Statika Civil

33
Tips & Trik Menggambar Diagram Gaya Dalam (Shear & Moment) Tentu menghitung gaya dalam ini adalah ilmu yang sangat dasar dalam mekanika.Dalam menghitung gaya dalam, yang dulu saya diajarkan adalah mencari reaksi tumpuan dan membentuk persamaan gaya dengan variabel x. Tentu dalam membuat persamaan dibutuhkan ketelitian, dan juga waktu. Kadang-kadang ketika ujian konsentrasi agak buyar karena tegang dan waktu yang tidak memadai. Ujian pun berantakan. Ada trik untuk mengerjakannya agar lebih cepat (untuk struktur statis tertentu). Langsung saja kita mulai dari menggambar diagram gaya geser (Shear Force Diagram). Contoh 1. Perjanjian tanda: gaya ke bawah = negatif, gaya ke atas = positif, searah jarum jam = positif. Pertama-tama sebelum menggambarkan diagram gaya dalam, anda harus menguasai dulu mencari reaksi tumpuan (baca postingan sebelumnya). Dalam contoh sudah diketahui besarnya gaya tumpuan (berwarna biru muda). Kita mulai dari kiri ke kanan. Di posisi awal (x=0 m), ada gaya ke bawah sebesar 6 kN. Kita tarik ke bawah sebesar 6 kN.

description

mengetahu menghitung statika bangunan

Transcript of Statika Civil

Page 1: Statika Civil

Tips & Trik Menggambar Diagram Gaya Dalam (Shear &   Moment) Tentu menghitung gaya dalam ini adalah ilmu yang sangat dasar dalam mekanika.Dalam menghitung gaya dalam, yang dulu saya diajarkan adalah mencari reaksi tumpuan dan membentuk persamaan gaya dengan variabel x. Tentu dalam membuat persamaan dibutuhkan ketelitian, dan juga waktu. Kadang-kadang ketika ujian konsentrasi agak buyar karena tegang dan waktu yang tidak memadai. Ujian pun berantakan.Ada trik untuk mengerjakannya agar lebih cepat (untuk struktur statis tertentu). Langsung saja kita mulai dari menggambar diagram gaya geser (Shear Force Diagram).

Contoh 1.

Perjanjian tanda: gaya ke bawah = negatif, gaya ke atas = positif, searah jarum jam = positif. Pertama-tama sebelum menggambarkan diagram gaya dalam, anda harus menguasai dulu mencari reaksi tumpuan (baca postingan sebelumnya). Dalam contoh sudah diketahui besarnya gaya tumpuan (berwarna biru muda).

Kita mulai dari kiri ke kanan. Di posisi awal (x=0 m), ada gaya ke bawah sebesar 6 kN. Kita tarik ke bawah sebesar 6 kN.

Page 2: Statika Civil

Karena di antara x=0 dan x=4 tidak ada gaya, maka tarik garis datar horizontal sampai ke titik yang ada gayanya lagi, di x= 4 m yang ada gaya sebesar 12 kN.

Karena ada gaya kebawah sebesar 12 kN, maka tarik kebawah sejauh 12 kN. Atau dengan kata lain, (-6)+(-12) = -18 kN.

Page 3: Statika Civil

Berikutnya tarik garis mendatar lagi sampai gaya berikutnya, yaitu di x= 8 m.

Di posisi tersebut ada gaya tumpuan sebesar 18 kN ke atas. Tarik keatas sebesar 18 kN. (-18) + 18 = 0. Gaya momen tidak usah dipedulikan, karena ini adalah diagram geser.

Page 4: Statika Civil

Jika hasil akhirnya tidak 0 maka perlu dicek ulang hitungan sebelumnya. Jika sudah, maka diagram gaya geser sudah jadi dan siap untuk dihidangkan :D Oke Next ke contoh selanjutnya.Contoh 2

Untuk beban merata, bentuk diagramnya sedikit berbeda dengan beban terpusat seperti di contoh satu. Di permulaan (x=0 m), tidak ada gaya yang bekerja (pada beban merata gaya gesernya terdistribusi secara linear). Di ujung beban merata (x= 7 m), gaya geser yang bekerja adalah 7 m x 4 kN/m = 28 kN.

Page 5: Statika Civil

Tarik garis mendatar sampai ke gaya selanjutnya di x= 9 m.

