Standard Penatalaksaan INFEKSI

62
STANDAR PENATALAKSANAAN BOKS INFEKSI BAGIAN IKA FK UNSRI/ RSMH I. DEMAM TIFOID A. PETUNJUK DIAGNOSA 1. Gejala Klinis a. Demam lebih dari 7 hari b. Gangguan GIT: anoreksia, konstipasi/diare, rhagaden, typhoid tongue, meteorismus, bau nafas tak sedap c. Hepatomegali d. Splenomegali e. Bradikardi relatif f. Kesadaran menurun 2. Laboratorium a. Leukopeni b. Trombositopeni c. Aneosinofilia d. Anemia e. Limfositosis relatif 3. Serologis Titer O antigen > 1/160 atau meningkat 4 kali dalam interval 1 minggu 4. Mikrobiologis Salmonella Typhi (+) pada biakan darah, urine dan feses B. DIAGNOSA 1. Klinis Demam Tifoid Apabila ditemukan gejala klinis: Panas lebih dari 7 hari Gangguan GIT: typhoid tongue, rhagaden, anoreksia, konstipasi, diare Hepatomegali 2. Demam Tifoid 1

description

infeksi merupakan penyakit yang sangat berbahaya

Transcript of Standard Penatalaksaan INFEKSI

Page 1: Standard Penatalaksaan INFEKSI

STANDAR PENATALAKSANAAN BOKS INFEKSIBAGIAN IKA FK UNSRI/ RSMH

I. DEMAM TIFOID

A. PETUNJUK DIAGNOSA1. Gejala Klinis

a. Demam lebih dari 7 harib. Gangguan GIT: anoreksia, konstipasi/diare, rhagaden, typhoid tongue,

meteorismus, bau nafas tak sedapc. Hepatomegalid. Splenomegalie. Bradikardi relatiff. Kesadaran menurun

2. Laboratoriuma. Leukopenib. Trombositopenic. Aneosinofiliad. Anemiae. Limfositosis relatif

3. SerologisTiter O antigen > 1/160 atau meningkat 4 kali dalam interval 1 minggu

4. MikrobiologisSalmonella Typhi (+) pada biakan darah, urine dan feses

B. DIAGNOSA1. Klinis Demam Tifoid Apabila ditemukan gejala klinis:

Panas lebih dari 7 hari Gangguan GIT: typhoid tongue, rhagaden, anoreksia, konstipasi, diare Hepatomegali

2. Demam Tifoid Demam Tifoid Klinis + Salmonella typhi (+) pada biakan darah, urine atau feces dan/ atau pemeriksaan serologis didapatkan titer O Ag > 1/160 atau meningkat lebih 4 kali dalam interval 1 minggu. Gejala klinis lain kesadaran menurun, bau nafas tidak sedap, splenomegali, meteorismus, bradikardi relatif, kesadaran berubah. Laboratorium: leukopenia, trombositopenia, aneosinofilia, anemia, limfositosis relatif. Gejala klinik dan laboratorium di atas dapat menyokong diagnosis.

1

Page 2: Standard Penatalaksaan INFEKSI

3. Demam tifoid beratDemam Tifoid + keadaan: lebih dari minggu kedua sakit, toksik, dehidrasi, delirium jelas, hepatomegali (& splenomegali), leukopeni < 2000/ul, aneosinofilia, SGOT/SGPT meningkat

4. Ensefalopati tifoid Demam tifoid atau demam tifoid klinis disertai satu atau lebih gejala:- kejang- kesadaran menurun : soporous sampai koma- kesadaran berubah/ kontak psikik tidak ada

C. PENGELOLAAN1. Perawatan

Isolasi Tirah baring sampai 7 hari bebas panas kemudian mobilisasi secara

bertahap

2. Diet Bebas serat, tidak merangsang Tidak menimbulkan gas Mudah dicerna Tidak dalam jumlah banyak Bila perlu makan personde atau IVFD Bubur saring sampai tujuh hari bebas panas, bubur biasa 3 hari,

kemudian makan biasa

3. Medikamentosa Obat pilihan pertama: Kloramfenikol 50-100 mg/kg BB/hari oral atau IV dalam 4 dosis (dosis maksimal 2 g/hari) sampai tujuh hari bebas panas, minimal sepuluh hari. Apabila Hb <8 g% dan atau leukosit <2000/mm3, kloramfenikol diganti

dengan: Ampisilin 200 mg/kgBB/hari IV dalam 4 dosis, atau Trimetoprim–sulfametoksasol 10mg/kbBB/hari (TMP) atau 50 mg/kg

BB/hari (SMX) oral dalam 2 dosis bila alergi penisilin, atau Cefixim 10 mg/kgBB/hari peroral dalam 2 dosis selama 10 hari

tidak digunakan pada demam tifoid berat Demam tifoid berat: Ceftriakson 80 mg/kgBB/hari IV dosis tunggal

diberikan selama 5-7 hari, Bila panas tidak turun dalam 5 hari pertimbangkan: komplikasi, fokal

infeksi lain, resisten, dosis tidak optimal, diagnosis tidak tepat pengobatan disesuaikan.

Pada ensepalopati tifoid diberikan juga dexametason dengan dosis awal 3 mg/kgBB/kali, dilanjutkan 1 mg/kg BB/6 jam, sebanyak 8 kali (selama 48 jam), lalu distop tanpa tapering off, reduksi cairan 4/5 kebutuhan, lakukan

2

Page 3: Standard Penatalaksaan INFEKSI

pemeriksaan elektrolit cairan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan, LP bila tidak terdapat indikasi kontra, koreksi asam basa (bila perlu).

Bila terdapat peritonitis atau perdarahan saluran cerna: pasien dipuasakan, pasang pipa nasogastrik, nutrisi parenteral, transfusi darah (atas indikasi), foto abdomen, antibiotik sefalosporin generasi III parenteral

Bila terjadi perforasi usus: laparatomi Pengobatan penunjang o Beri cairan iv bila: dehidrasi, KU lemah, tidak dapat makan peroral,

atau timbul syok. Skema terapi Demam Tifoid dengan syok lihat standar profesi Syok Septik.

o Transfusi darah bila Hb <6gr% atau bila terdapat gejala perdarahan yang jelas.

4. PengamatanPada waktu penderita MRS selain pemeriksaan klinis dilakukan juga pemeriksaan darah rutin, gall kultur, kultur urine, kultur feses dan serologis (widal). Apabila pada pemeriksaan gall kultur (-), pemeriksaan diulang seminggu kemudian. Apabila pemeriksaan serologis titer O Ag < 1/160, maka pemeriksaan dilakukan secara berkala setiap minggu. Penderita dipulangkan setelah 7 hari bebas panas atau 2 hari setelah terapi dihentikan. Sebelum penderita dipulangkan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kultur feses dan urine. Kemudian diulangi lagi 1 minggu kemudian. Apabila dalam 2 kali berturut-turut dalam interval satu minggu Salmonella (-), berarti penderita sembuh dan tidak merupakan carrier.

Indikasi Pulang7 hari bebas panas atau 2 hari setelah obat dihentikan.

3

Page 4: Standard Penatalaksaan INFEKSI

SKEMA PENGELOLAAN TYPHOID FEVER

II. DEMAM BERDARAH DENGUE / DBD (DHF/DSS)

4

DASAR DIAGNOSA DIAGNOSA PENATALAKSANAAN

Anamnesa Demam 7 hari Anoreksia, konstipasi/diare Nafas berbau tak sedap

Pemeriksaan fisik Ggn penurunan kesadaran Rhagaden Typhoid tongue Hepatomegali Splenomegali Relatif bradikardia Meteorismus

BakteriologisGaal kultur Salmonella (+)

SerologisWidal (+), titer O Ag > 1/160 atau kenaikan titer4 kali dalam 1 minggu

Pemeriksaan penyokong Laboratorium Darah tepi

LeukopeniaLimfositosisAneosinofilia

Sumsum tulang makrofag (+) semua sistem

Perawatan Isolasi Bed

rest total sampai 7 hr bebas panas

Mobilisasi

Diet Bebas serat Tak merangsang Tdk mbtk gas Mudah dicerna Cukup cairan Kalori & protein

Medikamentosa

Chloramphenicol Dalam 10 hari panas tidak turun

Ampicillin atau Trimetoprim-sulfamethoxsazol bila :Hb < 8 gr %Lekosit < 2000/mm3

Bagian bedah

Ampicillin 400 mg/kgBB/hari dlm 4 dosis

Foto abdomen, perdarahan progresif transfusi bagian bedah

IVFD

PP 55.000 IU/kgBB/hari

Dexametason 3 mg/kgBB/kali dilanjutkan 1 mg/kgBB/6 jam sampai 48 jam atau 8 kali pemberian

Observasi Typhoid fever

Typhoid fever

Typhoid fever komplikasi

PerforasiPeritonitis

Cholesistitis

Meningitis

Perdarahan usus

Dehidrasi + asidosis

Bronko pneumonia

Renjatan

Typhoid encephalopati

Typhoid fever ggn kesadaran

Pe kesadaran

Page 5: Standard Penatalaksaan INFEKSI

A. BatasanPenyakit infeksi disebabkan oleh virus dengue ditandai dengan demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan dan kematian

B. EtiologiVirus dengue tipe I,II,III,IV

C. PatogenesaAktifasi komplemen, agregasi trombosit, kerusakan sel endotel kebocoran kapiler, ektravasasi plasma, hemokonsentrasi, renjatan, efusi cairan, ensefalopati, hipoksia jaringan. Vasculopati + trombopati + koagulopati + trombositopenia perdarahan, ensefalopati.

