Skripsi Fahriah Sr

175
GEOLOGI DAN HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKAN GUA PINDUL DESA BEJIHARJO DAN SEKITARNYA KECAMATAN KARANGMOJO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nomor lembar peta 4/9 Lembar 1408-312 (Karangmojo) TUGAS AKHIR TIPE-I Untuk memenuhi persyaratan kurikulum akademik tingkat Sarjana Strata-1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Oleh : 112.10.2001 Fahriah Sanusi Rahaningmas JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2013

Transcript of Skripsi Fahriah Sr

Page 1: Skripsi Fahriah Sr

i

GEOLOGI DAN HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKAN GUA PINDUL

DESA BEJIHARJO DAN SEKITARNYA KECAMATAN KARANGMOJO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Nomor lembar peta 4/9 Lembar 1408-312 (Karangmojo)

TUGAS AKHIR TIPE-I

Untuk memenuhi persyaratan kurikulum akademik tingkat Sarjana Strata-1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral

Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Oleh :

112.10.2001 Fahriah Sanusi Rahaningmas

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Skripsi Fahriah Sr

ii

Page 3: Skripsi Fahriah Sr

iii

Page 4: Skripsi Fahriah Sr

iv

Page 5: Skripsi Fahriah Sr

v

PRAKATA

Assalamualaikum, Wr.Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan

rahmat dan hidayah – Nya, sehingga penulisan Laporan Tugas Akhir ini dapat

terselesaikan.

Penulisan Tugas Akhir dengan judul “Geologi dan Hubungan Antara Fasies

Karbonat dan Jenis Porositas Terhadap Pembentukan Gua Pindul Desa Bejiharjo

Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta”.

Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar

Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut

Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

Penulisan proposal Tugas Akhir dapat terselesaikan bukan semata – mata dari

kemampuan dan usaha penulis, melainkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah M.Sanusi Rahaningmas dan Ibu Hj. Quraisiah A. Fadel, yang telah

mendidik dan melimpahkan kasih sayang yang tak terhingga serta motivasi

kepada penulis hingga penulis menyelesaikan semua tugas di bangku

pendidikan dan sampai pada tahap penulisan Laporan Tugas Akhir.

2. Ibu Dr. Sri Mulyaningsih, S.T, M.T selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan arahan dan bimbingan hingga penulis dapat menyelesaikan

Laporan Tugas Akhir.

Page 6: Skripsi Fahriah Sr

vi

3. Bapak Ir. Inti Widi Prasetyanto selaku dosen pembimbing II yang juga telah

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis baik di kampus maupun di

lapangan.

4. Saudara - saudaraku tersayang yang selalu memberikan doa, support dan

segala sesuatunya.

5. Bayu Febiyanto yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta

membantu dalam proses pengambilan data dan penyusunan draft.

6. Teman- teman seperjuangan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang

telah membantu dalam berbagai hal.

Untuk meningkatkan kwalitas penulis dalam penulisan, maka penulis

mengharapkan kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun dari pembaca

demi penyempurnaan tulisan ini. Besar harapan semoga Laporan Tugas Akhir ini

dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Yogyakarta, 11 Oktober 2013

Penulis

Page 7: Skripsi Fahriah Sr

vii

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian, baik geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, geologi sejarah, dan geologi lingkungan. Sedangkan secara khusus membahas tentang hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul.

Metode penelitian yang digunakan yaitu pengambilan data lapangan dengan melakukan pemetaan geologi permukaan dan analisis laboratorium meliputi petrografi, paleontologi, dan porositas.

Geomorfologi daerah penelitian terdiri atas 4 satuan geomorfologi, yaitu Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi (D1) dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1).

Stratigrafi daerah penelitian diawali dengan lingkungan Neritik Luar di mana diendapkan satuan Tuf pada Kala Miosen Awal (N5 - N6), kemudian di atasnya secara tidak selaras diendapkan satuan Boundstone pada Kala Miosen Awal Akhir – Miosen Tengah (N7 - N9), lalu diendapkan satuan Grainstone pada kala Miosen Tengah (N11 - N12), kemudian diendapkan lagi satuan Packstone pada Kala Miosen Awal (N11-N15), yang memiliki hubungan saling memasuki (menjari). Setelah pengendapan satuan Tuf, Boundstone, Grainstone dan Packstone terjadi pendangkalan dan pengangkatan yang cukup kuat sehingga mengangkat semua jenis batuan pada kondisi darat. Bersamaan dengan itu mulai terjadi proses erosi sehingga pada kala holosen hasil erosi diendapkan sebagai endapan aluvial yang hingga sekarang (Resen) masih berlangsung.

Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yaitu struktur lipatan berupa antiklin Grogol, struktur kekar berupa kekar gerus dan kekar tarik, struktur sesar berupa sesar geser Oyo dan sesar naik Pindul.

Sejarah geologi daerah penelitian diawali pada Kala Miosen Awal pada lingkungan darat, ditandai dengan adanya aktivitas vulkanisme yang menghasilkan material – material berukuran pasir sampai bongkah, yang mengalami pelongsoran. Aktifitas ini mengakibatkan terbentuknya satuan tuf dengan sisipan batupasir (Formasi Semilir).

Pada Kala Miosen Tengah ,paras air laut kembali naik (transgresif) ke level neritik. Laut semakin mendalam lalu berlangsung pengendapan satuan boundstone (Formasi Wonosari) pada fase yang sama juga terendapkan satuan grainstone (Formasi Wonosari) yang memiliki hubungan saling menjari dengan satuan boundstone (Formasi Wonosari) dan memiliki hubungan tidak selaras dengan satuan tuf (Formasi Semilir).

Paras air laut kemudian turun pada lingkungan neritik tepi dimana berlangsung pengendapan satuan packstone pada Kala Miosen Akhir (Formasi Oyo). Setelah satuan tuf, boundstone, grainstone dan packstone terbentuk, terjadi pengangkatan hebat sehingga semua satuan di daerah penelitian terangkat dan

Page 8: Skripsi Fahriah Sr

viii

berubah lingkungan menjadi lingkungan darat. Saat ini (Resen), di daerah penelitian sedang berlangsung pengendapan endapan aluvial yang merupakan rombakan dari batuan yang lebih tua sebagai salah satu karakteristik endapan berumur kuarter (Holosen) yang tersingkap pada tubuh sungai pada daerah penlitian.

Aspek geologi lingkungan pada daerah penelitian berupa potensi air, tanah dan potensi bahan galian berupa batugamping. Sedangkan potensi bencana yang timbul berupa banjir.

Litologi penyusun pembentukkan Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone dan Grainstone. Berdasarkan Fasies Karbonat yang berdasarkan pada analisis petrografi yang mengacu pada Fasies Model Wilson, menyatakan bahwa Gua Pindul terbentuk pada lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies, karena pada daerah ini ekologinya tergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertum-buhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme bagian yang ada di atas permukaan dan terjadinya sedimentasi dan memiliki jenis porositas antara high – very high.

Page 9: Skripsi Fahriah Sr

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN KEASLIAN ..................................................... iv

PRAKATA ......................................................................................................... v

INTISARI .......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................... 2

1.3 Batasan Masalah......................................................................................... 3

1.4 Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian ........................................ 3

1.5 Metodologi Penelitian……………………………………………………. 5

1.5.1 Pendekatan Penelitian………………………………………………. 5

1.6 Tahapan Penelitian ....................................................................................... 5

1.6.1. Penelitian pendahuluan .................................................................... 5

1.6.2. Penelitian lapangan .......................................................................... 6

1.6.3. Penelitian laboratorium .................................................................... 8

1.6.4. Penyusunan draft laporan ................................................................. 8

1.7 Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 8

1.8 Peneliti Terdahulu ........................................................................................ 10

1.9 Peralatan yang Digunakan............................................................................ 11

BAB II. GEOMORFOLOGI

II.1 Geomorfologi Regional ............................................................................. 12

Page 10: Skripsi Fahriah Sr

x

II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian ................................................................. 21

II.2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1) ................. 21

II.2.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst Terdenudasi (D1) ................ 22

II.2.3 Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Struktural (S1) ........... 24

II.2.4 Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (FI) ............................. 25

II.3 Pola Pengaliran Daerah Penelitian ............................................................... 27

II.3.1 Pola Pengaliran Dendritik.................................................................. 31

II.3.2 Pola Pengaliran Multibasinal ............................................................. 31

II.4 Stadia Daerah............................................................................................... 32

BAB III. STRATIGRAFI

III.1 Stratigrafi Regional ..................................................................................... 36

III.2 Stratigrafi Daerah Penelitian ...................................................................... 42

III.2.1 Satuan Tuf ................................................................................................ 42

III.2.1.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 43

III.2.1.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 43

III.2.1.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 44

III.2.1.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 45

III.2.2 Satuan Boundstone .................................................................................. 45

III.2.2.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 46

III.2.2.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 46

III.2.2.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 47

III.2.2.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 47

III.2.3 Satuan Grainsone ..................................................................................... 48

III.2.3.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 48

III.2.3.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 48

III.2.3.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 49

III.2.3.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 50

III.2.4 Satuan Packstone ...................................................................................... 50

III.2.4.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 51

Page 11: Skripsi Fahriah Sr

xi

III.2.4.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 51

III.2.4.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 52

III.2.4.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 53

III.2.5 Endapan Aluvial ....................................................................................... 54

III.2.5.1 Penyebaran dan Ketebalan ........................................................... 54

III.2.5.2 Litologi Penyusun ........................................................................ 54

III.2.5.3 Umur Batuan dan Lingkungan Pengendapan ............................... 55

III.2.5.4 Hubungan Stratigrafi ................................................................... 55

BAB IV. STRUKTUR GEOLOGI

IV.1 Struktur Geologi Regional .......................................................................... 56

IV.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian ............................................................ 60

IV.2.1 Struktur Lipatan .............................................................................. 60

IV.2.2 Struktur Kekar ................................................................................. 63

IV.2.3 Struktur Sesar ................................................................................. 65

IV.2.3.1 Sesar Geser Oyo ........................................................................... 65

IV.2.3.2 Sesar Naik Pindul ........................................................................ 68

IV.3 Mekanisme dan Genesa Struktur Geologi di Daerah Penelitian ........ 70

BAB V. SEJARAH GEOLOGI ....................................................................... 72

BAB VI. GEOLOGI LINGKUNGAN

VI.1 Sumber Daya Geologi ................................................................................. 75

VI.1.1 Sumber Daya Air ............................................................................ 75

VI.1.2 Sumber Daya Tanah ....................................................................... 77

VI.1.3 Potensi Bahan Galian ..................................................................... 78

VI.2 Bencana Geologi ........................................................................................ 80

BAB VII. HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS

POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL

VII.1 Latar Belakang ........................................................................................... 81

VII.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................... 82

VII.3 Batasan Masalah ........................................................................................ 83

Page 12: Skripsi Fahriah Sr

xii

VII.4 Dasar Teori ................................................................................................ 83

VII.4.1 Batugamping .................................................................................. 83

VII.4.2 Fasies Model Wilson (1975).......................................................... 91

VII.4.3 Porositas ........................................................................................ 94

VII.4.4 Klasifikasi Porositas Pada Batuan Karbonat ................................. 96

VII.4.5 Faktor-faktor Penentu Porositas .................................................... 98

VII.5 Pembahasan .............................................................................................. 100

VII.5.1 Litologi Penyusun .......................................................................... 100

VII.5.2 Struktur .......................................................................................... 101

VII.5.3 Fasies Karbonat ............................................................................. 103

VII.5.4 Jenis Porositas .............................................................................. 103

VII.5.5 Hubungan Antara Fasies Karbonat dan Jenis Porositas ............... 105

BAB VIII. KESIMPULAN ............................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 109

LAMPIRAN

Lampiran Terikat

1. Peta Lintasan & Lokasi Pengamatan

2. Peta Geologi

3. Peta Geomorfologi

4. Kolom Stratigrafi

5. Peta Gua Pindul

Lampiran Tidak Lepas

Lampiran 1. Data Lapangan ......................................................................... 110

Lampiran 2. Analisis Petrografi ................................................................... 117

Lampiran 3. Analisis Paleontologi ............................................................... 147

Lampiran 5. Perhitungan Uji Porositas ........................................................ 155

Page 13: Skripsi Fahriah Sr

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta lokasi daerah penelitian ............................................................. 4

Gambar 1.2. Bagan alir penelitian. ........................................................................... 9

Gambar II.1. Peta Fisiografi Pulau Jawa (Modifikasi Van Bemmelen, 1949) ...... 14

Gambar II.2. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Curam vulkanik di Desa

Watusigar .............................................................................................. 22

Gambar II.3. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Karst terdenudasi di Desa

Bejiharjo ................................................................................................ 23

Gambar II.4 Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Homoklin struktural di

Desa Ngilipar. ....................................................................................... 25

Gambar II.5 Kenampakan satuan geomorfologi tubuh sungai fluvial pada tubuh sungai

Oyo. ....................................................................................................... 26

Gambar II.6. Klasifikasi pola aliran yang belum mengalami perubahan menurut

Howard (1967) ...................................................................................... 28

Gambar II.7. Klasifikasi pola aliran yang telah mengalami perubahan menurut Howard

(1967) .................................................................................................... 29

Gambar II.8. Pola pengaliran daerah penelitian ................................................... 32

Gambar II.9. Singkapan batugamping karbonat yang sebagian telah mengalami

pelapukan di LP 23 Desa Kedungkeris ................................................. 34

Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia muda dengan kenampakan lembah

berbentuk menyerupai huruf “V” pada anak sungai Oyo LP 38 Desa Nglipar 35

Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia dewas dengan kenampakan lembah

berbentuk menyerupai huruf “U” LP 14 Desa Bejiharjo ...................... 35

Gambar III.1. Kenampakan satuan tuf dengan sisipan batupasir pada LP 61 ....... 44

Gambar III.2. Kenampakan satuan boundstone pada LP 1 ................................... 46

Gambar III.3. Kenampakan satuan grainstone pada LP 1 ..................................... 49

Gambar III.4. Kenampakan satuan packstone pada LP 42 .................................... 52

Page 14: Skripsi Fahriah Sr

xiv

Gambar III.5. Kenampakan endapan aluvial pada tubuh sungai ........................... 54

Gambar IV.1. Plate Tectonik (Asikin, 1987) ........................................................ 57

Gambar IV.2. Gambaran umum struktur geologi Pulau Jawa dan Madura (Situmorang,

dkk, 1976) ............................................................................................. 59

Gambar IV.3. Aspek geometri pada lipatan (Fossen,2010) .................................. 61

Gambar IV.4. Klasifikasi lipatan berdasarkan orientasi hinge line dan axial surface

(Fleuty, 1964 Vide Fossen, 2010) ......................................................... 62

Gambar IV.5. Kenampakan kekar gerus pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo 64

Gambar IV.6. Kenampakan kekar tarik pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo 64

Gambar IV.7. Sesar mendatar model Moody dan Hill (1959) .............................. 66

Gambar IV.8. Kenampakan sesar minor yang mencirikan struktur sesar geser Oyo LP

22 Kali Oyo ........................................................................................... 67

Gambar IV.9. Kenampakan kelurusan sesar geser Oyo LP 22 Kali Oyo .............. 67

Gambar IV.10. Hasil analisa sesar geser ............................................................... 68

Gambar IV.11. Kenampakan satuan grainstone tersesarkan, LP 114 Desa Bejiharjo 69

Gambar IV.12. Kenampakan singkapan batas kontak antara boundstone dan grainstone

LP 1 Gua Pindul .................................................................................... 69

Gambar IV.13. Hasil analisa sesar naik Pindul ..................................................... 70

Gambar VI.1. Pemanfaatan air dari Kali Oyo untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari 76

Gambar VI.2. Danau di Desa Klayar yang digunakan masyarakat sebagai sumber air

bersih, irigasi maupun tempat wisata .................................................... 77

Gambar VI.3. Pemanfaatan sumber daya tanah di daerah penelitian .................... 78

Gambar VI.4. Penambangan batugamping di Desa Kedungkeris Kecamatan Bulu (Kiri)

Penambangan batugamping di Desa Bejiharjo (Kanan) ....................... 79

Gambar VII.1. Kenampakan Gua Pindul .............................................................. 82

Gambar VII.2. Kenampakan struktur perlapisan horizontal pada litologi grainstone

Di Gua Pindul .............................................................................. 102

Gambar VII.3. Kenampakan bidang patahan pada atap Gua Pindul ..................... 102

Page 15: Skripsi Fahriah Sr

xv

Gambar VII.4. Kenampakan kontak antara boundstone dan grainstone pada pintu

keluar Gua Pindul ....................................................................... 106

Gambar VII.5. Kenampakan pertumbuhan stalaktit yang masih berproses sampai saat

ini ................................................................................................. 106

Page 16: Skripsi Fahriah Sr

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Klasifikasi kelas kemiringan lereng berdasarkan karakteristik proses

(sumber: Zuidam, 1983) ……………………………………………17

Tabel II.2. Klasifikasi subsatuan geomorfik asal fluvial

(sumber: Zuidam, 1983) …………………………………………….18

Tabel II.3. Klasifikasi unit geomorfologi asal denudasional

(sumber: Zuidam, 1983) …………………………………………….19

Tabel II.4. Klasifikasi bentang alam berdasarkan genesa dan sistem pewarnaannya

(sumber: Zuidam, 1983) ……………………………………………20

Tabel II.5. Klasifikasi satuan topografi berdasarkan aspek morfometri (Van Zuidam

dan Cancelado, 1979) ……………………………............20

Tabel III.1 Stratigrafi regional Pegunungan Selatan (Bothe, Van Bemmelen,Sumarso-

Ismoyowati, Surono,dkk) ……………………41

Tabel III.2. Kolom litologi satuan tuf sisipan batupasir …………………....45

Tabel III.3. Kolom litologi satuan boundstone ……………………48

Tabel III.4. Kolom litologi satuan grainstone ……………………50

Tabel III.5. Kolom litologi satuan packsone ……………………53

Tabel IV.1. Tabel klasifikasi lipatan (Fluety, 1964 vide Ragan, 2009) ……61

Tabel VII.1. Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham yang dimodifikasi oleh Embry

dan Klovan (dalam Gary Nichols , 2009) ……………86

Tabel VII.2. Tabel porositas berdasarkan klasifikasi

CEGM dan Lemmens (1979) ......................................................95

Tabel VII.3. Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM & Lemmens

(1979) .........................................................................................104

Page 17: Skripsi Fahriah Sr

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Geologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang batuan serta proses - proses pembentukan batuan yang ada

di bumi. Sebagai seorang geologist, pemetaan geologi merupakan hal yang

lumrah yakni untuk mengetahui kondisi geologi berupa arah penyebaran batuan,

urutan satuan batuan serta lingkungan pengendapan, geomorfologi, struktur

geologi dan pengaruh lingkungan disekitar yang pada akhirnya dapat digunakan

untuk menentukan sejarah geologi dan aspek-aspek geologi lingkungan.

