Status Keluarga Industri Kelompok RSMGresik (Autosaved)

46
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI “Laboratorium Klinik Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik” Disusun oleh: Shallahudin 201310401011060 Eva Yunita 201310401011011

description

Kedokteran Industri

Transcript of Status Keluarga Industri Kelompok RSMGresik (Autosaved)

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRILaboratorium Klinik Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik

Disusun oleh:Shallahudin201310401011060Eva Yunita201310401011011

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2015

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)A. Identitas1. Nama Perusahaan:Laboratorium klinis RS Muhamadiyah Gresik2. Alamat: Jl.KH. Kholil 88 Gresik3. Jumlah tenaga kerja: 7 orang

B. Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja1. Proses Industri/Proses KerjaNo.Unit kerjaJenis pemeriksaan dan Bahan bakuAlat kerjaCara KerjaBahan berbahaya

1Laboratorium KlinisPengambilan darah vena Spuit steril Torniquet Kapas alkohol Wadah/botol bersihPengambilan darah vena1. Letakkan lengan pasien lurus diatas meja dengan telapak tangan menghadap ke atas2. Pasang torniquet3. Bersihkan dengan alkohol swab4. Jarum dimasukkan sepanjang pembuluh darah 1 1,5 cm5. Lalu hisap dengan spuit6. Tarik spuit dan lakukan penekanan pada bekas penusukan jarum7. Lepas jarum dari spuit dan masukkan ke dalam wadah/botol

2.Jenis pemeriksaan:Darah lengkap

Bahan baku :Darah venaTabung reaksiPZ

Pemeriksaan Darah Lengkap: LED1. masukkan lar. PZ pada tabung sebanyak 2,5 ml + darah sampai tanda 1002. campur, lalu pasang pada rak wertergen3. tunggu sampai 7 menit Hitung Leukosit1. ambil darah sampai tanda 0,5 pada wadah2. tambahkan lar. Turk 3. kocok 15-30 detik buang 3-5 tetes4. teteskan pada kamar hitung5. hitung pada 16 kotak kecil Hitung Eritrosit1. darah diambil sampai tanda 0,52. tambahkan lar. Hayem sampai tanda 1013. kocok buang 3-4 tetes4. hitung pada 16 kotak kecil Hemoglobin1. masukkan HCl 0,1 H 2 ml + darah 20 ml kocok selama 10 detik2. tambahka aquadest sampai warna sama dengan standart.

3.Jenis pemeriksaan:GDA

Bahan baku :Darah kapilerAlat pembaca GDA otomatisStrip testLanset Kapas alkoholPemeriksaan GDA1. siapkan alat pembaca GDA otomatis2. masukkan strip test ke dalam alat. Nyalakan alat3. pastikan kode nomor pada layar alat sama dengan kode nomor pada tempat penyimpanan strip test4. ambil sampel darah pada ujung jari menggunakan lanset.5. sentuh dan tahan tetesan darah ke dalam bag. strip test.6. baca hasil pada layar alat.

4.Jenis pemeriksaan:Widal

Bahan baku:Darah venaSlide keringMikropipetTabung reaksiReagen tydal

Pemeriksaan widal1. Disiapkan slide yang kering dan bersih dengan 4(empat) lingkaran2. Dengan mikropipet dimasukkan reagen Tydaldengan volume 40ul ke dalam lingkaran-lingkaran tadi.3. Selanjutnya dimasukkan serum denag tingkat titer 1/80 degan volume sampel 20ul.4. Di campur dan di goyang5. Apabila hasil (+) aglutinasi, dilanjutkan lagi dengan tingkatan titer selanjutnya yaitu 1/160 dan 1/3206. Di campur dan di goyang.7. Catat dan laporkan hasilCatatan: pemeriksaan tidak boleh dilakukan dengan waktu lebih dari 1 menit, karena apabila lebih dapat menimbulkan hasil positif palsu.

5Jenis Pemeriksaan: Fungsi Ginjal

Bahan baku :Darah venaCaretium AnalyzerMenyiapkan serum, lalu operasikan pada alat Caretium Analyzer dengan menekan sample hingga ada tanda selesai dari mesin dengan bunyi beep, angkat sample segera, dalam 60 detik hasil akan keluar dan di print.

