Stroke

8
BAB 1 PENDAHULUAN Stroke menduduki urutan ketiga penyebab mortalitas terbanyak setalah penyakit jantung koroner dan kanker pada negara-negara berkembang. Pada tahun 2008, prevalensi pasien stroke di Amerika Serikat diestimasi sekitar 7,000,000 dan dengan rata-rata 1 pasien stroke meinggal setiap 4 menit. Pada negara Eropa, insidensi stroke berkisar antara 100 hingga 700 kejadian per 100,000 penduduk. Angka insidens stroke diprediksi akan meningkat dalam 5-10 tahun kedepan hingga 12% pada populasi umum. Pada negara-negara di belahan dunia bagian barat, tipe stroke yang mendominasi adalah stroke iskemik, dan stroke hemoragik lebih jarang ditemukan. Antara sepertiga dan setengah pasien yang mengalami stroke hemoragik mengalami kematian dan hanya 10-20% yang dapat sembuh. Malnutrisi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi akibat stroke pada saat periode rehabilitasi. Berdasarkan beberapa studi, pravalensi malnutrisi pada pasien dengan stroke akut bervariasi. Beberapa faktor risiko terjadinya malnutrisi dapat berupa penyakit kronis, kondisi sulit makan, dan penurunan fungsi yang terkait dengan makan dan pencernaan terutama pada pasien lanjut usia. Adanya diabetes mellitus dan riwayat stroke dapat meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi hingga 71%. Hal menarik yang ditemukan dari beberapa penelitian menunjukkan defisiensi dari beberapa mikronutrien seperti vitamin B, vitamin

description

NUTRISI STROKE

Transcript of Stroke

BAB 1

PENDAHULUAN

Stroke menduduki urutan ketiga penyebab mortalitas terbanyak setalah penyakit jantung koroner dan kanker pada negara-negara berkembang. Pada tahun 2008, prevalensi pasien stroke di Amerika Serikat diestimasi sekitar 7,000,000 dan dengan rata-rata 1 pasien stroke meinggal setiap 4 menit. Pada negara Eropa, insidensi stroke berkisar antara 100 hingga 700 kejadian per 100,000 penduduk. Angka insidens stroke diprediksi akan meningkat dalam 5-10 tahun kedepan hingga 12% pada populasi umum. Pada negara-negara di belahan dunia bagian barat, tipe stroke yang mendominasi adalah stroke iskemik, dan stroke hemoragik lebih jarang ditemukan. Antara sepertiga dan setengah pasien yang mengalami stroke hemoragik mengalami kematian dan hanya 10-20% yang dapat sembuh. Malnutrisi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi akibat stroke pada saat periode rehabilitasi. Berdasarkan beberapa studi, pravalensi malnutrisi pada pasien dengan stroke akut bervariasi. Beberapa faktor risiko terjadinya malnutrisi dapat berupa penyakit kronis, kondisi sulit makan, dan penurunan fungsi yang terkait dengan makan dan pencernaan terutama pada pasien lanjut usia. Adanya diabetes mellitus dan riwayat stroke dapat meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi hingga 71%. Hal menarik yang ditemukan dari beberapa penelitian menunjukkan defisiensi dari beberapa mikronutrien seperti vitamin B, vitamin D, vitamin antioksidan (A, C, dan E) serta zinc berkontribusi terhadap beberapa perubahan vaskuler pada otak, dan diduga menambah risiko terjadinya stroke serta penurunan kognitif pada orang lanjut usia.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan utama dari intervensi gizi pada pasien stroke adalah pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat malnutrisi. Malnutrisi merupakan komplikasi dari stroke yang dapat dicegah Malnutrisi dapat berlanjut sebagai akibat dari disfagia jika asupan nutrisi dikurangi sesuai dengan kebutuhan selama beberapa hari atau minggu. Pada pasien yang tidak mengalami disfagia, asupan nutrisi yang tidak adekuat (terutama protein) pada periode waktu yang lama dapat juga meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi (Bouziana, & Tziomalos, 2011). Selain disfagia, faktor lain yang mempengaruhi kurangnya asupan nutrisi dapat berupa kesadaran yang menurun, kebersihan oral yang buruk, depresi, penurunan mobilitas, dan kelemahan pada tangan dan wajah. Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan malnutrisi dan prognosis yang buruk pada pasien dengan stroke iskemik maupun hemoragik. Malnutrisi protein dan energy dapat memperburuk mekanisme iskemik pada otak serta mengganggu proses recovery. Malnutrisi tersebut akan mempengaruhi ekspresi dari gen yang terkait plastisitas yang berperan dalam proses perbaikan setelah terjadi iskemia. Malnutrisi protein dan energy juga diduga menyebabkan abnormalitas dari struktur, fungsi, dan plastisitas dari serat hippocampus (Bouziana, & Tziomalos, 2011).

Dalam melakukan diet pada pasien stroke perlu memerhatikan beberapa hal berikut (Almatsier, 2010) :

1. Pada pasien stroke energi harus cukup, yaitu 25 45 kkal/kgBB. Pada fase akut diberikan 1100 1500 kkal/hari.

2. Protein cukup, yaitu 0,8 1 g/kgBB. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2 1,5 g/kgBB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6 g/kgBB.

