SNNT struma
-
Upload
nurul-fajri -
Category
Documents
-
view
46 -
download
2
description
Transcript of SNNT struma
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak
mempengaruhi bentuk leher. ( 1 ) Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar
tiroid yang disebut dengan struma. ( 2 ) Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid
teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut struma nodosa. ( 3 )
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68%
oleh penderita dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan
penyebabnya dan tidak bermaknanya kelainan anatomi (struma) dengan
perubahan fungsi yang terjadi. ( 1 )
Suatu penelitian di Boston, pada 8% dari 2585 autopsi rutin, ditemukan
nodul tiroid. Di RS. Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien
struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31
diantaranya yang bersifat toksik. ( 3 )
Penelitian Lukitho di RS. Hasan Sadikin Bandung didapatkan dari 325
kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1 : 4,2 sedangkan
penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan
penderita struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1 : 5,6. ( 4 )
I.2. Tujuan Masalah
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan masalah struma
nodosa non toksik ditinjau dari definisi, embriologi, anatomi, etiologi,
klasifikasi, pemeriksaan fisik, gambaran klinis dan pengobatannya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Kelenjar Tiroid
1.a. Embriologi
Glandula tiroidea pertama dikenal sebagai penebalan endoderm
lantai faring dalam awal embriosomit. ( 5 ) Endoderm ini menurun di dalam
leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian
membentuk dua lobus. Penurunan ini terjadi pada garis tengah. Saluran
pada struktur ini menetap dan menjadi duktus atau lobus piramidalis
kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada
minggu ke 12 masa kehidupan intra uterine. ( 6 )
1.b. Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga
sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar pada tiroid umumnya
terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid. Arteri karotis komunis,
a. jugularis interna dan n. vagus terletak bersama di dalam sarung tertutup
di laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum
masuk laring. Perdarahan kelenjar tiroid yang kaya berasal dari empat
sumber yaitu kedua a. karutis eksterna (a. tiroidea superior) dan kedua
a. brakhialis (a. tiroidea inferior). ( 7 )
1.c. Fisiologi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin
(T4), bentuk aktifnya triyodotironin (T3). Sekresi hormon tiroid
dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid (TSH) yang dihasilkan
oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. ( 6 )
II.2. Struma ( 2 )
2
Struma ialah pembesaran dari kelenjar tiroid.
Dari beberapa macam morfologi berdasarkan gambaran makroskopik
dibedakan :
a. Bentuk kista : struma kistik.
b. Bentuk noduler : struma nodosa.
c. Bentuk difusi : struma difusa.
d. Bentuk vaskuler : struma vaskulosa.
Berdasarkan faalnya dibedakan :
a. Eutiroid
b. Hipotiroidi
c. Hipertiroidi.
Istilah lain dalam klinik :
a. Non toksik : yang dimaksud adalah eutiroid atau hipotiroidi.
b. Toksik : yang dimaksud adalah hipertiroidi.
II.3. Struma Nodosa Non Toksik
3.a. Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroidi.
3.b. Klasifikasi dan Karakteristik
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah nodul
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif, dikenal 3 bentuk
nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya :
Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.
3.c. Etiologi
3
Etiologi umumnya multifaktorial, terutama ditemukan di daerah
pegunungan karena defisiensi yodium. ( 6 ) Namun demikian struma tampil
dalam sekitar 10% dari semua wanita dalam area geografi yang tidak
kekurangan iodium. ( 5 ) Kebanyakan struma seluruh dunia akibat defiensi
yodium, langsung atau akibat makan goitrogen dalam hal diet aneh pada
area dunia tertentu. ( 5 )
3.d. Gejala Klinis
Pada umumnya pasien struma nodosa non toksik datang berobat
karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Biasanya
penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo atau
hipertiroidisme. ( 6 ) Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma
nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada
esofagus atau trakea sehingga pasien merasa sakit untuk menelan
(disfagra) dan sesak nafas. Penyempitan yang berarti menyebabkan
gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor
inspiratoar. ( 6 ) Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul
perdarahan di dalam nodul. ( 3 )
3.e. Pemeriksaan dan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis/macam
kelainan dari struma nodosa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan :
a. Umur, sex, asal
Penting sekali menanyakan asal penderita, apakah penderita tinggal
di daerah pegunungan atau dataran rendah, bertujuan apakah berasal
dari daerah endemik struma.
b. Pembengkakan : mulainya kapan (jangka waktu) dan kecepatan
tumbuh.
c. Keluhan penekanan : adakah dysphagia, dyspnea dan suara serak.
