Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

22
STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR AIR BERSIH DI JAWA TIMUR Iwan Nugroho *) I. Pendahuluan Pembangunan sektor air bersih berhadapan dengan aspek- aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor air bersih dituntut menyesuaikan diri dengan kaidah- kaidah ekonomi dalam rangka memandu alokasi sumberdaya air dan mendorong terselenggaranya sektor usaha selayaknya corporate yang profesional, berperilaku efisien, dan menghasilkan manfaat bagi sektor ekonomi lainnya. Dalam aspek sosial, sektor air bersih berhadapan dengan nilai-nilai sosial yang harus diaspirasikan di dalam pembangunan serta kedudukannya sebagai sektor publik yang paling mendasar. Muncul kesadaran yang sama yakni sasaran menyediakan sarana dan air bersih bagi sebanyak-banyaknya penduduk. Sedangkan dalam aspek lingkungan, sektor air bersih berhadapan dengan implikasi yang bernuansa sosial dan mempengaruhi alokasi sumberdaya air. Sinergi antara aspek lingkungan dan sosial dapat menentukan perilaku pengelolaan sumberdaya air dan permintaan air bersih. Secara keseluruhan, kebijaksanaan sektor air bersih sejalan dengan pencapaian manfaat setinggi-tingginya dari pembangunan dan konservasi sumberdaya air antara lain (United Nations, 1979): (1) meningkatkan pendapatan regional atau nasional, (2) meredistribusikan pendapatan di antara wilayah, (3) meredistribusikan pendapatan di antara berbagai kelompok masyarakat, (4) memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat, dan (5) memperbaiki kualitas lingkungan. Pendekatan kebijakan penyediaan air dapat dipisahkan menjadi dua, yakni sosial (worst first) dan ekonomi (growth point). Pendekatan sosial atau non ekonomi memfokuskan penyediaan air pada wilayah yang secara alami kekurangan air akibat pengaruh atau gangguan iklim. Penyediaan air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan ternak didasari alasan kemanusiaan dan kesehatan masyarakat (humanitarian schemes). Di perdesaan, pendekatan ini sangat baik dan prioritas penyediaannya dianggap * ) Iwan Nugroho adalah Staf Pengajar Universitas Widya Gama Malang dan mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor-red /home/website/convert/temp/convert_html/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 1 dari 22

description

Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

Transcript of Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

Page 1: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR AIR BERSIH DI JAWA TIMUR  

Iwan Nugroho *)  

I. Pendahuluan

Pembangunan sektor air bersih berhadapan dengan aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor air bersih dituntut menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah ekonomi dalam rangka memandu alokasi sumberdaya air dan mendorong terselenggaranya sektor usaha selayaknya corporate yang profesional, berperilaku efisien, dan menghasilkan manfaat bagi sektor ekonomi lainnya. Dalam aspek sosial, sektor air bersih berhadapan dengan nilai-nilai sosial yang harus diaspirasikan di dalam pembangunan serta kedudukannya sebagai sektor publik yang paling mendasar. Muncul kesadaran yang sama yakni sasaran menyediakan sarana dan air bersih bagi sebanyak-banyaknya penduduk. Sedangkan dalam aspek lingkungan, sektor air bersih berhadapan dengan implikasi yang bernuansa sosial dan mempengaruhi alokasi sumberdaya air. Sinergi antara aspek lingkungan dan sosial dapat menentukan perilaku pengelolaan sumberdaya air dan permintaan air bersih. Secara keseluruhan, kebijaksanaan sektor air bersih sejalan dengan pencapaian manfaat setinggi-tingginya dari pembangunan dan konservasi sumberdaya air antara lain (United Nations, 1979): (1) meningkatkan pendapatan regional atau nasional, (2) meredistribusikan pendapatan di antara wilayah, (3) meredistribusikan pendapatan di antara berbagai kelompok masyarakat, (4) memperbaiki keadaan kesehatan masyarakat, dan (5) memperbaiki kualitas lingkungan.

Pendekatan kebijakan penyediaan air dapat dipisahkan menjadi dua, yakni sosial (worst first) dan ekonomi (growth point). Pendekatan sosial atau non ekonomi memfokuskan penyediaan air pada wilayah yang secara alami kekurangan air akibat pengaruh atau gangguan iklim. Penyediaan air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan ternak didasari alasan kemanusiaan dan kesehatan masyarakat (humanitarian schemes). Di perdesaan, pendekatan ini sangat baik dan prioritas penyediaannya dianggap lebih penting dibanding kualitas airnya. Pendekatan ekonomi difokuskan kepada wilayah yang potensinya tinggi untuk dikembangkan secara ekonomi. Penyediaan air ditujukan untuk memancing aktifitas ekonomi ke arah pencapaian kualitas hidup yang tinggi dengan menerapkan fasilitas dan teknologi modern (economic schemes). Pendekatan ini menuntut investasi yang intensif untuk menghasilkan kualitas air yang memenuhi syarat kesehatan.

Kerangka kebijakan air bersih di Indonesia mengacu pada pengembangan air bersih wilayah perkotaan dengan bertumpu kepada

* ) Iwan Nugroho adalah Staf Pengajar Universitas Widya Gama Malang dan mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor-red

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 1 dari 16

Page 2: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

investasi. Menurut Bappenas (1999), kebutuhan investasi sektor air bersih pada Repelita VII dan VII masing-masing mencapai 7 dan 10 triliun. Investasi tersebut akan meningkatkan tingkat pelayanan dari 39 persen pada tahun 1998 menjadi sebesar 49 dan 62 persen dari penduduk perkotaan pada akhir tahun 2004 dan 2009. Pendekatan investasi dalam pembangunan sektor air bersih dipengaruhi oleh tiga faktor: (a) karakteristik air baku, yang memperhatikan jenis sumber air, kuantitas dan kualitas, serta debit andalan; (b) kebijakan pemerintah, yang memfokuskan kepada penataan ruang, pertumbuhan ekonomi dan investasi, dan demografi; dan (c) teknologi produksi, yang mempertimbangkan efisiensi ekonomi, distribusi, dan cakupan pelayanan. Faktor-faktor tersebut merupakan kerangka (kebijakan) baku dalam implementasi pembangunan sektor air bersih. Secara teknis dan operasional, hal tersebut diimplementasikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sebagai lembaga ekonomi satu-satunya penyelenggara dan penyedia air bersih di Indonesia. Implikasinya, kinerja PDAM menjadi ukuran penting dan menjadi harapan bagi keberhasilan kebijakan sektor air bersih.  

