Skripsi tentang TB Paru

download Skripsi tentang TB Paru

of 99

Transcript of Skripsi tentang TB Paru

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    1/99

    KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN

    LINGKUNGAN RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

    PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT

    PERIODE MEI - JULI 2012

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Islam Bandung

    ANDHIKA YUDI HARTONO

    10100108020

    UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    2012

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    2/99

    KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN

    LINGKUNGAN RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

    PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT

    PERIODE MEI-JULI 2012

    SKRIPSI

    ANDHIKA YUDI HARTONO

    10100108020

    Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat oleh nama yang

    disebutkan di atas telah diperiksa dan direvisi, secara lengkap dan

    memuaskan, sehingga dapat diajukan dalam sidang skripsi.

    Bandung, September 2012

    Pembimbing I

    Titik Respati, drg., M.Sc., PH

    NIK :10.0.533

    Pembimbing II

    Julia Hartati, dr.

    NIK : D.06.0.429

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    3/99

    KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN

    LINGKUNGAN RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

    PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT

    PERIODE MEI-JULI 2012

    SKRIPSI

    ANDHIKA YUDI HARTONO

    10100108020

    Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat oleh

    nama yang disebutkan di atas telah diperiksa dan direvisi,

    secara lengkap dan memuaskan.

    Bandung, 15 September 2012

    Pembimbing I

    Titik Respati, drg., M.Sc., PH

    NIK :10.0.533

    Pembimbing II

    Julia Hartati, dr.

    NIK : D.06.0.429

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    4/99

    Skripsi ini telah dipertahankan oleh penulis di dalam

    seminar yang diadakan oleh Fakultas KedokteranUniversitas Islam Bandung

    Pada 10 September 2012Yang dihadiri oleh

    Ketua : Dr. H. Adjat S., dr., AIF., M.Kes

    Sekretaris : Julia Hartati, dr.

    Penguji I : Dr. H. Adjat S., dr., AIF., M.Kes

    Penguji II : Yani Triyani, dr., Sp.PK., M.KesPenguji III : Ike Rahmawati, dr.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    5/99

    MOTTO :

    Tuhanmulah yang melancarkan pelayaran kapal-kapal di lautan

    guna kepentinganmu, agar kamu mencari sebagian dari karunia-

    Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.

    Apabila kamu ditimpa marabahaya di lautan, hilanglah segala

    yang kamu puja-puja itu dari ingatanmu, kecuali Dia. Tetapi

    setelah kamu diselamatkan-Nya ke daratan, lantas kamu

    berpaling lagi. Memang manusia itu tidak tahu berterima kasih.

    (QS. Al-Isra : 66-67)

    Karya tulis ini kupersembahkan untuk

    Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan kekuatan

    Berupa doa dan kasih sayang yang takkan pernah bisa terbalaskan.

    Saudara-saudaraku tersayang Rika, Bima, dan Dinda serta sahabatku Asyifa 2008

    Kasih sayang dan semangat kalian telah memberiku

    Motivasi luar biasa dalam menjalani semua ini.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    6/99

    i

    ABSTRAK

    Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit menular yang masih menjadi masalahdi dunia. Di Indonesia, TB Paru menjadi salah satu masalah utama kesehatan

    masyarakat dan sampai saat ini belum dapat ditangani walaupun sudah dilakukan

    upaya penanggulangan melalui program TB oleh pemerintah. Penelitian ini

    bertujuan untuk menggambarkan faktor yang mempengaruhi terjadinya TB Paru

    melalui gambaran umum karakteristik penderita TB Paru dan lingkungan

    rumahnya.

    Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Subjek

    penelitian adalah penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Padalarang,Kabupaten Bandung Barat. Data didapatkan dengan menggunakan kuesioner dan

    observasi langsung pada lingkungan rumah.Pada penelitian ini diperoleh 42 subjek penelitian yang terdiri dari 73,8%

    kelompok umur dewasa, 54,8% laki-laki, 59,5% berpendidikan menengah, 80,9%berstatus ekonomi rendah, 38,1% bekerja sebagai buruh, 71,4% mempunyai

    riwayat orang di sekitar TB Paru, dan 71,4% telah menyelesaikan pengobatan

    lengkap. Lingkungan rumah menunjukkan terdapat 57,1% berjendela pada kamar

    tidur dan 52,4% pada ruang keluarga, 76,2% berventilasi ruangan tidak baik,

    57,1% berpencahayaan ruangan baik, 78,6% kepadatan hunian yang tidak baik,

    38,1% berpekarangan rumah yang bersih, 54,8% terletak berhimpitan, 85,7%

    terletak di dalam gang, serta 78,5% bersanitasi selokan terbuka. Sebanyak 54,8%

    mempunyai perilaku tidak pernah membuka jendela pada kamar dan ruang

    keluarga, dan 78,6% menghuni rumah yang dikategorikan rumah tidak sehat.

    Penelitian ini menunjukkan bahwa penderita TB Paru di Kabupaten BandungBarat adalah berjenis kelamin laki-laki pada kelompok usia dewasa, berstatus

    ekonomi rendah, memiliki riwayat tinggal atau dekat dengan penderita TB Paru,

    dan memiliki rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Kesemua faktor

    tersebut memberikan kontribusi pada transmisi TB Paru.

    Kata Kunci : Tuberkulosis Paru, Karakteristik Penderita, Lingkungan Rumah.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    7/99

    ii

    ABSTRACT

    Pulmonary Tuberculosis (TB) is an infectious disease that still has became the

    world concern. In Indonesia, pulmonary tuberculosis is still major community

    health problem eventhough the goverment have already develop TB program

    since decade ago. The purpose of this research is to describe factors contributing

    to pulmonary tuberculosis through general characteristic of the pulmonary TBs

    patients dan their environmental especially housing condition.

    This is descriptive study using cross sectional approach. Subjects of thisresearch are pulmonary TBs Patients in Puskesmas Padalarang, Kabupaten

    Bandung Barat. Data collected using questionare and by direct observation of the

    housing environment.

    In these research there were 42 subjects that composed from 73,8% were

    adults, 54,8% were mens, 59,5% have middle education, 80,9% were in low

    economic status, 38,1 work as laborer, 71,8% had the history of living with TBs

    people, and 71,4% had completed treatment. The housing environment showed

    that, there were 57,1% with a window in the bedroom and 52,4% in the living

    room, 76,2% had poor ventilation, 57,1% had good light, and 78,6% were

    crowded. 38,1% had a clean yard, 54,8% had narrow space with other house,85,7% were at narrow street, and 78,5% had open sanitary. 54,8% of the subject

    have never open the window in the bedroom and living room, and 78,6% living inunhealthy house.

    The result of this research shows that TBs patient in Kabupaten Bandung

    Barat were adult men with low economic status, had the history of livingnear/with pulmonary TBspatient, and live in a unhealthyshouse category. All

    those factors contributing to the risk for pulmonary TB transmission.

    Key word : Pulmonary Tuberculosis, Patients characteristic, Environmental

    house

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    8/99

    iii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.

    Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat, dan

    ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang

    merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Dokter di Fakultas

    Kedokteran Universitas Islam Bandung.

    Dalam proses penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak

    mendapat bimbingan, dorongan, saran, dan pendapat dari berbagai pihak, maka

    atas budi baik dan semua bantuannya penulis berdoa agar Allah SWT dapat

    menerima dan membalas amal baiknya.

    Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih dan

    penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : Prof. Dr. H. M.

    Thaufiq Siddiq Boesoirie, dr., M.S., Sp.T.H.T., K.L.(K) sebagai Rektor

    Universitas Islam Bandung. Prof. Hj. Dr. Ieva B. Akbar, dr., AIF sebagai Dekan

    Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Titik Respati, drg., M.Sc., PH

    sebagai Pembimbing I, yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan

    dalam penyusunan skripsi ini dan Julia Hartati, dr. sebagai Pembimbing II, yang

    banyak mendorong sekaligus memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi

    ini. Siti Annisa Devi Trusda, dr., M.Kes sebagai dosen wali yang telah

    memberikan bimbingan dan dorongan moril kepada penulis sejak tahun pertama.

    Ayah dan Ibu penulis yang telah banyak memberikan dukungan dan dorongan,

    baik moril maupun materil, serta doa yang tidak henti-hentinya, kakak dan adik-

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    9/99

    iv

    adik penulis tersayang Rika, Bima, Dinda, serta sahabat-sahabat penulis (Monika,

    Susin, Vileta, Rieza, Irma R, Doddy, Bimo, Regi, Erni, Devi, Annisa, Rizky

    Dwikane, dan Rizcky Ramdhani), yang selalu memberikan semangat dan

    dukungan setiap saat. Kepada Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat,

    yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, Kepala

    Puskesmas dan seluruh staff di Puskesmas Padalarang yang telah membantu

    penulis dalam melaksanakan penelitian. Para responden yang telah bersedia

    meluangkan waktu untuk diwawancara dan diobservasi lingkungan rumahnya,

    teman-teman mahasiswa FK Unisba angkatan 2008, dan juga semua pihak yang

    tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas

    bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun

    pembaca pada umumnya dan dapat berguna untuk penelitian lebih lanjut.

    Wassalamualaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.

