Stroke

38
Problem Based Learning Blok 22 Penyakit Stroke pada Hipertensi Elistia Tripuspita 102010173-Kelompok B7 Email : [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Pendahuluan Definisi WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular Accident (CAV) dan Stroke. Isi I. Anamnesis Pada anamnesis perlu ditanyakan : - Identitas pasien. 1-3

description

adfadf

Transcript of Stroke

Problem Based Learning Blok 22

Penyakit Stroke pada Hipertensi

Elistia Tripuspita 102010173-Kelompok B7

Email : [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061

Pendahuluan

Definisi WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan

fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang

berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir

dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan

vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya

dengan Cerebrovascular Accident (CAV) dan Stroke.

Isi

I. AnamnesisPada anamnesis perlu ditanyakan :

- Identitas pasien.1-3

- Keluhan utama : pada skenario, pasien dibawa ke rumah sakit

karena sudah tidak bisa dibangunkan, tidak bisa makan atau

minum.

- Keluhan tambahan :

- Riwayat penyakit sekarang :

o Waktu dan lamanya keluhan berlangsung.

o Sifat dan beratnya serangan (masih dapat ditahan atau

tidak).

o Lokasi dan penyebarannya (dapat menyebutkan tempat sakit

atau menyebar).

o Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya).

o Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah

melakukan aktivitas apa saja). 1-3

o Keluhan-keluhan yang menyertai serangan

o Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.

o Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor

yang memperberat atau meringankan serangan. 1

o Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang

menderita keluhan yang sama.

o Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi

komplikasi atau gejala sisa

o Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-

jenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan

medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini

diderita. 1

- Riwayat penyakit dahulu : bertujuan untuk mengetahui

kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit

yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.1

- Riwayat kesehatan keluarga. 1

- Riwayat penyakit menahun keluarga. 1

II. Pemeriksaan Fisik UmumPemeriksaan vital terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu :

Normal Pasien

Suhu Tubuh 36-37 ⁰ C -

Denyut Nadi 70-90 -

x/menit

Penapasan 18-19x/menit -

Tekanan

Darah

120/80

mmHg -

Table 1. Perbandingan pemeriksaan tanda vital

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik diatas, tidak dapat diketahui

kondisi pasien.

a. Kesadaran: Penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami

gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang

luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang

menjadi substrat kesadaran yaitu formatio reticularis digaris

tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior karena

itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke yang

luas.1-5

b. Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko

timbulnya stroke pada lebih kurang 70% penderita. 1-5

c. Pemeriksaan neurovaskuler : langkah pemeriksaan yang khusus

ditujukan pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang

mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu:

pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palpasi

nadi karotis pada leher kiri dan kanan, a.temporalis kiri dan kanan

dan auskultasi nadi pada bifurcatio karotis komunis dan karotis

interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis intema pada

orbita, dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh

ekstrakranial. 1-5

III.Pemeriksaan Neurologi

Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang

sering terkena adalah:

- Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus: tampak paresis n.fasialis

tipe sentral (mulut mencong) dan paresis n.hipoglosus tipe sentral

(bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut. 1-5

- Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviatio

konyugae, gaze paresis kekiri atau kekanan dan hemianopia.

Kadang-kadang ditemukan sindroma Horner pada penyakit

pembuluh karotis. 1-5

- Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam

jaras perjalanan visual, hemianopia kongruen atau tidak.

Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor prognostik

yang kurang baik pada penderita Stroke. 1-5

Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah

anggota badan (hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa

jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan.

tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal

dari hemisfer (kortikal) sedangkan jika kelumpuhan sama berat

gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah

vertebro-basilar. 1-5

Pemeriksilaan sensorik: dapat terjadi hemisensorik tubuh karena

bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat

disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat

disertai dengan gangguan motorik ringan. 1-5

Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis: pada fase akut refleks

fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa

hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks

patologis. 1-5

Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan lungsi luhur pada stroke

hemisferik berupa disfungsi parietal baik sisi dominan maupun non

dominan. Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasi

campuran (mixed-dysphasia) dimana penderita tak mampu

berbicara / mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti

apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi

agnosia, apraxia.dan sebagainya. 1-5

IV. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperoleh diagnosis kerja, selain hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Berikut

pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai dengan skenario

yang diberikan.

a) Pemeriksaan Laboratorium

Analisis laboratorium standar mencakup urinanalisis, HDL, laju

endap darah, panel metabolik dasar (natrium, kalium, klorida,

bikarbonat, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin), profil

lemak serum, dan serologi untuk sifilis. Pada pasien yang dicurigai

mengalami stroke iskemik, panel laboratorium yang mengevaluasi

keadaan hiperkoagulasi termasuk dalam perawatan standar.

Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protrombin dengan rasio

normalisasi internasional, waktu tromboplastin parsial, dan hitung

trombosit. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah

antibodi antikardiolipin, protein C dan S, antitrombin III,

plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protein C aktif.6-10

b) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar X toraks merupakan prosedur standar

karena pemeriksaan ini dapat mendeteksi pembesaran jantung

dan infiltrat paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif. 6-

10

Pemeriksaan lumbal melibatkan pemeriksaan CSS yang sering

memberi petunjuk bermanfaat tentang kausa storke, terutama

apabila pasien datang dalam keadaan tidak sadar dan tidak dapat

memberikan anamnesis. Sebagai contoh, mungkin terdapat darah

di CSS pada stroke hemoragik, terutama pada perdarahan

subarakhnoid, informasi yang akan diperoleh harus ditimbang

terhadap resiko melakukan pungsi lumbal pada pasien koma. Yaitu

pada peningkatan TIK, penurunan mendadak tekanan CSS di

tingkat spinal bawah dapat memicu gerakan ke bawah isi kranium

disertai herniasi ke dalam batang otak dan kematian mendadak. 6-10

Ultrasonografi karotis terhadap arteria karotis merupakan

evaluasi standar untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis

dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. 6-10

Angiografi serebrum dapat memberi informasi penting dalam

mendiagnosis kausa dan lokasi stroke. Secara spesifik, angiografi

serebrum dapat mengungkapkan lesi ulseratif, stenosis, displasia

fibromuskular, fistula arteriovefna, vaskulitis, dan pembentukan

trombus di pembuluh besar. Saat ini, angiografi serebrum

dianggap merupakan cara yang paling akurat untuk

mengindentifikasi dan mengukur stenosis arteri-arteri otak;

namun, kegunaan metode ini agak terbatas oleh penyulit yang

dapat terjadi hampir pada 12% pasien yang dicurigai mengidap

stroke. Risiko utama dari pemeriksaan ini adalah robeknya aorta

atau arteria karotis dan embolisasi pada pembuluh besar ke

pembuluh intrakranium. 6-10

Doppler transkranium, yaitu ultrasonografi yang

menggabungkan citra dan suara, memungkinkan kita menilai

aliran di dalam arteri dan mengindentifikasi stenosis yang

mengancam aliran ke otak. Keunggulan prosedur ini adalah bahwa

prosedur ini dapat dilakukan di tempat tidur pasien, noninvasif,

dan relatif murah; secara serial juga dapat menilai perubahan

dalam CBF. 6-10

Ekokardiogram transesofagus (TEE) sangat sensitif dalam

mendeteksi sumber kardioembolus potensial. Ekokardiogram telah

menjadi komponen rutin dalam evaluasi stroke iskemik apabila

dicurigai kausa stroke adalah kardioembolus tetapi fibrilasi atrium

sudah disingkirkan sebagai penyebab embolus. 6-10

V. Working Diagnosis

Working diagnosis yang diambil adalah stroke. Tidak dapat

diklasifikasikan stroke apa yang terjadi pada pasien karena tidak

lengkapnya data di skenario yang diberikan. Working diagnosis ini

diambil karena pada skenario disebutkan perjalanan penyakit dari pasien

yaitu kondisi kelumpuhan dan disartria yang progresif berubah menjadi

kondisi koma, merupakan suatu kondisi gejala yang umum pada pasien

yang menderita stroke, baik iskemik ataupun hemoragik.

VI. Differential Diagnosis

Differensial diagnosis untuk stroke adalah semua penyakit yang memiliki

manifestasi menyerupai stroke adalah tumor otak, meningitis, dan abses

serebri. Mereka sama-sama dapat memberikan gejala klinis berupa sakit

kepala, nausea, vomitus, malaise, hemiplegia, disartria, dan penurunan

neurologis fokal lainnya. Akan tetapi, dapat dibedakan dari perjalanan

penyakitnya dan riwayat penyakit terdahulunya. Pada meningitis dan

abses otak, biasa didapati pasien tampak seperti sakit flu, sebelum

nantinya gejalanya bertambah menjadi nausea, vomitus, dan sakit

kepala. Dan pada meningitis, didapati tanda rangsang meningeal. Pada

abses otak, biasanya ada infeksi kronis lain yang berada disekitar

kepala, karena infeksi sekitar kepala itu lah yang menjadi jalan masuk

kuman untuk menginfeksi otak. Meskipun demikian, diagnosis banding

ini hanya dapat disingkirkan dengan hasil pemindaian dan

lamboratorium yang memadai. 6-10

VII. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200

kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun . Di Amerika diperkirakan terdapat lebih

dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per

tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. Rasio insiden pria dan wanita

adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07

pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun.6-10

VIII. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, terdapat empat subtipe dasar pada stroke

iskemik yaitu lakunar, trombosis pembuluh besar dengan aliran pelan,

embolik, dan kriptogenik.

Stroke lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif

dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam

beberapa jam atau bahkan lebih lama. Infark lakunar merupakan

infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah

satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Wilisi, arteri serebri

media, atau arteri vetebralis dan basilaris. Terdapat empat sindrom

lakunar yang paling sering dijumpai yaitu hemiparesis motorik murni

akibat infark pars anterior kapsula interna, hemiparesis motorik murni

akibat infark di kapsula interna, stroke sensorik murni akibat infark

talamus, dan hemiparesis ataksik serta gerakan yang canggung

akibat infark pons basal. 6-10

Stroke trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat adalah

subtipe kedua stroke iskemik ini. Sebagian besar stroke ini terjadi

pada saat tidur, saat pasien mengalami dehidrasi dan sirkulasi relatif

menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang

menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna

atau yang lebih jarang di pangkal arteri serebri media atau di taut

arteria vetebralis dan basilaris. 6-10

Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat atau

asal embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau

jantung. Sumber emboli yang tersering adalah trombus mural dan

tromboemboli dari plak ateromatosa. 6-10

Stroke kriptogenik adalah klasifikasi untuk stroke yang kausanya

tidak jelas.

