stabilitas obat
description
Transcript of stabilitas obat
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik, memformulasi,mengidentifikasi, mengobinasi, menganalisis serta
menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta
pendistribusian dan penggunaannya secara aman.
Farmasi mempelajari sifat fisika dan kimia suatu sediaan obat.
Menganalisis sifat fisika dari sediaan obat dapat dilakukan dalam beberapa
cara, diantaranya yaitu stabilitas obat, rheologi, mikromeritik, dan
stabilitas obat. Dalam bidang farmasi obat masih dapat diterima apabila
sebagian obat mengalami peruraian sampai batas tertentu, yaitu suatu
kadar obat masih berada dalam kadar yang telah ditentukan dalam
farmakope Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengetahui kestabilan suatu
obat dapat di uji menggunakan metode stabilitas obat (Martin, 2008).
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu
obat atau sediaan farmasi biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar
dan memerlukan waktu yang lama sampai sediaan obat tersebut bisa
digunakan. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut
bersifat toksik sehingga dapat membahayakan. Maka perlu diketahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga
dapat diketahui kondisi dimana kestabilan suatu obat.
Penjelasan diatas menjelaskan kepada kita betapa pentingnya kita
mengetahui keadaan yang bagaiman suatu obat tersebut aman dan dapat
bertahan lama. Sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama tanpa menunjukkan perubahan apapun.
Percobaan ini dilakukan dalam salah satu percobaan pada paraktikum
farmasi fisika, yaitu dengan tujuan dapat menetapkan kestabilan
28
amoksisilin pada berbagai pH dan suhu berdasarkan konstanta kecepatan
reaksinya. sehingga setelah melakukan percobaan stabilitas obat, praktikan
dapat mengetahui dan memahami cara penentuan kestabilan obat.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan yaitu untuk mengetahui dan memahami
cara penentuan kestabilan obat pada berbagai pH dan suhu.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan yaitu, menetapkan kestabilan amoksisilin
pada berbagai pH yaitu pH 4,0 ; 5,0 ; 6,0 dan pada berbagai suhu yaitu
400C, 500C dan 600C.
I.3 Prinsip percobaan
Prinsip percobaan ini yaitu didasarkan pada penentuan stabilitas
amoksisilin pada berbagai pH dan suhu berdasarkan konstanta kecepatan
reaksinya diperoleh dari grafik waktu terhadap konsentrasi dimana
konsentrasi amoksisilin ditetapkan dengan metode iodometri.
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori
Umunya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan
cara kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga
praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting
diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat dengan cara kinetika
kimia adalah:
1. Kecepatan reaksi
2. Farktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
3. Tingkat reaksi dengan cara penentuannya
Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup
masalah kadar obat yang berkhasiat. Batas kadar obat yang masih bersisa
90% tidak dapat lagi disebut sub standar waktu diperlukan hingga tinggal
90% disebut umur obat ( Martin, 2008)
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana
reaksi penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan
asam (H+) atau basa (OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat
mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari
reaksi. (Ansel, 1989)
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan
dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting
mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan
juga memerlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan pasien yang
membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama
dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat
tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien.
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan trsendiri dengan
bahan–bahan dari formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk
28
menentukan suatu stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya
sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan. (Ansel, 1989)
Untuk obat-obat tertentu seperti bentuk kristal atau polimorf
mungkin lebih stabil dari pada lainnya, hal ini penting supaya obat
dipastikan murni sebelum digunakan pada percobaan uji stabilitasnya dan
suatu ketidakmurnian mungkin merupakan katalisator pada kerusakan obat
atau mungkin menjadikan dirinya tidak akan stabil dalam mengubah
penampilan fisik bahan obat. (Parrot, 1968)
Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri
dengan bahan – bahan dari formulasi yang merupakan kriteria paling
penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia dan farmasi serta
mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk
sediaan. (Ansel, 1989)
Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test
stabilitas dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu
yang tinggi. Kestabilan suatu obat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain panas, cahaya, oksigen, kelembaban, pengaruh pH dan
mikroorganisme. Kestabilan suatu obat dapat dipercepat dengan
meningkatkan suhunya. Dengan demikian batas waktu kadaluarsa dari
suatu obat dapat diketahui dengan tepat. (Suryono, 2004)
II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Amoxilin (FI IV: 95)
Nama Resmi : Amoxilinum
Nama Lain : Amoksisilin , Amoxilini
BM/RM : 419,45/ C16H19N3O5S
Rumus Struktrur : -
Pemerian : Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut
dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan
dalam kloroform.
