Skripsi tentang TB Paru
-
Upload
irwan-dudley-lastfriends -
Category
Documents
-
view
234 -
download
0
Transcript of Skripsi tentang TB Paru
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
1/99
KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN
LINGKUNGAN RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT
PERIODE MEI - JULI 2012
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung
ANDHIKA YUDI HARTONO
10100108020
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
2012
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
2/99
KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN
LINGKUNGAN RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT
PERIODE MEI-JULI 2012
SKRIPSI
ANDHIKA YUDI HARTONO
10100108020
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat oleh nama yang
disebutkan di atas telah diperiksa dan direvisi, secara lengkap dan
memuaskan, sehingga dapat diajukan dalam sidang skripsi.
Bandung, September 2012
Pembimbing I
Titik Respati, drg., M.Sc., PH
NIK :10.0.533
Pembimbing II
Julia Hartati, dr.
NIK : D.06.0.429
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
3/99
KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN
LINGKUNGAN RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT
PERIODE MEI-JULI 2012
SKRIPSI
ANDHIKA YUDI HARTONO
10100108020
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat oleh
nama yang disebutkan di atas telah diperiksa dan direvisi,
secara lengkap dan memuaskan.
Bandung, 15 September 2012
Pembimbing I
Titik Respati, drg., M.Sc., PH
NIK :10.0.533
Pembimbing II
Julia Hartati, dr.
NIK : D.06.0.429
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
4/99
Skripsi ini telah dipertahankan oleh penulis di dalam
seminar yang diadakan oleh Fakultas KedokteranUniversitas Islam Bandung
Pada 10 September 2012Yang dihadiri oleh
Ketua : Dr. H. Adjat S., dr., AIF., M.Kes
Sekretaris : Julia Hartati, dr.
Penguji I : Dr. H. Adjat S., dr., AIF., M.Kes
Penguji II : Yani Triyani, dr., Sp.PK., M.KesPenguji III : Ike Rahmawati, dr.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
5/99
MOTTO :
Tuhanmulah yang melancarkan pelayaran kapal-kapal di lautan
guna kepentinganmu, agar kamu mencari sebagian dari karunia-
Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.
Apabila kamu ditimpa marabahaya di lautan, hilanglah segala
yang kamu puja-puja itu dari ingatanmu, kecuali Dia. Tetapi
setelah kamu diselamatkan-Nya ke daratan, lantas kamu
berpaling lagi. Memang manusia itu tidak tahu berterima kasih.
(QS. Al-Isra : 66-67)
Karya tulis ini kupersembahkan untuk
Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan kekuatan
Berupa doa dan kasih sayang yang takkan pernah bisa terbalaskan.
Saudara-saudaraku tersayang Rika, Bima, dan Dinda serta sahabatku Asyifa 2008
Kasih sayang dan semangat kalian telah memberiku
Motivasi luar biasa dalam menjalani semua ini.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
6/99
i
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit menular yang masih menjadi masalahdi dunia. Di Indonesia, TB Paru menjadi salah satu masalah utama kesehatan
masyarakat dan sampai saat ini belum dapat ditangani walaupun sudah dilakukan
upaya penanggulangan melalui program TB oleh pemerintah. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan faktor yang mempengaruhi terjadinya TB Paru
melalui gambaran umum karakteristik penderita TB Paru dan lingkungan
rumahnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Subjek
penelitian adalah penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Padalarang,Kabupaten Bandung Barat. Data didapatkan dengan menggunakan kuesioner dan
observasi langsung pada lingkungan rumah.Pada penelitian ini diperoleh 42 subjek penelitian yang terdiri dari 73,8%
kelompok umur dewasa, 54,8% laki-laki, 59,5% berpendidikan menengah, 80,9%berstatus ekonomi rendah, 38,1% bekerja sebagai buruh, 71,4% mempunyai
riwayat orang di sekitar TB Paru, dan 71,4% telah menyelesaikan pengobatan
lengkap. Lingkungan rumah menunjukkan terdapat 57,1% berjendela pada kamar
tidur dan 52,4% pada ruang keluarga, 76,2% berventilasi ruangan tidak baik,
57,1% berpencahayaan ruangan baik, 78,6% kepadatan hunian yang tidak baik,
38,1% berpekarangan rumah yang bersih, 54,8% terletak berhimpitan, 85,7%
terletak di dalam gang, serta 78,5% bersanitasi selokan terbuka. Sebanyak 54,8%
mempunyai perilaku tidak pernah membuka jendela pada kamar dan ruang
keluarga, dan 78,6% menghuni rumah yang dikategorikan rumah tidak sehat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penderita TB Paru di Kabupaten BandungBarat adalah berjenis kelamin laki-laki pada kelompok usia dewasa, berstatus
ekonomi rendah, memiliki riwayat tinggal atau dekat dengan penderita TB Paru,
dan memiliki rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Kesemua faktor
tersebut memberikan kontribusi pada transmisi TB Paru.
Kata Kunci : Tuberkulosis Paru, Karakteristik Penderita, Lingkungan Rumah.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
7/99
ii
ABSTRACT
Pulmonary Tuberculosis (TB) is an infectious disease that still has became the
world concern. In Indonesia, pulmonary tuberculosis is still major community
health problem eventhough the goverment have already develop TB program
since decade ago. The purpose of this research is to describe factors contributing
to pulmonary tuberculosis through general characteristic of the pulmonary TBs
patients dan their environmental especially housing condition.
This is descriptive study using cross sectional approach. Subjects of thisresearch are pulmonary TBs Patients in Puskesmas Padalarang, Kabupaten
Bandung Barat. Data collected using questionare and by direct observation of the
housing environment.
In these research there were 42 subjects that composed from 73,8% were
adults, 54,8% were mens, 59,5% have middle education, 80,9% were in low
economic status, 38,1 work as laborer, 71,8% had the history of living with TBs
people, and 71,4% had completed treatment. The housing environment showed
that, there were 57,1% with a window in the bedroom and 52,4% in the living
room, 76,2% had poor ventilation, 57,1% had good light, and 78,6% were
crowded. 38,1% had a clean yard, 54,8% had narrow space with other house,85,7% were at narrow street, and 78,5% had open sanitary. 54,8% of the subject
have never open the window in the bedroom and living room, and 78,6% living inunhealthy house.
The result of this research shows that TBs patient in Kabupaten Bandung
Barat were adult men with low economic status, had the history of livingnear/with pulmonary TBspatient, and live in a unhealthyshouse category. All
those factors contributing to the risk for pulmonary TB transmission.
Key word : Pulmonary Tuberculosis, Patients characteristic, Environmental
house
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
8/99
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat, dan
ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Dokter di Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Bandung.
Dalam proses penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak
mendapat bimbingan, dorongan, saran, dan pendapat dari berbagai pihak, maka
atas budi baik dan semua bantuannya penulis berdoa agar Allah SWT dapat
menerima dan membalas amal baiknya.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : Prof. Dr. H. M.
Thaufiq Siddiq Boesoirie, dr., M.S., Sp.T.H.T., K.L.(K) sebagai Rektor
Universitas Islam Bandung. Prof. Hj. Dr. Ieva B. Akbar, dr., AIF sebagai Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Titik Respati, drg., M.Sc., PH
sebagai Pembimbing I, yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan
dalam penyusunan skripsi ini dan Julia Hartati, dr. sebagai Pembimbing II, yang
banyak mendorong sekaligus memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi
ini. Siti Annisa Devi Trusda, dr., M.Kes sebagai dosen wali yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan moril kepada penulis sejak tahun pertama.
Ayah dan Ibu penulis yang telah banyak memberikan dukungan dan dorongan,
baik moril maupun materil, serta doa yang tidak henti-hentinya, kakak dan adik-
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
9/99
iv
adik penulis tersayang Rika, Bima, Dinda, serta sahabat-sahabat penulis (Monika,
Susin, Vileta, Rieza, Irma R, Doddy, Bimo, Regi, Erni, Devi, Annisa, Rizky
Dwikane, dan Rizcky Ramdhani), yang selalu memberikan semangat dan
dukungan setiap saat. Kepada Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat,
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, Kepala
Puskesmas dan seluruh staff di Puskesmas Padalarang yang telah membantu
penulis dalam melaksanakan penelitian. Para responden yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk diwawancara dan diobservasi lingkungan rumahnya,
teman-teman mahasiswa FK Unisba angkatan 2008, dan juga semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas
bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun
pembaca pada umumnya dan dapat berguna untuk penelitian lebih lanjut.
Wassalamualaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.
