POTENSI DAMPAK MASYARAKAT EKONOMI...

21
Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia POTENSI DAMPAK MASYARAKAT EKONOMI ASEAN/MEA 2015 TERHADAP SEKTOR PERTANIAN INDONESIA Potential Impact of ASEAN Economic Community/AEC 2015 on Agricultural Sector of Indonesia Yonariza dan Mahdi Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat Kampus Universitas Andalas Limau Manis, Padang E-mail:[email protected] ABSTRACT ASEAN Economic Community/AEC is envisaged not merely as a free trade advocate for member countries of ASEAN, but also acts as an integrated economy that could lead ASEAN to a single market and production base for dealing with world market. Its potential impact on Indonesia’s agriculture, however, needs to be analyzed, given the fact that Indonesia is a large country in terms of population and natural resource endowments. The paper elaborates the AEC formula 2015 in regard to agriculture and its potential impact on the sector, and discusses the AEC implication on Indonesia’s food resiliency. The paper argues that the impact of the AEC on agricultural sector would be differentiated depending upon commodity being traded and strategic being followed by Indonesia to enter ASEAN free trade. Free trade could encourage Indonesia to aim for food self-sufficiency. Keywords : free trade, Indonesia, ASEAN, agricultural sector, food security ABSTRAK Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) lebih dari sekedar suatu perwujudan perdagangan bebas antar negara-negara anggota ASEAN, tetapi adalah suatu integrasi ekonomi untuk menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi menghadapi pasar dunia.Namun demikian, masih perlu dianalisa bagaimana kemungkinan potensi dampak MEA tersebut terhadap sektor pertanian di Indonesia mengingat Indonesia adalah Negara besar dari segi jumlah penduduk dan kekayaan sumberdaya alam. Makalah ini menguraikan posisi pertanian dalam formula MEA 2015, potensi dampak MEA 2015 terhadap sektor pertanian, dan membahas implikasi MEA terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Argumen yang ingin dikembangkan adalah bahwa dampak MEA terhadap sektor pertanian akan berbeda antar komoditi yang diperdagangkan serta tergantung pada strategi yang ditempuh Indonesia memasuki pasar bebas ASEAN. Perdagangan bebas dapat mendorong Indonesia menuju swasembada pangan. Kata kunci : perdagangan bebas, Indonesia, ASEAN, sektor pertanian, ketahanan pangan 99

Transcript of POTENSI DAMPAK MASYARAKAT EKONOMI...

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

POTENSI DAMPAK MASYARAKAT EKONOMI ASEAN/MEA 2015 TERHADAP SEKTOR PERTANIAN INDONESIA

Potential Impact of ASEAN Economic Community/AEC 2015 on

Agricultural Sector of Indonesia

Yonariza dan Mahdi

Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat Kampus Universitas Andalas Limau Manis, Padang

E-mail:[email protected]

ABSTRACT

ASEAN Economic Community/AEC is envisaged not merely as a free trade advocate for member countries of ASEAN, but also acts as an integrated economy that could lead ASEAN to a single market and production base for dealing with world market. Its potential impact on Indonesia’s agriculture, however, needs to be analyzed, given the fact that Indonesia is a large country in terms of population and natural resource endowments. The paper elaborates the AEC formula 2015 in regard to agriculture and its potential impact on the sector, and discusses the AEC implication on Indonesia’s food resiliency. The paper argues that the impact of the AEC on agricultural sector would be differentiated depending upon commodity being traded and strategic being followed by Indonesia to enter ASEAN free trade. Free trade could encourage Indonesia to aim for food self-sufficiency. Keywords : free trade, Indonesia, ASEAN, agricultural sector, food security

ABSTRAK

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) lebih dari sekedar suatu perwujudan perdagangan bebas antar negara-negara anggota ASEAN, tetapi adalah suatu integrasi ekonomi untuk menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi menghadapi pasar dunia.Namun demikian, masih perlu dianalisa bagaimana kemungkinan potensi dampak MEA tersebut terhadap sektor pertanian di Indonesia mengingat Indonesia adalah Negara besar dari segi jumlah penduduk dan kekayaan sumberdaya alam. Makalah ini menguraikan posisi pertanian dalam formula MEA 2015, potensi dampak MEA 2015 terhadap sektor pertanian, dan membahas implikasi MEA terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Argumen yang ingin dikembangkan adalah bahwa dampak MEA terhadap sektor pertanian akan berbeda antar komoditi yang diperdagangkan serta tergantung pada strategi yang ditempuh Indonesia memasuki pasar bebas ASEAN. Perdagangan bebas dapat mendorong Indonesia menuju swasembada pangan. Kata kunci : perdagangan bebas, Indonesia, ASEAN, sektor pertanian, ketahanan pangan

99

Yonariza dan Mahdi

PENDAHULUAN

Dengan diterimanya secara luas perspektif sistem dunia (world system) sebagai basis teori pembangunan ekonomi, semakin diyakini bahwa kesejahteraan dunia dapat ditingkatkan melalui perdagangan antar negara, sepanjang perdagangan tersebut bebas hambatan. Sesuai dengan pendapat Ricardo (1821) tentang keunggulan komparatif menyatakan bahwa suatu negara mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi suatu barang apabila biaya yang dibutuhkan lebih kecil daripada negara lain. Perdagangan antara dua negara akan menguntungkan karena setiap negara dimungkinkan mengkhususkan diri pada produksi barang tertentu secara efisien (Hutabarat, 2009). Perdagangan bebas hambatan akan menimbulkan spesialisasi produksi antar Negara sesuai dengan keunggulan komparatifnya dari faktor bawaannya (endowment factor). Melalui perdagangan, masing masing Negara dapat melakukan spesialisasi produksi sehingga total produk dunia meningkat dan biaya produksi menurun, efisiensi produksi ini akan meningkatkan kesejahteraan sosial dunia.Namun selama ini, perdagangan itu terhambat oleh berbagai hal terutama kebijakan tarif dan non-tarif sehingga mengurangi dampak kesejahteraan sosial. Berbagai upaya kemudian dilakukan untuk menghilangkan rintangan perdagangan itu dan penerapannya semakin meluas dengan dibentuknya blok-blok perdagangan bebas. Dalam dua dekade belakangan jumlah perjanjian perdagangan bebas meningkat dari hanya 8 buah pada tahun 1991 menjadi 221 buah pada tahun 2010 (Widyasanti, 2010). Beberapa contoh perjanjian perdagangan bebas dapat dilihat misalnya Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), pakta pakta perjanjian perdagangan regional semacam APEC, AFTA, NAFTA, dan lainlain sebagainya.

Penciptaan perdagangan bebas dan penciptaan blok-blok perdagangan akan meningkatkan efisiensi karena pasar bebas hanya akan efektif apabila pihak yang terlibat bisa menghasilkan produk dengan efisien dan mendistribusikannya secara efisien pula. Masing masing pihak mempunyai keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif dan melalui pertukaran, keunggulan tersebut akan dapat meningkatkan kesejahteraan kedua belah pihak yang melakukan perdagangan.

Negara-negara anggota ASEAN pun makin memantapkan jati dirinya menjadi sebuah blok perdagangan bebas. Bahkan mereka mengimpikan membangun ASEAN Community pada tahun 2020, yaitu suatu kerjasama dalam bidang pertahanan, sosial, budaya, politik, dan ekonomi, kira kira menyerupai Masyarakat Eropa (European Union). Penguatan kerjasama dalam bidang ekonomi diwujudkan dengan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang disepakati pada KTT ke 13 ASEAN tanggal 20 November 2007 di Singapore dan efektif diberlakukan pada bulan Desember tahun 2015.

MEA adalah sasaran integrasi ekonomi yang berkarakter seperti; 1) Pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, 2) Wilayah yang sangat kompetitif secara ekonomi, 3) Wilayah pembangunan ekonomi yang berimbang, dan 4) wilayah yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. Intinya, MEA akan mentransformasikan ASEAN menjadi wilayah yang lebih bebas dalam hal aliran barang, aliran investasi, aliran tenaga terdidik dan aliran modal.Indonesia sebagai negara dengan pasar

100

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

terbesar, terluas serta memiliki keunggulan komparatif sumber daya alam, memiliki tantangan sekaligus peluang yang cukup besar dalam MEA.