II. Keragaan Sektor Air Bersih di Jawa Timur

Pembangunan sektor air bersih di Jawa Timur berjalan secara dinamis. Transformasi struktur ekonomi telah berkembang maju, berimplikasi bukan saja kepada tingginya permintaan air bersih oleh sektor industri, jasa dan pemukiman, tetapi juga memberi dampak penurunan kualitas air baku (khususnya di kali Surabaya) akibat buangan sampah dan limbah dari industri dan pemukiman. Kebijakan strategis pembangunan sektor air bersih di wilayah tersebut telah disiapkan hingga tahun 2018 (Bappeda Surabaya, 1999). Pendekatan investasi tersebut berencana menambah air baku sejumlah 137 juta m3 per tahun (hingga tahun 2006) dan 210 juta m3 per tahun (hingga tahun 2018).

Dalam statistik air minum tahun 1997, Jawa Timur menduduki peringkat pertama dalam jumlah pelanggan (715 ribu, atau 16.4 persen nasional), jumlah air bersih terjual (245 juta m3, 16.2 persen nasional), dan jumlah karyawan (6577 orang, 16.7 persen nasional). Sementara pada kapasitas produksi efektif (14.3 ribu liter per detik, 17.5 persen nasional), nilai ekonomi air (140 miliar rupiah, 13.7 persen nasional), dan nilai output (163 miliar rupiah, 15.3 persen nasional) berada di peringkat kedua bawah DKI Jakarta. Sementara itu, Jawa Timur terpuruk dalam efektifitas produksi, yakni hanya 60 persen dari kemampuan terpasangnya atau tergolong terbawah secara nasional. Jauh dibawah DKI Jakarta sebagai peringkat atas yang mencapai efektifitas 97.5 persen. Dari indikator terakhir, Jawa Timur nampaknya memiliki permasalahan dalam pengelolaan air bersih, padahal diyakini kapasitas terpasangnya mencapai 23828 liter per detik dan paling tinggi secara nasional. Menurut data Susenas (1999), rata-rata penduduk Jawa Timur yang terlayani air bersih sebesar 19 persen. Lebih jauh, perkembangan sektor air bersih di Jawa Timur dalam kurun 1993 hingga 1999 (BPS, 2001) menunjukkan gejala penurunan kualitas pelayanan sebagai akibat ketidak-imbangan pertumbuhan produksi air bersih (sebesar 4.8 persen) dibanding pertumbuhan jumlah pelanggan (8.7 persen) (Tabel 1).

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 2 dari 16

Page 3: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

Gambaran lebih detil tentang PDAM di Jawa Timur disajikan dalam Tabel 2. PDAM berdasarkan jumlah pelanggan dibagi ke dalam empat tipe, yakni A, B, C dan D dengan jumlah pelanggan masing-masing kurang dari 10000, 10001 hingga 30000, 30001 hingga 50000, dan lebih dari 50000. Berturut-turut PDAM tipe D, C, B dan A di Jawa Timur berjumlah 3, 2, 14 dan 18 PDAM. Hal tersebut memperlihatkan bahwa 18 dari 37 PDAM di Jawa Timur adalah PDAM kecil (tipe A), dengan rata-rata jumlah pelanggan 7233 dan kinerja yang umumnya rendah, diperlihatkan dengan rata-rata kerugian sebesar 370.89 juta rupiah per PDAM. Keragaan PDAM tipe B nampaknya tidak berbeda dengan tipe A, dengan dengan rata-rata jumlah pelanggan 12561 dan kerugian sebesar 524.79 juta rupiah per PDAM. Sementara keragaan PDAM tipe C dan D nampak lebih baik, yang menampilkan rata-rata jumlah pelanggan mendekati 80 ribu dan keuntungan sebesar 2.77 miliar per PDAM. PDAM Surabaya merupakan PDAM terbesar dengan jumlah pelanggan dan volume air tersalur kurang lebih 50 persen dari seluruh PDAM Jawa Timur (Gambar 1). Perkembangan sektor air bersih di Surabaya dan wilayah sekitarnya (Gerbang Kertasusila) diyakini memberi pengaruh signifikan terhadap sektor air bersih di Jawa Timur. 

Tabel 1. Keragaan Sektor Air Bersih di Jawa Timur Tahun 1993 hingga 1999

Karakteristik Satuan 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 Pertum-buhan1)

                 %

Jumlah PDAM unit 37 37 37 37 37 37 37 

Kapasitas produksi liter/dt 9234 9944 10711 11548 15656 11303 14372 10

Jumlah karyawan (TK) orang 5347 5495 5861 6451 6533 6655 6850 4.3

Jumlah pelanggan samb 501257 545752 598825 764051 714384 764051 826205 8,7

Rumah tangga samb 446931 493207 540808 702593 654919 702593 761711 9,3

Sosial/rs/peribadatan samb 9537 8537 8843 11609 10276 11609 16580 12

Fasilitas umum samb 8466 8884 10072 8472 9156 8472 4603 -7,3

Industri dan jasa samb 28453 28928 31208 27978 30364 27978 31420 1,9

Instansi pemerintah samb 5588 5639 6034 7083 6784 7083 7346 4,7

Lain-lain samb 2282 557 1860 6316 2885 6316 4545 21

Air yg Disalurkan ribu m3 183354 188524 216923 228868 233167 228868 241590 4,8

Rumah tangga ribu m3 123425 127982 146369 164247 159962 164247 174712 6,1

Sosial/rs/peribadatan ribu m3 8827 14481 9627 10427 6460 10427 16014 21

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 3 dari 16

Page 4: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

Fasilitas umum ribu m3 10136 10893 11765 9579 9795 9579 3831 -11

Industri dan jasa ribu m3 13727 16244 18785 18405 16019 18405 19913 7,1

Instansi pemerintah ribu m3 12531 11166 12680 14237 6378 14237 15089 15

Lain-lain ribu m3 14708 7758 17697 11973 5302 11973 12031 9,8

Kebocoran air persen 37.0 39,9 35.8 40.1 52.8 35.8 46.7 6.5

Harga air rp/m3 449 565 616 751 773 1010 1048 17

Investasi juta rp 67919 96475 122500 165915 5898 561593 191055 1561

Jumlah penduduk ribu 32285 32459 32459 33090 33258 33447 33755 0,7

Rasio TK: Pelanggan 

11:1000

10:1000

10:1000

8:1000 9:1000 9:1000 9:1000 

Konsumsi per kapita m3/jiwa 5.68 5,81 6.64 6.59 7.01 6.84 7.16 4.0

Penduduk terlayani persen 12.09 12,56 12.19 14.38 15.79 16.97 19.30 8.21) Pertumbuhan rata-rata per tahun 1993 hingga 1999Sumber: Statistik Air Minum (BPS, 1999; 2001)

