Spi
description
Transcript of Spi
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمان الله بسم
Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt., Tuhan semesta alam, yang dimana atas rahmat dan ‘inayah-Nyalah sehingga makalah yang sederhana ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabiyullah Muhammad saw., penutup para nabi dan rasul, yang dimana atas perjuangan beliau jualah sehingga nikmat iman dan Islam juga dapat kita rasakan hingga saat ini.
Dalam penyelesaian makalah ini, tentunya pemakalah tak terlepas dari arahan serta nasehat-nasehat dosen pembimbing, sehingga kami sebagai pemakalah merasa perlu mngucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada beliau yang senantiasa mengingatkan kami untuk menuntut ilmu dengan ikhas dan dengan cara yang baik dan benar pula. Disamping itu, kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan kami bantuan-bantuan baik berupa perbuatan maupun perkataan yang membuat kami lebih semangat dalam menyelesaikan makalah ini.
Pemakalah menyadari bahwa makalah sederhana ini belum dan bahkan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat kami hargai dan sangat diharapkan dalam rangka penyempurnaan makalah ini. Adapun kekurangan-kekurangan yang ada pada makalah ini bukanlah karena unsur kesengajaan, namun merupakan bukti keterbatasan ilmu yang pemakalah miliki. Hanya kepada Allah kita mengharap ridha-Nya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin yaa rabbal alamin.
Samata-Gowa, Oktober, 2015
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah dinasti Abbasiyah di Bagdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya terbagi kedalam beberapa kerajaan kecil yang saling memerangi satu sama lain. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol tersebut. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai disitu. Timur Lenk, pemimpin bangsa Mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain. Keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah dan berkembangnya tiga kerajaan besar : Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Tiga kerjaan besar ini masing-masing memiliki beberapa peninggalan terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid yang didirikan kerajaan-kerajaan ini masih dapat diihat di Istambul, Tibriz dan Isfaham serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan warisan kemajuan pada masa priode klasik. Perhatian di ilmu pengetahuan masih kurang bila dibandingkan kemajuan yang dicapai pada masa dinasti Abbsyiah.
Kemajuan pada masa ini terwujud setelah dunia islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya. Ada dua aspek menarik dari pengkajian sejarah kerajaan Safawi pada 1501-1722 M. Pertama, lahirnya kembali dinasti Safawi merupakan kebangkitan kembali kejayaan Islam, yang dimana sebelumnya sudah pernah mengalami masa cemerlang. Kedua, dinasti Safawi telah memberikan Iran semacam “Negara Nasional” dengan identitas baru yaitu aliran Syiah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan bagi perkembangan Nasionalisme Iran modern.
B. Rumusan Masalah1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Safawiyah ?2. Perkembangan apa saja yang terjadi pada masa dinasti Safawiyah ?3. Apa sebaba-sebab kemunduran dan kehancuran dinasti Safawiyah ?
C. Tujuan1. Mengetahui dan memahami sejarah berdirinya dinasti Safawiyah2. Mengetahui perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masa dinasti
Safawiyah3. Mengetahui sebab-sebab kemunduran serta kehancuran dinasti Safawiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Dinasti Safawiyah
Dinasti Safawiyah berkuasa antara tahun 1520-1722 M, dan merupakan
kerajaan Islam di Persia yang cukup besar. Awalnya dinasti ini berasal dari sebuah
gerakan terekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini di beri
nama tarekat Safawi, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-
1334)1. Ada dua pendapat yang berbeda tentang etimologi/asal usul dari nama
Safawi. Amir ali berpendapat bahwa kata safawi berasal dari kata Shafi, yaitu gelar
yang diberikan kepada nenek moyang raja-raja Safawiyah, yaitu Shafi ad-Din Ishak
Al-Ardabily (1225-1334), seorang pendiri dan pemimpin tarikat Safawiyah. Ia
menyatakan bahwa para musafir, pedagang, dan penulis eropa selalu menyebut raja-
raja Safawiyah dengan gelar Shafi agung. Adupun P.M. Holt berpendapat bahwa
Safawiyah berasal dari kata Safi, yaitu bagian dari nama Safi Ad-Din Al-Ardabily.