6.Jenis pemeriksaan:Fungsi hati

Bahan baku:Darah venaPemeriksaan fungsi hati - pemeriksaan OT (metode continuous Spektrofotometer)1. Siapkan reagen pada suhu kamar2. Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb3. Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit.4. Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm- pemeriksaan PT (metode continuous Spektrofotometer)1. Siapkan reagen pada suhu kamar2. Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb3. Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit.4. Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm- bilirubin (metode Diazotized sulfanilic1. Pipetkan ke dalam cuvet2.2. Campur dan biarkan 2 menit pada suhu kamar3. 3. Baca absorbance sampel blanko pada 540nm dengan blanko aquadest4.4. Baca abs standar dan sampel pada 540 nm dengan blanko reagen blanko

7.Pengambilan urin Botol penampung dengan diameter lebar Ada tutupnya Bersih dan keringCara kerja : Urin dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan kemudian di tampung dalam wadah yang sudah disediakan Urin yang ditampung bukna urin yang keluar pertama dan yang terakhir, tapi urin tengah

8.Jenis pemeriksaan : Urin

Bahan baku :Urin Reagen BenedictReagen FehlingAsam acetat 6%As.Sulfosalicyl 20%

Tabung reaksiApi spirtusReduksi urin (reagen benedict)1. masukkan 5 ml R/ Benedict ke dalam tabung reaksi2. teteskan 5-8 tts sampel urine ke dalam tabung reaksi3. panaskan hingga mendidih4. dinginkan baca hasilnya Reduksi urin (reagen fehling)1. pada tabung reaksi diisi 2 ml fehling A + 2 ml fehling B2. tambahkan 1 ml urine, panaskan hingga mendidih3. dinginkan baca hasilnya Protein urine (as. Acetat 6%)1. siapkan tabung reaksi2. masukkan urine ke dalam tabung reaksi 2/3 tabung, panaskan sampai mendidih 30 detik (pada lapisan atas urine)3. tambahkan 3-5 tts nas. Acetat 6%, panaskan sampai mendidih4. baca hasilnya (semi kuantittatif) Protein urine (as. Sulfosalicyl 20%)1. dua tabung reaksi masing-masing diisi dengan 2 ml urine2. tabung I tambahkan 5-8 tetes lar. As. Sulfosalicyl 20%, lalu dikocok3. bandingkan isi tabung I dan II jika tetap jernih, test terhadap protein (-).4. jika tabung 1 lebih keruh, panaskan diatas api spiritus sampai mendidih, lalu dinginkan dengan air mengalir.

9.Pengambilan tinja Wadah / pot palstik bermulut lebar Bersih dan tertutup Lidi kapas Sebaiknya tinja diambil pada pagi hari Ambil tinja menggunakan lidi kapas sebesar ujung ibu jari Masukkan dalam wadah dan ditutup rapat Tulis nama pada wadah tersebut

10.Jenis pemeriksaan:Darah samar pada tinja

Bahan baku:TinjaTabung reaksiLarutan garamBenzidine basaasam asetat glacial Dibuat imulsi tinja dengan air atau larutan garam kira-kira 10 ml, dipanaskan sampai mendidih Disaring imulsi tersebut (masih panas) dan dibiarkan filtrat sampai dingin Dimasukkan benzidine basa sebanyak sepucuk pisau Ditambah 3 ml asam asetat glasial dikocok sampai benzidine larut dengan meninggalkan beberapa kristal Ditambah 2 ml filtrat imulsi tinja, dicampur Ditambah 1 ml larutan hidrogen peroxida 3%, dicampur Hasil dibaca dalam warna 5 menit ( jangan lebih lama).