Berdasarkan ketentuan kurikulum tingkat sarjana pada Jurusan Teknik

Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND

Yogyakarta, setiap mahasiswa Jurusan Teknik Geologi diwajibkan untuk

melakukan pemetaan geologi seluas 9 x 9 km (81 km2) sebagai syarat untuk

mencapai jenjang sarjana strata satu (S1).

Dalam kesempatan kali ini penulis memilih Desa Bejiharjo yang terletak

di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa

Yogyakarta sebagai daerah penelitian karena memiliki banyak Gua dengan

sungai bawah tanahnya, salah satunya adalah Gua Pindul yang dijadikan sebagai

tempat wisata, selain itu juga karena jaraknya yang mudah dijangkau.

Page 18: Skripsi Fahriah Sr

2

Adapun judul dari penelitian ini “ Geologi dan Hubungan Antara Fasies

Karbonat dan Jenis Porositas Terhadap Pembentukan Gua Pindul Desa Bejiharjo

Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa

Yogyakarta”.

I.2. Maksud dan Tujuan

Penelitian ini dilakukan sebagai syarat pendahuluan dalam melaksanakan

pemetaan geologi lapangan dalam rangka mencapai gelar Tingkat Sarjana Strata-

1 pada Program Studi Teknik Geologi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas

Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

Tujuan penelitian terbagi menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui kondisi geologi

permukaan yang mencakup aspek geomorfologi, litologi, stratigrafi dan struktur

geologi yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan sejarah geologi

dan aspek - aspek geologi lingkungan serta mengevaluasi data geologi peneliti

pendahulu pada daerah penelitian. Tujuan khusus penelitian adalah tentang

hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukan Gua

Pindul.

Page 19: Skripsi Fahriah Sr

3

I.3 Batasan Masalah

Pembahasan pemetaan geologi ini hanya mencakup daerah – daerah yang

berada di sekitar daerah penelitian dengan melihat aspek - aspek geologi yang

terdapat di dalamnya, yaitu geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah

geologi, dan geologi lingkungan. Sedangkan dalam pembahasan studi khusus hanya

dibatasi pada daerah Gua Pindul yang dijadikan sebagai tempat wisata di Desa

Bejiharjo Kecamatan Karangmojo terletak pada koordinat 07°55’30”- 07°56’30” dan

110°38’30” - 110°39’30” dengan skala 1 : 5000 yang membahas tentang hubungan

antara fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukan Gua Pindul.

1.4 Letak, Luas dan Kesampaian Daerah

Secara administratif daerah penelitian terletak di Desa Bejiharjo

Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara geografis daerah penelitian terletak pada lembar peta 4/9 Lembar 1408-

312 (Karangmojo) dengan koordinat 07° 52' 30" LS – 07°57’30” LS dan 110°

37' 30" BT – 110° 42' 30" BT.

Page 20: Skripsi Fahriah Sr

4

Gambar I.1. Peta Lokasi Penelitian (Penulis 2013)

Daerah penelitian dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda

empat dan roda dua yang dapat ditempuh dalam waktu ±1 jam dari kota Yogyakarta,

sedangkan untuk menuju beberapa lokasi pengamatan dapat ditempuh dengan

berjalan kaki melalui jalan setapak atau melalui sungai.

Page 21: Skripsi Fahriah Sr

5

1.5 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pemetaan geologi permukaan, dengan

cara mengamati singkapan dan unsur-unsur geologi seperti geomorfologi,

litologi, dan struktur geologi secara langsung yang kemudian dilanjutkan dengan

menganalisa hasil pengamatan lapangan di dalam laboratorium.

1.5.1 Pendekatan penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pemetaan geologi permukaan

secara konvensional dengan bantuan peta topografi dengan skala 1 : 25.000,

dan pengujian laboratorium untuk mengetahui jenis batuan, jenis fosil yang

terdapat dalam batuan tersebut. Dengan metode ini diharapkan akan mencapai

tujuan dalam usaha untuk mengetahui lingkungan pengendapan satuan batuan

yang terdapat didaerah penelitian.

I.6 Tahap Penelitian

Tahap penelitian dibagi atas 4 (empat) bagian besar, yaitu penelitian

pendahuluan, penelitian lapangan, penelitian laboratorium, dan penyusunan draft

laporan.

I.6.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mempelajari segala sesuatu yang

berhubungan dengan daerah penelitian yang akan dilakukan. Pencarian data

sekunder dapat diperoleh dari interpretasi peta topografi, pembuatan peta

geologi tentatif, dan pembuatan peta geomorfologi tentatif. Penelitian ini tetap

memperhatikan hasil dari peneliti - peneliti terdahulu yang telah melaksanakan

Page 22: Skripsi Fahriah Sr

6

penelitian di daerah penelitian agar dapat mempermudah dalam melaksanakan

pemetaan geologi secara cepat dan tepat.

I.6.2 Penelitian lapangan

Penelitian lapangan dibagi menjadi 5 ( lima ) urutan pelaksanaan, yaitu

perencanaan lintasan, jalur jalan atau sungai, pemetaan detil, interpolasi batas

satuan batuan dan pembuatan sayatan geologi.

1. Perencanaan lintasan

Perencanaan ini dilakukan dengan mengadakan pengenalan medan

(reconnaissance) sekaligus menentukan lokasi - lokasi yang akan dijadikan

sebagai titik lokasi pengamatan dengan segala singkapan yang terdapat pada

lokasi tersebut agar dapat digunakan dalam penelitian lebih lanjut. Tujuan lain

dari reconnaissance yaitu untuk memilih jalur stratigrafi terukur (measured

section) dengan singkapan yang baik dan jalur yang aman.

2. Jalur jalan atau jalur sungai

Pada tahap ini, rencana jalur lintasan biasanya dilakukan

menggunakan peta dasar berupa peta topografi yang dikombinasikan dengan

peta rupa bumi. Umumnya jalur yang dipilih adalah lokasi-lokasi yang

diperkirakan dapat dijumpai singkapan, misalnya tubuh sungai. Lintasan

tersebut dapat melalui jalur jalan yang telah tersedia maupun jalur sungai

apabila memungkinkan.

Page 23: Skripsi Fahriah Sr

7

3. Pemetaan detil

Pada tahap ini dilakukan pencarian data geologi seperti : geomorfologi

yang meliputi pengamatan bentuk lahan (relief), topografi, ciri-ciri morfologi

dan proses-proses geomorfologi yang bekerja menyangkut kontrol litologi dan

struktur geologi dan nantinya akan digunakan dalam pembuatan peta

geomorfologi, struktur geologi yang meliputi pengataman, pengukuran

stratigrafi, pemerian, pengambilan sampel batuan yang akan dianalisis di

laboratorium, serta data struktur geologi yang meliputi sesar dan kekar.

Pencarian data tersebut disertai dengan pengambilan foto penampakan

struktur geologi, struktur sedimen, litologi, bentang alam, sesumber, bencana

alam, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian.

4. Interpolasi batas satuan batuan

Dari hasil pemetaan detil, dengan pengeplotan data pada setiap lokasi

pengamatan, selanjutnya dibuat interpolasi batas satuan batuan dengan

menghubungkan setiap titik. Selain pembuatan peta geologi, dibuat juga peta

geomorfologi berdasarkan data bentang alam yang digabungkan dengan data

yang terdapat pada peta geologi.

5. Pembuatan sayatan geologi

Pembuatan sayatan geologi bertujuan untuk membuat interpretasi

lapisan batuan serta struktur geologi yang terdapat pada permukaan dan

Page 24: Skripsi Fahriah Sr

8

bawah permukaan. Selain itu, sayatan juga bertujuan untuk mengetahui urutan

satuan batuan dari tua ke muda dan ketebalan lapisan batuan.

I.6.3 Penelitian laboratorium

Analisis laboratorium dilakukan untuk menganalisis data yang diambil di

daerah penelitian yang meliputi:

1) Analisis petrografi, untuk mengetahui jenis dan nama batuan yang

berguna untuk interpretasi genesa batuan.

2) Analisis paleontologi, untuk mengetahui umur batuan serta lingkungan

pengendapan satuan batuan.

3) Analisis struktur geologi berupa data kekar dan sesar untuk mengetahui

arah gaya utama, menengah dan terkecil, serta jenis sesarnya dan juga

jenis lipatannya.

4) Analisis uji porositas, untuk mengeahui jenis porositas batuan.

I.6.4 Penyusunan draft laporan

Penyusunan draft laporan ini berdasarkan atas data lapangan dan data

laboratorium. Draft laporan tersebut disajikan dalam bentuk peta lokasi lintasan

dan lokasi pengamatan, peta geomorfologi, peta geologi, kolom stratigrafi

terukur, peta lokasi studi khusus yang hasilnya dituangkan dalam bentuk uraian

atau draft.

I.7 Bagan Alir Penelitian

Proses penelitian geologi ini secara garis besar dari penentuan daerah

hingga pembuatan laporan, analisis laboraturium sampai pada tahap pembuatan

Page 25: Skripsi Fahriah Sr

9

peta geologi, peta geomorfologi dan peta lintasan, peta daerah studi khusus dan

juga ditambah dengan pembuatan kolom stratigrafi, dimana semua itu dapat

dibuat bagan alir sebagai berikut:

Gambar I.2. Bagan alir penelitian (Penulis, 2013)

Page 26: Skripsi Fahriah Sr

10

I.8 Peneliti Terdahulu

Geologi daerah penelitian dan daerah sekitarnya secara regional telah banyak

diteliti oleh peneliti - peneliti terdahulu, antara lain:

• Bemmelen, 1949, dalam bukunya The Geologi of Indonesia, yang membagi

pulau Jawa kedalam beberapa satuan geomorfik. Bemmelen juga mengatakn

bahwa Geantiklin Jawa mengalami pengangkatan yang disusul patahnya

bagian puncak yang terletak di Zona Solo meluncur ke utara.

• Mark, 1961, dalam bukunya Stratigrafi Lexion of Indonesia, yang

menguraikan tentang stratigrafi pegunungan selatan.

• Asikin, 1974, membahas tentang struktur geologi secara regional daerah Jawa

Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi tektonik dunia baru.

• Surono, Toha, dan Sudarno, 1992, yang telah membuat peta geologi

Lembar Surakarta – Giritontro dengan skala 1:100.000 termasuk juga

didalamnya daerah penelitian (Gambar 1).

• Husein dan Srijono, 2007, dalam seminar workshop potensi geologi

Pegunungan Selatan yang diduga mulai pada kala Pleistosen Tengah berupa

proses pengankatan, yang menghasilkan jalu-jalur pegunungnan dengan

penyusun utama batuan vulkanik berumur Oligosen-Miosen.

Page 27: Skripsi Fahriah Sr

11

1.9 Peralatan yang Digunakan

1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1:25.000, Lembar : 4/9 Lembar 1408-312

(Karangmojo).

2. Peta geologi regional Lembar Surakarta – Giritontro dengan skala 1:100.000.

3. Kompas geologi tipe brunton system azimuth 0º-360º merk Tamaya, digunakan

untuk menentukan lokasi pengamatan, pengukuran arah jurus dan kemiringan

lapisan batuan, bidang kekar, bidang sesar, dan pengukuran kemiringan lereng.

4. Palu geologi untuk batuan sedimen merk Estwing, digunakan sebagai alat untuk

pengambilan contoh batuan di daerah penelitian.

5. GPS merk Garmin versi 76 CSx, digunakan untuk menentukan posisi geografis

6. Pita ukur (Roll meter) 50 m serta mistar 50 cm, digunakan untuk mengukur

ketebalan suatu lapisan batuan.

7. Larutan HCl dengan konsentrasi 0,1 N, digunakan untuk mengetahui kandungan

senyawa karbonat dalam batuan di lapangan dan kantong plastik sampel yang

digunakan sebagai wadah untuk menyimpan sampel batuan.

8. Loupe (kaca pembesar) dengan perbesaran 10x dan 20x, digunakan untuk

membantu dalam pengamatan kandungan mineral atau fosil dari contoh batuan di

daerah penelitian.

9. Kamera digital untuk mengambil gambar, seperti foto batuan dan bentang alam.

10. Peralatan tulis menulis yang terdiri dari buku lapangan, spidol snowman

permanent, ballpoint, pensil, pensil warna, penggaris dan busur derajat.

11. Tas lapangan dan jas hujan.

Page 28: Skripsi Fahriah Sr

BAB II GEOMORFOLOGI

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi

(morfologi) beserta proses pembentukannya. Pembahasan geomorfologi dalam

laporan ini terdiri atas geomorfologi secara regional dan geomorfologi daerah

penelitian.

II.1 Geomorfologi Regional

Menurut Bemmelen (1949), secara fisiografi dan berdasarkan kesamaan

morfologi serta tektoniknya, Pulau Jawa dibagi menjadi tujuh zona, yaitu:

1. Endapan Vulkanik Kuarter

2. Dataran Aluvial Jawa Utara

3. Antiklinorium Rembang-Madura

4. Antiklinorium Bogor, Serayu dan Kendeng

5. Zona Depresi dan Dome Jawa Tengah

6. Zona Randublatung

7. Pegunungan Selatan

Daerah Lembar Surakarta – Giritontro termasuk dalam rangkaian Pegunungan

Selatan yang membujur dari barat ke timur sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Zona

Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta - Surakarta di sebelah barat

dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di

sebelah selatan oleh Samudera Hindia. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan

dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara

Page 29: Skripsi Fahriah Sr

13

berupa gawir Baturagung. Dari kenampakan morfologi, Zona Pegunungan Selatan

dapat dipisahkan menjadi 3 (tiga) sub zona, yaitu:

1. Sub Zona Baturagung, ditandai oleh perbukitan terjal di bagian utara, yang disusun

oleh batuan vulkanik, baik intrusi, breksi, sedimen vulkanik klastik dan karbonat.

Kemiringan lapisan pada umumnya ke arah selatan

2. Sub Zona Wonosari, merupakan dataran tinggi (plateau) di daerah Wonosari dan

sekitarnya,dan ke arah timur bersambung dengan daerah sekitar Baturetno.

Dataran Tinggi ini merupakan cekungan sedimen kuarter yang terdiri dari lempung

hitam endapan danau purba.

3. Sub Zona Gunung Sewu, merupakan perbukitan karst, dicirikan oleh adanya

morfologi karst dengan bukit - bukit gamping berbentuk kerucut yang

membentang dari Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di bagian Timur,

dengan jumlah bukit ribuan (Pegunungan Seribu). Kenampakan bukit – bukit

kapur berbentuk kerucut di bagian timur tidak sebaik seperti di bagian barat.

Dibagian timur, bukit–bukit tersebut sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik di

sekitar Ponorogo – Pacitan.

Daerah penelitian termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan yaitu pada

Subzona Baturagung. Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun

membentang dari barat (G. Sudimoro, ±507m, antara Imogiri - Patuk), utara

(G. Baturagung, ±828m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ±737m).

Di bagian timur ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu

G. Panggung (±706m) dan G. Gajahmungkur (±737m).

Page 30: Skripsi Fahriah Sr

14

Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng

antara 100 – 300 derajat dan beda tinggi 200-700m serta hampir seluruhnya tersusun

oleh batuan asal gunungapi.

