SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYUSUNAN...
Transcript of SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYUSUNAN...
SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYUSUNAN
PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA
Oleh:
ANDI BAU INGGIT AR
B 111 08 105
BAGIAN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
i
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYUSUNAN
PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA
Oleh:
ANDI BAU INGGIT AR
B 111 08 105
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Rangka Penyelesaian Studi
Sarjana Dalam Program Kekhususan/Bagian Hukum Tata Negara
Program Studi Ilmu Hukum
Pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
ANDI BAU INGGIT AR, B 111 08 105, Tinjauan Yuridis Terhadap Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba, dan (dibimbing oleh Aminuddin Ilmar sebagai Pembimbing I dan Kasman Abdullah sebagai Pembimbing II). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan mekanisme pelaksanaan penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba, serta untuk mengetahui dan menjelaskan materi muatan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba sudah sesuai dengan peraturan dasarnya. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dan empiris (socio_legalresearch) yaitu meneliti norma-norma hukum dan pelaksanaan norma-norma tersebut dilapangan. Berlokasi di Kantor Teknik DPRD Bulukumba dan Kantor Gubernur Prov. Sulsel, penarikan sample yang digunakan adalah purpossive, data yang diperoleh dianalisis dan disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Mekanisme pelaksanaan penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD
Bulukumba tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh PP No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Peraturan Tata Tertib DPRD yang menjadi peraturan dasarnya, yakni waktu pemberlakuan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba yang terlambat, yakni sudah lebih dari 60 hari sesuai ketentuan Pasal 118 ayat (2) PP No. 16 Tahun 2010, dan ayat (4) PP No. 16 Tahun 2010 bahwa sebelum Rancangan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba ditetapkan, terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Gubernur. Namun dari hasil penelitian penulis, ternyata surat DPRD Bulukumba kepada Gubernur Cq. Biro Hukum & HAM untuk berkonsultasi dengan gubernur tidak terdaftar dalam buku registrasi Biro Hukum dan HAM Setda Prov. Sulsel. Dengan demikian Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba tidak memenuhi syarat formil Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD sebagaimana ketentuan yang diatur oleh PP No. 16 Tahun 2010.
2. Materi muatan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba No. 03/KPTS-DPRD-BK/VII/2010 yang telah dianalisis dan ternyata belum sepenuhnya sesuai dengan materi muatan PP No. 16/2010 yang merupakan peraturan dasarnya, yaitu antara lain: soal kuorum; tugas dan wewenang DPRD yang mengalami pengurangan dan penambahan; dan lain-lain. Saran dari penulis Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba yang ada sebaiknya segera disesuaikan kembali dengan PP No. 16 Tahun 2010 dan dikonsultasikan kepada gubernur terlebih dahulu sebelum ditetapkan.
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama penulis berserah diri kepada Allah SWT, seraya
memanjatkan Puji syukur ke hadirat-Nya, atas segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi ini. amin
Disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat dirampungkan karena
bantuan dari berbagai pihak, baik berupa kesempatan, materi tenaga,
maupun dorongan moril, yang mewujudkan skripsi ini sebagaimana
adanya.
Oleh karena itu pada tempatnyalah penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, S.H., M.H. selaku Pembimbing I dan
Bapak Kasman Abdullah, S.H.,M.H. selaku Pembimbing II yang dengan
ketulusan dan keikhlasannya,dengan penuh kebijakan dan
kecermatannya memberi petunjuk-petunjuk dalam hal prinsip, substansi,
dan teknik penulisan karya ilmiah (skripsi) yang sangat membantu
penulis.
2. Tim Penguji: Bapak Prof. Dr. M. Yunus Wahid, S.H., M.H. yang juga
sebagai Ketua Bagian Hukum Tata Negara, ibu Prof. Dr. Marwati Riza,
S.H., M.H. dan bapak Muh. Zulfan Hakim, S..H., M.H. atas segala
petunjuk-petunjuknya selama ini, terutama pada seminar proposal
penelitian (26 September 2011) dan dalam beberapa kesempatan selama
ini, terakhir pada ujian akhir (skripsi) ini.
vii
3. DPRD Kab. Bulukumba Cq. Sekretaris DPRD Bulukumba bapak H. Andi
Kurniady, S.H., M.H. dan Kabag Rapat dan Risalah Bapak Drs. H. Siswa,
M.M., bapak dan ibu Anggota DPRD Bulukumba H. Banri Alang, S.Pd.,
Andi Joharta, S.s., M.Si., Muh. Bakti, dan H. Muhdar Reha. Serta Bapak
Gubernur Provinsi Sulawasi Selatan Cq. Kepala Biro Hukum dan HAM
Bapak Simon S. Lopang, S.H., M.H. dan ibu Siti Johar, Yang telah
memberikan data yang diperlukan oleh penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Bapak Rektor Universitas Hasanuddin, Bapak Dekan Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, serta para Wakil Dekan Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin atas segala bantuan dan kerjasamanya selama
ini yang memungkinkan rangpungnya skripsi ini.
5. Seluruh dosen penulis, serta staf dan karyawan pada Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin atas segala bantuan dan kerjasamanya selama
ini, yang pada kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu per
satu.
6. Saudara-saudara seperjuanganku Winih Dwi Lestari, Yulia Rachmayanti,
Latrah, M. Haekal Ashri, Etyka Agriyani atas segala hal yang telah kita
bagi dan lewati bersama baik suka maupun duka sejak kita menginjakkan
kaki pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini dan terima kasih
karena kalian selalu ada untuk penulis.
7. Saudara-saudaraku Alim Bahri, A. Muh Rahmat Hidayat, Masdiana,
Samsuddin P.H, Yudhi Kriswanto, Fuad Akbar Yamin,Ardiansyah
Kandaw, Fakhrisya Zalili, Muh. Renra Parani, Muh. Sahiri, Muh. Syaiful K
dan Rahmatullah atas segala dukungan, bantuan, hiburan dan semangat
viii
kepada penulis dalam segala hal terutama dalam menyelesaikan skripsi
ini.
8. Keluarga Besarku Lorong Hitam atas segala pelajaran hidup yang banyak
penulis dapatkan tentang kebersamaan dalam persaudaraan, suatu hal
yang luar biasa telah mengenal dan menjadi bagian dari kalian yang
namanya tak dapat disebutkan satu per satu.
9. Teman-teman senasib sepenanggungan, KKN PH MK RI 2011 atas
segala pengalaman yang telah kita lewati bersama sewaktu merantau di
kota orang.
10. Kanda Ray Pratama Siadari, S.H., Onna Bustang S.H., Dian Hajrah
Samsudin, S.H. yang banyak membatu dan mengarahkan penulisdalam
penulisan karya ilmiah penulis. SertaAdinda Dahriono, Halwan
Muhammad dan Misna atas segala bantuannya.
11. Adik-adikku tersayang A. Baso Zulfakar AR, A. Bau Susilowati AR, A. Bau
Medlin AR. Atas pengertian dan segala bantuannya kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Adik-adik kecilku A. Muh. Aqil Imanullah, A. Nazmih Afifah, A. Iffah
Mahdiyah Fala, A. Muh Zaky dan A. Muh. Zakwan.
13. Nur Dewi AS Raja (almarhumah) yang merupakan motivator terbaik dan
merupakan inspirator terbaik penulis; Ir. A. Paliara dan Nurlaila AS Raja,
S.H.; Drs. Muh Bahri Ikbal, M.Si dan drg. Nurhadijah AS Raja dan Iin
Lastry atas segala dukungan, bantuan motivasi dan kerjasamanya yang
cukup membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
14. Sahabat terbaikku Ayu Nurmuliawaty Hanafi, S. Ked, Sitti Raby Rezky,
Malihah Ramadhani Rum, Andi Rezky Hudayah atas pengertian,
ix
kasabaran, semangat dan motivasi yang senantiasa diberikan kepada
penulis.
Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih yang tak terhinggga kepada kedua orang tua penulis:
- Ayahanda Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H., M.H. yang telah membesarkan,
mendidik, membimbing dan mendukung penulis dengan penuh kasih
sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
- Ibunda tercinta A. Fatmawati, S.H., M.H. yang telah melahirkan, mendidik,
membesarkandan mendukung penulis dengan penuh kasih sayang
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selain mereka masih banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dan perhatiannya, khususnya selama penulisan skripsi ini . semuanya
tentu tidak dapat ditulis satu per satu pada lembaran ini, kecuali
menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga segala
bantuan yang diberikan oleh semua pihak mendapat imbalan yang
setimpal dari Allah SWT. Amin.
Penulis
Andi Bau Inggit AR
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ...................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 10
D. KegunaanPenelitian .......................................................................... 10
E. Metode Penelitian .............................................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS PELAKSANAAN
PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DPRD .................... 14
A. Tinjauan Pustaka Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan .......................................................................................... 14
a. Pendapat Para Ahli Tentang Asas-Asas Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan ................................................. 27
b. Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Tata Tertib DPRD .......... 32
xi
B. Analisis Pelaksanaan Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD
Bulukumba ........................................................................................ 39
a. Awal Proses Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD
Bulukumba .................................................................................. 40
b. Hal-Hal yang disesuaikan Oleh Peraturan Tata Terib DPRD
Bulukumba dengan PP No. 16 Tahun 2010 ................................. 41
BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS SUBSTANSI (Materi
Muatan) PERATURAN TATA TERTIB DPRD .............................. 48
A. Tinjauan Pustaka Teori Hirarki Atau Perjenjangan Peraturan
Perundang-Undangan ..................................................................... 48
B. Analisis Substansi (Materi Muatan) Peraturan Tata Tertib
DPRD Bulukumba Dikaitkan Dengan Peraturan Dasarnya .............. 52
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 69
A. KESIMPULAN ............................................................................ 70
B. SARAN ...................................................................................... 71
DAFTAR PUSAKA .................................................................................... 72
LAMPIRAN................................................................................................ 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik. Negara Kesatuan Republik Indonesia ini terbagi atas
daerah-daerah provinsi dan selanjutnya daerah provinsi itu terbagi lagi
menjadi kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah
sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti Negara Indonesia sebagai
Negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan
dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi
Daerahnya masing-masing.
Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada UU Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah pusat yang meliputi politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama.
Selanjutnya setiap daerah dipimpin oleh Pemerintah Daerah yang
disebut Kepala Daerah yang dibantu oleh Wakil Kepala Daerah,
dimana untuk Provinsi disebut Gubernur dan wakilnya disebut Wakil
2
Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati dan wakilnya disebut Wakil
Bupati, dan untuk Kota disebut Walikota dan wakilnya disebut Wakil
Walikota.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disingkat (DPRD) adalah
bentuk lembaga perwakilan rakyat (parlemen) daerah
(provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama dengan
pemerintah daerah. DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah
(gubernur/bupati/walikota). Sejak diberlakukannya UU Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah tidak lagi
bertanggung jawab kepada DPRD, karena dipilih langsung oleh
rakyat melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala
daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. DPRD memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat.
1) Fungsi Legislasi
Fungsi ini diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945,
bahwa DPR-RI memegang kekuasaan membentuk
undang-undang. Presiden berfungsi sebagai mitra yaitu
setiap rancangan Undang-undang yang telah melalui
pembahasan bersama dan persetujuan bersama
terhadap rancangan Undang-undang menjadi undang-
undang sesuai Pasal 20 ayat (2) UUD NRI 1945.
3
Miriam Budiardjo (2008:323) menyatakan bahwa Menurut
teori yang selama ini berlaku tugas utama legislatif
terletak dibidang perundang-undangan, sekalipun ia tidak
mempunyai monopoli dibidang itu.
