stabilitas obat
-
Upload
nadiah-loverst -
Category
Documents
-
view
43 -
download
5
Transcript of stabilitas obat
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke
dalam pelarut menghasilkan suatu larutan secara sederhana. Disolusi
merupakan proses dimana zat padat melarut secara prinsip dikendalikan oleh
afinitas antara zat padat dan pelarut.
Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan kemampuan
penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses
integrasi dan degadrasi. Sediaan merupakan sebagian dari faktor yang
mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan.
Bila suatu tablet sediaan obat lainnya dimasukkan ke dalam saluran
cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Jika
obat tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padatan juga mengalami
disintegrasi menjadi granul-granul dan granul yang lain emngalami
pemecahan menjadi partikel-partikel yang halus. Disintegrasi, deagregasi, dan
disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari
bentuk dimana oat tersebut diberikan.
Pengujian disolusi sangat bermanfaat karena merupakan faktor
pembatas dalam absorbsi obat. Pengujian disolusi digunakan untuk
membuktikan kesesuaian dengan spesifikasi kampendial dan dapat merupakan
persyaratan dalam registrasi obat. Disolusi digunakan pula selama
pengembangan produk dan pengujian stabilitas sebagai bagian dari spesifikasi
produk.
Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien
menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi
efek terapi aktif. Farmasi diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia
merupakan produk yang stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal
kedaluwarsa. Apoteker komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-
obatan, pemilihan wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat tersebut,
mengantisipasi interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan,
dan menginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu :
1. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat
2. Menentukan energi aktivasi dari reaksi penguraian suatu zat
3. Menentukan usia simpan suatu zat
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang
yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat sampai ke
pasien. Dimana laju reaksi atau kecepatan suatu reaksi diberikan sebagai ± dC/dt.
Artinya terjadi penambahan (+) atau pengurangan (-) kontraksi C dalam selang
waktu dt (Martin, 1993 : 725).
Konstanta laju reaksi K adalah konstanta laju. Laju berkurangnya masing-
masing komponen reaksi diberikan dalam bentuk jumlah mol equivalen masing-
masing komponen yang ikut sera dalam reaksi (Martin, 1993 : 726).
Waktu paruh adalah waktu yang dibutukan untuk setengah dari material
menghilang, istlah ini menunjukan waktu ketika A telah berkurang menjadi ½ a
(Martin, 1993 : 737).
Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat
meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau basa
peniadaan perubahan pH tersebut dikenal sebagai aksi dapar (Martin,1993 : 454).
Hidrolisis merupakan reaksi air dengan ester seperti etil asetat dan dengan
amida seperti pirokalnomida (Martin,1993 : 797).
Reduksi merupakan penambahan elektron pada molekul dan oksidasi
merupakan pelepasan elektron dari molekul. Oksidasi sering melibatkan radikal
bebas dan yang diikuti reaksi-reaksi berantai, dan dalam fase gas menyebabkan
ledakan (Martin, 1993 : 797).
Oksidasi merupakan reaksi pada anoda dimana terjadi pengurangan
elektron dari zat kimia dalam larutan dan elektron pergi ke arah luar (Martin, 2009
: 340).
Dekomposisi merupaka jenis reaksi kimia dimana senyawa dipacu menjadi
komponen yang lebih sederhana (Sinko, 2011;528).
a. Reaksi orde pertama
Dimana persamaannya ditulis sebagai (Martin, 1993 : 741) :
k = 2,303
tlog a
(a−x )
Simbol a biasanya digunakan untuk menggantikan co, x adalah
pengurangan konsentrasi dalam waktu t dan (a-x)=c.
Waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari
konsentrasi mula-mulai sebagaimana dihitung. Untuk reaksi order –
pertama (Martin, 1993 : 742) :
t ½ = 0,693
K
b. Reaksi orde kedua.
Laju reaksi molekuler yang terjadi bila dua molekul bertabrakan (Martin,
1993 : 743)
k =2,303t
log b(a−x )a(b−x )
konstanta laju k dalam reaksi orde-kedua dengan demikian mempunyai
dimensi liter/mol detik (Martin, 1993 : 744).
c. Reaksi orde nol.