D. Bentuk Klinis Berdasarkan kepastian diagnosis:

Tersangka demam berdarah (TDBD) Demam dengue (DD) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasar derajat penyakitDerajat I,II,III,IV. Derajat III dan IV DSS

E. Komplikasi Perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru , DIC, efusi pleura

F. Prognosis Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan < 3%. Angka kematian

DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DBD yang akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit diramalkan, sehingga harus hati-hati dalam melakukan penyuluhan.

G. Diagnosis Dasar diagnosis

Berdasarkan “kriteria WHO (1997)” dengan indikator demam 2-7 hari. Tendensi perdarahan, hepatomegali, renjatan, bukti kebocoran plasma dan trombositopenia.TDBD : Panas tinggi akut (+), manifestasi perdarahan paling sedikit test torniquet (+), tidak disertai bukti penyakit lain

Tersangka DD: Panas akut 2-7 hari ditambah 2 atau lebih manifestasi sakit kepala,sakit belakang bola mata, mialgia, atralgia, rash, manifesrasi perdarahan dan leukopenia tidak terbukti adanya kebocoran plasma dan tidak terbukti diagnosis klinis yang lain.

DBD : Minimal harus memenuhi kriteria sebagai berikut

5

Page 6: Standard Penatalaksaan INFEKSI

a. Panas atau riwayat demam akut berlangsung 2-7 hari kadang kadang bifasik

b. Tendensi perdarahan dibuktikan dengan paling sedikit satu dari test torniquet (+), ptekie, purpura, perdarahan gastrointestinal, perdarahan pada tempat injeksi atau tempat tempat lain, hematemesis dan atau melena.

c. Trombositopenia (< 100000/mm3)d. Adanya bukti kebocoran plasma yang terjadi karena

kenaikan permeabilitas kapiler dengan manifestasi sebagai berikut:oPeningkatan Ht > 20% diatas rata rata untuk umur, sex

dan populasioTurunnya hematokrit setelah dilakukan volume

replacement terapi > 20% dari data dasar.oBukti adanya kebocoran plasma misalnya : efusi pleura,

asites dan hipoproteinemia.Derajat I : Demam (+), gejala non spesifik (+), manifestasi perdarahan hanya uji torniquet (+)Derajat II : Derajat I + perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lainnyaDerajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi lembut, hipotensi, takikardi, kulit lembab dan dingin, anak gelisah.Derajat IV : Renjatan berat, nadi tak teraba, tensi tak terukur.DSS : Kalau memenuhi kriteria diatas ditambah dengan bukti

kegagalan sirkulasi berupa tekanan nadi sempit < 20 mmhg atau hipotensi untuk usia itu, kulit yang dingin dan lembab serta

anak gelisah.

Langkah diagnosis Pemeriksaan klinis: panas, manifestasi perdarahan, tanda efusi, hepatomegali,

tanda kegagalan sirkulasi. Pemeriksaan laboratorium: uji torniquet, hematokrit dan hitung trombosit

secara berkala serta pemeriksaan serologi, pemeriksaan LPB, albumin darah, CT, BT, PT, PTT, gambaran darah tepi pada kecurigaan DIC.

Pemeriksaan penunjang: foto thorak pada dispneu untuk menelusuri penyebab lain disamping efusi pleura, USG bila ada, dapat dipakai untuk memeriksa efusi pleura minimal

Indikasi rawat Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau lebih

sangat dianjurkan untuk dirawat. Tersangka demam berdarah derajat I disertai hiperpireksia atau tidak mau

makan atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat dan trombosit cenderung turun harus dirawat.

Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya ditemukan status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki tangan dingin, tekanan darah menurun , oligouria harus dirawat.

6

Page 7: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Seluruh derajat II, III, IV

H. PenatalaksanaanSesuai dengan bagan penatalaksanaan (bagan 1,2,3,4)

I. Tindak Lanjut Pengamatan rutin

DSS : tensi/nadi diperiksa setiap 15-20 menit sampai keadaan stabil, Ht, trombosit setiap 3-6 jam sampai keadaan menetap.

Derajat I dan II : pemeriksaan Ht dan trombosit minimal 2 kali sehari. Pada semua DSS pada saat masuk rumah sakit harus diperiksa juga CT dan

BT. Bila CT cenderung memanjang lakukan juga pemeriksaan gambaran darah tepi.

Pemeriksaan khusus: EKG bila gagal jantung, foto thorax bila pleural efusi dan edema paru. USG bila curiga efusi pleura minimal. BT, CT, PT, PTT, dan gambaran darah tepi bila curiga DIC.

Penderita yang berobat jalan diperiksa trombosit setiap hari. Penderita yang dirawat, tampung urine 24 jam, bila kurang dari 2 ml/kgBB/jam periksa ureum dan kretinin.

Elektrolit darah astrup bila keadaan umum tidak membaik. Pelaporan pada dinas kesehatan Tk II setempat melalui kurir, telepon atau

surat secara mingguan.

Indikasi pulangKeadaan umum baik dan masa krisis telah berlalu atau >7 hari sejak panas.Keadaan umum baik ditandai dengan : nafsu makan membaik, keadaan klinis penderita membaik, tidak demam paling sedikit 24 jam tanpa antipiretik, tidak dijumpai distress pernafasan minimal 3 hari setelah syok teratasi, hematokrit stabil, trombosit >50.000 mm3.

ALUR PENDERITA DBDDI BAGIAN IKA RSMH PALEMBANG

7

Page 8: Standard Penatalaksaan INFEKSI

PENDERITA TERSANGKA DBD

POLIKLINIK UGD/ RPO

*Kegawatan (-): *Kegawatan (+):*Uji tourniquet (-) Muntah terus menerus*Trombosit > Kejang

100.000/mm Kesadaran menurunMuntah darahBerak hitam

RAWAT *Uji tourniquet (-)JALAN *Trombosit <

100.000/mm3

*Klinis sesuai DBD*Ht naik*Trombosit turun

RAWATINAP

Tentukan Derajat DBD

PENATALAKSANAAN SESUAI DERAJAT DBD

TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD

8

Page 9: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Tersangka DBD

Demam tinggi mendadak terusmenerus< 7 hari tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas, badan lemah dan lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok Muntah terus menerus

KejangKesadaran menurunMuntah darah Uji tourniqet (+) Uji tourniqet (-)Berak hitam

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat jalan < 100.000/ul > 100.000 Parasetamol

Kontrol tiap hariSampai

demam hilang

Rawat Inap Rawat Jalan

Nilai tanda klinis Minum banyak 1,5-2 l/hr Periksa trombosit Parasetamol dan Ht bilaKontrol tiap hari sampai demam menetap demam turun setelah hari sakit periksa Hb, Ht, trombosit ke-3

tiap hari

Perhatian untuk orang tua:Pesan bila timbul tanda syok, yaitu gelisah,Lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berak hitam, kencing kurang, Lab : Hb, Ht naik dan trombosit turun

Segera bawa kerumah sakit

DBD DERAJAT I ATAU DERAJAT II TANPA PENINGKATAN HT< 45

9

Page 10: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Gejala klinisDemam 2-7 hari Uji tourniquet positif atau Perdarahan spontan

LabHematokrit tidak meningkat Trombositopeni ringan

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien masih muntah terus-menerusAtau 1 sendok makan tiap 5 menitJenis minuman: air putih, teh manis,Sirup, jus buah, susu, oralit Pasang infus NaCl 0,9 % +Bila suhu > 38,5 beri parasetamol dekstrosa 5 % (1:3), tetesanBila kejang beri obat antikonvulsif rumatan sesuai berat badan

Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan Laboratorium perhatikan tanda syok Palapasi hati setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun Ukur diuresis setiap hari Awasi perdarahan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Infus ganti ringer laktat (RL)(tetesan disesuaikan, lihat bagan 3)

Perbaikan klinis dan laboratorium

Pulang (lihat: kriteria memulangkan pasien)

Bagan 2. Tatalaksanan Kasus DBD derajat I dan Derajat II tanpaPeningkatan Hematokrit atau Ht < 45

DBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN HT > 20 % ATAU HT > 45

10

Page 11: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Cairan awal

RL/RA/NaCl 0,9 % atau RLD 5/NaCl 0,9 % + D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah GelisahNadi kuat Distres pernapasanTekanan darah stabil Frekuensi nadi naik Diuresis cukup Ht tetap tinggi/naik(2ml/kgBB) Tek. Nadi <20 mmHgHt turun Diuresis kurang/tidak (2 kali pemeriksaan) ada

Tanda vital memburukHt meningkat

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan10-15 ml/kgBB/jam

Perbaikkan tetesan dinaikkan bertahap 5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Perbaikan Tanda vital tidak stabilSesuaikan tetesan

3 ml/kg BBB /jam Distres pernafasan Ht turun Ht naik

IVFD stop pada 24-48 jam bila tanda vital/ Ht stabil, Diuresis cukup Koloid transfusi darah segar

20-30 ml/ kg BB 10 ml/kgBB

Perbaikan

Bagan 3. Tatalaksanan kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi > 20 % atau Ht 45

TATALAKSANA KASUS DSS ATAU DBD

DERAJAT III DAN IV

11

DBD Derajat IV

DBD Derajat III

Page 12: Standard Penatalaksaan INFEKSI

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 lt/menit) 2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

Ringer laktat/ Ringer asetat/ Nacl 0,9%10-20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?

