Skripsi.docx

74
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dry socket merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pasca pencabutan gigi permanen. Tingkat insidensi dry socket dilaporkan mencapai 0,5% hingga 5% pada pencabutan gigi dan dapat bervariasi dari 1% hingga 37,5% pada pencabutan gigi molar ketiga mandibula. Pencabutan gigi secara bedah juga dilaporkan dapat meningkatkan insidensi dry socket 10 kali lebih tinggi. 1 Patogenesis yang tepat dari dry socket belum diketahui secara pasti. 1 Namun, banyak faktor yang memiliki kontribusi pada terjadinya dry socket, seperti tingkat pengalaman operator, infeksi perioperatif, jenis kelamin, daerah pencabutan gigi, penggunaan oral kontrasepsi, merokok serta penggunaan anastesi lokal dengan vasokonstriktor. 2 1

Transcript of Skripsi.docx

Page 1: Skripsi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dry socket merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pasca

pencabutan gigi permanen. Tingkat insidensi dry socket dilaporkan mencapai 0,5%

hingga 5% pada pencabutan gigi dan dapat bervariasi dari 1% hingga 37,5% pada

pencabutan gigi molar ketiga mandibula. Pencabutan gigi secara bedah juga

dilaporkan dapat meningkatkan insidensi dry socket 10 kali lebih tinggi.1

Patogenesis yang tepat dari dry socket belum diketahui secara pasti.1 Namun,

banyak faktor yang memiliki kontribusi pada terjadinya dry socket, seperti tingkat

pengalaman operator, infeksi perioperatif, jenis kelamin, daerah pencabutan gigi,

penggunaan oral kontrasepsi, merokok serta penggunaan anastesi lokal dengan

vasokonstriktor.2

Berdasarkan penelitian pada 1087 pasien yang menjalani operasi

pengangkatan gigi molar ketiga mandibula pada Departemen Oral dan Maksilofasial

King Hussein Medical Centre, Royal Medical Services antara bulan Januari 1999

hingga Desember 2008, diperoleh data dan dianalisis mengenai insidensi dry socket.

Lima puluh empat pasien dari 208 sampel perokok kembali dengan adanya dry

socket. Sampel perokok sebesar 19,1% dari total sampel keseluruhan. Perbedaan

1

Page 2: Skripsi.docx

insidensi dry socket antara sampel perokok dan non perokok secara statistik

menunjukkan arti yang signifikan.3

Berdasarkan penelitian pada 838 kasus pencabutan gigi dari 469 pasien di

Jordanian Dental Teaching Centre, diperoleh prevalensi dry socket secara

keseluruhan yaitu 4,8%. Prevalensi dry socket sebesar 9,1% pada perokok dan

perokok berat (23 insidensi dry socket dari pencabutan 263 gigi) dibandingkan

dengan 3% (17 insidensi dry socket dari pencabutan 575 gigi) pada non perokok.

Secara statistik menunjukkan arti yang signifikan.4

Merokok merupakan hal yang biasa ditemukan, baik pada orang dewasa

maupun remaja, khususnya laki-laki. Membicarakan rokok tidak terlepas

dari unsur utama rokok itu sendiri yaitu tembakau. Penggunaan

tembakau terus berlanjut sebagai bahan yang menyebabkan

kerusakan pada kesehatan manusia. Menurut WHO, ada 1,3 Milyar

perokok di dunia dan sepertiganya berasal dari populasi Global

yang berusia 15 tahun ke atas serta 84% diantaranya berasal dari

dunia ketiga.5

Berdasarkan pengamatan peneliti di Bagian Bedah Mulut RSGM Kandea,

terdapat banyak pengunjung yang datang untuk melakukan pencabutan gigi

permanennya. Bahkan, terkadang ada pasien yang mengabaikan instruksi dokter gigi

pasca pencabutan gigi, seperti tidak diperkenankan untuk merokok.

Penelitian ini dilakukan di Bagian Bedah Mulut RSGM Kandea, karena

penelitian ini merupakan penelitian klinis. Melalui penelitian ini diharapkan agar

dapat diketahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan insidensi dry socket.

2

Page 3: Skripsi.docx

Peneliti mengharapkan agar kelak hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan

pertimbangan bagi dokter gigi dalam perawatan pasca pencabutan gigi, jika terdapat

arti yang signifikan terhadap terjadinya infeksi pasca pencabutan gigi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka

dirumuskan masalah sebagai berikut :

Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan insidensi terjadinya

dry socket ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan

merokok dengan insidensi terjadinya dry socket.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu :

1. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara kebiasaan

merokok dengan insidensi terjadinya dry socket dan untuk mengetahui

pencegahan yang dapat dilakukan untuk kasus tersebut.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi dokter gigi dalam

perawatan pasca pencabutan gigi sebagai bentuk upaya yang efektif untuk

mencegah infeksi pasca pencabutan gigi.

3

Page 4: Skripsi.docx

1.5 HIPOTESA PENELITIAN

Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan insidensi terjadinya

dry socket.

4

Page 5: Skripsi.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ALVEOLAR OSTEITIS (DRY SOCKET)

2.1.1 Definisi Dry socket

Dry socket dikenal sebagai osteitis lokal atau vokal dan secara klinis

bermanifestasi berupa inflamasi yang meliputi salah satu atau seluruh bagian

dari lapisan tulang padat pada soket gigi (lamina dura).6

Dry socket digambarkan sebagai komplikasi pada disintegrasi bekuan

darah intra alveolar yang dimulai sejak hari kedua hingga keempat pasca

pencabutan gigi.7

Dry socket adalah gangguan dalam penyembuhan yang terjadi setelah

pembentukan bekuan darah yang matang, tapi sebelum bekuan darah tersebut

digantikan oleh jaringan granulasi.8

Alveolar osteitis adalah sakit pasca operasi pada atau di sekitar soket

gigi yang dapat meningkat tiap waktu antara hari pertama dan hari ketiga

setelah pencabutan yang ditandai dengan hilangnya bekuan darah pada soket

alveolar serta dengan atau tanpa halitosis.1

Terdapat banyak istilah yang sering digunakan untuk komplikasi ini di

antaranya, seperti “alveolar osteitis”, “alveolitis”, “alveolitis sicca

Page 6: Skripsi.docx

dolorosa”,“localized alveolar osteitis”, “fibrinolytic alveolitis”, “septic

socket”, “necrotic socket”, dan “alveolalgia”.1

2.1.2 Tanda dan gejala klinis

Tanda dan gejala klinis dry socket antara lain :

a) Dry socket muncul pada hari 1-3 setelah pencabutan gigi dengan

durasi biasanya hingga 5-10 hari.1

b) Hilangnya bekuan darah pada soket bekas pencabutan dan

biasanya dipenuhi oleh debris.7

c) Rasa sakit yang hebat dan ‘berdenyut’ dimulai sejak 24-72 jam

setelah pencabutan gigi dan dapat menjalar hingga ke arah telinga

dan tulang temporal.8

d) Pada soket bekas pencabutan, tulang alveolar sekitar diselimuti

oleh lapisan jaringan nekrotik berwarna kuning keabu-abuan.1

e) Inflamasi margin gingiva di sekitar soket bekas pencabutan.1

f) Mukosa sekitar biasanya berubah warna menjadi kemerahan.1

g) Ipsilateral regional lymphadenopathy1

h) Halitosis1

6

Page 7: Skripsi.docx

Gambar 2.1. Gambaran klinis dry socket pada gigi molar kedua maksila. Sumber : Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin : Springer ; 2007. p.199.