    Bandung, September 2012

    Penulis

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    10/99

    v

    DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK ............................................................................................ iABSTRACT .......................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR .......................................................................... iii

    DAFTAR ISI ......................................................................................... v

    DAFTAR TABEL ................................................................................. vii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii

    DAFTAR SINGKATAN ...................................................................... ix

    DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... x

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ............................................................................ 11.2. Identifikasi Masalah .................................................................... 5

    1.3. Tujuan Masalah ........................................................................... 51.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6

    1.4.1. Manfaat Teoritis ............................................................. 6

    1.4.2. Manfaat Praktis .............................................................. 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .. 7

    2.1. Tuberkulosis ................................................................................ 7

    2.1.1. Epidemiologi .................................................................. 7

    2.1.2. Faktor Resiko ................................................................. 8

    2.1.3. Cara Penularan ............................................................... 14

    2.1.4. Gejala Klinis Tuberkulosis ............................................ 152.1.5. Pemeriksaan Dahak Mikroskopik .................................. 15

    2.1.6. Diagnosis Tuberkulosis ................................................. 16

    2.2. Kriteria Rumah Sehat .................................................................. 17

    2.2.1. Definisi Rumah Sehat .................................................... 17

    2.2.2. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal ......................... 18

    2.3. Kerangka Pemikiran .................................................................... 21

    BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN .............................. 253.1. Subjek Penelitian ......................................................................... 25

    3.1.1. Subjek Penelitian ........................................................... 253.1.2. Populasi Penelitian ......................................................... 25

    3.2. Metode Penelitian ........................................................................ 25

    3.2.1. Rancangan Penelitian ..................................................... 25

    3.2.2. Tahapan Penelitian ......................................................... 26

    3.2.3. Definisi Operasional ...................................................... 26

    3.2.4. Pengujian Kuesioner ...................................................... 29

    3.2.5. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ................... 29

    3.2.6. Pengolahan Data ............................................................ 30

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    11/99

    vi

    3.2.7. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 30

    3.2.8. Aspek Etik dan Hukum Penelitian ................................. 30

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 32

    4.1. Hasil Penelitian ........................................................................... 32

    4.1.1. Karakteristik Penderita TB Paru .................................... 324.1.2. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru ... 34

    4.2. Pembahasan ................................................................................. 38

    4.3. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 48

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 50

    5.1. Kesimpulan ................................................................................. 50

    5.2. Saran ............................................................................................ 51

    5.2.1. Bagi Penderita Tuberkulosis Paru ................................. 515.2.2. Bagi Puskesmas dan Pemerintah ................................... 51

    5.2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya ........................................... 52

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 53LAMPIRAN .......................................................................................... 56

    RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 84

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    12/99

    vii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 3.1. Definisi Operasional ........................................................... 27

    Tabel 4.1. Karakteristik Demografi Penderita TB Paru ...................... 33

    Tabel 4.2. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru

    Berdasarkan Komponen Fisik Rumah ............................... 35

    Tabel 4.3. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB ParuBerdasarkan Komponen Sanitasi Rumah ........................... 36

    Tabel 4.4. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru

    Berdasarkan Komponen Perilaku Penghuni Rumah .......... 36

    Tabel 4.5. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru

    Berdasarkan Penilaian Rumah Sehat ................................. 37

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    13/99

    viii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Estimasi Insidensi Tuberkulosis ................................... 8

    Gambar 2.2. Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru ............................... 17

    Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran ..................................................... 24

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    14/99

    ix

    DAFTAR SINGKATAN

    1. TB = Tuberkulosis Paru

    2. WHO = World Health Organization

    3. BTA = Basil Tahan Asam

    4. Depkes = Departemen Kesehatan

    5. ASEAN = Association of South East Asian Nation

    6. ARTI = Annual Risk of Tuberculosis Infection

    7. SPS = Sewaktu-Pagi-Sewaktu

    8. UPK = Unit Pelayanan Kesehatan

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    15/99

    x

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1 Lembar Persetujuan................................................... 56

    Lampiran 2 Lembar Kuesioner .................................................... 57

    Lampiran 3 Daftar Penilaian Rumah Sehat .................................. 61

    Lampiran 4 Hasil Rekapan Kuesioner Data Demografi ............... 66

    Lampiran 5 Hasil Rekapan Kuesioner Data Komponen Rumah .. 79

    Lampiran 6 Hasil Rekapan Data Komponen Sanitasi .................. 72

    Lampiran 7 Hasil Kuesioner Komponen Perilaku ....................... 75

    Lampiran 8 Hasil Kuesioner Lingkungan Rumah ........................ 78

    Lampiran 9 Dokumentasi ............................................................. 81

    Lampiran 10 Hasil Validitas .......................................................... 82

    Lampiran 11 Surat Perizinan .......................................................... 83

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    16/99

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Tuberkulosis (TB) paru adalah suatu penyakit menular yang menjadi perhatian

    dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga penduduk

    dunia terinfeksi olehMycobacterium tuberculosisdan lima sampai sepuluh persen

    dari orang-orang yang terinfeksi bakteri ini akan menjadi sakit atau menularkan

    kepada orang lain selama hidupnya. Data WHO dalam Global Tuberculosis

    Control 2010, menyatakan bahwa terdapat 9,4 juta insiden TB dengan 1,1 juta

    penderita meninggal dunia di seluruh dunia. Jumlah insiden TB tertinggi terdapat

    di kawasan Asia Tenggara, 35% dari insiden total TB di dunia dengan prevalensi

    280 per 100.000 penduduk.1,2

    Di Indonesia, TB Paru merupakan salah satu masalah utama kesehatan

    masyarakat. Jumlah pasien TB Paru di Indonesia berada pada peringkat empat

    dunia setelah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan prevalensi TB 285 per

    100.000 penduduk atau sebanyak 302.861 kasus pada tahun 2010.2 Profil

    Kesehatan Indonesia 2010 menyatakan bahwa provinsi dengan persentase pasien

    TB Paru BTA positif terhadap suspek TB Paru terbanyak adalah Maluku Utara

    sebesar 22,9%, Kepulauan Riau sebesar 18,7%, dan DKI Jakarta sebesar 16,3%.

    Sedangkan rata-rata secara nasional persentase pasien TB Paru BTA positif

    terhadap suspek TB Paru hanya sebesar 10,9%.3

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    17/99

    2

    Di Provinsi Jawa Barat, persentase pasien TB Paru BTA positif terhadap

    suspek TB Paru sebesar 11,5%, dengan kasus TB Paru BTA positif sebanyak

    29.413 (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2007).4 Angka kejadian TB Paru di

    Kabupaten Bandung Barat pada Tahun 2010 dan tahun 2011 menunjukkan angka

    sebesar 1.349 dan 1.393 kasus secara berurutan. Data tersebut menunjukkan

    terjadi kenaikan angka kejadian dari tahun 2010 ke tahun 2011 sebanyak 44 kasus

    atau tiga persen. Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011 menunjukkan angka

    kejadian kasus TB Paru di Puskesmas Padalarang pada tahun 2011 sebanyak 40

    kasus dengan 24 kasus merupakan TB Paru BTA positif baru.5

    Diperkirakan 95% kasus TB Paru dan 98% kematian akibat TB Paru di dunia

    terjadi pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebanyak 75%

    pasien TB Paru mengenai kelompok usia produktif secara ekonomis yang

    berumur sekitar 15-50 tahun. Diperkirakan seorang pasien TB Paru dewasa akan

    kehilangan rata-rata waktu kerjanya selama tiga sampai empat bulan dengan

    akibat kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar 20-30%. Jika pasien

    meninggal akibat TB Paru, maka kehilangan pendapatannya akan meningkat

    menjadi sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB paru juga

    memberikan dampak buruk lainnya secara sosial dan terdapat kemungkinan untuk

    dikucilkan oleh masyarakat.6

    Bakteri M. tuberkulosis berkembang dan menyebabkan penyakit dipengaruhi

    oleh kesehatan lingkungan. H.L. Blum menyatakan dalam the environment of

    health model bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kesehatan

    manusia, yaitu lingkungan, perilaku, genetik, dan sarana kesehatan. Faktor yang

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    18/99

    3

    paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah faktor lingkungan dan

    diikuti oleh perilaku, genetik, serta sarana kesehatan.7

    Tuberkulosis ditularkan melalui droplet dan penularannya akan sangat

    dipengaruhi oleh lingkungan rumah terutama kepadatan ruangan, pencahayaan,

    dan juga ventilasi. Menurut Kepmenkes RI No. 829 Tahun 1999, ruangan dengan

    luas delapan meter persegi tidak dianjurkan untuk dihuni lebih dari dua orang

    karena akan memudahkan penularan mikroorganisme patogen. Pencahayaan

    ruangan yang efektif harus masuk melalui ventilasi dengan minimal luas 10% dari

    luas lantai merupakan faktor yang sangat mempengaruhi karena cahaya matahari

    dapat membasmi bakteri patogen. Sedangkan ventilasi sendiri berfungsi dalam

    pertukaran udara yang akan mempengaruhi kelembaban dari ruangan.

    Kelembaban dapat menjadi media yang baik bagi perkembangan bakteri patogen

    seperti basilus TB.8, 9

    Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan pentingnya faktor risiko

    penderita seperti umur, jenis kelamin, status ekonomi dan faktor lingkungan

    rumah seperti kepadatan hunian, pencahayaan ruangan, dan luas ventilasi dengan

    kejadian tuberkulosis paru. Penelitian Bambang dkk dan Hill dkk, pada tahun

    2006, serta penelitian Suswati dan Wildan dkk, pada tahun 2007, menunjukkan

    hubungan umur dan jenis kelamin dengan kejadian TB Paru.10-13 Penelitian lain

    yang mendukung mengenai umur dan jenis kelamin dengan kejadian TB Paru

    adalah penelitian Ajis dkk, 2009, dan Ogboi S.J. dkk, 2010.14,15

    Hubungan status

    ekonomi dengan kejadian TB Paru diperkuat oleh penelitian Davidow dkk, 2003,

    dan Coker dkk pada tahun 2006.16,17Penelitian lain yang menegaskan penelitian

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    19/99

    4

    Davidow dan Coker adalah penelitian Bambang dkk, pada tahun 2006, Wildan

    dkk, 2007, dan Ajis dkk, 2009.10,12,14

    Penelitian Bambang dkk, 2006, Wildan dkk,

    2007, dan Ajis dkk, 2009, menjelaskan terdapat hubungan anatara pendidikan

    dengan kejadian TB Paru. Penelitian Bambang dkk, 2006, menunjukkan terdapat

    hubungan antara pekerjaan dengan kejadian TB Paru. Penelitian Bambang dkk,

    2006, Hill dkk, 2006, dan Sudarso, 2008, menunjukkan terdapat hubungan

    kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB Paru.10,11,18

    Penelitian Bambang

    dkk, 2006, dan Sudarso, 2008 menunjukkan ada hubungan antara luas ventilasi

    dan pencahayaan ruangan dengan kejadian TB Paru.8,18

    Dari beberapa faktor risiko di atas, diketahui Kabupaten Bandung Barat dari

    data Kementerian Kesehatan RI masih memiliki masalah kepadatan penduduk

    sebesar 1.131 jiwa/km2 atau berada di urutan ke-14 dari 26 kabupaten/kota di

    Jawa Barat. Persentase TB Paru yang sembuh di Kabupaten Bandung Barat

    sebesar 57,55% dari capaian nasional sebesar 78,3% di tahun 2010 atau berada di

    urutan ke 21 dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat. Jumlah rumah sehat di

    Kabupaten Bandung Barat masih sangat rendah yaitu, sebesar 27,22% dari target

    nasional tahun 2010 sebesar 80% atau berada di urutan terakhir kabupaten/kota di

    Jawa Barat.