Namun sampai saat-saat terakhir menjelang pelaksanaan MEA secara penuh,beberapa pertanyaan baik berupa keraguan ataupun optimisme masih muncul.Pertanyaan keraguan misalnya bagaimana potensi dampak MEA bagi negara-negara angggota lebih spesifik bagaimana kemungkinan dampak MEA terhadap pertanian di Indonesia? Makalah ini mencoba mengurai potensi dampak MEA 2015 terhadap sektor pertanian di Indonesia.Secara lebih spesifik, makalah ini menjawab pertanyaan berikut;

1. Bagaimana posisi pertanian dalam formulasi MEA 2015?

2. Apa saja potensi dampak MEA bagi sektor pertanian Indonesia dan bagaimana memperkirakan dampak tersebut?

3. Apa implikasi kebijakan dari potensi dampak MEA terhadap kemandirian pangan di Indonesia?

Penulisan makalah ini didasarkan dokumen, kajian, dan data statistik. Data statistik mengandalkan data yang dikeluarkan Sekretariat ASEAN terutama dari sekretariat ASEAN Food Security Information System (AFSIS), data statistik kementerian pertanian, FAO, dan WTO. Data surat kabar online,press release kementerian pertanian serta data sekunder lainnya tentang kajian kajian yang ada tentang MEA dan AFTA. Bahan lain yang dijadikan referensi adalah pengalaman penulis dalam mengunjungi beberapa Negara anggota ASEAN dalam kapasitas sebagai mahasiswa pascasarjana di Filipina dan Thailand, dalam kapasitas sebagai peneliti, dalam keanggotaan beberapa jaringan sosial yang ada di kawasan Asia Tenggara.

Kajian eks-ante dampak MEA terhadap perekonomian Indonesia sudah dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2008 dan telah dilaporkan dalam Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012, edisi Januari 2008, akan tetapi dampak spesifik terhadap sektor pertanian tidak banyak dibahas. Zamroni (2010) melakukan kajian efek pasar tunggal dan basis produksi ASEAN terhadap perekonomian Indonesia, akan tetapi spesifik dampak terhadap sektor pertanian dan ketahanan pangan belum banyak dikaji. Makalah ini mengambil stok tersebut.

Makalah ini pertama menyajikan pertanian dalam MEA, selanjutnya menguraikan metode menilai dampak MEA terhadap sektor pertanian dan potensi dampak itu sendiri. Makalah diakhiri dengan bahasan implikasi kebijakan atas dampak MEA terhadap kemandirian pangan dan bagi peningkatan kesejahteraan petani.

PERTANIAN DAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

KTT ASEAN XIII tahun 2008 di Kuala Lumpur berhasil mencanangkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Pertimbangan utama pembentukan MEA adalah pentingnya perdagangan dengan

101

Yonariza dan Mahdi

dunia luar bagi ASEAN dan adanya kebutuhan masyarakat ASEAN secara bersama-sama melihat keluar. Intinya adalah upaya meningkatkan kerjasama ekonomi sesama negara anggota ASEAN untuk berkompetisi dengan dunia luar. Alasan utama adalah bahwa kawasan ASEAN adalah kawasan yang vital bagi ekonomi dunia melihat kepada jumlah penduduknya (hampir setengah miliar) dan peran dalam ekonomi global. Disamping itu, ASEAN juga ingin mendampingi kemunculan raksasa baru ekonomi dunia dari Asia, seperti: Cina dan India.Untuk mewujudkannya, telah disepakati cetak biru (blue print) MEA 2015. Bagaimana posisi sektor pertanian dalam formulasi MEA 2015?

Cetak biru menjelaskan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional mempunyai lima element inti; yaitu (i) Aliran bebas barang, (ii) Aliran bebas jasa, (iii) Aliran bebas investasi, (iv) Aliran modal yang lebih bebas, serta (v) Aliran bebas tenaga kerja terampil. Sektor yang masuk dalam pasar tunggal dan basis produksi internasional terdiri dari dua belas (12) sektor integrasi prioritas (Priority Integration Sectors [PIS]) yaitu sektor-sektor yang dianggap strategis untuk diliberalisasikan menuju pasar tunggal dan berbasis produksi seperti: produk produk berbasis pertanian, transportasi udara, otomotif, ASEAN e-commerce (e-ASEAN), elektronik, perikanan, pelayanan kesehatan, produk berbasis karet, tekstil dan pakaian, pariwisata, produk berbasis kayu, dan logistik (ASEAN Secretariat, 2011). Untuk masing masing sektor ditunjuk koordinator, seperti dalam tabel berikut: Tabel 1. Daftar Sektor Integrasi Prioritas dan Koordinator dalam MEA 2015

No Daftar sektor integrasi prioritas

Negara Koordinator No Daftar sektor

integrasi prioritas Negara

Koordinator 1. Produk berbasis

pertanian Myanmar 7. Layanan

kesehatan Singapore

2. Transportasi udara Thailand 8. Produk berbasis karet

Malaysia

3. Otomotif Indonesia 9. Tekstil dan Pakaian

Malaysia

4. e-ASEAN Singapore 10. Pariwisata Thailand

5. Elektronik Filipina 11. Produk berbasis kayu

Indonesia

6. Perikanan Myanmar 12. Logistik Vietnam Sumber: Departemen Perdagangan RI (n.d)

Seperti dalam Tabel 1, Indonesia kebagian mengurusi otomotif dan produk berbasis kayu, sementara untuk pertanian ditunjuk Myanmar sebagai koordinator.

Skema MEA merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari skema perdagangan yang sudah ada sebelumnya, yaitu preferential Trading Agreement (PTA) tahun 1977 dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992. Perbedaan paling mendasar antara skema PTA, AFTA, dan MEA dalam mendorong terjadinya

102

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

aliran barang yang bebas di ASEAN adalah PTA dan AFTA lebih menekankan pada pengurangan dan penghapusan hambatan tarif, sedangkan MEA lebih menekankan pada pengurangan dan penghapusan hambatan non-tarif (Arifin et al., 2008: 71).

Kerangka aliran bebas barang yang termuat dalam cetak biru MEA 2015 menjelaskan mengenai arah dan cara mencapai MEA 2015 yang meliputi penghapusan hambatan tarif, penghapusan hambatan non-tarif, dan fasilitas perdagangan lainnya. ASEAN Trade Facilitation (ATF) diciptakan untuk memberikan berbagai kemudahan perdagangan di kawasan ASEAN, yang diharapkan dapat meningkatkan volume perdagangan antar negara -negara ASEAN (Rahardhan et al. n.d)

Dari 12 sektor integritas prioritas, 3 diantaranya berhubungan langsung dengan pertanian, seperti produk berbasis pertanian, produk berbasis karet, dan produk berbasis kayu. Cetak Biru MEA menggariskan pentingnya peningkatkan efisiensi sektor-sektor utama untuk memungkinkan ASEAN bersaing dalam memperoleh modal dan mempertahankan aktivitas ekonomi yang memiliki nilai tambah dan pembukaan lapangan kerja di kawasan. Untuk bidang pertanian tindakan yang akan diambil antara lain:

1) Membentuk Good Agriculture/Aquaculture Practices (GAP), Good Animal Husbandry Practices (GAHP), Good Hyginen Practices (GHP) Good Manufacting practices (GMP), dan sistem berbasis Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) bagi produk–produk pertanian, pangan dan pangandengan nilai perdagangan/potensi perdagangan yang signifikan selambat-lambatnya pada 2012

2) Menyelaraskan prosedur karantina dan inspeksi/ pengambilan sampel selambat-lambatnya pada 2010 dan kebijakan Sanitary And Phytosanitary (SPS) untuk produk-produk pertanian, pangan dan kehutanan dengan nilai kehutanan dengan nilai perdagangan/potensi perdagangan yang signifikan, sesuai standar atau acuan internasional, apabila dimungkinkan, selambat-lambatnya 2015;