2.1.3 Klasifikasi

Hermesch et al dalam jurnal “Clinical Concepts of Dry socket”

mengklasifikasikan komplikasi ini ke dalam tiga tipe, yaitu : 7

a) Superficial alveolitis marginal

Pada marginal alveolitis, mukosa perialveolar menjadi terinflamasi dan

sebagiannya tertutupi oleh jaringan granulomatosa serta terasa sakit

selama mastikasi.

b) Suppurative alveolitis

Pada alveolitis supuratif, bekuan darah terinfeksi dan tertutupi oleh

membran berwarna hijau keabu-abuan serta dapat mengandung fragmen

dental atau tulang yang sequester. Hal ini menyebabkan rasa sakit yang

cukup hebat dan kadang-kadang disertai demam.

c) Dry socket

7

Page 8: Skripsi.docx

Pada dry socket, dinding tulang alveolar terbuka, hilangnya bekuan darah

secara total atau parsial, berwarna agak gelap dan bau yang busuk. Rasa

sakit yang hebat dan terus-menerus yang tidak dapat reda dengan

pemberian analgesik. Hyperthermia lokal dan lymphadenopathy juga

dapat mumcul pada tipe alveolitis ini.

Selain itu, Oikarinen dalam jurnal “Clinical Concepts of Dry socket”

mengklasifikasikan komplikasi ini menjadi dua, yaitu :7

a) Real alveolitis

Real alveolitis menghasilkan gejala yang khas dari dry socket dan

memerlukan follow up secara profesional.

b) Nonspecific alveolitis

Nonspecific alveolitis terjadi pada hari ketiga hingga keempat pasca

pencabutan gigi. Tipe ini lebih sering ditemukan dan tidak memerlukan

perawatan profesional meskipun terdapat gejala rasa sakit.

2.1.4 Etiologi

Beberapa teori telah menyampaikan mengenai etiologi dry socket. Hal

tersebut mencakup infeksi, trauma dan agen biokimia.10 Etiologi yang tepat

mengenai dry socket belum dapat terdefinisikan. Namun, beberapa faktor lokal

dan sistemik diketahui memiliki kontribusi pada terjadinya dry socket, antara

lain : 1

a) Trauma Bedah dan Kesulitan dalam Bedah

8

Page 9: Skripsi.docx

Hal ini karena lebih banyak pembebasan second direct tissue activator

pada inflamasi bone marrow yang dapat terjadi jika pencabutan gigi lebih

sulit dan traumatik. Pencabutan gigi secara bedah 10 kali lipat dapat

meningkatkan insidensi dry socket dibandingkan dengan pencabutan gigi

secara non bedah.1

b) Kurangnya Pengalaman Operator

Larsen mengemukakan bahwa operator yang kurang berpengalaman

dapat menyebabkan trauma yang lebih besar selama pencabutan gigi,

khususnya pencabutan gigi molar ketiga mandibula secara bedah. 1

c) Molar Ketiga Mandibula

Dry socket lebih banyak ditemukan pada pencabutan gigi molar ketiga

mandibula. Hal ini berkaitan dengan kepadatan tulang yang meningkat,

vaskularisasi menurun dan berkurangnya kapasitas produksi jaringan

granulasi yang bertanggung jawab khusus pada daerah tersebut. 1

d) Penyakit Sistemik

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa terdapat asosiasi antara

penyakit sistemik dengan dry socket. Pasien dengan immunocompromised

atau diabetes cenderung untuk mengalami dry socket karena dapat

mengubah proses penyembuhan luka. 1

e) Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral merupakan satu-satunya medikasi yang memiliki

asosiasi dengan insidensi dry socket. Selain itu, ditemukan bahwa

peningkatan insidensi dry socket memiliki korelasi dengan penggunaan

9

Page 10: Skripsi.docx

kontrasepsi oral. Estrogen dikatakan memiliki peran yang signifikan dalam

proses fibrinolisis. Estrogen dipercaya mengaktifkan sistem fibrinolitik

(meningkatkan faktor II, VII, VIII, X dan plasminogen) secara tidak

langsung dan kemudian menyebabkan peningkatan lisis bekuan darah. 1

f) Jenis Kelamin

Banyak penulis mengklaim bahwa jenis kelamin perempuan tanpa

memperhatikan penggunaan kontrasepsi oral merupakan predisposisi

terjadinya dry socket. Namun, dikemukakan juga bahwa tidak ada

perbedaan dalam insidensi dry socket yang berasosiasi dengan jenis

kelamin. 1

g) Merokok

Beberapa studi mengemukakan terdapat hubungan antara merokok

dengan dry socket. Mekanisme sistemik atau pengaruh lokal secara

langsung (panas atau isapan rokok) pada daerah pencabutan gigi yang

menyebabkan peningkatan insidensi dry socket juga belum diketahui

secara pasti. Dipertimbangkan bahwa fenomena ini berkaitan dengan

paparan substansi asing yang dapat bertindak sebagai kontaminan pada

daerah pencabutan gigi. 1

h) Physical Dislodgement of the Clot (Tercabutnya Bekuan Darah)

Dari berbagai teori, tidak ada fakta yang ditemukan pada literatur

mengenai hal ini, yang disebabkan oleh manipulasi atau tekanan negatif

jika mengisap melalui sedotan dapat memiliki kontribusi terjadinya dry

socket. 1

10

Page 11: Skripsi.docx

i) Infeksi bakteri

Banyak studi yang mendukung bahwa infeksi bakteri merupakan

faktor utama terjadinya dry socket. Penelitian mengenai asosiasi antara

Actinomyces viscosus dan Streptococcus mutans pada dry socket

menunjukkan penyembuhan luka yang lambat dari daerah bekas

pencabutan gigi setelah inokulasi mikroorganisme ini pada model hewan. 1

Nitzan et al dalam jurnal “Review Article Alveolar Osteitis : a

Comprehensive Review of Concepts and Controversies” juga melakukan

observasi plasmin, berupa aktivitas fibrinolitik pada kultur Treponema

denticola, yaitu mikroorganisme yang terdapat pada penyakit periodontal. 1

j) Irigasi yang Berlebihan atau Kuretase Alveolus

Irigasi yang berlebihan secara berulang-ulang pada alveolus dapat

mengganggu pembentukan bekuan darah, sedangkan kuretase secara keras

dapat melukai tulang alveolar. 1

k) Umur

Semakin tua umur pasien, resiko untuk mengalami dry socket juga

semakin tinggi. Dikemukakan juga bahwa pengangkatan gigi molar ketiga

mandibula sebaiknya dilakukan sebelum umur 24 tahun.1

l) Anestesi Lokal dengan Vasokonstriktor

Penggunaan anestesi lokal dengan vasokonstriktor dapat

meningkatkan insidensi dry socket. Dikemukakan bahwa frekuensi dry

socket meningkat dengan anestesi infiltrasi. Karena, ischemia temporer

dapat menyebabkan suplai darah berkurang. 1

11

Page 12: Skripsi.docx

m) Saliva

Beberapa penulis berpendapat bahwa saliva memiliki kontribusi

terhadap terjadinya dry socket. Namun, belum ditemukan bukti secara

ilmiah yang mendukung hal tersebut. 1

n) Terdapat Sisa Fragmen Tulang/Akar pada Luka

Fragmen sisa tulang atau akar dan debris dapat menyebabkan

terganggunya penyembuhan dan memiliki kontribusi dalam insidensi dry

socket. 1

o) Desain Flap/Penggunaan Jahitan pada Luka

Bukti mengenai hubungan antara hal ini dengan insidensi dry socket

masih belum dapat dijelaskan secara ilmiah. 1

2.1.5 Patogenesis

Patogenesis yang tepat mengenai dry socket belum sepenuhnya

diketahui. Artikel Birn di antara tahun 1963 dan 1973 mengemukakan

mengenai patofisologi dry socket yang lebih mudah dimengerti.1

Studi klinis dan eksperimental oleh Birn dalam jurnal “Review

Article Alveolar Osteitis : a Comprehensive Review of Concepts and

Controversies” telah menjelaskan mengenai peningkatan aktivitas lokal

fibrinolitik sebagai faktor prinsipil etiologi terjadinya dry socket. Birn

mengamati terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolitik pada alveolus dengan

