STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA...

28
STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS CABAI MERAH DI JAWA TENGAH 1 Business Partnership Strategy for Enhancing Competitiveness of Chili Agribusiness in Central Java Saptana 2) , Arief Daryanto 3) , Heny K. Daryanto 3) , dan Kuntjoro 3) 2) Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 3) Institut Pertanian Bogor, Jl. Dramaga, Bogor ABSTRACT The main objective of this study is to analyze partnership strategy to support red chili agribusiness on production central in wet low land area and dry high land area. Empirically there are two types of partnership general trade and contract farming with several variation. An example is the partnership developed by PT. Henz ABC that acts as the nucleus firm. The advantages of business partnership include more efficient in collecting and transportation activity, price is relatively stable in the contract system, support the farmers to produce high quality product, guarantee supply continuing for the nucleus firm. The development strategy of partnership business can be implementation by social process mature, base on high trust between agribusiness agent expected to improve red chili agribusiness competitiveness. Sources of competitiveness include planted area, expansion, increasing productivity, improving farming and marketing efficiency, and value added creation from all of activities in the agribusiness system. Key words : red chili, partnership, agribusiness, competitiveness. ABSTRAK Tujuan utama tulisan ini adalah mengkaji strategi kemitraan usaha guna meningkatkan daya saing agribisnis cabai merah pada daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah dan lahan kering dataran tinggi. Secara empiris terdapat dua pola kelembagaan kemitraan usaha pada komoditas cabai merah yaitu pola dagang umum dan kemitraan usaha (contrac farming) dengan berbagai variasinya, seperti yang dikembangkan PT. Henz ABC sebagai perusahaan mitra. Keunggulan pola kemitraan usaha antara lain adalah lebih efisiensi dalam pengumpulan dengan pengangkutan hasil, harga relatif lebih stabil karena harga ditetapkan dengan sistem kontrak, mampu mendorong petani untuk menghasilkan produk berkualitas, serta menjamin kontinuitas pasokan bagi perusahaan mitra. Srategi pengembangan kelembagaan kemitraan usaha harus dilakukan melalui proses sosial yang matang dengan dasar saling percaya mempercayai di antara pelaku agribisnis diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing agribisnis cabai merah secara berkelanjutan. Sumber-sumber pertumbuhan keunggulan kompetitif (daya saing) dapat dihasilkan melalui peningkatan luas areal tanam, peningkatan produktivitas dan 1 Makalah ini adalah bagian dari Disertasi yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi Komoditas Cabai Merah pada Sentra Produksi Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jawa Tengah”.

Transcript of STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA...

Page 1: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKAPENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS CABAI MERAH

DI JAWA TENGAH1

Business Partnership Strategy for Enhancing Competitiveness ofChili Agribusiness in Central Java

Saptana2), Arief Daryanto3), Heny K. Daryanto3), dan Kuntjoro3)

2) Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. A. Yani No. 70 Bogor 161613) Institut Pertanian Bogor, Jl. Dramaga, Bogor

ABSTRACT

The main objective of this study is to analyze partnership strategy to support redchili agribusiness on production central in wet low land area and dry high land area.Empirically there are two types of partnership general trade and contract farming withseveral variation. An example is the partnership developed by PT. Henz ABC that acts asthe nucleus firm. The advantages of business partnership include more efficient in collectingand transportation activity, price is relatively stable in the contract system, support thefarmers to produce high quality product, guarantee supply continuing for the nucleus firm.The development strategy of partnership business can be implementation by social processmature, base on high trust between agribusiness agent expected to improve red chiliagribusiness competitiveness. Sources of competitiveness include planted area, expansion,increasing productivity, improving farming and marketing efficiency, and value addedcreation from all of activities in the agribusiness system.

Key words : red chili, partnership, agribusiness, competitiveness.

ABSTRAK

Tujuan utama tulisan ini adalah mengkaji strategi kemitraan usaha gunameningkatkan daya saing agribisnis cabai merah pada daerah sentra produksi lahan sawahdataran rendah dan lahan kering dataran tinggi. Secara empiris terdapat dua polakelembagaan kemitraan usaha pada komoditas cabai merah yaitu pola dagang umum dankemitraan usaha (contrac farming) dengan berbagai variasinya, seperti yang dikembangkanPT. Henz ABC sebagai perusahaan mitra. Keunggulan pola kemitraan usaha antara lainadalah lebih efisiensi dalam pengumpulan dengan pengangkutan hasil, harga relatif lebihstabil karena harga ditetapkan dengan sistem kontrak, mampu mendorong petani untukmenghasilkan produk berkualitas, serta menjamin kontinuitas pasokan bagi perusahaanmitra. Srategi pengembangan kelembagaan kemitraan usaha harus dilakukan melaluiproses sosial yang matang dengan dasar saling percaya mempercayai di antara pelakuagribisnis diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing agribisnis cabai merahsecara berkelanjutan. Sumber-sumber pertumbuhan keunggulan kompetitif (daya saing)dapat dihasilkan melalui peningkatan luas areal tanam, peningkatan produktivitas dan

1 Makalah ini adalah bagian dari Disertasi yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi Komoditas CabaiMerah pada Sentra Produksi Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Provinsi Jawa Tengah”.

Page 2: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

219

efisiensi usaha tani, peningkatan efisiensi pada seluruh jaringan agribisnis, dan penciptaannilai tambah pada seluruh jaringan agribisnis.

Kata kunci : cabai merah, kemitraan usaha, agribisnis, berdaya saing.

PENDAHULUAN

Dewasa ini petani cabai merah menghadapi masalah-masalah yangkomplek, baik masalah yang sifatnya internal maupun eksternal. Permasalahaninternal antara lain adalah masalah makin sempitnya penguasaan lahan pertanian,kurang ketersediaan dan akses terhadap teknologi, serta kurang ketersediaan danakses terhadap permodalan. Permasalahan eksternal mencakup masalahperubahan iklim dan cuaca, serangan hama dan penyakit tanaman, serta masalahfluktuasi harga yang tajam. Permasalahan tersebut dapat menimbulkan risiko danketidak pastian bagi petani, baik yang sifatnya risiko produksi maupun risiko harga.Hal tersebut menuntut adanya perubahan strategi pemasaran yang dilakukanpetani. Salah satu strategi pemasaran yang dipandang dapat meningkatkan dayasaing agribisnis cabai merah adalah melalui kemitraan usaha.

Kebijakan pengembangan komoditas cabai merah di Indonesia telahberhasil mendorong terjadinya peningkatan produksi baik di daerah sentraproduksi maupun daerah pertumbuhan baru. Namun demikian peningkatanproduksi tersebut masih relatif lambat dan belum stabil, serta belum searahdengan dinamika permintaan pasar terutama untuk industri pengolahan dan supermarket/hipermarket. Hal ini menunjukkan bahwa sudah selayaknya dilakukanreorientasi kebijakan dari pendekatan pengembangan komoditas ke arahpengembangan produk cabai merah, dari koordinasi yang dilakukan melaluimekanisme pasar di mana transmisi harga bersifat asimetrik ke arah koordinasiproses (antar pelaku) dan produk melalui kemitraan usaha agribisnis.

Komoditas cabai merah secara intrinsik memiliki sifat cepat busuk, rusak,dan susut besar merupakan masalah yang dapat menimbulkan risiko produksimaupun risiko harga. Permasalahan pokok pengembangan agribisnis cabai merahadalah belum terwujudnya ragam, kualitas, kesinambungan pasokan, dankuantitas yang sesuai dengan permintaan pasar. Permasalahan tersebut nampaknyata pada produk cabai merah untuk tujuan pasar super market/hiper market,industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit), danterlebih untuk tujuan pasar ekspor. Permasalahan tersebut disebabkan olehkurangnya penguasaan teknologi (teknologi pembibitan, budi daya, serta panendan penanganan pasca panen), sistem usaha tani cabai merah yang masihsporadis sehingga produksi tersebar dengan mutu yang beragam, serta lemahnyakoordinasi antar pelaku agribisnis menyebabkan struktur jaringan agribisnis cabaimerah yang terbangun kurang kukuh. Konsekuensinya adalah komoditas cabaimerah sebagai salah satu komoditas sumber pertumbuhan baru dalampembangunan pertanian belum dapat dimaksimalkan, kesempatan kerja danpeluang berusaha yang tercipta masih terbatas, bernilai tambah rendah, serta

Page 3: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

220

kurang memiliki daya saing di pasar. Salah satu jawaban dari permasalahantersebut adalah pentingnya membangun strategi kemitraan usaha yang dapatmeningkatkan daya saing secara berkelanjutan.

Berikut diuraikan konsepsi kemitraan usaha dan urgensinya bagipengembangan agribisnis cabai merah, tipe-tipe kemitraan usaha dan implemen-tasinya pada kemitraan usaha agribisnis cabai merah, dan simpul-simpul kritispengembangan kelembagaan kemitraan usaha agribisnis cabai merah yangmampu meningkatkan daya saing secara berkelanjutan.

METODOLOGI

Tulisan ini merupakan bagian Disertasi yang berjudul “Analisis EfisiensiProduksi Komoditas Cabai Merah Pada Sentra Produksi Dataran Rendah danDataran Tinggi di Provinsi Jawa Tengah”. Penelitian dilakukan pada bulanFebruari-April 2009. Lokasi yang dapat memberikan kelengkapan data daninformasi yang dibutuhkan tentang efisiensi produksi komoditas cabai merah baikmenurut agroekologi maupun kelembagaan kemitraan usaha di Provinsi JawaTengah, yaitu : di Kabupaten Brebes dan Klaten untuk mewakili daerah sentraproduksi utama cabai merah dataran rendah serta Kabupaten Boyolali danPurbalingga untuk mewakili daerah sentra produksi utama cabai merah datarantinggi.

Alasan pemilihan lokasi di Provinsi Jawa Tengah antara lain adalah: (1)merupakan daerah sentra produksi utama cabai merah; (2) merupakan wilayahpengembangan utama cabai merah; (3) mewakili daerah sentra produksi denganrata-rata tingkat produktivitas rendah hingga moderat; (4) terdapat daerah sentraproduksi cabai merah baik dataran rendah maupun dataran tinggi; (5) memilikikeragaman produktivitas yang sangat tinggi, sehingga terdapat peluangpeningkatan produktivitas cabai merah; (6) terdapat berbagai kelembagaankemitraan usaha, yang antara lain adalah antara PT. Heinz ABC dengan kelompoktani/petani.

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Dataprimer dikumpulkan untuk kelembagaan kemitraan usaha cabai merah melaluistudi kasus di daerah sentra produksi di Kabupaten Brebes dan Klaten untukmewakili daerah sentra produksi cabai merah dataran rendah dan KabupatenBoyolali dan Purbalingga untuk mewakili daerah sentra produksi cabai merahdataran tinggi, dengan kuesioner terstruktur. Sumber data dan informasikelembagaan kemitraan usaha diperoleh melalui wawancara dengan DinasPertanian Provinsi dan Kabupaten terpilih, serta melalui wawancara denganberbagai pelaku kemitraan usaha cabai (Petani Mitra, Kelompok Tani Mitra, PT.ABC, Pedagang/Pelaku Tataniaga, Suplier, Grower, dll).

Page 4: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

221

Metode Pengambilan Contoh

Dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini terutama dalamkelembagaan kemitraan usaha mempertimbangkan keragaman tipe-tipe ataubentuk-bentuk kelembagaan kemitraan usaha cabai merah yang ada di lokasipeneltian. Sehingga kasus kelembagaan kemitraan usaha yang diambil dapatmerepresentasikan kinerja kemitraan usaha yang ada di masing-masing lokasipenelitian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai denganberbagai pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan usaha cabai merah,antara lain : (a) Petani Mitra; (b) Kelompok/Gapoktan/Paguyupan Kelompok Tani;(c) Grower dan Supplier; (d) Perusahaan Mitra/Supervisor di lapangan; dan (e)Dinas Teknis Pertanian (PPL, KCD, BPP, Dinas Pertanian).