Dari 37 PDAM di seluruh pemerintah kota dan kabupaten di Jawa Timur, hanya delapan PDAM yang pada tahun 1997 memperlihatkan keuntungan bersih (sesudah pajak), masing-masing PDAM Surabaya (9.1 miliar), kota Malang (4.2 miliar), Sidoarjo (897 juta), Magetan (361 juta), Tuban (251 juta), kota Madiun (68 juta), kabupaten Mojokerto (50 juta), dan kota Probolinggo (32 juta). Jumlah keseluruhan keuntungan 8 PDAM mencapai 14.9 miliar rupiah, tidak lebih dari kerugian 29 PDAM sebesar 15.1 miliar rupiah. Rendahnya kinerja PDAM sesungguhnya telah diketahui. Namun momen krisis ekonomi tahun 1998 telah meminta perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi PDAM. Oleh karena itu Mendagri (dengan surat No 539/3518/PUOD) dan ditindak lanjuti dengan Gubernur Jatim (dengan surat No 690/13973/022/1998) memutuskan untuk membebaskan PDAM yang masih merugi terhadap ‘kewajiban-kewajiban setor’ ke kas pemda, dimana dalam keadaan ekonomi normal ‘setoran’ mencapai 55 persen dari keuntungan PDAM.

Rendahnya keragaan sektor air bersih di negara sedang berkembang telah diketahui. Bank Dunia mengidentifikasi tiga indikator umum, yakni (Idelovitch and Ringskog 1995): (a) kebocoran air sangat tinggi, mencapai 40 hingga 50 persen, (b) kelebihan tenaga kerja, dan (c) kualitas air yang tidak stabil dan tidak memenuhi standar. Tingkat kebocoran air di Indonesia pada tahun 1997, yang dihitung atas dasar volume air terjual (1510 juta m3) terhadap kapasitas produksi efektif (81915 liter per detik), mencapai 58 persen. Sementara rasio pegawai terhadap pelanggan adalah 9.01 berbanding 1000. Ukuran yang sama di Jawa Timur masing-masing adalah 47 persen dan 9.2 berbanding 1000. Angka tersebut belum memenuhi batas

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 4 dari 16

Page 5: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

yang disarankan, yakni tingkat kebocoran 20 persen dan rasio pegawai pelangga 6 berbanding 1000.

Tabel 2. Keragaan Keuangan dan Operasional Produksi PDAM di Propinsi Jawa Timur pada Tahun 1997

No PDAM (Tipe)1 Pendapatan2

(Beaya)Beaya2 Pajak

2

Laba2

(Rugi)