    19

    Berdasarkan pengamatan penulis, belum ada penelitian di wilayah kerja

    Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat mengenai karateristik penderita

    TB Paru dengan lingkungan rumah tinggal terutama mengenai usia, jenis kelamin,

    status ekonomi, pendidikan, pekerjaan, riwayat orang di sekitar dengan TB Paru,

    riwayat pengobatan, kepemilikan jendela, kepadatan hunian, pencahayaan

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    20/99

    5

    ruangan, luas ventilasi, letak rumah, pekarangan, sanitasi rumah, perilaku

    penghuni rumah, dan penilaian rumah sehat. Penelitian ini akan sangat menarik

    untuk dilakukan agar dapat mengetahui karakteristik penderita TB Paru dengan

    lingkungan rumah tinggal untuk dijadikan dasar usaha pencegahan, sehingga

    peneliti bermaksud mengadakan penelitian mengenai Karakteristik Penderita

    Tuberkulosis Paru dan Lingkungan Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas

    Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

    1.2. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, indentifikasi masalah yang didapat adalah

    sebagai berikut :

    1.

    Bagaimana karakteristik penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja

    Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat?

    2. Bagaimana karakteristik lingkungan rumah penderita tuberkulosis paru di

    wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

    1.

    Untuk menggambarkan karakteristik penderita tuberkulosis paru di wilayah

    kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

    2. Untuk menggambarkan karakteristik lingkungan rumah penderita tuberkulosis

    paru di wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    21/99

    6

    1.4. Manfaat Penelitian

    1.4.1. Manfaat Teoritis

    Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :

    1.

    Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan sebagai

    referensi mengenai faktor risiko lingkungan rumah pada kejadian tuberkulosis

    paru.

    2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal pengambilan kebijakan dinas

    kesehatan dan instansi lainnya untuk menanggulangi tuberkulosis paru di

    Kabupaten Bandung Barat.

    1.4.2. Manfaat Praktis

    Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

    1.

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi tenaga kesehatan

    untuk melakukan penyuluhan mengenai faktor-faktor lingkungan rumah yang

    dapat menjadi risiko terjadinya tuberkulosis paru.

    2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memperbaiki

    lingkungan rumah agar menjadi tempat tinggal yang sehat dengan

    memperbaiki keadaan lingkungan rumah dan perilaku penghuni rumah yang

    menjadi faktor risiko terjadinya tuberkulosis paru. Serta masyarakat dapat

    melakukan pencegahan penularan dari penderita tuberkulosis paru kepada

    orang lain dengan menggunakan masker atau menutup mulut ketika batuk dan

    bersin.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    22/99

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

    2.1. Tuberkulosis (TB)

    Tuberkulosis Paru adalah suatu infeksi bakteri yang berkembang tidak saja di

    paru-paru, tetapi juga dapat menyebar ke organ lainnya.20

    Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia (Depkes RI), mendefinisikan TB Paru sebagai suatu penyakit

    menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium

    tuberculosis).6

    2.1.1. Epidemiologi

    Data WHO dalam Global Tuberculosis Control 2010, menyatakan terdapat 9,4

    juta insiden TB Paru dan lebih dari 90% dari seluruh insiden TB Paru di dunia

    terjadi di negara berkembang seperti ASEAN (35%), Afrika (30%), Pasifik Barat

    (21%), dan Timur Tengah (7,1%). Kematian tertinggi akibat TB Paru terjadi di

    Asia Tenggara sebanyak 480.000 kasus kematian dan merupakan angka tertinggi

    dibandingkan seluruh kawasan lain di dunia.1Di Indonesia, prevalensi kematian

    akibat TB Paru pada tahun 2010 adalah sebesar 27 per 100.000 penduduk.3

    Insiden TB Paru meningkat berhubungan dengan masalah ekonomi dan sosial

    seperti meningkatnya tunawisma, kemiskinan, penyalahgunaan obat terlarang, dan

    tingginya angka HIV/AIDS.21

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    23/99

    8

    Gambar 2.1. Estimasi Insiden Tuberkulosis (per 100.000 populasi)Sumber : World Helath Organization. Global Tuberculosis Control :

    estimate of the prevalence of TB. 2012.21

    2.1.2. Faktor Risiko

    Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan TB menginfeksi manusia

    antara lain adalah :

    1)

    Umur

    Insiden tertinggi tuberkulosis paru adalah pada usia dewasa muda. Di

    Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru merupakan kelompok usia

    produktif yaitu berusia antara 15 sampai 50 tahun.6Pada usia ini orang-orang

    banyak menghabiskan waktu dan tenaganya untuk bekerja. Selain itu orang-

    orang banyak berinteraksi dengan orang lain yang kemungkinan menderita TB

    Paru dan meningkatkan risiko terinfeksi bakteri TB.10

    Penelitian Suswati di

    Kabupaten Jember Tahun 2007 menunjukkan sebanyak 54% dari 200

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    24/99

    9

    responden merupakan pasien dengan usia 15 sampai 35 tahun dan penelitian

    Bambang dkk dari 91 responden merupakan pasien dengan usia 31 sampai 50

    tahun.10,13

    PenelitianHill dkk di Gambia tahun 2006 menunjukkan penderita

    TB Paru memiliki umur 15 sampai 75 tahun.11

    Penelitian Ogboi S.J. dkk di

    Nigeria tahun 2010 menunjukkan sebanyak 39,7% dari 694 responden berusia

    20 sampai 29 tahun.15

    Penelitian Wildan di Puskesmas Sedati tahun 2007

    menunjukkan sebanyak 81,4% dari 43 responden berusia 20 sampai 54

    tahun.12

    2)

    Kepadatan Hunian Kamar Tidur

    Luas lantai bangunan berdasarkan standar rumah sehat harus disesuaikan

    dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Luas yang

    tidak sesuai menyebabkan anggota keluarga yang terinfeksi kuman

    tuberkulosis mudah menularkan kepada anggota keluarga yang lain karena

    satu orang penderita TB Paru dapat menularkan rata-rata kepada dua sampai

    tiga orang yang tinggal serumah.11

    Penelitian yang mendukung adalah

    penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 menunjukkan

    sebanyak 52,7% dari 91 responden memiliki rumah yang padat penghuni.10

    Penelitian Hill dkk di Gambia tahun 2006 menunjukan sebanyak 60,3% dari

    300 responden memiliki penghuni rumah kurang dari empat orang dan kamar

    tidur digunakan oleh sedikitnya empat orang.11

    Penelitian Sudarso di

    Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo tahun 2008 menunjukkan hasil

    perhitungan odd rasio untuk kepadatan hunian adalah 5,07 atau kepadatan

    hunian yang tidak memenuhi syarat merupakan faktor risiko TB Paru.18

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    25/99

    10

    Penelitian Coker dkk di Rusia tahun 2006 menunjukkan responden yang

    memiliki kondisi rumah yang padat akan meningkatkan risiko terkena

    tuberkulosis sebesar tiga kali lipat.17

    3)

    Keadaan Sosial Ekonomi dan Status Gizi

    Tingkat sosial ekonomi terutama penghasilan sangat berpengaruh kepada

    pemenuhan kebutuhan sehari-hari seseorang dan keluarga. Penghasilan yang

    rendah akan membuat kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan

    sehari-hari menjadi terbatas terutama pemenuhan kebutuhan gizi, lingkungan

    rumah yang sehat, dan kebutuhan akan kesehatan. Apabila pemenuhan gizi

    kurang, maka status gizi buruk akan menyebabkan kekebalan tubuh menurun

    sehingga memudahkan seseorang terkena infeksi TB Paru. Penelitian yang

    memperkuat adalah penelitian Wildan di Puskesmas Sedati tahun 2008 yang

    menunjukkan bahwa sebanyak 58,1% dari 40 responden memiliki status

    ekonomi rendah.12

    Penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006

    menunjukkan sebanyak 71,4% dari 91 responden memiliki status ekonomi

    yang rendah.10

    Penelitian Ajis di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2009

    menunjukkan status ekonomi yang rendah meningkatkan risiko terkena TB

    Paru 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan status ekonomi tinggi.

    14

    4)

    Sistem Imun Tubuh

    Orang dengan kemampuan imun tubuh yang rendah seperti orang dengan

    penyakit HIV/AIDS, memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, sehingga

    meningkatkan risiko terinfeksi olehM. tuberculosis.20

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    26/99

    11

    5)

    Frekuensi Kontak Dengan Penderita TB

    Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

    Pasien TB Paru dengan dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

    penularan lebih besar dibandingkan pasien TB Paru dengan BTA negatif.

    Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of

    Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

    terinfeksi TB selama satu tahun.Annual Risk of Tuberculosis Infectionsebesar

    10% berarti 10 orang terinfeksi diantara 1000 penduduk setiap tahunnya.

    Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB,

    hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menderita penyakit TB.

    Annual Risk of Tuberculosis Infection di Indonesia bervariasi antara satu

    sampai tiga persen.6

    6)

    Jenis kelamin

    Tuberkulosis paru tidak menyerang manusia dengan jenis kelamin tertentu,

    tetapi pada beberapa penelitian menyatakan bahwa TB Paru lebih banyak

    diderita laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan laki-

    laki dituntut untuk bekerja lebih keras untuk mencari nafkah dan akan

    berinteraksi dengan banyak orang, sehingga peluangnya lebih besar untuk

    tertular kuman TB. Penelitian yang mendukung adalah penelitian Bambang

    dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 yang menunjukkan sebanyak 60,4% dari

    91 responden adalah laki-laki.10

    Penelitian Wildan di Puskesmas Sedati

    menegaskan sebanyak 58,1% dari 43 responden merupakan laki-laki.12

    Penelitian Ajis dkk di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2007 menunjukkan

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    27/99

    12

    sebanyak 116 dari 218 responden adalah laki-laki.14

    Penelitian Ogboi S.J. dkk

    di Nigeria menunjukkan sebanyak 58,4% dari 694 responden adalah laki-laki,

    tetapi penelitian Suswati di Kabupaten Jember Tahun 2007 menunjukkan

    bahwa sebanyak 55% dari 200 responden merupakan wanita.13, 15

    7) Pendidikan

    WHO menyatakan bahwa tuberkulosis paru tidak hanya menyerang

    masyarakat pada usia produktif, tetapi juga menyerang masyarakat dengan

    pendidikan yang rendah. Hal ini karena tingkat pendidikan berpengaruh

    terhadap tingkat pengetahuan masyarakat terhadap informasi mengenai

    pemenuhan gizi seimbang dan pencegahan serta pengobatan TB Paru. Tetapi

    penelitian yang ada berbeda dengan pernyataan WHO, penelitian ini adalah

    penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 yang menunjukkan

    sebanyak 51,6% dari 91 responden berpendidikan Sekolah Menengah Atas

    (SMA).10 Penelitian Wildan di Puskesmas Sedati menegaskan sebanyak

    58,1% dari 43 responden, memiliki pendidikan SMA.12Penelitian Ajis dkk di

    Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2007 menunjukkan sebanyak 42 orang

    (38,53%) dari 109 responden adalah berpendidikan SMA.14

    8)

    Pekerjaan

    Jenis pekerjaan seseorang mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga.