dry socket dibandingkan dengan aveolus normal. Birn memperkuat

pernyataannya bahwa lisis total atau partial dan hancurnya bekuan darah

12

Page 13: Skripsi.docx

disebabkan oleh pelepasan mediator selama inflamasi oleh aktivasi

plasminogen direct atau indirect ke dalam darah.7

Ketika mediator dilepaskan oleh sel-sel pada tulang alveolar pasca

trauma, plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang menyebabkan

pecahnya bekuan darah oleh disintegrasi fibrin. Perubahan ini terjadi oleh

adanya proaktivator selular atau plasmatik dan aktivator lainnya. Aktivator-

aktivator tersebut diklasifikasikan menjadi direct (fisiologik) dan indirect

(nonfisiologik) aktivator dan juga telah dibagi ke dalam subklasifikasi

berdasarkan sumbernya, yaitu aktivator intrinsik dan ekstrinsik. 7

Aktivator intrinsik berasal dari komponen plasma, seperti aktivator

factor XII-dependent atau factor-Hageman-dependent dan urokinase. Direct

aktivator intrinsik berasal dari luar plasma dan termasuk aktivator jaringan dan

plasminogen endothelial. Aktivator jaringan plasminogen paling banyak

ditemukan pada mamalia, termasuk pada tulang alveolar. Indirect aktivator

termasuk streptokinase dan stafilokinase. Substansi-substansinya dihasilkan

dari interaksi antara bakteri dengan plasminogen dan bentuk aktivator

kompleks tersebut yang mengubah plasminogen menjadi plasmin. 7

Rasa sakit yang khas pada dry socket berhubungan dengan

pembentukan senyawa kinin di dalam alveolus. Kinin mengaktifkan terminal

nervus primer afferen yang peka terhadap mediator inflamasi dan susbtansi

allogenik lainnya yang pada konsentrasi 1ng/ml dapat menyebabkan rasa sakit

yang hebat. Plasmin juga menyebabkan perubahan kallikrein menjadi kinin di

dalam sumsum tulang alveolar. Sehingga, adanya plasmin dapat menjelaskan

13

Page 14: Skripsi.docx

kemungkinan terjadinya dry socket dari berbagai aspek (seperti neuralgia dan

disintegrasi bekuan darah). 7

Sedangkan, studi oleh Nitzan dalam jurnal “Modern Concepts in

Understanding and Management of the Dry socket Syndrome : Comprehensive

Review of the Literature” mengemukakan bahwa plasmin tidak diaktifkan oleh

aktivator jaringan, melainkan merupakan produk independen. Menurutnya,

penggunaan antibiotik lokal dapat mengurangi dry socket, sehingga tidak

konsisten dengan konsep mengenai aktivator jaringan. Hal tersebut telah

diketahui bahwa produk bakterial digunakan untuk mengobati penyakit

thromboembolik dengan meningkatkan fibrinolisis. Oleh sebab itu, implikasi

bahwa bakteri sebagai penghasil plasmin telah dibuat. 10

Treponema denticola diketahui berkembang biak dan menghancurkan

bekuan darah tanpa menghasilkan gejala klinis yang khas pada infeksi, seperti

kemerahan, bengkak atau terbentuknya pus dan sebelumnya telah diisolasi dari

dry socket. Treponema denticola adalah bakteri anaerob yang berimplikasi

pada penyakit periodontal dan dapat menghasilkan bau busuk yang khas dari

dry socket. 10

Treponema denticola menunjukkan aktivitas fibrinolitik seperti

plasmin, sedangkan bakteri rongga mulut lainnya pada umumnya hanya

memiliki aktivitas yang minim. T. denticola merupakan koloni yang

belakangan ditemukan pada rongga mulut dan berimplikasi lebih lanjut karena

dry socket jarang ditemukan pada anak-anak.10

14

Page 15: Skripsi.docx

2.1.6 Perawatan

Tujuan perawatan dry socket adalah untuk mengurangi rasa sakit yang

dirasakan oleh pasien selama proses penyembuhan yang tertunda. Hal ini

biasanya diselesaikan dengan irigasi pada soket, debridemen secara mekanik

dan penempatan dressing yang mengandung eugenol. Dressing perlu untuk

diganti setiap hari selama beberapa hari dan kemudian berkurang frekuensinya.

Rasa sakit biasanya hilang dalam 3 sampai 5 hari, meskipun dapat mencapai 10

sampai 14 hari pada beberapa pasien.8

Beberapa studi menunjukkan teknik Matthew's pada tahun 1982 dan

Mitchell's tahun 1986 sangat efektif. Mereka menggunakan granula

dextranomer (Debrisan) dan pasta kolagen (Formula K) tanpa mengamati

terjadinya reaksi tubuh yang asing seperti pada penggunaan zinc

oksida/campuran eugenol. Dengan perawatan ini, rasa sakit berangsur-angsur

reda dan pasien diinstruksikan untuk menghindari mengunyah pada sisi yang

tersebut. Selain itu, menjaga oral hygiene tetap ditekankan.9

2.2 ROKOK

2.2.1 Definisi Rokok

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus yang meliputi kretek

dan rokok putih yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana

rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar

dengan atau tanpa bahan tambahan.11

15

Page 16: Skripsi.docx

2.2.2 Jenis Rokok

Berdasarkan komposisi bahan dasarnya, rokok terbagi menjadi dua

kelompok, yaitu : 11

a) Rokok Kretek

Rokok kretek adalah rokok khas Indonesia sebagai hasil olahan

tembakau rajangan dan/atau krosok dicampur cengkeh rajangan dan sacs

serta bahan tambahan lainnya yang diizinkan dan dibungkus dengan

menggunakan berbagai bahan pembungkus.11

Kretek dikenal juga dengan nama cigarettes cengkeh, karena

mengandung 40% cengkeh dan 60% tembakau. Sediaan ini sangat

terkenal di Indonesia. Bahaya yang ditimbulkan hampir sama, namun

demikian ada beberapa yang khas yaitu : 5

Cengkeh menimbulkan aroma yang enak, sehingga menutup faktor

bahaya tembakau.

Cengkeh mengeluarkan zat eugenol yang mempengaruhi efek

sensori.