Pantau tanda vital tiap 10 menitCatat balans cairan selam pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi

Keadaaan membaik Keadaan memburukNadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHgTidak sesak nafas/sianosis Distres pernafasan/sianosis Ekstremitas hangat Kulit dingin dan lembabDiuresis cukup 2 ml/kgBB/jam Ekstremitas dingin

Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan kristaloid 15-20 ml/kgBB/jam

10 ml/kgBB/jam2. Tambahkan koloid/plasma dekstran/FPP

Evaluasi ketat 10 ml/kgBB/jam

Tanda vital Tanda perdarahan 3. Koreksi asidosisDiuresisPantau Hb, Ht, Trombosit Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam

Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Syok teratasi Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Infus stop tidak melebihi 48 jam Transfusi darah koloid 20 ml/kgBBSetelah syok teratasi segar 10 ml/kgBB

Diulang sesuai kebutuhan

III. HEPATITIS

12

Page 13: Standard Penatalaksaan INFEKSI

A. PETUNJUK DIAGNOSA1. Klinis

Demam, sakit kepala Anoreksia, mual, muntah Ikterus, BAK warna kuning tua Pruritus Hepatomegali

2. Laboratorium Urine: bilirubin (+) Darah: LFT abnormal, bilirubin total meningkat Enzimatis: SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkalin fosfatase

3. Serologis HBsAg Ig M anti HBc Ig M anti HAV

4. Virologis Virus hepatitis A dan B dapat ditemukan dalam feses5. Patologi anatomi

Spotty necrosis Submassive necrosis

6. Gejala Tambahan Spider nevi Palmar eritema Splenomegali Flapping tremor Foetor hepatitis Perdarahan Kesadaran menurun

B. DIAGNOSAB.1. HEPATITIS

Apabila pada anamnese dan pemeriksaan didapatkan: Demam, sakit kepala Anoreksia, mual ,muntah Ikterus , BAK warna teh tua Hepatomegali Urine: bilirubin (+) Darah: LFT abnormal, bilirubin total meningkat

a. Hepatitis A Bila ditemukan gejala klinis hepatitis dan pada pemeriksaan

serologis didapatkan IgM Anti HAV (+), HBsAg (-) dan IgM anti HBc (-)

b. Hepatitis B

13

Page 14: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Bila ditemukan gejala klinis hepatitis dan pada pemeriksaan serologis didapatkan IgM Anti HAV(-), HBsAg (+), IgM anti HBc (-)

Berdasarkan perjalanan penyakit hepatitis dapat dibagia. Hepatitis akut

SGOT dan SGPT meningkat hebat, lebih dari 50 kali

Ratio = = 0,7 <1

Pemeriksaan PA : spotty necrosisPemeriksaan serologis : HBsAg (-) bulan II-III penderita HBV

b. Hepatitis kronis aktifSGOT dan SGPT meningkat hebat lebih dari 10 kali

Ratio = = 1-3

Pada pemeriksaan PA (sel hepar mengalami nekrosis yang luas dan infiltrasi sel plasma dan mononuklear)Pemeriksaan serologis: HBsAg (+), Anti HBe (-), HBeAg (+) setelah 3 bulan

c. Hepatitis kronis persisten SGOT dan SGPT meningkat kurang dari 10 kali

Ratio = <1

Serologis HBsAg (+), dan anti HBe (+), HBeAg (-) setelah 3 bulan

d. Fulminan HepatitisBila ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: Demam tinggi Kesadaran menurun sampai koma Manifestasi perdarahan Hipertensi portal dan asites Adanya asam amino dalam urinePemeriksaan PA: Necrosis submassive sel hepar Infiltrasi sel mononukleus dominan Acute yellow atrofi

B.2 IKTERUS OBTRUKTIF/ CHOLESTATASIS- Alkalin fosfatase meningkat

14

Page 15: Standard Penatalaksaan INFEKSI

- Ratio = 3-6 (baru)

- Ratio = >6 (lanjut)

C. PENGELOLAAN1. Indikasi Rawat Penderita perlu dirawat bila:

Ikterus lebih dari 2 minggu Muntah hebat Intake tidak masuk SGOT-SGPT > 10 kali batas atas nilai normal Hiperpireksia Perubahan perilaku atau penurunan kesadaran akibat ensefalopati

hepatitis fulminan Relapsing hepatitis untuk elaborasi faktor penyerta

lain HBsAg (+)

2. Perawatan - isolasi - tirah baring3. Diet

- Bila penderita tidak toleran terhadap diet biasa Diet hepatitis: 70% karbohidrat

20% protein 10% lemak

- Bila perlu IVFD dengan komposisi cairan yang sesuai4. Medikamentosa

- Hepatoprotektor- Roboransia- Pada cholestasis karena hepatitis B pemberian prednison tidak dianjurkan

lagi tetapi pada cholestasis karena hepatitis A masih dapat digunakan prednison dengan dosis 30 mg pada hari-hari pertama dan diturunkan secara bertahap paling lama sampai 3 minggu. Pada fulminan hepatitis pemberian protein dibatasi 0-1/2 gram perhari, antibiotika (Neomisin) untuk sterilisasi usus, kortikosteroid dosis tinggi, laksansia/enema.

5. PengamatanJika selama waktu ikterus penderita masih panas harus dicari factor penyebab lainyaPemeriksaan laboratorium: - Urine: bilirubin dilakukan 2 kali seminggu sampai hasil (-) 2 kali

berturut –turut- Darah: pemeriksaan LFT dilakukan

Pada saat MRS Secara berkala sampai 2 minggu sampai hasil normal

15

Page 16: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Apabila pemeriksaan bilirubin urine hasilnya 2 kali (-) berturut-turut

Setelah lima hari pemberian kortikosteroid pada penderitya cholestasis

Setiap bulan selama 6 bulan setelah penderita dipulangkan

Pemeriksaan serologis dilakukan Setelah 2 minggu perawatan , klinis dan laboratories tidak ada

kemajuan Terdapat hepatomegali tanpa gejala klinis yang jelasSebelum dilakukan PA, dilakukan USG bila dengan USG tidak jelas penyebabnya, perlu dilakukan PA.

Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik dan pemeriksaan LFT normal, dengan anjuran kontrol ke poliklinik. Dinasehatkan untuk istirahat dan tidak bekerja selama: - 3 bulan, bila ikterus kurang dari 2 minggu dan HBsAg (-) - 6 bulan, bila ikterus kurang dari 2 minggu dan HBsAg (+) - 6 bulan, bila ikterus lebih dari 2 minggu

16

Page 17: Standard Penatalaksaan INFEKSI

IV. DIFTERI

A. PETUNJUK DIAGNOSA 1. Klinis

Demam tidak terlalu tinggi Sakit menelan Suara serak Sesak nafas Lesu, pucat dan lemah Adanya membran putih kelabu, mudah berdarah, sukar diangkat pada

tonsil, faring, laring patognomonis Bull neck

Gejala obstruksi saluran nafas bagian atas sesuai derajat obstruksi sebagai berikut:

Derajat I:- Anak tenang- Dispneu ringan- Sridor inspiratoar- Retraksi suprasternal

Derajat II:- Anak gelisah- Dispneu hebat- Stridor masih hebat- Retraksi suprasternal dan epigastrium- Sianosis belum tampak

Derajat III:- Anak sangat gelisah- Dispneu makin hebat- Stridor makin hebat- Retraksi suprasternal dan epigastrium serta interkostal- Sianosis

Derajat IV:- Letargi

- Kesadaran menurun- Pernafasan melemah- Sianosis

2. LaboratoriumBila sediaan apus dan biakan tenggorok ditemukan Corynebacterium diptheria

B. DIAGNOSA 1. Observasi difteri Bila ditemukan gejala klinis sebagai berikut:

Demam tidak terlalu tinggi Sakit menelan dan suara serak

17

Page 18: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Adanya membran putih kelabu, mudah berdarah, sukar diangkat pada hidung, tonsil, faring dan laring

Tanda-tanda obstruksi saluran nafas bagian atas derajat I-III

2. Difteri Bila ditemukan gejala klinis seperti diatas (klinis observasi difteri) + pemeriksaan laboratorium ditemukan Corinebacterium diphtheria

C. PENATALAKSANAAN 1. Perawatan

Isolasi penderita diruang khusus. Tirah baring 2-4 minggu pada penderita dengan komplikasi miokarditis , sampai miokarditis hilang. Diet makanan lunak yang mudah di cerna, tinggi kalori dan protein. Bila diperlukan dapat diberikan infus dengan cairan yang sesuai dan pemberian oksigen.

2. Medikamentosa Hari I: ADS 40.000 IU diberikan perdrip dengan pengenceran 20 kali

dengan NaCl 0,9% sebelumnya dilakukan “skin test” bila (+) diberikan secara

Besredka Hari II: ADS 40000 IU diberikan secara intra muskular P.P 50.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari Cortison 10-15 mg/kgBB selama 3 hari, diteruskan dengan prednison

2 mg/kgBB/hari per oral selama 3 minggu dosis penuh kemudian tapering off selama 1 minggu; 4 minggu dosis penuh kemudian tapering off selama 2-4 minggu bila disertai miokarditis.

Sedatif: bila anak gelisah diberikan largactil 1-2 mg/kgBB/hari atau luminal 4-5 mg/kgBB/hari

Laksansia: diberikan bila kesulitan defekasi. 3. Operatif

Tindakan operatif dilakukan dibagian THT bila terdapat obstruksi jalan nafas derajat II atau lebih

4. Pengamatan Pengamatan terhadap komplikasi miokarditis:

Pemeriksaan EKG dilakukan pada waktu penderita dirawat selanjutnya tergantung keadaan atau seminggu sekali.

Bila ada tanda-tanda heart blok, diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB/ hari selama 10 hari.

Bila pada pemeriksaan usap tenggorok Corinebacterium (-) maka pemeriksaan diulangi lagi besoknya 2 hari berturut-turut.