INTERPRETASI HASIL : (-) Negatif: tidak ada perubahan warna atau warna yang samar samar hijau. (+) Positif satu: hijau (+2) Positif dua: biru bercampur hijau (+3) Positif tiga: biru (+4) Positif empat: biru tua

2. Lingkungan Kerja NoUnit kerjaLingk. fisikLingk. KimiaLingk. BiologiLingk. SosekbudLingk. Ergonomi

1.Laboratotrium Patologi Klinik

-Ruangan berukuran 4x8 meter dibagi menjadi 3 ruang yaitu ruang Administrasi, Ruang sampling, dan ruang kerja. Masing-masing ruang dipisahkan dengan sekat

-Tata ruang sudah memadai akan tetapi masih terlihat padat terutama di ruang sampling

-Alat alat dikembalikan ke posisi semula setelah pemakaian Risiko penularan penyakit dari sampel specimen yang diambil dari pasien (darah, sputum, feces dll) Penyimpanan reagen dan bahan-bahan secara sistematis dan rapi serta jauh dari sinar matahari Penggunaan bahan-bahan kimia yang bersifat toksik, korosif dan mudah terbakar seperti reagen yang digunakan

- penempatan alat-alat di ruang sampling yang tidak rapi sehingga meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja

-APAR yang terletak di depan ruang laboratorium yang tidak efisein sehingga menyulitkan pemadaman jika terjadi kebakaran- tidak tersedianya perlengkapan alat P3K- SPAL dari laboratorium ini sudah baik dan sesuai dengan standar pembuangan limbah.- Bahan dan alat yang telah terpakai di sterlisasi sebelum digunakan kembali -Lokasi laboratorium dekat dengan IGD, Instalasi rawat inap (dewasa, anak-anak, dan kamar bersalin) - Durasi jam kerja selama 7-9 jam. - Penerapan prinsip ergonomi pada fasilitas kerja

3. KaryawanNo.Unit kerjaPopulasiLama kerjaStatus KesehatanResiko KesehatanPenanganan Resiko

LP

1.

Laboratorium34 7-10 jam/hari

Normal-Resiko penularan penyakit dari jarum suntik saat pengambilan sampel :1. HIV dan Hepatitis virus (B dan C).2. Resiko infeksi akibat dari sampel seperti darah, urin, feses, sputum seperti TB dll. - Low Back Pain akibat posisi bekerja yang tidak sesuai dengan prinsip ergonomis.-Dermatitis : DKI dan DKA akibat terpapar bahan kimia dan reagen.- Edukasi dan penerapan pengunan Alat pelindung diri saat bekerja.

-tersedianya jaminan BPJS jika terjadi kecelakaan akibat kerja

4. Sistem Manajemen Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3No.KomponenProblem K3Kebijakan Manajemen

InternalEksternal

1Proses Industri/Kerja Laboratorium klinik

Penyusunan atau penataan alat alat kerja laboratorium belum sistematis dan rapi APD sebagai alat pelindung diri laboran dalam bekerja tidak lengkap sesuai standar kerja (jas lab dengan kancing di belakang, alas kaki tertutup, masker ketika bekerja) APAR yang terletak di luar ruangan lab karena di dalam lab yang penuh dan sesak dengan alat-alat lab Tidak adanya kotak P3K sebagai pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan kerja

Resiko tertular penyakit Hep B & C, AIDS, TB dari spesimen ataupun pasien Proses dan alat kerja sesuai dengan K3 yang diterapkan pada PERMENKES/2010

2Lingkungan Kerja

Lingkungan fisik

Lingkungan kimia

Lingkungan biologi

Lingkungan sosekbud

Lingkungan ergonomi -Tata ruang sudah tersekat dan rapi. Akan tetapi luas ruangan terlalu kecil, harus disesuaikan dengan permenkes dan jumlah alat yang dimiliki.

Pemisahan atau penataan bahan kimia dan reagen yang berbahaya (toxic, mudah terbakar, korosif, mudah teroksidasi) dan yang tidak Resiko dermatitis kontak akibat bahan kimia yang berasal dari reagen dan bahan pembersih (detergent)

-spesimen sampel pasien dari darah, air liur, urin serta tinja

Posisi kerja yang tidak menerapkan prinsip ergonomi

Persyaratan bangunan harus sesuai dengan permenkes

Pemisahan bahan kimia yang berbahay dan disertai label Menggunakan APD yang sesuai standar Edukasi kepada para laboran untuk bekerja sesuai SOP guna menghindari kecelakaan akibat kerja

Edukasi kepada laboran akan resiko tertularnya penyakit menular Bekerja sesuai SOP