3) Menyelaraskan Maximum Residue Limits dari beberapa pestisida yang umum digunakan untuk produk tanaman pangan, sesuai dengan standar atau pedoman internasional, apabila dimungkinkan selambat-lambatnya pada 2015;

4) Menyelaraskan karangka kerja pengaturan untuk produk-produk pertanian yang berasal dari proses bioteknologi modern, sesuai standar atau pedoman internasional, apabila dimungkinkan selambat-lambatnya 2015;

5) Menyelaraskan standar keamanan dan mutu untuk produk-produk horikultura dan pertanian yang memiliki nilai ekonomis penting dikawasan ASEAN, sesuai dengan standar atau pedoman internasional, apabila dimungkinkan selambat-lambatnya 2015;

6) Menyelaraskan Pengawasan kesehatan hewan (Darat dan Air) bagi keamanan makanan hewani melalui skema standar manajemen keamanan

103

Yonariza dan Mahdi

bio-security, sesuai dengan standard an pedoman internasional, apabila dimungkinkan selambat-lambatnya pada 2015;

7) Menyelaraskan pedoman penggunaan bahan kimia dalam budi daya perikanan dan upaya menghapuskan penggunaan bahan kimia berbahaya, sesuai dengan standar atau pedoman internasional, apabila dimungkinkan selambat-lambatnya pada 2009; dan,

8) Mengembangkan kerangka kerja acuan kawasan mengenai pendekatan bertahap untuk sertifikasi kehutanan selambat-lambatnya 2015.

Kerjasama berikutnya yang berhubungan dengan pertanian adalah meningkatkan kerja sama, pendekatan bersama dan alih teknologi antar Negara anggota ASEAN dengan Organisasi-organisasi regional dan internasional serta sektor swasta.

Tindakan:

1. Mengembangkan strategi/posisi bersama mengenai isu-isu yang menyangkut kepentingan ASEAN pada organisasi–organisasi internasional seperti WTO, FAO, World Organization of Animal Helth (OIE), International Plant ProtectionConvention (IPPC), CODEX, Convention on International Trade in Endengered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) dan Negara-Negara Mitra Wicara;

2. Meningkatkan riset bersama dan alih teknologi untuk produk-produk pertanian,pangan dan kahutanan.

3. Membentuk aliansi strategis dan pendekatan bersama dengan sektor swasta dalam mempromosikan pentingnya aspek keamanan pangan, investasi dan perluan usaha patungan, peningkatan produk-produk pertanian dan akses pasar;

4. Memperkuat upaya-upaya untuk mengatasi pembalakan liar dan perdagangan yang terkait dengan pembalakan liar, pembakaran hutan dan dampak yang diakibatkannya; dan,

5. Memperkuat upaya-upaya untuk mengatasi penangkapan hasil laut secara tidak sah (illegal fishing).

Untuk mendukung petani kecil juga disepakati mendorong kerja sama koperasi pertanian ASEAN sebagai sarana untuk memberdayakan dan meningkatkan akses pasar bagi produk-produk pertanian, membagun mekanisme jaringan yang menghubungkan koperasi-koperasi pertanian, dan memenuhi tujuan koperasi pertanian untuk memberikan manfaat bagi para petani di kawasan.

Tindakan:

1. Memperkuat aliansi strategis antar koperasi pertanian ASEAN malalui Kerjasama bilateral, regional, dan multilateral;

2. Membentuk hubungan usaha antar-koperasi pertanian potensial di ASEAN; dan,

104

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

3. Meningkatkan investasi langsung dan kemitraan strategis dengan koperasi

pertanian ASEAN, para produsen, konsumen dan pengusaha.

Kerjasama ASEAN dalam Pertanian, Pangan dan Kehutanan (FAF) dalam kerangka MEA pada tahun 2015, diupayakan bekerja menuju peningkatan daya saing produk makanan, pertanian dan kehutanan di pasar internasional, dan pemberdayaan petani melalui promosi koperasi pertanian telah menjadi prioritas regional. Isu-isu yang muncul dan lintas sektoral seperti ketahanan pangan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk sektor pertanian dan kehutanan, dan sanitary and phytosanitary (SPS) juga disepakati sebagai isu prioritas. Di sini terbuka peluang kerjasama antar pelaku pelaku ekonomi pertanian di kawasan dan lintas negara.

Dalam kerjasama FAF dilakukan harmonisasi kualitas dan standar, jaminan keamanan pangan, dan standarisasi sertifikasi perdagangan. Produk pertanian ASEAN diharapkan siap bersaing di pasar global dengan menawarkan makanan yang aman, sehat dan berkualitas. ASEAN telah mengembangkan praktek pertanian yang baik (GAP), standar untuk produksi, panen dan pasca panen produk pertanian, batas maksimum residu pestisida ASEAN, kriteria untuk akreditasi usaha peternakan dan produk ternak, pedoman praktek manajemen udang yang baik, dan kode etik untuk perikanan yang bertanggung jawab, yang semuanya akan digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan prioritas nasional dan sarana untuk mendukung agroindustri (ASEAN Secretariat, 2011).

Dapat disimpulkan bahwa pertanian mendapat porsi cukup besar dalam formulasi kerangka kerjasama ekonomi ASEAN.Namun demikian, seperti telah dinyatakan pada awal makalah, apabila semua input tindakan yang berhubungan dengan sektor pertanian diatas telah diwujudkan, bagaimana potensi dampak MEA terhadap sektor pertanian Indonesia? Bagian berikut mencoba menakar dampak MEA terhadap sektor pertanian di Indoneia.

MENAKAR POTENSI DAMPAK MEA TERHADAP SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

Bagaimana menakar dampak MEA terhadap pertanian Indonesia?

“….Tantangan paling sulit dalam menyongsong MEA adalah memperkirakan bagaimana MEA akan mempengaruhi perekonomian negara-negara di dalamnya. Kajian tentang hal ini sangat perlu dilakukan, karena dengan mengetahui perkiraan dampak yang akan terjadi, Pemerintah dan semua unsur bangsa dapat merumuskan langkah-langkah strategis yang harus diambil agar dapat menuai manfaat optimal dari integrasi yang akan terjadi” (Bank Indonesia, 2008, 29).

Secara konseptual dampak suatu kebijakan ataupun sebuah program akan dirasakan beberapa waktu kemudian setelah kebijakan atau program direalisasikan. Urutan logisnya, dampak suatu program akan terjadi manakala input telah disediakan, proses (throughput) telah dilaksanakan sesuai rencana,

105

Yonariza dan Mahdi

output telah tercipta, dan hasil (outcome) telah diperoleh, setelahnya baru akan dapat dirasakan dampak (impact). Dalam hubungan dengan dampak MEA terhadap pertanian di Indonesia yang baru akan dilaksanakan pada tahun 2015, inputnya adalah inisiatif kerjasama pertanian, pangan, dan kehutanan (Food, Agriculture, and Forestry [FAF). Jadi dengan demikian dampak akan tergantung daripada strategi yang diambil masing masing negara. Sedangkan proses mencapainya telah digariskan dalam cetak biru MEA 2015.

Makalah ini menggunakan dua cara penilaian dampak MEA terhadap pertanian di Indonesia, dampak ex-ante dan dampak ex-post.

Penilaian dampak ex-ante (dampak hipotesis)

Dampak ex-ante atau dampak hipotesis adalah cara menilai dampak terhadap rencana aksi yang telah disusun. Makalah ini membuat dugaan potensi dampak MEA terhadap sektor pertanian dengan memetakan posisi Indonesia dan ASEAN (minus Indonesia) dalam kontinum ekspor dan impor. Kontinum ekspor dan impor menggambarkan porsi produk yang diperdagangkan dari seluruh produk yang diproduksi atau yang dikonsumsi. Posisi 0 menggambarkan suatu produk tidak diperdagangkan atau swasembada, posisi export 100 menandakan semua produksi untuk ekspor, sebaliknya posisi impor 100 menandakan semua konsumsi berasal dari produk impor. Kontinum ekspor dan impor Indonesia versus ASEAN diilustrasikan pada Gambar 1.