D. PENCEGAHANImunisasi dilakukan 4-6 minggu setelah pengobatan kortikosteroid di stop.

18

Page 19: Standard Penatalaksaan INFEKSI

SKEMA PENGOBATAN DIFTERI

19

DASAR DIAGNOSA DIAGNOSAGRADASIOBTRUKSISALURANPERNAFASAN

PERAWATAN

Demam tidak tinggiSakit menelanNyeri kepalaSuara serakLesu,pucat dan lemah

Pemeriksaan fisik:PatognomonisMembran putih kelabuSukar diangkat dan mudah berdarah pada hidung, faring, tonsil.DispneuStridor inspiratoirRetraksi supra sternal,interkostal,epigastriumBull neckSianosis

LaboratoriumSediaan apusBiakan

DIFTERI

GRADE I- anak tenang- dispneu- stridor inspiratoar- retraksi supra sternal

GRADE II- anak gelisah- dispneu- stridor inspirator- retraksi supra sternal, epigastrium

GRADE III- sangat gelisah- stridor makin hebat- retraksi suprasternal, epigastrium + ICS- sianosis

GRADE IV- letargi- kesadaran menurun- kesadaran melemah- sianosis

1. P erawatan - Isolasi - Bed rest total - Pemeriksaan sediaan apus pada hari 1 MRS - Diulangi sampai 2 kali setiap minggu sampai hasil (-)

2. Diet - Mudah di cerna - Bila tidak mungkin beri IVFD cairan 2a - Cukup kalori dan protein

3. Medikamentosa - Hari I ADS: 40.000 IU diencerkan 20 x dlm NaCl 9% tes dulu bila (+) dilaku kan besredka - Hari II ADS 40.000 IU im - P.P 50.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari - Korticosteroid - Kortison 10-15 mg/kgBB/hr (3 hari) - Pednison 2 mg/kgBB/hr (3 minggu) - Miokarditis dosis penuh 4 minggu tapering off 2-4 minggu - Sedatif: bila anak gelisah largaktil 1-2 mg/kgBB/hr - Stool softner bila BAB sulit

4. Operatifobstruksi jalan nafas grade II atau lebih konsul THT untuk trakheostomi

Page 20: Standard Penatalaksaan INFEKSI

V. MORBILI

A. PETUNJUK DIAGNOSA1. Gejala Klinis a. Stadium prodromal

Demam Batuk pilek Conjungtivitis Fotofobia Nyeri tenggorok dan pembesaran kelenjar getah bening leher Terdapat bercak koplik dimukosa buccalis (patognomonis tetapi jarang

dijumpai) b. Stadium erupsi

Demam dan batuk bertambah hebat Eksantema di palatum durum dan palatum molle Eritema makulopapuler yang mula-mula timbul di belakang dan di

depan telinga kemudian menyebar diantara bercak eritema makulopapuler terdapat kulit yang normal

Kadang-kadang terdapat gangguan gastrointestinal c. Stadium konvalesen

Suhu tubuh normal kembali Eritema makulopapuler akan berubah menjadi bercak-bercak

hiperpigmentasi2. Laboratorium Leukopenia

B. DIAGNOSA Demam,batuk pilek,conjungtivitis ,fotofobia Eritema makulopapuler yang mula-mula timbul dibelakang dan didepan

telinga, diantara bercak-bercak tersebut terdapat kulit yang normal Hiperpigmentasi

C. KOMPLIKASI Pneumonia Otitis media Gastroenteritis Ensefalitis

D. PENGELOLAANIndikasi rawat: Morbili dengan komplikasi Morbili dengan: intake tidak masuk, muntah-muntah, KEPPenatalaksanaan Simptomatis : antipiretika, sedatif, antitusif Suportif : perbaiki KU, cairan parenteral bila intake tidak masuk

20

Page 21: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Vitamin A: Usia < 1 tahun: 100.000 IU hari ke-1, 2 dan 14Usia ≥ 1 tahun: 200.000 IU hari ke-1, 2 dan 14

Antibiotika : diberikan bila disertai infeksi sekunder Steroid : bila disertai ensefalitis

Dirawat bila terdapat komplikasi Penderita diisolasi Pengobatan terutama ditujukan terhadap komplikasi sesuai dengan komplikasi

VI. SEPSIS

A. PETUNJUK DIAGNOSA 1. Bentuk Klinis

Tersangka sepsis: panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardi, takipneu, kesadaran menurun, oliguria.

Sepsis: tersangka sepsis + (lekositosis/lekopenia, trombositopenia, granulosit toksik, hitung jenis bergeser kekiri, CRP (+), LED meningkat). Hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).

Syok septik: sepsis + tanda-tanda syok (tekanan darah, tekanan nadi, nadi lembut, kulit kemerahan)

Kegagalan organ multipel: fase terminal penyakit ditandai dengan kegagalan berbagai organ/ sistem: ginjal, hati, traktus respiratorius, jantung dan otak

B. DIAGNOSADasar diagnosis:Klinis : Panas disertai menggigil atau hipotermi Tampak toksik/ confusion Takikardi atau bradikardi, takipneu Flushing pada kulit/ruam kulit berupa petikie, ekimosis, pustular Kadang-kadang disertai kejang-kejang, ileus, menurunnya volume urine,

inadequate peripheral circulation Laboratorium:

Lekositosis/lekopenia, netropenia, trombositopenia, toksik granulosit (+) Hitung jenis bergeser kekiri, LED , CRP (+) Biakan darah/ urine/ LCS dapat (+) atau (-)

Langkah diagnosis:Pertimbangan klinis:

Panas disertai menggigil atau hipotermi Tanda-tanda disfungsi organ: takikardi atau bradikardi, takipneu, ruam

kulit, gangguan kesadaran, gangguan sirkulasi, dsbLaboratorium

Kadar Hb, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi Hitung jumlah lekosit Hitung jenis lekosit LED, CRP, toksik granulosit, CT, CT

21

Page 22: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Biakan darah, urine, atau LCS

C. PENGELOLAAN

Pertahankan keseimbangan cairan, bila perlu beri cairan intravena Sambil menunggu hasil biakan + uji resistensi berikan :

Sefalosporin generasi III secara iv (ceftriaxon 100 mg/kgBB/hari atau sefotaksim 200 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis atau ceftazidim 150 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis). Bila tidak memungkinkan: Ampisilin 200 mg/kgBB/hari + Gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari iv. Bila perbaikan (-) dalam 48 jam atau memburuk dalam 24 jam I: AB diganti dengan sefalosporin generasi IV, atau gol. Karbapenem, atau quinolon pada anak >14 tahun, vancomycin bila curiga MRSA. Jika tidak memungkinkan: sefalosporin generasi III + gentamisinSelanjutnya sesuaikan antibiotika dengan hasil biakan kuman + uji resistensi serta klinis.

Bila disertai dengan syok Seyogianya penderita dirawat di Unit Perawatan Intensif. IVFD RL atau NaCl 0,9% 20cc/kgBB dalam 30 menit. Bila belum teratasi

tambahkan koloid 10-20 cc/kgBB dalam 1 jam, bila belum juga teratasi pasang kateter untuk pemeriksaan CVP untuk menjamin pemberian cairan adekuat..

Atasi asidosis. Kortikostiroid tiap 6 jam selama 2-3 hari : Dexametason 1-3

mg/kgBB/hari atau Methylprednisolon 10-30 mg/kgBB/hari Oksigenisasi

D. Tindak LanjutPengamatan: Pemeriksaan klinis: tanda vital, monitor diuresis Pemeriksaan darah rutin, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan,

fungsi hati, fungsi ginjal dilakukan secara serial. Pada penderita dengan syok lakukan analisa gas darah secara serial.

Bila anemia diberikan darah segar, gangguan fungsi ginjal lakukan dialisa, DIC berikan suspensi trombosit dan FFP 10 cc/kgBB

I. TERMINOLOGI SEPSIS

22

Page 23: Standard Penatalaksaan INFEKSI

II. PATOFISIOLOGI TERJADINYA SYOK SEPTIK

23

BAKTERI

FOKAL INFEKSI BAKTERIEMI

SEPSIS

SINDROM SEPSIS

SYOK SEPTIK AWAL

SYOK SEPTIK REFRAKTER

MODS

KEMATIAN

Bukti klinis adanya infeksi. Hipertermia,hipotermia,takikardi,takipneu,abnormalitas jumlah WBC

Adanya sindroma septic: hipotermia atau insufisiensi kapiler yang berespon tepat terhadap cairan IV dan/ interfensi farmakologi

Kombinasi dari:-DIC-ARDS-GGA-GNADisfungsi CNS akut

Adanya sepsis setidaknya satu diantara:-perubahan mental akut-Hipoksemia- plasma laktat-oliguria

Adanya sindroma sepsis hipotensi atau insufisiensi kapiler lebih dari 1 jam meskipun sudah diberikan intervensi farmakologi

Page 24: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Infeksi

Komponen dinding sel bakteri

Endorphin Makrofag Aktivasi komplemen Faktor jaringan Cytokin C5a

Aktivasi Aktivasi Aktivasi PMN, pelepasan PAF,koagulasi & kalikrein,kinin produk asan arachidonat danfibrinolisis substansi toksik lain

penglepasan C3a, histamin

Vasodilatasi Kebocoran kapiler & dan kerusakan endotel Kerusakan endotel

Disfungsi Organ multipel

Syok

Kegagalan organ multipel

VII. MALARIA

24

Page 25: Standard Penatalaksaan INFEKSI

A. BATASAN Adalah penyakit yang bersifat akut atau kronis yang disebabkan oleh protozoa genus

Plasmodium, ditandai dengan panas, anemia dan splenomegali.