Tempat duduk yang sesuai dengan prinsip ergonomi Menghindari bekerja dengan berdiri, sebisa mungkin dengan duduk Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri 23 27O ke bawah, dan 32 -34 O Kemampuan bekerja sehari 8 10 jam Waktu istirahat atau jeda diantara pekerjaan yang membutuhkan waktu lama

3Karyawan- Tidak ditemukan nya berbagai macam penyakit akibat kerja di laboratorium, akan tetapi resiko masih perlu diwaspadai

-Resiko tertular penyakit akibat sample-Resiko nyeri punggung lowback pain akibat kerja yang tidak ergonomis-Resiko terkena dermatitis kontak akibat kontak dengan bahan kimia maupun alergen Promotif Memberi edukasi dan pelatihan kepada pekerja laboratorium agar selalu waspada akan resiko-resiko kecelakaan kerja yang terjadi Bekerja sesuai SOP

PreventifKeharusan penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan standar, take care terhadap keamanan diri sendiri

KuratifMemberi pengobatan secara holistik jika psaien mengalami kecelakaan akibat kerja

RehabilitasiRehabilitasi dini secara tepat jika pekerja mengalami kecelakaan akibat kerja agar dapat beraktivitas kembali seperti semula

5. Regulasi/Undang-UndangNasional:Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PERIII/2010. Pada pasal 1 dijelaskan bahwa Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk untuk menunjang proses diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (PERMENKES No.441, 2010).Pada pasal 6 Laboratorium klinik mempunyai kewajiban yaitu melaksanakan pemantapan mutu baik ekternal dan internal, melakukan akreditasi laboratorium yang dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan (KALK) tiap 5 tahun sekali, menyelenggarakan upaya keamanan dan keselamatan laboratorium, memperhatikan fungsi sosial dan membantu program pemerintah di pelayanan kesehatan dalam masyarakat, dan berperan aktif dalam asosiasi laboratorium kesehatan. (PERMENKES No.441, 2010). Setiap laboratorium klinik harus memenuhi standar, untuk memenuhi standar ini maka perlu dilakukan akreditasi setiap 5 tahun sekali. Standar ini sangat penting untuk keamanan dan keselamatan pekerja laboratorium, dan satatus akreditasi ini sebagai simbol kepercayaan pemerintah terhadap laboratorium klinik tersebut. Keselamatan dan kesehatan pekerja perlu diperhatikan seperti pembinaan tentang APD seperti sarung`tangan, masker, jas alas kaki, wastafel dengan air mengalir dan lain lain (PERMENKES No.441, 2010).Pada pasal 11 laboratorium klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan, kemampuan pemeriksaan spesimen klinik, dan ketenagaan sesuai dengan klasifikasinya (PERMENKES No.441, 2010).

II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)1. Dermatitis kontak alergi dan iritan2. Penyakit menular seperti : HIV, hepatitis, TB3. Low Back Pain

III. PEMBAHASAN1.1 Laboratorium KlinikSesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PERIII/2010. Pada pasal 1 dijelaskan bahwa Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk untuk menunjang proses diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (PERMENKES No.441, 2010).Kualitas pelayanan kesehatan khususnya di laboratorium sangat dipengaruhi oleh petugas kesehatan laboratorium itu sendiri. Di samping itu petugas kesehatan khususnya petugas laboratorium selain dapat memberikan pelayanan yang baik dan bermutu, dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya melayani pasien dituntut untuk dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya potensial resiko terpajan dan terinfeksi (tertular) dari pasien dan dari tempat kerja (PERMENKES 2010).Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium adalah suatu pedoman tertulis, suatu patokan pencapaian tingkat, suatu pernyataan tertulis tentang harapan yang yang spesifik atau sebagai model untuk ditiru yang dibakukan. Standar Operasional Prosedur (SOP) meliputi peraturan-peraturan dalam mengaplikasi proses-proses dan hasilnya sesuai dengan ketentuan yang diharapkan. Selain itu standar operasional prosedur juga dapat memudahkan petugas laboratorium dalam melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu (PERMENKES 43, 2013).Setiap kegiatan yang dilakukan di Laboratorium Klinik dapat menimbulkan bahaya/resiko terhadap petugas yang berada di dalam laboratorium maupun lingkungan sekitarnya. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi mikroorganisme patogen. Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat.