2) Fungsi Pengawasan
Dengan semakin berkurangnya pengaruh badan legislatif
di bidang legislatif, maka peranannya di bidang
pengawasan dan kontrol bertambah menonjol. Badan
legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan
eksekutif, agar sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkannya. Pengawasan dilakukan melalui sidang
panitia-panitia legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang
khusus, seperti hak bertanya, interpelasi, dan
sebagainya. Fungsi ini bersifat politis.
3) Fungsi Anggaran
DPRD mempunyai Kewenangan untuk memberikan
persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah
tentang RAPBD yang diajukan pemerintah daerah. Untuk
melaksanakan fungsi ini diperlukan pula kemampuan
terhadap masalah-masalah keuangan.
Anggota DPRD juga memiliki hak mengajukan rancangan
peraturan daerah, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul
dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas,
4
mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, protokoler, serta
keuangan dan administratif.
DPRD berhak meminta pejabat negara tingkat daerah,
pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat
untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi,
maka dapat dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan
perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi
tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling
lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
Anggota DPRD merupakan anggota partai politik peserta
pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum.
Jumlah anggota DPRD adalah sebagai berikut:
Untuk DPRD provinsi, berjumlah antara 35-100 orang.
Untuk DPRD kabupaten/kota, berjumlah antara 20-50 orang.
Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan keputusan
menteri dalam negeri sedangkan untuk DPRD kabupaten/kota
diresmikan dengan keputusan gubernur. Masa jabatan anggota
DPRD adalah 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota
DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, badan
musyawarah, komisi, badan legislasi daerah, badan anggaran,
badan kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan
dibentuk oleh rapat paripurna.
5
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD,
dibentuk sekretariat DPRD yang personelnya terdiri atas pegawai
negeri sipil. Sekretariat DPRD adalah penyelenggara administrasi
kesekretariatan, administrasi keuangan, pendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi DPRD, dan bertugas menyediakan serta
mengkoordinasikan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai
dengan kemampuan keuangan daerah. Sekretariat DPRD dipimpin
seorang sekretaris DPRD yang diangkat oleh kepala daerah atas
usul pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD secara teknis operasional
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD
dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah.
Fungsi sekretariat DPRD adalah sebagai berikut:
Penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD.
Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD.
Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD.
Penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli yang
diperlukan oleh DPRD.
Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu
pelaksanaan fungsi dan tugas DPRD secara profesional, dapat
diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para
pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi sekretariat
DPRD.Aturan mengenai pelaksanaan tugas DPRD diatur dengan
6
undang-undang, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD
Pada Pasal 43 ayat (8) UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa:
Tata Cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan Tata tertib DPRD
yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Pasal 344 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009
menentukan bahwa:
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Hal Ini berarti bahwa dalam melaksanakan tugas, wewenang
dan hak-haknya DPRD juga tunduk pada tata tertib sebagaimana
ditentukan dalam UU No. 27 Tahun 2009 Pasal 376 ayat (1) dan (2)
yang menentukan bahwa:
1) Tata tertib DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh DPRD kabupaten/kota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dilingkungan internal DPRD kabupaten/kota.
(3) Tata tertib DPRD kabupaten/kota paling sedikit memuat ketentuan tentang: a. pengucapan sumpah/janji; b. penetapan pimpinan; c. pemberhentian dan penggantian pimpinan; d. jenis dan penyelenggaraan rapat; e. pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang lembaga, serta hak dan kewajiban anggota; f. pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang
7
alat kelengkapan; g. penggantian antarwaktu anggota; h. pembuatan pengambilan keputusan; i. pelaksanaan konsultasi antara DPRD kabupaten/kota dan pemerintah daerah kabupaten/kota; j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat; k. pengaturan protokoler; dan l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli.
Ketentuan-ketentuan tersebut semakin mempertegas bahwa
DPRD dalam melaksanakan tugas, wewenang dan hak-haknya
mempunyai aturan sendiri yang mana aturan tersebut ditetapkan
sendiri oleh DPRD yang kemudian aturan tersebut berlaku hanya
untuk DPRD tersebut dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan. Sebagaimana asas hukum Lex Superior
derograt Lex inferiori peraturan DPRD tentang Tata tertib DPRD ini
tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dalam
hal ini PP No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan
Peraturan DPRD tentang Tata tertib DPRD. Peraturan Pemerintah ini
dianggap sebagai peraturan yang memayungi tata cara penyusunan
Peraturan Tata Tertib DPRD.
Namun demikian, proses pembentukan Peraturan Tata Tertib
DPRD ini masih saja menimbulkan beberapa problematika. Seperti
yang terjadi di DPRD kabupaten Bulukumba beberapa waktu lalu
yakni adanya masalah mengenai pembuatan peraturan yang
menyebabkan terjadinya kekosongan jabatan selama beberapa bulan.
8
Ketua DPRD Bulukumba yang merupakan anggota partai
Golkar, telah divonis oleh Mahkamah Agung (MA) satu tahun enam
bulan. sehingga jabatan ketua DPRD menjadi kosong, Sementara itu
pihak pengurus Golkar juga belum mengeluarkan pergantian antar
waktu (PAW) sehingga permasalahan tersebut berlarut-larut.Yang
menjadi pertanyaan adalah apakah jika jabatan ketua kosong DPRD
tidak dapat berjalan? Jawabannya adalah jelas dapat karena ketua
hanya merupakan salah satu unsur Pimpinan DPRD, selain ketua ada
dua wakil ketua yang akan membagi tugas untuk mengerjakan tugas
pimpinan yang berhenti untuk sementara waktu hingga diresmikannya
pengangkatan ketua DPRD yang baru. Namun ini tidak berarti bahwa
kekosongan itu harus terjadi sekian lama, karena sesuai dengan
ketentuan yang diatur oleh UU No. 27 Tahun 2009 dan PP No. 16
Tahun 2010 telah ditentukan bagaimana mekanisme pemberhentian
pimpinan DPRD sehingga tidak perlu waktu yang begitu lama untuk
mengangkat ketua yang baru. Terjadinya hal ini tentu saja
dikarenakan adanya masalah dalam pelaksanaan suatu aturan.
Selain itu terdapat pula fakta bahwa materi muatan Peraturan Tata
Tertib DPRD kabupaten Bulukumba bertentangan dengan PP No.16
Tahun 2010 khususnya yang berkenaan dengan ketentuan Pasal 78
ayat 5 tentang ketentuan kuorumnya.
Semestinya hal yang seperti ini tidaklah harus terjadi, jika saja
peraturan mengenai tata tertib DPRD sudah mengakomodasi semua
9
kemungkinan-kemungkinan permasalahan yang akan muncul di
kemudian hari.
Hal ini harus mendapatkan perhatian serius dari pihak terkait,
mengingat bahwa keberadaan DPRD sangat berpengaruh dalam
pembangunan daerah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan ini
kedalam sebuah karya tulis skripsi sebagai tugas akhir penulis dalam
menyelesaikan pendidikan strata I pada Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin dengan mengangkat judul : Tinjauan Yuridis Terhadap
Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Bulukumba.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, dan untuk memberikan
batasan dalam proses penelitian maka penulis memilih beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan Penyusunan Peraturan
Tata Tertib DPRD Kabupaten Bulukumba?
2. Bagaimanakah materi muatan Peraturan Tata tertib DPRD
Kabupaten Bulukumba dikaitkan dengan Peraturan Dasarnya
(PP No. 16 Tahun 2010)?
10
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian pada penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan penyusunan
Peraturan DPRD Tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten
Bulukumba.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan materi muatan Peraturan
DPRD Tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Bulukumba sudah
sesuai dengan peraturan dasarnya.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan peneliatian pada penulisan
skripsi ini adalah :
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan/
sumbangan pemikiran bagi para pihak termasuk pembentuk
peraturan perundang-undangan dalam melakukan pembentukan
Peraturan DPRD Tentang Tata tertib DPRD, Khususnya DPRD
Kabupaten Bulukumba.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum terkhusus dalam
bidang Hukum Tata Negara, terkait mengenai pembuatan Tata
Tertib DPRD.
11
E. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Agar dapat menjawab rumusan masalah yang di angkat oleh
penulis pada penulisan skripsi ini, maka metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan empiris
(socio_legal) yaitu meneliti peraturan hukum dan pelaksanaan
penyusunan dan substansi PeraturanTata Tertib DPRD Kabupaten
Bulukumba.
Penulis melakukan penelitian pada kantor Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Bulukumba mengingat bahwa Peraturan
Tata Tertib yang menjadi objek penelitian merupakan Peraturan Tata
Tertib DPRD Kab. Bulukumba dan pada Kantor Gubernur Prov. Sul-Sel
bagian Biro Hukum dan HAM Setda Prov. Sulsel.
2. Jenis dan Teknik pengumpulan Bahan hukum
Bahan hukum pendukung dalam penelitian ilmiah yang penulis
lakukan terdiri atas 2 (dua) jenis bahan hukum, yakni:
a. Bahan Hukum primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh
secara langsung melalui wawancara dengan para nara sumber
yang sesuai dengan bidangnya yang terkait dengan penelitian
penulis, dalam hal ini adalah beberapa anggota DPRD kabupaten
Bulukumba, Staff Biro Hukum dan HAM Setda Prov. Sulsel.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh pada Kantor DPRD
Kabupaten Bulukumba mengenai pelaksanaan pembuatan dan
12
implementasi peraturan Tata Tertib DPRD, dan data-data yang
juga diperoleh penulis pada berbagai literatur yang terkait dengan
penelitian penulis.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan
data berdasarkan metode penelitian lapangan (field research) dan
penelitian kepustakaan (library research). Penelitian lapangan (field
research), yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan dalam hal ini di
DPRD dengan melakukan pengambilan data langsung melalui
wawancara. Sedangkan Penelitian kepustakaan (library research),
yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data skunder yang
berhubungan dengan penelitian penulis yaitu peraturan perundang-
undangan (Bahan Hukum Primer) dan berbagai literatur (Bahan
Hukum Sekunder) yang terkait dengan penelitian penulis.
Metode penarikan sample yang digunakan yaitu Purposive
sampling (Soerjono Soekanto, 1986:196). Karena jumlah Anggota
DPRD Bulukumba berjumlah 40 orang,Maka penulis menentukan
yaitu1(satu) orang dari setiap fraksi di DPRD Kabupaten Bulukumba,
seperti diketahui bahwa setiap anggota DPRD selalu merupakan
anggota dari 1(satu) fraksi tertentu di DPRD. Berhubung oleh karena
fraksi di DPRD Bulukumba adalah 4(empat), maka sample dari
anggota DPRD adalah 4 (empat) orang, kemudian 1(satu) orang dari
sekretariat DPRD sehingga keseluruhan sample berjumlah 6 (enam)
orang.
13
3. Analisis Data
Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder diolah terlebih
dahulu dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskripsi untuk
menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan
permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini, kemudian
menarik suatu kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS PELAKSANAAN
PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DRPD BULUKUMBA
A. Tinjauan Pustaka Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, adanya
peraturan perundang-undangan yang baik akan banyak menunjang
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sehingga lebih
memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan negara yang kita inginkan.
Adapun berbagai pandangan tentang tujuan negara antara lain:
menurut Roger H. Soltau, Harold J. Laski, Plato, Aristoteles dan John
Lock, Aminuddin menyimpulkan bahwa tujuan negara setidak-tidaknya
adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya,
sehingga secara teoritis dapat dikemukakan bahwa semua negara
pada prinsipnya mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan
kesejahteraan bagi warganya meskipun dengan penekanan yang
berbeda baik pada masa dahulu, kini dan masa yang akan datang.
(Aminuddin ilmar, 2004:90)
Sedangkan untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan
yang baik sangat diperlukan adanya persiapan-persiapan yang matang
dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai materi muatan
yang akan diatur dalam perundang-undangan, dan pengetahuan
tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut di dalam
suatu peraturan perundang-undangan secara singkat tetapi jelas,
15
dengan suatu bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun
secara sistematis, tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimat-kalimatnya.