Gambar II.1. Fisiografi Pulau Jawa (Van Bemmelen,1949)

Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah, di

selatan Yogyakarta dengan lebar kurang lebih 55 km hingga Jawa Timur, dengan

lebar kurang lebih 25 km di selatan Blitar. Zona ini dibentuk oleh dua kelompok

besar batuan yaitu batuan vulkanik dan batugamping. Geomorfologi Zona

Pegunungan Selatan merupakan satuan perbukitan yang terdapat di selatan Klaten,

yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan

beda tinggi 125 – 264 m.

Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta - Surakarta di

sebelah barat dan utara,sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajah mungkur,

Page 31: Skripsi Fahriah Sr

15

Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Samudera Hindia. Di sebelah barat, antara

Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak,

sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung.

Bentang alam karst, tersebar luas dibagian selatan Lembar, mulai batas timur

sampai batas barat Lembar. Satuan ini merupakan bagian dari Pegunungan Seribu

(G. Sewu) yang berupa bukit - bukit kecil batugamping berbentuk kerucut.

Dalam menganalisis kenampakan secara umum kondisi geomorfologi, Van

Zuidam (1983), mengajukan 4 aspek utama, yaitu:

1. Morfologi atau relief umum (morphology)

Morfologi adalah konfigurasi roman muka bumi dan kenampakan-

kenampakan ini ditunjukkan oleh pola kontur tertentu. Morfologi dibagi menjadi

2 (dua), yaitu:

a. Morfografi, yaitu aspek deskriptif geomorfologi dari suatu daerah, seperti

dataran, perbukitan, pegunungan dan plato.

b. Morfometri, yaitu aspek kuantitatif dari suatu daerah yang merupakan

kenampakan beda tinggi satu tempat dengan tempat yang lainnya pada suatu

daerah dan juga curam atau landainya lereng yang disebabkan oleh perbedaan

proses geologi baik endogen maupun eksogen di daerah tersebut serta

perbedaan litologi dan tingkat resistensi batuan penyusun daerah tersebut.

Page 32: Skripsi Fahriah Sr

16

2. Morfogenesis (morphogenesis)

Morfogenesis adalah asal dan perkembangan bentuk lahan, proses yang

membentuknya dan yang bekerja padanya. Morfogenesis dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Morfostruktur pasif, yaitu litologi, baik tipe batuan maupun struktur batuan

yang berhubungan dengan denudasi, seperti mesa, kuesta, hogbacks dan

kubah.

b. Morfostruktur aktif, yaitu proses dinamika endogen yang meliputi

volkanisme, tektonik lipatan dan sesar, seperti gunungapi, punggungan

antiklin dan gawir sesar.

c. Morfodinamik, yaitu dinamika eksogen yang berhubungan dengan angin, air

dan gerak es dan gerakan massa. Seperti gumuk, punggungan pantai.

3. Morfokronologi (morpho-chronology)

Yaitu untuk mengetahui tingkat kedewasaan suatu bentang alam yang saling

berhubungan. Contoh: teras sungai muda dan teras sungai tua, pematang pantai

muda dan pematang pantai tua.

4. Morpho-arrangement

Yaitu susunan keruangan dan jaringan hubungan berbagai bentuk lahan dan

proses yang berhubungan. Contoh: point bar, kipas aluvial.

Pengelompokan satuan geomorfologi di daerah penelitian menggunakan dua

aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek morfometri, aspek morfostruktur dengan

memperhatikan harga-harga sudut lereng dan karakteristik prosesnya (Tabel II.1),

Page 33: Skripsi Fahriah Sr

17

klasifikasi satuan unit geomorfologi berdasarkan bentukan asalnya (Tabel II.2,

Tabel II.3), aspek morfogenesis, serta dengan pengamatan langsung di lapangan.

Tabel II.1. Klasifikasi kelas kemiringan lereng berdasarkan karakteristik proses (sumber: Zuidam, 1983)

Kelas lereng

Beda Tinggi Topografi Keterangan

0°-2° (0-2%)

< 5m Rata atau hampir rata

Denudasi tidak terjadi, proses transportasi sulit pada daerah yang kering

2°-4° (2-7%)

5 – 50 m Landai

Gerakan massa bergerak lambat dari jenis yang berbeda khususnya kondisi periglacial, solifluction dan fluvial

4°-8° (7-15%)

25 – 75 m Miring Kondisi hampir mirip dengan landai tetapi sedikit lebih baik untuk bercocok tanam dan bahaya terhadap erosi tanah

8°-16° (15-30%)

50 – 200 m Curam menengah Dapat terjadi semua gerakan massa, khususnya periglacial-solifluction, rayapan dan lain-lain. Bahaya terhadap erosi tanah dan longsoran

16°-35° (30-70%)

200 – 500 m Curam

Proses denudasional intensif dari jenis yang berbeda (rayapan dan longsoran), erosi tanah sangat berbahaya

35°-55° (70-140%)

500 – 1000 m Sangat curam Batuan tersingkap, proses denudasional kuat, ketebalan dari endapan tidak beraturan

> 55° (>140%)

>1000 m Amat sangat curam

Batuan tersingkap, proses denudasional sangat kuat, bahaya dari runtuhan batu, tidak bisa untuk bercocok tanam, terbatas sebagai hutan

Page 34: Skripsi Fahriah Sr

18

Tabel II.2. Klasifikasi subsatuan geomorfik asal fluvial (sumber: Zuidam, 1983) Kode Unit Karakteristik

F1 Tubuh sungai Hampir datar, tidak teratur, dengan batas permukaan air yang bervariasi mengalami erosi

F2 Danau Merupakan tubuh air

F3 Dataran limpah banjir Hampir datar, topografi tak teratur lemah, banjir musiman, erat dengan akumulasi fluvial

F4 Gosong sungai dan dataran fluvial

Lereng landai dan berhubungan erat dengan peninggian dasar oleh akumulasi fluvial

F5 Backswamp Topografi landai-hampir datar, jarang banjir, erat dengan peninggian akumulasi fluvial lakustrin

F6 Teras sungai Topografi dengan lereng hampir datar-landai, terajam lemah-menengah

F7 Kipas aluvial aktif Lereng landai-curam menengah, biasanya banjir dan berhubungan erat dengan peninggian oleh akumulasi fluvial

F8 Kipas aluvial pasif Lereng landai-curam menengah, jarang banjir, terajam lemah-menengah

F9 Fluvial deltaic levees and ridges

Topografi hampir datar tak teratur lemah, oleh pengaruh peninggian oleh akumulasi fluvial lakustrin, dan pengaruh marine

F10 Fluvio deltaic backswamp and basin

Topografi datar-hampir datar, jarang banjir dan peninggian oleh akumulasi fluvial lakustrin, dan pengaruh marine

F11 Delta shore Topografi hampir datar, kadang menyerupai punggungan, sering atau jarang banjir

Page 35: Skripsi Fahriah Sr

19

Tabel II.3. Klasifikasi unit geomorfologi asal denudasional (sumber: Zuidam, 1983)

Kode Unit Karakteristik

D1 Denudational Slope and Hills

Lereng landai-curam menengah (topografi bergelombang kuat), tersayat lemah-menengah.

D2 Denudational Slope and Hills

Lereng curam menengah-curam (topografi bergelombang kuat-berbukit), tersayat menengah tajam.

D3 Denudational Hills and Mountains

Lereng berbukit curam-sangat curam sampai tofografi pegunungan,tersayat menengah tajam.

D4 Paneplains Hampir datar,topografi bergelombang kuat,tersayat lemah-menengah.

D5 Upwarped Paneplains/Plateau

Hampir datar,topografi bergelombang kuat,tersayat lemah-menengah.

D6 Footslopes

Lereng relatif pendek, mendekati horizontal sampai landai. Hampir datar,topografi bergelombang normal-tersayat lemah.

D7 Piedmonts

Lereng landai menengah,topografi bergelombang kuat pada kaki atau pebukitan dan zona pegunungan yang terangkat,tersayat menengah.

D8 Scarps Lereng curam-sangat curam,tersayat lemah-menengah

D9 Scree Slopes and Fans Landai-curam,tersayat lemah-menengah

D10 Area With Several Mass Movement

Tidak teratur lereng menengah curam,topografi bergelombang-berbukit,tersayat menengah.

D11 Badlands Topografi dengan lereng curam-sangat curam,tersayat menengah.

Page 36: Skripsi Fahriah Sr

20

Tabel II.4. Klasifikasi bentang alam berdasarkan genesa dan sistem pewarnaannya (sumber:

Zuidam, 1983).

Tabel II.5. Klasifikasi satuan topografi berdasarkan aspek morfometri (Van Zuidam dan Cancelado, 1979).

No. Satuan Topografi Kelerengan (%)

Beda Tinggi (m)

1 Topografi datar 0-2 <5 2 Topografi datar bergelombang lemah 3-7 5-50

3 Topografi datar bergelombang lemah-kuat 8-13 25-75

4 Topografi bergelombang kuat-perbukitan 14-20 50-200

5 Topografi perbukitan-tersayat kuat 21-55 200-500

6 Topografi tersayat kuat-pegunungan 56-140 500-1000

7 Topografi pegunungan >140 >1000

No

Genesa

Pewarnaan

1 Denudasional Coklat

2 Struktural Ungu

3 Vulkanik Merah

4 Fluvial Biru muda

5 Marine Biru tua

6 Karst Orange

7 Glasial Biru muda

8 Aeolian Kuning

Page 37: Skripsi Fahriah Sr

21

II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian

Pembagian satuan geomorfologi daerah penelitian menggunakan modifikasi

pembagian kelas lereng oleh Zuidam, 1983 untuk pemetaan geomorfologi pada skala

1:25.000 daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi, yaitu:

Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan Geomorfologi

Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi

(D1), dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1).

II.2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1)

Satuan geomorfologi ini menempati 10% dari luas keseluruhan daerah

penelitian, berkembang di timur daerah penelitian. Satuan tersebar di sebelah selatan

Desa Watusigar sampai timurlaut Desa Gendangrejo. Morfologi pada satuan ini

berupa perbukitan curam dengan kemiringan lereng rata-rata 30% - 70% (16° - 35°).

Pola pengaliran yang berkembang adalah dendritik. dan berdasarkan

ketersediaan airnya dikategorikan sebagai sungai intermittent. Litologi penyusun dari

satuan geomorfologi ini berupa tuf dengan sisipan batupasir.

Satuan geomorfologi ini dikontrol oleh aktivitas vulkanisme atau gunung api

dan intrusi magma, baik yang berupa akumulasi material lepas atau piroklastik yang

terendapkan.

Page 38: Skripsi Fahriah Sr

22

Gambar II.2. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan curam vulkanik di Desa Watusigar

( kamera menghadap selatan)

II.2.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst (K1)

Satuan geomorfologi ini menempati 60% dari luas keseluruhan daerah

penelitian, berkembang di bagian utara dan selatan daerah penelitian. Di utara

tersebar di Desa Katongan hingga Desa Watusigar, disebelah selatan tersebar di Desa

Bejiharjo hingga Desa Ngawis. Morfologi pada satuan ini berupa perbukitan dengan

kemiringan lereng rata - rata 15% - 30% (8° - 16°), dan pada satuan ini dijumpai

banyak gua-gua yang menunjukkan bentangan alam karst.

Pola pengaliran yang berkembang adalah dendritik dan multibasinal. Pada

satuan ini dijumpai sungai bawah tanah pada Gua Pindul dengan debit air tetap atau

Page 39: Skripsi Fahriah Sr

23

permanent dan juga alur - alur sungai yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada

alur yang kering dan berdasarkan ketersediaan airnya dikategorikan sebagai sungai

intermittent.

Litologi penyusun dari satuan geomorfologi ini berupa packstone, napal,

batulempung, grainstone dan boundstone. Proses endogenik pada daerah ini

menyebabkan pengkekaran, struktur geologi antiklin, sesar, sehingga membentuk

berbagai macam goa, sedangkan proses eksogeniknya yang telah atau sedang

berkembang saat ini adalah proses pelarutan yang tinggi seperti pada Gua Pindul

sehingga membentuk stalaktik dan stalakmit berukuran besar yang merupakan

bahasan dari studi khusus.

Gambar II.3. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan karst di desa Bejiharjo (Kamera mengahadap utara)

Page 40: Skripsi Fahriah Sr

24

II.2.3. Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin Terdenudasi (D1)

Satuan geomorfologi ini menempati 30% dari luas keseluruhan daerah

penelitian, berkembang di sebelah barat - baratlaut daerah penelitian. Di barat

tersebar di Desa Kedungkeris, di baratlaut tersebar di Desa Nglipar. Morfologi pada

satuan ini berupa dataran bergelombang lemah dengan kemiringan lereng rata-rata

7% - 15% (4° - 8°).

Pola pengaliran yang berkembang adalah multibasinal. Pada satuan dijumpai

alur-alur sungai yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada alur yang kering. Hanya

akan terisi air pada musim hujan atau dapat disebut berdasarkan ketersediaan airnya

dikategorikan sebagai sungai intermittent. Litologi penyusun dari subsatuan

geomorfologi ini berupa packstone, napal, batulempung.

Satuan ini dikontrol oleh adanya proses denudasional, seperti proses

pelapukan yang masih berlangsung hingga sekarang.

Page 41: Skripsi Fahriah Sr

25

Gambar II.4. Kenampakan satuan geomorfologi perbukitan Homoklin Terdenudasi di desa Nglipar (Kamera mengahadap utara)

II.2.4 Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1)

Morfogenesa fluvial adalah satuan jenis morfologi yang erat hubungannya

dengan aliran sungai. Morfogenesa fluvial dihasilkan oleh proses aktivitas air, proses

ini mengambil porsi minimal 70% dari seluruh proses eksogenik yang berlangsung di

permukaan bumi. Morfogenesa fluvial adalah satuan jenis morfologi yang erat

hubungannya dengan aliran sungai. Pengertian sungai disini tidak termasuk di

dalamnya alur-alur yang mengalir di lereng bukit dan gunung (ephemeral stream).

Morfologi fluvial hanya mungkin dijumpai pada suatu daerah berstadia erosi dewasa-

tua atau telah mengalami peremajaan.

Page 42: Skripsi Fahriah Sr

26

Satuan geomorfologi ini menempati sepanjang tubuh sungai Oyo pada daerah

penelitian. Morfologi pada satuan ini berupa dataran berelief rendah dengan

kemiringan lereng rata-rata 0% - 2%. Yang merupakan hasil rombakan dari material

lepas berukuran lempung hingga kerakal.

Pola pengaliran yang berkembang pada Sungai Oyo adalah dendritik. Pada

anakan sungai Oyo yang hanya berisi sedikit air dan bahkan ada alur yang kering.

Hanya akan terisi air pada musim hujan atau dapat disebut berdasarkan ketersediaan

airnya dikategorikan sebagai sungai intermittent. Sedangkan pada induk sungai Oyo

berdasarkan ketersediaan airnya dapat digolongkan sebagai sungai permanent yaitu

sungai yang debit airnya tetap.

Gambar II.5. Kenampakan satuan geomorfologi tubuh sungai fluvial pada tubuh sungai Oyo

(Kamera menghadap ke utara)

Page 43: Skripsi Fahriah Sr

27

II.3 Pola Pengaliran Daerah Penelitian

Pola pengaliran adalah suatu kumpulan dari alur-alur sungai di suatu daerah

tanpa mempedulikan apakah alur tersebut alur permanen ataupun tidak (Howard,

1987 vide Van Zuidam, 1983). Aktivitas tektonik dan erosi yang menghasilkan

bentuk-bentuk lembah sebagai tempat pengaliran air, selanjutnya akan membentuk

pola - pola tertentu yang disebut pola aliran. Pola aliran ini berhubungan erat dengan

jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi, dan sejarah bentuk bumi.

Menurut Lobeck (1939), pola pengaliran adalah pola yang dibentuk oleh

banyak alur sungai sehingga terbentuk suatu sistem tertentu. Pola pengaliran suatu

daerah biasanya memberikan informasi mengenai kondisi litologi dan struktur

geologi serta terjadinya hubungan antara pola pengaliran dengan macam bentangalam

dengan profil yang bersangkutan.

Pola pengaliran merupakan suatu gambaran daerah yang lunak, tempat erosi

mengambil bagian dengan aktif dan daerah yang rendah sehingga air permukaan

dapat terkumpul dan mengalir. Dalam proses geologi maupun geomorfologi, air

memegang peranan penting karena mempunyai kemampuan sebagai pengantar proses

pelapukan, erosi, media transportasi dan sedimentasi. Pola pengaliran dikendalikan

oleh tingkat resistensi batuan, struktur geologi, dan proses yang langsung di daerah

tersebut. Howard (1966), membuat klasifikasi pola pengaliran menjadi 2 macam,

yaitu:

1. Pola dasar (basic pattern): merupakan sebuah pola aliran yang mempunyai

karakteristik yang khas yang dapat secara jelas dapat dibedakan dengan pola

Page 44: Skripsi Fahriah Sr

28

aliran lainnya. Pola dasar ini umumnya berasal dari perkembangan pola dasar

yang lain dan kebanyakan dikontrol oleh struktur regional (Gambar 9).

