SKRIPSI Oleh : SONIA 140305054 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Transcript of SKRIPSI Oleh : SONIA 140305054 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PEMBUATAN PASTA BERBAHAN DASAR TEPUNG TALAS
DENGAN PENAMBAHAN PATI TERMODIFIKASI DAN
HIDROKOLOID
SKRIPSI
Oleh :
SONIA
140305054 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Universitas Sumatera Utara
PEMBUATAN PASTA BERBAHAN DASAR TEPUNG TALAS
DENGAN PENAMBAHAN PATI TERMODIFIKASI DAN
HIDROKOLOID
SKRIPSI
Oleh :
SONIA
140305054 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
SONIA. Pembuatan Pasta Berbahan Dasar Talas dengan Penambahan
Pati Termodifikasi dan Hidrokoloid.
Keberadaan para penderita celiac disease menyebabkan mereka menjadi
tidak bisa mengonsumi makanan yang berbahan dasar gluten. Salah satu cara
adalah dengan menciptakan makanan yang berbahan dasar non gluten seperti
spaghetti talas yang ditambahkan pati termodifikasi dan hidrokoloid. Penelitian
ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu pembuatan tepung talas, pembuatan pati
kentang dan pisang termodifikasi HMT dengan perbandingan 0%:30%:70%,
7,5%:22,5%:70%, 15%:15%:70%, 22,5%:7,5%:70%, and 30%:0%:70% yang
ditambahkan dengan hidrokoloid 0,5% (xanthan gum, CMC, dan gum arab) dan
pembuatan spaghetti. Hasil yang diperoleh adalah pada perbandingan komposisi
tepung dan pati yaitu berbeda sangat nyata (P > 0,01) terhadap kadar protein,
cooking time, dan elongasi dan berbeda nyata (P > 0,05) terhadap kadar serat
kasar, pada penambahan hidrokoloid yaitu berbeda sangat nyata (P > 0,01)
terhadap cooking loss dan elongasi dan berbeda nyata (P > 0,05) terhadap cooking
time dan interaksi antara kedua faktor yaitu berbeda sangat nyata (P > 0,01)
terhadap kadar serat kasar, cooking time dan elongasi. Komposisi spaghetti
terbaik dinilai berdasarkan nilai cooking time, cooking loss, dan elongasi yang
diperoleh pada perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung
talas 15% : 15%: 70% dengan penambahan hidrokoloid 0,5% jenis xanthan gum.
Kata kunci: Spaghetti, Heat Moisture Treatment (HMT), dan Hidrokoloid.
ABSTRACT
SONIA. The Making of Taro Flour Based Pasta with Addition of
Modified Starches and Hydrocolloids.
People with celiac disease are not able to consume food that contains
gluten. In order to make them able to eat a gluten-based food is by creating a food
that does not contain gluten like taro flour based pasta with the addition of
modified starches and hydrocolloids. This research was conducted in 2 steps that
were the making of heat moisture treatment (HMT) modified banana and potato
starch and taro flour with proportion 0%:30%:70%, 7.5%:22.5%:70%,
15%:15%:70%, 22.5%:7.5%:70%, and 30%:0%:70% added with 0,5% of
hydrocolloids (xanthan gum, CMC, and arabic gum) and the making of spaghetti.
The results showed that proportions of starches and flour were high significantly
different (P > 0.01) in protein content, cooking time and elongation and
significantly different (P > 0.05) in crude fibre content, hydrocolloids were high
significantly different (P > 0.01) in cooking loss and elongation and significantly
different (P > 0.05) in cooking time and interactions of two factors were high
significantly different (P > 0.01) in crude fibre content, cooking time and
elongation. The best spaghetti composition was based on cooking time, cooking
loss and elongation which can be found in the proportion of 15%:15%:70% of
modified banana starch, modified potato starch and taro flour with the addition of
xanthan gum of 0.5%.
Keyword: Spaghetti, Heat Moisture Treatment (HMT), and Hydrocolloids.
Universitas Sumatera Utara
ii
RIWAYAT HIDUP
SONIA dilahirkan di Medan pada tanggal 27 Oktober 1996, dari Bapak
Bun Hoa Sutardji dan Ibu Fong Gok Mie. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di TK Swasta Methodist-3, SD
Swasta Methodist-3, SMP Swasta Methodist-3, dan SMA Swasta Methodist-3.
Pada tahun 2014 penulis berhasil masuk ke Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Jalur Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis pernah menjadi peserta kompetisi The 4th
Indonesian Food Quiz
Bowl tingkat regional di Universitas Sriwijaya, Indralaya dan meraih peringkat
ke-2 dan menjadi partisipan pada tingkat nasional di Universitas Pasundan,
Bandung. Penulis pernah mengikuti kepanitiaan International Conference on
Agricultural, Environment, and Food Security (AEFS) tahun 2017 di Hotel
Aryaduta, Medan. Pada tahun 2016-2018, penulis merupakan asisten di
Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan.
Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan dengan
melaksanakan penelitian yang berjudul “Pembuatan Pasta Berbahan Dasar
Tepung Talas dengan Penambahan Pati Termodifikasi dan Hidrokoloid”.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2017 hingga Juli 2018 di
Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Pertanian, USU. Penelitian ini disponsori oleh PT. Indofood
Sukses Makmur Tbk, dalam program Indofood Riset Nugraha tahun 2017/2018.
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Pasta
Berbahan Dasar Tepung Talas dengan Penambahan Pati Termodifikasi dan
Hidrokoloid” sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana. Selain itu,
banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi penulis. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk yang telah memberikan kesempatan bagi
penulis untuk mengikuti program riset Indofood Riset Nugraha 2017/2018
dan mendanai penelitian penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi
atas bimbingan, motivasi, dan saran dalam penelitian dan penulisan skripsi
penulis.
3. Ridwansyah, STP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing Skripsi atas
bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi penulis.
4. Prof. Dr. Ir. Budi Prasetyo Widyobroto, DESS, DEA, Prof. Dr. Ir. Bustanul
Arifin, MSc., PhD, dan Ir. Winarti Tjondro Koesoemo, selaku Dewan Pakar
program riset Indofood Riset Nugraha 2017/2018 atas motivasi dan saran
dalam menyempurnakan skripsi penulis.
5. Staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang
telah banyak membantu penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
iv
6. Ibu yang sudah banyak membantu penulis dan memberikan dorongan selama
proses penyelesaian skripsi dan Bapak yang sudah membantu dalam
penyelesaian skripsi penulis.
7. Egi, Maria, Metta, dan Vivi yang sudah membuat hari-hari di kampus lebih
berwarna dan menyenangkan.
8. Asisten 2014 Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan yaitu Bobby,
Kansari, Nazhifah, Nursarah, dan Pretty serta kakak dan abang asisten 2013,
Kak Mei, Kak Suci, Kak Sophie, Kak April, Kak Putri, Bang Kevin, Bang
Jaswan, dan Bang Kenzi yang sudah banyak membantu selama penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan ITP 2014, kakak dan abang 2013, dan adik-adik
2015, dan semua pihak yang sudah membantu selama penyelesaian skripsi.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Oktober 2018
Penulis
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................. i
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................ 1
Perumusan Masalah ........................................................................................ 3
Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
Kegunaan Penelitian........................................................................................ 4
Hipotesa Penelitian.......................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Pasta dan Spaghetti ......................................................................................... 5
Talas ................................................................................................................ 6
Kentang ........................................................................................................... 8
Pisang .............................................................................................................. 9
Pati .................................................................................................................. 9
Pati Termodifikasi ......................................................................................... 10
Hidrokoloid ................................................................................................... 11
Viskositas ...................................................................................................... 14
Tekstur .......................................................................................................... 14
Penelitian Sebelumnya .................................................................................. 15
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 17
Bahan dan Alat Penelitian ............................................................................. 17
Tahapan Penelitian ........................................................................................ 18
Model Rancangan.......................................................................................... 20
Pengamatan dan Pengukuran Data ................................................................ 28
Warna ....................................................................................................... 28
Densitas kamba ........................................................................................ 28
Profil amilograf ........................................................................................ 29
Universitas Sumatera Utara
vi
Kadar oksalat ........................................................................................... 29
Uji tanin ................................................................................................... 30
Kadar amilosa........................................................................................... 30
Kadar pati ................................................................................................. 31
Daya serap air dan minyak ....................................................................... 32
Swelling power ......................................................................................... 32
Kelarutan (Solubility) .............................................................................. 33
Cooking time dan cooking loss ................................................................ 33
Analisis tekstur Universal Testing Machine Zwick Type Z0.5 ............... 33
Kadar air .................................................................................................. 34
Kadar abu ................................................................................................. 34
Kadar lemak ............................................................................................. 35
Kadar protein ........................................................................................... 35
Kadar karbohidrat (by difference) ............................................................ 36
Kadar serat kasar ...................................................................................... 36
Uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur ................................... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Talas, Pati Pisang
HMT, dan Pati Kentang HMT ....................................................................... 38
Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan
Tepung Talas serta Penambahan Hidrokoloid Mutu Fisik Spaghetti............. 42
Warna ....................................................................................................... 43
Cooking time ............................................................................................ 44
Cooking loss ............................................................................................. 47
Tekstur ..................................................................................................... 48
Tekstur (Fmax) ................................................................................... 48
Elongasi .............................................................................................. 48
Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan
Tepung Talas serta Penambahan Hidrokoloid Mutu Kimia Spaghetti........... 51
Kadar air ................................................................................................... 52
Kadar abu ................................................................................................. 53
Kadar lemak ............................................................................................. 53
Kadar protein ............................................................................................ 53
Kadar karbohidrat..................................................................................... 54
Kadar serat kasar ...................................................................................... 54
Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan
Tepung Talas serta Penambahan Hidrokoloid Mutu Sensori Spaghetti......... 56
Nilai organoleptik .................................................................................... 58
Warna (Spaghetti kering) .................................................................... 58
Tekstur (Spaghetti kering) .................................................................. 58
Warna (Spaghetti matang)................................................................... 58
Tekstur (Spaghetti matang) ................................................................. 58
Rasa ..................................................................................................... 58
Aroma .................................................................................................. 59
Penerimaan umum ............................................................................... 59
Universitas Sumatera Utara
vii
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................... 60
Saran .............................................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
LAMPIRAN .......................................................................................................... 68
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Spaghetti ........................................................................................................ 6
2. Granula pati kentang dan granula pati pisang .............................................. 10
3. Struktur kimia xanthan gum ......................................................................... 12
4. Struktur kimia CMC .................................................................................... 13
5. Struktur kimia gum arab .............................................................................. 14
6. Skema pembuatan tepung talas .................................................................... 22
7. Skema pembuatan pati kentang ................................................................... 23
8. Skema pembuatan pati pisang ...................................................................... 24
9. Skema pembuatan pati pisang termodifikasi ............................................... 25
10. Skema pembuatan pati kentang termodifikasi ............................................. 26
11. Skema pembuatan spaghetti talas ................................................................ 27
12. Perubahan nilai viskositas tepung talas, pati pisang HMT, dan pati
kentang HMT ............................................................................................... 39
13. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap cooking time spaghetti............................................... 54
14. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking time spaghetti ...................... 55
15. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT,
dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap cooking time
spaghetti ....................................................................................................... 56
16. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking loss spaghetti ....................... 52
17. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap persen elongasi spaghetti .......................................... 57
18. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap persen elongasi spaghetti .................. 58
19. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT,
dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap persen elongasi
Universitas Sumatera Utara
ix
spaghetti ....................................................................................................... 59
20. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap kadar protein spaghetti .............................................. 49
21. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap kadar serat spaghetti ................................................. 50
22. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT,
dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap kadar serat
spaghetti ....................................................................................................... 51
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Komposisi talas dalam basis basah ................................................................ 7
2. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur ........................ 37
3. Analisa sifat fisik tepung talas, pati kentang HMT, dan pati
pisang HMT ................................................................................................. 38
4. Analisa sifat kimia tepung talas, pati kentang HMT, dan pati
pisang HMT ................................................................................................. 38
5. Analisa sifat fungsional tepung talas, pati kentang HMT, dan pati
pisang HMT ................................................................................................. 39
6. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap mutu fisik spaghetti .................................................. 43
7. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu fisik spaghetti........................... 43
8. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap mutu kimia spaghetti ................................................. 52
9. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu kimia spaghetti......................... 52
10. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap mutu sensori spaghetti .............................................. 57
11. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu sensori spaghetti ...................... 57
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Data analisa ragam warna spaghetti............................................................. 68
2. Data analisa ragam cooking time spaghetti, uji DMRT pengaruh
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas,
dan uji DMRT pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking time
spaghetti ....................................................................................................... 69
3. Uji DMRT interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT,
dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap cooking time
spaghetti ....................................................................................................... 70
4. Data analisa ragam cooking loss spaghetti dan uji DMRT pengaruh jenis
hidrokoloid terhadap cooking loss spaghetti ................................................ 71
5. Data analisa ragam tekstur (Fmax) spaghetti ............................................... 72
6. Data analisa ragam elongasi spaghetti, uji DMRT pengaruh
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas,
dan uji DMRT pengaruh jenis hidrokoloid terhadap elongasi spaghetti ..... 73
7. Uji DMRT interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang
HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap elongasi
spaghetti ....................................................................................................... 74
8. Data analisa ragam kadar air spaghetti ........................................................ 75
9. Data analisa ragam kadar abu spaghetti ....................................................... 76
10. Data analisa ragam kadar lemak spaghetti ................................................... 77
11. Data kadar protein spaghetti dan uji DMRT pengaruh perbandingan
pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas terhadap
kadar protein spaghetti ................................................................................. 78
12. Data analisa ragam kadar karbohidrat spaghetti .......................................... 79
13. Data analisa ragam kadar serat spaghetti dan uji DMRT pengaruh
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas ........ 80
14. Interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung
talas dengan jenis hidrokoloid terhadap kadar serat spaghetti ..................... 81
15. Data analisa ragam nilai organoleptik warna spaghetti kering .................... 82
Universitas Sumatera Utara
xii
16. Data analisa ragam nilai organoleptik tekstur spaghetti kering .................. 83
17. Data analisa ragam nilai organoleptik warna spaghetti matang .................. 84
18. Data analisa ragam nilai organoleptik tekstur spaghetti matang ................. 85
19. Data analisa ragam nilai organoleptik rasa spaghetti................................... 86
20. Data analisa ragam nilai organoleptik aroma spaghetti ............................... 87
21. Data analisa ragam nilai organoleptik penerimaan umum spaghetti ........... 88
22. Gambar spaghetti kering .............................................................................. 89
23. Gambar spaghetti setelah dimasak ............................................................... 90
Universitas Sumatera Utara
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Celiac disease merupakan penyakit usus yang kronis yang dapat
menyebabkan malabsorpsi yang disebabkan oleh intoleransi seseorang terhadap
gluten (Holtmeier dan Caspary, 2006). Penyakit ini merupakan penyakit autoimun
serius yang bersifat genetis. Jika seorang penderita celiac disease mengonsumsi
makanan yang mengandung gluten maka sistem imunnya akan merespon dengan
menghancurkan vili yang terdapat dalam usus halus. Akibatnya tubuh menjadi
tidak mampu untuk menyerap nutrisi untuk dialirkan ke darah sehingga akan
terjadi malnutrisi (Beyond Celiac, 2017).
Penyakit celiac disease dapat diatasi dengan cara menghindari konsumsi
makanan yang mengandung gluten seperti roti, mie, kue, dan makanan lainnya
yang terbuat dari terigu. Tetapi hal ini menyebabkan penderita celiac disease tidak
bisa menikmati makanan yang beragam. Seiring dengan perkembangan zaman,
maka semakin banyak inovasi pangan yang berkembang. Orang-orang
berkebutuhan khusus dapat memperoleh makanan yang sama dengan orang
normal dengan membuat inovasi terhadap makanan tersebut yang dikenal sebagai
makanan bebas gluten (gluten free).