Pengertian peraturan perundang-undangan menurut D.W.P.Ruiter
dalam A. Hamid S. Attamimi, (1990 : 314) bahwa peraturan
perundang-undangan mengandung 3 unsur yaitu :
a. Norma hukum (rechtsnormen)
b. Berlaku ke luar (naar buitn werken) ; dan
c. Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruimezin)
Oleh karena itu, pembentukan peraturan perundang-undangan pada
hakekatnya ialah pembentukan norma-norma hukum yang berlaku
keluar dan yang bersifat umum dalam arti yang luas.
Sementara Peraturan Tata Tertib DPRD merupakan peraturan yang
berlaku kedalam, dalam hal ini hanya berlaku pada internal DPRD.
Dengan demikian, artinya Peraturan Tata Tertib DPRD menurut D.W.P.
Ruiter bukan merupakan peraturan Perundang-undangan. Namun
Selanjutnya, perlu dikemukakan tentang Norma yang ada di dalam
peraturan perundang-undangan, yaitu mengandung salah satu sifat-
sifat yaitu:
1) Perintah (gebod)
2) Larangan (verbod)
3) Pengizinan (toestemming) ; dan
4) Pembebasan (vrijstelling) (A. Hamid S. Attamimi, 1990:314)
16
Sifat norma hukum yang empat beserta pengembangannya itulah
yang biasanya tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana pada Pasal 1 Ketentuan Umum UU No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sbb:
“(2)peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum”.
Adapun hirarki peraturan perundang-undangan pada UU No. 10 Tahun
2004 Pasal 7 ayat (1 & 4) sbb:
“(1)Jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: a. Ungang-undang dasar NKRI tahun 1945; b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Penggganti undang-
undang; c. Peraturan pemerintah; d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah; (4)jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.
dari teori yang dikemukakan diatas mengenai unsur peraturan
perundang-undangan menurut D.W.P Ruiter dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sejak tahun 2004 diatas, rupanya
tidak mengkatergorikan peraturan DPRD tentang Peraturan Tata
Tertib DPRD sebagai Peraturan Perundang-undangan.
Namun menurut Achmad Ruslan norma hukum yang masuk dalam
kategori atau kualifikasi peraturan perundang-undangan adalah norma
17
hukum yang memenuhi secara integral sembilan karakteristik dasar
berikut ini:
1. Mengatur perilaku para subjek hukum yang bersifat imperatif dalam
pengartian perintah untuk melakukan sesuatu yang lazim disebut
kewajiban atau perintah untuk tidak melakukan sesuatu yang lazim
disebut larangan disertai ancaman sanksi (perdata dan/atau
administratif) serta yang bersifat fakultatif;
2. Berlaku kedalam dan keluar dalam rangka pemenuhan hak asasi
manusia;
3. Bersifat mengikat(mengikat umum atau impersonal dari segi
subjeknya);
4. Objek yang diaturnya bersifat abstrak dan/konkrit;
5. Melembangakan suatu tatanan nilai-nilai hukum tertentu yang
bersifat intrinsik;
6. Menentukan atau memastikan segi waktu keberlakuannya, yaitu
bersifat terus-menerusatau untuk waktu tertentu saja tapi tidak
einmaghlig;
7. Menentukan atau memastikan segi tempat keberlakuannya, yaitu
bersifat teritorialistik;
8. Menentukan atau memastikan mekanisme atau prosedur
pembentukannya sesuai dengan dasar pembentukannya yang di
dalamnya memuat pula organ pelaksana/penegaknya; dan
18
9. Menentukan dan memastikan dasar validitas pembentukannya dari
norma hukum yang membentuknya(aspek hirarkis) serta dana
penegakannya.( Achmad Ruslan, 2011:40 - 41)
D.W.P Writer hanya menentukan 3 unsur yang harus terkandung
dalam peraturan perundang-undangan salah satunya adalah berlaku
keluar, sementara menurut Achmad Ruslan terdapat 9 karakteristik
yang harus terpenuhi secara integral untuk dapat dikategorikan
sebagai peraturan perundang-undangan, yakni salah satunya adalah
juga berlaku kedalam. Kesembilan karakteristik di atas mutlak
terpenuhi secara teoritis dalam suatu norma hukum untuk dapat
dikualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan. Selain itu
karakteristik peraturan perundang-undangan tersebut dapat menjadi
dasar teoritis membedakan suatu norma apakah ia terkualifikasi
sebagai peraturan perundang-undangan atau bukan. Mengingat
terdapat beragam jenis norma hukum selain peraturan perundang-
undangan, misalnya, putusan hakim, perbuatan administrasi yang
berkategori keputusan administrasi Negara(beschikking) dan lain-lain.
Adapun ketentuan yang berlaku saat ini mengenai pembentukan
peraturan perundang-undangan adalah UU No. 12 Tahun 2011 yakni
pengganti UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 1 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menentukan sbb:
19
“(2)Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan di bentuk atau di tetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan”.
Adapun jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan menurut UU
No. 12 Tahun 2011 adalah sebagai berikut:
Pasal 7
“(1)Jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: a. Ungang-undang dasar NKRI tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Penggganti undang-
undang; d. Peraturan pemerintah; e. Peraturan Presiden f. Peraturan Daerah Provinsi; g. Peraturan Daerah Kbupaten/kota”
Pasal 8 :
“(1)Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. (2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan”.
Dari pasal tersebut diatas sudah diatur mengenai jenis peraturan
perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud oleh pasal 7 ayat
(1). Dengan demikian peraturan yang ditetapkan oleh DPRD selain
20
Peraturan Daerah yakni Peraturan Tata Tertib DPRD termasuk juga
sebagai jenis peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut:
“(1)Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan atau penetapan , dan pengundangan”.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa yang dimaksud
pembentukan peraturan perundang-undangan adalah peraturan yang
dibentuk mulai dari perencanaan sampai dengan pengundangan.
Dengan demikian Peraturan Tata Tertib DPRD pun berlaku ketentuan
diatas.
Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang
adalah Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.Keberadaan
Peraturan Pemerintah hanya untuk menjalankan Undang-Undang.
Secara yuridis konstitusional tidak satupun Peraturan Pemerintah
yang dikeluarkan dan/atau ditetapkan oleh Presiden di luar perintah
dari suatu Undang-Undang.
Selanjutnya mengenai aspek-aspek hukum yang berkaitan
dengan teori prundang-undangan, yaitu aspek fungsi perundang-
undangan. Fungsi peraturan perundang-undangan menurut Bagir
21
Manan ada dua kelompok utama fungsi peraturan perundang-
undangan yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal sebagai berikut:
1. Fungsi internal
Fungsi internal merupakan fungsi sebagai subsistem hukum
(hukum perundang-undangan) terhadap sistem kaidah hukum
pada umumnya. Secara internal peraturan perundang-
undangan menjalankan beberapa fungsi yaitu:
a. Fungsi penciptaan hukum (rechtschepping) yang
melahirkan sistem kaidah hukum yang berlaku umum
dilakukan atau terjadi melalui beberapa cara yaitu melalui
keputusan hakim(yurisprudensi), kebiasaan yang timbul
dalam rakyat kehidupaan masyarakat atau negara, dan
peraturan perundang-undangan. Secara tidak langsung
hukum dapat pula terbentuk melaui ajaran hukum (doktrin)
yang diterima dan digunakan dalam pembentukan hukum
b. Fungsi pembaharuan hukum
Pembentukan perundang-undangan dapat di rencanakan
sehingga pembaharuan hukum dapat pula di rencanakan.
c. Fungsi integrasi
Pembaharuan sistem hukum nasional adalah dalam rangka
mengintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut
sehingga tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu
sama lain
22
d. Fungsi kepastian hukum
Kepastian hukum merupakan asas penting dalam tindakan
hukum dan penegakan hukum.telah menjadi pengetahuan
umum, bahwa peraturan perundang-undangan dapat
memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dari pada
hukum kebiasaan dan hukum adat atau hukum
yurisprudensi.
2. Fungsi eksternal
Fungsi eksternal sebagai ketentuan peraturan perundang-
undangan dengan lingkungan tempatnya berlaku. Fungsi ini
dapat disebut fungsi sosial hukum. Dengan demikian berlaku
juga terhadap hukum kebiasaan dan hukum adat serta hukum
Yurisprudensi. Fungsi sosial ini akan lebih baik dipergunakan
oleh peraturan perundang-undangan karena berbagai
pertimbangan yaitu:
a. Fungsi Perubahan
Fungsi perubahan ini, yaitu hukum sebagai sarana
rekayasa sosial (Law as a tool of social Engineering) adalah
peraturan perundang-undangan diciptakan atau dibentuk
untuk mendorong perubahan masyarakat di bidang
ekonomi, sosial, maupun budaya. Misalnya masyarakat
patrilineal atau matrilinieal dapat didorong menuju
23
masyarakat parental melalui peraturan perundang-
undangan di bidang perkawinan.
b. Fungsi Stabilisasi
Peraturan Perundang-undangan di bidang pidana, di
bidang ketertiban dan keamanan merupakan kaidah-kaidah
yang terutama bertujuan menjamin stabilitas masyarakat.
Kaidah stabilitas dapat pula mencakup kegiatan ekonomi
seperti pengaturan kerja, pengaturan tata cara
perdagangan dan sebagainya. Demikian pula di lapangan
pengawasan terhadap budaya luar, dapat pula berfungsi
menstabilkan sistem sosial budaya yang telah ada.
c. Fungsi Kemudahan
Fungsi kemudahan dapat berfungsi sebagai sarana
mengatur berbagai kemudahan (fasilitas) peraturan yang
berisi insentif seperti keringanan pajak, penundaan
persewaan atau penagihan pajak, penyederhanaan tata
cara perizinan, struktur permohonan dalam penanaman
modal merupakan kaidah kemudahan. Namun perlu
diperhatikan, tidak selamanya peraturan kemudahan akan
serta merta membuahkan tujuan pemberian kemudahan.
Dalam penanaman modal misalnya, selain kemudahan
seperti disebutkan di atas diperlukan juga persyaratan lain
seperti stabilitas politik,sarana dan prasarana ekonomi,
24
ketenagakerjaan dan sebagainya. (Bagir Manan, 1997:139-
144).
Peraturan pelaksanaan merupakan peraturan-peraturan yang
terletak dibawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang, dimana peraturan
pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi. Menurut F.A.M
Stroink dan J.G. Steenbeek dalam Ridwan (2006:756) menyebutkan
bahwa :
“hanya 2 cara organ pemerintah memperoleh wewenang, yaitu atribusi dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelumpahan wewenang yang telah ada oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada orang lain. Jadi delegasi secara logis selalu didahului atribusi, sedangkan mandat tidak dibicarakan mengenai penyerahan wewenang, didalam mandat tidak terjadi pula perubahan wewenang apapun, namun yang ada hanyalah hubungan internal. Dalam mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan adalah sangat penting oleh karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum (rechtelijke verantwording) dalam penggunaan wewenang tersebut seiring dengan salah satu prinsip dalam Negara hukum yaitu “tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban”.
Norma-norma hukum yang bersifat dasar yang biasanya di
tuangkan dalam undang-undang dasar sebagai” de hoogste wet” atau
hukum yang tertinggi, sedangkan hukum yang tertinggi di bawah
undang-undang dasar adalah undang-undang (gezets, wet,
law)sebagai bentuk peraturan yang di tetapkan oleh legislator
(legislative act). Namun oleh karena materi yang diatur dalam undang-
undang hanya terbatas kepada soal-soal yang umum, diperlukan pula
25
bentuk-bentuk peraturan yang lebih rendah (subordinate legislation)
sebagai peraturan pelaksana undang-undang yang bersangkutan.(Jimly
Asshiddiqie, 2001:402)
Berdasarkan prinsip pendelegasian norma hukum yang bersifat
pelaksanaan dianggap tidak sah apabila di bentuk tanpa didasarkan
atas delegasi kewenangan dari peraturan yang lebih tinggi.