    Karena pendapatan keluarga akan berdampak terhadap pola hidup sehari-hari

    diantaranya konsumsi makanan dan pemeliharaan kesehatan. Penelitian yang

    mendukung adalah penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    28/99

    13

    yang menyatakan sebanyak 38 orang (48,1%) penderita TB Paru memiliki

    pekerjaan sebagai buruh.10,13

    9) Pencahayaan

    Cahaya alami atau cahaya matahari dapat membunuh bakteri-bakteri

    patogen di dalam rumah, salah satunya adalah bakteri tuberkulosis. Karena itu

    rumah harus memiliki minimal 20% luas jendela dari seluruh luas rumah,

    supaya cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah dan membunuh bakteri

    TB.18 Penelitian yang mendukung peran cahaya tersebut adalah penelitian

    Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 menunjukkan bahwa 49,5% dari

    91 rumah responden tidak ada sinar matahari yang masuk ke rumah.10Selain

    itu penelitian Sudarso di Kecamatan Tanggulangi, Kabupaten Sidoarjo tahun

    2008 menyatakan odd rasio untuk pencahayaan ruangan sebesar 5,06 atau

    merupakan faktor risiko terjadinya TB Paru.18

    10)Kelembaban Udara

    Kelembaban udara dalam ruangan berperan dalam kenyamanan penghuni,

    dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar

    22 sampai 30C. Kelembaban di atas 60% dapat membuat bakteri

    tuberkulosis bertahan hidup selama beberapa jam dan dapat menginfeksi

    penghuni rumah.18

    11)

    Perilaku

    Perilaku seseorang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan

    penderita TB Paru yang kurang mengenai cara penularan, bahaya, dan cara

    pengobatan TB Paru akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    29/99

    14

    Karena ketidaktahuan mengenai cara penularan dan perilaku yang menjadi faktor

    risiko TB Paru, maka tidak ada perubahan perilaku untuk mencegah TB Paru.

    Contoh perilaku yang menjadi faktor risiko adalah merokok.9

    2.1.3. Cara Penularan

    Penderita TB Paru dapat menularkan penyakit TB Paru melalui beberapa cara,

    yaitu :

    1) Sumber penularan adalah pasien TB dengan hasil Basil Tahan Asam (BTA)

    positif.

    2) Pada waktu bersin atau batuk, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

    bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

    sekitar 3000 percikan dahak.

    3)

    Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dengan paparan dahak yang

    berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

    sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

    bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

    4)

    Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

    dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi tingkat kepositifan hasil pemeriksaan

    dahak, makin menular pasien tersebut.

    5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman TB ditentukan oleh

    konsentrasi percikan ke udara dan lamanya menghirup udara tersebut.6

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    30/99

    15

    2.1.4. Gejala Klinis Tuberkulosis

    Gejala yang timbul pada penderita TB Paru adalah batuk produktif atau

    berdahak selama lebih selama dua sampai tiga minggu atau lebih. Batuk dapat

    diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur darah, sesak nafas,

    berkeringat pada malam hari, badan lemas, nafsu makan turun, malaise, dan

    demam meriang selama lebih dari satu bulan.6,20,21

    2.1.5. Pemeriksaan Dahak Mikroskopik

    Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

    keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak

    untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak

    yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-

    Pagi-Sewaktu (SPS) :

    1) S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung

    pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

    mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

    2)

    P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

    bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit

    Pelayanan Kesehatan (UPK).

    3) S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan

    dahak pagi.6

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    31/99

    16

    2.1.6. Diagnosis Tuberkulosis Paru

    Tuberkulosis paru didiagnosis dengan beberapa tahapan diagnosis :

    1) Semua suspek TB diperiksa tiga spesimen dahak dalam waktu dua hari, yaitu

    sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

    2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

    kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui

    pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan

    lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

    penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

    3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

    toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB

    paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.6

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    32/99

    17

    Gambar 2.2. Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru

    Sumber : Panduan Nasional Tuberkulosis Tahun 2007.6

    2.2. Kriteria Rumah Sehat

    2.2.1. Definisi Rumah Sehat

    Menurut Undang-undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

    Permukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau

    hunian dan sarana pembinaan keluarga.22Sedangkan yang dimaksud dengan sehat

    menurut World Health Organization(WHO) adalah suatu keadaan yang sempurna

    baik fisik, mental, maupun sosial budaya, bukan hanya keadaan yang bebas dari

    penyakit dan kelemahan (kecacatan).8

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    33/99

    18

    Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sehat

    sebagai tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga

    menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial

    budaya.8

    2.2.2. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal

    Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999

    tentang Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal, rumah sehat haruslah memenuhi

    beberapa syarat sebagai berikut :

    1) Bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang

    dapat membahayakan kesehatan, seperti kadar timah hitam tidak melebihi

    300 mg/kg, debu total tidak lebih dari 150 mg/m3, asbes bebas tidak lebih dari

    0,5 fiber/m3/4 jam, serta tidak terbuat dari bahan yang tempat berkembangnya

    mikroorganisme patogen.8

    2) Komponen dan penataan ruang rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan

    biologis sebagai berikut :

    a)

    Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.

    b) dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara,

    kedap air, dan mudah dibersihkan.

    c) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

    d) Rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan

    penangkal petir.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    34/99

    19

    e) Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu,

    ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, dan

    ruang bermain anak.

    f)

    Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.8

    3) Pencahayaan ruangan ada dua macam, yaitu penerangan alami atau sinar

    matahari dan pecahayaan buatan atau pencahayaan lampu. Penerangan alami

    sangat penting dalam menerangi rumah untuk mengurangi kelembaban dan

    untuk membunuh kuman penyebab penyakit tertentu.18Untuk itu pencahayaan

    alam atau buatan langsung atau tidak langsung harus dapat menerangi seluruh

    bagian ruangan minimal intensitasnya 60 luxdan tidak menyilaukan.8

    4) Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut :

    a) Tidak berbau dan berwarna.

    b)

    Suhu udara nyaman berkisar antara l8C sampai 30C.

    c) Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%.

    d)

    Terjadi pertukaran udara.

    e) Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm per delapan jam.8

    5) Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran

    udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis.

    Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia,

    sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik

    dan over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan

    kesehatan. Standar luas ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829

    tahun 1999, adalah minimal 10% luas lantai.8 Kurangnya ventilasi juga

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    35/99

    20

    mengakibatkan bakteri tidak dapat disalurkan ke luar rumah dan berpotensi

    menjadi sumber penyakit.18

    Penelitian yang mendukung adalah penelitian

    Bambang dkk di Kabupaten Karo tahun 2006 yang menunjukkan sebanyak

    83,5% dari 91 responden tidak memiliki luas ventilasi yang memenuhi

    syarat.10

    Penelitian Sudarso di Kecamatan Tanggulangi, Kabupaten Sidoarjo

    menunjukkan odd rasio sebesar 8,05 yang berarti luas ventilasi yang tidak

    memenuhi syarat merupakan faktor risiko kejadian TB Paru.18

    6) Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang

    kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah

    dimasak. Dimana air dalam kebutuhan sehari-hari harus memenuhi minimal

    60L/hari/orang. Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai

    berikut :

    a)

    Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.

    b) Syarat Kimia : Contoh kadar Besi maksimum yang diperbolehkan sebesar

    0,3 mg/l.

    c) Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml

    air).8

    7)

    Limbah cair yang berasal dari rumah tidak boleh mencemari sumber air, tidak

    menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah. Sedangkan limbah

    padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau serta tidak menyebabkan

    pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.8

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    36/99

    21

    8) Kepadatan hunian rumah harus memiliki luas ruang tidur minimal sebesar

    delapan meter persegi dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang

    tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur lima tahun.8

    9)

    Binatang dapat menjadi sumber penyakit atau menjadi sarana bagi suatu

    mikroorganisme untuk hidup dan berkembang biak dalam siklus hidupnya.

    Contoh binatang yang dapat menularkan penyakit adalah tikus dan lalat.

    Sehingga rumah harus bersih dari binatang penular penyakit.8

    10)Kebersihan makanan akan mempengaruhi kesehatan secara langsung dari

    orang-orang yang mengkonsumsinya. Makanan tidak boleh tercemar oleh

    kotoran yang terbawa oleh binatang terutama tikus ataupun serangga. Oleh

    karena itu sarana penyimpanan makanan harus aman dan higienis. Sehingga

    makanan tidak menjadi sumber penyakit bagi penghuni rumah.8

    2.3. Kerangka Pemikiran

    Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita Tuberkulosis

    paru terbanyak di dunia setelah India, Cina, dan Afrika Selatan.2Di Provinsi Jawa

    Barat, persentase pasien TB Paru BTA positif terhadap suspek TB Paru sebesar

    11,5% atau berada di urutan ke-13 dari 33 provinsi di Indonesia.3Di Kabupaten

    Bandung Barat memiliki angka kejadian TB Paru sebesar 1.393 kasus.5

    Angka kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Bandung Barat tinggi

    disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan, agen infeksi, dan host.

    Faktor risiko dari host adalah usia, jenis kelamin, dan status ekonomi. Faktor

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    37/99

    22

    risiko dari lingkungan adalah kepadatan hunian, pencahayaan ruangan, dan luas

    ventilasi.