28
Khasiat : Infeksi saluran nafas, infeksi kulit dan jaringan
lunak, infeksi saluran nafas, infeksi saluran
genital
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar
terkendali
II.2.2 Iodium (Dirjen POM,1979)
Nama resmi : Iodum
Sinonim : Iodium
RM/BM : I2 / 166,0
Rumus struktur : I I
Pemerian : Hablur heksahedral, transparan atau tidak
berwarna, opak dan putih, atau serbuk butiran
putih. Higroskopik
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lanih mudah larut
dalam air mendidih, larut dalam etanol 95 % P,
mudah larut dalam gliserol P.
Khasiat : Antijamur
Kegunaan : Sebagai reduktor yang melepaskan I2
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.2.3 Natrium Tiosulfat (Dirjen POM,1979)
Nama resmi : Natrii Thiosulfas
Sinonim : Natrium tisulfat
RM/BM : Na2S2O3/248,17
Rumus struktur :
Pemerian : Hablur besar tidak berwarna dan serbuk kasar.
Dalam udara lembab meleleh basah, dalam
hampa udara pada suhu diatas 330 merapuh
28
Kelarutan : Larut dalam 0,5 bagian air, praktis tidak larut
dalam etanol (95%).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai larutan baku.
II.2.4 Amilum (Dirjen POM,1979).
Nama Resmi : Amylum Oryzae
Sinonim : Pati Beras
RM/BM : C12H20O10/324
Rumus struktur :
Pemerian : Serbuk sangat halus, putih, tidak berbau, tidak
berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam
etanol (95%).
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik, ditempat yang sejuk
dan kering.
Kegunaan : Sebagai indikator.
II.2.5 Natrium hidroksida (FI III: 412)
Nama resmi : Natrii hydroxydum
Nama lain : Natrium hidroksida
RM/BM : NaOH/40,00
Rumus struktur : Na – O – H
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,
kering, rapuh dan mudah meleleh basah. Sangat
alkalis dan korosif. Segera menyerap CO2
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai larutan baku.
28
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
1. Batang pengaduk
2. Buret 25 ml (Pyrex)
3. Corong
4. Gelas ukur (Pyrex)
5. Labu erlenmeyer 200 ml (Pyrex)
6. Labu takar 100 ml
7. Waterbath (Memmert)
8. Pipet volume 1 ml (Pyrex)
9. Sendok tanduk
10. Statif dan klem
11. Termometer (Pyrex)
12. Timbangan kasar (Citizen)
III.1.2 Bahan
1. Alumunium foil
2. Amoksisilin
3. Kertas timbang
4. Larutan dapar pH 4,0
5. Larutan dapar pH 5,0
6. Larutan dapar pH 6,0
7. Larutan I2 0,01 N
8. Larutan Na2S2O3 0,1 N
9. Larutan HCl 0,1 N
10. Larutan NaOH 0,1 N
11. Larutan kanji 0,5 %
12. Tissue roll
28
III.2. Cara kerja
III.2.1 Pengaruh pH
1. Ditimbang amoksisilin 100 mg pada timbangan kasar sebanyak
tiga kali. Masing-masing dimasukkan pada larutan dapar pH
4,0 ; 5,0 dan 6,0.
2. Dicukupkan sampai 100 ml dalam labu takar 100 ml.
3. Panaskan hingga suhu 500C pada waterbath.
4. Jika sudah tercapai suhu 500C masing-masing pH dipipet 1 ml
sebanyak 2 kali (menit 0).
5. Pada masing-masing pH, 1 ml pertama dimasukkan dalam
erlenmeyer, ditambah dengan NaOH 0,1 N. Kemudian
ditambah dapar pH 4,0 kemudian didiamkan selama 5 menit.
6. Ditambah lagi dengan 1 ml HCL 0,1 N.
7. Ditambah dengan I2 0,01 N, homogenkan didiamkan selama 10
menit ditempat gelap sampai berwarna kuning buram.
8. Ditambah dengan indikator kanji sebanyak 3 tetes.
9. Dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna dari biru menjadi tak berwarna.
10. Volume yang diperoleh sebagai V1.
11. Untuk 1 ml kedua ditambah dengan dapar pH 4,0 sebanyak 4
ml. Diamkan selama 5 menit, kemudian ditambah dengan I2 10
ml.