Delegasi kewenangan dalam membentuk peraturan perundang-
undangan ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan
perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun
tidak.
Kewenangan untuk mengatur atau membuat aturan (regeling) pada
dasarnya domain kewenangan lembaga legislatif yang mana yang
terkandung dalam keputusannya merupakan norma-norma hukum yang
bersifat mengatur (regeling) dengan isi norma yang bersifat umum dan
abstrak itu dituangkan dalam bentuk tertulis tertentu yang disebut
peraturan perundang-undangan. Disebut peraturan(regels) karena
produk hukum tersebut memang merupakan hasil atau “output” dari
suatu rangkaian aktifitas pengaturan (regelling).
Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
pengaturan. Regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum
formil berupa peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa
26
unsur, yaitu merupakan suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum.
Ruang lingkup peraturan perundang-undangan telah ditentukan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Dari ketentuan diatas jelas bahwa peraturan pemerintah
merupakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari
Peraturan Tata Tertib DPRD karena Peraturan Tata Tertib DPRD
merupakan salah satu produk DPRD. Peraturan Tata Tertib ini
merupakan peraturan pelaksana Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun
2010.
Adapun dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik, yang meliputi :
a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. Kesesuaian antara jenis;hirarki dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasil gunaan;
f. Kejelasan rumusan; dan
g. Keterbukaan
Berdasarkan beberapa ketentuan UU No. 12 Tahun 2011,
tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa pengertian dari Produk
27
Hukum DPRD adalah Produk Peraturan Perundang-undangan yg
dibuat/dibentuk oleh DPRD berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
a. Pendapat para ahli tentang asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan
Asas-asas hukum dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan itu bahwa asas-asas hukum mengandung nilai-nilai hukum.
Van der Vies menyatakan bahwa di negara belanda asas hukum
pembuatan peraturan perundang-undangan berkembang melalui lima
sumber ialah saran-saran dari Raad Van Stad (semacam Dewan
Pertimbangan Agung Di Indonesia dahulu), bahan-bahan tertulis
tentang pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan
dalam sidang-sidang parlemen terbuka, keputusan-keputusan hakim,
petunjuk teknik perundang-undangan dan hasil akhir komisi
pengurangan dan penyederhanaan perturaan perundang-undangan,
dengan bahan hukum sekunder lainnya berupa kepustakaan di bidang
tersebut adalah sangat penting. (Attamimi, 1990:322)
Para ahli memandang bahwa asas tersebut di bagi menjadi asas-
asas yang bersifat formil dan asas-asas bersifat materil. Asas-asas
formil yaitu asas yang berkenaan dengan tata cara pembentukan dan
bentuknya, dan asas-asas mareril yaitu asas yang berkenaan dengan
materi muatan peraturan perundang-undangan. Pendapat ahli antara
sebagai berikut:
28
a. Montesquieu
Montesquieu mengemukakan bahwa hal-hal yang dapat di jadikan
asas-asas yakni sebagi berikut: (Attamimi 1990:322)
1. Gaya harus padat (concise) dan mudah (simple); kalimat-
kalimat bersifat kebesaran dan retorikal hanya merupakan
tambahan yang membingunkan.
2. Istilah yang diinginkan hendaknya sedapat-dapatnya bersifat
mutlak dan tidak relatif, dengan maksud menghilangkan
kesempatan yang minim untuk perbedaan pendapat yang
individual.
3. Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang riil dan
aktual, menghindarkan sesuatu yang metaforik dan hipotetik.
4. Hukum hendaknya tidak halus(not be sutple), karena hukum
dibentuk untuk rakyat dengan pengertian yang sedang; bahasa
hukum bukan latihan logika, melainkan untuk pemahaman yang
sederhana dari orang rata-rata.
5. Hukum hendaknya tidak merancukan pokok masalah dengan
pengecualian, pembatasan,atau pengubahan; gunakan semua
itu hanya apabila benar-benar diperlukan.
6. Hukum hendaknya tidak bersifat argumentatif/dapat
diperdebatkan; lebih berbahaya merinci alasan-alasan hukum,
karena hal itu akan lebih menimbulkan pertentangan-
pertentangan.
29
7. Lebih itu semua, pembentukan hukum hendaknya
dipertimbangkan masak-masak dan mempunyai manfaat
praktis, dan hendaknya tidak mensyaratkan sendi-sendi
pertimbangan dasar, keadilan dan hakekat permasalahan;
sebab hukum yang lemah, tidak perlu, dan tidak adil akan
membawa seluruh sistem perundang-undangan kepada nama
jelek dan menggoyahkan kewibawaan negara.
b. Jeremy Bentham
Jeremy Bentham mengemukakan ketidak sempurnaan
(interfections) yang dapat mempengaruhi undang-undang(statute
law) dan dapat dijadikan asas-asas bagi pembentukan peraturan
perundang-undangan. Ketidak sempurnaan tersebut dibagi dalam
dua derajat/tingkatan.
Ketidaksempurnaan derajat pertama disebabkan hal yang meliputi:
a Arti ganda(ambiguity)
b Kekaburan(abscurity)
c Terlalu luas(over butkines)
Sedangkan ketidak sempurnaan derajat kedua disebabkan hal-hal
yang meliputi:
1. Ketidaktepatan ungkapan (unsteadines in respect of expression)
2. Ketidaktepatan tentang pentingnya sesuatu(unsteadiness in
respect of import)
3. Berlebihan (redundancy)
30
4. Terlalu panjang lebar (long in dedness)
5. Membingungkan (entalement)
6. Tanda-tanda yang memudahkan pemahaman (nakedness in
respect of helps to intellection)
7. Ketidakteraturan (disordsliness)(Achmad Ruslan 2011:122-123)
c. Lon. L Fuller
Lon L. Fuller memandang dari sudut pembentuk peraturan
perundang-undangan, melihat hukum sebagai alat untuk mengatur
masyarakat. Tujuan pembentuk peraturan perundang-undangan akan
berhasil apabila ia sampai pada tingkat tertentu memperhatikan asas-
asas yang diambilnya principless of legality yaitu:
1. Tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang
bersifat ad-hoc.
2. Peraturan yang sudah dibuat itu harus diumumkan.
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apa
bila yang demikian itu tidak ditolak maka peraturan itu tidak bisa
dipakai untuk menjadi pedoman tingkah laku.
4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa
dimengerti.
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
6. Peraturan-peraturan tidak boleh mmengandung tuntutan yang
melebihi apa yang dapat dilakukan.
31
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan
sehingga menyebabkan seorang akan kehilangan orientasi.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.
Kedelapan asas tersebut lebih dari sekedar persyaratan adanya
suatu sistem hukum melainkan memberikan pengkualifikasian
terhadap sistem hukum yang mengandung moralitas tertentu.
(Satjipto Raharjo, 2006:51-52)
d. I. C. Van der Vlies
I. C. Van der Vlies membagi asas dalam pembentukan peraturan
perundang yang patut (beginselen van behoolijke rejel geving)
kedalam asas formal dan materiil yaitu:
Asas-asas formal meliputi:
1) Asas tujuan yang jelas(beginsel van duidendelijk doelstelling)
2) Asas organ/lembaga yang tepat(begisel van het juiste organ)
3) Asas perlunya pengaturan(het noodzakelijkheids beginsel)
4) Asas dapat dilaksanakan(het beginsel van uitvoerbaar heids
beginsel)
5) Asas consensus (het beginsel van consensus)
Asas-asas yang materiil meliputi:
1) Asas terminologi dan sistematika yang benar(het beginsel van
duidelijk terminologie an duiden delijke sistematiek)
32
2) Asas dapat dikenali(het beginsel van de kenbaarheid)
3) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het recht
gelijkkeheidsbeginsel)
4) Asas kepastian hukum (het rechtzekerheidz beginsel)
5) Asas pelaksanaan hukum yang sesuai dengan keadaan
individu(het beginsel van de individuele rechts bedeling).
Dalam Maria Farida, (1998:96-97)
b. Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Tata Tertib DPRD
Produk hukum DPRD adalah sebagai berikut:
1) Peraturan Daerah Prov/Kab/Kota
2) Peraturan Tata tertib DPRD
Peraturan Tata Tertib DPRD merupakan produk hukum DPRD yang
berbentuk Peraturan Perundang-undangan karena di bentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dalam
hal ini UU No.32 Tahun 2004, UU No. 27 Tahun 2009, serta PP No. 16
Tahun 2010.
Dasar hukum keberadaan tata tertib DPRD antara lain pada UU 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan UU No. 27 Tahun 2009
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berkikut pada UU No. 32 Tahun 2004:
pada Pasal 43 ayat (8)
33
“(8) Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan”.
Dalam menggunakan hak-hak DPRD, terdapat Tata cara yang
mengatur pelaksanaan hak tersebut. Dan Tata cara itu diatur oleh
Peraturan Tata Tertib DPRD, yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hal ini PP No. 16 Tahun
2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang
Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 45
Anggota DPRD mempunyai kewajiban:
a.mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undan
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati
segala peraturan perundang-undangan;
b.melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
c.mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di
daerah;
e.menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat;
f. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan.
g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya
selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral
dan politis terhadap daerah pemilihannya.
h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan
sumpah/janji anggota DPRD;
i. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan
lembaga yang terkait.
Selanjutnya pada Pasal 46 ayat (2)
34
(2) Pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang alat
kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Adapun pada ketentuan diatas mengenai kewajiban anggota
DPRD, terdapat ketentuan bahwa anggota DPRD wajib menaati
Peraturan tata tertib, kode etik dan sumpah/janji anggota DPRD,
selain itu pembentukan, susunan, tugas dan wewenang alat
kelengkapan pun diatur dalam peraturan tata tertib DPRD dengan
tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian peraturan tata tertib merupakan peraturan pelaksana dari
UU ini, dan pasal ini pun merupakan salah satu dasar hukum adanya
Peraturan tata tertib DPRD
Pasal 48 ayat 6
“Badan Kehormatan mempunyai tugas:
a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota
DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai
dengan Kode Etik DPRD;
b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD
terhadap Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta
sumpah/janji;
c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas
pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih;
d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi,
dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai
rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD”.
Dari ketentuan pasal diatas menjelaskan bahwa salah satu tugas
badan kehormatan adalah jika terdapat dugaan pelanggaran tata tertib
35
yang yang dilakukan oleh anggota DPRD. Pasal ini pun merupakan
salah satu dasar hukumnya.
Bagian Ketujuh, Penggantian Antarwaktu Anggota DPRD
Pasal 55
(1) Anggota DPRD berhenti antarwaktu sebagai anggota
karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara
tertulis; dan
c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan.
(2) Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu, karena:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6
(enam) bulan;
b. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau
melanggar kode etik DPRD;
d. tidak melaksanakan kewajiban anggota DPRD;
e. melanggar larangan bagi anggota DPRD;
f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana
paling singkat 5 (lima) tahun penjara atau lebih.
(3) Pemberhentian anggota DPRD yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur bagi anggota DPRD
provinsi dan kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota
bagi anggota DPRD kabupaten/kota untuk diresmikan
pemberhentiannya.
(4) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e
dilaksanakan setelah ada keputusan DPRD berdasarkan
rekomendasi dari Badan Kehormatan DPRD.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam
36
Peraturan Tata Tertib DPRD berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Pasal tersebut diatas juga merupakan dasar hukum
keberadaan Peraturan Tata Tertib DPRD, yang mana pasal ini
menegaskan bahwa ketentuan PAW anggota DPRD mengenai
pelaksanaannya akan diatur dalam Peraturan tata tertib DPRD.