Bandung, September 2012
Penulis
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
10/99
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................ iABSTRACT .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 11.2. Identifikasi Masalah .................................................................... 5
1.3. Tujuan Masalah ........................................................................... 51.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
1.4.1. Manfaat Teoritis ............................................................. 6
1.4.2. Manfaat Praktis .............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .. 7
2.1. Tuberkulosis ................................................................................ 7
2.1.1. Epidemiologi .................................................................. 7
2.1.2. Faktor Resiko ................................................................. 8
2.1.3. Cara Penularan ............................................................... 14
2.1.4. Gejala Klinis Tuberkulosis ............................................ 152.1.5. Pemeriksaan Dahak Mikroskopik .................................. 15
2.1.6. Diagnosis Tuberkulosis ................................................. 16
2.2. Kriteria Rumah Sehat .................................................................. 17
2.2.1. Definisi Rumah Sehat .................................................... 17
2.2.2. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal ......................... 18
2.3. Kerangka Pemikiran .................................................................... 21
BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN .............................. 253.1. Subjek Penelitian ......................................................................... 25
3.1.1. Subjek Penelitian ........................................................... 253.1.2. Populasi Penelitian ......................................................... 25
3.2. Metode Penelitian ........................................................................ 25
3.2.1. Rancangan Penelitian ..................................................... 25
3.2.2. Tahapan Penelitian ......................................................... 26
3.2.3. Definisi Operasional ...................................................... 26
3.2.4. Pengujian Kuesioner ...................................................... 29
3.2.5. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ................... 29
3.2.6. Pengolahan Data ............................................................ 30
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
11/99
vi
3.2.7. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 30
3.2.8. Aspek Etik dan Hukum Penelitian ................................. 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 32
4.1. Hasil Penelitian ........................................................................... 32
4.1.1. Karakteristik Penderita TB Paru .................................... 324.1.2. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru ... 34
4.2. Pembahasan ................................................................................. 38
4.3. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 50
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 50
5.2. Saran ............................................................................................ 51
5.2.1. Bagi Penderita Tuberkulosis Paru ................................. 515.2.2. Bagi Puskesmas dan Pemerintah ................................... 51
5.2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya ........................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 53LAMPIRAN .......................................................................................... 56
RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 84
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
12/99
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Definisi Operasional ........................................................... 27
Tabel 4.1. Karakteristik Demografi Penderita TB Paru ...................... 33
Tabel 4.2. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru
Berdasarkan Komponen Fisik Rumah ............................... 35
Tabel 4.3. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB ParuBerdasarkan Komponen Sanitasi Rumah ........................... 36
Tabel 4.4. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru
Berdasarkan Komponen Perilaku Penghuni Rumah .......... 36
Tabel 4.5. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru
Berdasarkan Penilaian Rumah Sehat ................................. 37
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
13/99
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Estimasi Insidensi Tuberkulosis ................................... 8
Gambar 2.2. Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru ............................... 17
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran ..................................................... 24
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
14/99
ix
DAFTAR SINGKATAN
1. TB = Tuberkulosis Paru
2. WHO = World Health Organization
3. BTA = Basil Tahan Asam
4. Depkes = Departemen Kesehatan
5. ASEAN = Association of South East Asian Nation
6. ARTI = Annual Risk of Tuberculosis Infection
7. SPS = Sewaktu-Pagi-Sewaktu
8. UPK = Unit Pelayanan Kesehatan
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
15/99
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Persetujuan................................................... 56
Lampiran 2 Lembar Kuesioner .................................................... 57
Lampiran 3 Daftar Penilaian Rumah Sehat .................................. 61
Lampiran 4 Hasil Rekapan Kuesioner Data Demografi ............... 66
Lampiran 5 Hasil Rekapan Kuesioner Data Komponen Rumah .. 79
Lampiran 6 Hasil Rekapan Data Komponen Sanitasi .................. 72
Lampiran 7 Hasil Kuesioner Komponen Perilaku ....................... 75
Lampiran 8 Hasil Kuesioner Lingkungan Rumah ........................ 78
Lampiran 9 Dokumentasi ............................................................. 81
Lampiran 10 Hasil Validitas .......................................................... 82
Lampiran 11 Surat Perizinan .......................................................... 83
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
16/99
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit menular yang menjadi perhatian
dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga penduduk
dunia terinfeksi olehMycobacterium tuberculosisdan lima sampai sepuluh persen
dari orang-orang yang terinfeksi bakteri ini akan menjadi sakit atau menularkan
kepada orang lain selama hidupnya. Data WHO dalam Global Tuberculosis
Control 2010, menyatakan bahwa terdapat 9,4 juta insiden TB dengan 1,1 juta
penderita meninggal dunia di seluruh dunia. Jumlah insiden TB tertinggi terdapat
di kawasan Asia Tenggara, 35% dari insiden total TB di dunia dengan prevalensi
280 per 100.000 penduduk.1,2
Di Indonesia, TB Paru merupakan salah satu masalah utama kesehatan
masyarakat. Jumlah pasien TB Paru di Indonesia berada pada peringkat empat
dunia setelah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan prevalensi TB 285 per
100.000 penduduk atau sebanyak 302.861 kasus pada tahun 2010.2 Profil
Kesehatan Indonesia 2010 menyatakan bahwa provinsi dengan persentase pasien
TB Paru BTA positif terhadap suspek TB Paru terbanyak adalah Maluku Utara
sebesar 22,9%, Kepulauan Riau sebesar 18,7%, dan DKI Jakarta sebesar 16,3%.
Sedangkan rata-rata secara nasional persentase pasien TB Paru BTA positif
terhadap suspek TB Paru hanya sebesar 10,9%.3
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
17/99
2
Di Provinsi Jawa Barat, persentase pasien TB Paru BTA positif terhadap
suspek TB Paru sebesar 11,5%, dengan kasus TB Paru BTA positif sebanyak
29.413 (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2007).4 Angka kejadian TB Paru di
Kabupaten Bandung Barat pada Tahun 2010 dan tahun 2011 menunjukkan angka
sebesar 1.349 dan 1.393 kasus secara berurutan. Data tersebut menunjukkan
terjadi kenaikan angka kejadian dari tahun 2010 ke tahun 2011 sebanyak 44 kasus
atau tiga persen. Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011 menunjukkan angka
kejadian kasus TB Paru di Puskesmas Padalarang pada tahun 2011 sebanyak 40
kasus dengan 24 kasus merupakan TB Paru BTA positif baru.5
Diperkirakan 95% kasus TB Paru dan 98% kematian akibat TB Paru di dunia
terjadi pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebanyak 75%
pasien TB Paru mengenai kelompok usia produktif secara ekonomis yang
berumur sekitar 15-50 tahun. Diperkirakan seorang pasien TB Paru dewasa akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya selama tiga sampai empat bulan dengan
akibat kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar 20-30%. Jika pasien
meninggal akibat TB Paru, maka kehilangan pendapatannya akan meningkat
menjadi sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB paru juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial dan terdapat kemungkinan untuk
dikucilkan oleh masyarakat.6
Bakteri M. tuberkulosis berkembang dan menyebabkan penyakit dipengaruhi
oleh kesehatan lingkungan. H.L. Blum menyatakan dalam the environment of
health model bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kesehatan
manusia, yaitu lingkungan, perilaku, genetik, dan sarana kesehatan. Faktor yang
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
18/99
3
paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah faktor lingkungan dan
diikuti oleh perilaku, genetik, serta sarana kesehatan.7
Tuberkulosis ditularkan melalui droplet dan penularannya akan sangat
dipengaruhi oleh lingkungan rumah terutama kepadatan ruangan, pencahayaan,
dan juga ventilasi. Menurut Kepmenkes RI No. 829 Tahun 1999, ruangan dengan
luas delapan meter persegi tidak dianjurkan untuk dihuni lebih dari dua orang
karena akan memudahkan penularan mikroorganisme patogen. Pencahayaan
ruangan yang efektif harus masuk melalui ventilasi dengan minimal luas 10% dari
luas lantai merupakan faktor yang sangat mempengaruhi karena cahaya matahari
dapat membasmi bakteri patogen. Sedangkan ventilasi sendiri berfungsi dalam
pertukaran udara yang akan mempengaruhi kelembaban dari ruangan.
Kelembaban dapat menjadi media yang baik bagi perkembangan bakteri patogen
seperti basilus TB.8, 9
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan pentingnya faktor risiko
penderita seperti umur, jenis kelamin, status ekonomi dan faktor lingkungan
rumah seperti kepadatan hunian, pencahayaan ruangan, dan luas ventilasi dengan
kejadian tuberkulosis paru. Penelitian Bambang dkk dan Hill dkk, pada tahun
2006, serta penelitian Suswati dan Wildan dkk, pada tahun 2007, menunjukkan
hubungan umur dan jenis kelamin dengan kejadian TB Paru.10-13 Penelitian lain
yang mendukung mengenai umur dan jenis kelamin dengan kejadian TB Paru
adalah penelitian Ajis dkk, 2009, dan Ogboi S.J. dkk, 2010.14,15
Hubungan status
ekonomi dengan kejadian TB Paru diperkuat oleh penelitian Davidow dkk, 2003,
dan Coker dkk pada tahun 2006.16,17Penelitian lain yang menegaskan penelitian
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
19/99
4
Davidow dan Coker adalah penelitian Bambang dkk, pada tahun 2006, Wildan
dkk, 2007, dan Ajis dkk, 2009.10,12,14
Penelitian Bambang dkk, 2006, Wildan dkk,
2007, dan Ajis dkk, 2009, menjelaskan terdapat hubungan anatara pendidikan
dengan kejadian TB Paru. Penelitian Bambang dkk, 2006, menunjukkan terdapat
hubungan antara pekerjaan dengan kejadian TB Paru. Penelitian Bambang dkk,
2006, Hill dkk, 2006, dan Sudarso, 2008, menunjukkan terdapat hubungan
kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB Paru.10,11,18
Penelitian Bambang
dkk, 2006, dan Sudarso, 2008 menunjukkan ada hubungan antara luas ventilasi
dan pencahayaan ruangan dengan kejadian TB Paru.8,18
Dari beberapa faktor risiko di atas, diketahui Kabupaten Bandung Barat dari
data Kementerian Kesehatan RI masih memiliki masalah kepadatan penduduk
sebesar 1.131 jiwa/km2 atau berada di urutan ke-14 dari 26 kabupaten/kota di
Jawa Barat. Persentase TB Paru yang sembuh di Kabupaten Bandung Barat
sebesar 57,55% dari capaian nasional sebesar 78,3% di tahun 2010 atau berada di
urutan ke 21 dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat. Jumlah rumah sehat di
Kabupaten Bandung Barat masih sangat rendah yaitu, sebesar 27,22% dari target
nasional tahun 2010 sebesar 80% atau berada di urutan terakhir kabupaten/kota di
Jawa Barat.
