yang dibutuhkan oleh pekerja
akan diuraikan dibawah ini:
1. Sumber Energi
Makanan sumber energy yang dikonsumsi ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolism basal, pemeliharaan sel, pertumbuhan,
Jenis
Kegiatan
Contoh
Pekerjaan Ringan
8 jam tidur
7 jam bekerja dikantor
2 jam pekerjaan sedang
di rumah tangga
½ jam olahraga
6 ½ jam pekerjaan
ringan
Karyawan di kantor
Pekerjaan sedang
8 jam tidur
8 jam bekerja di
industry perkebunan
2 jam pekerjaan rumah
tangga
6 jam pekerjaan ringan
Pekerja pabrik garmen dan
supir
Pekerja rumah tangga
Pekerjaan berat
8 jam tidur
8 jam pekerjaan berat
2 jam pekerjaan sedang
Pekerja pabrik baja
Industry mesin dan kuli
penyembuhan dan pergerakan tubuh. Oleh karena itu pekerja yang
kurang kalori protein akan menjadi pekerja yang lambat berfikir, lambat
bertindak dan cepat lelah. Semua ini terjadi karena ketersediaan energy
dan protein dalam tubuh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Disamping itu, kurangnya energy dan protein menyebabkan pekerja
peka akan bermacam-macam penyakit, kemalasan dalam mencari
nafkah serta produktivitas kerja yang lemah. Jumlah masing-masing
tenaga yang diperlukan oleh masing-masing pekerja tidak sama, berapa
banyak kalori yang harus diberikan tergantung pada berat ringannya
pekerjaan yang dilakukan. Perhitungan kecukupan sehari yang
diperkirakan dalam bekerja adalah:
a. Bekerja ringan 1,52 X MBR (Metabolisme Basal Rata-rata)
b. Bekerja sedang 1,78 X MBR
c. Bekerja berat 2,13 X MBR
Tabel 2.18 Kebutuhan energi per-orang/hari usia 20-59 tahun
2. Sumber Zat Pembangun
Kebutuhan lain yang sangat dibutuhkan bagi pekerja adalah protein.
Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pemelihara tubuh serta
mempertahankan daya tahan terhadap serangan penyakit. Selain fungsi-
fungsi tersebut, protein dapat dipergunakan sebagai sumber energy bagi
tubuh. Kecukupan protein bagi pekerja usia 20-59 tahun adalah 48 gr,
bagi wanita hamil ditambahkan 12 gr, sedangkan ibu menyusui
ditambah 16 gr. Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan
Jenis
Kebutuhan
Bekerja ringan 2050 Kkal
Bekerja sedang 2250 Kkal
Bekerja berat 2600 Kkal
Bila wanita hamil Ditambahkan 300 Kkal
Bila wanita menyusui Ditambahkan 470 Kkal
menjadi protein hewani dan nabati. Contoh protein hewani adalah
daging telur, ikan. Sedangkan protein nabati terdiri dari kacang-
kacangan. Jika dilihat berdasarkan skor asam amino dan nilai cernanya,
mutu protein hewani lebih baik dibandingkan protein nabati, sehingga
untuk menjamin tubuh benar-benar mendapatkan asam amino dalam
jumlah dan macam yang cukup, sebaiknya orang dewasa mengkonsumsi
seperlimanya dari protein hewani.
3. Sumber Zat Pengatur
a. Vitamin
Vitamin merupakan suatu komponen kimia organic yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk menunjang proses pertumbuhan dan
pemeliharaan sel-sel. Menurut sifatnya vitamin dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin
yang larut dalam air. Terdapat beberapa vitamin yang larut dalam
lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K. vitamin yang larut dalam air
namun tidak larut dalam lemak adalah vitamin B kompleks dan
vitamin C. vitamin B kompleks terdiri dari thiamin, riboflavin,
niasin, asam pentotenat, piridoksin, dan vitamin B 12. Vitamin sangat
penting untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses
fisiologis dalam tubuh. Tingkat aktivitas dari proses fisiologis ini
meningkat secara besar selama latihan dan suplai vitamin yang cukup
harus dipenuhi untuk proses fungsional yang terbaik.
b. Mineral
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan
penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel,
jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Kalsium,
fosfor, dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dari
hemoglobin dalam sel darah merah, dan iodium dari hormone
tiroksin. Selain itu mineral berperan dalam berbagai tahap
metabolism, terutama sebagai kofaktor dan aktivitas enzim-enzim.
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro.
Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah
lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan
kurang dari 100 mg sehari. Mineral merupakan elemen anorganik
yang ditemukan di alam dan kebanyakan dari elemen tersebut
berbentuk padat. Saat ini terjadinya peningkatan penelitian pada
status kebugaran terhadap efek mineral pada performa fisik.
2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber: Fauziah, (2012)
Demografi
Usia
Jenis Kelamin
Status Menikah
Pendapatan
Status
Kebugaran
Faktor Eksternal
Konsumsi Alkohol
Aktivitas Fisik
Kebiasaan Merokok
Status Gizi
Faktor Internal
Usia Genetik Jenis
Kelamin
Latihan Fisik
Asupan Zat Gizi
Mikro (Ca, Fe,
Vitamin C)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Karakteristik Karyawan:
Usia
Status Gizi
Latihan Fisik
Status Kebugaran
Asupan Zat Gizi Mikro
(Ca, Fe, Vitamin C)
3.2 Definisi Operasional
Menurut Notoatmodjo (2005), definisi operasional ini juga bermanfaat
untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-
variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur).
Tabel 3.2
Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
Operasional
Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
1. 1
1
1
.
Status
Kebugaran
Jumlah skor hasil tes
kesegaran jasmani
dengan
menggunakan
komponen
kebugaran jasmani
Daya tahan jantung-
paru, Flexibility,
kekuatan otot, dan
komposisi tubuh
Stopwatch,
alat kekuatan
otot
(HandGrip
Dynamometer,
Expanding
Dynamometer,
Push Pull
Strength),
Flexibility
(Flexibility
meter),
timbangan
berat badan &
microtois
Komponen
Daya tahan
jantung-paru
(Bleep Test),
Flexibility (tes
mistar),
Kekuatan otot
(Hand Grip,
Back Leg
Strength, Push
Pull Strength),
Komposisi
Tubuh (IMT)
Skor kebugaran
Nilai (untuk analisis
univariat)
1. Baik sekali : 22-
25
2. Baik : 18-21
3. Sedang : 14-17
4. Kurang : 10-13
5. Kurang sekali :
05-09
(tes kesegaran jasmani
indonesia. Depdikbud.
1997)
Rasio
Ordinal
Usia Lamanya waktu
hidup sejak lahir
sampai saat
penelitian yang
diukur berdasarkan
tahun kelahiran
dengan tahun saat
penelitian
Kuesioner Wawancara Tahun Rasio
Status Gizi Keadaan Kesehatan
akibat interaksi
tubuh manusia, zat
gizi, dan makanan
diukur dengan
menggunakan
Timbangan
seca dengan
ketelitian 0.1
dan microtois
dengan
ketelitian 0.1
Mengukur
tinggi badan
dan berat
badan
1.Sangat Kurus
<17.0 kg/m2
2.Kurus 17.0 – 18.4
kg/m2
3.Normal 18.5 – 25.0
kg/m2
Ordinal
indeks antropometri
IMT
(Depkes, 2007)
cm 4.Gemuk 25.1 – 27.0
kg/m2
5.Obesitas >27.0
kg/m2
(Depkes RI, 2003)
Latihan Fisik Aktivitas yang
dilakukan dengan
frekuensi selain
aktivitas bekerja
yang dilakukan 3 x
s/d 5 kali/minggu
dengan durasi
minimal 2-3 jam
dalam seminggu.
Kuesioner Wawancara Skor Latihan Fisik
Nilai (untuk analisis
univariat)
1. Baik : 3-4
2. Rendah : 1-2
(Depkes RI, 2012)
Rasio
Ordinal
Asupan Zat
Gizi mikro
(Kalsium)
Jumlah Asupan
Kalsium yang
dikonsumsi oleh
karyawan dalam
periode tertentu
yaitu hari, minggu,
bulan dan tahun
(Dari asupan
makanan)
Formulir Food
Frequency
Questionnaire
Semi
Kuantitatif
Metode Food
Frequency
Questionnaire
Semi
Kuantitatif
mg/hari
Nilai (untuk analisis
univariat)
1. Cukup ≥ 100%
AKG
2. Kurang < 100%
AKG
(Sumber: AKG, 2013)
Rasio
Ordinal
Asupan Zat
Gizi Mikro
Zat Besi (Fe)
Jumlah Asupan Zat
Besi yang
dikonsumsi oleh
karyawan dalam
periode tertentu
yaitu hari, minggu,
bulan dan tahun
(Dari asupan
makanan)
Formulir
Food
Frequency
Questionnaire
Semi
Kuantitatif
Metode Food
Frequency
Questionnaire
Semi
Kuantitatif
mg/hr
Nilai (untuk analisis
univariat)
1. Cukup ≥ 100%
AKG
2. Kurang < 100%
AKG
(Sumber: AKG, 2013)
Rasio
Ordinal
Asupan Zat
Gizi Mikro
Vitamin C
Jumlah Asupan
Vitamin C yang
dikonsumsi oleh
karyawan dalam
periode tertentu
yaitu hari, minggu,
bulan dan tahun
(Dari asupan
makanan)
Formulir
Food
Frequency
Questionnaire
Semi
Kuantitatif
Metode Food
Frequency
Questionnaire
Semi
Kuantitatif
mg/hr
Nilai (untuk analisis
univariat)
1. Cukup ≥ 100%
AKG
2. Kurang < 100%
AKG
(Sumber: AKG, 2013)
Rasio
Ordinal
3.3 Hipotesis
a. Ada Hubungan antara Usia terhadap Status Kebugaran
b. Ada Hubungan antara Status Gizi terhadap Status Kebugaran
c. Ada hubungan antara Latihan Fisik terhadap Status Kebugaran
d. Ada hubungan antara Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin
C) terhadap Status Kebugaran.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan pendekatan
cross sectional, dimana setiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali
saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek
penelitian.
