Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

85
I. Pelayanan Publik a. Pengertian Dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik (publicservice) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum ataupelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secarainterchangeable, dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan bahwa“pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yangdiperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford (2000) didefinisikansebagai “a system that provides something that the public needs, organized by thegovernment or a private company”. Oleh karenanya, pelayanan berfungsi sebagaisebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapatbeberapa pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum,masyarakat, dan negara. Public dalam pengertian umum atau masyarakat dapat kitatemukan dalam istilah public offering (penawaran umum), public ownership (milikumum), dan public utility (perusahaan umum), public relations (hubungan masyarakat),public service (pelayanan masyarakat), public interest (kepentingan umum) dll. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) danpublic sector (sektor negara) 4 . Dalam hal ini, pelayanan publik merujukkan

Transcript of Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Page 1: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

I. Pelayanan Publik

a. Pengertian

Dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik

(publicservice) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum

ataupelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan

secarainterchangeable, dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan

bahwa“pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa

yangdiperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford (2000)

didefinisikansebagai “a system that provides something that the public needs, organized

by thegovernment or a private company”. Oleh karenanya, pelayanan berfungsi

sebagaisebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris

(public), terdapatbeberapa pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia,

yaitu umum,masyarakat, dan negara. Public dalam pengertian umum atau masyarakat

dapat kitatemukan dalam istilah public offering (penawaran umum), public

ownership (milikumum), dan public utility (perusahaan umum), public relations (hubungan

masyarakat),public service (pelayanan masyarakat), public interest (kepentingan umum)

dll. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas

negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara)

danpublic sector (sektor negara)4. Dalam hal ini, pelayanan publik merujukkan

istilahpublik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum. Namun demikian

pengertianpublik yang melekat pada pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dan

sebangundengan pengertian masyarakat. Nurcholish (2005: 178) memberikan pengertian

publiksebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaa berfikir, perasaan, harapan,

sikapdan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.

1 Tulisan ini dimuat dalam salah satu Bab pada Handbook

Manajemen Pemerintahan Daerah. terbitan PKKOD-LAN, 2006.

2 Dosen Tetap STIA-LAN untuk mata kuliah Difusi Inovasi dalam Pemerintahan, dan

Peneliti pada Pusat Kajian Administrasi Internasional

3 Dosen STIA-LAN untuk mata kuliah Keuangan Daerah dan Manajemen BUMN &

BUMD

4 Lihat lebih detail di Nurcholis (2005) hal. 175.

Page 2: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN)Nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segalakegiatan

pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuanperaturan

perundang-undangan.

Selanjutnya dalam Oxford (2000) dijelaskan pengertian public

service sebagai“a service such as transport or health care that a government or an

officialorganization provides for people in general in a particular society”.

Fungsi pelayanan publik adalah salah satu fungsi fundamental yang

harusdiemban pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah. Fungsi ini juga

diembanoleh BUMN/BUMD dalam memberikan dan menyediakan layanan jasa dan atau

barang publik

Dalam konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu

penyedialayanan dan penerima layanan. Penyedia layanan atau service provider (Barata,

2003:11) adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen,

baikberupa layanan dalam bentuk penyediaan da penyerahan barang (goods) atau jasa-

jasa(services). Penerima layanan atau service receiver adalah pelanggan

(customer) ataukonsumen (consumer) yang menerima layanan dari para penyedia layanan.

Adapun berdasarkan status keterlibatannya dengan pihak yang melayani terdapat

2 (dua) golongan pelanggan5, yaitu:

(a) pelanggan internal, yaitu orang-orang yang terlibat dalam proses penyediaan jasaatau

proses produksi barang, sejak dari perencanaan, pencitaan jasa atau pembuatanbarang,

sampai dengan pemasaran barang, penjualan dan pengadministrasiannya.dan

(b)   pelanggan eksternal, yaitu semua orang yang berada di luar organisasi

yangmenerima layanan penyerahan barang atau jasa.

Pada prinsipnya pelayanan publik berbeda dengan pelayanan swasta.

Namundemikian terdapat persamaan di antara keduanya, yaitu:

a.            keduanya berusaha memenuhi harapan pelanggan, dan

mendapatkan kepercayaannya;

b.         Kepercayaan pelanggan adalah jaminan atas kelangsungan hidup organisasi.

5 Lihat lebih detail di Barata (2003). hal 11-13

Page 3: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Sementara karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannyadari

pelayanan swasta adalah:

a.       Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Misalnyaperijinan,

sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban, kebersihan,transportasi dan lain

sebagainya.

b.      Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuksebuah

jalinan sistem pelayanan yang bersaka regional, atau bahkan nasional.Contonya dalam hal

pelayanan transportasi, pelayanan bis kota akan bergabungdengan pelayanan mikrolet, bajaj,

ojek, taksi dan kereta api untuk membentuksistem pelayanan angkutan umum di Jakarta.

c.       Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasipemerintah

yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsiputamakan pelanggan

eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun situasinyata dalam hal hubungan antar

lembaga pemerintahan sering memojokkanpetugas pelayanan agar mendahulukan

pelanggan internal.

d.      Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatanmutu

pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, makasemakin tinggi pula

kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula

peran serta masyarakat dalam kegiatanpelayanan.

e.       Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung, yang

sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan.Desakan untuk

memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanyapelanggan langsung (mereka

yang pernah mengalami gangguan keamanan saja),akan tetapi juga oleh seluruh lapisan

masyarakat.

f.       Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan

kehidupanmasyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.

b. Ruang Lingkup

Secara umum, pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible), barang

tidak nyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa. Layanan barang tidak nyata dan jasa

adalah jenis layanan yang identik. Jenis-jenis pelayanan ini memiliki perbedaan

mendasar, misalnya bahwa pelayanan barang sangat mudah diamati dan

dinilaikualitasnya, sedangkan pelayanan jasa relatif lebih sulit untuk dinilai. Walaupun

Page 4: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

demikian dalam prakteknya keduanya sulit untuk dipisahkan. Suatu pelayanan jasa

biasanya diikuti dengan pelayanan barang, misalnya jasa pemasangan telepon

berikutpesawat teleponnya, demikian pula sebaliknya pelayanan barang selalui diikuti

dengan pelayanan jasanya.

Namun demikian, secara garis besar, pelayanan dibedakan menjadi 2 (dua) jenissaja,

yaitu barang dan jasa. Berikut ini adalah karakteristik pelayanan dari Gronroos(1990)

yang menjelaskan perbedaan antara pelayanan barang dan jasa.

Tabel 1

Perbedaan Karakteristik antara Barang dan Jasa

Barang Jasa

Sesuatu yang berwujud Sesuatu yang tidak berwujud

Satu jenis barang dapat berlaku

untuk banyak orang (homogen)

Satu bentuk pelayanan kepada

seseorang belum tentu sesuai/sama

dengan bentuk jasa pelayanan kepada

orang lain (heterogen)

Proses     produksi    dan              distribusinya

terpisah dengan proses konsumsi

Proses produksi dan distribusi

pelayanan berlangsung bersamaan

pada saat  dikonsumsi

Berupa barang/benda Berupa proses/kegiatan

Nilai utamanya dihasilkan di perusahaan Nilai utamanya dihasilkan dalam

proses interaksi antara penjual dan

pembeli.

Pembei pada umumnya tidak

terlibat dalam proses produksi

Pembeli terlibat dalam proses produksi

Dapat disimpan sebagai persediaan Tidak dapat disimpan

Dapat terjadi perpindahan kepemilikan Tidak ada perpindahan kepemilikan

Sumber: Gronroos (1990)

Lebih lanjut Savas6 (1987) mengelompokkan jenis-jenis barang dan jasa yang

dibutuhkan masyarakat dan individu ke dalam 4 (empat) kelompok berdasarkan

konsepexclusion dan consumption dalam hal pengelolaan penyedian pelayanan publik. Ciri

dariexclusion akan melekat pada barang/jasa jika pengguna potensialnya dapat

ditolakmenggunakannya kecuali kalau yang bersangkutan dapat memenuhi persyaratan-

persyaratan yang ditentukan penyedianya. Barang/jasa tersebut hanya dapat

Page 5: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

dipindahtangankan apabila terjadi kesepakatan antara pembeli dan pemasok. Sedangkan dari

segiconsumption adalah bahwa barang konsumsi merupakan barang atau jasa yang

dapatdipergunakan secara bersama-sama atau kolektif oleh banyak orang tanpa

adapengurangan kualitas maupun kuantitasnya.

6 LAN. (2003). hal 10

Page 6: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Tabel 2

Pengelompokan Barang dan Jasa

berdasarkan Ciri Dasar Exclusion dan Consumption

Exclusion

Consumption

KonsumsiIndividual

Konsumsi

Kolektif

Mudah mencegah

orang lain untuk ikut

menikmati

Barang privat

Barang semi

publik

Sulit mencegah orang lain

untuk ikut menikmati

Barang semi

privat Barang publik

Sumber : Savas, (1987)

a.    Barang privat

Barang dan jasa jenis ini dikonsumsi secara individual dan tidak dapat diperoleholeh si

pemakai tanpa persetujuan pemasoknya. Bentuk persetujuan biasanyadilakukan dengan

penetapan dan negosiasi harga tertentu, serta transaksipembelian. Contoh: makanan,

pakaian.

b.    Barang semi privat

Barang dan jasa jenis ini dikonsumsi secara individual, namun sulit mencegahsiapapun

untuk memperolehnya meskipun mereka tidak mau membayar, atau biasadisebut juga sebagai

barang semiprivat. Contoh dari barang semiprivat ini adalahpembelian radio ketika

dinyatakan, si pemilik tidak dapat mencegah orang lain untuk tidak ikut mendengarkan.

c.    Barang semi publik

Barang dan jasa jenis ini umumnya digunakan secara bersama-sama, namun si pengguna

harus membayar dan mereka yang tidak dapat/mau membayar dapatdengan mudah

dicegah dari kemungkinan menikmati barang tersebut. Semakinsulit atau mahal

mencegah seseorang konsumen potensial dari pemanfaatan tollgoods semakin serupa

barang tersebut dangan ciri barang publik (CollectiveGoods). Atau biasa disebut juga

dengan barang semi publik. Misal: jalan Toll,Jembatan Timbang

d.    Barang publik

Barang dan jasa ini umumnya digunakan secara bersama-sama dan tidak

mungkinmencegah siapapun untuk menggunakannya, sehingga masyarakat (pengguna)

Page 7: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

pada umumnya tidak bersedia membayar berapapun tanpa dipaksa

untukmemperoleh barang ini. Misal: jalan raya, taman

Dari keempat pengelompokan barang tersebut, penyediaan jenis barang privatdan

semi privat, dapat murni dilakukan oleh swasta. Sedangkan penyediaan barang semipublik

dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Khusus untuk penyediaanjenis

barang publik haruslah oleh pemerintah.

Selanjutnya Nurcholis (2005: 180) secara rinci membagi fungsi pelayananpublik

ke dalam bidang-bidang sebagai berikut:

a.       Pendidikan.

b.      Kesehatan.

c.       Keagamaan.

d.      Lingkungan: tata kota, kebersihan, sampah, penerangan.

e.       Rekreasi: taman, teater, musium, turisme.

f.       Sosial.

g.       Perumahan.

h.      Pemakaman/krematorium.

i.        Registrasi penduduk: kelahiran, kematian.

j.      Air minum.

k. Legalitas (hukum), seperti KTP, paspor, sertifikat, dll.