Kecepatan kesuraman terlihat konstan dan tidak bergantung pada
konsentrasi zat warna yang digunakan. Konsentrasi awal yang diberi
simbol Ao biasa ditulis sebagai a dan kosentrasi sisa pada waktu t sebagai
c (Martin, 1993 : 737).
At=Ao−Kot atauk= Ao−Att
Waktu paruh orde nol yakni waktu dimana a berkurang menjadi ½ a
(Martin, 1993 : 737).
t ½ = 1/2∆ o
Ko
02 (2), 07, 15, 16, 30, 19, 20,21, 11
Orde reaksi adalah pangkat dari tiap konsentrasi reaksi. Dari hukum aksi
massa, suatu garis lurus didapat bila laju reaksi diplot sebagai fungsi dari
konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu (Martin, 1993 : 726).
Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode yaitu (Martin,
1993 : 745 ) :
a. Metode subtitusi
Data yang terkumpul dari hari-hari pengamatan jalannya suatu reaksi
disubtitusikan dalam bentuk integral dari persamaan berbagai reaksi jika
persaman itu menghasilkan haega K yang tetap konstan dalam batas-batas
variasi percobaan. Makan reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde
reaksi tersebut.
b. Metode grafik
Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde
reaksi tersebut. Jika konsentrasi di plat terhadap dan di dapatkan garis
lurus. Reaksi adalah orde nol, reaksi dikatakan orde pertama jika log (a-x)
terhadap menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama
konsentrasi mula-mulanya reaksi adalah orde ke tiga.
c. Metode Waktu paruh
Dalam orde reaksi nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal
tersebut diperlihatkan pada table. Waktu paruh reaksi orde pertama tidak
berbanding pada a, waktu paruh reaksiorde ke tiga dimana a = b = c
sebanding dengan 1/a2. Umumnya hubungan antara diatas memperlihatkan
bahwa waktu paruh suatu reaksi dengan konsentrasi dengan konsentrasi
seluruh reaksi sama t ½ = ∝ 1an−1 .
Banyak reaksi tidak dapat dinyatakan secara sederhana dengan persamaan
orde-nol, -pertama, -kedua, dan –ketiga. Reaksi tersebut melibatkan lebih dari satu
langka/reaksi elementer dan hal ini dikenal dengan reaksi kompleks. Proses ini
meliputi reaksi reversible, paralel, dan berurutan (Martin, 1993 : 747) :
K1
- Reaksi reversible = A + B C + D K2
Reaksi reversible yang paling sederhana adalah reaksi dengan tahap reaksi
ke kanan dan kekiri merupakan proses orde-pertama (Martin, 1993 : 747).
K1
- Reaksi pararel atau seri A BK2 t
Reaksi paralel merupakan reaksi yang paling sering dijumpai dalam sistem
obat-obatan, berhubungan dengan senyawa organik (Martin, 1993 : 751).
K1 K2
- Reaksi berseri atau berurutan = A B C
Merupakan reaksi umum radioaktif (Martin, 1993 : 754).
Faktor yang mempengaruhi laju reaksi :
a. Temperature (Martin, 1993 : 766).
Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira dua atau tiga kalinya tiap
kenaikan 10oC. pengaru temperature terhadap laju ini diberikan dengan
persamaan yang pertama kali dikemukakan oleh Arrhenius, K = Ae -cc/R
atau log K = log A – EA
2,303. 1Rt Dimana laju reaksi spesifik, a adalah
konstanta yang disebut factor frekuensi, EA adalah energy aktivasi, R
adalah konstanta gas, 1,987 kal/derajat mol dan t adalah suhu absolute.
b. Kekuatan ion ( Martin,1993 : 766).