Penelitian analitik akan menginterprestasikan gambaran dari
Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium,
Zat Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran Karyawan di Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan dan akan diuji
dengan menggunakan pengolahan data statistik
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu 16 Agustus 2014, Penelitian ini dilakukan di Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan, dengan
Jumlah 105 orang karyawan.
Sampel adalah objek yang diteliti dan mampu mewakili seluruh
populasi. Dalam pengambilan sampel penelitian ini digunakan Total Populasi
yaitu seluruh jumlah populasi karyawan tetap Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yang diambil sebagai sampel.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel
1. Karyawan tetap Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau
Jakarta Selatan
2. Jenis kelamin pria dan wanita
3. Sehat jasmani dan rohani
Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil
sebagai sampel.
1. Karyawan yang tidak bersedia menjadi responden
2. Responden yang diketahui menderita Penyakit Tidak Menular (Jantung,
Diabetes Mellitus, Hipertensi) berdasarkan surat keterangan dokter
maupun data kesehatan karyawan yang dimiliki oleh bagian kepegawaian
UHAMKA.
3. Responden yang menderita penyakit gangguan pernafasan (Asma)
4. Responden yang sedang mengalami cedera pada ekstremitas bagian bawah
selama 6 bulan terakhir.
4.4 Pengukuran dan Pengamatan Variabel
4.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data yang dibutuhkan, peneliti
melakukan penelitian sendiri secara langsung (data primer) dan dengan
bantuan dari berbagai pihak (data sekunder). Adapun jenis data yang
dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini
pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dibantu oleh enambelas (16)
enumerator yang sebelumnya sudah terlebih dahulu dilatih oleh instruktur
olahraga selama 2 hari, dan sudah dilakukan uji coba di Sekolah
Muhammadiyah 3 Limau Jakarta Selatan. Enumerator berasal dari mahasiswa
program studi Gizi UHAMKA Semester tujuh (7) & delapan (8) yang sudah
mendapatkan mata kuliah Penilaian Status Gizi (PSG) dan dibantu oleh Dosen
Fisiologi Olahraga Bapak Defrizal Siregar, dan tiga orang assistennya yaitu
Mahasiswa Semester Akhir Fakultas Olahraga UNJ.
a. Data Primer
Dalam hal ini pengumpulan data primer akan dilakukan dengan cara:
a. Mengukur Komposisi Tubuh dengan menimbang berat badan sesuai
bathroom scale (ketelitian 0,1 kg) dan tinggi badan diukur dengan
microtoise (ketelitian 0,1 cm)
b. Mengukur Fleksibilitas dengan menggunakan fleksibility meter.
c. Mengukur daya tahan dan kekuatan otot dengan melakukan HandGrip,
Back Leg Strength, Push Pull Strength.
d. Mengukur ketahanan kardiorespiratori (Jantung-Paru) dengan
melakukan Bleep Test.
e. Mengumpulkan data karakteristik karyawan (Usia, Jenis Kelamin)
dengan menggunakan kuesioner.
f. Data Asupan Kalsium, Zat Besi, Vitamin C diperoleh melalui formulir
Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif.
g. Data Latihan fisik diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner.
Setelah melakukan tes jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi
tubuh yang terdiri dari, Bleep Test, Hand Grip, Back Leg Strength, Push Pull
Strength, Fleksibilitas dan IMT. Maka hasil dari masing-masing pengukuran
tersebut yang sudah disesuaikan dengan normanya masing-masing diberikan
nilai yang sudah disesuaikan dengan hasilnya yaitu:
Nilai Pengukuran
Kategori Nilai
Kurang Sekali 1
Kurang 2
Cukup 3
Baik 4
Baik Sekali 5
Dan setelah hasil tersebut sudah disesuaikan dengan nilainya masing-masing
maka nilai keseluruhan tersebut dijumlahkan hingga mendapatkan status
kebugaran berdasarkan norma berikut ini:
Norma Tes Kebugaran
Klasifikasi Norma Tes Kebugaran
Baik Sekali 22-25
Baik 18-21
Sedang 14-17
Kurang 10-13
Kurang Sekali 05-09
(Sumber : Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Depdikbud. 1997)
b. Data Sekunder
Adapun data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen
Universitas berupa jumlah para karyawan dan daftar nama karyawan tetap
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.
4.4.2 Teknik Analisis Data
a. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui proses sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan Data (editing)
Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan
isian formulir atau kuisioner tersebut:
1). Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi
2). Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas
atau terbaca
3). Apakah jawaban relevan dengan pertanyaannya
4). Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban
pertanyaan yang lainnya.
Dalam penelitian ini dilakukan penyuntingan data yang telah dikumpulkan
dengan cara memeriksa kelengkapan pengisian pertanyaan yang diajukan,
kejelasan pengisian dan kesalahan jawaban dari setiap kuisioner yang diisi
oleh responden.
2) Pemberian coding
Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan. Dengan kegunaan memudahkan pada saat
mengentry data.
3) Memasukkan data (Data Entry) atau Processing
Data Entry adalah jawaban-jawaban dari masing-masing responden
yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau “software” computer.
4) Pembersihan data (cleaning)
Semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan,
dan sebagainya, kemudian diberikan pembetulan atau koreksi.
b. Analisis Data
Pada tahap analisis ini lebih banyak menggunakan perangkat computer.
Analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1. Analisis Univariat
Tujuan dari analisis univariat ini adalah untuk melihat distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel yang terdiri dari:
a. Variabel Independent: variabel independen dalam penelitian ini
meliputi Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro
(Kalsium, Zat Besi, Vitamin C).
b. Variabel Dependent: variabel dependent dalam penelitian ini adalah
Status Kebugaran.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel
independent dan variabel dependent. Untuk melihat hubungan masing-
masing variabel yang diteliti dilakukan uji statistik. Pada penelitian ini
uji statistic yang digunakan adalah Korelasi Pearson atau Pearson
Corellation, yaitu untuk mengukur hubungan antara dua variabel.
Interpretasi uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, dan
arah korelasinya. Rumus Uji Pearson Product Moment (docs.google.com)
Keterangan:
r = Pearson r corellation coefficient
n = Jumlah sampel
Nilai r (rho) juga berada di antara -1 ≤ r ≤ 1. Bila nilai r = 0, berarti tidak
ada korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel independen dan
dependen. Nilai r = +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara
variabel independenn dan dependen. Nilai r = -1 berarti terdapat
hubungan yang negatif antara variabel independen dan dependen.
Dengan kata lain tanda + dan – menunjukan arah hubungan diantara
variabel yang sedang dioperasionalkan
(belajarbersamahannin.blogspot.com).
1. bila nilai p-value lebih kecil atau sama dengan α 0,05 berarti
hipotesis alternatif diterima, artinya secara statistik terdapat
hubungan yang bermakna (significant) antara kedua variabel yang
diteliti;
2. bila nilai p-value lebih besar dari α 0,05 berarti hipotesis alternatif
ditolak artinya secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna (significant) antara kedua variabel yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010).
Panduan Interpretasi Hasil Uji Korelasi
berdasarkan Kekuatan Korelasi, nilai p, dan arah korelasi
No
Parameter Nilai Interpretasi
1. Kekuatan Korelasi (r) 0.00-0.25 Tidak ada
hubungan/hubungan
lemah
0.26-0.50 hubungan sedang
0.51-0.75 hubungan kuat
0.76-1.00 hubungan sangat kuat
2. Nilai p P <0.05
Terdapat korelasi
yang bermakna antara
dua variabel yang
diuji.
P >0.05 Tidak terdapat
korelasi yang
bermakna antara dua
variabel yang diuji.
3. Arah Korelasi + (positif) Searah, semakin besar
nilai satu variabel
semakin besar pula
nilai variabel lainnya
- (negatif) Berlawanan arah,
semakin besar nilai
satu variabel semakin
kecil nilai variabel
lainnya.
(sumber : Pelatihan Analisa Data dengan SPSS. 2009)
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1 Sejarah
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
HAMKA. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA merupakan salah
satu perguruan tinggi swasta milik persyarikatan Muhammadiyah yang
berkedudukan di Jakarta. Sebagai salah satu amal usaha Muhammadiyah,
UHAMKA adalah perguruan tinggi berakidah islam yang bersumber pada
Al-Qur’an dan As-sunah serta berdasrakan pancasila dan UUD 1945 yang
melaksanakan tugas caturdharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah, yaitu
menyelenggarakan pembinaan ketakwaan dan keimanan kepada Allah
SWT., pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat menurut tuntunan Islam.
UHAMKA adalah perubahan bentuk dari Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Jakarta dengan nama awal Perguruan
Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). PTPG ini diresmikan pada tanggal 12
Rabiul Awal 1377 H atau 18 November 1957 M, dengan para pendiri
diantaranya adalah Arso Sosroatmodjo (Ketua) dan HS Prodjokusomo
(sekretaris). Sejalan dengan kebiajakan pemerintah, pada tahun 1958 PTPG
berubah menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang
menginduk kepada Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Pada tahun
itu juga, FKIP dipercaya oleh Jawatan Pendidikan Agama, Kementerian
Agama, untutk mendidik pegawainya agar menjadi guru PGA yang bermutu.
