Teknologi Pangan

150

description

teknologi pangan

Transcript of Teknologi Pangan

Page 1: Teknologi Pangan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: Teknologi Pangan

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, modul mata kuliah Teknologi Pati dan Gula ini dapat terselesaikan tepat

pada waktunya sehingga dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran semester awal 2011/2012.

Modul ini disusun berdasarkan acuan dari GBRP mata kuliah Teknologi Pati dan Gula.

Modul ini dapat digunakan sebagai rujukan materi pada mata kuliah Teknologi Pati dan Gula pada

mahasiswa program studi Ilmu dan Teknologi Pangan Unhas yang disusun dari beberapa pustaka yang

relevan dan juga dari jurnal hasil-hasil penelitian dan artikel yang berhubungan dengan mata kuliah ini

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan pembiayaan yang dibiayai oleh DIPA BLU Unhas

2011 pada penyusunan modul ini. Diharapkan dengan adanya buku penuntun ini, dapat meningkatkan

kualitas pembelajaran khususnya pada mata kuliah Teknologi Pati dan Gula. Buku ini jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu sarana perbaikan sangat kami harapkan.

Makassar, 1 Desember 2011

Penulis,

Februadi Bastian, STP., M.Si

NIP. 19820205 200604 1 002

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: Teknologi Pangan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: Teknologi Pangan
Page 5: Teknologi Pangan
Page 6: Teknologi Pangan
Page 7: Teknologi Pangan
Page 8: Teknologi Pangan
Page 9: Teknologi Pangan
Page 10: Teknologi Pangan
Page 11: Teknologi Pangan

BAB I. PENDAHULUAN

I. 1. Gambaran profil lulusan program studi Ilmu dan Teknologi Pangan Unhas

Profil lulusan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan adalah sarjana Teknologi

Pertanian yang kreatif-adaptif dan mandiri yang mempunyai kemampuan berperan dalam

bidang teknologi pertanian khususnya ilmu dan teknologi pangan seperti:

1. Manajer,

2. Peneliti dan pendidik,

3. Wirausaha,

4. Pegawai negeri, BUMN, atau swasta

I.2. Kompetensi lulusan

Setelah menetapkan profil lulusan program studi sebagai outcome pendidikan, maka

kompotensi yang harus dimiliki oleh lulusan program studi adalah sebagai berikut:

A. Kompetensi Utama

Kompetensi utama Lulusan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan adalah:

1. Memiliki kecerdasan dan kemampuan dasar intelektual, pengetahuan dan

keterampilan untuk mengembangkan dunia ilmu dan teknologi pangan.

2. Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk menganalisis setiap permasalahan dalam

pengembangan industri pangan dan menetapkan solusi alternatif pemecahannya

secara holistik dan berkelanjutan.

3. Memiliki kecakapan dan kemampuan menerapkan dan mengembangkan IPTEKS

dalam bidang ilmu dan teknologi pangan sebagai bagian dari sistem pertanian

terpadu.

4. Memiliki kecakapan dan kecerdasan manajerial dalam menjalankan dan

mengembangkan usaha dalam bidang ilmu dan teknologi pangan.

5. Memiliki kecakapan dan kemampuan merancang dan melakukan kajian IPTEKS

bidang ilmu dan teknologi pangan secara ilmiah.

B. Kompetensi Pendukung Kompetensi pendukung lulusan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan adala

Page 12: Teknologi Pangan

1. Memiliki kemampuan mengembangkan diri secara profesional yang berfikir secara

logis dan analitis, holistik dan kreatif untuk menyelesaikan masalah yang

berhubungan dengan ilmu dan teknologi pangan.

2. Memiliki kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi secara efektif dalam

memotivasi masyarakat untuk mengembangkan bidang teknologi pangan.

3. Memiliki kematangan emosional, etos kerja yang tinggi, disiplin dan bermoral.

4. Memiliki kecakapan dan kemampuan memanfaatkan ICT untuk berkomunikasi dan

membangun jaringan, mendapat informasi, dan berkarya.

5. Memiliki kemampuan manejerial untuk mengembangkan usaha yang berhubungan

dengan ilmu dan teknologi pangan.

C. Kompetensi Lainnya

Kompetensi lainnya (additional) lulusan Program Ilmu dan Teknologi Pangan adalah:

1. Memiliki sikap dan perilaku dalam menjunjung tinggi norma, tatanilai, moral dan

tanggung jawab professional dan mengembangkan kreatifitas berdasarkan nilai

budaya bahari

2. Memiliki kecakapan dan kemampuan bekerjasama dan menyesuaikan diri dengan

cepat dalam lingkungan kerja dan sosial budaya masyarakat.

3. Memiliki kearifan dan kemampuan melayani masyarakat secara profesional.

Tabel I-1. Matriks hubungan antara Profil dan Kompetensi Lulusan

 

 

 

 

 

 

 

 

 Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 13: Teknologi Pangan

I.3. STRUKTUR DAN ISI KURIKULUM Tabel I-2. Matriks antara Rumusan Kompetensi dengan Elemen Kompetensi dalam SK

Mendiknas No. 045/U/2002 KELOMPOK

KOMPETENSI NO.

RUMUSAN KOMPETENSI ELEMEN KOMPETENSI

2 3 4 5 6 7 8

A. KOMPETENSI

UTAMA

1 Kemampuan dalam penguasaan sains dasar (Fisika, Matematika dan Sistem Biologis)

X

2 Kemampuan dalam mengembangkan pengetahuan dasar ilmu dan teknologi pangan

X  X  X  X  X 

3 Kemampuan dalam mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu dan teknologi

X  X  X 

4 Kemampuan dalam mengukur, menghitung, menganalisa dan menginterpretasikan data

X  X 

5 Kemampuan Mengolah/mengawetkan bahan pangan , baik u/ kegiatan pra panen maupun pasca panen

X

X

6 Kemampuan dalam menggunakan dan teknik/ cara pengolahan dan pengawetan

X X

X X

7 Kemampuan dalam memecahkan persoalan-persoalan dalam bidang ilmu dan teknologi pangan

X X X X

B. KOMPETENSI PENDUKUNG

1 Kemampuan dalam penguasaan ICT X X 2 Kemampuan berkomunikasi secara

efektif, termasuk dalam Bahasa Inggris

X X X

3 Kemampuan dalam bekerjasama dan menyesuaikan diri dengan di lingkungan kerjanya

X X X

4 Kemampuan untuk mengembangkan diri dan berfikir logis – analitis X X X

5 Kemampuan dalam manajerial dan X X X

Page 14: Teknologi Pangan

wirausaha C.

KOMPETENSI LAINNYA

1 Kemampuan untuk menjunjung tinggi norma, tata-nilai, moral, dan tanggung jawab profesional

X X X

2 Kemampuan bekerja dan mengembangkan kreatifitas berdasarkan nilai budaya bahari

X  X  X  X  X 

ELEMEN KOMPETENSI: a. andasan kepribadian;

b. penguasaan ilmu dan keterampilan;

c. kemampuan berkarya;

d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan

keterampilan yang dikuasai;

e. pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam

berkarya.

I.4. GBRP Nama Mata Kuliah : Teknologi Pati dan Gula (331G5302) Kompetensi Utama : 1. Memahami sifat fisiko kimia pati, teknologi ekstraksi pati, aplikasi teknik pengolahan dan modifikasi pati 2. Memahami sejarah perkembangan industri gula, sifat fisik dan kimia serta teknologi pengolahan gula tradisional 3. Kemampuan menganalisa permasalahan yang berkaitan \ dengan pengolahan pati dan gula. Kompetensi Pendukung : Kemampuan untuk bekerja secara mandiri dan bekerjasama dalam tim Kompetensi Lainnya : Kemampuan berkreasi dan memiliki inisiatif dalam mengintegrasikan berbagai keterampilan yang menunjang kompetensi utama utama dalam mengantisipasi masalah yang berhubungan dengan proses pengolahn pati

Page 15: Teknologi Pangan

memahami hak tanggungjawab masmasing

perkuliahan

2 s/d 4 Memahami tentang kimia pati

Pendahuluan kimia pati

1. Menjelaskan pengertian monosakarida, oligosakarida pati dan jalur sintesa pati

2. Menjelaskan struktur pati (amilosa dan amilopektin)

3. Menjelaskan mekanisme terjadinya gelatinisasi, sineresis dan retrogradasi

4. Menjelaskan Birefrigent End Point

1. Mengamati struktur 3 dimensi granula pati

2. Mengamati struktur kimia amilosa dan amilopektin

3. Mendiskusikan berbagai jenis pati dan sifatnya dari beberapa tumbuhan penghasil pati

300 20%

5

Menjelaskan tentang proses

terjadinya hidrolisa pati

Faktor-faktor yang berperan dalam hidrolisa pati

(enzim, asam dan panas)

1. Menjelaskan mekanisme hidrolisi asam dan panas

2. Menjelaskan mekanisme kerja enzim α-amilase, β-amilase, glikoamilase, pullulanase.

3. Menjelaskan jalur biokimia konversi pati menjadi glukosa

1. Melakukan ice Breaker Binggo

2. Mengamati animasi pemutusan ikatan glikosida oleh enzim.

3. Mendiskusikan penggunaan berbagai jenis enzim untuk menghasilkan berbagai jenis produk (sirup glukosa, sirup fruktosa, maltosa, atau larutan amilosa)

100 10%

6 Menjelaskan metode ekstraksi

pati dari sumbernya

1. Pati Jagung 2. Pati sagu 3. Pati gandum 4. Pati ubi kayu

Menjelaskan metode ekstraksi pada pati jagung dan gandum (sereal), pati ubi kayu (umbi), pati sagu (batang).

1. Mengamati dan

menonton film proses ekstraksi pati

100 10%

7 s/d 8

Memahami mengenai prinsip modifikasi pati

Modifikasi pati untuk memperbaiki keterbatasan sifat

1. Menjelaskan manfaat modifikasi pati

2. Menjelaskan metode/jenis

1. Mengamati proses reaksi kimia pada berbagai metode

200 15%

Page 16: Teknologi Pangan

fisik/kimia dari pati

modifikasi pati : modifikasi fisik, modifikasi cross linking, modifikasi subtitusi, modifikasi pregelatinisasi.

3. Menjelaskan manfaat/aplikasi pati termodifikasi pada pangan

modifikasi pati 1. Mendiskusi

kan berbagai metode modifikasi pati dan aplikasinya (metode jigsaw)

2. Melakukan presentasi kelompok

9 Memahami mengenai Pati Resisten

Pati resisten sebagai hasil

olahan pati yang bersifat

probiotik

1. Menjelaskan prinsip pengolahan pati menjadi pati resisten

2. Menjelaskan tipe pati resisten

3. Menjelaskan manfaat pati resisten bagi kesehatan

Melakukan Review Jurnal Hasil penelitian mengenai Pati Resisten 100 10%

10 Kompetensi Dasar

Gabungan (Minggu 7 s/d 9)

Modifikasi Pati dan Pati Resisten

Gabungan Indikator minggu 7 s/d 9

1. Melakukan Ice Breaking Menyususn Kalimat

2. Melakukan presentasi kelompok

3. Melakukan review terhadap poster (Gallery Walk)

120 MID TEST

11 s/d 12

Menjelaskan sejarah perkembangan

industri gula dan pengolahan

ula dan proses ksi

1. Menjelaskan sejarah industri gula di Indonesia

2. Mengidentifikasi sumber-sumber gula : Gula tebu, gula sorgum, bit gula, kurma, aren, sagu, dan kelapa

3. Menjelaskan proses pembuatan gula

Mengamati dan menyaksikan film proses pembuatan

gula secara tradisional dan

industri

200 10%

13 Memahami sifat fisik sukrosa

Sukrosa sebagai sumber pembuatan gula pasir

1. Memahami

struktur molekul sukrosa

2. Menjelaskan proses pembentukan

1. Mendiskusikan

secara kelompok mengenai sifat-sidat sukrosa

100

Page 17: Teknologi Pangan

dalam tanaman 3. .Menjelaskan hidrat

sukrosa, ikatan adisi garam dan metal sakharat

4. memahami bentuk Kristal sukrosa dan sukrosa amorph

14

Memahami proses pembuatan sirup glukosa dan sirup

fruktosa

Sirup glukosa dan sukrosa sebagai

alternative pemanis dalam industri pangan

1. Menjelaskan bahan baku dari pembuatan sirup glukosa dan sirup fruktosa

2. Menjelaskan proses hidrolisis dan isomerasi pada pembuatan sirup glukosa dan sirup fruktosa

1. Mendiskusikan

secara kelompok proses pembuatan dan aplikasi sirup glukosa dan fruktosa

100 5%

15 Memahami produk-produk fermentasi

dari pati

Pati sebagai substrat

fermentasi untuk menghasilkan

berbagai macam produk

1. Menjelaskan prinsip fermentasi pati 2. Menjelaskkan mikroorganisme yang berperan pada fermentasi pati 3. Menjelaskan faktor prasyarat pada fermentasi pati/gula 4. Menjelaskan proses fermentasi untuk menghasilkan etanol, cuka dan asam cuka,

1. Mendiskusikan secara kelompok tentang proses pembuatan produk hasil fermentasi dengan substrat pati/gula 2. Melakukan presentasi kelompok dan gallery walk pada poster hasil persentasi kelompok

100 10%

16 Kompetensi dasar gabungan (minggu

11-15) FINAL TEST

Sumber Bacaan:

1. Jurnal ilmiah hasil penelitian mengenai profil pati dari berbagai jenis

2. BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic

Press,Inc

3. Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah;

Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011

Page 18: Teknologi Pangan

4. Thomas, D.J, dan Atwell, W.A., 1999. Starches : Practical Guides For The food

Industri.

EaganPress Handbook Series. USA

5. Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia

Jakarta.

6. Winarno, F.G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi (Edisi Terbaru). PT. Embrio Biotekindo,

Bogor.

I.5. Kontrak Pembelajaran

KONTRAK PEMBELAJARAN

Nama Mata Kuliah : Teknologi Pati dan Gula

Kode Mata Kuliah : 331G5302

Semester : VI

Hari pertemuan/Jam :

Tempat Pertemuan : PB 422

1. Manfaat Mata Kuliah

Pada mata kuliah ini mahasiswa mampu memahami sifat fisiko kimia pati, teknologi

ekstraksi pati, aplikasi teknik pengolahan dan modifikasi pati. Pada mata kuliah ini juga

diharapkan mahasiswa dapat memahami sejarah perkembangan industri gula, sifat fisik dan

kimia serta teknologi pengolahan gula tradisional; dan juga mahasiswa diharapkan memiliki

kemampuan menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan pengolahan pati dan gula.

2. Organisasi Materi

Organisasi materi dapat dilihat pada GBRP.

3. Strategi Perkuliahan

a. Metode yang digunakan dalam pencapaian sasaran pembelajaran dilakukan dengan

menggunakan metode: ceramah, demonstrasi, tanya-jawab, diskusi kasus, ice breaker,

gallery walk, jigwaw, quis, presentasi dan penugasan.

• Ceramah berupa penyampaian bahan ajar oleh dosen pengajar dan penekanan-

penekanan pada hal-hal yang penting dan bermanfaat dan dalam hal pengolahan

pati dan gula

Page 19: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

• Demonstrasi berupa menunjukkan iktan-ikatan kimia pada pati dan gula

menggunakan software Chem Office

• Tanya jawab dilakukan sepanjang tatap muka, dengan memberikan kesempatan

mahasiswa untuk memberi pendapat atau pertanyaan tentang hal-hal yang tidak

mereka mengerti atau bertentangan dengan apa yang mereka pahami sebelumnya.

• Diskusi kasus (metode jigsaw) dilakukan dengan memberikan contoh

kasus/kondisi pada akhir pokok bahasan, mengambil tema yang sedang aktual di

masyarakat dan berkaitan dengan pokok bahasan tersebut, kemudian mengajak

mahasiswa untuk memberikan pendapat atau menganalisis secara kritis

kasus/kondisi tersebut sesuai dengan pengetahuan yang baru mereka dapatkan.

• Penugasan diberikan untuk membantu mahasiswa memahami bahan ajar,

membuka wawasan, dan memberikan pendalaman materi. Penugasan bisa dalam

bentuk menulis tulisan ilmiah, membuat review artikel ilmiah, ataupun membuat

tulisan yang membahas kasus/kondisi yang berkaitan dengan pokok bahasan. Pada

penugasan ini, terdapat komponen ketrampilan menulis ilmiah, berpikir kritis,

penelusuran referensi ilmiah, dan ketrampilan bahasa Inggris.

• Quiz diberikan pada saat awal perkuliahan, tengah perkuliahan atau akhir

pekuliahan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa secara spontan terhadap

meteri yang akan atau telah diberikan.

• Icebreaker diberikan pada saat awal perkuliahan unutk mencairkan suasana.

Icebreaker dilakukan dnegan berbagai metode game yang berhubungan dengan

mata kuliah teknologi pati dan gula.

• Gallery walk dilakukan saat mahasiswa diberikan tugas unutk membuat sebuah

poster dan akan dinilai oleh kelompok yang lain

b. Media instruksionalnya berupa: LCD projector, whiteboard, bahan software

Chemoffice, bartikel aktual di surat kabar/internet/majalah/jurnal

ilmiah, buku diktat bahan ajar, handout, dan kontrak perkuliahan.

4. Materi/Bacaan Perkuliahan

Buku/bacaan pokok dalam perkuliahan ini adalah:

1. Jurnal ilmiah hasil penelitian mengenai profil pati dari berbagai jenis

Page 20: Teknologi Pangan

2. BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic

Press,Inc

3. Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah;

Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry

4. Thomas, D.J, dan Atwell, W.A., 1999. Starches : Practical Guides For The food

Industri. EaganPress Handbook Series. USA

5. Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia

Jakarta.

6. Winarno, F.G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi (Edisi Terbaru). PT. Embrio Biotekindo,

Bogor.

5. Tugas

Dalam perkuliahan, diberikan beberapa tugas sebagai berikut:

a. Materi perkuliahan sebagaimana disebutkan dalam jadwal perkuliahan harus sudah dibaca

sebelum mengikuti tatap muka. Apabila ada, handout sudah akan diserahkan pada

mahasiswa sebelum hari kuliah.

b. Quiz diberikan pada tiap kali tatap muka untuk menilai pemahaman mahasiswa dan

absensi. Kehadiran pada tatap muka minimal 80%. Apabila tidak diadakan quiz, akan

diberikan penugasan.

c. Evaluasi mahasiswa dilakukan dengan mengadakan kuis diadakan 2 kali, yaitu mid test

dan final test

d. Penugasan sesuai pokok bahasan, yang harus sudah diselesaikan sesuai tanggal yang

ditentukan bersama

6. Kriteria Penilaian Penilaian akhir dari matakuliah ini

Page 21: Teknologi Pangan

• Pembobotan nilai adalah sebagai berikut:

Nilai Tugas : 25% (penugasan kuliah)

Nilai Quiz : 15%

MID Test : 25%

Final Test : 35%

• Bagi mahasiswa yang sudah pernah mengikuti mata Teknologi Pati dan Gula

sebelumnya dan dinyatakan tidak lulus, wajib mengulang kuliah.

• Tidak mentolerir adanya kecurangan dalam ujian. Ujian Quiz, Mid test, dan Final test

adalah instrumen untuk menguji kemampuan mahasiswa dalam memahami mata

kuliah ini. Apabila mahasiswa menunjukkan gerak-gerik mencurigakan selama tes-tes

tersebut, atau ditemukan mencontek/memberikan contekan, akan mendapatkan

pengurangan nilai 25% dari nilai yang diperolehnya untuk tes tersebut, dan

pengurangan ini akan disampaikan secara terbuka pada waktu pengumuman nilai.

Apabila mahasiswa ditemukan membawa/membuat (walaupun tidak membuka)

catatan selama tes-tes tersebut, baik berupa kertas, coretan di kursi, dan sebagainya,

maka mahasiswa tersebut akan mendapat nilai 0 untuk tes tersebut.

• Untuk mengikuti Final test jumlah kehadiran mahasiswa minimal 80%.

Page 22: Teknologi Pangan

BAB II. MEMAHAMI TENTANG KIMIA PATI

II.1 Pendahuluan

Sasaran pembelajaran yang akan dicapai pada materi ini yaitu mahasiswa dapat

memahami kimia pati. Pembahasan mengenai kimia pati ini dimulai dengan penjelasan

mengenai pengertian pati, perbedaan monosakarida dan stukturnya, oligosakarida serta jalur

sintesa pati. Dari materi tersebut kemudian dilanjutkan pembahasan mengenai struktur

penyusun pati yaitu amilosa dan amilopektin serta sifat-sifatnya. Materi dilanjutkan dengan

pembahasan mengenai terjadinya gelatinisasi, sineresis retrogradasi, birefrigent end point dan

sifat-sifat pati lainnya.

II.2 Pengertian pati dan karbohidrat

Pati merupakan bagian dari karbohidrat. Pati merupakan sumber utama penghasil

energi dari pangan yang dikonsumsi oleh manusia. Sumber-sumber pati di dunia berasal dari

tanaman sereal, legume, umbi-umbian, serta beberapa dari tanaman palm seperti sagu. 60-

70% dari berat biji-bijian sereal mengandung pati dan menyediakan 70-80% kebutuhan

kalori bagi penduduk dunia. Pati murni atau pati yang dimodifikasi banyak digunakan dalam

industri pangan atau non pangan. Dalam penggunaan sebagai pangan pun dapat

diklasifikasin sebagai penggunaan primer atau sekunder. Penggunaan pati sebagai sumber

pangan primer misalnya dijadikan sebagai bahan makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan

energy harian manusia, sedangkan jika digunakan sebagai bahan pangan sekunder, pati dapat

dijadikan sebagai bahan pengisi, pembentukan gel atau pengental, moisture-retention,

pembentukan tekstur dan lain sebagainya. Sedangkan jika digunakan sebagai bahan industri

non pangan pati banyak digunakan dalam industri kertas dan tekstil. Sifat karakteristik

kimia dan fisik dari pati inilah yang membedakan pati dengan sumber karbohidrat lainnya.

Page 23: Teknologi Pangan

Sebelum jauh membahas mengenai struktur penyusun dari pati, kita akan membahas

sedikit mengenai karbohidrat. Karbohidrat adalah polihidroksil aldehid atau keton atau

senyawa-senyawa lainnya yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Terdapat

tiga golongan utama dari karbohidrat yaitu: monosakarida, oligosakarida dan polisakarida.

Sakarida sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti gula. Monosakarida biasa juga

disebut gula sederhana yang terdiri dari satu unit polihidroksil aldehida atau keton. Contoh

dari monosakarida ini yaitu: glukosa, fruktosa, dan galaktosa (Gambar II-1), namun

monosakarida yang paling banyak di alam adalah D-glukosa. Oligosakarida (oligo dalam

bahasa Yunani Oligos yang artinya sedikit) terdiri dari rantai pendek monosakarida yang

bergabung. Bagian dari oligosakarida yaitu disakarida (dua unit monosakarida yang saling

berikatan) contohnya sukrosa (ikatan antara glukosa dan fruktosa), maltose (dua unit glukosa

yang saling berikatan), dan laktosa (ikatan antara galaktosa dan glukosa) (Gambar II-2).

Oligosakarida yang memiliki tiga atau lebih unit monosakarida tidak terdapat secara bebas di

alam. Polisakarida yaitu rantai panjang yang terdiri dari ratusan bahkan ribuan unit monomer

sakarida. Contoh polisakarida yang banyak terdapat di alam yaitu selulosa dan pati. Pati

merupakan homopolisakarida yang artinya hanya terdapat satu jenis monosakarida yang

saling berikatan membentuk rantai panjang polimer. Pati hanya disusun oleh satu jenis

monosakarida yaitu D-glukosa. Pati hanya terdapat pada tanaman yang berbentuk gumpalan

atau granula.

Gambar II-1. Struktur molekul glukosa, fruktosa, dan galaktosa (dari kiri ke kanan)

Page 24: Teknologi Pangan

Gambar II-2. Struktur molekul sukrosa, maltose dan laktosa (dari kiri ke kanan)

Pati tersusun dari monomer monosakarida enam karbon D-glukosa. Struktur

monosakarida D-glukosa dapat digambarkan dalam struktur rantai terbuka atau dalam bentuk

cincin (Gambar II-3). Konfigurasi dalam bentuk cincin yang biasa juga disebut dengan

 Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011

pyranose lebih stabil secara termodinamika dalam larutan. Atom C1 pada struktur aldehid

pada glukosa merupakan atom karbon yang sangat reaktif yang menyebabkan D-glukosa

menjadi gula reduksi.

Monosakarida dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida,

hydrogen peroksida (H2O2) atau ion kupri (Cu2+). Gula dioksidasi oleh gugus karbonil,

sedangkan senyawa pengoksidasinya menjadi tereduksi, dimana kita ketahui bahwa senyawa

pereduksi adalah pemberi elektron sedangkan senyawa pengoksidasi adalah senyawa yang

menerima elektron). Monosakarida merupakan gula pereduksi sedangkan pada polimer rantai

panjang yang disusun oleh glukosa juga memiliki sifat pereduksi namun dari sekian glukosa

yang menyusunnya sifat pereduksinya hanya terdapat pada glukosa yang berada pada ujung

rantai. Sifat pereduksi ini sangat bermanfaat pada proses analisa gula. Dengan menambahkan

dan mengukur senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh larutan gula, maka dapat diduga

berapa konsentrasi gula pada larutan.

Page 25: Teknologi Pangan

Gambar II-3. Struktur glukosa dalam ikatan terbuka dan dalam bentuk cincin pyranosa α dan

β

D-glukosa yang terdapat pada pati dihubungkan oleh ikatan α 1,4 dan α 1,6 glikosidik

(Gambar 4). Pada formasi ini karbon C1 pada molekul D-glukosa bereaksi membentuk ikatan

dengan karbon C4 pada D-glukosa lainnya atau pada karbon C6. Jadi karbon C1 yang

memiliki sifat reaktif selalu saja mencari karbon C lainnya yang bebas untuk membentuk

ikatan kovalen, namun selalu ada ujung dari polimer pati yang memiliki gugus reduksi yang

bebas. Ikatan α glikosida yang menghubungkan pati berada pada gugus hidroksil (OH) pada

karbon C1 pada cincin pyranose.

Salah satu perbedaan pati dengan selulosa dapat dilihat ikatan glikosida yang

menghubungkannya, ikatan glikosida pada selulosa dibentuk oleh ikatan β. Hal ini

mempengaruhi struktur konfigurasi, sifat fisikokimia, dan daya cernah dari enzim terhadap

selulosa walaupun sama-sama disusun oleh glukosa. Pati sangat mudah dihidrolisis oleh

enzim amilase untuk membentuk molekul-molekul monosakarida atau oligosakarida yang

lebih kecil lagi, sedangkan selulosa tidak dapat dicernah oleh amilase, hal inilah yang

menyebabkan beberapa hewan dan manusia tidak dapat mencernah selululosa karena tidak

memiliki enzim amilase dalam tubuhnya. Selulosa merupakan senyawa seperti serabut, liat,

seperti halnya pati tidak dapat larut pada air, darn terdapat di dinding sel pelindung tanaman

terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan.

Selulosa merupakan polimer rantai lurus yang disusun oleh unit D-glukosa sama seperti

amilosa, namun perbedaannya pada selulosa unit D-glukosa dihubungkan oleh ikatan β

glikosida.

Polimerisasi dari glukosa pada pati membentuk dua jenis polimer yaitu amilosa dan

amilopektin. Amilosa merupakan polimer penting dalam pati yang membentuk rantai lurus

oleh ikatan glikosida α 1,4. Kebanyakan sumber pati mengandung amilopektin yang lebih

besar dibandingkan dengan kandungan amilosanya. Perbedaan struktur polimer dari amilosa

dan amilopektin ini mempengaruhi secara signifikan sifat dan fungsional dari pati.

Page 26: Teknologi Pangan

II.3 Biosintesis pada polimer pati

Secara umum manfaat pati yaitu sebagai sumber karbohidrat pada pertumbuhan

tanaman. Pada biji-bijian legume maupun serealia kandungan pati yang terdapat pada biji

digunakan sebagai penyuplai energy pada proses perkecambahan atau dalam pembentukan

daun pada tanaman. Bagi manusia kandungan pati pada legume dan serealia dimanfaatkan

sebagai pangan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Kandungan pati pada tanaman

bukan hanya terdapat pada biji-bijian, namun juga terdapat umbi, daging buah dan sebagian

kecil pada daun atau batang.

Pembentukan polimer pati diproduksi dalam jaringan plastids pada sel tanaman

dengan bantuan enzim. Proses sintesis pati terjadi pada chloroplasts atau pada amyloplast.