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis kelembagaan secara deskriptifkualitatif yang difokuskan pada pelaku yang terlibat, struktur kelembagaan, peranpelaku, pola interaksi, pola koordinasi, aturan-aturan main terutama pembagianhak dan kewajiban antar pihak, isi kontrak (MoU), serta informasi-informasi lainyang berkaitan.

TINJAUAN KONSEPTUAL KEMITRAAN USAHA

Salah satu teori yang sangat relefan untuk membahas kemitraan usahaadalah Agency Theory. Teori kemitraan (agency theory) adalah teori yangmenjelaskan hubungan-hubungan hierarkies atau pertukaran hak kepemilikan(property right) antar individu atau organisasi (Eggertsson, 1990; Nugroho, 2006).Teori Principal-Agents (P-A) memfokuskan pada kajian struktur preferensi, risikodan ketidakpastian, dan struktur informasi. Di samping itu, teori P-A memberikanperhatian yang besar pada bagimana membagi risiko (risk sharing), bentuk-bentukkontrak yang optimal, keseimbangan kesejahteraan antar pelaku, serta kinerjaekonomi yang dihasilkan. Lebih lanjut, teori kemitraan positif (Positive AgencyTheory) memberikan penekanan pada pengaruh adanya tambahan aspek padakontrak, teknologi pengawasan dan penjaminan kontrak, dan bentuk organisasiyang diperlukan.

Principal-Agent Relationship dapat didefinisikan sebagai hubungan dimana satu orang atau lebih sebagai pemberi kepercayaan disebut principal(s)mempengaruhi orang lain sebagai mitra yang menerima kepercayaan disebutagen(s) untuk melaksanakan beberapa tugas principal(s) melalui pendelegasian

Page 5: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

222

wewenang pengambilan keputusan kepada mitra yang dimaksud atau agent(s)(Jensen & Meckling, 1976; Nugroho, 2006).

Dalam banyak literatur tentang kemitraan usaha (contract farming), sangatdidominasi dengan pendekatan ekonomi biaya transaksi (transaction costseconomics/TCE), seperti yang dikemukakan Williamson (1985) yang diacu olehCatelo dan Costales (2009). Dalam TCE mengasumsikan bahwa kontrak dapatditegakkan dalam lembaga pengadilan (hukum) yang eksis dan ketersediaaninformasi yang cukup (Dixit, 1996). Dalam kenyataannya, kontrak selalu tidaklengkap karena dua alasan, yaitu : (1) adanya ketidak pastian (uncertainty); dan (2)kinerja kontrak khusus (particular contractual performance). Oleh karena itu, padaprakteknya sering terjadi adanya pelanggaran kontrak sehingga pihak pengadilan(hukum) harus menegakkan, namun sering kali gagal karena tidak lengkapnyainformasi.

Implikasi hubungan principal dan agent dalam teori kemitraan antara lainadalah : (a) munculnya biaya transaksi ekonomi atau transaction costekonomic/TCE (biaya koordinasi, biaya informasi, dan biaya strategi); (b)masalah-masalah ketidaksepadanan informasi (asymetric information) yangterkait dalam hubungan principal-agents; dan (c) masalah yang menyangkutpemindahan hak kepemilikan (transfer of rights).

Biaya transaksi adalah biaya yang muncul ketika individu-individumengadakan pertukaran hak-haknya dan saling ingin menegakkan hak eksklusifyang dimilikinya (Rodgers, 1994 dalam Nugroho, 2006). Komponen biayatransaksi mencakup biaya koordinasi, biaya informasi, dan biaya strategi. Biayakoordinasi (coordination cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk waktu,modal, dan personil yang diinvestasikan dalam melakukan negosiasi,pengawasan dan penegakan kesepakatan di antara pelaku. Sedangkan biayainformasi (information cost) adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk mencaridan mengorganisasi data, termasuk biaya atas kesalahan informasi sebagaiakibat kesenjangan pengetahuan tentang variabel waktu dan tempat serta ilmupengetahuan. Sementara itu, biaya strategi (strategic costs) adalah biaya yangdikeluarkan sebagai akibat informasi, kekuasaan, dan sumber daya lainnya yangtidak sepadan di antara pelaku, umumnya berupa biaya pengeluaran untukmembiayai aktivitas free riding, rent seeking dan corruption.

Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian disusunsebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kata “disusun” dalampasal tersebut mengisyaratkan perlunya peran aktif pemerintah dalammenjabarkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam amanat tersebut ke dalamnilai-nilai normatif-praktis yang sesuai. Salah satu instrumen untuk mewujudkanasas kebersamaan dan asas kekeluargaan dalam perekonomian nasional danimplementasinya dilapang adalah melalui kemitraan usaha.

Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa kemitraan usaha, terutamadalam dunia usaha adalah hubungan antar pelaku usaha yang didasarkan padaikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sinergis,yang hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game, tetapi positive-sum game atau win-win situation. Dengan perkataan lain, kemitraan usaha merupakan hubungan kerja

Page 6: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

223

sama antar usaha yang sejajar, dilandasi prinsip saling menunjang, dan salingmenghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) No.9 tahun 1995 kemitraan usahaadalah kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besaryang disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usahamenengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Bank Indonesia (2007) sepertidiungkapkan oleh Sayaka et al., (2008) telah mengembangkan ProgramPartnership Terpadu (PPT) yang merukakan program partnership antara UsahaBesar dan Usaha Kecil dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalamsuatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam Nota Kesepakatan.

Kemitraan Usaha Agribisnis adalah hubungan bisnis usaha pertanian yangmelibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu ataukelompok orang atau badan hukum di mana masing-masing pihak memperolehpenghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuanmenjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yangdilandasi rasa saling menguntungkan, memerlukan, dan saling melaksanakan etikabisnis (Suwandi, 1995). Dengan demikian tujuan kemitraan usaha agribisnis cabaimerah antara perusahaan mitra dengan petani mitra adalah peningkatan efisisensidan produktivitas disegala lini sub sistem agribisnis dan terciptanya nilai tambahekonomi yang merupakan kunci peningkatan daya saing agribisnis cabai merah.

Lahirnya konsep kemitraan usaha antara perusahaan pertanian (BUMN,swasta, koperasi) dengan pertanian rakyat (petani kecil) di Indonesia didasarkanatas dua argumen (Sinaga, 1987). Pertama, adanya perbedaan dalampenguasaan sumber daya (lahan dan kapital) antara masyarakat industrial diperkotaan (pengusaha) dengan masyarakat pertanian di perdesaan (petani). Dimana orang kota dikategorikan mempunyai modal dan pengetahuan, namunkurang dalam sumber daya lahan dan tenaga kerja, sedangkan di sisi lain orangdesa dikategorikan mempunyai lahan dan tenaga kerja, namun kurang modal dankemampuan manajerial (ketrampilan).

Kedua, adanya perbedaan sifat hubungan biaya per satuan output denganskala usaha pada masing-masing subsistem dari sistem agribisnis. Di dalamsubsistem usaha tani, skala kecil lebih efisien atau sama efisiennya dengan skalausaha besar, karena sifat hubungan biaya per satuan output dengan skala usahabersifat tetap (constant cost to scale). Dalam subsistem pemasaran, pengolahandan pengadaan saprodi, skala usaha besar lebih efisien dari pada skala kecil,karena sifat hubungan biaya per satuan output dengan skala usaha bersifatmenurun (decreasing cost to scale). Dari uraian tersebut memberikan gambaranpentingnya strategi kemitraan usaha dalam rangka peningkatan daya saingagribisnis cabai merah secara keseluruhan melaui peningkatan efisisiensi danpenciptaan nilai tambah.

Kemitraan usaha mendukung efisiensi ekonomi karena pihak-pihak yangbermitra masing-masing menawarkan sisi-sisi unggul yang dimilikinya. Melaluistrategi kemitraan usaha maka akan terbangun struktur agribisnis cabai merahyang kuat, karena adanya keterpaduan proses dan produk. Di samping itu, dapat

Page 7: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

224

menghindarkan diri dari kecenderungan monopoli. Struktur pasar monopoli akanmenyebabkan distorsi dalam pasar, sedangkan kemitraan usaha dapatmemperkuat mekanisme pasar, dengan sekaligus menghindari persaingan yangtidak sehat dan saling mematikan.

Urgensi kemitraan usaha dalam pembangunan pertanian sudah sejaklama disadari pakar ekonomi dan pemerintah selaku pengambil kebijakan, antaralain dapat ditelusuri beberapa kebijakan atau peraturan pemerintah tentangkemitraan usaha. Sejak pertengahan 1970-an hingga awal 1980-an telahdikeluarkan peraturan-peraturan tentang kemitraan usaha melalui polaPerusahaan Inti Rakyat (PIR), sehingga muncullah PIR-Perkebunan, PIR-Perunggasan, Tambak Inti Rakyat (TIR), Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).Sementara itu, untuk kelompok komoditas hortikultura (cabai merah) berkembangbelakangan, namun dengan perkembangan yang lebih dinamis dan intensif.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 1997 tentangKemitraan, secara prinsip kemitraan usaha tetap diarahkan dapat berlangsungatas dasar norma-norma ekonomi yang berlaku dalam keterkaitan usaha yangsaling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemudian ditindaklanjuti melaui SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang PedomanKemitraan Usaha Pertanian, dikatakan bahwa tujuan kemitraan usaha pertanianantara lain untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha,meningkatkan kualitas sumber daya petani mitra, peningkatan skala usaha, sertadalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompokmitra yang mandiri.

POLA-POLA KEMITRAAN USAHA PERTANIAN

Dapat dipahami apabila terdapat keraguan di antara sementara pihak yangberanggapan bahwa program kemitraan adalah program belas kasihan, yang lebihmerupakan kewajiban sosial dari pada tujuan ekonomi, yang cenderung mengarahkepada inefisiensi, dan karenanya tidak akan dapat tumbuh dan berkembangsebagaimana diharapkan. Secara empiris memang dijumpai adanya programkemitraan yang gagal karena pendekatannya yang keliru. Namun, tidak sedikitjuga program kemitraan yang telah berhasil. Hasil kajian di daerah sentra produksidi Jawa Tengah menunjukkan bahwa kemitraan usaha cabai merah pada lahankering dataran tinggi relatif lebih berhasil (Kasus di Kabupaten Boyolali danPurbalingga) dibandingkan pada daerah sentra produksi lahan sawah dataranrendah (Kasus di Kabupaten Boyolali dan Klaten). Sementara itu, perintisankemitraan usaha cabai merah di Kabupaten Brebes antara PT. Indofood FritolayMakmur dengan kelompok tani di Kecamatan Kersana tidak berlanjut.

Syarat bagi keberhasilan kemitraan usaha agribisnis cabai merah adalahadanya imbalan renumeratif yang saling menguntungkan ke dua belah pihak,adanya pembagian keuntungan yang adil dan dinamis. Adil, dalam arti kemitraanusaha yang dibangun tidak bias kepada salah satu pihak, misalnya pihak yangkuat (perusahaan mitra/inti), tetapi harus sesuai dengan kontribusi masing-masing

Page 8: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

225

pihak dalam bermitra. Dinamis, dalam arti tidak terpaku pada suatu keadaan,tetapi kemitraan usaha yang dibangun senantiasa berkembang secara dinamis,sehingga efektivitas, produktivitas, dan kualitas usaha senantiasa berkembangpula.