Meskipun ia tidak mengemukakan alasan secara gramatika bahasa Arab, namun
pendapat inilah yang dipandang lebih tepat2. Sebelum menjadi kerajaan, Safawi
mengalami dua fase pertumbuhan. Pertama fase dimana safawi bergerak dibidang
keagamaan dan kedua sebagai gerakan politik. Pada tahun 1301 - 1447 M gerakan
Safawi masih murni gerakan keagamaan dengan tarekat Safawiyah sebagai sarana.
Tarekat ini mempunyai pengikut yang sangat besar. Hal ini terjadi karena pada saat
itu, umat umumnya hidup dalam suasana apatis dan pasrah melihat anarki politik
yang berkecamuk. Hanya dengan kehidupan keagamaan lewat sufisme, mereka
mendapat persaudaraan tarekat, dan mereka merasa aman dalam menjalin
persaudaraan antar muslim. Pada fase pertama ini gerakan tarekat Safawi tidak
mencampuri masalah politik sehingga dia berjalan dengan aman dan lancar baik pada
1 Samsul Munir Amin, Sejarah peradapan Islam, (Jakarta : Amzah, 2013), h. 1872 Ading Kusdiana, Sejarah dan kebudayaan Islam periode pertengahan, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2013) h. 168
masa Ilkhan maupun pada masa penjarahan Timur Lenk. Dan dalam fase ini gerakan
Safawi mempunyai dua corak, pertama bernuansa Sunni yaitu pada masa pimpinan
Safiuddin Ishaq ( 1301 - 1344) dan anaknya Sadruddin Musa (1344 -1399), kedua
berubah menjadi Syiah pada masa Khawaja Ali (1399 - 1427). Perubahan ini terjadi
karena ada kemungkinan bertambahnya pengikut Safawi di kalangan syiah sehingga
kepemimpinannya berusaha menyusuaian diri dengan aliran manyoritas
pendukungnya. Nama Safawi itu terus dipertahankan sampai terekat ini menjadi
gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil
mendirikan kerajaan, yakni kerajaan Safawi. Shafi Ad-Din berasal dari keturunan
orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Shafi Ad-Din merupakan
keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazihim. Gurunya bernama
Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidin (1216 – 1301 M) yang dikenal dengan julukan
Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf,
Safi Ad-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut. Shafi Ad-Din mendirikan
tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat
pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada
mulanya gerakan tasawuf safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar,
kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “ahli-ahli bid’ah”. Tarekat yang
dipimpim Shafi Ad- Addin ini semakin penting terutama setelah ia mengubah bentuk
tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan
kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Anatolia. Di negeri-negeri
diluar Ardabil, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin murid-
muridnya. Wakil tersebut diberi gelar Khalifah. Kerajaan ini mengatakan Syi’ah
sebagai mazhab Negara3. Safi al Din adalah keturunan dari Imam Syi’ah yang ketujuh
Musa Al-Khazim. Oleh karena itu dia masih keturunan Rasulullah dari garis
puterinya Siti fatimah. Kecenderungan memasuki dunia politik secara kongkrit
tampak pada masa kepemimpinan Junaidi (1447-1460 M). Dinasti Shafawiyah
memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan
3 Samsul Munir Amin, Sejarah peradapan Islam, h. 188
keagamaan. Perluasaan kegiatan ini menimbulkaan konflik antara Junaidi dengan
penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa
di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaidi kalah dan diasingkan kesuatu tempat.
Ditempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari penguasa Diar Bakr, Ak.