12. Diamkan selama 10 menit ditempat gelap, kemudian ditambah
dengan indikator kanji sebanyak 3 tetes.
13. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N.
14. Volume yang diperoleh sebagai V2.
15. Perlakuan ini dilakukan kembali pada menit ke 0,10,20 dan
menit ke 30.
16. Dihitung kadar masing-masing dengan rumus;
K=(V 2−V 1 ) x N x BE
Bs
28
17. Dihitung waktu paruhnya. Waktu paruh terbesar berarti
stabilitas obatnya baik pada pH tersebut.
18. Dibuat grafik hubungan y = a + bx
III.2.2 Pengaruh suhu
1. Ditimbang amoksisilin sebanyak 100 mg kemudian dilarutkan
dalam dapar pH 8,0. Dicukupkan sampai 100 ml.
2. Dipipet dari situ kedalam erlenmeyer sebanyak 30 ml tiga kali.
3. Dipanaskan pada suhu 400C , 500C dan 600C.
4. Setelah suhu tercapai dipipet 1 ml sebanyak 2 kali dalam
erlenmeyer (sebagai menit ke nol).
5. 1 ml pertama ditambah dengan NaOH 0,1 N 1 ml, kemudian 4
ml dapar pH 4,0 dan didiamkan selama 5 menit
6. Ditamabah dengan HCl 0,1 N dan 10 ml I2 dan didiamkan
ditempat gelap selama 10 menit.
7. Kemudian ditambah dengan indikator kanji sebanyak 3 tetes,
dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai terjadi perubahan warna
dari biru menjadi tak berwarna. Volume yang diperoleh sebagai
V1.
8. Untuk 1 ml kedua ditambah dapar pH 4,0 lalu diamkan selama
lima menit. Tambahkan lagi dengan I2 sebanayak 10 ml lalu
diamkan ditempat gelap selama 10 menit.
9. Ditambahkan indikator kanji lalu dititrasi dengan Na2S2O3 0,1
N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tak
berwarna. Volume titrasi dihitung sebagai V2.
10. Dihitung kadar dengan rumus :
K=(V 2−V 1 ) x N x BE
Bs
11. Dibuat grafik persamaan y = a + bx
12. Perlakuan ini diulang pada menit ke 0,10,20,dan menit ke 30.
13. Ditentukan waktu paruhnya. Waktu paruh terbesar berarti suhu
itu paling stabil.
28
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1.1 Pengaruh pH
Waktu
(menit)
pH 4,0 pH 5,0 pH 6,0
V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml)
0° 0,8 0,9 1,0 1,1 0,4 2,6
10° 0,9 1,1 0,9 1,0 0,5 0,75
20° 1,2 2,1 1,0 1,1 0,8 0,9
30° 0,7 1,2 1,1 1,2 0,9 1,2
IV.1.1 Pengaruh pH
Waktu
(menit)
40° C 50° C 60° C
V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml) V1 (ml) V2 (ml)
0° 0,9 0,9 0,9 1 1,1 1,4
10° 0,7 1,1 0,5 0,6 0,8 1,2
20° 1,0 1,2 0,8 0,9 0,6 1,0
30° 0,7 0,8 0,4 0,5 0,7 0,9
IV.2 Perhitungan
Pengaruh pH
1) pH 4,0
o Menit ke 0°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (0,9−0,8 ) x 0,1x 52,43
100mg
28
=0,1x 5,243
100mg
= 0,0052
o Menit ke 10°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,1−0,9 ) x0,1 x52,43
100mg
=0,2x 5,243
100mg
= 0,010
o Menit ke 20°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (2,1−1,2 ) x0,1 x52,43
100mg
=0,9 x5,243
100 g
= 0,047
o Menit ke 30°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,2−0,7 ) x 0,1x 52,43
100 g
=0,5 x5,243
100mg
= 0,026
2) pH 5,0
o Menit ke 0°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,1−1,0 ) x0,1 x52,43
100mg
28
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
o Menit ke 10°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,0−0,9 ) x 0,1x 52,43
100mg
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
o Menit ke 20°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,1−1,0 ) x0,1 x52,43
100mg
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
o Menit ke 30°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,2−1,1 ) x 0,1 x52,43
100mg
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