Pasta merupakan makanan khas Italia yang terbuat dari gandum durum
semolina dengan air. Pasta terdiri atas beberapa jenis yaitu spaghetti, fusili,
macaroni, dan lain-lain. Pasta memiliki penampakan warna kuning pada
umumnya dan bertekstur kenyal. Pasta yang akan dibuat adalah jenis spaghetti.
Spaghetti adalah pasta yang memiliki bentuk yang panjang, tipis, silindris, dan
Universitas Sumatera Utara
2
berisi padat (Wikipedia, 2017). Agar penderita celiac disease dapat mengonsumsi
spaghetti maka diubah bahan dasar dari spaghetti gandum menjadi spaghetti talas.
Umbi talas (Colocasia esculenta) atau taro adalah umbi yang berasal dari
famili Araceae. Talas memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan
kentang, ubi jalar, ubi kayu, dan beras. Kandungan gizi talas seperti karbohidrat,
protein, tiamin, riboflavin, niasin, asam oksalat, kalsium oksalat, mineral, lipid,
asam lemak tidak jenuh, dan antosianin. Selain itu, talas memiliki keunggulan
seperti mudah untuk dicerna karena granula patinya dan sifatnya yang tidak
menimbulkan alergi (Pereira, dkk., 2015). Namun, penggunaan talas dalam
pembuatan produk pangan tidak terlalu banyak karena kandungan bahan toksik
berupa kristal kalsium oksalat yang dimilikinya. Kristal oksalat pada umbi talas
menyebabkan rasa gatal pada mulut dan tenggorokan (Rahmawati, dkk., 2012).
Jika kristal oksalat yang dikonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan penyakit
batu ginjal. Namun, kristal ini dapat dihilangkan dengan cara pencucian atau
perebusan selama pengolahannya.
Tepung talas tidak mengandung gluten yang berfungsi dalam
memperangkap pati oleh jaringan protein gluten, tetapi tepung talas memiliki
kemampuan menyerap air yang baik. Dalam pembuatan spaghetti talas diperlukan
penambahan pati termodifikasi seperti pati kentang dan pati pisang dan
hidrokoloid seperti xanthan gum, CMC (Carboxymethyl cellulose), dan gum arab.
Kedua jenis bahan ini dapat membantu dalam pembentukan struktur spaghetti
yang dikenal memiliki tekstur yang kenyal. Selain itu, xanthan gum dapat
berinteraksi dengan komponen lain seperti pati dan protein dan memiliki
kemampuan untuk mengikat air. Xanthan gum juga dapat membentuk lapisan tipis
Universitas Sumatera Utara
3
dengan pati sehingga berfungsi sebagai pengganti gluten (Waruwu, dkk., 2015).
Sedangkan CMC dapat membentuk ikatan silang dalam molekul polimer sehingga
molekul pelarut terjebak di dalamnya dan terjadi imobilisasi yang dapat
membentuk struktur molekul yang kaku dan tahan terhadap tekanan
(Kamal, 2010). Dan gum arab mampu menjaga nilai viskositas dan sifat reologi
produk (Hutapea, dkk., 2016).
Perumusan Masalah
Munculnya celiac disease menyebabkan seseorang menjadi tidak bisa
mengonsumsi makanan yang mengandung gluten. Penyebab penyakit ini adalah
karena keturunan, akibat operasi, kehamilan, kelahiran, infeksi virus ataupun
stres. Diet makanan bebas gluten diharapkan dapat mengatasi masalah celiac
disease seseorang. Oleh karena itu perlu dibuat produk makanan bebas gluten
seperti spaghetti talas.
Talas memiliki sifat tidak membuat alergi dan kaya akan nutrisi serta
mudah untuk dicerna. Namun, talas tidak mengandung gluten seperti gandum
durum semolina yang mampu untuk mengoagulasi dan memerangkap pati. Ini
yang menyebabkan jaringan protein sulit untuk terbentuk dan menghasilkan
spaghetti dengan viskoelastisitas yang kurang baik.
Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana mengembangkan makanan pasta talas untuk penderita
celiac disease
2. Bagaimana mengkaji pengaruh penambahan pati termodifikasi dan
hidrokoloid terhadap produk pasta talas yang akan dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menciptakan produk non gluten
bagi orang yang tidak bisa mengonsumsi produk gluten dan mendapatkan formula
pembuatan pasta berbahan dasar tepung talas dengan penambahan pati
termodifikasi dan hidrokoloid.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mengembangkan keanekaragaman produk
pangan yang diperoleh dari pembuatan spaghetti yang berbahan baku talas,
pisang, dan kentang dan mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu
syarat dalam memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hipotesa Penelitian
Perbandingan pati pisang termodifikasi HMT, pati kentang termodifikasi
HMT, xanthan gum, CMC, dan gum arab berpengaruh terhadap mutu spaghetti.
Universitas Sumatera Utara
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pasta dan Spaghetti
Pasta merupakan suatu produk yang terbuat dari gandum durum semolina
dengan penambahan air. Produk ini dapat diolah lebih lanjut dengan cara dimasak
atau dibuat mentah. Pasta yang dibuat dengan gandum durum biasanya memiliki
kualitas yang lebih baik seperti struktur pasta yang kuat, kehilangan akibat
pemasakan yang rendah, dan sebagainya. Komponen yang berperan penting
dalam pembentukan struktur pasta yaitu gluten (Padalino, dkk., 2011).
Pasta kering merupakan makanan pokok orang Barat. Cara pembuatan
pasta adalah dengan mencampurkan air dengan gandum durum semolina sehingga
menghasilkan adonan. Adonan diekstruksi melalui suatu pencetak untuk
menghasilkan bentuk pasta yang diinginkan. Struktur dari pasta kering maupun
yang dimasak dideskripsikan sebagai suatu matriks kompak dimana granula pati
terperangkap di dalam jaringan protein yang terkoagulasi (Stuknyte, dkk., 2013).
Semolina merupakan bahan dasar yang sangat terkenal dalam pembuatan
pasta. Gandum ini mengandung gluten yang terdiri atas gliadin dan glutenin.
Keunikan yang dimiliki oleh gluten yaitu mengkoagulasi dan mampu untuk
memperangkap komponen pati dalam pasta ketika dimasak, sehingga akan
membentuk suatu kompleks jaringan protein dengan viskoelastisitas yang sangat
baik (Laleg, dkk., 2016).
Spaghetti adalah jenis pasta yang memiliki berbentuk seperti senar dan
panjang yang dapat dilihat pada Gambar 1. Kata spaghetti berasal dari bahasa
Italia yaitu spaghetto yang berarti senar. Spaghetti terbuat dari mie gandum yang
Universitas Sumatera Utara
6
direbus dalam air dalam waktu yang singkat. Bisa disajikan sebagai makanan
utama atau makanan sampingan. Biasanya pada spaghetti yang dihidangkan
sebagai makanan utama ditambahkan saus seperti saus tomat (Wikipedia, 2017).
Gambar 1. Spaghetti (Wikipedia, 2017)
Talas
Talas memiliki umbi yang dapat direbus, dimasak, dipanggang, atau
dihaluskan (mashed) untuk dijadikan makanan. Talas di Nigeria dijadikan sebagai
makanan pokok dan sebagai pengental makanan. Ini terjadi karena granular pati
dari talas kecil dan dapat meningkatkan pencernaan. Talas mengandung protein,
vitamin C, tiamin, riboflavin, niasin, dan jumlah serat pangan yang besar. Nutrisi
utama dari talas adalah kandungan energi yang didapat dari karbohidrat
(Ogundare-Akanmu, dkk., 2015). Berdasarkan Wikipedia (2017), klasifikasi
ilmiah talas adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
7
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Araceae
Genus : Colocasia
Spesies : C. esculenta
Talas mengandung karbohidrat, serat, dan mineral yang tinggi namun
memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah. Sekitar 11% dari total
protein talas adalah albumin dengan jumlah fenilalanin dan leusin yang tinggi.
Talas juga mengandung ratusan asam amino esensial namun memiliki kandungan
histidin dan lisin yang rendah. Pati talas mengandung amilosa yang rendah
(<50%) dan amilopektin yang tinggi dibandingkan dengan yang sereal lain.
Perbandingan amilosa dan amilopektin adalah 1:7 (Temesgen dan Retta, 2015).
Adapun komposisi talas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi talas dalam basis basah
Komponen Kandungan
Kadar air (%) 63-85
Karbohidrat (%) 13-29
Protein (%) 1,4-3,0
Lemak (%) 0,16-0,36
Serat kasar (%) 0,60-1,18
Kadar abu (%) 0,60-1,3
Vitamin C (mg/100g) 7-9
Tiamin (mg/100g) 0,18
Riboflavin (mg/100g) 0,04
Niasin (mg/100g) 0,9 Sumber: Onwueme, 1999
Talas memiliki kandungan pati yang tinggi yaitu sekitar 70-80%
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku tepung-tepungan. Ukuran granula
Universitas Sumatera Utara
8
tepung talas tergolong kecil yaitu sekitar 0,5-5 mikron sehingga talas mudah
dicerna bagi orang yang bermasalah dengan pencernaannya. Kandungan oksalat
talas yang cukup tinggi dapat membuat seseorang mengalami rasa gatal apabila
talas dikonsumsi. Oksalat pada talas dapat dihilangkan dengan cara perendaman
dalam asam sulfat dan dalam air mendidih (Koswara, 2013).
Karbohidrat pada talas terdiri dari pati (77,9%), pentosan (2,6%), serat
kasar (1,4%), gula pereduksi (0,5%), dekstrin (0,1%), dan sukrosa (0,1%). Elemen
mineral yang terdapat pada talas yaitu kalsium, fosfor, kalium, klorin, magnesium,
sulfur, besi, tembaga, mangan, dan seng. Selain itu, talas juga memiliki nilai
pengobatan dan telah dijadikan sebagai makanan untuk bayi yang mengalami
alergi dan bagi orang yang menderita kelainan lambung (Eneh, 2013).
Kristal kalsium oksalat dari talas terbentuk dalam ikatan dengan bagian
ujungnya menghadap keluar dan akan dilepas ketika dinding sel pecah. Dengan
proses pemasakan yang diperpanjang, dinding sel akan menjadi lembut dan ikatan
kristal akan rusak sehingga bagian umbi dapat dimakan. Pembuangan kulit dan
bagian luar tanaman ini dapat mengurangi tusukan tajam di lidah, mulut, dan
tenggorokan karena sebagian besar kristal kalsium oksalat terdapat pada kedua
bagian tersebut (Tong, 2016).
Kentang
Kentang merupakan tanaman hortikultura yang digunakan sebagai bahan
pangan dan bahan baku industri (Husna, dkk., 2014). Kentang mudah rusak
karena memiliki kandungan air yang tinggi dan penyimpanannya tidak tahan lama
karena akan tumbuh tunas. Kentang dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar dan
hasil industri makanan olahan seperti pati (Martunis, 2012). Kentang merah
Universitas Sumatera Utara
9
mengandung karbohidrat yang lebih banyak dengan kadar air lebih rendah
sehingga sering diolah menjadi keripik dan juga dapat membuat makanan menjadi
lebih gurih dan lezat (Fauzi, dkk., 2016).
Pisang
Pisang merupakan tumbuhan herba terbesar di dunia yang berasal dari
genus Musa dan sangat banyak dijumpai di negara berkembang yang dianggap
sebagai salah satu sumber energi terpenting bagi manusia. Pisang termasuk ke
dalam tumbuhan terpenting keempat setelah beras, gandum, dan jagung. Buah ini
bersifat mudah rusak. Pisang memiliki kandungan pati yang tinggi yaitu lebih dari
70% dari berat keringnya sehingga diolah menjadi bentuk tepung dan pati
(Waliszewski, dkk., 2003).
Pati
Pati (amilum) merupakan polisakarida yang terdiri atas sejumlah besar
unit glukosa yang tergabung oleh ikatan glikosida yang mengandung amilosa dan
amilopektin. Pati dapat dijumpai pada tanaman seperti kentang, gandum, beras,
dan bahan pangan lainnya. Pati memiliki kegunaan yang terbatas dalam bentuk
tidak termodifikasi (alami) seperti pembentukan jaringan yang lemah, tekstur atau
elastisitas produk yang kurang baik ketika dipanaskan dan pembentukan gel yang
kurang baik saat campuran pangan didinginkan. Oleh karena itu, industri pangan
lebih memilih pati termodifikasi karena dapat meningkatkan water holding
capacity, resistensi terhadap panas, meningkatkan pengikatan, mengurangi
seneresis pati dan meningkatkan konsistensi (Abbas, dkk., 2010).
Pati merupakan cadangan makanan dalam tanaman yang berfungsi
sebagai sumber energi untuk manusia. Setiap tanaman memiliki morfologi granula
Universitas Sumatera Utara
10
pati, berat molekul, komposisi, dan juga sifat fisikokimia yang berbeda. Pati
memiliki kemampuan untuk meningkatkan konsistensi, stabilitas, dan sifat
makanan yang lain. Karena sifatnya yang alamiah dan aman maka pati sering
digunakan dalam modifikasi tekstur makanan (Yadav, dkk., 2016). Adapun
gambar granula pati pisang dan pati kentang dapat dilihat pada Gambar .
(a) (b)
Gambar 2. (a) Granula pati kentang (González-Soto, dkk., 2006)
(b) Granula pati pisang (Szymońska, dkk., 2009)
Pati Termodifikasi
Tujuan dari modifikasi pati adalah mengubah sifat kimia dan atau sifat
fisik pati alami. Cara-cara memodifikasi pati termodifikasi yaitu dengan
memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul, oksidasi atau
melakukan substitusi gugus kimia pada molekul pati (Herawati, 2011). Modifikasi
pati dengan HMT (heat moisture treatment) dapat meningkatkan ketahanan
terhadap panas, perlakuan mekanis, dan pH asam dengan menyebabkan suhu
gelatinisasi naik dan membuat kapasitas pembengkakan granula menjadi turun
(Jacobs dan Delcour, 1998).
Nilai kelarutan dalam air dingin pati kentang dan pati pisang
termodifikasi adalah lebih rendah dibandingkan pati yang alami karena pada pati
termodifikasi HMT telah mengalami pemanasan yang berulang. Akibat
Universitas Sumatera Utara
11
pemanasan yang berulang ini yaitu terjadi pemutusan ikatan hidrogen pada rantai
linier dan berkurangnya daerah amorf yang mudah dimasuki oleh air sehingga
kelarutan pati termodifikasi menjadi lebih rendah (Erika, 2010). Penggunaan suhu
pemanasan yang melebihi titik optimum dari pati dapat menyebabkan rusaknya
granula pati sehingga daya pembengkakan dan kelarutan pati mengalami
penurunan (Hakiim dan Sistihapsari, 2011).
Hidrokoloid
Hidrokoloid adalah polimer berantai panjang yang heterogen yang
memiliki sifat untuk membentuk dispersi yang kental dan atau gel ketika
terdispersi dalam air. Dengan adanya gugus hidroksil yang banyak dapat
meningkatkan afinitas untuk mengikat molekul air dan membuat menjadi senyawa
hidrofilik. Kemudian, akan terbentuk dipersi yang merupakan intermediat antara
larutan dan suspensi dan terbentuk koloid. Karena dua sifat ini, maka dinamakan
sebagai hidrokoloid (Saha dan Bhattacharya, 2010).
Hidrokoloid dalam produk pangan memiliki fungsi sebagai perekat,
pengikat air, pengemulsi, pembentuk gel dan pengental. Selain itu, hidrokoloid
mampu untuk menurunkan kandungan air bebas dalam bahan pangan.
Hidrokoloid berinteraksi dengan makromolekul yang bermuatan seperti protein
sehingga dapat menghasilkan pembentukan gel. Molekul ini membentuk ikatan
double helix yang mengikat rantai menjadi tiga dimensi. Pembentukan gel oleh
hidrokoloid menyebabkan terjadinya peningkatan kekenyalan pada mie
(Widyaningtyas dan Susanto, 2015).