19
Berdasarkan pengamatan penulis, belum ada penelitian di wilayah kerja
Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat mengenai karateristik penderita
TB Paru dengan lingkungan rumah tinggal terutama mengenai usia, jenis kelamin,
status ekonomi, pendidikan, pekerjaan, riwayat orang di sekitar dengan TB Paru,
riwayat pengobatan, kepemilikan jendela, kepadatan hunian, pencahayaan
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
20/99
5
ruangan, luas ventilasi, letak rumah, pekarangan, sanitasi rumah, perilaku
penghuni rumah, dan penilaian rumah sehat. Penelitian ini akan sangat menarik
untuk dilakukan agar dapat mengetahui karakteristik penderita TB Paru dengan
lingkungan rumah tinggal untuk dijadikan dasar usaha pencegahan, sehingga
peneliti bermaksud mengadakan penelitian mengenai Karakteristik Penderita
Tuberkulosis Paru dan Lingkungan Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas
Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, indentifikasi masalah yang didapat adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana karakteristik penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja
Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat?
2. Bagaimana karakteristik lingkungan rumah penderita tuberkulosis paru di
wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1.
Untuk menggambarkan karakteristik penderita tuberkulosis paru di wilayah
kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
2. Untuk menggambarkan karakteristik lingkungan rumah penderita tuberkulosis
paru di wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
21/99
6
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :
1.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan sebagai
referensi mengenai faktor risiko lingkungan rumah pada kejadian tuberkulosis
paru.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal pengambilan kebijakan dinas
kesehatan dan instansi lainnya untuk menanggulangi tuberkulosis paru di
Kabupaten Bandung Barat.
1.4.2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi tenaga kesehatan
untuk melakukan penyuluhan mengenai faktor-faktor lingkungan rumah yang
dapat menjadi risiko terjadinya tuberkulosis paru.
2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memperbaiki
lingkungan rumah agar menjadi tempat tinggal yang sehat dengan
memperbaiki keadaan lingkungan rumah dan perilaku penghuni rumah yang
menjadi faktor risiko terjadinya tuberkulosis paru. Serta masyarakat dapat
melakukan pencegahan penularan dari penderita tuberkulosis paru kepada
orang lain dengan menggunakan masker atau menutup mulut ketika batuk dan
bersin.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
22/99
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis Paru adalah suatu infeksi bakteri yang berkembang tidak saja di
paru-paru, tetapi juga dapat menyebar ke organ lainnya.20
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (Depkes RI), mendefinisikan TB Paru sebagai suatu penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis).6
2.1.1. Epidemiologi
Data WHO dalam Global Tuberculosis Control 2010, menyatakan terdapat 9,4
juta insiden TB Paru dan lebih dari 90% dari seluruh insiden TB Paru di dunia
terjadi di negara berkembang seperti ASEAN (35%), Afrika (30%), Pasifik Barat
(21%), dan Timur Tengah (7,1%). Kematian tertinggi akibat TB Paru terjadi di
Asia Tenggara sebanyak 480.000 kasus kematian dan merupakan angka tertinggi
dibandingkan seluruh kawasan lain di dunia.1Di Indonesia, prevalensi kematian
akibat TB Paru pada tahun 2010 adalah sebesar 27 per 100.000 penduduk.3
Insiden TB Paru meningkat berhubungan dengan masalah ekonomi dan sosial
seperti meningkatnya tunawisma, kemiskinan, penyalahgunaan obat terlarang, dan
tingginya angka HIV/AIDS.21
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
23/99
8
Gambar 2.1. Estimasi Insiden Tuberkulosis (per 100.000 populasi)Sumber : World Helath Organization. Global Tuberculosis Control :
estimate of the prevalence of TB. 2012.21
2.1.2. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan TB menginfeksi manusia
antara lain adalah :
1)
Umur
Insiden tertinggi tuberkulosis paru adalah pada usia dewasa muda. Di
Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru merupakan kelompok usia
produktif yaitu berusia antara 15 sampai 50 tahun.6Pada usia ini orang-orang
banyak menghabiskan waktu dan tenaganya untuk bekerja. Selain itu orang-
orang banyak berinteraksi dengan orang lain yang kemungkinan menderita TB
Paru dan meningkatkan risiko terinfeksi bakteri TB.10
Penelitian Suswati di
Kabupaten Jember Tahun 2007 menunjukkan sebanyak 54% dari 200
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
24/99
9
responden merupakan pasien dengan usia 15 sampai 35 tahun dan penelitian
Bambang dkk dari 91 responden merupakan pasien dengan usia 31 sampai 50
tahun.10,13
PenelitianHill dkk di Gambia tahun 2006 menunjukkan penderita
TB Paru memiliki umur 15 sampai 75 tahun.11
Penelitian Ogboi S.J. dkk di
Nigeria tahun 2010 menunjukkan sebanyak 39,7% dari 694 responden berusia
20 sampai 29 tahun.15
Penelitian Wildan di Puskesmas Sedati tahun 2007
menunjukkan sebanyak 81,4% dari 43 responden berusia 20 sampai 54
tahun.12
2)
Kepadatan Hunian Kamar Tidur
Luas lantai bangunan berdasarkan standar rumah sehat harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Luas yang
tidak sesuai menyebabkan anggota keluarga yang terinfeksi kuman
tuberkulosis mudah menularkan kepada anggota keluarga yang lain karena
satu orang penderita TB Paru dapat menularkan rata-rata kepada dua sampai
tiga orang yang tinggal serumah.11
Penelitian yang mendukung adalah
penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 menunjukkan
sebanyak 52,7% dari 91 responden memiliki rumah yang padat penghuni.10
Penelitian Hill dkk di Gambia tahun 2006 menunjukan sebanyak 60,3% dari
300 responden memiliki penghuni rumah kurang dari empat orang dan kamar
tidur digunakan oleh sedikitnya empat orang.11
Penelitian Sudarso di
Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo tahun 2008 menunjukkan hasil
perhitungan odd rasio untuk kepadatan hunian adalah 5,07 atau kepadatan
hunian yang tidak memenuhi syarat merupakan faktor risiko TB Paru.18
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
25/99
10
Penelitian Coker dkk di Rusia tahun 2006 menunjukkan responden yang
memiliki kondisi rumah yang padat akan meningkatkan risiko terkena
tuberkulosis sebesar tiga kali lipat.17
3)
Keadaan Sosial Ekonomi dan Status Gizi
Tingkat sosial ekonomi terutama penghasilan sangat berpengaruh kepada
pemenuhan kebutuhan sehari-hari seseorang dan keluarga. Penghasilan yang
rendah akan membuat kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari menjadi terbatas terutama pemenuhan kebutuhan gizi, lingkungan
rumah yang sehat, dan kebutuhan akan kesehatan. Apabila pemenuhan gizi
kurang, maka status gizi buruk akan menyebabkan kekebalan tubuh menurun
sehingga memudahkan seseorang terkena infeksi TB Paru. Penelitian yang
memperkuat adalah penelitian Wildan di Puskesmas Sedati tahun 2008 yang
menunjukkan bahwa sebanyak 58,1% dari 40 responden memiliki status
ekonomi rendah.12
Penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006
menunjukkan sebanyak 71,4% dari 91 responden memiliki status ekonomi
yang rendah.10
Penelitian Ajis di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2009
menunjukkan status ekonomi yang rendah meningkatkan risiko terkena TB
Paru 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan status ekonomi tinggi.
14
4)
Sistem Imun Tubuh
Orang dengan kemampuan imun tubuh yang rendah seperti orang dengan
penyakit HIV/AIDS, memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, sehingga
meningkatkan risiko terinfeksi olehM. tuberculosis.20
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
26/99
11
5)
Frekuensi Kontak Dengan Penderita TB
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB Paru dengan dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dibandingkan pasien TB Paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun.Annual Risk of Tuberculosis Infectionsebesar
10% berarti 10 orang terinfeksi diantara 1000 penduduk setiap tahunnya.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB,
hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menderita penyakit TB.
Annual Risk of Tuberculosis Infection di Indonesia bervariasi antara satu
sampai tiga persen.6
6)
Jenis kelamin
Tuberkulosis paru tidak menyerang manusia dengan jenis kelamin tertentu,
tetapi pada beberapa penelitian menyatakan bahwa TB Paru lebih banyak
diderita laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan laki-
laki dituntut untuk bekerja lebih keras untuk mencari nafkah dan akan
berinteraksi dengan banyak orang, sehingga peluangnya lebih besar untuk
tertular kuman TB. Penelitian yang mendukung adalah penelitian Bambang
dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 yang menunjukkan sebanyak 60,4% dari
91 responden adalah laki-laki.10
Penelitian Wildan di Puskesmas Sedati
menegaskan sebanyak 58,1% dari 43 responden merupakan laki-laki.12
Penelitian Ajis dkk di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2007 menunjukkan
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
27/99
12
sebanyak 116 dari 218 responden adalah laki-laki.14
Penelitian Ogboi S.J. dkk
di Nigeria menunjukkan sebanyak 58,4% dari 694 responden adalah laki-laki,
tetapi penelitian Suswati di Kabupaten Jember Tahun 2007 menunjukkan
bahwa sebanyak 55% dari 200 responden merupakan wanita.13, 15
7) Pendidikan
WHO menyatakan bahwa tuberkulosis paru tidak hanya menyerang
masyarakat pada usia produktif, tetapi juga menyerang masyarakat dengan
pendidikan yang rendah. Hal ini karena tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan masyarakat terhadap informasi mengenai
pemenuhan gizi seimbang dan pencegahan serta pengobatan TB Paru. Tetapi
penelitian yang ada berbeda dengan pernyataan WHO, penelitian ini adalah
penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 yang menunjukkan
sebanyak 51,6% dari 91 responden berpendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA).10 Penelitian Wildan di Puskesmas Sedati menegaskan sebanyak
58,1% dari 43 responden, memiliki pendidikan SMA.12Penelitian Ajis dkk di
Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2007 menunjukkan sebanyak 42 orang
(38,53%) dari 109 responden adalah berpendidikan SMA.14
8)
Pekerjaan
Jenis pekerjaan seseorang mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga.