Tarik garis ke atas 28 kN. (-28) + 28 = 0. Oke bro.. :)

Page 9: Statika Civil

Bersambung ke Part II.. :)

Prosedur Desain Elemen Lentur Baja (Part   II) Meneruskan dari postingan sebelumnya kita akan membahas prosedur perancangan elemen lentur pada baja. Langsung saja ya,

Page 10: Statika Civil

1. Menentukan momen ultimit (Mu), yang diperoleh dari perhitungan analisis struktur (manual/software)

2. Memilih profil baja yang memenuhi syarata. Kekuatan

Asal usulnya M = Zx * fy.Di tabel baja Zx itu adalah Sections Modulus, atau yang kita sepakati disini dengan simbol Sx. Maka diperlukan faktor konversi dari Sx ke Zx dengan nilai 1.5, maka:

Dari minimal Sx yang didapatkan, maka dari tabel profil baja dapat dicari profil yang nilai Sx-nya mendekati dengan Sx minimal.

b. Serviceability

Dengan nilai δ ijin untuk elemen balok induk adalah sebesar L/360, dan untuk elemen balok anak adalah sebesar L/240.Pemilihan profil, dipilih yang Sx dan Ix-nya mendekati Sx dan Ix minimal

3. Pengecekan profila. KelangsinganCek kelangsingan pada sayap dan badan penampang (profil WF). Kelangsingan (λ) adalah rasio antara panjang dan ketebalan sayap atau badan.

fr = tegangan sisa (70 Mpa untuk penampang dirol dan 115 Mpa untuk penampang dilas)

Ada tiga kategori kelangsingan, yaitu kompak, tidak kompak, dan langsing.

Page 11: Statika Civil

λ < λp  (Kompak)λp < λ < λr (Tidak Kompak)λ > λr (Langsing)

Agar lebih gampang diingat, perhatikan grafik ini.

b. Kriteria Panjang bentangUntuk kriteria panjang bentang ada tiga kategori yaitu bentang pendek,

menengah, dan panjang. Untuk mengetahuinya, maka perlu menghitung:

Page 12: Statika Civil

4. Menentukan nilai momen nominal penampang berdasarkan kriteria kelangsingan dan panjang bentang.a. KelangsinganUntuk kriteria kelangsingan, lebih mudahnya tinggal dilihat saja grafiknya. Karena nilai Mp dan Mr sudah dihitung (Mp = Zx.fy, dan Mr = Sx.(fy-fr), λp dan λr juga, maka nilai Mn dapat diketahui. Untuk penampang kompak maka nilai Mn = Mp = Zx * fy. Dan untuk penampang tidak kompak maka nilai Mn didapatkan dari hasil interpolasi.

Untuk penampang langsing ada dua tipe kelangsingan, yaitu sayap langsing atau badan langsing.

b. Bentang Panjang

Untuk kriteria panjang bentang, nilai Momen Nominal hampir sama dengan kelangsingan, dapat dilihat dari grafiknya. Tetapi pada kriteria bentang menengah, nilai momen harus dikalikan faktor pengali momen (Cb)

Page 13: Statika Civil

Untuk bentang pendek Mn = Mp. Dan untuk bentang menengah nilai Mn didapat dari hasil interpolasi lalu dikalikan Cb.

5. Pengecekan Kapasitas PenampangSetelah mendapatkan momen nominal dari kriteria kelangsingan dan panjang bentang, dipilih nilai momen nominal yang paling kecil. Ada tiga pengecekan, yaitu tahanan lentur, tahanan geser, dan hubungan antara lentur dan geser. Profil yang dipilih harus memenuhi syarat:a. Tahanan LenturMu < Mn øb. Tahanan GeserVu < Vn øVn = 0.6 *fy*AwKarena yang akan mengalami geser pada profil WF adalah plat badan maka yang perlu diperhitungkan adalah Aw (Luas web (badan))c. Interaksi geser dan lentur

Page 14: Statika Civil

6. Cek lendutan

Jika semuanya ok, maka profil dapat dipakai. Jika ada yang belum ok, maka anda kurang beruntung, silahkan coba profil yang lain :D . Perhitungan ini berdasarkan SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung. Untuk tahu lebih detailnya silahkan dilihat lagi SNInya :)