Hidrokoloid dapat meningkatkan tekstur produk, meningkatkan retensi
air dan di sisi lain menghasilkan energi yang rendah. Hidrokoloid sering dijumpai
Universitas Sumatera Utara
12
pada makanan berkalori rendah. Fungsi lainnya seperti mengontrol sifat pasta
pada makanan, meningkatkan retensi air dan memperbaiki keseluruhan kualitas
produk selama penyimpanan. Selain itu, jika ditambahkan ke dalam makanan
yang mengandung pati dapat memodifikasi sifat gelatinisasi dan retrogradasi dan
stabilitas pemanasan setelah pembekuan (freeze-thaw) (Alam, dkk., 2009).
Xanthan gum merupakan heteropolisakarida dengan struktur primer yang
terdiri atas pentasakarida berulang yang dibentuk oleh dua unit glukosa, dua unit
manosa, dan satu unit asam glukuronat (Garcia-Ochoa, dkk., 2000). Struktur
kimia xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 3. Struktur kimia xanthan gum (Garcia-Ochoa, dkk., 2000)
Xanthan gum memiliki efek yang besar untuk meningkatkan viskositas
adonan yang dapat memperlambat kelajuan difusi gas dan menahan gas pada
tahap awal pembuatan kue sehingga dapat memberikan volume akhir kue yang
lebih tinggi (Jarnsuwan dan Thongngam, 2012).
Universitas Sumatera Utara
13
Penggunaan xanthan gum dalam pembuatan produk seperti roti, cake,
dan mie dapat menyebabkan terjadi interaksi dengan komponen lain seperti pati
dan protein dan memiliki kemampuan untuk mengikat air. Xanthan gum juga
dapat membentuk lapisan tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi sebagai
gluten. Hidrokoloid jenis ini dapat membentuk gel sehingga mampu
mempertahankan kelembaban dan memperbaiki sifat sensoris dari produk pangan
bebas gluten (Waruwu, dkk., 2015).
CMC (Carboxymethyl cellulose) merupakan polisakarida larut air yang
berpengaruh dalam gelatinisasi dan retrogradasi pati. Selain itu, CMC juga
memiliki aplikasi yang sangat besar dalam pembuatan kosmetik dan makanan
karena berperan sebagai agen retensi air dan penstabil dispersi (Leite, dkk., 2012).
Struktur kimia CMC dapat dilihat pada Gambar 3 .
Gambar 4. Struktur kimia CMC (Cellulose ether, 2018).
Gum arab merupakan campuran kompleks dari glikoprotein dan
polisakarida (Wikipedia, 2018). Bubuk gum arab bersifat mudah larut dalam air.
Rantai arabinogalaktan dalam gum arab berikatan dengan protein sehingga
membentuk arabinogalaktoprotein (AGP). Struktur arabinogalaktan berfungsi
untuk menghasilkan larutan dengan viskositas yang rendah sedangkan bagian
protein berperan sebagai pengemulsi yang baik (Wüstenberg, 2015). Struktur
kimia gum arab dapat dilihat pada Gambar 4.
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 5. Struktur kimia gum arab (Bakerpedia, 2018).
Viskositas
Pengujian profil amilograf (viskositas) menunjukkan sifat pati yang telah
disuspensikan dengan air selama proses pemanasan (Olatunde, dkk., 2017).
Viskositas puncak (peak viscosity) menunjukkan sifat pati apabila dilakukan
pemasakan akan membentuk gel yang padat (Otegbayo, dkk., 2010). Viskositas
pasta panas (trough viscosity) menunjukkan ketahanan pati terhadap pemanasan
dan kerusakan. Breakdown viscosity menunjukkan kerentanan granula pati yang
telah dipanaskan untuk terurai. Viskositas akhir (final viscosity) menunjukkan
sifat bahan untuk dapat membentuk gel yang kental setelah pemasakan dan
pendinginan. Setback viscosity menunjukkan kecenderungan pati untuk
mengalami retrogradasi (Afifah dan Ratnawati, 2017).
Tekstur
Elongasi menunjukkan jarak yang dibutuhkan untuk memutuskan satu
untaian mie. Jika mie membutuhkan waktu singkat untuk putus, maka nilai
ekstensibilitasnya rendah. Kandungan amilosa yang terdapat dalam mie
berbanding lurus dengan nilai elongasi. Semakin tinggi nilai amilosa maka
Universitas Sumatera Utara
15
semakin tinggi nilai elongasi (Afifah dan Ratnawati, 2017). Semakin kompak
struktur mie maka semakin tinggi nilai elongasi (Herawati, dkk., 2017).
Penelitian Sebelumnya
Tepung talas memiliki komposisi kimia dan sifat fungsional yang berbeda
dibandingkan dengan tepung lain seperti tepung kedelai, tepung jagung, dan
tepung kentang. Penelitian Kaur, dkk. (2013), menunjukkan bahwa tepung talas
memiliki kekuatan menyerap air (WAC) yang paling baik dan kapasitas
pembentukan buih terkecil dibandingkan dengan tepung lain seperti tepung
jagung, kentang, dan kacang kedelai. WAC (Water absorption capacity) yang
tinggi dan puncak viskositas dari tepung talas dapat dijadikan sebagai agen untuk
pembentukan struktur produk yang baik dan dapat digunakan sebagai pengental
atau pembentuk gel di berbagai produk. Pasta yang dihasilkan oleh pemanasan
tepung talas bersifat stabil saat pendinginan dengan adanya setback viscosity yang
rendah. Sifat ini berguna pada keadaan dimana stabilitas pati diperlukan dalam
suhu yang rendah.
Menurut Gomez dan Sciarini (2015), hidrokoloid dapat berfungsi untuk
mensubstitusi gluten dalam produk atau makanan yang tidak mengandung gluten.
Hidrokoloid digolongkan dalam serat yang larut air. Hidrokoloid dapat menyatu
dengan air dan membentuk jaringan dengan partikel tepung sehingga menjadi
jaringan yang kohesif. Xanthan gum dan CMC dapat menghasilkan struktur yang
lebih baik dan memiliki jumlah sel yang lebih tinggi, dan menurut Hakim dan
Chamidah (2013), gum arab bersifat sebagai emulsifier sehingga gum arab akan
mudah dilarutkan dalam air maupun minyak.
Universitas Sumatera Utara
16
Menurut Hager, dkk. (2012) celiac disease adalah keadaan dimana
seseorang tidak bisa mengonsumsi makanan yang mengandung gluten sehingga
cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengonsumsi makanan bebas
gluten seperti pasta bebas gluten. Ada banyak pasta bebas gluten yang telah
diproduksi seperti pasta yang terbuat dari beras putih, beras coklat, jagung, dan
golongan kacang-kacangan. Diketahui bahwa, pasta jenis ini memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi tetapi kandungan protein dan serat yang rendah. Pasta
bebas gluten memiliki tekstur yang berbeda dari pasta gandum dimana biasanya
pasta bebas gluten memiliki tekstur yang terlalu lunak.
Universitas Sumatera Utara
17
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan dari bulan
September 2017 hingga Juli 2018.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah talas ketan, air, garam,
kentang merah dan pisang kepok matang fisiologis, xanthan gum, CMC, dan gum
arab.
Bahan kimia yang digunakan adalah HCl, asam borat, NaOH, aquadest,
tablet Kjeldahl, HCl, etanol, asam asetat, fenol, Na-K-tartarat, larutan iod, H2SO4 ,
heksan, FeCl3, NaCl, dan Na-metabisulfit.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat untuk
pembuatan tepung dan pati yaitu blender, oven, timbangan, ayakan 80 mesh,
termometer, dan kulkas. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan spaghetti
adalah pasta maker, loyang, timbangan, dan oven. Peralatan yang digunakan
untuk analisa sifat fisika-kimia pati kentang, pati pisang termodifikasi HMT,
tepung talas serta mutu spaghetti adalah timbangan analitik, centrifuge, peralatan
gelas lainnya, vortex, hot plate, desikator, oven, autoklaf, chromameter dan
Universal Testing Machine.
Universitas Sumatera Utara
18
Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan yaitu
Tahap 1. Pembuatan tepung talas, pati kentang, dan pati pisang termodifikasi HMT
Umbi talas dikupas kulitnya, dipotong, dan diiris tipis. Irisan talas
direndam dalam larutan garam 10% selama 2 jam. Irisan disusun di atas loyang
yang telah dilapisi plastik kajang. Irisan talas dikeringkan hingga irisan
mengering. Irisan talas dihaluskan hingga halus dan diayak dengan ayakan 80
mesh. Tepung talas disimpan dalam plastik. Secara lengkap tahapan ini dapat
dilihat pada Gambar 6.
Kentang dikupas kulitnya, dicuci dan dipotong. Potongan kentang
direndam dalam larutan garam 5% selama 30 menit dan dihaluskan. Hancuran
kentang disaring menggunakan kain saring. Sari kentang dimasukkan ke dalam
toples besar dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:3. Pati diendapkan di
dalam stoples selama 2 jam. Endapan pati dicuci sebanyak 2-3 kali untuk
memperoleh pati kentang yang bersih. Pati kentang diambil dan dioleskan diatas
loyang yang telah dilapisi plastik kajang. Pati dikeringkan dengan oven dengan
suhu 50 oC selama 24 jam, diblender hingga halus dan disimpan dalam plastik
kemasan. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 7.
Pisang dikupas kulitnya, dipotong, dan direndam dalam larutan natrium
metabisulfit 2000 ppm selama 15 menit. Potongan pisang dihaluskan dengan
blender. Hancuran pisang disaring dengan menggunakan kain saring. Sari pisang
dimasukkan ke dalam stoples besar dan ditambahkan air dengan perbandingan
1:3. Pati diendapkan di dalam stoples selama 1 jam. Endapan pati dicuci sebanyak
2-3 kali untuk memperoleh pati pisang yang bersih. Pati pisang diambil dan
Universitas Sumatera Utara
19
dioleskan diatas loyang yang telah dilapisi plastik kajang. Pati dikeringkan dengan
oven dengan suhu 50 oC selama 24 jam, dihaluskan hingga halus dan disimpan
dalam plastik kemasan. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.
Pembuatan pati pisang termodifikasi dilakukan dengan meningkatkan
kadar air awal pati pisang hingga 25% pada pH netral dengan cara menambahkan
air pada pati pisang menggunakan alat semprot. Banyak air yang ditambahkan
berdasarkan pada kadar air awal pati. Pati yang kadar airnya sudah mencapai 25%
disimpan pada ruang pendingin pada suhu 6 oC selama 12 jam, Kemudian pati
dipanaskan dalam autoklaf pada suhu 110 oC selama 3 jam. Selanjutnya pati
dibiarkan pada suhu ruang selama 30 menit, setelah 30 menit pati dikeringkan
pada suhu 50 oC selama 4 jam. Pati yang telah kering dihaluskan dan diayak. Pati
disimpan dalam plastik. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 9.
Pembuatan pati kentang termodifikasi dilakukan dengan meningkatkan
kadar air awal pati kentang hingga 25% pada pH netral dengan cara
menambahkan air pada pati kentang menggunakan alat semprot. Banyaknya air
yang ditambahkan berdasarkan pada kadar air awal pati. Pati yang kadar airnya
sudah mencapai 25% disimpan pada ruang pendingin pada suhu 6 oC selama 12
jam, Kemudian pati dipanaskan dalam autoklaf pada suhu 110 oC selama 3 jam.
Selanjutnya pati dibiarkan pada suhu ruang selama 30 menit, setelah 30 menit pati
dikeringkan pada suhu 50 oC selama 4 jam. Pati yang telah kering dihaluskan dan
diayak. Pati disimpan dalam plastik. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar
10.
Adapun perhitungan banyak air yang ditambahkan untuk mencapai 25% pada pati
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
20
% Kadar air (bk) = Berat air
Berat kering bahan awal
Banyak air yang ditambahkan = Berat air - berat air bahan awal
Tahap 2. Pembuatan spaghetti
Penelitian tahap kedua dilakukan dengan menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan dua faktor sebagai berikut
Faktor I : perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas (T)
T1 = 0% : 30% : 70%
T2 = 7,5% : 22,5% : 70%
T3 = 15% : 15 % : 70%
T4 = 22,5% : 7,5% : 70%
T5 = 30% : 0% : 70%
Faktor II : penambahan hidrokoloid (H) sebanyak 0,5%
H1 = Xanthan gum
H2 = CMC
H3 = Gum arab
Model Rancangan
Ŷijk = µ + Ti + Hj + (TH)ij + εijk
dimana:
Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor H pada taraf ke-
j dalam ulangan ke-k
µ : Efek nilai tengah
Ti : Efek faktor T pada taraf ke-i
Hj : Efek faktor H pada taraf ke-j
(TH)ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor H pada taraf ke-j
Universitas Sumatera Utara
21
εijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor H pada taraf ke-j dalam
ulangan ke-k
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan
dengan uji beda rataan, menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Pembuatan spaghetti talas dilakukan dengan mencampurkan tepung talas,
pati pisang dan kentang HMT, hidrokoloid (xanthan gum, CMC, gum arab) dan
air. Campuran adonan diadon hingga kalis dan tidak menimbulkan buih udara..
Selanjutnya adonan dimasukkan ke dalam pasta maker dan dilanjutkan dengan
pencetakan untaian spaghetti. Spaghetti dipotong, disusun di atas loyang, dan
dikeringkan di dalam oven dengan suhu sekitar 60 oC selama 12 jam. Secara
lengkap dapat dilihat pada Gambar 11.
Universitas Sumatera Utara
22
Pengupasan, pemotongan, dan pengirisan
Pengeringan
Penghalusan
Talas
Analisa
Perendaman irisan dalam larutan garam 10% selama 2 jam
Gambar 6. Skema pembuatan tepung talas
Pengayakan
Tepung talas
Analisa sifat fisik : warna,
densitas, dan viskositas
Analisa sifat fungsional :
daya serap air, daya serap
minyak, swelling power,
kelarutan.
Analisa sifat kimia : kadar
oksalat, uji tanin, kadar
amilosa, dan kadar pati
Universitas Sumatera Utara
23
Pengupasan, pencucian, dan pemotongan
Penyaringan
Air : Sari Kentang = 3 : 1
Pengendapan dan Pencucian
Air
Pati Kentang
Penghalusan
Pengeringan dan Penghalusan
Perendaman larutan garam 5% selama 30 menit
Gambar 7. Skema pembuatan pati kentang
Kentang
Universitas Sumatera Utara
24
Pengupasan dan pemotongan
Air : Sari Pisang = 3 : 1
Penyaringan
Pengendapan dan Pencucian
Air
Pati Pisang
Perendaman dalam larutan natrium metabisulfit 2000 ppm selama 15 menit
Pengeringan dan Penghalusan
Gambar 8. Skema pembuatan pati pisang
Penghalusan
Pisang
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 9. Skema pembuatan pati pisang termodifikasi HMT
Peningkatan kadar air hingga 25%
Pendinginan pada suhu 6 oC, 12 jam
Pemanasan pada suhu 110 oC, 3 jam
Analisa sifat fisik : warna,
densitas, viskositas
Pati Pisang
Pati HMT Kering
Analisa sifat kimia : kadar
amilosa dan kadar pati
Pendiaman pada suhu ruang, 30 menit
Analisa sifat fungsional :
daya serap air, daya serap
minyak, swelling power,
kelarutan.
Air
Pengeringan suhu 50 oC, 4 jam
Penghalusan
Pengayakan
Pengemasan
Analisa
Universitas Sumatera Utara
26
Gambar 10. Skema pembuatan pati kentang termodifikasi HMT
Peningkatan kadar air hingga 25%
Pendinginan pada suhu 6 oC, 12 jam
Pemanasan pada suhu 110 oC, 3 jam
Pati HMT Kering
Analisa sifat fisik : warna,
densitas kamba, dan
viskositas
Pati Kentang
Pendiaman pada suhu ruang, 30 menit
Analisa sifat fungsional :
daya serapair, daya serap
minyak, swelling power,
kelarutan.