Bersih

Jumlah3

Pelang-gan

Air 3

Disalur-kan

Vol air per1

Pelang-gan

Harga4 Pro-duksi Rata-

2

Beaya4 Pro-duksi Rata-

2Usaha Lain-

lainLang-sung

Umum

   juta juta juta juta juta juta

 ribu m3 m3 Rp/m3 Rp/m3

1 Kab Trenggalek (A) 327 3 504 200 26 (400) 4290 677 158 483 744

2 Kab Probolinggo (A) 455 30 480 318 - (313) 4800 874 182 521 549

3 Kab Pamekasan (A) 1174 1 749 865 - (439) 5073 1650 325 711 454

4 Kota Mojokerto (A) 505 (4) 428 946 - (872) 5300 713 134 709 600

5 Kab Pacitan (A) 272 3 420 241 - (386) 5561 620 111 439 677

6 Kab Mojokerto (A) 1017 70 522 515 - 50 7026 1681 239 605 311

7 Kab Sampang (A) 790 17 424 416 - (33) 7222 1973 273 400 215

8 Kab Bondowoso (A) 649 20 607 362 - (299) 7250 1346 186 482 451

9 Kota Probolinggo (A)

1297 12 554 724 - 32 7621 2200 289 589 252

10 Kab Sumenep (A) 896 (298) 832 270 - (503) 7661 2029 265 442 410

11 Kota Blitar (A) 642 (24) 547 286 - (215) 7860 985 125 651 556

12 Kota Kediri (A) 1619 (208) 732 710 - (30) 8345 2037 244 795 359

13 Kab Kediri (A) 619 (134) 641 421 - (577) 8548 1047 122 591 612

14 Kab Gresik (A) 4219 (2536) 2783 676 - (1777) 8577 2183 254 1932 1275

15 Kab Bangkalan (A 1856 (233) 1217 476 - (70) 8658 2073 239 895 587

16 Kab Jombang (A) 1084 (429) 901 374 - (620) 8705 1921 221 564 469

17 Kab Bojonegoro (A) 1113 26 954 361 - (176) 8788 1662 189 669 574

18 Kab Lamongan (A) 1126 109 769 514 - (48) 8903 1285 144 876 599

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 5 dari 16

Page 6: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

19 Kab Pasuruan (B) 1205 (304) 1081 803 - (984) 10063 2486 247 485 435

20 Kab Blitar (B) 619 (134) 641 421 - (577) 10107 1360 135 455 471

21 Kab Ngawi (B) 1129 (459) 1280 231 - (840) 10142 2901 286 389 441

22 Kab Nganjuk (B) 1291 (485) 1115 551 - (859) 10394 1780 171 725 626

23 Kab Lumajang (B) 1923 3 1558 1965 - (1596) 10560 2479 235 776 628

24 Kab Ponorogo (B) 1037 30 933 390 - (255) 10673 2000 187 519 466

25 Kab Madiun (B) 1034 130 981 508 - (325) 11286 1731 153 597 567

26 Kab Tlgagung (B) 1146 65 666 691 - (146) 12225 2442 200 469 273

27 Kota Pasuruan (B) 2100 (183) 1060 1056 - (200) 13145 2576 196 815 411

28 Kab Tuban (B) 1949 48 1143 571 26 251 13185 4446 337 438 257

29 Kab Situbondo (B) 1595 73 1479 1011 - (821) 14308 3013 211 529 491

30 Kota Madiun (B) 2326 37 1252 1027 17 68 15532 3977 256 585 315

31 Kab Banyuwangi (B)

2523 (17) 1395 1702 - (590) 16311 3737 229 675 373

32 Kab Jember (B) 2224 34 1474 1257 - (473) 17920 4347 243 512 339

33 Kab Magetan (C) 3790 145 1929 1548 96 361 30329 5993 198 632 322

34 Kab Sidoarjo (C) 14535 (206) 7666 5580 185 897 32743 6995 214 2078 1096

35 Kab Malang (D) 7050 639 4256 4001 - (655) 51948 10064 194 701 423

36 Kota Malang (D) 20662 (1150) 6813 6544 1938 4218 61926 21482 347 962 317

37 Kota Surabaya (D) 114607 510 50706 49497 5863 9051 223002 114607 514 1000 442

 Jawa Timur 20239

7 (4798

)10149

0 88024 8236 (152) 705987 225370 319 898 450

1 Tipe PDAM berdasar jumlah pelanggan : kurang dari 10000 (A), 10001 hingga 30000 (B), 30001 hingga 50000 (C), dan lebih dari 50000 (D). 2 Lampiran surat Gubernur Jatim No 690/13973/022/1998 perihal pembebasan setoran PDAM ke Pemda; 3 Jawa Timur Dalam Angka 1997 (BPS, 1999); 4 Harga Produksi = pendapatan usaha dibagi air terdistribusi, Beaya Produksi = beaya langsung dibagi air terdistribusi  

Rendahnya keragaan dan kinerja sektor air bersih dan PDAM tidak terlepas dari keadaan kelembagaan dan kelemahan sistem insentif di dalamnya. Payung kelembagaan PDAM bersumber dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984 atau 27/KPTS/1984 tentang pembinaan PDAM. Hal tersebut berimplikasi bahwa

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 6 dari 16

Page 7: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

Depdagri melalui Pemda berhak menetapkan direksi dan mempengaruhi manajemen. Pemda juga berkepentingan menetapkan harga air (regulated price) dalam rangka melindungi kepentingan konsumen. Kebijakan harga tersebut terbukti tidak memuat insentif bagi pengambilan keputusan berproduksi oleh PDAM atau konsumsi air bersih oleh rumah tangga. Data perkembangan harga air riil (tahun 1983) selama periode 1991 hingga 1999 bergerak tidak kontinyu (rata-rata tumbuh –1.6 persen per tahun) dan mencapai titik terendah pada tahun 1999, yakni 174 rupiah per m3. Fenomena krisis ekonomi mengakibatkan hampir keseluruhan, 29 dari 37 PDAM terutama tipe A dan B tidak menaikkan harga dan menghadapi persoalan keuangan. Dalam posisi ini PDAM umumnya tidak punya pilihan untuk berinvestasi dan mengembangkan kegiatannya.  

III. Strategi Pengembangan Sektor Air Bersih

Rumusan strategi pengembangan sektor air bersih dispesifikkan ke dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut diharapkan akan menghasilkan dampak positif dalam masing-masing aspek secara proporsional, berkelanjutan, dan membawa peningkatan kesejahteraan (social benefit). Rumusan pada dasarnya mendeskripsikan strategi pengelolaan sumberdaya air dari Le Moigne et al. (1994), yang terdiri dua kegiatan penting yakni analisis sumberdaya air, yaitu mengkaji aspek fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhi sumberdaya air, dan pendefinisian strategi, yaitu proses penetapan bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya air. Secara garis besar, rumusan strategi tersebut disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Strategi, Sasaran dan Langkah Operasionaldalam Pengembangan Sektor Air Bersih di Jawa Timur

Strategi Sasaran Langkah Operasional

I. Aspek Sosial

1. Peningkatan tingkat pelayanan penduduk

a. Peningkatan pelayanan hingga 80 persen penduduk wilayah kota dan 60 persen penduduk kabupaten

- Pembangunan wilayah kota terintegrasi- Pengentasan kemiskinan- Program-program pengamanan sosial (social safety net) yang terkait dengan sektor air bersih

    - Pengembangan wilayah pemukiman    - Pembangunan wilayah industri 

b. Pemanfaatan air bersih bagi kepentingan sosial

- Pembangunan hidran umum   - Membantu wilayah yang mengalami

krisis air2. Pengembangan

kelembagaan sektor bersih

a. Membangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan sektor air bersih

- Membentuk jaringan komunikasi antar stakeholder dalam pembangunan sektor air bersih

- Melakukan analisis tentang konsumsi air bersih secara periodik

 b. Mengembangkan

kelembagaan ekonomi sektor air bersih yang

- Merumuskan hubungan kelembagaan yang kondusif bagi pengembangan sektor air bersih

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 7 dari 16

Page 8: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

efisien dan berkelanjutan

 - Pengelolaan terpadu, sharing, atau merger

   - Memperkuat kemandirian dan otoritas PDAM

   - Perumusan standar evaluasi kinerja PDAM yang mempertimbangkan aspek lingkungan

    - Mengevaluasi kinerja PDAM  c. Mengembangkan

kelembagaan hukum sektor air bersih - Membangun mekanisme insentif

reward dan punishment

II. Aspek Ekonomi1. Peningkatan

kinerja PDAMa. Peningkatan

pendapatan PDAM- Kebijakan harga yang optimal - Peningkatan tarif (harga) air

   - Penetapan harga (price discrimination) di antara dan di dalam kelompok konsumen

  b. Peningkatan efisiensi dan keuntungan PDAM - Perbaikan dan pemeliharaan sistem

distribusi  

- Pendidikan dan ketrampilan SDM (human capital) sektor air bersih

   - Perbaikan manajemen dan mutu pelayanan

    - Restrukturisasi hutang-hutang PDAM2. Peningkatan

share dan dampak ekonomi wilayah

a. Mempertahankan share sektor air bersih di atas 0.17 persen - Peningkatan pertumbuhan

permintaan air bersih- Peningkatan investasi

b. Peningkatan aktifitas ekonomi wilayah yang terkait dengan sektor air bersih

- Peningkatan aktifitas ekonomi ke belakang

  - Peningkatan aktifitas ekonomi ke depan

 - Pembangunan infrastruktur publik telepon

   - Pembangunan di bidang hukum dan pertanahan

   - Pembangunan ekonomi sektor maufaktur/jasa

III. Aspek Lingkungan1. Peningkatan

kuantitas dan kualitas air bersih

a. Pengembangan sumber- sumber air baku - Investasi pengembangan sumber air

baku- Eksplorasi air baku

b. Pemeliharaan kualitas air baku

- Evaluasi kualitas air baku dan air bersih

    - Sistem monitoring dini kualitas air   

- Penerapan teknologi pengolahan air

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 8 dari 16

Page 9: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

baku2. Peningkatan daya

dukung lingkungan sumberdaya air

a. Perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan sumberdaya air

- Analisis potensi dan panenan sumber daya air

- Konservasi sumberdaya hutan, tanah dan air

- Penerapan baku mutu lingkungan  b. Pengendalian alokasi

air baku- Pembinaan dan penyuluhan lingkungan - Memperkuat mekanisme pengawasan dan penerapan hukum

IV. Aspek Sosial

Strategi dalam aspek sosial bertujuan meletakkan landasan kelembagaan bagi berfungsinya penyelenggaraan pelayanan air bersih seoptimal mungkin. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni peningkatan tingkat pelayanan air bersih dan pengembangan kelembagaan sektor bersih. Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa tingkat akses atau pelayanan air bersih baru mencapai 19 persen rumah tangga (Susenas, 1999). Sebagian besar penduduk, atau sekitar 50 persen masih mengandalkan air bersih dari sumur. Dengan strategi ini diharapkan semakin banyak penduduk mengakses air yang memenuhi syarat kesehatan dan memperoleh social benefit lain dari konsumsi air bersih.