Enzim sangat berperan dalam pembentukan penyatuan D-glukopiranosa pada sel tanaman

dalam pembentukan amilosa dan amilopektin. Starch synthase merupakan enzim yang

mengubah adenosine-diphospoglucose (ADP-glucose) yang merupakan bentuk reaktif dari

D- glucopyranose dalam sel tanaman untuk membentuk rantai amilosa. Pembentukan

amilopektin sendiri merupakan pemotongan rantai amilosa yang kemudian terhubung pada

ikatan α1,6 pada salah satu molekul D-glucose pada rantai amilosa yang terbentuk. Jadi

dapat dianalogikan bahwa pembentukan amilopektin seperti proses “cut and paste” dari

rantai amilosa yang terlebih dahulu terbentuk. (Thomas dan Atwell, 1999)

Page 27: Teknologi Pangan

Gambar II-4. Ikatan α 1,4 dan α 1,6 glikosida

Tiap jenis tanaman memiliki proses biosintesis yang berbeda-beda dalam

pembentukan rantai amilosa dan amilopektinya. Dari proses yang berbeda inilah dihasilkan

berbagai variasi ukuran, maupun komposisi dari amilosa dan amilopektin dari tiap jenis pati

yang ada di alam, dan dari variasi amilosa dan amilopektin yang berbeda-beda

menghasilkan jenis dan sifat pati yangberbeda-beda pula pada tiap sumber jenis pati.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

II.4 Amilosa dan amilopektin

Penyusun utama pati yaitu amilosa dan amilopektin. Meskipun amilosa dan

amilopektin dibentuk oleh penyusun yang sama yaitu molekul D-glucopyranose, namun

terdapat perbedaan sifat fungsional antara keduanya. Perbedaan sifat tersebut dapat dilihat

pada Tabel II-1.

II.4.1 Amilosa

Telah diketahui bahwa pati disusun oleh molekul D-glucopyranose yang membentuk

rantai. Rantai molekul D-glucopyranose ada yang berbentuk rantai lurus dan ada yang

bercabang. Rantai lurus pada pati disebut dengan amilosa. Molekul D-glucopyranosa yang

berikatan membentuk rantai lurus dihubungkan oleh ikatan α1,4 glikosida. Walaupun amilosa

dikatakan sebagai rantai lurus namun bentuk amilosa sebenarnya yaitu berbentuk heliks atau

spiral (Gambar II-5). Bagian dalam heliks amilosa mengandung atom hydrogen, oleh karena

itu interior dari amilosa memiliki sifat hidrophobik sehingga dapat menjebak senyawa asam

Page 28: Teknologi Pangan

lemak bebas, asam lemak dari gliserida, alkohol dan iodine (Fennema, O.R., 1985).

Pembentukan formasi antara amilosa dan senyawa lipid dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti suhu, pH lama kontak antara amilosa dan senyawa yg akan terikat dalam heliks

amilosa. Ikatan kompleks yang terbentuk pada amilosa dan senyawa lipid dan emulsifier

pangan sangat mempengaruhi suhu gelatinisasi, perubahan tekstur, viskositas, sifat pasta dan

retrogradasi dari pati. Amilosa memiliki derajat polimerisasi antara 1500 - 6000 dengan berat

molekul 105 sampai 106 g/mol. Sifat lain dari amilosa jika dibandingkan dengan amilopektin

yaitu sulit membentuk gel dalam air. Hal ini dapat dilihat pada pati yang memiliki kandungan

amilosa yang tinggi contohnya jagung high amylosa, pati gandum, atau pati beras.

Dibandingkan dengan beras ketan yang memiliki sedikit sekali amilosa dapat membentuk gel

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

yang sangat baik dan lekat. Oleh karena itu dalam pembuatan dodol harus menggunakan

beras ketan agar dapat memperoleh tekstur yang lekat dan liat sebagai cirri khas tekstur pada

dodol.

Saat pemasakan pati dalam larutan air menyebabkan amilosa keluar dari granula pati

kemudian larut dalam air, dan jika dalam keadaan dingin amilosa tersebut akan

terretrogradasi hingga menbentuk lapisan-lapisan kerak atau lapisan film. Hal ini dapat

diamati jika kita melakukan pemasakan pada nasi, kita sering menemukan lapisan-lapisan yg

berbentuk film putih transparan pada dinding-dinding panci atau penutup panci. Lapisan-

lapisan tersebut merupakan amilosa yang telah larut dalam air kemudian terretrogradasi

hingga membentuk lapisan film.

Struktur amilosa yang terdiri dari molekul D‐glukopyranosa yang membentuk rantai lurus 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: Teknologi Pangan

Bentuk heliks amilosa dan rantai asam lemak yang terikat dalam heliks 

Gambar II-5 struktur amilosa dan bentuk heliks yang terbentuk

II.4.2. Amilopektin

Amilopektin merupakan rantai bercabang yang terdapat pada pati yang dihubungkan

oleh ikatan α1,6 glikosida. Gugus amilopektin tidak semuanya memiliki ikatan α1,6

glikosida, namun juga terdapat ikatan α1,4 glikosida, hanya pada percabangannya saja

terdapat ikatan α1,6 glikosida. Diperkirakan hanya sekitar 4-6% ikatan α1,6 glikosida

yang terdapat pada gugus amilopektin. Bentuk dari amilopektin menyerupai bentuk dahan

pohon yang bercabang-cabang. Amilopektin merupakan molekul yang dominan pada

sebagian jenis pati yang terdapat di alam. Komposisi perbandingan amilopektin

dan amilosa sangat besar. Jika

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

Derajatpolimerisasi dari amilosa berkisar antara 1500 hingga 6000, derajat polimerisasi

molekul amilopektin bias mencapai 300.000 hingga 3.000.000 bahkan ada yang mencapai

10.000.000 hingga 500.000.000 misalnya pada pati kentang. Karena memiliki rantai

bercabang yang cukup banyak, maka sifat retrogradasi dari amilopektin lebih kecil jika

dibandingkan dengan amilosa. Karena sifat retrogradasi yang kecil inilah yang

menyebabkan amilopektin mampu mempertahankan sifat gel yang terbentuk.

Page 30: Teknologi Pangan

Gambar II-6 Representasi gugus amilopektin (sumber : http://www.truongdinh.edu.vn/lab/2108/H%C3%B3a/CACBOHIDRAT.tde)

Rasio antara amilosa dan amilopektin pada pati sangat penting dalam pembentukan

sifat fungsionalnya pada pangan. Rasio ini juga mempengaruhi perbedaan bentuk dan sifat

granula dari pati. Pada Tabel II-2 dapat dilihat perbandingan rasio antara amilosa dan

amilopektin dari berbagai jenis pati.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

 

II.5. Granula

Amilosa dan amilopektin tidak terdapat secara bebas di alam, namun terdapat dalam

granula. Bentuk granula yang dilihat menggunakan SEM (scanning electron microscopy)

dapat dilihat pada Gambar II-7. Ukuran, bentuk dan struktur granula dari tiap sumber pati

berbeda-beda. Ukuran diameter dari granula pati bervariasi antara 1µm hingga lebih dari

Page 31: Teknologi Pangan

100µm, sedangkan bentuknya bermacam-macam seperti berbentuk bola, lonjong, atau

berbentuk bulat namun bulat dan sedikit persegi. Gambar II-8 memperlihatkan berbagai jenis

bentuk sketsa model granula dari berbagai jenis pati

Bentuk dan ukuran ganula pati berbeda-beda tergantung dari sumber tanamannya.

Granula pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 µm), berbentuk poligonal dan cenderung

terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal. Granula pati jagung agak lebih besar (sekitar 15

µm), berbentuk bulat ke arah poligonal. Granula tapioka berukuran lebih besar (sekitar 20

µm), berbentuk agak bulat dan pada salah satu bagian ujungnya berbentuk kerucut. Granula

pati gandum cenderung berkelompok dengan berbagai ukuran.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

 

Page 32: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

 

Page 33: Teknologi Pangan

Ukuran normalnya adalah 18 µm, granula yang lebih besar berukuran rata-rata 24 µm

dan granula yang lebih kecil berukuran 7-8 µm. Bentuk granula pati gandum adalah bulat

sampai lonjong. Pati kentang berbentuk oval dan sangat besar, berukuran rata-rata 30-50 µm.

Distribusi ukuran granula pati berpengaruh terhadap kekuatan pembengkakan pati. Ukuran

granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil Pada struktur granula

pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu

granula kurang lebih berjumlah 16, dimana sebagian berbentuk lapisan amorf dan sebagian

berbentuk lapisan semikristal.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

 

Granula pada gandum, barley, dan rye memiliki dua bentuk yang berbeda yaitu: tipe

A memiliki bentuk granula yang besar (35µm), oval, dan lenticular; selain itu juga memiliki

bentuk granula tipe B yang kecil (3 µm) dan spherical. Oleh sebab itu bentuk granulanya

disebut juga dengan bimodal distribution. Bentuk oval terbentuk 15 hari setelah penyerbukan,

sedangkan bentuk spherical terbentuk setelah 18-30 hari setelah penyerbukan. Jumlah granula

yang memiliki tipe B ini memiliki porsi yang lebih besar yaitu sekitar 88% dari jumlah

granula. Perbedaan dari granula tipe A dan B ini dapat dilihat pada tabel II-4.

Page 34: Teknologi Pangan

II.6. Gelatinisasi, retrogradasi dan birefrigent end point

Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen.

Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan

hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam

granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan

meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya

granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air

ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan

gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi.

Proses gelatinisasi pati menyebabkan perubahan viskositas larutan pati.

Dengan menggunakan Brabender Viscoamylograph, terukur bahwa larutan pati

sebelum dipanaskan memiliki viskositas 0 unit. Dengan adanya pemanasan, granula pati

sedikit demi sedikit mengalami pembengkakan sampai titik tertentu. Pembengkakan pati

diikuti dengan peningkatan viskositas. Semakin besar pembengkakan granula, viskositas

semakin besar. Setelah pembengkakan maksimum, dan granula pati pecah, dan pemanasan

tetap dilanjutkan dengan suhu konstan, maka akan terjadi penurunan viskositas akibat proses

degradasi. Perubahan bentuk granula selama proses gelatinisasi dan perubahan viskositas

pati dapat dilihat pada Gambar II-10 dan II-11.

Page 35: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

Jika pati direndam menggunakan air dingin hanya terjadi pembengkakan pada pati

hingga 30%, hal ini disebabkan karena pati menyerap air, namun proses gelatinisasi tidak

terjadi. Syarat utama dalam terjadinya gelatinisasi yaitu adanya air dan panas, tiap jenis pati

memiliki suhu gelatinisasi yang berbeda-beda, ketika mencapai suhu gelatinisasinya panas

akan memutus ikatan antara amilosa dan amilopektin hingga amilosa keluar dari granula pati,

Page 36: Teknologi Pangan

kemudian air akan lebih banyak lagi masuk kedalam granula pati. Proses ini menyebabkan

granula membengkak dan pecah. Proses pembengkakan menyebabkan viscositas larutan

menjadi tinggi, viscositas akan menurun jika suhu terus dipertahankan kemudian akan naik

lagi jika suhu diturunkan. Dalam kondisi suhu yang rendah, amilosa yang telah keluar dari

granula akan mengeluarkan air (sineresis) hinngga menyebabkan viscositas larutan kembali

naik namun tidak setinggi pada saat gelatinisasi sempurna. Proses ini disebut dengan proses

retrogradasi.

II.7. Penutup

Pati merupakan sumber karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia, pati terdiri dari

susunan polimer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan glikosida membentuk rantai lurus

atau yang disebut juga amilosa dan amilopektin. Kedua polimer ini membentuk struktur pati

yang berbentuk granula. Kandungan amilosa dan amilopektin pada pati sangat

mempengaruhi

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

struktur dan karakteristik fisika dan kimia dari jenis pati, seperti sifat gelatinisaasi, pengaruh

terhadap panas, ataupun sifat retrogradasinya.

Penugasan : buatlah makalah mengenai produk pengolahan pati-patian yang berasal

dari jagung, gandum, kentang, ubi kayu, beras, dan sagu. Pembahasan terdiri dari struktur,

komposisi dan profil dari masing-masing jenis pati (termasuk granula dan profil

gelatinisasinya); Produksi dunia dan nasional saat ini; jenis-jenis produk yang dihasilkan;

serta proses produksinya.

Bahan bacaan:

BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc

Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta :

Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry

Thomas, D.J, dan Atwell, W.A., 1999. Starches : Practical Guides For The food Industri.

EaganPress Handbook Series. USA

Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Jakarta.

Winarno, F.G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi (Edisi Terbaru). PT. Embrio Biotekindo,

Bogor.

Page 37: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

BAB III. HIDROLISA PATI

III.1. Pendahuluan

Produk hasil hidrolisa pati sangat banyak digunakan dan diterapkan dalam

penggunaan pati pada produk-produk pengolahan hasil pangan. Proses hidrolisa pati

menggunakan asam maupun enzim adalah proses yang umum digunakan untuk mengubah

pati menjadi molekul yang lebih kecil lagi bahkan hingga mengubah pati menjadi gula

sederhana. Pada bab ini akan dibahas mengenai proses-proses hidrolisa pati baik

menggunakan asam maupun enzim. Masing-masing proses hidrolisa baik menggunakan

asam maupun enzim memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hidrolisa asam

menghasilkan proses yang lebih murah namun produk yang dihasilkan tidak sebaik yang

dihasilkan dari hidrolisis menggunakan enzim yang tentunya jauh lebih mahal.

III.2. Hidrolisa

Gula merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, selama ini kebutuhan gula dipenuhi

oleh industri gula (penggilingan tebu). Industri kecil seperti gula merah, gula aren. Gula

Page 38: Teknologi Pangan

dapat berupa glukosa, sukrosa, fruktosa, sakrosa. Gukosa dapat digunakan sebagai pemanis

dalam makanan, minuman, dan es krim.

Glukosa dibuat dengan jalan fermentasi dan hidrolisa. Pada proses hidrolisa biasanya

menggunakan katalisator asam seperti HCl, asam sulfat. Bahan yang digunakan untuk proses

hidrolisis adalah pati. Di Indonesia banyak dijumpai tanaman yang menghasilkan pati.

Tanaman-tanaman itu seperti padi, jagung, ketela pohon, umbi-umbian, aren, dan sebagainya

Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil / OH oleh suatu senyawa. Gugus OH

dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni,

hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan hidrolisis

dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan

menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap.

Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air. Reaksi ini adalah

orde satu karena reaktan air yang dibuat berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat

diabaikan. Reaksi hidrolisis pati dapat menggunakan katalisator ion H+ yang dapat

diambil dari asam. Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati adalah sebagai berikut:

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

(C6H10O5)x + x H2O → x C6H12O6

Berdasarkan teori kecepatan reaksi:

-rA = k Cpati Cair …..(1)

karena volume air cukup besar, maka dapat dianggap konsentrasi air selama

perubahan reaksi sama dengan k‟, dengan besarnya k‟ :

k„ = k Cair …..(2)

sehingga persamaan 51 dapat ditulis sebagai berikut -rA = k Cpati . Dari persamaan

kecepatan reaksi ini, reaksi hidrolisis merupakan reaksi orde satu.

Jika harga -rA = – mmenjadi akan persamaan (2) menjadi:

- = k‟ CA ………………………………….(3)

Apabila CA = CAo (1- XA) dan diselesaikan dengan integral dan batas kondisi t1 ;

CAo dan t2 ; CA akan diperoleh persamaan :

Page 39: Teknologi Pangan

ln = k‟ (t2 – t1)

ln = k‟ (t2 – t1)………………………..(4)

Dimana XA= konversi reaksi setelah t detik. Persamaan 59 dapat diselesaikan dengan

menggunakan pendekatan regresi y = mx +c, dengan y = ln 1/(1- XA) dan x = t2.

Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap reaksi hidrolisa :

1. Katalisator

Hampir semua reaksi hidrolisa memerlukan katalisator untuk mempercepat jalannya

reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam sebagai katalisator, karena

kerjanya lebih cepat. Asam yang dipakai beraneka ragam mulai dari asam klorida (Agra dkk,

1973; Stout & Rydberg Jr., 1939), Asam sulfat sampai asam nitrat. Yang berpengaruh

terhadap kecepatan reaksi adalah konsentrasi ion H, bukan jenis asamnya. Meskipun

demikian di dalam industri umumnya dipakai asam klorida. Pemilihan ini didasarkan atas

sifat garam

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

yang terbentuk pada penetralan gangguan apa-apa selain rasa asin jika konsentrasinya tinggi.

Karena itu konsentrasi asa dalam air penghidrolisa ditekan sekecil mungkin. Umumnya

dipergunkan larutan asam yang mempunyai konsentrasi asam lebih tinggi daripada

pembuatan sirup. Hidrolisa pada tekanan 1 atm memerlukan asam yang jauh lebih pekat.

2. Suhu dan tekanan

Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi mengikuti persamaan Arhenius.makin

tinggi suhu, makin cepat jalannya reaksi. Untuk mencapai konversi tertentu diperlukan waktu

sekitar 3 jam untuk menghidrolisa pati ketela rambat pada suhu 100°C. tetapi kalau

suhunya dinaikkan sampai suhu 135°C, konversi yang sebesar itu dapat dicapai dalam

40 menit (Agra dkk,1973). Hidrolisis pati gandum dan jagung dengan katalisator asam sulfat

memerlukan suhu 160°C. karena panas reaksi hampir mendekati nol dan reaksi berjalan

dalam fase cair maka suhu dan tekanan tidak banyak mempengaruhi keseimbangan.

Page 40: Teknologi Pangan

3. Pencampuran (pengadukan)

Supaya zat pereaksi dapat saling bertumbukan dengan sebaik-baiknya, maka perlu

adanya pencampuran. Untuk proses batch, hal ini dapat dicapai dengan bantuan pengaduk

atau alat pengocok (Agra dkk,1973). Apabila prosesnya berupa proses alir (kontinyu), maka

pencampuran dilakukan dengan cara mengatur aliran di dalam reaktor supaya berbentuk

olakan.

4. Perbandingan zat pereaksi

Kalau salah satu zat pereaksi berlebihan jumlahnya maka keseimbangan dapat

menggeser ke sebelah kanan dengan baik. Oleh karena itu suspensi pati yang kadarnya

rendah memberi hasil yang lebih baik dibandingkan kadar patinya tinggi. Bila kadar suspensi

diturunkan dari 40% menjadi 20% atau 1%, maka konversi akan bertambah dari 80%

menjadi 87 atau 99% (Groggins, 1958). Pada permukaan kadar suspensi pati yang tinggi

sehingga molekul-molekul zat pereaksi akan sulit bergerak. Untuk menghasilkan pati

sekitar 20%.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

III. 2. 1. Klasifikasi Hidrolisa

Klasifikasi proses hidrolisa dapat dibagi menjadi: (1) Hidrolisa fase gas: Sebagai

penghidrolisa adalah air dan reaksi berjalan pada fase uap. (2) Hidrolisa fase cair: Pada

hidrolisa ini, ada 4 tipe hidrolisa, yaitu: (a) Hidrolisa murni: Efek dekomposisinya jarang

terjadi, tidak semua bahan terhidrolisa. Efektif digunakan pada : Reaksi Grigrard dimana air

digunakan sebagai penghidrolisa, (b)Hidrolisa bahan-bahan berupa anhidrid asam Laktan dan

laktanida. Hidrolisa senyawa alkyl yang mempunyai komposisi kompleks, Hidrolisa asam

berair. Pada umumnya dengan HCl dan H2SO4, dimana banyak digunakan pada industri

bahan pangan, misal: Hidrolisa gluten menjadi monosodium glutamate, Hidrolisa pati

menjadi glukosa. Sedangkan H2SO4 banyak digunakan pada hidrolisa senyawa organik

dimana peranan H2SO4 tidak dapat diganti. (c) Hidrolisa dengan alkali berair: Penggunaan

konsentrasi alkali yang rendah dalam proses hidrolisa diharapkan ion H+ bertindak sebagai

Page 41: Teknologi Pangan

katalisator sedangkan pada konsentrasi tinggi diharapkan dapat bereaksi dengan asam yang

terbentuk. (d) Hidrolisa dengan enzim Senyawa dapat digunakan untuk mengubah suatu

bahan menjadi bahan hidrolisa lain. Hidrolisa ini dapat digunakan : Hidrolisa molase,

Beer (pati → maltosa/glukosa) dengan enzim amilase

Aplikasi hidrolisa Pati banyak digunakan dalam Industri makanan dan minuman

menggunakan sirup glukosa hasil hidrolisis pati sebagai pemanis. Produk akhir hidrolisa pati

adalah glukosa yang dapat dijadikan bahan baku untuk produksi fruktosa dan sorbitol. Hasil

hidrolisis pati juga banyak digunakan dalam industri obat-obatan. Dan juga glukosa yang

dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol. Penggunaan asam

sebagai penghidrolisa menghasilkan biaya produksi yang sedikit, namun produk yang

dihasilkan tidak seragam dan banyak senyawa pati yang rusak oleh asam tersebut, sedangkan

penggunaan enzim sebagai penghidrolisa menghasilkan produk yang seragam, lebih

terkontrol, namun biaya produksi lebih tinggi karena harga dari enzim sendiri lebih mahal

jika dibandingkan dengan asam.

III.3 Hidrolisis Enzim

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang

mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul

awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat, yang disebut

promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan

cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai

promoter.

Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan

senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi

lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi

aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh:

X + C → XC (1)

Y + XC → XYC (2)

XYC → CZ (3)

CZ → C + Z (4)

Page 42: Teknologi Pangan

Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir

molekul katalis akan kembali ke bentuk semula.

Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya

dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan

struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya

dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.

Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu,

keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman)

optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami

perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim

tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini

akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi

oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan

aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah

inihibitor enzim.

Dalam proses hidrolisis pati secara enzimatis, terdapat beberapa enzim

penghidrolisis pati yang bekerja spesifik yaitu ikatan glikosidik yang diputus, pola

pemutusan, aktivitasnya dan spesifitas substrat serta produk yang dihasilkan. Tingginya

keragaman jenis pati dan spesifiknya kerja enzim penghidrolisis pati, maka produk yang

dibentuk akan mempunyai komposisi karbohidrat yang beragam

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Modifikasi pada pati juga dapat dilakukan dengan hidrolisis enzim. Modifikasi pati

dengan metode enzimatis. Pada modifikasi pati dengan metode enzimatis ini dapat dilakukan

dengan berbagai tahapan yaitu likuifaksi, sakarifikasi dan isomerisasi. Langkah yang pertama

adalah likuefaksi 30-40% suspensi padatan untuk menghasilkan maltodekstrin dengan

menggunakan enzim α-amilase. Setelah likuifaksi dilakukan sakarifikasi menggunakan enzim

glukoamilase atau pullulanase untuk menghasilkan sirup glukosa atau sirup maltosa. Hasil

sakarifikasi dilakukan isomerisasi dengan enzim glukosa isomerase untuk menghasilkan sirup

fruktosa. Hidrolisis dengan enzim dapat menghasilkan beberapa produk hidrolisat pati

dengan sifat-sifat tertentu yang didasarkan pada nilai DE (ekuivalen dekstrosa). Nilai DE

100 adalah murni dekstrosa sedangkan nilai DE 0 adalah pati alami. Hidrolisat dengan nilai

Page 43: Teknologi Pangan

DE 50 adalah maltosa, nilai DE di bawah 20 adalah maltodekstrin, sedangkan hidrolisat

dengan DE berkisar antara 20-100 adalah sirup glukosa.

Beberapa jenis enzim yang sering digunakan dalam menghidrolisis pati yaitu: α-

amilase, β-amilase, pullunase, dan amiloglukosidase (AMG) yang memiliki karakteristik

yang berbeda- beda satu-sama lainnya.

III.3.1 Enzim alfa amilase

Enzim alfa-amilase, atau yang biasa disebut juga 1,4-alpha-D-glucan

glucanohydrolase (karena hanya memotong pada ikatan α1,4 pada ikatan glikosida), biasa

juga disebut pancreatic alpha-amilase adalah salah satu enzim yang berperan dalam

proses degradasi pati, sejenis makromolekul karbohidrat. Struktur molekuler dari enzim ini

adalah α-1,4-glukanohidrolase. Bersama dengan enzim pendegradasi pati lain, pululanase, α-

amilase termasuk ke dalam golongan enzim kelas 13 glikosil hidrolase. Alpha-amilase ini

memiliki beberapa sisi aktif yang dapat mengikat 4 hingga 10 molekul substrat sekaligus

sehingga proses hidrolisisnya lebih cepat.

Gambar III-1. ikatan α1,4 glikosida yang diputus oleh Enzim alfa amilase

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Alfa-amilase pada umumnya aktif bekerja pada kisaran suhu 25OC hingga 95OC.

Penambahan ion kalsium dan klorida dapat meningkatkan aktivitas kerja dan menjaga

kestabilan enzim ini. Alfa-amilase akan memotong ikatan glikosidik α-1,4 (Gambar III-1)

pada molekul pati (karbohidrat) sehingga terbentuk molekul-molekul karbohidrat yang lebih

pendek. Hasil dari pemotongan enzim ini antara lain maltosa, maltotriosa, dan glukosa.

Page 44: Teknologi Pangan

Gambar III-2. Representatif lokasi pemutusan yang dilakukan secara acak oleh enzim

alfa amilase

Kerja enzim ini bersifat endo enzim yaitu memotong ikatan α1,4 glikosida pada

amilosa ataupun amilopektin dari dalam dan memotong secara acak (Gambar III-1), enzim ini

juga bekerja pada pati yang telah tergelatinisasi. Pada hidrolisis pati mentah enzim ini

dihasilkan oleh Saccaromyces cereviciae (Raw starch digesting amilase). Alfa amilase

biasa juga disebut  sebagai  liquifying enzim, karena enzim alfa amilase bekerja pada proses

liquifikasi yg memecah pati menjadi rantai yg lebih pendek.

Enzim alpha-amilase merupakan enzim yang banyak digunakan pada berbagai

macam makanan, minuman, detergen, industri pemrosesan dan industri tekstil. Enzim ini

terdapat dialam misalnya pada: Bisa dalam bentuk tepung malt, gandum yang

berkecambah; berasal dari bakteri bacillus Bacillus subtilis; Disintesa kapang Rhizopus

oligosporus dan Rhizopus oryzae; Bisa berasal dari cacing tanah; Pakai cendawan

Aspergillus sp; Bisa berasal dari pancreas sapi dan babi; dan banyak terdapat di air ludah

dan pencernaan manusia.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Enzim α-amilase yang diisolasi dari bacillus subtilis sangat stabil pada suhu tinggi.

Tergantung kepada pemanfaatannya, suhu optimum untuk enzim ini adalah 70-90OC. pada

suhu rendah, enzim ini masih cukup stabil meskipun pada pH dibawah 6. Walaupun demikian

enzim ini tidak dapat dihadapkan pada pH dibawah 5. Pada suhu 70OC enzim ini dengan

cepat kehilangan aktivitasanya jika pH dibawah 6. Namun pada suhu tersebut enzim ini

cukup stabil dalam kisaran antara 6-10. Kondisi optimum untuk proses hidrolisis pati dalam

industri adalah pH 6-6,5. Liquifaction tahap pertama dengan jet cooker dilakukan pada

suhu 105OC. dan tahap berikutnya pada 95OC selama 15-30 menit didalam tangki khusus.

Bakteri lain yang menghasilkan α-amilase yaitu Bacillus licheniformis. pH optimum untuk

Page 45: Teknologi Pangan

enzim ini sekitar 6 pada suhu 60OC. jika suhu ditingkatkan pH optimum juga meningkat

sekitar 7. Jika α-amilase yang diperoleh dari B. subtilis menghidrolisis pati dengan hasil

utama maltoheksosa, maltopentosa dan sedikit glukosa (4-5%), maka α-amilase yang

dihasilkan oleh B. licheniformis menghasilkan maltosa, maltoriosa, dan

maltopentosa, glukosa yang dihasilkan agak lebih tinggi yaitu 8-10%.

Enzim α-amilase yang diperoleh dari fungi banyak dihasilkan dari Aspergillus

oryzae. Di dalam hidrolisis, enzim ini mula-mula berkelakukan seperti maltenzyme atau

enzim dari bakteri. Namun pada tahap berikutnya, lebih banyak maltosa dan maltoriosa

yang terbentuk. Sedikit atau banyak α-amilase dari fungi ini berkelakukan seperti gabungan

antara α dan β amilase dari malt. Meskipun enzim ini diperdagangkan dalam bentuk

serbuk, namun enzim ini sangat mudah larut dalam air. Suhu optimumnya yaitu pada suhu

50OC pada saat pelarutan, meskipun aktivitas enzim meningkat pada suhu 55OC, namun

aktivitas tersebut cepat menurun, demikian juga stabilitasnya. Untuk reaksi dalam waktu

pendek, pH optimum adalah sekitar 4,7.

III.3.2. Enzim beta-amilase

merupakan enzim golongan hidrolase yang digunakan dalam proses sakarifikasi

pati. Sakarifikasi banyak berperan dalam permecahan makromolekul karbohidrat. Pemecahan

makromolekul karbohidrat ini akan menghasilkan molekul karbohidrat rantai pendek.

