SKRIPSI MEI 2013 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI BUTA...
Transcript of SKRIPSI MEI 2013 KARAKTERISTIK DISTRIBUSI BUTA...
1
SKRIPSI
MEI 2013
KARAKTERISTIK DISTRIBUSI BUTA WARNA PADA SISWA
SMP NEGERI 30 MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2011/2012
OLEH:
HAWAIRY BIN SAMSURI
C 111 07 316
PEMBIMBING:
dr. H. Muhammad Ikhsan, MS, PKK
Dr. dr. Batari Todja SpM
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
Telah disetujui Untuk Dicetak dan Diperbanyak
Judul Skripsi:
“KARAKTERISTIK DISTRIBUSI BUTA WARNA PADA SISWA
SMP NEGERI 30 MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2011/2012”
Makassar, 31 Mei 2013
Pembimbing 1 Pembimbing 2
(dr. H. Muhammad Ikhsan, MS, PKK) (Dr. dr. Batari Todja, SpM)
Makassar,
3
PANITIA SIDANG UJIAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
Skripsi dengan judul “Karakteristik Distribusi Buta Warna Pada Siswa SMP Negeri
30 Makassar Tahun Ajaran 2011/2012” telah diperiksa, disetujui untuk dipertahankan
di hadapan Tim Penguji Skripsi Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, pada:
Hari/tanggal : Jumat / 31 Mei 2012
Waktu : 09.00 WITA
Tempat : Ruang Seminar IKM-IKK FKUH PB.622
Ketua Tim Penguji:
(dr. H. Muhammad Ikhsan, MS, PKK)
Anggota Tim Penguji
(Dr. dr. Batari Todja, SpM) (Dr. dr. Sri Ramadhany M.Kes)
4
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: “KARAKTERISTIK DISTRIBUSI BUTA WARNA PADA SISWA
SMP NEGERI 30 MAKASSAR TAHUN AJARAN 2011/2012”.
oleh Nama: Hawairy Bin Samsuri Stambuk : C 111 07 316
Telah disetujui untuk dibacakan pada Seminar Hasil Penelitian di Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar pada:
Hari / tanggal : Jumat, 31 Mei 2013
Pukul : 09.00 WITA
Tempat : Ruang Seminar PB. 622 IKM & IKK FK UNHAS
Makassar, 31 Mei 2013
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. H. Muhammad Ikhsan, MS, PKK) (Dr. dr. Batari Todja, SpM)
5
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: “KARAKTERISTIK DISTRIBUSI BUTA WARNA
PADA SISWA
SMP NEGERI 30 MAKASSAR TAHUN AJARAN 2011/2012”.
oleh Nama: Hawairy Bin Samsuri Stambuk : C 111 07 316
Telah dibacakan pada Seminar Hasil Penelitian di Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar pada:
Hari / tanggal : Jumat, 31 Mei 2013
Pukul : 09.00 WITA
Tempat : Ruang Seminar PB. 622 IKM & IKK FK UNHAS
Makassar, 31 Mei 2013
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. H. Muhammad Ikhsan, MS, PKK) (Dr. dr. Batari Todja, SpM)
6
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: “KARAKTERISTIK DISTRIBUSI BUTA WARNA
PADA SISWA
SMP NEGERI 30 MAKASSAR TAHUN AJARAN 2011/2012”.
oleh Nama: Hawairy Bin Samsuri Stambuk : C 111 07 316
Telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar pada:-
Hari / tanggal : Jumat, 31 Mei 2013
Pukul : 10.00 WITA
Tempat : Ruang Seminar PB. 622 IKM & IKK FK UNHAS
Makassar, 31 Mei
2013
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. H. Muhammad Ikhsan, MS, PKK) (Dr. dr. Batari Todja, SpM)
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dengan rahmat dan petunjukNya disertai
usaha yang sungguh-sungguh, doa, ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
perkuliahan dan pengalaman selama masa Kepaniteraan Klinik serta dengan
arahan dan bimbingan dokter pembimbing, maka skripsi yang berjudul
“Karakteristik Distribusi Buta Warna Pada Siswa SMP Negeri 30 Makassar
Tahun Ajaran 2011/2012” ini akhirnya dapat diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, hal ini disebabkan karena
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, namun tetap berusaha
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan yang terbaik dan berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
perkenankan penulis mengatur ucapan terima kasih kepada:
1. dr. H. Muhammad Ikhsan MS, PKK dan Dr. dr. Batari Todja, SpM
selaku pembimbing yang dengan kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran
8
1. meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis mulai dari penyusunan proposal sampai pada penulisan
skripsi ini.
2. Staf pengajar Bagian IKM-IKK FK-UH yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penulis mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian IKM-IKK FK-UH.
3. Dr. dr. H. A. Armyn Nurdin, M.Sc selaku Ketua Bagian IKM-IKK
FK-UH yang telah memberikan banyak bimbingan dan bantuan selama
penulis mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian IKM-IKK FK-UH.
4. Dekan Fakultas Kedokteran UNHAS, para Pembantu Dekan, staf
pengajar, dan seluruh karyawan yang telah memberikan bantuan dan
bimbingan kepada penulis selama mengikuti kepaniteraan klinik di
FK-UH.
5. Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan dan Kepala Badan Kesatuan
Bangsa beserta staf yang telah membantu memberikan rekomendasi
penelitian.
6. Pihak SMP Negeri 30 Makassar serta segenap karyawan di yang telah
membantu dan memberikan kerjasama dalam pelaksanaan penelitian
ini.
7. Ibu bapa serta rekan–rekan mahasiswa kepaniteraan klinik, yang telah
banyak memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian di
bagian tingkat VI serta semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.
9
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Makassar, Mei 2013
Penulis
10
ABSTRAK
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Dan Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Skripsi, Mei 2013
Hawairy Bin Samsuri (C111 07 316)
“KARAKTERISTIK DISTRIBUSI BUTA WARNA PADA SISWA SMP
NEGERI 30 MAKASSAR TAHUN AJARAN 2011/2012”
XIII + 33 halaman + 9 tabel + 5 lampiran
Latar Belakang: Buta warna merupakan suatu gangguan penglihatan warna yang
disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu
spektrum warna. Penderita tidak dapat atau kurang mampu membedakan warna
yang terjadi secara kongenital ataupun didapat akibat penyakit tertentu. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik distribusi buta warna pada siswa-
siswi SMP Negeri 30 Makassar. Desain penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif dengan teknik purposive sampling. Sampel sebanyak 120
orang terdiri dari 53 orang siswa berjenis kelamin laki-laki dan 67 orang siswa
berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini dilakukan pada 27 Augustus – 7
September 2012 di SMP Negeri 30 Makassar. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan Ishihara test plate dan kemudian data yang diperoleh
diolah dengan menggunakan microsoft Excel dan disaji dalam bentuk tabel.