Pada UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
tertuang dalam pasal:
Tugas dan Wewenang Pasal 344
(2)Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Pasal 346 ayat (3)
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Pasal 351 huruf (g) Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai kewajiban: g. menaati tata tertib dan kode etik; pasal 353 ayat (3) (3)Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan,serta tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRDkabupaten/kota diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
37
Pasal 355 ayat (6)
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan pimpinan DPRD kabupaten/kota diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Pasal 358
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hakinterpelasi diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kotatentang tata tertib.
Pasal 363
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hakangket diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Pasal 365
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hakmenyatakan pendapat diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Pasal 371
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan danrapat diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Pasal 375
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Bagian Kedua Belas, Tata Tertib dan Kode Etik. Paragraf 1
Tata Tertib Pasal 376
(1) Tata tertib DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh DPRD
kabupaten/kota dengan berpedoman pada peraturan
38
perundang-undangan. (2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
di lingkungan internal DPRD kabupaten/kota. (3) Tata tertib DPRD kabupaten/kota paling sedikit memuat
ketentuan tentang: a. pengucapan sumpah/janji; b. penetapan pimpinan; c. pemberhentian dan penggantian pimpinan; d. jenis dan penyelenggaraan rapat; e.pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang lembaga,
serta hak dan kewajiban anggota; f. pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang
alat kelengkapan; g. penggantian antarwaktu anggota; h. pembuatan pengambilan keputusan; i.pelaksanaan konsultasi antara DPRD
kabupaten/kota dan pemerintah daerah kabupaten/kota;
j.penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat;
k. pengaturan protokoler; dan l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentiansementara diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.
Dan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Selain pada Undang-Undang dan pasal-pasal tersebut di atas
kata “Tata Tertib” juga dimuat pada PP Nomor 16 tahun 2010
Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan
Rakyat DaerahTentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, yang secara khusus memuat aturan mengenai
Penyusunan Tata Tertib DPRD.
39
B. Pelaksanaan Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dprd Kabupaten
Bulukumba
Pada tahun 2009 Anggota DPRD Bulukumba yang dilantik
berjumlah 40 orang, dalam hal belum terbentuknya PimpinanDPRD
maka dibentuklah pimpinan DPRD sementara yang terdiri atas seorang
ketua dan seorang wakil ketua, jabatan ketua oleh A. Muttamar
mattotorang dan wakil ketua A. Edy Manaf. Pimpinan sementara ini
menjabat sampai dengan terbentuknya pimpinan tetap DPRD
Bulukumba. Dalam hal pelaksanaan hak, fungsi tugas dan
wewenangnya DPRD Bulukumba masih menggunakan Peraturan Tata
Tertib DPRD periode yang lalu, namun pada tahun 2010 ini telah
diberlakukan PP No. 16 tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan
Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD yang mana dalam PP ini
ditentukan dalam Pasal 118 ayat (1) sbb:
“(1)Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang telah ada sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
. Oleh karena itu anggota DPRD Kabupaten Bulukumba pun melakukan
perubahan terhadap Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba sesuai
dengan perintah dari Peraturan Pemerintah tersebut di atas yang
mana dari segi hirarki Peraturan Pemerintah tersebut merupakan
peraturan yang lebih tinggi dari Peraturan Tata Tertib DPRD, sehingga
ini merupakan suatu keharusan bagi DPRD Bulukumba untuk
40
mengubah/menyesuaikan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba
dengan PP No. 16 Tahun 2010. Penulis melakukan wawancara untuk
mengetahui bagaimana proses awal penyusunan Peraturan Tata
Tertib DPRD Bulukumba Periode 2009-2014 sampai akhirnya
ditetapkan.
a. Awal proses penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba
Menurut Banri Alang(wawancara, DPRD Bulukumba, 18 oktober
2011) dimulai pada bulan Mei 2010 dengan pembicaraan awal
antar para anggota DPRD bahwa PP No. 16 Tahun 2010 tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Peraturan Tata
Tertib DPRD telah ditetapkan dan artinya kita harus segera
menyesuaikan Peraturan Tata Tertib DPRD Kab. Bulukumba
dengan PP tersebut sebagai peraturan dasarnya. Dengan demikian
diadakanlah rapat diperluas untuk membicarakan hal tersebut, yang
kemudian diusulkan kepada badan musyawarah agar membentuk
Pansus (Panitia Khusus) untuk membahas Penyusunan Peraturan
Tata Tertib DPRD yang akan disesuaikan dengan PP No. 16 Tahun
2010. Oleh anggota DPRD yang lain Andi Juharta (wawancara,
DPRD Bulukumba, 18 Oktober 2011) mengatakan ini tidak
diusulkan, melainkan diawali dengan rapat Pimpinan Fraksi yang
kemudian hasil dari rapat pimpinan fraksi itu diusulkan kepada
Badan Musyawarah untuk dibentuk pansus. Sama seperti yang
diutarakan oleh ibu Banri Alang tadi, hanya saja beliau
41
menggunakan istilah rapat diperluas yang maksudnya adalah rapat
Pimpinan Fraksi.
PP No. 16/2010 ditetapkan pada tanggal 28 Januari 2010, dan
sesuai dengan ketentuan Pasal 118 ayat (2) yakni:
“(2)Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah ditetapkan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan”.
Dari ketentuan diatas artinya Peraturan Tata Tertib DPRD
Bulukumba sudah harus ditetapkan paling lambat tanggal 29 Maret
2010. Namun DPRD Kabupaten Bulukumba baru memulai proses
penyusunannya pada bulan Mei 2010 yang artinya sudah lewat 121
hari dari tanggal 28 januari. Sehingga sampai pada waktu
ditetapkannya Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba yakni
tanggal 26 Juli 2010 telah melewati 228 hari dari waktu
ditetapkannya PP tersebut. Hal ini jelas tidak sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur oleh PP No. 16 2010.
b. Hal-hal yang disesuaikan oleh Peraturan Tata Tertib DPRD
Bulukumba yang telah ada sebelumnya terhadap PP No. 16 Tahun
2010
Siswadi (wawancara, DPRD Bulukumba, 19 Oktober 2011)
beliau adalah Kabag Rapat dan Risalah DPRD Bulukumba, beliau
mengatakan bahwa semua ketentuan Peraturan Tata Tertib DPRD
yang lalu harus disesuaikan dengan PP No. 16/2010 secara
keseluruhan, karena PP tersebut merupakan acuan dasar dalam
42
mengubah/menyesuaikan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba.
Adapun hal-hal yang disesuaikan oleh Peraturan Tata Tertib DPRD
Bulukumba meliputi:
1) Ketentuan Umum
2) Fungsi, Tugas dan Wewenang
3) Keanggotaan
4) Pelasanaan Hak
(1) Hak Interpelasi
(2) Hak Angket
(3) Hak Menyatakan Pendapat
5) Pelaksanaan Hak Anggota
(1) Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah
(2) Hak Mengajukan Pertanyaan
(3) Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat
(4) Hak memilih dan dipilih
(5) Hak Membela Diri
(6) Hak Imunitas
(7) Hak Mengikuti Orientasi dan Pendalaman Tugas
(8) Hak Protokoler, Hak Keuangan dan Administratif
6) Fraksi
7) Alat Kelengkapan
8) Pimpinan DPRD
9) Badan Musyawarah
43
10) Komisi
11) Badan Legislasi Daerah
12) Badan Anggaran
13) Badan Kehormatan
14) Alat Kelengkapan lain berupa Pansus
15) Persidangan, Rapat dan Pengambilan Keputusan
16) Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah
17) Kode Etik
18) Larangan dan Sanksi
19) Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu, dan
Pemberhentian Sementara
20) Penyidikan
21) Pelaksanaan Konsultasi
22) Penerimaan Pengaduan dan Penyaluran Aspirasi
Masyarakat
23) Pelaksanaan Tugas Kelompok Pakar atau Ahli
24) Ketentuan Peralihan (tidak disesuaikan)
Hal tersebut diatas telah disesuaikan terhadap Peraturan Tata
Tertib DPRD Bulukumba Periode 2009-2014 yang dilakukan oleh
Pansus (Panitia Khusus). Dari hasil wawancara tehadap salah
seorang anggota DPRD yang berasal dari Fraksi Bulukumba
Bersatu Andi Juharta(wawancara, DPRD Bulukumba, 19 Oktober
2011) menyampaikan bahwa pembahasan mengenai Peraturan
44
Tata Tertib DPRD Bulukumba yang akan disesuaikan dengan PP
No. 16/2010 berlangsung selama 1(satu) bulan, dan materi yang
paling alot dibahas adalah mengenai proses penggantian
antarwaktu anggota dan ketua, mekanisme rapat dan pengambilan
keputusan. Muh. Bakti (wawancara, DPRD Bulukumba, 19 Oktober
2011) beliau adalah anggota DPRD yang berasal dari Fraksi
Demokrat, “menurutnya yang paling alot adalah PAW tentang
kuorumnya. Selanjutnya setelah Pansus melakukan pembahasan,
Pansus pun kemudian melakukan konsultasi kepada Gubernur
terlebih dahulu sebelum mengajukan Rancangan Peraturan Tata
Tertib DPRD Bulukumba dalam Rapat Paripurna untuk menetapkan
Rancangan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba tersebut
menjadi Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba tandasnya”. Hal
ini diatur dalam ketentuan Pasal 118 ayat 4 PP No.16/2010 yaitu:
“(4)Peraturan DPRD Kabupaten/Kota tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan setelah terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Gubernur”.
Hal ini merupakan bagian yang penting dalam proses
penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD, yang mana setelah
Pansus melakukan pembahasan dalam hal ini menyesuaikan
Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba dengan PP No. 16/2010,
Pansus kemudian melakukan konsultasi kepada Gubernur
mengenai hal ini baru setelah itu Rancangan Peraturan Tata Tertib
DPRD yang telah dikonsultasikan ini ditetapkan sebagai Peraturan
45
Tata Tertib DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD. Namun dari hasil
peneltian penulis pada Kantor Gubernur Prov. Sulsel bagian Biro
Hukum dan HAM mengenai jadwal konsultasi DPRD Bulukumba
dalam hal Peraturan Tata Tertib DPRD tersebut tidak terdapat surat
masuk mengenai hal tersebut dalam Buku Inventaris.
Hal ini tentu berkaitan dengan Faktor efektivitas hukum dan
penyebab kepatuhan. Faktor-faktor yang menjadikan peraturan itu
efektif atau tidak, dapat dikembalikan kepada 4(empat) faktor
efektivitas yaitu:
a. kaidah hukum atau peraturan itu sendiri
b. petugas yang menegakkannya
c. fasilitas yang di harapkan akan mendukung pelaksanaan kaidah
hukum dan
d. warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan
tersebut. Dalam Soerjono Soekanto Dan Mustafa Abdullah,
(1982:14).
Mengenai kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, apakah
penerbitan peraturan tertentu dalam hal ini peraturan tata tertib
DPRD Bulukumba sudah sesuai dengan persyaratan yuridis yang
ada? Jawabannya tentu tidak, dalam pelaksanaan penyusunan
peraturan tata tertib DPRD Bulukumba terjadi ketidak sesuaian
dengan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 118 ayat (1,2, dan
4) PP No. 16 Tahun 2010 sebagai peraturan dasarnya.
46
Selanjutnya mengenai penegak hukum, petugas penegak hukum
tidak dapat dipisahkan kedudukan dan kewenangannya dalam
peraturan perundang-undangan, dalam hal ini anggota DPRD
Bulukumba dalam melaksanakan perintah PP No. 16 Tahun 2010
dalam membuat peraturan Tata Tertib tidak terlaksana dengan
baik.
Dengan demikian tatanan hukum adalah suatu sistem norma
umum dan norma khusus yang satu sama lain dihubungkan
menurut prinsip bahwa hukum mengatur pembentukannya sendiri.