Beta-amilase akan memotong ikatan glikosidik pada gugus amilosa, amilopektin,

dan glikogen. Amilosa merupakan struktur rantai lurus dari pati, sedangkan amilopektin

merupakan struktur percabangan dari pati. Hasil pemotongan oleh enzim ini akan didominasi

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

oleh molekul maltosa dan beta-limit dekstrin. Dalam industri pangan, pembentukan senyawa

beta-limit dektrin seringkali dihindari karena membentuk viskositas atau kekentalan yang

terlalu pekat.

Enzim beta-amilase sama halnya dengan alfa amilase yang memotong ikatan α1,4

glikosidik, namun proses pemotongannya sangat lambat, dan hanya memotong 2 unit glukosa

setiap potongannya, dan memotong satu-persatu dari ujung terluar amilosa atau amilopektin.

Jika beta amilase memotong pati rantai lurus maka produk akhir dari pemotongan enzim beta

amilase yaitu maltose dan maltotriosa dengan rasio 99:1%

Page 46: Teknologi Pangan

Enzim beta-amilase banyak ditemukan pada tanaman tingkat tinggi, seperti gandum,

ubi, dan kacang kedelai. Di samping itu, beta-amilase juga dapat ditemui pada beberapa

mikroorganisme, antara lain Pseudomonas, Bacillus, Streptococcus, dan Clostridium

thermosulfurigenes. Enzim yang berasal dari C. thermosulfurigenes umumnya lebih disukai

karena memiliki toleransi suhu dan pH yang lebih tinggi.

III.3.3 Enzim Debranching Enzim (pullulanase)

Enzim ini memiliki spesifikasi memutus ikatan cabang pada α1,6 glikosida. Bersifat

exoenzim amilolitik. Contoh jenis enzim ini antara lain contoh iso-amilase dan limit

dekstrinase. Hasil pemutusan oleh ini enzim ini menghasilkan pati rantai panjang dan limit

dekstrin. Dalam berbagai pengolahan untuk menghasilkan gula, digunakan variasi

penggunaan berbagai jenis enzim yang digunakan secara bertahap.

III.3.4. Enzim Amiloglukosidase (AMG)/glukoamilase

adalah salah satu yang berperan dalam proses sakarifikasi pati. Serupa dengan

enzim beta-amilase, glukoamilase dapat memecah struktur pati yang merupakan

polisakarida kompleks berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil.

Kelebihan enzim ini yaitu selain memutus ikatan α1,4 glikosoda, juga memutus ikatan α1,6

glikosida. Enzim ini bersifat eksoenzim. Pada umumnya, enzim ini bekerja pada suhu 45-60

°C dengan kisaran pH 4,5-5,0. Produk akhir yang dihasilkan dari enzim ini yaitu glukosa.

Enzim ini memiliki peranan yang cukup besar di dalam metabolisme energi di berbagai

jenis organisme. Oleh karena itu, enzim ini banyak ditemukan pada beragam jenis

tanaman dan mikroorganisme, seperti Saccharomyces, Endomycopsis, Aspergillus,

Penicillium, Mucor, dan Clostridium.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

III.4. Penutup

Tugas : Cari jurnal hasil penelitian yang membahas mengenai proses hidrolisis pati,

kemudian paparkan proses yang dilakukan dan berapa rendemen yang dihasilkan dari proses

tersebut. Penilaian berdasarkan aktualitas jurnal, penggunaan bahasa yang mudah dimengerti,

dan pengambilan kesimpulan dari hasil penyaduran jurnal

Page 47: Teknologi Pangan

Soal evaluasi : Jelaskan proses yang akan dilakukan jika kita ingin menghasilkan

sirup glukosa, tuliskan proses hidrolisis yang dilakukan atau jenis enzim yang digunakan.

Jelaskan pula kondisi proses yang dilakukan.

Bahan Bacaan :

BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc

Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta :

Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry

Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Jakarta.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

BAB IV. EKSTRAKSI PATI

IV. 1. Pendahuluan

Kita telah ketahui bahwa pati sangat banyak digunakan dalam kehidupan kita sehari-

hari, untuk memperoleh pati dari tanaman yang kaya akan pati perlu dilakukan proses

ekstraksi. Kelompok tanaman yang memiliki kandungan pati berasal dari jenis tanaman

Page 48: Teknologi Pangan

legume, serealia, umbi dan dari tanaman palm khususnya sagu. Tiap jenis sumber pati

tersebut memiliki proses ekstraksi yang berbeda-beda. Pada bab ini akan dibahas mengenai

proses ekstraksi pati-pati dari berbagai jenis sumber pati dari komoditi jagung dan

gandum, uku kayu serta sagu.

IV. 2. Ekstraksi pati ubi kayu

Tepung dan pati mudah diperoleh dari bahan tanaman sumber karbohidrat yang

biasanya terdapat pada bagian umbi, daging buah, batang, akar, empelur batang dan biji.

Tepung merupakan bahan kering yang mengandung komponen bahan berupa pati, lemak,

protein, serat kasar dan komponen lain dalam bahan yang dikeringkan Sedangkan pati

merupakan hasil ekstraksi komponen amilum yang mengandung amilosa dan amilopektin.

Pati adalah salah satu jenis polisakarida yang amat luas tersebar di alam. Pati disimpan

sebagai cadangan makanan bagi tumbuhan di dalam biji buah (padi, jagung), di dalam umbi

(ubi kayu, ubi jalar, garut) dan pada batang (sagu, aren). Tanaman ubi kayu termasuk dalam

keluarga Euphorbiaceae dari genus Manihot. Potensi tanaman ubi kayu sebagai bahan pokok

sudah dikenal orang sejak zaman maya di Amerika Serikat sekitar 2000 tahun yang lalu, atau

bahkan jauh sebelumnya (Tjokroadikoesoemo, 1985).

Peninggalan-peninggalan arkeologi yang ditemukan menunjukkan bahwa budi daya

tanaman ini terdapat di Peru, Venezuela dan Kolombia, serta telah dilakukan sejak permulaan

abad Masehi. Prinsip-prinsip ekstraksi pati yang dikembangkan oleh bangsa Maya pada awal

pembudidayaan ubi kayu masih diterapkan dalam industri pati secara modern dewasa ini.

Ubi kayu dapat dimakan dalam berbagai jenis makanan, misalnya digoreng, dikukus,

dibakar, diolah menjadi berbagai macam makanan, diragikan menjadi tapai, dapat dibuat

tiwul, gatot dan macam-macam makanan lainnya. Ubi kayu dapat juga diolah menjadi tepung

tapioka, gaplek, dan pelet sebagai pakan ternak.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

Di Amerika Utara dan Eropa tepung tapioka diolah menjadi puding, bahan pengental

untuk gravies (saus kuah daging), atau sebagai bahan pengikat pada pembuatan permen.

Tepung ubi kayu dapat juga diproses menjadi sejenis gula cair yang dinamakan High

Fructose Syrup (HFS).

Page 49: Teknologi Pangan

IV.2.1 Pengolahan gaplek

Cara pengolahan yang paling sederhana dari ubi kayu yaitu diolah menjadi gaplek atau

chip kering. Cara ini dilakukan untuk mengurangi berat dengan mengeluarkan kandungan

airnya agar lebih memudahkan dalam proses trasnportasi dan mengurangi kerusakan dari ubi

kayu selama penyimpanan dan transportasi. Dari turunan gaplek atau chip ini dapt dihasilkan

tepung pati. Tepung pati tersebut mengandung sekitar 85% pati murni (Tabel IV-1).

Pemotongan ubi kayu menggunakan mesin yang terbuat dari suatu lempeng besi

dengan ketebalan 2 - 10 mm. Namun di beberapa daerah di Indonesia masih menggunakan

cara manual dengan cara memotong-motong ubi kayu dengan menggunakan pisau.

Terdapat beberapa metode dalam proses pengeringan gaplek antara lain :

1. Pengeringan buatan

Pengeringan ini belum banyak dilakukan di Indonesia karena kita sinar matahari masih

cukup banyak di Indonesia, namun proses pengeringan menggunakan mesin ini biasa

dilakukan pada musim hujan sehingga proses produksi gaplek terus berjalan khususnya bagi

industri-industri. Beberapa alat pengering gaplek antara lain

a. Static bed dryer

Bahan yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam suatu ruangan (bins atau trays).

Uap panas dari brander ditiupkan ke dalam ruangan memakai kipas. Cara ini kurang

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

efisien karena kekeringan produk yang dihasilkan tidak seragam, sedangkan

efisiensi panasnya sangat rendah

b. Moving bed dryers

Page 50: Teknologi Pangan

Pada proses ini bahan yang akan dikeringkan dimasukkan kedalam ruangan

memakai alat yang bergerak dari ujung ruangan ke ujung yang lain. Ubi kayu

yang telah dipotong-potogn diletakkan di atas belt yang berjalan dalam oven yang

panas. Belt tersebut sebaiknya berlubang-lubang karena lebih dapat menyeragamkan

kelembaban dari bahan.

c. Rotary dryer

Bahan dimasukkan dalam drum yang berputar, pad saat drum berputar bahan ikut

berputar. Udara panas ditiupkan kedalam drum lewat salah satu ujung, dapat searah,

dapat pula berlawanan dengan arah aliran yang dikeringkan

Pada pengeringan menggunakan penngeringan alami yang memanfaatkan sinar

matahari ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penngeringan antara lain : (1)

Ukuran dan bentuk potongan chips, pengirisan yang makin tipis menyebabkan luas

permukaan lebih besar sehingga proses pengeringan lebih cepat; (2) tebal lapisan chips di

lantai penjemuran. Pada lantai penjemuran yang terbuat dari beton diperlukan sekitar 3

hari untuk mengeringkan chip dengan tebal lapisan sebesar 6,1 kg/m2; (3) kondisi iklim dan

cuaca, faktor ini merupakan faktor pembatas yang tidak dapat dikontrol. Hubungan antara

kandungan kelembaban keseimbangan di dalam ubi kayu dengan kelembaban relative pada

berbagai suhu menunjukkan bahwa secara teoritis ubi kayu dapat dikeringkan sampai

mencapai kandungan kelembaban sebesar 2% (basis basah) meskipun pada kelembaban

relative 90% dan suhu udara 15OC; (4) kandungan kelembaban umbi ubi kayu.

Kandungan kelembaban dari umbi ubi kayu segar sangat bervariasi, bergantung pada

varietasi, umur panen, kondisi tanah, dan musim atau curah hujan. Umumnya

kelembaban ubi kayu segar sekitar 60-70%.

IV.2.2 Industri kecil tepung tapioka

Pengolahan ubi kayu menjadi tepung dalam skala kecil banyak dilakukan di Amerika

Latin, Afrika, Asia Selatan-Tenggara, termasuk di Indonesia.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Di Brasil ubi kayu diolah menjadi farinha grossa dan farinha mandioca. Farinha

grossa yang dibuat dengan mengeringkan chips dari ubi kayu yang dikupas kulitnya

Page 51: Teknologi Pangan

kemudian dijemur dan dikeringkan. Chips kering tersebut kemudian ditumbuk menjadi

tepung. Farinha mandioca dibuat dengan cara mengupas kulit ubi kayu kemudian diparut,

hasil parutan tersebut kemudian di peras airnya kemudian disangrai.

Cara pengolahan tepung industri kecil di Columbia hampir sama dengan dengan di

Indonesia dimana tepung difermentasikan terlebih dahulu selama kira-kira 20 hari sebelum

dikeringkan, fermentasi dilakukan oleh sejumlah jasad renik, terutama bakteri asam laktat,

sejumlah kecil asam butirat, ragi dan fungi. Selama beberapa hari pertama pH akan turun

sekitar 6,5 menjadi 3,5 bahkan lebih rendah. Setelah fermentasi kelebihan air kemudian

dibuang dan tepung dikeringkan.

Proses pengolahan tapioka skala industri kecil dimulai dengan proses pengolahan

pendahuluan dimana ubi kayu hasil panen disortir dan dibersihkan. Proses pencucian dan

pengupasan dilakukan dalam tangki besar atau bak yang dilengkapi dengan pedal kayu yang

dapat berputar pada as horisontal. Karena pengaruh gesekan antara umbi dengan pedal-pedal

kayu tersebut, maka kulit luar dari umbi akan terkelupas. Air yang dialirkan secara kontinu

ke dalam bak tersebut mengalir keluar membawa tanah, pasir, kulit dan kotoran lainnya.

Umbi yang telah dikupas kemudian diumpankan dalam mesin parutan untuk di hancurkan,

mesin paruten terdiri atas sebuah silinder kayu yang pada sisi luarnya dipakukan kawa-

kawat kecil dari baja. Fungsi kawat-kawat baja tersebut adalah untuk memarut umbi.

SIlinder digerakkan oleh motor atau diesel.

Proses selanjutnya yaitu proses ekstraksi pati. Bubur hasil parutan kemudian

dimasukkan ke dalam alat penyaring. Penyaringan dapat dilakukan dengan tangan, atau alat

yang menggunakan mesin. Alat penyaring digerakkan mesin berbentuk silinder dari logam

yang berputar pada sumbu horizontal. Dinding silinder berlubang-lubang dengan diameter 1

cm. Dibagian dalam dari dinding silinder diberikan lapisan kawat anyaman, dan kemudian

kain saringan. Pati bersama-sama dengan air akan keliar menembus dinding saringan,

sedangkan serat dan bagian pati yang masih tersisa dikeluarkan lewat lubang alat

penyaring tersebut.

Bubur pati yang keluar dari alat penyaringan kemudian dialirkan ke tangki-tangki

pengendapan. Ukuran bak pengendapan dibuat berdasarkan kapasitas pabrik. Didalam bak

pati dibiarkan mengendap selama beberapa hari. Setelah pati mengendap, cairan jernih (air

dan

 Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 52: Teknologi Pangan

beberapa macam zat terlarut didalamnya) dikeluarkan dari dalam bak sampai mencapai

lapisan tipis diatas endapan pati. Lapisan tersebut disebut juga stain yang kemudian dibuang

dengan cara menyendoknya. Setelah lapisan stain dikeluarkan pati yang mengendap

langsung dikeringkan sebagai tepung tapioka.

IV.2.3. Industri pabrik tepung tapioka

Proses ekstraksi pati pada pabrik tapioka skala industri dimulai dengan pembersihan

umbi ubi kayu dari kandungan tanah dengan menggunakan penyemprotan udara bertekanan

tinggi. Setelah itu ubi kayu di umpankan pada belt yang berjalan untuk masuk pada mesin

pengupasan dan pembersihan. Selama dalam perjalanan menuju proses, umbi ubi kayu

tersebut di cuci memakai air yang disemprotkan dibagian ujung atas dari belt yang berjalan,

dengan demikian, tanah, pasir, dan kotoran-kotoran lainnya yang masih melekat di kulit umbi

dapat tercuci dan terbawa hanyut bersama-sama dengan air yang mengalirturun. Pencucian

lebih lanjut dilakukan di alat pencuci dan pengupas kulit.

Alat pencuci dan pengupas kulit terdiri atas sebuah palung atau tangkai yang

didalamnya dipasang dua atau tiga sumbu perputaran horisontal. Pada tiap-tiap sumbu

dipasang pedal – pedal kayu yang gunanya untuk mengaduk-ngaduk dan mengupas kulit

luar dari umbi tersebut.

Kulit luar yang terkupas dihanyutkan oleh air pencuci yang disemprotkan ke atas umbi

pada saat benda-benda tersebut terangkat naik ke permukaan palung oleh perputaran sumbu

dan bilah-bilahnya. Air didalam palung juga disirkulasi (recycle). Pada saat disirkulasi, air

kotor dari dalam palung yang disirkulasi dilewatkan pada alat penyaring dan hydrocyclone.

Dengan demikian kotoran-kotoran, pasir, tanah dan sebagian kulit yang ada di dalam alat

pencuci dan pengupas kulit dapat dipisahkan.

Karena ke dalam alat pencuci juga disemprotkan air segar secara kontinu, maka

kelebihan air yang bercampur lumpur dari kulit umbi yang meluap dari dalam bak ditampung

dan dikirim ke tempat pengolahan air buangan untuk dijernihkan dan diberikan perlakuan

biologi sehingga dapat dialirkan kembali ke dalam proses sebagai air segar.

Dibeberapa pabrik yang lebih modern proses pencucian dan pengupasan tidak

dijadikan satu, melainkan terpisah, mula-mula umbi dimasukkan dalam bak pencuci hingga

bersih kemudian dikupas dimesin yang lainnya, dengan cara ini penggunaan air lebih

sedikit.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 53: Teknologi Pangan

 

Umbi yang telah terkupas kulitnya yang keluar dari alat pencuci dan pengupas kulit

kemudian diangkut dengan belt (ban berjalan) menuju alat pencacah (chopper). Pada mesin

ini umbi di potong dengan ketebalan 30-5- mm

Sebelum memasuki alat pemotongan, umbi disortir terlebih dahulu, umbi yang teralu

besar dipotong, umbi yang rusak atau busuk dibuang, sedangkan umbi yang belum sempurna

pengupasan kulitnya dikembalikan pada alat pengupasan kulit ubi kayu.

Pada proses ekstraksi umbi yang telah dicacah kecil-kecil kemudian di lumatkan

menjadi bubur umbi, pada proses pelumatan ini harus diperhatikan agar pati dapat terpisah

dari serat sebanyak-banyaknya, tetapi tanpa menghasilkan serat halus yang banyak, serat

halus ini jika teralu banyak dapat menyulitkan proses selanjutnya, sehingga berakibat

turunnya efisiensi pabrik.

Gambar IV-1. Diagram alir proses ekstraksi pati ubi kayu pada industri besar.

Dari desintegrator, bubur umbi tersebut kemudian dikirim ke alat ekstraksi (ekstraktor).

Disini ekstraksi pati dilakukan secara bertingkat, mula-mula bubur umbi disaring

menggunakan saringan statis. Disini serat kasar dan partikel-partikel kasar dipisahkan

terlebih

Page 54: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

dahulu. Bubur umbi yang lolos saringan kemudian dilewatkan saringan berputar model konis,

partikel-partikel yang lebih halus terutama serat dipisahkan. Beberapa pabrik yang lebih

modern lagi ekstraksi dilakukan dengan alat ekstraktor jet model nozzle berputar. Ekstraktor

jenis iniadalah semacam alat penyaring dan pemurni yang bekerja berdasarkan prinsip gaya

sentrifugal. Alat ini termasuk jenis alat pemutar (centrifugal)dengan saringan miring.

Didalamnya dilengkapi dengan satu sistem pencuci khusus berbentuk nozzle.

Bubur umbi dimasukkan ke dalam alat melelui ujung tersempit dari konis yang

berputar, dan tergelincir menuju ujung terlebar dari konis. Selama dalam perjalanan bubur

umbi tersebut selalu di encerkan dengan air yang disemprotkan melalui nozzle-nozzle yang

terpasang pada alat. Butir-butir dan partikel-partikel halus lainnya terlempar keluar oleh

gaya sentrifugal, menembus dinding saringan yang berlubang-lubang halus. Sedangkan

ampas dan partikel- partikel yang tidak lolos saringan makin lama makin miskin akan pati

tersebut tergelincir menuju ujung paling lebar dari konis, untuk kemudian dikeluarkan.

Dengan mengatur kecepatan aliran bahanm arah dari semburan nozzle, serta kecepatan

diferensialnya, maka ekstraksi pati dapat diatur seoptimal mungkin. Serat yang terpisah

dihancurkan kemudian difermentasikan untuk kemudian diolah menjadi makanan ternak.

Bubur pati yang dimasukkan ke dalam separator sentrifugal dari tangki pengumpan

akan dipisahkan lebih lanjut dari serat-serat halus yang masih terkandung di dalamnya.

Bahan- bahan terlarut dipisahkan dengan cara pencucian beberapa kali di dalam

separator. Bubur pati yang sudah murni tersebut kemudian dimasukkan ke dalam

hydroctclone atau bak-bak pengendapan untuk dipisahkan airnya.

Dari hydrocyclone atau bak-bak pengendapan, pati yang sudah banyak kehilangan air

tersebut kemudian dimasukkan ke alat pemutar untuk dibuang airnya lebih lanjut

(dewatering). Untuk proses dewatering. Partikel-partikel pati yang dihasilkan oleh alat

pemisah air (dewatering), masih mengandung cukup kelembaban sehingga tidak dapat

disimpan lama tanpa menimbulkan kerusakan. Oleh karena itu pati harus dikeringkan

melalui alat pengering (dryer). Dari hasil pengeringan ini diperoleh sebuk-serbuk pati yang

siap dikemas.

Page 55: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 56: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

IV.3. Pengolahan tepung dan ekstraksi pati jagung

IV.3.1. Biji jagung

Biji jagung mengandung pati 54,1-71,7%, sedangkan kandungan gulanya 2,6-12,0%.

Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen

lainnya adalah pentosan, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi. Selain itu biji

jagung juga memiliki kandungan minyak sebesar 3,8%; protein 8%, serat 11,2% dan kadar

air 16%. Minyak Jagung terdapat pada germ biji jagung. Sedangkan patinya sebagian besar

terdapat pada endosperm.

Gambar IV-3. Struktur fisik dari biji jagung (BeMiller, 2009)

IV.3.1. Dry milling maize

Selain berasal dari umbi-umbian, sereal dan legum juga merupakan sumber pati,

jagung merupakan salah satu komoditi bari tanaman jenis sereal yang sering diambil patinya.

Pati pada jagung disebut juga dengan maizena.

Proses pengolahan tepung jagung (maizena) dengan metode dry milling bertujuan

untuk menghasilkan yield grits yang maksimum dengan kontaminasi sedikit lemak dan tip

cap. Pada metode ini pemisahan germ tidak menjadi fokus utama, mamun dapat juga

dilakukan. Beberapa negara eropa dan Amerika menggunakan metode dry milling untuk

pegolahan ethanol. Sedangkan pada industri pangan penggunaan dry milling akan

menghasilkan produk

Page 57: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

bahan baku untuk produk cornflakes, snack ataupun campuran roti. Hasil tepung yang

dihasilkan dari proses ini biasanya masih memiliki kandungan lemak, sehingga mudah

mengalami kerusakan karena ketengikan.

Tahapan proses dry milling maize yaitu :

1. Cleaning. Bertujuan untuk memisahkan biji jagung dengan bahan2 pengotor

2. Conditioning. Proses pengkondisian untuk proses de-germing dengan penambahan 2-

3% air panas atau steam hingga biji jagung mengandung kadar air sekitar 20-22%

3. De-germing. Proses memisahkan germ dari biji jagung dengan menggunakan mesin

Beall de germinator, rollermills dan sifters, impact machines (entoleter/gravity

separator)

4. Drying and cooling. Biji jagung yang telah terpisah kemudian diturunkan kadar

airnya hingga 15-15,5% dengan menggunakan suhu 60-71OC. kemidian didinginkan

hingga mencapai suhu 2-38OC.

5. Grading. Grading bertujuan untuk memisahkan partikel biji jagung yang terbentuk

berdasarkan ukurannya

6. Milling. Tujuan milling yaitu untuk mengecilkan lagi partikel yang besar.

Produk yang dihasilkan dari prosess ini antara lain :

IV.3.2 Wet milling Wet milling banyak digunakan untuk industri pangan, karena pada proses ini biji

jagung akan dipisahkan germ dari biji untuk memisahkan lemak dan protein sehingga bisa

Page 58: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

mendapatkan pati jagung yang lebih murni. Dikatakan wet milling karena menggunakan air

yang cukup besar dalam pengolahan ini, khususnya pada tahapan steeping.

Pada proses pengolahan wet milling dilakukan proses pemisahan bagian germ pada 

biji  jagung karena pada bagian germ  ini hanya  terkandung protein dan  lemak,  sedangkan 

pada        bagian  endosperm  kaya  akan  pati.  Proses  pemisahan  pati  pada  jagung  setelah 

dipisahkan  germnya  yaitu  dihancurkan  kemudian  dilarutkan  lagi  untuk  memisahkan 

Page 59: Teknologi Pangan

kandungan protein     yang larut    air     yang    terdapat pada   endosperm  agung (Gambar 

IV‐4). Produk yang dihasilkan 

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 201 

 

dari proses ini adalah : Pati jagung (maizene), Gluten jagung, minyak jagung. Tahapan proses

wet milling dapat dilihat pada Gambar IV-3.

Gambar IV-5. Matriks granula pati jagung dan protein jagung

IV.4 Pengolahan tepung sagu (wikipedia)

Sagu adalah butiran atau tepung yang diperoleh dari teras batang pohon sagu atau

rumbia (Metroxylon sago Rottb.). Tepung sagu memiliki ciri fisik yang mirip dengan tepung

tapioka. Dalam resep masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan

tepung tapioka, meskipun keduanya sebenarnya berbeda.

Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Maluku dan Papua yang tinggal di

pesisir. Sagu dimakan dalam bentuk papeda, semacam bubur, atau dalam bentuk-bentuk yang

lain. Sagu sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan dan dikemas dengan

daun pisang. Selain itu, saat ini sagu juga diolah menjadi mi dan mutiara.

Page 60: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 201 

Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki keunikan karena diproduksi di daerah

rawa- rawa (habitat alami rumbia). Kondisi ini memiliki keuntungan ekologis tersendiri,

walaupun secara ekonomis kurang menguntungkan (menyulitkan distribusi). Sagu dipanen

dengan tahap sebagai berikut:

1. Pohon sagu dirubuhkan dan dipotong hingga tersisa batang saja

2. Batang dibelah memanjang sehingga bagian dalam terbuka.

3. Bagian teras batang dicacah dan diambil.

4. Teras batang yang diambil ini lalu dihaluskan dan disaring.

5. Hasil saringan dicuci dan patinya diambil.

6. Pati diolah untuk dijadikan tepung atau dikemas dengan daun pisang

(dinamakan

"basong" di Kendari).

Gambar IV-6. Proses pembuatan tepung sagu, mulai dari batang pohon sagu yang dipotong- potong kemudian diparut, diberikan air dan diinjak-injak untuk mengeluarkan patinya.

(sumber : wikipedia.com)

Pohon sagu dapat tumbuh hingga setinggi 20m, bahkan 30m. Dari satu pohon dapat

dihasilkan 150 sampai 300kg pati. Suatu survai di Kabupaten Kendari menunjukkan bahwa

untuk mengolah dua pohon sagu diperlukan 4 orang yang bekerja selama 6 hari. Tepung sagu

Page 61: Teknologi Pangan

kaya dengan karbohidrat (pati) namun sangat miskin gizi lainnya. Ini terjadi akibat

kandungan tinggi pati di dalam teras batang maupun proses pemanenannya. Seratus gram

sagu kering

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 201 

setara dengan 355 kalori. Di dalamnya rata-rata terkandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram

protein, 0,5 gram serat, 10mg kalsium, 1,2mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam

askorbat dalam jumlah sangat kecil. Saat ini belum ada industri besar yang melakukan

ekstraksi pati sagu dalam skala besar, kebanyakan diolah oleh skala kecil atau rumah tangga,

bahkan untuk di konsumsi sendiri. Proses pembuatan tepung sagu dapat dilihat pada gambar

IV-6

IV-5 Penutup

Proses ekstraksi pati atau tepung yang kaya pati dapat dilakukan dalam skala kecil

maupun skala besar, prinsip dasar ekstraksi pati dilakukan dengan memisahkan sebanyak

mungkin komponen-komponen non pati seperti protein, lemak atau serat yang terkandung

pada bahan baku untuk mendapatkan pati yang murni.

Penugasan : Diskusikan dan buatlah sebuah makalah tentang ekstraksi pati dari

komoditi lainnya seperti kacang ijo, ubi jalar atau tanaman palm lainnya.

Bahan bacaan :

BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic

Press,Inc

Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta :

Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry

Thomas, D.J, dan Atwell, W.A., 1999. Starches : Practical Guides For The food Industri.

EaganPress Handbook Series. USA

Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Jakarta. 51 

 

 

 

Page 62: Teknologi Pangan

 

 

 

 

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 63: Teknologi Pangan

BAB V. MODIFIKASI PATI

V.1 Pendahuluan

Pati merupakan jenis karbohidrat yang terutama dihasilkan oleh tanaman. Pati tersusun

dari dua makromolekul polisakarida, yaitu amilosa dan amilopetin, yang keduanya tersimpan

dalam bentuk butiran yang disebut granula pati. Amilosa tersusun dari molekul-molekul

glukosa yang diikat dengan ikatan glikosidik a-1,4 yang membentuk struktur linear,

sedangkan amilopektin di samping disusun oleh struktur utama linear juga memiliki struktur

yang bercabang-cabang, dimana titik-titik percabangannya diikat dengan ikatan glikosidik

a-1,6. Amilopektin memiliki struktur molekul yang lebih besar dibanding amilosa dan

umumnya kandungannya di dalam granula pati lebih banyak dibanding amilosa. Kandungan

amilosa dan amilopektin dan struktur granula pati berbeda-beda pada berbagai jenis sumber

pati menyebabkan perbedaan sifat fungsional pati, seperti kemampuan membentuk gel dan

kekentalannya (Whistler et al., 1984). Sifat alami dari pati ini dapat dilakukan modifikasi

sehingga kita dapat memperoleh sifat fisik dan kimia yang kita inginkan dari penggunaan pati

dalam berbagai aplikasi bahan pangan maupun non pangan.