Suatu studi di Indonesia memperlihatkan bahwa perokok kretek

mempunyai risiko 13 – 20 kali lebih besar untuk terjadinya

kerusakan paru dibandingkan dengan bukan perokok.

b) Rokok Putih

Rokok putih adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan

tembakau Virginia iris dan/atau tembakau lainnya tanpa menggunakan

16

Page 17: Skripsi.docx

cengkeh, digulung dengan kertas sigaret dan boleh menggunakan bahan

tambahan yang diizinkan.11

2.2.3 Kandungan Rokok

Bahan dasar rokok adalah tembakau. Tembakau merupakan tanaman

yang dapat menimbulkan adiksi karena mengandung nikotin dan juga zat-zat

karsinogen serta zat-zat beracun lainnya. Setelah diolah menjadi suatu produk

apakah rokok atau produk lain , zat-zat kimia yang ditambahkan berpotensi

untuk menimbulkan kerusakan jaringan tubuh serta kanker.5

Tembakau mengandung kurang lebih 4000 elemen – elemen dan

setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada

tembakau adalah tar, nikotin, dan CO. Beberapa kandungan rokok antara lain

yaitu: 5

a) Karbon Monoksida (CO)

Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat

arang/karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat

mencapai 3% - 6%. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat

hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah lebih kuat

dibandingkan oksigen. Sehingga setiap ada asap tembakau, di samping

kadar oksigen udara yang sudah berkurang, sel darah merah akan

semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO dan bukan

oksigen. 5

17

Page 18: Skripsi.docx

b) Nikotin

Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5- 3 nanogram

dan semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah terdapat sekitar 40-

50 nanogram nikotin setiap 1 ml-nya. Nikotin bukan merupakan

komponen karsinogenik. Hasil pembusukan panas dari nikotin seperti

dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosamine yang bersifat

karsinogenik. 5

c) Tar

Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang

merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel

pada paru–paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5-35 mg/ batang. Tar

merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada

jalan nafas dan paru-paru. 5

d) Kadmium

Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama

ginjal.5

e) Amoniak

Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan

hidrogen. 5

f) Hidrogen Sianida (HCN)

HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan

tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah

18

Page 19: Skripsi.docx

terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernafasan dan merusak

saluran pernafasan. 5

g) Nitrogen Oksida

Nitrogen oksida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila

terhisap dapat menyebabkan hilangnya akal dan rasa sakit. 5

h) Formaldehida

Formaldehida adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong

sebagai pengawet dan pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun

terhadap semua organisme. 5

i) Fenol

Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi

beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar

arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol terikat ke protein

sehingga menghalangi aktivitas enzim. 5

j) Asetol

Asetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan

alkohol. 5

k) Asam Sulfida (H2S)

Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar

dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim. 5

l) Piridin

19

Page 20: Skripsi.docx

Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini

dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan

pembunuh hama. 5

m) Metil Klorida

Metil Klorida adalah campuran dari zat – zat bervalensi satu dengan

hidrokarbon sebagai unsur utama. zat ini adalah senyawa organik yang

beracun. 5

n) Metanol

Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan

mudah terbakar. Meminum atau menghisap metanol mengakibatkan

kebutaan bahkan kematian. 5

o) Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)

Senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki cincin dideskripsikan

sebagai Fused Ring System atau PAH. Beberapa PAH yang terdapat

dalam asap tembakau antara lain Benzo (a) Pyrene, Dibenz (a,h)

anthracene, dan Benz(a)anthracene. Senyawa ini merupakan senyawa

reaktif yang cenderung membentuk epoksida yang metabolitnya bersifat

genotoksik. Senyawa tersebut merupakan penyebab tumor. 5

p) N- nitrosamina

N - nitrosamina dibentuk oleh nirtrasasi amina. Asap tembakau

mengandung 2 jenis utama N- nitrosamina, yaitu Volatile N- Nitrosamina

(VNA) dan Tobacco N-Nitrosamina. Hampir semua Volatile N-

Nitrosamina ditahan oleh sistem pernafasan pada inhalasi asap tembakau.

20

Page 21: Skripsi.docx

Jenis tembakau VNA diklasifikasikan sebagai karsinogen yang

potensial.5

2.2.4 Dampak rokok terhadap penyembuhan luka

Penyembuhan luka merupakan proses dinamis yang terdiri dari 4 fase

yang berkelanjutan, overlap dan terprogram secara tepat. Peristiwa dalam tiap

fase harus terjadi secara tepat dan dengan cara teratur. Gangguan,

penyimpangan atau perpanjangan dalam proses dapat menyebabkan

terlambatnya penyembuhan luka atau luka kronis yang tidak dapat

disembuhkan.12

Pada manusia dewasa, penyembuhan luka optimal meliputi : (1)

Kecepatan hemostasis ; (2) Ketepatan inflamasi ; (3) Diferensiasi, proliferasi

dan migrasi sel mesenkimal ke daerah yang luka ; (4) Angiogenesis yang

sesuai ; (5) Re-epitelisasi secara cepat (pertumbuhan kembali jaringan epitel di

atas permukaan luka) ; dan (6) Sintesis dan cross-linking kolagen untuk

menyediakan kekuatan bagi jaringan penyembuhan.12

Proses penyembuhan luka terdiri dari 4 fase yang terintegrasi :

hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodelling jaringan atau resolusi.

Keempat fase ini dan fungsi biofisiologisnya dapat terjadi dalam suatu

rangkaian, pada waktu yang spesifik dan berlanjut dalam durasi spesifik pada

intensitas yang optimal. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi

penyembuhan luka dengan mengganggu satu atau lebih fase dalam proses ini.

Hal ini menyebabkan rusaknya perbaikan jaringan.12

21

Page 22: Skripsi.docx

Tabel 2.1 Proses normal penyembuhan lukaFase Proses selular dan biofisologis

Hemostasis Konstriksi vaskular Agregasi platelet, degranulasi dan pembentukan

fibrin (trombin)

Inflamasi Infiltrasi neutrofil Infiltrasi monosit dan diferensiasi menjadi

makrofag Infiltrasi limfosit

Proliferasi Re-epitelisasi Angiogenesis Sintesis kolagen Pembentukan matriks ekstraselular

Remodelling Remodelling kolagen Maturasi vaskular dan regresi

Sumber :Guo S, DiPietro LA. Factors Affecting Wound Healing. J Dent Res 2010 ; 89 (3) : p. 220

Efek negatif merokok terhadap penyembuhan luka telah diketahui

sejak lama. Pasca operasi, pasien yang merokok menunjukkan keterlambatan

dalam penyembuhan luka dan peningkatan berbagai komplikasi, seperti infeksi,

ruptur pada luka, kebocoran anastomotik, nekrose flap, epidermolisis dan

menurunnya daya regang pada luka.12

Sekitar lebih dari 4000 substansi dalam rokok tembakau yang telah

teridentifikasi dan beberapa menunjukkan dampak yang negatif pada

penyembuhan. Banyak studi memfokuskan pada efek nikotin, karbon

monoksida dan hidrogen sianida dalam rokok. Nikotin kemungkinan dapat

mengganggu suplai oksigen dengan menyebabkan ischemia jaringan karena

nikotin dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan melalui

efek vasokonstriksi. Nikotin menstimulasi akivitas saraf simpatik dan

22

Page 23: Skripsi.docx

menghasilkan pelepasan epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi periferal

dan menurunnya perfusi darah pada jaringan. Nikotin juga dapat meningkatkan

viskositas darah yang disebabkan oleh aktivitas fibrinolitik yang menurun dan

augmentasi daya lekat platelet. 12

Selain nikotin, karbon monoksida dalam rokok dapat menyebabkan

hipoksia jaringan. Karbon monoksida secara agresif berikatan dengan

hemoglobin dengan afinitas 200 kali lebih besar daripada oksigen. Hal ini

menghasilkan menurunnya jumlah hemoglobin oksigenasi dalam aliran darah.12

Hidrogen sianida juga telah diketahui merupakan komponen dalam

rokok yang dapat merusak metabolisme oksigen seluler dan menyebabkan

konsumsi oksigen yang membahayakan bagi jaringan. 12

Merokok menunjukkan efek yang negatif terhadap penyembuhan luka

dalam rongga mulut setelah scaling periodontal, bedah periodontal atau luka

bekas pencabutan gigi. Telah dilaporkan bahwa meningkatnya frekuensi

merokok atau merokok pada pada hari dilakukannya bedah, secara signifikan

dapat meningkatkan insidensi alveolar osteitis yang disebut juga dry socket.