Lokasi: Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 30 Makassar yang terletak di
Perumnas BTP Jalan Tamalanrea Raya, Makassar, Sulawesi Selatan.
11
Metode Penelitian: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif, dimana peneliti mencoba untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang karakteristik siswa yang menderita buta warna.
Hasil: Hasil penelitian menunjukan dari dari 120 orang siswa SMP Negeri 30
Makassar tahun ajaran 2011/2012 yang menjadi sampel dalam penelitian ini,
didapatkan 2 orang (1,6%) siswa menderita buta warna dan 118 orang (98,4%)
siswa yang tidak menderita buta warna. Dari 57 orang siswa berjenis kelamin
laki-laki, didapatkan 2 orang (3,7%) menderita buta warna sedangkan dari 67
orang siswa perempuan tidak didapatkan siswa yang menderita buta warna.
Saran: Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian buta warna
lebih lanjut untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas
mengenai buta warna. Penelitian tentang buta warna juga harus dilakukan di
sejumlah sekolah menengah atas yang berbeda-beda khususnya yang ada di
Makassar dan diseluruh Indonesia umumnya bagi membantu para siswa dalam
memilih kerjaya yang sesuai untuk mereka kelak.
Kepustakaan: 20 (2002-2012)
12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………........i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….....ii - iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH....................................................1-2
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................…...3
C. TUJUAN PENELITIAN….....................................................................3
1. TUJUAN UMUM……………………………….....................3
2. TUJUAN KHUSUS...........…………………………………...3
D. MANFAAT PENELITIAN………………………………………….....3
E. ACUAN PENELITIAN…………………………………………….......4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN…………………………………………..................5
B. ETIOLOGI…………………………………………………...............5-6
C. PATOFISIOLOGI………………………………………………........6-7
D. KLASIFIKASI…...............................................................................8-10
E. DIAGNOSIS...........................................................................….....10-14
F. PENATALAKSANAAN………………………………………….......14
BAB III. KERANGKA KONSEP
A. DASAR PEMIKIRAN VARIABEL YANG DITELITI…..................15
B. POLA VARIABEL YANG DITELITI….............................................15
C. DEFINISI OPERASIONAL
1. VARIABEL DEPENDEN………….…………......................16
2. VARIABEL INDEPENDEN……….………………….....16-17
BAB IV. METODE PENELITIAN
1. JENIS PENELITIAN.................................................................19
2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN..................................19
3. POPULASI DAN SAMPEL......................................................19
13
4. PENGUMPULAN DATA.........................................................19
5. PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA...........................19
BAB V. GAMBARAN UMUM HASIL PENELITIAN
1. KONDISI UMUM................................................................19-21
2. KONDISI KHUSUS..................................................................21
BAB VI. HASIL PENELITIAN.......................................................................22-27
BAB VII. PEMBAHASAN..............................................................................28-30
BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................28-30
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................32-33
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Mata manusia sebenarnya dapat mendeteksi hampir semua gradasi
warna bila cahaya monokromatik dari warna merah, hijau dan biru
dipersatukan dalam bermacam-macam kombinasi. Jika seseorang tidak
mampu membedakan warna-warna tertentu seperti antara warna merah
dan hijau atau biru, atau gradasi keduanya maka dapat dikatakan buta
warna.1,2
Telah dikenal beberapa jenis buta warna dan buta warna merah-
hijau adalah jenis yang paling sering ditemukan, di mana penderita
mengalami kesulitan melihat perbedaan antara warna merah atau hijau
yang kurang kuat. Sedangkan yang paling jarang ditemukan adalah buta
warna biru-kuning.2,3,4
Angka kejadian buta warna cukup tinggi, bahkan di negara maju
sekalipun. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan tersendiri mengingat
buta warna merupakan suatu kelainan genetik yang dapat mengenai semua
usia dan tidak dapat diobati. Hal ini menyebabkan insiden penderita buta
warna terus meningkat. Selain faktor genetik, buta warna juga dapat
disebabkan oleh kelainan mata, saraf dan otak serta karena paparan bahan-
bahan kimia.3
Di Amerika Serikat, sekitar 7% dari populasi pria atau 21 juta pria
dan 0,4% dari populasi wanita tidak bisa membedakan warna merah dan
hijau. Di Australia pun insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita.
Sekitar 8% pada pria dan hanya 0,4% pada wanita.4 Data mengenai angka
kejadian buta warna di Indonesia khususnya di Makassar belum ada
laporan yang konkrit mengenai data epidemiologi tentang buta warna.
15
Banyak orang beranggapan bahwa seseorang yang mengalami buta
warna hanya bisa melihat warna hitam dan putih, layaknya melihat layar
televisi hitam putih. Anggapan tersebut tidaklah benar. Jarang sekali
ditemukan seseorang mengalami buta warna total (tidak memiliki persepsi
warna sedikitpun). Orang dengan kelainan buta warna memang kadang-
kadang mengalami kesulitan untuk memadankan warna pakaiannya,
namun hal itu bukanlah masalah yang berat. Ia masih dapat melakukan
kegiatan normal, bahkan mengendarai mobil. Memang kadang ia
mengalami kesulitan membedakan warna merah, kuning dan hijau pada
lampu lalu-lintas, tapi hal tersebut dapat diatasi dengan mengingat
posisinya. Dibalik kelemahan tersebut, para peneliti dari Universitas
Cambridge dan Universitas Newcastle, Inggris menemukan kelebihan
istimewa. Temuan itu terungkap ketika mereka menguji penyandang
deuteranomali menggunakan kartu-kartu dengan lingkaran-lingkaran
warna khusus. Ternyata mereka yang buta warna bisa melihat perbedaan
warna-warna khaki, walau bedanya tipis, yang bila dilihat orang normal
akan terlihat sama. Namun demikian orang-orang dengan buta warna akan
memiliki pembatasan dalam pilihan karir atau pekerjaan seseorang.5,6
Buta warna cukup memberi pengaruh terhadap siswa dan siswi
sekolah yang nantinya akan melanjutkan pendidikan ke tahap yang lebih
tinggi dan menentukan jurusan yang akan dipilihnya nanti.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita
buta warna pada siwa dan siswi SMP Negeri 30 Makassar. Dalam hal ini,
peneliti akan meneliti jumlah penderita buta warna menyangkut jenis
kelamin, dan jenis buta warna yang diderita oleh siswa dan siswi SMP
Negeri 30 Makassar.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan,
Dengan penelitian ini, nantinya diharapkan kita akan mengetahui
karakteristik buta warna pada siswa dan siswi SMP Negeri 30 Makassar.