Hasil persilangan kontinum ekspor-impor Indonesia dan kontinum ekspor–impor ASEAN (minus Indonesia) menghasilkan 4 kuadran.

Kuadran I : Komoditi Indonesia dan komoditi dari 1 atau lebih negara ASEAN lainnya adalah sama. Di sini komoditi yang dihasilkan adalah untuk tujuan ekspor dan juga konsumsi ASEAN sendiri. Dua belas sektor integrasi prioritas MEA masuk dalam Kuadran I. Untuk pertanian, komoditi perkebunan seperti karet, kelapa sawit masuk dalam kuadran ini dan kuadran ini menunjukkan pentingnya MEA sebagai basis produksi untuk pasar dunia.

Kuadaran II : Komoditi dimana Indonesia adalah eskportir di ASEAN. Apabila volume ekspor produk Indonesia mencukupi maka ASEAN dapat mengandalkan Indonesia sebagai produsen, sebaliknya apabila ekspor Indonesia kurang, ASEAN harus mengimpor dari pasar dunia. Kuadran ini juga menunjukan ASEAN sebagai cikal bakal pasar tunggal.

Kuadran III : Komoditi pertanian dimana ASEAN (termasuk Indonesia) adalah pasar bagi produk produk pertanian global karena ASEAN tidak punya keuntungan komparatif dalam menghasilkannya, misalnya untuk produk gandum dan turunannya. Komoditi yang masuk dalam kuadran ini mungkin ada relevansinya dengan MEA karena masing masing negara MEA bersaing mendapatkan komoditi ini dari pasar global. Karakteristik komoditi pertanian pada kuadran ini

106

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

menghendaki upaya bersama menghasilkan barang substitusi impor.

Kuadran IV : Kuadran ini menggambarkan komoditi yang diekspor ASEAN dan diimpor oleh Indonesia. Tergantung volume ekspor ASEAN dan impor Indonesia, apabila jumlah yang diperlukan Indonesia lebih banyak maka selain mengimpor dari ASEAN Indonesia bisa mengimpor dari pasar global. Akan tetapi komoditi ini dapat dihasilkan Indonesia dan ASEAN walau jumlah yang diproduksi Indonesia tidak mencukupi. Komoditi pangan seperti beras dan biji-bijian, hasil ternak, serta hortikultura masuk dalam kuadran ini.

Kontinum ekspor Indonesia versus ASEAN bisa juga digunakan sebagai simulasi hubungan perdagangan dengan pasar global dengan memutar pada titik sumbu garis batas pasar ASEAN dan pasar global, garis diagonal Kuadran II dan Kuadran IV.

Gambar 1. Sketsa Potensi Dampak MEA 2015 terhadap Pertanian Indonesia

Ekspor KUADRAN IIa SPESIALISASIPRODUKSI INDONESIA UNTUK PASAR ASEAN

KUADRAN IVa PRODUK INTRA ASEAN UNTUK INDONESIA

KUADRAN I KESATUAN PANGKALAN PRODUKSI UNTUK PASAR GLOBAL DAN ASEAN

KUADRAN IIb ASEAN MENJADI PASARUNTUK PRODUK PERTANIAN GLOBAL

KUADRAN III ASEAN MENJADI PASARUNTUK PRODUK PERTANIAN GLOBAL

KUADRAN IVb INDONESIA PASAR PRODUK PERTANIAN GLOBAL INDONESIA

ASEAN (minus Indonesia)

Impor

Ekspor

Impor PASAR ASEAN PASAR DUNIA Arah ekspansi

107

Yonariza dan Mahdi

Hampir mirip dengan arahan Mentan dalam strategi menghadapi MEA 2015 yang mengelompokkan komoditi Indonesia kedalam 4 kelompok berdasarkan nilai tambah dan daya saing di bidang pertanian. Kelompok pertama yaitu beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi. Kelompok yang kedua adalah komoditi andalan ekspor yaitu kakao, kopi, sawit, rempah dan teh. Kelompok yang ketiga yaitu komoditi atau produk potensi ekspor dan pasar domestik diantaranya buah tropika, sayuran, bio-farmaka, tanaman hias tropika, bahan olahan karet, mete, kelapa dan atsiri. Terakhir kelompok komoditi substitusi impor yaitu susu, aneka tepung, daging ayam dan telur.

Jika disandingkan pengelompokan komoditas ini dengan sketsa di atas, maka kelompok utama masuk dalam Kuadran IV, Kelompok kedua masuk dalam Kuadran I. Kelompok yang ketiga masuk dalam Kuadran II, dan Kelompok substitusi masuk dalam Kuadran III.

Penilaian Dampak ex-post

Dampak ex-post adalah dampak berdasarkan bukti empiris dan kenyataan yang ada dampak ex-post didasarkan pada 2 hal; pengalaman penerapan AFTA dan kesiapan Indonesia menuju MEA 2015. Penilaian Dampak ex-post menggunakan data sekunder dan literatur yang ada. Bagian berikut akan menjelaskan analisa dampak MEA terhadap pertanian Indonesia.

DAMPAK MEA TERHADAP PERTANIAN INDONESIA

Dampak Hipotesis

Dikatakan dampak hipotesis karena dia belum terjadi tapi diperkirakan akan terjadi. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, ada tiga kegiatan utama MEA dalam bidang pertanian; 1) Meningkatkan perdagangan intra dan ekstra-ASEAN dan daya saing jangka panjang pangan, pertanian dan produk/komoditas kehutanan ASEAN, 2) Meningkatkan kerjasama, usaha bersama dan transfer teknologi di antara Negara-negara Anggota ASEAN dan diantara organisasi regional, internasional dan sektor swasta, 3) Promosikan koperasi pertanian ASEAN sebagai sarana untuk memberdayakan dan meningkatkan akses pasar produk pertanian, untuk membangun mekanisme jaringan menghubungkan koperasi pertanian, dan untuk memenuhi tujuan koperasi pertanian untuk kepentingan petani di Asia Tenggara. Apa potensi dampak apabila tiga kegiatan (input) di atas dilaksanakan?

Untuk mengantisipasi dampak MEA 2015 terhadap sektor pertanian di Indonesia, perlu dikerangkakan perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN ke dalam empat kuadran sketsa komodoti di atas.

108

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

Dampak MEA untuk Komoditi pada Kuadran I

Pada kuadran ini negara-negara penghasil produk yang sama akan bersatu meningkatkan skala produksi sehingga lebih efisien dengan membentuk persatuan dan asosiasi produsen menghadapi pasar global. Komoditi pertanian pada kuadran ini akan mendorong daya saing ASEAN dalam pasar global dan memperkuat peran ASEAN dalam ekonomi global. Komoditi sawit, karet, akan dapat diperkuat melalui MEA. Ada juga peluang untuk meningkatkan produksi pangan di Indonesia apabila kawasan menjadi kesatuan pangkalan produksi.

Dampak kerjasama atas komoditi pada Kuadran I akan terjadi penciptaan nilai tambah, kerjasama teknologi pengolahan untuk komoditas ekspor seperti karet, kakao, sawit, dan lain sebagainya. Di sini akan terjadi transformasi, posisi Negara ASEAN yang sebelumnya berkompetisi untuk memenuhi pasar dunia, dengan adanya MEA, negara-negara ini akan menjalin kemitraan. Kerjasama antara para pelaku tersebut akan berdampak pada peningkatan skala usaha, manajemen dan teknologi bisa dipadukan untuk menghasilkan produk kompetitif dalam ekonomi dunia.