B. ETIOLOGI Terdapat 4 spesies dari genus Plasmodium yang menyerang manusia :

a. P. vivax : malaria tertiana/malaria vivax b. P. falciparum : malaria tropika/malaria falciparum c. P. malariae : malaria malariae d. P. ovale : malaria ovale

C. SIKLUS HIDUP PLASMODIUM Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan

nyamuk anopheles.1. Siklus pada manusia

Nyamuk anopheles menghisap darah manusia : sporozoit (kelenjar liur nyamuk) → peredaran darah (1/2 jam) → sel hati → tropozoit hati yang kemudian berkembang menjadi skizon hati (10.000-30.000 merozoit hati). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer (2 minggu). Pada P. vivax dan P. ovale : sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon → hipnozoit (dormant) → imunitas tubuh turun → aktif → relaps (kambuh).Merozoit hati → peredaran darah → menginfeksi sel darah merah → protozoa berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Siklus aseksual ini disebut skizogoni. Kemudian skizon pecah → merozoit keluar → menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit → stadium seksual (gametosit jantan dan betina).

2. Siklus pada nyamuk anopheles betinaNyamuk : menghisap darah yang mengandung gametosit (gametosit jantan dan betina) → pembuahan → zigot → ookinet → menembus dinding lambung nyamuk. Di dinding luar lambumg nyamuk : ookinet → ookista → sporozoit (infektif) → manusia.

D. MASA INKUBASI P. falciparum : 9-14 hari (12 hari) P. vivax : 12-17 hari (15 hari) P. ovale : 16-18 hari (17 hari) P. malariae : 18-40 hari (28 hari)

E. PATOGENESIS1. Demam : timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah → antigen → sel-sel

makrofag, monosit atau limfosit → sitokin (TNF) → aliran darah hipotalamus → demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium (berbeda-beda) :

P. falciparum : 36-48 jam (demam dapat terjadi setiap hari) P. vivax/ovale : 48 jam (demam selang satu hari) P. malariae : 72 jam (demam selang 2 hari)

2. Anemia : terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi P. falciparum : seluruh stadium sel darah (anemia akut/kronis) P. vivax : sel darah merah muda (anemia kronis) P. malariae : sel darah merah tua (anemia kronis)

25

Page 26: Standard Penatalaksaan INFEKSI

3. Splenomegali : limpa (organ RES) → plasmodium dihancurkanoleh sel-sel makrofag dan limfosit → penambahan sel-sel radang → limpa membesar.

4. Malaria berat : pada P. falciparum : eritrosit yang terinfeksi → proses sekuestrasi : tersebarnya eritrosit yang berparasit ke pembuluh kapiler jaringan tubuh → obstruksi pembuluh darah kapiler → iskemia jaringan. Mekanisme ini bila disertai dengan pembentukan ‘rosette’ (bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya) dan proses imunologik → gangguan fungsi pada jaringan tertentu.

F. DIAGNOSIS 1. Anamnesis

- Keluhan utama : demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal

- Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria

- Riwayat tinggal di daerah endemik malaria- Riwayat sakit malaria- Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir- Riwayat mendapat transfusi darah - Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas

2. Pemeriksaan fisik - Demam (perabaan atau pengukuran dengan termometer) - Pucat pada konjungtiva palpebra atau telapak tangan - Splenomegali - Hepatomegali

3. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan dengan mikroskop : sediaan darah tepi tebal dan tipis, untuk menentukan :

a. ada tidaknya parasit malariab. spesies dan stadium plasmodiumc. kepadatan parasit : semi kuantitatif dan kuantitatif

Pada penderita tersangka malaria berat :a. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6

jam sampai 3 hari berturut-turutb. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak

ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan. - Tes diagnostik lain : deteksi antigen parasit malaria imunokromatografi, dalam bentuk dipstik.

Manifestasi Klinis Malaria Berat (WHO,1997)Malaria berat adalah ditemukannya plasmodium falciparum stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis di bawah ini :

1. Malaria serebral : malaria dengan penurunan kesadaran2. Anemia berat (Hb < 5 g% atau hematokrit < 15%), hitung parasit > 10.000/uL3. Gagal ginjal akut (urin < 1 ml/kgBB/jam setelah dilakukan rehidrasi)4. Edema paru atau Acute Respiratiry Distress Syndrome5. Hipoglikemia (kadar gula darah < 40 mg%)6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan nadi ≤ 20 mmHg, disertai keringat dingin)7. Perdarahan spontan8. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia9. Asidemia (pH : 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L)

26

Page 27: Standard Penatalaksaan INFEKSI

10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut

G. DIAGNOSIS BANDING Manifestasi klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai berat :

1. Malaria ringan: demam tifoid, demam dengue, ISPA, leptospirosis ringan, infeksi virus akut lainnya.

2. Malaria berat: meningitis/ensefalitis, tifoid ensefalopati, hepatitis, leptospirosis berat, glomerulonefritis akut atau kronis, sepsis, DBD/DSS

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan meliputi :1. Pemberian obat anti malaria :

- oral, untuk malaria ringan- parenteral, untuk penderita malaria berat atau yang tidak dapat minum obat

2. Pengobatan suportif- malaria ringan : simptomatik terhadap demam- malaria berat: perawatan umum, pemberian cairan dan pengobatan simptomatik: anti konvulsan

3. Pengobatan terhadap komplikasi organ pada malaria berat- tindakan dialisis atau pemasangan ventilator

1. Obat anti malaria Plasmodium falciparum

Pilihan I : Hari I : Klorokuin 10 mg/kgBB per oral Primakuin 0,75 mg/kgBB per oral Hari II : Klorokuin 10 mg/kgBB per oral Hari III : Klorokuin 5 mg/kgBB per oral

Pilihan II : Bila penderita sudah menyelesaikan pengobatan pilihan I dimana pada pemeriksaan ulang hari ke-4 atau ke-5 sampai hari ke-28 penderita belum sembuh atau kambuh, yaitu : Hari I : Sulfadoksin 25 mg/kgBB ; pirimetamin 1,25 mg/kgBB Hari II : Primakuin 0,75 mg/kgBB

Pilihan III: Bila penderita sudah menyelesaikan pengobatan pilihan II dan pada pemeriksaan ulang hari ke-4 atau hari ke-5 sampai hari ke-28 belum sembuh atau kambuh, yaitu : Hari I-VI : Kina 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis Hari I : Primakuin 0,75 mg/kgBB dosis tunggal

Plasmodium vivax/ovale : Diberikan : Klorokuin : Hari I dan II : 10 mg/kgBB

Hari III : 5 mg/kgBB Primakuin : 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari

Bila resisten terhadap klorokuin, dimana pada pemeriksaan ulang hari ke-4 atau ke-7 sampai 14 hari belum sembuh, maka diberikan :

Kina : 30 mg/dibagi 3 dosis selama 7 hari Primakuin : 0,25 mg/kgBB selama 14 hari

Bila relaps/kambuh dimana penderita sudah menyelesaikan pengobatan klorokuin dan primakuin, pada pemeriksaan ulang hari ke-14 sampai ke-28 malaria positif, maka diberikan :

Klorokuin : 10 mg/kgBB, 1 kali setiap minggu selama minimal 8 minggu (8-12 minggu)

27

Page 28: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Primakuin : 0,75 mg/kgBB, 1 kali setiap minggu, selama minimal 8 minggu (8-12 minggu)

2. Pengobatan malaria berat Penatalaksanaan kasus malaria berat meliputi :

a. Tindakan umum : pembersihan jalan nafas, pemberian O2, pemberian cairan dan observasi vital sign

b. Pengobatan simptomatik: antipiretik dan anti konvulsic. Pemberian obat anti malaria :

Kina HCl 25% per infus, dosis 10 mg/kgBB (bila umur < 2 bulan: 6-8 mg/kgBB) diencerkan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5-10 ml/kgBB diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat

Bila sudah sadar/dapat minum obat: dilanjutkan dengan kina sulfat per oral : 30 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis (total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina per infus yang pertama) dan primakuin 0,75 mg/kgBB dosis tuinggal.

d. Pengobatan komplikasi :Anemia: transfusi darah diberikan bila Hb ≤ 5 g/dL atau Hb > 5 g/dL dengan distress pernapasan anemia berat : transfusi darah PRC Kebutuhan total = ∆ Hb x BB x 4 cc

Malaria serebral- Berikan Kinin Hcl perdrip 10 mg/kgbb/hari 3 x per 24 jam selama

penderita belum sadar atau belum dapat makan peroral. Lanjutkan dengan kinin sulfat bila telah sampai 7 hari

- Dapat diberikan kortikosteroid seperti pada tipoid encephalopati

Malaria biliosa:- dosis obat malaria diberikan 1/2 dosis biasa dengan lama

pEmberian 2 x lebih panjang

hipoglikemia : bolus glukosa 40% iv : 2-4 ml/kgBB syok hipovolemia : RL 10-20 ml/kgBB secepatnya sampai nadi teraba gagal ginjal akut : anuria : furosemide 1 mg/kgBB/kali perdarahan dan gangguan pembekuan darah : vitamin K injeksi 10 mg iv

I. PROGNOSISBaik : pada kasus tanpa komplikasi dan belum resisten obat anti malariaBuruk : pada malaria berat dengan komplikasi : kegagalan fungsi organ

J. TINDAK LANJUTPengamatan :- Selama pemberian obat anti malaria waspada terhadap penderita defisiensi G6PD- Pantau kadar gula darh terutama pada malaria falciparum- Pantau fungsi hati dan ginjal

K. INDIKASI PULANG

28

Page 29: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Keadaan umum baik dan komplikasi teratasi

VIII. LARINGITIS AKUT

A. BATASAN Adalah infeksi akut pada laring non difteri sehingga terjadi reaksi radang yang dapat menimbulkan gejala-gejala sumbatan jalan nafas bagian atas.