Prosedur Desain Elemen Lentur Baja (Part   I) Lama sekali saya tidak posting, berhubung akhir-akhir ini saya sibuk sekali.. Sibuk mencari kesibukan :DPostingan kali ini adalah tentang struktur baja, desain elemen lentur. Saya baru selesai tugas Perancangan Bangunan Gedung, kebetulan saya dapat material baja. Jadi mumpung masih ingat, saya share sedikit yang saya tahu (kebetulan saya tahunya cuma sedikit :D )Okay, kita mulai saja. Elemen lentur. Apa sih elemen lentur? Ya intinya elemen yang melentur. Udah gitu aja, daripada panjang lebar malah ga ngerti. Elemen lentur di sini adalah balok. Baja adalah material yang memiliki kondisi plastis. Ini gambarnya, (yang ini gambarnya ngopi dari web lain)

Page 15: Statika Civil

Nah, elemen lentur pada baja didesain sampai pada kondisi plastis, bukan pada kondisi elastis. Pada saat awal pembebanan tegangan akan terus bertambah sampai mencapai tegangan leleh (fy), kemudian serat bagian dalamnya pun tegangannya ikut bertambah sampai tegangan leleh juga. Agar tambah bingung kita lihat gambarnya.

Pada kondisi a adalah pembebanan awal, tegangannya kurang dari  tegangan leleh. Pada kondisi b adalah batas kondisi elastis, tegangan yang terjadi pada serat terluar sama dengan tegangan leleh. Kondisi c tegangan tetap pada tegangan leleh diikuti serat terdalamnya. Pada kondisi d seluruh penampang pada tegangan leleh, kondisi ini adalah batas kondisi plastis.

Asal usul rumus momen pada (b) dan (d), sebenarnya sederhana. Hanya persamaan momen seperti pada umumnya

C = volume prisma atas= σ * ½ h * 0.5 * b

C = T

Page 16: Statika Civil

Jika ditinjau dari T, makaM = C * 2/3 h= fy * ½ h * 0.5 * b * 2/3 h= fy * 1/6 * b * h2

Karena Sx = 1/6 bh2, makaM = Sx * fyBegitu loh asal mulanya, sedangkan untuk kondisi (d):

C = volume balok atas= σ * ½ h * b

C = T

Jika ditinjau dari T, makaM = C * 1/2 h= fy * ½ h * b * 1/2 h= fy * 1/4 * b * h2

Karena Zx = 1/4 bh2, makaM = Zx * fyYa begitulah asal usul dari rumus momen leleh dan momen plastis. Untuk prosedur desain elemen lentur baja, karena kalau di sini terlalu panjang kita lanjut di postingan selanjutnya ya :)

Menentukan Hujan Rerata Dalam analisis hidrologi suatu daerah, sering diperlukan hujan reratanya. Hujan rerata itu apa? Silahkan baca buku..Kita akan membicarakan metode untuk menentukan hujan rerata di suatu

Page 17: Statika Civil

DAS. Ada tiga metode, yaitu Metode Aritmatik (aljabar), Poligon Thiessen, dan Isohiet.Kita bahas satu per satu

1. AritmatikMetode ini adalah metode yang paling mudah dan sederhana. Caranya gampang banget, jumlah hujan di tiap stasiun hujan dibagi dengan jumlah stasiun hujan, atau dengan kata lain kita tinggal mencari rata-ratanya saja. Kelemahan metode ini adalah tidak terlalu teliti. Jadi biasanya metode ini digunakan jika penyebaran hujannya merata atau hujan tidak terlalu bervariasi.

Ilustrasi

2. Poligon ThiessenNah metode ini dilakukan kalau penyebaran hujannya tidak merata dan bervariasi, namun metode ini agak ribet. Tapi metode ini cukup akurat. Saya beri step-nya nih: Gambar Stasiun Hujan (A,B,C,D) di Peta DAS Hubungkan stasiun-stasiun tersebut dengan garis lurus. sampai

didapatkan segitiga-segitiga. Buat titik berat segitiga, lalu hubungkan ke titik tengah tiap sisi segitiga

sampai membentuk suatu poligon yang mengelilingi stasiun hujan. Hitung luas tiap poligon. Enaknya menghitung luas ini memakai software,

bisa memakai AutoCad, corel, dsb, (tapi jangan nyoba pake Winamp ya :p ) Luas tiap poligon dikalikan dengan kedalaman hujan di tiap poligon. Hasil

jumlah hitungan tersebut kemudian dibagi dengan total luas daerah yang ditinjau.