2. Pola ubahan (modified basic pattern): merupakan sebuah pola pengaliran yang

berbeda dari bentuk pola dasar dalam beberapa aspek regional. Pola ubahan ini

biasanya merupakan ubahan dari salah satu pola dasar (Gambar II.6).

Gambar II.6. Klasifikasi pola aliran sungai yang belum mengalami perubahan menurut (Howard,1967)

Page 45: Skripsi Fahriah Sr

29

Gambar II.7. Klasifikasi pola aliran sungai yang telah mengalami perubahan menurut

(Howard, 1967)

Beberapa pola aliran dasar yang mengacu pada pola pengaliran dasar dan ubahan

dari Howard (1967), sebagai berikut:

(1). Dendritik, berbentuk serupa cabang-cabang pohon dan cabang-cabang sungai

(anak sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-sudut yang

runcing. Biasanya terbentuk pada batuan yang homogen dengan sedikit atau

tanpa pengendalian struktur. Contoh: pada batuan beku atau lapisan horisontal.

(2). Paralel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada daerah

dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada daerah dengan

morfologi yang paralel dan memanjang. Pola ini mempunyai kecenderungan

Page 46: Skripsi Fahriah Sr

30

berkembang ke arah dendritik atau trellis. Contoh: Pada lereng-lereng gunungapi

atau sayap antiklin.

(3). Trellis, menyerupai bentuk tangga dan sungai-sungai sekunder (cabang sungai)

membentuk sudut siku-siku dengan sungai utama, mencirikan daerah

pegunungan lipatan (antiklin, sinklin) dan kekar.

(4). Rectangular, pola aliran yang dibentuk oleh pencabangan sungai-sungai yang

membentuk sudut siku-siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor kekar-kekar yang

saling berpotongan dan juga sesar.

(5). Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari satu

titik pusat, biasanya mencirikan daerah gunungapi atau kubah.

(6). Annular, bentuknya melingkar mengikuti batuan lunak suatu kubah yang tererosi

puncaknya atau struktur basin dan mungkin intrusi stock, bertipe subsekuen,

cabangnya dapat obsekuen atau resekuen.

(7). Multibasinal, pola yang terbentuk oleh banyaknya cekungan-cekungan atau

danau-danau kecil, biasanya terbentuk pada daerah rawa atau karst topografi.

(8). Contorted, merupakan pola yang berbentuk tidak beraturan, kadang terlihat ada

pola trellis. Biasanya berkembang di daerah metamorf yang bertekstur kasar,

batuan beku atau pada batuan berlapis yang memiliki resistensi yang sama.

Page 47: Skripsi Fahriah Sr

31

Pada daerah penelitian, pola pengaliran yang berkembang di bagi menjadi 2

(dua) yaitu dendritik pada satuan geomorfologi dataran fluvial, satuan perbukitan

denudasional yaitu subsatuan perbukitan karst, dan satuan geomorfologi perbukitan

curam vulkanik, sedangkan pola pengaliran multibasinal pada satuan geomorfologi

perbukitan denudasional yaitu pada subsatuan perbukitan homoklin dan juga pada

subsatuan perbukitan karst.

II.3.1 Pola pengaliran dendritik

Jenis pola aliran dendritik dijumpai di bagian tengah lokasi penelitian. Pola

pengaliran ini menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami proses struktur

geologi yang masih tergolong sederhana. Lembah-lembah sungai yang berkembang

umumnya berbentuk V di hulu dan U pada bagian hilir.

II.3.2 Pola pengaliran multibasinal

Pola aliran ini paling umum dijumpai di daerah penelitian karena jenis batuan

yang hampir seluruhnya karbonatan. Sungai-sungai permukaan jika ditelusuri tiba-

tiba menghilang dan mengalir sebagai sungai bawah permukaan.

Page 48: Skripsi Fahriah Sr

32

Gambar II.8. Pola pengaliran daerah penelitian

II.4 Stadia Daerah

Kenampakan morfologi saat ini merupakan hasil proses-proses endogen dan

eksogen yang bekerja, terutama proses eksogen yang berhubungan langsung dengan

proses erosi. Proses erosi yang bekerja setelah terjadinya pengangkatan suatu daerah

dan secara terus-menerus akan sampai pada proses pendataran. Proses erosi juga

dapat digunakan untuk mengetahui bentuk sungai dan tingkat erosi. Faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat erosi sungai adalah tingkat resistensi batuan terhadap

pelapukan dan erosi, kemiringan lereng, iklim (curah hujan), tingkat ketebalan

Page 49: Skripsi Fahriah Sr

33

vegetasi, aktivitas organisme (terutama manusia), waktu (lamanya proses erosi yang

bekerja) dan permebilitas batuan. Menurut Lobeck (1939) stadia daerah dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu:

a. Stadia muda, dicirikan dengan keadaan permukaan yang masih rata, pada

umumnya sedikit sekali perajangan sungai serta susunan stratigrafinya relatif

teratur serta lembahnya sempit dan dangkal, gradien sungai besar, arus sungai

deras, lembah berbentuk “V”, erosi vertikal lebih besar dari pada erosi lateral,

dijumpai air terjun dan kadang-kadang danau.

b. Stadia dewasa, dicirikan oleh dengan lembah yang besar dan dalam, reliefnya

relatif curam, stratigrafinya sudah kacau serta proses erosi yang dominan, gradien

sungai sedang, aliran sungai berkelok-kelok atau meander, tidak dijumpai air

terjun maupun danau, erosi vertikal berimbang dengan erosi lateral, lembahnya

berbentuk “U”.

c. Stadia tua, dicirikan oleh erosi lateral lebih kuat daripada vertikal, lembah sungai

lebar dan dangkal, tak dijumpai meander lagi, terbentuk pulau-pulau tapal kuda,

arus sungai tidak kuat.

d. Stadia rejuvenation (muda kembali), dicirikan dengan perkembangan permukaan

yang relatif datar kembali dan terlihat adanya perajangan – perajangan sungai

kembali.

Page 50: Skripsi Fahriah Sr

34

Berdasarkan klasifikasi Lobeck, (1939) daerah penelitian termasuk dalam

stadia muda - dewasa dengan morfologi yang masih berupa perbukitan dengan relief

mulai dari datar, sedang hingga curam. Berdasarkan pengamatan dilapangan,

dijumpai adanya proses pelapukan, pelarutan yang tinggi dan transport sedimen yang

berlangsung (Gambar II.9). Stadia muda daerah penelitian ditunjukkan oleh gradien

sungai besar dan memperlihatkan kenampakan lembah berbentuk huruf ”V”

(Gambar II.10). Hal itu mengindikasikan bahwa dominansi tingkat erosi vertikal

lebih besar dibandingkan dengan tingkat erosi horisontal. Stadia dewasa daerah

penelitian diperkuat oleh stadia sungai yang memperlihatkan adanya dataran banjir,

meandering dan kenampakan lembah sungai berbentuk ”U”(Gambar II.11).

Gambar II.9. Singkapan batugamping karbonat yang sebagian telah mengalami pelapukan di LP 23,

Desa Kedungkeris. (kamera menghadap utara)

Page 51: Skripsi Fahriah Sr

35

Gambar II.10. Kenampakan sungai stadia muda dengan kenampakan lembah berbentuk menyerupai

huruf ”V” pada anak sungai Oyo, LP 38 Desa Ngilipar (kamera menghadap ke timur Laut)

Gambar II.11. Kenampakan sungai stadia dewasa dengan kenampakan lembah berbentuk

menyerupai “U” di LP 14 Desa Bejiharjo (kamera menghadap utara)

Page 52: Skripsi Fahriah Sr

BAB III STRATIGRAFI

III.1 Stratigrafi Regional

Berdasarkan ciri litologi pada daerah penelitian, penulis mencoba untuk

membandingkan kesamaan antara stratigrafi lokal dengan stratigrafi regional menurut

ahli yang telah meneliti daerah penelitian. Secara regional, Van Bemmelen (1949)

membagi stratigrafi daerah penelitian yang merupakan bagian dari Pegunungan

Selatan dengan urutan dari yang tertua hingga termuda yaitu:

a. Formasi Gamping dan Formasi Wungkal

Formasi Wungkal dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan

batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan

batupasirtufaan. Formasi Gamping ini dicirikan oleh batugamping yang

berasosiasi dengan gamping terumbu. Ketebalan formasi ini lebih kurang 120 m.

Menurut Bothe (1929), bagian bawah formasi ini disebut Wungkal Bed yang

berlokasi di Gunung Wungkal sedangkan bagian atasnya Gamping Bed yang

berlokasi di Gunung Gamping,keduanya di Perbukitan Jiwo selatan Klaten.

Hubungan antara formasi formasi ini belum diketahui secara pasti.

Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan (Sumosusastro, 1956 dan

Marks,1957) dan peneliti lainnya menafsirkan hubungan kedua formasi tersebut

selaras (Bothe, 1929, Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Surono et al. (1989)

menyebutnya sebagai Formasi Gamping Wungkal yang merupakan satu formasi

Page 53: Skripsi Fahriah Sr

37

yang tidak terpisahkan. Namun demikian semua para peneliti tersebut sepakat

bahwa kedua formasi tersebut berumur Eosen Tengah - Eosen Atas.

b. Formasi Kebo – Butak

Terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir tufaan, serpih dan lanau.

Dibeberapa tempat dijumpai adanya lava bantal dan intrusi diorit. Ketebalan

formasi ini sekitar 800 meter dan diendapkan di lingkungan laut, dan pada

umumnya memperlihatkan endapan aliran gravitasi (gravity-flow deposits).

Lokasi tipe formasi ini terdapat di Gunung Butak yang terletak di Subzona

Baturagung. Formasi ini tersusun oleh litologi breksi, batupasir tufaan,

konglomerat batuapung, batulempung dan serpih yang memperlihatkan

perselingan, dan menunjukkan ciri endapan aliran gravitasi di lingkungan laut.

Formasi ini berumur Oligosen.

Ciri Formasi Kebo dan Formasi Butak di beberapa tempat tidak begitu nyata

sehingga, pada umumnya beberapa peneliti menyebutnya sebagai Formasi Kebo-

Butak yang berumur Oligosen Atas (N1-N3). Menurut Bothe (1929) bagian bawah

formasi Kebo-butak ini disebut Kebo Bed yang berlokasi di Gunung Kebo

sedangkan bagian atasnya Butak Bed yang berlokasi di Gunung Butak, keduanya

di Pegunungan Baturagung selatan Klaten. Kemudian Sumarso dan Ismoyowati

(1975) menyatukan keduanya menjadi Formasi Kebo-Butak.

c. Formasi Semilir

Formasi ini tersingkap baik di Gunung Semilir di sekitar Baturagung, terdiri

dari perselingan tufa, tufa lapili, batupasir tufaan, batulempung, serpih dan

Page 54: Skripsi Fahriah Sr

38

batulanau dengan sisipan breksi, sebagai endapan aliran gravitasi di lingkungan

laut dalam. Ketebalan formasi ini lebih dari 460 m. Bagian bawah formasi ini

berlapis baik, berstruktur sedimen perairan, silang - siur skala menengah dan

berpermukaan erosi.

Dibagian tengahnya dijumpai lignit yang berasosiasi dengan batupasir

tuffangampingan dan kepingan gampingan pada breksi gunungapi. Di bagian

atasnya ditemukan batulempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15cm dan

berstruktur longsoran bawah laut (turbidit).

d. Formasi Nglanggran

Lokasi tipenya adalah di Gunung Nglanggran lebih kurang 17 km utara

Klaten. Formasi ini terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufaan, yang

memperlihatkan sebagai endapan aliran gravitasi pada lingkungan laut. Ketebalan

formasi ini di dekat Nglipar lebih kurang 530 m. Formasi Nglanggran, pada

umumnya selaras di atas Formasi Semilir, akan tetapi di tempat-tempat

lainnya,kedua formasi tersebut saling bersilangjari (Surono, 1992).

e. Formasi Sambipitu

Lokasi tipenya terdapat di Desa Sambipitu, 15 km di sebelah barat laut

Wonosari (Bothe, 1929). Formasi ini tersusun oleh perselingan antara

batupasirtufaan, serpih dan batulanau. Struktur sedimen yang berkembang berupa

perlapisan, silang-siur, gelembur gelombang, Di bagian atas sering dijumpai

adanya struktur slump skala besar. Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran.

Formasi Sambipitu melampar di kaki selatan Pegunungan Baturagung. Tebal

Page 55: Skripsi Fahriah Sr

39

formasi ini di utara Nglipar lebih kurang 230 m dan menipis kearah timur. Formasi

ini merupakan endapan lingkungan laut pada akhir Miosen Awal – Miosen akhir

(N7 – N9).

f. Formasi Oyo

Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai lokasi tipenya, terdiri dari

perselingan batugamping bioklastik, kalkarenit, batugamping pasiran dan napal

dengan sisipan batugamping konglomeratan. Ketebalan Formasi Oyo lebih dari

140m. Formasi ini menindih tak selaras Formasi Semilir dan Formasi Nglangran

dan menjemari dengan bagian bawah Formasi Wonosari. Satuan ini diendapkan

pada lingkungan paparan dangkal pada Miosen Tengah (N10 -N12).

g. Formasi Wonosari

Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk

morfologi karts, terdiri dari batugamping terumbu, batugamping bioklastik

berlapis dan napal. Satuan batuan ini terendapkan di lingkungan laut dangkal

(neritik) padaMiosen Tengah hingga Miosen Akhir (N9 - N18). Ketebalan formasi

ini lebih dari 800m. Bagian bawah formasi ini dengan bagian atas Formasi oyo,

sedangkan bagian atasnya menjemari dengan bagian bawah Formasi Kepek.

h. Formasi Kepek

Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek, tersusun oleh batugamping berlapis

dan napal dengan ketebalan lebih kurang 200 meter. Litologi satuan ini

nenunjukkan ciri endapan paparan laut dangkal dan merupakan bagian dari sistem

endapan karbonat paparan pada umur Miosen Akhir – Pliosen (N15-N18). Formasi

Page 56: Skripsi Fahriah Sr

40

ini mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping terumbu Formasi

Wonosari.

Di atas batuan karbonat tersebut, secara tidak selaras terdapat satuan

batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter. Satuan ini menunjukkan ciri

sebagai endapan danau di daerah Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu,

daerah setempat terdapat laterit berwarna merah sampai coklat kemerahan sebagai

endapan terrarosa,yang pada umumnya menempati uvala pada morfologi karst.

i. Endapan Aluvial

Endapan aluvial pada pegunungan Serayu Utara umumnya merupakan

endapan sungai, yang terdiri dari kerikil dengan bongkah- bongkah yang

terkumpul pada dasarnya yang tertutupi oleh pasir dan lanau.

Page 57: Skripsi Fahriah Sr

41

Tabel III.1. Stratigrafi regional Pegunungan Selatan (Bothe, Van Bemmelen,Sumarso-Ismoyowati, Surono,dkk).

Page 58: Skripsi Fahriah Sr

42

III.2 Stratigrafi Daerah Penelitian

Penamaan dan pengelompokan satuan batuan di daerah penelitian mengikuti

kaedah penamaan satuan litostratigrafi tidak resmi yang bersendikan ciri litologi,

yang meliputi kombinasi jenis batuan, sifat fisik batuan, kandungan fosil,

keseragaman gejala atau genesa, dan kenampakan khas pada tubuh batuan di

lapangan yang dipetakan pada skala 1:25.000.

Satuan litostratigrafi daerah penelitian didasarkan pada pengamatan fisik

litologi di lapangan, analisis petrografi untuk penentuan nama batuan dan analisis

paleontologi untuk menentukan umur serta lingkungan pengendapannya.

Berdasarkan hal tersebut, satuan batuan di daerah penelitian dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan litostratigrafi tidak resmi dan 1 (satu)

endapan. Berurutan dari tua sampai muda adalah sebagai berikut:

a. Satuan Tuf

b. Satuan Boundstone

c. Satuan Grainstone

d. Satuan Packstone

e. Endapan Aluvial

III.2.1 Satuan Tuf

Satuan ini merupakan satuan tertua di daerah penelitian yang terbentuk pada

Kala Miosen Awal.

Page 59: Skripsi Fahriah Sr

43

III.2.1.1 Penyebaran dan ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 10 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di

sebelah tenggara daerah Desa Katongan Kecamatan Sawahan dengan ketebalan

minimal 250 meter berdasarkan penampang geologi A - B.

III.2.1.2 Litologi penyusun

Litologi penyusun satuan ini adalah tuf dan terdapat batupasir karbonat

sebagai sisipan.

Satuan Tuf

Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik

dengan komposisi didominasi butiran feldspar, fragmen batuan,kwarsa dan

mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,4mm, bentuk butir menyudut

tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar gelas

vulkanik. Nama petrografi Tuffaceous Lithic Wack (Gilbert, 1982).

(Lampiran 2 analisis petrografi, LP 81A, LP 84, LP 86).