Dalam suatu reaksi antar ion, reakstan A dan b mempunyai muatan Zn dan
Zb dan kompleks teraktivasi (A….B)+(ZA + ZB). Produk.
c. Konstanta dialetrik (Martin,1993 : 779)
Efek konstanta dialetrik terhadap konstanta laju reaksi yang
dieletroplaskan sampai pengenceran tidak terbatas, yang pengaruh
kekuatannya adalah mol, sering merupakan informasi yang diperukan
dalam pengembangan pembuatan obat baru.
d. Katalis asam-basa spesifik (Martin,1993 : 783).
Larutkan sejumlah obat mengalami percepatan penguraian pada
penambahan asam atau basa jika larutan obat di dapar, pengujian tidak
akan dipengauhi oleh perubahan konsentrasi asam atau basa yang berarti,
sehingga reaksi diperkirakan dikatalis oleh ion hidrogen atau hidroksil.
e. Katalis asam-basa umum (Martin,1993 : 783).
Dalam kebanyakan sistem yang penting untuk farmasi, dapat digunakan
untuk mempertahankan pH pada larutan tertentu.
Reaksi penguraian yang terjadi pada obat dapat digolongkan hidrolisis
reaks air dengan ester seperti etil asetat dan dengan amida seperti perokamida
dikenal sebagai hidrolisis, akan tetapi reaksi antara air dan ion-ion garam dari
asam lemah dan basa lemah juga disebut hidrolisis ionic. Contoh hidrolisis pada
aspirin, dimana ditemukan oleh edwan merupakan orde pertama dan diketahui
oleh ion hidrogen dan apisin sangat mudah terhidrolisis diatas pH 10 (Martin,
1993; 795).
Cara mengatasi reaksi penguraian ( Martin, 1993 : 797) :
(1) Dengan menyesuaikan pH larutan/ jenisdapar pada harga dimana tetapan
reaksinya kecil.
a. Dengan metode kompleks sehingga laju reaksinya turun.
b. Dengan menekan kelarutan obat sehingga konsentrasi obat yang
terdapat pada hidrolisis turun.
c. Menghilangkan air dari sirup.
d. Stabilitas misel denga surfaktan.
(2) Deglarasi reduksi merupakan percobaan electron oksidasi yang memiliki
radikal bebas difusi reaksi-reaksi berantai.
Pada masa lalu banyak perusaan farmasi mengadakan evolusi mengenai
kestabilan sediaan farmasi denga pengamatan selama 1 tahun atau lebih. Sesuai
dengan waktu yang diperlukan dalam penggunaan metode spesifik itu memakan
waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat dalam temperature tinggi
juga banyak dilakukan oleh banyak perusaan, tetapi kriterianya sering merupakan
kriteria buatan yang tidak didasarkan dalam prinsip-prinsip dasar kinetik (Martin,
1993 : 811).
Metode ini dipercepar untuk produk-produk farmasi yang didalamnya
didasarkan pada prinsip-prinsip kinetika kimia dilanjutkan oleh Garset dan
Casper. Menurut klinik ini K untuk penguraian obat dengan larutan pada berbagai
temperature yang dinaikkan diperoleh dengan mempiat fungsi konstanta terhadap
waktu (Martin, 1993 : 812).
Metode pengujian yang didasarkan pada hukum Arrhenius hanya berlaku
jika penguraian fenomena ternal dengan energy aktivasi sekitar 10-35 kkal/mol.
Jika penguraian karena membeku, kontaminasi oleh mikroorganisme, guncangan
yang terlalu kuat selama pengangkatan, dan kurang berguna untuk memperkirakan
umur produk (Martin, 1993 : 816).
Kenaikan temperatur juga tidak dapat digunakan untuk produk yang
mengandung bahan pensuspensi seperti metilselulosa yang menggumpal pada
pemanasan, protein yang mungkin didenaturasi, salep dan suppositoria yang
meleleh pada kondisi temperatur yang sedikit dinaikkan (Martin, 1993 : 816).
BAB 3 METODE KERJA
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah labu ukur
50 mL, labu ukur 10 mL, vial, pipet skala 5 mL, oven,
spektofotometer, kuvet, botol semprot, dan pipet tetes.
3.1.2 Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sirup
paracetamol, air, dan larutan NaOH 0,1 N.