Analisa sifat kimia : kadar
pati dan kadar amilosa
Air
Pengeringan suhu 50 oC, 4 jam
Penghalusan
Pengayakan
Pengemasan
Analisa
Universitas Sumatera Utara
27
Campuran pati
dan tepung =
250 g
H1 = Xanthan gum
H2 = CMC
H3 = Gum arab
Hidrokoloid
= 1,25 g
Perbandingan PK:PP:TT
T1 = 0% : 30% : 70%
T2 = 7,5% : 22,5% : 70%
T3 = 15% : 15% : 70%
T4 = 22,5% : 7,5% : 70%
T5 = 30% : 0% : 70%
Gambar 11. Skema pembuatan spaghetti talas
Pencampuran dan Pengadonan
Penyusunan spaghetti di atas loyang
Pengeringan Analisa:
- Proksimat (Kadar air,
abu, protein, lemak,
karbohidrat)
- Kadar serat
- Organoleptik (warna
dan tekstur)
Pati kentang
termodifikasi
HMT (PK)
Tepung Talas
(TT)
Pencampuran
Pencetakan untaian spaghetti
Spaghetti
Talas Kering
Pemasakan
Spaghetti
Talas
Analisa:
- Organoleptik (warna,
rasa, aroma, dan tekstur)
- Cooking Loss
- Waktu pemasakan
- Uji warna dan tekstur
Air = 175 g
Pati pisang
termodifikasi
HMT (PP)
Universitas Sumatera Utara
28
Pengamatan dan Pengukuran Data
Warna (Hutching, 1999)
Sampel spaghetti dipotong 2-3 mm dihaluskan dan ditempatkan pada
wadah yang transparan. Selanjutnya sensor alat kromameter didekatkan pada
sampel dan tombol pengukur ditekan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b.
L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0 = hitam sampai 100 =
putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-
100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Warna kromatik
campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk warna kuning, b-
= 0-(-70) untuk warna biru). oHue dapat dihitung dengan rumus:
oHue =
a
b tan 1 . Jika hasil yang diperoleh:
18o - 54
o maka produk berwarna red (R)
54o - 90
o maka produk berwarna yellow red (YR)
90o - 126
o maka produk berwarna yellow (Y)
126o - 162
o maka produk berwarna yellow green (YG)
162o - 198
o maka produk berwarna green (G)
198o - 234
o maka produk berwarna blue green (BG)
234o - 270
o maka produk berwarna blue (B)
270o - 306
o maka produk berwarna blue purple (BP)
306o - 342
o maka produk berwarna purple (P)
Densitas kamba (Muchtadi dan Sugiyono, 1992 dengan modifikasi)
Bahan dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dipadatkan sampai volumenya
mencapai 100 ml. Semua bahan dari gelas ukur dikeluarkan dan ditimbang
beratnya. Densitas kamba dinyatakan dengan satuan g/ml.
Universitas Sumatera Utara
29
Profil amilograf
Bahan sebanyak 3 g dilarutkan secara langsung pada akuades
sebanyak 25 ml. Pada pengukurannya sampel akan diatur suhu awalnya 50 oC
dalam satu menit pertama kemudian dipanaskan sampai suhu 95oC dalam waktu
7,5 menit dan ditahan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu, suhu sampel
didinginkan kembali pada suhu awal 50 oC selama 7,5 menit dan ditahan selama 2
menit. Kecepatan rotasi diatur pada 160 rpm selama proses. Parameter yang dapat
diukur adalah viskositas puncak, viskositas pasta panas (VPP), viskositas akhir
(FV) pada akhir pendinginan, viskositas breakdown (BD=VP-VPP), setback
(SB=FV-VPP) temperatur pasta dan suhu pada saat viskositas puncak.
Kadar oksalat (Ukpabi dan Ejidoh, 1989)
Sebanyak 2 g tepung disuspensikan dalam 190 ml air suling yang
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan larutan HCl 6
M sebanyak 10 ml. Suspensi dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam, diikuti
oleh pendinginan, dan kemudian ditambahkan air sampai 250 ml sebelum
difiltrasi. Kemudian jumlah filtrat sebanyak 125 ml yang dihasilkan dari tahap
pemanasan diencerkan sampai 300 ml lalu diambil 125 ml untuk dipanaskan
sampai hampir mendidih, lalu dititrasi dengan larutan KMnO4 0,05 M sampai
berubah warna menjadi warna merah muda hampir hilang yang berlangsung
selama 30 detik. Kandungan kalsium oksalat dapat dihitung dengan rumus:
54 10 5 ngberat tepu
2,4 0,00225 KMnO volume g) (mg/100oksalat kalsiumKadar
Universitas Sumatera Utara
30
Uji tanin (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 2 g ditambahkan 1 ml NaCl 10%, kemudian disaring.
Ditambahkan gelatin 10% ke dalam filtrat. Jika terbentuk endapan putih maka
hasil positif. Sedangkan dengan FeCl3 1% hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau kebiruan.
Kadar amilosa (Apriyantono, dkk., 1989)
Pembuatan kurva standar amilosa dilakukan dengan menimbang 40 mg
amilosa murni (potato starch) dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Tabung reaksi dipanaskan di
dalam air mendidih selama 10 menit. Setelah didinginkan larutan diencerkan
dengan akuades sampai volume 100 ml, kemudian diambil sebanyak 1, 2, 3, 4,
dan 5 ml larutan tersebut masing-masing dimasukkan dalam labu takar 100 ml,
ditambahkan masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml asam asetat 1 N dan
ditambahkan 2 ml larutan iod, kemudian diencerkan dengan akuades sampai
volume tepat 100 ml, dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru terbentuk
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
Penetapan contoh, sebanyak 100 mg contoh ditambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml
NaOH 1 N, campuran dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit. Setelah
dingin diencerkan dengan akuades sampai volume labu takar 100 ml,
ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod selanjutnya ditambahkan
air destilat sampai volume tepat 100 ml, dikocok dan didiamkan selama 20 menit.
Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 625 nm. Kadar amilosa dalam sampel dihitung berdasarkan nilai
absorbansi dengan persamaan:
Universitas Sumatera Utara
31
Kadar amilosa (%) 100% b
FP vA
dimana
a = konsentrasi amilosa dari kurva standar (mg/ml)
fp = faktor pengenceran
v = volume awal
b = berat sampel (mg)
Kadar pati (Apriyantono, dkk., 1989)
Sampel sebanyak 2-5 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam
beaker glass 250 ml, selanjutnya ditambahkan 50 ml akuades dan diaduk selama 1
jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai
volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan
dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam
Erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml air dan ditambahkan 20 ml
HCl 25%. Kemudian ditutup dengan penangas balik dan dipanaskan diatas
penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100 oC. Dibiarkan dingin
dan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml
sampai ± pH 7. Disaring kembali campuran diatas pada kertas saring, setelah itu
ditentukan kadar gula menggunakan DNS yang dinyatakan sebagai glukosa dari
filtrat yang diperoleh.
Pereaksi DNS untuk analisa kadar pati dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5
dinitrosalisilat, 19,8 g NaOH, 306 g Na-K-Tartarat, 7,6 g fenol (dicairkan pada
suhu 50 oC dan 8,3 g Na metabisulfit dalam 1416 ml akuades (pH netral).
Pengujian gula pereduksi dengan menggunakan kurva standar DNS adalah
sebagai berikut: 1 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air
Universitas Sumatera Utara
32
mendidih selama 5 menit dan dibiarkan sampai dingin pada suhu ruang. Blanko
dipersiapkan dengan mengganti sampel dengan akuades. Kurva standar dengan
konsentrasi larutan glukosa dan standar 0,05 – 0,25 mg/ml dilakukan dengan cara
yang sama seperti sampel. Kadar pati diukur dengan absorbansi pada panjang
gelombang 550 nm.
Kadar pati (%) 100% b
FPG 0,9
dimana:
0,90 = faktor pembanding berat molekul satu unit gula dalam molekul pati
G = konsentrasi glukosa dari kurva standar (mg/ml)
FP = faktor pengenceran
b = berat sampel (g)
Daya serap air dan minyak (Sathe dan Salunkhe, 1981)
Bahan sebanyak 1 g dilarutkan ke dalam 10 ml air (untuk daya serap air)
atau minyak (untuk daya serap minyak) selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu
kamar (21 oC). Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 30 menit.
Volume dari supernatan dicatat dan volume air atau minyak dapat dihitung
dengan asumsi berat jenis air 1 g/ml sedangkan minyak 0,8888 g/ml.
Swelling power (Leach, dkk., 1959)
Bahan sebanyak 1 g dicampur dengan 10 ml akuades dan dipanaskan pada
suhu 900C selama 30 menit sambil diaduk. Selanjutnya campuran disentrifugasi
selama 30 menit dengan kecepatan 2200 rpm untuk memisahkan antara padatan
dengan cairannya. Selanjutnya dibuang airnya lalu ditimbang berat supernatan.
Swelling power dihitung dengan rumus:
Universitas Sumatera Utara
33
Swelling power = berat endapan tertinggal
berat kering sampel
Kelarutan (Solubility) (Anderson, 1982)
Sebanyak 1 g bahan (tepung) dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan
ditambahkan 10 ml akuades, kemudian dikocok hingga tercampur merata.
Campuran dipanaskan dalam waterbath suhu 90oC selama 30 menit dan
disentrifuse dengan kecepatan 2200 rpm selama 30 menit. Supernatan
dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui
beratnya, kemudian dikeringkan pada oven suhu 105oC hingga beratnya konstan
lalu berat padatan supernatan kering ditimbang.
100% x awal sampelBerat
kering supernatanpadatan Berat (%)Kelarutan
Cooking time dan cooking loss (Oh, dkk., 1983)
Penentuan cooking time dan cooking loss dilakukan dengan merebus 5 g
spaghetti dalam air 150 ml air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan yang
ditandai dengan menghilangnya warna putih pada bagian tengah spaghetti,
spaghetti direndam dalam air dingin dan kemudian ditiriskan. Spaghetti ditimbang
dan dikeringkan pada suhu 105oC sampai beratnya konstan, lalu ditimbang
kembali. Cooking loss dihitung dengan rumus berikut:
Cooking loss 100% sampel)air kadar -(1 awalBerat
ndikeringkasetelah sampelBerat 1
Analisa tekstur dengan Universal Testing Machine Zwick Type Z0.5
Sampel direbus dalam air mendidih selama 9 menit kemudian diuji teksturnya
dengan menggunakan universal testing machine berdasarkan gaya yang diberikan
dengan cara menjepit kedua ujung dari spaghetti dengan panjang minimal 5-10
Universitas Sumatera Utara
34
cm. Kuat patah dihasilkan berdasarkan nilai F max (N) dan elongasi atau kuat
tarik berdasarkan nilai F strain (%).
Kadar air (AOAC, 1995)
Bahan ditimbang sebanyak 5 g di dalam cawan aluminum yang telah
diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven
dengan suhu sekitar 105oC – 110
oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di
dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan
dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan
kembali dengan desikatorselama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi
sampai diperoleh berat yang konstan.
Berat sampel awal – Berat sampel akhir
Kadar air (%) = x 100%
Berat sampel awal
Kadar abu (Sudarmadji, dkk., 1997)
Bahan yang telah dikeringkan ditimbang sebanyak 3-5 g di dalam cawan
porselin kering yang telah diketahui berat kosongnya (terlebih dahulu dibakar
dalam tanur dan didinginkan dalam desikator). Bahan dibakar selama 1 jam dalam
tanur dengan suhu 100oC, 2 jam dengan suhu 300
oC kemudian dengan suhu
500oC selama 2 jam. Cawan porselin didinginkan kemudian dikeluarkan dari
tanur dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
Kadar abu diperoleh dengan rumus :
Kadar abu (%) = Berat akhir x 100%
Berat sampel
Universitas Sumatera Utara
35
Kadar lemak (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian
diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang di atasnya dan
labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak,
kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu
lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan
ditampung kembali. Labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu
105oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator.
Labu beserta lemaknya ditimbang. Dihitung kadar lemak dengan rumus :
Berat Lemak (g)
Kadar lemak (%) = x 100%
Berat Sampel (g)
Kadar protein (Apriyantono, dkk., 1989)
Kadar protein dianalisis menggunakan metode kjeldahl. Sampel ditimbang
sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 15
ml H2SO4 pekat dan 1 tablet kjeldahl sebagai katalis. Sampel didestruksi pada
suhu 300 oC selama 4-6 jam. Labu kjeldahl beserta isinya kemudian didinginkan
lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40%
sebanyak 30 ml dan dibilas dengan akuades sebanyak 40 ml. Lalu ditambahkan
larutan asam borat 4% sebanyak 60 ml dan dititrasi dengan HCl 0,1 N. Hasil
titrasi akan muncul di layar alat titrasi dan alat destilasi. Penetapan blanko
dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel. Kadar protein dihitung
menggunakan rumus berikut:
(B-A) x N x 14,01 x FK
Kadar protein (%) = x 100%
Berat sampel x 1000
Universitas Sumatera Utara
36
Dimana :
A = ml HCl untuk titrasi blanko (ml)
B = ml HCl untuk titrasi sampel (ml)
N = Normalitas HCl
FK = Faktor Konversi (5,7)
Kadar karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)
Kadar serat kasar (Apriyantono, dkk., 1989)
Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian
ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Bahan dihidrolisis dengan autoclave selama
15 menit pada suhu 121 oC. Setelah didinginkan, ditambahkan NaOH 1,25 N
sebanyak 50 ml ke dalam sampel, kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit.
Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan
dan diketahui beratnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air
panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan air panas dan terakhir dengan
25 ml etanol 95%. Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama
satu jam, pengeringan dilanjutkan sampai berat konstan.
Berat Kertas Saring + Serat (g) – Berat Kertas saring (g) x 100%
Kadar serat = Berat Sampel Awal (g)
Kasar (%)
Uji organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur
Uji organoleptik warna, aroma, dan rasa dilakukan dengan uji kesukaan
atau uji hedonik. Sampel berupa spaghetti kering dan yang sudah dimasak
diberikan pada panelis sebanyak 20 orang dengan kode tertentu. Parameter yang
Universitas Sumatera Utara
37
diamati pada spaghetti kering yaitu warna dan tekstur dan spaghetti matang yaitu
warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan skala hedonik dan numerik seperti
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Skala uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur
Skala hedonik Skala numerik
Sangat suka 5
Suka 4
Agak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1
Universitas Sumatera Utara
38
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Tepung Talas, Pati Kentang HMT
dan Pati Pisang HMT
Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 menunjukkan hasil analisa yang dilakukan
terhadap tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang HMT yang meliputi
sifat fisik, sifat kimia, dan sifat fungsional.