Nih biar ga mumet:

Page 18: Statika Civil

Ilusinasi

3. IsohietMetode Isohiet ini tidak jauh berbeda dengan Poligon Thiessen, hanya saja luasannya diperoleh dengan cara membentuk garis-garis hasil interpolasi nilai kedalaman hujan antar stasiun hujan. Ya seperti bikin garis kontur gitu..Kelemahannya, kalau dalam satu DAS jumlah stasiun hujannya terlalu sedikit, interpolasinya susah.Nih biar mumet:

Frustasi

Gitu aja ya.. Selamat belajar :)

Analisis Gaya Pada Rangka Batang/Truss, Metode Titik   Buhul

Page 19: Statika Civil

Pada postingan kali ini saya akan membahas perhitungan gaya pada rangka batang/truss. Prinsipnya masih sama dengan yang kemarin, masih menggunakan perhitungan reaksi perletakkan. Struktur rangka batang itu terdiri dari batang-batang (kalau bukan terdiri dari batang-batang, ngapain saya nulis ini :)  ). Untuk penampakannya silahkan lihat gambar di bawah, kalau tidak kuat silahkan lambaikan tangan ke kamera :D

Menurut buku, stabilitas rangka batang dapat ditinjau dari stabilitas luar, yaitu reaksi perletakan tidak boleh bertemu di satu titik. Selain dari stabilitas luar, ada juga stabilitas dalam, yaitu rangka batang harus tersusun dari pola-pola segitiga. Struktur ada yang statis tertentu dan statis tak tentu, yang akan dibahas disini adalah struktur statis tertentu.

Syarat dari struktur statis tertentu adalah jumlah gaya pada tumpuan struktur = 3. Seperti gambar diatas ada satu tumpuan sendi dan satu tumpuan rol. Tumpuan sendi mempunyai dua gaya, yaitu gaya horizontal dan vertikal (maksudnya yang sejajar dan tegak lurus), sedangkan tumpuan rol

Page 20: Statika Civil

memiliki satu gaya, yaitu gaya vertikal. Maka jika dijumlahkan ada tiga gaya, sehingga struktur ini memenuhi syarat struktur statis tertentu.

Cara menghitung gaya pada batang, ada dua metode yang dikenal saat ini, dan mungkin akan menjadi tiga, doakan saja saya menemukan metode yang ketiga :) . Dua metode tersebut adalah metode titik buhul, dan metode ritter. Sebagai contoh saya akan gunakan metode titik buhul. Metode titik buhul cukup sederhana, namun butuh ketelitian. Penyelesaiannya dimulai dengan menghitung reaksi perletakan. Lalu menghitung gaya vertikal dan horizontal dengan persamaan ΣV=0 dan ΣH=0.

Langkah pertama adalah tentukan sudut antar batang, dan berikan nama pada tiap titik buhul dan tiap batang, ini untuk memudahkan perhitungan supaya tidak membingungkan. Penamaan bebas, terserah, mau dikasih nama Samsudin juga bebas, asal nantinya dimengerti.

Langkah kedua adalah hitung reaksi perletakannya. Sudah bisa kan? Kalau belum tahu lihat postingan sebelumnya. Pada contoh ini gaya yang diberikan tepat di tengah sebesar 20 kN, maka beban ini akan didistribusikan ke tumpuan masing-masing sebesar 10 kN. Sehingga RAV= 10 kN dan RBV = 10 kN, sedangkan RAH=0, karena tidak ada beban horizontal.

Langkah berikutnya adalah menghitung gaya pada batang di setiap titik buhul.Pertama kita akan menghitung gaya pada batang di buhul A

Page 21: Statika Civil

ΣV=0RAV + F1 sin 45 = 010 = – F1 sin 45– F1 = 10/ sin 45F1 = -14.14 kN

ΣH=0RAH + F2 + F1 cos 45 = 00 +F2 = -F1 cos 45F2= -(-14.14 cos 45)       F2= 10 kN

Selanjutnya di buhul B. oh iya,, setiap tanda arah pada batang menjauhi titik buhul.

ΣV=0F3=0

ΣH=0F2-F4 = 0F2 = F4F4 = 10 kN

 

Page 22: Statika Civil

 

Buhul C

ΣV=0-20 – F3 – F1 sin 45 – F5 sin 45 = 0-20 – 0 – (-14.14 sin 45) = F5 sin 45-20 – 0 + 10 = F5 sin 45F5 = -10/sin 45F5 = -14.14 kN

ΣH=0 (dicek, bener nggak hitungan diatas)– F1 cos 45 + F5 cos 45 = 0-10 + 10 = 0 (bener kan..)

