Stroke Hemoragik
-
Upload
henry-pramana -
Category
Documents
-
view
46 -
download
3
description
Transcript of Stroke Hemoragik
Case Report Session
Stroke hemorragik
Oleh :
Roman
Pembimbing :
dr. Hj. Meiti Frida,Sp.S(K)
dr. Hendra Permana,Sp.S
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RSUP DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2014
BAB 1
INTRODUCTION
1.1.Latar Belakang
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang yang
mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia 45 tahun ke
atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan hanya 8 – 18%
dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru
menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat
menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas
pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi seluruh
tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan
urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang
lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria
dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi hipertensi
arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok,hiperlipoproteinemia,
peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial
dan ekonomi yang rendah.3
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada pengenalan
dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya, diagnosis tidak akan
pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab kesalahan diagnosis paling
banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan
dengan memperpanjang periode observasi selama beberapa hari atau minggu.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas
dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang
berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan
penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat.
Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama palingtidak akan mengurangi
kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin
terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan
kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi
laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada keluarga.4
1.2. Manfaat
Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke hemoragik yang
berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati, dan mencegah
stroke, termasuk tindakan pada saat akut dan pada tingkat kronis, sehingga dapat
mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang menderita stroke
hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak.5, 12
2.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2Sekitar 0,2%
dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada
tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya
dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai
penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya .5Insidens
kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan
stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke
hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang
akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53%
kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan
umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih
buruk.2
2.3. Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:6
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arterivertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
2.4. Faktor Risiko Stroke Hemoragik
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.7
Faktor resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65, 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku
untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibatstroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial : Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi
atrial karena penyakit jantung rematik: meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya : Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan
stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan
trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke,
meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke
khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat
risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali
seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan
hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen,
memainkan peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari
polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus,
dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan
tingkat fibrinogen
dan kelainan
system pembekuan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral
dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena
kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease
adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalah gunaan
obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan
kokain.Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Perdarahan
subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah
penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda.
Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek
pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan
sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan
miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan
autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi
dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan
diabetes. Sebuah berat relatiflebih dari 30% di atas rata-rata
kontributor independen keatherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh darah
Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah
infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark
Homosistinemia
atau
homosistinuria
Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
stroke di usia muda adalah 10-16%.
Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.
Suku bangsa Kejadian Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih
tinggi secara tidak proporsional dari kelompok lain
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa,
stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh
perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan. Kekecualian
adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak
pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah
penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan lebih
umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan
faktor musim
Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
2.5. Patogenesis Stroke Hemoragik
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan
arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.7Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,
tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.7
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena cedera
kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
2.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20
detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan
Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat,
yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus
lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai
oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis
(hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena.Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semuaeksteremitas dan otot-
otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteribasilaris dapat menyebabkan infark
pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:8
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, sarafvestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dantetraplegia (traktus
piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagianwajah ipsilateral
dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dantraktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktussalivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, padakehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis ototlidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),strabismus (saraf okulomotorik
[III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh. (namun kesadaran
tetap dipertahankan).
2.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2Jika cerebellum yang terlibat, pasien
beresiko tinggi untuk herniasi dankompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan
penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari
keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus,
mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus,
kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit.2,9
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadangkadang disebut
sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya neurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus,
sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti: 2,9
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoiddapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak.Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala,mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan
dapatmeningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otakdapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satusisi tubuh, kesulitan menggunakan atau
memahami bahasa, vertigo, dankoordinasi terganggu. Pecah kedua: Kadang-kadang
pecah kedua terjadi, biasanya dalamseminggu.
2.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa
gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan
sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia,
disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara
mendadak.1
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.11
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai perdarahan
subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan perdarahan
subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. 10
Sistem grading yang dipakai antara lain :
- Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
WFNS SAH grade
WFNS grade GCS Score Major facal deficit
0
1 15 -
2 13-14 +
3 13-14 -
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -
Modified Hijdra score
Fisher grade
Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified
Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH
primer akibat rupturnya aneurisma.10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2 Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-
penyakit lain seperti: ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke
iskemik, perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia,
labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2
2.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obathaemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resistenterhadap pengobatan faktor VIII
replacement dan juga bermanfaatuntuk penderita dengan fungsi koagulasi yang
normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highlysignificant,tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelahlebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikanfresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitaminK.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin Kdependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INRlebih cepat dibandingkan FFP
dan dengan jumlah volume lebih rendahsehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90μg/kg pada pasien PIS yangmemakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.Pemberian obat ini harus tetap diikuti
dengan coagulation-factorreplacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa
jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculerweight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengantrombositopenia atau adanya gangguan
fungsi platelet dapat diberikandosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau
keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan makapemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinyaperdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
- Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologisminimal.
- Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 denganperdarahan intraserebral
disertai kompresi batang otak masihmungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
- Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukanklinis atau kompresi
batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah.
- PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atauangioma cavernosa
dibedah jika mempunyai harapan outcomeyang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yangmemburuk.
- Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usiamuda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masihmenguntungkan.
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
- Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjukuntuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
- Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30° dalam ruangandengan lingkungan
yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikanO2 2-3 L/menit.
- Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
- Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainankelainanneurologi
yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
- Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien diruang gawat darurat.
- Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang
adekuat.
- Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
- Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkanpenilaian status
neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA.1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal
tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulangdirekomendasikan pada keadaan
klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau
memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak
penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan
operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih
baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera
atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral
60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki deficit
neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan
secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang
tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien
yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
- Pencegahan vasospasme:
· Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
· 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
· Jaga keseimbangan cairan.
- Delayed vasospasm:
· Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
· Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
· Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14 mmHg.
· Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
· Berikan Dobutamine 2-15 μg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS)
tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi
aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90
mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan
efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors,
dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat
vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurismaarteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya
kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal
ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau
permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
- Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
- Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
- Tylanol dengan kodein.
- Hindari asetosal.
- Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
· Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
· Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
· Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
· Propofol 3-10 mg/kg/jam.
- Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
· Antagonis H2
· Antasida
· Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
· Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
· Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
2.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada
perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-
48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam
3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
2.11.Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
· Mengatur pola makan yang sehat
· Melakukan olah raga yang teratur
· Menghentikan rokok
· Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
· Memelihara berat badan yang layak
· Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
· Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
· Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
· Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1
BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang pasien perempuan umur 62 tahun, masuk bangsal syaraf RSUD Solok pada
tanggal 21 Juni 2014 dengan
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
Penurunan kesadaran sejak 18 jam sebelum masuk rumah sakit yang terjadi secara tiba-tiba
saat pasien sedang di dapur, awalnnya pasien mengeluhkan nyeri kepala. Namun saat di
dapur pasien mengatakan anggota gerak kanannya terasa berat tapi masih bias berjalan
dengan menyeret oleh keluarga pasien dibawa ke RS Sijunjung, saaat perjalanan pasien lebih
banyak tidur, namun pasien masih membuka mata saat dipanggil, tampak anggota gerak
kanannya tidak bergerak sama sekali. Keluhan ini tidak disertai mulut mencong,muntah (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat stroke 13 tahun yang lalu, dengan kelemahan anggota gerak kirinya. Dirawat
selama 7 hari,.
Riwayat hipertensi diketahui sejak 15 tahun yang lalu kontrol teratur. Tekanan darah
tertinggi 190mmhg
Riwayat DM diketahui sejak 4 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu pasien menderita hipertensi
Tidak ada anggota keluarga yang menderita DM, penyakit jantung
Riwayat Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama anak dan cucu, aktivitas seharian
ringan, riwayat merokok (-), minum kopi (-)
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Sakit Berat Frekuensi nadi : 80x/menit
Kesadaran : Koma Frekuensi nafas : 25 x/menit
GCS : 4 (E1,M1,V2) Suhu : 37,5 C
Tekanan darah : 150/100 mmHg Status gizi : sedang
Tinggi badan : 155 cm Berat badan : 55 kg
Usia klinis : 62 thn
Status Internus :
Rambut : uban (+)
Kulit dan kuku : tidak ada kelainan
Kelenjer getah bening : tidak ada pembesaran
Keadaan regional
Kepala : rambut beruban, tidak mudah dicabut
Mata : konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Telinga dan hidung : tidak ada kelainan
Mulut : tidak ada kelainan
Thorak : paru dan jantung dalam batas normal
Abdomen : tidak ada kelainan
Corpus Vertebralis : lurus
Genitalia : tidak diperiksa
Status Neurologis :
1.Tanda rangsangan meningeal
Kaku kuduk : (-) Kernig : (-)
Brudzinsky I : (-) Brudzinsky II : (-)
2.Tanda peningkatan tekanan intrakranial
Muntah proyektil : tidak ada
Sakit kepala progresif : tidak ada
3.Nervus Kranialis
N. Olfaktorius : tidak bisa dinilai
N. Optikus : tidak bisa dinilai
N. III,IV,VI : pupil isokor, ukuran masing-masing 3 mm, posisi
bola mata central, reflek cahaya +/+
N. Trigeminus : tidak bisa dinilai
N. Fasialis : raut muka simetris, fissura palpebra simetris, menutup mata
(+).