    TB Paru sering menyerang usia produktif dikarenakan pada saat usia produktif,

    orang-orang memiliki kegiatan diluar rumah. Kegiatan di luar rumah membuat

    orang-orang akan berinteraksi dengan orang lain, sehingga kemungkinan

    berkontak dengan penderita TB Paru dan terinfeksi oleh kuman TB menjadi lebih

    besar.6,10-13,15

    Jenis kelamin laki-laki sering menjadi penderita tuberkulosis paru karena pada

    umumnya laki-laki diharuskan untuk bekerja supaya dapat memenuhi kebutuhan

    sehari-hari. Sehingga laki-laki akan sering beraktifitas di luar rumah dan

    meningkatkan risiko tertular kuman TB dari penderita TB Paru di lingkungannya

    bekerja.10,12-15

    Faktor pekerjaan akan mempengaruhi status ekonomi keluarga dan ikut

    berpengaruh dalam kejadian tuberkulosis paru. Keluarga yang memiliki status

    ekonomi rendah memiliki kemampuan yang terbatas dalam memenuhi kebutuhan

    sehari-hari. Sehingga keterbatasan dalam memenuhi gizi akan mengakibatkan

    keluarga tersebut memiliki keadaan kurang gizi dan membuat kekebalan tubuh

    menurun untuk melawan infeksi kuman. Tetapi selain faktor status ekonomi

    keluarga, faktor pendidikan juga akan berpengaruh terhadap pengetahuan

    pemenuhan gizi serta akses terhadap informasi kesehatan.10,12,14

    Keluarga dengan status ekonomi rendah juga membuat pemenuhan kebutuhan

    untuk lingkungan rumah yang sehat tidak terpenuhi karena keluarga akan lebih

    mengedepankan pemenuhan kebutuhan primer. Sehingga banyak orang dengan

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    38/99

    23

    status ekonomi rendah memiliki rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan

    seperti kepadatan hunian yang tidak baik, pencahayaan ruangan yang tidak

    mencukupi, dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Kepadatan hunian

    yang terlalu padat akan membuat anggota keluarga mudah terinfeksi kuman TB

    jika anggota keluarganya ada yang menderita TB Paru.10,11,17,18

    Selain itu rumah

    dengan pencahayaan yang kurang akan membuat kuman tumbuh dengan baik

    karena tidak ada sinar matahari yang membunuh kuman di dalam rumah.10,18

    Luas

    ventilasi yang tidak memenuhi syarat yaitu kurang dari 10% dari luas rumah akan

    membuat bakteri di dalam rumah tidak terbuang ke luar beserta dengan pergantian

    udara melalui ventilasi.8,10,18 Hal ini membuat bakteri banyak berkembang di

    dalam rumah. Faktor-faktor risiko di atas akan meningkatkan kejadian

    tuberkulosis paru.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    39/99

    24

    Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran

    Faktor Risiko Tuberkulosis Paru

    Usiaproduktif

    Kegiatan sehari-haridan kontak dengan

    banyak orang

    Kemungkinan

    tertular TB daripenderita TB Paru

    lebih besar

    Jenis kelamin

    laki-laki

    Bekerja di luar

    rumah

    Status ekonomi

    rendah

    Keluarga

    mengedepankan

    pemenuhan

    kebutuhan rimerPemenuhan gizi kurang

    Kekebalan tubuh

    menurun

    Lingkungan rumah

    tidak sehat

    Kepadatan

    hunianrumah

    Memudahkan

    penularan kuman TB

    Pencahayaan

    rumahkurang

    Memungkinkan

    kuman TB

    berkembang

    Luas ventilasi

    tidak memenuhi

    syarat

    Kuman TB tidak

    tereliminasi

    Tuberkulosis Paru Bandung Barat tinggi

    Tuberkulosis Paru Jawa Barat tinggi

    Kejadian Tuberkulosis Paru tinggi

    FaktorHostFaktor Agen Infeksi Faktor Lingkungan

    Tuberkulosis Paru Indonesia urutan ke-5 dunia

    PekerjaanPendidikan

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    40/99

    25

    BAB III

    SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

    3.1. Subjek Penelitian

    Subjek penelitian ini adalah penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja

    Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

    3.1.1. Populasi Penelitian

    Populasi dalam penelitian ini adalah penderita tuberkulosis paru di wilayah

    kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

    3.2. Metode Penelitian

    3.2.1. Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

    pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian

    yang dilakukan pada satu waktu untuk menentukan apakah paparan berkaitan

    dengan penyakitnya. Penelitian cross sectionalmenyediakan gambaran frekuensi

    dan karakteristik suatu penyakit pada populasi pada suatu waktu, tetapi tidak

    menyatakan suatu hubungan sebab akibat.23

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    41/99

    26

    3.2.2. Tahapan Penelitian

    Tahap penelitian ini adalah peneliti mengumpulkan data dari laporan

    penemuan pasien tuberkulosis paru mengenai jumlah kasus tuberkulosis paru di

    wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2011.

    Peneliti selanjutnya melakukan persiapan mengenai perizinan penelitian ke Dinas

    Kesehatan Kabupaten Bandung Barat dan Puskesmas Padalarang. Peneliti

    membuat kuesioner adaptasi untuk bahan penelitian dan melakukan uji kuesioner

    sebelum dilakukan penelitian. Pengambilan data responden berdasarkan usia, jenis

    kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, riwayat orang di sekitar dengan

    TB Paru, dan riwayat pengobatan dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

    Kepemilikan jendela, kepadatan hunian, pencahayaan ruangan, luas ventilasi

    rumah, dan lingkungan sekitar rumah dilakukan dengan mengobservasi keadaan

    rumah. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data untuk

    selanjutnya dilakukan penyajian data dalam bentuk deskriptif dan dalam bentuk

    tabel.

    3.2.3. Definisi Operasional

    Definisi operasional ini untuk menyamakan pengukuran atau pengamatan

    terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat

    ukur). Definisi operasional dapat dilihat pada tabel 3.1.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    42/99

    27

    Tabel 3.1. Definisi Operasional

    No. Definisi Operasional Kategori Skala1. Penderita TB Paru adalah orang

    dengan gejala klinis batukproduktif lebih dari 2-3 minggu,memiliki hasil pemeriksaan BTApositif, atau pernah didiagnosis

    TB Paru.

    1. Penderita TB Paru

    2. Bukan penderita TB Paru

    Nominal

    2. Usia responden adalah usia yangdihitung berdasarkan ulang tahun

    terakhir.

    1. Anak-anak (0-14 tahun)2. Remaja (15-24 tahun)

    3. Dewasa (25-64 tahun)4. Lanjut usia ( 65 tahun)

    Ordinal

    3. Jenis kelamin adalah identitas

    biologis responden.

    1. Laki-laki

    2. Perempuan

    Nominal

    4. Pendidikan adalah jenjangpendidikan formal yang pernahdiikuti oleh seseorang.

    1. Rendah (tidak sekolah atautamatan SD)3. Menengah (Tamat SMP atauSMA)

    5. Tinggi (Lulus PT)

    Ordinal

    5. Pekerjaan adalah suatu kegiatanyang dilakukan responden untuk

    mendapatkan atau memperolehimbalan.

    1. Pelajar / Mahasiswa2. PNS / POLRI / TNI /

    Pensiunan3. Wiraswasta / Pegawai Swasta4. Buruh

    5. Petani6. Lain-lain

    Nominal

    6. Status ekonomi adalah statusekonomi keluarga diukur melaui

    upah minimum regionalKabupaten Bandung Barat.

    1. Rendah (< Rp. 1.236.991)2. Tinggi (Rp. 1.236.991)

    Ordinal

    7. Riwayat orang di sekitar denganTB Paru adalah riwayat keluarga,teman kerja, atau tetanggamenderita TB Paru.

    1. Ada2. Tidak ada

    Nominal

    8. Riwayat pengobatan adalah

    riwayat menjalani suatu

    pengobatan penyakit.

    1. Masih menjalani

    2. Pengobatan Lengkap

    Nominal

    9. Jendela kamar atau ruangkeluarga adalah komponen rumahtempat cahaya atau udara masuk.

    1. Ada2. Tidak ada

    Nominal

    10. Luas ventilasi adalah luas seluruh

    ventilasi dibandingkan denganluas lantai.

    1. Baik (luas ventilasi 10%luas lantai).2. Tidak baik (luas ventilasi

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    43/99

    28

    No. Definisi Operasional Kategori Skala

    11. Pencahayaan ruangan adalah

    cahaya yang menerangi ruanganbaik cahaya matahari atau cahayalampu sebesar 60 lux.

    1. Tidak terang

    2. Kurang terang3. Terang

    Ordinal

    12. Kepadatan hunian rumah adalahbanyak orang yang tidur dalamsatu ruangan dengan luas minimalruangan 8 m

    2.

    1. Baik (ruangan tidur dihunioleh 2 orang).2. Tidak baik (ruangan tidurdihuni > 2 orang).

    Nominal

    13. Pekarangan rumah adalah

    halaman yang menjadi bagianrumah.

    1. Tidak ada

    2. Ada dan kotor3. Ada dan bersih

    Ordinal

    14. Letak rumah adalah jarak antara

    rumah satu dengan rumah

    disekitarnya.

    1. Berhimpitan

    2. Ada jarak

    Nominal

    15. Jalan depan rumah adalah jalanumum yang digunakanmasyarakat yang terletak di depanrumah responden.

    1. 2m.2. > 2m.

    Ordinal

    16. Sanitasi air limbah adalah saranayang digunakan untuk membuangair limbah rumah tangga.

    1. Tidak ada2. Sumur resapan yang dekatdari sumber air

    3. Selokan terbuka4. Sumur resapan yang jauh darisumber air5. Selokan tertutup

    Ordinal

    17. Perilaku membuka jendela kamaradalah kebiasaan membukajendela kamar yang dilakukan di

    rumah setiap harinya.

    1. Tidak pernah2. Kadang-kadang3. Setiap hari

    Ordinal

    18. Perilaku membuka jendela ruangkeluarga adalah kebiasaan

    membuka jendela ruang keluargayang dilakukan di rumah setiap

    harinya.

    1. Tidak pernah2. Kadang-kadang

    3. Setiap hari

    Ordinal

    19. Komponen fisik adalah komponenbangunan fisik rumah yang

    dijadikan penilaian rumah sehat.

    1. Baik (skor 372 sampai 405)2. Tidak Baik (skor < 372)

    Nominal

    20. Komponen Sanitasi adalah saranapembuangan limbah rumah

    tangga yang dijadikan penilaianrumah sehat.

    1. Baik (skor 300 sampai 375)2. Tidak Baik (skor < 300)

    Nominal

    21. Komponen perilaku adalah

    kebiasaan sehari-hari yangdijadikan penilaian rumah sehat.

    1. Baik (skor 352 sampai 440)

    2. Tidak Baik (skor < 352)

    Nominal

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    44/99

    29

    No. Definisi Operasional Kategori Skala

    22. Rumah sehat adalah rumah yang

    memiliki skor minimalberdasarkan penilaian komponenrumah, sarana sanitasi, danperilaku penghuni (KemenkesRI).