Strategi peningkatan tingkat pelayanan penduduk mempunyai dua sasaran. Pertama, pelayanan hingga 80 persen penduduk wilayah kota dan 60 persen penduduk kabupaten. Hampir seluruh kota dan kabupaten di Jawa Timur belum mencapai sasaran tersebut seperti yang diinginkan dalam Keputusan Mendagri No 47 tahun 199 tentang Pedomen Kinerja PDAM. Langkah operasional untuk mencapai sasaran dapat mencakup program-program pembangunan terintegrasi, misalnya pembangunan perkotaan atau pengentasan kemiskinan maupun pembangunan sektoral, misalnya pengembangan wilayah pemukiman dan wilayah industri. Pengalaman Surabaya dalam pembangunan perkotaan, yakni program perbaikan kampung (Kampoong Improvement Project Urban) pada tahun 1980an terbukti efektif meningkatkan pelanggan rumah tangga dari 68862 pada tahun 1982 menjadi 116257 sambungan pada tahun 1990. Sementara itu, program jaring pengamanan sosial yang dikaitkan dengan penyediaan sarana air bersih kepada rumah tangga berhasil menambah 1349 pelanggan di wilayah PDAM Nganjuk, menjadi 11212 pelanggan pada tahun 1998. Sedangkan program pembangunan sektoral, sekalipun lebih sering berorientasi jangka pendek, nampaknya cukup efektif meningkatkan jumlah sambungan air bersih. Hal ini dapat dilihat dari berkembangnya wilayah-wilayah pemukiman atau industri baru, dimana saluran air bersih menjadi salah satu insentif yang ditawarkan oleh pengembang. Kedua, sasaran pemanfaatan air bersih untuk kepentingan sosial secara selektif. Sesuai dengan SKB Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984, PDAM sebagai pelaku ekonomi sektor air bersih bersifat memberi jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum. Hal ini berimplikasi bahwa PDAM harus mampu merumuskan kepentingan-kepentingan sosial secara obyektif,

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 9 dari 16

Page 10: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

disesuaikan dengan keadaan internalnya, dan memilih wilayah operasi yang seharusnya. Langkah operasional sasaran kedua ini telah dikerjakan melalui alokasi air bersih kepada terminal sambungan hidran umum. Langkah operasional lain sekalipun kurang berkorelasi langsung dengan strategi peningkatan pelayanan penduduk adalah suplai air bersih kepada wilayah-wilayah krisis air atau bencana lainnya.

Strategi kedua dalam aspek sosial adalah pengembangan kelembagaan sektor air bersih. Strategi ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kelembagaan sektor air bersih, terkait dengan PDAM maupun eksternal dengan pihak lain, belum berjalan optimal menyelenggarakan pelayanan air bersih. Hal tersebut secara tidak langsung menempatkan sektor air bersih berjalan sendiri (status quo) dalam pembangunan sektor air bersih. Implikasinya, upaya-upaya menemukan struktur kelembagaan baru yang diyakini lebih efektif dan efisien tidak dapat direalisasi, dan senantiasa dapat melahirkan kebocoran (externality) yang merugikan salah satu pihak. Dengan strategi ini semua pihak (stakeholder) diharapkan dapat melihat secara obyektif faktor atau variabel yang mempengaruhi tingkat akses air bersih dan menemukan rumusan lembaga pengelolaan sektor air bersih yang lebih efisien dan sustainable.

Strategi pengembangan kelembagaan sektor air bersih mempunyai tiga sasaran. Pertama, membangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan sektor air bersih. Hubungan antara PDAM sebagai produsen dan pelanggan sebagai konsumen belum cukup untuk menggali potensi keuntungan-keuntungan dalam pembangunan sektor air bersih. Partisipasi masyarakat harusnya menyentuh sisi ilmiah dan akademis sehingga dapat mengidentifikasi karakteristik air bersih dari segala sudut pandang, dan melibatkan sektor-sektor yang profesional dibidangnya. Langkah operasional sasaran pertama ini diprioritaskan kepada pembentukan jaringan komunikasi antar stakeholder yang terlibat dalam pembangunan sektor air bersih, terutama dari unsur pemerintah, sektor swasta, masyarakat konsumen, lembaga swadaya masyarakat dan para peneliti. Jaringan tidak cukup hanya memfasilitasi pemecahan masalah, tetapi juga menjalankan komunikasi berkadar ilmiah tinggi yang kaya insentif bagi penemuan teknologi baru. Jaringan di tingkat internasional yang menangani sumberdaya air dan termasuk sektor air bersih adalah Global Water Parnership. Langkah berikutnya dapat melakukan berbagai kajian sehubungan perilaku konsumsi air bersih dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berbagai kaijian (World Bank, 1993; Jordan and Elnagheeb; 1993) memperlihatkan masyarakat dapat menampilkan tanggapan dan partisipasinya (willingness to pay) terhadap kemungkinan-kemungkinan perbaikan pelayanan maupun kualitas air PDAM. Kedua, sasaran mengembangkan kelembagaan ekonomi sektor air bersih yang efisien dan berkelanjutan. Seperti diketahui, keberadaan PDAM sebagai lembaga ekonomi pelaku air bersih sepenuhnya terkait dengan pemerintah kota atau kabupaten. Keadaan seperti ini dalam banyak hal berlawanan dengan economic of scale maupun efisiensi alokasi sumber-sumber air baku sehingga potensi benefit tidak terealisasi akibat dari struktur kelembagaan saat ini. Langkah operasional yang disarankan adalah merumuskan hubungan kelembagaan antar PDAM, dengan pemerintah dan sektor swasta yang menjamin efisiensi alokasi air baku dan operasi pelayanan pelanggan. Selanjutnya dapat ditetapkan pilihan-pilihan pengelolaan yang paling menguntungkan. Sebagai contoh, PDAM Surabaya, Gresik dan Sidoarjo