Pada tahun 1956, FKIP UMJ berdiri sendiri dengan nama IKIP
Muhammadiyah Jakarta (IKIP-UMJ) dan pada tahun 1979 sampai dengan
tahun 1990 mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola
program Diploma Proyek Pendidikan Tenaga Kependidikan. Selanjutnya
tahun 1990 hingga tahun 1997 IKIP-MJ mendapat kepercayaan untuk
mengelola Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Program D2
PGSD kemudian berlanjut hingga tahun 2007.
Pada tanggal 30 Mei 1997 Dirjen DIKTI Depikbud memutuskan dan
menetapkan perubahan bentuk IKIP-MJ menjadi Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA dengan Keputusan Dirjen Dikti
Depdikbud No. 138/DIKTI/Kep/1997, tanggal 30 Mei 1997. Ketika
UHAMKA diresmikan memiliki lima Fakultas, yaitu:
1. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
2. Fakultas Ekonomi
3. Fakultas Teknik
4. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Pada tanggal 13 Maret 1998 dibuka Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
91/DIKTI/Kep/1998. Dalam perkembangan selanjutnya FKM diubah
menjadi Fakuktas Ilmu-Ilmu Kesehatan (Fikes) berdasarkan keputusan
Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Nomor
046/e.02.04/2002, tanggal 12 Februari 2002. Pada tanggal 5 Juni 1998
dibuka Fakultas Ilmu Politik (FISIP) berdasrkan Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 163/DIKTI/Kep/1998. Pada tanggal 12
Maret 1999 dibuka Fakultas Agama Islam (FAI) berdasarkan Keputusan
Kopertais Wilayah I DKI Jakarta Nomor 119 Tahun 1999. Pada tanggal 9
Juli 2003 dibuka Fakultas Psikologi berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti
Depdiknas Nomor 1420/D/T/2003, perihal Ijin Penyelenggaraan Program
Jenjang (S1). Dan Saat ini jumlah karyawan tetap di UHAMKA Limau
adalah sebanyak 105 karyawan.
5.1.2 Kegiatan Olahraga Penunjang
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka menyediakan kegiatan
olahraga penunjang kepada karyawan dan dosen, yang dilaksanakan satu
minggu sekali setiap hari jumat. Kegiatan yang dilakukan ini ditujukan
kepada para karyawan UHAMKA maupun para dosen Universitas. Ada
perbedaan kegiatan olahraga yang dilakukan pada karyawan laki-laki dan
karyawan perempuan. Pada karyawan dan dosen laki-laki olahraga yang
dilakukan adalah futsal, sedangkan olahraga yang dilakukan pada karyawan
dan dosen perempuan adalah bulu tangkis. Kegiatan ini dilakukan ditempat
yang berbeda, olahraga futsal biasanya dilaksanakan di daerah Pondok Indah,
sedangkan perempuan dilaksanakan di hall Radio Dalam. Namun kegiatan
olahraga yang disediakan olah pihak kampus tidak berjalan dengan
semestinya, pada olahraga futsal pada karyawan laki-laki hanya sedikit yang
mengikuti kegiatan tersebut dan hampir tidak semuanya mengikuti olahraga
futsal yang dilaksanakan setiap hari jumat. Sedangkan pada olahraga bulu
tangkis pada karyawan perempuan sudah tidak lagi berjalan sejak satu tahun
ini.
5.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Tabel 5.1
Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin n %
Laki-Laki
Perempuan
42
13
76.4
23.6
Total 55 100
Penelitian status kebugaran karyawan UHAMKA terdiri dari 55 karyawan
tetap dengan jenis kelamin terbanyak laki-laki yaitu 42 responden (76.4%), dan
13 responden wanita dengan persentase 23.6%.
Tabel 5.2
Distribusi Responden menurut Kebiasaan Berolahraga
Kebiasaan Olahraga n %
Ya
Tidak
36
19
65.5
34.5
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa Karyawan Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yang sering melakukan
kebiasaan berolahraga adalah 36 responden (65.5%) dan yang tidak melakukan
kebiasaan berolahraga 19 responden (34.5%).
WHO (2002) menyatakan bahwa kurangnya aktivitas fisik dan gaya
hidup sedentary dapat menyebabkan penurunan kesehatan dan kebugaran
sehingga meningkatkan resiko penyakit tidak menular. Kekurangan gerak atau
kurangnya keterlibatan secara aktif dalam berolahraga dapat menyebabkan
derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi ini dapat terlihat, seperti cepat
lelah saat melakukan tugas sehari-hari, kecepatan dan daya tahan yang rendah,
serta penampilan yang tampak lemas dan gairah hidup yang kurang.
Tabel 5.3
Distribusi Responden menurut Frekuensi Berolahraga
Frekuensi Olahraga n %
1 kali/minggu
2 kali/minggu
3 kali/minggu
4 kali/minggu
5 kali/minggu
Tidak pernah berolahraga
22
9
1
3
1
19
40
16.4
1.8
5.5
1.8
34.5
Total 55 100
Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya
latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau dilakukan 3-5 kali
seminggu minimal 30 menit setiap kali berolahraga (Moelyono Ws, 1991).
Dalam penelitian ini jumlah responden yang sering melakukan olahraga dengan
frekuensi olahraga 1 kali/minggu yaitu sebanyak 22 orang (40%) dari 36 orang
responden yang sering melakukan olahraga dengan rutin.
Tabel 5.4
Distribusi Responden menurut Durasi Berolahraga
Durasi Olahraga n %
<30 menit
30 menit-1 jam
2-3 Jam
Tidak pernah berolahraga
11
20
5
19
20
36.4
9.1
34.5
Total 55 100
Lamanya latihan akan mendapatkan hasil latihan yang baik sehingga
cukup bermanfaat bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya. Makin besar
intensitas latihan maka makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas
kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik yang
maksimal. Berdasarkan hasil distribusi Durasi berolahraga karyawan, diketahui
jumlah karyawan yang sering melakukan olahraga adalah 36 responden dan yang
tidak melakukan olahraga yaitu 19 orang. Maka berdasarkan tabel 5.4 diketahui
bahwa dari 36 responden yang sering berolahraga hanya 20 responden (36.4%)
dengan durasi berolahraga 30 menit- 1 jam dan durasi terendah 2-3 jam terdiri
dari 5 orang (9.1%)
Tabel 5.5
Distribusi Responden menurut Waktu Berolahraga
Waktu Olahraga n %
Sebelum bekerja
Sesudah bekerja
Akhir pekan
Tidak pernah berolahraga
7
9
20
19
12.7
16.4
36.4
34.5
Total 55 100
Berdasarkan penelitian status kebugaran karyawan UHAMKA diketahui
bahwa karyawan lebih sering melakukan olahraga pada akhir pekan yaitu 20
responden (36.4%) dan yang sering melakukan olahraga sebelum bekerja yaitu 7
responden (12.7%). Menurut Wendy Burngardner (2011) waktu yang tepat untuk
melakukan olahraga adalah saat pagi hari. Beberapa alasan yang mendukung
teori ini yaitu, olahraga pada pagi hari dapat meningkatkan denyut jantung dan
membakar lebih banyak kalori, meningkatkan semangat dalam beraktifitas
seharian.
Tabel 5.6
Distribusi Responden menurut Jenis Olahraga
Jenis Olahraga n %
Senam aerobic
Jalan kaki
Jogging
Lain-lain
Tidak pernah berolahraga
3
13
13
7
19
5.5
23.6
23.6
12.7
34.5
Total 55 100
Dari 36 responden yang sering melakukan olahraga, diketahui 13
responden (26.6%) melakukan jenis olahraga jalan kaki, dan jenis olahraga
jogging sebanyak 13 orang (23.6%), sedangkan paling sedikit responden
melakukan jenis olahraga senam aerobik sebesar 3 responden (5.5%). Berjalan
kaki merupakan latihan fisik yang sering dilakukan yang memiliki banyak
keuntungan seperti tidak banyaknya biaya yang dikeluarkan, mudah, dan
memiliki resiko cedera yang kecil. Jogging adalah lari perlahan secara kontinyu.
Jogging bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran jantung-paru dan otot. Pada
saat selesai melakukan jogging sebaiknya disarankan untuk tidak berhenti secara
mendadak melainkan tetap berlari atau berjalan secara perlahan hingga detak
jantung kembali normal, dan Senam aerobik merupakan olahraga yang diiringi
irama dinamis yang mendatangkan keceriaan, dengan intensitas yang dapat
dipilih sesuai dengan irama musik.
Tabel 5.7
Distribusi Responden menurut Alasan Tidak Berolahraga
Alasan tidak Olahraga n %
Tidak ada keterangan
Capek
Kerja
Malas
Sibuk
Tidak ada waktu
Tidak sempat
43
1
1
2
1
6
1
78.2
1.8
1.8
3.4
1.8
10.9
1.8
Total 55 100
Dari 55 responden, diperolehnya alasan tidak melakukan olahraga yaitu
tidak ada waktu sebanyak 6 responden (10.9%).
5.3 Hasil Analisis
a. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
variabel-variabel yang diteliti. Analisis univariat yang dilakukan meliputi
variabel bebas, meliputi usia, status gizi, latihan fisik dan asupan zat gizi mikro
(kalsium, zat besi, vitamin C) dan variabel terkait dalam penelitian ini adalah
status kebugaran dengan metode Bleep Test, Hand Grip, Back Leg Strength,
Push Pull Strength, Tes Fleksibilitas dan IMT karyawan Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta.