    1. Memenuhi syarat (skor 1068

    sampai 2000).2. Tidak memenuhi syarat (skor< 1.068)

    Nominal

    3.2.4. Pengujian Kuesioner

    Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian setelah dilakukan uji

    validitas dan reliabilitas.

    1) Uji validitas

    Sebuah kuesioner dikatakan valid jika kuesioner itu mampu mengukur

    sesuatu yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi. Validitas adalah

    suatu indeks yang menunjukkan alat itu mengukur dengan tepat apa yang

    diukur.

    2) Uji realibilitas

    Uji realibilitas telah dilakukan sebelum kuesioner digunakan. Realibilitas

    adalah tingkat konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat ukur, meskipun

    digunakan secara berulang-ulang pada subjek yang sama atau berbeda.24

    3.2.5. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data

    Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dengan

    prosedur pengumpulan data kuesioner yang memuat karakteristik responden dan

    karakteristik lingkungan rumah. Pertanyaan diajukan secara tertulis dan dijawab

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    45/99

    30

    oleh responden. Penilaian lingkungan rumah dilakukan oleh peneliti dengan

    mengobservasi lingkungan rumah responden dengan menggunakan daftar tilik.

    3.2.6. Pengolahan Data

    Data dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, status ekonomi,

    kepadatan hunian rumah, pencahayaan ruangan, luas ventilasi rumah, dan jalan

    depan rumah. Data selanjutnya dihitung angka kejadiannya serta dilihat

    karakteristik responden dan lingkungan rumah penderita tuberkulosis paru di

    wilayah kerja Puskesmas Padalarang. Data yang telah dikelompokkan diolah

    dengan menggunakan SPSS versi 18.

    3.2.7. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Padalarang,

    Kabupaten Bandung Barat periode MeiJuli 2012.

    3.2.8. Aspek Etik dan Hukum Penelitian

    Aspek etik dan hukum penelitian ini akan dipenuhi dengan meminta izin

    kepada Puskesmas Padalarang sebelum dilakukan penelitian. Responden

    diberitahukan mengenai tujuan dari penelitian ini sebelum dilakukan pengambilan

    data dan responden menyatakan kesediaannya dengan mengisi lembar inform

    consent. Selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner dan observasi lingkungan

    rumah. Responden akan diberikan informasi bahwa data yang diperoleh peneliti

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    46/99

    31

    hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan nama responden terjaga

    kerahasiaannya.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    47/99

    32

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Penelitian

    Penelitian mengenai karakteristik penderita tuberkulosis paru dan lingkungan

    rumah di wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat telah

    dilakukan kepada seluruh penderita TB Paru sejumlah 42 orang yang tercatat di

    puskesmas pada kurun waktu MeiJuli 2012.

    4.1.1. Karakteristik Penderita TB Paru

    Gambaran umum karakteristik 42 penderita TB Paru di wilayah kerja

    Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, ditunjukkan pada tabel 4.1 di

    bawah. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebesar 73,8% penderita TB Paru

    berada di kelompok umur dewasa dan sebanyak 54,8% berjenis kelamin laki-laki.

    Sedangkan ditinjau dari tingkat pendidikan dan status ekonomi penderita TB Paru,

    sebanyak 59,5% berpendidikan menengah dan sebanyak 80,9% dikategorikan

    berstatus ekonomi rendah. Pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh penderita

    TB Paru adalah sebagai buruh yaitu sebanyak 38,1%. Berdasarkan riwayat TB

    Paru yang sama di orang-orang sekitar penderita TB Paru, diketahui bahwa

    sebanyak 71,4% penderita TB Paru memiliki anggota keluarga yang pernah

    menderita TB Paru. Diantara 42 subjek penelitian, didapatkan bahwa sebanyak

    71,4% telah menjalani pengobatan lengkap untuk TB Paru yang semuanya

    berobat di Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    48/99

    33

    Tabel 4.1. Karakteristik Demografi Penderita TB Paru

    No. KarakteristikHasil Penelitian

    Jumlah Persentase (%)

    1. Kelompok UmurAnak-anak 1 2,4Remaja 8 19,0

    Dewasa 31 73,8Lanjut Usia 2 4,8

    Total 42 100

    2. Jenis Kelamin

    Laki-laki 23 54,8Perempuan 19 45,2

    Total 42 100

    3. PendidikanRendah 17 40,5Menengah 25 59,5Tinggi 0 0

    Total 42 100

    4. Status EkonomiRendah 34 80,9Tinggi 8 19,1

    Total 42 100

    5. Pekerjaan

    Pelajar / Mahasiswa 1 2,4PNS / POLRI / TNI / Pensiunan 0 0Wiraswasta / Pegawai Swasta 10 23,8Buruh 16 38,1

    Petani 2 4,8Lain-lain 13 30,9

    Total 42 100

    6. Riwayat Penyakit TB Paru yang Sama

    Ada 30 71,4Tidak Ada 12 28,6

    Total 42 100

    7. Riwayat Pengobatan

    Masih Menjalani 12 28,6Pengobatan Lengkap 30 71,4

    Total 42 100

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    49/99

    34

    4.1.2. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru

    Berdasarkan observasi yang telah dilakukan kepada 42 lingkungan rumah

    penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung

    Barat, didapatkan hasil gambaran umum karakteristik lingkungan rumah penderita

    TB Paru yang terbagi dalam komponen fisik, sanitasi, dan perilaku.

    1) Komponen Fisik Rumah

    Berdasarkan tabel 4.2 di bawah mengenai karakteristik lingkungan rumah

    penderita TB Paru berdasarkan komponen fisik rumah, diketahui bahwa dari

    segi komponen fisik rumah yang memiliki jendela pada kamar tidur dan pada

    ruang keluarga dengan persentase masing-masing 57,1% dan 52,4%.

    Komponen fisik rumah berupa ventilasi ruangan, sebanyak 76,2% rumah

    penderita TB Paru memiliki luas ventilasi yang tidak baik atau tidak

    memenuhi syarat. Serta sebanyak 42,9% rumah penderita TB Paru memiliki

    pencahayaan ruangan yang kurang terang. Selain itu untuk karakteristik

    kepadatan ruangan, sebanyak 78,6% penderita TB Paru memiliki kepadatan

    ruangan yang tidak baik. Sedangkan untuk komponen fisik rumah berupa

    pekarangan rumah, sebanyak 38,1% rumah penderita TB Paru tidak memiliki

    pekarangan dan juga memiliki pekarangan yang bersih. Mayoritas rumah

    penderita TB Paru terletak di dalam gang sebesar 85,5% dan jarak antar rumah

    saling berhimpitan sebesar 54,8%.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    50/99

    35

    Tabel 4.2. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru

    Berdasarkan Komponen Fisik Rumah

    No. Karakteristik Hasil PengamatanJumlah Persentase

    1. Jendela KamarAda 24 57,1Tidak Ada 18 42,9

    Total 42 100

    2. Jendela Ruang KeluargaAda 22 52,4Tidak Ada 20 47,6

    Total 42 100

    3. Ventilasi RuanganBaik 10 23,8Tidak Baik 32 76,2

    Total 42 100

    4. Pencahayaan Ruangan

    Tidak Terang 0 0Kurang Terang 18 42,9

    Terang 24 57,1

    Total 42 100

    5. Kepadatan Hunian RumahBaik 9 21,4

    Tidak Baik 33 78,6

    Total 42 100

    6. Pekarangan RumahTidak Ada 16 38,1

    Ada dan Kotor 10 23,8Ada dan Bersih 16 38,1

    Total 42 100

    7. Letak Rumah

    Berhimpitan 23 54,8Ada Jarak 19 45,2

    Total 42 100

    8. Jalan Depan Rumah 2 meter 36 85,7> 2 meter 6 14,3

    Total 42 100

    2)

    Komponen Sanitasi Rumah

    Gambaran umum karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru

    berdasarkan komponen sanitasi rumah ditunjukkan pada tabel 4.3.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    51/99

    36

    4.3. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru Berdasarkan

    Komponen Sanitasi Rumah

    No. Karakteristik Hasil PengamatanJumlah Persentase

    1. Sanitasi Air LimbahTidak Ada 2 4,8Sumur Resapan yang Dekat dari Sumber Air 0 0Selokan Terbuka 33 78,5

    Sumur Resapan yang Jauh dari Sumber Air 5 11,9Selokan Tertutup 2 4,8

    Total 42 100

    Berdasarkan tabel 4.3 mengenai karakteristik lingkungan rumah

    berdasarkan komponen sanitasi rumah, sebanyak 78,5% rumah penderita TB

    Paru membuang limbah air rumah tangga ke selokan terbuka.

    3) Komponen Perilaku Penghuni Rumah

    Gambaran umum karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru

    berdasarkan komponen perilaku penghuni rumah ditunjukkan pada tabel 4.4.

    Tabel 4.4. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru

    Berdasarkan Komponen Perilaku Penghuni Rumah

    No. KarakteristikHasil Pengamatan

    Jumlah Persentase

    1. Membuka Jendela Kamar TidurTidak Pernah 23 54,8

    Kadang-kadang 18 42,9

    Setiap Hari 1 2,3Total 42 100

    2. Membuka Jendela Ruang Keluarga

    Tidak Pernah 23 54,8Kadang-kadang 17 40,5

    Setiap Hari 2 4,7

    Total 42 100

    Berdasarkan tabel 4.4 mengenai karakteristik lingkungan rumah penderita

    TB Paru berdasarkan komponen perilaku penghuni rumah, diketahui sebanyak

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    52/99

    37

    54,8% penderita TB Paru memiliki kebiasaan tidak pernah membuka jendela

    pada kamar tidur dan juga jendela pada ruang keluarga.

    4) Penilaian Rumah Sehat

    Gambaran umum karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru

    berdasarkan penilaian rumah sehat ditunjukkan pada tabel 4.5.

    Tabel 4.5. Karakteristik Lingkungan Rumah Penderita TB Paru

    Berdasarkan Penilaian Rumah Sehat

    No. KarakteristikHasil Pengamatan

    Jumlah Persentase

    1. Komponen FisikBaik 9 21,4Tidak Baik 33 78,6

    Total 42 100

    2. Komponen Sanitasi

    Baik 4 9,5Tidak Baik 38 90,5

    Total 42 100

    3. Komponen PerilakuBaik 5 11,9Tidak Baik 37 88,1

    Total 42 100

    4. Rumah Sehat

    Memenuhi Syarat 2 4,7Tidak Memenuhi Syarat 40 95,3

    Total 42 100

    Karakteristik rumah sehat dinilai berdasarkan total penilaian komponen

    fisik rumah, komponen sanitasi, dan komponen perilaku penghuni.