Karena pendapatan keluarga akan berdampak terhadap pola hidup sehari-hari
diantaranya konsumsi makanan dan pemeliharaan kesehatan. Penelitian yang
mendukung adalah penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
28/99
13
yang menyatakan sebanyak 38 orang (48,1%) penderita TB Paru memiliki
pekerjaan sebagai buruh.10,13
9) Pencahayaan
Cahaya alami atau cahaya matahari dapat membunuh bakteri-bakteri
patogen di dalam rumah, salah satunya adalah bakteri tuberkulosis. Karena itu
rumah harus memiliki minimal 20% luas jendela dari seluruh luas rumah,
supaya cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah dan membunuh bakteri
TB.18 Penelitian yang mendukung peran cahaya tersebut adalah penelitian
Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 menunjukkan bahwa 49,5% dari
91 rumah responden tidak ada sinar matahari yang masuk ke rumah.10Selain
itu penelitian Sudarso di Kecamatan Tanggulangi, Kabupaten Sidoarjo tahun
2008 menyatakan odd rasio untuk pencahayaan ruangan sebesar 5,06 atau
merupakan faktor risiko terjadinya TB Paru.18
10)Kelembaban Udara
Kelembaban udara dalam ruangan berperan dalam kenyamanan penghuni,
dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar
22 sampai 30C. Kelembaban di atas 60% dapat membuat bakteri
tuberkulosis bertahan hidup selama beberapa jam dan dapat menginfeksi
penghuni rumah.18
11)
Perilaku
Perilaku seseorang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB Paru yang kurang mengenai cara penularan, bahaya, dan cara
pengobatan TB Paru akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
29/99
14
Karena ketidaktahuan mengenai cara penularan dan perilaku yang menjadi faktor
risiko TB Paru, maka tidak ada perubahan perilaku untuk mencegah TB Paru.
Contoh perilaku yang menjadi faktor risiko adalah merokok.9
2.1.3. Cara Penularan
Penderita TB Paru dapat menularkan penyakit TB Paru melalui beberapa cara,
yaitu :
1) Sumber penularan adalah pasien TB dengan hasil Basil Tahan Asam (BTA)
positif.
2) Pada waktu bersin atau batuk, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3)
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dengan paparan dahak yang
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4)
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi tingkat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan ke udara dan lamanya menghirup udara tersebut.6
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
30/99
15
2.1.4. Gejala Klinis Tuberkulosis
Gejala yang timbul pada penderita TB Paru adalah batuk produktif atau
berdahak selama lebih selama dua sampai tiga minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur darah, sesak nafas,
berkeringat pada malam hari, badan lemas, nafsu makan turun, malaise, dan
demam meriang selama lebih dari satu bulan.6,20,21
2.1.5. Pemeriksaan Dahak Mikroskopik
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS) :
1) S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2)
P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit
Pelayanan Kesehatan (UPK).
3) S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.6
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
31/99
16
2.1.6. Diagnosis Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru didiagnosis dengan beberapa tahapan diagnosis :
1) Semua suspek TB diperiksa tiga spesimen dahak dalam waktu dua hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.6
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
32/99
17
Gambar 2.2. Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru
Sumber : Panduan Nasional Tuberkulosis Tahun 2007.6
2.2. Kriteria Rumah Sehat
2.2.1. Definisi Rumah Sehat
Menurut Undang-undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga.22Sedangkan yang dimaksud dengan sehat
menurut World Health Organization(WHO) adalah suatu keadaan yang sempurna
baik fisik, mental, maupun sosial budaya, bukan hanya keadaan yang bebas dari
penyakit dan kelemahan (kecacatan).8
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
33/99
18
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sehat
sebagai tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial
budaya.8
2.2.2. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999
tentang Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal, rumah sehat haruslah memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut :
1) Bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang
dapat membahayakan kesehatan, seperti kadar timah hitam tidak melebihi
300 mg/kg, debu total tidak lebih dari 150 mg/m3, asbes bebas tidak lebih dari
0,5 fiber/m3/4 jam, serta tidak terbuat dari bahan yang tempat berkembangnya
mikroorganisme patogen.8
2) Komponen dan penataan ruang rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan
biologis sebagai berikut :
a)
Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
b) dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara,
kedap air, dan mudah dibersihkan.
c) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d) Rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan
penangkal petir.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
34/99
19
e) Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu,
ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, dan
ruang bermain anak.
f)
Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.8
3) Pencahayaan ruangan ada dua macam, yaitu penerangan alami atau sinar
matahari dan pecahayaan buatan atau pencahayaan lampu. Penerangan alami
sangat penting dalam menerangi rumah untuk mengurangi kelembaban dan
untuk membunuh kuman penyebab penyakit tertentu.18Untuk itu pencahayaan
alam atau buatan langsung atau tidak langsung harus dapat menerangi seluruh
bagian ruangan minimal intensitasnya 60 luxdan tidak menyilaukan.8
4) Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :
a) Tidak berbau dan berwarna.
b)
Suhu udara nyaman berkisar antara l8C sampai 30C.
c) Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%.
d)
Terjadi pertukaran udara.
e) Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm per delapan jam.8
5) Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran
udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis.
Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia,
sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik
dan over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan
kesehatan. Standar luas ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829
tahun 1999, adalah minimal 10% luas lantai.8 Kurangnya ventilasi juga
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
35/99
20
mengakibatkan bakteri tidak dapat disalurkan ke luar rumah dan berpotensi
menjadi sumber penyakit.18
Penelitian yang mendukung adalah penelitian
Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 yang menunjukkan sebanyak
83,5% dari 91 responden tidak memiliki luas ventilasi yang memenuhi
syarat.10
Penelitian Sudarso di Kecamatan Tanggulangi, Kabupaten Sidoarjo
menunjukkan odd rasio sebesar 8,05 yang berarti luas ventilasi yang tidak
memenuhi syarat merupakan faktor risiko kejadian TB Paru.18
6) Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Dimana air dalam kebutuhan sehari-hari harus memenuhi minimal
60L/hari/orang. Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai
berikut :
a)
Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.
b) Syarat Kimia : Contoh kadar Besi maksimum yang diperbolehkan sebesar
0,3 mg/l.
c) Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml
air).8
7)
Limbah cair yang berasal dari rumah tidak boleh mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah. Sedangkan limbah
padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau serta tidak menyebabkan
pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.8
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
36/99
21
8) Kepadatan hunian rumah harus memiliki luas ruang tidur minimal sebesar
delapan meter persegi dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang
tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur lima tahun.8
9)
Binatang dapat menjadi sumber penyakit atau menjadi sarana bagi suatu
mikroorganisme untuk hidup dan berkembang biak dalam siklus hidupnya.
Contoh binatang yang dapat menularkan penyakit adalah tikus dan lalat.
Sehingga rumah harus bersih dari binatang penular penyakit.8
10)Kebersihan makanan akan mempengaruhi kesehatan secara langsung dari
orang-orang yang mengkonsumsinya. Makanan tidak boleh tercemar oleh
kotoran yang terbawa oleh binatang terutama tikus ataupun serangga. Oleh
karena itu sarana penyimpanan makanan harus aman dan higienis. Sehingga
makanan tidak menjadi sumber penyakit bagi penghuni rumah.8
2.3. Kerangka Pemikiran
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita Tuberkulosis
paru terbanyak di dunia setelah India, Cina, dan Afrika Selatan.2Di Provinsi Jawa
Barat, persentase pasien TB Paru BTA positif terhadap suspek TB Paru sebesar
11,5% atau berada di urutan ke-13 dari 33 provinsi di Indonesia.3Di Kabupaten
Bandung Barat memiliki angka kejadian TB Paru sebesar 1.393 kasus.5
Angka kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Bandung Barat tinggi
disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan, agen infeksi, dan host.
Faktor risiko dari host adalah usia, jenis kelamin, dan status ekonomi. Faktor
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
37/99
22
risiko dari lingkungan adalah kepadatan hunian, pencahayaan ruangan, dan luas
ventilasi.