Buhul D, (nggak usah dihitung lah ya, udah bener ini kok..)

Nah, sudah selesai. Jadi hasilnya adalah:F1= -14.14 kNF2= 10 kNF3= 0 kNF4= 10 kNF5= -14.14 kN*)tanda minus menunjukkan batang tersebut dalam kondisi tekan, dan tanda plus dalam kondisi tarik.bisa digambarkan seperti ini:

Page 23: Statika Civil

Cukup sekian contohnya, gampang kan? Memang contoh itu selalu gampang, kalau saya bikin yang susah sekalian aja Ujian :D

Contoh Soal 2, Beban   Segitiga

P1= 10 kNq1= 13.5 kN/m

ΣMA=0(RAH x 0) + (RAV x 0) + (P1 x 2) + [(q1 x 4.5 x 0.5) x ((1/3 x 4.5)+4)] – (RBV x 10.5) = 0(10 x 2) + (13.5 x 4.5 x 0.5) x (5.5)  = 10.5 RBVRBV = 17.82 kN

ΣMB=0(RBV x 0) – [(q1 x 4.5 x 0.5) x ((2/3 x 4.5)+2)] – (10 x 8.5) + (RAV x 10.5) = 0

Page 24: Statika Civil

– (13.5 x 4.5 x 0.5) x (5) – (85) = – 10.5 RAVRAV = 22.55 kN

ΣH=0RAH=0

CheckΣV=010 + (q1 x 4.5 x 0.5) – 22.55 – 17.82 = 010 + (13.5 x 4.5 x 0.5) – 40.375 = 00 = 0    ok!

 

Beban merata bentuk segitiga mula-mula dihitung terlebih dahulu. Pada contoh diatas q=13.5, q pada beban segitiga adalah muatan yang paling besar pada jarak tertentu di awal atau akhir beban segitiga. Atau bahasa kasarnya, q adalah tinggi segitiga, jadi untuk menghitung berapa muatannya, maka kita harus mencari luas segitiga, q sebagai tingginya dan 4.5 (pada contoh diatas) adalah alasnya. Luas segitiga adalah setengah alas dikali tinggi.Pada perhitungan momen, karena yang dihitung adalah gaya x jarak, maka jarak titik pusat segitiga ke tumpuan perlu dihitung terlebih dahulu. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa titik pusat pada beban merata persegi panjang adalah setengah dari alas beban merata. Beban segitiga titik pusatnya ada di 1/3 alas, apabila jarak yang dihitung bertemu dengan puncak segitiga, seperti contoh diatas pada perhitungan  ΣMA=0. Karena perhitungan dimulai dari tumpuan A sampai tumpuan B, maka kita akan bertemu pada puncak segitiga terlebih dahulu, dan itu berlaku 1/3 alas. Sebaliknya jika kita pada perhitungan ΣMB=0, maka kita akan memulai perhitungan dimulai dari tumpuan B ke A, yang mana kita akan bertemu pada kaki segitiga terlebih dahulu. Apabila demikian maka titik pusat berlaku 2/3 alas, dan silahkan dihitung jarak

Page 25: Statika Civil

Contoh Soal 1, Menghitung Reaksi Perletakan pada Tumpuan Sendi dan   Rol

P1 = 12 TP2 = 16 Tq  = 13 T/mα = 14

ΣMA=0(RAH x 0) + (RAV x 0) + (P1 sin α) (3) + ((6.5+2.5)/2) x q x 7.25 +(P2) (11.5) – (13.5) (RBV) =0(12 sin 14)(3)+ (4.5 x 13 x 7.25) +(16 x 11.5) = 13.5 RBV8.71          +   424.125              + 184            = 13.5 RBVRBV= 45,69 T

ΣMB=0(RBV x 0) – (P2 x2) – ((6.5+2.5)/2) x q x 6.25 – (P1 sin α) (10.5) + (13.5) (RAV) = 0–  (16 x 2) – (4.5 x 13 x 6.25) – (12 sin 14) (10.5) = – 13.5 RAV– 32       – 365.25                     – 30.4821                 = – 13.5 RAVRAV = 31.71 T

ΣH = 0RAH + P1 cos α = 012 cos 14 = -RAHRAH = -11.64 T

Page 26: Statika Civil

CheckΣV = 0P1 sin α + ((6.5+2.5)/2) x q + P2 – RAV – RBV = 012 sin 14 + (4.5 x 13) + 16 – 31.71 – 45.69 = 02.9       +              58.5         +  16 – 31.71 – 45.69 = 00 = 0                  ok!