Sementara itu, penyebab dari stroke hemoragik terjadi karena

pendarahan intraserebrum hipertensif, ruptur aneurisma sakular,

rupturnya malformasi arteriovena, trauma, penyalahgunaan

narkotika, pendarahan akibat tumor otak, infark hemoragik, dan

penyakit pendarahan sistemik, termasuk terapi antikoagulan. 6-10

IX. Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di

dalam arter-arteri yang membentuk sirkulus Wilisi: aerteria karotis

interna dan sistem vetebrobasilar atau semua cabang-cabang nya.

Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15-20

menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa

oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak

yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin

terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.

Patologinya dapat berupa:

1. keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada

aterosklerosis dam tombosis, robeknya dinding pembuluh, atau

peradangan6-10

2. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang

berasal dari jantung atau pembuluh ekstra kranium

3. ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

Berdasarkan etiologinya, stroke terbagi menjadi stroke iskemik dan

stroke hemoragik.

Patofisiologi Stroke Iskemik

Oklusi akut daripada pembuluh darah intrakranial menyebabkan

berkurangnya aliran darah menuju daerah otak yang diperdarahinya.

Bagian terpenting dari berkurangnya aliran ini adalah fungsi dari

perdarahan kolateral dan semua ini bergantung dari anatomi pembuluh

darah individu yang bersangkutan, lokasi oklusi, dan tekanan darah

sistemik. Penurunan aliran darah otak sampai angka nol menyebabkan

kematian jaringan otak dalam waktu 4-10 menit; berkurangnya aliran

hingga <16 -18 mL/100gr jaringan per menit menyebabkan infark dalam

waktu satu jam; dan berkurangnya aliran hingga <20mL/100 gr jaringan

per menit menyebabkan iskemi tanpa infark kecuali kondisi tersebut

terjadi selama beberapa jam atau hari. Jika penurunan aliran darah

tersebut teratasi sebelum kematian sel yang signifikan, pasien hanya

akan mengalami simptom transien, dan sindrom klinisnya disebut TIA

(Transient Ischemic Attacks). Jaringan yang mengelilingi pusat infark

yang mengalami iskemi namun dapat mengalami perbaikan disebut

penumbra iskemi. Penumbra dapat terlihat dalam pemeriksaan MRI atau

CT-scan menggunakan perfusion-diffusion imaging. Penumbra iskemi

tersebut dapat menjadi infark jika tidak ada perbaikan aliran darah dan

menyelamatkan penumbra dari infark adalah tujuan dari terapi

revaskularisasi. 6-10

Infark serebral fokal terjadi melalui dua jalur yang terpisah yaitu :

1. Neurotic pathway : kerusakan yang cepat dari sitoskeleton sel,

dikarenakan sel kekurangan energi.

2. Apoptotic pathway : sel terprogram untuk mati.

Iskemi menghasilkan nekrosis dengan membuat neuron

kekurangan glukosa dan oksigen, yang selanjutnya menyebabkan

kegagalan mitokondria untuk menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion

membran berhenti berfungsi dan neuron mengalami depolarisasi,

menyebabkan peningkatan jumlah ion kalsium intrasel. Depolarisasi

neuron juga menyebabkan pelepasan glutamat dari sinaps terminal;

jumlah glutamat ekstrasel yang berlebih menyebabkan neurotoksisitas

dengan mengaktifkan reseptor glutamat post-sinaps yang meningkatkan

influks kalsium neuron. Radikal bebas dihasilkan dari degradasi lipid

membran dan disfungsi mitokondria. Radikal bebas menyebabkan

destruksi katalitik pada membran dan turut merusak fungsi vital lain dari

sel. Pada iskemi yang lebih ringan, seperti iskemi pada penumbra,

proses apoptosis menjadi proses yang lebih sering terjadi, yang

menyebabkan kematian sel beberapa hari atau beberapa minggu

kemudian. Demam dan hiperglikemi [glukosa >11.1 mmol/L (200

mg/dL)] memperburuk kerusakan otak yang sedang dalam kondisi

iskemik. Oleh sebab itu, penting sekali untuk mencegah terjadinya

demam dan hiperglikemi sebisa mungkin saat stroke terjadi. 6-10

Patofisologi Stroke Hemoragik

Pendarahan spontan intrakranial terbagi atas dua tipe, pendarahan

intraparenkimal dan intrakranial. Pendarahan intraparenkimal ditandai

dengan pendarahan pada otak itu sendiri, sementara pendarahan

subaraknoid ditandai dengan rupturnya pembuluh darah ke dalam cairan

serebrospinal yang mengisi ruang subarakhnoid yang mengelilingi otak.

Kedua jenis stroke hemoragik ini memiliki perbedaan pada gejala klinis,

temuan lab, patofisiologi dan etiologi serta perawatannya. 6-10

Pendarahan Intraserebrum (Intraparenkimal) Hipertensif /PAH

Pendarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim)

paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi

dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke

dalam otak. Apabila pandarahan terjadi pada individu yang tidak

mengidap hipertensi, diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk

mengetahui kausa lain seperti gangguan perdarahan, malformasi

arteriovena, dan tumor yang menyebabkan erosi.

Pendarahan intraserebrum bisa terjadi dimana saja di otak.