Dalam Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik, pengelompokan pelayanan publik secara garis besar

adalah sebagai berikut:

1.      Pelayanan administratif

2.    Pelayanan barang

3. Pelayanan jasa

Dari berbagai jenis pengelolaan pelayanan publik yang disediakan

olehpemerintah tersebut, timbul beberapa persoalan dalam hal penyediaan

pelayananpublik. Persoalan-persoalan tersebut diidentifikasi Wright (dalam LAN, 2003:

16)sebagai berikut:

1.    Kelemahan yang berasal dari sulitnya menentukan atau mengukur output maupun kualitas

dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.

2.    Pelayanan yang diberikan pemerintah memiliki ketidakpastian tinggi dalam

halteknologi produksi sehingga hubungan antara output dan input tidak dapatditentukan

dengan jelas.

Page 8: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

3.  Pelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk

apapunkinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut.

4.  Berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam

memecahkanmasalah eksternalities, organisasi pelayanan pemerintah menghadapi

masalah berupa internalities. Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit

mencegahpengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan

umummasyarakat yang seharusnya dilayaninya.

Di sisi lain, sektor swasta berperan dalam hal penyediaan barang dan jasa yang

bersifat privat. Situasi persaingan selalu timbul dalam penyelenggaraan penyediaanbarang

dan jasa oleh sektor swasta. Ada kalanya pemerintah juga menyediakan layananbarang

privat. Untuk menghindari crowding out effect, dimana pemerintah lebihberperan sebagai

kompetitor pemain pasar lainnya, perlu diatur secara jelas, manabarang dan jasa yang

harus diserahkan ke swasta, mana yang dapat dikerjakan secara bersama-sama, dan mana ang

murni dikerjakan oleh pemerintah.

c. Paradigma Pelayanan

Pelayanan publik adalah identik dengan representasi dari eksistensi birokrasi

pemerintahan, karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu

memberikan pelayanan. Oleh karenanya sebuah kualitas pelayanan publik merupakan

cerminan dari sebuah kualitas birokrasi pemerintah. Di masa lalu, paradigma pelayanan

publik lebih memberi peran yang sangat besar kepada pemerintah sebagai sole

provider.Peran pihak di luar pemerintah tidak pernah mendapat tempat atau

termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya memiliki sedikit peran dalam

penyelenggaraanpelayanan publik.

Pada tahun 1990-an terjadi reformasi di sektor publik. Hal ini terjadi karena terjadi

kesalahan dalam memahami (mitos) upaya perbaikan kinerja pemerintah.  Berkenaan

dengan hal tersebut, Osborne & Plastrik (1996: 13) menjelaskan 5 mitos di seputar reformasi

sektor publik, yaitu:

1.    Mitos Liberal, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang lebih dan

bekerja lebih banyak (spending more and doing more). Dalam kenyataannya,

menganggarkan banyak uang kepada sistem yang disfuingsionaltidak menghasilkan hasil

yang signifikan.

2.      Mitos Konservatif, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaanyang

dikurangi dan bekerja lebih sedikit (spending less and doing less). Dalam

Page 9: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

kenyataannya, penghematan yang dilakukan pemerintah terhadap anggarannyatiak

menolong kinerja pemerintah menjadi lebih baik.

3.      Mitos Bisnis, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalu penyelenggaraanpemeritahan

yang meniru teknik penyelenggaraan bisnis. Dalam kenyataannya,walaupun metafora bisnis

dan teknik manajemen seringkali menolong, namunada perbedaan kritis antara realitas

sektor publik dan bisnis.

4.         Mitos Pekerja, bahwa kinerja pegawai pemerintah dapat meningkat apabila

mempunyai uang yang cukup. Dalam kenyataannya kita harus mengubah carasumber daya

dimanfaatkan jika kita ingin mengubah hasil.

5. Mitos Rakyat, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui perekrutan sumberdaya

manusia yang lebih baik. Dalam kenyataannya, masalahnya bukan terletakpada sumber daya,

akan tetapi sistemlah yang menjebak mereka.

Oleh karenanya berkenaan dengan reformasi di sektor publik, salah satu prinsippenting

yang merubah paradigma pelayanan publik adalah prinsip streering rather

thanrowing. Berkenaan dengan prinsip ini, pemerintah diharapkan untuk lebih

berperansebagai pengarah daripada sekedar pengayuh. Fungsi pengayuh bisa dilakukan

secaralebih efisien oleh pihak lain yang profesional. Prinsip ini menjelaskan

bahwapemerintah tidak dapat secara terus menerus bekerja sendirian, dan harus

mulaimengubah paradigma pelayanan agar tujuan dari penyelenggaraan pelayanan

dapattercapai lebih baik lagi. Masih banyak prinsip-prinsip yang dikenalkan dalam konsep

ini,namun intinya adalah semuanya mengubah cara pandang kita terhadap cara

kerjapemerintahan.

Semangat entrepreneurial government ini lebih didasarkan pada pengalamanyang

terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Amerika Serikat. Konsep lainyang

sebenarnya telah lebih dulu eksis dan memiliki kemiripan dengannya adalah NewPublic

Management (NPM) yang dipelopori oleh Inggris dengan gerakan privatisasipada masa

kepemimpinan Margaret Thatcher. Pada masa Thatcher, privatisasi untukpertama kalinya

diselenggarakan terhadap perusahaan milik negara dengan tujuan untuk menyehatkan

perusahaan negara. Gerakan ini menjadi tren di dunia manajemen BUMN.Banyak negara

yang kemudian meniru pola privatisasi Inggris ini, termasuk juga NewZealand, dan

menyebar ke seluruh dunia.

Dengan paradigma baru di bidang pelayanan yang dilandasi oleh

filosofientrepreneurial government dan new public management inilah maka cara

pandangtradisional terhadap peran pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik

Page 10: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

haruslah diubah. Osborne dan Plastrik (1996) menjelaskan 5 strategi penting

untukmewujudkannya, yaitu:

1.         Strategi inti: menciptakan kejelasan tujuan

2.         Strategi konsekuensi: menciptakan konsekuensi untuk kinerja

3.         Strategi pelanggan: menempatkan pelanggan di posisi penentu

4.      Strategi pengendalian: memindahkan pengendalian dari puncak dan pusat5. Strategi

budaya: menciptakan budaya wira usaha

Dalam perspektif lain, secara umum pergeseran paradigma pelayanan adalah

pergeseran dari birokrasi yang “dilayani” menjadi birokrasi yang “melayani”. Fungsi

pelayanan yang diemban dan melekat pada birokrasi, tidak serta merta

menempatkanwarga masyarakat sebagai kelompok pasif. Dalam hal ini partisipasi

masyarakat dalampelayanan harus ditingkatkan, karena sejalan dengan misi pemberdayaan

yang haruslebih diutamakan (empowering rather than serving). Pemberdayaan ini akan

menuntunpada adanya peningkatan partisipasi warga masyarakat dalam pelayanan publik.

Partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dikenal dengan konsep co-

production. Konsep ini dikenal pertama kali dan dikembangkan sejak tahun 1980-

an,ketika pakar administrasi publik dan politik urban membangun teori yang menjelaskan

kegiatan kolektif dan peran kritis dari keterlibatan warga masyarakat dalam

penyediaanpelayanan barang dan jasa. Pada dasarnya teori co-

production mengkonseptualisasipemberian layanan baik sebagai sebuah penataan maupun

proses, di mana pemerintahdan masyarakat membagi tanggung jawab (conjoint

responsibility) dalam menyediakanpelayanan publik7. Sehingga di sini kita tidak lagi

membedakan warga masyarakatsebagai pelanggan tradisional dengan pemerintah sebagai

penyedia layanan. Keduapihak dapat bertindak sebagai bagian dari pemberi layanan.

Secara singkat, teori co-production dalam pelayanan publik dapat dipahami dengan

memahami konsep-konsep pelanggan dan produksi di sektor publik, yaituconsumer

produser, regular producer dan co-production. Menurut Parks8 consumerproducers adalah

pihak yang berhubungan dengan produksi yang pada akhirnya akan mengkonsumsi akhir dari

produk yang dibuatnya. Di sisi lain, regular producers adalahyang menyelenggarakan

proses produksi, yang akan merubah output menjadipembayaran, yang pada akhirnya

akan membelanjakannya untuk barang dasn jasalainnya. Dalam hal ini co-production

memerlukan kedua pihak berkontribusi input pada

7 Marschall. (2004). hal.232

8 Kiser. 1980. hal.2.

Page 11: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

proses produksi untuk barang dan jasa tertentu. Dengan kata lain, dalam

banyakpelayanan, proses produksi output dan outcome memerlukan partisipasi aktif

daripenerima layanan barang dan jasa.

Menurut Cooper sebagaimana dikutip oleh McLaverty (2002: 15)

menjelaskanbahwa partisipasi publik—terutama dalam proses pengambilan keputusan—

adalahsarana untuk memenuhi hak dasar sebagai warga. Pada akhirnya tujuan dari

partisipasipublik adalah untuk mendidik dan memberdayakan warga. Sedangkan

menurutMarschall (2004: 231), tujuan dari partisipasi publik adalah pada dasarnya

untukmengkomunikasikan dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan

sebagaimanajuga membantu dalam pelaksanaan pelayanan.

Heller dalam Rich (1995: 660) menjelaskan dua bentuk dasar partisipasi,

yaitupartisipasi akar rumput (grass-root participation) yang mengacu pada organisasi dan

gerakan sosial yang didasarkan pada inisiatif warga yang memilih tujuan dan

metodamereka sendiri, dan partisipasi  mandat pemerintah (government-

mandatedparticipation) yang melibatkan persyaratan hukum di mana akan ada kesempatan

bagi masukan warga terhadap pengambilan keputusan (kebijakan) atau pelaksanaan sebuah

lembaga.

Secara sederhana Cooper (Lynch, 1983: 14-15) membedakan partisipasi kedalam

partisipasi tidak langsung (indirect participation) dan partisipasi langsung

(directparticipation). Partisipasi tidak langsung, misalnya, partisipasi dalam

halpenyelenggaraan negara dengan memilih wakilnya untuk duduk di kursi

parlemen.Sama halnya ketika menyuarakan pendapat untuk kepentingan penyelenggaraan

pemerintah melalui media massa dan sebagainya. Sementara partisipasi langsung

bisa berupa keterlibatan secara langsung warga dalam penyelenggaraan pemerintah,

seperti menjadi komisi penasihat, aktivitas dengar pendapat, keterlibatan di kelompok-

kelompok kepentingan dan partisipasi dalam lembaga pemerintah

yangmenyelenggarakan kegiatan pemberian pelayanan umum.

Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan umum haruslah mendapat

dukunganpartisipasi dari masyarakat. Konsep partisipasi masyarakat terhadap fungsi

pelayanan yang diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal mentaati

pemerintah, membangun kesadaran hukum, kepedulian terhadap peraturan yang berlaku,

dan dapatjuga berupa dukungan nyata dengan membantu secara langsung proses

penyelenggaraan pelayanan umum.

Page 12: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Gambar berikut menjelaskan konsep dasar peran pemerintah sebagai penyedia

layanan umum dan peran warga masyarakat sebagai pengguna atau penerima

layanansekaligus peran dalam membantu penyelenggaraan pelayanan publik (co-produser).

Gambar 1

Partisipasi dalam Pelayanan Publik

Sumber: Suwarno,

Yogi. (2005: 5).