3.2 Cara kerja
1. Disiapkan sebanyak 21 vial.
2. Dimasukkan 5 mL sirup paracetamol ke dalam masing-masing vial.
3. Kemudian vial-vial tersebut dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40
°C, 50 °C, dan 60 °C. Setiap suhu dimasukkan 7 vial.
4. Pada setiap 0, 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit diambil 1 vial.
5. Setiap 1 vial dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan kedalam labu
ukur 10 mL.
6. Kemudian dimasukkan larutan NaOH 0,1 N ke dalam labu ukur hingga
batas standar dan dihomogenkan.
7. Kemudian dipipet 1 mL larutan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL
dan ditambahkan air suling hingga batas standar.
8. Diukur serapannya dan dihitung bobot zat dalam mg dalam sirup.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Diketahui kurva baku PCT
a=0,007
b=0,062
r=0,999
Absorban sirup Paracetamol
Waktu
(menit)
Absorban
25 °C 40 °C 50 °C 60 °C
0 0,425 0,934 0,682 0,410
30 0,425 0,890 0,454 0,359
60 0,425 0,740 0,374 0,298
90 0,425 0,499 0,345 0,296
120 0,425 0,458 0,318 0,256
150 0,425 0,437 0,313 0,248
180 0,425 0,432 0,224 0,012
Konsentrasi sirup paracetamol
Menit ke Konsentrasi (ppm)
40o 50oC 60oC
0 74.758 54.435 32.500
30 71.209 36.048 28.387
60 59.112 29.596 23.467
90 39.677 27.258 23.306
Ppm Absorban
4 0,260
5 0,317
7 0,446
9 0,571
11 0,697
13 0,820
120 36.370 25.080 20.080
150 34.677 24.677 19.435
180 34.274 17.500 403
Perhitungan konsentrasi sirup paracetamol
1. Pada menit 0 suhu 40 oC
x = y−a
b×5000
= 0,934 – 0,007
0,062×5000
= 74.758 ppm
2. Pada menit 30 suhu 40 oC
x = y−a
b×5000
= 0,890 – 0,007
0,062×5000
= 71.209 ppm
3. Pada menit 60 suhu 40 oC
x = y−a
b×5000
= 0,749 – 0,007
0,062×5000
= 59.838 ppm
4. Pada menit 90 suhu 40 oC
x = y−a
b×5000
= 0,499 – 0,007
0,062×5000
= 39.677 ppm
5. Pada menit 120 suhu 40 oC
x = y−a
b×5000
= 0,458 – 0,007
0,062×5000
= 36.370 ppm
6. Pada menit 150 suhu 40 oC
x = y−a
b×5000
= 0,437 –0,007
0,062×5000
= 34.677 ppm
7. Pada menit 180 suhu 40 oC
x = y−a
b×5000
= 0,423 – 0,007
0,062×5000
= 34.274 ppm
8. Pada menit 0 suhu 50 oC
x = y−a
b×5000
= 0,682 – 0,007
0,062× 5000
= 54.435 ppm
9. Pada menit 30 suhu 50 oC
x = y−a
b×5000
= 0,454 –0,007
0,062×5000
= 36.048 ppm
10. Pada menit 60 suhu 50 oC
x = y−a
b×5000
= 0,374 –0,007
0,062×5000
= 29.596 ppm
11. Pada menit 90 suhu 50 oC
x = y−a
b×5000
= 0,345 – 0,007
0,062×5000
= 27.258 ppm
12. Pada menit 120 suhu 50 oC
x = y−a
b×5000
= 0,318 – 0,007
0,062×5000
= 25.080 ppm
13. Pada menit 150 suhu 50 oC
x = y−a
b×5000
= 0,313 – 0,007
0,062×5000
= 24.677 ppm
14. Pada menit 180 suhu 50 oC
x = y−a
b×5000