Tabel 3 . Analisa sifat fisik tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang HMT
Analisa Bahan
Tepung Talas Pati Kentang HMT Pati Pisang HMT
Warna (oHue) 81,95 ± 0,95 62,72 ± 0,30 80,40 ± 1,75
L 87,30 ± 1,16 92,97 ± 0,14 82,62 ± 1,68
a 1,51 ± 0,28 3,86 ± 0,16 1,71 ± 0,22
b 10,62 ± 1,11 7,49 ± 0,39 10,21 ± 0,57
Densitas kamba (g/ml) 0,69 0,01 0,76 ± 0,02 0,73 ± 0,01
Viskositas (cP)
VP (Viskositas puncak) 964,33 ± 325,20 5775,33 ± 3883,38 3182,33 ± 352,85
VPP (Viskositas pasta
panas) 808 ± 230,10 4077,33 ± 2352,65 3186 ± 353,45
BV (Breakdown
viscosity) 156,33 ± 99,90 1698 ± 1481,88 -3,67 ± 1,1547
FV (Viskositas akhir) 1166,33 ±
278,89 5736,67 ± 3006,12 5511,33 ± 808,29
SB (Setback viscosity) 358,33 ± 50,50 1659,33 ± 654,89 2325,33 ± 455,06
Suhu gelatinisasi (oC) 87,8 0,69 78,48 ± 14,69 82,6 0,43
Tabel 4 . Analisa sifat kimia tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang
HMT
Analisa Bahan
Tepung Talas Pati Kentang HMT Pati Pisang HMT
Kadar oksalat (mg/100g) 37,67 0,04 Tidak diuji Tidak diuji
Uji tanin (-) Tidak diuji Tidak diuji
Kadar amilosa (%) 11,58 2,33 43,68 ± 0,63 61,59 ± 2,85
Kadar pati (%) 66,54 4,13 77,90 ± 2,21 67,55 ± 0,52 Keterangan:
(-) = negatif
Universitas Sumatera Utara
39
Tabel 5 . Analisa sifat fungsional tepung talas, pati kentang HMT, dan pati pisang
HMT
Analisa Bahan
Tepung Talas Pati Kentang HMT Pati Pisang HMT
Daya serap air (g/g) 1,79 0,25 0,95 ± 0,32 0,88 ± 0,52
Daya serap minyak (g/g) 1,40 0,19 1,23 ± 0,09 1,29 ± 0,21
Swelling power (g/g) 2,55 0,13 6,40 ± 0,08 6,12 ± 0,19
Kelarutan (%) 21,87 1,49 13,56 ± 0,40 16,30 ± 0,63
Dari ketiga bahan baku, warna (oHue) terendah hingga tertinggi terdapat
pada pati kentang HMT, pati pisang HMT, dan tepung talas. Nilai L dan a
tertinggi terdapat pada pati kentang HMT yang berarti bahwa warna pati tersebut
lebih cerah (berwarna putih) dan lebih merah dibandingkan tepung talas dan pati
pisang HMT. Nilai b tertinggi terdapat pada tepung talas dan nilai ini tidak jauh
berbeda dengan pati pisang HMT yang berarti warna tepung dan pati ini lebih
kuning dibandingkan pati kentang HMT.
Densitas kamba terendah hingga tertinggi terdapat pada tepung talas, pati
pisang HMT, dan pati kentang HMT. Nilai densitas kamba dapat menunjukkan
besarnya muatan tepung atau pati dalam suatu kemasan.
Bahan yang memiliki nilai viskositas yang meliputi viskositas puncak,
viskositas pasta panas, breakdown viscosity, viskositas puncak, dan setback
viscosity yang terendah hingga tertinggi adalah tepung talas, pati pisang HMT dan
pati kentang HMT. Namun untuk nilai setback viscosity pati kentang memiliki
nilai yang lebih rendah dibandingkan pati pisang. Menurut Olatunde, dkk. (2017)
pengujian viskositas (profil amilograf) menunjukkan sifat pati yang telah
disuspensikan dengan air selama proses pemanasan. Menurut Otegbayo, dkk.
(2010) viskositas puncak yang lebih tinggi menunjukkan bahwa pada saat
pemasakan pati akan membentuk gel yang lebih padat. Menurut Afifah dan
Ratnawati (2017) viskositas pasta panas menunjukkan kemampuan granula pati
Universitas Sumatera Utara
40
yang tahan terhadap pemanasan dan kerusakan. Nilai breakdown viscosity
menunjukkan kerentanan granula pati untuk menjadi rusak atau hancur. Viskositas
puncak menunjukkan kemampuan bahan untuk menghasilkan gel yang kental
setelah dimasak dan didinginkan. Nilai setback viscosity dapat menunjukkan
kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi. Grafik viskositas dapat dilihat
pada Gambar 12.
Gambar 12. Perubahan nilai viskositas tepung talas, pati pisang HMT, dan pati
kentang HMT
Suhu gelatinisasi terendah hingga tertinggi terdapat pada pati kentang
HMT, pati pisang HMT, dan tepung talas. Menurut Kaur dan Singh (2005) suhu
gelatinisasi menunjukkan suhu minimum untuk memanaskan tepung. Jika tepung
memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi berarti tepung bersifat resisten terhadap
pembengkakan dan penghancuran. Ini berarti tepung talas memiliki sifat yang
lebih resisten terhadap pembengkakan dan penghancuran dibandingkan dua bahan
lainnya karena memiliki suhu gelatinisasi tertinggi.
Kadar oksalat tepung talas adalah 37,6706 mg/100 g yang tergolong
rendah. Kadar kristal oksalat tepung talas menurun ketika proses pengolahan talas
0
20
40
60
80
100
120
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
1 17 33 49 65 81 97 113129145161177193209225241257273289305321337
Suhu (
oC
)
Vis
ko
sita
s (c
P)
Waktu (detik)
Tepung Talas Pati Pisang HMT Pati Kentang HMT Suhu
Universitas Sumatera Utara
41
menjadi tepung talas dan ini menyebabkan tepung talas tidak terasa gatal. Hal ini
disebabkan umbi talas telah mengalami perlakuan perendaman dalam larutan
garam. Selain itu proses pengolahan talas menjadi tepung talas yang melewati
banyak perlakuan pengolahan seperti pemotongan, pengirisan, perendaman
larutan garam, pengeringan, penghalusan, dan pemanasan yang dapat
menyebabkan penurunan kadar oksalatnya. Uji tanin yang dilakukan bersifat
negatif. .
Kadar amilosa terendah hingga tertinggi terdapat pada tepung talas, pati
kentang HMT, dan pati pisang HMT. Pati pisang memiliki kadar amilosa yang
lebih tinggi sehingga akan menghasilkan gel yang lebih padat dibandingkan pati
kentang dan tepung talas (Olatunde, dkk. 2017). Kadar pati terendah hingga
tertinggi terdapat pada tepung talas, pati pisang HMT, dan pati kentang HMT.
Nilai kadar pati ketiga bahan tergolong tinggi.
Nilai daya serap air terendah hingga tertinggi terdapat pada pati pisang
HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas. Menurut Otegbayo, dkk. (2010) nilai
daya serap air yang tinggi menunjukkan ikatan amilosa dan amilopektin yang
renggang pada granula. Sedangkan jika nilai daya serap air rendah maka
ikatannya lebih rapat. Ini menunjukkan bahwa pati pisang memiliki ikatan
amilosa dan amilopektin yang lebih rapat.
Nilai daya serap minyak terendah hingga tertinggi terdapat pada pati
kentang HMT, pati pisang HMT, dan tepung talas. Menurut Singh, dkk. (2017)
daya serap minyak yang tinggi menunjukkan bahwa tepung atau pati baik untuk
membuat makanan yang memerlukan pencampuran dengan minyak seperti roti.
Universitas Sumatera Utara
42
Nilai swelling power terendah hingga tertinggi terdapat pada tepung
talas, pati pisang HMT, dan pati kentang HMT. Menurut Olatunde, dkk. (2017)
swelling power merupakan kemampuan pati untuk menyerap air dan membesar
pada kondisi air yang berlebih. Nilai swelling power pati kentang HMT adalah
yang tertinggi disebabkan oleh melemahnya ikatan amilosa dalam pati tersebut.
Menurut Pranoto, dkk. (2014) selama proses modifikasi heat moisture treatment
(HMT), ikatan molekul di dalam pati akan melemah sehingga akan terjadi
peningkatan swelling power.
Nilai kelarutan terendah hingga tertinggi terdapat pada pati kentang
HMT, pati pisang HMT, dan tepung talas. Menurut Ratnayake, dkk. (2002)
kelarutan dapat meningkat apabila struktur kristal dalam pati yang dipanaskan
mengalami kerusakan, maka molekul air akan membentuk ikatan hidrogen
terhadap amilosa dan amilopektin yang terlepas. Kelarutan menunjukkan interaksi
antara rantai pati dalam bagian kristal dan amorf. Interaksi ini dipengaruhi oleh
perbandingan amilosa dan amilopektin. Ikatan amilosa yang lemah di dalam
granula pati dapat meningkatkan nilai kelarutan (Pranoto, dkk., 2014). Kelarutan
tepung talas adalah yang tertinggi sehingga dapat dikatakan bahwa ikatan amilosa
yang terdapat dalam tepung lemah.
Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan Tepung
Talas serta Penambahan Hidrokoloid terhadap Mutu Fisik Spaghetti
Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung
talas dan pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap mutu fisik spaghetti pada
parameter dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 6. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung
talas terhadap mutu fisik spaghetti
Parameter Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung
talas pada spaghetti
T1 T2 T3 T4 T5
Warna (oHue) 88,25 ±
2,38
87,67 ±
2,65
88,15 ±
0,59
88,23 ±
2,24
88,16 ±
1,12
Cooking time
(detik)
525cC
±
6,08
604bB
±
149,41
649bAB
±
104,98
599bB
±
242,86
657aA
±
19,75
Cooking loss
(%)
36,70 ±
15,86
32,97 ±
4,09
33,19 ±
17,66
30,94 ±
7,38
33,04 ±
7,94
Tekstur
- F max (N)
- Elongasi (%)
0,12 ±
0,02 0,16 ± 0,13 0,17 ± 0,13 0,2 ± 0,03
0,18 ±
0,15
22,13aA
±
5,62
19,89bB
±
3,4
19,28bB
±
10,8
14,09cD
±
1,88
17,06cC
±
3,99 Keterangan: T1 = 0% : 30% : 70%
T2 = 7,5% : 22,5% : 70%
T3 = 15% : 15% : 70%
T4 = 22,5% : 7,5% : 70%
T5 = 30% : 0% : 70%
Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama
berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada
taraf 1% (huruf besar) dengan uji DMRT.
Tabel 7. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu fisik spaghetti
Parameter Jenis hidrokoloid pada spaghetti
H1 = Xanthan gum H2 = CMC H3 = Gum arab
Warna 88,24 ± 1,26 88,16 ± 1,51 87,87 ± 2,55
Cooking time
(detik)
617aA
± 277,11 615abA
± 155,06 587bA
± 199,25
Cooking loss (%) 30,65bB
± 7,61 32,91abAB
± 3,99 36,55aA
± 13,89
Tekstur
- F max (N) 0,21 ± 0,1 0,15 ± 0,07 0,14 ± 0,06
- Elongasi (%) 20,19aA
± 7,49 16,69cC
± 5,16 18,59bB
± 9,52 Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama
berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada
taraf 1% (huruf besar) dengan uji DMRT.
Warna
Hasil analisis ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa perbandingan
pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan hidrokoloid, dan
interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap warna spaghetti.
Universitas Sumatera Utara
44
Cooking time
Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perbandingan
pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai cooking time spaghetti yang
dihasilkan. Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan proporsi pati pisang HMT
yang semakin tinggi maka nilai cooking time cenderung meningkat.
Gambar 13. Hubungan perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap cooking time spaghetti
Hal ini disebabkan oleh suhu gelatinisasi pati pisang HMT yang lebih
tinggi daripada pati kentang HMT. Menurut Singh, dkk. (2002) mie yang terbuat
dari pati kentang memiliki suhu gelatinisasi yang rendah dan Kaur dan Singh
(2005) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi bahan yang lebih tinggi lebih resisten
terhadap pembengkakan dan pengrusakan granula pati. Oleh sebab itu, spaghetti
yang ditambahi pati pisang HMT memiliki cooking time yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang ditambahi pati kentang HMT karena pati pisang HMT
memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi yaitu 82,6oC dibandingkan pati
kentang HMT sebesar 78,48oC. Pati pisang HMT juga memiliki setback viscosity
525 cC
604 bB 649 bAB
599 bB 657 aA
0
100
200
300
400
500
600
700
800
T1 T2 T3 T4 T5
Co
okin
g t
ime
(det
ik)
Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas
Universitas Sumatera Utara
45
dan kadar amilosa yang lebih tinggi dibandingkan pati kentang HMT sehingga
ecenderungan untuk beretrogradasi lebih tinggi. Retrogradasi merupakan keadaan
dimana amilosa yang telah keluar dari granula pati yang pecah akan terikat
kembali. Ikatan amilosa ini dapat menghalangi air untuk masuk sehingga
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pemasakan.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa jenis
hidrokoloid yang ditambahkan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)
terhadap cooking time spaghetti yang dihasilkan. Gambar 14 menunjukkan bahwa
nilai cooking time tertinggi terdapat pada penambahan hidrokoloid H1 (xanthan
gum) dengan waktu 617 detik (10 menit 28 detik) sedangkan nilai cooking time
terendah terdapat pada penambahan hidrokoloid H3 (gum arab) dengan waktu 587
detik (10 menit 18 detik). Menurut Kaur, dkk. (2015) waktu pemasakan yang
dibutuhkan lebih lama dengan adanya penambahan hidrokoloid mungkin
disebabkan oleh persediaan air yang terbatas di dalam granula pati yang terdapat
pada untaian mie sehingga menyebabkan granula pati lebih lama untuk
membengkak.
Gambar 14. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking time spaghetti
617 aA 615 abA
587 bA
550
560
570
580
590
600
610
620
630
640
H1 H2 H3
Co
okin
g t
ime
(men
it)
Hidrokoloid 0,5%
Universitas Sumatera Utara
46
Hasil analisis ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa interaksi
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan jenis
hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai
cooking time spaghetti yang dihasilkan. Gambar 15 menunjukkan bahwa pada
perbandingan T3 dan T4 cooking time tertinggi terdapat pada hidrokoloid xanthan
gum dan diikuti oleh CMC dan gum arab. Pada T1 dan T5 cooking time antara
ketiga jenis hidrokoloid berbeda tidak nyata. Sedangkan pada T2 cooking time
tertinggi terdapat pada hidrokoloid CMC dan diikuti oleh gum arab dan xanthan
gum. Pada gambar juga dapat dilihat bahwa cooking time meningkat seiring
dengan peningkatan proporsi pati pisang HMT. Interaksi antara pati dengan
hidrokoloid memberikan kontribusi terhadap cooking time spaghetti.
Menurut Wüstenberg (2015) xanthan gum bersifat stabil terhadap panas
sedangkan protein dari gum arab yang berperan dalam emulsifikasi mengalami
denaturasi ketika terkena panas. Adapun fungsi dari emulsifier menurut Gomez
dan Sciarini (2015) yaitu untuk mengurangi pembengkakan pati dan keluarnya
amilosa ketika dipanaskan. Suhu gelatinisasi pati pisang HMT lebih tinggi
daripada pati kentang HMT. Menurut Singh, dkk. (2002) mie yang terbuat dari
pati kentang memiliki suhu gelatinisasi yang rendah dan Kaur dan Singh (2005)
menyatakan bahwa suhu gelatinisasi bahan yang lebih tinggi lebih resisten
terhadap pembengkakan dan pengrusakan granula pati. Selain itu, kadar amilosa
dan setback viscosity pati pisang HMT lebih tinggi sehingga kecenderungan untuk
beretrogradasi tinggi sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk pemasakan
disebabkan oleh ikatan amilosa yang terikat kembali yang menyebabkan
masuknya air menjadi terhambat.
Universitas Sumatera Utara
47
Gambar 15. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang
HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap cooking
time spaghetti
Cooking loss
Hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbandingan
pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas memberikan pengaruh
berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap cooking loss spaghetti. Tetapi, jenis
hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
cooking loss spaghetti yang dihasilkan. Gambar 16 menunjukkan bahwa nilai
cooking loss tertinggi terdapat pada penambahan jenis hidrokoloid H3 (gum arab)
dengan nilai sebesar 36,55% sedangkan nilai cooking loss terendah terdapat pada
penambahan jenis hidrokoloid H1 (xanthan gum) dengan nilai sebesar 30,65%.