1) Gambaran Usia
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Usia Karyawan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka Limau Jakarta Tahun 2014
Usia n %
Remaja Akhir (17-25 tahun) 3 5.5
Dewasa Awal (26-35 tahun) 16 29.1
Dewasa Akhir (36-45 tahun) 23 41.8
Lansia awal (46-55 tahun) 13 23.6
Total 55 100
Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang sangat jauh lebih
baik, ini dikarenakan fungsi organ tubuh akan tumbuh secara optimal. Pada
Tabel 5.8 diatas diketahui bahwa responden yang paling banyak menjadi subjek
penelitian yaitu berusia 36-45 tahun (41.8%) dan usia responden yang paling
sedikit ikut melakukan penelitian kebugaran yaitu berusia 17-25 tahun (5.5%).
2) Gambaran Status Gizi
Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Status Gizi Karyawan
IMT n %
Sangat kurus
kurus
Gemuk
Obesitas
Normal
1
0
12
18
24
1.8
0
21.8
32.7
43.6
Total 55 100
Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 55 responden,
diketahui karyawan yang sangat kurus berjumlah 1 responden (1.8%), kurus
(0%), gemuk 12 responden (21.8%), obesitas 18 responden (32.7%) dan
karyawan dengan status gizi normal berjumlah 24 responden (43.6%).
3) Gambaran Latihan Fisik
Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Latihan Fisik Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014
Latihan Fisik n %
Rendah
Baik
54
1
98.2
1.8
Total 55 100
Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa Karyawan Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta memiliki distribusi frekuensi
latihan fisik yang rendah yaitu sebanyak 54 responden (98.2%) dan frekuensi
latihan fisik yang baik pada karyawan hanya 1 responden (1.8%). Jenis olahraga
yang paling banyak dilakukan adalah jalan kaki dan jogging, sedangkan
frekuensi berolahraga yang paling sering dilakukan yaitu 1 kali/minggu dengan
durasi 30 menit-1 jam yang dilakukan pada akhir pekan. Menurut Wendy
Burngardner (2011) waktu yang tepat untuk melakukan olahraga adalah saat pagi
hari. Beberapa alasan yang mendukung teori ini yaitu, olahraga pada pagi hari
dapat meningkatkan denyut jantung dan membakar lebih banyak kalori,
meningkatkan semangat dalam beraktifitas seharian. WHO (2002) menyatakan
bahwa kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup sedentary dapat menyebabkan
penurunan kesehatan dan kebugaran sehingga meningkatkan resiko penyakit
tidak menular. Kekurangan gerak atau kurangnya keterlibatan secara aktif dalam
berolahraga dapat menyebabkan derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi
ini dapat terlihat, seperti cepat lelah saat melakukan tugas sehari-hari, kecepatan
dan daya tahan yang rendah, serta penampilan yang tampak lemas dan gairah
hidup yang kurang. Alasan responden tidak berolahraga yaitu tidak adanya waktu
untuk mereka dapat melakukan olahraga dikarenakan kesibukan mereka.
4) Gambaran Asupan Zat Gizi Mikro (Kalisum, Zat Besi, Vitamin C)
Tabel 5.11
Deskripsi Asupan Zat Gizi Mikro (Klasium, Zat Besi, Vitamin C)
Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta
Tahun 2014
Pola Makan Asupan Kalsium
(mg/hr)
Asupan Fe
(Zat Besi) mg/hr
Vitamin C
(mg/hr)
Rata-Rata Asupan
Asupan terendah
Asupan tertinggi
1038.7
131.97
3941
25.25
2.46
87
131
2.16
530
Total 55
Dalam Penelitian ini diketahui rata-rata asupan kalsium dari 55
responden yaitu, 1038.7 mg/hari dengan asupan terendah 131.97 mg/hari dan
asupan kalsium tertinggi 3941 mg/hari. Sedangkan pada Asupan Fe (Zat Besi)
rata-rata asupan karyawan yaitu 25.25 mg/hr dengan asupan Fe (Zat Besi)
terendah 2.46 mg/hari dan asupan Fe (Zat Besi) tertinggi 87 mg/hari. Pada
vitamin C rata-rata asupan 131 mg/hari, dengan asupan Fe (Zat Besi) terendah
2.16 mg/hari dan asupan Fe (Zat Besi) tertinggi 53.0 mg/hari.
Tabel 5.12
Deskripsi Asupan Kalsium (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah
Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014
Asupan Kalsium (mg/hr) n %
Kurang
Cukup
37
18
67.3
32.7
Total 55 100
Pada penelitian ini di lakukan penelitian asupan zat gizi mikro yaitu
kalsium, Fe, Zat besi dengan menggunakan Food Frequency Questionnaire
Semi Kuantitataif. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat
di dalam tubuh, yaitu 1.5%-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang
lebih sebanyak 1 kg.
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa asupan kalsium (mg/hari)
karyawan UHAMKA yaitu 37 responden (67.3%) memiliki asupan kalsium
kurang, sedangkan 18 responden (32.7%) memiliki asupan kalsium yang
cukup.
Tabel 5.13
Deskripsi Asupan Zat Besi (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah
Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014
Asupan Zat Besi (mg/hr) n %
Kurang
Cukup
30
25
54.5
45.5
Total 55 100
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia, yaitu sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia dewasa. Pada
penelitian ini asupan zat besi dilakukan dengan menggunakan FFQ Semi
Kuantitatif sebanyak 55 responden. Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa
asupan Zat Besi (mg/hari) karyawan UHAMKA yaitu sebanyak 30 responden
(54.5%) asupan kalsium (mg/hr), sedangkan 25 responden (45.5%) dinyatakan
memiliki asupan zat besi yang cukup.
Tabel 5.14
Deskripsi Asupan Vitamin C (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah
Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014
Asupan Vitamin C (mg/hr) n %
Kurang
Cukup
35
20
63.6
36.4
Total 55 100
Vitamin C merupakan vitamin yang memiliki proses metabolisme sel
hidup yang diperlukan didalam tubuh manusia. Berdasarkan penelitian dengan
jumlah sampel 55 orang karyawan diketahui bahwa karyawan yang memiliki
asupan vitamin c yang kurang mengkonsumsi makan-makanan yang tinggi
vitamin C sebanyak 35 responden (63.6%) sedangkan karyawan yang cukup
mengkonsumsi asupan vitamin c yaitu 20 responden (36.5%).
5) Status Kebugaran
Tabel 5.15
Deskripsi Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka Limau Jakarta Tahun 2014
Status Kebugaran n %
Baik
Kurang
Kurang Sekali
Sedang
1
18
30
6
1.8
32.7
54.5
10.9
Total 55 100
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kebugaran karyawan
di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka Limau Jakarta Tahun 2014,
dengan jumlah karyawan tetap yang menjadi responden sebesar 55 orang.
Kebugaran merupakan salah satu indicator dalam menentukan derajat
kesehatan seseorang. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar maka seseorang
dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Berdasarkan tabel 5.15,
diketahui bahwa sebanyak 30 responden (54.5%) memiliki status kebugaran
yang kurang sekali, 18 responden (32.7%) memiliki status kebugaran kurang,
6 responden (10.9%) memiliki status kebugaran sedang, dan 1 responden
(1.8%) memiliki status kebugaran baik.
6) Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat
Tabel 5.16
Rekapitulasi Analisis Univariat
No Variabel Kategori n %
1 Usia Remaja Akhir (17-25
thn)
Dewasa Awal (26-35
thn)
Dewasa Akhir (36-45
thn)
Lansia awal (46-55 thn)
3
16
23
13
5.5
29.1
41.8
23.6
2 Status Gizi
Sangat kurus
Kurus
Gemuk
Obesitas
Normal
1
0
12
18
24
1.8
0
21.8
32.7
43.6
2 Latihan Fisik Rendah
Baik
54
1
98.2
1.8
3 Asupan
Kalsium
Kurang
Cukup
37
18
67.3
32.7
4 Asupan Zat
Besi
Kurang
Cukup
30
25
54.5
45.5
5 Asupan
Vitamin C
Kurang
Cukup
35
20
63.6
36.4
6 Status
Kebugaran
Baik
Kurang
Kurang Sekali
Sedang
1
18
30
6
1.8
32.7
54.5
10.9
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel untuk membuktikan hipotesis penelitian. Dalam hal ini untuk melihat
hubungan usia, status gizi, latihan fisik, dan asupan zat gizi mikro (kalsium, zat
besi, vitamin c), yang mempengaruhi status kebugaran karyawan Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta, maka dilakukan analisis
bivariat dengan uji statistic korelasi.
1) Hubungan antara Usia dengan Status Kebugaran
Tabel 5.17
Distribusi Hubungan Usia dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014
Variabel Status Kebugaran
Usia
r P value
0.004 0.979
Total 55
Dalam Penelitian status kebugaran variabel usia juga merupakan salah
satu variabel yang diteliti. Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang
biasanya jauh lebih baik dikarenakan fungsi organ tubuh tumbuh secara
optimal. Dari hasil statistik diatas nilai r adalah 0.004, dalam kekuatan korelasi
(r) 0.004 tidak adanya hubungan/hubungan yang lemah. P (value) adalah 0.979
lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan
bermakna antara usia terhadap status kebugaran.
Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya usia, namun penurunan ini akan berkurang bila seseorang
berolahraga secara teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran akan
meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan
terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0.8-
1 % per tahun (Buku Panduan Olahraga Bagi Kesehatan, 2002).