Koyunlu (domba putih), juga suatu suku bangsa Turki. Selama dalam
pengasingannya, Junaidi tidak tinggal diam, ia justru dapat menghimpun kegiatan
untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil
mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Tapi usaha Junaidi
masih mengalami kegagalan dalam meraih ambisinya karena selalu gagal dalam
menaklukkan beberapa daerah seperti Ardabil dan Chircasia, bahkan dalam tahun
1460 M ia mati terbunuh. Ia Kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama
Haidar, tapi belum berhasil juga. Sebelum meninggal, Haidar menunjuk adiknya yang
paling kecil bernama Ismail. Ismail yang masih remaja itu berusaha memanfaatkan
kedudukannya sebagai mursyid Safawiyah dan pemimpin gerakan Safawiyah untuk
mengonsolidasikan kekuatan politiknya. Secara sembunyi-sembunyi, ia menjalin
hubungan erat dengan para pengikutnya yang tersebar luas dimana-mana. Hanya
dalam waktu kurang lebih lima tahun, ia berhasil menyatukan berbagai elemen
kekuatan politik yang cukup besar, sehingga ia mulai mengadakan perhitungan
dengan musuh-musuh Safawiyah selama ini, seperti penguasa Syirwan dan Ak
Kayunlu yang telah membunuh beberapa orang pemimpin Safawi sebelumnya4.
Kerajaan Safawi secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala Syah Ismail
memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz, dan menjadikan Syiah
Itsna Asyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah yang penting ini
tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa itu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni kurang lebih dua abad.
Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbasy dibawah pimpinan Ismail menyerang dan
mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di Sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbasy
terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan
4 Ading Kusdiana, Sejarah dan kebudayaan Islam periode pertengahan, h. 175
akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan
dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I. Ismail I
berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-
sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di
Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan
daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam
waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan
bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) . Bahkan tidak sampai di situ saja,
ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke
daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan
mengadakan ekspansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam
peperangan ini Ismail I mengalami kekalahan, bahkan Turki Usmani yang di pimpin
oleh sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan
pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer
Turki di negerinya. Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan
diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh
kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan
Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat
memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat keturunan
Persia dan Qizilbasy. Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan raja
Abbas I. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I untuk memperbaiki situasi
adalah :
1. Menghilang dominasi pasukan Qizilbasy atas kerajaan Safawi dengan membentuk
pasukan baru yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang
bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji
tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman)
dalam khotbah Jumatnya.
Usaha-usaha tersebut terbukti membawa hasil yang baik dan membuat
kerajaan Safawi kembali kuat. Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan
merebut kembali daerah yang telah lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru.
Abbas I berhasil menguasai Herat (1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I
mulai menyerang kerajaan Turki Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani,
Ganja, Baghdad, Nakhchivan, Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I
berhasil menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi
pelabuhan Bandar Abbas. Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :
1. Isma'il I (1501-1524 M) 2. Tahmasp I (1524-1576 M) 3. Isma'il II (1576-1577 M)
4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M) 5. Abbas I (1587-1628 M)
6. Safi Mirza (1628-1642 M) 7. Abbas II (1642-1667 M)
8. Sulaiman (1667-1694 M) 9. Husein I (1694-1722 M)
10. Tahmasp II (1722-1732 M) 11. Abbas III (1732-1736 M)
.
Kerajaan Safawi mempunyai pola pemerintahan yang teokratik, sebab para
penguasa bukan saja mengaku sebagai keturunan Ali, namun juga mengklaim
berstatus sebagai titisan para Imam Syi’ah, bahkan Ismail I mengaku sebagai
penjelmaan Tuhan, sinar ketuhanan dari imam yang tersembunyi, dan imam Mahdi.
Ia memakai gelar Bayangan Tuhan di Bumi, meniru gelar yang dipakai oleh raja-raja
Persia5. Dengan sistem teoraksi ala Syi’ah tersebut, kemudian dipadukan dengan
sistem tarekat, kerajaan Safawi memiliki kemudahan dalam melakukan konsolidasi
pemerintahan. Akan tetapi, dengan sistem itu pula ia menghadapi persoalan yang
cukup krusial. Dalam menjalankan tugasnya, kepala Negara terutama pada masa-
5 Siti Fatimah (ed), dkk., Sejarah Peradaban Islam : dari Masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta : Lesfi, 2004), h. 284
masa awal memiliki kemudahan-kemudahan tertentu disamping menghadapi
persoalan yang cukup krusial. Ini berkaitan dengan posisi mereka . di satu sisi ia
adalah mursyidi kamil (pembimbing spiritual yang sempurna) dan di sisi lain adalah
padisyah (raja). Ketundukan dari para bawahan dan rakyatnya sebagai pengikut
tarekat, sebagaimana terjadi dalam tarekat lain, hampir tanpa reserve (cadangan). Hal
ini sangat memudahkan raja dalam melakukan konsolidasi pemerintahannya.