16
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka rumusan
masalah penelitian yaitu: Bagaimana karakteristik dan distribusi buta
warna pada siswa dan siswi SMP Negeri 30 Makassar?
C. TUJUAN PENELITIAN
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik dan distribusi buta warna pada
siswa dan siswi SMP Negeri 30 Makassar
C.2. Tujuan khusus
a . Untuk mengetahui prevalensi buta warna pada siswa dan siswi
SMP Negeri 30 Makassar
b. Untuk mengetahui proporsi pria dan wanita yang menderita buta
warna pada siswa dan siswi SMP Negeri 30 Makassar
c. Untuk mengetahui riwayat keluarga dari siswa dan siswi SMP
Negeri 30 Makassar yang menderita buta warna
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan memicu penelitian lainnya, khususnya yang berkaitan
dengan buta warna.
2. Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam
mengetahui lebih lanjut buta warna.
3. Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan yang diharapkan
bermanfaat bagi peneliti berikutnya
4. Sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswi di lokasi penelitian
dan sekaligus membantu dalam menentukan jurusan yang sesuai.
17
E. ACUAN PENELITIAN
1. Tinjauan pustaka
2. Bimbingan dan pengarahan dari staf pengajar Bagian IKM-IKK
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
3. Bimbingan dan pengarahan dari staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
4. Diskusi
5. Survei lapangan
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Buta warna merupakan suatu gangguan penglihatan warna yang
disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap
suatu spektrum warna. Penderita tidak dapat atau kurang mampu
membedakan warna yang terjadi secara kongenital ataupun didapat akibat
penyakit tertentu.2,3,4,7,8,
Buta warna merupakan suatu kelainan yang diturunkan dan buta
warna parsial lebih sering ditemukan dibanding buta warna total. Pada
buta warna parsial, seseorang akan selalu melihat sesuatu dengan bayang
abu-abu. Buta warna yang sering ditemukan adalah ketidakmampuan
membedakan warna merah dan hijau. Ketidakmampuan melihat warna
biru dan kuning adalah tipe buta warna yang paling jarang ditemukan.2,3,4
B. ETIOLOGI
Buta warna terjadi karena sel-sel kerucut yang berespon terhadap
warna tidak berespon sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diakibatkan
oleh karena kelainan genetik maupun didapat.2,4
Buta warna karena kelainan genetik biasanya diturunkan dari orang
tua kepada anaknya. Kelainan ini sering juga disebut sex linked, karena
kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak
membawa faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara
penderita buta warna pada pria dan wanita. Pria lebih sering menderita
buta warna karena gen yang berfungsi menghasilkan pigmen hijau dibawa
oleh kromosom X, dan sifatnya resessif (tidak dominan). Hanya sedikit
wanita yang menderita buta warna karena wanita memiliki dua kromosom
X. Pada wanita terdapat istilah ‘pembawa sifat’, hal ini menunjukkan ada
19
satu kromosom X yang membawa sifat buta warna. Wanita dengan
pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelainan buta warna
sebagaimana wanita normal pada umumnya, tetapi berpotensi menurunkan
yang membawa sifat buta warna, maka wanita tersebut tidak menderita
buta warna, karena sifat gen ini resesif. Tetapi bila pada kedua kromosom
X mengandung faktor buta warna, maka wanita tersebut menderita buta
warna.3,4,10,12,13
Pada buta warna didapat, terjadi akibat adanya kerusakan pada
retina, saraf optik atau pada otak yang dapat disebabkan karena proses
penuaan, penyakit mata dan trauma pada mata. Buta warna didapat secara
umum tidak tampak seperti buta warna yang bersifat herediter. Misalnya
saja, buta warna dapat hanya dialami pada sebagian lapangan pandang,
sedangkan dapat normal pada bagian lainnya. Beberapa bentuk buta warna
didapat bersifat reversibel. Buta warna sementara ini dapat terjadi pada
saat serangan migren, namun hal ini jarang terjadi.4,12
C. PATOFISIOLOGI
Mata selain berfungsi sebagai alat optik, juga berfungsi sebagai
alat sensoris dan yang berfungsi sebagai alat sensoris adalah retina, di
mana pada retina terdapat reseptor berupa fotoreseptor yang terdiri dari sel
batang dan dan sel kerucut. Sel-sel ini berfungsi menerima gelombang
cahaya pada retina dan diubah menjadi impuls saraf yang dibawa oleh
saraf optik ke pusat penglihatan pada lobus oksipitalis dimana impuls ini
diubah menjadi sensorivisual.1,7,14
Kemampuan mata untuk melihat warna disebabkan adanya sel
kerucut pada retina yang memiliki pigmen peka warna. Interpretasi cahaya
ditentukan oleh panjangnya gelombang cahaya tersebut dalam spectrum
warna. Normalnya mata memiliki tiga tipe sel kerucut yang peka terhadap
warna merah, hijau dan biru. Warna dapat dilihat apabila sel kerucut
menerima rangsangan yang berbeda dari tiga warna dasar ini. Jika salah
20
satu atau beberapa sel kerucut ini tidak berfungsi dengan baik, maka akan
terjadi kelainan penglihatan warna. Hilangnya salah satu atau beberapa
pigmen warna sel kerucut akan menyebabkan seseorang tidak mampu
membedakan beberapa warna, dan disebut sebagai buta warna.1,7,15,16
Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan
gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat sebagai akibat
gelombang elektromagnitnya mempunyai panjang gelombang yang
terletak antara 440-700 nm.2
Terdapat banyak teori penglihatan warna yang dikenal. Salah
satunya yaitu teori trikomatik pertama kali dicetuskan oleh Thomas Young
pada tahun 1802 dan dikembang oleh Helmholtz pada tahun 1866,
sehingga sering disebut teori Young-Helmholtz yang mengatakan bahwa
penglihatan warna ditentukan oleh tiga warna dasar. Pada retina
didapatkan tiga tipe serabut saraf retina yang bereaksi terhadap warna
tertentu, sedangkan warna putih merupakan campuran warna tersebut.