Menurut Eaton dan Shepherd (2001) dalam bukunya Contract Farming:Partnership for Growth, contract farming dapat dibagi menjadi lima tipe. Pertama,centralized model, yaitu model yang terkoordinasi secara vertikal, dimana sponsormembeli produk dari para petani termasuk petani cabai merah, kemudianmemprosesnya (menjadi sause) atau mengemasnya dan memasarkan produknya.Kedua, nucleus estate model, yaitu variasi dari model terpusat, dimana dalammodel ini sponsor dari proyek juga memiliki dan mengatur lahan pertanian yangbiasanya dekat dengan pabrik pengolahan. Dalam hal produk cabai model inidapat diketemukan pada hubungan antara petani bermitra dengan perusahaanpengolahan (PT. Henz ABC). Ketiga, multipartite model, yaitu biasanya melibatkanbadan hukum dan perusahaan swasta yang secara bersama berpartisipasibersama para petani (misalnya melibatkan Gapoktan/Kelompok Tani, Grower,pemasok saprodi, lembaga permodalan, supplier), model ini juga ditemukan padaagribisnis cabai merah. Keempat, informal model, yaitu model yang biasanyadiaplikasikan oleh wiraswasta perseorangan atau perusahaan kecil yang biasanyamembuat kontrak produksi informal dengan para petani berdasarkan musiman.Kelima, intermediary model, yaitu model yang biasanya diaplikasikan oleh mediasilembaga pemerintah atau lembaga non frofit dalam usaha pemberdayaanmasyarakat petani lainnya dengan melakukan mediasai dengan perusahaan mitra,fasilitasi dalam penyediaan dana, serta bimbingan dan penyuluhan, model ini tidakditemukan pada agribisnis cabai merah.

Dalam SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang PedomanKemitraan Usaha Pertanian tersebut dikemukakan pola-pola kemitraan usaha yangdapat dilaksanakan, antara lain: (1) Pola inti-plasma, (2) Pola kemitraan contractfarming; (3) Pola Kemitraan Sub-Kontrak, (4) Pola dagang umum, (5) Polakemitraan keagenan, dan (6) Kerja sama Operasional Agribisnis (KOA).

Pola Kemitraan Inti Plasma

Dalam model ini pengusaha–pengusaha besar, pengusaha industripengolahan hasil (misalnya PT Henz ABC, PT Indofood Fritolay Makmur, dll),pedagang besar/eksportir cabai merah (bertindak sebagai perusahaan mitra/inti)melakukan kemitraan dengan petani produsen (petani mitra/plasma), ataupunkelompok usaha agribisnis dengan membentuk kesepakatan harga dan kualitaspembelian produk. Kemitraan dilakukan dengan kelompok tani, sehingga kegiatanproduksi dapat dilakukan secara lebih terkoordinir dalam satu hamparan denganskala usaha gabungan minimum tertentu. Pada kasus kemitraan usaha agribiniscabai di Jawa Tengah skala gabungan minimum adalah 5 Ha. Perusahaanmitra/inti berkewajiban antara lain dalam: (a) Penyediaan dan penyiapan lahan,dalam kasus cabai merah di Jawa Tengah, hal ini bersifat optional dalammenyediakan dana untuk biaya pengolahan lahan, sedangkan lahan adalah milikpetani; (b) Penyediaan sarana produksi (benih unggul, pupuk, obat-obatan, serta

Page 9: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

226

mulsa), yang banyak dijumpai adalah perusahaan mitra menyediakan bibit cabaimerah unggul varietas hibrida, sedangkan sarana produksi lain sangat tergantungkebutuhan petani; (c) Pemberian bimbingan teknis budi daya dan pasca panen; (d)Pembiayaan (pengolahan lahan, pemanenan, dll); dan (e) Pemberian bantuan lain,seperti peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Sementara itu, petaniplasma melakukan budi daya sesuai anjuran serta menyerahkan hasil kepadaperusahaan mitra (inti) sesuai kesepakatan.

Model Contract Farming

Kontrak dapat didefinisikan sebagai perjanjian tertulis antara dua pihakatau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu yangdi dalamnya mengatur tugas, hak dan kewajiban pihak-pihak yang bersangkutanatau suatu persetujuan di mana tindakan dipertukarkan dengan konsiderasi yangsah. Persetujuan harus diadakan antara dua pihak yang berkepentingan (Muda,2003). Pada sebagian besar kontrak, pihak-pihak yang melakukan transaksimembuat kesepakatan sendiri. Namun demikian dalam kebanyakan yurisdiksi,pengadilan akan bersedia menegakkan kontrak jika pihak-pihak yang melakukankontrak telah menyepakati empat persyaratan dasar (Shippey, 2004): (1) Deskripsibarang dalam hal jenis, kuantitas, dan kualitas; (2) Waktu pengiriman (ketepatanwaktu pengiriman); (3) Harga (penetapan harga harus jelas); dan (4) Waktu dancara pembayaran. Kontrak dapat dibedakan : (1) Kontrak pesanan pembelian; (2)Kontrak penjualan kondisional; (3) Kontrak konsultasi; (4) Kontrak wakil penjualan;(5) Perjanjian franchise; (6) Perjanjian distribusi; (7) Perjanjian Konsinyasi; dan (8)Kontrak lisensi; serta (9) Kontrak hubungan kerja industrial-buruh.

Pada kegiatan usaha agribisnis contract farming nampaknya menjadialternatif yang menarik bagi perusahaan-perusahaan pengolahan. Contrat farmingadalah suatu cara mengatur produksi pertanian di mana petani-petani kecil atau“outgrowers” diberikan kontrak untuk menyediakan produk-produk pertanian bagisebuah perusahaan inti (sentral) sesuai dengan syarat-syarat yang telahditentukan dalam sebuah perjanjian (contract). Perusahaan inti yang membelihasil tersebut dapat menyediakan bimbingan teknis, manajerial, kredit saranaproduksi, serta menampung hasil dan melakukan pengolahan dan pemasaran.(Kirk, 1987 :46-47 dalam White, 1990).

Contract farming dapat dipilah menjadi tiga jenis contract farming menurutsampai sejauhmana “inti” melibatkan dirinya dalam keputusan-keputusan produksidi tingkat petani-petani “satelitnya”nya (White, 1990) : (1) Kontrak pemasaran(marketing contract). Di dalam kontrak pemasaran terkandung ketentuanbagaimana menentukan jenis dan atau jumlah produk pertanian (cabai merah)yang akan diserahkan, tetapi jarang menyebut kegiatan-kegiatan atau metode-metode khusus mana yang harus diikuti dalam proses produksi, juga tidakmengharuskan pihak inti (pengolah) untuk menyediakan masukan-masukantertentu. Model ini cukup banyak dijumpai pada agribisnis cabai merah di JawaTengah; (2) Kontrak produksi (production contract), yaitu perjanjian antara petanidan perusahaan (pengolah) yang menentukan jenis serta jumlah produk pertanian(cabai merah) yang akan dihasilkan, dan juga dapat menetapkan varietas bibit

Page 10: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

227

(pada kasus cabai merah : Varietas Biola, Hot Beuty, Hot Chili, Gada, Laras)kegiatan-kegiatan dalam proses produksi, serta masukan-masukan atau bantuanteknis mana yang harus disediakan oleh si pemberi kontrak, model ini juga cukupbanyak dijumpai pada agribisnis cabai merah di Jawa Tengah; dan (3) Integrasivertikal (vertical integration), di mana semua tahapan produksi dirangkul dalamsatu perusahaan, sedangkan pasar tidak berperan dalam pengkoordinasianberbagai tahapan produksi. Model terakhir ini tidak ditemukan pada agribisniscabai merah di Jawa Tengah.

Model Sub-Kontrak

Pola kemitraan sub-kontrak dapat diartikan sebagai hubungan kemitraanantar kelompok mitra dengan perusahaan mitra di mana kelompok mitramemproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagiandari produksinya. Pola ini banyak dijumpai pada produk industri, seperti industriautomotif di Jepang. Dalam model ini, Usaha Kecil (UK) memproduksi komponendan atau jasa yang merupakan bagian dari produksi Usaha Menengah (UM) atauUsaha Besar (UB). Model kemitraan ini menyerupai pola kemitraan contractfarming tetapi pada pola ini kelompok UK tidak melakukan kontrak secaralangsung dengan perusahaan pengolah (processor) tetapi melalui agen ataupedagang. Sebagai upaya UM atau UB untuk lebih meningkatkan danpemberdayaan UK, UM atau UB meningkatkan ketrampilan teknis danmanajemen, serta menjamin kepastian pasar yang dapat menjamin kelangsunganusahanya, daya inovasi dan kewirausahaan UK. Model ini dapat dijumpai padapengadaan cabai merah segar antara petani dengan industri pengolah atau supermarket/hiper market yang di mediasi oleh agen atau pedagang hasil pertanian.Model ini dapat ditemukan di Purbalingga dan Boyolali.

Pola Kemitraan Dagang Umum

Pola kemitraan dagang umum, yaitu hubungan kemitraan usaha antarakelompok tani (UK) dengan perusahaan (UM atau UB), di mana kelompok mitramemasok kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan persyaratan yangditentukan. Dalam model ini, UM atau UB memasarkan hasil produksi UK, dapatjuga UK memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UM atau UB, atau UK yangmemasarkan hasil UM atau UB. Model ini dapat dijumpai pada : (1) kemitraanusaha antara petani-petani cabai merah mandiri dengan Pedagang Pengumpul,Pedagang Besar, serta Super Market dan Hiper Market; dan (2) kemitraan usahaantara petani cabai merah disekitar Pasar Induk Cabai Merah di Sengon,Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes yang menjualnya cabai besar kePedagang Besar/Supplier melalui mediasi pedagang komisioner.

Pola Kemitraan Keagenan

Pada model ini kelompok mitra (UK) diberi hak khusus untuk memasarkanbarang dan jasa usaha perusahaan mitra (UM atau UB). Keunggulan dari

Page 11: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

228

hubungan pola kemitraan ini adalah berupa keuntungan dari hasil penjualan,ditambah komisi/fee yang diberikan oleh perusahaan mitra. Model ini dijumpaipada penyaluran atau distribusi sarana produksi misalnya benih cabai merahhibrida, pupuk, serta obat-obatan, biasaya pedagang sarana produksi ada yangbertindak sebagai distributor (agen) dan yang bertindak sebagai penyalur.Distributor (agen) dan penyalur tersebut biasanya hanya menjual jenis benih,pupuk, atau obat-obatan dari produksi perusahaan tertentu atau merk tertentu.

Pola Kemitraan Kerja sama Operasional Agribisnis

Pada model ini, kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenagakerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atausarana untuk mengusahakan atau membudi dayakan suatu komoditi pertanian.Perusahaan mitra dapat berbentuk sebagai perusahaan inti atau perusahaanpembina. Ia melaksanakan pembukaan lahan, mempunyai usaha budi daya danmemiliki unit pengolahan yang dikelola sendiri. Perusahaan inti juga melaksanakanpembinaan berupa penanganan dalam bidang teknologi, sarana produksi,permodalan atau kredit, pengolahan hasil, menampung produksi dan memasarkanhasil dari kelompok mitra. Model ini banyak dijumpai pada kerja sama antarapetani tanaman pangan dan hortikultura dengan perusahaan pengolah.

IMPLEMENTASI KEMITRAAN USAHA AGRIBISNIS CABAI MERAHDI JAWA TENGAH

Kelembagaan kemitraan usaha pada komoditas cabai merah yang ada diJawa Tengah terdiri dari tiga pola, yaitu : (1) Pola dagang umum; (2) PolaKemitraan Usaha antara Petani dengan Sub Terminal Agribisnis; dan (3) PolaKemitraan Usaha antara Perusahaan Industri Pengolah yaitu PT. Heinz ABCdengan Petani Mitra.

Pola Kemitraan Dagang Umum

Umumnya kelembagaan kemitraan dagang umum tumbuh secara alamiahsesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelakunya. Pelaku yang terlibatdalam kelembagaan kemitraan usaha komoditas cabai merah adalah petani,pedagang input, pedagang output (berbagai tingkatan, dari dalam dan luar desa),jasa angkutan, lembaga keuangan informal dan formal, dan instansi pemerintah,pengusaha pengolahan cabai. Dalam kelembagaan tersebut, petani berperansebagai produsen cabai merah, yang bertanggungjawab terhadap proses produksicabai merah.