Menurut Wüstenberg (2015) xanthan gum bersifat stabil terhadap panas
sedangkan protein dari gum arab yang berperan dalam emulsifikasi mengalami
denaturasi ketika terkena panas. Adapun fungsi dari emulsifier menurut Gomez
dan Sciarini (2015) yaitu untuk mengurangi pembengkakan pati dan keluarnya
52
4 g
hE
F
54
8 g
E
68
7 aA
67
3 ab
AB
65
6 b
cAB
52
7 g
hE
F
64
4 cd
BC
D
64
2 cd
BC
D
61
2 fD
65
2 b
cBC
52
3 h
EF
61
9 d
eCD
61
8 ef
CD
51
2 h
F
66
5 b
cAB
0
100
200
300
400
500
600
700
800
0%:30%:70% 7.5%:22.5%:70% 15%:15%:70% 22.5%:7.5%:70% 30%:0%:70%
Co
okin
g t
ime
(det
ik)
Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas
Xanthan gum CMC Gum arab
Universitas Sumatera Utara
48
amilosa ketika dipanaskan. Berdasarkan hal ini maka penggunaan gum arab
sebagai hidrokoloid pada spaghetti memiliki nilai cooking loss terbesar.
Gambar 16. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking loss spaghetti
Hasil analisis ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa interaksi
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan jenis
hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap cooking
loss spaghetti yang dihasilkan.
Tekstur
Tekstur (Fmax)
Hasil analisis ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa perbandingan
pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan hidrokoloid, dan
interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap tekstur (Fmax) spaghetti.
Elongasi
Elongasi merupakan pengukuran seberapa jauh untaian mie terputus
(Afifah dan Ratnawati, 2017). Hasil analisis ragam pada Lampiran 6
menunjukkan bahwa perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan
30,65 bB 32,91 abAB 36,55 aA
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
H1 H2 H3
Co
okin
g l
oss
(%
)
Hidrokoloid 0,5%
Universitas Sumatera Utara
49
tepung talas memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai
elongasi spaghetti. Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi pati
pisang HMT maka semakin rendah nilai elongasi yang diperoleh. Hal ini tidak
sesuai dengan pernyataan dari Afifah dan Ratnawati (2017) yang menyatakan
bahwa mie yang terbuat dari tepung yang memiliki amilosa tinggi memiliki
elongasi yang lebih tinggi karena pati kentang HMT memiliki kadar amilosa yang
lebih rendah yaitu sebesar 43,68% daripada pati pisang HMT sebesar 61,59%.
Menurut Herawati, dkk. (2017) mie yang bertekstur padat memiliki kandungan
amilosa yang tinggi sehingga terjadi retrogradasi yang baik. Kandungan amilosa
yang tinggi menyebabkan meningkatnya kekuatan tarik dari mie sehingga
semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin tinggi nilai elongasi mie.
Gambar 17. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap persen elongasi spaghetti
Hasil analisis ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa jenis
hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai
elongasi spaghetti. Gambar 18 menunjukkan bahwa persen elongasi tertinggi
terdapat pada penambahan jenis hidrokoloid H1 (xanthan gum) yaitu 20,19%
sedangkan persen elongasi terendah terdapat pada penambahan jenis hidrokoloid
22,13 aA
19,89 bB 19,28 bB
14,09 cD
17,06 cC
0
5
10
15
20
25
T1 T2 T3 T4 T5
Per
sen e
longas
i (%
)
Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas
Universitas Sumatera Utara
50
H2 (CMC) yaitu 16,69%. Penambahan xanthan gum memberikan bentuk adonan
yang lebih kokoh dan keras dibandingkan dengan hidrokoloid lain. Menurut Kaur,
dkk. (2015) hidrokoloid dapat meningkatkan mutu tekstur suatu produk.
Gambar 18. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap persen elongasi spaghetti
Hasil analisis ragam pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa interaksi
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan jenis
hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai
elongasi spaghetti. Gambar 19 menunjukkan bahwa persen elongasi tertinggi
terdapat pada interaksi T3H1 yaitu perbandingan pati pisang HMT, pati kentang
HMT dan tepung talas dengan perbandingan 15% : 15% : 70% dengan
penambahan xanthan gum 0,5% dengan persen elongasi sebesar 25,78%.
Sedangkan persen elongasi terendah terdapat pada interaksi T4H2 yaitu
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas dengan
perbandingan 22,5% : 7,5% : 70% dengan penambahan CMC 0,5% dengan persen
elongasi sebesar 13,34%.
Menurut Afifah dan Ratnawati (2017), mie yang terbuat dari tepung yang
memiliki amilosa tinggi memiliki nilai elongasi yang lebih tinggi. Menurut
Herawati, dkk. (2017) mie yang bertekstur padat memiliki kandungan amilosa
20,19 aA
16,69 cC 18,59 bB
0
5
10
15
20
25
H1 H2 H3
Per
sen e
longas
i (%
)
Hidrokoloid 0,5%
Universitas Sumatera Utara
51
yang tinggi sehingga terjadi retrogradasi yang baik. Kandungan amilosa yang
tinggi menyebabkan meningkatnya kekuatan tarik dari mie sehingga semakin
tinggi kandungan amilosa maka semakin tinggi nilai elongasi mie. Perlakuan T3H1
memiliki nilai amilosa yang lebih rendah dibandingkan dengan T4H2 namun
adanya pengaruh dari penambahan xanthan gum memberikan hasil elongasi yang
lebih baik pada T3 karena xanthan gum memiliki kemampuan seperti gluten yang
mampu memerangkap pati dengan baik dan juga stabil terhadap panas yang
terjadi saat perebusan spaghetti sebelum elongasi dianalisa.
Gambar 19. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang
HMT, dan tepung talas dengan penambahan jenis hidrokoloid
terhadap persen elongasi spaghetti
Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan Tepung
Talas serta Penambahan Hidrokoloid terhadap Mutu Kimia Spaghetti
Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung
talas dan pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap mutu kimia spaghetti dapat
dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.
20
,45
cdB
C
20
,04
cdB
C
25
,78
aA
15
,28
gE
19
,41
dC
D
20
,57
bcB
C
18
,13
eD
15
,61
fE
13
,34
hF
15
,81
fE
25
,38
aA
21
,52
bB
16
,43
fE
13
,64
hF
15
,95
fE
0
5
10
15
20
25
30
T1 T2 T3 T4 T5
Per
sen e
longas
i (%
)
Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas
Xanthan gum CMC Gum arab
Universitas Sumatera Utara
52
Tabel 8. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung
talas terhadap mutu kimia spaghetti
Parameter Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung
talas terhadap karakteristik fisik spaghetti
T1 T2 T3 T4 T5
Kadar air (%) 8,27 ±
3,21 7,76 ± 0,74
8,11 ±
0,48
7,32 ±
1,51
7,51 ±
0,75
Kadar abu (%) 9,94 ±
0,45 9,37 ± 0,42 9,6 ± 0,71
9,61 ±
0,54
9,82 ±
0,64
Kadar lemak
(%)
9,23 ±
4,65 8,48 ± 2,47
9,56 ±
0,85
9,27 ±
0,61
9,03 ±
1,54
Kadar protein
(%)
0,19bcAB
± 0,05
0,18cB
±
0,12
0,22abAB
±
0,01
0,24aA
±
0,07
0,23abA
±
0,07
Kadar
karbohidrat (%)
72,34 ±
8,04
74,19 ±
2,31
72,49 ±
0,96
73,53 ±
2,37
73,38 ±
2,68
Kadar serat
kasar (%)
2,62a ±
2,75
1,97b ±
0,96
2,31ab
±
0,79
2,02b ±
0,31
1,99b ±
0,35 Keterangan: T1 = 0% : 30% : 70%
T2 = 7,5% : 22,5% : 70%
T3 = 15% : 15% : 70%
T4 = 22,5% : 7,5% : 70%
T5 = 30% : 0% : 70%
Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama
berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada
taraf 1% (huruf besar) dengan uji DMRT.
Tabel 9. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu kimia spaghetti
Parameter Jenis hidrokoloid pada spaghetti
H1 = Xanthan gum H2 = CMC H3 = Gum arab
Kadar air (%) 7,65 ± 1,05 7,90 ± 2,16 7,84 ± 2,24
Kadar abu (%) 9,68 ± 0,85 9,64 ± 0,82 9,68 ± 0,84
Kadar lemak (%) 8,88 ± 2,54 9,38 ± 2,25 9,08 ± 2,64
Kadar protein (%) 0,22 ± 0,07 0,20 ± 0,14 0,21 ± 0,05
Kadar karbohidrat (%) 73,54 ± 3,3 72,86 ± 4,25 73,16 ± 5,11
Kadar serat kasar (%) 2,41 ± 2,07 2,12 ± 0,55 2,03 ± 1,13
Kadar air
Hasil analisis ragam pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa perbandingan
pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan hidrokoloid,
dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap kadar air spaghetti.
Universitas Sumatera Utara
53
Kadar abu
Hasil analisis ragam pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perbandingan
pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, jenis hidrokoloid, dan
interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap kadar abu spaghetti.
Kadar lemak
Hasil analisis ragam pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, jenis
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak spaghetti.
Kadar protein
Hasil analisa ragam pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa perbandingan
pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar spaghetti. Tetapi jenis hidrokoloid
dan interaksi antara perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas
dengan jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap kadar protein spaghetti. Gambar 20 menunjukkan bahwa penambahan
sejumlah pati pisang termodifikasi HMT cenderung meningkatkan kadar protein
spaghetti. Kadar protein spaghetti yang dihasilkan tergolong sangat rendah karena
bahan baku yang digunakan memiliki kadar protein yang rendah. Menurut Yadav,
dkk. (2016) kadar protein pati pisang lebih besar daripada pati kentang. sehingga
spaghetti dengan proporsi pati pisang HMT yang semakin besar mengalami
peningkatan kadar protein.
Universitas Sumatera Utara
54
Gambar 20. Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas
terhadap kadar protein
Kadar karbohidrat
Hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap kadar karbohidrat spaghetti.
Kadar serat kasar
Hasil analisa ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas memberikan
pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar serat spaghetti yang dihasilkan.
Tetapi, jenis hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
terhadap kadar serat spaghetti. Gambar 21. menunjukkan bahwa kadar serat
tertinggi terdapat pada T1 (0% : 30% : 70%) yaitu sebesar 2,62% sedangkan kadar
serat terendah terdapat pada T2 (7,5% : 22,5% : 70%) yaitu sebesar 1,97% dimana
kedua nilai tersebut tergolong rendah. Menurut Lizarazo, dkk. (2015) pati kentang
memiliki kandungan serat kasar sebesar 0,02% dan menurut Olatunde, dkk.
(2017), pati pisang memiliki kadar serat kasar yang cukup rendah yaitu sekitar
0,19 bcAB
0,18 cB
0,22 abAB 0,24 aA
0,23 abA
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
T1 T2 T3 T4 T5
Kad
ar p
rote
in (
%)
Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas
Universitas Sumatera Utara
55
0,4%. Namun, kadar serat untuk setiap varietas memiliki perbedaan. Kentang
merah yang digunakan mungkin memiliki kandungan serat yang lebih tinggi
dibandingkan pisang kepok yang digunakan dalam pembuatan spaghetti.
Gambar 21. Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas
terhadap kadar serat spaghetti.
Hasil analisis ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa interaksi
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas serta
hidrokoloid memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
serat spaghetti. Gambar 22 menunjukkan bahwa pada perbandingan T1, T2, dan
T4, kadar serat tertinggi diperoleh pada hidrokoloid xanthan gum diikuti oleh
CMC dan gum arab, tetapi pada perbandingan T3 dan T5 kadar serat tertinggi
diperoleh pada hidrokoloid gum arab diikuti oleh CMC dan xanthan gum. Hasil
uji DMRT pada Lampiran 7 menunjukkan secara umum untuk semua interaksi
perlakuan perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas
tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata kecuali pada perlakuan T1H1
(perbandingan 0% : 30% : 70% dengan penambahan hidrokoloid xanthan gum).
Interaksi antara pati dengan hidrokoloid memberikan kontribusi terhadap kadar
2,62 a
1,97 b
2,31 ab
2,02 b 1,99 b
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
T1 T2 T3 T4 T5
Kad
ar s
erat
kas
ar (
%)
Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas
Universitas Sumatera Utara
56
serat spaghetti. Menurut Wüstenberg (2015), xanthan gum memiliki kandungan
serat 100% dan gum arab sebesar 80%. Menurut Lizazaro, dkk. (2015) pati
kentang memiliki kandungan serat kasar sebesar 0,02% dan menurut Olatunde,
dkk. (2017), pati pisang memiliki kadar serat yang rendah yaitu sekitar 0,4%.
Namun, kadar serat untuk setiap varietas memiliki perbedaan. Kentang merah
yang digunakan mungkin memiliki kandungan serat yang lebih tinggi
dibandingkan pisang kepok sehingga nilai kadar serat T1H1 lebih tinggi
dibandingkan T2H3.
.
Gambar 22. Pengaruh interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang
HMT, dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap kadar
serat spaghetti
Pengaruh Perbandingan Pati Pisang HMT, Pati Kentang HMT, dan Tepung
Talas serta Penambahan Hidrokoloid terhadap Mutu Sensori Spaghetti
Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung
talas dan pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap mutu sensori spaghetti
dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.
3,6
3 aA
2,2
1 b
cdB
CD
2,1
2 b
cdB
CD
2,1
4 b
cdB
CD
1,9
3 cd
eCD
2,3
9 b
cBC
2,1
0 cd
BC
D
2,2
0 b
cdB
CD
1,9
8 cd
eCD
1,9
3 cd
eCD
1,8
4 d
eCD
1,6
0 eD
2,6
1 b
B
1,9
5 cd
eCD
2,1
3 b
cdB
CD
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
T1 T2 T3 T4 T5
Kad
ar s
erat
kas
ar (
%)
Perbandingan pati pisang HMT : pati kentang HMT : tepung talas
Xanthan gum CMC Gum arab
Universitas Sumatera Utara
57
Tabel 10. Pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan
tepung talas terhadap mutu sensori spaghetti
Parameter Perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan
tepung talas pada spaghetti
T1 T2 T3 T4 T5
Nilai organoleptik
(spaghetti matang)
- Warna 3,45 ± 0,4
3,57 ±
0,52
3,45 ±
0,54
3,45 ±
0,16
3,19 ±
0,63
- Rasa 3,48 ± 0,1
3,56 ±
0,05 3,46 ± 0,2
3,48 ±
0,25 3,33 ± 0,7
- Aroma 3,56 ±
0,27
3,65 ±
0,21
3,60 ±
0,25
3,60 ±
0,42
3,53 ±
0,32
- Tekstur 3,18 ±
0,57
3,28 ±
0,18
3,32 ±
0,28
3,28 ±
0,17
3,04 ±
0,37
-Penerimaan
umum
3,33 ±
0,47
3,43 ±
0,24
3,46 ±
0,26
3,41 ±
0,17
3,25 ±
0,23
Nilai organoleptik
(spaghetti kering)
- Warna 3,61 ±
0,08
3,82 ±
0,43 3,82 ± 0,2
3,77 ±
0,07
3,72 ±
0,53
- Tekstur 3,47 ± 0,2
3,65 ±
0,22
3,60 ±
0,23
3,64 ±
0,02
3,44 ±
0,05 Keterangan: T1 = 0% : 30% : 70%
T2 = 7,5% : 22,5% : 70%
T3 = 15% : 15% : 70%
T4 = 22,5% : 7,5% : 70%
T5 = 30% : 0% : 70%
Tabel 11. Pengaruh jenis hidrokoloid terhadap mutu sensori spaghetti
Parameter Jenis hidrokoloid pada spaghetti
H1 = Xanthan gum H2 = CMC H3 = Gum arab
Nilai organoleptik
(spaghetti matang)
- Warna 3,39 ± 0,88 3,38 ± 0,34 3,49 ± 0,35
- Rasa 3,42 ± 0,64 3,49 ± 0,14 3,48 ± 0,15
- Aroma 3,53 ± 0,29 3,65 ± 0,32 3,59 ± 0,13
- Tekstur
- Penerimaan umum
3,22 ± 0,55
3,38 ± 0,42
3,19 ± 0,51
3,38 ± 0,43
3,25 ± 0,24
3,38 ± 0,2
Nilai organoleptik
(spaghetti kering)
- Warna 3,76 ± 0,4 3,71 ± 0,37 3,78 ± 0,36
- Tekstur 3,55 ± 0,3 3,6 ± 0,34 3,53 ± 0,3
Universitas Sumatera Utara
58
Nilai Organoleptik
Warna (Spaghetti kering)
Hasil analisis ragam pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap warna spaghetti.