4
d. Keluhan toksik seperti : tremor, banyak keringat, BB turun, nafsu
makan, palpitasi, nervous/gelisah tidak tenang.
e. Apakah ada keluarganya yang menderita penyakit yang sama dan
meninggal.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.
- Pembengkakan :
bentuk : - diffus atau lokal
ukuran : besar dan kecil
permukaan : halus atau modular
keadaan : kulit dan tepi
gerakan : pada waktu menelan.
Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan
ludah dimana kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya
trakea untuk menutup glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh
ligamentum cartilago dengan thyroid yaitu ligamentum Berry.
Palpasi
- Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan
dan tepinya.
- Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri,
kanan atau keduanya).
- Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan).
- Konsistensi (lunak, kistik, keras atau sangat keras).
- Mobilitas.
- Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar.
- Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak.
- Nyeri pada penekanan atau tidak.
5
Perkusi
- Jarang dilakukan
- Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke
retrosternal.
Auskultasi
- Jarang dilakukan
- Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.
3. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan Sidik Tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk,
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara
fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap
oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
1. Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2. Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan iodium banyak dari sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang
kita hadapi itu suatu keganasan atau sesuatu yang jinak.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair.
Gambaran USG dapat dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu
hipoekoik, isoekoik atau campuran.
6
Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop, USG lebih
menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja,
pemeriksaan lebih aman dan lebih dapat dibedakan antara yang jinak
dan yang ganas.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yaitu Biopsi
Aspirasi Jarum Italis (Bajah) atau Fine Needle Aspiration (FNA)
mempergunakan jarum suntuk no. 22-27. Cara ini mudah, aman, dapat
dilakukan dengan berobat jalan, biopsi jarum halus tidak nyeri, tidak
menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Ada beberapa kerugian pada biopsi. Jarum ini yaitu dapat memberikan
hasil negatif palsu atau positif palsu. Negatif palsu biasanya karena
lokasi biopsi yang kurang tepat, tehnik biopsi yang kurang benar atau
preparat yang kurang baik dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi
karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
Termografi
Adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan mengukuran suhu kulit
pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Telethermography
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya
> 0,9 C dan dingin apabila < 0,9 C. Pada penelitian Alves dkk
didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya ganas. Dibandingkan
dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah cara
yang paling sensitif dan spesifik.
Petanda Tumor (tumor marker)
Petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian tiroglobulin (Tg)
serum yang mempunyai nilai yang bermakna. Kadar Tg normal ialah
antara 1,5-30 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada
keganasan rata-rata : 424 ng/ml. ( 3 )
7
3.f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Bedah
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroidea meliputi :
1. Terapi : pengurangan masa fungsional dan pengurangan massa
yang menekan.
2. Ekstirpasi : penyakit keganasan.
3. Paliasi : eksisi massa tumor yang tidak dapat disembuhkan, yang
menimbulkan gejala penekanan mengganggu.
Reseksi Subtotal
Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri,
dengan mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam
kasus struma multinodular toksik, struma multinodular non toksik.
Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus, yang
memotong pembuluh darah tiroidea superior, vena + hyroidea media dan
vena tiroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang dieksisi merupakan sisi
anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus piramidalis. Ligasi pembuluh
darah tiroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus
externus nervus laryngeus superior dapat menimbulkan perubahan suara
yang bermakna.
Sisa thyroidea dari lobus kiri harus sekitar 3 sampai 4 gram. Ini dapat
dinilai dengan menilai berbagai ukuran thyroidea pada timbangan. Lobus
dapat dieksisi lengkap dengan memotong isthmus atau ia dapat dijaga
kontinyu dengan isthmus yang dikupas bebas dari tracea di bawahnya.