1. Dermatitis kontakDermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya eritema dan edema setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari luar (Ladou, 2007).Dalam praktek klinis, kedua respon ini (antara iritan dan alergi) mungkin sulit untuk membedakan. Banyak bahan kimia dapat bertindak baik sebagai iritan maupun alergen. DKA adalah salah satu masalah dermatologi yang cukup sering, menjengkelkan, dan menghabiskan biaya. Perlu dicatat bahwa 80% dari dermatitis kontak akibat kerja (Occupational Contact Dermatitis) adalah iritan dan 20% alergi. Namun, data terakhir dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa persentase dermatitis kontak akibat kerja karena alergi mungkin jauh lebih tinggi, berkisar antara 50 dan 60 persen, sehingga meningkatkan dampak ekonomi dari kerja DKA (Belsito, 2013).2. HIVAIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (CDC, 2007; Depkes RI, 2008).3. HepatitisVirus Hepatitis B (HBV) merupakan masa lah kesehatan yang serius dan menjadi penyebab utama sirosis hati serta karsinoma hepatoseluler (HCC) di seluruh dunia. HBV dapat menular melalui kontak dengan darah at au cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi. Di daerah yang sangat endemik, infeksi HBV biasanya diperoleh sejak dalam kandungan atau pada anak usia dini. (Wen, 2013)Hepatitis B dapat menyebabkan penyakit akut dengan gejala seperti kehilangan nafsu makan, lemah badan, mual, muntah, nyeri perut, jaundice, lesi kulit serta nyeri sendi. Sebagian besar infeksi pada masa kanak kanak asimptomatik (Rots, 2010)4. TBTuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencan angkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta ad alah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk (Konsensus TB, 2010)5. Low back painPenyakit akibat kerja adalah penyakit artefisial oleh karena timbulnya disebabkan oleh pekerjaan manusia (manmade diseases) (Anies,2005). Kemajuan di bidang industri telah membawa kemudahan bagi hidup manusia, namun demikian, masih terdapat persoalan-persoalan dalam dunia kerja yang tidak dapat diatasi dengan teknologi yang ada, sehingga interaksi antara pekerja dengan lingkungan dan alat kerja dapat menimbulkan dampak negatif bagi manusai pekerja (Budioro, 2005).Salah satu bentuk gangguan yang dapat timbul akibat kerja khususnya di industri pertambangan adalah low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah. Low back pain adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang punggung bagian bawah. Dalam kejadian yang sesungguhnya di masyarakat, LBP tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, tingkat pendidikan, semuanya bisa terkena LBP. Lebih dari 70% umat manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP, dengan rata-rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun (Anderson, 1997; Jellmema et al, 2001).