Bila kerjasama Indonesia dan Malaysia dalam hal CPO misalnya, maka akan dapat menguasai pasar dunia. Hal ini karena dua negara menguasai 90 persen lebih produksi dunia. Jadi lebih banyak kemungkinannya untuk mengatur suplai CPO.1

Minyak sawit adalah salah satu dari sepuluh (10) komoditi ekspor ASEAN ke dunia pada tahun 2008 (berdasarkan HS-4 digit) yang dilaporkan dalam ASEAN Economic Community Chartbook (2009), komoditas pertanian mendudukan urutan adalah (7) minyak sawit dan turunannya dengan nilai sumbangan sebesar 3 persen; dan diurutan (8) karet alam dan bentuk asal (sumbangan 2%). Untuk komoditi ekspor lebih banyak ditujukan ke mitra perdagangan di luar ASEAN, seperti Eropa, Jepang, dan USA.

Dampak komoditi pada Kuadran II

Pada Kuadran II, Indonesia adalah eksportir untuk pasar ASEAN. Negara-negara ASEAN juga punya peluang untuk meningkatkan produksi karena mereka juga punya kemampuan produksi walau keuntungan komparatifnya relatif kecil. Perlu upaya meningkatkan kerjasama produksi antar Negara ASEAN untuk pasar ASEAN. Komoditi pertanian ekspor Indonesia ke intra-ASEAN adalah minyak kelapa sawit, karet, biji kakao.

Pada Kuadran II ini ada peluang pemberdayaan sumberdaya alam dan tenaga kerja, karena Indonesia mempunyai sumberdaya alam yang masih melimpah dan tenaga kerja yang murah ditambah masih tingginya angka pengangguran. Sebagai ilustrasi, luas lahan tidur di Indonesia mencapai sekitar 30 juta hektar berupa lahan potensial yang bisa digunakan untuk meningkatkan

1 Indonesia dan Malaysia bahas pengurangan ekspor kelapa sawit http:/ / www.merdeka. com/ indeks-berita/

109

Yonariza dan Mahdi

produktivitas pertanian dan perkebunan,2 lahan ini umumnya adalah lahan terlantar akibat gagal investasi sebelumnya. Dengan makin leluasanya aliran modal pada era MEA 2015, maka akan terjadi penanaman modal asing lebih banyak memanfaatkan lahan terlantar tersebut ditambah dengan upah yang murah. Maka nilai lahan dan tenaga kerja akan meningkat pula. Hal ini dimungkinkan karena produktifitas tenaga kerja Indonesia masih berada di bawah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Sedikit unggul di atas Cambodia, Myanmar, dan Vietnam (BI, 2008). Dengan adanya penanaman modal ASEAN maka produktifitas tenaga kerja dapat ditingkatkan.

Dampak MEA pada Komoditi Kuadran III

ASEAN (termasuk Indonesia) adalah pasar bagi produk produk pertanian global dimana ASEAN tidak punya keuntungan komparatif, misalnya untuk produk gandum dan turunannya. ASEAN perlu berupaya mendorong produk substitusi. Kerjasama kawasan dalam bidang penelitian dan pengkajian akan berdampak produksi komoditi substitusi impor.

Dampak MEA pada komoditi Kuadran IV

Pada Kuadran IV, Indonesia adalah pasar untuk komoditi pertanian yang dihasilkan oleh negara lain di ASEAN, tetapi Indonesia sendiri juga bisa menghasilkan komoditi yang sama akan tetapi jumlahnya tidak cukup. Apabila produk dari negara ASEAN tidak cukup, Indonesia harus membelinya dari pasar global. Maka kerjasama perdagangan dengan Negara lain perlu diperkuat. Kerjasama produksi dengan negara ASEAN bisa mendorong Indonesia berswasembada pada produk ini. Mengingat Indonesia adalah negara importir produk produk pertanian negara ASEAN lainnya, maka upaya peningkatan produksi komoditi pada kuadran IV ini akan berdampak terhadap peningkatan efisiensi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan akhirnya bisa masuk ke komoditi dalam Kuadran I.

Dampak Ex-post

Seperti diuraikan sebelumnya, dampak MEA dapat didekati secara ex-post melalui pengalaman penerapan AFTA dan juga melihat kesiapan dan langkah langkah yang sudah diambil Indonesia mempersiapkan penerapan MEA 2015.

Pengalaman AFTA

MEA adalah kelanjutan dari perjanjian perdagangan bebas ASEAN (AFTA) yang telah ditetapkan pada tahun 1992. AFTA berupaya menghilangkan hambatan

2 30 Juta Hektar Lahan Potensial di Indonesia Menganggur, http://finance.detik.com/read/2013/06/14/122403/2273417/4/30-juta-hektar-lahan-potensial-di-indonesia-menganggur

110

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

tarif dalam perdagangan regional ASEAN, dampaknya memang terasa meningkatnya perdagangan regional dan temuan bahwa produk Indonesia kalah bersaing akan tetapi produsen bahan baku diuntungkan dengan harga yang lebih murah.Telah banyak kajian akademis yang dilakukan menilai dampak AFTA terhadap pertanian di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2012) tentang pemberlakuan liberalisasi perdagangan (penghapusan peran BULOG dalam pengadaan dan penyaluran gabah/beras serta penghapusan tarif) tidak efisien dan tidak tepat untuk dilaksanakan karena keuntungan yang diterima oleh konsumen lebih kecil jika dibandingkan dengan kerugian yang diterima oleh produsen, sehingga total net-surplus berkurang. Alternatif kebijakan ini merugikan petani kecil yang umumnya miskin dan akan memperburuk distribusi pendapatan. Sitepu (2012) menyimpulkan bahwa perdagangan bebas, khususnya beras bagi Indonesia tidak menguntungkan.

Sejauh perdagangan pertanian yang bersangkutan, Pasadilla (2006) lebih lanjut menjelaskan bahwa AFTA, berdasarkan data yang menunjukkan arah perdagangan ASEAN-6 negara 1995-2003, tidak selalu perdagangan mengalihkan mekanisme regional, karena perdagangan pertanian pada waktu itu hanya menyumbang 1,44-1,95 persen dari total perdagangan. Berbeda dengan perdagangan di sektor manufaktur, tingkat pemanfaatan perjanjian perdagangan preferensial ASEAN di bidang barang-barang pertanian relatif rendah, terutama karena kesulitan dalam pelaksanaannya (Pangestu et al., 1992) .

Data memang menunjukkan bahwa perdagangan pertanian antar negara ASEAN nilainya kecil, maka dampak AFTA pada arus perdagangan pertanian relatif sederhana. Gilbert et al. (2001) berpendapat bahwa AFTA telah menghasilkan dampak yang signifikan terhadap perdagangan barang manufaktur, akan tetapi baru sedikit yang dilakukan dalam menfasilitasi promosi perdagangan hasil pertanian. Beberapa tahun kemudian, Pasadilla (2006) menegaskan analisis ini dan menetapkan bahwa AFTA, dalam bentuk aslinya, tidak benar-benar dirancang untuk meningkatkan perdagangan intraregional pertanian, melainkan untuk menfasilitasi perdagangan barang industri antara yang muncul dari jaringan yang terintegrasi secara vertikal manufaktur perusahaan transnasional.

Zamroni et al. (2010) juga melaporkan bahwa kesepakatan pasar tunggal ASEAN dan basis produksi dalam tiga tahun terakhir belum memberikan dampak positif yang signifikan terhadap pertumbuhan industri seperti industri berbasis produksi pertanian, perikanan, tekstil dan elektronik. Dampak yang tidak signifikan dapat ditelusuri melalui kinerja investasi dan jaringan produksi antara Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya yang belum dikembangkan dengan baik.

Untuk pangan seperti beras misalnya, negara-negara anggota ASEAN adalah penghasil beras kecuali Singapura, sehingga perdagangan hanya untuk memenuhi sebagian kecil kekurangan produksi. Tabel 2 mengilustrasikan kondisi pasar beras ASEAN.