Tahun 1872 Hering mengemukakan bahwa fotosensitif retina dibagi dalam
tipe putih, merah atau kuning sedangkan warna lainnya merupakan
gabungan. Retina yang fotosensitif ini akan memberikan warna tertentu
bila dirangsang dengan perbandingan tertentu. Hasil pemecahannya akan
dibentuk kembali dibawah pengaruh sinar hitam, hijau dan biru. Teori ini
sebenarnya berlawanan dengan teori Young-Helmholtz dan merupakan
modifikasinya.7,17
Kerusakan retina mulai sel bipolar sampai ganglion genikulatum
lateral akan mengakibatkan gangguan melihat warna terutama warna
merah dan hijau, sedangkan kerusakan neurosensoris mengakibatkan
gangguan melihat warna terutama biru dan kuning. Tidak terdapatnya
pigmen ini sejak lahir akan mengakibatkan cacat penglihatan warna.2,7
21
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi buta warna yaitu:2,4,18
1. Berdasarkan etiologinya, buta warna dibedakan atas:
a. Buta warna yang didapat
Buta warna ini dapat terjadi akibat kelainan pada mata seperti
gangguan warna dimana penderita sulit membedakan warna biru
dan kuning, akibat penyakit pada mata seperti glaukoma yang
dapat menyebabkan gangguan aksis biru dan kuning, akibat trauma
atau kecelakaan seperti kerusakan saraf optik yang yang dapat
menyebabkan aksis merah dan hijau, dan kerusakan makula yang
dapat menyebabkan gangguan aksis warna biru dan kuning.
b. Buta warna bawaan (genetik) dapat dibedakan atas tiga macam
yaitu:
1) Monokromat
Disebut juga buta warna total. Terjadi jika dua atau ketiga
pigmen sel kerucut tidak berfungsi atau hilang sehingga
penglihatan warna dan cahaya menjadi satu dimensi.
i. Monokromat sel batang (akromatopsia), dimana
terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan
keadaan lain seperti tajam penglihatan berkurang
dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral dan
mungkin terjadi akibat kelainan sentral sehingga
terjadi gangguan penglihatan warna total. Kelainan
ini bersifat non-progressif dan jarang ditemukan.
ii. Monokromat sel kerucut, buta warna total jarang
yang ditemukan dimana hanya terdapat sedikit
cacat, tajam penglihatan normal dan tidak terdapat
nistagmus.
22
2) Dikromat
Pada kelainan ini hanya memiliki dua pigmen kerucut
sehingga tidak bisa membedakan beberapa warna.
i. Protanopia, merupakan gangguan penglihatan warna
yang terjadi karena tidak ditemukan fotoreseptor
merah pada retina. Warna merah terlihat sebagai
warna gelap. Kelainan iniditemukan pada 1%
populasi laki-laki.
ii. Deuteranopia, merupakan gangguan penglihatan
warna yang terjadi karena tidak ditemukannya
fotoreseptor hijau pada retina. Penderita kelainan ini
tidak dapat membedakan warna merah dan hijau.
Ditemukan pada 1% populasi laki-laki.
iii. Tritanopia, merupakan gangguan penglihatan warna
yang terjadi karena tidak ditemukannya fotoreseptor
biru pada retina, artinya tidak dapat membedakan
warna biru dan hijau atau kuning.
3) Trikomat anomali adalah gangguan penglihatan warna yang
terjadi apabila salah satu dari ketiga sel kerucut mengalami
penurunan sensitivitas. Orang dengan kelainan ini dapat
melihat berbagai warna tetapi dengan interpretasi yang
berbeda dari orang normal.
i.Protanomali, terjadi defisiensi reseptor warna merah
sehingga terjadi penurunan kemampuan dalam
membedakan warna merah dan hijau. Ditemukan
pada 1% populasi laki-laki.
ii.Deuteronomali, terjadi defisiensi reseptor warna hijau
sehingga terjadi penurunan kemampuan dalam
membedakan warna merah dan hijau. Merupakan
jenis kelainan warna yang paling banyak,
ditemukan pada 5% populasi laki-laki.
23
iii.Tritanomali, kelainan yang jarang ditemukan dimana
terjadi kesulitan membedakan warna biru dan
kuning.
2. Berdasarkan gejala klinisnya, dibedakan atas:
a. Buta warna total
Akromatopsia adalah ketidak mampuan untuk melihat warna-
warna. Pasien hanya memiliki satu pigmen kerucut,
monokromat sel batang lebih sering terjadi.
b. Buta warna parsial, dibedakan atas:
i. Buta warna merah-hijau
Penderita protanopia, deutranopia, protanomali dan
deuranomali memiliki kesulitan dalam membedakan warna
merah dan hijau. Buta warna merah hijau banyak terdapat
pada laki-laki, karena gen reseptor merah dan hijau terdapat
pada kromosom X.
ii. Buta warna biru-kuning
Penderita tritanopia dan trinomali mengalami kesulitan
dalam membedakan warna biru dan kuning. Merupakan
kelainan yang jarang ditemukan, dimana tritanopia tersebar
dalam jumlah yang sama populasinya laki-laki dan
perempuan. Gen reseptor biru terletak pada kromosom X
sehingga tidak bersifat sex-linked.
E. DIAGNOSIS
Buta warna didiagnosis berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan
uji buta warna.
1. Gejala klinik 4,5,10
Gejala klinik dari buta warna berbeda-beda tiap orang tergantung
tipe buta warna yang diderita. Pada kasus ringan, orang dengan
24
buta warna parsial sering tidak menyedari bahwa mereka melihat
warna berbeda dari orang dengan penglihatan normal. Pada kasus
yang berat, mereka hanya dapat melihat beberapa bayangan,
sedangkan seseorang dengan penglihatan normal bisa melihat
beberapa ribu warna. Pada kasus yang jarang, penderita buta warna
tidak bisa melihat warna sama sekali tetapi hanya meihat warna
hitam, putih dan abu-abu.
2. Uji buta warna 4,7,17,19,20
Dikenal tiga macam uji buta warna yang berbeda, yaitu:
a. Uji Ishihara
Buku tes Ishihara berupa gambar-gambar pseudoiskromatik
yang disusun oleh titik dengan kepadatan warna yang
berbeda sehingga orang normal dapat mengenal gambar
yang dibentuk oleh titik tersebut. Gambar titik terdiri atas
warna primer yaitu merah, hijau dan biru, dengan dasar
warna yang hampir sama atau abu-abu. Titik disusun akan
menghasilkan pola dan bentuk tertentu (huruf atau angka)
oleh orang tanpa kelainan persepsi warna. Tujuan uji
Ishihara ini adalah untuk memeriksa ketidakmampuan
seseorang untuk membedakan warna dasar seperti merah,
hijau dan biru. Tes ini terutama dipakai untuk mengenal
adanya cacat merah dan hijau, dan tidak dipakai untuk
gangguan biru dan kuning. Tes Ishihara inilah yang paling
sering digunakan dalam memeriksa penderita buta warna.
Alat: Gambar pseudokromatik Ishihara
25
Teknik:
i. Dengan pencahayaan tertentu (tidak menyilaukan)
kartu Ishihara disinari.
ii. Pasien diminta melihat kartu dan menentukan
gambar yang terlihat.
iii. Pasien diminta melihat dan menyebut gambar dalam
waktu tidak lebih dari 10 detik.