2) pH 6,0
o Menit ke 0°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (2,6−0,4 ) x0,1 x52,43
100mg
28
=2,2x 5,243
100mg
= 0,115
o Menit ke 10°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (0,75−0,5 ) x 0,1x 52,43
100mg
=0,25 x5,243
100mg
= 0,013
o Menit ke 20°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (0,9−0,8 ) x 0,1x 52,43
100mg
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
o Menit ke 30°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,2−0,9 ) x0,1 x52,43
100mg
=0,3 x5,243
100mg
= 0,015
Regresi Linear:
1. pH 4,0
X Y X Y x2 y2 xy
0 0,005 -15 -0,017 225 0,0002 0,255
10 0,010 -5 -0,012 25 0,0001 0,06
28
20 0,047 5 -0,025 25 0,0006 0,125
30 0,026 15 -0,004 225 0,00001 0,06
∑X 60 0,088 500 0,5
mean 15 0,022
T = 0’
y = a + bx
= 0,035 + 0,0005. 0
= 0,035
T = 10’
y = a + bx
= 0,035 + 0,0005. 10
= 0,04
T = 20’
y = a + bx
= 0,035 + 0,0005. 20
= 0,045
T = 30’
y = a + bx
= 0,035 + 0,0005. 30
= 0,05
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,0005
= 0,001
b = ∑xy∑ x2
= 0,235500
28
= 0,0005
a = Y – bx
= 0,035 – 0,0005 = 0,035
T 1/2 = 0,693k
= 0,6930,001
= 693 = 69360
= 11,55 jam
2. pH 5,0
T = 0’
y = a + bx
= 0,005 + 0. 0
= 0,005
T = 10’
y = a + bx
= 0,005 + 0. 10
= 0,005
28
X Y x y x2 y2 xy
0 0,005 -15 0 225 0 0
10 0,005 -5 0 25 0 0
20 0,005 5 0 25 0 0
30 0,005 15 0 225 0 0
∑X 60 0,005 500 0
mean 15 0,001
T = 20’
y = a + bx
= 0,005 + 0.20
= 0,005
T = 30’
y = a + bx
= 0,005 + 0. 30
= 0,005
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0
= 0
b = ∑xy∑ x2
= 0
500
= 0
a = Y – bx
= 0,005 – 0 = 0
T 1/2 = 0,693k
= 0,693
0 = ∞
3. pH 6,0
28
T = 0’
y = a + bx
= 0,035 + 0,00297. 0
= 0,035
T = 10’
y = a + bx
= 0,035 + 0,00297. 10
= 0,00647
T = 20’
y = a + bx
= 0,035 + 0,00297. 20
= 0,0944
T = 30’
y = a + bx
= 0,035 + 0,00297. 30
= 0,1241
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,00297 = 0,0066
b = ∑xy∑ x2
28
X Y X Y x2 y2 Xy
0 0,115 -15 0,078 225 0,006 1,35
10 0,013 -5 -0,024 25 0,0005 0,0125
20 0,005 5 -0,03 25 0,0009 0,0225
30 0,015 15 -0,022 225 0,0004 0,10
∑X 60 0,1482 500 1,485
Mean 15 0,001
= 1,485500
= 0,00297
a = Y – bx
= 0,037- 0,002 = 0,035
T 1/2 = 0,693k
= 0,693
0,0066 = 105 =
10560
= 1,75 jam
Pengaruh suhu1) Suhu 40°
o Menit ke 0°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (0,9−0,9 ) x 0,1x 52,43
100mg
=0 x5,243100mg
= 0
o Menit ke 10°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,1−0,7 ) x 0,1x 52,43
100mg
=0,4 x5,243
100mg
= 0,020
o Menit ke 20°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,2−1,0 ) x0,1 x52,43
100mg
28
=0,2x 5,243
100 g
= 0,010
o Menit ke 30°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (0,8−0,7 ) x 0,1 x52,43
100 g
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
2) Suhu 50°
o Menit ke 0°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,1−1,0 ) x0,1 x52,43
100mg
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
o Menit ke 10°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (0,6−0,5 ) x 0,1 x52,43
100mg
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
o Menit ke 20°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (0,9−0,8 ) x 0,1x 52,43
100mg
28
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
o Menit ke 30°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (0,5−0,4 ) x0,1 x52,43
100mg
=0,1x 5,243
100mg
= 0,005
2) Suhu 60°
o Menit ke 0°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,4−1,1 ) x 0,1x 52,43
100mg
=0,3 x5,243
100mg