Dalam gambar

di atas dikenal

istilah co-

produser, yang

berarti penghasil

jasa atau

layanan. Co-

produser ini adalah warga atau sebagian dari warga masyarakat

yang terlibat dalam penyelenggaraan pemberian layanan umum, sebagai

bentuk partisipasi. Ini berangkat dari konsep ko-produksi yang dijelaskan

oleh Ostrom. Dalam definisinya Ostrom (1996: 86) menjelaskan bahwa

“coproduction as the process through which inputs used to produce a good

or service are contributed by individuals who are not “in” the same

organization“ , yaitu bahwa co-production adalah proses di mana input yang digunakan

untuk menghasilkan barang atau jasa diberikan oleh individu yang bukan berasal dari

organisasi yang sama. Keterlibatan warga dalam memproduksi layanan—yang seharusnya

Page 13: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

dilakukan oleh pemerintah—adalah termasuk kegiatan koproduksi dalam pelayanan

umum.

Sejalan dengan itu, Bjur dan Siegel dalam Lynch (1983: 41) telah meneliti bahwa

kegiatan co-produksi sebenarnya dapat dirancang untuk melayani berbagai jenistujuan dari

partisipasi warga. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antarapartisipasi warga

dengan kegiatan pelayanan umum.

Page 14: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Pentingnya peran aktif kedua belah pihak dalam menyelenggarakan

pelayananpublik dapat dijelaskan dalam konteks partisipasi. Partisipasi publik berhubungan

eratdengan kedua belah pihak; pemerintah dan masyarakat. Melalui sisi pemerintah,

kitabisa melihat penerapan kebijakan dan pengunaan teknik-teknik manajemen

dalampemberian pelayanan kepada masyarakat sekaligus dalam rangka penegakkan

peraturan,sedangkan pada sisi masyarakat adalah keterlibatan dalam berdisiplin dan

menaatiaturan, serta dukungan langsung dalam proses pemberian pelayanan publik.

Peran pada sisi pemerintah, penggunaan teknik-teknik manajerial dalam pemberian

pelayanan kepada masyarakat dilakukan dengan cara menyiapkan danmemanfaatkan

seluruh sumber daya organisasi yang dimiliki untuk mencapai tujuan. Sedangkan peran pada

sisi masyarakat adalah partisipasi aktif baik dalam hal ketaatan,maupun dukungan langsung

dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.

d. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaanlayanan

publik di Indonesia. Kesan buruknya pelayanan publik selama ini selalu menjadi citra

yang melekat pada institusi penyedia layanan di Indonesia. Selama ini pelayanan publik

selalu identik dengan kelambanan, ketidak adilan, dan biaya tinggi. Belum lagi dalam hal

etika pelayanan di mana perilaku aparat penyedia layanan yang tidak ekspresif dan

mencerminkan jiwa pelayanan yang baik.

Kualitas pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis

yangberhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi

ataumelebihi harapan (Goetsch & Davis, 2002). Oleh karenanya kualitas

pelayananberhubungan dengan pemenuhan harapan atau kebutuhan pelanggan.

Penilaian terhadap kualitas pelayanan ini dapat dilihat dari beberapa sudutpandang

yang berbeda (Evans & Lindsay, 1997), misalnya dari segi:

1.      Product Based, di mana kualitas pelayanan didefinisikan sebagai suatu fungsiyang

spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda terhadap karakteristik produknya.

2.      User Based, di mana kualitas pelayanan adalah tingkatan kesesuaian pelayanandengan

yang diinginkan oleh pelanggan.

3. Value Based, berhubungan dengan kegunaan atau kepuasan atas harga.

Page 15: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Kualitas pelayanan ini dapat diketahui ketika dilakukan mengenai beberapa

jeniskesenjangan yang berhubungan dengan harapan pelanggan, persepsi

manajemen,kualitas pelayanan, penyediaan layanan, komunikasi eksternal, dan apa yang

dirasakanoleh pelanggan.

Secara mendetail, kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat diidentifikasi

padagambar berikut ini:

Gambar 2

Model Kesenjangan dari Kualitas Pelayanan

Page 16: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA
Page 17: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Sumber: Delivering Quality Service, Zeithaml, et. al., (1990), hal.131

Penjelasan terhadap kelima kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kesenjangan antara harapan pelanggan (Expected Service) dengan

persepsimanajemen (Management Perception of Customer Expectation).

Page 18: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Hal ini terjadi disebabkan karena kurang dilakukannya survey akan kebutuhan pasaratau

kurang dimanfaatkannya hasil penelitian secara tepat serta kurang terjadinya

Page 19: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

interaksi antara penyedia pelayanan dan pelanggan. Penyebab lainnya adalah kurang

terjadinya komunikasi antara pihak manajemen dengan petugas penyedia

pelayanan(customer contact personel), padahal dari merekalah paling banyak

diperolehinformasi tentang hal-hal yang menjadi harapan pelanggan. Terakhir adalah

faktorklasik dari terlalu banyaknya jenjang birokrasi dalam unit pelayanan

jugamerupakan salah satu faktor munculnya kesenjangan ini.

2.    Kesenjangan antara persepsi manajemen (Management Perception of

CustomerExpectation) dengan spesifikasi kualitas pelayanan (Service Quality

Specification).Kesenjangan ini terjadi ketika komitmen manajemen kurang dalam

mewujudkan kualitas pelayanan, serta kurang tepatnya persepsi manajemen terhadap

kualitaspelayanan yang diinginkan pelanggan, demiian pula dengan tidak

adanyastandarisasi dalam penyediaan pelayanan, dan tidak adanya penetapan tujuan

yangjelas dalam penyediaan pelayanan.

3.    Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan (Service Quality Specification)dengan

penyampaian pelayanan (Service Delivery).

Kesenjangan ini terjadi karena muncul konflik peran dalam diri pegawai dalam hal keinginan

untuk memenuhi harapan pelanggan dengan keinginan untuk memenuhiharapan pimpinan.

Selain itu juga adalah teknoloi yang tidak sesuai dalammendukung pelayanan, tidak ada

evaluasi dan penghargaan, serta kurang kerjasama internal.

4.    Kesenjangan antara komunikasi eksternal kepada pelanggan (External Communication

to Customers) dengan proses penyampaian pelayanan (ServiceDelivery).

Penyebab kesenjangan ini adalah tidak adanya komunikasi horizontal dalamorganisasi.

5.    Kesenjangan antara pelayanan yang diharapkan pelanggan (Expected Service)dengan

pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan (Percieved service).

Kesenjangan kelima ini menunjukkan dan menggambarkan ukuran dari tingkat kepuasan

masyarakat terjadap kinerja organisasi pelayanan. Berbeda dengan akesenjangan

sebelumnya, kesenjagan kelima ini menitikberatkan pada sisipelanggan.

Page 20: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

II. Standar Pelayanan Publik

a. Prinsip-prinsip Dasar

Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang diuraikan di atas,

diperlukanpenyusunan standar pelayanan publik, yang menjadi tolok ukur pelayanan

yangberkualitas. Penetapan standar pelayanan publik merupakan fenomena yang

berlakubaik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Amerika Serikat,

misalnya,ditandai dengan dikeluarkannya executive order 12863 pada era pemerintahan

Clinton,yang mengharuskan semua instansi pemerintah untuk menetapkan standar

pelayanankonsumen (setting customer service standard). Isi dari executive order tersebut

adalah sebagai berikut

Identify customer who are, or should be, served by the agency, survey thecustomers to

determine the kind and quality of service they want and their level ofsatisfaction with

existing service, post service standards and measure result against the best bussiness,

provide the customers with choice in both sources of services, and complaint system

easily accesible, and provide means to adresscustomer complaints.

Inti isi executive order tersebut di atas adalah adanya upaya identifikasi

pelangganyang (harus) dilayani oleh instansi, mensurvei pelanggan untuk menentukan

jenis dan kualitas pelayanan yang mereka inginkan dan untuk menentukan tingkat

kepuasanpelanggan dengan pelayanan yang sedang berjalan, termasuk standar pelayanan

posserta mengukur hasil dengan yang terbaik, menyediakan berbagai pilihan sumber -

sumber pelayanan kepada pelanggan dan sistem pengaduan yang mudah diakses,

sertamenyediakan sarana untuk menampung dan menyelesaikan keluhan/pengaduan.

Di Inggris juga diperkenalkan Service First the New Charter Programme, yangberisi

9 prinsip penyediaan pelayanan publik yang merupakan wujud dari visipemerintah

yang dilaksanakan oleh setiap pegawai negeri. Prinsip-prinsip tersebutadalah :

a.         Menentukan standar pelayanan;

b.         Bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap-lengkapnya;

c.         Berkonsultasi dan terlibat;

d.         Mendorong akses dan pilihan;

e.         Memperlakukan semua secara adil;

f.          Mengembalikan ke jalan yang benar ketika terjadi kesalahan;

g. Memanfaatkan sumber daya secara efektif;

Page 21: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

h.      Inovatif dan memperbaiki; dan

i.        Bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya.

Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalamkerangka

peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan.Upaya tersebut

antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti:

1.      Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan PengendalianPerijinan

di Bidang Usaha,

2.      Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 tentang

Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.

3.      Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu PelayananAparatur

Pemerintah Kepada Masyarakat.

4.      Surat Edaran Menko Wasbangpan No. 56/Wasbangpan/6/98 tentang Langkahlangkah

Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat. Instruksi Mendagri No.20/1 996;

5.    Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK. Wasbangpan/6/98; SuratMenkowasbangpan

No. 145/MK. Waspan/3/1 999; hingga Surat EdaranMendagri No. 503/125/PUOD/1999,

yang kesemuanya itu bermuara padapeningkatan kualitas pelayanan.

6.      Kep. Menpan No 81/1 993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum

7.      Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA tetang Pelaksanaan KewenanganWajib dan

Standar Pelayanan Minimum, pada tahun 2002

8.      Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman

UmumPenyelenggaraan Pelayanan Publik.

Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud masihlebih

banyak berada pada tingkat konseptual, sedangkan implementasinya masih jauhdari

harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan yang diberikanoleh

berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan publik.

Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan (LAN, 2003) adalah suatutolok

ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau

janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untukmemberikan pelayanan yang

berkualitas. Sedangkan yag dimaksud dengan pelayananberkualitas adalah pelayanan yang

cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan,serta mengikuti proses dan prosedur

yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Jadi

Page 22: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melayani, tetapi  juga

pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN, 2003)antara

lain adalah:

1.    memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalam kualitas

yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan fokus pelayanan kepada

pelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyediapelayanan

dalam upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukurkinerja pelayanan

serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.

2.    melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak

harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara pelayanan publik menyangkut

aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah

adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publikyang diperlukan oleh

masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan

lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakatdalam bidang pendidikan, kesehatan,

utlilitas, sosial dan lainnya.

3. meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-unitpenyedia

jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat

pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelasdasar hukum,

persyaratan pelayanan, pro sedur pelayanan, waktu pelayanan, biayaserta proses

pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yangseharusnya mereka

lakukan dalam memberikan pelayanan. Masyarakat sebagaipengguna jasa pelayanan juga

dapat mengetahui dengan pasti hak dan kewajibanapa yang harus mereka dapatkan dan

lakukan untuk mendapatkan suatu jasapelayanan. Standar pelayanan juga dapat membantu

meningkatkan transparansi danakuntabilitas kinerja suatu unit pelayanan. Dengan

demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan

apabila tidakmendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka standar pelayanan menjadi faktor kunci dalam

upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Upaya penyediaan pelayanan yang

berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja

yang menjadi kriteria kinerja pelayanan. Menurut LAN (2003), kriteria-kriteria

pelayanan tersebut antara lain:

Page 23: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

a.      Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat diselenggarakan secaramudah,

lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan.

b.      Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan menjaga

saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak penyedia pelayanan, seperti

menjaga keakuratan perhitungan keuangan, teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu.

c.       Tanggungjawab dari para petugas pelayanan, yang meliputi pelayanan sesuai dengan

urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya apabla terjadisesuatu yang perlu

segera diberitahukan.

d.      Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas pelayananmenguasai

keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

e.       Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan

denganpetugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan,

tidakhanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau internet.

Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi pelayanan juga harusdiperhatikan.

f.        Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam kontakantara

petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya diperlukan jika pelanggan termasuk

dalam konsumen konkret. Sebaliknya, pihak penyedia layanan tidak perlu menerapkan

keramahan yang berlebihan jika layanan yang diberikan tidak dikonsumsi para pelanggan

melalui kontak langsung.

g.      Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi yangmereka

butuhkan secara mudah dan gambling, meliputi informasi mengenai tatacara, persyaratan,

waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.

h.      Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik denganpelanggan

adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi yang berhakdiperolehnya dari penyedia

pelayanan dalam bahasa yang mereka mengerti.

i.        Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan penyedia pelayanan,

adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan tetap layak dipercayai, adanya kejujuran

kepada pelanggan dan kemampuan penyediapelayanan untuk menjaga pelanggan tetap

setia.

j.        Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara

pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut. Hal ini

Page 24: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu terhadap pelayanan yang diberikan.

k.  Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas padapelanggan dari

adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan keamanan yang perlu kita berikan

berupa keamanan fisik, finansial dan kepercayaan padadiri sendiri.

l.   Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan berusaha

mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan. Mengerti apa yangdiinginkan pelanggan

sebenarnya tidaklah sukar. Dapat dimulai denganmempelajari kebutuhan-kebutuhan

khusus yang diinginkan pelanggan danmemberikan perhatian secara personal.

m. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan, berupafasilitas fisik,

adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yangdigunakan dalam memberikan

pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas penunjang lainnya.

n.      Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yangberkaitan

langsung dengan pencapai sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan

keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan.

o. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan

memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untukmembayar.

Penyusunan sebuah standar pelayanan minimal atau SPM di daerah mengikuti

prinsip-prinsip antara lain:

1.      diterapkan pada kewenangan wajib daerah dan kewenangan yang lain

2.      ditetapkan pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh daerah kabupaten/kota

3.      menjalin hak individu dan akses masyarakat mendapat pelayanan dasar

daripemerintah daerah

4.      bersifat dinamis sesuai dengan perubahan kebutuhan nasional

danperkembangan kapasitas daerah

5. berbeda dengan standar teknis yang merupakan faktor pendukung alat mengukur pencapaian

SPM.

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah

dalammenyusun sebuah standar pelayanan adalah sebagaimana yang tergambar dalam bagan

berikut:

Page 25: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Gambar 3

Langkah Penyusunan Standar Pelayanan

Sumber:

diolah dari LAN (2003)

1. Identifikasi Jenis Pelayanan

Kegiatan identifikasi ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan

sebagai berikut:

·           Pelayanan-pelayanan apa yang diselenggarakan sesuai

dengan tugas pokok dan fungsi, baik yang langsung diberikan

kepada masyarakat, kepada instansi lainnya, maupun kepada unit

lain secara internal dalam instansi?

·           Pelayanan apa yang sifatnya core (menjadi utama) dan

sifatnya supporting(pendukung)?

Page 26: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

·           Apa dasar hukum yang menjadi acuan?

2. Identifikasi Pelanggan

Kegiatan identifikasi dilakukan dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:

·           Siapa pelanggan atau pengguna pelayanan atau target pelayanan yang langsung

merasakan hasil pelayanan?

·           Siapa pelanggan yang secara tidak langsung merasakan hasil pelayanan?

·           Dalam kaitan dengan pelayanan internal, siapa pelanggan internal yang  dilayani?

·           Dalam kaitan dengan instansi lain, instansi mana yang menjadi pelanggan? Untuk

memudahkan proses identifikasi tentang jenis pelayanan dan pelanggan dapat digunakan

lembar kerja (worksheet) berikut ini:

3. Identifikasi Harapan Pelanggan

Kegiatannya adalah mengidentifikasi harapan pelanggan akan pelayanan yang

Page 27: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

diberikan. Harapan pelanggan ini meliputi harapan terhadap kualitas, biaya danwaktu

pelayanan.

Kegiatan identifikasi dapat dilakukan dengan mengadakan survey kepada pelangganataupun

dengan identifikasi internal yang dilakukan melalui penggalian informasikepada pegawai

yang terlibat langsung dalam kegiatan pelayanan.

4. Perumusan Visi dan Misi Pelayanan

a. Kegiatan merumuskan visi dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagaiberikut:

·         Membentuk beberapa kelompok sebagai perwakilan seluruh staf yang adadalam unit

penyedia pelayanan;

·         Pimpinan menjelaskan harapan-harapan yang ingin dicapai oleh organisasimelalui

pelayanan yang diberikan;

·         Kelompok bekerja secara mandiri merumuskan visi pelayanan. Kegiatanmerumuskan

harus melihat dan mempertimbangkan nilai-nilai yangberlaku pada lingkungan internal

dan eksternal, yang meliputi kekuatan dan kelemahan internal unit penyedia pelayanan,

peluang dan tantangan, serta harapan-harapan masyarakat pelanggan;

·         Rumusan visi pelayanan dari beberapa kelompok dipresentasikan bersamadan dipilih atau

dimodifikasi/dirumuskan kembali menjadi visi pelayanan yang disepakati semua kelompok.

b. Kegiatan merumuskan misi dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagaiberikut:

·         Menggunakan kelompok yang sama ketika menyusun visi untuk menyusun misi pelayanan;

·         Memberi kepada kelompok tersebut untuk bekerja secara mandiri merumuskan misi

pelayanan. Kegiatan merumuskan harus mencakuppelayanan yang akan diberikan dan

ditawarkan kepada pelanggan internaldan eksternal;

·         Rumusan misi pelayanan dari beberapa kelompok dipresentasikan bersamadan dipilih

atau dimodifikasi/dirumuskan kembali menjadi misi pelayanan yang disepakati semua

kelompok.

5. Analisis Proses dan Prosedur, Prasyarat, Sarana dan Prasarana, Waktu, dan Biaya

Pelayanan.

Page 28: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

a. Analisis Proses dan Prosedur

Kegiatannya adalah mengidentifikasi keseluruhan aktivitas dalam pemberianpelayanan

mulai saat pelanggan datang sampai pada pelanggan selesai menerima pelayanan.

Untuk menyusun proses dan prosedur pelayanan dapat dilakukan denganlangkah-

langkah sebagai berikut:

·         Identifikasi langkah-langkah aktivitas dalam memberikan satu jenis

pelayanan, mulai dari awal sampai dengan selesai pelayanan dilaksanakan.

·         Identifikasi dimulai dari aktivitas yang dilakukan oleh pelanggan ketika akanmengajukan

suatu jenis pelayanan tertentu kepada unit penyedia pelayanan.

·         Identifikasi aktivitas proses pengolahan pelayanan dimulai dari ketika  petugas

menerima pelanggan yang akan mengajukan pelayanan, sampai dengan aktivitas

penyampaian produk pelayanan setelah selesai diproses oleh pihak unit penyedia

pelayanan.

·         Jika terdapat lebih dari satu jenis pelayanan yang dilaksanakan, maka lakukan

identifikasi langkah-langkah aktivitas untuk semua jenis pelayanan tersebut. Makin sedikit

aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam rangka pelayanan, makin pendek prosedur yang

dilalui, makin cepat pelayanan akan diberikan;

·         Membuat alur proses setiap aktivitas tersebut secara sekuens. Alur proses ininantinya akan

merupakan alur yang harus dilalui oleh seorang pelanggan dan alur untuk proses pengolahan

pelayanan.

b. Analisis Persyaratan Pelayanan

Kegiatannya mengidentifikasi persyaratan yang dibutuhkan pada setiap tahapanaktivitas

dalam pemberian pelayanan.

Langkah mengidentifikasi persyaratan pelayanan sangat tergantung pada rumusan

yang dihasilkan pada identifikasi proses dan prosedur. Hasil  identifikasi diatas

digunakan untuk menentukan persyaratan pada tiap-tiap aktivitas. Perlu dicermati bahwa

persyaratan pelayanan tidak hanya berupa dokumen (surat-surat) tetapi termasuk pula

persyaratan dalam bentuk barang maupun biaya.

c. Analisis Sarana dan Prasarana Pelayanan

Kegiatannya adalah mengidentifikasi sarana dan prasarana yang diperlukan

Page 29: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

dalam memberikan pelayanan.

Langkah mengidentifikasi sarana dan parasana dilakukan dengan melihat hasilanalisis

proses dan prosedur pelayanan diatas. Gunakan hasil identifikasi prosesdan prosedur

untuk dilanjutkan identifikasi sarana dan prasarana yangdiperlukan pada tiap-tiap

aktivitas pemberian pelayanan. Tidak setiap aktivitasmemerlukan sarana yang sama

tergantung pada jenis aktivitas yang dilakukan.

d. Analisis Waktu dan Biaya Pelayanan

Kegiatannya adalah menentukan waktu dan biaya pelayanan. Langkahmenentukan

waktu dan biaya pelayanan sangat tergantung pada hasil analisisproses dan prosedur yang

harus dilakukan, hasil analisis sarana dan prasarana yang dimiliki oleh organisasi

pelayanan serta hasil analisis harapan pelanggan. Hasil analisis digunakan sebelumnya

untuk menentukan total waktu dan biaya pelayanan.

6. Mekanisme pengaduan/keluhan

Langkah dalam melakukan penyusunan mekanisme pengelolaan keluhan/pengaduan ini

dapat ditempuh dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:

·         Sarana apa yang disediakan untuk menampung keluhan pelanggan (kotak surat,telepon

bebas pulsa, unit khusus pengaduan dll)?

·         Prosedur apa yang harus dilalui oleh pengaduan untuk mendapatkan respon terhadap

pengaduannya? Berapa lama respon akan diterima pelanggan?

·         Siapa yang berwenang mengambil keputusan dalam menangani pengaduan?

b. Standar Pelayanan Publik di Daerah

Dalam konteks pelayanan publik di daerah, kebijakan desentralisasi

danotonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan

pemerintahandaerah, kesejahteraan rakyat dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu

pemerintahdaerah harus menyediakan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Sesuai dengan pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, pemerintah menyelenggarakan urusan pemerintahanan yang meliputi politik luar

negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Pada ayat

(5) dinyatakan pula bahwa pemerintah juga menyelenggarakan urusan pemerintahan

di luar enam urusan pemerintahan tersebut.  Pada pasal 11 dinyatakan

bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteriaeksternalitas,

Page 30: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan

pemerintahan.

Eksternalitas adalah dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraansuatu

urusan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan

kriteriaeksternalitas ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang

timbulakibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Berdasarkan kriteria

eksternalitasmaka semakin langsung dampak penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan

kepadamasyarakat, maka urusan tersebut paling tepat untuk diselenggarakan oleh

pemerintahdaerah kabupaten/kota.

Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pemerintah, pemerintahan

daerahpropinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan

pemerintahan tertentu kepada masyarakat. Penyelenggaraan urusan

pemerintahanberdasarkan kriteria akuntabilitas ditentukan berdasarkan kedekatan suatu

tingkatan pemerintahan dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan

olehpenyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Berdasarkan kriteria akuntabillitas

makasemakin dekat pemberi layanan dan penggunanya, dan semakin banyak

jumlahpengguna layanan maka layanan tersebut lebih tepat diselenggarakan oleh

pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Efisiensi adalah tingkat daya guna tertinggi yang dapat diperoleh

daripenyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan

berdasarkan kriteria efisiensi ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya gunayang

paling tinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusanpemerintahan.

Berdasarkan kriteria efisiensi maka penyelenggaraan urusan lebih tepat pada tingkat

pemerintahan dimana terdapat perbandingan terbaik antara costpenyelenggaraan urusan

dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dengan penyelenggaraan urusan.

Penggunaan kriteria kriteria eksternalitas, akuntabilitas, danefisiensi dalam pembagian

urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahandilaksanakan secara kumulatif sebagai

satu kesatuan.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,

yangdiselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi terdiri

dariurusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib didefinisikan sebagai urusan

daerahotonom yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh pemerintah. Hal ini berarti

Page 31: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

pemerintah menetapkan urusan mana yang merupakan urusan dasar yang menjadiprioritas

penyelenggaraan dan mana yang merupakan urusan pilihan. Urusan wajib yangmenjadi

kewenangan pemerintahan daerah propinsi merupakan urusan dalam skalapropinsi,

sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

untukkabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Penyelenggaraan

urusan pemerintahan yang bersifat wajib, baik untuk pemerintahan propinsi maupun

untuk pemerintahan kabupaten dan kota sebagaimana disebutkan di atas harusberpedoman

pada Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Urusan yang bersifat pilihan adalah urusan-urusan yang dapat dipilih

untukdiselenggarakan oleh pemerintahan daerah berdasarkan kriteria pembagian urusan

pemerintahan sebagaimana disebutkan di atas. Urusan yang bersifat pilihan

tersebutmeliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi

untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi

unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam penyelenggaraan urusan pilihan

tersebut,pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat

memilihbagian urusan pemerintahan pada bidang-bidang tertentu seperti pertanian, kelautan,

pertambangan dan energi, kebutanan dan perkebunan, perindustrian dan

perdagangan,perkoperasian, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan berbagai bidang

lainnya.

Adanya pembagian urusan pemerintahan memberi petunjuk bahwa terdapat urusan-

urusan pemerintahan tertentu yang penyelenggaraannya dibagi-bagi antara pemerintah,

pemerintahan daerah propinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dengan

demikian penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut melibatkan pemerintah,

pemerintahan daerah propinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kotasecara bersama-

sama. Pembagian dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan

pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah propinsi,

kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis

sebagai satu sistem pemerintahan.

Sesuai dengan deskripsi di atas, UU No. 32 Tahun 2004 mengamanatkanbahwa

penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib dilaksanakan denganberpedoman

pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dilaksanakan secarabertahap. Hingga saat

ini pemerintah sedang menyusun RPP tentang PedomanPenyusunan dan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal. Bila sudah diterapkan, makaSPM akan dijabarkan oleh

masing-masing kementrian/lembaga terkait untuk menyusun

Page 32: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

SPM masing-masing. Standar pelayanan minimal didefinisikan sebagai tolok ukur untuk

mengukur kinerja penyelenggaraan urusan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan

dasar kepada masyarakat. Dalam pelaksanaannya, SPM menganut beberpa prinsip, yakni:

1.    SPM merupakan standar yang dikenakan pada urusan wajib, sedangkan untukurusan

lainnya pemerintah daerah boleh menetapkan standar sendiri sesuai dengan kondisi daerah

masing-masing.

2.    SPM berlaku secara nasional, yang berarti harus diberlakukan di seluruh daerahProvinsi,

Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.

3.    SPM harus dapat menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan tertentu yangharus

disediakan oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan urusanwajibnya.

4.    SPM bersifat dinamis dan perlu dikaji ulang dan diperbaiki sesuai dengan

perubahankebutuhan nasional dan perkembangan kapasitas daerah secara merata.

5.    SPM ditetapkan pada tingkat minimal yang diharapkan secara nasional untukpelayanan

jenis tertentu. Yang dianggap minimal dapat merupakan rata-rata kondisidaerah-daerah,

merupakan konsensus nasional, dan lain-lain.

6.    SPM harus diacu dalam perencanaan daerah, penganggaran daerah, pengawasan,

p e l a p o r a n , d a n m e r u p a k a n s a l a h s a t u a l a t u n t u k m e n i l a i L a p o r a n

Pertanggungjawaban (LPJ) Kepala Daerah serta menilai kapasitas daerah.

Sesuai dengan PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tatacara PertanggungjawabanKepala

Daerah, yang mengarut mengenai evaluasi kinerja pemerintah daerah, secara spesifik

menetapkan kriteria SPM harus memperhatikan unsur input (tingkat ataubesaran sumber

daya yang digunakan), output (keluaran), outcome (hasil atau wujudpencapaian kinerja),

benefit (tingkat manfaat yang dirasakan sebagai nilai tambah), dan impact (dampak atau

pengaruh pelayanan terhadap kondisi secara makro berdasarkanmanfaat yang dihasilkan).

Kriteria penentuan biaya dengan metode SPM sangatmendukung konsep anggaran berbasis

kinerja yang juga mengacu kepada input, output, outcome, benefit dan impact.

SPM merupakan alat untuk mengukur kinerja pemerintahan daerah

dalampenyelenggaraan pelayanan dasar. Tingkat kesejahteraan masyarakat akan

sangattergantung pada tingkat pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah.

SPMsangat diperlukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebagai konsumen

pelayanan itu sendiri. Bagi pemerintah daerah suatu SPM dapat dijadikan sebagai tolok ukur

Page 33: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

(benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk menyediakan

pelayanantertentu. Sedangkan bagi masyarakat SPM akan menjadi acuan dalam menilai

kinerjapelayanan publik, yakni kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang

disediakanoleh pemerintah daerah.

Penerapan SPM akan memiliki manfaat sebagai berikut:

1.    Dengan SPM akan lebih terjamin penyediaan pelayanan publik yang disediakan

olehpemerintah daerah kepada masyarakat.

2.    SPM akan bermanfaat untuk menentukan Standar Analisis Biaya (SAB) yang sangat

dibutuhkan pemerintah daerah untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkanuntuk

menyediakan suatu pelayanan publik.

3.    SPM akan menjadi landasan dalam penentuan perimbangan keuangan yang lebihadil dan

transparan (baik DAU maupun DAK).

4.    SPM akan dapat dijadikan dasar dalam menentukan anggaran kinerja dan

membantupemerintah daerah dalam melakukan alokasi anggaran yang lebih berimbang.

5.    SPM akan dapat membantu penilaian kinerja (LPJ) Kepala Daerah secara lebih akurat

dan terukur sehingga mengurangi kesewenang-wenangan dalam menilaikinerja pemerintah

daerah.

6.    SPM akan dapat menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerahkepada

masyarakat, karena masyarakat akan dapat melihat keterkaitan antarapembiayaan dengan

pelayanan publik yang dapat disediakan pemerintah daerah.

7. SPM akan menjadi argumen dalam melakukan rasionalisasai kelembagaan pemerintah

daerah, kualifikasi pegawai, serta korelasinya dengan pelayananmasyarakat.

Dalam penyelenggaraannya, SPM dibuat berdasarkan sejumlah peraturanperundang-

undangan, yakni:

1.    UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

2.    UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusatdan

Pemerintahan Daerah;

3.    PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

ProvinsiSebagai Daerah Otonom;

4.    P P N o . 1 0 4 T a h u n 2 0 0 0 t e n t a n g D a n a P e r i m b a n g a n ;   5. PP

No. 108 Tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Keuangan Daerah;

Page 34: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

6.    PP No. 20 Tahun 2001 mengenai Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah;

7.    PP No. 56 Tahun 2001 mengenai Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; dan

8. PP No. 65 Tahun 2005 mengenai Pedoman Penyusunan dan Penerapan StandarPelayanan

Minimal.

Sesuai dengan PP No. 65 Tahun 2005 pasal 5 ayat (1), penyusunan SPM olehmasing-

masing Menteri/Pimpinan LPND dilakukan melalui konsultasi yangdikoordinasi oleh

Menteri Dalam Negeri. Konsultasi tersebut dilakukan dengan timkonsultasi yang terdiri

dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri, Kementrian NegaraPerencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala Bappenas, Departemen Keuangan,Kementrian Negara

Pemberdayaan Aparatur Negara, dengan melibatkan Menteri/Pimpinan LPND

terkait, yang dibentuk dengan Kepmendagri. Hasil konsultasitersebut dikeluarkan oleh

masing-masing departemen/LPND sebagai Peraturan Menteriyang bersangkutan.

Sebelum PP No. 65 Tahun 2005 dikeluarkan, untuk mengatasi kelangkaan peraturan

perundangan mengenai SPM, sedangkan SPM harus sudah dilaksanakan, dikeluarkan

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/756/OTDA Tahun 2002tentang Pelaksanaan

Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal. BerdasarkanSE Mendagri tersebut,

beberapa departemen telah mengeluarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal. Pedoman

tersebut digunakan untuk menjabarkan SPM ke dalam aturan yang lebih spesifik, seperti

penjabaran definisi operasional, cara perhitungan pencapaian kinerja, rumus indikator,

sumber data, target, maupun langkah-langkahkegiatan yang harus dilakukan.

Kondisi pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah di Indonesia saat

ini sangat beragam dari satu daerah ke daerah lainnya, baik dari segi kuantitas  maupun

kualitasnya. Misalnya, dalam hal penyediaan Puskesmas di setiap Kecamatan sebagai standar

pelayanan minimal di bidang kesehatan masih belum dapat dipenuhi oleh banyak

pemerintah daerah. Demikian pula dengan dengan pelayanan di bidang lainnya, seperti

pelayanan KTP, akses jalan dari kecamatan ke ibukota Kabupaten, dan sebagainya masih

berada dalam kondisi di bawah standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh

pemerintah pusat (departemen terkait). Selain itu, tingkat kesiapan

Page 35: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

masing-masing departemen dalam memberikan acuan mengenai standar pelayanan

minimal untuk diterapkan di daerah juga cukup beragam. Dari sebanyak 11 (sebelas)

sektor yang dalam UU ditetapkan untuk didesentralisasikan kewenangannya kepemerintah

daerah, baru Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasionalyang telah siap

melaksanakannya dengan menyediakan acuan SPM yang ditetapkan,yakni dengan SK

Menteri Kesehatan No. 1457/2003 dan SK Menteri PendidikanNasional No.

1299/V/2004. Hingga saat ini terdapat 10 (sepuluh) departemen terkait  yang telah

mengeluarkan acuan SPM untuk diterapkan ke seluruh daerah di Indonesia. Namun penerapan

di daerah masih belum seragam/sama, karena pemerintah daerahmenginterpretasikannya

secara berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing. Hal inikarena terdapat berbagai kendala

dalam pelaksanaan SPM. Kegagalan dalam mengatasikendala-kendala tersebut

mengakibatkan ketidakakuratan pengukuran, sehingga SPMtidak akan mencerminkan

kondisi yang sesungguhnya. Kendala-kendala tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1.    Data yang tidak akurat dan dapat dipercaya, sedangkan data BPS yang ada, biladapat

dipercaya, terlambat beberapa tahun.