B. ETIOLOGI Dapat disebabkan oleh virus dan bakteri Infeksi bakteri oleh :streptokokus hemolitikus, pneumokokus, hemopilus Influenza dan stafilokokus.

C. PATOFISIOLOGIInfeksi akut reaksi radang edema laring gejala-gejala sumbatan jalan nafas atas.

D. GAMBARAN KLINIS Panas Afonia (pada keadaan berat) Pada edema yang berat dapat terjadi: dispneu, stridor inspiratoar, retraksi

supra sternal dan infrasternal dan sianosis. Secara klinis laringitis akut sering melibatkan infeksi jalan nafas atas

yang lain: epiglottis, trakea, dan bronkus (laringitis akut, epiglotitis dan laringotrakeobronkitis)

E. GAMBARAN LABORATORIUMDarah rutin : leukositosisBakteriologis : ditemukan kuman penyebab

F. PEMBAGIAN SECARA KLINIS Diagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, pemeriksaan fisik dan

kuman penyebab.

G. PENGOBATAN1. Medikamentosa Pada usia anak> 6 tahun diberikan

- PP 50.000 IU/hari 3-4 dosis- Gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari/2dosis- Dexametason 0,5-1 mg/kgBB/hari/3 dosis

2. OperasiDilakukan trakeostomi apabila sudah terjadi edema laring yang hebat sehingga mengganggu jalan nafas (dilakukan dibagian THT)

3. Pemberian cairan

29

Page 30: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Pemberian cairan perinfus sesuai dengan kebutuhan pada keadaan edema laring yang hebat sehingga intake tidak dapat peroral.

IX. TAENIASIS

A. DIAGNOSADiagnosa ditegakkan dengan ditemukannya proglottid yang dikeluarkan malalui feses maupun pengamatan mikroskopis proglottid atau telur cacing pita

B. PENGOBATAN 1. Niklosamid (yomesan) dosis pemberian 60 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis dengan jarak 2 jam, obat makan dengan jalan dikunyah

2. Mebendazal dan albendazol Diberikan dengan dosis 2x 100 mg selama 3 hari berturut-turut 3. Pirantel pamoat

Bila obat-obatan niklosamid, mebendazol maupun albendazol tak tersedia, dapat dicoba dengan pirantel pamoat dengan dosis 11 mg/kgBB (maksimal 1g) dosis tunggal diulangi 2 minggu kemudian dengan dosis yang sama

4. PraziquantelBila obat obatan 1, 2, dan 3 tidak berhasil,diberikan obat praziquantel dengan dosis tunggal 10-20 mg/Kg BB. Obat ini sulit didapatkan, karena tidak tersedia di pasaran bebas/apotik di Indonesia

C. PENGAMATAN- Keberhasilan pengobatan diamati dengan pemeriksaan secara berkala feses

penderita. Setelah pemberian obat obatan tersebut diatas, feses penderita diperiksa selama 3 hari berturut turut kemudian 3 bulan kemudian.

- Bila ditemukan scolex atau tidak dijumpai lagi proglottid atau telur cacing pita, penderita dinyatakan sembuh.

D. PENCEGAHAN Menghindari kontak dekat dengan tikus, kera dan babi

X. RABIES

A. DEFINISIRabies adalah suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang disebabkab oleh firus rabies yang dapat menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia (Soemargo sastrowarjito)Masa tunas:

30

Page 31: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Lamanya masa tunas pada manusia bergantung kepada jumlah virus yang masuk dan besarnya luka. GIlROY mengatakan 1-3 bulan, KOPROWKI menyatakan 10 hari-12 bulan.

B. DASAR DIAGNOSA 1. Gejala klinis

a. Gejala pendahuluanDemam, malaise umum, enek dan nyeri di tenggorokan selama beberapa hari, dan penderita merasa nyeri , rasa panas disertai kesemutan pada tempat luka. Kemudian disusul dengan gejala ansietas dan reaksi yang berlebih terhadap rangsang sensoris. Selanjutnya tonus otot-otot dan aktifitas simpatis meninggi dengan gejala hiperhidrosis,

b. Gejala stadium eksitasiAdanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal adalah hidrofobi, aerofobi, fotofobia, takut suara keras. Pada stadium ini dapat terjadi henti nafas, sianosis, takikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang kadang maniakal diselingi dengan saat-saat responsif. Gejala stadium eksitasi ini dapat terus tampak sampai penderita meninggal, sebelum kematian otot-otot justru melemas sehingga terjadi parese flaksid otot.

2. Laboratoriuma. Isolasi virus rabies dari saliva, cairan cerebrospinalis, urine dari hewan atau

penderita rabies yang masih hidupb. Setelah hewan atau penderita rabies mati, diagnosa dapat dibuat

berdasarkan: - Pemeriksaan mikroskopis dari cerebellum atau cerebrum dijumpai negri bodies - Pemeriksaan dengan cara FAT dari jaringan otak, kelenjar ludah,

preparat sentuh kornea yang dibekukan dengan CO2 padat.

C. PENGOBATANa. Bila belum ada gejala 1. Pengobatan lokal ada dua cara

- Mencuci luka gigitan dengan sabun atau detergen , kemudian luka dibersihkan lagi dengan alkohol 40-70 % atau larutan yang mengandung quartenary ammonium, kalau perlu diberikan ATS atau antibiotika.

- Luka dibersihkan dengan savlon alkohol, ditutup kain kemudian diberikan anestesi setempat secara infiltrasi. Obat yang dipakai: xylocain 2% atau lidokain 2% tanpa adrenalin. Setelah rasa sakit hilang disekitar luka maka dikerjakan explorasi dengan sayatan silang pada luka dengan H2O2 3%

2. Pengobatan khusus: memberikan vaksinasi terapi profilaksis dengan vaksin rabies, dilakukan apabila Hewan yang menggigit mati- Hewan berhasil ditangkap dan diawasi kemudian mati, pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan negri bodies.

31

Page 32: Standard Penatalaksaan INFEKSI

- Hewan berhasil ditangkap, dan diawasi dan kemudian mati, pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan negri bodies, tetapi pada anamnese sebelum dan waktu menggigit gejalanya tersangka rabies.

Bila pada 5 hari kemudian ternyata hasil laboratorium negatif, maka vaksinasi dapat dihentikan. Bila tersangka rabies selain vaksinasi profilaksis diberikan juga booster dan serum anti rabies dengan dosis 40 IU per kgBB pada hari ke-0

b. Bila sudah ada gejala 1. Bila luka sembuh tetap dilakukan pengobatan lokal

2. Pemberian VAR atau SAR tak ada gunanya lagi, pengobatan hanya simtomatis

3. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi penderitaan penderita:- Pasien harus dirawat di rumah sakit- Penderita dirawat diruang isolasi- Pemberian IVFD

Cara pemberian vaksin anti rabies (VAR) bersama dengan serum anti rabies (SAR)1. Vaksin jaringan otak kera:

Dosis : 2 cc dewasa, 1 cc anak ( umur 3 tahun) Pemberian : subkutan Sebanyak : 14 kali Booster : hari 10,20,90 setelah suntikan terakhir vaksin anti rabies 2

cc2. Vaksin duck embrio

Dosis : 2 cc Pemberian : subkutan Sebanyak : 14 kali Booster : 1 bulan setelah suntikan terakhir vaksin anti rabies 2 cc

3. Vaksin suckling mouse embrio Dosis : 2 cc dewasa, 1 cc anak ( umur 5 tahun) Pemberian : subkutan Sebanyak : 7 kali Boster : hari 11,15, dan hari 25,35 90 setelah suntikan pertama

dengan dosis 0,25 cc dewasa dan 0,1 cc anak-anak4. Vaksin H.D.C

Dosis : 1 cc Pemberian : subkutan Sebanyak : 6 kali (hari ke 0,3,7,14,30,90)

Cara pemberian Vaksin anti rabies1. Vaksin jaringan otak kera

Dosis : 2 cc dewasa, 1cc anak Pemberian : subkutan Sebanyak : 14 kali Untuk profilaksis : dosis : 0,1-0,2 cc

32

Page 33: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Pemberian : intrakutan Sebanyak : 3 kali (interval 5-7 hari)2. Vaksin duck embrio

Dosis : 2 cc Pemberian : subkutan Sebanyak : 14 kali Untuk profilaksis: dosis : 2 cc Pemberian : subkutan banyak : 3 kali ( interval 7 hari)

3. Vacsin suckling mouse brain Dosis : 2 cc dewasa, 1 cc anak ( 5 tahun)Pemberian : intrakutan Sebanyak : 3 kali (interval 11- 15 hari)

4. Vaksin H.D.C Dosis : 1 cc Pemberian : subkutan Sebanyak : 6 kali 9 hari ke 0,3,7,14,30,90) Untuk profilaksis : Dosis : 1 cc

Pemberian : Subcutan Sebanyak : 2 kali ( hari ke 1 dan 31) Diulang sebanyak 1 kali setiap

tahun

Untuk kasus kasus yang menerima Pasteur treatment, maka perlu diperhatikan ketentuan dibawah ini: Bila seorang pasien telah divaksinasi dengan VAR dan dalam waktu 3

bulan setelah vaksinasi digigit lagi oleh hewan yang positif rabies maka tidak perlu di vaksin lagi

Bila seorang pasien telah divaksinasi dengan VAR dan dalm waktu 3-6 bulan setelah vaksinasi digigit lagi oleh hewan yang positif rabies maka perlu diberi 2 kali suntikan rabies dengan jarak 1 minggu sebanyak 2 cc subkutan disekitar pusat