Dalam pembahasan mengenai modifikasi pati mahasiswa diharapkan mampu

memahami prinsip dan manfaat dari memodikasi pati, oleh sebab itu pada bab ini akan

dibahas mengenai berbagai macam aplikasi pati, metode modifikasi pati, perbedaan sifat dan

fungsional dari pati alami dan pati modifikasi, dan manfaat dari modifikasi pati.

V.2 Aplikasi Pati

Pati dan juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan banyak

digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman, makanan yang diproses, kertas,

makanan ternak, farmasi dan bahan kimia serta industri non pangan seperti tekstil, detergent,

kemasan dan sebagainya. Kegunaan pati dan turunannya pada industri minuman dan

confectionery memiliki persentase paling besar yaitu 29%, industri makanan yang diproses

dan industri kertas masing-masing sebanyak 28%, industri farmasi dan bahan kimia 10%,

industri non pangan 4% dan makanan ternak sebanyak 1%.

Di dalam industri non pangan seperti tekstil dan kemasan, pati digunakan sebagai

bahan pengisi. Pati dapat digunakan sebagai bahan yang mengurangi kerutan pada pakaian

dan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 64: Teknologi Pangan

digunakan untuk busa buatan untuk kemasan "kacang tanah". Pada sektor kimia, pati dan

turunannya banyak diaplikasikan pada pembuatan plastik biodegradable, surfaktan,

poliurethan, resin, senyawa kimia dan obat-obatan. Pada sektor lainnya, pati dan turunannya

dimanfaatkan sebagai bahan detergent yang bersifat non toksik dan aman bagi kulit (alkil

poliglikosida), pengikat, pelarut, biopestisida, pelumas, pewarna dan flavor. Adapun di dalam

industri pangan, pati dapat digunakan sebagai bahan makanan dan flavor baik pati

konvensional maupun termodifikasi. Khusus untuk industri makanan, pati sangat penting

untuk pembuatan makanan bayi, kue, pudding, bahan pengental susu, permen jelly, dan

pembuatan dekstrin.

Pati merupakan polimer glukosa, dimana glukosa merupakan substrat utama pada

proses fermentasi. Di dalam fermentasi pati akan dihasilkan berbagai macam produk turunan,

seperti asam-asam organik (asam sitrat dan asam laktat), asam amino, antibiotik, alkohol dan

enzim.

V.3. Karakteristik Pati

V.3.1. Struktur Pati

TElah kita bahas sebelumnya pada Bab II bahwa pati adalah karbohidrat yang

merupakan polimer glukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin dengan perbandingan

1:3 (besarnya perbandingan amilosa dan amiloektin ini berbeda-beda tergantung jenis

patinya). Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α(1,4)-D-glikosidik, lebih mudah

larut dalam air karena banyak mengandung gugus hidroksil. Kumpulan amilosa dalam air

sulit membentuk gel sehingga kurang kental dibandingkan amilopektin serta lebih mudah

membentuk senyawa komplek dengan asam lemak dan molekul organik. Amilosa memiliki

derajat polimerisasi 6000 dengan berat molekul 105 sampai 106 g/mol. Rantainya dapat

dengan mudah membentuk rantai heliks tunggal atau ganda. Amilopektin memiliki

derajat polimerisasi rata-rata 2 juta dengan berat molekul 107 sampai 109 g/mol. Panjang

rantai terdiri dari 20-25 unit glukosa antara setiap percabangan.

V.4 Pati Modifikasi

Di samping pati alami, secara komersial telah tersedia berbagai jenis pati termodifikasi

(modified starch) dengan tujuan penggunaan yang berbeda-beda. Secara umum pati alami  

 

 

Page 65: Teknologi Pangan

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 66: Teknologi Pangan

memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasinya di dalam proses pengolahan

pangan (Pomeranz, 1985), di antaranya adalah:

1. Kebanyakan pati alami menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan

kemampuan membentuk gel yang tidak seragam (konsisten). Hal ini disebabkan

profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis

tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang

sama.

2. Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Dalam proses

gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati (viscosity

breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses

pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan sebagai pengental

dalam produk pangan yang diproses dengan sterilisasi), maka akan dihasilkan

kekentalan produk yang tidak sesuai.

3. Pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis pada kondisi

asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Pada kenyataannya banyak

produk pangan yang bersifat asam dimana penggunaan pati alami sebagai pengental

menjadi tidak sesuai, baik selama proses maupun penyimpanan. Misalnya, apabila

pati alami digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi

penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis pati.

4. Pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan menurun adanya

proses pengadukan atau pemompaan.

5. Kelarutan pati yang terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur

yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan

diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan

struktur gel yang tinggi.

6. Gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya) akibat

terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan dingin. Retrogradasi

terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen dari molekul-molekul

amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air akan terpisah dari struktur

gelnya. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati alami digunakan pada

produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah (pendinginan/pembekuan).

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 67: Teknologi Pangan

Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang

menguntungkan seperti dijelaskan di atas, sehingga dapat memperluas penggunaannya dalam

proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk pangan yang diinginkan.

Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan enzimatis, fisik atau

kimia secara terkendali sehingga merubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti suhu awal

gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman

dan pengadukan, dan kecenderungaan retrogradasi. Perubahan yang terjadi dapat terjadi pada

level molekular dengan atau tanpa mengubah penampakan dari granula patinya.

V.5. Modifikasi pati

V.5.1. Modifikasi enzimatis

Modifikasi pati dengan metode enzimatis. Pada modifikasi pati dengan metode

enzimatis ini dapat dilakukan dengan berbagai tahapan yaitu likuifaksi, sakarifikasi dan

isomerisasi. Langkah yang pertama adalah likuefaksi 30-40% suspensi padatan untuk

menghasilkan maltodekstrin dengan menggunakan enzim α-amilase. Setelah likuifaksi

dilakukan sakarifikasi menggunakan enzim glukoamilase atau pullulanase untuk

menghasilkan sirup glukosa atau sirup maltosa. Hasil sakarifikasi dilakukan isomerisasi

dengan enzim glukosa isomerase untuk menghasilkan sirup fruktosa. Hidrolisis dengan enzim

dapat menghasilkan beberapa produk hidrolisat pati dengan sifat-sifat tertentu yang

didasarkan pada nilai DE (ekuivalen dekstrosa). Nilai DE 100 adalah murni dekstrosa

sedangkan nilai DE 0 adalah pati alami. Hidrolisat dengan nilai DE 50 adalah maltosa,

nilai DE di bawah 20 adalah maltodekstrin, sedangkan hidrolisat dengan DE berkisar antara

20-100 adalah sirup glukosa.

V.5.2. Metode Fisika

Metode fisika dari modifikasi pati yang lazim yaitu pregelatinisasi. Pati pregelatinisasi

dibuat dengan memasak pati diatas suhu gelatinisasinya dan mengeringkannya dengan

menggunakan drumdryer. Pati pregelatinisasi ini jika terkena air akan larut dengan mudah

tanpa memasaknya kembali. Pati pragelatinisasi telah banyak digunakan dalam berbagai

aplikasi industri dimana fasilitas pemasakan tidak tersedia atau kelarutan yang cepat sangat

diharapkan. Industri kertas memanfaatkan pati ini dalam campuran pulp agar kertas

yang

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 68: Teknologi Pangan

dihasilkan lebih kuat. Pati pragelatinisasi juga digunakan dalam pembuatan makanan instan

seperti puding atau makanan bayi.

V.5.3. Metode Kimia

Modifikasi pati secara kimia dapat dilakukan dengan berbagai metode anatara lain :

hidrolisis asam, cross linking, substitusi gugus hidroksil, atau kombinasi crosslinking dan

substitusi.

V.5.3.1 Hidrolisis asam

Pati dapat dikonversi dengan cara menghidrolisis suspensi pati secara terkendali

dengan menggunakan asam dan pemanasan. Beberapa bagian dari ikatan glikosidik pati akan

mengalami pemutusan dengan perlakuan asam sehingga dapat dihasilkan molekul pati yang

lebih pendek. Hal ini mengakibatkan sifat kemampuan gelatinisasi pati menurun, dimana

akan dihasilkan pati dengan viskositas yang lebih rendah pada saat pemasakan. Dengan

demikian, konsentrasi pati yang dapat digunakan dalam proses pengolahan dapat lebih besar.

Pati akan lebih larut dengan viskositas yang lebih rendah tetapi dapat menghasilkan

struktur gel yang lebih kuat.

Pati yang dimodifikasi dengan hidrolisis asam terutama digunakan apabila diinginkan

konsentrasi pati yang tinggi dan membentuk gel yang baik tetapi tidak diinginkan pati

mengalami pengentalan yang berlebihan. Pati jenis ini dapat digunakan dalam proses

pembuatan permen sebagai pengganti gum arab.

V.5.3.2. Cross linking (ikatan silang)

Pati yang dimodifikasi kimia dengan ikatan silang banyak diaplikasikan di industri

pangan. Pati ikatan silang diperoleh dengan cara mereaksikan pati dengan senyawa bi- atau

polifungsional yang dapat bereaksi dengan gugus -OH pada struktur amilosa atau amilopektin

sehingga dapat membentuk ikatan silang atau jembatan yang menghubungkan satu molekul

pati dengan molekul pati lainnya. Dengan adanya ikatan silang ini, maka akan memperkuat

ikatan hidrogen pada rantai pati. Contoh grafik perubahan proses gelatinisasi pada pati sagu

setelah melalui proses modifikasi ikatan silang dapat dilihat pada Gambar V-1. Di antara

senyawa yang dapat membentuk ikatan silang dan diperbolehkan dalam makanan (food

grade)  

Page 69: Teknologi Pangan

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 70: Teknologi Pangan

adalah senyawa polifosfat (seperti sodium tri metafosfat, fosforus oksiklorida dan sodium tri

polifisfat) dan gliserol. Gambar 1 memperlihatkan contoh reaksi antara molekul pati dengan

senyawa POCl3 untuk menghasilkan pati ikatan silang yang dihubungkan dengan jembatan

fosfat.

Pati yang dimodifikasi dengan ikatan silang lebih sulit mengalami gelatinisasi tetapi

lebih stabil selama pemanasan (tidak mengalami viscosity breakdown). Pati ikatan silang

juga lebih tahan kondisi asam, pemanasan, dan pengadukan sehingga sesuai digunakan

untuk produk yang diproses dengan suhu tinggi, kondisi asam atau pengadukan yang

kuat. Di antaranya pati ikatan silang sesuai digunakan pada makanan kaleng yang

disterilisasi (membutuhkan suhu tinggi).

Gambar V-1. Perubahan proses gelatinisasi pada pati larutan sagu 6% setelah dimofikasi

dengan metode cross linking penambahan hydroxypropylation pada konsentrasi 6,8,10 dan 12% dan pencampuran 2% STMP dan 5% STPP (sumber :

Wattanachant et al., 2003)

V.5.3.3. Substitusi

Modifikasi pati dapat dilakukan dengan mensubstitusi beberapa gugus -OH pada

molekul amilosa atau amilopektin dengan senyawa pensubstitusi sehingga dihasilkan ester

pati. Di antara senyawa yang dapat digunakan adalah senyawa asetat, suksinat, fosfat,

hidroksipropil, and oktenil suksinat. Tujuan utama dari modifikasi dengan substitusi adalah

untuk menghambat laju retrogradasi pati yang disebabkan oleh terhambatnya pembentukan

Page 71: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

ikatan hidrogen dari molekul amilosa dan amilopektin oleh gugus ester mautpun ether yang

terbentuk.

Pati yang dimodifikasi dengan substitusi juga mengalami penurunan suhu gelatinisasi,

peningkatan viskositas, memiliki kemampuan mengikat air lebih tinggi dan menghasilkan

pasta yang lebih jernih. Dibandingkan dengan pati ikatan silang, pati substitusi masih

mengalami penurunan viskositas selama proses pemanasan (tidak stabil oleh pemanasan) dan

kurang tahan oleh kondisi asam. Pati ini dapat digunakan untuk produk-produk pangan yang

dibekukan yang menggunakan bahan pembentuk gel atau pengisi.

Terdapat dua kelompok dalam pati tersubstitusi, yang didasarkan pada senyawa yang

mensubstitusinya yaitu:

1. Pati ester (pati asetat, pati phospat dan pati suksinat)

Pati asetat merupakan hasil asetilasi pati dimana granula pati diesterkan dengan

grup asetat dengan mensubstitusi gugus hidroksil pati. Proses asetilasi dapat

meningkatkan kestabilan pasta dan kejernihan, serta dapat mencegah retrogadasi.

Tingkat asetilasi juga dapat dibatasi hingga dapat memperbaiki sifat-sifat yang

diperlukan. Pati asetat banyak diapliksikan pada persiapan produk-produk beku seperti

es krim, cheese cake dan produk lainnya. Pati phospat memiliki dua kelompok, yang

pertama termasuk dalam pati tersubstitusi dan yang kedua termasuk dalam cross linked

starch. Dalam kelompok pati tersubstitusi, pati phosphat memiliki fungsi yang hampir

sama dengan pati asetat, dimana grup phosphat berfungsi untuk mencegah retrogadasi.

Adapun pati phosphat dalam kelompok cross linked starch dapat digunakan untuk

menstabilkan viskositas. Modifikasi dengan metode suksinilasi merupakan proses

suksinilasi pati dengan asam suksinat atau alkenil suksinat. Pati termodifikasi dengan

metode ini dapat mencegah retrogradasi, meningkatkan sifat hidrofobik pati serta dapat

membantu pembentukan emulsi.

2. Pati ether

Kelompok pati tersubstitusi dalam kelompok ether, secara umum dikelompokkan

sebagai berikut:Anionik (Carboxy methyl starches), Kationik (Quaternery ammonium),

Non ionik (Hydroxy alkyl starches)

Pati ether memiliki kejernihan yang lebih baik, lebih resisten terhadap

retrogadasi dan memiliki viskositas yang lebih tinggi. Pati ether jenis Carboxy

methyl dan Hydroxy

Page 72: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

prophyl lebih disukai karena memiliki sifat-sifat fungsional yang lebih baik

dibandingkan kelompok pati ester (starch acetate and monostarch phosphates). Pati

Hydroxy prophyl hampir sama dengan pati asetat hanya saja grup pensubstitusinya

lebih besar dan grup Hydroxy prophyl tersebut berfungsi untuk mencegah retrogradasi.

V.5.3.4. Kombinasi Cross Linking (ikatan silang) dan Substitusi

Dalam beberapa proses pengolahan pangan, bukan saja sifat-sifat ketahanan terhadap

kondisi pemanasan suhu tinggi, pengadukan dan pengasaman yang diinginkan, tetapi juga

kemampuan pati untuk tidak mengalami sineresis selama penyimpanan produk. Pati ikatan

silang dapat menghasilkan pati yang tahan terhadap suhu tinggi, pengadukan dan

pengasaman, tetapi tidak mampu menghambat laju retrogradasi. Sedangkan pati substitusi

hanya mampu menghambat laju retrogradasi.

Untuk menghasilkan pati dengan sifat-sifat yang diinginkan tersebut, maka dapat

dilakukan kombinasi modifikasi ikatan silang dan substitusi. Di antaranya yang banyak

dilakukan adalah kombinasi modifikasi pati dengan substitusi gugus –OH pada molekul pati

dengan senyawa propilen oksida, kemudian dilanjutkan dengan reaksi ikatan silang dengan

senyawa polifosfat (campuran sodium metafosfat dan sodium tripolifosfat) (Wattanachant et

al, 2003). Pati yang dimodifikasi dengan kombinasi hidroksipropilasi dan ikatan silang

tersebut telah tersedia secara komersial, di antaranya dapat diaplikasikan pada produk saus.

V.6. Aplikasi pati termodifikasi

Saat ini pati termodifikasi sangat banyak digunakan untuk berbagai tujuan pembuatan

produk yang menggunakan pati sebagai bahan baku utama ataupun sebagai bahan baku

sekundernya. Pati modifikasi sudah dapat ditemui secara komersial. Sesuai dengan tujuan

awal modifikasi pati dilakukan untuk mengurangi kelemahan dari sifat alamai pati antara lain

tidak tahan terhadap panas, kondisi asam ataupun untuk menghambat laju retrogradasi pati.

Penggunaan pati termodifikasi antara lain :

1. Pati modifikasi secara enzimatis : campuran minuman, ice cream, dll

2. Pati modifikasi hidrolisis : menghasilkan pati dengan viskositas rendah yang

dapat digunakan pada produk confectionary (gum/permen)

Page 73: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

3. pati modifikasi cross linking (ikatan silang yang akan memperkuat ikatan

hidrogen) : menghasilkan pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu

tinggi, proses penngadukan dan kondisi asam. Produk aplikasi antaralain : soun,

makanan kaleng yang diproduksi pada suhu tinggi, pie filling, sup.

4. Pati modifikasi substitusi : menghasilkan pati yang tidak mudah mengalami

retrogradasi, digunakna pada produk-produk yang didinginkan atau dibekukan

5. Kombinasi metode cross linking dan substitusi : Menghasilkan pati yang tahan

panas, pengadukan, dan asam serta kecenderungan retrogradasi yang rendah.

Pati termodifikasi ini banyak digunakan untuk aplikasi saus dan makanan beku.  

 

V.7. Penutup

Penugasan : Buatlah makalah mengenai produk pangan yang menurut anda merupakan hasil

modifikasi pati dan jelaskan proses produksinya.

Bahan Bacaan :

Anonim. 2010. http://eckonopianto.blogspot.com/2009/04/pati.html

BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc

Kusnandar, Fery. 2010. Teknologi Modifikasi Pati dan Aplikasinya di Industri Pangan.

http://itp.fateta.ipb.ac.id

Pomeranz,Y. 1985. Functional Properties of Food Components. Academic Press, Inc.

Wattanachant,S., Muhammad,K., D. Mat Hashim, and R. Abd. Rahman. 2003. Effect of

crosslinking reagents and hydroxypropulation levels on dual-modified sago starch

properties. Food Chemistry, 80:463-471.

Wurzburg,O.B. 1986. Modified Starchers: Properties and Uses. CRC Press,Inc.

Page 74: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

 

BAB VI. PATI RESISTEN

VI. 1. Pendahuluan

Tidak semua pati yang kita konsumsi dapat dicernah sempurna oleh tubuh kita, pati

yang tidak dicernah tersebut disebut pati resisten yang diteruskan ke usus besar dan menjadi

makanan bagi bakteri-bakteri baik yang terdapat pada usus besar. Pati resisten dapat

diperoleh secara alami maupun dari proses pengolahan yang menghasilkan pati resisten.

Pada bab ini akan dibahas mengenai pati resisten sebagai hasil olahan pati yang bersifat

prebiotik. Pada bab ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai prinsip pengolahan pati menjadi

pati resisten, menjelaskan tipe pati resisten, dan manfaat pati resisten bagi kesehatan.

VI.2. Pati resisten

Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Sifat pati tergantung dari

panjang rantai C-nya, serta rantai molekul (bercabang atau lurus). Pati terdiri dari dua fraksi

yang dapat dipisahkan dengan air panas. Amilosa merupakan fraksi terlarut dan mempunyai

struktur lurus dengan ikatan α-(1.4)-D-glukosa. Amilopektin adalah fraksi tidak larut dan

mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1.6)-D-glukosa.

Pati merupakan suatu bentuk utama karbohidrat yang dikonsumsi. Pati adalah

polisakarida yang terbentuk dari sejumlah molekul glukosa yang berikatan bersama dan

membentuk karbohidrat kompleks. Umumnya, pati dapat diurai oleh enzim pencernaan

dalam usus halus menjadi molekul glukosa. Glukosa kemudian diserap ke dalam darah dan

digunakan untuk menghasilkan energi untuk tubuh

Pati dihidrolisa di dalam saluran pencernaan oleh amilase yang disekresikan ke dalam

saluran pencernaan. Cairan air liur dan pankreas mengandung α-amilase yang mampu

menghidrolisa ikatan α-(1.4) amilopektin menghasilkan D-glukosa, sejumlah kecil maltosa

dan suatu inti yang tahan hidrolisa (limit dekstrin). Limit dekstrin tidak dihidrolisa lebih jauh

oleh α-amilase (tidak dapat memecahkan ikatan α-(1.6). Enzim yang berperan dalam

pemecahan ikatan ini adalah α-(1.6)-glukosidase. Aktivitas gabungan α-amilase dan α-(1.6)-

glukosidase dapat menguraikan amilopektin secara sempurna menjadi glukosa dan sejumlah

kecil maltosa (Lehninger 1993).

Page 75: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

Berdasarkan kemudahannya untuk dicerna dalam saluran pencernaan, pati dapat

diklasifikasikan menjadi pati yang dapat dicerna secara cepat (rapidly digestible starch atau

RDS), pati yang dicerna secara lambat (slowly digestible starch atau SDS), dan pati resisten

(resistant starch atau RS). RDS merupakan fraksi pati yang menyebabkan terjadinya kenaikan

glukosa darah setelah makanan masuk ke dalam saluran pencernaan, sedangkan SDS adalah

fraksi pati yang dicerna sempurna dalam usus halus dengan kecepatan yang lebih lambat

dibandingkan dengan RDS.

Pati resisten dianggap sebagai jumlah keseluruhan pati dan produk degradasi pati yang

tidak dapat diserap dalam saluran pencernaan (usus halus) dan langsung menuju usus besar

(kolon). Oleh karena itu, pati resisten digolongkan sebagai sumber serat pangan.

Pati resisten merupakan bagian pati yang tidak dapat dicerna dalam usus halus, namun

dapat difermentasi dalam usus besar. RS sering dikaitkan dengan kesehatan terkait dengan

perannya dalam mencegah resiko kanker kolon, efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula

darah setelah makan), berperan sebagai prebiotik, dsb.

V.3. Klasifikasi pati resisten

Pati resisten diklasifikasikan menjadi 4 tipe (RS1, RS2, RS3 dan RS4) dapat ditemui

secara alami pada bahan pangan maupun hasil pengolahan pangan.

Pati resisten tipe I, resisten dalam saluran pencernaan disebabkan pati ini dilindungi

dari enzim pencernaan oleh komponen lain yang secara normal ada dalam matriks pati.

Terdapat pada biji-bijian serealia yang digiling secara parsial.

Gambar VI-1. Struktur pati resisten type 1

Page 76: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Pati resisten tipe II, resisten terhadap saluran pencernaan diakibatkan struktur granula

dan arsitektur molekulnya. Terdapat pada pisang, kentang dan jagung high amilosa.

Gambar VI-2. Struktur pati resisten tipe 2

Pati resisten tipe III, sifat resistennya diakibatkan bentuknya tidak bergranula (struktur

kristal), pati ini terutama dihasilkan selama proses pemasakan dan pendinginan pati selama

proses pengolahan makanan (pati terlepas dari struktur granulanya dan mungkin rantai

glukosanya membentuk kristal atau retrogradasi sehingga sulit untuk dicerna). Pati ini dapat

di cerna jika dimasak dengan sempurna. Jenis pati ini terdapat pada kentang yang telah

dimasak dan didinginkan, roti, dan cornflake.

Pati resisten tipe IV, sifat resistennya diakibatkan ikatan kimia yang tidak dapat dicerna

oleh enzim pencernaan disebabkan oleh modifikasi pati. Contohnya pati ikatan silang, pati

ester dan pati ether.

VI.4. Faktor yang mempengaruhi pembentukan pati resisten

Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan pati reisiten antara lain sifat alami

dari pati sperti : kristalinitas pati, struktur granula, rasio amilosa dna amilopektin,

retrogradasi amilosa, atau pengaruh panjang rantai amilosa. Faktor lain seperti panas dan

kelembaban, proses pengolahan atau interaksi dengan bahan lain (protein, serat, lipid,

gula, emulsifier, atau inhibitor enzim).

VI.5. Pengaruh kandungan amilosa dan amilopektin pati

Perbandingan amilosa dan amilopektin mempengaruhi kandungan pati resisten yang

terdapat pada pati. Pada tepung jagung dengan kandungan amilosa yang tinggi (high amylosa

Page 77: Teknologi Pangan

– mengandung 70% amilosa) dilaporkan memiliki kadungan pati resisten sebesar 20

g/100g Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

berat kering. Sedangkan tepung jagung yang memiliki kandungan amilosa sebesar 25%

memiliki kandungan pati resisten sebesar 3 g/100g berat kering. Pembentukan pati resisten

tipe 3 juga dipengaruhi oleh kristalisasi amilosa.

VI.6. Pengaruh kandungan protein dan lemak

Kandungan protein dan lemak pada pati berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi pati

dan kadar pati resisten yang dihasilkan. Kadar pati resisten pati beras adalah 0.02 g/100 g

berat. Setelah dilakukan hidrolisis protein dan lemak, kadar pati resisten meningkat secara

signifikan. Kadar pati resisten pati beras setelah hidrolisis protein meningkat menjadi 0.14

g/100 g berat. Kadar pati resisten pati beras setelah hidrolisis lemak menggunakan berbagai

solven berkisar 0.14-0.22 g/100 g berat.

VI.7. Pengaruh kandungan air

Kandungan air dari pati berpengaruh terhadap pati resisten yang dihasilkan. Kadar pati

resisten maksimal diperoleh ketika rasio pati : air (1 : 3.5). Kadar air pati 18 % meningkatkan

level derajat kristalinitas pati, sedangkan kadar air pati 27 % menyebabkan pati lebih mudah

didegradasi oleh enzim (Sajilata et al. 2006)

VI.8. Pengaruh suhu dan waktu retrogradasi

Menurut Onyango et al. (2006) suhu dan waktu retrogradasi secara signifikan

berpengaruh terhadap kadar pati resisten tipe III yang dihasilkan, tetapi interaksi antara suhu

dan waktu retrogradasi tidak berpengaruh terhadap kadar pati resisten tipe III. Kadar pati

resisten tipe III tertinggi dihasilkan dari pati singkong yang telah disuspensi 10 mmol/L asam

laktat dengan suhu dan waktu retrogradasi 60⁰C selama 48 jam, yaitu 9.97 g/100 g berat

kering. Waktu retrogradasi berpengaruh terhadap entalpi (∆H) retrogradasi dan kadar pati

resisten tipe III yang dihasilkan. Pati yang diretrogradasi selama 2 jam memiliki nilai ∆H dan

kadar pati resisten tipe III yang lebih tinggi dibandingkan pati yang diretrogradasi selama 24

jam. ∆H pati yang diretrogradasi selama 2 jam adalah 28.7 mJ/mg dengan pati resisten tipe

III 93%, sedangkan ∆H pati yang diretrogradasi selama 24 jam adalah 10.3 mJ/mg dengan

pati

resisten tipe III 56%. 64

Page 78: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula - Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011

Page 79: Teknologi Pangan

VI.9. Manfaat Pati resisten (Putra, 2010)

Pati resisten dalam usus halus menurunkan respon glikemik dan insulemik pada

manusia penderita diabetes, penderita hiperinsulemik, dan penderita disiplidemia

(Okoniewska dan Witwer 2007). Langkilde et al. (2002) melaporkan penambahan tepung

pisang mentah yang mengandung pati resisten tipe II dalam makanan tidak mempengaruhi

penyerapan usus halus terhadap komponen nutrisi atau jumlah sterol.

Pati resisten dapat mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan dan berkontribusi

sebagai serat pangan. Pati resisten ini kemudian di fermentasi oleh bakteri yang terdapat

dalam usus besar yang kemudian menjadi karbondioksida, metana dan hidrogen. Proses

fermentasi ini juga dapat meningkatkan massa kotoran yang berfungsi sebagai agen

genostoksik dalam usus besar sehingga dapat mereduksi kerusakan DNA dalam sel usus

besar. Jenis bakteri yang distimulasi perkenbangannya yaitu bakteri menguntungkan seperti

seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus.

Selain menghasilkan gas, fermentasi pada usus besar juga menghasilkan asam lemak

rantai pendek (butirat) dan menurunkan amoniak yang bersifat toksik. Asam lemak yang

dihasilkan dapat menurunkan pH usus besar, dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen

akibat mengkonsumsi protein yang teralu tinggi. Proses fermentasi tersebut juga dapat

menurunkan jumlah asam empedu sekunder, dan dapat meningkatkan penyerapan

mikronutrien (magnesium dan kalsium) dalam usus besar

Suplemen serat pangan pati resisten berpotensi memperbaiki sensitivitas hormon

insulin (Robertson et al. 2005). Pemberian pati resisten pada tikus secara signifikan memberi

dampak pada jaringan adiposa, morfologi dan metabolisme adiposa, metabolisme glukosa

dan insulin, mempengaruhi regulasi nafsu makan yang disebabkan oleh perubahan aktivitas

neuronal dalam pusat pengatur nafsu makan hipotalamik yang memberikan sugesti

kenyang. Menurut Okoniewska dan Witwer (2007) pati resisten meningkatkan rasa kenyang

karena mampu meningkatkan ekspresi genetik penstimulasi rasa kenyang yang dihubungkan

pada hormon GLP-1 dan PYY dalam usus besar.