2) Hubungan antara Status Gizi dengan Status Kebugaran
Tabel 5.18
Distribusi Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran Karyawan
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014
Variabel Status Kebugaran
Status Gizi
r P value
0.382 0.004
Total 55
Analisis hubungan antara status gizi diukur dengan indikator IMT (Indeks
Massa Tubuh) dan status kebugaran diukur berdasarkan tes kardiorespiratori,
daya tahan dan kekuatan otot, fleksibilitas, dan komposisi tubuh. Status gizi
diukur dengan menggunakan uji korelasi. Hasil analisis hubungan kedua
variabel dipaparkan dalam tabel 5.18. berdasarkan hasil analisis pada tabel
diatas diketahui bahwa antara IMT dengan status kebugaran memiliki hubungan
yang signifikan yaitu nilai r 0.320 memiliki interprestasi hubungan yang sedang
dan P value 0.004 terdapat korelasi yang bermakna.
3) Hubungan antara Latihan Fisik dengan Status Kebugaran
Tabel 5.19
Distribusi Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran
Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta
Tahun 2014
Variabel Status Kebugaran
Latihan Fisik
r P value
0.320 0.017
Total 55
Dari hasil analisis statistik dengan uji korelasi didapatkan r adalah
0.320 yaitu adanya hubungan yang sedang, sedangkan P value adalah 0.017
yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara latihan fisik dengan status
kebugaran. Adanya hubungan antara latihan fisik dengan status kebugaran
karena kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua kesegaran jasmani dimana
latihan fisik dapat meningkatkan kebugaran jasmani seseorang.
4) Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C)
Tabel 5.20
Distribusi Hubungan Asupan Kalsium (mg/hr) dengan Status Kebugaran
Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta
Tahun 2014
Variabel Status Kebugaran
Asupan Kalsium
(mg/hr)
r P value
-0. 171 0.212
Total 55
Kebugaran adalah dasar untuk membangun tubuh yang sehat dan
tubuh yang sehat akan lebih produktif dan dapat terhindar dari berbagai macam
penyakit salah satunya adalah Penyakit Tidak Menular. Tingkat kebugaran dan
kesehatan individu dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu pengaturan asupan
makanan/zat gizi, istirahat dan olahraga. Dalam penelitian ini dilakukan
penelitian mengenai peran penting asupan zat gizi mikro kasium, berdasarkan
hasil analisis statistik dengan uji korelasi didapatkan r -0.171 yaitu arah korelasi
dengan nilai – (negatif) berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel,
semakin kecil nilai variabel lainnya dan r -0.171 tidak ada hubungan /hubungan
lemah. Sedangkan pada P value didapatkan 0.212 lebih besar dari 0.05 maka
diketahui tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji
sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan bermakna antara asupan kalsium
terhadap status kebugaran.
Tabel 5.21
Distribusi Hubungan Asupan Zat Besi (mg/hr) dengan Status Kebugaran
Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta
Tahun 2014
Variabel Status Kebugaran
Asupan Zat Besi
(mg/hr)
r P value
-0. 034 0.805
Total 55
Dalam penelitian kebugaran ini salah satu asupan zat gizi mikro yang
dijadikan variabel penelitian adalah zat besi. Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa r -.0.034 yaitu tidak adanya hubungan/hubungan lemah dan berlawanan
arah, semakin besar nilai satu variabel maka semakin kecil nilai variabel yang
lainnya. Diperolehnya nilai P (value) 0.805 > 0.05 dapat dikatakan tidak ada
hubungan bermakna antara asupan zat besi dengan status kebugaran.
Tabel 5.22
Distribusi Hubungan Asupan Vitamin C (mg/hr) dengan Status
Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau
Jakarta Tahun 2014
Variabel Status Kebugaran
Asupan Vitamin C
(mg/hr)
r P value
-0.218 0.109
Total 55
Tingkat kebugaran dan kesehatan individu dipengaruhi oleh beberapa
faktor utama salah satunya adalah pengaturan asupan makanan/zat gizi,. Dalam
penelitian ini dilakukan penelitian mengenai peran penting asupan zat gizi
mikro Vitamin C. berdasarkan hasil statistik diatas nilai r adalah -0.218 yaitu
tidak adanya hubungan/hubungan lemah. Sedangkan nilai P (value) 0.109 lebih
besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara zat gizi mikro vitamin C dengan status kebugaran.
5) Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat
Tabel 5.23
Rekapitulasi Analisis Bivariat
Status Kebugaran
Variabel r P value Keterangan
Usia 0.004 0.979 Tidak ada Hubungan
Status Gizi 0.382 0.004 Hubungan sedang dan
terdapat korelasi yang
bermakna
Latihan Fisik 0.320 0.017 Hubungan sedang dan
terdapat korelasi yang
bermakna
Asupan
Kalsium
(mg/hr)
Asupan Zat
Besi (mg/hr)
Asupan
Vitamin C
(mg/hr)
-0. 171
-0. 034
-0.218
0.805
0.212
0.109
Hubungan lemah dan tidak
terdapat korelasi yang
bermakna
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
6.1.1 Keterbatasan Responden Penelitian
Responden dalam penelitian status kebugaran ini terbatas, jumlah
karyawan UHAMKA yang hadir pada saat penelitian kebugaran berlangsung
tidak semuanya hadir, seharusnya jumlah karyawan yang menjadi sampel
pada penelitian ini adalah 105 orang karyawan, tetapi karena sebagian
karyawan sibuk dan tidak bersedia untuk mengikuti tes kebugaran maka
jumlah responden yang mengukuti tes kebugaran ini adalah 55 orang.
6.2 Pembahasan Univariat
6.2.1 Usia
Dari penelitian didapatkan lebih banyak karyawan yang berusia
Dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 41.8%. Usia seseorang akan
mempengaruhi kondisi, kemampuan, dan kapasitas tubuh dalam melakukan
aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan bertambahnya
usia. Kapasitas kerja berkurang hingga 80% pada usia 50 tahun dan pada usia
60 tahun kapasitas kerja berkurang hingga 60% dibandingkan dengan umur 25
tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astrand, dinyatakan
bahwa sebelum memasuki masa pubertas, laki-laki dan perempuan pada usia
yang sama tidak memiliki perbedaan signifikan dalam hal kekuatan aerobik
maksimal. Pada kekuatan otot, usia juga memiliki pengaruh signifikan.
Kekuatan otot mencapai puncaknya pada usia 20 tahun dan kekuatan otot
dapat ditingkatkan dengan latihan peningkatan kekuatan otot dan peningkatan
waktu dari sinergisitas otot pada aktivitas sehari-hari.
6.2.2 Status Gizi
Status gizi responden dalam penelitian ini dilihat berdasarkan indeks
masa tubuh (IMT). Sesuai dengan standar status gizi menurut IMT untuk
orang Indonesia dari Depkes RI, dengan nilai IMT untuk status gizi normal
yaitu 18.5-25.0 kg/m2, maka diketahui sebanyak 1 responden (1.8%)
karyawan UHAMKA memiliki status gizi sangat kurus, status gizi gemuk 12
responden (21.8%), status gizi karyawan yang obesitas 18 responden (32.7%)
dan responden yang memiliki status gizi normal yaitu 24 responden (43.6%).
Responden dengan status gizi gemuk dengan persentase 21.8% jauh lebih
rendah dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi normal
sebesar 43.6%. Jika dibandingkan dengan hasil survey Riskesdas 2010,
persentase total responden dengan status gizi sangat kurus (1.8%) lebih rendah
dibandingkan angka nasional untuk status gizi sangat kurus (12.6%).
Persentase total responden gemuk (21.8%) dan obesitas (32.7%) lebih tinggi
dibandingkan angka nasional untuk status gizi overweight (21.7%).
Sedangkan persentase responden yang memiiki status gizi normal (43.6%)
lebih rendah dibandingkan angka nasional (65.8%)
Peningkatan status gizi menjadi overweight sangat berkaitan dengan
gaya hidup terutama yang berkaitan dengan peningkatan kadar lipid
lipoprotein dalam tubuh (Goldberg dkk, 2000). Selain itu diketahui bahwa
pemilihan makan berdasarkan kandungan gizi yang baik untuk kesehatan
dapat digunakan sebagai cara preventif terhadap resiko obesitas. Berdasarkan
hasi wawancara FFQ semi kuantitatif, diketahui terdapat kecenderungan
kebiasaan konsumsi makanan dengan cara digoreng. Hal ini dapat
berkontribusi tidak hanya terhadap peningkatan kadar lemak total tubuh tetapi
juga berpengaruh terhadap jenis kandungan gizi yang diasup dan
keseimbangan energi responden yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap status gizi responden tersebut.
6.2.3 Latihan Fisik
Nilai latihan fisik pada penelitian diperoleh dari skor latihan fisik yang
meliputi intensitas dan durasi latihan fisik pekerja selama satu minggu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa frekuensi latihan fisik karyawan rendah yaitu
(98.2% ) dibandingkan karyawan dengan frekuensi latihan fisik baik (1.8%).
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Komang Ayu (2011) yang menunjukan bahwa sebanyak 46.0% dengan
kebiasaan olahraga yang buruk dengan mengalami kebugaran jasmani yang
buruk, dan 76.6% memiliki kebiasaan olahraga baik dan mengalami
kebugaran jasmani yang baik. WHO (2002) menyatakan bahwa kurangnya
aktivitas fisik dan gaya hidup sedentary dapat menyebabkan penurunan
kesehatan dan kebugaran sehingga meningkatkan resiko penyakit tidak
menular. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa aktifitas kerja dan
aktifitas waktu luang dapat berkontribusi terhadap daya tahan
kardiorespiratori dengan efek yang berbeda.
