Strategi pengembangan sektor hortikultura

14
STRATEGI PENGEMBANGAN HORTIKULTURA NASIONAL Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) LPPM – Institut Pertanian Bogor www.pkht.or.id; email: [email protected] Nilai ekonomi Hortikultura Pada tahun 2013 ini, beberapa komoditas pertanian terutama komoditas hortikultura mengalami kenaikkan harga yang sangat tinggi. Sebagai contoh, pada beberapa saat yang lalu terjadi lonjakan harga cabai, harga bawang putih dan bawang merah. Naiknya harga cabai dan bawang putih ini bisa mencapai 100 persen. Kenaikkan harga ini dipicu oleh berbagai faktor dan salah satu faktor yang berpengaruh adalah jumlah pasokan kedua komoditas tersebut di pasar. Jumlah pasokan ini dapat dipengaruhi oleh jumlah produksi ditingkat produsen atau dalam hal ini petani. Pola konsumsi produk hortikultura masyarakat Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Komplementer dan Non Komplementer. Pola konsumsi komplementer yaitu apabila harga suatu komoditas tersebut mahal maka konsumsi terhadap produk tersebut akan digantikan dengan produk lain yang memiliki harga lebih murah. Contohnya buah apel dengan jeruk, apabila harga apel mahal maka konsumen dapat mengganti konsumsi apel menjadi konsumsi buah lain seperti jeruk yang memiliki harga lebih murah. Pola konsumsi non komplementer bertolak belakang dengan pola konsumsi komplementer. Pada pola konsumsi non komplementer, apabila harga komoditas tersebut harganya sangat mahal, komoditas tersebut akan tetap dikonsumsi. Kecenderungan komoditas tersebut dapat menyebabkan inflasi. Produk hortikultura 1

description

Strategi Pengembangan Hortikultura

Transcript of Strategi pengembangan sektor hortikultura

Page 1: Strategi pengembangan sektor hortikultura

STRATEGI PENGEMBANGAN HORTIKULTURA NASIONAL

Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT)LPPM – Institut Pertanian Bogor

www.pkht.or.id; email: [email protected]

Nilai ekonomi Hortikultura

Pada tahun 2013 ini, beberapa komoditas pertanian terutama komoditas hortikultura mengalami kenaikkan harga yang sangat tinggi. Sebagai contoh, pada beberapa saat yang lalu terjadi lonjakan harga cabai, harga bawang putih dan bawang merah. Naiknya harga cabai dan bawang putih ini bisa mencapai 100 persen. Kenaikkan harga ini dipicu oleh berbagai faktor dan salah satu faktor yang berpengaruh adalah jumlah pasokan kedua komoditas tersebut di pasar. Jumlah pasokan ini dapat dipengaruhi oleh jumlah produksi ditingkat produsen atau dalam hal ini petani.

Pola konsumsi produk hortikultura masyarakat Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Komplementer dan Non Komplementer. Pola konsumsi komplementer yaitu apabila harga suatu komoditas tersebut mahal maka konsumsi terhadap produk tersebut akan digantikan dengan produk lain yang memiliki harga lebih murah. Contohnya buah apel dengan jeruk, apabila harga apel mahal maka konsumen dapat mengganti konsumsi apel menjadi konsumsi buah lain seperti jeruk yang memiliki harga lebih murah. Pola konsumsi non komplementer bertolak belakang dengan pola konsumsi komplementer. Pada pola konsumsi non komplementer, apabila harga komoditas tersebut harganya sangat mahal, komoditas tersebut akan tetap dikonsumsi. Kecenderungan komoditas tersebut dapat menyebabkan inflasi. Produk hortikultura seperti cabai, bawang merah, bawang putih dan kentang masuk dalam kategori tersebut. Kenaikan harga komoditas tersebut dapat memicu terjadinya inflasi. Oleh karena itu komoditas seperti ini harus dianggap sebagai komoditas pokok.