Sementara itu, dalam kepercayaan tarekat kesempurnaan yang ada pada mursyidi
kamil tak tergoyahkan. Oleh karena itu para pengikut tarekat tidak dapat menerima
kenyataan ketika pemimpinnya dikalahkan oleh lawannya. Ini terjadi ketika pasukan
Qizilbasy dikalahkan oleh pasukan Turki Usmani pada pertempuran di Chaldiran
pada tahun 1514 M. Mereka mengalami shock keagamaan yang berat, karena
menurut kepercayaan mereka pemimpin mereka tak bisa terkalahkan.
B. Perkembangan-Perkembangan pada Dinasti Safawiyah
1. Bidang Politik dan Pemerintahan
Sebagaimana lazimnya, kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh
kekuatan angkatan bersenjata, pembenahan administrasi Negara, penguatan sistem
pertahanan ibukota dan hubungan diplomasi dengan negara lain, serta menjaga agar
tidak terjadinya perpecahan. Inilah secara umum lima hal yang dilakukan Syah Abbas
I dalam menjamin kemajuan dinasti Syafawiyah. Syah Abbas I juga telah melakukan
langkah politiknya yang pertama, yaitu membangun angkatan bersenjata Dinasti
Shafawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbasy yang pernah menjadi tulang
punggung dinasti Shafawi yang besar, seiring waktu tidak terlalu berpengaruh dalam
bidang pertahanan dan keamanan, melainkan hanya menjadi semacam tentara
nonreguler yang tidak bisa diharapkan lagi untuk menopang citra politik syah yang
besar. Untuk itu dibangun suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini
direkrutnya dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristen di Georgia dan
Circhasia yang sudah mulai dibawa ke Persia sejak Syah Tahmasab (1524-1576 M),
kemudian mereka diberi gelar “Ghulam”. Mereka dibina dengan pendidikan militer
yang militan dan dipersenjatai secara modern. Sebagai pimpinannya, Syah Abbas
mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam itu sendiri. Dalam
membangun Ghulam, Syah Abbas mendapat dukungan dari dua orang Inggris, Yaitu
Sir Anthony Shearli dan saudaranya, Sir Robert Shearli. Mereka yang mengajari
tentara Shafawi untuk membuat meriam sebagai perlengkapan tentara modern.
Kedatangan kedua orang Inggris tersebut oleh sebagian sejarawan dipandang sebagai
usaha strategis Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang
menjadi musuh besar Inggris saat itu. Namun kepercayaan diri Syah Abbas tetap ada,
karena memiliki tentara (Ghulam) yang bisa diandalkan. Secara administrasi, struktur
organisasi pemerintahan Syafawi secara horizontal didasarkan pada garis
kesukuan/kedaerahan. Dan secara vertical mencakup dua jenis, yaitu Istana dan
Sekretariat Negara. Dalam hal kesukuan, Qizilbasy (suku Turki) merupakan
bangsawan Militer, Qizilbasy mendapat posisi strategis hingga masa Muhammad
Khudabanda (berakhir pada 1587 M). Suku Tajik memegang posisi di kementrian dan
Sekretariat Negara (sebagai dewan Amir yang meliputi Amir, wazir, sejarawan
istana, sekretaris pribadi syah, dan kepala intelijen), akuntan, pegawai administrasi,
pengumpul pajak dan administrasi keuangan, dan suku Persia menjabat sebagai Sadr
(ketua Lembaga Agama).