Apabila ada gaya yang miring, maka gaya tersebut memiliki gaya horizontal dan vertikal secara bersamaan. Gaya dari P1 dengan kemiringan α, jika diuraikan akan menjadi gaya P1 sin α (gaya vertikal), dan P1 cos α (gaya horizontal).Beban merata berbentuk trapesium diatas perlu diketahui luas dari trapesium itu sendiri dan titik tengahnya. Tinggi dari beban trapesium adalah q.

Menghitung Reaksi Perletakan Setelah kita mengetahui tentang gaya, beban dan tumpuan, pada postingan kali ini saya akan memberikan materi tentang bagaimana menghitung reaksi perletakan. Rumus yang kita pakai adalahΣM=0ΣV=0ΣH=0

Contoh 1:

 P1= 20 NP2= 23 NPertama-tama untuk menghitung reaksi perletakan dari simple beam di atas adalah menyamakan asumsi.Asumsi dalam perhitungan ada 2 macam,

Page 27: Statika Civil

Asumsi 1:Searah jarum jam (momen)= positifArah atas (vertikal)= positifArah kanan (horizontal)= positif

 Perhatikan gambar di atas. Apabila dalam menghitung momen pada tumpuan A, maka gaya P1 akan mengalir menuju tumpuan A seperti gambar di atas (lihat garis merah). Untuk menentukan tanda (positif/negatif), maka perhatikan arah alirannya. Pada gambar di atas karena arah alirannya tandanya adalah (+). Dalam menghitung gaya vertikal, maka P1 bernilai negatif, karena gaya P1 menghadap ke bawah.Asumsi kedua adalah kebalikan dari asumsi pertama. Kita bisa bebas memilih asumsi, asalkan dalam setiap perhitungan tetap konsisten memakai asumsi yang sama.

Kembali lagi ke contoh soal, langkah yang harus kita lakukan adalah mengidentifikasi gaya-gaya pada tumpuan.

Tumpuan A merupakan tumpuan sendi yang bisa menahan gaya yang tegak lurus dan gaya yang searah bidang tumpuan. Maka ada dua gaya yang terdapat pada tumpuan A, yaitu RAH (gaya horizontal) dan RAV (gaya vertikal).  Sedangkan pada tumpuan B merupakan tumpuan rol, yang hanya menahan gaya tegak lurus. Maka hanya ada satu gaya pada tumpuan B yaitu RBV (gaya vertikal)Menghitung Reaksi PerletakanPada persamaan sigma momen = 0 dicari dari hasil kali gaya dengan jarak. Pada contoh di atas perhitungan momen seperti ini:

Page 28: Statika Civil

ΣMA=0(RAV x 0) + (P1 x 2) + (P2 x 7) – (RBV x 10) = 00      + (20 x 2) + (23 x 7)                       = (RBV x 10)40     +    161                           = 10 RBVRBV = 20.1 NPenjelasan:ΣM di tumpuan A = 0RAV x jarak dari A ke RAV.  P1 x jarak dari A ke P1, tanda positif karena searah jarum jam. P2 x jarak dari A ke P2, tanda positif karena searah jarum jam. RBV x jarak dari A ke RBV, tanda negatif karena tidak searah jarum jam.

ΣMB = 0(RBV x 0) – ( P1 x 8 ) – (P2 x 3) + (RAV x 10) = 00      – ( 20 x 8 ) – (23 x 3)                       = – (RAV x 10)-160   –   69                              = – 10 RAVRAV = 22.9 N

Nilai RAV dan RBV yang diperoleh dari perhitungan di atas dapat dicek benar atau tidaknya dengan persamaan gaya vertikal (ΣV = 0)ΣV = 0RAV   + RBV   – P1 –  P2 =022.9 + 20.1 – 20 – 23 = 00 = 0       ok!