Komoditas cabai merah merupakan salah satu komponen pembentuk inflasi pada kelompok volatile food. Kelompok volatile food merupakan kelompok komoditas yang memiliki fluktuasi harga yang tinggi. Kelompok ini menyumbang 16,06 persen terhadap komponen inflasi. Inflasi volatile food cenderung berada di atas inflasi inti karena perilaku konsumen yang tidak mudah melakukan substitusi komoditas volatile food. Permintaan produk volatile food cenderung inelastis, sehingga ketika terjadi kenaikkan harga, jumlah konsumsi tidak akan berkurang drastis. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan akan produk

1

Page 2: Strategi pengembangan sektor hortikultura

volatile food harus selalu tersedia. Sementara itu masih terdapat kendala dari sisi pasokan, permasalahan tata niaga, dan distribusi yang menyebabkan pasokan terhambat. Terhambatnya pasokan ini dapat memicu kenaikkan harga sehingga dapat menimbulkan inflasi. Di antara komoditas cabai, cabai merah besar merupakan komoditas yang memiliki bobot pengaruh terhadap pembentukan inflasi paling besar yaitu 0,41 persen, sedangkan cabai rawit dan cabai hijau berturut-turut hanya 0,11 persen dan 0,03 persen. Harga cabai merah memiliki fluktuasi yang sangat tinggi sehingga rentan sebagai sumber pembentukan inflasi.

Trend perkembangan impor hortikultura dari tahun 2003 sampai dengan 2011 menunjukkan trend yang positif. Nilainya cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini nilai impor buah, sayur dan produk olahannya menempati urutan pertama dari nilai impor produk pangan yaitu sebesar 17,61 triliun rupiah. Nilai impor produk hortikultura ini sudah lebih tinggi dari nilai impor gandum 17,02 triliun, beras Rp 10,6 triliun, jagung Rp 8,61 triliun, dan kedelai Rp 9,38 triliun. Tingginya nilai impor produk hortikultura baik segar maupun olahan menunjukkan kebutuhan akan produk hortikultura masih sangat besar.

Gambar 1. Nilai impor produk pangan nasional pada tahun 2011 (kiri) dan trend perkembangan impor produk hortikultura tahun 2006-2011 (kanan)

Peningkatan impor hortikultura ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu peningkatan populasi, peningkatan pendapatan perkapita, dan perubahan pola preferensi. Peningkatan populasi akan mendorong peningkatan kebutuhan terhadap pangan. Laju peningkatan populasi berarti membutuhkan tambahan

2

Page 3: Strategi pengembangan sektor hortikultura

produk hortikultura. Pendapatan perkapita masyarakat Indonesia telah mencapai lebih dari 3600 US$. Peningkatan pendapatan perkapita dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli akan meningkatkan permintaan terhadap pangan. Pendapatan perkapita Indonesia berdampak pada perubahan pola konsumsi masyarakat dan memicu peningkatan konsumsi sayur dan buah. Sayangnya, peningkatan permintaan konsumsi sayur dan buah nasional belum dapat diimbangi oleh penyediaan produksi domestik sehingga harus dipenuhi dari impor. Selain itu impor produk hortikultura juga disebabkan karena tekanan dari kelompok masyarakat middle up yang menginginkan adanya suatu standar kualitas pada produk yang dibutuhkannya. Produk impor umumnya terlihat lebih menarik dari segi penampilan dan kemasan sehingga disukai oleh kelompok masyarakat menengah atas.

Peran Sektor Hortikukltura

Dibandingkan dengan tanaman pangan dan perkebunan, pengembangan hortikultura lebih berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Komoditas pangan berperan dalam menjaga kestabilan dan keamanan pangan nasional, sedangkan komoditas perkebunan berperan besar dalam menghasilkan devisa bagi negara. Hal ini mengingat bahwa petani Indonesia secara individu hanya mengusahakan lahan yang relatif kecil. Bila dilihat dari rasio luas lahan terhadap potensi pendapatan (GDP) maka sub sektor hortikultura mempunyai rasio tertinggi yaitu 8,0 yang diikuti sub sektor perkebunan 2,3 dan sub sektor pangan 0,9. Luas lahan yang digunakan untuk komoditas pangan adalah sebesar 17,1 juta Ha menyumbang pendapatan negara (GDP) sebesar 15,4 persen; sub sektor perkebunan dengan pengusahaan lahan mencapai luas 15,2 juta Ha mampu menghasilkan GDP sebesar 35 persen; sedangkan sub sektor hortikultura dengan pengusahaan lahan hanya sebesar 1,8 juta Ha mampu menghasilkan GDP sebesar 14 persen.