2.    Data keuangan tidak disajikan dalam bentuk yang dapat dianalisa dengan baik.

3.    Data statistik yang ada seringkali tidak sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan.Misalnya,

data BPS yang tersedia adalah jumlah penduduk usia 0-14 tahun,sedangkan jenis data

yang dibutuhkan adalah jumlah penduduk usia 7-16 tahun.

4.    Kurangnya kemampuan staf pemerintah daerah untuk mengumpulkan

danmengelolola data secara sistematis.

5.    Kurangnya kemampuan staf pemerintah daerah untuk melakukan analisa

danperencanaan strategis.

6.    Indikator-indikator SPM yang ada tidak mencerminkan problem sebenarnya yangterjadi

di daerah/desa; dan

7. Dalam mengevaluasi pelaksanaan SPM, satuan kerja perangkat daerah tidak menjelaskan

kondisi yang ada secara objektif. Misalnya, bila dinas melakukanevaluasi, hasil evaluasi

bias untuk kepentingan dinas. Sedangkan Bawasda maupunBappeda tidak dapat melakukan

evaluasi karena kemampuan teknikal yang rendah.

Kendala-kendala tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan SPM.

Beberapa alternatif cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut

antara lain adalah:

1.    Dinas kesehatan memperbaiki sistem pendataan dan pelaporan sektor kesehatan.

Page 36: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

2.    BPS memperbaiki sistem pendataannya dengan membentuk sistem

informasipupulasi.

3.    Melakukan survey untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat atas pelayananpublik

yang berdasarkan SPM. Survey tersebut dilakukan setiap tahun sekali.

4.    Evaluasi atas penyelenggaraan SPM hendaknya dilakukan oleh sebuah tim yangterdiri

dari Bappeda, Bagian Penyusunan Program, dan Bawasda, serta auditorindependen untuk

kasus-kasus tertentu. Pemerintah Propinsi juga harus melakukanevaluasi terhadap

penyelenggaraan SPM di Kabupaten/Kota di wilayahnya.

III. Dinamika dan Problematika Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah

Sudah sejak lama banyak kesan buruk yang disandang aparat pemerintah

(sektorpublik) dalam hal pelayanan. Hal ini antara lain dapat diindikasikan dari besarnya

danayang digunakan untuk membiayai aparatur pemerintah, namun hal itu ternyata tidak

diimbangi dengan kualitas pelayanan kepada masyarakat yang maksimal.

Bahkansebaliknya, kualitas pelayanan yang diberikan instansi pemerintah dapat dinilai

sangatburuk. Padahal masyarakat telah bersedia mengorbankan (sacrifice) sebagian sumber

dayanya untuk negara dengan membayar berbagai macam pungutan, baik pajak, retibusidan

sebagainya. Sudah sewajarnya jika masyarakat mengharapkan

kepuasan(satisfaction) yang maksimal atas pelayanan yang diberikan oleh negara.

Namun apayang diperoleh masyarakat adalah buruknya kualitas pelayanan instansi

pemerintah. Salah satu keluhan masyarakat yang sering terungkapkan adalah lambatnya

waktupelayanan dan tidak jelasnya pro sedur dan biaya pelayanan. Ungkapan-ungkapan

yangberkembang selama ini, seperti “kalau bisa dilakukan besok kenapa harus

sekarang?“kalau bisa dip ersulit kenapa harus dipermudah?” menunjukkan bahwa

budaya pelayanan pada instansi pemerintahan masih belum berorientasi pada kepuasan

masyarakat selaku pelanggannya. Hal yang demikian bukan saja

mengakibatkanpemborosan sumberdaya tetapi juga kualitas jasa yang dihasilkan menjadi

sangat buruk.

Page 37: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Sektor publik (pemerintahan) pada dasarnya adalah perusahaan

yangmenghasilkan produk berupa jasa pelayanan publik, baik pelayanan yang bersifat

langsung dinikmati oleh masyarakat maupun pelayanan yang dinikmati masyarakat secara

tidak langsung. Namun demikian, pemerintah tidak bermaksud mengambil keuntungan

dari operasionalnya. Salah satu prinsip dalam pelaksanaan tugas instansi pemerintah

adalah transparansi dan pertanggungjawaban kepada publik atas apa yangtelah dilakukan.

Hal ini sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (goodgovernance), yang

terdiri dari tiga prinsip utama, yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Namun

demikian tampaknya pemerintah belum sepenuhnya mampu menerapkan ketiga pilar

utama tersebut dalam pelayanan. Dengan kondisi demikian, seandainya negara sebagai

penyedia layanan harus bersaing dengan swasta dengan produk pelayanan yang sama,

dapat diperkirakan bahwa secara perlahan namun pasti negara akan bangkrut karena biaya

produksi sangat tinggi, sedang pendapatan akan berkurang drastis akibat ditinggalkan

oleh para pelanggan yang tidak puas denganpelayanan yang diberikan.

Bergulirnya era reformasi sebagai dampak krisis multidimensi yang melanda

negara kita telah melahirkan tuntutan perubahan yang juga bersifat multidimensional.

Krisis multidimensi tersebut berpengaruh terhadap kemampuan negara dalam aspek

keuangan. Pada sisi lain kompleksitas pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakatbaik

secara kuantitatif maupun kualitatif meningkat secara tajam tanpa diimbangidengan

peningkatan keuangan daerah untuk membiayainya. Akibatnya pelayananpublik menjadi

terbengkalai seperti rusaknya sarana dan prasarana transportasi, saluranirigasi, pendidikan

serta kesehatan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Menurunnya kinerja ekonomi secara keseluruhan akan sangat berpengaruhterhadap

penerimaan daerah baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)maupun yang

berasal dari Pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) maupunDana Alokasi

Khusus (DAK). Kondisi tersebut memunculkan kebutuhan yang sangat mendesak bagi

sektor publik di daerah (Pemda) untuk melibatkan sektor swasta danmasyarakat dalam

pemenuhan pelayanan publik yang meningkat dalam kondisikeuangan daerah yang

terpuruk. Hal ini seiring dengan argumen Osborne dan Gableryang menganjurkan

pemerintah untuk lebih berperan dalam mengendalikan (steering)dibandingkan menangani

langsung (rowing). Dalam hal ini, pemerintah harus mampumenjadi katalisator bagi

keterlibatan pihak swasta dan masyarakat untuk ikut

Page 38: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

berpartisipasi dalam menyediakan pelayanan publik. Implementasi pelibatan swasta

danmasyarakat dalam pelayanan publik kemudian mendapatkan legitimasi

denganpenerapan otonomi daerah.

Salah satu perubahan signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan pascakrisis

multidimensi adalah penerapan otonomi daerah dengan lahirnya UU No. 22Tahun

1999 yang diamandemen dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah dan

UU No. 25 Tahun 1999 yang diamandemen dengan UU No. 33 Tahun 2004tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Penerapan demokratisasi

pemerintahan melalui otonomi daerah membawa perubahan mendasar dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah, yakni berkurangnya secara signifikan patronasi

dan kooptasi pusat terhadap daerah. Dengan diterapkannya otonomi daerah,daerah

memiliki diskresi yang sangat tinggi -- bahkan oleh berbagai pihak seringdikatakan

“kebablasan” -- dalam berbagai aspek pemerintahan daerah, yaitu diskresidalam aspek

kewenangan atau urusan pemerintahan, diskresi dalam aspek kelembagaandan personil, serta

diskresi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah.

Pada era reformasi yang bersendikan demokratisasi, pemerintah daerah dituntutuntuk

mampu menggalang partisipasi, mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Esensi dari “good governance” sebagai proses

pelibatan sektor publik, swasta dan masyarakat menemukan bentuknya dalammenangani

persoalan-persoalan publik yang tidak mungkin lagi ditangani oleh Pemda. Melalui

mekanisme good governance kemudian terjadi proses “co-guiding, co-steeringdan co-

managing” dari ketiga stakeholders utama yaitu Pemda, sektor swasta dan masyarakat.

Ketiga aktor akan terlibat baik dalam perencanaan, pelaksanaan danPengawasan dalam

manajemen pemerintahan daerah. Dengan cara tersebut akanterbentuk “sense of

belongingness” dari masyarakat atas kebijakan-kebijakan publik di lingkungannya.

Pada dasarnya kebijakan desentralisasi melalui pemberian otonomi

kepadamasyarakat daerah ditujukan, agar masyarakat mampu mengorganisir dirinya

sedemikian rupa dalam menyelenggarakan rumah tangga daerahnya

untukmeningkatkan kesejahteraan atau kemakmuran warga daerah tersebut. Untuk tujuan

itumaka Pemda harus mampu menyediakan pelayanan-pelayanan publik (public

service)yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karenanya

Page 39: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

diperlukan adanya analisis kebutuhkan masyarakat untuk mengidentifikasi pelayanan-

pelayanan apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat dearah yang bersangkutan.

Secara akademik, terdapat dua jenis kebutuhan

masyarakat. Pertama,masyarakat membutuhkan penyediaan pelayanan untuk memenuhi

kebutuhan pokok(basic services) seperti air, kesehatan, pendidikan, transportasi,

kebersihan lingkungan,pasar, terminal, dan sebagainya. Kedua, masyarakat

membutuhkan pelayanan yangterkait dengan pengembangan sektor unggulan (core

competency) yang ada di daerah tersebut. Dengan demikian maka isi otonomi daerah

harus terkait dengan kebutuhan masyarakat yaitu, kewenangan yang memungkinkan

daerah menyediakan pelayanankebutuhan pokok dan pelayanan yang memungkinkan daerah

mengembangkan sektorunggulan. Dan betapapun luasnya otonomi, maka otonomi daerah

harus diwujudkandalam bentuk pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat.

Dilihat dari jenis output yang dihasilkan Pemda, maka hasil akhir

pelayananPemda adalah tersedianya barang dan jasa (public good and public regulation).

Publicgood tercermin dari diadakannya barang-barang untuk memenuhi kebutuhan publik

seperti jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah, irigasi, pasar, terminal dsb.

Sedangkanpublic regulation akan terwujud dalam bentuk mewajibkan penduduk untuk

memiliki kartu tanda penduduk (KTP), Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, IMB, HO (bila

akan membuka usaha) dan bentuk-bentuk pengaturan lainnya yang pada dasarnya

ditujukanuntuk menciptakan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Untuk itu

setiappemda seharusnya memiliki agenda pelayanan yang jelas, jenis-jenis pelayanan

publikapa yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarkat,

bagaimanamemberikannya, siapa yang perlu dilibatkan, dan sebagainya. Dalam

penyusunanagenda pelayanan tersebut, keterlibatan masyarakat dan swasta menjadi suatu

kebutuhanyang tak terhindarkan, kalau kita mau menghasilkan Pemda yang berorientasi

padapenciptaan kesejahteraan serta kemakmuran rakyatnya. Hal ini sejalan

denganperingatan terkenal yang diberikan oleh Lord Acton bahwa “power tends of corrupt

andabsolute power will corrupt absolutely”.