Batupasir karbonat

Berdasarkan analisis petrografi, Sayatan batuan sedimen warna abu-abu

kehitaman , tekstur klastik, struktur laminasi, berukuran lanau pasir sangat

halus (0,06 -0,2)mm, pemilihan sedang, komposisi kalsit, fragmen batuan,

feldspar, fosil foram kecil, dan lumpur karbonat. Nama Petrografi

Calcareous Sandy Mudstone (Gilbert,1982). (Lampiran 2 analisis petrografi,

LP 81B).

Page 60: Skripsi Fahriah Sr

44

Gambar III.1. Kenampakan satuan Tuf dengan sisipan batupasir pada LP 81(Kamera menghadap selatan)

III.2.1.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan

Satuan tuf ini mengandung tidak fosil mikro maupun makro, namun

umumnya fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan

pengendapan hanya ditemukan pada batupasir. Berdasarkan analisis paleontologi

pada batupasir ditemukan fosil foraminifera planktonik seperti Globoquadrina

dehiscens Globoquadrina primordius. Terdapat juga fosil foraminifera benthonik,

seperti Amphistegina lessonii (d’Orbigny), Epistominella vitrae (Parker). Hadirnya

fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut menunjukkan satuan ini

Page 61: Skripsi Fahriah Sr

45

diperkirakan berumur Miosen Bawah N5 - N6 (Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP

81). Secara regional satuan ini sebanding dengan Formasi Semilir.

III.2.1.4 Hubungan stratigrafi

Dilihat dari posisi stratigrafinya, satuan ini merupakan satuan paling tua di

daerah penelitian. Batas antara satuan ini dengan satuan di atasnya ditandai dengan

perubahan endapan lingkungan laut dalam (N5 - N6) secara berangsur-angsur dengan

tidak selaras. Sementara batas dengan satuan di bawahnya sulit teramati di lapangan.

Tabel III.2. Kolom litologi satuan tuf sisipan batupasir

III.2.2 Satuan Boundstone

Satuan ini merupakan batugamping terumbu, yang diendapkan pada Kala

Miosen Akhir – Miosen Tengah.

Page 62: Skripsi Fahriah Sr

46

III.2.1.1 Penyebaran dan ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 5 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di

daerah Gelaran Kecamatan Karangmojo. Dengan ketebalan minimal 325 meter

berdasarkan penampang geologi A - B.

III.2.2.2 Litologi penyusun

Litologi penyusun satuan ini adalah boundstone . Warna abu-abu keruh,

tekstur non klastik, struktur silangsiur, didukung oleh kerangka organik yang saling

mengikat (organic framework) berukuran pasir sedang (0,08-1,3)mm, pemilihan

sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar (Lepidocyclina), coral,

algae, kalsit, dan lumpur karbonat. Nama Petrografi Boundstone (Dunham, 1962).

(Lampiran 2 analisis petrografi, LP 1, LP 110, LP 113).

Gambar III.2. Kenampakan satuan Boundstone pada LP 1(Kamera menghadap utara)

Page 63: Skripsi Fahriah Sr

47

III.2.2.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan

Satuan boundstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun umumnya

fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan.

Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan boundstone ditemukan fosil

foraminifera planktonik seperti Globigerinoides trilobus (Reuss),Globigerinoides

diminitus, Globoquadrina dehiscens dan juga terdapat fosil foram besar jenis

Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang,

sebagian telah mengalami rekristalisasi. Terdapat juga fosil foraminifera benthonik,

seperti Nodosaria sp, Dentalina sp.

Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut

menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Bawah N7 - N9 (Lampiran 3

Analisis Paleontologi, LP 110, LP 113). Secara regional satuan ini sebanding dengan

Formasi Wonosari.

III.2.2.4 Hubungan stratigrafi

Satuan boundstone ditandai dengan perubahan endapan lingkungan laut

dalam (N5 - N6) secara berangsur-angsur dengan tidak selaras dengan satuan tuf di

bawahnya, dan memiliki hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan di

atasnya. Satuan ini terbentuk pada kala Miosen Awal Akhir. (Lampiran lepas kolom

stratigrafi daerah penelitian).

Page 64: Skripsi Fahriah Sr

48

Tabel III.3. Kolom litologi satuan boundstone

III.2.3 Satuan Grainstone

Satuan ini diendapkan pada Kala Miosen Tengah, termasuk dalam golongan

batugamping karbonat dan mempunyai ukuran butir pasir kasar – pasir halus.

III.2.3.1 Penyebaran dan ketebalan

Satuan ini menempati sekitar 15 % dari luas daerah penelitian, tersingkap di

sebelah utara dan timur daerah Grogol Kecamatan Karangmojo. Dengan ketebalan

minimal 100 meter berdasarkan penampang geologi A - B.

III.2.3.2 Litologi penyusun

Litologi penyusun satuan ini adalah grainstone. Warna abu-abu kecoklatan,

tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir sedang,

pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit,

plagioklas, dan lumpur karbonat. Nama petrografi Grainstone (Dunham, 1962).

(Lampiran 2 analisis petrografi, LP 3, LP 6 dan LP 114).

Page 65: Skripsi Fahriah Sr

49

Gambar III.3. Kenampakan satuan Grainstone pada LP 114 (Kamera menghadap selatan)

III.2.3.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan

Satuan garinstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun

umumnya fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan

pengendapan. Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan

fosil foraminifera planktonik seperti Orbulina universa, Globigerina bulbosa

(LeRov),Globoquadrina dehiscens,Globigerinoides altiaperturus.

Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, Nonionella sp dan Rotalia sp.

Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut

menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah N11 - N12

Page 66: Skripsi Fahriah Sr

50

(Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP 3). Secara regional satuan ini sebanding

dengan Formasi Wonosari.

III.2.3.4 Hubungan stratigrafi

Satuan ini diendapankan lingkungan laut neritik tengah (N11 - N12) dan

memiliki hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan boundstone dan

packstone. Satuan ini terbentuk pada kala Miosen Tengah. (Lampiran lepas kolom

stratigrafi daerah penelitian).

Tabel III.4. Kolom litologi satuan grainstone

III.2.4 Satuan Packstone

Satuan ini merupakan satuan termuda pada daerah penelitian, pada satuan ini

terdapat napal sebagai sisipan dan terendapkan pada kala Miosen Akhir.

Page 67: Skripsi Fahriah Sr

51

III.2.4.1 Penyebaran dan ketebalan

Satuan ini tersingkap di sebelah utara sampai tenggara daerah penelitian dengan

luas sekitar 70 %. Satuan ini memiliki ketebalan minimal 300 meter berdasarkan

penampang A - B.

III.2.4.2 Litologi penyusun

Litologi penyusun satuan ini adalah packstone dan juga terdapat sisipan napal.

• Satuan Packstone

Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik,

didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (<0.01 -0,08)mm,

pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram besar dan

kecil, feldspar, dan lumpur karbonat. Nama petrografi Packstone (Dunham,

1962). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 21, LP 42a, LP 66 dan LP 101).

• Napal

Berdasarkan analisis petrografi, warna abu-abu keputihan - kecoklatan, tekstur

klastik dengan komposisi didominasi mineral berukuran lempung (<0,01-0,06mm)

dengan butiran feldspar, fosil dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,5mm,

bentuk butir menyudut tanggung - membulat tanggung, butiran mengambang

dalam masa dasar lumpur karbonat dan mineral lempung. Nama petrografi Marl

(Gilbert, 1982). (Lampiran 2 analisis petrografi, LP 42b).

Page 68: Skripsi Fahriah Sr

52

Gambar III.4. Kenampakan satuan Packstone pada LP 42 (Kamera menghadap timur laut).

III.2.4.3 Umur batuan dan lingkungan pengendapan

Satuan packstone mengandung fosil mikro maupun makro, namun umumnya

fosil yang dapat digunakan untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan.

Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan fosil

foraminifera planktonik seperti Globigerina bulbosa (LeRov), Globigerinoides

trilobus, Globigerinoides altiaperturus dan Orbulina universa. Terdapat juga fosil

foraminifera benthonik, Amphistegina lessonii (d’Orbigny) dan Elphidium sp.

Page 69: Skripsi Fahriah Sr

53

Hadirnya fosil - fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut

menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah - Miosen Akhir (N11

- N16). (Lampiran 3 Analisis Paleontologi, LP 28, LP 42, LP 66 dan LP 101). Secara

regional satuan ini sebanding dengan Formasi Oyo.

III.2.4.4 Hubungan stratigrafi

Satuan ini diendapankan lingkungan laut neritik tepi (N13 - N15) dan memiliki

hubungan saling memasuki (menjari) dengan satuan grainstone dan boundstone.

Satuan packstone merupakan satuan termuda di daerah penelitian (Lampiran lepas

kolom stratigrafi daerah penelitian).

Tabel III.5. Kolom litologi satuan packsone

Page 70: Skripsi Fahriah Sr

54

III.2.5 Endapan Aluvial

III.2.5.1 Penyebaran dan ketebalan

Endapan aluvial menempati sepanjang tubuh sungai di daerah penelitian.

III.2.5.2 Litologi penyusun

Endapan ini terdiri dari material-material lepas dengan ukuran lempung

sampai bongkah yang belum terkonsolidasi, yang berasal dari batuan yang terdapat

di sekitar aliran sungai.

Gambar III.5.Kenampakan Endapan Aluvial pada tubuh sungai (Kamera menghadap utara).

Page 71: Skripsi Fahriah Sr

55

III.2.5.3 Umur dan lingkungan pengendapan

Endapan aluvial di daerah penelitian diperkirakan berumur Holosen atau

Resen karena pengendapan satuan ini masih berjalan sampai sekarang. Satuan ini

terdapat di lingkungan darat.

III.2.5.4 Hubungan stratigrafi

Satuan ini mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan batuan yang lebih

tua, yang dicirikan dengan adanya bidang erosi sebagai bukti adanya ketidak

selarasan.

Kolom stratigrafi daerah penelitian yang merupakan gabungan dari kolom

litologi masing-masing satuan dapat dilihat pada lampiran lepas kolom stratigrafi

daerah penelitian.

Page 72: Skripsi Fahriah Sr

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

IV.1. Struktur Geologi Regional

Struktur geologi regional tidak terlepas dari sifat dan pergerakan lempeng

Samudra Hindia – Australia ke utara yang menumbuk lempeng Eurasia dan kerak

benua dari lempeng sunda membentuk sistem busur kepulauan yang disebut sunda

arc system, Asikin (1987). Dalam perjalananya tumbukan lempeng – lempeng

tektonik tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan pola tatanan serta bentuk

cekungan sedimentasi di Indonesia pada umumnya dan di pulau Jawa pada

khususnya, Situmorang, dkk (1976). Penyusunan pola sesar di pulau Jawa didasarkan

pada konsep tektonik Moddy dan Hill (1956). Hasil analisisnya menyatakan bahwa

semua sesar yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dikelompokan menjadi orde I,

kedua dan ketiga dari sistem struktur sesar Pulau Jawa yang berarah Timurlaut –

Baratdaya, sedangkan struktur lipatan yang terbentuk di Pulau Jawa yang berarah

relatif Barat – timur.

Menurut Purnomo dan Purwoko (1994), dalam sistem Active Margin, tatanan

tektonik Tersier P. Jawa disusun oleh unsur tektonik utama yang terdiri dari

penunjaman lempeng Hindia, zona subduksi dan akresi selatan Jawa, busur magmatik

Cekungan Jawa Selatan menurut sistem tersebut ( Active Margin ), termasuk dalam

cekungan busur muka ( fore arc basin ). Cekungan Pegunungan Selatan merupakan

bagian dalam cekungan busur muka tersebut. Selain tatanan tektonik Tersier tersebut,

Page 73: Skripsi Fahriah Sr

57

terdapat petunjuk adanya kontrol tatanan tektonik Pra-tersier terhadap pembentukan

dan konfigurasi cekungan Tersier.

Daerah penelitian termasuk dalam sistem Active Margin tatanan tektonik

Tersier P. Jawa bagian cekungan Jawa Selatan (Asikin, 1987) termasuk dalam

cekungan busur muka (fore arc basin), di mana pembentukan serta perkembangan

struktur selanjutnya dipengaruhi oleh sifat - sifat gerak dan pertemuan antara lempeng

Hindia - Australia yang bergerak ke utara dengan lempeng Eurasia (Gambar IV.1).

= Area lokasi penelitian Gambar IV.1. Plate Tectonic ( Asikin, 1987 )

Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan berupa perlapisan homoklin,

sesar, kekar dan lipatan, perlapisan homoklin yang terdapat pada bentang alam Sub

Zona Pegunungan Baturagung mulai dari Formasi Kebo – Butak di sebelah utara

hingga Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo di sebelah selatan. Perlapisan tersebut

Page 74: Skripsi Fahriah Sr

58

mempunyai jurus lebih kurang berarah barat – timur dan miring ke selatan.

Kemiringan perlapisan menurun secara berangsur dari sebelah utara 20° – 35°

menjadi 5° – 15° di sebelah selatan. Bahkan pada Sub Zona Cekungan Wonosari,

perlapisan batuan yang termasuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari mempunyai

kemiringan sangat kecil atau bahkan datar sama sekali. Tidak kalah menariknya, pada

Formasi Semilir di sebelah barat, antara Prambanan – Patuk, perlapisan batuan secara

umum miring ke arah baratdaya. Di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan

Dusun Jentir, perlapisan batuan miring ketimur. Perbedaan jurus dan kemiringan ini

mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks, Van Bemmelen,1949),

atau sebab lain, misalnya updoming yang berpusat di Perbukitan Jiwo, atau

merupakan kemiringan asli

(original dip) dari bentang alam kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi pada

zaman Tersier.

Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola “anthithetic

fault blocks“ (Van Bemmelen, 1949). Sesar utama berarah baratlaut – tenggara dan

setempat - setempat berarah timurlaut – baratdaya. Di kaki selatan (Sambipitu ) dan

kaki timur ( Sambeng ). Pegunungan Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri.

Sesar ini berarah hampir utara – selatan dan memotong lipatan yang berarah timulaut

– baratdaya. Tanda – tanda sesar di sebelah selatan (K.Nagalang dan K. Putat) serta di

sebelah timur (Dusun Jentir, tanjakan Sambeng) sebagai bagian dari longsoran besar

(mega slumping) batuan gunungapi. Di sebelah barat, K. Opak diduga dikontrol oleh

Page 75: Skripsi Fahriah Sr

59

sesar bawah permukaan yang berarah timurlaut – baratdaya dimana blok barat relatif

turun terhadap blok timur.

Struktur lipatan banyak terdapat di sebelah utara G. Panggung, berupa sinklin

dan antiklin. Ketiinggian batuan gunungapi ini dengan ketinggian G.Gajahmungkur

disebelah timurlaut diantaranya oleh sinklin yang berarah tenggara – baratlaut.

Struktur sinklin juga dijumpai di sebelah selatan yaitu pada Formasi Kepek dengan

arah timurlaut – baratdaya.

Situmorang (1976), menyusun pola sesar di Pulau Jawa berdasarkan konsep

tektonik Moody dan Hill ( 1956 ). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa semua

sesar yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dikelompokkan menjadi orde pertama,

kedua dan ketiga dari sistem Wrench Fault ( Gambar IV.2 ).

Gambar IV.2. Gambaran umum struktur geologi Pulau Jawa dan Madura,

( Situmorang, dkk, 1976 )

Page 76: Skripsi Fahriah Sr

60

Dari Gambar IV.2 pada area penelitian terdapat suatu pelurusan dengan arah relatif

tenggara – barat laut.

IV.2 Struktur Geologi Daerah penelitian

Berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan yang telah dilakukan, maka

diperoleh data tentang struktur geologi berupa struktur lipatan, kekar dan struktur

sesar. Struktur kekar yang ada terbentuk karena adanya gaya tekan (kompresi), serta

adanya gaya tarik (tension) dan struktur sesar terbentuk akibat pengaruh dari struktur

geologi regional.

IV.2.1 Struktur Lipatan

Hansen (1971) vide Ragan (2009) mendefinisikan lipatan sebagai hasil

perubahan bentuk suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan

lengkungan pada unsur garis atau bidang di dalam bahan tersebut, yang disebabkan

oleh dua macam mekanisme gaya yaitu buckling (melipat) dan bending

(pelengkungan).

1. Buckling (melipat), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan

permukaan lempeng.

2. Bending (perlengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak

lurus permukaan lempeng.

Page 77: Skripsi Fahriah Sr

61

Gambar IV.3. Aspek geometri pada lipatan (Fossen, 2010)

Tabel IV.1. Tabel klasifikasi lipatan (Fluety, 1964 vide Ragan, 2009)

Page 78: Skripsi Fahriah Sr

62

Gambar IV.4. Klasifikasi lipatan berdasarkan orientasi hinge line dan axial surface (Fleuty, 1964 vide Fossen, 2010)

Struktur lipatan yang terjadi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses

tektonik regional. Struktur lipatan yang terjadi adalah antiklin Grogol.