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 10 dari 16

Page 11: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

berpeluang memperoleh social benefit yang relatif besar seandainya berada dalam satu manajemen. Hal yang sama dapat dilakukan antara wilayah kota dan kabupaten, bahkan merger dalam satu eks karesidenan. Sektor air bersih di Malaysia dapat dijadikan acuan, dimana mereka hanya memiliki 18 institusi pengelolaan. Jauh lebih efisien dibanding 307 PDAM yang ada di Indonesia, atau 37 PDAM di Jawa Timur.. Langkah operasional berikutnya adalah membangun mekanisme kelembagaan yang mendukung otoritas dan kemandirian PDAM terhadap pembinaan berlebihan secara fungsional oleh Pemda dan secara teknis oleh Dirjen Cipta Karya. Sasaran mengembangkan kelembagaan ekonomi yang sustainable dapat diimplementasikan dengan memasukkan peubah-peubah lingkungan di dalam standar evaluasi kinerja PDAM, misalnya menerapkan ISO 14000. Dengan demikian, seluruh proses produksi, distribusi air bersih dan lingkungan sekitarnya terlindungi oleh standar kualitas yang tinggi. Ketiga, mengembangkan kelembagaan hukum sektor air bersih. Perangkat hukum sektor air bersih tidak harus eksklusif tetapi dapat melekat dengan aturan hukum lingkungan, pidana atau perdata. Insentif berupa penghargaan perlu diberikan kepada stakeholder yang berjasa mengembangkan atau mendukung pembangunan sektor air bersih, dan sebaliknya sangsi diberikan kepada yang melanggar atau kontra-produktif dengan upaya-upaya peningkatan pelayanan air bersih.  

V. Aspek Ekonomi

Strategi dalam aspek ekonomi bertujuan membentuk lembaga ekonomi sektor air bersih yang sehat dan meningkatkan peran dan dampak sektor air bersih terhadap perekonomian wilayah. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni (i) peningkatan kinerja keuangan dan operasional dan (ii) peningkatan share dan dampak sektor air bersih dalam ekonomi wilayah. Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa kinerja keuangan sebagian besar PDAM, atau 29 dari 37 PDAM di Jawa Timur terutama tipe A dan B, dalam posisi merugi. Dalam posisi ini PDAM umumnya tidak punya pilihan untuk berinvestasi dan mengembangkan kegiatannya. Dengan strategi ini diharapkan PDAM sebagai lembaga ekonomi dapat menghasilkan surplus usaha, dan menempatkannya sebagai sektor usaha yang dapat menarik investasi, sehingga dapat mempercepat pencapaian tingkat pelayanan.

Strategi peningkatan kinerja keuangan dan operasional PDAM memuat dua sasaran. Pertama, peningkatan pendapatan PDAM. Output yang dihasilkan oleh sektor air bersih dapat dipisahkan dalam pendapatan air dan non air. Pendapatan air berasal dari rekening (tarif) air bulanan pelanggan, sedangkan pendapatan non air berupa beaya penyambungan (connection fee), tenaga listrik yang dihasilkan, sewa aset dan jasa-jasa lain. Langkah operasional meningkatkan pendapatan adalah dengan kebijakan harga (pricing policy) yang optimal pada seluruh jenis pendapatan tersebut. Pada wilayah dimana tingkat pelayanan masih rendah, terutama PDAM tipe A dan B, antara tarif air dan beaya penyambungan hendaknya diintegrasikan. Menurut Bappenas (1999), rata-rata beaya penyambungan PDAM (connection fee) tergolong relatif tinggi sehingga cukup signifikan menghalangi konsumsi air yang berkualitas. Beaya penyambungan tersebut

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 11 dari 16

Page 12: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

dapat diturunkan untuk meningkatkan tingkat pelayanan dan pendapatan air dalam bulan-bulan berikutnya. Langkah operasional berikutnya adalah meningkatkan tarif (harga) air. Rata-rata harga air di Indonesia adalah 484 rupiah per m3 (tahun 1994), setara 30 persen dibawah marginal cost (Bappenas 1999). Dalam rangka meningkatkan keragaan sektor air bersih, harga air perlu dinaikkan sebesar 3 dan 2 persen per tahun masing-masing bagi PDAM besar dan kecil. Berdasarkan skenario Bappenas tersebut, harga air sebesar 650 rupiah per m3 pada tahun 1995 naik menjadi masing-masing 950 dan 800 rupiah per m3 pada PDAM besar dan kecil pada tahun 2008. Sementara itu upaya meningkatkan pendapatan air dapat juga dilakukan dengan mendiskriminasi tarif air terutama di dalam kelompok konsumen. Diskriminasi tarif di antara kelompok konsumen, seperti rumah tangga, industri, jasa, atau pemerintahan, umumnya telah dilakukan oleh sebagian besar PDAM. Sedangkan diskriminasi di dalam kelompok konsumen, misalnya rumah tangga di pusat kota dan di pinggiran atau kampung, belum dilakukan oleh hampir seluruh PDAM kabupaten dan sebagian PDAM kota atau PDAM tipe A dan B.

Kedua, meningkatkan efisiensi dan keuntungan PDAM. Tingkat efisiensi produksi air bersih di Jawa Timur baru mencapai 60 persen dari kapasitas terpasang (BPS, 1998). Tingkat inefisiensi PDAM yang menonjol adalah kebocoran air yang melebihi angka (yang disarankan) 20 persen. Kebocoran PDAM Surabaya pada tahun 1999 sebesar 38 persen mengakibatkan hilangnya pendapatan (dan sekaligus keuntungan) sebesar 77 juta rupiah per hari, atau 28 miliar rupiah setahun. Langkah operasional yang mendesak adalah memperbaiki sistem distribusi untuk menekan kebocoran air tersebut. Investasi dalam kegiatan tersebut mutlak dilakukan setiap periode untuk memelihara hubungan dengan atau menambah konsumen. Langkah operasional lainnya adalah investasi dalam sumberdaya manusia sektor air bersih dan meningkatkan kinerja mutu dan pelayanan. Upaya lain yang bersifat struktural adalah penghapusan hutang-hutang yang tidak mungkin terbayarkan terutama pada PDAM-PDAM tipe A.