Bila seorang pasien telah divaksinasi dengan VAR dan dalam waktu lebih dari 6 bulan setelah vaksinasi digigit lagi oleh hewan yang positif rabies maka pasien tadi dianggap pasien baru

CARA PEMAKAIAN ANTI RABIESBERSAMA DENGAN SERUM ANTI RABIES

33

Page 34: Standard Penatalaksaan INFEKSI

NO TIPE VAKSIN CARA PENYUNTIKAN BOSTER KET

Sesudah digigit Sebelum digigit(post exposure) (pre exposure)

1. Jaringan otak kera 14 kali suntikan @ Hari 10,20, dan 90 anak anak 3

2 cc dewasa(sc) setelah suntikan t tahun 1 cc anak anak terakhir VAR 2 cc

sc

2. Duck embrio Vaccine 14 suntikan @ 1 bulan setelah2 cc (sc) suntikan terakhir

VAR 2 cc sc

3. Suckling mouse brain 7 x suntikan @ 2 Hari ke 11 & 15 anak anak 5cc dewasa (sc) setelah suntikan tahun1 cc anak pertama ditambah

booster lagi padahari ke 25,35 dan 90setelah suntikan perta-ma 0,25 cc pada dewa-sa, 0,1 cc pada anak

4. H.D.C ( human diploit 6x suntikan @ 1 cc 1 bulan setelah sunti-

cell) s.c pada hari 0,3,7 kan terakhir VAR 14,30 dan 90 2 cc,s.c

PEMBERIAN VAKSIN DAN SERUM ANTI RABIESKEADAAN HEWAN YANG MENGGIGIT

34

Page 35: Standard Penatalaksaan INFEKSI

No MACAM GIGITAN PADA WAKTUMENGGIGIT

OBSERVASISLM 10 HARI

PENGOBATAN YANGDIANJURKAN

1. Kontak, tetapi tak ada lukaKontak tak langsungTidak ada kontak

Gila Tidak perlu diberikan pengobatan

2. Jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet, luka kecil disekitar tangan, badan, kaki

a. Tersangka gila

b. Gila: hewan margasatwa, hewan yang tak mungkin diobservasi (lari/dibunuh)

Sehat

Gila

Segera diberikan vaksin dan hentikan vaksinasi tersebut apabila ternyata hewan yang tersangka masih sehat setelah 5 hari dalam observasi.

Segera diberikan vaksin dan diberikan serum apabila diagnose laboratorium (+) rabies

Segera diberikan vaksin dan serum

3. Jilatan mukosa, luka-luka yang berat (luka-luka yang banyak, dalam, di daerah muka, kepala, jari atau leher).Kontak langsung

Tersangka gila atau betul-betul gila, hewan margasatwa, hewan yang tak dapat diobservasi (lari/dibunuh)

Segera diberi serum + vaksin anti rabies dan apabila 5 hari di dalam observasi hewan yang bersangkutan masih sehat maka pengobatan perlu dihentikan

CARA PEMAKAIAN VAKSIN ANTI RABIES TANPA SERUM ANTI RABIES

35

Page 36: Standard Penatalaksaan INFEKSI

VAKSIN CARA PENYUNTIKAN BOSTER KET

NO Sesudah digigit Sesudah digigit(post exposure) (pre exposure)

1. Jaringan otak kera 14x suntikan @ 3x suntikan i.c Anak anak 3 tahun2 cc dewasa (sc) 0,1-0,2 cc1cc anak-anak interval 5-7 hari

2. Duck embryo vaccine 14x suntikan 3 suntikan i.c @ 2 cc (s.c) interval 7 hari

3. sucking mouse brain 7x suntikan @ 0,25 cc dewasa hari ke-11&15 i.c anak-anak 3 tahun2 cc dewasa (sc) 0,1 cc anak anak setelah suntikan pertama1 cc anak anak 0,25 cc pada dewasa,

0,1 cc pada anak-anak

4. H.D.C (Human diploit 6x suntikan @ 2x suntikan @ 1 cell) 1cc s.c pada cc s.c dengan

hari 0,3,7,14,30 interval 1 bulan dan 90 kemudian ulangi

1 kali per tahun

XI. ABSES PERITONSILER

36

Page 37: Standard Penatalaksaan INFEKSI

A. BATASANInfeksi akut atau abses yang berlokasi di spatium peritonsiler, yaitu daerah yang terdapat diantara tonsil dengan m. kontriktor superior, biasanya unilateral dan didahului oleh infeksi tonsilipharingitis akut 5-7 hari sebelumnya

B. ETIOLOGIStreptokokus beta hemolitikus group A ,stafilicocus, kuman anaerob

C. PETUNJUK DIAGNOSA1. Gejala klinis

Biasanya didahului oleh infeksi tonsilopharingitis akut 5-7 hari sebelumnya, berupa demam,dapat mencapai 40,50C, nyeri tenggorokan, mialgia, malaise, sukar menelan (tanda khas berupa air liur yang menetes keluar), trismus (karena spasme pada m. pterygodeus internus), tidak mau makan dan bicara, spasme pada otot otot homolateral(torticolis)

2. Pemeriksaan FisikMukosa mulut merah dan sembab, tonsil meradang, uvula terdorong ke arah yang berlawanan, perabaan digital: fluktuasi di puncah anterior tonsil yang terkena

3. Laboratorium- Darah rutin : leukositosis- Kultur : Streptokokus beta hemolitikus group A,

Stafilokokus

D. DIAGNOSA BANDING Peritonsilitis Lues primer atau tersier Tumor Aneurisma a. carotis interna

E. KOMPLIKASISepsis, trombosis, abses parafaringeal,mediastinitis, osteomilitis sela tursika, oedema laring, obstruksi laring, tromboflebitis vena leher, angina ludovici

F. PENATALAKSANAAN Istirahat, diet BB, kompres hangat Insisi dan drainage Kumur PK 1/10.000 Antibiotika: - Penisilin G prokain 50.000 IU/kgBB/hari atau - Ampicillin 100 mg/kgBB /hari atau - Eritromisin 50 mg/kg BB/hari selama 5-12 hari Tindak lanjut: bila ada riwayat tonsillitis kronis: tonsilektomi (rekurensi

10% bila ada riwayat tonsilitis kronis)

XII. DEMAM SCARLATINA

37

Page 38: Standard Penatalaksaan INFEKSI

A. BATASANSuatu infeksi saluran nafas atas dengan rash khas yang disebabkan infeksi eksotoksin pirogen yang diproduksi oleh Streptococcus grup A pada individu yang tidak mempunyai antibodi antitoksin

B. BENTUK KLINISRash timbul 24-48 jam setelah gejala infeksi saluran nafas atas. Mulai timbul sekitar leher dan menyebar ke badan dan ekstremitas rash difus papular, erupsi eritematous warna merah terang pada kulit dan memutih pada penekanan, terutama pada lipatan siku, aksila dan paha. Kulit seperti kulit angsa dan teraba kasar. Setelah 3-4 hari rash menghilang diikuti deskuamasi. Faring hiperemis. Lidah : coated tongue , papil bengkak, setelah kulit deskuamasi papil memerah prominen seperti strawberry tongue.

C. DASAR DIAGNOSISKultur dari swab tenggorok ditemuksn Streptococcus grup A.

D. DIAGNOSIS BANDINGMorbili, Roseola, Penyakit Kawasaki, erupsi obat.

E. KOMPLIKASIDemam Rematik, Glomerulonefritis Akut.

F. PENATALAKSANAANPenisilin V 30-60mg/kgBB/hari per oral dibagi 2-4x/hari atau Eritromisin 20-40mg/kgBB/hari terbagi 2-4x/hari, selama 10 hari. Atau dosis tunggal Benzatin Penisilin G 600.000iu (BB≤30kg) atau 1.200.000iu (BB>30kg) i.m.

G. PROGNOSISBila cepat diobati baik.

XIII. MENINGOKOKSEMIA

38

Page 39: Standard Penatalaksaan INFEKSI

A. BATASANPenyakit meningokoksemia merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Neisseria meningitidis dengan gambaran penyakit : Bakteriemia tanpa sepsis Meningokoksemia (sepsis) tanpa meningitis Meningitis dengan atau tanpa meningokoksemia

B. MANIFESTASI KLINISBentuk klinis Meningokoksemia :1. Meningokoksemia Akut

Diawali faringitis, demam, mialgia, lemas, muntah, diare dan atau sakit kepala. Rash makulopapular timbul sebelum gejala berat terjadi septik syok ditandai dengan hipotensi, DIC, asidosis, perdarahan adrenal, gagal ginjal, gagal jantung dan koma. Petekia dan purpura dapat menonjol (purpura berat), dapat disertai atau tanpa meningitis. Tersering Meningitis dengan Meningokoksemia : sakit kepala, fotofobia, letargi, muntah, kaku kuduk dan gejala rangsang meningeal yang lain, kejang dan gejala neurologik fokal lebih sedikit dibanding meningitis lainnya.

2. Meningokoksemia KronisDemam, tampak tidak toksik, atralgia, sakit kepala dan rash mirip infeksi gonokokus. Lama penyakit 6-8 minggu.

C. DASAR DIAGNOSIS Kultur darah, LCS atau cairan sinovial Neisseria meningitidis. Kultur atau pengecatan gram dari petekia atau lesi papular N. meningitidis

D. DIAGNOSIS BANDING1. Sepsis2. Meningitis lainnya3. Rocky Mountain Spotted Fever4. Ehrlichiosis atau epidemic tifus5. Endokarditis bakterial6. Autoimun vaskulitis, serum sickness, SHU, ITP, erupsi obat7. Infeksi echovirus, coxsachievirus8. Vaskulitis lainnya9. Eksantem virus10. Penyakit Kawasaki

E. PENATALAKSANAANPenisilin G 250.000-400.000iu/kgBB/hari dibagi 4-6x/hari atau Cefotaxime 200mg/kgBB/hari atau Ceftriakson 100mg/kgBB/hari atau Kloramfenikol 75-100mg/kgBB/hari dibagi 4x/hari, lama pemberian 5-7 hari. Meningokoksemia dengan Meningitis liat SP Meningitis.