Pati resisten tidak memberikan pengaruh terhadap konsentrasi insulin postprandial,

glukosa, triasilgliserol, dan asam lemak bebas dalam darah, dan tidak mengubah serum lipid,

urea, H2, dan CH4 dalam serum (Jenkins et al. 1998). Pati resisten secara signifikan

mencegah berat badan dalam jangka waktu yang lama. Konsumsi pati resisten

tipe III mencegah

Teknologi Pati dan Gula - Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011

Page 80: Teknologi Pangan

pertumbuhan sel tumor, menurunkan sejumlah proliferasi sel, meningkatkan apoptosis,

menginduksi protein kinase C-δ (PKC-δ), menginduksi ekspresi protein heat shock (HSP 25),

tetapi menghambat glutation peroksidase gastrointestinal (GI-GPx), dan mencegah

karsinogenesis kolon (Marinovic et al. 2006).

Reduksi respon glikemik ditingkatkan oleh kombinasi pati resisten dan serat pangan

yang larut. Konsumsi makanan yang mengandung serat pangan ini memperbaiki metabolisme

glukosa. Korelasi respon akut apoptosis terhadap karsinogen genotoksik tidak bergantung

pada kelompok serat pangan tetapi dipengaruhi oleh pati resisten. Perubahan jumlah asupan

pati resisten mampu mengubah aktivitas fermentasi dalam kolon (Le leu et al. 2003). Pati

resisten memberikan efek yang signifikan terhadap kesehatan kolon pada manusia dan

memudahkan defekasi.

Pati resisten mampu mereduksi kehilangan cairan fekal dan memperpendek durasi

diare pada anak remaja dan orang dewasa yang menderita kolera. Menurut pati resisten

mampu mempercepat pemulihan diare, mereduksi pertumbuhan Vibrio cholerae penyebab

kolera.

VI.10. Sifat Prebiotik

Prebiotik didefenisikan sebagai ingridien makanan yang tidak dapat diserap dalam usus

halus dan bermanfaat bagi inang melalui stimulasi secara selektif pertumbuhan dan aktivitas

sejumlah bakteri dalam kolon yang dapat memperbaiki kesehatan inang. Prebiotik adalah

komponen ingridien makanan yang tidak dapat diserap dalam usus halus, tetapi dapat

difermentasi oleh mikroflora dalam usus besar menjadi asam lemak berantai pendek (SCFA)

yang bersifat volatil.

Menurut ISAPP - International Scientific Association for Probiotics and Prebiotics,

suatu “prebiotik” dinyatakan bukan prebiotik jika dapat didegradasi oleh asam lambung

hewan atau manusia, tidak bersifat selektif (hanya menumbuhkan sejumlah bakteri yang

menguntungkan bagi kesehatan bukan sejumlah besar bakteri yang merugikan bagi

kesehatan), hanya diuji dalam laboratorium dan hewan belum pada manusia, mungkin

mengandung senyawa yang mempengaruhi sifat prebiotiknya, dan belum diatur

penggunaannya dalam jumlah yang rendah untuk memberikan manfaat bagi kesehatan.

Beberapa komponen serat yang memiliki potensi sebagai prebiotik, tetapi sumber

prebiotik yang paling banyak dikembangkan berasal dari oligosakarida yang tidak dapat

Page 81: Teknologi Pangan

 Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 82: Teknologi Pangan

dihidrolisis dalam saluran pencernaan seperti fruktooligosakarida (FOS),

ransgalaktooligosakarida (TOS), isomaltooligosakarida (IMO), xylooligosakarida (XOS),

soyoligosakarida (SOS), glukooligosakarida (GOS), dan laktosukrosa.

Serat pangan dan prebiotik merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna, dan

keduanya dapat difermentasi oleh mikroflora usus. Walaupun demikian, prebiotik berbeda

dengan serat pangan. Prebiotik bersifat selektif, hanya membantu pertumbuhan bakteri yang

bersifat menguntungkan bagi kesehatan. Prebiotik lebih dihubungkan dengan konsep

probiotik dibandingkan serat pangan.

Saluran gastrointestinal manusia terdiri dari komunitas mikroorganisme. Konsentrasi

bakteri dan aktivitas metabolik tertinggi ditemukan dalam usus besar. Kelompok bakteri

predominan dalam usus besar manusia dewasa adalah bakteri fakultatif dan obligat anaerob

terutama genera Bacteroides, Eubacterium, Clostridium, Ruminococcus, Bifidobacterium,

dan Fusobacterium (Vanhoutte et al. 2006). Bakteri dominan pada usus manusia adalah

Cytophaga, Flavobacterium, Bacteroides (termasuk genus Bacteroides) dan Firmicutes

(termasuk genera Eubacterium dan Clostridium). Keduanya kira-kira meliputi 30% dari total

bakteri dalam mucus dan feses. Dalam usus, organisme anaerob lebih mendominasi

dibandingkan organisme aerob. Genera anaerob yang mendominasi antara lain Peptococci,

Peptostreptococci, Bifidobacteria, dan Ruminococci. Genera subdominant aerob (fakultatif

anaerob) termasuk Escherichia, Enterobacter, Enterococci, Klebsiella, Lactobacilli, dan

Proteus. Anatomi saluran pencernaan dapat dilihat pada Gambar 3.

Vanhoutte et al. (2006) melaporkan bakteri kolon berperan untuk memfermentasi

berbagai substrat yang lolos atau komponen serat pangan yang tidak terserap pada bagian atas

saluran gastrointestinal. Produk fermentasi antara lain asam lemak berantai pendek (SCFA)

yang menyediakan tambahan energi bagi inang, senyawa proteolitik termasuk substansi

toksik seperti senyawa fenol, amin, dan amoniak. Wells et al. (2008) melaporkan sumber

energi dari fermentasi di kolon adalah karbohidrat termasuk polisakarida (pektin,

hemiselulosa, selulosa, gum, dan pati resisten), oligosakarida, alkohol yang tidak dapat

diserap, dan gula.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 83: Teknologi Pangan

 

Usus halus yang lebih rendah merupakan zona transisi antara populasi bakteri pada

bagian atas saluran gastrointestinal dan populasi bakteri di kolon. Pada ileum yang lebih

rendah sejumlah bakteri meningkat antara 106 dan 107 cfu/ml. Pada kolon, konsentrasi

meningkat antara 1011 sampai 1012 cfu/ml dari material fekal.

Bakteri kolon diklasifikasikan berdasarkan potensi efeknya bagi kesehatan.

Peningkatan bakteri proteolitik seperti Clostridia dan Bacteriodes dapat menyebabkan

gangguan bagi kesehatan. Bifidobacteria dan Lactobacilli memberikan efek positif antara

lain menstimulasi sistem imun, menghasilkan vitamin, menghambat patogen di intestinal,

mereduksi amoniak dalam darah dan sejumlah kolesterol, dan mereduksi konstipasi

(Vanhoutte et al. 2006).

Efek prebiotik antara lain :

1. Melalui fermentasi dalam usus besar, menghasilkan asam lemak berantai pendek

dan laktat, gas terutama CO2 dan H2, meningkatkan biomassa, meningkatkan

energi fekal dan nitrogen, meningkatkan sifat laksatif;

2. Bagi mikroflora, secara selektif meningkatkan Bifidobacteria dan Lactobacilli

dalam planktonik dan komunitas biomassa, reduksi Clostridia, meningkatkan

ketahanan kolonisasi terhadap patogen, memiliki manfaat yang berpotensial

mencegah invasi patogen;

Page 84: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

3. Usus halus, efek osmotik prebiotik yang memiliki berat molekul rendah,

memperbaiki penyerapan kalsium, magnesium, dan besi, berinteraksi dengan

mucus mengubah daerah ikatan bakteri, lektin, dan lain-lain;

4. Mulut, melindungi kerusakan gigi;

5. Efek lain, metabolisme asam empedu (perubahan yang dihasilkan tidak

konsisten), efek bervariasi pada enzim mikroba yang berpotensi berpengaruh

terhadap karsinogenesis, menstimulasi apoptosis.

Penelitian pada tikus uji, memperlihatkan prebiotik meningkatkan penyerapan kalsium,

mereduksi terjadinya osteoporosis post gastrektonin, dan memperbaiki mineral pada tulang.

Efek ini dihubungkan dengan peningkatan berat kandungan fekal, meningkatkan jumlah asam

lemak rantai pendek fekal, dan menurunkan pH fekal. Prebiotik mampu mencegah terjadinya

kanker kolon, memiliki efek bagi bakteri patogen, memperbaiki penyerapan kalsium,

memiliki efek terhadap lemak darah, dan memiliki efek imunologi. Prebiotik mungkin secara

langsung memodifikasi aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang terlibat

dalam karsinogenesis seperti azoreduktase, nitroreduktase, dan β-glucuronidase.

Pati resisten dianggap memiliki efek prebiotik. Hasil penelitian pada hewan model

(tikus dan babi) secara signifikan meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan Lactobacillus

setelah mengkonsumsi pati resisten tipe III. Intervensi diet pati resisten tinggi pada manusia

secara signifikan meningkatkan produksi asam lemak berantai pendek (SCFA) yang

menandakan pengaruh pati resisten pada mikroflora. Pati resisten ditemukan mereduksi

sterol, asam empedu sekunder, dan enzim genotoksik.

Pati resisten memiliki kelebihan dibandingkan prebiotik jenis lain (FOS dan inulin).

Pati resisten mudah mengikat dan memerangkap air, sehingga dapat mempertahankan kadar

air dalam feses. Hal ini mengakibatkan pati resisten tidak menyebabkan sembelit jika

dikonsumsi dalam jumlah relatif tinggi.

Le Leu et al. (2007) melaporkan hasil penelitian pada tikus uji memperlihatkan pati

resisten mengganggu kolonik luminal melalui peningkatan konsentrasi asam lemak berantai

pendek (butirat) dan menurunkan produksi toksik hasil fermentasi protein akibat

mengkonsumsi protein dalam jumlah yang tinggi. Pati resisten tidak hanya bersifat sebagai

pelindung melawan penyebab tumor usus tetapi juga memperbaiki efek tumor yang

disebabkan oleh protein yang tidak dapat dicerna. Hylla et al. (1998) melaporkan pati resisten

69  

Page 85: Teknologi Pangan

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 86: Teknologi Pangan

memiliki potensi penting bagi metabolisme mikroorganisme yang terdapat dalam kolon

manusia dan berperan penting sebagai pencegah kanker. pati resisten memiliki manfaat

fisiologi yang dihubungkan dengan kesehatan kolonik dalam fekal dan metabolisme SCFA.

Asam lemak berantai pendek (SCFA) dibentuk ketika polisakarida difermentasi oleh

bakteri anaerobik yang terdapat dalam usus besar. Terdapat banyak bentuk polisakarida

dalam usus besar, salah satunya pati resisten. SCFA utama yang dihasilkan dalam usus

manusia adalah butirat, propionat, dan asetat. Konsentrasi SCFA dalam usus besar

bergantung pada jenis polisakarida. Umumnya, asetat adalah asam lemak berantai

pendek yang paling banyak dihasilkan sedangkan butirat yang paling rendah. Selain itu,

konsentrasi juga dipengaruhi oleh daerah di usus besar. Konsentrasi tertinggi dideteksi pada

daerah yang paling dekat dengan usus halus (70-140 mM)

VI.11. Penutup

Tugas : buatlah sebuah makalah mengenai pati resisten yang berisi tentang sumber-

sumber pati yang dijadikan sebagai pati resisten, hasil-hasil penelitian yang memaparkan

proses untuk menghasilkan pati resisten, dan manfaat dari pati resisten bagi tubuh. Makalah

yang dibuat berasal dari berbagai jurnal penelitian.

Bahan Bacaan :

Behall KM, Scholfield DJ, Hallfrisch JG, Liljeberg-Elmstahl HGM. 2006. Consumption of both resistant starch and B-glucan improves postprandial plasma glucose and insulin in women. Diabetes care 29: 976-981

BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc

Hylla S et al. 1998. Effects of resistant starch on the colon in healthy volunters: possible implications for cancer prevention. The American Journal of Clinical Nutrition 67: 136- 142

Langkilde AM, Champ M, Andersson H. 2002. Effects of high-resistant-starch babana flour

(RS2) on in vitro fermentation and the small-bowel excretion of energy, nutrients, and sterols: an ileostomy study. The American Journal of Clinical Nutrition 75: 104-11

Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta :

Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 87: Teknologi Pangan

Le Leu RK, Brown IL, Hu Y, Young GP. 2003. Effect of resistant starch on genotoxin- induced apoptosin, colonic epithelium, and luminal contents in rats. Carcinogenesis 24: 1347-1352

Marinovic MB, Florian S, Muller-Schmehll K, Glatt H, Jacobasch G. 2006. Dietary resistant

starch type 3 prevents tumor induction by 1,2- dimethylhydrazine and alters proliferations, apoptosis, and dedifferentiation in rat colon. Carcinogenesis 27: 1849- 1859

Okoniewska M, Witwer RS. 2007. Natural resistant starch : an overview of health properties

a useful replacement for flour, resistant starch may also boost insulin sensitivity and satiety. Nutritional Outlook

Robertson MD, Bickerton AS, Dennis AL, Vudal H, Frayn KN. 2005. Insulin-sensitizing

effects of dietary resistant starch and effects on skeletal muscle and adipose tissue metabolism. The American Journal of Clinical Nutrition 82: 559-67

Vanhoutte T et al., 2006. Molecular monitoring of the fecal microbiota of healthy human

subjects during administration of lactulose and saccaromyces boulardii. Applied and Environmental Microbiology 72: 5990-5997

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 88: Teknologi Pangan

BAB VII. INDUSTRI GULA DAN PEGOLAHANNYA

VII. 1. Pendahuluan

Gula diproduksi di 121 negara, dan produksi global sekarang mencapai 120 juta

ton/tahun. Sekittar 70% gula pasir diproduksi dari tebu, dan sisanya sekitar 30% diproduksi

dari tanaman bit. Produksi gula pasir menggunakan bahan baku tebu diproduksi dari daerah-

daerah tropis, sedangkan yang menggunakan bit sebagai bahan bakunya berasal dari Negara-

negara beriklim dingin. Selain gula pasir, di Indonesia dikenal juga dengan gula nira atau

gula aren, ada juga yang menyebutnya sebagai palm sugar, gula jawa atau gula merah.

VII-1. Peta sebaran produksi gula pasir yang menggunakan bahan baku tebu dan bit

Pada bab ini akan dibahas mengenai perkembangan produksi gula dan pengolahan gula

khususnya di Indonesia. Pembahasan dimulai dengan sejarah industri gula pasir di Indonesia,

produksi gula nasional, proses pengolahan gula gula dan gula aren.

VII. 2. Sejarah industri gula Indonesia

VII.2.1. Pabrik Gula di Indonesia (abad 17 - 18 - 19 )

Perkembangan penggilingan atau pengepresan tebu di jawa, secara agak besar di mulai

pertama kali pada pertengahan abad 17 didataran rendah batavia, di kelola okeh orang-orang

cina. Kemudian di awal abad 19 muncul industri gula modern di pamanukan, ciasem,

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 89: Teknologi Pangan

Jawa Barat, yang dikelola oleh para pedagang besar dari inggris. Yang karena kesalahan

lokasi hanya bertahan satu dasawarsa (kekurangan tenaga kerja). Kehancuran industri gula

Inggris (Pamanukan-Ciasem) di gantikan industri Belanda dalam kurun culturstelsel. VOC

mulai melakukan pengiriman gula Batavia sejak 1673 ke Eropa, dengan jumlah ekspor per

tahun lebih dari 10.000 pikul. 130 buah penggilingan pada tahun 1710, dengan produksi

rata-rata setiap penggilingan sekitar 300 pikul. Tahun 1749 terdapat 65 penggilingan,

sedang pada 1750 naik menjadi 80, dan akhir abad ke-18 merosot tinggal 55 penggilingan

yang memasok sekitar 100.000 pikul gula.

Gambar VII-2. Penggilingan tebu dengan menggunakan kerbau sebagai tenaga pemutarnya

Bentuk dan tekhnologi pengepres tebu ini, hanya terdiri dari dua buah silinder batu atau

kayu yang diletakkan berhimpitan, dengan salah satu silinder diberi tonggak sedang pada

ujung tonggak diikatkan ternak, atau digunakan tenaga manusia (digerakkan secara manual)

untuk memutar selinder. sementara itu pada salah satu sisi pengepres biasanya satu orang

atau lebih memasokkan tebu, kemudian hasil pengepresan dialirkan ke kuali besar yang

terletak tepat di bawah selinder. Mudah pengoperasiannya dan dapat dipindah-pindahkan

menurut kebutuhan. Di masa panen tebu, penggilingan-penggilingan ini akan dibawa

menghampiri kebun yang sedang panen.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

Page 90: Teknologi Pangan

VII.2.2. Mesin Pabrik Gula (1830 )

Industri gula di Jawa Barat didukung oleh modal besar, dengan menggunakan mesin-

mesin impor yang sebelumnya tidak pernah digunakan di Jawa. Mesin yang digunakan

berasal dari Eropa, menggunakan penggilaing horizontal dan menggunakan mesin uap

sebagai penggeraknya.

Gambar VII-3. Mesin penggilingan tebu yang menggunakan mesin uap

Sejak tahun 1830 di Pekalongan terdapat tiga buah pabrik gula yang beroperasi untuk

menggiling tebu-tebu gubernemen, dua diantaranya dioperasikan oleh orang-orang Tionghoa,

yaitu oleh Gou Kan Tjou di desa Wonopringo dan Tan Hong Jan di desa Klidang. Sedang

yang ketiga dioperasikan oleh Alexander Loudon, seorang bekas pedagang besar Inggris

yang dilibatkan kerja administratif dalam kurun pasca Raffles. Loudon menjadi fabriekant di

pabrik gula Karanganjar, kabupaten Pemalang. Loudon selain membangun pabrik di

Pemalang, juga bersama De Sturler dan Verbeek membangun pabrik gula Poegoe dan Gemoe

di Kendal pada tahun 1835-36.Namun karena keterbatasan informasi untuk ketiga pabrik

gula di atas maka pembicaraan lebih diarahkan pada tiga buah pabrik modern yang didirikan

sekitar tahun 1837- 1838 yaitu Wonopringo, Sragie, Kalimatie. Ketiga pabrik gula di

Pekalongan ini memakai lahan sawah untuk tebu seluas sekitar 1500 bau, pabrik Sragie

dun Kaliematie masing-masing menggunakan 400 bau, dan Wonopringo, yang terbesar,

memakai 700 bau lahan sawah

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 91: Teknologi Pangan

(1ha=1,5 bau).Tenaga kerja dari buruh pribumi yang diikat dengan kontrak, Kontrak-kontrak

gula gubernemen tersebut mengikat petani untuk bekerja tanpa batas waktu yang tegas.

Varietas tebu yang ditanam merupakan jenis terbaik, dengan kadar rendemen (kadar

gula dalam tebu) tinggi yang hanya dihasilkan oleh tebu yang dikenal dengan sebutan zwarte

Cheribonriet (Tebu Hitam dari Cirebon), mulai digunakan sistem Reynoso tahun 1863, para

buruh tebang (rappoe) bisa menghasilkan antara 30 hingga 50 ikat / kolong tebu (atau antara

750 hingga 1.250 batang tebu). Panen setiap tahun, untuk setiap bau tidak mencapai 25 pikul.

Jumlah yang sering didapat dalam setiap panennya antara 17 hingga 22 pikul. Setiap hari,

selama musim panen dan giling, pabrik memerlukan 40 hewan penarik beserta tukang

gerobak.

VII.3. Produksi gula nasional

Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-an. Saat itu

pabrik gula yang beroperasi adalah 179 pabrik gula dengan produktivitas sekitar 14,8% dan

rendemen yang dihasilkan mencapai 11-13,8%. ekspor gula pernah mencapai sekitar 2,4 juta

ton dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton.

Pada periode 1991-2001, industri gula Indonesia mulai menghadapi berbagai masalah

yang signifikan. salah satu indikator masalah industri gula indonesia adalah kecendrungan

volume impor yang terus mengingkat dengan laju 16,6% pertahun. hal ini sejalan dengan

tingkat konsumsi gula yang meningkat pual dengan laju 2,96% per tahun. produksi gula

menurun dengan laju 3,03 persen pertahun. selama periode 1997-2002 produksi gula bahkan

menurun dengan laju 6,14% pertahun.

VII.4. Proses pengolahan gula (sumber : http://www.sucrose.com)

VII.4.1. Pemanenan

Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan ketika

dewasa hampir seluruh daun-daunnya mengering, namun masih mempunyai beberapa daun

hijau. Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh tanaman tebu dibakar untuk

menghilangkan daun-daun yang telah kering dan lapisan lilin. Api membakar pada suhu yang

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

 

Page 92: Teknologi Pangan

cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat sehingga tebu dan kandungan gulanya tidak ikut

rusak.

Di beberapa wilayah, pembakaran areal tanaman tebu tidak diijinkan karena asap dan

senyawa-senyawa karbon yang dilepaskan dapat membahayakan penduduk setempat.

Meskipun demikian, tidak ada dampak lingkungan, karena CO2 yang dilepaskan sebenarnya

memiliki proporsi yang sangat kecil dibandingkan dengan CO2 yang terikat melalui

fotosintesis selama pertumbuhan. Besarnya areal tanam dan jumlah tanaman tebu dapat

dikurangi jika ekstraksi gula dapat dilakukan semakin baik sehingga dapat memenuhi

kebutuhan gula dunia.

Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin.

Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang sangat berat

tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak terjadi pengangguran.Tebu

dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas dihilangkan dan

batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat

tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-

pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih

besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.

Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan

pendek-pendek. Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan

dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini tidak tepat untuk

kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan

hilangnya banyak tenaga kerja kerja.

VII.4.2. Ekstraksi

Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik,

tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu

manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas

(boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan pada

pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah

dari lahan, serat- serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya

bercampur di dalam gula.

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 93: Teknologi Pangan

VII.4.3. Ekstraksi gula

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan

bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil

dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat

dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100

ton tebu atau 10 ton gula. Skema ekstraksi gula dapat dilihat pada Gambar VII.1

Gambar VII-4. Ekstraksi gula

VII.4.4. Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)

Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur

(slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran

ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming.

Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses

penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus

dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian

dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus

mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap

dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih.

Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga

biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu

diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa

cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

 

Page 94: Teknologi Pangan

VII.4.5. Penguapan (Evaporasi)

Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara

menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi.

Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan

kristal tanpa adanya pembersihan lagi.

Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula

jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula

hingga 80%. Evaporasi dalam „evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang

dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi

mendekati kejenuhan (saturasi).

VII.4.6. Pendidihan/ Kristalisasi

Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar

untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk

pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan

sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan

larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya,

bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar.

Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

Gambar VII-5. Mesin sentrifugasi gula

Teknologi Pati dan Gula - Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011

Page 95: Teknologi Pangan

VII.4.7. Sentifugasi gula (Sumber)

Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula

sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang

ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena keberadaan

gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah

karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada

suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.

Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga

proses pendidihan. Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik yang siap

disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam

panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk. Beberapa

pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan

untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk pendidihan

A dan pabrik yang lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B untuk dijual.

Pendidihan “C” membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada pendidihan B

dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan

biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan B dan sisanya dicairkan lagi.

Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka

terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah

lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah

yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu dekat dengan pabrik gula tebu.

VII.4.8. Penyimpanan

Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama

penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-

dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam

penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang.

Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara

pengguna.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

 

Page 96: Teknologi Pangan

 

Page 97: Teknologi Pangan

VII.4.9. Afinasi (Affination)

Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan

lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan

“afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian

sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi

hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil („magma') di-sentrifugasi untuk

memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan

kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi).

Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai

zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-

bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

VII.4.10. Karbonatasi

Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk

membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap

ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan

umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan

kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas

karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan

lime membentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang

menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-

gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap

kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan

sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka

substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan,

cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna.

Selain karbonatasi, t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan

karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi

merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan

asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas. 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

Page 98: Teknologi Pangan

VII.4.11. Penghilangan warna

Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya

mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom

medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated

carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara

modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan.

Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk

menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat

dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain

adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih sedikit warna

daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara

kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.

Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali

jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam

pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.

VII.4.11. Pendidihan

Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk

tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk

mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-

kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan

keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam

mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara

panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.

VII.4.12. Pengolahan sisa (Recovery)

Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap

afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di

ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan

untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 99: Teknologi Pangan

afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak

dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya

diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya

pabrik penyulingan alkohol.

VII.5. Pengolahan gula aren

Gula aren berasal dari nira yang berasal dari tandan bunga jantan pohon enau yang

dikumpulkan terlebih dahulu dalam sebuah bumbung bambu. Untuk mencegah nira

mengalami peragian dan nira yang telah mengalami fermentasi tidak bisa dibuat gula, maka

ke dalam bumbung bambu tersebut ditambahkan laru atau kawao yang berfungsi sebagai

pengawet alami, biasa juga sebelum diolah aren dimask terlebih dahulu untuk mematikan

bakteri yang ada pada larutan aren yang dapat mengubahnya menjadi alkohol. Sifat kimia

dari nira kelapa, aren, dan lontar dapat dilihat pada Tabel VII-1.

Setelah  jumlahnya  cukup,  nira  digodok  di  atas  tungku  dalam  sebuah wajan  besar. 

Kayu terbaik untuk memasak gula aren berasal dari kayu aren yang sudah tua. Karena kalori 

yang  terkandung  lebih  tinggi  dari  kayu  bakar  biasa maka  proses memasaknya  juga  lebih 

cepat. Sekalipun demikian, api tidak juga boleh terlalu besar sampai masuk ke dalam wajan 

dan       menjilat  serta membakar  gula  yang  sedang  dimasak.  Kalau  ini  terjadi  gula  akan 

hangus,       rasanya akan pahit dan warnanya menjadi hitam. 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 100: Teknologi Pangan

Gula aren sudah terbentuk bila nira menjadi pekat, berat ketika diaduk dan kalau

diciduk dari wajan dan dituangkan kembali adukan akan putus-putus. Dan kalau tuangkan ke

dalam air dingin, cairan pekat ini akan membentuk benang yang tidak putus-putus.Kalau

sudah begitu, adonan diangkat dari tungku dan dicetak.

Nira merupakan bahan baku utama dalam pembuatan gula aren, nira yaitu cairan yang

dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Bunga

(mayang) yang belum mekar diikat kuat (kadang-kadang dipres dengan dua batang kayu)

pada bagian pangkalnya sehingga proses pemekaran bunga menjadi terhambat. Sari makanan

yang seharusnya dipakai untuk pemekaran bunga menumpuk menjadi cairan gula. Mayang

membengkak. Setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang diiris-iris untuk

mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan biasanya ditampung dengan timba yang

terbuat dari daun pohon palma tersebut. Cairan yang ditampung diambil secara bertahap,

biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benar-

benar kental, cairan dituangkan ke mangkok-mangkok yang terbuat dari daun palma dan siap

dipasarkan. Gula merah sebagian besar dipakai sebagai bahan baku kecap manis. Kandungan

kimia dari gula aren dapat dilihat pada Tabel VII-2

Tabel VII-2. Komposisi kimia gula aren, gula kelapa, dan buah kelapa per 100 gram

Prinsip  pengolahan  gula  aren  yaitu menguapkan  kandungan  air  pada  nira  dengan 

proses  pemanasan,  selain menguapkan  air,  proses  pemanasan  juga menyebabkan  proses 

karamelisasi pada gula yang  terdapat pada nira dan  juga  terjadi proses pencoklatan yang 

menyebabkan 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 101: Teknologi Pangan

 

 

warna gula merah menjadi gelap. Proses pencoklatan ini disebabkan oleh reaksi antara asam

amino dan gula sederhana yang ada pada nira.

Tabel VII-3. Komposisi kimia gula aren, gula tebu, dan gula siwalan 

Gula aren  (palm  sugar) berbeda dengan brown  sugar. Perbedaan keduanya  terletak 

dari  sumber  bahan  bakunya.  Palm  sugar  berasal  dari  nira  pohon  palma  (kelapa,  aren, 

siwalan,          lontar),  sedangkan brown  sugar berasal dari nira  tebu. Perbedaan  komposisi 

kimia antara gula terbebut dapat dilihat pada Tabel VII‐3. Gula aren saat ini memiliki banyak 

variasi bentuk,      selain dalam bentuk cetakan padat, gula palm juga tersedia dalam bentuk 

serbuk  yang biasa disebut dengan  gula  semut, dan  ada  juga  yang berbentuk  cairan  yang 

dikemas dalam bentuk botol. 