Lobektomi Total
Dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroidea dan bila penyakit
unilobaris yang mendasari tidak pasti.
Bila dilakukan pengupasan suatu lobus, untuk tumor ganas maka
pembuluh darah tiroidea superior, vena tiroidea media dan vena tiroidea
inferior perlu dipotong. Glandula paratiroidea dan nervus laryngeus
8
diidentifikasi dan dilindungi. Lobus tiroidea diretraksi ke medial dengan
dua glandula paratiroidea terlihat dekat cabang terminal fasia (ligamentum
Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan
di bawah ligamentum dan biasanya di bawah cabang terminal arteria
tiroidea inferior.
Pada sejumlah tumor ganas seperti varian folikularis dan meduler
direkomendasikan lobektomi total bilateral dengan pengupasan kelenjar
limfe sentral.
Pengobatan untuk nodul tiroid yang bukan tiroiditis atau keganasan :
- Apabila didapatkan nodul hangat, dapat diberikan preparat l-thyroxin
selama 4-5 bulan dan kemudian sidik tiroid dapat diulang. Apabila
nodul mengecil maka terapi dapat diteruskan namun apabila tidak
mengecil dilakukan biopsi aspirasi atau operasi.
- Nodul panas dengan diameter < 2,5 cm observasi saja, tetapi kalau
> 2,5 mm terapinya ialah operatif karena dikhawatirkan mudah timbul
hipertiroidisme.
3.g. Komplikasi
Komplikasi tiroidektomi
1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7. Trakeumalasia (melunaknya trakea).
Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar dan
menekan trakea, tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid tersebut
menjadi kerangka bagian trakea.
9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1. Kesimpulan
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroidi.
Klasifikasi dari struma nodosa non toksik didasarkan atas beberapa hal
yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan menangkap iodium
aktif dan berdasarkan konsistensinya.
Etiologi dari struma nodosa non toksik adalah multifaktorial namun
kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh defisiensi yodium
langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya.
Gejala klinis tidak khas biasanya penderita datang dengan keluhan
kosmetik atau ketakutan akan keganasan tanpa keluhan hipo atau hipertiroidi.
Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik tiroid,
pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Bajah), termografi, dan
petanda Tumor (tumor marker).
Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-thyroksin atau terapi
pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi total.
Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi
perdarahan, terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma
pada nervus laryngeus recurrens, sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.
III.2. Saran
Penanganan struma nodosa non toksik perlu perhatian sebab banyak
komplikasi yang ditimbulkan. Dokter umum harus mampu menentukan dan
mendiagnosa secara benar serta memberi penjelasan kepada penderita dan
keluarganya sebelum merujuk ke dokter spesialis untuk penanganan
selanjutnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan, S., dan Oppusunggu D.P. : Pendekatan Diagnosis Kelenjar Tiroid dengan Struma pada Anak, Majalah Medika, No 1 tahun 15. Januari, 1989, hal : 59-60.
2. Anonim, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Penerbit Aksara Medisina, Jakarta 1987, hal 72-78.
3. Sri Hartini, KS, Struma Nodosa Non Toksik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Penerbit FKUI, Jakarta 1996, hal 757-761.
4. Pisi Lukitto, Frekuensi Tumor Ganas Tiroid pada Kasus Struma Nodosa yang Dirawat di Bagian Bedah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 1992-1994, dalam MKB Volume 29 No 4, 1997. Hal 265-266.
5. Sabiston, David. C. Jr, MD, Buku Ajar Bedah Sabiston, Alih Bahasa Petrus Andrianto, Timan IS, Editor Jonatan Oswari, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal 415-427.
6. Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998, hal 926-935.
7. Kaplan, Edwin. L, Thyroid and Parathyroid, in Principles of Surgery, New York, 1994, page : 1611-1621.
8. Tim Bedah Unair, Struma Nodosa Non Toksika, lab/UPF Bedah FK-UNAIR, Surabaya, 1988, hal 43-51.
11