TB Paru sering menyerang usia produktif dikarenakan pada saat usia produktif,
orang-orang memiliki kegiatan diluar rumah. Kegiatan di luar rumah membuat
orang-orang akan berinteraksi dengan orang lain, sehingga kemungkinan
berkontak dengan penderita TB Paru dan terinfeksi oleh kuman TB menjadi lebih
besar.6,10-13,15
Jenis kelamin laki-laki sering menjadi penderita tuberkulosis paru karena pada
umumnya laki-laki diharuskan untuk bekerja supaya dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Sehingga laki-laki akan sering beraktifitas di luar rumah dan
meningkatkan risiko tertular kuman TB dari penderita TB Paru di lingkungannya
bekerja.10,12-15
Faktor pekerjaan akan mempengaruhi status ekonomi keluarga dan ikut
berpengaruh dalam kejadian tuberkulosis paru. Keluarga yang memiliki status
ekonomi rendah memiliki kemampuan yang terbatas dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Sehingga keterbatasan dalam memenuhi gizi akan mengakibatkan
keluarga tersebut memiliki keadaan kurang gizi dan membuat kekebalan tubuh
menurun untuk melawan infeksi kuman. Tetapi selain faktor status ekonomi
keluarga, faktor pendidikan juga akan berpengaruh terhadap pengetahuan
pemenuhan gizi serta akses terhadap informasi kesehatan.10,12,14
Keluarga dengan status ekonomi rendah juga membuat pemenuhan kebutuhan
untuk lingkungan rumah yang sehat tidak terpenuhi karena keluarga akan lebih
mengedepankan pemenuhan kebutuhan primer. Sehingga banyak orang dengan
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
38/99
23
status ekonomi rendah memiliki rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
seperti kepadatan hunian yang tidak baik, pencahayaan ruangan yang tidak
mencukupi, dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Kepadatan hunian
yang terlalu padat akan membuat anggota keluarga mudah terinfeksi kuman TB
jika anggota keluarganya ada yang menderita TB Paru.10,11,17,18
Selain itu rumah
dengan pencahayaan yang kurang akan membuat kuman tumbuh dengan baik
karena tidak ada sinar matahari yang membunuh kuman di dalam rumah.10,18
Luas
ventilasi yang tidak memenuhi syarat yaitu kurang dari 10% dari luas rumah akan
membuat bakteri di dalam rumah tidak terbuang ke luar beserta dengan pergantian
udara melalui ventilasi.8,10,18 Hal ini membuat bakteri banyak berkembang di
dalam rumah. Faktor-faktor risiko di atas akan meningkatkan kejadian
tuberkulosis paru.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
39/99
24
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Faktor Risiko Tuberkulosis Paru
Usiaproduktif
Kegiatan sehari-haridan kontak dengan
banyak orang
Kemungkinan
tertular TB daripenderita TB Paru
lebih besar
Jenis kelamin
laki-laki
Bekerja di luar
rumah
Status ekonomi
rendah
Keluarga
mengedepankan
pemenuhan
kebutuhan rimerPemenuhan gizi kurang
Kekebalan tubuh
menurun
Lingkungan rumah
tidak sehat
Kepadatan
hunianrumah
Memudahkan
penularan kuman TB
Pencahayaan
rumahkurang
Memungkinkan
kuman TB
berkembang
Luas ventilasi
tidak memenuhi
syarat
Kuman TB tidak
tereliminasi
Tuberkulosis Paru Bandung Barat tinggi
Tuberkulosis Paru Jawa Barat tinggi
Kejadian Tuberkulosis Paru tinggi
FaktorHostFaktor Agen Infeksi Faktor Lingkungan
Tuberkulosis Paru Indonesia urutan ke-5 dunia
PekerjaanPendidikan
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
40/99
25
BAB III
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja
Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
3.1.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita tuberkulosis paru di wilayah
kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian
yang dilakukan pada satu waktu untuk menentukan apakah paparan berkaitan
dengan penyakitnya. Penelitian cross sectionalmenyediakan gambaran frekuensi
dan karakteristik suatu penyakit pada populasi pada suatu waktu, tetapi tidak
menyatakan suatu hubungan sebab akibat.23
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
41/99
26
3.2.2. Tahapan Penelitian
Tahap penelitian ini adalah peneliti mengumpulkan data dari laporan
penemuan pasien tuberkulosis paru mengenai jumlah kasus tuberkulosis paru di
wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011.
Peneliti selanjutnya melakukan persiapan mengenai perizinan penelitian ke Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung Barat dan Puskesmas Padalarang. Peneliti
membuat kuesioner adaptasi untuk bahan penelitian dan melakukan uji kuesioner
sebelum dilakukan penelitian. Pengambilan data responden berdasarkan usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, riwayat orang di sekitar dengan
TB Paru, dan riwayat pengobatan dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Kepemilikan jendela, kepadatan hunian, pencahayaan ruangan, luas ventilasi
rumah, dan lingkungan sekitar rumah dilakukan dengan mengobservasi keadaan
rumah. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data untuk
selanjutnya dilakukan penyajian data dalam bentuk deskriptif dan dalam bentuk
tabel.
3.2.3. Definisi Operasional
Definisi operasional ini untuk menyamakan pengukuran atau pengamatan
terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat
ukur). Definisi operasional dapat dilihat pada tabel 3.1.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
42/99
27
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No. Definisi Operasional Kategori Skala1. Penderita TB Paru adalah orang
dengan gejala klinis batukproduktif lebih dari 2-3 minggu,memiliki hasil pemeriksaan BTApositif, atau pernah didiagnosis
TB Paru.
1. Penderita TB Paru
2. Bukan penderita TB Paru
Nominal
2. Usia responden adalah usia yangdihitung berdasarkan ulang tahun
terakhir.
1. Anak-anak (0-14 tahun)2. Remaja (15-24 tahun)
3. Dewasa (25-64 tahun)4. Lanjut usia ( 65 tahun)
Ordinal
3. Jenis kelamin adalah identitas
biologis responden.
1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
4. Pendidikan adalah jenjangpendidikan formal yang pernahdiikuti oleh seseorang.
1. Rendah (tidak sekolah atautamatan SD)3. Menengah (Tamat SMP atauSMA)
5. Tinggi (Lulus PT)
Ordinal
5. Pekerjaan adalah suatu kegiatanyang dilakukan responden untuk
mendapatkan atau memperolehimbalan.
1. Pelajar / Mahasiswa2. PNS / POLRI / TNI /
Pensiunan3. Wiraswasta / Pegawai Swasta4. Buruh
5. Petani6. Lain-lain
Nominal
6. Status ekonomi adalah statusekonomi keluarga diukur melaui
upah minimum regionalKabupaten Bandung Barat.
1. Rendah (< Rp. 1.236.991)2. Tinggi (Rp. 1.236.991)
Ordinal
7. Riwayat orang di sekitar denganTB Paru adalah riwayat keluarga,teman kerja, atau tetanggamenderita TB Paru.
1. Ada2. Tidak ada
Nominal
8. Riwayat pengobatan adalah
riwayat menjalani suatu
pengobatan penyakit.
1. Masih menjalani
2. Pengobatan Lengkap
Nominal
9. Jendela kamar atau ruangkeluarga adalah komponen rumahtempat cahaya atau udara masuk.
1. Ada2. Tidak ada
Nominal
10. Luas ventilasi adalah luas seluruh
ventilasi dibandingkan denganluas lantai.
1. Baik (luas ventilasi 10%luas lantai).2. Tidak baik (luas ventilasi
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
43/99
28
No. Definisi Operasional Kategori Skala
11. Pencahayaan ruangan adalah
cahaya yang menerangi ruanganbaik cahaya matahari atau cahayalampu sebesar 60 lux.
1. Tidak terang
2. Kurang terang3. Terang
Ordinal
12. Kepadatan hunian rumah adalahbanyak orang yang tidur dalamsatu ruangan dengan luas minimalruangan 8 m
2.
1. Baik (ruangan tidur dihunioleh 2 orang).2. Tidak baik (ruangan tidurdihuni > 2 orang).
Nominal
13. Pekarangan rumah adalah
halaman yang menjadi bagianrumah.
1. Tidak ada
2. Ada dan kotor3. Ada dan bersih
Ordinal
14. Letak rumah adalah jarak antara
rumah satu dengan rumah
disekitarnya.
1. Berhimpitan
2. Ada jarak
Nominal
15. Jalan depan rumah adalah jalanumum yang digunakanmasyarakat yang terletak di depanrumah responden.
1. 2m.2. > 2m.
Ordinal
16. Sanitasi air limbah adalah saranayang digunakan untuk membuangair limbah rumah tangga.
1. Tidak ada2. Sumur resapan yang dekatdari sumber air
3. Selokan terbuka4. Sumur resapan yang jauh darisumber air5. Selokan tertutup
Ordinal
17. Perilaku membuka jendela kamaradalah kebiasaan membukajendela kamar yang dilakukan di
rumah setiap harinya.
1. Tidak pernah2. Kadang-kadang3. Setiap hari
Ordinal
18. Perilaku membuka jendela ruangkeluarga adalah kebiasaan
membuka jendela ruang keluargayang dilakukan di rumah setiap
harinya.
1. Tidak pernah2. Kadang-kadang
3. Setiap hari
Ordinal
19. Komponen fisik adalah komponenbangunan fisik rumah yang
dijadikan penilaian rumah sehat.
1. Baik (skor 372 sampai 405)2. Tidak Baik (skor < 372)
Nominal
20. Komponen Sanitasi adalah saranapembuangan limbah rumah
tangga yang dijadikan penilaianrumah sehat.
1. Baik (skor 300 sampai 375)2. Tidak Baik (skor < 300)
Nominal
21. Komponen perilaku adalah
kebiasaan sehari-hari yangdijadikan penilaian rumah sehat.
1. Baik (skor 352 sampai 440)
2. Tidak Baik (skor < 352)
Nominal
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
44/99
29
No. Definisi Operasional Kategori Skala
22. Rumah sehat adalah rumah yang
memiliki skor minimalberdasarkan penilaian komponenrumah, sarana sanitasi, danperilaku penghuni (KemenkesRI).
1. Memenuhi syarat (skor 1068
sampai 2000).2. Tidak memenuhi syarat (skor< 1.068)
Nominal
3.2.4. Pengujian Kuesioner
Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian setelah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas.
1) Uji validitas
Sebuah kuesioner dikatakan valid jika kuesioner itu mampu mengukur
sesuatu yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi. Validitas adalah
suatu indeks yang menunjukkan alat itu mengukur dengan tepat apa yang
diukur.