Peningkatan luas pengusahaan hortikultura dapat meningkatkan pendapatan negara (GDP) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lebih baik bila dibandingkan dengan pengusahaan komoditas pangan dan perkebunan pada skala luasan yang sama. Usahatani pada sub sektor hortikultura juga mendatangkan keuntungan bagi rumah tangga tani. Pendapatan perluas area hortikultura paling tinggi diantara sub sektor lain (sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan). Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun pengusahaan hortikultura lebih menguntungkan daripada tanaman pangan. Di

3

Page 4: Strategi pengembangan sektor hortikultura

Korea misalnya, pendapatan perluas lahan dari pengusahaan hortikuktura bisa mencapai 1200% dari usaha penanaman padi.

Gambar 2. Luas lahan produksi dan sumbangan sub sektor hortikultura terhadap GDP Nasional dibandingkan sub sektor tanaman pangan dan perkebunan pada tahun 2011

Sub sektor hortikultura memiliki peran yang sangat besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja pada sub sektor hortikultura mencapai 34 persen dari total rumah tangga tani. Hal tersebut menunjukkan bahwa sub sektor hortikultura masih banyak diminati oleh masyarakat dan dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian rumah tangga tani. Sub sektor hortikultura sebagai sektor yang diminati masyarakat, dapat dilihat dari komposisi tenaga kerja yang terlibat dalam menjalankan usaha tani hortikultura. Berbeda dengan pertanian sub sektor pangan yang sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat, sub sektor hortikultura justru semakin ramai digeluti masyarakat. Tidak hanya oleh golongan tua, bahkan banyak generasi muda yang terjun langsung dan menjadi pionir-pionir dalam sistem agribisnis hortikultura.

Hortikultura merupakan pangan masa depan karena dipercaya lebih menyehatkan. Buah dan sayur adalah sumber mineral dan vitamin yang akan mengurangi konsumsi pangan karbohidrat. Pada tahun 2050, jumlah populasi penduduk dunia mencapai 9 miliyar jiwa atau 34 persen lebih banyak dari saat ini dan penduduk Indonesia akan mencapai 350 juta jiwa. Pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat akan mendorong terjadinya urbanisasi. Adanya urbanisasi menyebabkan penduduk dunia sebesar 70 persen menjadi warga urban atau 21 persen lebih banyak dari posisi saat ini yang mencapai 49 persen. Selanjutnya,

4

Page 5: Strategi pengembangan sektor hortikultura

urbanisasi ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan gaya hidup yang semakin urban dan peningkatan pendapatan akan menyebabkan kebutuhan produk hortikultura menjadi semakin banyak baik dalam hal volume, variasi/jenis dan kualitas. Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan harus diiringi dengan peningkatan produksi pangan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dunia, produksi pangan harus meningkat setidaknya 70 persen, belum termasuk yang digunakan untuk biofuel. Produksi sereal juga harus meningkat hingga 3 miliyar ton dari 2,1 miliyar ton pada saat ini. Di negara dimana beras adalah pangan utama, peningkatan pendapatan akan menurunkan konsumsi beras perkapita. Penurunan konsumsi beras ini dikarenakan konsumsi beras tergantikan oleh konsumsi sayur, buah, daging, telur, dan ikan dengan proporsi tiga kali lebih besar karena nilai kalorinya rendah.

Gambar 3. Pola konsumsi pangan masyarakat di negara sedang berkembang (Indonesia), negara berkembang (Malaysia) dan negara maju (Jepang)

Tantangan Pengembangan Sektor Hortikultura

Pengembangan hortikultura menghadapi beberapa tantangan seperti masih kecilnya luas areal penanaman, skala usaha relatif kecil, anomali iklim, dan pasar. Luas penanaman hortikultura di Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan China, sehingga potensi ketergantungan Indonesia terhadap produk impor sangat besar. Luas penguahaan buah di China mencapai 11,53 juta Ha sedangkan di Indonesia baru 800 ribu Ha. Untuk luas produksi

5

Page 6: Strategi pengembangan sektor hortikultura

sayuran di China mencapai 18,2 juta Ha sedangkan di Indonesia hanya 1,02 juta Ha. Dengan jumlah penduduk seperlima dari China, Indonesia setidaknya harus memiliki luas lahan untuk buah dan sayur minimal seperlima dari luas lahan yang diusahakan di China, yaitu sekitar 2,3 juta Ha untuk buah dan 3,6 juta Ha untuk sayuran. Oleh karena itu, untuk menghilangkan ketergantungan Indonesia terhadap impor dibutuhkan perluasan penanaman 3,2 kali untuk tanaman sayuran dan 2,6 kali untuk tanaman buah dibandingkan luasan sekarang.