= 0,224 –0,007
0,062×5000
= 17.500 ppm
15. Pada menit 0 suhu 60 oC
x = y−a
b×5000
= 0,410 – 0,007
0,062
= 32.500 ppm
16. Pada menit 30 suhu 60 oC
x = y−a
b×5000
= 0,359 – 0,007
0,062×5000
= 28.387 ppm
17. Pada menit 60 suhu 60 oC
x = y−a
b×5000
= 0,298 – 0,007
0,062×5000
= 23.467 ppm
18. Pada menit 90 suhu 60 oC
x = y−a
b×5000
= 0,296 – 0,007
0,062×5000
= 23.306 ppm
19. Pada menit 120 suhu 60 o C
x = y−a
b×5000
= 0,256 – 0,007
0,062×5000
¿20.080 ppm
20. Pada menit 150 suhu 60 oC
x = y−a
b×5000
= 0,248 – 0,007
0,062×5000
= 19.435 ppm
21. Pada menit 180 suhu 60 oC
x = y−a
b×5000
= 0,012 – 0,007
0,062× 5000
= 403 ppm
Pada Suhu 40 oC
Waktu (menit) C 1/C Log C
0 74.758 1,337 x 10-5 4,873
30 71.209 1,404 x 10-5 4,852
60 59.112 1,691 x 10-5 4,771
90 39.677 2,520 x 10-5 4,598
120 36.370 2,749 x 10-5 4,560
150 34.677 2,883 x 10-5 4,540
180 34.274 2,917 x 10-5 4,534
Penentuan orde reaksi suhu 40oC
Orde 0 dengan meregresikan waktu dengan konsentrasi (C)
a = 147693,54
b = -22635,16
r = -0,9658656264
Orde 1 dengan meregresikan waktu dengan log C
a = 5,530708675
b = -0,1974789167
r = -0,9675028929
Orde 2 dengan meregresikan waktu dengan 1/C
a = -1,914199413 x 10-5
b = 9,054477343 x 10-6
r = 0,96672
Berdasarkan orde reaksi yang diperoleh, yang mendekati ± 1 adalah orde 1.
Pada Suhu 50oC
Waktu (menit) C 1/C Log C
0 54.435 1,837x 10-5 4,735
30 36.048 2,774 x 10-5 4,556
60 29.596 3,378 x 10-5 4,471
90 27.258 3,668 x 10-5 4,435
120 25.080 3,987 x 10-5 4,399
150 24.677 4,052 x 10-5 4,392
180 17.500 5,714 x 10-5 4,243
Penentuan orde reaksi suhu 50oC
Orde 0 dengan meregresikan waktu dengan konsentrasi (C)
a = 66273,88
b = -8800,13
r = -0,952
Orde 1 dengan meregresikan waktu dengan log C
a = 5,05757314
b = 0,1426434713
r = -0,911394578
Orde 2 dengan meregresikan waktu dengan 1/C
a = -1,825966688 x 10-5
b = 1,279487249 x 10-5
r = 0,8555
Berdasarkan orde reaksi yang diperoleh, yang mendekati ± 1 adalah orde 0.
Pada Suhu 60 oC
Waktu (menit) 60oC 1/C Log C
0 32.500 3,076 x 10-5 4,511
30 28.387 3,522 x 10-5 4,453
60 23.467 4,261 x 10-5 4,370
90 23.306 4,290 x 10-5 4,367
120 20.080 4,980 x 10-5 4,302
150 19.435 5,145 x 10-5 4,288
180 403 2,481 x 10-3 2,605
Penentuan orde reaksi suhu 60 oC
Orde 0 dengan meregresikan waktu dengan konsentrasi (C)
a = 69328,60
b = -11149,8
r = -0,7591306625
Orde 1 dengan meregresikan waktu dengan log C
a = 6,890951655
b = 0,6284901883
r = -0,5806379715
Orde 2 dengan meregresikan waktu dengan 1/C
a = -3,051272795 x 10-3
b = 7,785250767 x 10-4
r = 0,5188168656
Berdasarkan orde reaksi yang diperoleh, yang mendekati ± 1 adalah orde 0.