Nilai:
i. Dikenal dalam waktu 3-10 detik
ii. Bila lebih dari 10 detik berarti terdapat kelainan
penglihatan warna.
Gambar-gambar pseudokromatik dirancang sedemikian
rupa dalam empat cara:
i. Transformation plates: dimana orang normal dapat
melihat sebuah angka, tetapi orang yang memiliki
gangguan penglihatan warna akan melihat angka
yang berbeda.
ii. Vanishing plates: dimana orang normal dapat
melihat angka, tetapi orang yang memiliki
gangguan penglihatan warna tidak dapat
melihatnya.
iii. Hidden-digit plates: dimana orang normal tidak
dapat melihat angka, sedangkan orang yang
memiliki gangguan penglihatan warna dapat
melihatnya.
iv. Diagnostic plates: dirancang agar dapat dilihat oleh
subjek yang normal, dimana pada penderita
kelainan warna melihat satu angka lebih mudah dari
angka lainnya.
26
b. Uji Holmgren-Thomson
Penderita membuat berpasangan warna segelondong
benang. Teori ini didasari Young-Helmholtz yang
menyatakan terdapat 3 susunan elemen penerima warna
pada retina. Menurut teori tersebut bila terdapat pada satu
susunan maka akan mengakibatkan berbagai variasi warna.
Teknik:
i. Meletakkan 40 gelendong benang bersama-sama di
depan pasien
ii. Pilih 10 benang yang sangat mendekati master
berwarna hijau terang.
iii. Dari 30 sisa benang wol, pasien diminta mengambil
5 benang wol yang sesuai dengan master merah.
iv. Selanjutnya dari sisa 20 benang wol, pasien diminta
memilih 5 wol yang paling sesuai dengan master
merah.
v. Catat nomor tag dari setiap pilihan dan susun nomor
dengan beraturan dengan susunan terdekat dengan
susunan wol master.
Nilai:
Bila pasien memilih warna yang membingungkan
dibanding warna yang benar dikatakan bahwa penderita
adalah buta warna.
Contoh: Bila pasien memilih warna biru atau ungu untuk
warna pink, paien menderita buta warna merah. Bila pasien
memilih hijau atau abu-abu maka dikatakan menderita buta
warna hijau.
27
b. Uji Farnswort-Munsell
Uji Farnswort-Munsell merupakan uji yang sederhana dan
efektif untuk memeriksa kemampuan melihat kecerahan
yang sering dipergunakan untuk menentukan pekerjaan dan
diagnosis buta warna seseorang.
Alat: Farnswort 100-Hue
Susunan terdiri dari 4 sajian dimana terdapat 85 topi yang
dapat dipindah-pindah. Warna dari topi mempunyai
kecerahan yang bertambah yang mempunyai nomor di
belakangnya. Terdiri atas 4 tatakan 20”x1,75” didalam
21,5”x6,12”x2,5” kotak. Rujukan warna berpenampang
7/16”.
Teknik:
Dilihat kemampuan meletakkan topi berwarna dengan
susunan atau aturan kecerahan.
Nilai:
Gangguan penglihatan warna dan kelainannya dapat
dikenali dengan melihat skor pencatatan bernomor dan
gambarannya akan dapat terlihat.
F. PENATALAKSANAAN 2,4,5,10
Buta warna karena faktor genetik dan kerusakan saraf optik
bersifat permanen sehingga tidak dapat diobati. Beberapa masalah buta
warna yang didapat diobati sesuai penyebabnya. Misalnya, buta warna
pada katarak, maka akan dilakukan tindakan operasi katarak untuk
mengeluarkan katarak dengan harapan penglihatan warna kembali normal.
Suatu masalah penglihatan warna dapat memberi dampak yang signifikan
pada kehidupan seseorang. Masalah penglihatan warna umumnya akan
mempengaruhi kemampuan belajar seseorang, serta membatasi pilihan
karir seseorang.
28
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. DASAR PEMIKIRAN VARIABEL YANG DITELITI
Dasar faktor yang mempengaruhi terjadinya buta warna, antara
lain faktor genetik (riwayat keluarga), jenis kelamin dan riwayat penyakit
mata. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan data primer,
sehingga yang diteliti itu adalah jenis kelamin, jenis buta warna dan
riwayat keluarga yang menderita buta warna. Riwayat penyakit mata tidak
akan diteliti karena mengingat keterbatasan waktu, serta penelusurannya
membutuhkan catatan rekam medik yang lengkap.
B. POLA VARIABEL YANG DITELITI
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan maka hubungan
variabel tersebut dapat dirumuskan secara skematis pada bagan pola pikir
sebagai berikut:
SAMPEL
Normal
Jenis kelamin
Riwayat Keluarga
Buta Warna
Jenis buta warna
Jenis kelamin
Riwayat keluarga
29
C. DEFINISI OPERASIONAL
1. Variabel Dependen
a. Buta Warna
1) Definisi: Suatu gangguan penglihatan warna yang
disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel kerucut mata
untuk menangkap suatu spektrum warna sehingga
penderita tidak dapat atau kurang mampu membedakan
warna-warna tertentu.
2) Alat ukur: Buku tes Ishihara
3) Cara ukur: Pasien diminta melihat kartu dan menyebutkan
gambar atau angka yang terlihat dalam waktu tidak lebih
dari 10 detik. Jawapan yang diberikan pasien akan
dicatatkan di dalam lembar penilaian.
4) Hasil ukur:
a) Normal
b) Lemah warna merah-hijau
c) Buta warna merah
d) Buta warna hijau
e) Buta warna total
2. Variabel Independen
a. Jenis Kelamin
1) Definisi: Jeni kelamin adalah identitas subjek berdasarkan
organ reproduksi yang dibagi menjadi jenis kelamin laki
laki dan perempuan.
2) Alat ukur: Tabel pengisian data
3) Cara ukur: Dicatat jenis kelamin dari pasien saat
pengambilan data
4) Hasil ukur:
a) Laki-laki
b) Perempuan
30
b. Riwayat Keluarga
1) Definisi: Mempunyai ahli keluarga yang mempunyai
riwayat buta warna.
2) Alat ukur: Tabel pengisisan data
3) Cara ukur: Anamnesis sampel
4) Hasil ukur:
a) Ada
b) Tidak ada
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang bersifat
deskriptif.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 27 Augustus – 7
September 2012 di SMP Negeri 30 Makassar.
C. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi yang diteliti adalah siwa SMP Negeri 30 Makassar tahun
ajaran 2011/2012
2. Sampel
Sampel adalah siswa SMP Negeri 30 Makassar tahun ajaran
2011/2012 kelas 2 yang ada saat penelitian. Sampel diambil dengan teknik
Purpossive sampling (secara non-random).