Tekstur (Spaghetti kering)
Hasil analisis ragam pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap tekstur spaghetti.
Warna (Spaghetti matang)
Hasil analisis ragam pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap warna spaghetti.
Tekstur (Spaghetti matang)
Hasil analisis ragam pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap tekstur spaghetti.
Rasa
Universitas Sumatera Utara
59
Hasil analisis ragam pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap rasa spaghetti.
Aroma
Hasil analisis ragam pada Lampiran 20 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap aroma spaghetti.
Penerimaan umum
Hasil analisis ragam pada Lampiran 21 menunjukkan bahwa
perbandingan pati pisang, pati kentang HMT, dan tepung talas, penambahan
hidrokoloid, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak
nyata (P>0,05) terhadap penerimaan umum spaghetti.
Universitas Sumatera Utara
60
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perbandingan pati pisang dan kentang HMT serta tepung talas
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar
protein, cooking time, dan elongasi spaghetti, berbeda nyata (P<0,05)
terhadap kadar serat, dan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar
air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat, cooking loss, tekstur
(Fmax), warna, nilai organoleptik meliputi warna spaghetti matang dan
kering, tekstur spaghetti matang dan kering, rasa, aroma, dan penerimaan
umum.
2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penambahan jenis hidrokoloid
0,5% memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
cooking loss dan elongasi spaghetti, berbeda nyata (P<0,05) terhadap
cooking time, dan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air, kadar
abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat, tekstur
(Fmax), warna, nilai organoleptik meliputi warna spaghetti matang dan
kering, tekstur spaghetti matang dan kering, rasa, aroma, dan penerimaan
umum.
3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, interaksi perbandingan pati
pisang dan kentang HMT serta tepung talas dengan penambahan jenis
hidrokoloid 0,5% memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)
Universitas Sumatera Utara
61
terhadap kadar serat, cooking time, dan elongasi spaghetti dan berbeda
tidak nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein,
kadar karbohidrat, cooking loss, tekstur (Fmax), warna, nilai
organoleptik meliputi warna spaghetti matang dan kering, tekstur
spaghetti matang dan kering, rasa, aroma, dan penerimaan umum.
4. Spaghetti dengan perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan T4H1 yaitu
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT, dan tepung talas
dengan perbandingan 22,5% : 7,5% : 70% dengan penambahan xanthan
gum 0,5% yang dilihat dari parameter cooking loss dan cooking time
serta dari segi penampakannya.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan spaghetti dengan
tekstur yang lebih baik dengan adanya penambahan bahan yang
mengandung protein.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan extruder untuk
menghasilkan spaghetti dengan mutu yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
62
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, K. A., S. K. Khalil, dan A. S. M. Hussin. 2010. Modified starches and
their usages in selected food products: a review study. Journal of
Agricultural Science. 2(2): 90-100.
Afifah, N. dan L. Ratnawati. 2017. Quality assessment of dry noodles made from
blend of mocaf flour, rice flour and corn flour. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science. 101(2017): 012-021.
Alam, F., A. Siddiqui, Z. Lutfi, dan A. Hasnain. 2009. Effect of different
hydrocolloids on gelatinization behaviour of hard wheat flour. Trakia
Journal of Sciences. 7(1): 1-6.
Anderson, R. A. 1982. Water absorption and solubility and amylograph
characteristics on roll-cooked small grain products. Cereal Chemistry. 59:
265-269.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official
Analytical Chemists. Washington: AOAC.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto.
1989. Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi.
Bakerpedia. 2018. https://www.bakerpedia.com/ingredients/acacia-gum/. Diakses
15 Agustus 2018.
Beyond Celiac. 2017. https://www.beyondceliac.org/celiac-disease/. Diakses 15
Juli 2017.
Cellulose ether. 2018. https://www.celluloseether.com/properties-of-cmc-
carboxymethlcellulose/. Diakses 15 Agustus 2018.
Eneh, O. C. 2013. Towards food security and improved nutrition in Nigeria: Taro
(Colocacia antiquorum) grit as carbohydrate supplement in energy food
drink. African Journal of Food Science. 7(10): 355-360.
Erika, C. 2010. Produksi pati termodifikasi dari berbagai jenis pati. Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 7(3): 130-137.
Universitas Sumatera Utara
63
Fauzi, D., L. M. Baga, dan N. Tinaprilla. 2016. Strategi pengembangan agribisnis
kentang merah di Kabupaten Solok. Jurnal Agraris. 2(1): 87-96.
García-Ochoa, F., V. E. Santos, J. A. Casas, dan E. Gómez. 2000. Xanthan gum:
production, recovery, and properties. Biotechonology Advances. 18(2000):
549-579.
Gomez, M. dan L. S. Sciarini. 2015. Gluten-Free Bakery Products and Pasta.
Advances in the Understanding of Gluten Related Pathology and the
Evolution of Gluten-Free Foods. OmniaScience, Barcelona.
González-Soto, R. A., L. Sánchez-Hernandez, J. Solorza-Feria, C. Núñez-
Santiago, E. Flores-Huicocheal, dan L. A. Bello-Pérez. 2006. Resistant
starch production from non-conventional starch sources by extrusion. J.
Food Sci. Tech. 12(1): 5-11.
Hager, A.-S., E. Zannini, dan E. K. Arendt. 2012. Gluten-free pasta-advances in
research and commercialization. Cereal Foods World. 57(5): 225-229.
Hakim, A. R. dan A. Chamidah. 2013. Aplikasi gum arab dan dekstrin sebagai
bahan pengikat protein ekstrak kepala udang. JPB Kelautan dan Perikanan.
8(1): 45-54.
Hakiim, A. dan F. Sistihapsari. 2011. Modifikasi fisik-kimia tepung sorgum
berdasarkan karakteristik sifat fisikokimia sebagai substituen tepung
gandum. Artikel Penelitian Sorgum, Semarang.
Herawati, E. R. N., D. Ariani, Miftakhussolikhah, E. Yosieto, M. Angwar, dan Y.
Pranoto. 2017. Sensory and textural characteristics of noodle made of
ganyong flour (Canna edulis Kerr.) and arenga starch (Arenga pinnata
Merr.). IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science. 101(2017): 1-
7.
Herawati, H. 2011. Potensi pengembangan produk pati tahan cerna sebagai
pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. 30(1): 31-39.
Holtmeier, W. dan W. F. Caspary. 2006. Celiac disease. Orphanet Journal of Rare
Diseases. 1: 3.
Husna, A. U., L. A. M. Siregar, dan Y. Husni. 2014. Pertumbuhan dan
perkembangan nodus kentang (Solanum tuberosum L.) akibat modifikasi
konsentrasi sukrosa dan penambahan 2-isopenteniladenina secara in vitro.
Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(3): 997-1003.
Hutapea, C. A., H. Rusmarilin, dan M. Nurminah. 2016. Pengaruh perbandingan
zat penstabil dan konsentrasi kuning telur terhadap mutu reduced fat
mayonnaise. J. Rekayasa Pangan dan Pert. 4(3): 304-311.
Universitas Sumatera Utara
64
Hutching, J. B. 1999. Food and Appearance Second Edition. Aspen Publ. Inc.
Gaitersburg, Maryland.
Jacobs, H. dan J. A. Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular
starch, with retention of the granular structure: a review. J of Agr and
Food Chem. 46: 2895-2905.
Jarnsuwan, S. dan M. Thongngam. 2012. Effects of hydrocolloids on
microstructure and textural characteristics of instant noodles. Asian
Journal of Food and Agro-Industry. 5(6): 485-492.
Kamal, N., 2010. Pengaruh bahan aditif CMC (Carboxymethyl Cellulose)
terhadap beberapa parameter pada larutan sukrosa. Jurnal Teknologi.
1(17): 78-84.
Kaur, M. dan N. Singh. 2005. Studies on functional, thermal and pasting
properties of flours from different chickpea (Cicer arietinum L.) cultivars.
Food Chemistry. 91(2005): 403-411.
Kaur, M., K. Shevkani, N. Singh, P. Sharma, dan S. Kaur. 2015. Effect of guar
gum and xanthan gum on pasting and noodle-making properties of potato,
corn and mung bean starches. J Food Sci Technol. 52(12): 8113-8121.
Kaur, M., P. Kaushal, dan K. S. Sandhu. 2013. Studies on physicochemical and
pasting properties of Taro (Colocasia esculenta L.) flour in comparison
with a cereal, tuber and legume flour. J. Food Sci Technol. 50(1): 94-100.
Koswara, S. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-umbian. Tropical Plant
Curriculum (TPC) Project. Southeast Asian Food and Agricultural Science
and Technology (SEAFAST) Center. Bogor Agricultural University.
Laleg, K., D. Cassan, C. Barron, P. Prabhasankar, dan V. Micard. 2016.
Structural, Culinary, Nutritional and Anti-Nutritional Properties of High
Protein, Gluten Free, 100% Legume Pasta. PLoS ONE. 11(9): 1-19.
Leite, T. D., J. F. Nicoletti, A. L. B. Penna, dan C. M. L. Franco. 2012. Effect of
addition of different hydrocolloids on pasting, thermal, and rheological
properties of cassava starch. Ciencia e Tecnologia de Alimentos. 32(3):
579-587.
Leach, H. W., McCowan, L. D. dan Schoch, T. J. 1959. Structure of the starch
granules. In: Swelling power and solubility patterns of different starches.
Cereal chemistry. 36: 534-544.
Universitas Sumatera Utara
65
Lizarazo, S. P., G. G. Hurtado, dan L. F. Rodriguez. 2015. Physicochemical and
morphological characterization of potato starch (Solanum tuberosum L.) as
raw material for the purpose of obtaining bioethanol. Agronomia
Colombiana. 33(2): 244-252.
Martunis. 2012. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan
kualitas pati kentang varietas granola. Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia. 4(3): 26-30.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, Bogor.
Ogundare-Akanmu O. A., Akande S. A., Inana M. E., Israel D., dan Adindu M. N.
2015. Quality attributes of heat treated cocoyam (Colocasia esculenta)
flour. Food Science and Quality Management. 37: 79-81.
Oh, N. H., P.A., Seib, C. W. Deyoe, dan A. B. Ward. 1983. Noodles: measuring
the textural characteristics of cooked noodles. Cereal Chemistry. 60(6):
433-438.
Olatunde, G. O., L. K. Arogundade, dan O. I. Orija. 2017. Chemical, functional
and pasting properties of banana and plantain starches modified by pre-
gelatinization, oxidation and acetylation. Cogent Food & Agriculture.
3(2017): 1-12.
Onwueme, I. 1999. Taro Cultivation in Asia and The Pacific. Food and
Agriculture Organization of The United Nations, Bangkok.
Otegbayo, B., O. Lana, dan W. Ibitoye. 2010. Isolation and physicochemical
characterization of starches isolated from plantain (Musa paradisiaca) and
coking banana (Musa sapientum). Journal of Food Biochemistry.
34(2010): 1303-1318.
Padalino, L., M. Mastromatteo, G. Sepielli, dan M. A. D. Nobile. 2011.
Formulation optimization of gluten-free functional spaghetti based on
maize flour and oat bran enriched in β-glucans. Materials. 4: 2119-2135.
Pereira, P. R., J. T. Silva, M. A. Vericimo, V. M. F. Paschoalin, dan G. A. P. B.
Teixeira. 2015. Crude extract from taro (Colocasia esculenta) as a natural
source of bioactive proteins able to stimulate haematopoietic cells in two
murine models. Journal of Functional Foods. 18(2015): 333-343.
Universitas Sumatera Utara
66
Pranoto, Y., Rahmayuni, Haryadi, dan S. K. Rakshit. 2014. Physicochemical
properties of heat moisture treated sweet potato starches of selected
Indonesian varieties. International Food Research Journal. 21(5): 2031-
2038.
Rahmawati, W., Y. A. Kusumastuti, dan N. Aryanti. 2012. Karakterisasi pati talas
(Colocasia esculenta (L.) Schott) sebagai alternatif sumber pati industri di
Indonesia. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 1(1): 347-351.
Ratnayake, W. S., R. Hoover, dan T. Warkentin. 2002. Pea starch: composition,
structure, and properties - a review. Starch/Stärke. 54(2002): 217-234.
Saha, D. dan S. Bhattacharya. 2010. Hydrocolloids as thickening and gelling
agents in food: a critical review. J Food Sci Technol. 47(6): 587-597.
Sathe, S. K. dan Salunkhe, D. K. 1981. Isolation, partial characterization and
modification of the great nothern bean (Phaseolus vulgaricus L.). Journal
Food Sci. 46: 617-621.
Singh, N., J. Singh, dan N. S. Sodhi. 2002. Morphological, thermal, rheological
and noodle-making properties of potato and corn starch. J Sci Food Agric.
82: 1376-1383.
Singh, R., S. Ranvir, dan S. Madan. 2017. Comparative study of the properties of
ripe banana flour, unripe banana flour and cooked banana flour aiming
towards effective utilization of these flours. Int. J. Curr. Microbiol. App.
Sci. 6(8): 2003-2015.
Stuknyte, M., S. Cattaneo, M. A. Pagani, A. Marti, V. Micard, J. Hogenboom, dan
I. D. Noni. 2013. Spaghetti from durum wheat: Effect of drying conditions
on heat damage, ultrastructure and in vitro digestibility. Food Chemistry.
149(2014): 40-46.
Sudarmadji, S. B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa Untuk Makanan
dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Szymońska, J., M. Targosz-Korecka, dan F. Krok. 2009. Characterization of
starch nanoparticles. Journal of Physics: Conference Series 146(2009): 1-
6.
Universitas Sumatera Utara
67
Temesgen, M. dan N. Retta. 2015. Nutritional potential, health and food security
benefits of taro Colocasia esculenta (L.): a review. Food Science and
Quality Management. 36: 23-30.
Tong, P. S. 2016. Colocasia esculenta (taro, yam, keladi) as a small farm crop in
the Kinta Valley of Malaysia. Utar Agriculture Science Journal. 2(1): 49-
56.
Ukpabi, U. J. dan Ejidoh, J. I. 1989. Effect of deep oil frying on the oxalate
content and the degree of itching of cocoyams (Xanthosoma and
Colocasia spp). Technical Paper presented at the 5th
Annual Conference
of the Agricultural Society of Nigeria, Federal University of Technology,
Owerri, Nigeria.
Waliszewski, K. N., M. A. Aparicio, L. A. Bello, dan J. A. Monroy. 2003.
Changes of banana starch by chemical and physical modification.
Carbohydrate Polymers. 52(2003): 237-242.
Waruwu, F., E. Julianti, dan S. Ginting. 2015. Evaluasi karakteristik fisik, kimia
dan sensori roti dari tepung komposit beras, ubi kayu, kentang dan kedelai
dengan penambahan xanthan gum. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian.
3(4): 448-457.
Widyaningtyas, M. dan W. H. Susanto. 2015. Pengaruh jenis dan konsentrasi
hidrokoloid (carboxy methyl cellulose, xanthan gum, dan karagenan)
terhadap karakteristik mie kering berbasis pasta ubi jalar varietas ase
kuning. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 417-423.
Wikipedia. 2018. Gum arabic. https://en.m.wikipedia.org. Diakses 13 Agustus
2018.
Wikipedia. 2017. Spaghetti. https://en.m.wikipedia.org. Diakses 15 Juli 2017.
Wikipedia. 2017. Talas. https://id.m.wikipedia.org. Diakses 15 Juli 2017.
Wüstenberg, T. 2015. General Overview of Food Hydrocolloids. Cellulose and
Cellulose Derivatives in the Food Industry: Fundamentals and
Applications First Edition. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.
Yadav, R. B., N. Kumar, dan B. S. Yadav. 2016. Characterization of banana,
potato, and rice starch blends for their physicochemical and pasting
properties. Cogent Food & Agriculture. 2: 1-12.