Page 102: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Proses pembuatan gula semut yang paling sederhana adalah dengan mengeringkan gula

merah yang telah di potong dan di iris tipis-tipis kemudian di jemur hingga menghasilkan

gumpalan-gumpalan yang kemudian diayak. Namun proses pembuatannya juga dapat

dilakukan secara kontinu pada saat pembuatan gula merah. Pada proses pembuatan gula

merah, nira hasil sadapan dari pohon aren dimasak menggunakan api sedang, jika

menggunakan api yang besar dapat menyebabkan cairan gula menjadi gosong, rasanya

menjadi pahit, dan baunya akan berubah menjadi bau asap. Proses pemasakan akan

dihentikan jika cairan gulanya jika diangkat dan diteteskan tidak terjadi pengucuran lagi

dan jatuhnya terputus-putus, atau jika diteteskan pada air dingin akan terbetuk benang-

benang. Pada tahap ini perbedaan treatment antara pembuatan gula cetak aren dan gula

semut. Gula cetak langsung dimasukkan kedalam cetakan, sedangkan jika ingin dijadikan

gula aren larutan gula tersebut didinginkan dahulu kemudian diaduk-aduk sehingga

pengurangan panasnya merata hingga menjadi berbentuk kristal.

VI. Penutup

Gula merupakan struktur senyawa terkecil dari karbohidrat yang terdiri dari satu atau

dua molekul gula sederhana. Gula yang dikenal dimasyarakat antara lain gula pasir atau

sukrosa ataupun gula aren. Gula pasir saat ini telah diproduksi dengan skala besar, namun

saat ini produksi gula merah dari nira tanaman palm masih diproduksi dengan skala kecil.

Penugasan : diskusikan dan buatlah makalah mengenai permasalahan produksi gula

dan diskusikan juga solusi apa yang dapat dilakukan.

Bahan bacaan : BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta :

Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry Thomas, D.J, dan Atwell, W.A., 1999. Starches : Practical Guides For The food Industri.

EaganPress Handbook Series. USA Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Jakarta. www.sucrose.com

Page 103: Teknologi Pangan

BAB VIII. MEMAHAMI SIFAT FISIK SUKROSA

VIII. Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahasa mengenai sukrosa atau yang biasa kita sebut juga sebagai

gula meja. Sukrosa memiliki bentuk yang berwarna putih dan tidak berbau, berbentuk kristal

dan berasa manis. Molekul sukrosa merupakan senyawa disakarida yang terdiri dari glukosa

dan fruktosa dengan rumus molekul C12H22O11

Sukrosa merupakan salah satu disakarida yang berlimpah ruah. Sukrosa ialah gula yang

kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit. Selain pada tebu dan bit,

sukrosa terdapat pula pada turnbuhan lain, rnisalnya dalarn buah nanas dan dalam wortel.

Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Molekul

sukrosa tidak mempunyai gugus aldehida atau keton bebas, atau tidak mempunyai gugus –

OH glikosidik. Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Sukrosa

(gula pasir yang umum) didapatkan secara komersil dari tebu atau bit. Atom-atom

anomer unit glukosa dan unit fruktosa berikatan [ada disakarida ini, konfigurasi ikatan

glikosidik ini adalah α untuk glukosa dan β untuk fruktosa. Dengan sendirinya, sukrosa

tidak mempunyai gugus pereduksi bebas (ujung aldehid atau keton), berbeda dengan

sebagian besar gula lainnya. Hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dikatalis oleh

sukrose( juga disebut invertase karena hidrolisis mengubah aktivitas optik dari putaran

kekanan menjadi kekiri).

VIII. 2. Sifat fisik dan kimia

VIII.2.1. Struktur α-D-glucopyranosyl-(1 → 2)-β-D-fructofuranoside

Pada sukrosa, komponen glukosa dan fruktosa dihubungkan oleh ikatan ether antara C1

pada subunit glukosa dan pada karbon C2 pada fruktosa. Ikatan ini masih termasuk ikatan

glikosida. Glukosa memiliki isomer pyranosa α dan β namun hanya satu yang berikatan

dengan fruktosa. Ikatan glikosida antara glukosa dan fruktosa merupakan ikatan yang unik

karena menghubungkan kedua ujung reduksinya. Ikatan ini menghambat ikatan sukrosa

dengan sakarida lainnya. Karena tidak memiliki gugus hidroksil anomeric, maka sukrosa

termasuk kategori gula non pereduksi. Ukuran kemurnian dari sukrosa diukur dengan alat

polarimetri, yaitu dengan mengukur rotasi cahaya yang terpolarisasi oleh larutan gula.

Page 104: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

 

 

Page 105: Teknologi Pangan

Sukrosa dibentuk oleh banyak tanaman, tetapi tidak terdapat pada hewan tingkat tinggi.

Tidak seperti disakarida lainnya seperti maltosa,d an laktosa. Sukrosa tidak mengandung

atom karbon anomer bebas, karena kedua atom anomer bebasnya berikatan satu sama

lainnya. Sukrosa merupakan teka-teki di dalam biokimia tanaman. Walaupun D-glukosa

merupakan unit pembangun utama pada senyawa pat dan selulosa, sukrosa merupakan

produk fotosintesis antara yang utama. Pada banyak tanaman sukrosa merupakan bentuk

utama dalam transport gula dari daun ke bagian-bagian lain tanaman melalui sistem

vaskular. Keuntungan sukrosa dibandingkan dengan D-glukosa sebagai bentuk transport gula

mungkin karena atom karbon anomernya berada dalam keadaan terikat, jadi, melindungi

sukrosa dari serangan oksidatif atau hidrolitik oleh enzim-enzim tanaman sampai molekul ini

mencapai tujuan akhirnya di dalam tanaman.

Hewan tidak dapat menyerap sukrosa seperti tanaman, tetapi dapat menyerap molekul

tersebut dengan bantuan enzim sukrosa., yang juga disebut invertase, yang terdapat di dalam

sel yang membatasi dinding usus kecil. Enzim ini mengkatalisa hidrolisis sukrosa menjadi D-

glukosa dan D-fruktosa yang segera terserap dalam aliran darah.

Sukrosa merupakan disakarida yang paling manis diantara ketiga jenis disakarida

yang umum dijumpai. Sukrosa juga lebih manis dari glukosa. Karena terus meningkatnya

biaya gula tebu impor yang dibuat dari tebu dan bit dan di Amerika tersedia sejumlah besar

D-glukosa yang diperoleh dari hidrolisisi pati jagung, suatu proses industri baru-baru ini telah

berkembang membuat pemanis yang lebih manis dari D-glukosa. Pada proses ini pertama-

tama pati dihidrolisa untuk menghasilkan D-glukosa dalam bentuk sirup, yang merupakan

suatu larutan pekat netral dari D-glukosa. Larutan ini dibiarkan melalui suatu kolom besar

terbuat dari bahan penyangga yang bersifat tidak relatif, bukan lambat, yang berikatan secara

 Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 106: Teknologi Pangan

kovalen dengan enzim glukosa isomerase, yang diisolasi dari tanaman. Enzim ini yang

diimobilisasi pada penyangga yang tidak reaktif, bukan lambat, mengkatalisa reaksi

reversibel seperti berikut:

D-glukosa D-fruktosa

Membentuk campuran D-glukosa dan D-fruktosa dalam jumlah molar yang sama dari

sirup jagung. Karena D-fruktosa kira-kira 2,5 kali lebih manis dari D-glukosa, daya pemanis

sirup jagung dengan sendirinya meningkat pesat. Produk ini memiliki harga yang lebih murah

dan pada saat sama nutrisinya serupa dengan sukrosa, saat ini banyak dipergunakan dalam

industri makanan, minuman ringan, dan eskrim. Baru-baru ini suatu produk baru, terdiri dari

90% fruktosa murni juga dibuat dengan prosedur isomerasi telah dipasarkan sebagai pemanis

umum, tetapi harganya dua kali lebih mahal dari sukrosa (perbandingan berat).

VIII.2.1. Degradasi termal dan oksidatif

Sukrosa terurai dan menjadi karamel pada suhu 86OC (267OF). seperti halnya

karbohidrat lainnya, sukrosa dapat terurai menjadi karbon dioksida dan air. Hidrolisa ikatan

glikosidik dari sukrosa akan mengurai sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Hidrolisis

sukrosa dapat terjadi dengan cepat oleh penambahan enzim sukrase ataupun oleh asam.

Demikian pula yang terjadi pada lambung manusia mengubah sukrosa menjadi glukosa dan

fruktosa oleh asam yang terdapat pada lambung selama pencernaan. Sukrosa sangat

mudah larut dalam air khususnya air panas, kelarutan sukrosa pada air dapat dilihat pada

tabel VIII-1.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 107: Teknologi Pangan

VIII.3. Sintesis dan biosintesis sukrosa

Biosintesis sukrosa merupakan hasil dari prekursor UDP-glukosa dan fruktosa 6-fosfat

yang dikatalis oleh enzim sukrosa-6-fosfat sintase. Energi yang digunakan dalam sintesis ini

diperoleh dari perombakan Uridin difosfat (UDP). Sukrosa dibentuk oleh tumbuhan dan

cyanobacteria dan tidak pada organisme lainnya. Sukrosa dapat ditemukan secara alami pada

tanaman yang mengandung fruktosa. Pada buah-buahan seperti nenas dan aprikot, sukrosa

merupakan gula utama, sedangkan pada buah anggur dan pir, fruktosa adalah gula utama.

Page 108: Teknologi Pangan

Walaupun sukrosa secara alami dapat ditemukan di alam, sukrosa pertama kali

disintesis secara kimia oleh Raymond Lemineux pada tahun 1953.

VIII.4. Sukrosa sebagai makanan

Awalnya gula pasir merupakan barang mewah, namun dengan produksi yang tinggi

dan sebagai standar dari penggunaan berbagai makanan, gula pasir seudah menjadi bahan

makanan yang secara umum dipergunakan oleh manusia.

Gula sukrosa merupakan unsur utama dalam pembuatan kembang gula atau sebagai

pemanis pada makanan penutup. Banyak juga koki atau penyaji makanan lainnya hanya

menggunakan gula fruktosa sebagai pemanis pada makanan penutupnya hal ini disebabkan

karena fruktosa memiliki rasa manis dua kali lipat dibandingkan dengan glukosa. Gula

juga sering dijadikan pengawet makanan jika digunakan dalam konsentrasi tinggi. Sukrosa

juga banyak digunakan sebagai pemanis pada makanan seperti biskuit, kue kering, pie, sorbet

atau eskrim.

VIII.5. Metabolisme sukrosa

Pada manusia dan mamalia lainnya, sukrosa dipecah menjadi penyusunya yaitu

glukosa dan fruktosa oleh sukrase atau isomaltase hidrolase glikosida, yang terletak di

membran dari mikrovili lapisan duodenum. Glukosa dan fruktosa yang dipecah ini langsung

diserap kedalam aliran darah, pada bakteri dan beberapa hewan sukrosa dicerna oleh enzim

invertase.

Sukrosa sangat cepat berasimilasi yang menyediakan sumber energi yang cepat, dan

menignkatkan glukosa darah. Kelebihan dalam mengkonsumsi sukrosa menyebabkan efek

negatif pada kesehatan. Hal yang umum terjadi adalah karies gigi atau kerusakan gigi dimana

bakteri pada mulit mengkonversi gula (termasuk sukrosa) dari makanan menjadi asam yang

menyerang email gigi.

Sukrosa sebagaimana halnya karbohidrat dapat menghasilkan energi 3,94 kilokalori per

gram (atau 17 kilojoule per gram). Jika dikonsumsi berlebihan dari kebutuhan energi akan

dapat menyebabkan penimbunan dan terkonversi menjadi leamk yang tersimpan pada lapisan

kulit. Banyak penelitian telah megnkaitkan hubungan antara mengkonsumsi sukrosa dalam

tingkat persentase yang tinggi dengan penyakit obesitas dan resistensi insulin.

 

 Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

 

Page 109: Teknologi Pangan

Kecepatan sukrosa meningkatkan glukosa darah menyebabkan masalah pada penderita

hipoglikemia atau diabetes melitus. Sukrosa daapt berkontribusi terhadap perkembanga

sindrom metabolik. Pada percobaan dengan tikus yang diberikan diet satu sepertiga dari

jumlah sukrosa standar, sukrosa dapat meningkatkan trigliserida yang disebabkan visceral

lemak dan akhirnya mengakibatkan resistensi insulin. Hasil penelitian lainnya menemukan

bahwa tikus yang diberikan sukrosa tinggi dapat meningkatkan andungan trigliserida,

hiperglikemia dan resistensi insulin

VIII.6. Kesehatan manusia

Banyak hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara konsumsi gula olahan

(gula bebas) dan bahaya kesehatan, termasuk obesitas dan kerusakan gigi dan relevansinya

dari gula lainnya (bukan hanya sukrosa). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsumsi

gula pemanis gula dan halus sangat erat kaitannya dengan penyakit jantung koroner, hal

ini juga dianggap sebagai sumber dari proses glikasi endogen.

VIII.6.1 Kerusakan gigi

Kerusakan gigi dapat dikatakan telah menjadi bahan kesehatan yang paling menonjol terkait

dengan konsumsi gula. Bakteri yang terdapat pada mulut seperti Streptococcus mutans

hidup dalam plak gigi dan memetabolisme gula apapun (bukan hanya gula sederhana seperti

glukosa, fruktosa, atau sukrosa, tetapi juga pati) menjadi asam laktat. Konsentrasi tinggi

dapat mengakibatkan asam pada permukaan gigi, menyebabkan demineralisasi gigi

Semua gula dan disakarida yang memiliki 6 karbon dapat dikonversi oleh bakteri plak

gigi menjadi asam yang dimenaralizes gigi, namun pada sukrosa memiliki fungsi yang unik

dalam perombakan yang dilakukan oleh S. mutans dimana bakteri tersebut mengubah sukrosa

menjadi dekstran yang dapat menjadi “lem” pada permukaan gigi. Dekstran ini sendiri

bertindak sebagai cadangan pasokan makanan bagi bakteri.

VIII.6.2. Indeks glikemik

Sukrosa memiliki indeks glikemik yang cukup tinggi yaitu 64, hampir sama dengan

madu (62), namun berbeda dengan maltosa yang memiliki indek glikemik 105. Indek glikemik

menyebabkan respon langsung dalam sistem pencernaan tubuh. Seperti gula lainnya, sukrosa.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 110: Teknologi Pangan

dicerna menjadi glukosa (gula darah) diangkut ke dalam darah, jika berlebih dapat

menyebabkan peningkatan kadar gula darah yang normal dari 90 mg/dL menjadi 150 mg/dL

(2,3 mmol/L – 4,4 mmol/L)

VIII.6.3. Diabetes

Diabetes, merupakan penyakit yang menyebabkan tubuh tidak dapat memetabolisme

gula dengan baik yang daapt terjadi jika :

1. Tubuh menyerang sel-sel yang memproduksi insulin, hormon yang memetabolisme

gula (diabetes tipe 1) atau

2. Sel-sel tubuh menunjukkan respon gangguan insulin (diabetes tipe 2)

Saat dlukosa menumpuk dalam aliran darah, dapat menyebabkan dua masalah, yaitu :

1. Dalam jangka pendek, sel-sel tubuh menjadi kelaparan karena mereka tidak

memperoleh pasokan energi dari glukosa

2. Dalam jangka panjang, dapat meningkatkan keasaman darah, merusak banyak organ

termasuk mata, ginjal, saraf, dan/atau jantung

Oleh karena itu disarankan untuk para penderita diabetes untuk dapat menghindari makanan

yang kaya akan gula untuk mencegah reaksi yang merugikan bagi tubuh.

VIII.6.4 Obesitas

Obesitas bukan hanya berkolerasi dengan konsumsi lemak, namun juga pada konsumsi

gula atau karbohidrat, mengurangi konsumsi lemak namun tetap mengkonsumsi karbohidrat

berlebih dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Tabel VIII-2 menunjukkan hubungan antara

konsumsi karbohidrat, protein dan lemak pada kegemukan.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 111: Teknologi Pangan

VIII.7. Produksi

Gula pasir atau sukrosa berasal dari tanaman. Dua jenis tanaman penting yang

menghasilkan sukrosa dengan kadar tinggi yaitu tebu dan bit dimana dapat dihasilkan

rendemen 12-20% dari berat kering tanaman, sebagian kecil diproduksi oleh kurma, sorgum,

dan maple. Sukrosa diperoleh dengan ekstraksi dari tanaman dengan menggunakan air panas,

pada konsentrasi dengan kadar air yang rendah dapat mengubah larutan sukrosa menjadi

kristal.

Gula tebu berasal dari negara-negara dengan iklim hangat seperti Indonesia, Brasil, India,

Cina, Thailand, Meksiko, dan Australia. Brasil merupakan megara penghasil gula tebu terbesar

dimana diproduksi 30 juta ton pada tahun 2006, sementara India menproduksi 21 juta

ton, dan Cina 11 juta ton.

Gula bit berasal dari daerah iklim dingin. Musim tumbuh bit berakhir dengan dimulainya

panen sekitar bulan september, pemanenan dan pemprosesan berlanjut sampai pada bulan meret.

Saat ini gula juga diperoleh dari sirup glukosa yang dihasilkan dari gandum atau jagung

yang dapat mengancam pasar gula sukrosa

Gambar VIII-3. Tanaman Bit

Sangat sulit untuk membedakan antara gula yang dihasilkan dari tebu dan gula yang

dihasilaknd ari bit, salah satu metode yang dilakukan yaitu dengan analisis isotop karbon.

Tebu menggunakan fiksasi karbon C4 dan bit menggunakan fiksasi karbon C3 akan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 112: Teknologi Pangan

menghasilkan rasi yang berbeda . Tes ini digunakan untuk mendeteksi penyalahgunaan

penipuan subsidi gula di Uni Eropa atau digunakan dalam mendeteksi campuran pada es buah.

Gula pasir memiliki bermacam-macam bentuk/ukuran dan kegunaannya tergantung pada

aplikasinya:

1. Butiran gula kasar. Disebut juga gula mutiara, gula nibbed. Gula ini menghasilkan

efek berkilau karena gula membentuk kristal besar yang memantulkan cahaya. Gula

jenis ini banyak digunakan untuk dekorasi pada makanan. Gula jenis ini biasa

ditaburkan pada makanan yang dipanggang atau permen

2. Gula pasir ukuran normal (0,5 mm) yang biasa digunakan sebagai gula meja.

3. Gula kastor, digunakan pada pembuatan kue yang memiliki tekstur sangat halus,

memilikikelarutan yang lebih cepat dibandingkan dengan gula putih biasa. Gula

kastor dibuat dengan menggiling gula pasir dalam food processor.

4. Gula icing (0,024) yang dihasilkan oleh penggilingan gula hingga membentuk bubuk

halus. Biasa ditambahkan pada makanan untuk mencegah penggumpalan

VIII.8. Menghitung kandungan gula

Para ilmuwan dan industri gula menggunakan derajar Brix (simbol OBx) yang

diperkenalkan oleh Antoine Brix, sebagai unit pengukuran rasio massa zat terlarut dalam

cairan.sebuah solusi sukrosa 25OBx memiliki 25 gram sukrosa per 100 gram cairan atau

dengan kata lain 25 gram sukrosa, dan 75 gram air dalam 100 gram larutan.

Derajar brix diukur dengan menggunakan sensor infrared. Pengukuran ini tidak

menyamakan derajat brix dari kepadatan atau pengukuran indeks bias, karena secara khusus

akan mengukur konsentrasi gula terlarut bukan semua padatan terlarut. Bila menggunakan

refraktometer, hasil yang diperoleh harus dituliskan sebagai Refractometric Dried Subtance

(RDS). Jika hasil penghitungan memiliki nilai 20OBx RDS, hal ini mengacu pada ukuran

persen berat kering total padatan, secara teknis tidak sama dengan derajat Brix yang ditentukan

melalui metode infrared. Namun hal ini dapt dilakukan pada penghitungan sukrosa karena

sukrosa pada kenyataannya sebagian besar bentuk padatan kering.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 113: Teknologi Pangan

VIII.9. Gula Invert

Proses gula invert adalah kebalikan dengan proses sintesis pada gula sukrosa. Pada gula

invert dilakukan pemecahan sukrosa menjadi dua senyawa yaitu glukosa dan fruktosa. Dimana

pada larutan gula tersebut terdapat dua senyawa gula penyusun sukrosa tersebut (glukosa dan

fruktosa) Dibandingkan dengan prekursornya, sukrosa, gula invert lebih manis, dan tidak

memiliki sifat pembentukan kristal.

Pemisahan sukrosa menjadi komponen penyusunya (glukosa dan fruktosa) merupakan

reaksi hidrolisis. Pada umumnya proses hidrolisis pada sukrosa dapat terjadi dengan

memenaskan larutan sukrosa, namun penambahan katalis mampu mempercepat proses

hidrolisis. Katalis biologis yang ditambahkan adalah sucrases (pada hewan) dan ivertases

(pada tanaman) yang merupakan enzim yang mampu megkatalis sukrosa. Asam juga

merupakan katalis yang mampu memecah sukrosa seperti yang terjadi pada jus lemon.

Istilah inverted (terbalik) berasal dari metode pengukuran sirup gula menggunakan

polarimeter. Ketika melewati sampel larutan sukrosa murni, rotasi optik berputar ke kanan.

Pada larutan yang terdiri dari campuran sukrosa, fruktosa, dan glukosa arah rotasi akan

berubah (berbalik arah) dari kanan ke kiri (jika semua larutan terkonversi sempurna)

C12H22O11 (sukrosa, rotasi=66,5O) + H2O (air, tidak berotasi) C6H12O6 (glukosa,

rotasi=52,7O) + C6H12O6 (fruktosa, rotasi=-92O)

Terjadi perubahan arah dari 66,5O menjadi -39,3O (-92O-52,7O)

Pada proses diatas dilakukan dalam kondisi penambahan air dan mengkonversi sukrosa

menjadi glukosa dan fruktosa sebanyak 85%. Suhu reaksi dipertahankan pada 50-6-OC

Gula invert dapat dengan mudah dibuat dengan menambahkan sekitar 1 gram asam sitrat

atau asam askorbat dalam satu kilogram gula sukrosa. Cream of tartar (1 gr/1 kg) atau jus

lemon (10 ml/1kg) juga dapat digunakan. Larutan kemudian di panaskan selama 20 menit dan

akan mengkonversi sukrosa secara efektif dalam jumlah yang besar dan mampu mencegah

kristalisasi tanpa memnimbulkan rasa asam yang berlebih. Proses invertasi juga dapat

dilakukan tanpa penambahan asam atau enzim cukup dengan melarutkan sukrosa dalam air

dengan perbandingan dua bagian sukrosa dan satu bagian air dan dididihkan selama lima

 Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 114: Teknologi Pangan

sampai tujuh menit akan mengkonversi sebagian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

Larutan gula ini sudah dapat disebut sebagai sirup gula invert.

Contoh penggunaan gula invert terdapat pada bahan pangan antara lain :

1. Madu merupakan campuran dari glukosa dan fruktosa yang memiliki sifat yang sama

dengan gula invert, hal inilah yang menyebabkan madu memiliki kemampuan tetap dalam

keadaan cair dan tidak mengkristal dalam jangka waktu yang lama

2. Jam, ketika dibuat, menghasilkan gula invert selama pemanasan dalam kondisi asam.

3. Golden syrup, adalah sirup yang mengandung sekitar 56% sirup invert, sukrosa 44%.

4. Fondant, digunakan sebagai pengisi coklat. Ditambahkan enzim namun belum diaktifkan

sebelum proses filling pada coklat. Memiliki karakteristik yang kental dan dapat ditunkan

kekentalannya pada saat penambahan krim

5. Quaker Granola Bars, mengandung gula invert.

6. Parle glucose biscuits mengandung gula invert.

7. York peppermint patties mengandung gula invert.

8. Junior Mints, mengandung gula invert.

9. Jones Soda, soda manis dengan gula invert dari tebu.

10. Jujubes mengandung gula invert.

11. Sour Patch Kids mengandung gula invert.

12. Permen Caramello, mengandung gula invert.

13. Animal Crackers terkadang mengandung gula invert.

14. Swedish Fish mengandung gula invert.

15. Mallomars mengandung gula invert.

16. Sugar Babies mengandung gula invert.

17. Cadbury eggs mengandung gula invert.

18. Wheat Thins mengandung gula invert.

19. Panera Roti Mini Scones mengandung gula invert.

20. Toblerone Coklat mengandung gula invert, dll

Salah satu alasan pemanfaatan gula invert yaitu menghindari proses kristalisasi dari gula

sukrosa. Gula invert ditambahkan untuk menghasilkan produk yang lebih halus jika

dibandingkan dengan penggunaan sukrosa.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 115: Teknologi Pangan

VIII. 10 Penutup

Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun oleh senyawa glukosa dan fruktosa, yang

terikat oleh ikatan gloikosida. Sukrosa tidak termasuk dalam gula pereduksi karena tidak ada

gugus OH yang bebas dan reaktif. Tebu dan tanaman bit merupakan dua jenis tanaman

penghasil sukrosa tertinggi di alam. Sukrosa banyak digunakan dalam industri pangan yang

digunakan sebagai pemanis. Sukrosa memiliki sifat yang dapat mengkristal, namun dalam

penggunaannya kadang sifat kristal ini tidak diinginkan oleh karena itu dibuat turunan dari

gula sukrosa ini dalam bentuk gula invert.

Soal evaluasi :

1. Sebutkan manfaat dari sukrosa dalam pengolahan pangan!

2. Apa perbedaan ikatan glikosida antara sukrosa dan disakarida lainnya?

3. Jelaskan mengenai proses invertasi pada gula invert!

Bahan bacaan :

BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc

Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta :

Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry

Thomas, D.J, dan Atwell, W.A., 1999. Starches : Practical Guides For The food Industri.

EaganPress Handbook Series. USA

Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Jakarta.

Winarno, F.G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi (Edisi Terbaru). PT. Embrio Biotekindo, Bogor.

www.wikipedia.com  Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 116: Teknologi Pangan

BAB IX. PROSES PEMBUATAN SIRUP GLUKOSA DAN SIRUP FRUKTOSA

IX.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas mengenai proses produksi gula sirup fruktosa. Sirup fruktosa

banyak digunakan sebagai pemanis pada makanan kaleng ataupun dalam minuman. Proses

produksi fruktosa dapat dijadikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan gula khususnya

untuk industri. Proses pembuatan sirup fruktosa ini dilakukan dengan menggunakan bahan

baku dari komoditi yang kaya akan pati dan produktivitasnya tinggi seperti ubi kayu ataupun

jagung.

IX.2. Produksi HFS

Indonesia diharapkan pada Tahun 2014 bisa swasembada gula total, baik untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan industri. Saat ini, kebutuhan gula di

Indonesia mencapai 4,1 juta ton per tahun, sedang produksi gula Indonesia diperkirakan cuma

2,45 juta ton per tahun dan sisanya masih impor sehingga indonesia saat ini menjadi negara

pengimpor gula terbesar ke dua di dunia. Produktivitas gula di Indonesia masih rendah

sementara kebutuhan gula terus meningkat dan efisiensi sistem produksi yang rendah karena

tingginya biaya produksi, ditambah lagi dengan dampak kenaikan BBM sehingga harga gula

pasir makin tinggi. Harga gula pasir saat ini mencapai Rp.7000-an per kilonya yang membuat

industri makanan dan minuman yang menggunakan pemanis memilih pemanis lain selain gula

pasir sebagai bahan baku untuk produksinya. Alternatif lain yang digunakan oleh industri yaitu

menggunakan sodium siklamat (bahan pemanis sintetik) sebagai pemanis yang telah diketahui

dan dilarang penggunaannya karena dapat mengganggu kesehatan, meskipun telah di larang

penggunaannya masih saja secara terang-terangan industri-industri makanan dan minuman

menggunakannya.

Gula alternatif yang sekarang sudah digunakan antara lain adalah gula siklamat, stearin,

dan gula dari hidrolisa pati. Gula dari pati dapat berupa sirup glukosa, fruktosa, maltosa,

manitol, dan sorbitol. Gula pati tersebut mempunyai rasa dan tingkat kemanisan yang hampir

sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan beberapa jenis lebih manis. Gula pati dibuat dari

bahan berpati seperti tapioka, umbi-umbian, sagu, dan jagung. Di Indonesia, industri

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 117: Teknologi Pangan

dengan bahan baku pati baru dimulai pada tahun 80-an, namun tidak sepopuler dengan gula

pasir.

Sirup fruktosa atau High Fructose Syrup (HFS) salah satu jenis gula yang manisnya

hampir sama dengan gula pasir (sukrosa). Teknologi pengolahan sirup fructosa dimulai sejak

tahun 1970-an, dan lebih-lebih setelah diperoleh cara pemisahan glukosa dan fruktosa dengan

cara khromatografi, maka pemanfaatan dan minat terhadap bahan pemanis ini semakin

membumbung dari tahun-ketahun. Di dunia, Amerika serikat sebagai produsen HFS tertinggi

mencapai produksi 5,4 juta ton ditahun 1995, kemudian jepang yang mencapai produksi 4

ratus ribu ton di tahun yang sama.