39

Page 40: Standard Penatalaksaan INFEKSI

F. KOMPLIKASI Berat : vaskulitis, DIC, hipotensi. Kulit : pembentukan parut. Syaraf : tuli, empiema, subdural efusi, abses otak, ataxia, kejang, buta, obstruktif

hidrosefalus. Perdarahan adrenal, endoftalmitis, artritis dan vaskulitis kutaneus (eritema

nodosum), endokarditis, perikarditis, miokarditis, pneumonia, abses paru, peritonitis.

G. PENCEGAHANProfilaksis segera pada keluarga serumah, sekolah dan orang yang kontak dengan sekret penderita selama 7 hari sebelum serangan penyakit : Anak-anak : Rifampisin 10mg/kgBB/dosis 2x/hari (2 hari), max 600mg Bayi <1 bulan : Rifampisin 5mg/kgBB/dosis 2x/hari (2 hari) Anak <12 tahun : Ceftriakson 125mg dosis tunggal i.m. Anak >12 tahun : Ceftriakson 250mg dosis tunggal 1.m. Usia ≥18 tahun : Ciprofloksazin 500mg dosis tunggal.

XIV. HISTIOSITOSIS

40

Page 41: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Sindroma histiositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi berbagai manifestasi klinis yang terjadi akibat proliferasi dan infiltrasi dari sistem sel fagosit mononuklear dan mengalami akumulasi sel dalam jaringan ikat. Dapat disertai atau tidak reaksi inflamasi dengan peran serta eosinofil, netrofil dan sel mononuklear kedalam jaringan kulit, tulang dan viscera.

Dasar DiagnosisManifestasi klinis, laboratorium dan patologi anatomiTerdapat 3 tipe :1.Tipe I : Langerhans cell histiocytosis (LCH)/Histiositosis X :

PA : proliferasi spesifik sistem monosit-makrofag (sel Langerhan) dengan Birbeck’s granule, disertai atau tidak reaksi inflamasi.Laboratorium : anemia, perdarahan karena trombositopeni. Protein total < 5,5g%, albumin < 2,5g%, LDH ↑, PTT memanjang (pada kegagalan fungsi hati). Gangguan osmolaritas urin.

a. Hand Schuller-Christian (HSC) Sering pada anak usia 2-6 tahun, gejala klinis klasik :

1. kelainan tulang membranosa, terutama tengkorak2. Eksoptalmus, unilateral atau bilateral3. Diabetes insipidus

Histiositosis diseminata kulit (papula seluruh badan, dermatitis seboroik, peteki dan purpura), hepar, nodus limpatikus, tulang dan sistem hematopoitik.

b. Letterrer-Siwe (LS) Bersifat akut diseminata pada bayi, jarang usia > 2 tahun : erupsi kulit seperti

papula, purpura, dermatitis seboroik, hepatosplenomegali, limfadenopati, otitis media sampai terjadi destruksi tulang petrosus dan mastoideus

c. Granuloma Eosinofilik Kelainan di tulang panjang, pada anak : tulang kepala, vertebra, kosta dan pubis

(lesi tunggal atau multipel)2.Tipe II : Histiositosis atau fagosit mononuklear selain sel Langerhans : a. Infection Associated Histiocytosis Syndrome (IAHS)

Demam tinggi, hepatosplenomegali, kegagalan fungsi hati dan sistem koagilasi PA : pansitopeni dan proliferasi histiomonositik pada sumsum tulang

b. Familial Enthrophagocytic Limphohistiocytosis (FEL) Kelainan SSP infiltrasi histiosit pada meningen dan hemofagositik. PA : adanya macrophage cell type

c. Sinus Histiocytosis with Massive Lymphadenopathy Demam tinggi, lekositosis. Tidak pada sumsum tulang, kulit, hati, limfe & paru. PA : nodus limphatikus besar dilatasi subskapsuler dan sinus medularis akibat

proliferasi histiosit

3. Tipe III : Malignant histiocytosis : Demam, limfadenopati, hepatosplenomegali, infiltrasi inflamasi subkutan,

pansitopenia, tes Coomb positif terdapat anemia hemolitik, ikterik.

41

Page 42: Standard Penatalaksaan INFEKSI

PA : nodus limphatikus infiltrasi histiosit, sel tumor dan sel inflamasi dilatasi subkapsuler dan sinus medularis.

a. Acute Monocytic Leukemi b. Malignant Histiocytosis c. True Histiocytosis Lymphoma

Pengobatan 1. Tipe I (LCH) pada pasien dengan :

Kelainan > 3 organ Adanya kegagalan fungsi organ Relaps dan atau sedang dalam pengobatan intensif

Terapi menurut Lanzkowsky : Metilprednisolon dosis tinggi 30-40mg/kg/dosis iv selama 3 hari setiap 3-4 minggu diberikan 2 kali

↓ respon (-)Vinblastin 6mg/m²/minggu iv dalam 12 minggu dan prednison 1mg/kg/hari po dalam 12 minggu.

↓ respon (-) 2,5,8,12,17,23,29,35 Vinkristin 1,5mg/m² (maks. 2mg) iv (hari I) setiap minggu bersama Ara-C Prednison 40mg/m²/hari po 4 minggu pertama, 20mg/m²/hari po sampai 47

minggu, tappering minggu 46 sampai 52. ↓ respon (-)

Etoposid 100-150mg/m²/hari dalam 2 jam melalui infus 3 hari berurutan selama 3-4 minggu minimal 3 bulan tergantung respon.

Vinkristin 1,5mg/m² iv : hari ke 8,15,22,29 Siklofosfamid 400mg/m² iv : hari ke 15,29 Adriamisin 20mg/m² iv : hari ke 1, 2 Prednison 40mg/m²/hari po : hari ke 1-29Pemberian diberikan setiap 4 minggu, selama 9 kali.

2. Tipe II : tipe FEL kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang dikombinasi tranfusi tukar. Tipe IAHS mengobati infeksi penyerta.

Terapi Lanzkowsky 1995 :a. Prednison 1mg/kg/hari po selama 12 minggub. Vinblastin 6mg/m²/minggu iv selama 12 mingguc. Etoposid 100-150mg/m² iv 2 jam via infus 3 hari berurutan setiap 3-4 minggu.d. MTX IT (<1 tahun 6mg, 1-2 tahun 8mg, 2-3 tahun 10mg, >3 tahun 12mg)e. Tranfusi tukar atau plasmaferesis

f. Antithymocyte globulin (ATG), metilprednisolon, siklosporin, dan MTX IT : ATG 10mg/kg/hari iv, 3 jam melalui infus selama 5 hari berurutan Metilprednisolon 2,5mg/kg/hari selama 5 hari kemudian ditappering Siklosporin A 3-5mg/kg/hari melalui infus sampai 150-200ng/ml (dalam darah),

dapat diganti oral 8-10mg/kg/hari terbagi 2 dosis MTX IT 5-6 kali selama seminggu

3. Tipe III : Terapi Zucker JM, Cillaux JM, Vanel D dkk, 1980 :

42

Page 43: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Program Sediaan Dosis HariInduksi :COPD

SiklofosfamidVinkristinAdriamisinPrednison

12-15mg/kg iv1,5mg/m² iv60mg/m² iv100mg/m² po

Hari ke 1-4Hari ke 1Hari ke 2Hari ke 1-4

Pemeliharaan :VCAD

VinkristinSiklofosfamidAdriamisin

1,5mg/m² iv12-15mg/kg 1v60mg/m² iv

Hari ke 1, 8, 36Hari ke 1-7Hari ke 36

Lamanya pengobatan : 16-28 bulan.

PrognosisTergantung klasifikasinya, :1. Tipe I (LCH) sebagian besar sembuh sendiri Angka kematian 55-60% bila usia < 24 bulan2. Tipe II

IAHS baik, penyakit unfeksi penyerta dapat diobati. FEL jelek

3. Tipe III 100% meninggal bila tidak diterapi.

LEUKEMIA MIELOSITIK KRONIKDasar DiagnosisAnamnesis

Gejala hipermetabolisme : penurunan berat badan, lemah, anoreksia, keringat malam

Pemeriksaan Splenomegali Anemia : pucat, dispnu, takikardi Memar, epistaksis dan perdarahan lain Jarang : gout, gangguan penglihatan dan gejala neurologis lain

Laboratorium Lekositosis > 50.000/μl, kadang-kadang > 500.000/μl Spektrum sel mieloid lengkap di gambaran darah tepi. Kadar netrofil dan mielosit

melebihi kadar sel blast dan promielosit. Biasanya anemia normokrom normositer BMP : hiperseluler myelogenous system (mielosit & metamielosit), eritropoetik

sedikit terdesak, trombositosis, Philadelphia kromosom (>50%-90%).

Pengobatan Busulfan atau Hidroksi urea (untuk menurunkan jumlah lekosit) dosis 20-50mg/m²/hari Allopurinol (mencegah produksi tinggi urat gout atau kerusakan ginjal). Transplantasi sumsum tulang

Prognosis Angka survival rata-rata 3-4 tahun bisa sampai 10 tahun atau lebih.

43

Page 44: Standard Penatalaksaan INFEKSI

Kematian biasanya karena transformasi akhir mendadak atau perdarahan atau infeksi.

44