Skala usaha petani hortikultura di Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan negara lain. Rata-rata luas lahan untuk pengusahaan buah di Indonesia adalah 32 m2 per kapita sedangkan untuk sayuran adalah 41,1 m2 per kapita. Dibandingkan dengan China, luas lahan untuk usaha tani hortikultiura ini masih kalah jauh yaitu 82,9 m2 per kapita untuk buah dan 131,0 m2 per kapita untuk sayuran. Tidak hanya untuk hortikultura, pengusahaan lahan untuk pertanian atau pangan di Indonesia memang masih relatif kecil dibandingkan negara-negara lain. Di Indonesia, luas rata-rata lahan yang digunakan untuk produksi pangan adalah sebesar 451,1 m2 per kapita, masih kalah dengan Vietnam yang meskipun baru mengembangkan pertanian tetapi pengusahaan lahan pertaniannya saat ini mencapai 2 kali lipat dari Indonesia, yaitu seluas 959,9 m2 per kapita. Luas lahan untuk pangan di Indonesia akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand 5225,9 m2 per kapita; USA 6147,6 m2 per kapita; Argentina 9089,9 m2 per kapita; Canada 14.865,6 m2 per kapita; dan Australia 26.264,3 m2 per kapita.

Gambar 4. Perbandingan luas lahan produksi sayur dan buah di China dan di Indonesia : luas lahan total (kiri) dan luas lahan per kapita (kanan)

6

Page 7: Strategi pengembangan sektor hortikultura

Tabel 1. Perbandingan penggunaan lahan untuk pertanian di Indonesia dan beberapa negara lain di dunia

Skala usaha petani Indonesia yang relatif kecil menyebabkan biaya produksi tidak efisien. Hal ini berimbas pada harga jual produk yang dihasilkan menjadi lebih mahal dari pasar internasional. Oleh karena itu beberapa produk lokal memiliki harga yang lebih mahal daripada produk impor. Selain aspek skala usaha, tingginya biaya produksi usahatani hortikultura Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang diluar kendali manusia adalah faktor iklim. Anomali iklim dan peningkatan suhu menyebabkan cekaman biotik dan abiotik meningkat. Akibatnya beberapa tanaman yang tidak adaptif tidak dapat tumbuh dengan baik.

Tantangan dalam pasar hortikultura sangatlah besar. Pasar ekspor di dunia berusaha melindungi pasar domestik baik secara ekonomi maupun teknis, melalui aturan non ekonomi yang dikenal dengan hambatan teknis perdagangan (Technical Barrier to Trade/TBT) termasuk China dan Negara ASEAN lainnya. Selain itu, CAFTA akan diberlakukan mulai 2015. Pemberlakuan CAFTA ini akan berdampak semakin banyaknya produk impor yang dapat masuk ke Indonesia. Jika produsen lokal di Indonesia tidak mampu bersaing dengan produsen luar negeri maka produk impor akan semakin banyak.

7

Page 8: Strategi pengembangan sektor hortikultura

Gambar 5. Perbandingan harga produk hortikultura di pasar dunia dan di pasar domestik selama tahun 2010 - 2012

Strategi Pengembangan Hortikultura Indonesia

Tantangan yang besar dalam pengembangan hortikultura harus dihadapi dengan strategi yang tepat. Strategi pengembangan hortikultura tidak hanya difokuskan kepada aspek produksi saja tetapi harus mencakup segala aspek yang berkaitan. Adapun strategi pengembangan hortikultura nasional adalah sebagai berikut :

I. Peningkatan Volume dan Mutu ProduksiUpaya peningkatan produksi harus mencakup hal-hal berikut ini:

1. Perluasan areal tanamPerluasan areal tanam diperlukan terutama untuk sayuran dan buah-buahan. Perluasan areal penanaman sayur dari 1,2 juta hektar menjadi 3,84 juta hektar, dan buah dari 0,8 juta hektar menjadi 2,08 juta hektar. Perluasan penanaman dilakukan ke dataran rendah untuk sayur dan buah perdu, dan dataran tinggi untuk buah pohon, serta memanfaatkan potensi lahan sub optimal.