Pedagang besar, selain berperan sebagai pembeli hasil cabai merah yangdihasilkan petani seringkali juga menjalankan peran sebagai penyedia modal(lembaga pembiayaan informal) bagi petani dan pedagang pengumpul yangmenjadi anak buahnya. Namun tidak semua pedagang pengumpul memiliki ikatan

Page 12: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

229

yang tetap dengan pedagang-pedagang besar. Pinjaman modal pada petani dapatberbentuk uang atau natura (pupuk dan obat-obatan).

Saat ini Dinas Pertanian di Kabupaten Contoh (Kabupaten Brebes, Klaten,Boyolali, dan Kabupaten Purbalingga) juga sedang giat melakukan pembinaanterhadap kelompok tani cabai merah dan di beberapa kelompok telah diberikanStandar Prosedur Operasional (SPO) Budi daya Cabai Merah. Pendalaman kasustentang kelompok tani telah dilakukan kepada: Gabungan Kelompok Tani SumberJaya, Desa Limbangan, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes dan KelompokTani Tirtajaya di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana. Kelompok Tani Jujur danMakmur, Desa Demakijo, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, KelompokTani Ngudi Makmur di Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, sertaKelompok Tani Kusuma I dan Kusuma II, Desa Solodiran, KecamatanManisrenggo, Kabupaten Klaten. Kelompok Tani Makmur, Desa Tlogolele,Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dan Gapoktan Sumber Rejeki, DesaTarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, serta Gapoktan SumberLestari, Desa Sudimoro, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Kelompok TaniBerkah Cabe, Desa Kuta Bawah, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga.Sebagian besar anggota kelompok tani memasarkan hasil produksi cabaimerahnya melalui pola dagang umum, meskipun beberapa kelompok telahmenjalin kemitraan usaha denga PT Heinz ABC. Peran kelompok dalam halpemasaran cabai merah dirasakan masih belum optimal, sebagian besar petanimenjual secara individu kepada pedagang pengumpul, selanjutnya pedagangpengumpul menyalurkan ke pedagang menengah dan besar.

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan untuk komoditas cabaimerah relatif tidak berbeda antar lokasi penelitian. Kelembagaan yang tumbuhsecara alamiah untuk komoditas cabai merah, petani ada yang bermitra secaratetap dengan pedagang dan ada pula yang tidak terikat. Kasus petani yangbermitra, pedagang berkewajiban memberi pinjaman modal dalam bentuk uangmaupun natura (dalam bentuk benih, pupuk, pestisida, atau mulsa) kepada petani.Sebaliknya petani harus menjual hasil panennya pada pedagang tersebut.Keterikatan petani kepada pedagang, seringkali menjadikan penetapan harga lebihdominan oleh pedagang, sehingga petani ini sering menerima harga sedikit lebihrendah dibandingkan harga pasar. Ada kalanya kesepakatan dibuat secara lebihjelas dan spesifik, misalnya menyangkut hasil panen dari persil tertentu yang“harus” dijual kepada pedagang tertentu, sehingga hasil dari persil sisanya masihbisa dijual pada pedagang lain jika memang terdapat selisih harga yang dinilaicukup signifikan (selisih lebih dari Rp 500/kg).

Sebagian petani tidak terikat pada pedagang mana pun, baik yang berasaldari kampungnya atau dari luar desa, karena mereka tidak terikat hutang piutangpada pedagang. Kasus seperti ini, yang berlaku adalah aturan main dagang umumsesuai dengan mekanisme pasar. Hal serupa juga berlaku antara pedagangdengan pedagang. Untuk memahami interaksi antara petani dengan pedagang,dan pedagang dengan pedagang, berikut ini akan dikemukakan hasil kasus,hampir dalam setiap daerah sentra produksi terdapat seorang pedagang cabaimerah yang telah berpengalaman lebih dari 10 tahun. Dia adalah juga seorangpetani maju, juga aktif sebagai pengurus kelompok tani, umumnya memiliki akses

Page 13: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

230

terhadap pasar dan program-program pemerintah. Pedagang ini bermitra denganpetani dan juga dengan pedagang besar, supermarket/hiper market serta denganperusahaan mitra. Pola kemitraan dibangun atas kebutuhan bersama atas dasarkepercayaan. Tidak ada perjanjian tertulis di antara pihak-pihak yang bermitra.Interaksi personal lebih diutamakan. Pola interaksi ini ditemukan baik di daerahsentra produksi lahan sawah dataran rendah maupun daerah sentra produksilahan kering dataran tinggi.

Secara umum terdapat tiga-empat orang pedagang pengumpul di tingkatdesa dan beberapa pedagang menengah-besar di tingkat kecamatan. Barangdagangan diperoleh dari petani yang menjadi mitranya sekitar 25-30 orang ataupetani nonmitra, sedangkan untuk memasarkan hasil cabai merahnya seorangpedagang menengah-besar memiliki jaringan yang cukup luas baik denganpedagang pasar kecamatan (Pasar Induk Tanjung) untuk kasus pedagang cabaimerah di Brebes, (Pasar Cepogo, Pasar Induk Ampel/STA Ampel, Boyolali; danPasar Dukun/STA Sewukan, Magelang) untuk kasus Boyolali, serta (Pasar KutaBawah/STA Kuta Bawah, Kecamatan Karangreja) untuk kasus di Purbalingga.Sementara itu, untuk pedagang menengah di Klaten sebagian besar langsungmemasok kepada Pedagang Besar di Magelang untuk selanjutnya dipasarkan keJabotabek.

Terhadap petani mitra, pedagang perantara tersebut sering memberipinjaman namun dia sendiri tidak pernah meminjam uang pada pedagangmitranya, karena akan mengurangi kebebasannya untuk menjual barangdagangan kepada pedagang yang lain. Hasil produksi cabai merah yang dihasilkanoleh petani di lahan sawah dataran rendah di Kabupaten Brebes adalah cabaimerah besar, sedangkan di Kecamatan Teras, Boyolali dan di Kabupaten Klatendominan adalah Cabai Merah Keriting. Sementara itu, untuk daerah sentraproduksi lahan kering dataran tinggi di Kecamatan Selo didominasi cabai merahkeriting dan untuk lahan kering dataran tinggi di Kecamatan Karangreja,Kabupaten Purbalingga adalah cabai merah besar. Untuk keperluan bisnis cabaitersebut disiapkan modal kurang lebih Rp.25-50 juta. Pinjaman dapat berkisarantara 1- 5 juta tergantung keperluan, yang akan dipotong pada saat panen.

Besarnya volume pembelian dapat mencapai 2,5-5 ku/hari untukpedagang pengumpul dan 1,5-2,5 ton untuk pedagang menengah (Midle Man).Dalam satu kali pengiriman dapat mencapai volume 1,5-2,5 ton/hari. Untuktransportasi memiliki mobil sendiri atau menyewa dari pemilik mobil pick up/truk.Selain kepada petani mitra juga mencari pasokan barang kepada petani nonmitra,dengan cara memberikan panjar sebelum panen. Peran bandar dinilai sangatpenting karena tidak semua orang mampu melakukan hal tersebut. Kepandaianberkomunikasi dan berinteraksi serta membuat kesepakatan bersama dengan paramitra dibangun mulai dari berdagang kecil-kecilan. Dari pengalaman tersebutterjadilah integrasi yang cukup mapan dalam berbisnis cabai. Hubungan denganpara mitra cukup dengan kepercayaan dan interaksi personal untuk melakukankontrol. Pengenalan alamat mitra juga sangat diperlukan (meskipun terakhirbanyak melakukan kontak bisnis melalui telepon), sehingga kalau terjadipelanggaran kesepakatan dapat langsung dibicarakan dan dipecahkan.

Page 14: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

231

Pola Kemitraan Usaha antara Petani dengan Pasar Induk Cabai Merah

Untuk komoditas cabai merah telah tersedia infrastruktur pasar, yaituberupa Pasar Induk Cabai Merah di Desa Sengon, Kecamatan Tanjung. Pelakuyang terlibat dalam kelembagaan kemitraan pada komoditas cabai merah di PasarInduk ini adalah petani secara individu, pedagang pengumpul desa/antar desa,pedagang kaki tangan/komisioner, pedagang besar antar daerah, serta pemasokindustri pengolahan (PT Heinz ABC dan PT Indofood Fritolay Makmur).

Sampai sejauh ini belum ada kemitraan formal antara kelompok petanidengan industri pengolahan (PT Heinz ABC dan PT Indofood Fritotaly Makmur),karena beberapa alasan : (1) menurunnya produktivitas cabai merah di daerah-daerah sentra produksi cabai merah; (2) secara umum kualitas cabai merah dilahan sawah dataran rendah di Kabupaten Brebes kalah dibandingkan dengancabai merah yang dihasilkan di dataran-dataran tinggi; (3) adanya pasar indukcabai merah telah cukup memberikan kemudahan baik bagi petani untukmemasarkan hasil produksinya maupun industri pengolahan untuk mendapatkanpasokan cabai merah; dan (4) belum mampu membangun saling kepercayaanantar pihak-pihak yang akan bermitra.

Dalam kelembagaan tersebut, petani berperan sebagai produsen cabaimerah, yang bertanggungjawab terhadap proses produksi cabai merah,menjualnya ke pedagang pengumpul atau langsung ke pedagang komisioner diPasar Induk. Pedagang pengumpul berperan dalam mengumpulkan hasil danmemasok ke pedagang besar antar daerah melalui pedagang kakitangan/komisioner. Kelembagaan pemasaran yang berlaku antara petani melaluiPasar Induk Cabai Merah umumnya dimediasi oleh pedagang kakitangan/komisioner dari pedagang besar antar daerah dan perusahaan industripengolahan PT Heinz ABC dan PT Indofood Fritoley Makmur. Besarnya komisiyang diterima bervariasi tergantung kekuatan penawaran dan permintaan sertaharga yang terjadi di pasar, yang kurang lebih antara Rp 5.000,-/karung atau Rp.50-60/kg. Selanjutnya pedagang besar antar daerah memasarkan hasil keberbagai tujuan pasar terutama wilayah Bandung dan Jabotabek, serta Cirebon.Sementara itu, pemasok (supplier) mengirimkan ke pabrik PT. Heinz ABCberdasarkan order yang telah disepakati.

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antaraberbagai pelaku usaha melalui Pasar Induk adalah sebagai berikut : (a) Petaniyang menjual melalui pasar induk ini dikenakan biaya timbang, yang besarnya Rp2.000/karung (setara 80-100 kg atau Rp 20-25/kg); (b) Pedagang Kaki Tangan/Komisioner mencarikan barang cabai merah dengan sistem kupon, besarnyakomisi adalah Rp 5.000/karung atau Rp 50-60/kg; (c) Pedagang besar ataupedagang pemasok (supplyer) industri pengolahan (PT Henz ABC dan PTIndofood Fritolay Makmur) membayar retribusi sebesar Rp 100/karung (Rp 10/kg),biaya parkir Rp 5.000/muatan, serta biaya muat Rp 2.000,-/karung (Rp 20-25/kg);dan (d) Besarnya biaya angkut sepenuhnya menjadi tanggungan pedagang besarantar daerah atau pemasok ke industri pengolahan, di mana untuk tujuan pasar

Page 15: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

232

Bandung sebesar Rp 20.000/karung, Bogor Rp 30.000/karung, Jakarta Rp 25.000/karung, Cirebon Rp 10.000/karung, dan Jatibarang Rp 15.000/kg.

Beberapa faktor yang mendorong beberapa pedagang (pedagangpengumpul, pedagang kaki tangan/komisioner, pedagang besar antar daerah,serta pedagang pemasok industri pengolahan/supplier) melakukan transaksi diPasar Induk Sengon, Kecamatan Tanjung, antara lain adalah : (a) Memperolehkemudahan atau jaminan pasokan komoditas cabai merah; (b) Mencapai skalaekonomi yang efisien dalam pengangkutan; (c) Memperoleh jaminan pemasarandengan harga yang bersaing; dan (d) Stabilitas keuntungan terjamin; serta (e) Bagipedagang komisioner untuk mendapatkan komisi atau fee.