Penentuan Orde Reaksi
OrdeKoefisien Kolerasi
40° 50° 60°
a 5,530708675 66273,88 69328,60
b -0,1974789167 -8800,13 -11149,8
r -0,9675028929 -0,952 -0,7591306625
Penentuan Nilai K
Suhu (°C) b K
40 -0,1974789167 0,45481754
50 -8800,13 8800,13
60 -11149,8 11149,8
Orde 0 = k = -b
Orde 1 = k = -b x 2,303
Orde 2 = k = -b
Perhitungan :
Untuk suhu 40 °C pada orde 1
Untuk suhu 40 °C = k = -b x 2,303
Untuk suhu 40 °C = k = 0,45481754
Untuk suhu 50 °C pada orde 0
Untuk suhu 50 °C = k = -b
Untuk suhu 50 °C = k = 8800,13
Untuk suhu 60 °C pada orde 0
Untuk suhu 60 °C = k = -b
Untuk suhu 60 °C = k = 11149,8
Penentuan Nilai K pada suhu 25° dan Usia Simpan
Suhu (°C) Suhu (°K) 1/T (x) K Log K
40 313 3,19 x 10-3 0,45481754 -0,3421627951
50 323 3,09 x 10-3 8800,13 3,944489088
60 333 3,003 x 10-3 11149,8 4,047267077
25 298 3,355 x 10-3 0,5652571046 -0,2477539704
Diketahui :
a=−424,1694152
b=−73,84619089
r=−0 , 8908219582
Persamaan Arrhenius
Log k = log A - ( EaR
. 1T )
y = a + b x 1T
y = -424,1694152 + (-73,84619089) x 0,003355
= -0,2477539704
T1/2 = 1
Co. K
= 1
24000 x−0,2477539704
= 13566,17051 jam
T90 = 19 x
CoK
= 19 x
24000−0,2477539704
= 196 hari
4.2 Pengamatan
Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan
sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan (shelf-life). Sediaan obat
yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat
diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan
karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.
Pada percobaan ini kita akan bertujuan untuk menerangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kestabilan suatu zat, menentukan energi aktivitasi dari
reaksi penguraian suatu zat, dan menentukan usia simpan suatu zat.
Pada percobaan ini Disiapkan alat dan bahan. Disiapkan beberapa vial
untuk setiap menit. Disiapkan oven pada suhu 40°C, 50°C dan 60°C.
Dimasukkan setiap vial dengan 5 mL sirup parasetamol. Dimasukkan vial
yang telah diisikan sirup parasetamol ke dalam oven. Setelah itu, pada menit
ke 0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 diambil setiap 1 vial. Diencerkan sirup
parasetamol 1 mL dengan NaOH hingga batas 10 mL. Kemudian diambil 1
mL yang telah diencerkan di masukkan ke dalam gelas ukur 50 mL dan
ditambahkan aquadest hingga batas tanda. Setelah itu diambil 1 mL dari
larutan yang telah diencerkan dan dimasukkan kedalam gelas ukur 10 mL dan
diencerkan kembali dengan aquadest hingga batas tanda. Diukur kadar sirup
parasetamol dengan alat spektrofotometer.
Adapun hasil yang didapatkan pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C pada nilai
waktu usia simpan pada sirup parasetamol selama 196 hari. Yang diketahui
dari suhu 25 °C.
Adapun faktor kesalahan pada percobaan ini adalah kurang teliti dalam
melakukan percobaan hingga hasil yang di dapatkan tidak sesuai dengan hasil
sebenarnya.
Dalam bidang farmasi aplikasi stabilitas obat untuk kestabilan suatu zat
merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu
sediaan farmasi.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun hasil yang didapatkan pada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C pada nilai
waktu usia simpan pada sirup parasetamol selama 196 hari.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih dulu mempersiapkan alat dan membersihkan
alat yang ingin di gunakan begitupun dengan cara menimbag sampel kita
harus teliti dalam menimbang bahan agar hasil yang kita dapatkan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Martin, A., 2009 ,Farmasi Fisika jilid I, Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Martin, A., 1993 ,Farmasi Fisika jilid II, Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Sinko, P., J., 2011, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi 5, Buku Kedokteran EGC: Jakarta