2. Peningkatan produktivitasUntuk mendapatkan pendapatan usahatani yang memadai dengan harga yang bersaing harus dilakukan peningkatan produksi dengan varietas unggul dan teknologi produksi yang efisien.

8

Page 9: Strategi pengembangan sektor hortikultura

3. Peningkatan kualitasPeningkatan kualitas dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu dan sertifikasi. Peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan tuntutan masyarakat semakin tinggi. Masyarakat menuntut mutu yang lebih tinggi, jaminan keamanan pangan dan ketelusuran berbasis sertifikat (GAP), serta pemenuhan SPS. Untuk peningkatan kualitas atau mutu tersebut memerlukan penerapan teknologi lapang, pasca panen, fasilitas produksi yang aman pangan, sertifikat kompetensi dan pencatatan.

4. Penguatan kelembagaanTantangan peningkatan efisiensi produksi adalah kecilnya skala usaha. Pengembangan skala ekonomi dapat dilakukan dengan berbasis populasi tanaman (plant base). Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pengembangan skala ekonomi berbasis populasi tanaman (plant base) yaitu:a. Klonalisasi : Penggunaan benih unggul dan bermutu dari varietas

sama. Penggunaan benih unggul dan bermutu ini diharapkan mampu menciptakan produk yang bermutu. Produk yang bermutu yaitu produk yang seragam baik dari rasa, warna, ukuran, dan keragaan.

b. Kolonisasi : Penanaman berbasis kawasan yang memiliki kesamaan agroklimat dalam bentuk koloni yang memenuhi skala ekonomi.

c. Konsolidasi : Pengelolaan kebun buah dalam satu manajemen usaha dalam menerapkan SOP yang sama untuk varietas yang sama dalam satu kawasan.

II. Kebijakan dan RegulasiPeningkatan produksi tidak akan tercapai tanpa adanya dukungan kebijakan dan regulasi yang mendukung. Beberapa kebijakan dan regulasi yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan atas sistem perdagangan yang tidak sehat.2. Lembaga pemerintah penyangga supply dan harga.3. Dukungan permodalan bagi investor dalam negeri yang akan bergerak

di bidang hortikultura.4. Penguatan rantai pasokan (private sector patnership)5. Penguatan manajemen logistik nasional, melalui dukungan sarana,

prasarana, dan infrastruktur.6. Dukungan pembinaan dan pembiayaan sertifikasi.

9

Page 10: Strategi pengembangan sektor hortikultura

III. Persepsi dan promosiSelama ini hortikultura dianggap sebagai penunjang sistem ketahanan pangan, sehingga cenderung kurang diperhatikan dibandingkan dengan tanaman pangan. Persepsi ini harus diubah. Selama ini produk hortikultura nasional diadu apple to apple, bukan manggo to apple, sehingga perlu dilakukan promosi yang lebih gencar mengenai kelebihan buah tropika dibandingkan buah dan sayur impor.

IV. Penguatan risetSistem produksi makin rumit ditengah keterbatasan lahan dan anomali iklim. Beberapa bidang riset yang penting untuk dikembangkan adalah:

1. Konservasi dan karakterisasi SDG, didukung dengan bioteknologi untuk penyediaan sifat baru yang terkait adaptasi perubahan iklim.

2. Pengembangan varietas baru yang lebih produktif, mutu sesuai standard pasar, dan tahan cekaman biotik maupun abiotik.

3. Pengembangan teknologi produksi dan pasca panen yang lebih efisien dalam penggunaan input dan prosesnya.

4. Pengendalian hama terpadu.5. Mekanisasi dan infrastruktur pertanian.6. Peringatan dini tentang adanya anomali iklim.

V. Penguatan SDMSistem produksi hortikultura merupakan padat SDM dan melibatkan teknologi, sehingga penyediaan SDM kompeten sangat penting (Vokasi, Sarjana, Pascasarjana). Penyediaan SDM yang kompeten akan mempermudah dalam mengadopsi dan mengaplikasikan teknologi yang sudah ada maupun teknologi baru.

10