111

Yonariza dan Mahdi

Tabel 2. Tabel Neraca Beras Negara Anggota ASEAN 2013 (ton)

Negara Persediaan awal Produksi Konsumsi

dalam negeri Impor Ekspor

Brunei Darussalam 10.297 1.705 22.892 31.015 -

Cambodia 1.280.376 5.955.521 3.319.010 - 1.954.630.00

Indonesia 4.055.771 40.805.600 40.530.277 1.510.329 959

Lao PDR 421.587 2..319.000 2.308.400 15.509 35.000

Malaysia 624.740 1.644.427 2.593.630 850.000 -

Myanmar 1.662.184 17.718.391 18.126.342 - 1.000.000

Philippines 2.040.141 11.815.790 18.126.342 486.505 -

Singapore 39.700 - 270.000 350.000 Thailand 14.540.696 24.3232.884 14.093.386 - 8.000.000 Vietnam 2.474.084 26.923.943 20.243.086 - 7.200.000

ASEAN 27.149.476 131.508.261 114.571.939 3.253.349 18.275.216 Sumber: AFSIS 2012 Keterangan: angka perkiraan AFSIS project

Isu utama bagi pertanian secara umum adalah bagaimana kawasan perdagangan bebas ASEAN ini berdampak positif pada petani (Dermoredjo, 2012) karena perdagangan bebas akan menyebabkan murahnya harga barang barang impor. Integrasi mau tidak mau akan memaksa setiap pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing apabila masih ingin bertahan di pasar (Bank Indonesia, 2008): Indonesia perlu meningkatkan daya saing dengan memanfaatkan comparative advantages berupa jumlah penduduk, sumberdaya alam (SDA), dan lokasi yang strategis yang saat ini dimiliki.

Saat ini kondisi perdagangan adalah net perdagangan negatif, artinya impor lebih besar dibandingkan ekspor. Dalam kondisi perdagangan bebas (terbuka) bisa terjadi meningkatnya impor karena ketiga komoditas ini sensitif terhadap harga dimana elastisitas harga beras, jagung dan kedelai terhadap impor, masing-masing sebesar -76,06; -33,62; dan -63.04 (Dermoredjo, 2012). Selanjutnya dijelaskan dampak perdagangan bebas ASEAN mengakibatkan impor untuk ketiga komoditas utama tersebut meningkat, namun demikian terjadi pula peningkatan GDP dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

Mentan mengatakan, pasar bebas ASEAN berdampak cukup besar bagi semua sektor perdagangan, termasuk sektor pertanian. Penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi inilah yang cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh pada eksistensi produk

112

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

lokal, peningkatan daya saing produk lokal sangat diperlukan menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 mendatang.3

Kesiapan Indonesia dalam Memasuki Era MEA

Meskipun hasil penerapan AFTA mendorong peningkatan perdagangan intra ASEAN, penerapan MEA 2015 mestinya bisa lebih meningkatkan arus perdagangan intra ASEAN. Akan tetapi, dampak yang akan diperoleh juga sangat tergantung pada langkah langkah (progress) yang telah ditempuh. Indonesia terlihat masih beberapa tahap lagi untuk bisa untuk mencapai kesiapan itu.Para pelaku belum dikondisikan, bahkan kalangan pemerintah dan dunia usaha dinilai belum menyadari dampak pasar tunggal ASEAN atau MEA yang akan diberlakukan pada 2015 mendatang terhadap perekonomian nasional.4

Memasuki era MEA menghendaki prasyarat tertentu agar negara-negara anggota bisa berpartisipasi secara penuh. Tingkat kesiapan implementasi Indonesia periode 2008-2009 sekitar 80,37 persen atau berada pada urutan ke 7 dan malah di bawah kesiapan negara Cambodia. Rendahnya nilai kesiapan ini menurut Zamroni (2010) karena Indonesia sebagai salah satu anggota tampaknya belum memiliki respon kebijakan yang diperlukan, terutama yang berkaitan dengan lingkungan bisnis dan kesiapan pelaku usaha.

Cetak Biru MEA menjadwalkan untuk pangan pertanian dan kehutanan sebagai berikut:

2008-2009 kegiatan yang dijadwalkan diantaranya adalah menyelaraskan pedoman untuk penggunaan bahan kimia dalam budidaya dan langkah-langkah untuk menghilangkan penggunaan bahan kimia berbahaya

Tahun 2010

1. Menyelaraskan Maximum Residue Limits (MRLs) pestisida yang biasa digunakan untuk produk tanaman banyak diperdagangkan sesuai dengan standar / pedoman internasional

2. Menyelaraskan prosedur karantina dan inspeksi / sampling

Akan tetapi perlu diperiksa apakah jadwal tersebut telah ditaati.

Kementerian Pertanian sedang menyiapkan langkah langkah strategis. Beberapa seminar dan workshop telah dilakukan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) telah menyelenggarakan Seminar Pembangunan dan Perdesaan pada tanggal 29 Januari 2013, dengan judul “Kesiapan Sektor Pertanian Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015”. Kemudian pada Tanggal 18 April 2013, Kementerian Pertanian kembali mengadakan workshop nasional persiapan sektor pertanian menghadapi MEA 2015 di Bandung. Seminar nasional HPS XXXIII kembali mengangkat tema Optimalisasi Sumberdaya Lokal Menuju

3Sumber Berita: http://umum-humas.setjen.deptan.go.id/berita-hadapi-pasar-bebas-asean-petani-harus-tingkatkan-daya-saing-produk-lokal--.html#ixzz2hV9hRaAq

4www.beritasatu.com/ekonomi/100755-kalangan-pemerintah-dan-dunia-usaha-belum-sadari-dampak-pasar-tunggal-asean.html

113

Yonariza dan Mahdi

Kemandirian Pangan Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Ini semua mengindikasikan kerja keras semua pihak untuk menyongsong MEA 2015. Ini semua tidak lain karena masih rendahnya kesiapan Indonesia dalam memasuki era itu. Namun demikian Presiden sudah bertekad bahwa bangsa ini harus siap. Pada kesempatan konferensi pers di Bandar Seri Bengawan, Brunei Darusalam, Jumat 26 April 2013 Presiden SBY mengatakan bahwa Indonesia harus siap, jangan sampai mengeluh mengatakan tidak siap, let’s do something together (mari kita lakukan bersama), ungkap Presiden SBY terhadap perjanjian MEA dikutip di Harian (Analisa, 27 April 2013, hlm.21).

Begitu juga Kemenlu, saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan sosialisasi. Dirjen Kerja Sama ASEAN, Kemlu RI menyelenggarakan sosialisasi bertema “Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015: Peluang dan Tantangan Bagi Pelaku Usaha Kalimantan Barat” kepada pelaku usaha dan pemerintah daerah Kalimantan Barat, serta Kuliah Umum “Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015” kepada mahasiswa/i perguruan tinggi di wilayah Pontianak, Kalimantan Barat (12-13/02)5. Akan tetapi Menurut Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, sosialisasi MEA 2015 baru terbatas kepada para pejabat pemerintah dan pelaku dunia usaha yang besar. Padahal petani adalah yang secara langsung akan berhadapan dengan masalah-masalah yang bakal muncul dengan berlakunya MEA pada 2015. Oleh karena itu, pemerintah akan menyusun kajian kekuatan dan kelemahan (analisa SWOT) serta menyusun rumusan-rumusan kesiapan sektor pertanian sebagai acuan menghadapi berlakunya MEA 2015. "Kami juga akan meminta badan litbang pertanian dan perguruan tinggi untuk membuat paket-paket kecil sosialisasi yang bisa diterima petani," kata Rusman Heriawan Wakil Menteri Pertanian (18/4/2013)6