= 0,015
o Menit ke 10°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,2−0,8 ) x 0,1x52,43
100mg
=0,4 x5,243
100mg
= 0,020
o Menit ke 20°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,0−0,6 ) x 0,1x 52,43
100mg
28
=0,4 x5,243
100mg
= 0,020
o Menit ke 30°
K = (V 2−V 1 ) x Nx BE
Bs
= (1,2−0,9 ) x0,1 x52,43
100mg
=0,3 x5,243
100mg
= 0,054
Regresi Linear :
1. Suhu 40°
T = 0’
y = a + bx
28
X Y X Y x2 y2 xy
0 0 -15 -0,008 225 0,0006 0,12
10 0,020 -5 0,012 25 0,0001 0,06
20 0,010 5 0,002 25 0,00000
4
0,01
30 0,005 15 -0,003 225 0,00000
9
0,045
∑X 60 0,035 500 0,235
Mean 15 0,008 125
= 0,035 + 0,0005. 0
= 0,035
T = 10’
y = a + bx
= 0,035 + 0,0005. 10
= 0,04
T = 20’
y = a + bx
= 0,035 + 0,0005. 20
= 0,045
T = 30’
y = a + bx
= 0,035 + 0,0005. 30
= 0,05
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,0005
= 0,001
b = ∑xy∑ x2
= 0,235500
= 0,0005
a = Y – bx
= 0,035 – 0,0005 = 0,035
T 1/2 = 0,693k
= 0,6930,001
= 693 = 69360
= 11,55 jam
28
2. Suhu 50°
T = 0’
y = a + bx
= 0,005 + 0. 0
= 0,005
T = 10’
y = a + bx
= 0,005 + 0. 10
= 0,005
T = 20’
y = a + bx
= 0,005 + 0. 20
= 0,005
T = 30’
y = a + bx
28
X Y X Y x2 y2 xy
0 0,015 -15 -0,012 225 0,00014 0,0315
10 0,020 -5 -0,007 25 0,000049 0,001
20 0,020 5 -0,007 25 0,000049 0,001
30 0,054 15 0,027 225 0,0007 0,16
∑X 60 0,109 500 0,01935
mean 15 0,027
= 0,005 + 0. 30
= 0,005
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0
= 0
b = ∑xy∑ x2
= 0
500
= 0
a = Y – bx
= 0,005 – 0 = 0,005
T 1/2 = 0,693k
= 0,693
0 = ∞
28
3. Suhu 60°
T = 0’
y = a + bx
= 0,026 + 0,00038.0
= 0,026
T = 10’
y = a + bx
= 0,026 + 0,00038. 10
= 0,03
T = 20’
y = a + bx
= 0,026 + 0,00038. 20
= 0,033
T = 30’
y = a + bx
= 0,026 + 0,00038. 30
= 0,04
K = 2,303 x b
= 2,303 x 0,00038 = 0,0008
b = ∑xy∑ x2
28
X Y X Y x2 y2 xy
0 0,005 -15 0 225 0 0
10 0,005 -5 0 25 0 0
20 0,005 5 0 25 0 0
30 0,005 15 0 225 0 0
∑X 60 0,005 500 0
Mean 15
= 0,1935
500
= 0,00038
a = Y – bx
= 0,027- 0,00038 = 0,026
T 1/2 = 0,693k
= 0,693
0,0008 = 866,2 =
866,260
= 14,4 jam
28
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini dilakukan penentuan stabilitas amoksisilin pada
berbagai pH dan suhu berdasarkan konstanta kecepatan stabilitas obat.
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia.
Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan (Connors,et al.,1986).
Stabilitas obat sangat diperlukan untuk menentukan kualitas sediaan obat.
Dengan melakukan penentuan stabilitas obat untuk berbagai suhu dan pH.
Faktor yang mempengaruhi stabilitas sediaan farmasi tergantung pada profil
sifat fisika dan kimia. Faktor utama lingkungan dapat menurunkan stabilitas
diantaranya temperatur yang tidak sesuai, cahaya, kelembaban, oksigen dan
mikroorganisme. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi stabilitas
suatu obat adalah ukuran partikel, pH, kelarutan, dan bahan tambahan kimia.
(Connors,et al.,1986).
Stabilitas obat dapat dilihat dengan hasil paruh waktunya (T1/2). (T1/2)
adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu dimana suatu
produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang
sesuai dengan kondisi atau waktu yang diperlukan untuk hilangnya
konsentrasi setengahnya. Sedangkan T90 adalah waktu yang tertera yang
menunjukkan batas waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena
diharapkan masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. (Martin, 1990)
Percobaan stabilitas ini, dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan.