Setelah berjalan selama lebih kurang lima tahun, terdapat begitu

banyakfenomena menarik dibidang pelayanan yang dilakukan Pemda dalam pelaksanaan

desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Pertama, kisah menyedihkan, dimana

banyak daerah yang belum mampu meningkatkan pelayanan publiknya pada

eradesentralisasi. Bahkan, banyak daerah yang pimpinannya sampai saat ini masih

Page 40: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

berurusan dengan pengadilan karena kasus-kasus korupsi dalam penyalahgunaan danadana

public yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan

kepadamasyarakat. Kedua, pada saat yang sama di daerah-daerah lain terdapat pula kisah

yangmenggembirakan, dimana terdapat kisah mengenai kerja keras para pemimpin

daerahdalam mengoptimalkan dana APBD yang terbatas untuk memberikan pelayanan

publiksecara optimal bagi masyarakatnya. Kedua kondisi yang bertentangan tersebut

menunjukkan bahwa terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi

pelaksanaandesentralisasi tersebut, namun salah satu yang kelihatannya paling penting

adalahpolitical will dari pemimpin daerah untuk menggunakan kewenangannya

bagipeningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Substansi dari pelaksanaan desentralisasi adalah pemberian kewenangan kepada

daerah untuk secara aktif mengupayakan peningkatan kesejahteraan bagi

masyarakatnyaberdasarkan aspirasi dan potensi lokal. Dengan demikian keberhasilan

suatu daerahdalam menjalankan otonomi daerah dapat dilihat dari indikator

sejauhmanakeberhasilan pemerintah daerah (bersama DPRD dan masyarakatnya)

dalammeningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai bentuk pelayanan

yangdiberikan bagi pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat seperti

pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengurangan angka kemiskinan, dan sebagainya

secaraberkesinambungan. Dalam kerangka inilah diperlukan political will dari Kepala

Daerahuntuk mengoptimalkan alokasi belanja publik pada kegiatan-kegiatan yang

secaralangsung terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya

secaraberkesinambungan yang disertai dengan peningkatan kapasitas pemerintahan daerah

(khususnya kelembagaan pemerintahan daerah) dalam memberikan pelayanan publicyang

berkualitas.

Kisah sedih mengenai pelayanan publik di era otonomi daerah kelihatannyamemang

menjadi suatu ironi. Hingga saat ini pelayanan publik yang berkualitas sebagaidampak dari

desentralisasi pemerintahan kelihatannya masih jauh dari harapan. Jangankan pelayanan

publik yang lebih cepat, lebih murah dan lebih baik (faster,cheaper, and better), standar

pelayanan publik yang ada saja seringkali tidak mampu dipertahankan keberadaannya.

Sebaliknya, di bidang pelayanan publik, biaya ekstra ataupungutan liar merupakan gambaran

sehari-hari yang umum terlihat pada kantor-kantorpelayanan masyarakat. Masyarakat dapat

melihat dengan kasat mata dan merasakanpraktik korupsi yang semakin marak dan meluas.

Lihat saja pada saat masyarakat

Page 41: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akte Kelahiran,

IzinMendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), sertifikat

tanah, dan sebagainya. Laporan dan pengaduan pun banyak mengalir dari masyarakat.

Melalui survei yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pembangunan Kebijakan dan

Masyarakat pada tahun 1999/2000, ditemukan bahwa terdapat 4 (empat) sektor pelayanan

publik yang memungut biaya tidak resmi yaitu sektor perumahan, industri dan

perdagangan,kependudukan dan pertanahan. Dalam sektor-sektor tersebut, antara 5 6–70

persen pegawainya dituding menerima suap oleh para responden yang merupakan

rekankerjanya sendiri. Namun sayangnya berbagai praktik korupsi yang dilakukan oleh

aparat pelayanan publik seringkali tidak ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi bagi oknum

pelakunya.

Kinerja pelayanan umum oleh birokrasi pemerintah daerah selama era

otonomidaerah yang masih banyak yang belum mengalami perubahan berarti juga dicatat

olehAmiruddin (2002). Pada penelitiannya di 9 (sembilan) kota di Indonesia, Amiruddin

(2002) mencatat beberapa sektor layanan publik yang bermasalah menurut

warga,diantaranya air minum yang belum layak untuk diminum, listrik masih sering

padam,pemasangan telepon baru butuh waktu yang lama dan biaya besar, kontainer yang

kurang sehingga sampah berserakan, pro sedur pembuatan KTP berbelit-belit

danbiayanya mahal, angkutan kota yang tidak layak dan tarifnya yang tidak

pasti,puskesmas yang belum optimal dan adanya diskriminasi di rumah sakit, biaya

sekolahyang mahal namun guru masih kurang banyak dan kurang berkualitas, dan

pedagangkaki lima yang menjamur dimana-mana. Kondisi rendahnya kinerja pelayanan

pemdatersebut tentu saja disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya karena

cakupanwilayah pelayanan yang sangat luas, banyaknya jenis pelayanan yang harus

disediakan,terbatasnya dana bagi penyediaan pelayanan umum, kurangnya supervisi

maupunketiadaan pedoman dari pemerintah, serta beragamnya kondisi sosial ekonomi,

budaya,pendidikan, dan sebagainya dari para pengguna pelayanan umum sendiri. Kondisi

demikian kemudian menyebabkan munculnya persepsi yang berbeda dari

penggunalayanan terhadap pelayanan yang diterimanya. YLKI (1999) sebelumnya telah

mencatatbeberapa hal yang menjadi kendala mengapa pelayanan umum yang baik

sulitdirealisasikan, yakni tidak adanya standar pelayanan, kondisi sosial budaya

masyarakat,rendahnya kesadaran konsumen layanan, peraturan pemerintah, dan

ketidaksiapanaparat pemerintah sebagai penyedia pelayanan umum menghadapi tuntutan

masyarakat.

Page 42: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Dalam konteks itu, kata kunci dari upaya untuk mengatasi kegagalan menuju

keberhasilan adalah inovasi dan atau perubahan. Hal ini sesuai dengan jargon, we have to

change, if we don’t change we die. Pemerintah daerah mesti memiliki kemampuanuntuk

melakukan inovasi dan perubahan guna menjalankan fungsinya secara lebih baik. Terkait

dengan itu, penggerak utama (driving force) dari inovasi dan perubahan tersebutadalah

kemauan politik (political will) dari kepala daerah sebagai mesin penggeraksistem kerja

birokrasi pemerintahan di daerah untuk melakukan upaya-upaya inovasidan perubahan

secara riil menuju kearah yang lebih baik. Kepala daerah yang memilikipolitical will akan

membuka ruang yang luas dan terbuka bagi dilakukannya inovasi danperubahan dalam

pengelolaan sumber daya pemerintahan dan pembangunan daerah sedemikian rupa untuk

menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel,transparan dan

bertanggungjawab, serta pelayanan masyarakat yang cepat, murah, baik, dan mampu

memenuhi kebutuhan riil masyarakat.

Inovasi bagi pemerintah daerah merupakan suatu keharusan

gunamengimplementasikan substansi desentralisasi, yaitu mengupayakan

peningkatankesejahteraan bagi masyarakatnya berdasarkan aspirasi dan potensi lokal

serta pengentasan kemiskinan secara berkesinambungan. Kisah menyenangkan

daripelaksanaan otonomi daerah justru diperolah dari penerapan inovasi dan

perubahanyang dilakukan pemerintahan daerah. Pengalaman inovasi pemerintahan yang

berhasildiantaranya dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh Prefektur Oita di Jepang

yangmelakukan inovasi program pembangunan daerah pada tahun 1979 melalui

gerakan OneVillage One Product (OVOP). Gerakan OVOP terbukti mampu mengubah Oita

yangsebelumnya terbelakang secara ekonomi menjadi sebuah daerah yang sukses

secaraekonomi (CCLAD, 2000). Untuk kasus Indonesia, telah banyak daerah yang

melakukaninovasi program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Misalnya,

KabupatenJembrana dalam peningkatan pelayanan publik dan perekonomian daerah,

Kabupaten Banjarnegara melalui Pembenahan Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Banjarnegara, Kabupaten Deliserdang melalui pembentukan LEPP-M3 sebagai

upayapemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, Kabupaten Gianyar melalui program

Gianyar Sejahtera (Tifa, 2004), maupun Kabupaten Sumba Timur melalui

pelatihanaparatur pemerintah desa (Apkasi, 2003 dalam Tifa, 2004).

Pengalaman menarik yang dapat dijadikan pelajaran penting untuk dikaji dalamkasus

inovasi pemerintahan daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Page 43: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

masyarakat (diantaranya melalui pelayanan) adalah Kabupaten Jembrana.

Pemerintahkabupaten Jembrana memiliki pengalaman dalam mendesain dan

melaksanakanprogram inovasi pemerintahan yang terbukti sukses sehingga mampu

meningkatkankesejahteraan masyarakatnya secara signifikan. Hasil studi yang

dilakukan PPKSDFISIP UI dan Yayasan TIFA (2004) menemukan bahwa dalam kurun

waktu 3-4 tahun,Kabupaten Jembrana dapat mengurangi persentase keluarga miskin sebesar

44% (Tahun2001 19,4% berkurang menjadi hanya 10,9% pada tahun 2003). Prestasi lainya

adalahkematian bayi per seribu lahir hidup pada tahun 2001 sebesar 15,25%

berkurangmenjadi 8,39% atau berkurang 45 %. Tingkat drop out (DO) siswa Sekolah

Dasar (SD)pada tahun 2001 mencapai 0,08% menjadi 0,02% pada tahun 2003 atau berkurang

75 %.

Hasil kajian di atas mencatat bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan

kabupaten Jembrana sukses dalam melakukan inovasi pemerintahan. Pada bidang

pendidikan, yang dilakukan oleh pemda Kabupaten Jembrana adalah membebaskansemua

SPP bagi seluruh sekolah negeri (SD, SLTP, SMU/SMK) serta pemberianbeasiswa

bagi siswa sekolah swasta. Sedangkan pada bidang kesehatan, pemda Kabupaten

Jembrana mengeluarkan Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) dalam bentuk asuransi yang

diperoleh bagi setiap warga yang memiliki KTP. Dengan demikian penduduk kabupaten

Jembrana bebas biaya obat dan dokter serta bebas biaya rumah sakit bagi warga miskin.

Sedangkan pada bidang ekonomi pemda memprogramkan dana talangan untuk menjaga

harga hasil panen serta dana bergulir bagi kelompok tani. Padahal APBD Jembrana hanya

Rp193,1 miliar pada tahun 2003 dengan PAD hanya Rp9,2 miliar. Bandingkan misalnya

dengan Kota Makassar yang mencapai Rp500 miliar ataupun daerah lain yang lebih besar

dari itu.

Daerah lain seperti Enrekang juga sudah mulai akan mengimplementasikanprogram

inovasi dalam hal pengentasan kemiskinan dengan merumuskan indikator lokal kemiskinan

dan pemasaran hasil pertanian (Corner Makassar dan Yayasan TIFA, 2005). Indikator lokal

kemiskinan adalah merupakan upaya pemda dalam menyusun data

untukkepentingan poverty targeting yang tidak bisa didapatkan dengan mengandalkan

data yang ada pada BPS dan BKKBN. Dengan adanya indikator lokal ini maka data orang

miskin menjadi lebih akurat serta dapat didesain program yang tepat

berdasarkankebutuhan dari masyarakat miskin. Sedangkan program inovasi yang

akandiimplentasikan Pemda Enrekang dalam bidang pertanian adalah penangangan

secaramapping dalam proses pertanian mulai dari input, permodalan dan output. Pada

Page 44: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

permodalan akan dibentuk lembaga penjamin untuk memberikan kemudahan dan

dukungan modal bagi petani serta dalam bidang penanganan hasil pertanian adanyabadan

pemasaran yang dilengkapi dengan terminal agro serta kendaraan angkut yangtentu sangat

membantu petani yang tersebar di wilayah Enrekang yang luas dantopografinya

didominasi pegunungan.