Para pakar telah mengeluarkan resep persiapan sektor pertanian menghadapi MEA 2015, Guru Besar UNS, Prof Bambang mengingatkan untuk persiapan harus memperhatikan tiga hal penting yaitu: 1. Peningkatan Daya Saing (peningkatan produktifitas, distribusi, infrastruktur, perbankan, efisiensi regulasi dan lain-lain) 2. Pengamanan Pasar Domestik (mis: lebih mencintai produk lokal), dan 3. Penguatan ekspor dengan memperhatikan 3 K (kualitas, kuantitas dan kontinyuitas). Bambang juga menambahkan, menghadapi pasar global ASEAN, perlu disiapkan komoditi pertanian yang menjadi andalan dalam perdagangan regional. Kita harus memilah dari sekian banyak produk dan komoditi pertanian tersebut yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain itu, Indonesia juga harus menyiapkan produk pertanian andalan yang mampu bertahan dalam pasar domestik, dan juga produk yang mampu menyerang di pasar regional dan global.7

Konsentrasi yang harus dikembanghkan dengan adanya perjanjian MEA ini adalah kesiapan Indonesia untuk melakukan penguatan agroindustri dan agribisnis

5Kementerian Luar Negeri - Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015: Peluang dan Tantangan Bagi Pelaku Usaha Kalimantan Barat http://kemlu.go.id/Pages/PressRelease.aspx?IDP=1377&l=id

6Persiapan Petani Untuk AEC 2015 http:///pancanaka.org/index.php?option=com_content&view=article&id=418:persiapan-petani-untuk-aec-2015&catid=85&Itemid=222

7Siapkan Komoditi Pertanian Dalam Asean Community 2015 http://inspirasibangsa.com/hadapi-aec-2015-pemerintah-memperkuat-daya-saing/

114

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

produk yang merubah konsentrasi penciptaan produk yang berasal dari on-farm menjadi yang off-farm. Mekanisme kinerja agroindustri dan agribisnis ini masih dikuasai oleh perusahaan besar. Usahatani skala kecil belum tersentuh dengan agroindustri. Di pusat-pusat pengelolahan bahan baku menjadi barang jadi (off-farm) petani kecil hanya bertindak sebagai pensupply dalam skala kecil, dikarenakan ekonomi kelembagaan seperti Koperasi Unit Desa (KUD) belum bekerja secara optimal di lingkungan petani kecil.8

Ironisnya, data Badan Pusat Statistik menyebutkan nilai ekspor Indonesia ke negara ASEAN menurun 8,63 persen dari USD 8,6 miliar pada Januari sampai Maret 2011 menjadi USD 7,9 miliar pada Januari sampai Maret 2012. Penurunan ini terjadi karena pelaku usaha belum memanfaatkan fasilitas yang disediakan dalam perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan ASEAN. Pemerintah di lain pihak menilai syarat berat yang diterapkan negara ASEAN, membuat beberapa produk dalam negeri kesulitan masuk pasar ekspor dan menurunkan nilai ekspor ke kawasan Asia Tenggara dalam triwulan pertama 2012.9

Dengan tidak siapnya Indonesia, maka dampak MEA 2015 akan lambat dirasakan oleh sektor pertanian, sama seperti dampak AFTA 1992.

IMPLIKASI KEBIJAKAN KEMANDIRIAN PANGAN

Menurut laporan ADB (2013) kondisi ketahanan pangan Asia akhir akhir ini mulai terancam. Setelah beberapa dekade penurunan harga riil komoditas pangan pokok, harga internasional untuk beras, gandum, dan jagung mulai naik pada awal tahun 2000 dan meningkat tajam setelah tahun 2006, yang berpuncak pada lonjakan pada pertengahan 2008. Kenaikan tajam pada 2008 dipimpin terutama oleh beras jagung dan gandum. Kenaikan harga mencerminkan konvergensi sejumlah faktor: urbanisasi dan meningkatnya kemakmuran, yang keduanya membawa kebutuhan makanan lebih beragam, sebuah hubungan erat antara makanan, energi, dan pasar keuangan, cuaca buruk, pertumbuhan penurunan produktivitas pertanian, selama puncak krisis, reaksi kebijakan keliru oleh pangan utama ekspor dan negara-negara pengimpor. Indonesia sendiri sudah lama impor pangan dan nilainya meningkat setiap tahunnya (lihat Tabel 4).

Angka ketergantungan impor yang relatif tinggi adalah susu 92,38 persen, kedelai 60,98 persen, gula 21,79 persen, jagung 9,14 persen, kacang tanah 7,87 persen dan daging sapi dan kerbau 4,07 persen, sedangkan yang relatif dapat dicukupi di dalam negeri dengan rasio ketersediaan impor yang rendah adalah padi (0,77%), buah-buahan (0,47%) dan daging ayam (0,21%) (Dermoredjo, 2012). Ketergantungan Indonesia terhadap pangan sudah sangat mengkhawatirkan karena pada catatan bulan Agustus 2009 impor pangan menghabiskan devisa lebih dari $US 5 milyar atau senilai Rp50 triliun, 5 persen

8Apakah Indonesia Siap Memasuki Asean Economic Community (AEC) Tahun 2015http://www.analisadaily.com/news/15236/apakahindonesiasiapmemasukiaseaneconomiccommunityaectahun2015/

9Ekspor ke negara Asean terus turun http:/ /www.merdeka.com/indeks-berita/

115

Yonariza dan Mahdi

dari APBN, padahal sebahagian besar produk ini dapat dihasilkan di Indonesia (Dermoredjo, 2012). Dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap pengembangan produk pangan Indonesia menunjukkan hanya produksi (output) padi saja yang mengalami penurunan (negatif) sedangkan kedua komoditas lainnya, komoditas jagung dan kedelai, mengalami peningkatan (positif). Dampak terhadap ASEAN penurunan terjadi pada komoditas kedelai. Penurunan ini bisa diakibatkan meningkatnya penanaman tanaman padi dan jagung sehingga menyebabkan tanaman kedelai mengalami penurunan (Dermoredjo, 2012). Tabel 3. Nilai Impor dan Ekspor Pangan Indonesia 1990-2011

Perdagangan Pangan

Nilai (USD juta) Persen terhadap total

barang yang diperdagangkan

1990 2000 2009 2010 2011 2005 2011 a

Impor pangan 1.104 3.336 8.639 11.470 16.730 6,4 9,5 Ekspor pangan 2.853 5.526 19.998 25.630 32.865 11,3 16,4

Sumber: WTO Statistics: International Trade Statistics 2012

Mentan mengatakan, pasar bebas ASEAN berdampak cukup besar bagi semua sektor perdagangan, termasuk sektor pertanian. Penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi inilah yang cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh pada eksistensi produk lokal, peningkatan daya saing produk lokal sangat diperlukan menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 mendatang.10Mentan juga menekankan tekadnya mewujudkankemandirian pangan dengan melakukan peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian. “Mengingat permintaan beras yang terus meningkat sementara dilain pihak terjadi perubahan iklim global yang berdampak pada terganggunya produksi pangan, maka pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap masalah pangan ini, apalagi menjelang dibukanya pasar bebas ASEAN dua tahun mendatang” jelas Mentan.11

Indonesia mengimpor hampir semua bahan pangan; beras, tepung, susu, telur daging, dan buah-buahan. Neraca perdagangan komoditi pertanian semuanya defisit kecuali hasil perkebunan yang dapat mengangkat surplus perdagangan hasil pertanian. Seperti dijelaskan sebelumnya, komoditi pangan tersebut terletak di Kuadran IV pada pemetaan perdagangan ASEAN. Indonesia adalah negara agraris akan tetapi untuk pangan, hampir semuanya impor. Impor ini utamanya untuk menutupi kekurangan produksi Indonesia. Indonesia harus mempersempit celah impor pangan, kalau tidak akan mengekspor minimal status

10Hadapi Pasar Bebas ASEAN, Petani Harus Tingkatkan Daya Saing Produk Lokal http://umum-humas.setjen.deptan.go.id/berita-hadapi-pasar-bebas-asean-petani-harus-tingkatkan-daya-saing-produk-lokal--.html

11 Opcit

116

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

swasembada pangan harus dicapai. Indonesia tidak bisa menyandarkan diri sepenuhnya pada pasar ASEAN, Indonesia negara besar, sementara produksi dan konsumsi pangan negara-negara ASEAN berbanding lurus dengan ukuran negara.