Setiap norma dari tatanan hukum ini dibentuk menurut ketentuan-
ketentuan dari norma yang lain, dan pada akhirnya menurut
ketentuan dari norma dasar yang membentuk kesatuan dari sistem
norma atau tatanan hukum ini.
Norma yang mengatur pembentukan norma lain”diterapkan”
dalam pembentukan norma lain tersebut. Pembentukan hukum
selalu merupakan penerapan hukum. Pembentukan norma hukum
biasanya merupakan penerapan norma hukum yang lebih tinggi,
yang mengatur pembentukannya, dan penerapan norma hukum
yang lebih tinggi biasanya merupakan pemebentukan norma hukum
yang lebih rendah yang ditentukan oleh norma hukum yang lebih
tinggi tersebut. Menurut hemat penulis, hal ini disebabkan antara
lain karena sumber daya manusia(SDM) yakni anggota DPRD
Bulukumba, sebagian besar memiliki Latar belakang pendidikan
47
yang bukan berasal dari bidang Ilmu Hukum, sehingga
pemahamannya mengenai ketentuan Perundang-undangan belum
memadai.Latarbelakang pendidikan, kesadaran akan hukum, dan
ketegasan Pimpinan juga sangat menetukan terlaksannya suatu
aturan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian perlu kiranya DPRD Bulukumba
mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai mekanisme
pembentukan peraturan Perundang-Undangan.
48
BAB III
TINJAUAN YURIDIS DAN ANALISIS MATERI MUATAN
PERATURAN TATA TERTIB DPRD BULUKUMBA DIKAITKAN
DENGAN PERATURAN DASARNYA (PP No. 16 Tahun 2010)
A. Tinjauan Pustaka Teori Hirarki atau Perjenjangan Peraturan
Perundang-undangan
Hans kelsen sebagai salah satu eksponen genre of legalpositivism
mengonstruksi suatu model mengenai stufenbau des rech atau the
hierarchy norms yang di jadikan referensi teoritis oleh banyak negara
dalam kontruksi tata urutan peraturan perundang-undangan. Hans
kensen mengkualifikasikan hukum sebagai sesuatu yang murni formil.
Jadi, tata hukum (legal order) adalah suatu sistem norma. Sistem
norma merupakan suatu susunan berjenjang (hirarkis)dan setiap norma
bersumber pada norma yang ada di atasnya yang membentuknya atau
yang memberi dan menentukan validasinya dan menjadi sumber bagi
norma yang ada di bawahnya. Norma dasar merupakan dasar tertinggi
validitas keseluruhan tata hukum. Dalam Achmad Ruslan (2011:44-45);
lihat juga (Hans Kelsen, 2011:179)
Teori stufenbau des recht atau the hirarchy of norms yang di
introdusir Hans Kelsen di atas dapat di maknai:
1. Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah harus
bersumber atau memiliki dasar atau falidasi dari suatu peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi;
49
2. Isi atau materi muatan peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tidak boleh menyimpangi atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (Bagir
Manan, 2001:113)
Terkait dengan substansi norma dasar, Hans Kelsen membedakan
dua jenis norma atau sistem norma. Yakni sistem norma statis yaitu
sistem yang melihat suatu norma dari segi isi atau materi muatan
norma itu sendiri. Isinya menunjukkan kualitas yang terbukti secara
langsung menjamin validitasnya. Sedangkan sistem norma dinamis
adalah sistem yang melihat suatu norma yang pembentukannya
sesuai dengan prosedur oleh yang ditentukan oleh konstitusi. Dengan
perkataan lain norma dalam perspektif sistem norma dinamis adalah
norma yang dilahirkan oleh pihak yang berwenang untuk membentuk
norma tersebut yang tentu saja norma tersebut dari norma yang lebih
tinggi.
Istilah”materi muatan untuk pertama kali di pergunakan oleh
A.Hamid S. Attamimi. Sebagai terjemahan dari atau padanan
istilah”het onder werp”. Materi mutan sebuah peraturan perundang-
undangan negara dapat di tentukan atau tidak, bergantung pada
sistem pembentukan peraturan perundang-undangan negara tersebut
beserta latar belakang sejarah dan sistem pembagian kekuasaan
negara yang menentukannya.
50
Materi muatan peraturan pemerintah (PP) berisi materi ketentuan
untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Sebagaimana pada UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Bab II tentang asas pembentukan peraturan
perundang-undangan berisi Pasal 5 dan 6, ditentukan bahwa dalam
membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baik. Asas yang di maksud itu meliputi:
a. Kejelasan tujuan
Yang di maksud adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuaan yang jelas yang
hendak di capai.
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
Yang di maksud adalah bahwa setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan perundang-undaangan tersebut dapat di
batalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat yang tidak berwenang.
c. Asas kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan
Yang di maksud adalah bawha dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
51
muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hirarki peraturan
perundang-undangan.
d. Asas dapat dilaksanakan
Yang di maksud adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas
peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat,
baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. Asas kedayagunaan dan kehasil gunaan
Yang di maksud adalah bawha setiap peraturaan perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan
Yaitu bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta
bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
g. Asas keterbukaan
Adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
52
transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Peraturan pemerintah adalah peraturan yang dibentuk sebagai
peraturan yang menjalankan undang-undang baik secara tegas
maupun tidak tegas menyebutnya, Oleh karena itu materi muatan
peraturan pemerintah adalah keseluruhan materi muatan undang-
undang yang di limpahkan kepadanya, atau perkataan lain peraturan
pemerintah adalah sama adalah materi muatan undang-undang
sebatas yang dilimpahkan kepadanya.
B. Analisis Materi Muatan Peraturan Tata tertib DPRD Kabupaten
Bulukumba dikaitan dengan Peraturan Dasarnya.
Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba periode 2009-2014 telah
mengalami perubahan atas perintah PP No. 16 Tahun 2010 yang
mana PP ini baru saja ditetapkan pada tanggal 28 januari 2010.
Adapun hal-hal yang diubah adalah segala hal yang pada Tata Terib
sebelumnya belum diatur atau telah diatur tetapi memerlukan
perubahan. Berikut ini analisis hukum mengenai kesesuaian substansi
PP No. 16 Tahun 2010 dengan substansi Peraturan Tata Tertib DPRD
Bulukumba Periode 2009-2014, yang tidak sesuai antara lain:
53
1) Ketentuan Mengenai Hak Interpelasi :
Pasal 11 ayat (1 s/d 3) PP No. 16 Tahun 2010 menentukan:
“(1)hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diusulkan oleh : paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD kabupaten/ kota yang lebih dari 1 (satu) fraksi untuk DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan diatas 35 (tiga puluh lima) orang
(2)usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekertariat DPRD.
(3)usul sebagai maksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya” a. Materi kebijakan dan/ pelaksanaan kebijakan pemerintah
daerah yang akan dimintakan keterangan b. Alasan permintaan keterangan”.
Pasal 11 ayat (3) tersebut diatas tidak termuat dalam Peraturan Tata
Tertib bagian kesatu, hak interpelasi, Pasal 9 sebagaimana berikut ini:
“(1)Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (1) huruf a diusulkan oleh paling sedikit 7(tujuh) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
(2)usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas ditandatangani oleh pengusul serta diberikan nomor pokok oleh sekertariat DPRD.
(3)usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh pimpinan DPRD disampaikan pada rapat paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah”.
Dari hasil analisis, Pasal 9 Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba
tersebut diatas tidak menyesuaikan secara keseluruhan materi muatan
dari peraturan dasarnya yaitu PP No. 16 Tahun 2010. Materi yang
tidak termuat tersebut merupakan aturan yang seharusnya ada karena
itu merupakan perintah bahwa dalam menggunakan hak interpelasi
sekurang-kurangnya disertai dokumen berupa materi pelaksanaan
kebijakan pemerintah daerah yang akan dimintakan keterangan dan
54
alasan permintaan keterangan, sehingga DPRD tidak dapat semena-
mena menggunakan Haknya tanpa dasar, pada ayat inilah dasar
hukum diperlukannya dasar bagi DPRD dalam meminta keterangan
terhadap Pemerintah.
2) Ketentuan Mengenai Hak Angket
Peraturan Tata Tertib DPRD bagian kedua, Hak Angket, Pasal 12 yang
materi muatannya juga tidak sesuai dengan peraturan dasarnya yakni
Pasal 14 PP No. 16 Tahun 2010,
Pasal 14 ayat (3) PP No. 16 tahun 2010 sebagai berikut:
“(3)usul sebagaimana di maksud pada ayat (1) mengenai hak angket disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya: a. Materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (3) atau
Pasal 349 ayat (3) undang-undang No. 27 tahun 2009 tentang majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dan
b. Alasan penyelidikan”.
Namun pada Pasal 12 Peraturan Tata Tertib DPRD sebagaimana
pada pasal sebelumnya, Pasal diatas (14) tidak termuat dalam
ketentuan yang seharusya termuat dalam Peraturan Tata Tertib DPRD
yakni mengenai dokumen yang menjadi dasar dari usul pelaksanaan
hak angket.
3) Ketentuan Mengenai Hak Menyatakan Pendapat
(1) Pasal 20 ayat (3) PP No. 16 Tahun 2010 juga tidak termuat dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD dalam hal ini pasal 18, bagian ketiga,
Hak Menyatakan Pendapat. Dengan demikian jelas bahwa materi
55
muatan peraturan tata tertib DPRD mengenai Pelaksanaan Hak
DPRD tidak memuat secara utuh materi muatan dari PP No. 16
Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib
DPRD dan ini akan berpengaruh terhadap pelaksanaan dari
Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba.
(2) Pasal 21 ayat (5 dan 6) PP No. 16 Tahun 2010 tidak termuat
dalam Pasal 18 Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba tentang
hak menyatakan pendapat, yang mana ayat ini penting untuk
dimuat karena ini mengenai penegasan bahwa yang menerima
atau menolak usul pernyataan pendapat untuk menjadi pendapat
adalah rapat paripurna DPRD dan yang seharusnya dimuat dalam
keputusaan tersebut diatur pada ayat 6 ini namun tidak termuat
dalam Peraturan Tata Tertib. Dengandemikian materi muatan dari
Peraturan Tatib DPRD Bulukumba ini tidak sesuai dengan PP No.
16 Tahun 2010 khususnya mengenai Hak Menyatakan Pendapat.
Oleh karena itu perlu kiranya pasal ini dimuat secara utuh dalam
Peraturan Tatib DPRD ini jika dilakukan perbaikan.
4) Ketentuan Mengenai Orientasi dan Pendalaman Tugas:
Pasal 28 ayat 1-2 PP No. 16 Tahun 2010 sebagai berikut:
“(1)Anggota DPRD mempunyai hak untuk mengikuti orientasi pelaksanaan tugas sebagai anggota DPRD pada permulaan masa jabatannya dan mengikuti pendalaman tugas pada masa jabatannya.
(2)Anggota DPRD melaporkan hasil pelaksanaan orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pimpinan DPRD dan kepada pimpinan fraksinya”.
56
Pasal 27 tentang Hak Mengikuti Orientasi dan Pendalaman Tugas
Peraturan Tatib DPRD Bulukumba berisi satu ayat yakni:
“Setiap Anggota DPRD berhak untuk mengikuti orientasi dan pendalaman tugas baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah setempat, Sekretariat DPRD, Partai Politik maupun Perguruan Tinggi atau Lembaga lainnya yang Berbadan Hukum”.
Pasal 28 PP No. 16 berisi 2 ayat namun pada peraturan Tatib Pasal
27 hanya berisi 1 ayat saja, yang mana ketentuan yang tidak termuat
dalam Peraturan Tatib ini merupakan ketentuan yang mengatur bahwa
selelah menjalankan haknya anggota DPRD melaporkan hasil
pelaksanaan haknya tersebut sebagai wujud pertanggungjawaban dari
pelaksanaan hak tersebut diatas. Sehingga ayat 2 dari pasal 28 PP
No. 16 Tahun 2010 sudah semestinya termuat dalam pasal 27
Peraturan Tatib DPRD Bulukumba.