• Antiklin Grogol

Antiklin Grogol memiliki arah sumbu relatif barat laut-tenggara dengan

kemiringan berlawanan yakni N 285°E/ 4º dan N 115°E/ 5º.

Page 79: Skripsi Fahriah Sr

63

IV.2.2 Struktur Kekar

Kekar adalah rekahan pada batuan yang belum mengalami pergeseran atau

perubahan. Struktur kekar pada daerah penelitian berupa kekar gerus dan kekar tarik.

Kekar gerus atau shear fracture terjadi akibat gaya kompresi atau gaya tekan, bersifat

tertutup, ukurannya dari beberapa cm-m, bahkan mencapai puluhan meter, terbentuk

menyudut terhadap datangnya arah gaya utama dan biasanya terdiri dari sepasang

arah ( N 164ºE/ 46º dan N 302º/ 48º ) (Gambar IV.5) dan kekar tarik atau gash

fracture terjadi akibat tarikan, bersifat terbuka dan tidak berpasangan ( N 306ºE/ 59º,

N 300ºE/ 55º, N 302ºE/ 49º, N 285ºE/ 59º, N 301ºE/ 46º, N 293ºE/ 50º ) (Gambar

IV.6). Kedua kekar tersebut dijumpai pada litologi grainstone.

Page 80: Skripsi Fahriah Sr

64

Gambar IV.5. Kenampakan kekar gerus pada litologi grainstone LP 1 Desa Bejiharjo.

(Kamera menghadap ke timurlaut)

Gambar IV.6. Kenampakan kekar tarik pada grainstone, LP 1 Desa Bejiharjo ( kamera menghadap ke timurlaut )

Page 81: Skripsi Fahriah Sr

65

IV.2.3 Struktur Sesar

Struktur sesar merupakan suatu rekahan yang terjadi pada massa batuan yang

telah mengalami deformasi/pergeseran, terhadap bidang rekahan yang terbentuk

sepanjang garis lurus (translasi) atau berputar (rotasi) (Ragan, 1985).

Unsur-unsur geologi yang mengindikasikan adanya sesar pada suatu daerah

antara lain: bidang sesar, gawir, kelurusan topografi, kelurusan sungai, perbedaan

offset litologi dan topografi, penjajaran mataair, air terjun dan breksiasi.

Sesar yang berkembang di daerah penelitian antara lain sesar geser dan

sesar naik. Penamaan sesar berdasarkan nama geografis tempat atau daerah yang

dilalui sesar.

IV.2.3.1 Sesar Geser Oyo

Moody dan Hill (1956), membuat model pembentukan sesar mendatar yang

dikaitkan dengan sistem tegasan. Di dalam model tersebut dijelaskan bahwa sesar

orde I membentuk terhadap tegasan utama. Sesar orde I baik sudut kurang lebih 30o

dekstral maupun sinistral merupakan sesar utama yang pembentukannya dapat terjadi

bersamaan atau salah satu saja. Selanjutnya sesar orde II mempunyai ukuran yang

lebih kecil dan membentuk sudut tertentu terhadap sesar orde I.

Page 82: Skripsi Fahriah Sr

66

Gambar IV.7. Sesar mendatar model Moody dan Hill (1956)

Sesar geser Oyo merupakan sesar geser utama pada daerah penelitian dengan

arah relatif utara-selatan dengan kedudukan N 350°/ 50° . Penarikan garis sesar geser

Oyo didasarkan pada data – data sekunder di lapangan dan interpretasi peta topografi

untuk mengamati pola kelurusan dan juga dengan mengamati adanya data-data

primer di lapangan. (Lampiran lepas peta geologi).

Page 83: Skripsi Fahriah Sr

67

Gambar. IV.8. Kenampakan sesar minor yang mencirikan struktur sesar geser Oyo, LP 22 Kali Oyo (Kamera menghadap utara)

Gambar. IV.9. Kenampakan kelurusan sesar geser Oyo, LP 22 Kali Oyo (Kamera menghadap timurlaut)

Page 84: Skripsi Fahriah Sr

68

Bidang sesar : 350/50 kekar :164/46

δ 1 :72º/ 165N

Gambar IV.10. Hasil analisa sesar geser Oyo (Penulis, 2013)

IV.2.3.2 Sesar Naik Pindul

Sesar naik Pindul merupakan sesar naik yang bekerja dalam skala lokal di

daerah penelitian dengan arah umum kelurusan relatif barat-timur. Lintasan sesar naik

Pindul ditentukan berdasarkan interpretasi peta topografi untuk mengamati pola

kelurusan dan data primer berupa bidang sesar pada satuan grainstone dengan

kedudukan N 125°E/30°, dan perbedaan litologi. (Lampiran lepas peta geologi).

Page 85: Skripsi Fahriah Sr

69

Gambar IV.11. Kenampakan bidang sesar yang mencirikan sesar naik pada satuan grainstone , LP

114 Desa Bejiharjo. (Kamera mengahadap selatan)

Gambar IV.12. Kenampakan singkapan batas kontak antara boundstone dan grainstone. LP 1 Gua Pindul. (Kamera menghadap timur)

Page 86: Skripsi Fahriah Sr

70

Bidang sesar : 125/30 Kekar : 263/49 δ 1 : 5 / 74 δ 2 : 273 / 85

Gambar IV.13. Analisa Struktur sesar naik Pindul

IV.3. Mekanisme dan Genesa Struktur Geologi di Daerah Penelitian

Struktur geologi yang terjadi pada daerah penelitian merupakan produk

tektonik terakhir atau setelah fase pengangkatan sehingga sekarang ini menjadi darat.

Fase pertama diawali dengan adanya perlipatan, yaitu antiklin Grogol dengan arah

sumbu relatif baratlaut-tenggara dengan kemiringan berlawanan yakni N 285°E/ 4º

dan N 115°E/ 5º. Karena adanya perlipatan yang dikontrol oleh adanya gaya

kompresi membentuk terjadinya kekar - kekar yang terjadi di daerah penelitian yaitu

berupa kekar gerus dan kekar tarik.

Page 87: Skripsi Fahriah Sr

71

Setelah terbentuk kekar, dengan adanya tektonik menyebabkan terbentuknya

sesar geser Oyo yang merupakan sesar geser utama pada daerah penelitian dengan

pola kelurusan relatif baratlaut - tenggara. Akibat adanya kompresi yang berlangsung

secara terus smenerus menimbulkan terbentuknya sesar naik Pindul dengan arah

relatif barat – timur.

Page 88: Skripsi Fahriah Sr

BAB V SEJARAH GEOLOGI

Sejarah geologi merupakan salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari

sejarah terbentuknya bumi dan peristiwa – peristiwa yang pernah terjadi, dengan

bertitik tolak pada teori – teori atau hipotesa – hipotesa terhadap segala sesuatu yang

merupakan rekaman kejadian pada masa lampau ataupun kejadian masa kini dalam

pengertian ruang dan waktu, yang bertujuan mengetahui sejarah geologinya (

Sukandarrumidi, 1992 ).

Sejarah geologi daerah penelitian diawali pada Kala Miosen Awal pada

lingkungan darat, ditandai dengan adanya aktivitas vulkanisme yang menghasilkan

material – material berukuran pasir sampai bongkah, yang mengalami pelongsoran.

Aktifitas ini mengakibatkan terbentuknya satuan tuf dengan sisipan batupasir

(Formasi Semilir).

Pada Kala Miosen Tengah, paras air laut kembali naik (transgresif) ke level

neritik. Laut semakin mendalam lalu berlangsung pengendapan satuan boundstone

(Formasi Wonosari) pada fase yang sama juga terendapkan satuan grainstone

(Formasi Wonosari) yang memiliki hubungan saling menjari dengan satuan

boundstone (Formasi Wonosari) dan memiliki hubungan tidak selaras dengan satuan

tuf (Formasi Semilir).

Paras air laut kemudian turun pada lingkungan neritik tepi dimana

berlangsung pengendapan satuan packstone pada Kala Miosen Akhir (Formasi Oyo).

Page 89: Skripsi Fahriah Sr

73

Setelah satuan tuf, boundstone, grainstone dan packstone terbentuk, terjadi

pengangkatan hebat sehingga semua satuan di daerah penelitian terangkat dan

berubah lingkungan menjadi lingkungan darat. Saat ini (Resen), di daerah penelitian

sedang berlangsung pengendapan endapan aluvial yang merupakan rombakan dari

batuan yang lebih tua sebagai salah satu karakteristik endapan berumur kuarter

(Holosen) yang tersingkap pada tubuh sungai di daerah penelitian.

Mekanisme pembentukan struktur geologi di daerah penelitian merupakan

hasil dari tektonik yang terjadi pada fase pengangkatan setelah satuan

Boundstone,Grainstone dan Packstone terendapkan, yang diawali dengan

pembentukan lipatan dengan arah sumbu relatif barat-timur. Kemudian terbentuk

sesar naik Pindul dengan arah kelurusan relatif barat-timur dan diikuti oleh sesar

geser dengan arah relatif utara-selatan. Sesar Naik Pindul merupakan hasil dari

pergerakan Sesar Geser Oyo

Proses – proses eksogenik berupa pelapukan, erosi, transportasi dan

sedimentasi berupa endapan aluvial yang mengisi lembah-lembah sungai. Proses –

proses inilah yang mengontrol pembentukan morfologi yang ada di daerah penelitian

dan masih berlangsung hingga sekarang.

Page 90: Skripsi Fahriah Sr

BAB VI GEOLOGI LINGKUNGAN

Geologi Lingkungan adalah interaksi antara manusia dengan lingkungan

geologis. Lingkungan geologis terdiri dari unsur-unsur fisik bumi (batuan, sedimen,

tanah dan fluida) dan unsur permukaan bumi, bentang alam dan proses-proses yang

mempengaruhinya. Bagi kehidupan manusia, lingkungan geologis tidak hanya

memberikan unsur-unsur yang menguntungkan atau bermanfaat seperti ketersediaan

air bersih, kesuburan tanah, mineral ekonomis, bahan bangunan, bahan bakar dan

lain-lain, tetapi juga memiliki potensi bagi terjadinya bencana seperti gempa bumi,

longsoran letusan gunung api dan banjir.

Geologi Lingkungan bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu lingkungan,

karena ilmu lingkungan adalah dasar pemahaman kita mengenai bumi dan membahas

interaksi manusia dengan seluruh aspek yang ada disekelilingnya, termasuk aspek

geologis serta dampaknya bagi kehidupan manusia. Karena itu filosofi utama dari

geologi lingkungan adalah konsep manajemen lingkungan yang didasarkan pada

sistem geologi untuk pembangunan berkelanjutan dan bukan pada beban lingkungan

yang tidak bisa diterima.

Studi Geologi Lingkungan meliputi 3 (tiga) aspek penting yaitu:

1. Bencana alam seperti banjir, longsoran, gunungapi dan gempabumi

2. Sumber daya geologi seperti logam, batuan, minyak bumi dan air

3. Permasalahan-permasalahan lingkungan seperti penanganan sampah dan

kontaminasi air tanah.

Page 91: Skripsi Fahriah Sr

75

Geologi lingkungan di daerah penelitian meliputi sumberdaya geologi,

bencana geologi dan permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas

manusia.

VI.1 Sumberdaya Geologi

Sumberdaya geologi merupakan potensi alamiah yang terkandung di dalam

bumi yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan sehingga bisa

meningkatkan taraf hidup. Sumberdaya geologi di daerah penelitian meliputi

sumberdaya air, sumberdaya tanah dan potensi bahan galian.

VI.1.1 Sumberdaya air

Kebutuhan air bersih di daerah penelitian masih tergolong kurang. Sejumlah

tempat sulit mendapatkan air bersih, meskipun daerah penelitian sebagian besar

dilewati aliran Kali Oyo. Hal ini disebabkan karena litologi pada daerah penelitian

yang umumnya sedimen karbonatan tidak produktif sebagai akuifer. Kebanyakan

masyarakat di daerah penelitian memanfaatkan aliran Kali Oyo sebagai sumber air

yang digunakan untuk mandi, mencuci maupun untuk mengairi persawahan (Gambar

VI.1). Meskipun kandungan air Kali Oyo berlimpah dan tidak pernah kering, namun

air dari Kali Oyo bukanlah sumber air yang jernih karena berwarna kecoklatan dan

kadang – kadang mengandung lumpur jika musim hujan tiba.

Page 92: Skripsi Fahriah Sr

76

Gambar VI.1. Pemanfataan air dari Kali Oyo untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari. (Kamera menghadap utara)

Namun di beberapa tempat tertentu,terutama di Desa Klayar potensi air bersih

cukup melimpah sehingga warga dan pemerintah setempat membangun waduk untuk

keperluan air bersih, irigasi bahkan dijadikan tempat wisata Desa Klayar meskipun

belum banyak masyarakat luar yang mengetahui keberadaan danau tersebut (Gambar

VI.2).

Page 93: Skripsi Fahriah Sr

77

Gambar VI.2 . Danau di Desa Klayar yang di gunakan masyarakat sebagai sumber air bersih, irigasi

maupun tempat wisata. (Kamera menghadap barat)

VI.1.2 Sumberdaya tanah

Tanah adalah campuran bagian – bagian batuan dengan material serta bahan

organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat

erosi dan pelapukan karena proses waktu.

Pada daerah penelitian kondisi tanah sangat baik sehingga dimanfaatkan

masyarakat untuk lahan persawahan dan perkebunan, seperti perkebunan jagung,

minyak kayu putih, kacang tanah dan singkong.

Page 94: Skripsi Fahriah Sr

78

Gambar VI.3.Pemanfaatan sumberdaya tanah di daerah penelitian (Kamera menghadap selatan)

VI.1.3 Potensi bahan galian

Selain air dan tanah, bahan galian juga sangat erat kaitannya dengan

kehidupan manusia sehari-hari yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat setempat. Karena daerah penelitian didominasi oleh litologi batugamping,

maka potensi bahan galian yang ada pada daerah penelitian yaitu penambangan

batugamping.

Page 95: Skripsi Fahriah Sr

79

Batugamping

Potensi batugamping pada daerah penelitian cukup besar karena litologi

penyusun daerah penelitian didominasi oleh batuan karbonat. Penambangan

batugamping di daerah penelitian masih bersifat sederhana dan dilakukan oleh

masyarakat sekitar. Penambangan batugamping ini umumnya digunakan sebagai

bahan bangunan untuk rumah masyarakat, bahan untuk penstabilan jalan dan juga

sebagian besar diekspor ke Bali yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan

ukiran patung dan lain sebagainya.

Gambar VI.4. Penambangan batugamping di Desa Kedungkeris Kecamatan Bulu (Kiri) Penambangan

batugamping di Desa Bejiharjo (Kanan). (Kamera menghadap selatan)

Page 96: Skripsi Fahriah Sr

80

VI.2 Bencana Geologi

Bencana merupakan suatu kejadian yang datang secara tiba-tiba dan

menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Bencana bisa berlansung dalam

jangka waktu yang cepat maupun lambat. Bencana terjadi karena adanya pengaruh

kondisi geografis dan geologi dari suatu daerah. Pada daerah penelitian, bencana

geologi yang sering terjadi adalah bencana banjir.

Banjir

Kondisi litologi daerah penelitian yang potensial sebagai tempat mengalirnya

mata air, baik mata air dipermukaan tanah maupun sungai bawah tanah, menjadikan

daerah penelitian beresiko bencana yaitu bencana banjir. Faktor yang mempengaruhi

salah satunya adalah karena terdapat sungai Oyo dan juga sungai bawah tanah.

Apabila musim hujan melanda daerah penelitian sering diterpa banjir karena

meluapnya air pada sungai Oyo maupun sungai bawah tanah. Meskipun tidak pernah

menimbulkan korban jiwa, akan tetapi bencana banjir sering merugikan masyarakat

setempat karena mengganggu aktivitas para wisatawan sehingga keuntungan yang

diraih masyarakat setempatpun berkurang.

Page 97: Skripsi Fahriah Sr

BAB VII HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT DAN JENIS

POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL

VII.1 Latar Belakang

Studi khusus dengan judul “HUBUNGAN ANTARA FASIES KARBONAT

DAN JENIS POROSITAS TERHADAP PEMBENTUKKAN GUA PINDUL“ ini

dilatar belakangi oleh keingintahuan penyusun tentang faktor – faktor apa saja yang

turut berperan serta dalam pembentuukan Gua Pindul, yang dilakukan berdasarkan

analisa petrografi litologi penyusun dan analisa porositas.

Gua Pindul merupakan salah satu objek wisata yang terletak di daerah

Bejiharjo Kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul. Gua Pindul sudah

terkenal sejak tahun 2010, meskipun di daerah Gunungkidul terdapat banyak gua,

akan tetapi Gua Pindul masih menduduki peringkat pertama sebagai tempat wisata

favorit karena memiliki banyak keunikan. Salah satu keunikan dari gua ini adalah

karena terdapat stalaktit dan stalakmit dalam jumlah yang banyak dan berukuran

besar dan masih terus berproses. Gua Pindul berada pada koordinat 7°55’42” dan

110°38’53” dengan panjang ± 300 m yang terbagi dalam 3 (tiga) zona, yakni zona

terang, gelap dan kemudian terang lagi.