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) laboratorium merupakan bagian dari pengelolaan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi kuman patogen.Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat.Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai SOP, serta mengontrol bahan/spesimen secara baik menurut praktik laboratorium yang benar (PERMENKES No. 50, 2012)1. Petugas/Tim K3 LaboratoriumPengamanan kerja di laboratorium pada dasarnya menjadi tanggung jawab setiap petugas terutama yang berhubungan langsung dengan proses pengambilan spesimen, bahan, reagen pemeriksaan. Untuk mengkoordinasikan, menginformasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan keamanan laboratorium, terutama untuk laboratorium yang melakukan berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pada satu sarana, diperlukan suatu Tim fungsional keamanan laboratorium.Kepala laboratorium adalah penanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan K3 laboratorium. Dalam pelaksanaannya kepala laboratorium dapat menunjuk seorang petugas atau membentuk tim K3 laboratorium. Petugas atau tim K3 laboratorium mempunyai kewajiban merencanakan dan memantau pelaksanaan K3 yang telah dilakukan oleh setiap petugas laboratorium, mencakup:a. Melakukan pemeriksaan dan pengarahan secara berkala terhadap metode/prosedur dan pelaksanaannya, bahan habis pakai dan peralatan kerja, termasuk untuk kegiatan penelitian.b. Memastikan semua petugas laboratorium memahami dan dapat menghindari bahaya infeksi. c. Melakukan penyelidikan semua kecelakaan di dalam laboratorium yang memungkinkan terjadinya pelepasan/kebocoran/penyebaran bahan infektif.d. Melakukan pengawasan dan memastikan semua tindakan dekontaminasi yang telah dilakukan jika ada tumpahan/percikan bahan infektif.e. Memastikan bahwa tindakan disinfeksi telah dilakukan terhadap peralatan laboratorium yang akan diservis atau diperbaiki.f. Menyediakan kepustakaan/rujukan K3 yang sesuai dan informasi untuk petugas laboratorium tentang perubahan prosedur, metode, petunjuk teknis dan pengenalan pada alat yang baru. g. Menyusun jadwal kegiatan pemeliharaan kesehatan bagi petugas laboratorium. h. Memantau petugas laboratorium yang sakit atau absen yang mungkin berhubungan dengan pekerjaan di laboratorium dan melaporkannya pada pimpinan laboratorium. i. Memastikan bahwa bahan bekas pakai dan limbah infektif dibuang secara aman setelah melalui proses dekontaminasi sebelumnya. j. Mengembangkan sistem pencatatan, yaitu tanda terima, pencatatan perjalanan dan pembuangan bahan patogenik serta mengembangkan prosedur untuk pemberitahuan kepada petugas laboratorium tentang adanya bahan infektif yang baru di dalam laboratorium. k. Memberitahu kepala laboratorium mengenai adanya mikroorganisme yang harus dilaporkan kepada pejabat kesehatan setempat ataupun nasional dan badan tertentu.l. Membuat sistem panggil untuk keadaan darurat yang timbul diluar jam kerja.m. Membuat rencana dan melaksanakan pelatihan K3 laboratorium bagi seluruh petugas laboratorium. n. Mencatat secara rinci setiap kecelakaan kerja yang terjadi di laboratorium dan melaporkannya kepada kepala laboratorium.b. Setiap laboratorium sebaiknya membuat pokok-pokok K3 laboratorium yang penting dan ditempatkan di lokasi yang mudah dibaca oleh setiap petugas laboratorium (PERMENKES No.441, 2010).