5) Ketentuan Mengenai Tugas Pimpinan DPRD:
Pasal 41 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2010 tentang tugas Pimpinan
DPRD berisi 11 (sebelas) huruf sebagai berikut:
“(1) Pimpinan DPRD mempunyai tugas: a. Memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang
untuk diambil keputusan; b. Menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan
pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua; c. Melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan
pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD.
d. Menjadi juru bicara DPRD e. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD f. Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan
lembaga/instansi lainnya.
57
g. Mengadakan konsultasi dengan kepala daerah dan pimpinan lembaga./instansi lainnya sesuai dengan keputusan DPRD;
h. Mewakili DPRD di pengadilan. i. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan
penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
j. Menyusun rencana anggaran DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan
k. Menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu.
Namun pada Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba Pasal 41 ayat
(1) tentang tugas Pimpinan DPRD hanya berisi 8 (delapan) huruf
sebagai berikut:
“(1)Pimpinan DPRD mempunyai tugas: a. Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk
mengambil keputusan. b. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja
antara ketua dan wakil ketua. c. Menjadi juru bicara DPRD d. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD e. Mengadakan konsultasi dengan bupati dan instansi pemerintah
lainnya sesuai dengan keputusan DPRD f. Mewakili DPRD dan atau alat kelengkapan DPRD di pengdilan. g. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan
sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
h. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam rapat paripurna DPRD.
Menurut analisis penulis, materi muatan Pasal 41 Peraturan Tatib
DPRD tidak sesuai dengan materi muatan PP No. 16 Tahun 2010
karena tidak memuat secara utuh isi dari ayat tersebut diatas yang
mana ketentuan diatas merupakan tugas yang artinya adalah suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh Pimpinan DPRD. Sebaiknya
58
Pasal 41 Peraturan Tatib ini segera disesuaikan dengan PP No. 16
Tahun 2010.
6) Ketentuan Mengenai Tugas Badan Musyawarah:
Pasal 47 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2010 mengenai tugas Badan
Musyawarah terdiri dari 7(tujuh) huruf sebagai berikut:
“(1)Badan Musyawarah mempunyai tugas: a. Menetapkan agenda DPRD untuk 1(satu) tahun sidang, 1(satu)
masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya;
b. Memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD;
c. Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan tugas masing-masing;
d. Menetapkan jadwal acara rapat DPRD; e. Memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan; f. Merekomendasikan pembentukan panitia khusus; dan g. Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna
kepada Badan Musyawarah”.
sedangkan pada pasal 43 ayat (1) terdiri dari 6(enam) huruf sebagai
berikut:
“(1)Badan Musyawarah mempunyai tugas: a. Memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja
DPRD, diminta atau tidak diminta; b. Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD; c. Memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul
perbedaan pendapat; d. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pimpinan
DPRD dalam menentukan garis kebijaksanaan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD;
e. Merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus; f. Melakukan musyawarah dengan Bupati mengenai hal-hal
yang berkenaan dengan penetapan acara serta pelaksanaannya apabila dianggap perlu oleh DPRD atau Bupati;
59
Menurut analisis penulis, dari kedua Pasal tersebut diatas jelas
bahwa materi muatan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba belum
sepenuhnya sesuai dengan yang tertuang dalam PP No. 16 Tahun
2010 sebagai peraturan dasarnya. Pasal ini memuat tugas Badan
Kehormatan yang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
Badan Kehormatan yang diperintahkan oleh PP No. 16 Tahun 2010,
peraturan ini merupakan peraturan dasarnya yang kemudian
dijabarkan kembali oleh Peraturan Tatib DPRD Bulukumba sebagai
pedoman bagi DPRD Bulukumba dan semestinya sesuai dengan yang
diperintahkan oleh PP tersebut. Pasal 43 Peraturan Tatib ini perlu
disesuaikan dengan peraturan dasarnya.
7) Ketentuan Mengenai Badan Kehormatan:
(1) Pasal 57 dan Pasal 58 huruf (a-c) PP No. 16 Tahun 2010 memuat
tentang tugas dan wewenang Badan Kehormatan. Pasal 57 ayat
(1) sebagai berikut:
“(1)Badan Kehormatan mempunyai tugas: a. Memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan
terhadap moral, kode etik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD;
b. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan tata tertib dan/atau kode etik DPRD;
c. Melakukan penyelidikan, verifikasi,dan klarifikasi atas pengaduan pimpinan DPRD,anggota DPRD, dan/atau masyarakat;dan
d. Melaporkan keputusan badan kehormatan atas hasil penyelidikan, verifikasi,dan klarifikasi sebagaimana di maksud dalam huruf c kepada rapat paripurna DPRD.
60
Pasal 58 PP No. 16 Tahun 2010 sebagai berikut:
“Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, Badan Kehormatan berwenang; a. Memanggil anggota DPRD yang diduga melakukan
pelanggaran kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD untuk memberikan klrifikasi atau pembelaan atas pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan;
b. Meminta keterangan pengadu, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait, termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain; dan
c. Menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik dan/atau peraturan tata tertib DPRD.
Pasal 53 Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba sebagai berikut:
“Badan Kehormatan mempunyai tugas: a. Mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para
anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan kode etik DPRD.
b. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan perundang-undangan, kode etik, dan peraturan tata tertib DPRD
c. Melakukan penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi atas pengaduan pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih.
d. Menyampaikan laporan atas keputusan Badan Kehormatan kepada rapat paripurna DPRD.dan
e. Dapat menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik DPRD.
Pasal 54 Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba sebagai berikut:
“Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan berwenang:
a. Memanggil anggota DPRD yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan.
b. Meminta keterangan pelapor, saksi dan/atau pihak-pihak lain yang terkait, termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain. Menurut analisis penulis, materi muatan Pasal 53 Peraturan
Tatib DPRD Bulukumba tentang tugas Badan Kehormatan yang
berisi 5 huruf dan Pasal 54 tentang wewenang Badan Kehormatan
61
yang terdiri atas 2 huruf tidak sesuai dengan materi muatan dari
Pasal 57 ayat (1) dan Pasal 58 PP No. 16 Tahun 2010. Pada Pasal
53 Peraturan Tatib mengenai tugas Badan Kehormatan berisikan 5
huruf yang mana semestinya hanya 4 huruf, akan tetapi pada
Pasal ini ditambahkan 1 huruf yang mana materinya merupakan
ketentuan yang seharusnya ada pada Pasal 54 Peraturan Tatib
DPRD Bulukumba yakni tentang wewenang Badan Kehormatan.
Dengan demikian jelas bahwa tatib menempatkan materi yang
seharusnya ada pada wewenang tetapi diletakkan pada tugas, hal
ini jelas berbeda karena tugas merupakan suatu kewajiban yang
harus dilakukan sementara wewenang merupakan hak. Sebaiknya
materi muatan dari pasa 53 dan 54 Peraturan Tatib ini diadakan
penyesuaian dengan peraturan dasarnya yakni PP No. 16 Tahun
2010.
(2) Mengenai pengaduan kepada Badan Kehormatan yaitu Pasal 60
ayat (2) PP No. 16 Tahun 2010 menentukan sebagaimana berikut:
“(2)Pimpinan DPRD wajib menyampaikan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Badan
Kehormatan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
tanggal pengaduan diterima”.
Pasal 55 ayat (1) huruf c menentukan sebagai berikut:
“(c)Pimpinan DPRD dapat menyampaikan pengaduan / pelaporan kepada Badan Kehormatan untuk ditindaklanjuti”.
Sebagaimana ketentuan pada Pasal 60 ayat (2) diatas secara
jelas tertulis bahwa Pimpina DPRD wajib menyampaikan
62
pengaduan kepada badan kehormatan, namun pada ketentuan
Pasal 55 ayat (1) menuliskan kata dapat, yang mana ke dua kata
itu (wajib dan dapat) memiliki makna yang berbeda yaitu wajib
artinya harus dalam istilah hukumnya adalah kewajiban yakni
sesuatu yang harus dilakukan. Sedangkan kata dapat tidak
bermakna harus.
8) Ketentuan Mengenai Alat Kelengkapan
Pasal 63 PP No. 16 Tahun 2010 bagian ke-delapan tentang alat
kelengkapan lain, dalam hal ini Panitia Khusus yang mana dalam
ketentuan Pasal tersebut menegaskan bahwa Panitia Khusus dibentuk
oleh DPRD yang ditetapkan dalam rapat paripurna dengan keputusan
DPRD. Namun pada Pasal 57 Peraturan Tatib hanya menyebutkan
Pimpinan DPRD dapat membentuk Pansus, tanpa menjabarkan lebih
lanjut seperti pada PP No.16/2010 dan adapun ketentuan pada PP
yang menyebutkan Pansus dalam melaksanakan tugasnya dibantu
oleh sekretariat DPRD. Namun pada Peraturan Tatib ketentuan ini
tidak dimuat. Sebagaimana hasil penelitian penulis, Pansus dalam
pembahasan Peraturan Tatib DPRD Bulukumba tidak dibantu oleh
sekretariat DPRD dalam hal ini pegawai Pemda. Pansus menunjuk
sekretaris sendiri yang bukan pegawai, yaitu anggota DPRD sendiri.
Menurut penulis, ini berarti materi muatan dari PP No.16 Tahun
2010 tidak termuat secara jelas dan utuh dalam Pasal 57 Peraturan
Tatib DPRD Bulukumba. Sehingga sekretariat DPRD tidak ikut dalam
63
pembahasan yang dilakukan oleh pansus, karena pansus
menggunakan sekretaris Pansus tersendiri.
9) Ketentuan Mengenai Rapat
Pasal 75 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2010 Bab VIII Bagian Kedua yaitu
tentang Rapat, yang berbunyi sebagai berikut:
“(1)setiap anggota DPRD wajib menghadiri rapat DPRD, baik rapat paripurna maupun rapat alat kelengkapan sesuai dengan tugas dan kewajibannya”. Pada Peraturan Tata Tertib DPRD Bab VIII Bagian Kedua yaitu
tentang Rapat tidak ada 1 (satu) ayat pun yang memuat ketentuan
sebagaimana ketentuan di atas, sementara Pasal 75 ayat (1) ini
merupakan ketentuan yang seharusnya ada dan seharusnya dipatuhi,
sebagai suatu kewajiban bagi setiap anggota DPRD sebagai wakil
rakyat. Namun karena Peraturan Tatib DPRD Bulukumba tidak
memuat ketentuan Pasal 75 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2010, maka
materi muatan Peraturan Tatib DPRD Bulukumba belum sepenuhnya
sesuai dengan peraturan dasarnya(PP No.16 Tahun 2010).
10) Ketentuan Mengenai Pengambilan Keputusan:
(1) Pasal 78 ayat (1) huruf b PP No. 16 Tahun 2010 sebagai berikut:
“(1) Rapat Paripurna memenuhi kuorum apabila: a. dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah
anggota DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
b.dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3(dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan pimpinan DPRD serta untuk menetapkan peraturan daerah dan APBD; atau
64
c. dihadiri oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota DPRD untuk rapat paripurna DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
Pasal 97 (2) huruf b Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba
sebagai berikut:
“(2) quorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila:
a. sekurang-kurangnya ¾(tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati.
b. Sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan Pimpinan DPRD, dan untuk menetapkan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”.
c. sekurang-kurangnya ½ (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD ditambah 1 (satu) untuk Rapat Paripurna DPRD selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b”.