Kisah menyenangkan mengenai daerah yang bekerja keras untuk kemakmuran

rakyatnya mungkin juga banyak ditemukan di daerah-daerah lain. Hanya saja karena

keterbatasan informasi maka mungkin keberhasilan-keberhasilan tersebut tidak

banyakdiketahui publik. Namun yang terpenting adalah bahwa seharusnya daerah

berlombauntuk memikirkan dan melaksanakan program inovasi bagi kepentingan

kesejahteraanwarganya. Program inovasi yang telah diimplementasikan oleh berbagai

pemerintahdaerah diharapkan dapat menjadi inspirasi, pelajaran atau contoh bagi daerah

lain yangbelum menerapkannya. Pengalaman dari daerah-daerah yang telah

menerapkannya menunjukkan bahwa inovasi merupakan suatu proses yang dimulai

dengan keinginanuntuk menjadi lebih baik yang kemudian dilanjutkan dengan usaha

untukmewujudkanya dan membuatnya berjalan dengan baik. Inovasi sangat terkait

denganpenemuan di mana secara umum inovasi muncul dari sebuah proses trial and

error danbukan dari sebuah perencanaan yang besar. Pengalaman menunjukkan bahwa

dalam menyusun program inovasi faktor-faktor yang mejadi pertimbangan dasar

diantaranya adalah adanya komitmen kepala daerah dan aparat birokrasi, keterlibatan

semuastakeholder dalam masyarakat, komitmen untuk melakukan efisiensi di semua

sektordan pemilihan prioritas program yang akan dilakukan disesuaikan dengan kondisi

lokalwalaupun terdapan pula beberapa hal yang merupakan kondisi umum.

Kisah sukses lainnya di mana pemerintah daerah berhasil

dalammengembangkan pelayanan publik yang lebih baik telah mulai

mendapatkanpengakuan, bahkan pada level internasional. Dalam proyek The World Bank’s

MakingServices Work for the Poor (MSWP) pada tahun 20059, diidentifikasi 9 jenis

kasuspelayanan di daerah yang dikategorikan sangat inovatif dan berhasil. Semua kasus

inidinyatakan mempunyai dampak yang sangat positif terhadap perbaikan

pelayananpublik, dengan meliputi sedikitnya 500.000 penduduk miskin. Dalam

laporannya, pelayanan-pelayanan inovatif terjadi di bidang pendidikan, kesehatan,

tranparansianggaran serta kinerja pemerintah dan akuntabilitas.

9 Leisher & Nachuk, 2006

Page 45: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

Di bidang pendidikan, seperti di. Tanah Datar, di mana dilakukan reformasi

dibidang pendidikan dengan pemberian insentif kepada guru. Bentuknya adalah

denganpemberian kesempatan kepada 4 persen dari jumlah guru yang bekerja di daerah

serta 10 persen kepala sekolah untuk melakukan kunjungan ke luar negeri dengan

tujuan untuk menguasai metodologi pengajaran yang lebih baik. Selain itu jumlah sekolah

dan kelas dikurangi secara signifikan untuk mencapai rasio jumlah murid per kelas

yang proporsional. Daerah lain yang mencatatkan prestasi di bidang pendidikan

adalah Sulawesi Barat melalui proyek pendidikan CLCC (Creating Learning Communities

for Children) yang mendorong pengajaran aktif serta metode pembelajaran dan

kualitas guru yang lebih memadai. Proyek ini berhasil menciptakan metode pembelajaran

yang aktif dengan lebih melibatkan orang tua dan murid. Proyek ini telah

mengalami perluasan (scaling-up) mencapai 35% pada sekolah-sekolah negeri.

Di bidang pelayanan kesehatan, selain kasus Jembrana yang telah diungkap

sebelumnya, kasus di Pemalang menjadi salah satu best practice, di mana

pemerintahdaerah menyediakan voucher kepada ibu hamil dari kelompok masyarakat miskin

agar mendapatkan pelayanan bersalin. Selama proyek berlangsung, tercatat jumlah

pelayananbersalin meningkat dua kali lipat, dan luas wilayah pelayanan di tingkat desa-

desamencapai 95 persen. Sementara itu, proyek WSLIC-2 (Second Water and Sanitation for

Low-Income Communities Project) di Jawa Timur uga mendapat perhatian,

karenakeberhasilannya dalam meningkatkan akses warga terhadap air bersih 50 persen

dari seluruh target. Warga di bangun kesadarannya untuk memiliki perilaku yang sehat

danrasa memiliki terhadap sistem supply air

Dalam hal transparansi anggaran, kasus Bandung adalah contoh yang diangkat

dalam laporan ini. Dalam rangka pembangunan transparansi anggaran ini,

lembagaswadaya masyarakat BIGS (Bandung Institute of Goverance Studies) memegang

peranpenting dengan menyebarkan informasi anggaran pemerintah kota melalui

penerbitanbuku-buku, poster, majalah, dan melatih sekitar 100 orang termasuk

wartawan/jurnalis,politisi dan yang lainnya untuk dapat memanfaatkan informasi tersebut,

sekaligus membangun kesadaran warga mengenai pentingnya transparansi anggaran.

Beberapakota dan LSM di luar Bandung mulai meniru pola pemberdayaan seperti ini.

Selain itu, salah satu inovasi yang juga banyak dilakukan pemda dalam upaya

peningkatan pelayanan adalah dengan menerapkan pelayanan yang berbasis teknologi

(internet), yang sering dinamakan dengan e-government. Pelayanan berbasis e-

Page 46: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan

kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien. Pelayanan berbasise-

government pada saat ini diperlukan karena pada saat ini Indonesia tengah mengalami

perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem

kepemerintahan yang otoriter dan sentralistik menuju ke sistem kepemerintahan yang

demokratis, dan menerapkan perimbangan kewenangan pusat dan daerah otonom.

Perubahan yang tengah terjadi tersebut menuntut terbentuknya kepemerintahan yang

bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Sistem

manajemen pemerintah yang selama ini merupakan sistem hirarki kewenangan dan

komando sektoral yang mengerucut dan panjang, dirubah menjadi sistem manajemen

organisasi jaringan yang dapat memperpendek lini pengambilan keputusan serta

memperluas rentang kendali.

Penerapan e-government dapat menjadi jawaban dari tuntutan masyarakat

yangberbeda namun berkaitan erat terhadap Pemerintah daerah,

yaitu: Pertama, tuntutanmasyarakat terhadap pelayanan publik yang memenuhi kepentingan

masyarakat luas diseluruh wilayah Indonesia, dapat diandalkan dan terpercaya, serta

mudah dijangkausecara interaktif; dan kedua, tuntutan masyarakat agar aspirasi

mereka didengar,sehingga pemerintah harus memfasilitasi partisipasi dan dialog publik

dalam perumusankebijakan publik. Melalui pengembangan e-government, dilakukan

penataan sistemmanajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah daerah

otonom. Hal itudilakukan dengan cara: Pertama, mengoptimasikan pemanfaatan

kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi dan birokrasi;

dan Kedua,membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan

instansiinstansi pemerintah bekerja secara terpadu, untuk menyederhanakan akses ke

semuainformasi dan pelayanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah daerah.

Melalui pengembangan e-government, dilakukan penataan sistem manajemendan

proses kerja di lingkungan pemerintah daerah otonom dengan mengoptimasikanpemanfaatan

teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup dua aktivitas

yang saling berkaitan, yaitu: Pertama, pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem

manajemen dan proses kerja secara elektronis; dan Kedua,pemanfaatan kemajuan

teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secaramudah dan murah oleh

masyarakat di seluruh wilayah negara. Untuk melaksanakanmaksud tersebut,

pengembangan e-government diarahkan untuk mencapai empat tujuan,

Page 47: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

yaitu; Pertama, pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang

memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta

dapatterjangkau di seluruh wilayah setiap saat tanpa dibatasi oleh sekat waktu dan biaya

yangterjangkau oleh masyarakat; Kedua, pembentukan hubungan interaktif dengan dunia

usaha untuk meningkatkan perkem-bangan perekonomian nasional dan

memperkuatkemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan

internasional; Ketiga,pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-

lembaga negara dandaerah lain serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat

agar dapatberpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara; dan Keempat, pembentukan

sistemmanajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar

transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom.

Hingga saat ini telah banyak instansi pemerintah pusat dan pemerintah

daerahotonom yang berinisiatif mengembangkan pelayanan publik melalui

jaringankomunikasi dan informasi dalam bentuk situs web. Namun berdasarkan

hasilpengamatan yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, mayoritas

situs web Pemerintah Daerah Otonom masih berada pada tingkat pertama (persiapan) dan

hanya sebagian kecil yang telah mencapai tingkat dua (pematangan), sedangkan tingkat

tiga (pemantapan) dan empat (pemanfaatan) masih belum tercapai. Untuk itu maka agar

pelaksanaan kebijakan pengembangan e-government dapat dilaksanakansecara sistematik

dan terpadu, maka penyusunan kebijakan, peraturan dan perundangundangan, standarisasi,

dan panduan yang diperlukan harus konsisten dan saling mendukung. Perumusan yang

dibuat perlu mengacu pada kerangka yang utuh, serta diarahkan untuk memenuhi

kebutuhan pembentukan pelayanan publik, dan penguatanjaringan pengelolaan dan

pengolahan informasi yang handal dan tepercaya.

Referensi:

·                     Atep Adya Barata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia. Jakarta.

·           Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.PT.

Grasindo. Jakarta

·           Joshi, Anuradha and Mick Moore. 2003. Institutionalised Co-production:Unorthodox

Public Service Delivery in Challenging Environments. The Institute of Development

Studies. Brighton.

Page 48: Standar pelayanan publik daerah STIP WUNA

·         Kiser, Larry L. & Stephen L. Percy. 1980. The Concept of Coproduction and ItsImplication

for Public Service Delivery. Paper presented at the 1980 Annual Meetings of the

American Society for Public Administration, on April 13-16. Indiana University.

Bloomington.

·         Leisher, Susannah Hopkins & Stefan Nachuk. 2006. Making Services Work for the Poor:

A Syinthesis of Nine Case Studies from Indonesia. Available online

athttp://www.innovations.harvard.edu/

·         Lembaga Administrasi Negara. 2003. Penyusunan Standar Pelayanan Publik. LAN.

Jakarta.

·         Marschall, Melissa J. 2004. Citizen Participation and the Neighborhood Context:  A New

Look at the Coproduction of Local Public Goods. Political Research Quarterly. Academic

Research Library.

·         McLaverty, Peter. 2002. Public Participation and Innovations in

CommunityGovernance. Ashgate. England.

·         Osborne, David & Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government. Addison-Wesley

Publishing Company. Massachusetts.

·         Osborne, David & Peter Plastrik, 1996. Banishing Bureaucracy: The FiveStrategies

for Reinventing Government, Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts.

·         Ostrom, Elinor. 1996. Crossing the Great Divide: Coproduction, Synergy,

andDevelopment." World Development, Vol. 24, No. 6 (June 1996), 1073-87.

·         Salamon, Leister M. (1995) Partners in Public Service. Baltimore. The JohnHopkins

University Press.

·         Suwarno, Yogi. 2005. The Emergence of Public Participation in ContemporaryIndonesia:

Coproduction Role of Neighborhood Association in delivering Public Service. Master Thesis

at GSPA-ICU, Tokyo.

·         Zeithaml, Valerie A. et. al. 1990. Delivering Quality Service. The Free Press.  New

York