Gambar IX-1 Ubi Kayu dan Jagung merupakan komoditi yang dapat diolah menjadi HFS

Produksi HFS di Amerika yang mencapai produksi 5 juta ton per tahun, pasaran utama

dari bahan pemanis ini adalah perusahaan-perusaan minuman ringan, terutama Coca Cola dan

Pepsi Cola. Ada sekitar 18 merk minuman ringan, diantaranya kedua merk yang telah

disebutkan merupakan pengguna HFS sebagai bahan pemanisnya.

Meskipun banyak jenis minuman atau buah-buahan di dalam kaleng yang diimpor ke

Indonesia mencantumkan HFS sebagai bahan pemanis yang di gunakan, namun pemanis ini

masih belum dikenal secara luas di masyarakat. Salah satu pabrik HFS yang berhasil didirikan

dan beroperasi hingga sekarang yaitu milik PT Sari Tani Nusantara di Gondanglegi, Malang

Selatan dan hasilnya telah digunakan oleh beberapa industri pengalengan buah, dan sirup,

namun belum digunakan oleh pabrik-pabrik minuman ringan yang memiliki lisensi asing

seperti Coca Cola. Oleh Departemen perindustrian beberapa izin industri pendirian HFS telah

diterbitkan, dan beberapa izin sementara telah mati karena beberapa sebab. Sebenarnya potensi

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 118: Teknologi Pangan

HFS sebagai bahan baku alernatif gula memiliki masa depan yang cerah di Indonesia, selain

karena ketersediaan sumber pati yang cukup besar juga karena biaya investasi jauh lebih

murah daripada investasi pabrik gula tebu.

Gambar IX-2. Produksi HFS beberapa negara di dunia pada tahun 1995 (Stephen Vuilleumier,

1997)

IX.3. Profil High Fructose Syrup (HFS)

Bahan baku pengolahan High Fructose Syrup (HFS) adalah sirup dekstrosa (D-glukosa)

yang dihasilkan melalui cara pengenceran, dektrinisasi, dan sakarisasi pati memakai katalisator

sistem enzim. Proses ini merupakan proses hidrolisa pati. Proses pengolahan HFS sendiri

merupakan proses isomerisasi glukosa menjadi fruktosa sirup dekstrosa yang keluar dari

tangki sakarisasi, setelah melalui beberapa tahapan hidrolisis dimasukkan kedalam tangki

isomerisasi untuk dikonversi menjadi HFS. Enzim glukoisomerase dimasukkan kedalam

tangki isomerisasi (dalam keadaan kedap udara). Tangki isomerisasi berbentuk silinder yang

kedua ujungnya tertutup rapat (kecuali lubang-lubang pemasukan dan pengeluaran)

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

 

Page 119: Teknologi Pangan

 

Proses isomerisasi menghasilkan High Fructose Syrup dengan nama HFS-42 yang

susunan karbohidrat yang dikandungnya menyerupai sukrosa, maka HFS-42 memiliki kadar

kemanisan yang hampir sama dengan gula. HFS berbeda dengan pure fructose. Pure fructose

mengandung 100% fructose, sedangkan HFS mengandung fructosa dan glukosa dengan

perbandingan tertentu.

Menjelang tahun 1980-an telah berhasil dikembangkan cara pemisahan (separasi)

fruktosa dari glukosa yang terkandung dalam HFS-42. Sistem tersebut menggunakan sistem

khromatografis yang dapat memisahkan sebagian sirup yang yang memiliki kandungan

fruktosa amat tinggi (80%-90%), sedangkan sirup yang lain miskin akan fruktosa, tetapi kaya

akan glukosa. Sirup yang kaya akan glukosa tersebut akan dikembalikan lagi kedalam proses

untuk dapat diisomerisasikan lagi (recycling). Syrup yang didapat dicampur dengan HFS-42

dengan perbandingan tertentu sehingga diperoleh HFS generasi ke-dua, yaitu HFS-55

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 120: Teknologi Pangan

Karena teknik pembuatannya, HFS merupakan larutan pekat (sirup) dengan derajat

kemurnian yang sangat tinggi, bebas dari ion-ion logam maupun ion-ion beracun lainnya,

misalnya timah hitam, besi, tembaga, sulfat, sianida, dan sebagainya.

Untuk menghidari kristalisai karena kandungan dekstrosa pada HFS, maka hendaknya

HFS disimpan pada suhu ± 32OC. Karena viskositasnya yang relatif rendah, maka

dimungkinkan pembubuhan bahan kering lain kedalam larutan untuk menaikkan tekanan

osmosa maupun kadar kemanisannya tanpa mempengaruhi kualitas produk akhir. Tekanan

osmosa dari larutan HFS pada konsentrasi yang sama dengan sukrosa adalah dua kali lipatnya

(berat molekul HFS = ½ berat molekul sukrosa = ½ berat molekul maltosa). Karena tekanan

osmosa yang tinggi tersebut, maka perkembangbiakan bakteri, jamur, dan kapang dapat

dibatasi. Dengan demikian produk HFS akan tetap segar meskipun telah disimpan dalam

waktu yang lama.

Tabel IX-2. Analisa kimia HFS

Kelarutan HFS  sebanding dengan kelarutan gula  invert,  lebih  cepat  larut dari dekstrosa, 

serta sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan sukrosa. Oleh karena kemurnian dan sifat‐

sifat   kimia/fisika   yang   dimilikinya,    HFS sangat   tepat   jika dipergunakan sebagai bahan 

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 121: Teknologi Pangan

pemanis dan doctoring agent pada industri-industri pengalengan buah-buahan, minuman

ringan, yogurt, limun, kue, permen dan lain-lain (Richana Nur, dan suarni, 2008).

Terutama untuk minuman-minuman ringan tak beralkohol, HFS memiliki kelebihan

yaitu lebih menekankan rasa buah karena hadirnya fruktosa dalam komposisi HFS, terutama

sangat terasa pada minuman-minuman rasa buah sitrus. Pada pengalengan buah-buahan, hasil

terbaik dicapai dengan cara mencampur (70-80)% HFS dengan (30-20)% sirup glukosa

dengan kadar maltosa yang tinggi. sebagaimana halnya gula invert, 1-3% HFS dapat

dibubuhkan kedalam adonan es krim. Jika tidak digunakan sukrosa, campuran 25% : 75% atau

50% : 50% HFS dengan High Maltose Syrup dapat digunakan dalam pembuatan es krim.

IX.4 HFS Sebagai Pemanis

Beberapa macam bahan pemanis hanya terasa kemanisannya pada kadar yang amat

rendah. Jika konsentrasinya dinaikkan, maka akan timbul rasa yang makin pahit (off-flavour),

misalnya sakarin. Jadi meskipun banyak bahan yang dikenal memiliki rasa manis yang lebih

manis dari sukrosa, namun hanya sebagian kecil yang dianggap aman bagi kesehatan jika

dikonsumsi.

Jika kemanisan sukrosa diberi index 100, maka kelarutan dekstrosa dengan konsentrasi

15% memiliki index kemanisan sebesar (53-87). Pada konsenttrasi (40-50)% indeks

kemanisan dekstrosa menyamai sukrosa. Fruktosa memiliki indeks kemanisan (79-180). Index

kemanisan HFS berasa ditengah-tengah antara index kemanisan dekstrosa dan fruktosa, dan

kira-kira sama denngan sukrosa pada konsentrasi (11-17)%.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 122: Teknologi Pangan

 IX.5. Isomerasi

Pada proses glikolisis di dalam tubuh tumbuhan terjadi reaksi-reaksi fosforilasi dengan

bantuan ATP dan aldolase yang mengobah glukosa menjadi fruktosa. Reaksi yang

berlangsung dapat dilihat pada Gambar IX-5.

Glukosa dan fruktosa adalah merupakan isomer satu dengan yang lainnya, artinya

memilih berat molekul dan susunan atom yang sama tetapi dengan struktur konfigurasi yang

berbeda.

Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau sebaliknya, fruktosa dapat

dirubah menjadi glukosa dengan pertolongan enzim yang sama yaitu glukosa-isomerase.

Proses perubahan tersebut disebut “enzymatic glucose-isomerization”.

Karena enzim tersebut “reversible” artinya dapat mengkatalis ke aksi bolak-balik maka

produk akhir selalu merupakan campuran dari biak glukosa maupun fruktosa. Relatif

komposisi campuran dari kedua jenis gula tersbut dapat bervariasi tergantung kondisi reaksi,

suhu dan keasaman dimana proses isomerasi berlangsung. High Fructose yang diproduksi

mengandung fruktosa 42 persen, 50 persen glukosa dan 8 persen oligomerasi (gula lain).

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 123: Teknologi Pangan

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 124: Teknologi Pangan

Di alam fruktosa terutama terdapat dalam gula yang kita kenal sehari-hari (sukrosa),

rafinosa, dan berbagai senyawa polisakarida serupa pati. Karena kemanisannya yang sangat

tinggi, gula ini dapat digunakan untuk membuat formulasi pangan berkalori rendah, terutama

untuk kepentingan diet (misalnya untuk penderita kencing manis), tanpa mengurangi rasa

manis yang diinginkan. Fruktosa secara fisiologis sangat cepat bereaksi, sehingga dapat

menjadi suatu activator gula dalam metabolism. Melalui sistem enzim dalam tubuh manusia,

fruktosa dengan cepat dapat dikonversi menjadi energy tanpa melibatkan insulin.

Beberapa macam mikroba dapat menghasilkan enzim glukosa isomerase yang dapat

mengisomerisasikan dekstrosa menjadi fruktosa, menirukan proses glikolisis dalam tubuh

tumbuh-tumbuhan. Isomerisasi dilaksanakan dalam kolom-kolom isomerisasi pada pH, suhu,

dan parameter-parameter lain yang optimum.

Bahan baku Isomerisasi adalah hasil hidrolisis pati dengan kandungan dekstrosa yang

tinggi, sedangkan hasil akhirnya adalah campuran antara fruktosa (42%), dekstrosa (55%), dan

oligosakarida (maltose dan isomaltosa). Untuk meningkatkan kandungan fruktosa pada sirup,

dapat dilakukan separasi khromatografis dan recycling.

IX.6. Enzim Glukosa Isomerase

Kemungkinan pemanfaatan enzim untuk isomerisasi glukosa menjadi fruktosa telah lama

diketahui orang. Marshall dan Kooi pada tahun 1957 telah melaporkan cara mengisolasi

sejenis enzim tersebut. Meskipun dengan kecepatan yang sangat lambat, suatu enzim yang

dapat diperoleh dari Pseudomonas hydrophila yang dikenal sebagai xilose isomerase ternyata

dapat pula mengisomerisasikan glukosa menjadi fruktosa.

Tsumura dan Sato pada tahun 1960 berhasil mengisolasi suatu organism tanah yang dapt

menghasilkan enzim glukosa isomerase. Kemudian pada tahun 1966 Tsumura dan kawan-

kawan mengumumkan hasil penelitiannya tentang cara pembuatan enzim isomerase dari

Streptomyces phalochromogenes. Enzim ttersebut dapat juga dihasilkan oleh beberapa spesies

Streptomyces yang lain. Ciri-ciri morfologi, media pembiakan kondisi-kondisi fermentasi, dan

bekerjanya enzim tersebut diuraikan secara mendalam oleh Takasiki dan Tanabe.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 125: Teknologi Pangan

Pembuatan glukosa isomerase kristal diuraikan secara mendalam oleh Yamanaka pada

tahun 1968. Enzim ini dihasilkan dari Lactobacillus Brevis, dan dapat mengisomerisasikan d-

xilosa, d-glukosa, dan d-ribosa.

Tidak kurang dari 32 macam organisme yang telah diteliti dapat menghasilkan glukosa

isomerase, diantaranya Pseudomonnas, Aerobacter, Escherichia, Bacillus, Brevibacterium,

Paralactobacillus, Leuconostoc, dan Streptomyces. Di dalam perdagangan dewasa inni dikenal

dua jenis enzim glukosa isomerase, yaitu jenis untuk proses terputus (batch), dan jenis untuk

proses kontinu.

IX.6.1 Glukosa isomerase untuk proses terputus

Enzim ini oleh perusahaan NOVO-Denmark dijual dengan merek dagang Sweetyzyme

type A, yang diproduksi dari sejenis basilus. Inhibitor bagi enzim ini adalah semua atau

sebagian besar untur bervalensi dua, kecuali magnesium dan kobalt. Bahan-bahan tak larut

atau yang mengendap selama proses isomerisasi juga berpengaruh menahan bagi aktivitas

enzim. Oksigen berpengaruh negative pada stabilitas enzim. Sebab itu penguapan larutan

dekstrosa silakukan di tempat vakum. Untuk mencegah pertumbuhan mikrobiologi, maka

isomerisasi harus dilaksanakan pada konsentrasi tinggi, sebaiknya sekitar 40% berat bahan

kering pada suhu tidak kurang 60OC. Meskipun enzim ini cukup stabil pada berbagai kondisi

pH dan suhu, namun peningkatan suhu dan pH mengakibatkan pembentukan warna yang

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 126: Teknologi Pangan

meningkat pula. Aktivitas maksimum enzim ini pada pH diatas 7,5, sedangkan stabilitas

maksimalnya pada ph 7. Pada suhu 60-65OC.

Pada proses terputus, dimana waktu reaksi yang diperlukan sekitar 24 jam, kondisi-

kondisi operasi yang dianjurkan adalah pH sekitar 6,6 – 7,0 dan suhu sekitar 60OC. Mengingat

terjadinya sejumlah kecil hasil samping yang bersifat asam maka pH nya harus selalu diawasi

dengan penambahan sejumlah kecil basa misalnya 2 M NaCO3.

IX.6.2. Glukosa isomerase untuk proses kontinu

Perusahaan jepang, Nagase & Co. Ltd bekerja sama dengan Denki Kaguku Kogyo K.K

memproduksi enzim ini dengan nama dagang Sweetase. Sedangkan NOVO-Denmark

memperdagangkan dengan mana dagang Sweetzyme type Q. Produktivitas enzim ini,

didefinisikan sebagai kg fructose syrup yang berhasil di isomerisasikan per kg enzim selama

usia aktif enzim tersebut. Produktivitas dengan demikian merupakan pengaruh gabungan

antara aktivitas dan stabilitas enzim. Stabilitas enzim adalah kemampuan dari enzim tersebut

untuk menjaga agar aktivitasnya selalu tinggi. Produktivitas enzim glukosa isomerase biasanya

sekitar 2000 – 3000 per kg enzim.

Produktivitas enzim juga dipengaruhi oleh berbagai factor atau parameter, yaitu :

1. Suhu Operasi. Suhu mempengaruhi aktivitas, stabilitas, dan pembentukan zat warna.

Makin tinggi suhu operasi, main besar aktivitas enzim, tetapi menurunkan

stabilitasnya, serta pembentukan zat warna makin besar pula. Sebaliknya suhu yang

makin rendahdapat menaikkan stabilitas, mengurangi kemungkinan pembentukan zat

warna, namun produktivitasnya menurun. Suhu yang dianjurkan yaitu 60OC

2. pH. pH dari sirup yang akan diolah mempengaruhi aktivitas, stabilitas enzim, serta

pembentukan zat warna. Aktivitas maksimum dicapai pada pH sekitar 7,8 – 8,3. Dan

aktivitas tersebut menurun jika pH dibawah 7,0. Enzim menjadi tidak aktif dibawah

pH 5 dan diatas pH 9. Stabilitas enzim turun dengan cepat pada pH diatas 8,5 dan

dibawah 6,5

3. Waktu kontak. Agar pembentukan hasil samping, diantaranya berupa zat warna,

dapat ditekan seminimal mungkin, waktu kontak sebaiknya diatur secepat mungkin,

biasanya sekitar (1-2) jam.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

Page 127: Teknologi Pangan

4.        Aktivator. Ion magnesium adalah activator yang baik unntuk enzim glukosa

isomerase. Jumlah ion magnesium yang dibutuhkan berrgantung pada kemurnian

sirup glukosa (dekstrosa), biasanya sekittar 1 x 10-3 sampai 5 x 10-5 mol/l

5. Inhibitor. Kemurnian larutan dekstrosa dapat mempengaruhi aktivitas enzim.

Terutama kalsium, oksigen terlarut dan senyawa-senyawa nitrogen harus segera

dihilangkan dari larutan dekstrosa dengan cara perlakuan karbon aktif, penukaran

ion, dan penguapan dalam keadaan vakum

6. Konsenttrasi larutan. Agar produktivitas enzim dapat dicapat setinggi-tingginya,

diharapkan konsentrasi sirup dekstrosa pada pemasukan juga setingi-tingginya.

Untuk larutan dekstrosa dari hasil hidrolisis pati, konsentrasi dekstrosa di dalam

larutan (DX) normalnya berkisar 93 – 96%

Berdasarkan uraian tersebut, maka sejenak sebelum dextrose dimasukkan kedalam

kolom isomerisasi, sirup tersebut harus diatur agar dapat memenuhi syarat- syarat berikut :

pH : 8,2 (diukur pada suhu 25OC)

suhu : 61OC

kandungan bahan kering : 40% berat

DX : 93-96% bahan kering

MgSO4.7H2O : 0,1 g/l atau lebih

Kalsium : 1 ppm atau kurang

IX.7. Proses pembuatan HFS

Proses pengolahan HFS-42 dari bahan baku sirup dekstrosa dilakukan melalui tiga

tahapan perlakuan, yaitu :

1. Perlakuan pendahuluan: penapisan, penguapan, perlakuan karbon, pertukaran ion, dan

daerasi atau penguapan

2. Isomerisasi, merupakan inti dari proses pembuatan HFS dengan rangkaian proses:

pembubuhan aktivator dan stabilisator, pengaturan pH, isomerisasi, dan pengasaman

kembali.

3. Perlakuan penyelesaian: perlakuan karbon, penguapan, dan kalau perlu juga pertukaran

ion

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

Page 128: Teknologi Pangan

IX.8. Perlakuan Pendahuluan

Sirup dekstrosa hasil pengenceran (liquifaction) dan sakarisasi pati dengan DS

(kandungan padatan) 30% -35% dan DX (kandungan dekstrosa) 93% – 96% terlebih dulu

harus dibersihkan dari berbagai macam bahan pengotoran. Penghilangan dilakukan dengan

cara penapisan pendahuluan umumnya menggunakan rotary vacuum filter. Setelah dilakukan

penapisan pendahuluan kemudian sirup diuapkan sampai kandungan bahan kering (DS)

mencapai 40-45%. Pada umumnya penguapan dilakukan didalam keadaan vacum dengan alat

falling film evaporator. Kandungan bahan kering yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan

produktivitas enzim, disamping itu akan terjadi penambahan kehilangan tekanan hidrostatik

didalam kolom isomerisasi karena meningkatnya viscositas bahan baku sirup

Sirup hasil penguapan tersebut kemudian diberi perlakuan karbon aktif dan ditapis

sebelum melewatkan kolom penukar ion (penukar kation dan anion). Penapis yang digunakan

ialah ceramic-pressure filter, sedangkan kolom yang digunakan yaitu kolom penukar ion yang

khusus untuk pengolahan pangan. Dengan perlakuan pendahuluan tersebut, maka hampir

seluruh bahan pengotoran, baik yang terlarut maupun tidak terlarut dapat dihilangkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 129: Teknologi Pangan

Gambar IX-8. Skema Pengolahan Pendahuluan HFS IX.8. Isomerisasi

IX.8.1 Persiapan Enzim.

Sebelum digunakan untuk mengisomerasi sirup dekstrosa, diperlukan perlakuan

pendahuluan terhadap enzim. Enzim yang akan digunakan direndam dalam tangki khusus

dengan air yag terlebih dulu telah dideionisasi sebagai bahan perendamnya. Jumlah air yang

digunakan yaitu 10 liter/kg enzim. Kedalam air tersebut dibubuhkan 0,1 g CaSO4 .7H2O/liter.

Selama proses perendaman, dilakukan juga pengadukan yang kecepatannya diatur sedemikian

sehingga enzim tetap dalam keadaan tersuspensi, tetapi tidak rusak karena putaran alat

pengaduk yang teralu tinggi, pengadukan dilakukan selama 5-6 jam kemudian didiamkan

selama semalam. Diusahakan agar enzim selalu bebas dari kemungkinan bersentuhan langsung

dengan udara.

Page 130: Teknologi Pangan

Pada proses kuntinu, sebelum enzim dimasukkan kedalam reaktor, terlebih dulu harus

direndam didalam sirup dekstrosa (suhu perendaman dibawah suhu 35OC) selama (1-2) jam.

Kedalam larutan ditambahkan 1 g MgSO4.7H2O sebagai activator enzim, sedangkan pH diatur

sekitar 8,0 dengan penambahan NaOH atau Na2CO3.

IX.8.2 Pengisian Reaktor

Setelah selesai proses perendalam, enzim siap dipakai untuk melaksanakan isomerisasi

Pada proses terputus, enzim dimasukkan kedalam batch yang terlebih dulu telah diisi dengan

sirup sesuai denngan kondisi-kondisi operasi yang disyaratkan. Pengisian harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga enzim tidak bersentuhan dengan udara. Proses isomerisasi secara

terputus ini berlangsung selama (20-24) jam. Selama itu terus dilakukan pengadukan tanpa

memungkinkan udara masuk kedalam reaktor. Pada akhir proses pengadukan dihentikan dan

enzim dibiarkan mengendap.

Produk isomerisasi secara terputus tersebut kemudian dipisahkan dari enzim. Didalam

pelaksanaannya harus dijaga agar enzim tidak bersentuhan dengan udara, karena masih dapat

digunakan untuk mengisomerisasikan batch selanjutnya, untuk menjaga aktifitasnya tetap  

 

 

 

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 131: Teknologi Pangan

tinggi ditambahkan sedikit enzim yang mendapat perlakuan pendahuluan sebelumnya. Jika

tidak diperlukan pengolahan isomerisasi pada batch berikutnya, sedangkan enzim masih dapat

dipakai, maka enzim yang masih terendam sirup tersebut harus disimpan diruang pendingin

dengan suhu (4-5)OC agar tidak kehilangan aktivitasnya.

Gambar IX-10. Reaktor (Fixed bed)

Pengisian enzim kedalam reaktor pada proses kontinu dilakukan dengan cara

menghubungkan tangki perendaman dengan reaktor melalui suatu selang yang mudah

dipindah-pindahkan (flexible hose). Selang tersebut menghubungkan lubang pengeluaran dari

tangki perendaman ke reaktor, maka tangki ttersebut diletakkan sedekat mungkin di atas

reaktor. Sebelum pemindahan, terlebih dulu reaktor diisi dengan sirup sampai 2/3 penuh. Pada

saat pengisian, sirup secara perlahan-lahan dikeluarkan dari lubang pengeluaran reaktor yang

ada dibawahnya, atau jika diperlukan dapat dibantu dengan memakai pompa diafragma.

Setelah enzim dipindahkan secara keseluruhan kedalam reaktor, katup pemasukan ditutup

rapat-rapat.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 132: Teknologi Pangan

Enzim di dalam reaktor dibiarkan mengendap selama 1 jam. Jika mungkin dilakukan

pengenceran memakai sirup yang dimasukkan lewat bagian bawah reaktor selama beberapa

jam sebelum enzim dibiarkan mengendap. Tujuannya adalah untuk membagi kedudukan

enzim didalam bed agar serata mungkin, serta untuk membuang gelembung-gelembung udara

yang masih terkurung dalam reaktor. Setelah selesai masa pengendapan tersebut, reaktor

secara perlahan-laha dipanasi sampai akhirnya mencapai suhu 60OC. Lamanya waktu

penngaktifan tersebut sekitar (1-2) jam.

IX.8.3 Mempersiapkan sirup sebelum diisomerisasi

Sebelum dilakukan isomerisasi, kedalam sirup yang ditampung didalam suatu alat

pencampur statis (static mixer) dibubuhkan sejumlah tertentu larutan MgSO4.7H2¬O. Jumlah

larutan MgSO4.7H2¬O yang dibubuhkan diatur memakai dosing pump secara otomatis.

Dengan demikian dosis activator dapat diatur secara tetap. Namun mengingat kenyataan

bahwa ion Mg tidak bersifat menahan aktivitas enzim, maka pengaturan secara otomatis tidak

teralu diperlukan. Dalam hal ini perhitungan banyaknya MgSO4.7H2¬O yang akan

dibubuhkan ditentukan berdasarkann perhitungan dosis maksimum.

Untuk mengatur pH, ke dalam aliran sirup dibubuhkan sejumlahh kecil larutan soda atau

soda abu. Pembubuhan dilakukan dengan bantuan suatu alat pengindra dan pengontrol pH

(PIC). Dengan bantuan PIC tersebut, maka pH sirup sesaat sebelum memasuki reaktor dapat

dijaga selalau tetap sebesar (8,2 ± 0,1). Suhu sirup juga harus dijaga tetap sekitar (61 ±

0,5)OC. Untuk mencapai tujuan itu di gunakan suatu alat yang disebut heat exchanger. Alat ini

digunakan untuk mengatur suhu sesuai dengan kebutuhan dengan cara mengubah-ubah

medium pertukaran panas didalamnya (biasanya digunakan air atau uap sebagai mediumnya).

Pelaksanaan pengaturan suhu tersebut dapat dilakukan secara otomatis dengan bantuan suatu

alat pengindraan atau pengontrol suhu (TIC).

IX.8.4. Pelaksanaan proses Isomerisasi

Untuk pelaksanaan proses isomerisasi sistem kontinu diperlukan bantuan dari sejumlah

reaktor yang dapat disusun secara seri, parallel, atau gabungan antara seri dan parallel. Pada

pengoperasian secara normal, maka aktivitas enzim didalam reaktor-reaktor tersebut akan

semakin menurun sebanding dengan waktu, dan akhirnya akan habis sehingga harus diganti.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 133: Teknologi Pangan

Agar proses produksi tidak terganggu, maka pengggantian enzim didalam masing-

maasing reaktor dilaksanakan secara bergantian. Dengan demikian akan didapat suatu kondisi

dimana masing-masing reaktor berisi enzim yang berbeda-beda usianya. Untuk mencapai

keadaan dimana aktivitas rata-rata enzim didalam seluruh reaktor tersebut selalu tetap, maka

awal pengoperasian dari masing-masing reaktor dilaksanakan satu siklus berselang dari

reaktor lain. Dengan demikian kecepatan aliran sirup akan amat rendah pada awal

pengoperasiannya, tetapi makin lama makin meningkat, sampai pada akhirnya mencapai

kapasitas penuh sesuai dengan rancangan setelah seluruh reaktor berhasil dijalankan.

Oleh karena aktivitas total enzim di dalam kolom-kolom isomerisasi selalu menurun

sebanding dengan waktu, maka kecepatan aliran sirup dekstrosa kedalma reaktor harus selalu

disesuaikan agar diperoleh kandungan fruktosa didalam produk yang selalu sama selama

siklus berlangsung. Dengan demikian, pada saat enzim baru diganti, kecepatan aliran sirup

harus lebih tinggi daripada rata-rata selama siklus, dan makin lama makin menurun sampai

mencapai minimum pada akhir siklus. Variasi kecepatan aliran tersebut sangat menentukan

didalam pembuatan rancangan alat-alat, baik untuk perlakuan pendahuluan maupun perlakuan

penyelesaian.

Sirup hasil isomerisasi yang keluar dari reaktor-reaktor tersebut ditampung didalam

suatu tangki dan diasamkan sampai mencapai pH yang tepat untuk perlakuan karbon (pH

sekirat 4-5). Penurunan pH tersebut dilaksanakan segera setelah sirup keluar dari reaktor, agar

waktu tinggal pada pH tinggi dapat di batasi sesingkat mungkin.

Pengosongan reaktor untuk penggantian enzim dilaksanakan dengan cara mengalirkan

air lewat bagian bawah reaktor, dan membiarkan enzim didalamnya mengalir keluar lewat

lubang pengeluaran enzim. Sebaiknya aliran tersebut ditampung memakai alat penampung

yang dibagian bawahnya belubang-lubang kecil. Gunanya untuk memisahkan enzim dengan

air, jika ikut terbawa aliran.

IX.8.5. Tahap Penyelesaian

Sirup yang keluar dari proses isomerisasi dan telah disesuaikan pH-nya dengan cara

pembubuhan asam sampai pH (4-5) kemudian dimurnikan dengan perlakuan karbon dan

pertukaran ion. Perlakuan karbon dan pertukaran ion disini dimaksudkan untuk

menghilangkan sisa-sisa bahan warna akibat kurang sempurnanya proses pemurnian sebelum

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 201 

 

Page 134: Teknologi Pangan

isomerisasi, atau yang terbentuk selama proses isomerisasi akibat pembubuhan berbagai

macam bahan kimia ataupun akibat korosi alat-alat. Dengan demikian akan diperoleh produk

akhir yang sangat rendah kandungan abunya.

Sirup hasil perlakuan karbon dan pertukaran ion tersebut kemudian diuapkan sampai

mencapai kandungan bahan kering tertentu, biasanya sekitar (70 – 75)% dan selanjutnya

dimasukkan kedalam tangki-tangki penyimpanan sebelum dikirim ke gudang konsumen.