D. PENGUMPULAN DATA
Data yang diambil adalah data primer siswa SMP Negeri 30
Makassar tahun ajaran 2011/2012.
E. PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA
Data yang diperoleh akan diolah secara manual dengan aplikasi
Microsoft Excel 2007 dan disajikan dalam bentuk table.
32
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. KONDISI UMUM
1. Identitas SMP Negeri 30 Makassar
SMP Negeri 30 Makassar terletak di Perumnas BTP Jalan
Tamalanrea Raya, Makassar. Saat ini, sekolah tersebut dipimpin oleh
Munir S.Ag, M.Ag. SMP Negeri 30 Makassar adalah satu-satunya sekolah
menengah pertama yang dibangunkan di perumahan Bumi Tamalanrea
Permai untuk pendidikan anak-anak warga setempat. Jumlah siswa di
SMP Negeri 30 Makassar tahun ajaran 2011/2012 adalah sejumlah 544
orang dengan jumlah siswa kelas 2 adalah sejumlah 120 orang.
2. Sejarah
SMP Negeri 30 Makassar didirikan pada tahun 1996 di Kompleks
Perumahan Bumi Tamalanrea Permai untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan manusia yang berkualitas tinggi dalam menguasai ilmu
pengetahuan.
3. Visi dan Misi
a. Visi
Visi yang telah ditetapkan oleh SMP Negeri 30 Makassar
adalah prima dalam prestasi, santun dalam perilaku.
Indikatornya adalah:
1) Prima dalam pengembangan kurikulum
2) Prima dalam proses pembelajaran
3) Prima dalam kompetensi lulusan
4) Prima dalam pendidik dan tenaga kependidikan
5) Prima dalam sarana prasarana pendidikan
33
6) Prima dalam manajemen/pengelolaan sekolah
7) Prima dalam penggalangan pembiayaan pendidikan
8) Prima dalam prestasi akademik dan non akademik
9) Prima dalam berbudi dan berakhlaq mulia
b. Misi
1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara
efektif sehingga setiap siswa berkembang, secara
optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.
2) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif
kepada seluruh warga sekolah
3) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk
mengenali potensi dirinya secara optimal.
4) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama
yang dianut dan juga etika moral sehingga menjadi
kearifan dan kesatuan dalam bertindak.
5) Menerapkan managemen partisipasi dengan melibatkan
seluruh warga sekolah dan stake holder sekolah.
4. Susunan Organisasi
1. Kepala Sekolah : Munir S.Ag, M.Ag
2. WKM Akademik : Muh. Naim, S.pd
3. WKM Kesiswaan : Harmadi
4. WKM Pengembangan : Joko Miranto, S.si
5. WKM Sarana prasarana : Ahmad Taufiq, SE
6. Kepala Tatausaha : Felna Mustapa
34
5. Sumber Daya Manusia
SMP Negeri 30 Makassar memiliki 56 orang tenaga pengajar yang
terdiri dari 2 orang pendidikan S3, 7 orang pendidikan S2 dan 21 orang
pendidikan S1. Staf pegawai SMP Negeri 30 Makassar sebanyak 34 orang,
dimana pegawai tetap sebanyak 7 orang.
B. KONDISI KHUSUS
Sarana dan prasarana di SMP Negeri 30 Makassar saat ini adalah :
1. Gedung pendidikan
2. Ruang laboratorium biologi
3. Ruang laboratorium fisika
4. Ruang laboratorium bahasa
5. Ruang laboratorium komputer
6. Ruang laboratorium seni
7. Gedung serbaguna
8. Gedung administrasi
9. Perpustakaan
10. Musholla
11. Kantin
35
BAB VI
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini adalah suatu penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui prevalensi serta proporsi laki-laki dan perempuan yang menderita
buta warna dan kelainan warna pada siswa SMP Negeri 30 Makassar tahun ajaran
2011/2012. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 September sampai 22
September 2012 di SMP Negeri 30 Makassar.
Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah purposive sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 120 orang.
Tabel 6.1
Distribusi responden menurut jenis kelamin pada siswa SMP Negeri 30
Makassar tahun ajaran 2011/2012
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 53 44,2
Perempuan 67 55,8
Jumlah 120 100,0
Sumber : Data primer
Tabel 6.1 menunjukkan bahwa siswa yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah sebanyak 120 orang yang terdiri dari 53 orang siswa laki-laki
(44,2%) dan 67 orang siswa perempuan (55,8%).
36
Tabel 6.2
Distribusi responden menurut suku pada siswa SMP Negeri 30 Makassar
tahun ajaran 2011/2012
Suku N %
Bugis 70 58,4
Makassar 34 28,3
Toraja 8 6,7
Jawa 4 3,3
Lain-lain 4 3,3
Jumlah 120 100,0
Sumber : Data primer
Tabel 6.2 menunjukkan bahwa dari 120 orang siswa SMP Negeri 30
Makassar tahun ajaran 2011/2012 yang menjadi sampel dalam penelitian ini, 70
orang (58,4%) berasal dari suku Bugis, 34 orang (28,3%) berasal dari suku
Makassar, 8 orang (6,7%) berasal dari suku Toraja, 4 orang (3,3%) berasal dari
suku Jawa dan 4 orang (3,3%) berasal dari suku lain-lain yaitu suku Tolaki,
Mandar, Mamasa dan Batak.
Tabel 6.3
Distribusi hasil pemeriksaan buta warna pada siswa SMP
Negeri 30 Makassar tahun ajaran 2011/2012
Hasil Pemeriksaan N %
Buta warna 2 1,6
Tidak buta warna 118 98,4
Jumlah 120 100,0
Sumber : Data primer
Tabel 6.3 menunjukkan bahwa pada pemeriksaan buta warna yang
dilakukan pada 120 orang siswa SMP Negeri 30 Makassar tahun ajaran
2011/2012 didapatkan 2 orang (1,6%) siswa menderita buta warna dan 118 orang
(98,4%) siswa yang tidak menderita buta warna.
37
Tabel 6.4
Distribusi hasil pemeriksaan buta warna pada siswa SMP Negeri 30
Makassar tahun ajaran 2011/2012 menurut jenis kelamin
Hasil pemeriksaan Jenis kelamin
Laki-laki % Perempuan %
Buta warna 2 3,7 0 0,0
Tidak buta warna 51 96,3 67 100,0
Jumlah 53 100,0 67 100,0
Sumber : Data primer
Tabel 6.4 menunjukkan bahwa dari 120 orang siswa laki-laki yang
mengikuti pemeriksaan buta warna, didapatkan 2 orang (3,7%) menderita buta
warna dan 51 orang (96,3%) tidak menderita buta warna. Sedangkan dari 67
orang siswa perempuan yang menngikuti pemeriksaan buta warna, tidak
didapatkan siswa yang menderita buta warna.