Strategi kedua dalam aspek ekonomi adalah peningkatan share dan dampak sektor air bersih terhadap PDRB wilayah Jawa Timur. Share sektor air bersih dalam PDRB pada tahun 1999 adalah relatif kecil, yakni 0.17 persen, atau dalam nilai absolut sebesar 254 miliar rupiah. Rendahnya nilai tambah tersebut menunjukkan masih sangat diperlukan upaya pengembangan atau injeksi investasi dalam pembangunan sektor air bersih. Dengan strategi tersebut diharapkan sektor air bersih meningkat peran ekonominya dan memberikan dampak yang lebih luas kepada sektor-sektor ekonomi lainnya.

Strategi secara keseluruhan memuat dua sasaran. Pertama, mempertahankan dan meningkatkan share relatif sektor air bersih di atas 0.17 persen. Sasaran ini memuat komitmen kuat di dalam rangka pembangunan sektor air bersih secara berkesinambungan. Tujuannya bukan untuk mencapai angka share setinggi-tingginya, tetapi memandu seluruh stakeholder untuk konsisten dan bertahap memperoleh kemajuan diseuaikan dengan karakteristik pelayanan air bersih wilayah. Dengan demikian, model pembangunan sektor air bersih di kabupaten Magetan (dengan share relatif 0.336 persen) atau kabupaten Malang (0.177 persen) lebih relevan dipakai sebagai model Jawa Timur dibanding keadaan di kota Malang (0.884 persen) atau Surabaya (0.598). Langkah operasional

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 12 dari 16

Page 13: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

mencapai sasaran tersebut pada dasarnya adalah meningkatkan permintaan air bersih pada tingkat pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dapat diintegrasikan di dalam pembangunan perkotaan atau sektoral seperti diuraikan sebelumnya. Permintaan akhir terhadap sektor air bersih dapat ditingkatkan oleh komponen investasi, khususnya yang ditanamkan untuk memperoleh economic of scale perusahaan. Kedua, meningkatkan aktifitas ekonomi wilayah yang terkait dengan sektor air bersih. Sasaran ini dapat dicapai dengan peningkatan akitifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang, ke depan, dan pembangunan sektor lain yang relevan. Aktifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang meliputi seluruh sektor yang menyediakan bahan baku dan berperan dalam produksi air bersih, misalnya mencari sumber-sumber air baku dan pemeliharaan kualitas dan kuantitas air baku. Aktifitas ekonomi dalam kaitan ke depan meliputi seluruh sektor yang menggunakan air bersih dan output lain sektor air bersih—khususnya sektor jasa. Salah satu langkah yang disarankan adalah perbaikan manajemen pemasaran agar menjadi lebih agresif menjual output air dan non air di dalam sektor air bersih. Sementara itu langkah operasional yang relevan adalah peningkatan pembangunan infrastruktur. Menurut Bank Dunia (1993), infrastruktur listrik sangat signifikan mendorong pengembangan sektor air bersih. Lebih jauh, kemajuan pembangunan secara umum, atau dinyatakan dengan peningkatan pendapatan secara signifikan meningkatkan peluang memilih sumber air bersih.  

VI. Aspek Lingkungan

Strategi dalam aspek lingkungan bertujuan mendukung terselenggaranya alokasi air baku dan pelayanan air bersih yang optimal dan memenuhi kaidah-kaidah konservasi dan daya dukung lingkungan. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni (i) peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih dan (ii) peningkatan daya dukung lingkungan sumberdaya air. Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa secara umum tingkat konsumsi air bersih per kapita (rumah tangga pelanggan PDAM) belum memenuhi standar kuantitas WHO sebesar 150 liter per hari, yakni mencapai 37.1 m3 per orang atau setara dengan 101.64 liter per hari. Demikian pula ditemukan gejala atau kecenderungan penurunan kuantitas air bersih per pelanggan. Di sisi lain sebagian besar, atau 50 persen penduduk mengkonsumsi air bersih dari sumur yang diragukan terjamin kualitasnya. Dengan strategi ini diharapkan pelayanan air bersih yang memenuhi syarat-syarat kesehatan dan kuantitasnya bagi sebanyak-banyaknya penduduk dapat segera direalisasikan, dan sekaligus mencerminkan alokasi air baku (air sumur atau sumber lain) secara terukur dan bertanggungjawab.

Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih memiliki dua sasaran. Pertama, pengembangan sumber-sumber air baku baru. Secara umum kapasitas produksi air bersih berdasarkan sumber-sumber air baku yang ada tidak akan cukup memenuhi permintaan air bersih pada masa mendatang. Oleh karena itu langkah operasional terencana dan terpadu dalam jangka panjang khususnya di sekitar Surabaya tidak dapat dikerjakan oleh sektor air bersih sendiri. Beruntung, sistem penyediaan dan upaya peningkatan air baku di wilayah tersebut telah terkoordinasi di dalam perencanaan pengelolaan DAS Brantas oleh Perum Jasa Tirta. Sistem

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 13 dari 16

Page 14: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

pengelolaan DAS Brantas telah mampu memanfaatkan air baku sekitar 50 persen dari kapasitas maksimumnya, termasuk paling efisien di Indonesia. Lebih jauh, kerangka antisipasi pembangunan sektor air bersih di Surabaya (Gambar 2) berada dalam skema pembangunan perkotaan Gerbang Kertasusila (SUDP 2000). Kebijakan strategis telah disiapkan hingga tahun 2018, yakni menambah air baku sejumlah 137 juta m3 per tahun (setara 4.4 m3 per detik, hingga tahun 2006) dan 210 juta m3 per tahun (setara 6.7 m3

per detik, hingga tahun 2018). Tambahan air baku dalam jangka pendek dan menengah berasal dari Waduk Beng (Jombang) tahun 2005 senilai 133 juta dolar, sumber air Umbulan (Pasuruan) (segera direalisasikan sesudah gagal pada tahun 1999) senilai 86 juta dolar, dan waduk Kedung Warak (Jombang) tahun 2015 yang investasinya belum diskedul. Namun demikian, bagi PDAM lainnya sesuai dengan kemampuan sendiri dan karakteristik sumber air baku di wilayah masing-masing, dapat juga melakukan hal sama dengan skala yang lebih kecil. Investasi dan kegiatan tersebut harus senantiasa ada dalam misi PDAM. Kedua, pemeliharaan kualitas air baku. PDAM yang menggunakan air baku dari sumur dalam atau mata air relatif tidak bermasalah dalam memelihara kualitas air, yakni cukup dengan sistem injeksi desinfektan kaporit sejumlah 0.2 hingga 0.4 mg per liter di dalam sistem pengolahan air yang relatif sederhana. Sedangkan PDAM yang menggunakan bahan baku air permukaan, oleh karena keadaannya relatif terbuka terhadap gangguan sifat-sifat kimia, fisika dan biologi air, memerlukan proses pengolahan yang canggih dan rumit—meliputi sedimentasi awal, aerator (proses oksidasi), flokulasi, sedimentasi akhir, dan penyaringan—untuk memperbaiki kualitas air. Langkah operasional yang perlu segera diberlakukan adalah menerapkan sistem monitoring dini kualitas air. Hal ini relevan pada PDAM Surabaya karena relatif sering menghadapi penurunan kualitas air bersih yang tidak terduga pada musim kemarau. Di sisi lain, perbaikan teknologi pengolahan perlu diupayakan terus menerus selain alasan efisiensi.