Pendarahan otak akibat hipertensi paling sering terjadi di perdarahan

cerebelar. Pada pendarahan intraserebrum hipertensif darah berasal dari

bifurkasi arteri kecil yang menembus otak yang sudah mengalami

perlukaan dan degenerasi akibat hipertensi. Pendarahan lobaris dapat

berasal dari pembuluh darah leptomeningeal atau kortikal yang telah

menjadi rapuh karena deposisi amiloid. Asal mula terjadinya pendarahan

otak spesifik tergantung dari etiologinya masing-masing. 6-10

Pendarahan biasanya berhenti segera setelah awal serangan,

namun pada sejumlah kecil pasien hematoma yang terjadi semakin

meluas, biasanya selama satu jam setelah serangan; perluasan selama

lebih dari 24 jam sangat tidak biasa. Perluasan atau ekspansi dari

hematom ini kemungkinan besar terjadi karena hipertensi akut yang

sangat parah dan gangguan mekanis dari parenkim dan pembuluh darah

yang mengelilingi hematom. Perluasan yang terjadi terlalu cepat

memiliki prognosis yang buruk. 6-10

Sekali hematom terbentuk, edema serebral yang vasogenik

terbentuk di sekitar bekuan bersamaan dengan serum protein aktif

dilepaskan dari hematom tersebut secara osmotik. Pembentukan edema

memuncak setelah 48 jam dan biasanya mulai untuk berkurang

perlahan-lahan selama 5 hari, namun dapat bertahan lebih lama. Edema

ini berkontribusi pada kemunduran neurologis dengan menyebabkan

pergeseran jaringan, peningkatan tekanan intrakranial, dan herniasi

transtentorial. Bersamaan dengan absorbsi edema dan edema tersebut

membaik, sebuah rongga menyerupai celah terbentuk dan terisi

peninggalan hemosiderin, dengan dikelilingi atropi jaringan otak. 6-10

Perdarahan Subaraknoid (Intrakranial) / PSA

PSA memiliki dua penyebab utama yaitu ruptur suatu aneurisma

dan trauma kepala. Aneurisma adalah gangguan fokal dari dinding

pembuluh darah normal, kemungkinan muncul karena berkembangnya

suatu abnormalitas. Sebagian besar terbentuk seiring berjalannya waktu,

bukan secara kongenital. PAS biasanya merupakan hasil dari rupturnya

aneurisma sakular atau berry, yang sebagian besar terletak di sirkulus

wilisi. Jarang terjadi dilatasi arteri yang menyebabkan dindingnya

menjadi tipis dan rapuh, yang membentuk aneurisma fusiformis. 6-10

Karena pendarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam

ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka

angka kematian sangat tinggi – sekitar 50% pada bulan pertama setelah

pendarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa

empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak serta

morbiditas dan mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah

pendarahan terkendali. 6-10

Penyulit-penyulit tersebut adalah vasospasme reaktif disertai

infark, ruptur ulang, hiponatremia, dan hidrosefalus. Bagi pasien yang

bertahan hidup setelah pendarahan awal, ruptur ulang atau pendarahan

ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pascapendarahan

dini. Vasospasme adalah penyulit yang terjadi 3 sampai 12 hari setelah

pendarahan awal. Seberapa luas spasme arteri menyebabka iskemia dan

infark bergantung pada keparahan dan distribusi pembuluh-pembuluh

yang terlibat.

Malformasi arteriovena (MAV) adalah jaringan kapiler yang

mengalami malformasi kongenital dan merupakan penyebab PSA yang

lebih jarang dijumpai. Dalam keadaan normal, jaringan kapiler terdiri dari

pembuluh-pembuluh darah yang garis tengahnya hanya 8/1000 mm.

karena ukurannya yang halus, arteriol-arteriol halus ini memiliki

resistensi vaskular tinggi yang memperlambat aliran darah sehingga

oksigen dan zat makanan dapat berdifusi kedalam jaringan otak. Pada

MAV, pembuluh melebar sehingga darah mengalir diantara arteri

bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan rendah. Akhirnya dinding

venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak.

Pada sebagian besar pasien, pendarahan terutama terjadi di

intraparenkim dengan perembesan ke dalam ruang subaraknoid.

Pendarahan mungkin massif, yang menyebabkan kematian, atau kecil

dengan garis tengah 1 cm. 6-10

X. Gejala Klinis

Stroke Iskemik

Pemeriksaan riwayat penyakit dan neurologis yang cermat dapat

melokalisasi disfungsi otak; jika regio tersebut merespon distribusi arteri

tertentu, penyebab yang paling mungkin dapat dipersempit. Sebagai

contoh, jika pasien menunjukkan penurunan kemampuan dalam bicara

dan homonymous hemanopia kanan, pencarian emboli pada otak

sebelah kiri tengah perlu dilakukan. Pada bagian ini, akan dijelaskan

gejala klinis yang muncul pada iskemi serebral yang berasosiasi dengan

teritorial vaskularisasi serebral tertentu. Sindrom stroke terbagi atas

stroke pembuluh darah besar di sirkulasi anterior, stroke pembuluh

darah besar di sirkulasi posterior, dan stroke di pembuluh darah kecil

diluar kedua sirkulasi utama.8-11

Stroke yang terjadi pada area sirkulasi anterior

Sirkulasi anterior otak dibentuk oleh cabang-cabang arteri karotis

interna. Pembuluh-pembuluh ini dapat teroklusi karena penyakit

pembuluh itu sendiri atau emboli dari tempat lain. Oklusi pada setiap

pembuluh darah utama intrakranial memiliki gejala klinis yang berbeda-

beda.