Tabel 6.5
Distribusi proporsi jenis kelamin penderita buta warna pada
siswa SMP Negeri Makassar ajaran 2011/2012
Jenis kelamin N %
Laki-laki 2 100,0
Perempuan 0 0,0
Jumlah 2 100,0
Sumber : Data primer
Tabel 6.5 menunjukkan bahwa dari jumlah 2 orang siswa yang menderita
buta warna, didapatkan 2 orang siswa laki-laki (100,0%) yang menderita buta
warna dan tidak ada siswa perempuan (0,0%) yang menderita buta warna.
38
Tabel 6.6
Distribusi hasil pemeriksaan buta warna pada siswa kelas II SMP
Negeri 30 Makassar tahun ajaran 2011/2012 menurut suku.
Hasil Pemeriksaan Suku
Bugis % Makassar % Toraja % Jawa % Lain %
Buta warna 0 0,0 1 2,9 1 12,5 0 0,0 0 0,0
Tidak buta warna 70 100,0 33 97,1 7 87,5 4 100,0 4 100,0
Jumlah 70 100,0 34 100,0 8 100,0 4 100,0 4 100,0
Sumber : Data primer
Tabel 6,6 menunjukkan bahwa dari 70 orang siswa yang bersuku Bugis,
tidak didapatkan siswa yang menderita buta warna (0,0%) menjadikan angka
siswa suku Bugis yang tidak buta warna adalah 70 orang (100,0%). Dari 34 orang
siswa suku Makassar didapatkan 1 orang siswa yang menderita buta warna (2,9%)
dan sisa 33 orang siswa yang tidak menderita buta warna (97,1%). Dari 8 orang
siswa suku Jawa, didapatkan 0 siswa yang menderita buta warna (0,0%) dan 8
orang yang tidak menderita buta warna (100,0%). Dari 8 orang suku lain-lain
yaitu dari suku Tolaki, Mandar, Mamasa dan Batak didapatkan 0 orang siswa
yang menderita buta warna (0,0%) dan 8 orang yang yang tidak menderita buta
warna (100,0%).
39
Tabel 6.7
Distribusi proporsi penderita buta warna pada siswa SMP Negeri 30
Makassar tahun ajaran 2011/2012 mengikut suku.
Suku N %
Bugis 0 0,0
Makassar 1 50,0
Toraja 1 50,0
Jawa 0 0,0
Lain-lain 0 0,0
Jumlah 2 100,0
Data : Sumber primer
Tabel 6.7 menunjukkan bahwa dari 2 orang siswa yang menderita buta
warna, terdapat 1 orang (50,0%) siswa yang berasal dari suku Makassar dan 1
orang (50,0%) siswa yang berasal dari suku Toraja.
Tabel 6.8
Distribusi jenis buta warna pada siswa kelas II SMP Negeri 30
Makassar tahun ajaran 2011/2012
Jenis buta warna N %
Lemah merah – hijau 1 50,0
Buta merah 0 0,0
Buta hijau 1 50,0
Buta warna total 0 0,0
Jumlah 2 100,0
Sumber : Data primer
Tabel 6.8 menunjukkan bahwa dari 4 orang siswa yang menderita buta
warna, terdapat 1 orang (50,0%) yang menderita buta warna jenis lemah merah-
hijau dan terdapat 1 orang (50,0%) yang menderita buta warna jenis buta hijau.
40
Sedangkan siswa yang menderita buta warna merah, dan buta warna total tidak
didapatkan dalam penelitian ini.
Tabel 6,9
Distribusi penderita buta warna pada siswa kelas II SMP Negeri 30
Makassar tahun ajaran 2011/2012 menurut riwayat keluarga.
Riwayat keluarga N %
Ada 1 50,0
Tidak ada 1 50,0
Jumlah 2 100,0
Sumber : Data primer
Tabel 6,9 menunjukkan bahwa dari 2 orang penderita buta warna, 1 orang
(50,0%) siswa mempunyai riwayat keluarga yang menderita buta warna dan 1
orang siswa (50,0%) tidak mempunyai riwayat keluarga dengan buta warna.
41
BAB VII
PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian tentang karakteristik distribusi buta
warna pada siswa kelas II SMP Negeri 30 Makassar tahun ajaran
2011/2012 dari tanggal 12 September sampai 22 September 2012.
Dari 120 orang siswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini,
didapatkan 2 orang siswa (1.667%) yang menderita buta warna.
Secara terperinci hasil penelitian ini akan dibahas berdasarkan
variabel:
A. Jenis Kelamin
Pada penelitian ini, dari 53 orang siswa lelaki yang mengikuti
pemeriksaan buta warna, didapatkan 2 orang siswa (3,77%) yang
menderita buta warna, sedangkan dari 67 orang siswa perempuan yang
mengikuti pemeriksaan buta warna, tidak didapatkan siswa perempuan
yang menderita buta warna. Jadi pada penelitian ini, dari total 2 orang
penderita buta warna yang ditemukan, sebanyak 2 orang (100%) adalah
lelaki sedangkan tidak didapatkan penderita buta buta warna (0%) pada
perempuan.
Penelitian di Amerika menemukan sekitar 7% dari populasi pria
atau 21 juta pria dan 0,4%dari populasi wanita yang tidak bisa
membedakan warna merah dan hijau. Di Australia pun insiden pada pria
lebih tinggi daripada wanita. Sekitar 8% pada pria dan hanya 0,4% pada
wanita.(4)
Pria lebih banyak menderita buta warna karena kelainan buta
warna dibawa oleh kromosom X, sedangkan kromosom Y tidak membawa
faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta
42
warna pada pria dan wanita. Menurut penelitian yang telah dijalankan,
angka kejadian buta warna yang terjadi pada wanita jarang terjadi karena
golongan itu memiliki dua kromosom X, dibanding pria yang hanya
memiliki satu kromosom X. Oleh karena itu, jika kromosom X pada pria
tersebut membawa faktor buta warna, maka hal ini sudah dapat
menimbulkan gejala buta warna pada pria tersebut. (3,4,10,12,13)
Sementara pada wanita terdapat istilah ‘pembawa sifat’ (carrier),
artinya ada satu kromosom X yang membawa sifat buta warna dan bersifat
resesif. Wanita dengan pembawa sifat, tidak menderita buta warna. Wanita
akan menderita buta warna apabila pada kedua kromosom X mengandung
faktor buta warna sehingga sangat jarang wanita menderita buta warna.