Menurut analisis penulis, digunakannya kata “dan” pada
ketentuan dalam Pasal 78 ayat 1 huruf PP No.16/2010 bermakna
bahwa yang ditetapkan adalah peraturan daerah tentang apa saja
termasuk APBD. Sementara pada Pasal 97 ayat 2 huruf b
Peraturan Tatib DPRD Bulukumba menggunakan kata “tentang”
yang artinya yang ditetapkan hanyalah peraturan daerah mengenai
APBD saja, Sehingga untuk menetapkan Peraturan Daerah
mengenai hal lain seolah-olah tidak diatur. Dengan demikian jelas
bahwa materi muatan Pasal 97 ayat 2 Tatib DPRD Bulukumba tidak
sesuai dengan materi muatan dari Pasal 78 ayat 1 huruf PP No. 16
Tahun 2010.
(2) Pasal 78 ayat 5 PP No. 16 Tahun 2010 menentukan sebagai
berikut:
65
“(5)Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dan b untuk pelaksanaan hak angket, hak menyatakan pendapat, dan memberhentikan pimpinan DPRD, serta menetapkan peraturan daerah, rapat tidak dapat mengambil keputusan dan rapat paripurna DPRD tidak dapat diulang lagi”.
Pasal 98 ayat 3 Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba
menentukan sebagai berikut:
“(3)apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), quorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2) huruf a terkait dengan pelaksanaan hak angket, hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian Bupati atau Wakil Bupati dan pemberhentian Pimpinan DPRD, maka rapat sudah dapat mengambil keputusan dan Rapat Paripurna DPRD tidak dapat diulang lagi”.
Menurut analisis penulis, pada ketentuan dalam materi muatan
Pasal 78 ayat (5) PP No. 16 Tahun 2010 diatas untuk pelaksanaan
hak angket, hak menyatakan pendapat, menetapkan peraturan
daerah serta pemberhentian pimpinan DPRD jika tidak kuorum
setelah penundaan selama 3 hari, maka rapat tidak dapat
mengambil keputusan dan rapat tidak dapat diulang lagi. Namun
karena ketentuan mengenai usul pemberhentian kepala daerah dan
wakil kepala daerah tidak disebutkan berarti ketentuan tersebut
diatas tidak berlaku untuk usul pemberhentian kepala daerah/wakil
kepala daerah. Sehingga dapat dirumuskan bahwa ketentuan
mengenai usul pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah
tersebut dapat diambil keputusan dan rapat paripurna dapat diulang
66
lagi atau tidak dapat diulang lagi, Sedangkan untuk ketentuan
mengenai pemberhentian pimpinan DPRD berlaku ketentuan yang
tidak dapat mengambil keputusan dan tidak dapat diulang lagi.
Namun karena demikian maka masalah ini menemui jalan buntu,
karena tidak ada lagi upaya yang dapat dilakukan untuk
memberhentikan Pimpinan DPRD yang sudah tidak mungkin untuk
menjabat. Selain itu pada Pasal 98 ayat (3) Peraturan Tatib DPRD
sebagaimana diatas tidak memuat ketentuan mengenai peraturan
daerah selain APBD dan menyebutkan usul pemberhentian Bupati
dan/atau Wakil Bupati dengan ketentuan apabila tidak kuorum
maka rapat sudah dapat mengambil keputusan dan rapat tidak
dapat diulangi. Dengan demikian jelas bahwa materi muatan dari
pasal 98 ayat (3) ini tidak sesuai dengan peraturan dasarnya yaitu
PP No. 16 Tahun 2010, seharusnya materi muatan Peraturan Tatib
ini tetap disesuaikan dengan materi muatan PP No 16 Tahun 2010,
namun untuk ketentuan mengenai usul pemberhentian kepala
daerah yang tidak disebutkan oleh Pasal 78 ayat (5) PP No. 16
Tahun 2010 cukup ditambahkan dalam Peraturan Tatib DPRD
dengan menambahkan 1 ayat lagi khusus mengenai hal tersebut,
sehingga materi muatan pasal 98 ayat (3) Peraturan Tatib DPRD
Bulukumba tetap sesuai dengan Pasal 78 ayat (5) PP No.16 Tahun
2010. Dengan demikian perlu kiranya Pasal 97 ayat (3) Peraturan
Tatib ini disesuaikan dengan peraturan dasarnya.
67
Hal ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan dari
ketentuan ini, seperti halnya masalah yang terjadi pada beberapa
waktu lalu, yakni mengenai pemberhentian ketua DPRD
Bulukumba. Pasal 98 ayat (3) tatib ini menentukan bahwa jika tidak
terjadi kuorum setelah beberapa kali penundaan maka rapat sudah
dapat mengambil keputusan dan rapat tidak dapat diulang lagi,
jelas untuk hal ini Pasal 98 ayat (3) ini tidak sesuai dengan PP No.
16 Tahun 2010. Namun penulis berpendapat bahwa perlu kiranya
ada pemecahan atau jalan keluar mengenai ketentuan
Pemberhentian Pimpinan DPRD tersebut. Karena UU No.27 Tahun
2009 mengatur demikian sampai pada PP No. 16 Tahun 2010 pun
demikian, maka tidak terdapat jalan keluar. Pemecahan atau jalan
keluar yang dapat dilakukan adalah dengan menentukan bahwa
ketentuan mengenai pemberhentian Pimpinan DPRD jika tidak
tejadi kuorum setelah beberapa kali penundaan maka rapat tidak
dapat mengambil keputusan dan penyelesaiannya diberikan pada
gubernur.
(3) Pasal 78 ayat (6) PP No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tatib DPRD sebagai berikut:
“(6) apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk menetapkan APBD, rapat tidak dapat mengambil keputusan dan penyelesaiannya diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk provinsi dan kepada Gubernur untuk kabupaten/kota”.
68
Pasal 98 ayat (4) Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba sebagai
berikut:
“(4) apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (2) huruf b terkait dengan penetapan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka rapat sudah dapat mengambil keputusan dan penyelesaiannya diserahkan kepada gubernur”.
Menurut analisis penulis, ketentuan diatas yakni Pasal 98 ayat
(4) Peraturan Tatib DPRD Bulukumba tidak sesuai dengan materi
muatan Pasal 78 ayat (6) PP No. 16 Tahun 2010 yakni diubahnya
kata “tidak dapat” mengambil keputusan dan penyelesaiannya
diserahkan kepada gubernur, menjadi kata “dapat” mengambil
keputusan dan penyelesaiannya diserahkan kepada gubernur pada
Pasal 98 ayat (4) Peraturan Tatib DPRD Bulukumba diatas. Selain
itu jika ketentuannya seperti pada Tatib, maka dapat mengambil
keputusan artinya sudah tidak ada masalah, lalu untuk apa
penyelesaiannya diserahkan kepada gubernur? Ini pulalah yang
menambah keyakinan penulis bahwa Pasal ini jelas tidak sesuai
dengan PP No.16 Tahun 2010. Dengan demikian ayat ini perlu
direvisi untuk disesuaikan dengan peraturan dasarnya yaitu Pasal
78 ayat (6) PP No. 16 Tahun 2010.
11) Ketentuan Mengenai Pembentukan Peraturan Daerah:
(1) Pasal 81 PP No. 16 Tahun 2010 tidak termuat secara utuh dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba terkait dengan
69
Pembentukan Peraturan Daerah khususnya pasal 81 ayat (2) PP
No. 16 Tahun 2010 menentukan bahwa “Rangcangan Peraturan
Daerah yang berasal dari DPRD atau Kepala Daerah disertai
penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik”, namun
dalam Peraturan Tatib DPRD yang terkait tidak terdapat ketentuan
mengenai hal tersebut. Dengan demikian materi muatan Peraturan
Tatib DPRD Bulukumba terkait mengenai ketentuan Pembentukan
Peraturan Daerah tidak sesuai dengan materi muatan Pasal 81 PP
No. 16 Tahun 2010.
(2) Pasal 82 PP No. 16 Tahun 2010 tidak termuat dalam ketentuan
mengenai Pembentukan Peraturan Daerah dalam Peraturan Tatib
DPRD Bulukumba, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa materi muatan Peraturan Tatib DPRD Bulukumba
tidak/belum sesuai dengan peraturan dasarnya yakni PP No. 16
Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD
tentang Peraturan Tata Tertib DPRD.
70
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mekanisme pelaksanaan penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD
Bulukumba tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditentukan oleh PP No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan DPRD tentang Peraturan Tata Tertib DPRD
yang menjadi peraturan dasarnya, yakni waktu pemberlakuan
Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba yang terlambat, yakni sudah
lebih dari 60 hari sesuai ketentuan Pasal 118 ayat (2) PP No. 16
Tahun 2010, dan Pasal 118 ayat (4) PP No. 16 Tahun 2010 bahwa
sebelum Rancangan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba
ditetapkan, terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Gubernur. Namun
dari hasil penelitian penulis, ternyata surat DPRD Bulukumba kepada
Gubernur Cq. Biro Hukum & HAM untuk berkonsultasi dengan
gubernur tidak terdaftar dalam buku registrasi Biro Hukum dan HAM
Setda Prov. Sulsel, artinya DPRD Bulukumba tidak datang
membawa surat resmi untuk melakukan konsultasi dengan Gubernur
mengenai Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba tentang
kesesuaiannya dengan PP No. 16 Tahun 2010. Dengan demikian
Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba tidak memenuhi syarat
71
formil Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD sebagaimana
ketentuan yang diatur oleh PP No. 16 Tahun 2010.
2. Materi muatan Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba No.
03/KPTS-DPRD-BK/VII/2010 telah dianalisis dan ternyata belum
sepenuhnya sesuai dengan materi muatan PP No. 16 Tahun 2010
yang merupakan peraturan dasarnya, yaitu antara lain: soal kuorum;
tugas dan wewenang DPRD yang mengalami pengurangan dan
penambahan; dan lain-lain.
B. Saran
1. Peraturan Tata Tertib DPRD Bulukumba yang ada saat ini
sebaiknya segera disesuikan kembali dengan PP No 16 Tahun
2010 dan dikonsultasikan kepada Gubernur terlebih dahulu
sebelum ditetapkan.
2. Peraturan Dasar Tata Tertib DPRD, seperti Peraturan Pemerintah
No. 16 Tahun 2010 dan Undang-undang No. 27 Tahun 2009 agar
kiranya memberikan jalan keluar terhadap ketentuan mengenai
pengambilan keputusan dalam hal Pemberhentian Pimpinan DPRD
jika tidak tercapai kuorum, dan juga memberikan definisi mengenai
peraturan Tata Tertib DPRD pada bagian ketetuan umum agar ada
batasan yang jelas mengenai pengertian Peraturan Tata Tertib
DPRD.
72
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ruslan, Teori Dan Panduan Praktik Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia, (Yogyakarta:
Rangkang Education, 2011).
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, (Jakarta : Disertasi
Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1990).
Aminuddin Ilmar, Privatisasi BUMN Di Indonesiia. (Cet.1 Makassar:
Hasanuddin University Press, 2004)
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Dirjen DIKTI
DEPDIKNAS: Jakarta, 2001
Bagir Manan, Beberapa Masalah Tata Negara Indonesia.
(Edisi II Cet 1 Alumni. Bandung, 1997)
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukun Dan Negara terjemahan
dariGeneral Theory of Law and State (Harvad University Press:
Cambridge - Massachusetts, 1971)diterjemahkan oleh Raisul
Muttaqien. Penerbit Nusa Media Bandung, 2011.
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang Di Indonesia, (Jakarta :
Sekjendan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006).
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan; dasar-dasar dan
pembentukannya. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998)
73
Miriam Budiardjo, dasar-dasar ilmu politik, (Jakarta, Gramedia Edisi
Revisi, 2008 ).
Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Raja Grafindo,
Persada, 2006).
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta, UI
Press,Cet. 3,1986)
Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, sosiologi hukum dalam
masyarakat,(Jakarta:Radjawali Press,1982)
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Cet.
6, 2006)
Peraturan Perundang – Undangan
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Tata tertib
DPRD
74
75
76