1. Arteri serebri media (MCA)

Oklusi pada MCA atau salah satu dari cabang utamanya paling

sering terjadi karena embolus daripada karena aterotrombosis

intrakranial. Arterosklerosis di MCA proksimal dapat menyebabkan

emboli distal di daerah otak tengah. Formasi kolateral melalui

pembuluh leptomeningeal sering mencegah stenosis MCA menjadi

simptomatis. Oklusi umumnya menghasilkan hemiparesis

kontralateral, hipestesia kontralateral, hemanopia homonim

kontralateral. Sering terjadi agnosia. Afasia resepti ataupun ekspresif

dapat terjadi jika lesi terjadi pada hemisfer yang dominan.

Pengabaian, kurangnya perhatian, dan hilangnya kepekaan atas

rangsang berulang yang simultan dapat terjadi sika lesi terjadi di

hemisfer yang non dominan. Karena MCA merupakan penyuplai darah

pada jalur motorik ekstremitas atas, kelemahan pada lengan dan

wajah biasanya lebih buruk dibandingkan dengan dengan ekstremitas

bawah. 8-11

2. Arteria serebri anterior (ASA)

Gejala utamanya adalah kebingungan. Kelumpuhan

kontralateral yang lebih besar di tungkai: lengan proksimal juga

mungkin terkena, gerakan volunter tungkai yang bersangkutan

terganggu. Defisit sensorik kontralateral, demensia dan munculnya

refleks patologis (karena disfungsi lobus frontalis). 8-11

3. Arteri koroidalis anterior

Oklusi pada arteri ini menyebabkan hemiplegia kontralateral,

hipestesia, dan hemanopia homonim. 8-11

4. Arteri karotis interna

Gejala biasanya unilateral. Lokasi tersering adalah bifurkasio

arteria karotis komunis ke dalam arteri karotis interna dan eksterna.

Cabang-cabang arteria karotis interna adalah arteria oftalmika, arteria

komunikans posterior, arteria koroidalis anterior, arteria serebri

anterior dan arteria serebri posterior. Pola tergantung dari sirkulasi

kolateral. 8-11

Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodik dan disebut

“amaurosis fugaks”) di sisi arteria karotis yang terkena, akibat

insufisiensi arteria retinalis. Kemudian gejala sensorik dan motorik di

ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri media.

Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media

atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas

atas (misalnya tangan lemah, baal) dan mungkin mengenai wajah

(kelumpuhan tipe supranukleus). Apabila lesi di hemisfer dominan,

maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara =

motorik Broca. 8-11

Stroke yang terjadi pada area sirkulasi posterior

Sirkulasi posterior terdiri atas sepasang arteri vetebralis, arteri

basiler, dan sepasang arteri serebral posterior. Arteri-arteri utama ini

memberikan cabang-cabang sirkumferensial, panjang ataupun pendek,

dan memberi cabang penetrasi yang lebih kecil yang menyuplai

serebelum, medula, pons, midbrain, subtalamus, talamus, hippokampus,

lobus temporal media dan lobus oksipital. Oklusia pada setiap pembuluh

memberi gejala klinis yang berbeda. 8-11

1. Arteri serebral posterior

Gejala klinis yang dapat muncul jika pembuluh ini mengalami

oklusi adalah palsy nervus okulomotor dengan ataksia

kontralateral atau dengan hemiplegia kontralateral. Adanya

ataksia menandakan keterlibatan traktus dentarubrothalamik dan

hemiplegi menunjukkan keterlibatan pedunkulus serebral.

Selanjutnya dapat muncul drowsiness,abulia, contralateral

hemianopia homonim dengan macula sparing, aleksia tanpa

agraphia, coma, pupil yang tidak reaktif, tanda piramidal bilateral,

dan rigiditas deserebrasi. 8-11

2. Arteri vetebralis dan arteri serebelar posterior inferior

Manifestasinya biasanya bilateral. Gejala klinis yang dapat muncul

adalah kelumpuhan di satu sampai ke empat ekstremitas,

meningkatnya refleks tendon, ataksia, tanda Babinsky bilateral,

vertigo, numbness pada wajah ipsilateral dan tungkai

kontralateral, diplopia, disartria, dan disfagia. 8-11

3. Arteri basiler

gejala klinis yang dapat muncul adalah ataksia serebelar

ipsilateral yang parah, nausea, vomitus, disartria, kehilangan

sensasi nyeri dan temperatur pada ekstremitas, batang tubuh, dan

wajah kontralateral, tuli sebagian, tremor ataksik,nistagmus, dan

tinitus. 8-11

Akan tetapi, kepastian lokasi oklusi tidak dapat diambil hanya dari

gejala klinis yang berhasil diperoleh, hal tersebut dikarenakan faktor-

faktor berikut :

1. Terdapat variasi individual pada sirkulasi kolateral dalam

kaitannya dengan sirkulus Wilisi. Sumbatan total sebuah arteri

karotis mungkin tidak menimbulkan gejala apabila arteri serebri

anterior sinistra dan arteri serebri media sinistra mendapat darah

yang adekuat dari arteria komunikans anterior. Apabila pasokan

darah ini tidak memadai, mungkin timbul gejala berupa

kebingungan, monoparesis atau hemiparesis kontralateral, dan

inkontinensia. 8-11

2. Cukup banyak terdapat anastomosis leptomeningen antara arteria

serebri anterior, media, dan posterior di korteks serebrum.