6.2.4 Asupan Zat Gizi Mikro
Zat gizi mikro yang diteliti pada penelitian ini adalah Kalsium, Zat
Besi, dan Vitamin C. dari 55 responden, karyawan yang asupan kalsiumnya
cukup yaitu 67.3% sedangkan asupan kalsium kurang yaitu 32.7% hal ini jelas
saja tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (2013). Dari 55 orang karyawan
diketahui yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 76.4% dan yang berjenis
kelamin perempuan yaitu 23.6%. jenis kelamin yang menjadi responden pada
penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Namun dalam hal ini Angka Kecukupan Gizi kalsium untuk jenis
kelamin laki-laki dan perempuan sama yaitu mulai dari 1000-1100 mg/hari
dengan kategori umur mulai dari 19 tahun-50tahun.
Asupan zat besi karyawan masih kurang yaitu 54.5%, asupan zat
besipun masih dibawah 100% AKG ini terlihat dari persentase asupan zat besi
karyawan yang kurang (54.5%), sama halnya seperti kalsium Asupan zat besi
berdasarkan AKG digolongkan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada
penelitian ini jenis kelamin yang banyak menjadi responden dengan usia
berkisar mulai dari 19 tahun-50 tahun memiiki Angka Kecukupan Gizi untuk
zat besi yaitu pada laki-laki 13 mg/hari, sedangkan pada perempuan mulai dari
12-26 mg/hari. Asupan vitamin c 63.6% yaitu kurang dari kecukupan,
kecukupan vitamin c perhari pada laki laki mulai dari usia 19 thn-64 thn yaitu
90 mg/hari, sedangkan pada perempuan usia 19 tahun-29 tahun kebutuhan
vitamin c yaitu 75 mg/hr, sedangkan usia 30-64 tahun vitamin c yang
dibutuhkan 1000 mg/hr. Dari ketiga asupan zat gizi mikro kalsium, zat besi,
dan vitamin c tidak terpenuhi anjuran AKG 100%.
6.2.5 Status Kebugaran
Kebugaran jasmani meliputi kemampuan untuk dapat melakukan
kegiatan atas pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik
tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan. Kebugaran merupakan salah satu
indicator dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Dengan memiliki
fisik sehat dan bugar maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian
secara optimal.
Nilai status kebugaran pada penelitian diperoleh dari norma Tes
Kesegaran Jasmani Keluarga yang meliputi hasil dari keseluruhan nilai tes
jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi tubuh. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 54.5% Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka Limau Jakarta kurang bugar sekali, dan karyawan UHAMKA yang
status kebugarannya baik yaitu 1.8%. jika dilihat berdasarkan gambaran
umum subjek penelitian, diketahui bahwa faktor penyebab seseorang tidak
bugar adalah jumlah persentase pada tidak pernahnya melakukan kebiasaan
olahraga (34.5%), frekuensi olahraga hanya dilakukan 1 kali/minggu (40%),
durasi olahraga dilakukan 30 menit-1 jam (36.4%), waktu berolahraga akhir
pekan (36.4%). Jika dibandingkan dengan survey riskesdas 2007 dapat
diketahui persentase kurang aktifitas fisik untuk penduduk Indonesia umur 10
tahun keatas sebesar 48.2%. Dengan demikian persentase aktivitas fisik pada
karyawan UHAMKA lebih tinggi dibandingkan dengan nilai nasional.
Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran
jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur yang akan
mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat
mengurangi lemak tubuh. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat
mengurangi resiko terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD),
stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek
positif terhadap berbagai macam penyakit serta juga dapat meningkatkan
produktivitas dalam bekerja. Aktivitas fisik yang rutin dilakukan dapat
memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantaranya yaitu
peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, penurunan
detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot
jantung, mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung,
peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, peningkatan metabolisme
tubuh, meningkatkan kemampuan otot, dan mencegah obesitas. Kualitas
olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi
dan lamanya olahraga setiap kegiatan dalam seminggu, seperti intensitas
latihan, lamanya latihan, dan frekuensi latihan,
Hasil persentase kebugaran pada penelitian ini jauh lebih kecil
dibandingkan pada penelitian Fauziah, nanda (2012) dimana 78% karyawan
memiliki tingkat kebugaran yang kurang.
6.3 Pembahasan Bivariat
6.3.1 Hubungan antara Usia dengan Status Kebugaran
Penelitian menunjukkan bahwa karyawan berusia 36-45 tahun
(41.8%), 26-35 tahun (29.1%), 46-55 tahun (23.6%), dan 17-25 tahun (5.5%).
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan signifikan antara umur dengan status kebugaran P
(value) 0.979, dan r 0.004 yaitu adanya hubungan yang lemah. Sama halnya
pada penelitian yang dilakukan oleh fauziah, nanda (2012) bahwa tidak
adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan Tingkat kebugaran
karyawan. Secara teori , usia dan tingkat kebugaran memiliki hubungan yang
dikaitkan dengan penurunan fungsi fisiologis paru-paru sejalan dengan
bertambahnya usia yang dapat mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang
(Jackson, 2008). Namun, hasil penelitian yang sama ditunjukkan pada
penelitian terhadap 40 responden di laboratorium lowa state university yang
menunjukkan tidak terdapat beda signifikan pada kelompok muda dan tua
yang bugar (Hernandez dkk, 2005).
Hubungan usia dengan status kebugaran yang tidak signifikan dapat
terjadi karena kapasitas fungsional pada tubuh akan menurun setelah usia 30
tahun dan pada usia 50 tahun kapasitas kerja menurun 80% dibandingkan
pada usia 20 tahun dimana tingkat kebugaran jasmani akan meningkat sampai
dengan mencapai maksimal pada usia tersebut tetapi tingkat kesegaran
jasmani dapat ditingkatkan dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur
(Astrand dan Rodahl, 1986). Hal inilah yang menyebabkan usia tidak
berhubungan signifikan pada penelitian karyawan UHAMKA dimana
diketahui bahwa latihan fisik karyawan UHAMKA rendah (98.2%) dan
kisaran usia karyawan UHAMKA paling banyak berusia 36-45 tahun (41.8%)
dimana pada usia tersebut kapasitas fungsional tubuh akan menurun.
6.3.2 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran
Hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara IMT dengan status kebugaran. Hubungan
yang signifikan memiliki korelasi dengan kekuatan hubungan yang sedang
yaitu (r = 0.382). sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Komang
Ayu (2011) di PT Amoco Mitsui bahwa status gizi yang baik dapat
memperoleh kebugaran jasmani yang baik pula sebesar 95.2%.
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh
cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan
secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Sunita, 2002).
Dalam penelitian ini skor kebugaran diukur dengan menggunakan
empat komponen yaitu kardiorespiratori, daya tahan otot, fleksibilitas dan
komposisi tubuh dimana norma dari masing-masing nilai diberi skor dan
dijumlahkan semuanya sehingga akan terlihat berapa orang yang memiliki
status kebugaran baik, kurang, kurang sekali, dan sedang. Berdasarkan data
yang didapat responden yang memiliki status kebugaran kurang dan memiliki
status gizi kurus yaitu 1 responden, karyawan yang memiliki status kebugaran
kurang sekali memiliki status gizi gemuk sebanyak 10 responden, 10
responden dengan status gizi obesitas, dan status gizi normal yaitu 10
responden. Sedangkan kebugaran baik memiliki status gizi gemuk yaitu 1
responden.
Zat-zat makanan diperlukan agar menghasilkan kebugaran jasmani
yang baik. Dimana zat-zat makanan tersebut digunakan untuk menghasikan
tenaga/kalori sehingga dapat terbentuk sempurna karena adanya tenaga yang
diperoleh dari zat-zat makanan yaitu karbohidrat, lemak, dan protein dengan
melalui proses pembakaran. Zat-zat gizi makro juga digunakan untuk
pembentukan sel, memperbaiki sel-sel yang mati/rusak. Ketersediaan zat gizi
didalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot pada saat berkontraksi
dan daya tahan kardiovaskular, sehingga untuk mendapatkan kebugaran yang
baik seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup dan
mendapatkan asupan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya. Dengan
status gizi yang baik akan menjadikan organ tubuh melakukan fungsinya
secara optimal sehingga akan menghasikan tingkat kesegaran jasmani pada
seseorang (Depkes, 1997).
6.3.3 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran
Berdasarkan hasil penelitian latihan fisik diketahui bahwa frekuensi
latihan fisik pada karyawan yaitu rendah 98.2% dan hanya 1.8% yang
memiliki frekuensi latihan fisik baik dari 55 responden. Hasil uji korelasi
menunjukkan bahwa latihan fisik memiliki hubungan yang signifikan dengan
status kebugaran yaitu r 0.320 adanya hubungan yang sedang dan P value
0.017 yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara latihan fisik dengan status
kebugaran. Pada penelitian Fauziah, nanda (2012) adanya hubungan yang
signifikan antara latihan fisik dengan status kebugaran, latihan fisik telah
dibuktikan pada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa latihan fisik
berkontribusi cukup besar terhadap tingkat kebugaran dan daya tahan
kardiorespiratori. Secara teori latihan fisik menjadi salah satu metode efektif
dalam mengatur berat badan untuk mendapatkan daya tahan jantung yang baik
dan terhindar dari penyakit kardiovaskular (Christou dkk, 2005). Penelitian
pada 1298 responden berumur 18-62 tahun pada staf dikantor Utrecht Police
Lifestyle Intervention Fitness and Training (UP-LIPI) menunjukkan hubungan
positif yang signifikan antara kebugaran dengan kebiasaan latihan fisik (r =
0.018) dan intensitas aktifitas fisik (r = 0.238) dengan kekuatan hubungan
yang lemah (Sassen dkk, 2010). Dan Hasil penelitian Tamamu Itsnainiyah
(2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
kebiasaan olahraga dengan status kebugaran. Olahraga merupakan bagian dari
aktifitas fisik yang terencana, terstruktur, berulang, dan bertujuan untuk
meningkatkan atau menjaga kesegaran jasmani (Kurpad AV, Swaminathan S,
Bhat S, 2004). Olahraga juga merupakan cara aman dan efektif untuk
meningkatkan kebugaran, sebab jika dilakukan dengan benar dapat
bermanfaat meningkatkan kualitas fisik, psikis serta sosial (Djoko P, 1997).