Mekanisme penghambatan penyembuhan mungkin berhubungan dengan

peningkatan level plasma pada adrenalin dan noradrenalin setelah merokok,

dan menyebabkan vasokonstriksi periferal dan merusak fungsi neutrofil

polimorfonuklear. 13

23

Page 24: Skripsi.docx

BAB III

KERANGKA KONSEP

24

Remaja dan Dewasa

Kebiasaan merokok

Alveolar Osteitis (dry socket)

Tanda dan gejala klinis

Waktu

Tidak melakukan instruksi pasca pencabutan gigi

Penyebaran infeksi

Faktor kontribusi

Pencabutan gigi permanen

Infeksi pasca pencabutan gigi

Berdampak negatif

Daerah pencabutan gigi

Page 25: Skripsi.docx

Keterangan :

25

Variabel akibat

Variabel bebas

Variabel moderator

Page 26: Skripsi.docx

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 RANCANGAN PENELITIAN

Desain atau rancangan penelitiannya adalah observasi studi longitudinal

prospektif yaitu dengan melakukan observasi mengenai insidensi alveolar osteitis

(dry socket) pasca pencabutan gigi pada pasien Bagian Bedah Mulut di RSGM

Kandea pada saat tertentu (selama periode penelitian). Hasilnya merupakan suatu

analisis mengenai bagaimana fenomena hubungan antara kebiasaan merokok pada

pasien dengan insidensi dry socket yang ditemukan.

4.2 POPULASI DAN SAMPEL

4.2.1 Populasi

Populasi yang digunakan adalah pasien pada Bagian Bedah Mulut di

RSGM Kandea.

4.2.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah pasien pada Bagian Bedah Mulut di

RSGM Kandea yang datang untuk mencabut gigi permanen pada saat

penelitian dan sesuai kriteria inklusi. Kriteria inklusi sebagai berikut :

a) Pasien yang bersedia untuk dilakukan pemeriksaan terhadap

kondisi soket bekas pencabutan gigi dan mengizinkan untuk

dilakukan penelitian terhadapnya.

Page 27: Skripsi.docx

b) Pasien laki-laki yang berusia di atas 17 tahun.

c) Pasien yang bersedia untuk dilakukan follow up.

d) Pasien yang merokok.

4.3 DEFINISI OPERASIONAL

4.3.1 Kebiasaan merokok adalah kegiatan menghisap rokok yang dilakukan

berulang kali dan teratur baik dengan menggunakan rokok kretek

maupun rokok non kretek. Kebiasaan merokok dinilai dengan

menggunakan Indeks Brinkman (BI) untuk mengetahui derajat berat

merokok.

4.3.2 Jumlah batang rokok per hari adalah jumlah rokok tiap batang yang

dikonsumsi oleh pasien rata-rata setiap harinya.

4.3.3 Durasi merokok adalah lamanya waktu pasien mengonsumsi rokok

yang dimulai sejak awal hingga saat pengisian kuesioner.

4.3.4 Jenis rokok adalah jenis rokok yang dikonsumsi oleh pasien yang

dibedakan menurut komposisi bahannya yaitu dengan cengkeh

(kretek) dan tanpa cengkeh (non kretek).

4.3.5 Alveolar osteitis (dry socket) adalah sakit pasca operasi pada atau di

sekitar soket gigi yang dapat meningkat tiap waktu antara hari pertama

dan hari ketiga setelah pencabutan yang ditandai dengan adanya

jaringan nekrotik berwarna kuning keabuan serta limfadenopati

regional.

27

Page 28: Skripsi.docx

4.3.6 Intensitas rasa sakit adalah tingkatan rasa sakit yang dirasakan oleh

pasien pada soket bekas pencabutan gigi ketika diaplikasikan sonde

lurus ke dalam soket.

4.3.7 Jaringan nekrotik adalah lapisan berwarna kuning keabu-abuan yang

terdapat dalam soket bekas pencabutan gigi.

4.3.8 Limfadenopati adalah pembengkakan pada kelenjar limfe regional

pada regio gigi yang telah dilakukan pencabutan.

4.4 ALAT DAN BAHAN

4.4.1 Alat

4.4.1.1 Nier becken digunakan sebagai tempat alat dan kapas.

4.4.1.2 Kaca mulut digunakan untuk melihat keadaan soket bekas

pencabutan gigi dan menarik pipi.

4.4.1.3 Pinset digunakan untuk menjepit kapas.

4.4.1.4 Sonde lurus digunakan untuk pemeriksaan klinis soket

bekas pencabutan gigi.

4.4.1.5 Kuisioner dan Indeks Brinkman (BI).

4.4.2 Bahan

4.4.2.1 Alkohol 70% digunakan untuk disinfeksi alat-alat yang

dipakai.

4.4.2.2 Betadine digunakan untuk disinfeksi daerah yang akan

diperiksa.

4.4.2.3 Kapas

28

Page 29: Skripsi.docx

4.4.2.4 Alat tulis digunakan untuk mencatat data.

4.4.2.5 Gelas dan air digunakan pasien untuk berkumur.

4.5 KRITERIA PENILAIAN

4.5.1 Kebiasaan Merokok

Jumlah batang rokok per hari digolongkan menjadi(4) :

perokok ringan : pasien yang merokok ≤ 20 batang per hari

perokok berat : pasien yang merokok > 20 batang per hari

Durasi merokok digolongkan menjadi :

perokok ringan : pasien yang merokok ≤ 20 tahun

perokok berat : pasien yang merokok > 20 tahun

Perokok dan non perokok ditentukan berdasarkan kuisioner yang

dibagikan kepada sampel. Berdasarkan Indeks Brinkman, perokok

diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yaitu perokok berat (Indeks

Brinkman ≧ 600) dan perokok ringan (Indeks Brinkman <600).(14)

Cara menghitung Indeks Brinkman yaitu :

Sehingga, sampel pada penelitian ini dikelompokkan menjadi :

a) Perokok ringan yaitu pasien dengan nilai Indeks Brinkman <600

b) Perokok berat yaitu pasien dengan nilai Indeks Brinkman >600

29

Indeks Brinkman (BI)Jumlah batang rokok per hari x durasi lama merokok (tahun)

Page 30: Skripsi.docx

Berdasarkan jenis rokok yang digunakan terbagi menjadi dua kelompok,

yaitu(11) :

c) Rokok jenis kretek adalah rokok khas Indonesia sebagai hasil olahan

tembakau rajangan dan/atau krosok dicampur cengkeh rajangan dan sacs

serta bahan tambahan lainnya yang diizinkan dan dibungkus dengan

menggunakan berbagai bahan pembungkus.

d) Rokok jenis non kretek yang dimaksud adalah rokok putih. Rokok putih

adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau

Virginia Iris dan/atau tembakau lainnya tanpa menggunakan cengkeh,

digulung dengan kertas sigaret dan boleh menggunakan bahan tambahan

yang diizinkan.

4.5.2 Dry socket

Insidensi alveolar osteitis (dry socket) diukur dengan

menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif yang

digunakan adalah berupa kuisioner yang dibagikan kepada sampel.

Sedangkan, metode kuantitatif berupa pengamatan klinis berdasarkan

indeks yang dinilai berdasarkan tiga hal yaitu :

4.5.2.1 Intensitas Rasa Sakit

Intensitas rasa sakit diukur melalui pemeriksaan secara

klinis dengan menggunakan sonde lurus. Sonde lurus diaplikasikan

pada soket bekas pencabutan gigi untuk melihat reaksi pasien.