Strategi atau kiat yang digunakan pedagang untuk melakukan transaksi diPasar Induk Cabai Merah, antara lain adalah : (a) Pentingnya saling menjagakomitmen; (b) Saling percaya mempercayai; (c) Saling menghargai peran masing-masing pihak; (d) Dalam batas-batas tertentu saling terbuka (transparancy) dalamhal harga; dan (e) Tindakan masing-masing pihak dapat dipertanggungjawabkan.

Beberapa kendala dalam melakukan transaksi antar pelaku dalam wadahPasar Induk Cabai Merah, antara lain adalah : (a) Volume produksi cabai merahbesar di daerah sentra produksi Brebes stagnan dan ada indikasi penurunan; (b)Terjadinya penurunan frekuensi panen, sehingga kontinuitas pasokan sedikitterganggu; (c) Jumlah pedagang terlalu banyak, terutama pedagang komisioner;dan (d) Harga sangat berfluktuasi; serta (e) Pengelolaan Pasar Induk belumoptimal.

Beberapa masukan dan saran dari beberapa pelaku ekonomi di PasarInduk, antara lain adalah : (a) Meningkatkan produktivitas cabai merah, melaluiperbaikan dan adopsi teknologi budi daya; (b) Menjaga kontinyuitas produksi/pasokan, melalui perbaikan varietas dan penataan pola tanam; (c) Menjagakualitas cabai merah besar yang dihasilkan melalui penanganan pasca panenyang prima; (d) Memperbaiki akses pasar melalui pembangunan fasilitas pasar,prasarana jalan, dan fasilitasi informasi pasar; (e) Pengelolaan pasar yang baikterutama dalam penanganan bongkar-muat, penimbangan, serta pengangkutan.

Pola Kemitraan Usaha antara Petani/Kelompok Tani dan Pedagang denganSub Terminal Agribisnis (STA)

Pengembangan infrastruktur pasar berupa Sub Terminal Agribisnis (STA)di Provinsi Jawa Tengah terutama di Kabupaten Boyolali dan Magelangsesungguhnya terkait dengan pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi danMerbabu. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebihpusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian danpengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitanfungsional dan hierarki keruangan satuan sistem pemukiman dan sistem agribisnis(UU No. 26/2007). Hanya sayangnya pengembangan STA dan agropolitan diKabupaten Boyolali di pusatkan di Kecamatan Ngampel yang lokasinya agak jauhdari Kawasan Merapi-Merbabu, sehingga banyak petani cabai merah keriting didaerah sentra produksi lahan kering dataran tinggi di Kecamatan Selo lebih akses

Page 16: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

233

ke STA Sewukan, Kecamatan Dukun dan ke Pasar Cepogo. Pembahasankelembagaan pasar melalui STA akan difokuskan di STA Sewukan, KecamatanDukun, Kabupaten Magelang.

Pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan pada komoditashortikultura dataran tinggi (cabai merah) di STA Sewukan adalah petani secaraindividu atau kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan), pedagangpengumpul desa/antar desa, pedagang kaki tangan/komisioner, dan pedagangbesar antar daerah. Dalam kelembagaan tersebut, petani atau kelompoktani/Gapoktan berperan sebagai produsen komoditas hortikultura dataran tinggi(termasuk cabai merah), yang bertanggungjawab terhadap proses produksi cabaimerah, menjualnya ke pedagang pengumpul atau langsung ke pedagangkomisoiner di STA Sewukan dengan menggunakan tempat STA. KelompokTani/Gapoktan sama perannya dengan pedagang pengumpul yang berperandalam mengumpulkan hasil dan memasok ke pedagang besar antar daerahmelalui pedagang kaki tangan/komisioner. Kelembagaan pemasaran yang berlakuantara petani/kelompok tani dengan STA di Desa Sewukan, Kecamatan Dukun,Kabupaten Magelang (berbatasan lokasi penelitian Kecamatan Selo, KabupatenBoyolali) dapat melakukan transaksi langsung dengan pedagang besar antardaerah atau melalui mediasi pedagang kaki tangan/komisioner. Selanjutnyapedagang besar antar daerah memasarkan hasil ke berbagai tujuan pasarterutama Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, serta Luar Jawa (Bitungdan Palangkaraya).

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antaraberbagai pelaku usaha dalam kelembagaan STA Sewukan adalah sebagai berikut:(a) Pengelolaan STA yang menggunakan tanah bengkok kepala desa diaturmelalui Peraturan Desa yang mengacu pada Peraturan Daerah; (b) Pengelolaterdiri dari Ketua dan Wakil Pengelola, Sekretaris dua personil, Bendahara duapersonil, Seksi Jaga Malam tiga personil, Seksi Kebersihan satu personil, SeksiPerlengkapan tiga personil, Seksi Humas tiga personil; (c) Untuk pelaku ekonomiyang menggunakan kios dan los dikenakan sewa yang nilainya pada tahun 2001sebesar (3x3 m2 Rp 6 juta; 3x4 m2 Rp 8 juta; 3x5 m2; 3x5 m2 Rp 12 juta; 3x6 m2 Rp15 juta; 4x7 m2 Rp 24 juta), sementara itu untuk nilai sewa saat ini telah mencapai(3x3 m2 Rp 20 juta; 3x4 m2 Rp 23 juta; 3x5 m2 Rp 30 juta; 3x6 m2 Rp 35 juta; 4x7m2 Rp 50 juta) dan biaya bulanan untuk kebersihan dan keamanan sebesar Rp10.000/bulan; (d) Untuk pedagang gendongan dan pedagang kaki lima dikenakanbiaya retribusi Rp 500/hari; (e) Petani yang menjual melalui STA ini dikenakanbiaya timbang, yang besarnya Rp 1.000/karung (setara Rp 1.000/ku atau Rp10/kg); (f) Pedagang Kaki Tangan/Komisioner mencarikan barang (cabai merah)ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pedagang besar dengan pedagangkaki tangan, besarnya komisi adalah Rp 2.500/karung atau Rp 25/kg; (g)Pedagang besar antar daerah membayar retribusi sebesar Rp 100/karung (Rp 10/kg), biaya parkir Rp 3.000/muatan untuk truk dan Rp 4.000/muatan untuk truk,serta biaya muat Rp 2.000/karung (Rp 20/kg); dan (h) Besarnya biaya angkutsepenuhnya menjadi tanggungan pedagang besar antar daerah, di mana untuktujuan pasar Bandung sebesar Rp 30.000/karung, Bogor Rp 45.000/karung,Jakarta Rp 35.000/karung, Semarang Rp 10.000/karung; Magetan Rp 20.000/karung.

Page 17: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

234

Beberapa faktor yang mendorong petani/kelompok tani/Gapoktan danbeberapa pedagang (pedagang pengumpul, pedagang kaki tangan/komisioner,pedagang besar antar daerah) melakukan transaksi di STA Sewukan, antara lainadalah : (a) Memperoleh kemudahan atau jaminan pasokan berbagai komoditassayuran dataran tinggi termasuk cabai merah, di mana volume perdagangan untukcabai merah keriting saja mencapai 3 ton/hari, sehingga pasokan terjamin; (b)Mencapai skala ekonomi yang efisien terutama dalam pengangkutan, karenapedagang dapat membeli berbagai komoditas hortikultura dataran tinggi (kuranglebih ada 31 jenis komoditas yang diperdagangkan dengan volume masing-masing0,5 ku-20 ton/komoditas); (c) Memperoleh jaminan pemasaran dan harga yangbersaing; dan (d) Stabilitas keuntungan terjamin; serta (e) Bagi pedagangkomisioner untuk mendapatkan komisi atau fee dari pedagang besar.

Strategi atau kiat yang digunakan Pengelola dalam melakukanpengelolaam STA Sewukan, antara lain adalah : (a) Berdasarkan Peraturan Desayang didasarkan Peraturan Daerah; (b) Pengembangan STA dan pengelolaannyaditujukan untuk pemberdayaan masyarakat petani dan pelaku ekonomi lain; (c)Pentingnya saling menjaga komitmen terhadap tugas dan fungsi yang harusdijalankan masing-masing bagian; (d) Adanya kompatibilitas antar struktur yangdibangun dengan tugas atau fungsi yang dijalankan; (e) Melakukan koordinasiyang harmonis secara internal (antar bagian kelembagaan pengelola) dankoordinasi secara eksternal dengan pihak-pihak lain (pelaku ekonomi, pemerintahdesa dan pemerintah daerah); (f) Saling menghargai peran masing-masing bagian;dan (g) Dalam batas-batas tertentu saling terbuka (transparancy) dalam halmanajemen administrasi dan keuangan; serta (h) Memberikan informasi yangakurat dan cepat terutama informasi barang yang masuk (jenis dan jumlahnya),permintaan pasar, dan informasi harga.

Beberapa kendala atau permasalahan pokok dalam melakukanpengelolaan STA, antara lain adalah : (a) Beberapa bagian bangunan STA belumtertutup, sehingga kalau kondisi hujan dan panas berpengaruh buruk terhadapkualitas sayuran; (b) Kurangnya peralatan perkantoran bagi pengelola STAterutama Laptop dan LCD; (c) Kurangnya armada angkutan untuk sampah danmobil kantor; (d) Kurang kualitas SDM pengelola terutama dari aspek manajemen,kepemimpinan dan kandungan kewirausahaannya; (e) Volume produksi beberapakomoditas sayuran masih harus didatangkan dari daerah sentra produksi lain; (f)Penanganan pasca panen dilakukan oleh pedagang pengumpul sehingga nilaitambah jatuh ke pedagang; (g) Harga sayuran terutama cabai merah sangatberfluktuasi; serta (h) Pengelolaan STA yang belum sepenuhnya optimal.

Beberapa masukan dan saran dari beberapa pengelola STA Sewukan,antara lain adalah : (a) Meningkatkan produktivitas komoditas sayuran unggulan diKawasan Agropolitan Merapi-Merbabu, melalui perbaikan dan adopsi teknologibudi daya; (b) Menjaga kontinyuitas produksi/pasokan, melaui perbaikan varietasdan penataan pola tanam; (c) Menjaga kualitas sayuran (cabai merah keriting)yang dihasilkan melalui penanganan pasca panen yang prima; (d) Memperbaikiakses pasar melalui pembangunan fasilitas STA, prasarana jalan, dan fasilitasinformasi pasar; (e) Pengelolaan STA yang lebih baik terutama dalam penangananbongkar-muat, penimbangan, pengangkutan, serta penanganan sampah.

Page 18: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

235

Pola Kemitraan Usaha antara PT. Heinz ABC dengan Petani Mitra

PT. Heinz ABC-Indonesia memiliki usaha divisi agro processing denganproduk seperti sambal, saos, dan kecap. Untuk menyuplai bahan produksiditangani oleh bagian procurement (pengadaan), bukan purchasing (pembelian).Dalam pemenuhan bahan baku dilakukan kemitraan dengan para petani maupunsuplier (pemasok). Pengadaan barang PT ABC dilakukan dengan 4 cara, yaitu: (1)impor, (2) kontrak dengan suplier, (3) kontrak dengan grower, dan (4) kontrakdengan farmer/kelompok tani/Gapoktan. Komposisi pengadaan pada saat inimasih didominasi oleh suplier (70%), farmer/grower (20%) dan impor (10%). Dimasa mendatang PT Heinz ABC memiliki target pengadaan dari grower/farmerbisa mencapai 40 persen. Dengan demikian kemungkinan dilakukankontrak/kemitraan dengan petani masih sangat terbuka.