Anastomosis juga terdapat antara arteria serebri anterior kedia

hemisfer melalui korpus kalosum.

3. Setiap arteria serebri memiliki sebuah daerah sentra yang

mendapat darah darinya dan suatu daerah suplai perifer, atau

daerah perbatasan, yang mungkin mendapat darah dari arteri lain.

4. Berbagai faktor sistemik dan metabolik ikut berperan dalam

menentukan gejala yang ditimbulkan dalam proses patologik

tertentu. Sebagai contoh, pembuluh yang mengalami stenosis

mungkin tidak menimbulkan gejala asalkan tekanan darah

sistemik 190/110 mmHg; tetapi apabila tekanan tersebut

berkurang menjadi 120/70 mmHg, dapat timbul beragam gejala,

tergantung pada lokasi daerah stenotik (seperti pada kondisi

stroke trombotil pembuluh besar). Hiponatremia dan hipertermia

adalah faktor metabolik dan mendorong terjadinya defisit

neurologik apabila terdapat pembuluh yang stenotik.

Hiponatremia menyebabkan pembengkakan neuron yang

ditimbulkan oleh pergeseran osmotik cairan dari kompartemen

cairan ekstrasel ke dalam kompartemen cairan intrasel yang

relatif hipertonik. Hipertermia meningkatkan aktivitas metabolik

dan kebutuhan oksigen pada sel-sel yang mungkin mengalami

kekurangan oksigen karena menyempitnya arteri-arteri yang

memperdarahi sel-sel tersebut. 8-11

Stroke Hemoragik

Disesuaikan dengan patofisiologinya, gejala klinis pada stroke

hemoragik berbeda antara pendarahan intraparenkimal dengan

pendarahan intrakranial. Berikut pembahasannya.

I. Pendarahan intraparenkimal

Rupturnya pembuluh atau mikroaneurisma menghasilkan

pembentukan hematoma mendadak, dengan ukuran yang

bervariasi. Hematoma ini secara khas membesar perlahan,

kadangkala memakan waktu beberapa hari, mengarah ke defisit

neurologis fokal yang progresif dan kemudian menyebabkan

penurunan level kesadaran karena efek sekunder dari massa yang

terbentuk. 8-11

Tidak ada satu temuan klinis pun yang dapat membedakan

pendarahan intraparenkim dengan stroke iskemik. Pasien dengan

pendarahan intraparenkim akibat hipertensi biasanya

menunjukkan defisit neurologis fokal dalam hitungan menit dan

biasanya diikuti dengan hipertensi akut. Pendarahan akibat

hipertensi ini sangat jarang terjadi saat pasien tidur. Sakit kepala

hanya dialami setengah dari pasien dengan PAH. Nausea, vomitus,

dan penurunan kesadaran yang dini menunjukkan hasil dari

hematom yang besar. 8-11

II. Pendarahan Intrakranial (PAH)

Pasien dengan dengan PAH biasanya mengalami sakit kepala

yang tiba-tiba yang dideskripsikan pasien sebagai “sakit kepala

terburuk yang pernah dia rasakan”. Onsetnya hampir selalu

mendadak, dan pasien dapat kehilangan kesadaran secara

transien atau kolaps saat onset. Meskipun onset PAH dapat terjadi

kapan saja, sebagian besar pasien mangalami PAH saat sedang

tidur. 8-11

Beberapa hari atau minggu setelah terjadi ruptur pembuluh

darah, 10-50% pasien mengalami sentinel hemorrhage yang

memiliki ciri khas sakit kepala luar biasa yang mencapai

puncaknya dalam waktu beberapa detik. Sakit kepala yang

dirasakan biasanya amat sangat parah sampai pasien tidak dapat

melakukan kegiatan sehari-hari. Penting untuk diperhatikan,

jangan sampai sentinel hemorrhage ini diduga sebagai migrain,

tension headache, ataupun nyeri kepala lain. Sentinel hemorrhage

biasanya memiliki progress lebih cepat dari migrain dan nyerinya

bertahan lebih lama dan secara kualitatif berbeda dengan benign

headache. 8-11

Hasil pemeriksaan fisik dapat ditemui rangsang meningeal,

tetapi bervariasi pada setiap orang. Ditemukan juga pendarahan

pada fundus optikus yang mungkin disebabkan karena kongesti

vena retina akibat peningkatan tekanan intrakranial. Ditemukan

juga hemiparesis ataupun neuropati kranial. Umumnya ditemukan

penurunan kesadaran dan onset koma yang mendadak. Dari

gambaran klinis yang diperoleh, dapat diperoleh grade menurut

Hunt dan Hess.8-11

Grading Pendarahan Subaraknoid Menurut Hunt dan Hess

Grade Gambaran Klinis

1 Asimptomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal.

2Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur hidupnya), meningismus, defisit saraf kranial (paresis nervus abdusen sering ditemukan)

3 Mengantuk, konfusi, hemiparesis

4 Stupor

5 KomaXI. Penatalaksanaan

Kegawat daruratan stroke

Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan

betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela

terapi’ dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat

dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir

pengobatan. Hal yang harus dilakukan adalah:

- Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC

- Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau

gagal napas.

- Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9%

dengan kecepatan 20 ml/jam, dengan memakai cairan hipotonis

seperti dekstrosa 5% dalam air dan salin 0,45%, karena dapat

memperhebat edema otak.

- Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui hidung.

- Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut.

- Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan larutan foto rontgen

toraks.

- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah

perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit,

ureum dan kreatinin), masa protrombin dan masa tromboplastin

parsial.

- Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati,

gas darah arteri dan screening toksikologi.

- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

- CT-Scan atau resonansi magnetic bila alat tersedia. Bila tidak ada,

dengan skor siriraj untuk menentukan jenis stroke. 11-12

Stroke Iskemik

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 30°, kepala dan dada pada

satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap

bila hemodinamik sudah stabil. 11-12

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit

sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.

Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari

penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya

dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,

kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan,

hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi

per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan

menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang

nasogastrik. 11-12

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula

darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-

3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg

% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai

kembali normal dan harus dicari penyebabnya. 11-12

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian

obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,

kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean

Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran

dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,

gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah

maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitro-

prusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis

kalsium. 11-12

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik

≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL

selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat

diatasi. Jika belum ter- koreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90

mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah

sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3

menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan

peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,

diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus

intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai

fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan

0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan

pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat

diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid. 11-12

Terapi khusus:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti

aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA

(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen

neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). 11-12

Stroke Hemoragik

Terapi umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume

hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus,

dan keadaan klinis cenderung memburuk.

Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau

15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP

>130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal

jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10

mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10

menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;

kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi

kepala dinaikkan 30°, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian

manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-

35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik,

tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau

inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan

fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.

Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu

pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan

serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan

intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan

lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan

ancaman herniasi. 11-12

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium

(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun

gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi

arteri-vena (arteriove- nous malformation, AVM).11-12

XI. Komplikasi

Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada 24

jam sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang dapat terjadi

adalah sebagai berikut:

- Kejang. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan. Kejadian

kejang umumnya memperberat defisit neurologik.

- Nyeri kepala: walaupun hebat, umumnya tidak menetap. Penatalaksanaan membutuhkan

analgetik dan kadang antiemetik.5

- Hiccup: penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. Sering terjadi pada stroke

batang otak, bila menetap cari penyebab lain seperti uremia dan iritasi diafragma.

Selain itu harus diwaspadai adanya:

- Transformasi hemoragik dari infark

- Hidrosefalus obstruktif

- Peninggian tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan turun beberapa hari

kemudian.

- Demam dan infeksi. Demam berhubungan dengan prognosa yang tidak baik. Bila ada

infeksi umumnya adalah infeksi paru dan traktus urinarius.

- Emboli pulmonal. Sering bersifat letal namun dapat tanpa gejala. Selain itu, pasien

menderita juga trombosis vena dalam (DVT).4

- Abnormalitas jantung. Disfungsi jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau

akibat stroke. Sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita komplikasi

gangguan ritme jantung.

- Gangguan fungsi menelan, aspirasi dan pneumonia. Dengan fluoroskopi ditemukan 64%

penderita stroke menderita gangguan fungsi menelan. Penyebab terjadi pneumonia

kemungkinan tumpang tindih dengan keadaan lain seperti imobilitas, hipersekresi dll.5

- Kelainan metabolik dan nutrisi. Keadaan undernutrisi yang berlarut-larut terutama

terjadi pada pasien umur lanjut. Keadaan malnutrisi dapat menjadi penyebab

menurunnya fungsi neurologis, disfungsi kardiak dan gastrointestinal dan abnormalitas

metabolisme tulang.

- Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia. Akibat pemasangan kateter dauer, atau

gangguan fungsi kandung kencing atau sfingter uretra eksternum akibat stroke.4

- Perdarahan gastrointestinal. Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan

komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan

antagonis H2 pada pasien stroke ini.6

- Dehidrasi. Penyebabnya dapat gangguan menelan, imobilitas, gangguan komunikasi dll.

- Hiponatremi. Mungkin karena kehilangan garam yang berlebihan.

- Hiperglikemia. Pada 50% penderita tidak berhubungan dengan adanya diabetes melitus

sebelumnya. Umumnya berhubungan dengan prognosa yang tidak baik.

- Hipoglikemia. Dapat karena kurangnya intake makanan dan obat-obatan.5

XII. Pencegahan

Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan menjaga kebiasaan hidup sehat.

Kebiasaan hidup sehat itu disebut juga paradigma hidup sehat, yang berisi anjuran:

1.Hentikan merokok,

2.Hentikan kebiasaan minum alkohol,

3.Periksa kadar kolesterol,

4.Periksa dan kontrol penyakit diabetes,

5.Berolahraga secara teratur,

6.Kontrol konsumsi garam,

7.Hindari stres dan depresi,

8.Hindari obesitas.