Gambar IX-11. skema perlakuan penyelesaian HFS

IX.8.5 Separasi dan Recycling

Untuk mendapatkan hasil Fruktosa yang dilebih tinggi dilakukan proses separasi

khromatografi dari hasil HFS-42, hasil dari separasi tersebut berupa sirup dengan kandungan

fruktosa yang tinggi yang mencapai 80% - 90%. Meskipun menghasilkan fruktosa yang tinggi

namun ada masalah yang seringkali dihadapi dalam prosesnya yaitu pembentukan

oligosakarida yang tinggi. Kadar oligosakarida yang tinggi dapat mempengaruhi

keseimbangan konsentrasi fruktosa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, seringkali

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 135: Teknologi Pangan

diperlukan pemisahan oligosakarida yang terkandung di dalam raffinate dengan cara

pemutaran (purged)

Pemisahan oligosakarida ditambah dengan pencampuran produk HFS-80/90 dengan

menyimpangkan sebagian HFS-42 dari alirannya menuju kolom separasi memberikan

kemungkinan yang dapat dipertimbangkan kelayakannya secara ekonomis. Dengan sistem

tersebut kandungan fruktosa dari produk akhir dapat diatur sampai tingkat tertentu, misalnya

55% (HFS-55).

Gambar IX-12. Skema proses separasi HFS-42 untuk menghasilkan HFS-55

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 136: Teknologi Pangan

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 137: Teknologi Pangan

IX.9. Penggunaan HFS Dalam Industri

Karena sifat-sifat kimia, fisika, kadar kemanisan, dan stabilitas rasanya, maka HFS

makin banyak dimanfaatkan didalam industri, terutama dalam industri-industri minuman

rinngan berkarbon ataupun tak berkarbon seperti sirup, es krim, soda fountation, toppings,

pengelengan buah-buahan, jam, selai, roti, permen, kue-kue, dan sebagainya.

GambarIX-14. Penggunaan HFS-55 dalam industri minuman ringan

Pada minuman ringan, konsentrasi HFS dapat mencapai (4-14)%, bergantung pada

perbandingan campurannya dengan sukrosa dan macam aroma yang dipakai di dalam

minuman tersebut.

Pembubuhan sejumlah keciul HFS di dalam adonan roti dapat memperbaiki sifat krim

(creaming) dari campuran gula dan lemak/mentega. Disamping itu waktu pengadukan menjadi

lebih cepat.

HFS juga dapat dipergunakan untuk mengontrol penguapan air selama roti/kue-kue

dipanggang maupun didinginkan. Dengan demikian roti dan kue-kue tersebut akan memiliki

tekstur yang lembut dengan kristal-kristal yang halus dan rata

Karena hadirnya gula pereduksi di dalam adonan kue, maka kristalisasi kembali dari

sukrosa dapat dikontrol, sehingga roti atau kue-kue yang dihasilkan akan napak selalu indah

dan segar, tidak retak-retak

Pada pound cake, sekitar 3% atau lebih dari pemakaian sukrosa sebagai bahan

pemanisnya dapat diganti dengan HFS. Pada kue-kue kecil para ahli menganjurkan

penggantian hingga 6%. Butter cake dan small layers dapat menggunakan 10% dari seluruh

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 138: Teknologi Pangan

bahan pemanisnya berupa HFS. Sedangkan kue mangkok dan makanan-makanan kecil lainnya

dapat mencapai 25%

Pada cookies, pemakaian HFS dapat mencapai (18-24)%, dihitung berdasarkan berat

tepung didalam adonan atau 10% dari seluruh formula.

Di dalam praktek, HFS dapat mengontrol kualitas roti dan kue-kue melalui dua cara :

1. Menghambat kristalisasi kembali dari sukrosa yang ada dalam formula, terutama

pada waktu roti dan kue tersebut didinginkan.

2. Ukuran kristal-kristal sukrosa yang terbentuk pada waktu pendinginan lebih

kecil, sehingga tidak memungkinkannya menjadi inti penyebab keretakan.

3. Pada saat cookies diangkat dari open, kandungan kelembaban yang terbanyak

terpusat ditengah-tengahnya. Pada waktu pendinginan, kelembaban tersebut

makin menyebar ke tepi, dengan akibat timbulnya tegangan permukaan pada

pusat cookies tersebut yang juga akan menyebar ke permukaan luar. Dengan

pembubuhan HFS, maka kecepatan perpindahan maupun keseimbangan

kelembaban tersebut dapat dikontrol dengan baik, sehingga cookies tetap utuh

dan tidak retak-retak.

HFS juga menghasilkan warna cookies yang indah karena sifat fruktosa yang sudah

mulai terkaramelisasi pada suhu 60OC. Untuk memperoleh warna kemasan yang indah,

dianjurkan pemakaian HFS sebanyak 10% agar kristalisasi kembali sukrosa serta penngerasan

dapat dicegah.

Pada icings dianjurkan pemakaian HFS sebanyak 10% agar kristalisasi kembali sukrosa

serta pengerasan dapat dicegah.

Pemakaian HFS sebanyak (0 – 10)% dianjurkan pada pembuatan permen keras, fondan,

creams, dan selai tepung. Pada fudge, karamel, nougat, marshmallow, dan selai agar-agar

dapat dibubuhkan HFS sampai 25% dari seluruh bahan pemanis

Keberhasilan pembuatan permen (sweets dan candies) ditentukan terutama oleh

kemampuan teknokrat didalam menguasai batch agar tidak terjadi kristalisasi sukrosa kembali,

meskipun sudah dalam keadaan lewat jenuh (supersaturated). Biasanya sebagai doctoring

agent dipilih salah satu dari dua kemungkinan berikut :

1. Pembubuhan Cream of Tartar (asam tarrat) atau asam asetat, yang fungsinnya

untuk menghidrolisis sebagian dari sukrosa membentuk gula invert.

   Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 139: Teknologi Pangan

2. Pembubuhan bahan-bahan yang sudah mengandung gula pereduksi, misalnya

sirup glukosa, maltosa, dekstrosa, gula invert ataupun HFS.

Meskipun demikian, masih diperlukan kontrol pemakaian doctoring agent tersebut secara

hari-hati. Misalnya pemanasan campuran sukrosa dengan doctoring agent btersebut biasanya

hanya sampai sekitar 150OC

Jika gula invert yang terbentuk teralu sedikit, maka hard candy akan mengkristal.

Sebaliknya jika teralu banyak, candy yang dihasilkan akan teralu lembek dan mudah meleleh.

Jika sukrosa, doctoring agent, dan susu dipanaskan sampai 116,5OC, produk yanng

dihasilkan adalah fudge. Tetapi jika kandungan doctoring agent dinaikkan sampai (50-75)%,

produk yang dihasilkan adalah karamel.

Dengan pengecualian formula-formula yang hampir-hampir tidak memerlukan doctoring

agent serta sebagian besar permen-permmen keras, kombinasi antara sirup glukosa dan HFS

memberikan kemungkinan untuk memperoleh kualitas produk akhir yang selalu tetap seperti

yang diharapkannya.

Pembubuhan HFS pada pembuatan hard candy memudahkan proses pengolahan serta

memperkecil kualitaas kerak. Pada fondan, HFS menghasilkan tekstur yang halus dan lembut

karena tercegahnya kristalisasi kembali dari sukrosa, sehingga bahan pemanis selalu dalam

keadaan cair.Pada karamel, pembubuhan HFS sampai 20% menghasilkan rasa yang lebih

manis dan aroma yang lebih harum, dengan kenampakan atau penampilan yang lebih indah

dan elastis.

IX-10. Penutup

Sirup fruktosa dibuat dengan proses isomerisasi dari sirup glukosa. Mula-mula pati

diubah menjadi sirup glukosa melalui proses hidrolisis enzim untuk menghasilkan sirup

glukosa, sirup glukosa ini kemudian diimerisasi oleh enzim isomerase menjadi fruktosa.

Manfaat dari sirup fruktosa ini banyak digunakan dalam industri pangan sebagai pemanis

dalam makanan kaleng atau minuman

Penugasan : diskusikan dan buatlah dalam sebuah makalah mengenai aplikasi sirup

fruktosa dalam berbagai produk makanan atau minuman.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 140: Teknologi Pangan

Bahan bacaan : BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta :

Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry Thomas, D.J, dan Atwell, W.A., 1999. Starches : Practical Guides For The food Industri.

EaganPress Handbook Series. USA Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Jakarta.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 141: Teknologi Pangan

BAB X. PRODUK-PRODUK FERMENTASI DARI PATI

X.1. Pendahuluan

Pati banyak digunakan sebagai substrat dalam menghasilkan berbagai jenis produk hasil

fermentasi misalnya alkohol ataupun asam cuka. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai

produk hasil fermentasi dan juga prinsip-prinsip selama proses fermentasi khususnya yang

menghasilkan alkohol dan asam asetat atau asam cuka. Masih banyak turunan produk

fermentasi dari pati selain kedua produk tersebut, namun kita membatasi pada kedua produk

itu saja karena kedua produk tersebut yang sangat memungkinkan dan sering terbentuk selama

proses penyimpanan dari produk yang mengandung pati atau gula yang tinggi.

X.2. Etanol

Ethil alkohol (CH3CH2OH) juga dikenal dengan nama alkohol adalah cairan bening yang

memiliki bau yang khas. KEahlian memisahkan alkohol dengan bahan lainnya telah dimiliki

oleh orang-orang Mesir sejak dahulu kala. Namun pengetahuan tentang destilasi sudah sangat

maju pada akhir abad 15 sedangkan peralatan untuk proses destilasi baru berkembang sejak

tahun 1808 Celier dan Blumenthal dari Prancis berhasil mendirikan still-continu yang pertama

di Dunia. Dengan berkembangkanya ilmu kimia organik, sejak pertengahan kedua abad 19

orng sudah dapat membuat alkohol secara sintetik. Pemanfaatannya sudah tidak lagi terbatas

pada minuman keras, kosmetik dan obat-obatan saja, melainkan meliputi juga penggunaan

sebagai bahan bakar, pelarut, antiseptic dan sebagainya.

Dalam perdagangannya dikenal tingkat-tingkat kualitas etil-alkohol sebagai berikut:

1. Alkohol teknis (95%) digunakan terutama untuk kepentingan industri sebagai bahan

pelarut organic, bahan bakar dan juga sebagai bahan baku ataupun bahan antara

produksi berbagai senyawa organic lainnya. Alkohol teknis biasanya didenaturasi

memakai (0,5 – 1)% piridin, dan diberi warna memakai 0,0005% metal violet

2. Spiritus (88%). Nama inidiberikan kepada alkohol 176 proof yang telah didenaturasi

dan diberikan warna. Bahan ini biasanya digunakan sebagai bahan bakar untuk alat

pemanas ruangan dan alat penerangan

3. Alkohol murni (96-97%). Alkohol ini terutama digunakan untuk kepentingan farmasi

dan konsumsi (minuman keras dan lain-lain)

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 142: Teknologi Pangan

1. Alkohol absolute (99,7 – 99,8%) Banyak digunakan dalam pembuatan sejumlah

besar obat-obatan dan juga sebagai bahan pelarut atau sebagai bahan antara di dalam

pembuatan senyawa-senyawa lain skala laboratorium. Alkohol absolute yg

didenaturasi banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dan motor-

motor bensin lainnya sejak perang dunia ke II

Sebagai bahan baku fermentasi alkohol dapat digunakan :

1. Bahan-bahan mengandung gula, misalnya nira, legen, dan sebagainya. Dari sejumlah

bahan baku jenis ini, tetes hasil samping pabrik gula merupakan bahan baku yang

paling banyak digunakan.

2. Bahan-bahan berpati, misalnya dari biji-bijian (legume dan serealia), atau umbi-

umbian

3. Bahan-bahan berserat misalnya sulphite liquor

X.3. Fermentasi Alkohol

Menurut Gay Lussac, secara sederhana proses fermentasi alkohol dari bahan baku yang

mengandung gula (glukosa) dapat dilukiskan dalam reaksi:

                                                        C6H12)6  2 CO2 + 2 C2H5OH

Dalam kenyataannya, reaksi fermentasi berlangsung lebih rumit dan kompleks dan

melibatkan banyak senyawa-senyawa lainnya, baik berbentuk enzim sebagai katalisator

biokimiawi, activator-aktivator dna kofaktor-kofaktor yang terdapat sebagai ion-ion logam

Mg, Zn, Mn, atau Fe, atau ikatan yang lebih kompleks seperti NAD dan NADP, FMN dan

FAD yang berfungsi sebagai perantara perpindahan proton atau electron dari substrat, serta

ATP dan CoA yang di dalam reaksi membentuk ADP dan asetil SCoA dengan melepaskan

energy.

Pati sebagai bahan baku dalam proses fermentasi haris dikondisikan terlebih dahulu.

Agar mudah difermentasikan oleh ragi, pati terlebih dahulu digelatinisasi kemudian dilakukan

proses sakarisasi. Proses sakarisasi dapat dilakukan dengan dua cara:

1. Menggunakan HCL, H2SO4 atau asam oksalat, namun cara ini tidak dianjurkan

karena dapat membuat korosi peralatan, selain itu produktifitasnya juga rendah.

2. Menggunakan enzim amilolitik yang dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya

kecambah jawawut (barley malt), atau dari kapang yang dibiakkan dalam dedak atau

Teknologi Pati dan Gula - Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011

Page 143: Teknologi Pangan

gandum. Saat ini enzim-enzim hidrolase telah dapat dibeli dalam bentuk

prefabricated yang dihasilkan oleh sejumlah perusahaan yang memproduksi enzim-

enzim ini. Pada penggunaan enzim ini harus disesuaikan dengan kondisi optimum

sesuai dengan yang dianjurkan oleh pabrik yang memproduksi enzim tersebut.

Reaksi-reaksi fermentasi dapat menghasilkan bahan-bahan tertentu dari bahan-bahan

yang mengandung glukosa (dekstrosa), seperti yang ditampilkan pada Tabel X-1.

Tabel X‐1. Reaksi‐Reaksi Fermentasi Modern 

Seperti diketahui, enzim adalah suatu katalisator biokimia yang dihasilkan oleh sel-sel

hidup. Pembentukannya diatur oleh kromosom. Pada umumnya enzim tersusun dari protein-

protein, kadangkala terkonjugasi dan terdiri dari suatu protein sederhana yang berikatan

dengan semacam substansi sederhana, misalnya dengan logam, senyawa organo-metalik, atau

senyawa organic lainnya. Enzim bekerja secara spesifik, artinya setiap enzim hanya dapat

menjadi katalisator dari satu jenis reaksi saja

Beberapa enzim yang bekerja dalam proses fermentasi antara lain: α-amilase, β-amilase,

α-amiloglokosidase, maltase, sukrase, lactase, protease, peptidase, dan fosfatase, selulase.

Dengan menggunakan enzim-enzim hidrolase, maka bahan pati, serat, sukrosa, dan

Teknologi Pati dan Gula - Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011

Page 144: Teknologi Pangan

oligosakarida lainnya dapat terhidrolisa menjadi gula sederhana yang siap difermentasikan.

Untuk fermentasi alkohol dari bahan-bahan yang mengandung gula digunakan jasad renik

Saccharomyces cereviciae.

X.4. Proses Fermentasi

Proses fermentasi dari bahan umbi-umbian atau legume dan serealia lebih sulit jika

dibandingkan dengan menggunakan nira atau tetes (molasses), karena pada proses fermentasi

menggunakan bahan umbi-umbian terlebih dahulu harus di ubah menjadi tepung yang

kemudian di hidrolisis lagi menggunakan asam atau enzim sebelum di tambahkan

Saccaromyces cereviciae. Mula-mula dilakukan penghancuran, kemudian dimasak hingga

memebntuk pasta dan kembali mencair hingga mudah di hidrolisis olel enzim untuk mengubah

pati menjadi gula-gula sederhana yang akan difermentasi oleh Saccaromyces. Menggunakan

asaam HCL atau H2SO4 dapat juga digunakan dalam proses hidrolisis pati, namun tidak

disarankan karena produktivitasnya rendah, selain itu penggunaan asam dapat menyebabkan

korosi pada peralatan.

Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi

adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga

dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton.

Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk

menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik

dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal),

dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.

Sebelum dilakukan fermentasi, hasil hidrolisat pati dan sakarisasi dinaikkan suhunya

hingga 80OC, dalam wadah juga ditambahkan nutrisi seperti nitrogen (dalam bentuk

ammonium sulfat (400-1000)gr/1000 liter) dan fosfat (dalam bentuk asam fosfat, 400 gr/1000

liter). pH diatur pada 4,5-5. Suhu dijaga tetap 80OC selama 10 menit sebelum diinokulasi.

Waktu fermentasi berkisar antara 36-48 jam tergantung paa konsentrasi dan komposisi

sakarida, unsure-unsur nutrisi, inhibitor, dan pH. Suhu optimum fermentasi berkisar antara 31-

33OC. Kondisi fermentasi alkohol adalah anaerobic, selama proses fermentasi dibebaskan CO2

sebagai hasil samping. Dari persamaan Gay Lussac, hasil fermentasi ideal yaitu 51,1% etanol

dan 48,9% karbon dioksida.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 145: Teknologi Pangan

Beberapa produk turunan alkohol dari fermentasi pati menghasilkan beberapa senyawa

yang dapat dikelompokkna menjadi tiga golonngan utama, yaitu:

1. Produk-produk dehidrasi: etilen dan turunan-turunannya

2. Etilen termasuk salah satu hidrokarbon yang terpenting, terutama sangat diperlukan

dalam pembuatan plastik, misalnya polietilen, polivinil-khlorida, dan stirol

3. Produk-produk oksidasi atau dehidrogenasi: aseton dan turunan-turunannya,

asetaldehida dengan turunan-turunannya

Aseton adalah pelarut kimia yang banyak dimanfaatkan dalam industri. Bahan ini

juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia lainnya khususnya

dalam pembuatan plastik, biasa juga digunakan sebagai bahan pelarut dengan titik

didih yang tinggi misalnya alkohol-diaseton, isophoron dan oksida mesitil. Aseton

sering kali digunakan sebagai pelarut bagi selulosa-asetat dalam proses pembuatan

pernis dan sutra tiruan, sebagai bahan pelarut dan pengembang dalam pembuatan

tepung selulosa nitrat yang tidak berasap, sebagai bahan eksttraksi minyak dan

lemak dan lain sebagainya

Asetaldehida adalah senyawa anntara dalam pembuatan asam cuka, etil asetat,

butanol, aldol, akrolein, akril-nitril, penta-eritit dan sebagainya.

3 Produk-produ modifikasi : etil-khlorida, butadiena, etil-amina, dietil eter, khloroform

Dietil eter banyak digunakan sebagai bahan anastetik, pelarut lemak, minyak dan

resin dan sebagainya sebagai pelarut untuk ekstraksi nonpolar.

X.5 Cuka dan asam cuka

Cuka telah dikenal sejak awal peradaban manusia, seperti halnya anggur, perkataan

vinegar, nama asing cuka berasal dari perkataan vin aigre yang berarti anggur masam. Jika

anggur dibiarkan selama beberapa hari di udara terbuka, maka alkohol yang berada dalam

minuman anggur akan terfermentasi lanjut menjadi asam cuka. Nama lain dari asam cuka

adalah acetum (Latin). Dari perkataan acerum lalu timbul turunan-turunannya di dalam bahasa

Inggris: acetic, dan di dalam bahasa Indonesia: asetat.

Asam cuka adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau menyengat,

dan memiliki rasa yang tajam sekali. Berat spesifik dari asam ini pasa 20OC/4OC adalah 1,049

sedangkan titik didihnya pada tekanan atmosfer adalah 118,1OC. Bahan ini larut dalam air.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 201 

 

Page 146: Teknologi Pangan

alkohol, gliserol dan ether. Suhu pengapian asam asetat adalah 427OC dan meledak pada batas

terendah (explosion limits) sebesar kurang dari 4% volume udara.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam

format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya

terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia

dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti

polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan

kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah

tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun,

kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun

diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber

hayati.

Selain digunakan sebagai bahan penyedap rasa, asam cuka banyak digunakan dalam

industri untuk memproduksi asam-asam alifatis terpenting. Asam cuka banyak digunakan

sebagai bahan pengawet, untuk pembuatan obat-obatan (aspirin), untuk pembuatan bahan

warna (indigo) dan parfum, serta sebagai bahan dasar pembuatan anhidrida asam asetat yang

sangat diperlukan untuk asetalisasi, terutama di dalam pembuatan selulosa asetat. Asam asetat

juga dapat disintesa menjadi aseton. Di dalam perdagangan dikenal tiga kualitas asam asetat :

(1) U.S.P : Glasial (99,4%) atau encer (36%); (2) Murni (CP) dan Teknis (80%); dan (3)

perdagangan 6-80%

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam

asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat

adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat

(CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka

rumah) memiliki pH sekitar 2.4.

Asam cuka dapat diperoleh dari fermentasi bahan yang dalam fermentasi meghasilkan

alkohol. Selain itu cuka juga dapat diperoleh dari hasil hidrolisa kayu yang pertama kali di

lakukan oleh Glauber (1604-1688). Asam cuka dapat diperoleh dari proses sintesis oksidasi

asetaldehida, oksidasi alkohol, ataupun dari oksidasi gas butane (LPG).

Pada abad ke-19, Chaptal membuat uraian tentang proses fermentasi asam cuka dari

bahan baku alkohol. Menurut Pasteur, proses fermentasi tersebut tidak akan berlangsung tanpa

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 147: Teknologi Pangan

terlibatnya mikroba-mikroba tertentu. Hasil penemuan Pearson (1822) menyatakan

transformasi alkohol menjadi asam cuka dilakukan oleh jasad renik Mycoderma aceti yang

kemudian dinamakan Acetobacter aceti

Konversi alkohol menjadi asam cuka dapat digambarkan melalui tiga tahap reaksi

berikut :

1. Reaksi pembentukan asetaldehida:

C2H5OH � CH2CHO +H2

2. Reaksi hidrasi dari aldehida:

CH3CHO +H2O � CH3CH(OH)2

3. Reaksi pembentukan asam asetat:

CH3CH(OH)2 � CH3COOH +H2

Reaksi-reaksi tersebut dapat dilukiskan secara stoikhiometrik sebagai berikut :

C2H5OH +O2 �� CH3COOH +H2O + 115 kkalori/mol

Berdasarkan reaksi stoikhiometri tersebut diatas, secara teoritis dapat dihitung bahwa

tiap 64 gram alkohol akan menghasilkan 60 gram asam asetat setelah difermentasi dengan

menggunakan udara sebanyak 139 gram, jika kadar oksigen di dalam udara sebesar 32%.

Dalam kenyataannya jarang sekali diperoleh konversi alkohol menjadi asam asetat lebih dari

85%.

Cuka merupakan banhan penyedap kondimen yang dihasilkan dengan cara fermentasi

dari suatu bahan yang mengandung gula atau pati. Bahan penyusun utama cuka adalah asam

asetat, sedangkan penyusun lainnya sangat bervariasi, tergantung pada bahan dasar

pembuatannya. Karena kandungan bahan-bahan tersebut, meskipun dalam jumlah yang amat

kecil, cuka dari berjenis-jenis bahan baku memiliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dan

cedar dapat menghasilkan cuka dengan kualitas yang paling baik. Metode pembuatan cuka

yang terkenal di dunia yaitu proses Orleans dan Proses Jerman

X.5.1 Proses Orleans

Cara ini merupakan cara tertua yang digunakan dalam membuat cuka makan kualitas

tinggi yang menggunakan bahan baku berupa anggur. Dalam sebuah bejana yang dapat ditutup

rapat dimasukkan campuran dari alkohol, cuka, anggur, dan nutrient sampai setengah penuh.  

 

 

 

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 148: Teknologi Pangan

Setelah 20 hari, alkohol yanga da dalam campuran tersebut akan selesai diubah menjadi asam

asetat. Asam cuka yang dihasilkan. dapat dikeluarkan lewat sebuah lubang pengeluaran kecil

yang ada di bagian bawah bejana tersebut. Setiap kali pengambilan dikeluarkan 5 liter cuka

pekat. Untuk menjaga permukaan cairan dalam bejana, pada saat dikeluarkan 5 liter cuka

tersebut, juga dimasukkan ke dalam bejana 6 liter campuran alkohol, cuka, anggur dan unsure

nutrisi lewat corong yang ujungnya terbenam. Jika bakteri-bakteri tersebut terendam, maka

bakteri tersebut hanya memanfaatkan nutrisi yang ada dalam keadaan anaerobic tanpa

menghasilkan asam asetat.

Ujung corong yang tebenam dimaksudkan agar setiap kali menambahan, lapisan bakteri

pada permukaan cairan yang makin tebal dan gelatinous tersebut tidak rusak dan tenggelam,

karena bakteri-bakteri tersebut hanya dapat memproduksi asam-asam asetat secara aerobic.

Cuka yang diperoleh dari prosese ini menghasilkan cuka yang berwarna keruh dengan

kandungan asam cuka 85-90g/l. cairan cuka yang diperoleh tersebut kemudian disaring untuk

hingga konsentrasi 45g/liter. Proses ini menghasilkan cuka dengan kualitas tinggi, namun

peluang untuk kontaminasi juga sangat besar.

X.5.2 Proses Jerman

Di dalam proses ini, campuran antara cuka-alkohol dan unsure nutrisi disirkulasi secara

terus menerus didalam unit generator, generator tersebut berbentuk silinder tegak lurus terbuat

dari kayu, generator tersebut terbagi tiga bagian: bagian atas terdiri dari perlengkapan pembagi

larutan agar campran asam asetat-alkohol tercampur rata, bagian tengah berisi kayu yang

dicacah agar permuakaannya bersentuhan langsung dengan udara, dan yang paling yaitu

wadah untuk menampung cuka. Komposisi bahan baku yaitu 66% cuka dan 33% alkohol

(konsentrasinya tidak boleh 12%) ditambahkan sekitar 1% tetes tebu yang terlebih dahulu di

bubuhi 0,4% kalium ammonium fosfat sebagai nutria bagi bakteri.

Larutan yang akan difermentasikan disemprotkan dari bagian atas. Pada saat yang sama

udara ditiupkan dari bagian bawah generator, sehingga membentuk aliran yang alirannya

berlawanan arah dengan alkohol-asam cuka. Cuka yang diperoleh akan terkumpul di bagian

bawah. Suhu dalam generator harus dijaga 30OC. kebutuhan uadara dicukupi dengan cara

meniupkan dari bagian bawah generator sedikitnya dua kali lipat daripada kebutuhan udara

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011 

 

Page 149: Teknologi Pangan

secara teoritis. Untuk setiap 100 liter bahan baku yang mengandung 11% alkohol diperlukan

udara sebanyak 42 m3.

Produksi asam asetat yang diperoleh kira-kira sebesar 1,1 g/g alkohol. Kapasitas

produksi generator ditentukan berdasarkan volume generator itu sendiri, dapat pula

berdasarkan volume bahan pengisi kompartemen kedua dari generator tersebut. Generator

berukuran 3-6 meter dapat dihasilkan 300-370 liter cuka setiap hari atau sekitar 8-11 liter tiap

m3 isi tiap hari.

Sebelum proses fermentasi dilangsungkan, terlebih dahulu bahan pengisi kompartemen

kedua tersebut di inokulasi dengan bakteri asam cuka. Inokulasi berlangsung selama 10 hari,

dan dikerjakan dengan cara menyirkulasi cuka segar yang belum terpasteurisasi, teroksidasi

secara sempurna, dan mengandung sekitar 2-3% alkohol pada kondisi udara yang agak

lembab. Inokulasi selesai jika bakteri-bakteri tersebut telah menunjukkan tanda-tanda

perkembangbiakan yang cukup pada permukaan bahan pengisi. Hal ini terlihat dari

meningkatnya suhu di dalam generator.

X.6. Penutup

Pati memiliki produk turunan yang cukup banyak, pada turunan pati yang dilakukan

dengan proses fermentasi menghasilkan alkohol maupun asam cuka atau produk fermentasi

lainnya. Proses fermentasi sendiri dibantu oleh jasad renik dengan kondisi optimumnya

masing-masing.

Penugasan : carilah jurnal hasil penelitian mengenai proses fermentasi pati yang

menghasilkan produk pangan kemudian buatlah sebuah paper mengenai proses, hasil dan

kesimpulan dari jurnal yang di review.

Hasil paper yang direview kemudian di presentasikan dan didiskusikan oleh masing-

masing kelompok.

Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011  

Page 150: Teknologi Pangan

Bahan bacaan :

BeMiller,J.N., and Whistler,R. 2009. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc Lehninger AL. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Thenawidjaja M, Penerjemah; Jakarta :

Erlangga. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry Thomas, D.J, dan Atwell, W.A., 1999. Starches : Practical Guides For The food Industri.

EaganPress Handbook Series. USA Tjokroadikoesoemo S, 1985. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia Jakarta.                                       Teknologi Pati dan Gula ‐ Hibah Penulisan Buku Ajar Tenaga Akademik UNHAS 2011