Mekanisme kerja sama kemitraan yang ditempuh selama ini adalahlangsung ke pelaku usaha pertanian (famer/grower/suplier). Pola kemitraan usahayang dijalankan selama ini bermacam-macam bentuknya, diantaranya: (1) PTHeinz ABC melakukan kontrak langsung dengan kelompok tani/Gapoktan/Paguyupan Kelompok Tani (PKT); (2) PT. Heinz ABC menandatangani kontrakdengan grower, selanjutnya grower bermitra dengan petani; (3) PT. Heinz ABCkontrak dengan kelompok tani/Gapoktan dan ada investor yang kontrak denganPT. Heinz ABC serta ke Gapoktan/Kelompok tani.

Kemitraan di Daerah Sentra Produksi Lahan Sawah Dataran Rendah

Daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah ditemukan di DesaSidomoro, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali serta di Desa Demak Ijo,Kecamatan Karangnongko dan Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, KabupatenKlaten. Pola kemitraan antara PT. Heinz ABC dengan petani mitra hanya untukkomoditas cabai merah besar dengan varietas yang telah ditentukan, yaituVarietas Biola, Hot Beuty, dan Hot Chili. Pelaku yang yang terlibat adalahGapoktan/Kelompok Tani, Petani peserta/Petani Mitra, pemasok saprodi (benihcabai merah besar PT Surya Mentari), Grower yang juga bertindak sebagaipemasok/supplier (Ibu Hajah Astuti, dari Duyungan, Sragen) dan PT Heinz ABC.

Gapoktan Sumber Lestari merupakan wadah daripada kelompok-kelompoktani di sekitarnya, seperti Kelompok Tani Dewi Murni I, II dan III. Gapoktan initerbentuk karena adanya Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Selaintergabung dalam kelembagaan Gapoktan, masing-masing Kelompok Tani jugamemiliki Koperasi Kelompok Tani (KKT) Sumber Lestari. Koperasi ini diharapkandapat berperan dalam penyediaan saprodi, mengembangkan komoditas yangberorientasi pasar (cabai merah), serta memasarkan hasil. Sementara itu, diKabupaten Klaten kemitraan serupa juga dibangun, seperti antara PT. Heinz ABCdengan Kelompok Tani Jujur dan Makmur di Desa Demak Ijo, KecamatanKarangnongko dan Kelompok Tani Ngudi Makmur di Desa Gatak, KecamatanNgawen, Kabupaten Klaten.

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antara PT.Heinz ABC dengan Gapoktan/Kelompok Tani dituangkan dalam kontrak kerja

Page 19: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

236

sama. Kewajiban Gapoktan/Kelompok Tani : (1) menyediakan lahan minimal 5hektar untuk budi daya cabai merah besar, dalam pelaksanaannya KT dapatmenyediakan 10 hektar lahan; (2) Menanam varietas cabai yang telah ditentukanmitra, yaitu Varietas Biola, Hot Beauty, atau Hot Chili, dalam pelaksanaannyasebagian besar petani memilih Varietas Biola, karena dipandang lebih unggul; (3)Dalam 1 hektar, jumlah tanaman cabe sekitar 15.000 batang, dengan produktivitassekitar 1,5 kg/batang, PT Heinz ABC sesuai dengan syarat-syarat kualitas yangmenetapkan produktivitas 0,8 kg/batang, untuk cabai merah besar yang tidaksesuai dengan persyaratan kualitas dapat dijual di pasar bebas; (4) Dalampemasaran hasil, Gapoktan/Kelompok Tani tidak diperkenankan menjual produk diluar PT Heinz ABC, sebelum memenuhi kewajiban ke pihak mitra; (5) Standarkualitas cabai merah besar harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: (a)Warna merah mulus; (b) Panjang buah : 9,5-14,50 cm; (c) Maksimal cacat fisik,seperti busuk atau pecah maksimal 1,5 persen; (d) Maksimal cacat warna buahmaksimal 1,5 persen; (e) Tingkat kepedasan: terdeteksi di atas 400 xpengenceran; (f) Penampilan: segar, tanpa tangkai dan batang; (g) Rasa: Pedascabe, tidak pahit; (h) Pengepakan: Dengan plastik kapasitas 50 kg; (5) Jumlahcabai merah besar yang dikirim, dengan produksi 0,80 kg/tanaman, dengan jadwalpengiriman berlaku selama musim tanam (empat bulan masa tunggu panen dantiga bulan masa panen), dengan waktu pengiriman 3 hari sekali.

Kewajiban PT Heinz ABC sebagai perusahaan mitra adalah: (a)Menyediakan sarana produksi terutama benih cabai merah dengan varietas yangtelah disepakati, sedangkan sarana produksi lain tergantung kesepakatan,penyediaan dapat dilakukan pihak ketiga; (b) Melakukan bimbingan teknis budidaya dan penanganan pasca panen; (c) PT Heinz ABC akan melakukanpenampungan/pembelian cabai merah besar, bisa secara langsung maupunmelalui supplier/pemasok dengan harga yang sudah ditetapkan dan pembayarandilakukan paling lama tiga minggu setelah barang diterima.

Kelembagaan Gapoktan/Kelompok Tani baik di Desa Sidomoro,Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali serta di Desa Demak Ijo, KecamatanKarangnongko dan Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten pernahmenjalin kemitraan usaha komoditas cabai merah besar dengan PT Heinz ABC,pada tahun 2006, 2007 dan 2008. Pada tahun 2007, kemitraan usaha pada daerahsentra produksi lahan sawah dataran rendah di Klaten kurang berhasil dan tidakdilanjutkan, kemudian menyusul pada Tahun 2008 kemitraan usaha yang sama diBoyolali juga mengalami kegagalan dan tidak dilanjutkan lagi.

Beberapa penyebab kurang berhasilnya kemitraan usaha pada daerahsentra produksi lahan sawah dataran rendah, antara lain adalah : (1) Sebagianbesar petani yang bermitra (60-70%) kurang berhasil, yang terutama disebabkankurang bagusnya kualitas benih cabai merah besar yang di sediakan PT. SuryaMentari dan adanya serangan hama penyakit; (2) Banyak petani (50%) yangmengalami kerugian secara ekonomi; (3) Penyediaan benih yang agak terlambat;(3) Standar kualitas yang ditetapkan sangat tinggi dan banyak kriteria yang harusdipenuhi; dan (4) Harga kontrak yang ditetapkan jauh di bawah harga pasar (padatahun 2007 harga kontrak Rp 4.000/kg dengan tangkai atau Rp 4.150 tanpatangkai VS harga pasar Rp 6.000/kg).

Page 20: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

237

Beberapa masukan dan saran dari Gapoktan/Kelompok Tani, antara lainadalah : (a) Meningkatkan kualitas benih cabai merah yang disediakan olehperusahaan pembibitan mitra PT. ABC dan dengan pilihan jenis varietas yang lebihberagam; (b) Meningkatkan produktivitas dan kontinyuitas produksi/pasokanmelaui perbaikan teknologi budi daya; (c) Menjaga kualitas cabai merah besaryang dihasilkan melalui penanganan pasca panen yang prima; (d) Memperbaikikesepakatan harga kontrak dengan mempertimbangkan perkembangan biayaproduksi dan harga cabai merah besar di pasar, diperkirakan Rp 5.500/kg dengantangkai dan Rp 6.000/kg tanpa tangkai; (e) Membangun kelembagaan kemitraanusaha yang dapat saling membutuhkan, memperkuat dan saling menguntungkan,sehingga tingkat, stabilitas, dan kontinyuitas pendapatan terjamin.

Kemitraan di Daerah Sentra Produksi Lahan Kering Dataran Tinggi

Pada daerah sentra produksi lahan kering dataran tinggi kemitraan usahaantara PT Heinz ABC ditemukan antara Paguyuban Kelompok Tani/Kelompok Taniditemukan di Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dan di DesaKuta Bawah, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. PaguyubanKelompok Tani (PKT) Setyo Tunggal dibentuk pada tahun 2003, membawahi 12kelompok tani (KT) yaitu : Kelompok Tani Manunggal, Usaha Mandiri, Cabe Rawit,Ngudi Makmur, Sedyo Makmur, Mekar Sari, Anggun Merbabu (Kelompok WanitaTani/KWT), Karya Makmur, Sido Asih, Harapan Makmur, Asri Merapi dan SaranaTani. Dari keduabelas kelompok tersebut terdapat lima kelompok tani yangmerupakan binaan perusahaan PT Heinz ABC, yaitu : Kelompok Tani UsahaMandiri, Manunggal, Ngudi Makmur, Sido Asih, dan Sarana Tani. Strukturorganisasi PKT Setyo Tunggal terdiri atas: Ketua Pengurus, Ketua Pelaksana,Seksi Pertanian, Seksi Ekonomi, Seksi Pendidikan dan Seksi PemberdayaanPerempuan. Sementara itu, struktur organisasi untuk Kelompok Tani Berkah Cabeterdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, serta Seksi Produksi, Seksi Pemasaran,dan Seksi Humas.

Pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan pada komoditas cabaimerah besar pada lahan kering dataran tinggi adalah Petani mitra/KelompokTani/Paguyupan Kelompok Tani (PKT), pemasok saprodi (benih cabai merahbesar PT Surya Mentari), dan PT Heinz ABC. Kemitraan usaha dengan PKTSetyonunggal baru di mulai pada tahun 2007, sedangkan dengan Kelompok TaniBerkah Cabe sudah dimulai sejak tahun 2004.

Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antara PT.Heinz ABC dengan PKT/Kelompok Tani Binaan di Desa Tarubatang, KecamatanSelo, Kabupaten Boyolali dan Kelompok Tani Berkah Cabe pada daerah sentraproduksi lahan kering di dituangkan dalam kontrak kerja sama. Dalam menjalinkemitraan dengan PT ABC, dilakukan secara berjenjang, sebagai ilustrasi aturanmain antara PKT Setyo Tunggal yang bertindak atas nama supplier cabai merahdengan kelompok tani dituangkan dalam surat perjanjian No: PPST/12/15-04/2007.Adapun isi dari surat perjanjian tersebut adalah bahwa keduabelah pihak sepakatuntuk menjalin kemitraan usaha pengadaan jual beli cabe merah varietas biola di

Page 21: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

238

Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Berbeda halnya dengankemitraan usaha dengan Kelompok Tani Berkah Cabe di Desa Kuta Bawah,Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbaling kesepakatan kontrak dilakukanlangsung antara PT. Henz ABC dengan Kelompok Tani.

Kewajiban PT Heinz ABC sebagai mitra, antara lain adalah: (a)Menyediakan sarana produksi terutama benih cabai merah dengan varietas yangtelah disepakati, sedangkan sarana produksi lain tergantung kesepakatan,penyediaan dapat dilakukan pihak ketiga (perusahaan pembibitan, PKT); (b)Melakukan bimbingan teknis budi daya dan penanganan pasca panen, yangdisertai dengan pendampingan dari Technical Services dari PT. Heinz ABC; (c) PTHeinz ABC akan melakukan penampungan atau pembelian cabai merah besar,bisa secara langsung maupun melalui supplier/pemasok; (c) PT. Heinz ABCberkewajiban membeli semua produksi (yang memenuhi kriteria) yang dihasilkananggota PKT/Gapoktan/Kelompok Tani dengan harga yang sudah ditetapkan danpembayaran dilakukan paling lama tiga minggu setelah barang diterima.

Dalam melakukan kemitraan, harga jual cabe yang telah ditetapkan yaituRp 3.750 dengan sistem bagi hasil keuntungan. Keuntungan dibagi dua 50 persenuntuk pihak Paguyuban dan 50 persen lagi untuk kelompok tani, setelah dikurangimodal. Harga kontrak cabai besar terima di Pabrik (franco pabric) dari tahun ketahun selalu mengalami perkembangan, harga kontrak (frangko pabrik) selama iniadalah sebagai berikut: tahun 2005 (Rp 5.200/kg); 2006 (Rp Rp 5.500/kg); 2007(Rp 5.750/kg) dan tahun 2008 (Rp 6.500).