Bagaimana dengan pembentukkan Gua Pindul ?

Jawaban ini mengacu pada sebuah kalimat “The Present Is The Key To The Past”

sebagaimana yang kita ketahui, segala sesuatu yang terjadi saat ini pasti melalui

proses yang begitu panjang pada masa lampau begitu pula dengan pembentukkan Gua

Page 98: Skripsi Fahriah Sr

82

Pindul. Selain karena litologi, masih banyak hal-hal lain yang turut serta dalam

pembentukkan goa ini, salah satunya adalah jenis porositas dari litologi batuan

penyusun yang bersifat karbonatan. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara

fasies karbonat dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul, maka

diperlukan studi khusus.

Gambar VII.1. Kenampakan Gua Pindul (Kamera menghadap timur)

VII.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis fasies dan porositas

batuan karbonat. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan antara

fasies dan jenis porositas terhadap pembentukkan Gua Pindul.

Page 99: Skripsi Fahriah Sr

83

VII.3. Batasan Masalah

Study khusus ini dilakukan dengan cara memetakan daerah study khusus yaitu

Gua Pindul yang terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo dengan skala

1 : 5000. Banyak para ahli yang membahas tentang fasies batugamping dengan

menggunakan cara yang berbeda dan di daerah tertentu. Namun dalam studi fasies

satuan batuan karbonat ini, menggunakan analisis petrografi yang mengacu pada

klasifikasi Dunham (1962) kemudian untuk mengetahui fasiesnya penyusun

mengarah ke pendekatan fasies model Wilson (1975). Sedangkan untuk jenis

porositas, penyusun menggunakan metode petrofisik untuk menguji sifat fisik batuan

menggunakan metode analisis uji sifat batuan yang dilakukan di laboratorium

AKPRIND Yogyakarta, dan hasil perhitungan porositas akan dimasukkan dalam

klasifikasi CEGM dan Lemmans (1979).

VII.4 Dasar Teori

VII.4.1 Batugamping

Batugamping merupakan batuan karbonat yang terdiri dari hampir seluruhnya

kalsium karbonat (CaCO3), atau secara spesifik adalah merupakan suatu batuan

sedimen karbonat yang mengandung lebih dari 95% kalsit dan kurang dari 5%

dolomit ( Reijes dan Hsu, 1986 dalam Widada, 1999 ). Sistem pengendapan batuan

karbonat berbeda dengan sistem pengendapan batuan sedimen klastik lainnya. Pada

proses pengendapan batuan karbonat, diperlukan suatu kondisi lingkungan tertentu

yang memenuhi persyaratan, seperti: pengaruh sedimen klastik asal darat, pengaruh

iklim dan suhu, pengaruh kedalaman, serta pengaruh mekanik, untuk proses

Page 100: Skripsi Fahriah Sr

84

pertumbuhan dan perkembangan kehidupan organisme dengan baik. Organisme juga

sangat berperan dalam pembentukan batuan karbonat, yaitu sebagai penghasil unsur

CaCO3.

Klasifikasi batugamping menurut beberapa ahli dalam Widada (1999), yaitu:

1. Pettijohn (1957 dan 1962)

Mengklasifikasi batuan karbonat menjadi 3 komponen utama, yang berdasarkan

genesanya, yaitu: batugamping autocthonous, batugamping allocthonous dan

batugamping metasomatik.

2. Folk (1962)

Membuat klasifikasi batugamping berdasarkan 3 komponen utama batuan

karbonat, yaitu: butiran, sparit dan mikrit.

3. Dunham (1962)

Membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur pengendapan, yaitu: butiran

didukung oleh lumpur, butiran saling menyangga, komponen yang saling terikat

pada waktu pengendapan dengan dicirikan adanya struktur tumbuh dan tekstur

pengendapan yang tidak teramati dengan jelas.

4. Embry dan Klovan (1971)

Merupakan modifikasi dari klasifikasi yang diusulkan oleh Dunham, 1962, dengan

pembagian: batugamping allocthonous dan batugamping autocthonous.

Page 101: Skripsi Fahriah Sr

85

5. Plumley et. al (1962)

Mengklasifikasi batuan karbonat berdasarkan indeks energinya, yaitu pada kondisi

air laut yang tenang, pada kondisi air laut yang sedikit bergelombang, pada kondisi

air laut yang bergelombang lemah, pada kondisi air laut yang bergelombang

sedang, pada kondisi air laut yang bergelombang kuat.

6. Koesoemadinata (1981).

Klasifikasi berdasarkan pada beberapa modifikasi dari beberapa klasifikasi batuan

karbonat, dan dari klasifikasi ini diperoleh type gamping utama, yang

pemakaiannya ditekankan pada pengenalan dilapangan, pengenalan tekstur dan

pengenalan jenis butirannya, yaitu type gamping kerangka, type gamping klastik,

type gamping afanitik, type gamping kristalin.

Dari beberapa klasifikasi diatas, dalam pembahasan ini menggunakan

klasifikasi dari Dunham (1962) yang berdasarkan tekstur pengendapannya, karena

pada daerah penelitian sangat mudah dikenali dengan menggunakan klasifikasi ini.

Page 102: Skripsi Fahriah Sr

86

Tabel VII.1. Klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham yang dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (dalam Gary Nichols , 2009)

Page 103: Skripsi Fahriah Sr

87

Pembagian fasies didasarkan atas beberapa aspek, (Said, 1992) yaitu :

- Produk batuan

- Genesa atau proses terbentuknya batuan

- Lingkungan dimana batuan terbentuk

- Aspek tektonik

Menurut Hukum Walter (Walter Law’s of Facies, 1984) variasi sedimen

untuk fasies yang sama adalah sama, sedimen pada fasies yang berbeda terletak

sebelah menyebelah. Kontak antar fasies bisa meliputi :

- Kontak non erosional, apabila fasies berkembang dan diikuti dengan fasies yang

lain sesuai dengan waktu

- Kontak tegas, apabila erosi tidak ada / tidak berarti, dimana fasies terbentuk

dalam lingkungan pengendapan yang luas dengan dimensi yang besar.

Assosiasi fasies yaitu kumpulan fasies yang terbentuk bersama – sama dan

mempunyai hubungan, baik genesa maupun lingkungannya. Analisa fasies secara

vertikal dan teratur disebut sekwen, (Said, 1992)

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran dan perubahan fasies, (Said, 1992):

- Proses Sedimentasi

Proses sedimentasi sangat berpengaruh dalam distribusi dan perubahan fasies,

yang disebabkan oleh terjadinya progradasi.

Page 104: Skripsi Fahriah Sr

88

- Suplai Material

Berpengaruh dalam pembentukan ketebalan fasies dan macam material

sedimennya.

- Iklim

Iklim secara luas memberikan perbedaan “ source area ” dan lingkungan

pengendapan.

- Tektonik

Tektonik merupakan penyebab perubahan fasies secara lokal yang disebabkan

oleh gerak-gerak vertikal dan kemiringan sesar blok.

- Perubahan Permukaan Air Laut

Perubahan permukaan air laut (trangresi atau regresi) akan menyebabkan

terjadinya perubahan kedalaman air laut, sehingga sedimen yang dihasilkan

menjadi berbeda.

- Aktifitas Biologis

Sedimen organik dapat berupa pertumbuhan koral dan organisma lainnya yang

membentuk lapisan cukup tebal. Dengan adanya arus dan erosi, maka akan

terendapkan organisma yang telah mati.

- Komposisi Kimia Air

Salinitas dan komposisi kimia air laut dan danau bervariasi dari tempat yang

satu dengan tempat yang lain sepanjang waktu geologi.

Page 105: Skripsi Fahriah Sr

89

- Vulkanisme

Aktifitas volkanisme pengaruhnya lokal, terutama pada sedimen intra basinal.

Adanya gunung – gunung api dan munculnya pulau – pulau adalah penyebab

perubahan lingkungan secara cepat.

Penyususn batugamping menurut Tucker (1991), komponen penyusun

batugamping dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain, matriks dan semen.

1. Non Skeletal grain, terdiri dari :

a. Ooid dan Pisoid

Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya

satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti

penyusun biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid

memiliki ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka

disebut pisoid.

b. Peloid

Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing

yang tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1

– 0,5 mm. Kebanyakan peloid ini berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga

disebut pellet (Tucker 1991).

c. Agregat dan Intraklas

Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang

tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat

material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah

Page 106: Skripsi Fahriah Sr

90

terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur

pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).

2. Skeletal Grain

Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri

dari seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro.

Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam

batugamping (Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga

merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang

waktu geologi (Tucker, 1991).

3. Lumpur Karbonat atau Mikrit

Mikrit merupakan matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada batugamping

hadir sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4

mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak

homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas antara

kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit

dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar yang kasar

(Tucker, 1991).

4. Semen

Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan

mengisi rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat

berupa kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat.

Page 107: Skripsi Fahriah Sr

91

VII.4.2 Fasies Model Wilson ( 1975 )

Wilson (1975) mengemukakan suatu penampang fasies karbonat yang ideal

dengan memperlihatkan jalur fasies secara standar dan interpretasi lingkungan

pengendapan pada tepi paparan berdasarkan kemiringan, umur geologi, energi air,

dan iklim adalah sebagai berikut:

1.Basin Fasies

Lingkungan basin fasies merupakan lingkungan yang terlalu dalam dan

gelap bagi kehidupan organisme benthonik dalam menghasilkan karbonat,

sehingga adanya karbonat hanya tergantung kepada pengisian oleh material yang

berukuran butir sangat halus dan merupakan hasil runtuhan plangthonik.

2. Open Shelf Fasies

Open shelf fasies merupakan lingkungan air yang mempunyai kedalaman

dari beberapa puluh meter sampai beberapa ratus meter, umumnya mengandung

oksigen, berkadar garam yang normal dan mempunyai sirkulasi air yang baik.

3. Toe of Slope Karbonat Fasies

Toe of Slope Karbonat Fasies merupakan lingkungan yang berupa lereng

cekungan bagian bawah, dengan material – material endapannya yang berasal dari

daerah – daerah yang dangkal. Kedalaman, kondisi gelombang, dan kandungan

oksigen masih serupa dengan fasies 2.

Page 108: Skripsi Fahriah Sr

92

4. Fore Slope Fasies

Fore Slope Fasies merupakan lingkungan yang umumnya terletak diatas

bagian bawah dari "oxygenation level" sampai diatas batas dasar yang

bergelombang, dengan material endapannya yang berupa hasil rombakan.

5. Organic ( ecologic ) Reef Fasies

Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari

ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan

organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas

permukaan dan terjadinya sedimentasi.

6. Sand on Edge of Platform Fasies

Sand on Edge of Platform Fasies merupakan daerah pantai yang dangkal,

daerah gosong - gosong pada daerah pantai ataupun bukit – bukit pasir.

Kedalamannya antara 5 – 10 meter sampai diatas permukaan laut, pada lingkungan

ini cukup memperoleh oksigen, akan tetapi jarang dijumpai kehidupan organisme

laut.

7. Open Platform Facies

Open Platform Facies terletak pada selat, danau dan teluk dibagian belakang

daerah tepi paparan. Kedalamannya pada umumnya hanya beberapa puluh meter

saja, dengan kadar garam yang bervariasi dan sirkulasi airnya sedang.

Page 109: Skripsi Fahriah Sr

93

8. Restricted Platform Facies

Restricted Platform Facies merupakan endapan sedimen yang halus yang

terjadi pada daerah yang dangkal, pada telaga ataupun danau. Sedimen yang lebih

kasar hanya terjadi secara terbatas yaitu pada daerah kanal ataupun pada daerah

pasang surut. Lingkungan ini terbatas untuk kehidupan organisme, mempunyai

salinitas yang beragam, kondisi reduksi dengan kandungan oksigen, sering

mengalami diagenesa yang kuat.

9. Platform Evaporite Facies

Platform Evaporite Facies merupakan lingkungan supratidal dengan telaga

pedalaman dari daerah ambang terbatas atau " restricted marine " yang berkembang

kedalam lingkungan evaporite ( sabkha, salinitas dan bergaram ). Mempunyai iklim

panas dan kering, kadang – kadang terjadi air pasang. Proses penguapan air laut

yang terjadi akan menghasilkan gypsum dan anhidrit.

Page 110: Skripsi Fahriah Sr

94

VII.4.3 Porositas

Porositas suatu medium adalah perbandingan volume rongga - rongga pori

terhadap volume total seluruh batuan. Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam

persentase dan disebut porositas.

Menurut Koesoemadinata, R.P, (1980), porositas dapat berkisar nol sampai

besar sekali, namun biasanya berkisar antara 5 % sampai 40 %. Secara teoritis

porositas tidak lebih besar dari 47,6 %. Hal ini disebabkan karena pengaruh susunan

butir terhadap porositas. Untuk menentukan porositas dapat ditentukan dengan

berbagai cara (Koesoemadinata, R.P., 1980), yaitu :

• Dilaboratorium, dengan porosimeter yang berdasarkan hukum Darcy (1956),

dalam Hardiatmo H.C., 1992, (hubungan antara kecepatan dan gradient hidrolik).

• Dari log listrik, sonik, radioaktif.

• Log kecepatan pemboran

• Pemeriksaan dan perkiraan secara mikroskopis

• Dari hilangnya inti pemboran

Porositas merupakan ukuran ruang-ruang kosong dalam suatu batuan. Secara

definitif porositas merupakan perbandingan antara volume ruang yang terdapat dalam

batuan yang berupa pori-pori terhadap volume batuan secara keseluruhan, biasanya

dinyatakan dalam fraksi. Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan

kapasitas penyimpanan fluida reservoir.

Page 111: Skripsi Fahriah Sr

95

Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai : ∅ = -

dimana :

Vb = volume batuan total (volume bulk)

Vs = volume padatan batuan total (volume grain)

Vp = volume ruang pori-pori batuan

Dari hasil perhitungan porositas batuan yang didapatkan hasil nilai

porositas dimasukan dalam tabel porositas berdasarkan klasifikasi CEGM dan

Lemmens (1979).

Tabel VII.2. Tabel porositas berdasarkan klasifikasi CEGM dan Lemmens (1979).

Void Ratio Porosity

Term

> 0,43 0,43 – 0,18 0,18 – 0,05 0,05 – 0,01

< 0,01

>30 30 - 15 15 - 5 5 - 1

< 1

Very High High

Medium Low

Very Low

Page 112: Skripsi Fahriah Sr

96

VII.4.4 Klasifikasi porositas pada batuan karbonat

Klasifuikasi porositas menurut waktu dan cara terjadinya,terdiri atas:

1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen

diendapkan.

2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan

sedimen terendapkan.

Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer adalah

batuan konglomerat, batupasir, dan batugamping. Porositas sekunder dapat

diklasifikasikan menjadi 3 golongan , yaitu :

1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses

pelarutan batuan.

2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya

kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,

sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan

secara kuantitatif karena bentuknya tidak teratur.

3. Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3) ditransformasikan

menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia :

2CaCO3 + MgCl → CaMg(CO3)2 + CaCl2.

Batuan karbonat merupakan batuan reservoir penting untuk minyak dan gasbumi.

Dari 75 % daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen, kira-kira 1/5 dari massa

sedimen ini terdiri dari batuan karbonat (gamping dan dolomit).

Page 113: Skripsi Fahriah Sr

97

Menurut Choquette dan Pray (1970), porositas pada terumbu dapat diklasifikasikan

menjadi 3 (tiga), yakni:

1. Mengikuti pola kemas (Fabric selective), antara lain:

- Inter particle : pori yang terdapat di antara partikel penyusun batuan karbonat

- Intra particle : pori yang terdapat di dalam partikel penyusun batuan karbonat

- Inter crystal : pori yang terdapat di antara kristal-kristal, misalnya pada dolomit

- Mouldic : rongga cetakan akibat larutnya cangkang fosil

- Fenestral : pori yang memanjang searah perlapisan sering terjadi pada alga yang

mengalami retakan-retakan.

- Shelter : pelindung, pori yang berbentuk lensa-lensa kecil akibat hilangnya gas

asal organik yang semula terkubur sedimen.

- Growth framework : pertumbuhan kerangka menghasilkan pori yang terdapat

pada bekas tubuh lunak biota terumbu yang membentuk kerangka.

2. Tidak mengikuti pola kemas (Not fabric selective), antara lain:

- Fractures : retakan atau pori mengikuti arah retakan berupa cela akibat tektonik

yang berupa sesar atau lipatan.

- Channel : saluran, merupakan pelebaran retakan akibat proses pelarutan.

- Vug : gerowong, berupa rongga yang terbentuk karena pelarutan cukup kuat,

lubang mencapai beberapa puluh sentimeter.

- Cavern : gua, rongga besar yang dapat dimasuki manusia, akibat pelarutan yang

sangat kuat.

Page 114: Skripsi Fahriah Sr

98

3. Mengikuti pola kemas atau tidak (Fabric selective or not)

- Breccia : breksi sedimenter atau tektonik, membentuk rongga diantara fragmen

breksi.