Sehingga penilaian digolongkan menjadi 2, yaitu :

30

Page 31: Skripsi.docx

a) Sakit

b) Tidak sakit

4.5.2.2 Ada atau Tidaknya Jaringan Nekrotik

Ada atau tidaknya jaringan nekrotik dinilai melalui pengamatan

soket bekas pencabutan gigi secara klinis. Digolongkan menjadi 2,

yaitu:

c) Ada jaringan nekrotik

d) Tidak ada jaringan nekrotik

4.5.2.3 Ada atau Tidaknya Limfadenopati

Ada atau tidaknya limfadenopati dinilai melalui pengamatan

secara klinis dengan meraba kelenjar limfe regional. Digolongkan

menjadi 2, yaitu:

a) Ada limfadenopati

b) Tidak ditemukan adanya limfadenopati

31

Page 32: Skripsi.docx

Kuisioner I untuk sampel perokok dan non perokok

Sumber : Riset Kesehatan Dasar 2010. Pedoman Pengisian Kuesioner Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta : 2010. hal.71-72.

32

Kuisioner Kebiasaan Merokok

Berilah tanda checklist (√ )

Nama : (No. : Tanggal : )

Umur :

Apakah anda merokok selama 1 bulan terakhir ?

□ Ya, setiap hari □ Tidak, tetapi sebelumnya pernah

□ Ya, kadang-kadang □ Tidak pernah sama sekali

Berapa umur anda mulai merokok ?

Rata-rata berapa berapa batang rokok yang anda hisap per hari?

Apa jenis rokok yang anda hisap ?

□ Kretek □ Non kretek

Page 33: Skripsi.docx

Kuisioner II untuk sampel dry socket

Sumber : Nusair YM, Abu Younis MH. Prevalence, Clinical Picture and Risk Factors of Dry socket in a Jordanian Dental Teaching Centre. J Contemp Dent Pract 2007 ; (8)3 : p.5.

33

Kuisioner Dry socket

Berilah tanda checklist (√ )

Nama : (No. : Tanggal : )

Umur :

Jenis Kelamin : □ laki-laki □ perempuan

Soket gigi yang dicabut :

Tanda dan gejala : □ sakit

□ soket yang kosong

□ tulang alveolar yang kering

□ bau mulut

Waktu muncul rasa sakit

□ sesaat setelah pencabutan □ 72 jam setelah pencabutan

□ 24 jam setelah pencabutan □ lainnya ______________

□ 48 jam setelah pencabutan

Perawatan yang diberikan : □ irigasi dengan larutan saline

□ packing dengan Alvogyl

□ medikasi ______________

Page 34: Skripsi.docx

4.6 PROSEDUR PENELITIAN

a) Penelitian dilakukan selama tiga bulan dan sampel diambil berdasarkan

metode random sampling

b) Pasien yang telah melakukan pencabutan gigi permanen dan sesuai

dengan kriteria inklusi akan diberikan kuesioner I.

c) Pasien akan di-follow up pada hari ke-3 hingga hari ke-5 setelah

pencabutan gigi dan akan diberikan kuesioner II serta dilakukan

pengamatan terhadap soket gigi secara klinis.

d) Kemudian, setelah semua data dikumpulkan selama periode penelitian,

lalu datanya diolah, disajikan serta dianalisis.

4.7 DATA

a) Jenis data : Data primer

b) Penyajian data : Dalam bentuk tabel dan diagram

c) Pengolahan data : Menggunakan program SPSS

d) Analisis data : Uji Chi Square (x2)

34

Page 35: Skripsi.docx

4.8 ALUR PENELITIAN

Desain Penelitian : Longitudinal Desain

35

Bagian Bedah Mulut RSGM Kandea

Penentuan dan pengambilan sampel sesuai kriteria inklusi

Pengisian kuesioner I

Pengisian kuesioner II dan pengamatan soket gigi secara

klinis

Pengolahan dan penyajian data

Analisis data

sesaat setelah pencabutan gigi

hari ke-3 pasca pencabutan gigi

Page 36: Skripsi.docx

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 DESKRIPSI DATA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Bagian Bedah Mulut

RSGM Kandea pada tanggal 25 April 2012 sampai 29 Juni 2012 diperoleh 38

sampel secara random dari pasien pencabutan gigi permanen di Bagian Bedah

Mulut RSGM Kandea. Hasil penelitian yaitu mengenai tingkat derajat

kebiasaan merokok berdasarkan Indeks Brinkman dan insidensi dry socket

melalui pemeriksaan secara klinis maupun follow up via telepon bagi pasien

yang sukar dihubungi atau mengalami kendala masalah waktu follow up.

Kemudian disajikan dalam bentuk tabel sehingga dapat dilihat berapa banyak

pasien perokok yang dicabut giginya dan mengalami dry socket pasca

pencabutan gigi. Penelitian ini dilakukan pada 38 sampel dari pasien berjenis

kelamin laki-laki berusia di atas 17 tahun dan perokok serta melakukan

pencabutan gigi permanen di Bagian Bedah Mulut RSGM Kandea.

Penelitian yang dilakukan memperoleh 38 jenis sampel yaitu soket

bekas daerah pencabutan gigi pada perokok berjenis kelamin laki-laki.

Tingkat kebiasaan merokok dinilai berdasarkan Indeks Brinkman. Perokok

ringan mengonsumsi rata-rata 11 batang rokok per hari dengan durasi lama

Page 37: Skripsi.docx

merokok rata-rata selama 20 tahun. Sedangkan perokok berat mengonsumsi

36 batang rokok per hari dengan durasi lama merokok rata-rata selama 23

tahun. Dengan demikian, perokok ringan memiliki Indeks Brinkman rata-rata

102, sedangkan perokok berat memiliki Indeks Brinkman rata-rata 895.

Tabel 5.1. Ditribusi tingkat kebiasaan merokok berdasarkan Indeks Brinkman pada laki-laki pengunjung RSGM Kandea tanggal 25 April sampai 29 Juni 2012Nilai Indeks Brinkman Frekuensi (n) Persentase (%)

<600 20 52.63

>600 18 47.37

Jumlah 38 100

Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari seluruh sampel

insidensi dry socket lebih banyak ditemukan pada perokok berat daripada

pada perokok ringan. Pasien pencabutan gigi permanen di-follow up oleh

peneliti pada hari ketiga sampai hari kelima pasca pencabutan gigi melalui

pemeriksaan secara klinis maupun non klinis. Berdasarkan pemeriksaan

klinis, kondisi soket bekas pencabutan gigi dipenuhi oleh debris dan dilapisi

oleh jaringan nekrotik berwarna kuning keabu-abuan, terjadi

limphadenopathy dan rasa sakit berdenyut yang dirasakan oleh pasien. Untuk

lebih jelasnya mengenai data insidensi dry socket berdasarkan kebiasaan

merokok dapat dilihat pada tabel 5.2.

37

Page 38: Skripsi.docx

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dry socket pada pasien laki-laki pengunjung RSGM Kandea berdasarkan tingkat kebiasaan merokok tanggal 25 April sampai 29 Juni 2012 Sampel Perokok Frekuensi* (n) Persentase (%)

Ya Tidak Ya Tidak

Ringan 6 14 15.79 36.84

Berat 12 6 31.58 15.79

Jumlah 18 20 47.37 52.63

*insidensi dry socket

Melalui penelitian pada 38 sampel perokok, insidensi dry socket lebih

banyak ditemukan pada pengonsumsi rokok kretek daripada rokok non kretek.