IV. INTERVENSI Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang sesuai. Penerapan ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaannya.Terapan 5 (lima) strategi penatalaksanaan gangguan kesehatan akibat kerja antara lain :1. Proses KerjaMasalah yang terjadi di Laboratorium klinik RSMG adalah Penyusunan atau penataan alat alat kerja laboratorium belum sistematis dan rapi, APD sebagai alat pelindung diri laboran dalam bekerja tidak lengkap sesuai standar kerja (jas lab dengan kancing di belakang, alas kaki tertutup, masker ketika bekerja), APAR yang terletak di luar ruangan lab karena di dalam lab yang penuh dan sesak dengan alat-alat lab, Tidak adanya kotak P3K sebagai pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan kerja. Dalam hal ini pimpinan laboratorium telah berusaha untuk memperbaiki masalah yang ada sesuai dengan pedoman yang berlaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1792/MENKES/SK/XII/2010.2. Lingkungan KerjaBerbagai masalah yang terjadi di lingkungan kerja adalah :a. Tata ruang sudah tersekat dan rapi, akan tetapi luas ruangan terlalu kecil, harus disesuaikan dengan permenkes dan jumlah alat yang dimiliki untuk pemecahannya adalah persyaratan bangunan harus sesuai dengan permenkesb. Pemisahan atau penataan bahan kimia dan reagen yang berbahaya (toxic, mudah terbakar, korosif, mudah teroksidasi) dan yang tidak. Solusi yang bisa dicapai dengan pemisahan bahan kimia yang berbahay dan disertai label, menggunakan APD yang sesuai standar, dan edukasi kepada para laboran untuk bekerja sesuai SOP guna menghindari kecelakaan akibat kerjac. Resiko dermatitis kontak akibat bahan kimia yang berasal dari reagen dan bahan pembersih (detergent).d. Resiko tertularnya laboran dengan spesimen sampel pasien dari darah, air liur, urin serta tinja. Pada hal ini higienitas pengambilan sampel harus sangat diperhatikan, karena sampel sangat mempengaruhi hasil, diharapkan pemngambilan sampel terlindung dari kontaminasi lingkungan sekitar laboratorium sehingga menunjukkan hasil yang lebih signifikan.e. Posisi kerja yang tidak menerapkan prinsip ergonomi ditanggulangi dengan cara menerapkan prinsip ergonomi yaitu : Tempat duduk yang sesuai dengan prinsip ergonomi Menghindari bekerja dengan berdiri, sebisa mungkin dengan duduk Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri 23 27O ke bawah, dan 32 -34 O Kemampuan bekerja sehari 8 10 jam Waktu istirahat atau jeda diantara pekerjaan yang membutuhkan waktu lama3. Kondisi KaryawanTidak ditemukan nya berbagai macam penyakit akibat kerja di laboratorium, akan tetapi resiko masih perlu diwaspadai yaitu resiko tertular penyakit, resiko nyeri punggung akibat kerja tidak sesuai dengan prinsip ergonomi dan resiko terkena dermatitis kontak akibat kontak dengan bahan kimia maupun alergen. Berbagai hal d atas dapat di tanggulani dengan menerapkan prinsip promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.4. Kebijakan ManajemenMensosialisasikan mengenai undang-undang yang mengatur perlindungan kesehatan kerja, dan mewajibkan seluruh karyawan untuk mentaati peraturan sesuai standar permenkes tahun 2010 tentang laboratorium klinik. 5. Regulasi yang BerlakuRegulasi yang dipakai spesifik tentang laoratorium klinik disini adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/98/2010. Adapun staregi penatalaksanaan dalam regulasi ini yaitu dengan mengusulkan untuk ditinjau kembali kelengkapan alat, fasilitas, dan alat kebutuhan serta keamanan dan keselamatan kerja sesuai peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/98/2010.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andersson G.B.J. 1997. The Epidemiology of Spinal Disorder. In : Frymoyer J.W., Ed. The Adult Spine : Priciples and Practice. Edisi 2. Raven Press New York. pp: 93-1412. Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.3. Basuki Kristiawan. 2009. Faktor Risiko Kejadian Low Back Pain Pada Operator Tambang Sebuah Perusahaan Tambang Nickel Di Sulawesi Selatan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 2 / Agustus 2009.4. Budiono, S. 2005. Higiene Perusahaan, dalam Budiono. S. Bungai Rampai Hiperkes dan KK. Edisi Kedua (Revisi). Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.5. Depkes, R.I. 2002. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium Kesehatan, Jakarta.6. Jellema, van Tulder M.W., van Poppel M.N.M., Nachemson A.L., Bouter L.M. 2001. Lum-bar Support for Prevention and Treatment of Low Back Pain. Spine. pp : 26(4) : 377-3867. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.364/MENKES/SK/III/20038. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 835/Menkes/SK/IX/2009 tentang Pedoman Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Mikrobiologik dan Imunologik.9. Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 432/Menkes/SK/IV/2007, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit,Jakarta.10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2011 Tentang Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan.11. LaDou J. The Practice in Occupational Disease. In : LaDou J, editors.Occupational and Enviromental Medicine. Lange Medical Books / Mc Graw Hill: New York. 200712. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 201313. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/MENKES/PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik.14. Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor43 Tahun 2013 Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia16. Permenkes/ No. 298 / tahun 2008 / Tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium kesehatan17. Permenkes / No. 411 / Tahun 2010 / Tentang Laboratorium Klinik18. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB), 2007 oleh Perhimpunan Dokter Paru Indoneisa. 19. Rots, NY, Wimenga-Monsuur, AJ, Luytjes W, et al. Hepatitis B vaccination strategies tailored to different endemicity levels: Some considerations. Vaccine 28 (2010) 893900.20. Sulistyaningrum, Widaty W, Triestianawati, 2011. Dermatitis Kontak Iritan Dan Alergik Pada Geriatri. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo21. Wen, Wan-Hsin, Chang, Mei-Hwei, Zhao, Lu-Lu, et al. Mother-to-infant transmission of hepatitis B virus infection: Significance of maternal viral load and strategies for intervention. Journa l of Hepatology 2013 vol. 59. Hal 2430.