    Berdasarkan tabel 4.5 untuk penilaian komponen fisik rumah, sebanyak 78,6%

    rumah penderita TB Paru memiliki komponen rumah yang tidak memenuhi

    syarat rumah sehat. Selain itu untuk komponen sanitasi, sebanyak 90,5%

    rumah penderita TB Paru memiliki komponen sanitasi yang tidak memenuhi

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    53/99

    38

    syarat. Sedangkan untuk komponen perilaku penghuni rumah, sebanyak

    88,1% memiliki perilaku sehari-hari yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan

    penilaian ketiga komponen tersebut, maka rumah penderita TB Paru yang

    memenuhi syarat penilaian rumah sehat hanya sebesar 4,7%. Sedangkan

    sisanya sebesar 95,3% memiliki rumah yang dikategorikan sebagai rumah

    tidak sehat.

    4.2. Pembahasan

    Penelitian karakteristik penderita tuberkulosis paru dan lingkungan rumah di

    wilayah kerja Puskesmas Padalarang, Kabupaten Bandung Barat telah dilakukan

    kepada 42 penderita TB Paru. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen

    kuesioner untuk mengetahui karakteristik penderita TB Paru dan observasi

    langsung lingkungan rumah penderita TB Paru dengan menggunakan daftar tilik

    pada saat yang bersamaan.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita TB Paru

    berada di kelompok umur dewasa 25-64 tahun, sebanyak 31 orang (73,8%). Hasil

    penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan

    bahwa kelompok usia penderita TB Paru berada di kelompok usia produktif yaitu

    berusia antara 15-50 tahun. Responden di Kabupaten Bandung Barat berada di

    kelompok usia produktif sehingga akan menghabiskan waktunya lebih banyak di

    luar rumah untuk bekerja dan berinteraksi dengan orang lain. Risiko paparan

    menjadi lebih besar karena kemungkinan kontak dengan orang yang menderita TB

    Paru menjadi lebih sering. Penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan WHO

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    54/99

    39

    bahwa penderita tuberkulosis paru di negara berkembang adalah kelompok usia

    produktif.10,13

    Penelitian yang mendukung penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Bambang

    dkk di Kabupaten Karo yang menyatakan bahwa sebagian besar penderita berada

    pada kelompok usia 31-50 tahun sebanyak 45%.10

    Kemudian penelitian Suswati

    di Kabupaten Jember, diketahui bahwa penderita TB Paru yang berada di usia

    produktif sebesar 87,5%.13

    Penelitian selanjutnya yang mendukung adalah

    penelitian Wildan dkk di Sidoarjo, dalam penelitianya diketahui sebanyak 81%

    berada di kelompok usia 20-54 tahun, begitu pula pada penelitian Ogboi S.J. dkk

    di Nigeria, diketahui bahwa sebagian besar berada di kelompok usia 20-39 tahun

    sebanyak 63% laki-laki dan 61,6% perempuan.12,15

    Angka kejadian TB Paru berdasarkan jenis kelamin adalah 23 orang laki-laki

    (54,8%). Hampir seluruh responden laki-laki di Kabupaten Bandung Barat,

    berada di kelompok usia produktif sehingga akan menghabiskan waktunya lebih

    banyak di luar rumah untuk bekerja dan berinteraksi dengan orang lain. Risiko

    paparan menjadi lebih besar karena kemungkinan kontak dengan orang yang

    menderita TB Paru.

    Hal ini mendukung penelitian lain yang menyatakan penderita laki-laki lebih

    banyak dari pada penderita perempuan, seperti pada penelitian Bambang dkk di

    Kabupaten Karo yang menyatakan bahwa penderita TB Paru laki-laki sebanyak

    60,4%.10

    Kemudian penelitian Wildan dkk di Sidoarjo, yang memaparkan bahwa

    penderita TB Paru laki-laki sebanyak 58,1%.12

    Penelitian Ajis dkk di Kabupaten

    Kuantan Singingi mengungkapkan bahwa sebagian besar penderita TB Paru

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    55/99

    40

    adalah laki-laki sebanyak 51,38%.14

    Penelitian Ogboi dkk di Nigeria mempertegas

    bahwa penderita TB Paru laki-laki sebanyak 58,4%.15

    Tetapi terdapat hasil

    penelitian yang tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya, yaitu hasil

    penelitian Suswati di Kabupaten Jember yang menyatakan bahwa sebanyak 55%

    adalah penderita perempuan.13

    Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian

    Suswati karena hampir seluruh responden perempuan di Kabupaten Bandung

    Barat berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sehingga tidak banyak berkontak

    dengan orang lain di luar rumah yang kemungkinan menderita TB Paru.

    Angka kejadian TB Paru berdasarkan karakteristik pendidikan adalah

    responden paling banyak berpendidikan menengah sebanyak 25 orang (59,5%).

    WHO menyatakan bahwa TB Paru menyerang masyarakat dengan pendidikan

    rendah. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku. Semakin tinggi

    pendidikan, maka semakin mudah menerima informasi.10 Tetapi pada

    kenyataannya tidak demikian, karena mayoritas responden di Kabupaten Bandung

    Barat adalah berpendidikan menengah. Hal ini kemungkinan karena sebelum

    penderita TB Paru menjalani pengobatan, mereka kurang mendapat informasi atau

    pengetahuan mengenai penyakit TB Paru.

    Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Wildan dkk

    di Sidoarjo yang menyatakan bahwa pendidikan terbanyak yang dimiliki adalah

    pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 58,1%.12Penelitian lainnya

    adalah penelitian Ajis dkk di Kabupaten Kuantan Singingi yang memaparkan

    bahwa sebagian besar pendidikan penderita TB Paru adalah pendidikan SMA

    yaitu 38,53%.14Selain itu, penelitian yang mendukung adalah penelitian Bambang

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    56/99

    41

    dkk di Kabupaten Karo yang menyatakan bahwa 51,6% penderita TB Paru

    berpendidikan SMA.10

    Berdasarkan status ekonomi penderita TB Paru adalah sebanyak 34 orang

    penderita TB Paru (80,9%) memiliki status ekonomi rendah. Dengan penghasilan

    di bawah upah minimum regional Kabupaten Bandung Barat tahun 2011 sebesar

    Rp. 1.236.991. Sebagian besar bekerja sebagai buruh, petani, dan pedagang.

    Sehingga penghasilannya berada di bawah upah minimum regional kabupaten.

    Hal ini menyebabkan responden di Kabupaten Bandung Barat memiliki

    keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama kebutuhan gizi,

    lingkungan rumah yang sehat, dan kebutuhan akan kesehatan. Kebutuhan gizi

    yang mencukupi akan menjamin status kekebalan tubuh yang baik dan lingkungan

    rumah yang sehat akan menurunkan risiko berkembangnya kuman M.

    tuberculosis, serta melindungi orang-orang dari penularan kuman. Sedangkan

    kebutuhan kesehatan yang tidak dapat dipenuhi akan menunda kesembuhan dan

    meningkatkan risiko penularan kepada orang lain. Oleh karena itu, status

    ekonomi rendah akan meningkatkan risiko terinfeksi dan risiko menularkan TB

    Paru.

    Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Davidow dkk di New Jersey

    yang menyatakan bahwa sebanyak 41,1% penderita TB Paru memiliki pendapatan

    yang rendah.16Penelitian Bambang dkk di Kabupaten Karo membuktikan bahwa

    penderita TB Paru yang berada di kelompok status ekonomi rendah sebanyak

    71,4%.10

    Penelitian lainnya yang mendukung adalah penelitian Wildan dkk di

    Sidoarjo yang menyatakan penderita TB Paru yang memiliki status ekonomi

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    57/99

    42

    rendah sebanyak 58,1%.12

    Selanjutnya penelitian Ajis dkk di Kabupaten Kuantan

    Singingi memperkuat penelitian sebelumnya dengan menyatakan bahwa sebanyak

    57,8% penderita TB Paru memiliki status ekonomi rendah.14

    Karakteristik penderita TB Paru berdasarkan pekerjaannya menyatakan bahwa

    pekerjaan yang banyak dimiliki berupa pekerjaan sebagai buruh, yaitu 16 orang

    (38,1%). Pekerjaan sebagai buruh memiliki pendapatan yang rendah, sehingga

    pemenuhan kebutuhan untuk memiliki rumah yang sehat akan diabaikan untuk

    pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain itu pekerjaan dengan penghasilan

    rendah akan berdampak kepada pola konsumsi makanan dan pemeliharaan

    kesehatan. Oleh karena itu, pekerjaan berpengaruh kepada tingkat kesehatan

    karena jenis pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan keluarganya.

    Penelitian lain yang mendukung penelitian ini adalah penelitian Bambang dkk di

    Kabupaten Karo dengan hasil berupa pekerjaan yang banyak dimiliki adalah

    pekerjaan sebagai buruh sebesar 41,8%.10

    Penderita TB Paru memiliki kemampuan untuk menularkan kuman M.