(2,3,4)
B. Kelainan buta warna
Pada penelitian ini, didapatkan bahwa jenis buta warna yang
dideritai oleh siswa kelas II SMP 30 Makassar tahun ajaran 2011/2012
adalah lemah warna hijau dan buta warna hijau. Dari 2 orang penderita
buta warna yang ditemukan, satu siswa adalah menderita lemah warna
hijau, dan satu orang siswa menderita buta warna hijau. Sementara buta
warna merah dan buta warna total tidak ditemukan dalam penelitian ini.
Studi buta warna yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan
bahwa lemah warna hijau merupakan jenis gangguan penglihatan yang
paling banyak. Kelainan ini ditemukan pada sekitar 5% dari populasi laki-
laki. Buta warna merah atau protanopia didapatkan sebesar 1% dari
populasi laki-laki. (2)
Lemah warna merah–hijau kebanyakan terdapat pada laki-laki,
karena gen reseptor merah dan hijau terdapat pada kromosom X. Laki-laki
43
akan mengalami gangguan lemah merah-hijau jika kromosom X
mengalami gangguan. Sedangkan perempuan baru akan mengalami lemah
merah-hijau jika kedua kromosom X sama-sama terganggu. Jika hanya
salah satunya yang terganggu, perempuan tersebut tidak akan menderita
buta warna, akan tetapi dia menjadi pembawa sifat (carrier). (2,3,4)
C. Suku
Pada penelitian ini, dari 2 orang penderita buta warna yang
ditemukan pada siswa kelas II SMP Negeri 30 Makassar tahun ajaran
2011/2012, salah seorang diantaranya (50%) adalah siswa yang berasal
dari suku Makassar dan seorang lagi berasal dari suku (50%) Toraja.
D. Riwayat keluarga
Pada penelitian ini, dari 2 orang yang menderita buta warna yang
ditemukan, hanya satu orang (50%) dengan riwayat keluarga yang
menderita buta warna sedangkan penderita yang satunya lagi tidak
mempunyai riwayat keluarga dengan buta warna.
Seorang siswa penderita buta warna yang memiliki riwayat
keluarga dengan buta warna tersebut berjenis kelamin laki-laki dan
riwayat buta warna tersebut diperoleh dari kakak lelaki. Hal ini
menunjukkan bahwa ibu penderita tersebut membawa gen buta warna.
44
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik distribusi
buta warna pada siswa SMP Negeri 30 tahun ajaran 2011/2012, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 120 orang siswa, didapatkan 2 orang (1,6%) siswa SMP Negeri
30 Makassar yang menderita buta warna.
2. Dari 53 orang siswa jenis kelamin laki-laki, didapatkan 2 orang (3,7%)
yang menderita buta warna. Sedangkan dari 67 orang siswa jenis
kelamin perempuan tidak didapatkan (0,0%) penderita buta warna.
3. Dari 2 orang penderita buta warna yang didapatkan pada siswa kelas
SMP Negeri 30 Makassar tahun ajaran 2011/2012, semua penderita
(100,0%) adalah dari jenis kelamin laki-laki.
4. Jenis buta warna yang ditemukan pada siswa SMP Negeri 30 Makassar
adalah jenis buta warna lemah merah-hijau dan buta warna hijau.
5. Suku dengan penderita buta warna adalah dari suku Makassar (50,0%)
dan suku Toraja (50,0%).
6. Dari 2 orang penderita buta warna, hanya 1 orang (50,0%) mempunyai
riwayat keluarga dengan buta warna.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian buta warna lebih lanjut untuk menambah
khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas mengenai buta
warna.
2. Penelitian tentang buta warna harus dilakukan di sejumlah sekolah
menengah atas yang berbeda-beda khususnya yang ada di Makassar
dan diseluruh Indonesia umumnya bagi membantu para siswa dalam
memilih kerjaya yang sesuai untuk mereka kelak.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton HC, Hall EJ. Penglihatan warna. Dalam : Guyton & Hall Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta : EGC; hal : 803-5.
2. Ilyas S. Penglihatan Menurun. Dalam : Penuntun Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ke-2. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. Hal
: 102-13
3. Bailey G. Color Blindness. [Online]. 2007. Available fom URL:
http://www.allaboutvision.com
4. Color Blindness. [Online]. 2007. Available fom URL:
http://www.wikipedia.com
5. Mengenal Buta Warna. [Online]. 200. Available from URL:
http://www.mitranctra.or.id
6. Buta Warna Menyimpan Kelebihan. [Online]. 2005. Available from URL:
http://www.kompas.com
7. Ilyas S. Uji Buta Warna. Dalam : Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu
Penyakit Mata. Edisi ke-2. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2003. Hal : 127-37
8. Buta Warna. [Online] 2007. Available from URL:
http://www.wikipedia.com
9. Adams AJ, Verdon WA, Bruce E. Anomalies of Color Vision in: Duane’s
Ophtalmology, CD-R, 2003. Chapter 19. Philadelphia p.38.
10. Color Blindness. In : Topic Overview. [Online] Available from URL:
http://www.webmd.com.eye-health/te/Color-Blindness-Topic-
Overview.Accessed
11. Color Blindness. [Online] Available from URL:
http://www.infoplease.com
46
12. Why Are You Color Blind? [Online] Available from URL:
http://www.colorvisiontesting.com
13. Color Vision Deficiency. [Online]. Available from URL:
http://www.dayviserycare.com
14. J.F Rizzo, S Lessell. Color Vision. California, American Academy of
Ophtalmology, CD-R, 2003-2004.
15. Color Vision, Color Deficiency. [Online]. Available from URL:
http://wwww.firelily.com
16. Color Vision. [Online]. 2007. Available from URL:
http://www.wikipedia.com
17. The Perception of Color. [Online]. 2007. Available from URL:
http://www.webvision.med.utah.edu
18. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Retinal Disorders in: Review of
Ophtalmology, Pennsylvania : Elsevier Saunders, 2005. P 127.
19. Professor Holmgren’s Test For Color Blindness. [Online] 2007. Available
from URL : http://www.psych.utoronto.ca
20. What the Color Deficient Person Sees the Worlds? [Online] 2007.
Available from URL: http://www.colorvisiontesting.com
47
RIWAYAT HIDUP PENULIS
NAMA : Hawairy Bin Samsuri
TEMPAT & TANGGAL LAHIR : Malaysia, 28 Maret 1988
ALAMAT : BTP Blok M, Makassar
NAMA ORANG TUA
AYAH : Samsuri Saidin
IBU : Hasnah Mohamad
PENDIDIKAN : TK Hajjah Noor (1995)
: SRK Taman Rasah Jaya (1996-2000)
: Muzaffar Syah Sciece Secondary School
(2001-2005)
: Kolej Teknologi Timur (2006-2007)
: Universitas Hasanuddin, Fakultas
Kedokteran (2007- Sekarang)