3. Lemak cukup, yaitu 20 25% dari kebutuhan energi total. Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber lemak jenuh yaitu < 10% dari kebutuhn energi total. Kolesterol dibatasi < 300mg.

4. Karbohidrat cukup, yaitu 60 70% dari kebutuhan energi total. Untuk pasien dengan Diabetes Melitus diutamakan karbohidrat kompleks.

5. Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin B6, asam folat, B12, C, dan E.

6. Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium, dan kalium. Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam dapur maksimal 1 sendok teh/hari (setara dengan 5 g garam dapur atau 2 g natrium).

7. Serat cukup, untuk membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah konstipasi.

8. Cairan cukup, yaitu 6 8 gelas/hari, kecuali pada keadaan oedema atau acites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat dihabiskan. Untuk pasien dengan disfagia, cairan diberikan secara hati-hati.

9. Bentuk makanan dapat disesuaikan dengan keadaan pasien.

10. Makanan diberikan dalam porsi kecil atau sering.

Berdasarkan tahapan diet stroke dibagi menjadi dua, yaitu (Almatsier, 2010):

1. Fase akut (24 48 jam)

Pada fase ini pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri atau kesadaran menurun. Sehingga pemberian makanan dapat diberikan melalui parenteral (Nothing Per Oral/NPO) dan dilanjutkan dengan makanan enteral (Naso Gastric Tube/NGT). Pemberian makanan parenteral total perlu dimonitor dengan baik. Adanya kelebihan cairan dapat menimbulkan edema serebral. Kebutuhan energy pada NPO total adalah AMB x 1 x 1,2; protein 1,5 g/kgBB; lemak maksimal 2,5 g/kg BB; dekstrosa maksimal 7 g/kg BB.

2. Fase Pemulihan

Fase pemulihan adalah fase dimana pasien sudah sadar dan tidak mengalami gangguan fungsi menelan (disfagia). Makanan diberikan per oral secara bertahap dalam bentuk makanan cair, makanan saring, makanan lunak dan makanan biasa.

Berikut ini rekomendasi diet untuk pasien stroke

Diet Stroke I Diet stroke I diberikan kepada pasien dalam fase akut atau bila ada ganggguan fungsi menelan. Makanan dapat diberikan dalam bentuk cair kental atau kombinasi cair jernih dan cair kental yang diberikan peroral atau NGT (Naso Gastic Tube) sesuai dengan keadaan penyakit. Makanan diberikan dalam porsi kecil tiap 2 3 jam. Lama pemberian makanan disesuaikan dengan keadaan pasien (Almatsier, 2010).

Setelah terjadi suatu proses stroke akut, terjadi supresi dari sintesis protein dan terdapat peningkatan stress oksidatif. Terapi nutrisi berperan dalam membantu mekanisme plastisitas yang berperan penting dalam proses perbaikan setelah terjadinya iskemia pada otak. Keputusan dalam menentukan cara memberikan terapi nutrisi pada pasien stroke dilakukan dengan segera dengan beberapa metode terutama melihat adanya disfagia atau tidak pada pasien. Jika saluran pencernaan masih dapat berfungsi dan tidak terdapat kontraindikasi lain maka pilihan pemberian terapi nutrisi dapat diberikan secara enteral. Fungsi menelan pada pasien harus dinilai untuk melihat adanya disfagia. Beberapa petugas medis menggunakan beberapa bahan makan untuk menilai fungsi menelan yang termasuk pudding dan makanan lembut atau diencerkan. Volume makanan yang diberikan biasanya berkisar antara 5 hingga 10 mL, dan jika berhasil ditelan maka tipe makanan yang sama dapat diberikan dengan volume yang lebih besar. Penilaian tersebut penting untuk dilakukan terkait dengan penggunaan feeding tube. Pada pasien dengan disfagia berat, pemberian nutrisi enteral dengan menggunakan pipa nasogastrik atau dengan menggunakan percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG) menjadi pilihan rute pemberian nutrisi. Percutaneous endoscopic jejunostomy (PEJ) merupakan opsi pilihan pada pasien dengan penyakit pankreas, obstruksi traktus gastrointestinal dan beberapa episode aspirasi. Diet Stroke II Diet stroke II diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet stroke I atau kepada pasien pada fase pemulihan. Bentuk makanan merupakan kombinasi cair jernih, cair kental, saring, lunak, dan biasa. Pemberian diet pada pasien stroke disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Diet stroke II dibagi dalam tiga tahap, yaitu :

(1) Diet Stroke II A : Makanan cair + bubur saring 1700 kkal

(2) Diet Stroke II B : Makanan Lunak 1900 kkal

(3) Diet Stroke II C : Makanan Biasa 2100 kkal

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan didapatkan asupan nutrisi per hari untuk pasien stabil pada fase stroke sub akut dan memiliki fungsi renal yang normal adalah asupan protein >1g/kg per hari untuk mencapai rasio karbohidrat/protein