Dalam perjanjian tersebut beberapa kewajiban PKT sebagai supplierkepada kelompok tani/petani mitra, yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :(1) Memberi pinjaman modal sebesar Rp. 42.238.000,- kepada kelompok tani,untuk penanaman cabai merah besar varietas Biola; (2) Melakukan pembeliancabe besar, dan secara bersama-sama mengirim ke pabrik yang telah ditunjuk.Sementara itu, PKT berhak mendapatkan bagi hasil keuntungan sesuaikesepakatan (50% : 50%)

Adapun kewajiban kelompok tani/petani mitra adalah: (1) Menanam cabemerah besar sesuai spesifikasi dalam jangka waktu perjanjian selama satu musimtanam (April s/d September); (2) Tidak diperbolehkan melakukan transaksi jual belicabe merah besar dengan pihak lain tanpa persetujuan secara tertulis sebelummemenuhi kewajiban yang telah ditentukan; (3) Cabe yang dapat dibeli olehPaguyuban adalah yang sesuai dengan spesifikasi sebagai berikut: (a) Warna:merah mulus; (b) Panjang: 9,5-14,5 mm; (c) Tingkat kebusukan/ bercak maksimal1,5%; (d) color defek: max 1,5% (kelopak, bening, Petek); (e) Hotnes level:Detectable on 400 x dilution (diatas 400 kali pengenceran); (f) Tampilan: segar,tanpa tangkai dan batang; (g) Rasa: pedas tidak pahit; (h) Kemasan plastikcontainer kapasitas 25 kg; (4) Jumlah cabe yang dikirim adalah 0,7 kg per tanamanpada masa panen. Sedang kelebihannya dapat dijual ke paguyuban dengan hargaberdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Kerja sama kemitraan yang dilakukan oleh PKT Setyo Tunggal denganGrower PT. Heinz ABC Indonesia dilakukan melalui surat perjanjian kerja No

Page 22: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

239

3/02/07, bahwasanya kedua belah sepakat untuk pengikatan pengadaan jual belicabai merah besar (Casium annum var. Grossum) kultivar Biola, di DesaTarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dengan luas 6 hektar. Demikianjuga halnya antara Kelompok Tani Berkah Cabe dengan Grower juga dituangkandalam surat perjanjian. Harga jual cabe yang ditetapkan Rp 4.000 per kilogram.Pembayaran oleh PT Heinz ABC kepada pihak kelompok tani Setyo Tunggal danKelompok Berkah Cabe dilakukan setiap minggu setelah barang diterima dengansistem cek mundur atau transfer.

Beberapa kendala dan permasalahan pokok yang dihadapi dalammembangun kemitraan usaha antara PT. Heinz ABC dengan PKT/Kelompok Tani,antara lain adalah : (1) Target produksi seringkali tidak tercapai, karena masihrendahnya produktivitas yang dicapai petani mitra; (2) Standar kualitas yang belumsepenuhnya bisa dipenuhi, karena teknologi budi daya yang belum mengikutianjuran dan penanganan pasca panen yang belum prima; (3) Kurangnyapermodalan petani, sementara itu usaha tani cabai adalah padat modal dansekaligus padat tenaga kerja; (4) Harga kontrak yang dipandang rendah dan selaludibawah harga pasar; (5) Standar kualitas yang ditetapkan terlalu ketat, sehinggaseringkali petani mendapatkan rafaksi (potongan harga); dan (6) masalahkurangnya komitmen petani, terutama jika terjadi harga di pasar lebih tinggi dariharga kontrak.

Saran untuk mendapat prioritas utama untuk meningkatkan kualitas produkpetani adalah perlu adanya perbaikan mutu benih dan teknologi budi daya. Selainitu pendanaan juga menjadi faktor kunci. Modal ini masih jadi kendala, terutamabagi petani kecil. Penetapan harga kontrak perlu mempertimbangkan biayaproduksi dan perkembangan harga pasar. Khusus untuk pemerintah hendaknyamemperhatikan masalah permodalan, meningkatkan kegiatan penelitian danpengembangan, serta kegiatan penyuluhan untuk budi daya cabai merah secarabaik. Standar kualitas diharapkan moderat dengan pembedaan harga yang tidaktajam. Perlu meningkatkan komitmen petani dalam membangun kemitraan usahayang saling membutuhkan, memperkuat, dan saling menguntungkan.

SIMPUL-SIMPUL KRITIS KEMITRAAN USAHAAGRIBISNIS CABAI MERAH YANG BERDAYA SAING

Dalam pengembangan kelembagaan kemitraan usaha cabai merah yangberdaya saing terdapat 10 aspek yang penting dipertimbangkan (Saptana et al.,2006). Kesepuluh aspek tersebut dengan melakukan beberapa penyesuaiansesuai spesifik lokasi dan komoditas cabai merah, antara lain adalah: (1)membangun kemitraan usaha melalui proses sosial yang matang; (2) pentingnyamembangun saling kepercayaan; (3) perencanaan dan pengaturan produksi; (4)pentingnya pemahaman terhadap jaringan agribisnis; (5) jaminan pasar dankepastian harga; (6) konsolidasi kelembagaan di tingkat petani; (7) meletakkankoordinasi vertikal secara tepat; (8) kandungan kewirausahaan; (9) Sistemkoordinasi antar kelembagaan/pihak; dan (10) pengembangan sistem informasi.

Page 23: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

240

Membangun Kemitraan Usaha Melalui Proses Sosial yang Matang

Membangun kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulaidengan mengenal dan mengidentifikasi secara cermat calon mitra, mengetahuikeunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi danmekanisme bermitra, melaksanakan kemitraan usaha, serta melakukan monitoringdan mengevaluasi sampai target atau sasaran tercapai. Rangkaian urutan prosespengembangan kemitraan usaha merupakan proses yang beraturan, yaitu : (1)membangun hubungan harmoni antar calon pihak yang bermitra; (2) mengertikondisi bisnis pihak-pihak yang bermitra; (3) mengembangkan strategi dan menilaidetail bisnis; (4) mengembangkan program dalam kemitraan usaha; (5) memulaipelaksanaan kemitraan usaha; dan (6) memonitor dan mengevaluasiperkembangan kemitraan usaha yang dibangun (Ditjen Horti, 2002). Hasil evaluasiterhadap kinerja kelembagaan kemitraan usaha pada berbagai pola kemitraanpada cabai merah besar baik pada lahan sawah dataran rendah maupun lahankering dataran tinggi menunjukkan masih belup optimalnya proses sosial yangdibangun, cenderung mekanistik dan hanya didasarkan untung-rugi, serta kurangmemperhatikan aspek kohesi sosial antar pihak yang bermitra.

Membangun Saling Kepercayaan

Dyer et al. (2002) mengemukakan ada empat isu sentral berkaitan dengankepercayaan (trust), yaitu: (1) menyangkut risiko dan ketidakpastian; (2) kemauanuntuk menerima saran dan kritikan; (3) adanya harapan dan salingketergantungan; dan (4) kesediaan berbagi nilai atau berkontribusi. Kemitraanusaha adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebihdalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsipsaling membutuhkan, memperkuat, dan saling menguntungkan. Karenamerupakan strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukankemampuan menciptakan saling kepercayaan (trust) dan komitmen diantara pihak-pihak yang bermitra dalam menjalankan perjanjian yang telah disepakati. Dalampengertian ini pelaku-pelaku yang tercakup dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etika bisnis (saling percaya, konsisten, dan disiplin). Hasil kajian di lapangmenunjukkan bahwa kesaling kepercayaan dalam kemitraan usaha cabai merahbesar pada daerah sentra produksi lahan kering relatif lebih baik dibandingkanpada lahan sawah dataran rendah. Hal ini dapat ditunjukkan berlanjutnyakemitraan usaha yang terbangun pada daerah sentra produksi lahan keringdataran tinggi baik di Kabupaten Boyolali maupun di Kabupaten Purbalingga.

Perencanaan dan Pengaturan Produksi

Sistem produksi komoditas cabai merah di kawasan sentra produksi baikpada lahan sawah dataran rendah maupun lahan kering dataran tinggi masihdicirikan oleh orientasi produk cabai merah segar tanpa penanganan bernilaitambah rendah, belum berorientasi pada produk cabai merah segar melaluipenanganan pasca panen secara prima yang bernilai tambah tinggi. Masih

Page 24: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

241

terbatasnya sumber dan penerapan teknologi, baik teknologi pembibitan, budidaya, serta panen dan pasca panen menjadikan produk cabai merahmenyebabkan belum terjaminnya jumlah, kualitas dan kontinuitas produk cabaimerah terutama untuk tujuan perusahaan industri pengolahan dan super market/hipermarket. Dengan basis data dan informasi yang tersedia pada Pasar Induk(kasus di Kabupaten Brebes) dan STA Ngampel dan Sewukan (kasus diKabupaten Boyolali), serta PT. Heinz ABC sebagai perusahaan mitra, makadiharapkan kelembagaan kemitraan usaha yang dibangun dapat melakukanperencanaan dan pengaturan produksi melalui kesepakatan pengaturan jenisvarietas, saat tanam, dan skala atau luas areal yang harus diusahakan padamasing-masing PKT/Gapoktan/Kelompok Tani, sesuai dinamika permintaan pasaratau kesepakatan antar pihak yang bermitra.

Pemahaman terhadap Jaringan Agribisnis

Pemahaman terhadap jaringan agribisnis sangat penting, karena mustahilmerekayasa sistem kelembagaan kemitraan usaha agribisnis cabai merah yangberdaya saing tanpa pengetahuan yang memadai tentang sistem jaringanagribisnis. Sistem jaringan agribisnis cabai merah pada sentra produksi lahansawah dataran rendah dan lahan kering dataran tinggi di Jawa Tengah,menyangkut pola-pola usaha agribisnis, skala pengusahaan, dan konfigurasinyadari sistem pengadaan saprodi, usaha tani, pasca panen dan pengolahan, sertasistem distribusi dan pemasarannya. Sistem agribisnis cabai merah mempunyaiimplikasi yang sangat penting terhadap sistem kelembagaan kemitraan usahayang akan dikembangkan. Sistem agribisnis cabai merah yang umumnya skalakecil dengan tujuan pasar yang berbeda (pasar lokal, regional dan ekspor; pasartradisional atau pasar modern; serta konsumen rumah atau konsumen institusi)membutuhkan sistem kelembagaan yang berbeda-beda.

Jaminan Pasar dan Kepastian Harga

Dalam kemitraan usaha hal terpenting menurut perusahaan mitra adalahadanya jaminan pasokan yang memenuhi volume, jenis (varietas), spesifikasiproduk (kualitas), dan kontinuitas; sedangkan bagi petani adalah adanya jaminanpasar dan kepastian harga (Saptana et al., 2005; dan Saptana et al., 2006).Kendala yang dihadapi petani cabai merah di daerah sentra produksi Jawa Tengahutamanya adalah masalah fluktuasi harga yang tajam. Bagi petani, dinamika hargamasukan (input) dan ekspektasi harga keluaran (output) menentukan keputusanmengenai jenis/varietas, jumlah, kualitas, waktu, serta metode berproduksi dalamkegiatan usaha taninya. Dengan demikian, dinamika harga masukan dan keluaranharus menjadi pertimbangan penting dalam membangun kelembagaan kemitraanusaha cabai merah yang berdaya saing. Dalam kontek ini, prosedur penetapanharga dalam kontrak menjadi sangat krusial. Dengan adanya jaminan pasar dankepastian harga melalui kemitraan usaha akan menjamin pasokan perusahaanmitra, mengurangi risiko petani, dan menjamin keberlanjutan kemitraan usaha.