Apabila telah memenuhi persamaan, maka nilai RAV dan RBV sudah benar

Nilai RAH = 0 karena didalam kasus di atas tidak ada gaya horizontal lain selain RAH

Mekanika Rekayasa, Pendahuluan Mekanika Rekayasa adalah perluasan mekanika yang mencakup hubungan antara gaya-gaya luar yang bekerja pada benda dengan gaya yang ditimbulkannya, sehingga dapat diketahui kekuatan bahan dan deformasi benda tersebut. Mekanika Rekayasa membahas tentang kesetimbangan/statika suatu struktur.

Page 29: Statika Civil

Kata-kata tadi saya kutip dari buku, kalau tidak mengerti ya wajar, saya juga tidak terlalu mengerti dengan penjelasan di atas. Membicarakan tentang Mekanika Rekayasa, Mekanika Teknik, Analis Struktur, Statika, dan apapun itu namanya, maka kita akan sering berjumpa dengan konsep hukum Newton III, yang berbunyi:“Gaya aksi dan reaksi pada suatu partikel/benda, mempunyai besar dan arah yang sama, hanya berlawanan arah.”Contohnya begini, misalkan apabila Mike Tyson melayangkan pukulan sebesar 75 Newton, maka Holyfield harus menahan dengan 75 Newton juga. Karena jika Holyfield menahan dengan kekuatan kurang dari 75 Newton maka Holyfield bisa terkena pukulan dari Mike Tyson, dan apabila lebih besar maka Holyfield bisa memukul Mike Tyson. Pada bangunan pun sama, jika tidak mampu menahan bebannya maka akan roboh. Analoginya pada kasus Mike Tyson tadi, namun hal itu tidak berlaku jika kasusnya Mike Tyson menggigit Holyfield :p

Pertama-tama kita akan membicarakan tentang Reaksi Perletakan. Reaksi perletakan itu merupakan gaya-gaya yang keluar (reaksi) akibat gaya yang dibebankan (aksi). Gaya-gaya tersebut yaitu:Gaya Vertikal, disimbolkan dengan VGaya Horisontal, disimbolkan dengan HMomen, disimbolkan dengan MSimbol jangan terlalu dipermasalahkan. Tapi menurut kebiasaan gaya-gaya tersebut disimbolkan demikian.

Beban pada rekayasa struktur dibagi empat (di buku saya sih ada empat, tapi di buku lain beda-beda),Yang pertama adalah beban mati, yaitu beban yang tidak berpindah-pindah. Contohnya seperti beban struktur itu sendiri (contohnya kolom dan balok) dan elemen-elemennya (plat lantai, tembok, partisi, atap, dll), mesin-mesin dan peralatan yang tetap.Yang kedua adalah beban hidup, yaitu beban yang berpindah-pindah. Contohnya, manusia, tikus, maling, barang-barang yang berpindah-pindah/bukan tetap (meja, kursi, lemari, komputer), kendaraan, dll.Yang ketiga adalah beban angin, yaitu beban yang bekerja pada struktur (bagian struktur) yang disebabkan oleh selisih tekanan udara (angin)Yang keempat adalah beban gempa, yaitu beban yang bekerja pada struktur

Page 30: Statika Civil

yang diakibatkan gerakan tanah dari gempa bumi tektonik atau vulkanik yang dapat mempengaruhi struktur tersebut.

Beban juga ada dua bentuk, yaitu beban terpusat dan beban merata.Beban terpusat bentuknya seperti ini

Beban terpusat contohnya beban manusia, kendaraan, dll.Beban merata bentuknya seperti ini:

 Untuk menahan beban-beban tersebut maka harus diberikan tumpuan, pada gambar di atas tumpuan bisa kita lihat pada A dan B, tumpuan tersebut adalah jenis tumpuan sendi dan rol.Ada beberapa jenis tumpuan, yaitu:Tumpuan sendi, yaitu tumpuan yang dapat menahan gaya yang searah dan gaya yang tegak lurus dengan bidang perletakan atau tumpuan, tetapi tidak dapat menahan momen.

contoh tumpuan sendi:

Page 31: Statika Civil

Yang kedua adalah tumpuan rol, tumpuan yang hanya bisa menahan gaya yang tegak lurus terhadap bidang tumpuannya, tidak bisa menahan gaya yang sejajar dan momen

Page 32: Statika Civil

Yang ketiga adalah tumpuan jepit, tumpuan yang dapat menahan gaya yang tegak lurus dan searah bidang tumpuan, juga gaya momen.