Dengan jumlah penduduk hampir setengah penduduk ASEAN, Indonesia tidak bisa mengandalkan produk negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan. Meskipun MEA akan melempangkan jalan impor bahan pangan, akan tetapi jumlahnya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Total ekspor beras negara-negara ASEAN pada tahun 2012 misalnya adalah 16.624.056,00 ton sementara kebutuhan dalam negeri Indonesia mencapai 38.433.251,00 ton. Dengan terbukanya harus modal, Indonesia berpeluang meningkatkan produksi pangan mengingat masih tersedianya lahan untuk perluasan lahan pertanian.

Pengembangan SDM pertanian juga merupakan kebutuhan mendesak. MEA berupaya mengurangi hambatan non tarif dalam perdagangan se kawasan dan perdagangan global, akan tetapi syarat dan ketentuan produk yang akan diperdagangkan disepakati dalam perjanjian pertanian, termasuk residu pestisida dalam sayuran, dsb. Ini menghendaki pengembangan SDM dan teknologi yang sesuai dengan syarat komoditi yang boleh diperdagangkan. Seperti disinyalir Mentan, pada subsektor hortikultura Indonesia menghadapi beberapa permasalahan, salah satu diantaranya adalah masih tingginya kehilangan hasil produk hortikultura segar dalam perdagangan. Hal itu disebabkan oleh adanya serangan OPT dan faktor fisiologis pada saat distribusi/pengangkutan dan penyimpanan, karena itu perlindungan pascapanen produk hortikultura harus ditingkatkan. Selain masalah kehilangan hasil, saat ini ketentuan Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan batas maksimum residu (BMR) untuk produk hortikultura semakin banyak dan berat. Hal tersebut cukup menyulitkan ekspor produk hortikultura segar karena untuk memenuhinya memerlukan pendekatan lintas sektor bahkan dengan pihak-pihak luar negeri12. Ini mengendaki upaya peningkatan kapasitas SDM pertanian melalui pendidikan dan latihan serta penyuluhan.

PENUTUP

MEA sudah diambang mata membawa banyak peluang untuk meningkatkan kesejahteraan 600 juta lebih penduduk di 10 negara kawasan Asia Tenggara. Dua ratus empat puluh juta diantaranya ada di Indonesia. Kemudahan kemudahan pertukaran komoditi melalui perdagangan se kawasan akan meningkatkan ketersediaan bahan pangan, membuka peluang peningkatan volume perdagangan dan penyerapan tenaga kerja serta optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam.

Dampak MEA 2015 terhadap sektor pertanian di Indonesia harus lebih besar daripada dampak AFTA karena MEA bukan hanya perdagangan bebas itu sendiri,

12Hadapi Pasar Bebas ASEAN, Petani Harus Tingkatkan Daya Saing Produk Lokalhttp://umum-humas.setjen.deptan.go.id/berita-hadapi-pasar-bebas-asean-petani-harus-tingkatkan-daya-saing-produk-lokal--.html

117

Yonariza dan Mahdi

akan tetapi suatu basis produksi yang dapat menyatukan produksi berbagai produk sejenis menghadapi pasar global.

Penyiapan pelaku pelaku utama menghadapi MEA 2015 sudah semakin mendesak, petani skala kecil yang merupakan pelaku yang banyak akan tetapi tidak dominan memerlukan perhatian khusus karena selain sebagai produsen mereka juga adalah konsumen untuk produk pertanian itu sendiri, mereka harus bisa masuk ke arus perdagangan bebas dan MEA 2015.

DAFTRA PUSTAKA

ADB. 2013. Food Security Challenges in Asia. Working Paper October 2013. Idependent Evaluation ADB.

Arifin, S. Dkk. 2007. Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta: Alex Media Komputindo.

ASEAN secretariat.2008.ASEAN Economic Community Blueprint. Jakarta: ASEAN Secretariat.

ASEAN Secretariat. 2011. ASEAN Economic Community Factbook. Jakarta: ASEAN Secretariat, February 2011.

Bank Indonesia. 2008. Outlook Ekonomi Indonesia Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional, Januari 2008

BERITASATU.com Kamis, 07 Maret 2013. Kalangan Pemerintah dan Dunia Usaha Belum Sadari Dampak Pasar Tunggal Asean.http://www.beritasatu.com/ekonomi/100755-kalangan-pemerintah-dan-dunia-usaha-belum-sadari-dampak-pasar-tunggal-asean.html.

Chandra, A. C. and Lontoh, L. A. 2010.Regional Food Security and Trade Policy in Southeast Asia.The Role of ASEAN.Series on Trade and Food Security – Policy Report 3.International Institute for Sustainable Development. Winnipeg, Manitoba, Canada.

Department Perdagangan Republik Indonesia (n.d). Menuju ASEAN Economic Community 2015. Jakarta. Departemen Perdagangan RI.

Dermoredjo, S.K. 2012. Analisis Dampak Perdagangan Bebas ASEAN Terhadap Pengembangan Komoditas Pangan Utama Indonesia (Disertasi). Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI. 2009. Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community Blueprint).

Harahap., G. 2013. Apakah Indonesia Siap Memasuki Asean Economic Community (AEC) Tahun 2015. http://www.analisadaily.com/news/15236/ apakahindonesiasiapmemasukiaseaneconomiccommunityaectahun2015/

Hutabarat, B. 2009. Kebangkitan Pertanian Nasional: Meretas Jebakan Globalisasi Dan Liberalisasi Perdagangan. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(1): 18-37

Hutchinson, F. 2013. Southeast Asia’s Largest Economy Needs Vast Improvements in Infrastructure. ISEAS Perspective 18 April 2013.

118

Potensi Dampak Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA 2015 Terhadap Sektor Pertanian Indonesia

Kekuatan Indonesia Ada Di Tengah MEA 2015. http://www.neraca.co.id/harian/article/

28905/Kekuatan.Indonesia.Ada.di.Tengah

Kementan. 2013. Persiapan Petani Untuk AEC 2015 http://pancanaka.org/index.php?option=com_content&view=article&id=418:persiapan-petani-untuk-aec-2015&catid=85&Itemid=222

Miftakh. 2013. Peluang, Tantangan Dan Ancaman Indonesia Dalam Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. http://miftakhdganx.blogspot.com/2013/05/peluang-tantangan-dan-ancaman-indonesia.html

Mohamad, A. 2012. Indonesia dan Malaysia Bahas Pengurangan Ekspor Kelapa Sawit. Merdeka.com Selasa, 9 Oktober 2012. http://www.merdeka.com/uang/indonesia-dan-malaysia-bahas-pengurangan-ekspor-kelapa-sawit.html. (5 Oktober 2013).

Plummer, M G and Yue,Chia Siow (eds). 2009. Realizing the ASEAN Economic Community, A Comprehensibe Assessment. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian RI.2012. Statistik Makro Sektor Pertanian Vol. 4 No. 2 Tahun 2012.

Rahardhan, P., Kusumaningrum, Adi dan Rahman, Fuad Aulia.N.d. Pengaruh Asean Trade Facilitation Terhadap Volume Perdagangan Produk Unggulan Jawa Timur.

Sitepu, R. 2012. Dampak Kenbijakan Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Penawaran dan Permitaan Beras Indonesia. Tesis S2 Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tambunan, T. T.H. 2003. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015:Peluang dan Tantangan Bagi UKM Indonesia. Jakarta: KADIN dan MEE.

Widyasanti, A.A. 2010. Perdagangan Bebas Regional dan Daya Saing Ekspor:Kasus Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2010.

World Trade Organization. 2012. International Trade Statistics 2012.

WTO. 2013. Trade Policy Review Report By The Secretariat: Indonesia. WT/TPR/S/278 Trade Policy Review Body. 6 March 2013

Zamroni, S. (editor). 2010. Efek Pasar Tunggal dan Basis Produksi ASEAN terhadap Perekonomian Indonesia I --Jakarta: Pusat Pene!itian Ekonomi lIPI, 2010.

119