2) Uji realibilitas
Uji realibilitas telah dilakukan sebelum kuesioner digunakan. Realibilitas
adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat ukur, meskipun
digunakan secara berulang-ulang pada subjek yang sama atau berbeda.24
3.2.5. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dengan
prosedur pengumpulan data kuesioner yang memuat karakteristik responden dan
karakteristik lingkungan rumah. Pertanyaan diajukan secara tertulis dan dijawab
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
45/99
30
oleh responden. Penilaian lingkungan rumah dilakukan oleh peneliti dengan
mengobservasi lingkungan rumah responden dengan menggunakan daftar tilik.
3.2.6. Pengolahan Data
Data dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi,
kepadatan hunian rumah, pencahayaan ruangan, luas ventilasi rumah, dan jalan
depan rumah. Data selanjutnya dihitung angka kejadiannya serta dilihat
karakteristik responden dan lingkungan rumah penderita tuberkulosis paru di
wilayah kerja Puskesmas Padalarang. Data yang telah dikelompokkan diolah
dengan menggunakan SPSS versi 18.
3.2.7. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Padalarang,
Kabupaten Bandung Barat periode MeiJuli 2012.
3.2.8. Aspek Etik dan Hukum Penelitian
Aspek etik dan hukum penelitian ini akan dipenuhi dengan meminta izin
kepada Puskesmas Padalarang sebelum dilakukan penelitian. Responden
diberitahukan mengenai tujuan dari penelitian ini sebelum dilakukan pengambilan
data dan responden menyatakan kesediaannya dengan mengisi lembar inform
consent. Selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner dan observasi lingkungan
rumah. Responden akan diberikan informasi bahwa data yang diperoleh peneliti
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
46/99
31
hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan nama responden terjaga
kerahasiaannya.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
47/99
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian mengenai karakteristik penderita tuberkulosis paru dan lingkungan
rumah di wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat telah
dilakukan kepada seluruh penderita TB Paru sejumlah 42 orang yang tercatat di
puskesmas pada kurun waktu MeiJuli 2012.
4.1.1. Karakteristik Penderita TB Paru
Gambaran umum karakteristik 42 penderita TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, ditunjukkan pada tabel 4.1 di
bawah. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebesar 73,8% penderita TB Paru
berada di kelompok umur dewasa dan sebanyak 54,8% berjenis kelamin laki-laki.
Sedangkan ditinjau dari tingkat pendidikan dan status ekonomi penderita TB Paru,
sebanyak 59,5% berpendidikan menengah dan sebanyak 80,9% dikategorikan
berstatus ekonomi rendah. Pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh penderita
TB Paru adalah sebagai buruh yaitu sebanyak 38,1%. Berdasarkan riwayat TB
Paru yang sama di orang-orang sekitar penderita TB Paru, diketahui bahwa
sebanyak 71,4% penderita TB Paru memiliki anggota keluarga yang pernah
menderita TB Paru. Diantara 42 subjek penelitian, didapatkan bahwa sebanyak
71,4% telah menjalani pengobatan lengkap untuk TB Paru yang semuanya
berobat di Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
48/99
33
Tabel 4.1. Karakteristik Demografi Penderita TB Paru
No. KarakteristikHasil Penelitian
Jumlah Persentase (%)
1. Kelompok UmurAnak-anak 1 2,4Remaja 8 19,0
Dewasa 31 73,8Lanjut Usia 2 4,8
Total 42 100
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 23 54,8Perempuan 19 45,2
Total 42 100
3. PendidikanRendah 17 40,5Menengah 25 59,5Tinggi 0 0
Total 42 100
4. Status EkonomiRendah 34 80,9Tinggi 8 19,1
Total 42 100
5. Pekerjaan
Pelajar / Mahasiswa 1 2,4PNS / POLRI / TNI / Pensiunan 0 0Wiraswasta / Pegawai Swasta 10 23,8Buruh 16 38,1
Petani 2 4,8Lain-lain 13 30,9
Total 42 100
6. Riwayat Penyakit TB Paru yang Sama
Ada 30 71,4Tidak Ada 12 28,6
Total 42 100
7. Riwayat Pengobatan
Masih Menjalani 12 28,6Pengobatan Lengkap 30 71,4
Total 42 100
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
49/99
34
4.1.2. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan kepada 42 lingkungan rumah
penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung
Barat, didapatkan hasil gambaran umum karakteristik lingkungan rumah penderita
TB Paru yang terbagi dalam komponen fisik, sanitasi, dan perilaku.
1) Komponen Fisik Rumah
Berdasarkan tabel 4.2 di bawah mengenai karakteristik lingkungan rumah
penderita TB Paru berdasarkan komponen fisik rumah, diketahui bahwa dari
segi komponen fisik rumah yang memiliki jendela pada kamar tidur dan pada
ruang keluarga dengan persentase masing-masing 57,1% dan 52,4%.
Komponen fisik rumah berupa ventilasi ruangan, sebanyak 76,2% rumah
penderita TB Paru memiliki luas ventilasi yang tidak baik atau tidak
memenuhi syarat. Serta sebanyak 42,9% rumah penderita TB Paru memiliki
pencahayaan ruangan yang kurang terang. Selain itu untuk karakteristik
kepadatan ruangan, sebanyak 78,6% penderita TB Paru memiliki kepadatan
ruangan yang tidak baik. Sedangkan untuk komponen fisik rumah berupa
pekarangan rumah, sebanyak 38,1% rumah penderita TB Paru tidak memiliki
pekarangan dan juga memiliki pekarangan yang bersih. Mayoritas rumah
penderita TB Paru terletak di dalam gang sebesar 85,5% dan jarak antar rumah
saling berhimpitan sebesar 54,8%.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
50/99
35
Tabel 4.2. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru
Berdasarkan Komponen Fisik Rumah
No. Karakteristik Hasil PengamatanJumlah Persentase
1. Jendela KamarAda 24 57,1Tidak Ada 18 42,9
Total 42 100
2. Jendela Ruang KeluargaAda 22 52,4Tidak Ada 20 47,6
Total 42 100
3. Ventilasi RuanganBaik 10 23,8Tidak Baik 32 76,2
Total 42 100
4. Pencahayaan Ruangan
Tidak Terang 0 0Kurang Terang 18 42,9
Terang 24 57,1
Total 42 100
5. Kepadatan Hunian RumahBaik 9 21,4
Tidak Baik 33 78,6
Total 42 100
6. Pekarangan RumahTidak Ada 16 38,1
Ada dan Kotor 10 23,8Ada dan Bersih 16 38,1
Total 42 100
7. Letak Rumah
Berhimpitan 23 54,8Ada Jarak 19 45,2
Total 42 100
8. Jalan Depan Rumah 2 meter 36 85,7> 2 meter 6 14,3
Total 42 100
2)
Komponen Sanitasi Rumah
Gambaran umum karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru
berdasarkan komponen sanitasi rumah ditunjukkan pada tabel 4.3.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
51/99
36
4.3. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru Berdasarkan
Komponen Sanitasi Rumah
No. Karakteristik Hasil PengamatanJumlah Persentase
1. Sanitasi Air LimbahTidak Ada 2 4,8Sumur Resapan yang Dekat dari Sumber Air 0 0Selokan Terbuka 33 78,5
Sumur Resapan yang Jauh dari Sumber Air 5 11,9Selokan Tertutup 2 4,8
Total 42 100
Berdasarkan tabel 4.3 mengenai karakteristik lingkungan rumah
berdasarkan komponen sanitasi rumah, sebanyak 78,5% rumah penderita TB
Paru membuang limbah air rumah tangga ke selokan terbuka.
3) Komponen Perilaku Penghuni Rumah
Gambaran umum karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru
berdasarkan komponen perilaku penghuni rumah ditunjukkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru
Berdasarkan Komponen Perilaku Penghuni Rumah
No. KarakteristikHasil Pengamatan
Jumlah Persentase
1. Membuka Jendela Kamar TidurTidak Pernah 23 54,8
Kadang-kadang 18 42,9
Setiap Hari 1 2,3Total 42 100
2. Membuka Jendela Ruang Keluarga
Tidak Pernah 23 54,8Kadang-kadang 17 40,5
Setiap Hari 2 4,7
Total 42 100
Berdasarkan tabel 4.4 mengenai karakteristik lingkungan rumah penderita
TB Paru berdasarkan komponen perilaku penghuni rumah, diketahui sebanyak
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
52/99
37
54,8% penderita TB Paru memiliki kebiasaan tidak pernah membuka jendela
pada kamar tidur dan juga jendela pada ruang keluarga.
4) Penilaian Rumah Sehat
Gambaran umum karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru
berdasarkan penilaian rumah sehat ditunjukkan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru
Berdasarkan Penilaian Rumah Sehat
No. KarakteristikHasil Pengamatan
Jumlah Persentase
1. Komponen FisikBaik 9 21,4Tidak Baik 33 78,6
Total 42 100
2. Komponen Sanitasi
Baik 4 9,5Tidak Baik 38 90,5
Total 42 100
3. Komponen PerilakuBaik 5 11,9Tidak Baik 37 88,1
Total 42 100
4. Rumah Sehat
Memenuhi Syarat 2 4,7Tidak Memenuhi Syarat 40 95,3
Total 42 100
Karakteristik rumah sehat dinilai berdasarkan total penilaian komponen
fisik rumah, komponen sanitasi, dan komponen perilaku penghuni.