    tuberculosis kepada 2-3 orang disekitarnya. Pernyataan ini dapat dibuktikan

    dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa 30 orang (71,4%) responden

    memiliki keluarga atau orang disekitarnya yang menderita gejala yang sama atau

    pernah didiagnosis TB. Dari 30 penderita TB Paru tersebut, didapatkan sebanyak

    28 penderita memiliki riwayat TB Paru yang sama dengan anggota keluarganya,

    sedangkan dua penderita TB Paru lainnya memiliki riwayat TB Paru yang sama

    dengan tetangga dan juga teman kerjanya. Riwayat pengobatan dari semua

    penderita TB Paru diketahui sebanyak 12 orang (28,6%) responden sedang

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    58/99

    43

    menjalani pengobatan, sedangkan 30 orang (71,4%) responden lainnya telah

    selesai menjalani pengobatan. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran

    kemungkinan bahwa penderita TB Paru yang sedang menjalani pengobatan

    ditularkan oleh orang disekitarnya yang telah terlebih dahulu terinfeksi. Penularan

    ini dapat diakibatkan karena kemungkinan anggota keluarga atau orang

    disekitarnya tidak menjalani pengobatan TB Paru dengan baik. Serta tidak

    berjalannya peran pengawas minum obat (PMO) untuk mendampingi penderita

    menjalani masa pengobatannya. Sehingga pengobatan menjadi tidak efektif dan

    meningkatkan risiko penularan pada orang sekitarnya. Jadi penelitian ini

    mendukung teori bahwa penularan TB Paru berasal dari orang sekitar yang

    memiliki riwayat TB Paru.12,13

    Karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru berdasarkan komponen

    fisik dinilai dari ventilasi ruangan, pencahayaan ruangan, kepadatan hunian,

    pekarangan rumah, letak rumah, dan jalan depan rumah. Karakteristik berdasarkan

    ventilasi ruangan dinilai dari kepemilikan jendela dan luas ventilasi yang

    memenuhi persyaratan. Berdasarkan kepemilikan ada atau tidaknya jendela

    terdapat 24 orang (57,1%) responden yang memiliki jendela pada kamar tidurnya

    dan terdapat 22 orang (52,4%) responden yang memiliki jendela pada ruang

    keluarga. Mayoritas responden memiliki jendela pada kamar dan ruang keluarga,

    tetapi jendela tersebut tidak memenuhi syarat luas ventilasi yang baik minimal

    sebesar 10%.8Rumah penderita TB Paru yang memiliki luas ventilasi yang tidak

    baik sebanyak 32 orang (76,2%) responden. Luas ventilasi yang tidak memadai

    untuk kesehatan, akan mengakibatkan fungsi dari jendela sebagai ventilasi

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    59/99

    44

    menjadi tidak maksimal. Sehingga besar kemungkinan kuman M. tuberkulosis

    tidak tereliminasi dengan cara dikeluarkan melalui ventilasi menuju keluar rumah

    dan meningkatkan risiko infeksi pada ruangan tersebut.

    Penelitian yang mendukung adalah penelitian Sudarso di Kabupaten Sidoardjo

    yang menyatakan bahwa luas ventilasi yang tidak baik menjadi faktor risiko

    kejadian TB Paru dan dibuktikan dengan hasil penelitiannya yang memiliki Odds

    Ratio sebesar 8,05 atau lebih dari satu.18

    Tetapi terdapat penelitian lain yang

    bertentangan dengan penelitian Sudarso, yaitu penelitian Bambang di Kabupaten

    Karo yang menyatakan bahwa sebanyak 57,1% penderita TB Paru memiliki luas

    ventilasi yang baik.10 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya dapat

    disebabkan karena faktor lain, yaitu faktor perilaku dari penghuni rumah.

    Faktor lingkungan rumah lainnya yang diteliti adalah faktor pencahayaan

    ruangan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa sebanyak 24 orang (57,1%)

    responden memiliki ruangan dengan pencahayaan yang baik dan tidak

    membutuhkan bantuan lampu untuk dapat membaca di ruangan tersebut. Hal ini

    karena mayoritas rumah penderita TB Paru memiliki jendela pada kamar dan pada

    ruang keluarga, sehingga cahaya dapat masuk dan menerangi ruangan.

    Penelitian ini bertentangan dengan penelitian Bambang di Kabupaten Karo

    yang menyatakan bahwa sebanyak 49,5% penderita TB Paru memiliki

    pencahayaan ruangan yang tidak baik.10 Sedangkan penelitian Sudarso dkk di

    Kabupaten Sidoardjo menyatakan bahwa hasil penelitiannya memiliki Odds Ratio

    5,06 dan memiliki makna bahwa pencahayaan ruangan menjadi faktor risiko dari

    kejadian TB Paru.18

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    60/99

    45

    Karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru berdasarkan kepadatan

    hunian, didapatkan hasil penelitian dengan 33 orang (78,6%) responden memiliki

    rumah dengan kepadatan hunian yang tidak baik. Hal ini karena rata-rata

    responden di Kabupaten Bandung Barat memiliki ruangan sebesar empat sampai

    delapan meter persegi, tetapi dihuni oleh lebih dari dua orang untuk satu ruangan.

    Kepadatan hunian ruangan ini akan meningkatkan risiko penularan kuman M.

    tuberculosis dari penderita TB Paru kepada orang-orang yang tidur dalam satu

    ruangan yang sama. Karena rata-rata penderita TB Paru dapat menularkan kuman

    M. tuberculosis kepada dua sampai tiga orang yang tinggal serumah, sehingga

    kepadatan hunian yang tidak baik akan lebih memudahkan penularan kuman

    tuberculosis kepada orang di sekitarnya.8

    Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Hill dkk di Gambia yang

    menyatakan bahwa sebanyak 75,3% penderita TB Paru memiliki kepadatan yang

    tidak baik.11 Penelitian lainnya adalah penelitian Sudarso dkk di Kabupaten

    Sidoardjo yang mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya memiliki Odds ratio

    sebesar 5,07 yang memiliki makna bahwa kepadatan hunian rumah merupakan

    faktor risiko terjadinya kasus TB Paru.18

    Penelitian Bambang di Kabupaten Karo

    juga menyatakan bahwa sebanyak 52,7% rumah penderita TB Paru memiliki

    ruangan yang padat penghuni.10

    Hasil penelitian mengenai karakteristik lingkungan rumah penderita TB Paru

    berdasarkan lebar jalan depan rumah adalah hampir semua responden yang

    berjumlah 36 rumah (85,7%) memiliki lebar jalan kurang dari sama dengan dua

    meter. Hal ini berarti bahwa 36 orang penderita TB Paru tinggal di rumah yang

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    61/99

    46

    terletak di dalam gang serta memiliki kualitas udara yang tidak baik karena tidak

    memiliki lahan terbuka hijau sebagai penyedia udara yang bersih dan juga akibat

    dari rumah yang tidak memiliki jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya.

    Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian mengenai letak rumah yang

    mengungkapkan bahwa sebanyak 23 rumah (54,8%) penderita TB Paru tidak

    memiliki jarak dengan rumah lainnya atau berhimpitan. Rumah yang tidak

    memiliki jarak dengan rumah lainnya membuat rumah tersebut tidak memiliki

    banyak ventilasi untuk pertukaran udara. Sehingga penularan kuman M.

    tuberculosis akan lebih mudah dan juga telah dibuktikan dengan luas ventilasi

    yang tidak memenuhi syarat.

    Hasil komponen fisik rumah berdasarkan pekarangan rumah didapatkan hasil

    bahwa penderita TB Paru yang memiliki pekarangan rumah sebanyak 26 orang

    responden dan 16 orang responden (38,1%) diantaranya memiliki pekarangan

    yang bersih, sedangkan 10 orang responden (23,8%) lainnya memiliki pekarangan

    yang kotor. Pekarangan rumah berfungsi sebagai sumber penghasil udara bersih

    bagi ruangan di dalam rumah. Udara bersih tersebut akan masuk melalui jendela

    dan ventilasi untuk menggantikan udara di dalam ruangan. Sedangkan udara di

    dalam rumah yang kemungkinan mengandung bakteriM. tuberkulosis

    akan

    tereliminasi dan disalurkan melalui ventilasi serta jendela ke luar ruangan. Pada

    penelitian ini walaupun terdapat pekarangan rumah yang berfungsi sebagai

    sumber udara bersih bagi ruangan di dalam rumah, tetapi ventilasi sebagai media

    penyalur udara ke dalam ruangan tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga

    udara bersih dan udara yang kemungkinan mengandung bakteri tidak tertukar

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    62/99

    47

    secara optimal. Serta meningkatkan resiko berkembangnya bakteri di dalam

    ruangan rumah.

    Pada penelitian ini komponen sanitasi yang dinilai adalah komponen sarana

    pembuangan air limbah. Hasil penelitian ini menemukan sebanyak 33 rumah

    (78,5%) responden membuang air limbah rumah tangga ke selokan terbuka.

    Pembuangan air limbah yang baik adalah pembuangan yang tidak mencemari

    sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.8

    Pembuangan air limbah yang tidak semestinya dapat menjadi sumber bau busuk

    dan menjadi sumber penyakit. Pada penderita TB yang membuang dahak melalui

    saluran air, maka air limbah tersebut akan terbawa pada saluran sanitasi. Jika

    saluran sanitasi berupa selokan terbuka ataupun bahkan tidak memilikinya, maka

    air limbah tersebut menjadi sumber infeksi baru dan menyebabkan kuman M.

    tuberkulosis menyebar melalui udara. Selain itu, bau busuk dari saluran sanitasi

    terbuka akan berdampak pada sistem pernafasan berupa menurunkan fungsi

    pertahanan pada saluran nafas. Sehingga meningkatkan risiko penyakit infeksi

    saluran pernafasan, terutama infeksi kumanM. tuberkulosis.

    Komponen perilaku dari penderita TB Paru terdiri dari kebiasaan membuka

    jendela pada kamar tidur dan juga jendela pada ruang keluarga. Dari hasil

    penelitian diketahui bahwa 23 orang (54,8%) responden memiliki kebiasaan t idak

    pernah membuka jendela pada kamar tidur dan juga ruang keluarga. Perilaku

    merupakan faktor penting kedua setelah lingkungan yang menentukan kesehatan

    seseorang dan komunitasnya. Oleh karena itu walaupun pada penelitian diketahui

    mayoritas rumah penderita memiliki jendela di kamar tidur dan ruang keluarga.

  • 7/26/2019 Skripsi tentang TB Paru

    63/99

    48

    Tetapi jika memiliki perilaku yang tidak mendukung komponen fisik tersebut

    seperti tidak pernah membuka jendela, fungsi dari komponen fisik berupa jendela

    menjadi tidak optimal.

    Penelitian ini menilai karakteristik rumah sehat yang ditinjau dari tiga aspek,

    yaitu komponen fisik, komponen sanitasi, dan komponen perilaku. Kriteria baik

    untuk setiap komponen dan juga penilaian secara keseluruhan adalah jika

    terpenuhi minimal nilai sebesar 80% dari total skor. Rumah penderita TB Paru

    yang tidak memenuhi syarat kesehatan dalam komponen fisik adalah sebanyak 33

    rumah (78,6%). Rumah penderita TB Paru yang tidak memenuhi standar kriteria

    sanitasi sebanyak 38 rumah (90,5%). Serta Perilaku penderita TB Paru yang tidak

    memenuhi syarat berjumlah 37 orang (88,1%). Berdasarkan ketiga komponen

    tersebut maka rumah penderita TB Paru yang tidak memenuhi syarat rumah sehat

    sebanyak 95,3%.

    4.3. Keterbatasan Penelitian

    Keterbatasan penelitian yang didapat selama pelaksanaan penelitian ini adalah

    keterbatas