Strategi kedua dalam aspek lingkungan adalah peningkatan daya dukung lingkungan sumberdaya air. Strategi ini sekalipun tidak di bawah wewenang sektor air bersih namun menjadi relevan dikemukakan karena alasan keterkaitan ekologis dan dampak-dampaknya. Sumberdaya air adalah bagian dari sumberdaya alam dan lingkungan yang harus dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya agar dapat mengalirkan manfaat sebagai air baku secara optimal dan berkelanjutan. Sejauh ini yang terkait dalam arti luas dengan pengelolaan air baku meliputi sektor-sektor kehutanan, pertambangan atau geologi, pekerjaan umum dan pemerintah daerah. Sektor kehutanan berwenang dalam perlindungan wilayah hutan serta sumberdaya tanah dan air di dalamnya, Direktorat Geologi memiliki otoritas dalam eksplorasi air bawah tanah, dan departemen PU berwenang mengelola air permukaan. Sementara itu, pengelolaan air permukaan di wilayah DAS Brantas telah diserahkan secara fungsional kepada institusi Perum Jasa Tirta. Sedangkan pemerintah daerah bergerak menjalankan kebijakan sektoral dan menerima umpan balik hasil pengelolaan air. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa mekanisme pengelolaan air baku relatif rumit dan berpeluang menimbulkan pelanggaran dalam alokasinya. Dengan melihat keadaan obyektif tersebut, strategi peningkatan daya dukung lingkungan sumberdaya air diharapkan dapat terkoordinasi sekaligus terfokus untuk menghasilkan keluaran air baku bagi kepentingan air bersih tanpa dikendalai penurunan daya dukung lingkungan.

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 14 dari 16

Page 15: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

Strategi peningkatan daya dukung lingkungan memiliki dua sasaran. Pertama, perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan sumberdaya air. Langkah operasional terpenting adalah menganalisis potensi dan panenan aktual air baku pada masing-masing wilayah. PDAM dapat menggunakan hasil-hasil analisis yang terkait dengan neraca air dari berbagai sumber atau berinisiatif untuk hal tersebut. Upaya selanjutnya adalah mengkoordinasikan seluruh stakeholder dalam wadah seperti diuraikan dalam strategi aspek sosial, untuk merumuskan plihan-pilihan perlindungan sumberdaya hutan, tanah dan air atau ekosistem yang terkait. Langkah lainnya adalah pendekatan material balance dengan menerapkan instrumen baku mutu lingkungan sumberdaya air. Kedua, mengendalikan alokasi air baku. Alokasi air baku yang tidak terukur dilakukan oleh rumah tangga dan jasa atau industri dalam bentuk air sumur, mata air, sumur dalam, atau air permukaan. Hal tersebut tidak dapat ditoleransi lagi pada wilayah-wilayah dengan daya dukung yang terbatas, misalnya Surabaya, karena mengakibatkan interusi air laut dan kemungkinan penurunan muka tanah (Bappeda Jatim-BPPT, 1995). Langkah operasional untuk sasaran ini adalah melakukan pembinaan dan penyuluhan lingkungan kepada masyarakat. Langkah berikutnya adalah menerapkan mekanisme hukum dengan insentif penghargaan atau sangsi bagi penyelamat atau pelanggar kaidah-kaidah lingkungan.

 

VII. Penutup

Strategi pengembangan sektor air bersih di Jawa Timur memerlukan integrasi dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Strategi tersebut diharapkan akan menghasilkan dampak positif dalam masing-masing aspek secara proporsional, berkelanjutan, dan membawa peningkatan kesejahteraan (social benefit). Pengembangan sektor air bersih di Jawa Timur agaknya terkonsentrasi pada pengembangan wilayah DAS Brantas, yakni untuk menyediakan air baku khususnya bagi penyediaan air bersih di wilayah hilir atau wilayah Gerbang Kertasusila

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 15 dari 16

Page 16: Strategi Sektor Pengembangan Air Bersih

Daftar Pustaka

Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Surabaya. 1999. Surabaya Urban Development Program Policy (SUDP) to 2018. Surabaya

Badan Perencana Pembangunan Daerah Jatim-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Bappeda Jatim-BPPT). 1995. Pengkajian Intrusi Air Laut di Basin/Akifer Surabaya. Bappeda Propinsi Jatim dan BPPT Bidang Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan 1994/1995. Surabaya

Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas). 1999. Urban Water Supply Sector Policy Framework. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 1998. Statistik Air Minum 1993-1997. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 1999. Statistik Air Minum Jatim 1998. Surabaya.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2001. Statistik Air Minum Jatim 1999. Surabaya.

Jordan, J. L. and A. H. Elnagheeb. 1993. Willingness to pay for improvements in drinking water quality. Water Resources Research 29(2): 237-245

Idelovitch, E. and K. Ringskog. 1995. Private Sector Participation in Water Supply and Sanitation in Latin America. Washington, DC: The World Bank

Keputusan Mendagri No 47 tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM

Keputusan Mendagri No 539/3518/PUOD) dan ditindak lanjuti dengan Gubernur Jatim (dengan surat No 690/13973/022/1998) tentang pembebasan PDAM terhadap kewajiban-kewajiban setor ke kas pemda

Moigne, G. Le., A. Subramanian, M. Xie, and S. Giltner. 1994. A Guide to the Formulation of Water Resources Strategy [Technical Paper No. 263]. Washington, DC: World Bank.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984 atau 27/KPTS/1984 tentang pembinaan PDAM. Jakarta

Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). 1999. Hasil Susenas 1999 Jawa Timur. Surabaya: BPS Jatim

United Nations. 1979. Guidelines for Rural Centre Planning: Rural water supply and sanitation. New York

World Bank. 1993. The demand for water in rural areas: determinants and policy implications. World Bank Research Observer. 8(1): 47-70.

/tt/file_convert/5695d1461a28ab9b0295d8f5/document.doc Halaman 16 dari 16