2. Bidang Ekonomi dan Perdagangan
Dalam bidang ekonomi terjadi perkembangan ekonomi yang pesat setelah
kepulauan Hurmuz dikuasai dan nama pelabuhan “Gumrun” akhirnya diubah menjadi
Bandar Abbas. Sebagai pelabuhan utama, wilayah ini mampu menjamin kehidupan
perekonomian Safawi. Hal ini dikarenakan bandar tersebut merupakan salah satu
jalur dagang yang strategis antara timur dan barat yang biasanya menjadi daerah
perebutan belanda Inggris dan Prancis. Selain itu Safawi juga mengalami kemajuan
sektor pertanian terutama di daerah Bulan sabit subur (fortile crescent). Dalam masa
ini juga masyarakat sudah banyak malakukan budaya wakaf bagi harta-hartanya
kepada ummat.
3. Bidang Sosial Kemasyarakatan
Pada zaman Khudabanda (1666 M), di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48
perguruan, caravansaries, dan tempat pemandian umum yang seluruhnya dibangun
oleh Tahmasp I . Syah Abbas sebagai pelanjut dari keduanya berhasil membuat
Syafawi secara keseluruhan menjadi negara yang hidup makmur, terhindar dari
perang yang biasanya terjadi. Sehingga di masa Abbas I dinyatakan sebagai puncak
keemasan kerajaan tersebut.
4. Bidang Pendidikan dan Iptek
Salah satu keunggulan dinasti Syafawi dibandingkan dengan Turki Usmani
adalah dibidang Ilmu pengetahuan, dimana Syafawi lebih menonjol daripada Dinasti
Turki Usmani, khususnya ilmu filsafat yang berkembang amat pesat. Dalam bidang
pendidikan terutama untuk perkembangan mazhab Syi’ah, didirikan sekolah teologi
serta pusat kajian Syi’ah di tiga kota, yaitu : Qum, Najaf, Masyhad. Baha al Din
al-‘Amili merupakan tokoh yang dikenal sebagai generalis ilmu pengetahuan pada
Zaman Itu. Selain itu seorang ilmuan, Muhammad Bagir ibn Muhammad Damad juga
pernah melakukan penelitian tentang lebah.6
5. Bidang Kesenian
Kemajuan di bidang kesenian juga sangat terasa pada zaman ini. Contohnya,
sebuah sekolah seni lukis yang merupakan peninggalan dari Timuriah Yang berada di
Herat, dipindahkan ke Tibriz pada tahun 1510 M oleh Ismail I. Di sekolah ini
diterbitkan buku Syah Nameh (buku tentang raja-raja) yang memuat lebih dari 250
lukisan. Tahun 1522 M, Ismail mendatangkan Seorang pelukis yang bernama Bizhad
ke Tibriz. Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota yang sangat
indah. Kemajuan di bidang ini juga bisa terlihat jelas dalam gaya arsitektur
bangunan-bangunannya, seperti terlihat di masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M,
6 Saeful Anwar,Peradaaban Islam Masa Dinasti Syafawi Persia1501-1736 M
selain itu juga terlihat pula bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani,
pakaian dan tenunan, mode, tembikar dan benda seni lainnya.
6. Pemikiran dan Filsafat
Dalam bidang filsafat, kemajuannya ditandai dengan berkembangnya filsafat
ketuhanan yang kemudian dikenal dengan filsafat Isyraqi (pencerahan), dimana
tercatat seorang yang bernama Sadr al Din al-‘Syirazi (Mulla Shadra) yang dikenal
sebagai seorang filosof. Beliau wafat tahun 1641 M. Selain Mulla Shadra juga
disebutkan nama Muhammad Bagir ibn Muhammad Damad yang juga merupakan
seorang filosof, ahli sejarah dan teologi. Beliau juga pernah melakukan penelitian
tentang lebah. Ia wafat pada tahun 1631 M.