Pada umumnya, rokok kretek yang digunakan berupa rokok berwarna coklat

yang mengandung bahan tambahan lain selain tembakau serta diproduksi oleh

pabrik rokok tertentu sedangkan rokok non kretek yang digunakan rata-rata

adalah rokok putih murni tembakau yang diproduksi oleh pabrik rokok

tertentu. Untuk lebih jelasnya mengenai insidensi dry socket berdasarkan jenis

rokok yang dikonsumsi dapat dilihat pada tabel 5.3.

38

Page 39: Skripsi.docx

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dry socket pada pasien laki-laki pengunjung RSGM Kandea berdasarkan konsumsi jenis rokok tanggal 25 April sampai 29 Juni 2012 Jenis Rokok Frekuensi* (n) Persentase (%)

Ya Tidak Ya Tidak

Kretek 10 10 26.31 26.31

Non Kretek 8 10 21.07 26.31

Jumlah 18 20 47.38 52.62

*insidensi dry socket

39

Page 40: Skripsi.docx

5.2 PENGUJIAN HIPOTESIS

Tabel 5.4 menunjukkan hubungan antara tingkat kebiasaan merokok

dengan insidensi dry socket. Perokok berat berjumlah 18 sampel yang terdiri

dari 12 sampel positif sebesar 31.6% (mengalami dry socket) dan 6 sampel

negatif sebesar 15.8% (tidak mengalami dry socket). Sedangkan, perokok

ringan berjumlah 20 sampel yang terdiri dari 6 sampel positif sebesar 15.8%

(mengalami dry socket) dan 14 sampel negatif sebesar 36.8% (tidak

mengalami dry socket).

Dari hasil uji person chi square diperoleh nilai p = 0.024 artinya

terdapat hubungan antara tingkat kebiasaan merokok dengan insidensi dry

socket karena nilai p (0.024) < 0.05.

Tabel 5.4 Tabel hubungan antara tingkat kebiasaan merokok dengan insidensi dry socket melalui uji chi-square

Sampel Perokok

Dry socket Jumlah

p<0.05

p= 0.024

Ya Tidakn % n % N %

Ringan 6 15.8 14 36.8 20 52.6

Berat 12 31.6 6 15.8 18 47.4

Total 18 47.4 20 52.6 38 100

Tabel 5.5 menunjukkan hubungan antara konsumsi jenis rokok

dengan insidensi dry socket. Pengonsumsi jenis rokok kretek berjumlah 20

sampel yang terdiri dari 10 sampel positif sebesar 26.3% (mengalami dry

socket) dan 10 sampel negatif sebesar 26.3% (tidak mengalami dry socket).

40

Page 41: Skripsi.docx

Sedangkan, pengonsumsi rokok jenis non kretek berjumlah 18 sampel yang

terdiri dari 8 sampel positif sebesar 21.1% (mengalami dry socket) dan 10

sampel negatif sebesar 26.3% (tidak mengalami dry socket).

Dari hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0.732, artinya tidak ada

hubungan antara jenis rokok dengan insidensi dry socket karena nilai p

(0.732) > 0.05.

Tabel 5.5 Tabel hubungan antara konsumsi jenis rokok dengan insidensi dry socket melalui uji chi-square

Jenis Perokok

Dry socket Jumlah

p>0.05

p= 0.732

Ya Tidakn % n % N %

Kretek 10 26.3 10 26.3 20 52.6

Non Kretek 8 21.1 10 26.3 18 47.4

Total 18 47.4 20 52.6 38 100

41

Page 42: Skripsi.docx

BAB VI

PEMBAHASAN

Dry socket merupakan suatu infeksi pasca pencabutan gigi yang

multifaktorial. Ada beberapa faktor yang memiliki kontribusi pada terjadinya dry

socket, seperti tingkat pengalaman operator, infeksi perioperatif, jenis kelamin,

daerah pencabutan gigi, penggunaan oral kontrasepsi, merokok serta penggunaan

anastesi lokal dengan vasokonstriktor.2 Dalam penelitian yang dilakukan di Bagian

Bedah Mulut RSGM Kandea pada tanggal 25 April 2012 sampai 29 Juni 2012, maka

dapat diketahui seberapa banyak insidensi dry socket yang dapat terjadi pada pasien

perokok. Penelitian ini memperoleh 38 sampel dari pasien perokok pasca pencabutan

gigi dan sesuai dengan kriteria inklusi.

Terlihat dalam tabel 5.2 insidensi dry socket lebih banyak ditemukan pada

perokok berat daripada perokok ringan. Dari 18 sampel perokok berat, terdapat 12

sampel positif sebesar 31.6% yang mengalami dry socket. Sedangkan dari 20 sampel

perokok ringan hanya terdapat 6 sampel positif sebesar 15.8% yang mengalami dry

socket.

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kebiasaan

merokok dengan insidensi terjadinya dry socket. Hal ini dapat disebabkan karena

rata-rata perokok berat mengonsumsi jumlah batang rokok yang lebih banyak per

42

Page 43: Skripsi.docx

harinya serta durasi merokok yang lebih lamadaripada perokok ringan. Sehingga,

tingkat paparan rokok pada perokok berat juga akan lebih tinggi daripada perokok

ringan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 38 sampel perokok, sebanyak 18

sampel mengalami dry socket pasca pencabutan gigi dengan persentase sebesar

47.4%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nusair YM, et al 4, di

Jordan, prevalensi dry socket sebesar 9,1% pada perokok dan perokok berat (23

insidensi dry socket dari pencabutan 263 gigi) dan menunjukkan arti signifikan. Hal

serupa juga ditunjukkan oleh Abu Younis MH, et al 2, di Palestina, 54 pasien dari

208 sampel perokok kembali dengan adanya dry socket. Sampel perokok sebesar

19,1% dari total sampel keseluruhan secara statistik menunjukkan arti yang

signifikan.

Tar, nikotin, dan karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia yang

paling berbahaya dalam asap rokok. Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan

kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogenik. Pada saat rokok

dihisap, tar masuk ke rongga mulut sebagai uap padat yang setelah dingin akan

menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi,

saluran napas, dan paru-paru. Komponen tar mengandung radikal bebas, yang

berhubungan dengan resiko timbulnya kanker.16

Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat menimbulkan

ketergantungan psikis. Nikotin merupakan alkaloid alam yang bersifat toksis,

berbentuk cairan, tidak berwarna, dan mudah menguap. Zat ini dapat berubah warna

menjadi coklat dan berbau seperti tembakau jika bersentuhan dengan udara. Nikotin

43

Page 44: Skripsi.docx

berperan dalam menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligamen

periodontal, menurunkan isi protein fibroblast, serta dapat merusak sel membran.

Gas Karbonmonoksida dalam rokok dapat meningkatkan tekanan darah yang akan

berpengaruh pada sistem pertukaran haemoglobin. Karbonmonoksida memiliki

afinitas dengan haemoglobin sekitar dua ratus kali lebih kuat dibandingkan afinitas

oksigen terhadap haemoglobin. Timah hitam (Pb) merupakan komponen rokok yang

juga sangat berbahaya. Partikel ini terkandung dalam rokok sebanyak 0,5 μg. Batas

ambang timah hitam di dalam tubuh adalah 20 miligram per hari. Efek merokok yang

timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok,

jenis rokok yang dihisap, bahkan berhubungan dengan dalamnya hisapan rokok yang

dilakukan. 16

Panas yang ditimbulkan akibat pembakaran rokok, dapat mengiritasi mukosa

mulut secara langsung, menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi saliva.