Page 25: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

242

Konsolidasi Kelembagaan di Tingkat Petani

Hasil kajian di lapang menunjukkan lemahnya struktur, fungsi, dinamika,dan konsolidasi kelompok tani, sehingga menempatkan posisi perwakilanmasyarakat petani lemah dalam kelembagaan kemitraan usaha. Hasil kajian jugamenunjukkan posisi rebut tawar petani lemah dalam kemitraan usaha dengan PT.Heinz ABC, Pengelolaan Pasar Induk, dan Pengelolaan STA. Secara normatif,konsolidasi kelembagaan di tingkat petani haruslah dapat meningkatkan posisitawar petani baik di pasar input maupun pasar output, meningkatkan efisiensi danproduktivitas usaha tani, mencapai skala usaha yang efisien, yang pada akhirnyaakan meningkatkan daya saing agribinis cabai merah secara keseluruhan.

Meletakkan Integrasi-Koordinasi Vertikal Secara TepatSimatupang et al. (1998) mengemukakan keterpaduan vertikal agribisnis

dapat dibedakan sesuai bentuk pilihan alat koordinasinya, yaitu melalui pasar ataumenurut organisasi (kelembagaan kemitraan usaha). Selanjutnya dikatakan,bahwa untuk mendukung strategi pemenuhan preferensi konsumen, keterpaduanyang dikoordinir oleh sistem pasar tidak dapat menjamin preferensi konsumenterpenuhi. Sementara itu koordinasi melalui organisasi agribisnis melaluikelembagaan kemitraan usaha dapat menjamin preferensi konsumen. Saragih(1998) mendefinisikan integrasi vertikal sebagai penguasaan atas seluruh atausebagian besar jaringan agribisnis dari industri hulu hingga industri hilir, di manakeseluruhan unit perusahaan berada dalam satu manajemen pengambilankeputusan. Implementasi konsep integrasi vertikal harus mempertimbangkan hal-hal berikut: (1) Pengelolaan integrasi/koordinasi vertikal dalam agribisnis cabaimerah harus mampu mencapai efisiensi tertinggi dan stabilitas harga secaradinamis; (2) Pengelolaan integrasi/koordinasi vertikal harus mampu menjaminharmonisasi antar pelaku agribisnis, baik harmonisasi proses maupun produk; dan(3) Pengelolaan integrasi vertikal/koordinasi harus dapat mengakomodirkepentingan-kepentingan antar pihak-pihak yang bermitra terutama petani mitra.

Aspek Kewirausahaan

Kewirausahaan merupakan aspek penting dalam menghasilkan produkcabai merah yang berdaya saing tinggi. Kemampuan daya saing produk cabaimerah yang dihasilkan oleh pelaku agribisnis sangat dipengaruhi oleh seberapabesar kandungan semangat kewirausahaan sebagai energi (daya kerja) untukmenghasilkan produk cabai merah tersebut (Pranadji, 2003). Sebagai ilustrasi, jikamutu kewirausahaan dalam kegiatan usaha tani cabai merah rendah(menghasilkan cabai merah berkualitas rendah dan biaya produksi tinggi), makahampir dapat dipastikan produk akhir cabai merah yang dihasilkan tidak ataukurang memiliki daya saing di pasar, apalagi jika ditujukan untuk segmen pasartertentu seperti industri pengolahan dan super market/hiper market, serta ekspor.

Koordinasi Secara Internal dan Eksternal Belum EfektifKoordinasi yang efektif menjadi kata kunci dalam membangun kemitraan

usaha cabai merah yang berdaya saing. Koordinasi dalam kelembagaan kemitraan

Page 26: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

243

usaha mencakup koordinasi internal atau antar bagian dalam suatu kelembagaan,misalnya antar anggota kelompok tani dengan kelompok tani serta antar kelompoktani dengan Paguyuban Kelompok Tani (PKT)/Gapoktan. Sementara itu,koordinasi secara eksternal adalah koordinasi antar kelembagaan, misalnya antaraPKT/Gapoktan/Kelompok Tani dengan (Grower, pemasok saprodi, lembagapembiayaan, supplier, PT. Heinz ABC). Koordinasi yang efektif akan dapatdijalankan dengan baik jika ada aturan main (awig-awig) yang jelas, antara lainpembagian kerja secara organik (spesialisasi), pola interaksi yang harmonis, sertapembagian hak dan kewajiban secara adil.

Pengembangan Sistem Informasi

Informasi merupakan input utama dalam sistem usaha bisnis apapun.Pengembangan sistem informasi dalam kelembagaan kemitraan usaha bukan sajamenyangkut informasi tentang sistem pengadaan, distribusi, serta harga input danoutput, tetapi juga dalam konteks hubungan antar sub sistem dalam agribisniscabai merah baik secara horisontal maupun secara vertikal. Ketersediaan data daninformasi baik yang menyangkut aspek produksi, pemasaran, pengolahan, danpermintaan (pasar lokal, regional dan ekspor; pasar tradisional atau pasar modern;serta konsumen rumah atau konsumen institusi) merupakan input utama dalampengoperasian kelembagaan kemitraan usaha agribisnis cabai merah yangberdaya-saing. Pengembangan sistem informasi yang handal sangat bergunauntuk mempermudah eksekusi suatu aktivitas dan merupakan determinan darisistem koordinasi yang harus dijalankan dalam kelembagaan kemitraan usaha,baik secara internal maupun eksternal.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Keberhasilan dalam membangun kemitraan usaha dalam rangkapeningkatan daya saing agribisnis cabai merah pada daerah sentra produksi baikpada lahan sawah dataran rendah maupun lahan kering dataran tinggi akansangat ditentukan beberapa prinsip dasar dalam membangun kemitraan usaha,yaitu : (1) Adanya kesetaraan (equality) di antara pihak-pihak yang bermitra,sehingga menciptakan posisi tawar (bargaining position) yang relatif berimbang; (2)Adanya saling kepercayaan (mutual trust) antara pihak-pihak yang bermitra,sehingga terbangun komitmen yang tinggi sehingga dapat saling memperkuat; (3)Keterbukaan (tranparancy) antara pihak-pihak yang bermitra, terutama dalampembagian hak dan kewajiban, dalam penetapan kontrak (penetapan harga), danpenegakan kontrak berdasarkan prinsip kesetaraan; (4) dapat dipertanggung-jawabkan (accountability), tindakan masing-masing pihak harus dapat diper-tanggungjawabkan dan tidak mensederai satu dengan yang lain; (5) Kemampuanpetani mitra dalam menghasilkan produk cabai merah yang dapat memenuhi jenis,jumlah, spesifikasi produk/kualitas, dan kontinuitas pasokan sesuai permintaanpasar yang dikoordinasikan oleh perusahaan mitra; serta (6) Kemampuanmenembus dan memperluas jaringan pasar oleh perusahaan mitra dankemampuan pendalaman industri pengolahan melalui pengembangan produk.

Page 27: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Saptana, Arief Daryanto, Heny K. Daryanto, dan Kuntjoro

244

Dalam pengembangan kelembagaan kemitraan usaha cabai merah yangberdaya saing terdapat 10 aspek yang penting: (1) membangun kemitraan usahamelalui proses sosial yang matang ; (2) pentingnya membangun salingkepercayaan; (3) perencanaan dan pengaturan produksi; (4) pentingnyapemahaman terhadap jaringan agribisnis; (5) jaminan pasar dan kepastian harga;(6) konsolidasi kelembagaan di tingkat petani; (7) meletakkan koordinasi vertikalsecara tepat; (8) kandungan kewirausahaan; (9) sistem koordinasi antarkelembagaan/pihak; dan (10) pengembangan sistem informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Catelo, M.A.O. and A.C. Costales. 2009. Contract Farming and Other Market Institutionas Mechanisms for Integrating Smallholder Livestoct Producers in the Growthand Development of the Livestock Sector in Developing Contries. WorkingPaper:http:/www.fao.org/ag/againfo/programmes/an/pplpi/docars/wp45.pdf.

Deptan. 1997. SK. Mentan No. 940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman KemitraanUsaha Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Ditjenhort. 2002. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Agribisnis SayuranSumatera. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian.Jakarta.

Dinas Pekerjaan Umum. 2007. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang PenataanRuang. Dinas Pekerjaan Umum. Jakarta.

Dixit. Avinash K. 1996. The Making Economic Policy : Transaction-Cost PoliticsPerspective. Cambridge : CES and The MITI Press.

Dyer, J. H. And Wujin Chu. 2002. The Role Trustworthiness in Reducing Transaction Costand Improving Performance : Empirical Evidence From The United States, Japan,and Korea. The Sloan Foundation, International Motor Vehicle Program at MIT,and Seoul National University Instutute of Management of Research are GratefullyAcknowledged for Supporting this Research.

Eggertsson, T. 1990. Economic Behavior and Institution, Cambridge : Cambridge UniversityPress.

Jensen, M. C. And W. Meckling. 1976. Theory of The Firm : Managerial Behavior, AgencyCost, and Capital Structure, Journal of Financial Economics, Vol. 3, 305-60.

Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhandan Pemerataan. CIDES. Jakarta.

Muda, A. A. K. 2003. Kamus Lengkap Ekonomi. Gramedia Press.

Nugroho, B. 2006. Principal-Agent(s) Relationships (Hubungan Pemberi & PenerimaKepercayaan). Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pranadji, T. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian danPerdesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Bogor.

Page 28: STRATEGI KEMITRAAN USAHA DALAM RANGKA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_10_2010.pdf · industri pengolahan, konsumen institusi (hotel, restaurant, rumah sakit),

Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merahdi Jawa Tengah

245

Saptana, E.L. Hastuti, Ashari, K.S. Indraningsih, S. Friyatno, Sunarsih, dan V. Darwis. 2005.Analisis Kelembagaan Kemitraan pada Komoditas Hortikultura. Pusat AnalisisSosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Saptana, Sunarsih, dan K.S. Indraningsih. 2006. Mewujudkan Keunggulan KomparatifMenjadi Keunggulan Kompetitif Melalui Pengembangan Kemitraan UsahaHortikultura. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Analisis Sosial Ekonomi danKebijakan Pertanian. Bogor.

Saragih, B. 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan. Pusat Studi Pembangunan, Lembaga,Penelitian Institut Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sayaka, B., I.W. Rusastra, Supriyati, W. K. Sejati, A. Agustian, I.S. Anugerah, R. Elizabeth,Ashari, Y. Supriyatna, R. Sajuti, J. Situmorang. 2008. PengembanganKelembagaan Partnership dalam Pemasaran Komoditas Pertanian. MakalahSeminar Hasil Penelitian T.A 2008. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan KebijakanPertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DepartemenPertanian. Bogor.

Shippey, K. C. 2004. Kontrak Bisnis Internasional : Panduan Menyusun Draft Kontrak BisnisInternasional. Penerbit PPM, Jakarta.

Sinaga, R.S. 1987. Pembangunan Pertanian Sistem Agribisnis dan Perusahaan Inti Rakyat.Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor. Bogor.

Simatupang, P., Muharminto, A. Purwoto, A. Syam, G. S. Hardono, K.S. Indraningsih, E.Jamal, dan R. Elizabetf. 1998. Koordinasi Vertikal sebagai Strategi untukMeningkatkan Daya saing dan Pendapatan dalam Era Globalisasi Ekonomi (KasusAgribisnis Kopi). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Suwandi, 1995. Strategi Pola Kemitraan dalam Menunjang Agribisnis Bidang Peternakan.Industrialisasi Usaha Ternak Rakyat dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi,Prosiding Simposium Nasional Kemitraan Usaha Ternak. Ikatan Sarjana Ilmu-IlmuPeternakan Indonesia (ISPI) bekerja sama dengan Balai Penelitian Ternak Ciawi.Bogor.

White, Bejamin. 1990. Agroindustri, Industrialisasi Perdesaan dan Transformasi Perdesaan.Industrialisasi Perdesaan Dilengkapi Dengan Memorandum Bersama TentangIndutrialisasi Perdesaan. Editor Sayogyo dan Mangara Tambunan. Kerja samaantara Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor danIkatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Cabang Jakarta.

Williamson, O. E. 1985. The Economic Institutions of Capitalism : Firms, Market andRelational Contracting, New York and London. Free Press.