Universitas Sumatera Utara
68
Lampiran 1. Data analisa ragam warna spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 15,0164 1,0726 0,8719 tn 2,04 2,74
T 4 2,0892 0,5223 0,4246 tn 2,69 4,02
H 2 1,1585 0,5792 0,4709 tn 3,32 5,39
T x H 8 11,7686 1,4710 1,1959 tn 2,27 3,17
Galat 30 36,9017 1,2300
Total 58 51,9181
Keterangan:
FK = 349236,42
KK = 1,76%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
69
Lampiran 2. Data analisa ragam cooking time spaghetti, uji DMRT pengaruh
perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan tepung talas,
dan uji DMRT pengaruh jenis hidrokoloid terhadap cooking time
spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 162211,2 11586,5142 22,1370 ** 2,04 2,74
T 4 100375,4222 25093,8555 47,9439 ** 2,69 4,02
H 2 8444,1333 4222,0666 8,0666 ** 3,32 5,39
T x H 8 53391,6444 6673,9555 12,7511 ** 2,27 3,17
Galat 30 15702 523,4
Total 58 177913,2
Keterangan:
FK = 16587489,8
KK = 13,84%
** = sangat nyata
* = nyata
Jarak
(p)
DMRT Perlakuan Rataan
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - T1 = 0% : 30% : 70% 525 c C
2 22,0238 29,6574 T2 = 7,5% : 22,5% : 70% 604 b B
3 23,1448 30,9309 T3 = 15% : 15%: 70% 649 b B
4 23,8769 31,7850 T4 = 22,5% : 7,5% : 70% 599 b AB
5 24,3955 32,4104 T5 = 30% : 0% : 70% 657 a A
Jarak (p) DMRT
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - H1 = XG 617 a A
2 22,0238 29,6574 H2 = CMC 615 ab A
3 23,1448 30,9309 H3 = GA 587 a A
Universitas Sumatera Utara
70
Lampiran 3. Uji DMRT interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang
HMT dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap cooking
time spaghetti
Jarak (p) Rp
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - T1H1 524 gh EF
2 22,0238 29,6574 T1H2 527 gh EF
3 23,1448 30,9309 T1H3 523 h EF
4 23,8769 31,7850 T2H1 548 g E
5 24,3955 32,4104 T2H2 644 cd BCD
6 24,7844 32,8984 T2H3 619 de CD
7 25,0894 33,2950 T3H1 687 a A
8 25,3335 33,6229 T3H2 642 cd BCD
9 25,5394 33,8974 T3H3 618 ef CD
10 25,7071 34,1415 T4H1 656 ab AB
11 25,8444 34,3474 T4H2 612 f D
12 25,9664 34,5304 T4H3 512 h F
13 26,0655 34,6982 T5H1 656 bc AB
14 26,1571 34,8430 T5H2 652 bc BC
15 26,2257 34,9727 T5H3 665 bc AB
Universitas Sumatera Utara
71
Lampiran 4. Data analisa ragam cooking loss spaghetti dan uji DMRT pengaruh
jenis hidrokoloid terhadap cooking loss spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 621,4751 44,3910 2,9684 ** 2,04 2,74
T 4 156,0297 39,0074 2,6084 tn 2,69 4,02
H 2 265,4711 132,735 8,8760 ** 3,32 5,39
T x H 8 199,9742 24,9967 1,6715 tn 2,27 3,17
Galat 30 448,6327 14,9544
Total 58 1070,1079
Keterangan:
FK = 50117,91
KK = 9,97%
** = sangat nyata
tn = tidak nyata
Jarak (p) DMRT
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - H1 = XG 30,65 b B
2 3,7227 5,0130 H2 = CMC 32,91 ab AB
3 3,9122 5,2283 H3 = GA 36,55 a A
Universitas Sumatera Utara
72
Lampiran 5. Data analisa ragam tekstur (Fmax) spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 -0,0194 -0,0013 -0,2045 tn 2,42 3,56
T 4 -0,0817 -0,0204 -3,0042 tn 3,06 4,89
H 2 -0,0592 -0,0296 -4,3506 tn 3,68 6,36
T x H 8 0,1214 0,0151 2,2317 tn 2,64 4
Galat 15 0,1020 0,0068
Total 43 0,0825
Keterangan:
FK = 0,88
KK = 3,63%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
73
Lampiran 6. Data pengamatan dan analisa ragam elongasi spaghetti, uji DMRT
pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan
tepung talas, dan uji DMRT pengaruh jenis hidrokoloid terhadap
elongasi spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 493,5325 35,2523 57,9841 ** 2,42 3,56
T 4 314,1171 78,5292 129,1674 ** 3,06 4,89
H 2 146,3016 73,1508 120,3207 ** 3,68 6,36
T x H 8 33,1138 4,13923 6,8083 ** 2,64 4
Galat 15 9,1194 0,60796
Total 43 502,6520
Keterangan:
FK = 10261,12
KK = 3,31%
** = sangat nyata
Jarak
(p)
Rp Perlakuan Rataan
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - T1 = 0% : 30% : 70% 22,13 a A
2 0,9594 1,3267 T2 = 7,5% : 22,5% : 70% 19,89 b B
3 1,0058 1,3837 T3 = 15% : 15%: 70% 19,28 b B
4 1,0345 1,4206 T4 = 22,5% : 7,5% : 70% 14,09 c C
5 1,0542 1,4474 T5 = 30% : 0% : 70% 17,06 c D
Jarak (p) Rp
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - H1 = XG 20,19 a A
2 0,9594 1,3267 H2 = CMC 16,69 c C
3 1,0058 1,3837 H3 = GA 18,59 b B
Universitas Sumatera Utara
74
Lampiran 7. Uji DMRT interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang
HMT dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap elongasi
spaghetti
Jarak (p) Rp
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - T1H1 20,45 cd BC
2 0,9594 1,3267 T1H2 20,57 bc BC
3 1,0058 1,3837 T1H3 25,38 a A
4 1,0345 1,4206 T2H1 20,04 cd BC
5 1,0542 1,4474 T2H2 18,13 e D
6 1,0682 1,4674 T2H3 21,52 b B
7 1,0787 1,4833 T3H1 25,78 a A
8 1,0864 1,4961 T3H2 15,61 f E
9 1,0924 1,5066 T3H3 16,43 f E
10 1,0969 1,5152 T4H1 15,28 g E
11 1,1004 1,5225 T4H2 13,34 h F
12 1,1029 1,5288 T4H3 13,64 h F
13 1,1048 1,5343 T5H1 19,41 d CD
14 1,1064 1,5387 T5H2 15,81 f E
15 1,1071 1,5425 T5H3 15,95 f E
Universitas Sumatera Utara
75
Lampiran 8. Data analisa ragam kadar air spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 15,0013 1,0715 0,7219 tn 2,04 2,74
T 4 5,6955 1,4238 0,9593 tn 2,69 4,02
H 2 0,5216 0,2608 0,1757 tn 3,32 5,39
T x H 8 8,7840 1,0980 0,7397 tn 2,27 3,17
Galat 30 44,5280 1,4842
Total 58 59,5293
Keterangan:
FK = 2737,07
KK = 6,50%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
76
Lampiran 9. Data analisa ragam kadar abu spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 2,8478 0,2034 0,0774 tn 2,04 2,74
T 4 1,7665 0,4416 0,1680 tn 2,69 4,02
H 2 0,0139 0,0069 0,0026 tn 3,32 5,39
T x H 8 1,0672 0,1334 0,0507 tn 2,27 3,17
Galat 30 78,8211 2,6273
Total 58 81,6690
Keterangan:
FK = 4212,74
KK = 7,76%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
77
Lampiran 10. Data analisa ragam kadar lemak spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 26,6261 1,9018 1,2412 tn 2,04 2,74
T 4 5,7813 1,4453 0,9432 tn 2,69 4,02
H 2 1,8661 0,9330 0,6089 tn 3,32 5,39
T x H 8 18,9786 2,3723 1,5482 tn 2,27 3,17
Galat 30 45,9675 1,5322
Total 58 72,5937
Keterangan:
FK = 3743,21
KK = 6,11%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
78
Lampiran 11. Data analisa ragam kadar protein spaghetti dan uji DMRT
pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT
dan tepung talas terhadap kadar protein spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 0,0438 0,0031 2,7158 * 2,04 2,74
T 4 0,0230 0,0057 5,0084 ** 2,69 4,02
H 2 0,0048 0,0024 2,1026 tn 3,32 5,39
T x H 8 0,0158 0,0019 1,7228 tn 2,27 3,17
Galat 30 0,0345 0,0011
Total 58 0,0783
Keterangan:
FK = 2,06
KK = 1,09%
** = sangat nyata
* = nyata
tn = tidak nyata
Jarak (p) DMRT
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - T1 = 0% : 30% : 70% 0,19 bc AB
2 0,0326 0,0440 T2 = 7,5% : 22,5% : 70% 0,18 c B
3 0,0343 0,0458 T3 = 15% : 15%: 70% 0,22 ab AB
4 0,0354 0,0471 T4 = 22,5% : 7,5% : 70% 0,24 a A
5 0,0361 0,0480 T5 = 30% : 0% : 70% 0,23 ab A
Universitas Sumatera Utara
79
Lampiran 12. Data analisa ragam kadar karbohidrat spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 77,2432 5,5173 0,8847 tn 2,04 2,74
T 4 21,3136 5,3284 0,8544 tn 2,69 4,02
H 2 3,5484 1,7742 0,2845 tn 3,32 5,39
T x H 8 52,3811 6,5476 1,0499 tn 2,27 3,17
Galat 30 187,0858 6,2361
Total 58 264,3291
Keterangan:
FK = 241066,82
KK = 4,35%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
80
Lampiran 13. Data analisa ragam kadar serat kasar spaghetti dan uji DMRT
pengaruh perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan
tepung talas
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 9,0675 0,6476 3,3608 ** 2,04 2,74
T 4 2,8267 0,7066 3,6669 * 2,69 4,02
H 2 1,1702 0,5851 3,0361 tn 3,32 5,39
T x H 8 5,0705 0,6338 3,2889 ** 2,27 3,17
Galat 30 5,7814 0,1927
Total 58 14,8490
Keterangan:
FK = 215,58
KK = 4,42%
** = sangat nyata
* = nyata
tn = tidak nyata
Jarak (p) DMRT
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,05
- - T1 = 0% : 30% : 70% 2,62 a
2 0,4226 T2 = 7,5% : 22,5% : 70% 1,97 b
3 0,4441 T3 = 15% : 15%: 70% 2,31 ab
4 0,4581 T4 = 22,5% : 7,5% : 70% 2,02 b
5 0,4681 T5 = 30% : 0% : 70% 1,99 b
Universitas Sumatera Utara
81
Lampiran 14. Uji DMRT interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang
HMT dan tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap kadar
serat kasar spaghetti
Uji DMRT interaksi perbandingan pati pisang HMT, pati kentang HMT dan
tepung talas dengan jenis hidrokoloid terhadap kadar serat kasar spaghetti
Jarak (p) DMRT
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - T1H1 3,63 a A
2 0,4226 0,5690 T1H2 2,39 bc BC
3 0,4441 0,5935 T1H3 1,84 de CD
4 0,4581 0,6099 T2H1 2,21 bcd BCD
5 0,4681 0,6219 T2H2 2,10 cd BCD
6 0,4755 0,6312 T2H3 1,60 e D
7 0,4814 0,6388 T3H1 2,12 bcd BCD
8 0,4861 0,6451 T3H2 2,20 bcd BCD
9 0,4900 0,6504 T3H3 2,61 b B
10 0,4932 0,6551 T4H1 2,14 bcd BCD
11 0,4900 0,6504 T4H2 1,98 cde CD
12 0,4982 0,6625 T4H3 1,95 cde CD
13 0,5001 0,6658 T5H1 1,93 cde CD
14 0,4932 0,6551 T5H2 1,93 cde CD
15 0,5032 0,6710 T5H3 2,13 bcd BCD
Universitas Sumatera Utara
82
Lampiran 15. Data analisa ragam nilai organoleptik warna spaghetti kering
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 0,6249 0,0446 1,7422 tn 2,04 2,74
T 4 0,2668 0,0667 2,6037 tn 2,69 4,02
H 2 0,0331 0,0165 0,6469 tn 3,32 5,39
T x H 8 0,3249 0,0406 1,5853 tn 2,27 3,17
Galat 30 0,7686 0,0256
Total 58 1,3935
Keterangan:
FK = 633,78
KK = 1,23%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
83
Lampiran 16. Data analisa ragam nilai organoleptik tekstur spaghetti kering
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 0,4364 0,0311 0,4257 tn 2,04 2,74
T 4 0,3358 0,0839 1,14681 tn 2,69 4,02
H 2 0,0314 0,0157 0,2147 tn 3,32 5,39
T x H 8 0,0691 0,0086 0,1179 tn 2,27 3,17
Galat 30 2,1966 0,0732
Total 58 2,6331
Keterangan:
FK = 571,73
KK = 2,13%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
84
Lampiran 17. Data analisa ragam nilai organoleptik warna spaghetti matang
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 1,4863 0,1061 1,0505 tn 2,04 2,74
T 4 0,7107 0,1776 1,7582 tn 2,69 4,02
H 2 0,111 0,0555 0,5492 tn 3,32 5,39
T x H 8 0,6645 0,0830 0,8219 tn 2,27 3,17
Galat 30 3,0316 0,1010
Total 58 4,518
Keterangan:
FK = 528,39
KK = 2,55%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
85
Lampiran 18. Data analisa ragam nilai organoleptik tekstur spaghetti matang
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 0,8747 0,0624 0,4037 tn 2,04 2,74
T 4 0,4614 0,1153 0,7453 tn 2,69 4,02
H 2 0,0241 0,0120 0,0778 tn 3,32 5,39
T x H 8 0,3892 0,0486 0,3143 tn 2,27 3,17
Galat 30 4,6433 0,1547
Total 58 5,5181
Keterangan:
FK = 467,86
KK = 3,26%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
86
Lampiran 19. Data analisa ragam nilai organoleptik rasa spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 0,6541 0,0467 0,5408 tn 2,04 2,74
T 4 0,2363 0,0590 0,6839 tn 2,69 4,02
H 2 0,0381 0,0190 0,2205 tn 3,32 5,39
T x H 8 0,3796 0,0474 0,5493 tn 2,27 3,17
Galat 30 2,5916 0,0863
Total 58 3,2457
Keterangan:
FK = 541,14
KK = 2,35%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
87
Lampiran 20. Data analisa ragam nilai organoleptik aroma spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 0,3831 0,0273 0,5174 tn 2,04 2,74
T 4 0,0675 0,0168 0,3193 tn 2,69 4,02
H 2 0,1084 0,0542 1,0252 tn 3,32 5,39
T x H 8 0,2071 0,0258 0,4894 tn 2,27 3,17
Galat 30 1,5866 0,0528
Total 58 1,9697
Keterangan:
FK = 580,68
KK = 1,80%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
88
Lampiran 21. Data analisa ragam nilai organoleptik penerimaan umum spaghetti
SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 14 0,5574 0,0398 0,4724 tn 2,04 2,74
T 4 0,2618 0,0654 0,7768 tn 2,69 4,02
H 2 0,0001 0,00005 0,0006 tn 3,32 5,39
T x H 8 0,2954 0,0369 0,4382 tn 2,27 3,17
Galat 30 2,5283 0,0842
Total 58 3,0857
Keterangan:
FK = 514,77
KK = 2,35%
tn = tidak nyata
Universitas Sumatera Utara
89
Jenis Hidrokoloid
Perbandingan pati pisang HMT:
pati kentang HMT: tepung talas
H1 = XG H2 = CMC H3 = GA
T1 = 0% : 30% : 70%
T2 = 7,5% : 22,5% : 70%
T3 = 15% : 15% : 70%
T4 = 22,5% : 7,5% : 70%
Universitas Sumatera Utara