Walaupun pasien telah mengalami stroke, kita tetap melakukan pencegahan

terjadinya stroke agar tidak berulang. Dan fokus untuk pencegahannya bukan hanya anjuran

hidup sehat melainkan juga kontrol atau pengobatan terhadap faktor risiko yang dimiliki,

seperti:

Pemberian terapi antiplatelet(Aspirin) untuk pencegahan serangan ulang pada seluruh

pasien yang sebelumnya mengalami stroke iskemik atau TIA dengan dosis 50-325mg per

hari. Selain itu diperlukan juga kontrol terhadap penyakit jantung yang dimiliki seperti

pemberian antikoagulan untuk penderita stroke akibat kardioemboli.6

Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :

1. Hipertensi

Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke. Menurut

Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan darah untuk pencegahan

stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk pengukuran di rumah).8

2. Diabetes

Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya

<130/80mmHg. Selain itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap kadar

glukosa dan dianjurkan mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi komplikasi

vaskular. Menurut Canadian Diabetes Association, target untuk kadar gula darah adalah

4.0-7.0mmol/L saat puasa dan 5.0-10.0mmol/L 2 jam setelah makan.8

3. Kolesterol

Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0 mmol/L

harus dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan statin. Hal ini

dilakukan sampai didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.

Kontrol terhadap perilaku yang bisa diubah :

1. Merokok

Semua penderita stroke yang merokok harus dianjurkan berhenti merokok. Hal ini

dapat dilakukan dengan memberikan terapi tambahan berupa terapi pengganti nikotin dan

terapi perilaku.9

2. Alkohol

Pasien yang merupakan peminum berat seharusnya berhenti atau mengurangi

konsumsi alkohol sampai ke titik yang aman, yaitu berkisar 14 minuman dalam 1 minggu

untuk pria dan 9 minuman untuk wanita. Tetapi, titik aman tersebut tidak sama untuk semua

orang sehingga berhenti mengkonsumsi alkohol lebih baik.4

3. Obesitas

Penurunan berat badan merupakan hal yang dianjurkan sampai dicapai

BMI 18.5-24.9kg/m2 dan lingkar pinggang <88 cm untuk wanita dan <102 cm untuk pria.

Konsumsi makanan rendah lemak dan natrium, dan banyak konsumsi buah dan sayur

dianjurkan.8

4. Aktivitas fisik

Bagi penderita stroke yang mampu melakukan aktivitas fisik, latihan fisik 30-60

menit seperti berjalan, jogging, bersepeda selama 4-7 hari dalam seminggu dapat

mengurangi faktor risiko dan faktor lain yang dapat meningkatkan kejadian stroke.9

XIII. Prognosis

Prognosis setelah stroke iskemik akut sangat bervariasi,

tergantung pada tingkat keparahan stroke dan pada kondisi premorbid

pasien, usia, dan komplikasi poststroke. Beberapa pasien mengalami

transformasi hemoragik dari infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi

pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, dengan tidak adanya

trombolitik. Hemoragik transformasi tidak selalu dikaitkan dengan

penurunan neurologis dan berkisar dari perdarahan petekie kecil untuk

evakuasi hematoma yang membutuhkan. Dalam studi Framingham

Stroke dan Rochester, angka kematian secara keseluruhan pada 30 hari

setelah stroke adalah 28%, tingkat kematian pada 30 hari setelah stroke

iskemik adalah 19%, dan 1-tahun kelangsungan hidup tingkat untuk

pasien dengan stroke iskemik adalah 77%. 8-11

Prognosis stroke hemoragik bervariasi tergantung pada tingkat

keparahan stroke dan lokasi dan ukuran pendarahan. Turunkan nilai

Glasgow Coma Scale yang berhubungan dengan prognosis yang lebih

buruk dan tingkat kematian yang lebih tinggi. Sebuah volume darah

yang lebih besar pada presentasi dikaitkan dengan prognosis yang lebih

buruk. Pertumbuhan volume hematoma dikaitkan dengan kondisi

fungsional buruk dan angka kematian meningkat. Perimesencephalic

Nonaneurysmal memiliki perjalanan klinis kurang parah dan, pada

umumnya, prognosis yang lebih baik. 8-11

Kehadiran darah dalam ventrikel dikaitkan dengan angka kematian

lebih tinggi. Dalam satu studi, adanya darah pada presentasi

intraventrikular dikaitkan dengan peningkatan lebih dari 2 kali lipat

dalam kematian. Pasien dengan antikoagulasi terkait perdarahan

intraserebral memiliki tingkat kematian lebih tinggi dan hasil fungsional

buruk.

Daftar Pustaka

1. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Edisi 17.

Jakarta:EGC;2003.hal. 267-83.

2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis.

Jakarta:EGC;2009.hal.77-89.

3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan

riwayat kesehatan.edisi 8. Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-290.

4. Junadi,Purnawan, Kapita selekta kedokteran, Jilid ke II, Penerbit FKUI, Jakarta.

2005.h. 17-26.

5. Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang. Gangguan Peredaran Darah Otak.

Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

2003:79-102

6. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi: konsep klinis proses-proses

penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. Hal.966-71.

7. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon SD. Neurology: a

queenshare textbook. USA:John Wiley and Sons;2011.Hal 125-43

8. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. : McGraw-

Hill Companies; 2006. Hal 107-41.

9. McPhee SJ, Ganong WF. Patophysiology of disease: an introduction to clinical

medicine. Edisi 5.USA: McGraw-Hill Companies; 2005. Hal 582-4.

10. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis and treatmen.

International Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2008. Hal 975-

80.

11. Fauci AS, et al. Harrison’s principles of internal medicine.Edisi 18.

USA: McGraw-Hill Companies; 2011. Hal. 3270-99.

12. Algoritma Kegawatdaruratan Stroke menurut American Heart

Association. Diunduh dari http://ummc-acls.org/mod/resource/view.php?

id=14. Diunduh tanggal 7 Januari 2012.