Selanjutnya ditimbang amoksisilin 100 mg pada timbangan kasar sebanyak
tiga kali, masing-masing dimaukkan pda larutan dapar pH 4,0, 5,0, dan 6,0 ,
dicukupkan sampai 100 ml dalam labu takar 100 ml. Dipanaskan pada suhu
suhu 50° pada water bath. Saat suhu sudah mencapai 50° masing-masing pH
dipipet 1 mL sebanyak 2 kali (menit 0). Pada masing-masing pH, 1 mL
pertama dimasukkan dalam elenmeyer, ditambah dengan NaOH 0,1.
Kemudian ditambah dapar pH 4,0 kemudian didiamkan selama 5 menit.
Tujuan penambahan dapar ini yaitu suatu zat yang mampu mempertahankan
28
pHnya saat ditambah sedikit asam/basa atau saat diencerkan ( Wunas,1986).
Ditambahkan 1 mL HCL 0,1 N. Kemudian ditambahkan dengan I2 0,01 N
secukupnya, homogenkan didiamkan 10 menit ditempat gelap sampai
berwarna kuning buram. Lalu ditambahkan dengan indikator kanji sebnayak 3
tetes. Tujuan penggunaan indikator kanji adalah yaitu untuk menentukan titik
akhir titrasi dimana larutan kanji dengan iodium yang dititrasi dengan larutan
baku Na2S2O3 dapat membentuk suatu senyawa absorbsi dengan memberikan
perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna ( Parrot, 1978). Volume
yang diperoleh dari titrasi sebagai V1, untuk 1 ml kedua di tambah dengan pH
4,0 sebanyak 4 ml. Diamkan selama 5 menit kemudia di tambah I2 10 ml.
Selanjutnya diamkan selama 10 menit di tempst gelap, kemudian di tambah
demgan indikator kanji sebanyak 3 tetes. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N
volume yang diperoleh ebagai V2 hal yang sama dilakukan pada menit ke 15
dan 30. Kadar yang diperoleh pada masing-masing suhu yaitu 0,001 , 0, 0,006
dan T1/2 yaitu 693, ∞ (tak terhingga), dan 105. Dari hasil yang diperoleh pH 5
yang memiliki T1/2 yang paling tinggi sehingga dan dianggap paling stabil, di
bandingkan dengan literatur ternyata amoksisilin stabil juga di pH 4 (Agoes,
goeswin, 2009).
Percobaan kedua, dimulai dengan menimbang amoxsisilin sebanyak 100
mg kemudian dilarutkan ke dalam dapar pH 8,0 dicukupkan sampai 100ml.
Maksud penambahan dapar ini yaitu suatu zat yang mampu mempertahankan
pHnya saat ditambah sedikit asam/basa atau saat diencerkan ( Wunas,1986).
Dipipet ke dalam erlenmeyer sebanyak 30 ml tiga kali. Di panaskan pada
suhu 40° C, 50°C, dan 60°C. Setelah suhunya tercapai dipipet 1ml sebanyak 2
kali dalam erlenmeyer (sebagai menit ke nol). Saat di pipet 1 ml pertama di
tambah dengan NaOH 0,1 ml, kemudia 4 ml dapar pH 4,0 dan didiamkan
selama 5 menit. Di tambahkan HCL 0,1 dan I2 10 ml dan diamkan di tempat
gelap selama 10 menit. Alasan digunakan NaOH dapat memberikan suasana
basa dan HCl dapat memberikan suasana asam serta dapat menetralkan.
Kemudian di tambahkan indikator kanji hingga terjadi perubahan warna dari
28
biru menjadi tak berwarna. Dan dilakukan hal yang sama pada menit ke 15
dan 30.
Kadar yang diperoleh untuk masing-masing yaitu 0,001, 0, dan 0,0008.
Serta T ½ yaitu 69, ∞ (tak terhingga), dan 866,2. Waktu paruh yang paling
besar adalah yang paling stabil. Dan yang memiliki waktu paruh paling besar
adalah di suhu 40.
28
BAB VI
PENUTUP
VI.I Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa obat amoksisilin stabil pada pH 4,0 dan suhu 500C.
VI.I Saran
Diharapkan kepada praktikan mampu memahami dan menguasai materi
praktikum sebelum melakukan praktikum. Serta dapat berhati-hati dalam
menggunakan alat yang digunakan saat praktikum.
28