Berdasarkan tabel 4.5 untuk penilaian komponen fisik rumah, sebanyak 78,6%
rumah penderita TB Paru memiliki komponen rumah yang tidak memenuhi
syarat rumah sehat. Selain itu untuk komponen sanitasi, sebanyak 90,5%
rumah penderita TB Paru memiliki komponen sanitasi yang tidak memenuhi
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
53/99
38
syarat. Sedangkan untuk komponen perilaku penghuni rumah, sebanyak
88,1% memiliki perilaku sehari-hari yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan
penilaian ketiga komponen tersebut, maka rumah penderita TB Paru yang
memenuhi syarat penilaian rumah sehat hanya sebesar 4,7%. Sedangkan
sisanya sebesar 95,3% memiliki rumah yang dikategorikan sebagai rumah
tidak sehat.
4.2. Pembahasan
Penelitian karakteristik penderita tuberkulosis paru dan lingkungan rumah di
wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat telah dilakukan
kepada 42 penderita TB Paru. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen
kuesioner untuk mengetahui karakteristik penderita TB Paru dan observasi
langsung lingkungan rumah penderita TB Paru dengan menggunakan daftar tilik
pada saat yang bersamaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita TB Paru
berada di kelompok umur dewasa 25-64 tahun, sebanyak 31 orang (73,8%). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa kelompok usia penderita TB Paru berada di kelompok usia produktif yaitu
berusia antara 15-50 tahun. Responden di Kabupaten Bandung Barat berada di
kelompok usia produktif sehingga akan menghabiskan waktunya lebih banyak di
luar rumah untuk bekerja dan berinteraksi dengan orang lain. Risiko paparan
menjadi lebih besar karena kemungkinan kontak dengan orang yang menderita TB
Paru menjadi lebih sering. Penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan WHO
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
54/99
39
bahwa penderita tuberkulosis paru di negara berkembang adalah kelompok usia
produktif.10,13
Penelitian yang mendukung penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Bambang
dkk di Kabupaten Karo yang menyatakan bahwa sebagian besar penderita berada
pada kelompok usia 31-50 tahun sebanyak 45%.10
Kemudian penelitian Suswati
di Kabupaten Jember, diketahui bahwa penderita TB Paru yang berada di usia
produktif sebesar 87,5%.13
Penelitian selanjutnya yang mendukung adalah
penelitian Wildan dkk di Sidoarjo, dalam penelitianya diketahui sebanyak 81%
berada di kelompok usia 20-54 tahun, begitu pula pada penelitian Ogboi S.J. dkk
di Nigeria, diketahui bahwa sebagian besar berada di kelompok usia 20-39 tahun
sebanyak 63% laki-laki dan 61,6% perempuan.12,15
Angka kejadian TB Paru berdasarkan jenis kelamin adalah 23 orang laki-laki
(54,8%). Hampir seluruh responden laki-laki di Kabupaten Bandung Barat,
berada di kelompok usia produktif sehingga akan menghabiskan waktunya lebih
banyak di luar rumah untuk bekerja dan berinteraksi dengan orang lain. Risiko
paparan menjadi lebih besar karena kemungkinan kontak dengan orang yang
menderita TB Paru.
Hal ini mendukung penelitian lain yang menyatakan penderita laki-laki lebih
banyak dari pada penderita perempuan, seperti pada penelitian Bambang dkk di
Kabupaten Karo yang menyatakan bahwa penderita TB Paru laki-laki sebanyak
60,4%.10
Kemudian penelitian Wildan dkk di Sidoarjo, yang memaparkan bahwa
penderita TB Paru laki-laki sebanyak 58,1%.12
Penelitian Ajis dkk di Kabupaten
Kuantan Singingi mengungkapkan bahwa sebagian besar penderita TB Paru
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
55/99
40
adalah laki-laki sebanyak 51,38%.14
Penelitian Ogboi dkk di Nigeria mempertegas
bahwa penderita TB Paru laki-laki sebanyak 58,4%.15
Tetapi terdapat hasil
penelitian yang tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya, yaitu hasil
penelitian Suswati di Kabupaten Jember yang menyatakan bahwa sebanyak 55%
adalah penderita perempuan.13
Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian
Suswati karena hampir seluruh responden perempuan di Kabupaten Bandung
Barat berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sehingga tidak banyak berkontak
dengan orang lain di luar rumah yang kemungkinan menderita TB Paru.
Angka kejadian TB Paru berdasarkan karakteristik pendidikan adalah
responden paling banyak berpendidikan menengah sebanyak 25 orang (59,5%).
WHO menyatakan bahwa TB Paru menyerang masyarakat dengan pendidikan
rendah. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku. Semakin tinggi
pendidikan, maka semakin mudah menerima informasi.10 Tetapi pada
kenyataannya tidak demikian, karena mayoritas responden di Kabupaten Bandung
Barat adalah berpendidikan menengah. Hal ini kemungkinan karena sebelum
penderita TB Paru menjalani pengobatan, mereka kurang mendapat informasi atau
pengetahuan mengenai penyakit TB Paru.
Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Wildan dkk
di Sidoarjo yang menyatakan bahwa pendidikan terbanyak yang dimiliki adalah
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 58,1%.12Penelitian lainnya
adalah penelitian Ajis dkk di Kabupaten Kuantan Singingi yang memaparkan
bahwa sebagian besar pendidikan penderita TB Paru adalah pendidikan SMA
yaitu 38,53%.14Selain itu, penelitian yang mendukung adalah penelitian Bambang
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
56/99
41
dkk di Kabupaten Karo yang menyatakan bahwa 51,6% penderita TB Paru
berpendidikan SMA.10
Berdasarkan status ekonomi penderita TB Paru adalah sebanyak 34 orang
penderita TB Paru (80,9%) memiliki status ekonomi rendah. Dengan penghasilan
di bawah upah minimum regional Kabupaten Bandung Barat tahun 2011 sebesar
Rp. 1.236.991. Sebagian besar bekerja sebagai buruh, petani, dan pedagang.
Sehingga penghasilannya berada di bawah upah minimum regional kabupaten.
Hal ini menyebabkan responden di Kabupaten Bandung Barat memiliki
keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama kebutuhan gizi,
lingkungan rumah yang sehat, dan kebutuhan akan kesehatan. Kebutuhan gizi
yang mencukupi akan menjamin status kekebalan tubuh yang baik dan lingkungan
rumah yang sehat akan menurunkan risiko berkembangnya kuman M.
tuberculosis, serta melindungi orang-orang dari penularan kuman. Sedangkan
kebutuhan kesehatan yang tidak dapat dipenuhi akan menunda kesembuhan dan
meningkatkan risiko penularan kepada orang lain. Oleh karena itu, status
ekonomi rendah akan meningkatkan risiko terinfeksi dan risiko menularkan TB
Paru.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Davidow dkk di New Jersey
yang menyatakan bahwa sebanyak 41,1% penderita TB Paru memiliki pendapatan
yang rendah.16Penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo membuktikan bahwa
penderita TB Paru yang berada di kelompok status ekonomi rendah sebanyak
71,4%.10
Penelitian lainnya yang mendukung adalah penelitian Wildan dkk di
Sidoarjo yang menyatakan penderita TB Paru yang memiliki status ekonomi
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
57/99
42
rendah sebanyak 58,1%.12
Selanjutnya penelitian Ajis dkk di Kabupaten Kuantan
Singingi memperkuat penelitian sebelumnya dengan menyatakan bahwa sebanyak
57,8% penderita TB Paru memiliki status ekonomi rendah.14
Karakteristik penderita TB Paru berdasarkan pekerjaannya menyatakan bahwa
pekerjaan yang banyak dimiliki berupa pekerjaan sebagai buruh, yaitu 16 orang
(38,1%). Pekerjaan sebagai buruh memiliki pendapatan yang rendah, sehingga
pemenuhan kebutuhan untuk memiliki rumah yang sehat akan diabaikan untuk
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain itu pekerjaan dengan penghasilan
rendah akan berdampak kepada pola konsumsi makanan dan pemeliharaan
kesehatan. Oleh karena itu, pekerjaan berpengaruh kepada tingkat kesehatan
karena jenis pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan keluarganya.
Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian Bambang dkk di
Kabupaten Karo dengan hasil berupa pekerjaan yang banyak dimiliki adalah
pekerjaan sebagai buruh sebesar 41,8%.10
Penderita TB Paru memiliki kemampuan untuk menularkan kuman M.
tuberculosis kepada 2-3 orang disekitarnya. Pernyataan ini dapat dibuktikan
dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa 30 orang (71,4%) responden
memiliki keluarga atau orang disekitarnya yang menderita gejala yang sama atau
pernah didiagnosis TB. Dari 30 penderita TB Paru tersebut, didapatkan sebanyak
28 penderita memiliki riwayat TB Paru yang sama dengan anggota keluarganya,
sedangkan dua penderita TB Paru lainnya memiliki riwayat TB Paru yang sama
dengan tetangga dan juga teman kerjanya. Riwayat pengobatan dari semua
penderita TB Paru diketahui sebanyak 12 orang (28,6%) responden sedang
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
58/99
43
menjalani pengobatan, sedangkan 30 orang (71,4%) responden lainnya telah
selesai menjalani pengobatan. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
kemungkinan bahwa penderita TB Paru yang sedang menjalani pengobatan
ditularkan oleh orang disekitarnya yang telah terlebih dahulu terinfeksi. Penularan
ini dapat diakibatkan karena kemungkinan anggota keluarga atau orang
disekitarnya tidak menjalani pengobatan TB Paru dengan baik. Serta tidak
berjalannya peran pengawas minum obat (PMO) untuk mendampingi penderita
menjalani masa pengobatannya. Sehingga pengobatan menjadi tidak efektif dan
meningkatkan risiko penularan pada orang sekitarnya. Jadi penelitian ini
mendukung teori bahwa penularan TB Paru berasal dari orang sekitar yang
memiliki riwayat TB Paru.12,13
Karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru berdasarkan komponen
fisik dinilai dari ventilasi ruangan, pencahayaan ruangan, kepadatan hunian,
pekarangan rumah, letak rumah, dan jalan depan rumah. Karakteristik berdasarkan
ventilasi ruangan dinilai dari kepemilikan jendela dan luas ventilasi yang
memenuhi persyaratan. Berdasarkan kepemilikan ada atau tidaknya jendela
terdapat 24 orang (57,1%) responden yang memiliki jendela pada kamar tidurnya
dan terdapat 22 orang (52,4%) responden yang memiliki jendela pada ruang
keluarga. Mayoritas responden memiliki jendela pada kamar dan ruang keluarga,
tetapi jendela tersebut tidak memenuhi syarat luas ventilasi yang baik minimal
sebesar 10%.8Rumah penderita TB Paru yang memiliki luas ventilasi yang tidak
baik sebanyak 32 orang (76,2%) responden. Luas ventilasi yang tidak memadai
untuk kesehatan, akan mengakibatkan fungsi dari jendela sebagai ventilasi
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
59/99
44
menjadi tidak maksimal. Sehingga besar kemungkinan kuman M. tuberkulosis
tidak tereliminasi dengan cara dikeluarkan melalui ventilasi menuju keluar rumah
dan meningkatkan risiko infeksi pada ruangan tersebut.