N. Vestibularis : tidak bisa dinilai
N. Glossopharingeus : tidak bisa dinilai
N. Vagus : tidak bisa dinilai
N. Assesorius : tidak bisa dinilai
N. Hipoglossus : tidak bisa dinilai
4.Koordinasi
Cara berjalan, Romberg test : tidak dapat dilakukan
Rebound Phenomen : tidak dapat dilakukan
Tes tumit lutut : tidak dapat dilakukan
Tes supinasi pronasi : tidak dapat dilakukan
5.Motorik
Badan : respirasi spontan
Duduk tidak dapat dilakukan
Bentuk columna vertebralis tidak ada kelainan
Ektermitas Superior
Kiri : 5/5/5, eutonus, eutrofi
Kanan : tidak bisa digerakkan
Ektremitas Inferior
Kiri : 5/5/5, eutonus, eutrofi
Kanan : tidak bisa digerakkan
6.Sensorik : Positif dengan rangsangan nyeri
7.Reflek fisiologis : +/+
8.Reflek Patologis : -/-
9.Fungsi otonom
Miksi : terkontrol
Defekasi : terkontrol
Sekresi keringat : (+)
10.Fungsi Luhur :
Kesadaran : koma
Reaksi emosi : tidak terganggu
Fungsi bicara : tidak bisa dinilai
Fungsi bahasa : tidak bisa dinilai
Tanda dementia : tidak ada
Laboratorium :
Darah Hb : 10,6 gr %
Leukosit : 7.86 /mm2
Trombosit : 165.000/mm3
Hematikrit : 31.7 %
GDP : 115 mg%
Diagnosis :
1. Diagnosis Klinik : Penurunan kesadaran + Hemiparese dextra ec Stroke Hemoragik
2. Diagnosis topik :
3. Diagnosis etiologi : perdarahan intra serebral
4. Diagnosis sekunder : Hipertensi Std
Penatalaksanaan :
1.Umum
• Elevasi kepala 30o
• IVFD RL 12 jam/wlf
• O2 4 liter
• NGT : diet MC II
• Balance cairan
2.Khusus
• Drip nicardipin
• Kalmax gx x 1gr (iv)
• Citicolom 2x250 mg (iv)
• Almamn 1x 25 mg (iv)
• Ranitidine 2x50mg (iv)
• Nebu cambium 4x1
• Nebu pulcort 2x1
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad malam
Follow up :
25/6/2014
S/ : sadar, hentak adekuat, demam, lemah anggota garak kiri
0/ : KU Kesadaran TD Nadi Nafas T
berat CM 180/100 92x/min 26x/min 38 oC
SN : GCS 15 (E4M6V5) TRM (-), peningkatan TIK (-)
Nn Cranialis : bulat, isokhor, sentral, diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+, mata
bergerak ke semua arah, paresis N VII, N XII sinistra
Motorik : Superior : 555/000 Inferior : 555/000
RF : Superior : ++/++ Inferior : ++/++
RP : Superior : -/- Inferior: -/-
A/ - Stroke Hemoragik (PIS + PIV)
P/ Umum :
- Elevasi kepala 30o
- IVFD Asening 12 jam
-Diet MC RG II 6x300 (NGT)
- Kateter
Khusus:
- kalnax 6x1gr (IV)
- Ranitidin 2x50 mg (IV)
- citicholin 2x 1000mg (pc)
- Nebu Combiven 4x1(resp)
- Nebu Pulmikot 2x1 (resp)
- PCT 4x750 mg (PC)
26/6/2014
S/ : Penurunan kesadaran, lemah angota gerak kiri, dan bicara pelo
0/ : KU Kesadaran TD Nadi Nafas T
sedangCM 160/10088x/min 24x/min 37 oC
SN : GCS 13 (E3M6V4) TRM (-), peningkatan TIK (-)
Nn Cranialis : refleks pupil +/+, bulat, isokhor, sentral, diameter 3mm/3mm,RC +/+,
RK +/+, Doll’s eye manuver bergerak, reflek muntah (+)
Motorik : Superior : 555/111 Inferior : 555/111
RF : Superior : ++/++ Inferior : ++/++
RP : Superior : -/- Inferior: -/-
A/ - Stroke Hemoragik (PIS + PIV)
- Hipertensi Stage II
- Asma sedang serangan jarang
P/ Umum :
- Elevasi kepala 30o
- IVFD Asening 12 jam
-Diet MC RG II 6x300 (NGT)
- Kateter
Khusus:
- kalnax 6x1gr (IV)
- Ranitidin 2x50 mg (IV)
- citicholin 2x 1000mg (pc)
- Nebu Combiven 4x1(resp)
- Nebu Pulmikot 2x1 (resp)
- PCT 4x750 mg (PC)
BAB. IV
DISKUSI
Telah diperiksa seorang pasien perempun umur 59 tahun yang dirawat di Bangsal
Neurologi RS Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosa klinis Penurunan kesadaran
Hemiparese sinistra + parese N VII sinistra tipe sentral.Diagnosa ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa
diketahui lengan dan tungkai sebelah kiri tidak bisa digerakan dan bicara pelo. Pasien juga
mempunyai riwayat hipertensi sejak tahun 1992.
Diagnosis etiologi perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid didapatkan
dari penurunan kesadaran, kaku kuduk (-) tanpa ada riwayat demam sebelumnya, riwayat
hipertensi serta factor usia yang sudah lanjut.Pentalaksanaan pada pasien ini berdasarkan
literature meliputi terapi umum dan khusus.
Terapi umum meliputi elevasi kepala 30°, O2 3 Lt/mnt, IVFD 12 jam/kolf, pasang
NGT dengan diet makanan cair RG II, dan pasang kateter serta hitung balance cairan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological
Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in
Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB
4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York, 2005.
7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
9. MERCK,2007.HemorrhagicStroke. Diperoleh dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 4juni2014]
10. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC,
Jakarta. 2006.