Kebugaran mutlak dibutuhkan pekerja baik yang menggunakan daya
tahan otot maupun aktifitas fisik biasa, tujuan ini dapat dilaksanakan melalui
sebuah program olahraga untuk kesegaran jasmani (Kushartanti, 2012).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa aktifitas kerja dan aktifitas
waktu luang dapat berkontribusi terhadap daya tahan kardiorespiratori dengan
efek yang berbeda. Aktifitas waktu luang dapat meningkatkan kebugaran.
Untuk mencapai efek kebugaran yang terlatih diperlukan waktu yang singkat
<1 jam/hari dengan kelelahan tinggi untuk melatih jantung agar terbiasa pada
fase diastole yang lebih lama. Sedangkan aktifitas waktu kerja mungkin tidak
dapat memberikan efek seperti latihan fisik, namun justru akan meningkatkan
denyut nadi dan memperpendek akumulasi waktu diastole saat bekerja untuk
memberikan ketahanan bagi pekerja untuk melakukan tuntutan pekerjaannya
(Scand, 2010).
6.3.4 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C)
dengan status kebugaran
Hasil analisis menggunakan uji korelasi terhadap asupan gizi
responden menghasilkan nilai yang bervariasi yang ditentukan berdasarkan
AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang disesuaikan dengan usia dan jenis
kelamin. Dari ketiga asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c) yang
diteliti, ketiganya tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap status
kebugaran.
Namun berdasarkan teori peranan gizi mikro didalam tubuh
berhubungan dengan status kebugaran seseorang. Vitamin adalah sekelompok
komponen organic yang kompleks dan ditemukan dalam jumlah yang sedikit
dalam tubuh. Vitamin sangat penting untuk dapat berfungsi secara optimal
dari banyak proses fisiologis dalam tubuh. Tingkat aktivitas dari proses
fisiologis ini meningkat secara besar selama lahihan fisik dan suplai vitamin
yang cukup harus dipenuhi untuk proses fungsional yang terbaik (Williams,
2002). Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan
kebanyakan dari elemen tersebut adalah berbentuk padat. Saat ini terjadi
peningkatan penelitian pada status kebugaran terhadap efek dari mineral pada
performa fisik dan sebaliknya. Zat Besi (Fe) memiliki fungsi utama dalam
tubuh sebagai alat transportasi dan utilisasi atau metabolisme oksigen di
dalam tubuh, kekebalan, perkembangan kognitif, pengaturan suhu,
metabolisme energy, dan performa kerja (Yuliarti, 2009). Fe memiliki fungsi
yang sangat kritis dalam penggunaan oksigen dalam tubuh dan penting bagi
seseorang yang melakukan latihan aerobic berupa daya tahan dan harus
memiliki asupan yang cukup karena berhubungan dengan rasa lelah dan daya
tahan tubuh (Williams, 2002). Untuk mendapatkan penampilan fisik yang
optimal serta status kebugaran dan kesehatan yang baik maka mengkonsumsi
makanan yang mengandung mikronutrien sesuai dengan kecukupan gizi yang
dianjurkan. Mikronutrien yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
sehubungan dengan dampaknya terhadap penampilan fisik dan kebugaran
adalah Kalsium, Zat Besi (Fe), Vitamin C.
6.3.4.1 Hubungan Asupan Kalsium dengan Status kebugaran
Hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa pada
penelitian ini tidak signifikan antara asupan kalsium dengan status kebugaran.
Nilai korelasi (r) menunjukkan -0.171 yaitu tidak ada hubungan/hubungan yang
lemah, dan P value 0.212 tidak terdapat korelasi yang bermakna atau tidak
adanya hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dengan status
kebugaran. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Erwin Christianto
(2006), yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kalsium
dengan aktifitas fisik yang berkaitan dengan resorpsi tulang pada usia lanjut.
Kalsium diketahui memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai
pembentukan tulang dan gigi. Hasil yang berbeda dapat disebabkan karena
karyawan yang memiliki status kebugaran kurang sekali memiliki asupan
kalsium kurang dari kebutuhan ( 50.0%) dan kurangnya asupan responden
mengkonsumsi makan-makanan yang tinggi kalsium, ini juga diketahui
berdasarkan hasil penelitian bahwa asupan kalsium karyawan UHAMKA
kurang yaitu 67.3% dari Angka Kecukupan Gizi.
6.3.4.2 Hubungan Zat Besi dengan Status Kebugaran
Hasil analisis menggunakan Uji korelasi menunjukkan bahwa pada
penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi/fe
terhadap status kebugaran. Nilai korelasi r menunjukkan arah hubungan negatif
-0.034 dengan kekuatan hubungan lemah. Hal ini berarti semakin kurangnya
asupan zat besi/fe akan semakin berkurangnya status kebugaran. Penelitian
mengenai fungsi zat besi terhadap performa atletik dan kebugaran sudah sejak
lama menjadi pembahasan para peneliti. Salah satu pengaruh asupan zat besi
terhadap status zat besi dan performa atletik dikaji melalui pendekatan sebagai
berikut. Pada kondisi tertentu, latihan fisik dapat memicu terjadinya kehilangan
zat besi dari tubuh, salah satu solusi untuk memenuhi kekurangan ini adalah
melalui asupan zat besi. Salah satu kondisi saat asupan zat besi membutuhkan
tambahan adalah pada saat wanita mengalami menstruasi (Connie, 1992).
Salah satu cara yang menarik dari penelitian zat besi terhadap performa
fisik pekerja dibuktikan oleh beberapa studi lapangan seperti penelitian
Edgerton dkk (1979) yang menunjukkan pemberian suplementasi zat besi yang
nantinya dapat meningkatkan performa pada wanita.
Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian
Nurwidiastuti (2012) pada mahasiswa FTUI yang menyebutkan bahwa terdapat
hubungan signifikan zat besi dengan kebugaran. Dalam literature zat besi
memang mempengaruhi kebugaran, kadar zat besi yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan anemia zat gizi dimana hal ini diakibatkan karena kurangnya
latihan fisik yang dilakukan sehingga tingkat kebugaran juga rendah (Hueger &
Boyle, 2001). Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara zat besi
dengan status kebugaran kemungkinan diakibatkan oleh sebagian besar
responden dari sampel penelitian ini memiliki rata-rata asupan zat besi kurang
dari AKG (54.5%) dan karyawan yang memiliki status kebugaran kurang sekali
memiliki asupan zat besi kurang dari kebutuhan yaitu (53.6%). Latihan fisik
yang rendah pada karyawan (98.2%) dapat mengakibatkan tingkat kebugaran
yang rendah dimana kadar zat besi yang rendah merupakan salah satu penyebab
dari kurangnya latihan fisik. Zat besi merupakan hal penting dalam penggunaan
oksigen dalam tubuh yang melakukan latihan aerobic untuk membutuhkan daya
tahan (Williams, 2002) dan zat besi berpengaruh terhadap kardioespiratori yang
dibuktikan bahwa suplementasi zat besi dapat mempengaruhi tambahan daya
kardiorespiratori (Brownie, 2002).
6.3.4.3 Hubungan Vitamin C dengan Status Kebugaran
Pada penelitian ini didapatkan persentase asupan vitamin c karyawan,
yaitu Asupan kurang (63.6%), Asupan Vitamin c cukup (36.4%). Uji statistic
korelasi menunjukkan kekuatan korelasi (r) -0.218 adanya hubungan yang
lemah, dan P value 0.109 tidak terdapat korelasi yang bermakna atau tidak
terdapat hubungan antara asupan vitamin c dengan status kebugaran. Hasil lain
ditunjukkan dari penelitian terhadap anak usia 7 hingga 10 tahun menunjukkan
asupan vitamin c diketahui memiliki hubungan bermakna terhadap kapasitas
aeerobik dan daya tahan fisik jika dikonsumsi bersama-sama dengan
mikronutrien lain (Vaz, 2011). Dan pada penelitian yang dilakukan oleh Dian
Nurwidiastuti (2012) pada mahasiswa FTUI menyebutkan bahwa pada
penelitiannya tidak terdapat hubungan signifikan antara vitamin C dengan
status kebugaran karena asupan Vitamin C mahasiswa kurang dari AKG.
Vitamin C telah diketahui memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, salah satu
implikasi penting bagi individu yang aktif adalah dalam pembentukan hormone
dan neurotransmitter yang dibutuhkan saat latihan fisik. Dengan
mempertimbangkan stressor dari latihan fisik, merekomendasikan kepada
responden yang aktif, vitamin C dapat diberikan 200-300 mg dari kebutuhan
normal. Suplementasi vitamin C dianggap dapat meningkatkan performa fisik
hanya bila responden mengalami defisiensi vitamin C, namun tidak pada
responden yang tidak mengalami defisiensi.