Penelitian yang mendukung adalah penelitian Sudarso di Kabupaten Sidoardjo
yang menyatakan bahwa luas ventilasi yang tidak baik menjadi faktor risiko
kejadian TB Paru dan dibuktikan dengan hasil penelitiannya yang memiliki Odds
Ratio sebesar 8,05 atau lebih dari satu.18
Tetapi terdapat penelitian lain yang
bertentangan dengan penelitian Sudarso, yaitu penelitian Bambang di Kabupaten
Karo yang menyatakan bahwa sebanyak 57,1% penderita TB Paru memiliki luas
ventilasi yang baik.10 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya dapat
disebabkan karena faktor lain, yaitu faktor perilaku dari penghuni rumah.
Faktor lingkungan rumah lainnya yang diteliti adalah faktor pencahayaan
ruangan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa sebanyak 24 orang (57,1%)
responden memiliki ruangan dengan pencahayaan yang baik dan tidak
membutuhkan bantuan lampu untuk dapat membaca di ruangan tersebut. Hal ini
karena mayoritas rumah penderita TB Paru memiliki jendela pada kamar dan pada
ruang keluarga, sehingga cahaya dapat masuk dan menerangi ruangan.
Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Bambang di Kabupaten Karo
yang menyatakan bahwa sebanyak 49,5% penderita TB Paru memiliki
pencahayaan ruangan yang tidak baik.10 Sedangkan penelitian Sudarso dkk di
Kabupaten Sidoardjo menyatakan bahwa hasil penelitiannya memiliki Odds Ratio
5,06 dan memiliki makna bahwa pencahayaan ruangan menjadi faktor risiko dari
kejadian TB Paru.18
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
60/99
45
Karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru berdasarkan kepadatan
hunian, didapatkan hasil penelitian dengan 33 orang (78,6%) responden memiliki
rumah dengan kepadatan hunian yang tidak baik. Hal ini karena rata-rata
responden di Kabupaten Bandung Barat memiliki ruangan sebesar empat sampai
delapan meter persegi, tetapi dihuni oleh lebih dari dua orang untuk satu ruangan.
Kepadatan hunian ruangan ini akan meningkatkan risiko penularan kuman M.
tuberculosis dari penderita TB Paru kepada orang-orang yang tidur dalam satu
ruangan yang sama. Karena rata-rata penderita TB Paru dapat menularkan kuman
M. tuberculosis kepada dua sampai tiga orang yang tinggal serumah, sehingga
kepadatan hunian yang tidak baik akan lebih memudahkan penularan kuman
tuberculosis kepada orang di sekitarnya.8
Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Hill dkk di Gambia yang
menyatakan bahwa sebanyak 75,3% penderita TB Paru memiliki kepadatan yang
tidak baik.11 Penelitian lainnya adalah penelitian Sudarso dkk di Kabupaten
Sidoardjo yang mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya memiliki Odds ratio
sebesar 5,07 yang memiliki makna bahwa kepadatan hunian rumah merupakan
faktor risiko terjadinya kasus TB Paru.18
Penelitian Bambang di Kabupaten Karo
juga menyatakan bahwa sebanyak 52,7% rumah penderita TB Paru memiliki
ruangan yang padat penghuni.10
Hasil penelitian mengenai karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru
berdasarkan lebar jalan depan rumah adalah hampir semua responden yang
berjumlah 36 rumah (85,7%) memiliki lebar jalan kurang dari sama dengan dua
meter. Hal ini berarti bahwa 36 orang penderita TB Paru tinggal di rumah yang
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
61/99
46
terletak di dalam gang serta memiliki kualitas udara yang tidak baik karena tidak
memiliki lahan terbuka hijau sebagai penyedia udara yang bersih dan juga akibat
dari rumah yang tidak memiliki jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian mengenai letak rumah yang
mengungkapkan bahwa sebanyak 23 rumah (54,8%) penderita TB Paru tidak
memiliki jarak dengan rumah lainnya atau berhimpitan. Rumah yang tidak
memiliki jarak dengan rumah lainnya membuat rumah tersebut tidak memiliki
banyak ventilasi untuk pertukaran udara. Sehingga penularan kuman M.
tuberculosis akan lebih mudah dan juga telah dibuktikan dengan luas ventilasi
yang tidak memenuhi syarat.
Hasil komponen fisik rumah berdasarkan pekarangan rumah didapatkan hasil
bahwa penderita TB Paru yang memiliki pekarangan rumah sebanyak 26 orang
responden dan 16 orang responden (38,1%) diantaranya memiliki pekarangan
yang bersih, sedangkan 10 orang responden (23,8%) lainnya memiliki pekarangan
yang kotor. Pekarangan rumah berfungsi sebagai sumber penghasil udara bersih
bagi ruangan di dalam rumah. Udara bersih tersebut akan masuk melalui jendela
dan ventilasi untuk menggantikan udara di dalam ruangan. Sedangkan udara di
dalam rumah yang kemungkinan mengandung bakteriM. tuberkulosis
akan
tereliminasi dan disalurkan melalui ventilasi serta jendela ke luar ruangan. Pada
penelitian ini walaupun terdapat pekarangan rumah yang berfungsi sebagai
sumber udara bersih bagi ruangan di dalam rumah, tetapi ventilasi sebagai media
penyalur udara ke dalam ruangan tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga
udara bersih dan udara yang kemungkinan mengandung bakteri tidak tertukar
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
62/99
47
secara optimal. Serta meningkatkan resiko berkembangnya bakteri di dalam
ruangan rumah.
Pada penelitian ini komponen sanitasi yang dinilai adalah komponen sarana
pembuangan air limbah. Hasil penelitian ini menemukan sebanyak 33 rumah
(78,5%) responden membuang air limbah rumah tangga ke selokan terbuka.
Pembuangan air limbah yang baik adalah pembuangan yang tidak mencemari
sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.8
Pembuangan air limbah yang tidak semestinya dapat menjadi sumber bau busuk
dan menjadi sumber penyakit. Pada penderita TB yang membuang dahak melalui
saluran air, maka air limbah tersebut akan terbawa pada saluran sanitasi. Jika
saluran sanitasi berupa selokan terbuka ataupun bahkan tidak memilikinya, maka
air limbah tersebut menjadi sumber infeksi baru dan menyebabkan kuman M.
tuberkulosis menyebar melalui udara. Selain itu, bau busuk dari saluran sanitasi
terbuka akan berdampak pada sistem pernafasan berupa menurunkan fungsi
pertahanan pada saluran nafas. Sehingga meningkatkan risiko penyakit infeksi
saluran pernafasan, terutama infeksi kumanM. tuberkulosis.
Komponen perilaku dari penderita TB Paru terdiri dari kebiasaan membuka
jendela pada kamar tidur dan juga jendela pada ruang keluarga. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa 23 orang (54,8%) responden memiliki kebiasaan t idak
pernah membuka jendela pada kamar tidur dan juga ruang keluarga. Perilaku
merupakan faktor penting kedua setelah lingkungan yang menentukan kesehatan
seseorang dan komunitasnya. Oleh karena itu walaupun pada penelitian diketahui
mayoritas rumah penderita memiliki jendela di kamar tidur dan ruang keluarga.
-
7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru
63/99
48
Tetapi jika memiliki perilaku yang tidak mendukung komponen fisik tersebut
seperti tidak pernah membuka jendela, fungsi dari komponen fisik berupa jendela
menjadi tidak optimal.
Penelitian ini menilai karakteristik rumah sehat yang ditinjau dari tiga aspek,
yaitu komponen fisik, komponen sanitasi, dan komponen perilaku. Kriteria baik
untuk setiap komponen dan juga penilaian secara keseluruhan adalah jika
terpenuhi minimal nilai sebesar 80% dari total skor. Rumah penderita TB Paru
yang tidak memenuhi syarat kesehatan dalam komponen fisik adalah sebanyak 33
rumah (78,6%). Rumah penderita TB Paru yang tidak memenuhi standar kriteria
sanitasi sebanyak 38 rumah (90,5%). Serta Perilaku penderita TB Paru yang tidak
memenuhi syarat berjumlah 37 orang (88,1%). Berdasarkan ketiga komponen
tersebut maka rumah penderita TB Paru yang tidak memenuhi syarat rumah sehat
sebanyak 95,3%.
4.3. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang didapat selama pelaksanaan penelitian ini adalah
keterbatas