Terdapat peningkatan laju aliran saliva dan konsentrasi ion Kalsium pada saliva,

selama proses merokok. 16

Perubahan vaskularisasi gingiva akibat merokok, menyebabkan terjadinya

inflamasi gingiva. Dilatasi pembuluh darah kapiler, diikuti dengan peningkatan aliran

darah pada gingiva dan infiltrasi agen-agen inflamasi, menimbulkan terjadinya

pembesaran gingiva. Kondisi ini diikuti dengan perubahan populasi sel, yaitu dengan

bertambahnya jumlah Limfosit dan Makrofag. 16

Merokok juga menyebabkan penurunan antibodi dalam saliva, yang berguna

untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut, sehingga terjadi gangguan fungsi sel-

sel pertahanan tubuh. Potensial reduksi-oksidasi (Eh) pada regio gingiva dan rongga

44

Page 45: Skripsi.docx

mulut menurun akibat merokok. Hal tersebut berpengaruh terhadap peningkatan

jumlah bakteri anaerob dalam rongga mulut. Penurunan fungsi antibodi saliva,

disertai dengan meningkatnya jumlah bakteri anaerob rongga mulut, menimbulkan

rongga mulut rentan terserang infeksi. 16

Hasil penelitian membuktikan bahwa merokok juga dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh derajat

inhalasi asap rokok serta absorbsi nikotin kedalam jaringan. Terjadinya

vasokonstriksi pembuluh darah, menurunnya aktifitas PMNs, berkurangnya aliran

darah dan cairan sulkus gingiva, berakibat pada menurunnya suplai oksigen dan

nutrisi pada jaringan, sehingga dapat menghambat penyembuhan luka. 16

Pada penelitian ini, sebagian besar pasien yang mengalami dry socket tetap

merokok pada hari pencabutan gigi, bahkan pasca dilakukannya prosedur pencabutan

gigi. Nikotin dengan rumus molekul C10H14N2, merupakan komponen aktif

farmakologis yang utama dari tembakau (Nikotiana tabacum). Nikotin yang

dikandung oleh rokok akan merangsang reseptor di otak untuk melepaskan hormon

dopamin.

Adiksi nikotin terjadi karena interaksi antara nikotin dengan reseptor nikotin

(nAChRs) di otak pada daerah mesolimbik dopamin system di Ventral Tegmental

Area (VTA) neuron yang mengawali aktivasi Central Nervus System (CNS)

termasuk system Mesoaccumbens DA. Reseptor nikotin mengatur pelepasan dopamin

(DA). Nikotin merubah aktifitas VTA untuk meningkatkan pelepasan DA. DA

adalah suatu senyawa katekolamin yang penting pada otak mamalia, yang

mengontrol fungsi aktivitas lokomotorik, kognisi, emosi, reinforsmen positif , dan

45

Page 46: Skripsi.docx

regulasi endokrin. Dopamin tersebut juga diketahui dapat menimbulkan perasaan

tenang dan nyaman. Oleh sebab itu, perokok akan selalu mencari efek nyaman

tersebut dengan terus meningkatkan asupan rokok, apalagi ditambah dengan rasa

sakit yang ditimbulkan pasca pencabutan gigi.17

Dalam artikel oleh Vellapally S, et al13 menjelaskan bahwa meningkatnya

frekuensi merokok atau merokok pada pada hari dilakukannya bedah, secara

signifikan dapat meningkatkan insidensi alveolar osteitis yang disebut juga dry

socket. Mekanisme penghambatan penyembuhan mungkin berhubungan dengan

peningkatan level plasma pada adrenalin dan noradrenalin setelah merokok, dan

menyebabkan vasokonstriksi periferal dan merusak fungsi neutrofil

polimorfonuklear. 13

Terlihat pula pada tabel 5.5 bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis rokok

dengan insidensi dry socket. Dari 20 sampel pengonsumsi jenis rokok kretek

diperoleh 10 sampel positif sebesar 26.3% yang mengalami dry socket. Sedangkan,

dari 18 sampel pengonsumsi rokok jenis non kretek diperoleh 8 sampel positif

sebesar 21.1% yang mengalami dry socket.

Hal tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hal ini mungkin

saja terjadi karena proporsi pengonsumsi jenis rokok kretek pada penelitian ini lebih

besar daripada jenis rokok non kretek. Selain itu, dipengaruhi oleh tingkat kebiasaan

merokok tiap pasien yang berbeda pula.

Penelitian yang dilakukan oleh Fidrianny I, dkk, menunjukkan bahwa kadar

nikotin dalam asap rokok kretek berfilter lebih kecil daripada dalam asap rokok

46

Page 47: Skripsi.docx

kretek tanpa filter. Hal ini disebabkan karena dengan adanya filter sebagian nikotin

dalam asap rokok tertahan dalam filter yang memang dibuat untuk maksud tersebut.18

Kadar nikotin dalam asap rokok kretek berfilter ataupun rokok kretek tanpa

filter lebih kecil daripada dalam asap rokok putih. Hal ini disebabkan karena dalam

rokok kretek berfilter ataupun tanpa filter, sebagian jumlah tembakau digantikan

dengan penambahan sejumlah komponen cengkeh, sedangkan dalam rokok putih

semuanya terdiri dari komponen tembakau. Dengan demikian jumlah tembakau

dalam rokok kretek berfilter ataupun tanpa filter lebih sedikit bila dibandingkan

dengan jumlah tembakau dalam rokok putih, sehingga kadar nikotin dalam rokok

kretek berfilter ataupun tanpa filter lebih kecil daripada dalam rokok putih. 18

Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis rokok kretek maupun

rokok non kretek sama-sama berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh ada

atau tidaknya filter tersebut maupun komposisi bahan dalam hal ini adalah kadar

tembakau dalam rokok tersebut.

Namun bagaimanapun, hubungan antara kebiasaan merokok dengan insidensi

dry socket juga masih mengalami kontroversi di kalangan peneliti. Patogenesis dry

socket juga belum diketahui secara pasti. Dalam jurnal “Review Article Alveolar

Osteitis : a Comprehensive Review of Concepts and Controversies” disebutkan

mengenai faktor kontribusi terjadinya dry socket dan literatur terkait. Terdapat empat

literatur yang mendukung bahwa merokok merupakan faktor kontribusi terjadinya

dry socket, walaupun ada juga dua literatur yang tidak mendukung hal tersebut.

47

Page 48: Skripsi.docx

BAB VII

PENUTUP

7.1 SIMPULAN

Dari pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

Dry socket merupakan suatu infeksi pasca pencabutan gigi yang multifaktorial.

Insidensi dry socket lebih banyak ditemukan pada perokok berat daripada

perokok ringan.

Terdapat hubungan antara tingkat kebiasaan merokok dengan insidensi

terjadinya dry socket pada pasien laki-laki pengunjung RSGM Kandea

Meningkatnya frekuensi merokok atau merokok pada pada hari dilakukannya

bedah, secara signifikan dapat meningkatkan insidensi dry socket.

Insidensi dry socket lebih banyak ditemukan pada pengonsumsi jenis rokok

kretek daripada rokok non kretek.

Tidak terdapat hubungan antara jenis rokok dengan insidensi terjadinya dry

socket pada pasien laki-laki pengunjung RSGM Kandea

7.2 SARAN

Hal yang dapat penulis sarankan setelah melakukan penelitian ini yaitu :

Page 49: Skripsi.docx

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai histopatologi kondisi soket

bekas pencabutan gigi setelah terpapar oleh rokok

Disarankan agar operator lebih menekankan instruksi pasca pencabutan gigi

kepada pasien khususnya larangan untuk merokok.

49