Vitamin C juga berperan pada performa fisik seseorang dimana vitamin
c sebagai antioksidan dan dapat menangkal stress oksidatif yang ditimbulkan
dari peningkatan konsumsi oksigen akibat latihan fisik (Ramayulis, 2010).
Namun pada penelitian in berbeda dengan teori tersebut. Kemungkinan tidak
berhubunggannya vitamin c dengan status kebugaran diakibatkan oleh sebagian
besar responden dari sampel penelitian memiliki rata-rata asupan vitamin c
kurang dari AKG (63.6%) dan karyawan yang memiliki status kebugaran
kurang sekali memiliki asupan vitamin c kurang dari kebutuhan yaitu (48.4%).
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Sebagian besar Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau
Jakarta (54.5%) memiliki status kebugaran kurang sekali.
2. Sebagian besar Karyawan UHAMKA berusia 36-45 tahun (41.8%)
3. Sebagian besar Karyawan UHAMKA memiliki status gizi normal (43.6%) dan
(32.7%) memiliki status gizi obesitas.
4. Frekuensi Latihan Fisik Karyawan rendah (98.2% )
5. Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C)
Asupan Kalsium Kurang (67.3%)
Asupan Zat Besi Kurang (54.5%)
Asupan Vitamin C Kurang (63.6%)
6. Dari hasil analisis uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara latihan fisik dengan status kebugaran r 0.320 adanya hubungan yang
sedang dan P (value) 0.017 dan adanya hubungan yang bermakna antara status
gizi dengan status kebugaran r 0.382 adanya hubungan yang sedang dan P
(value) 0.004. sedangkan pada usia dan asupan zat gizi mikro (Kalsium, Zat
Besi, Vitamin C) tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.
7.2 Saran
1. Bagi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
a. Dengan mempertimbangkan masih rendahnya tingkat kebugaran
karyawan. Peneliti menyarankan agar Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. Hamka dapat mengaktifkan kembali program latihan kebugaran
untuk para karyawan dan memberikan sosialisasi kepada karyawan
mengenai pentingnya melakukan latihan fisik. Selain itu dengan melihat
tingginya prevalensi gizi obesitas (32.7%) pada karyawan dan kurangnya
kecukupan asupan zat gizi mikro disarankan agar disediakan fasilitas dan
program untuk konsultasi gizi karyawan agar program diet dapat
maksimal dilakukan.
2. Bagi Karyawan
a. Peneliti menyarankan agar karyawan dapat mengikuti program kebugaran
yang dibuat oleh pihak kampus UHAMKA dan melakukan konsultasi gizi
apabila disediakan oleh pihak kampus. Dengan mempertimbangkan
kurangnya asupan zat gizi mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) peneliti
menyarankan agar para karyawan dapat menyeimbangkan asupan zat gizi
mikro (kasium, zat besi, vitamin c) sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG). Selain itu, karyawan juga dianjurkan untuk meningkatkan
intensitas aktivitas fisik pada saat sebelum bekerja maupun diwaktu
luang.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti menyarankan agar adanya penelitian lebih lanjut terhadap tingkat
kebugaran pada pekerja dengan sampel yang lebih besar untuk
mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai masalah kebugaran dan
faktor-faktor penyebabnya
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Merryana. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana Prenada
Media : Jakarta.
Afriwardi. 2002. Ilmu Kedokteran Olahraga. EGC Jakarta.
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama :
Jakarta.
____________. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama :
Jakarta.
____________. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama :
Jakarta.
Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Nutritional Care Process. Graha Ilmu :
Yogyakarta.
Astuti. 2007. Produktivitas dan Olahraga. Jakarta : FKUI
Ayu, Komang. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani
Karyawan di PT. Amoco Mitsui Indonesia Tahun 2011.
Battilneli T. 2000. Aerobic and Anaerobic Conditioning . In: Wolinsky I, eds.
Physique, Fitness, and Performance. Florida: CRC Press Caballero, Enrique
MD. 2007. Ethnicity, Metabolism and Vascular Function: From Biology to
Culture. Medscape Education.
Burke. 1992. dalam Ayu, Komang. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kebugaran Jasmani Karyawan di PT. Amoco Mitsui Indonesia Tahun 2011.
Bustan, MN, Dr. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka Cipta :
Jakarta.
Christou, Denetra D. 2005. Fitness, Despite Fitness , is Linked With Cardiovasculer
Faktors . Atlanta: Obesity, Fitness, and WellnessWeek.
Conrad and Miller. 1986. Dalam Sitepoe. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. PT.
Gramedia Widiasarana : Jakarta.
Connie M, Weaver, dan Rajaram Sujatha . “Exercise and Iron Staus”. The Journal of
Nutrition, 122 (1991): 728-728.
Departemen Kesehatan RI, 1994. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang
Dewasa, Jakarta. Hlm. 4.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Petunjuk Teknis Pemantauan
Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Jakarta.
Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, 2012. Peningktan Kebugaran Jasmani di
Tempat Kerja. Jakarta.
Erwin, Christianto. 2006. hubungan kalsium dengan aktifitas fisik yang berkaitan
dengan resorpsi tulang pada usia lanjut.
Fatimah dan Yati Ruhayati. 2011. Gizi Kebugaran dan Olahraga. CV. Lubuk Agung :
Bandung.
FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement, Report of a Joint
FAO/WHO/UNU Expert Consultation. 17-24 october. Rome.
Fauziah, Nanda. 2012. Hubungan Status gizi, Aktivitas Fisik, Asupan Gizi dengan
Tingkat Kebugaran Karyawan PT. Wijaya Karya Jakarta Tahun 2012. Depok :
FKM UI.
Gibson, R.S. 1993. Principles of Nutrition Assesment. Oxford University Press, New
York.
Hasibuan, Malayu S.P. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. PT.
Bumi Aksara : Jakarta.
Hakim, Abdul. 2006. Analisis Pengaruh Motivasi, Komitmen Organisasi Dan Iklim
Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Perhubungan Dan
Telekomunikasi Provinsi Jawa Tengah. JRBI. Vol 2. No 2. Hal: 165-180.
Heyward VH. 1997. Advanced Fitness Assessment and Exercise Prescription, 3 rd
ed. Cahmpaign (IL) : Human Kinetics.
Istiany, Ari. 2013. Gizi Terapan. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.
Jackson B. S, Hannah. 2008. Cardiovascular Fitness and Lung Function od Adult
Men and Women in The United States: NHANES 1999-2002. University of
North Texas: Master School of Public Health.
Kebugaran.Worldpress.com
Kushartanti, Wara. 2012. Kebugaran Jasmani dan Produktivitas Kerja. Modul Klinik
Terapi Fisik FIK UNY.
Maurice, Shils, E., dkk. Modern Nutrition in Health and Desease. 2006. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins.
Muslichatun. 2005. Perbandingan Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Kesegaran
Jasmani Usia Sekolah Dasar antara Tiga Kali dengan Empat Kali dalam Satu
Minggu Terhadap Tingkat Kesegaran Jasmani Siswa Putri SD Negri
GunungPati 4 dan Nongkosawit Tahun Ajaran 2004-2005 . (Skripsi) .
Semarang : Universitas Negri Semarang.
Nieman. D. 2001. The Exercise Test as a Component of the Total Fitness Evaluation.
Primary Care Clinics in Office Practice 28:1-13.
. 1990. Fitness and sports medicine : an introduction. Califonia : Bull
Publishing Company.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta :
Jakarta.
Ompusunggu, Valentino. 2012. Kebugaran Jasmani dan Motivasi Kerja Karyawan
KSU UA & CO Medan Tahun 2012. Medan : Universitas Negri Medan.
Pekik, Djoko. 1997. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. CV ANDI
OFFSET. Yogyakarta.
Perhimpunan Pembina Kesehatan Olahraga Republik Indonesia (PPKORI). 2002.
PANDUAN KESEHATAN OLAHRAGA BAGI PETUGAS KESEHATAN.
Jakarta.
Permaesih D, Rosmalina Y, Moeloek D, Herman S. 2001. Cara Praktis Pendugaan
Tingkat Kesegaran Jasmani. Buletin Penelitian Kesehatan.
PS. IKO FKUI. 2007. Norma Tes Kebugaran.
Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Depdikbud RI, EROBIKA : Pengertian dan
Kegunaan Program Erobika, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1995.
Rivai, Veithzal dan Basri. 2005. Performance Appraisal : Sistem yang Tepat untuk
Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. PT.
RAJAGRAFINO, Jakarta.
Sassen, Barbara, dkk. “Cardiovascular Risk Profile: Cross-Sectional Analysis of
Motivation Determinants, Physical Fitness and Physical Activity”. Biomedical
Central Public Healty. 10 (2010): 592-601.
Sharifzades (2013) 32 American Journal of Management. vol. 13 (1)
Siregar. D. 2010. Fisiologi Olahraga daam Mata Kuliah. Jakarta
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit CV. Sagung
Seto. Jakarta.
Sumosardjono, S. 1990. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Gramedia
Pustaka Utama : Jakarta.
Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Sutopo, Arie. 2006. Penuntun Pratikum Ilmu Faal Kerja. Edisi II. Lab
Somatokinetika.
Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. 1997. Depdikbud.
Tika, P. 2006. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi
Aksara. Jakarta.
Vaz, Mario, dkk. “Micronutrient Supplementation and Perceived Exertion During
Resistance Exercise “. The Journal of Nutrition. (2011): 2017-2023.
Williams, Melvin H. 2002. Nutrition for Health, Fitness & Sport ed. New York:
McGraw-Hill.
Yuliarti. 2009. Kesehatan Kerja di Perusahaan: Pustaka Utama. Jakarta.