7. Pemahaman Agama
Ismai’l Khaidar (khalifah pertama) mengklaim dirinya sebagai titisan para
Imam Syi’ah, penjelmaan Tuhan, sinar ketuhanan dari imam yang tersembunyi dan
imam Mahdi. Dinasti Syafawi bukanlah kerajaan yang serta merta dibangun atas
dasar kekuasaan. Ia berawal dari sebuah pandangan agama dalam bentuk tarekat di
Ardabil(Azerbaijan). Tarekat Syafawiyah berdiri hampir bersamaan dengan kerajaan
Usmani. Syafawi merupakan penganut faham Syi’ah, bahkan dari awal berdirinya
kerajaan ini Syi’ah dinyatakan sebagai mazhab resmi negara. Bahkan di zaman Abbas
II (Sulaiman) dan Husein terjadi penindasan, pemerasan dan marjinalisasi terhadap
ulama Sunni dan memaksa ajaran Syi’ah kepada mereka. Namun demikian tidak
berarti seluruh Syah Syafawi beraliran demikian, dijelaskan oleh Muhammad Sahil
Thaqqusy dalam Sejarah Dinasti Syafawi di Iran dalam hal pandangan agama, Ismail
II merupakan penganut aliran Sunni, meskipun tidak diungkapkan secara terang-
terangan, namun segala kegiatan dan tindakan kepemimpinannya
mengidentifikasikan bahwa beliau adalah penganut faham Sunni. Namun tetap saja
dikatakan Syiah telah melingkupi perjalanan dinasti Syafawi hingga terasa pada
sebagian besar Republik Iran sekarang.
C. Kemunduran dan Kehancuran dinasti Safawiyah
Dinasti Syafawi di Persia meraih puncak keemasan di bawah pemerintahan Syah Abbas I selama periode 1588-1628 M. Abbas I berhasil membangun kerajaan safawi sebagai kompetitor seimbang bagi Kerajaan Turki Usmani. Tanda-tanda kemunduran kerajaan persia mulai muncul sepeninggalan Abbas I. Secara berturut-turut syah yang menggantikan Abbas I adalah: 1. Safi Mirza (1628-1642 M) 2. Abbas II (1642-1667 M) 3. Sulaiman (1667-1694 M0 4. Husain (1694-1722 M) 5. Tahmasp II (1722-1732 M) 6. Abbas III (1733-1736 M). .
Banyak faktor yang mewarnai kemunduran kerajaan safawi, di antaranya dari perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan. Selain itu dikarenakan bahwa Syah-syah yang menggantikan Abbas I sangat lemah dalam banyak hal terutama kepiawaian dalam memimpin dan pendekatannya terhadap pejabat, aparat dan rakyat . Safi Mirza, cucu Abbas I merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan ini dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifatnya yang pencemburu. Pada masa pemerintahan Mirza inilah kota Qandahar lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh kerajaan Mughal yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan, dan Baghdad direbut oleh Kerajaan Usmani.
Abbas II disebutkan sebagai seorang raja yang pemabuk, sehingga kebiasaan mabuk inilah yang menamatkan riwayatnya. akan tetapi di tangannya kota Qandahar bisa direbut kembali. Demikian halnya dengan Sulaiman, ia juga disebut sebagai seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar istana yang dicurigainya. Disebutkan Selama tujuh tahun ia tak pernah memerintah kerajaan. Diyakini, konflik dengan Turki Usmani adalah sebab pertama yang menjadikan Safawi mengalami kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan kerajaan yang lebih kuat dan besar daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini disebabkan oleh konflik Sunni-Syi’ah. Syah Husain adalah raja yang alim akan tetapi kealiman Husain adalah suatu kefanatikan tehadap Syi’ah. Karena dialah ulama Syi’ah yang berani memaksakan pendiriannya terhadap golongan Sunni. Inilah yang menyebabkan timbulnya kemarahan golongan sunni di Afganistan sehingga menimbulkan
pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan bangsa Afgan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang berhasil menduduki Mashad. Di lain pihak Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Pada masa Mir Mahmud, ia berhasil menyatukan suku Afgan dengan suku Ardabil. Dengan kekuatan yang semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut wilayah Afgan dari tangan Safawi. Bahkan ia melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah tersebut. Penyerangan demi penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh Husain, Mahmud diangkat menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husain Quli Khan yang berarti Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk menjalankan siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu kota safawi itu selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25 Oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan kemenangan, sedangkan beberapa wilayah propinsi laut Kaspia di Jilan, Mazandaran dan Asterabad direbut oleh Rusia. Tak menerima semua ini, Tahmasp II yang merupakan salah seorang putra Husain dengan dukungan penuh suku Qazar dari Rusia, memproklamirkan diri sebagai penguasa Persia dengan ibu kota di Astarabad. Pada 1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afgan yang menduduki Isfahan. Asyraf sebagai pengganti Mir Mahmud berhasil dikalahkan pada 1729 M, bahkan Asyraf terbunuh dalam pertempuran tersebut. Dengan kematian Asyraf, maka dinasti Safawi berkuasa lagi. Pada Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang merupakan putra Tahmasp II, padahal usianya masih sangat muda. Ternyata ini adalah strategi politik Nadir Khan, karena pada tanggal 8 maret 1736, dia menyatakan dirinya sebagai penguasa persia dari abbas III. Maka berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia. Kehancuran Syafawi juga dikarenakan lemahnya pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi pasca penggantian tentara Qizilbasy. Hal ini karena pasukan Ghulam tidak lagi dilatih secara penuh dalam memahami seni militer. Sementara sisa-sisa pasukan Qizilbasy tidak memiliki mental yang kuat dibandingkan dengan para pendahulu mereka. Sehingga membuat pertahanan militer Safawi sangat lemah dan mudah diserang oleh lawan.
BAB III
PENUTUP
Adapun beberapa kesimpulan dari pembahasan di atas yaitu:
1. Nama Syafawi dinisbatkan kepada tarekat Syafawi yah yang didirikan oleh Shafi Ad-Din (1252-1335M) di masa dinasti Ilkhan
2. Ismail sebagai Pimpinan tarekat sekaligus sebagai Syah pertama Berikut merupakan Syah dinasti Syafawi [31]: 1. Ismail I (1501-1524 M), 2. Tahmasp I (1524-1576 M), 3. Isma’il II(1576-1577 M) 4. Muhammad Khudabanda (1578-1587 M) 5. Abbas I (1588-1628 M). 6. Safi Mirza (1628-1642 M) 7. Abbas II (1642-1667 M) 8. Sulaiman (1667-1694 M) 9. Husain (1694-1722 M) 10. Tahmasp II (1722-1732 M) 11. Abbas III (1733-1736 M).3. Jika ditinjau dari segi kemajuan dan kemundurannya. Dinasti Syafawi bisa dibagi menjadi tiga fase: a. Fase Pertama (1501-1588 M) Merupakan masa pendirian/pembentukan dinasti dan juga periode peralihan terhadap banyak perubahan dan penyesuaian struktur administrasi pemerintahan.
b. Fase Kedua (1588-1628 M) Merupakan zaman keemasan dan mengalami kemajuan di berbagai bidang, ini terjadi pada masa Abbas I yang diberi gelar Syah Yang Agung
c. Fase Ketiga (1628-1722 M) Merupakan masa kemunduran dan berakhirnya dinasti Syafawi, di Persia.
4. Syafawi yang merupakan rival bagi kerajaan Turki Usmani tetap diakui sebagai sebuah kerajaan yang besar, hal ini dibuktikan dengan adanya kesepakatan damai yang terjadi pada masa Abbas I dengan Turki Usmani, ini mengindikasikan bahwa
Syafawi memang diakui keberadaannya dari Turki Usmani yang memang dari segi waktu muncul lebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, Sejarah peradapan Islam, Jakarta : Amzah, 2013
Kusdiana, Ading, Sejarah dan kebudayaan Islam periode Pertengahan, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2013
Fatimah, Siti, (ed), dkk., Sejarah Peradaban Islam : dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta : Lesfi, 2004 Fatimah, Siti, (ed), dkk., Sejarah Peradaban Islam : dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta : Lesfi, 2004
Anwar, Saeful, Peradaaban Islam Masa Dinasti Syafawi Persia1501-1736 M, (http://file.upi.edu /Direktori/ B-FPIPS/MKDU/198111092005011-)