- Boring : pemboran batuan keras oleh organisme

- Burrow : penggalian oleh aktivitas organisme penggali lumpur

- Shrinkage : penciutan, adalah cela yang terbentuk akibat mengerutnya lumpur

karbonat waktu kering.

VII.4.5 Faktor-faktor penentu porositas

Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran

butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan

butir berbentuk kubus mempunyai porositas lebih baik dibandingkan bentuk

rhombohedral), kompaksi, dan sementasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi porositas antara lain:

- Ukuran butir atau grain size

Semakin kecil ukuran butir maka rongga yang terbentuk akan semakin kecil pula

dan sebaliknya jika ukuran butir besar maka rongga yang terbentuk juga semakin

besar.

- Bentuk butir atau sphericity

Batuan dengan bentuk butir jelek akan memiliki porositas yang besar, sedangkan

kalau bentuk butir baik maka akan memiliki porositas yang kecil.

Page 115: Skripsi Fahriah Sr

99

- Susunan butir

Apabila ukuran butirnya sama maka susunan butir sama dengan bentuk kubus dan

mempunyai porositas yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk rhombohedral.

- Pemilahan

Apabila pemilahan butiran baik maka ada keseragaman sehingga porositasnya akan

baik pula. Pemilahan yang jelek menyebabkan butiran yang berukuran kecil akan

menempati rongga diantara butiran yang lebih besar akibatnya porositasnya rendah.

- Komposisi mineral

Apabila penyusun batuan terdiri dari mineral-mineral yang mudah larut seperti

golongan karbonat maka porositasnya akan baik karena rongga-rongga akibat proses

pelarutan dari batuan tersebut.

- Sementasi

Material semen pada dasarnya akan mengurangi harga porositas. Material yang

dapat berwujud semen adalah silika, oksida besi, karbonat, dan mineral lempung.

- Kompaksi dan pemampatan

Adanya kompaksi dan pemampatan akan mengurangi harga porositas. Apabila

batuan terkubur semakin dalam maka porositasnya akan semakin kecil yang

diakibatkan karena adanya penambahan beban.

Page 116: Skripsi Fahriah Sr

100

VII.5 Pembahasan

VII.5.1 Litologi penyusun

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis petrografi yang

penamaannya mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) dan berdasarkan hasil

pemetaan geologi dengan skala 1 : 5000 Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone

dan Grainstone yang terletak di Formasi Wonosari. Struktur yang berkembang

berupa silangsiur dan perlapisan.

• Boundstone

Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, struktur silangsiur, didukung oleh

kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir

sedang (0,08-1,3)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil

foram besar (Lepidocyclina), coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat.

Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan boundstone ditemukan fosil

foraminifera plankton seperti Globigerinoides trilobus (Reuss),Globigerinoides

diminitus, Globoquadrina dehiscens dan juga terdapat fosil foram besar jenis

Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang,

sebagian telah mengalami rekristalisasi. Terdapat juga fosil foraminifera

benthonik, seperti Nodosaria sp, Dentalina sp.

Hadirnya fosil-fosil foraminimera planktonik dan benthonik tersebut

menunjukkan satuan ini diperkirakan berumur Miosen Bawah N7 - N9 (Lampiran

lepas analisis paleontologi).

Page 117: Skripsi Fahriah Sr

101

• Grainstone

Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain

supported) berukuran pasir sedang, pemilihan sedang, komposisi

karbonat,dengan struktur perlapisan, terdiri dari fosil, kalsit, plagioklas ,dan

lumpur karbonat.

Berdasarkan analisis paleontologi pada satuan grainstone ditemukan fosil

foraminifera plankton seperti Orbulina universa, Globigerina bulbosa (LeRov),

Globoquadrinadehiscens,Globigerinoidesaltiaperturus.

Terdapat juga fosil foraminifera benthonik, Nonionella sp dan Rotalia sp.

Hadirnya fosil-fosil foraminimera plankton dan benthonik tersebut menunjukkan

satuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah N11 - N12 (Lampiran lepas

analisis paleontologi).

VII.5.2 Struktur

Berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan Gua Pindul dengan skala 1 :

5000 yang telah dilakukan, maka diperoleh data tentang struktur geologi yang

mengontrol terbentuknya Gua Pindul adalah struktur sesar geser dengan arah N

85°/8° (timurlaut – baratdaya). Sesar geser yang terjadi pada Gua Pindul merupakan

akibat dari pergerakan sesar geser Oyo yang merupakan sesar utama pada daerah

penelitian. Adapun penciri sesar geser tang terdapat di Gua Pindul adalah dengan

adanya singkapan Grainstone dengan struktur perlapisan yang masih bersifat

Page 118: Skripsi Fahriah Sr

102

horizontal (Gambar VII.2) dan bidang patahan yang terdapat pada atap Gua Pindul

dengan kedudukan N 83º E (Gambar VII.3).

Gambar VII.2. Kenampakan struktur perlapisan horizontal pada litologi grainstone

di Gua Pindul (Kamera mengahap baratlaut)

Gambar VII.3. Kenampakan bidang patahan pada atap Gua Pindul

Page 119: Skripsi Fahriah Sr

103

VII.5.3 Fasies karbonat

Batuan karbonat pada daerah penelitian secara stratigrafi menumpang diatas

satuan tuf Semilir secara tidak selaras yang lebih tua kemudian di atasnya terdapat

satuan packstone dari Formasi Oyo yang merupakan satuan termuda di daerah

penelitian.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis petrografi yang

penamaannya mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) dan berdasarkan hasil

pemetaan geologi dengan skala 1 : 5000 Gua Pindul tersusun atas batugamping

terumbu yaitu satuan Boundstone dan Grainstone yang terletak di Formasi Wonosari.

Struktur yang berkembang berupa silangsiur dan perlapisan.

Pendekatan dengan fasies model Wilson ( 1975 ) pada litologi penyusun Gua

Pindul, dengan ciri litologinya dapat diketahui bahwa Gua Pindul terbentuk pada

lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari

ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan

organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada di atas

permukaan dan terjadinya proses sedimentasi berupa pelapukan.

VII.5.4 Jenis Porositas

Untuk pengujian porositas, diambil 3 (tiga) sampel, yakni 1 (satu) sampel

grainstone pada pintu masuk gua pindul (A), 1 (satu) sampel boundstone (B) dan 1

(satu) sampel grainstone berlapis (C) pada pintu keluar Gua Pindul. Pengujian

porositas dilakukan dengan menggunakan metode Petrofisik.

Page 120: Skripsi Fahriah Sr

104

Adapun urutan atau cara perhitungan pengujian porositas, sebagai berikut:

• Volume Bulk (VB), menggunakan rumus: Panjang x Lebar x Tinggi

• Volume Solid (VS), menggunakan rumus:

Sedangkan untuk mencari porositasnya menggunakan rumus: :

Berdasarkan dari hasil analisis porositas (Lampiran Lepas) maka selanjutnya

hasil analisis dimasukkan dalam klasifikasi porositas dan berdasarkan klasifikasi

CEGM dan Lemmens (1979). Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM

& Lemmens (1979) dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel VII.1).

Tabel VII.3. Hasil analisis porositas berdasarkan klasifikasi CEGM & Lemmens (1979).

No Hasil analisis batuan Klasifikasi CEGM, 1979, & Lemmens

Porositas Porositas

A 46.07 % Very High

B 20.83 % High

C 25.42 % High

Keterangan : A = grainstone pada pintu masuk B = boundstone pada pintu keluar C = grainstone berlapis pada pintu keluar

Page 121: Skripsi Fahriah Sr

105

VII.5.5 Hubungan antara fasies karbonat dan jenis porositas

Berdasarkan dari hasil analisis lapangan dan petrografi dengan menggunakan

metode Wilson (1975) dan jenis porositas dengan menggunakan metode petrofisik

yang mengacu pada klasifikasi CEGM & Lemmens (1979), dapat ditarik kesimpulan

bahwa:

• Berdasarkan jenis fasies karbonat, Gua Pindul terbentuk pada lingkungan

Organic (ecologic) Reef Fasies mempunyai sifat karakteristik dari

ekologinya bergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertumbuhan

organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme, bagian yang ada

diatas permukaan dan terjadinya sedimentasi. Karena pada daerah ini masih

dipengaruhi oleh kemiringan yang relatif landai dan energi air yang

mempengaruhi perubahan litologi.

• Litologi penyusun Gua Pindul Satuan grainstone terletak pada bagian bawah

Gua Pindul dengan struktur perlapisan memiliki kemas yang baik, memiliki

ukuran butir yang seragam dan lebih kecil dibandingkan dengan satuan

boundstone. Hal ini mengakibatkan jenis porositas pada satuan grainstone

lebih tinggi (very high) dibandingkan dengan satuan boundstone. Sedangkan

satuan boundstone sebagai atap Gua Pindul memiliki ukuran butir yang tidak

seragam dan lebih banyak mengandung kalsit dan berpotensi untuk terjadi

proses pelarutan berupa terbentuknya stalaktit dan stalakmit (Gambar VII.5),

Page 122: Skripsi Fahriah Sr

106

hal ini mengakibatkan jenis porositas pada boundstone dikategorikan dalam

jenis high.

Gambar VII.4. Kenampakan kontak antara boundstone dan grainstone pada pintu keluar Gua Pindul. (Kamera menghadap timur)

Gambar VII.5. Kenampakan pertumbuhan stalaktit yang masih berproses sampai saat ini.

Page 123: Skripsi Fahriah Sr

BAB VIII KESIMPULAN

1. Geomorfologi daerah penelitian terbagi dalam 4 (empat) satuan geomorfologi,

yaitu Satuan Geomorfologi Perbukitan Curam Vulkanik (V1), Satuan

Geomorfologi Perbukitan Karst (K1), Satuan Geomorfologi Perbukitan Homoklin

Terdenudasi (D1), dan Satuan Geomorfologi Tubuh Sungai Fluvial (F1).

2. Stratigrafi daerah penelitian diawali dengan lingkungan Neritik Luar di mana

diendapkan satuan Tuf pada Kala Miosen Awal (N5 - N6), kemudian di atasnya

secara tidak selaras diendapkan satuan Boundstone pada Kala Miosen Awal Akhir

– Miosen Tengah (N7 - N9), lalu diendapkan satuan Grainstone pada kala Miosen

Tengah (N11-N12), kemudian diendapkan lagi satuan Packstone pada Kala

Miosen Awal (N11-N15), yang memiliki hubungan saling memasuki (menjari).

Setelah pengendapan satuan Tuf, Boundstone, Grainstone dan Packstone, terjadi

pendangkalan dan pengangkatan yang cukup kuat sehingga mengangkat semua

jenis batuan pada kondisi darat. Bersamaan dengan itu mulai terjadi proses erosi

sehingga pada kala holosen hasil erosi diendapkan sebagai endapan aluvial yang

hingga sekarang (Resen) masih berlangsung.

3. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian yaitu struktur lipatan

berupa antiklin Grogol, struktur kekar berupa kekar gerus dan kekar tarik, struktur

sesar berupa sesar geser Oyo dan sesar naik Pindul

4. Aspek geologi lingkungan pada daerah penelitian berupa potensi air, tanah dan

Page 124: Skripsi Fahriah Sr

108

potensi bahan galian berupa batugamping. Sedangkan potensi bencana yang timbul

berupa bencana banjir.

5. Litologi penyusun pembentukkan Gua Pindul tersusun atas satuan Boundstone

dan Grainstone. Berdasarkan Fasies Karbonat yang berdasarkan pada analisis

petrografi yang mengacu pada Fasies Model Wilson, menyatakan bahwa Gua

Pindul terbentuk pada lingkungan Organic (ecologic) Reef Fasies, karena pada

daerah ini ekologinya tergantung kepada energi air, kemiringan lereng, pertum-

buhan organisme, banyaknya kerangka atau jalinan organisme bagian yang ada

diatas permukaan dan terjadinya sedimentasi dan memiliki jenis porositas antara

high – very high.

Page 125: Skripsi Fahriah Sr

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, S., 1974, Evolusi Geologi Jateng dan Sekitarnya Ditinjau dari Segi Tektonik Dunia yang Baru, Bandung. Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol IA, The Haque Martinus

Nijhoff. Howard, A.D., 1967, Drainage Analysis in Geologic Interpretation, AAPG Bulletin,

vol.51. Koesoemadinata, R.P., 1981, Prinsip-prinsip Sedimentasi, Departemen Teknik

Geologi, Institut Geologi Bandung. Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology, An Introduction to the Study of Landscape,

New York : MCgraw-Hill Book Company Inc. Marks, P., 1961 , Stratigrapy Lexicon of Indonesia, Kementerian Perekonomian Pusat

Djawatan Geologi Bandung, Publikasi Keilmuan, No. 31, seri Geologi. Anonim, 1999, Panduan Praktikum Geomorfologi IV, 1999, Laboratorium

Geodinamik Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada. Sarira, Jumiko, 2004, Petrologi Batuan Sedimen, Diktat Kuliah Universitas Negeri

Papua. Scoffin.T.P, 1987, An Introduction to Carbonate Sediments and Rocks, Blackie &

Son ltd, London, 274 P. Surono, Toha. B, Sudarno,1992, Peta Geologi Lembar Surakarta – Giritontro Skala

1:100.000, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung. Selley, R.C., 1976, An Introduction of Sedimentology, Academic Press. Soekardi, M., 1985, Geologi Dasar, Diktat Kuliah Institut Sains & Teknologi

Yogyakarta, Tidak Dipublikasikan. Sukandarrumidi, 1994, Geologi Sejarah, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Widada, Sugeng, 1999, Metode Analisa Batuan Karbonat, Laboratorium

Sedimentologi Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral. UPN Veteran, Yogyakarta.

Williams, H. Turner, F.J., dan Gilbert, C.M., 1982, Petrography and Introduction to The Study of Rock in Thin Section, San Fransisco : Freeman and Company. Zuidam, R.A. Van, 1983, Guide to Geomorphology Aerial Photographic

Interpretation and Mapping, Netherlands : ITC. Stiawan L.B, dkk http://geoling7.blogspot.com/2011/10/pengertian-geologi-

lingkungan.html Kamis, 27 Oktober 2011 Hidayat Rahmat, http://forester-untad.blogspot.com/2013/04/ilmu-tanah-pengertian-

tanah-menurut.html. Senin 1 April 2013

Page 126: Skripsi Fahriah Sr

110

No. Date Location Code

Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip

Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)

1. 01/Juni LP 1 Goa Pindul 0461190 9123706 165 Gamping Terumbu

Warna segar putih kekuningan, karbonat, non klastik N 216oE/3o Ada data

kekar LP 1

2. 01/Juni LP 2 Gelaran 0460402 9123366 183 Gamping Terumbu

Warna segar putih kekuningan, karbonat, non klastik -

3. 01/Juni LP 3 Grogol 0458867 9121917 226 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 285oE/4o

Analisis Pekro +

fosil LP 3

4. 01/Juni LP 4 Grogol 0459885 9121968 207 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 105oE/4o - -

5. 01/Juni LP 5 Bendungan 0460347 9121960 192 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis - - -

6. 01/Juni LP 6 Grogol 0460279 9120386 213 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat - Analisis

petro LP 6

7. 01/Juni LP 7 Nglampar 0461125 9120638 201 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat - - -

8. 01/Juni LP 8 Nglampar 0461905 9120577 195 Grainstone Warna segar putih kekuningan Warna lapuk hitam N 115oE/5o

9. 01/Juni LP 9 Gondang 0462837 9121924 198 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis - - -

10. 01/Juni LP 10 Gelaran 0463007 9122882 188 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat - - -

11. 01/Juni LP 11 Karanganom 0462230 9123128 189 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 115oE/15o

12. 01/Juni LP 12 Gelaran 0461782 9122843 192 Boundstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 115oE/15o - -

13. 01/Juni LP 13 Gunung Bang 0461983 9123242 192 Grainstone Warna segar putih kekuningan, karbonat N 146oE/12o

14. 01/Juni LP 14 Gunung Bang 0464379 9124079 173 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

15. 01/Juni LP 15 Sokoliman 0462347 9125173 208 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

16. 01/Juni LP 16 Sokoliman 0462759 9125752 214 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 64oE/4o

17. 01/Juni LP 17 Sokoliman 0462669 9126792 207 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 85oE/8o

Page 127: Skripsi Fahriah Sr

111

No. Date Location Code

Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip

Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)

18. 01/Juni

LP 18 Anak Sungai Oyo

0462235 9127469 168 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 85oE/9o

19. 01/Juni

LP 19 Kali Oyo 0461908 9128000 174 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 75oE/7o

20. 01/Juni

LP 20 Katongan 0461510 9128555 182 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 79oE/10o

21. 01/Juni \

LP 21 Kepoh 0460958 9129989 182 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 73oE/12o Analisis

Petro LP 21

22. 02/Juni

LP 22 Anak Sungai Oyo

0461741 9124113 166m Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

23. 06/Juni

LP 23 Bulu 0459705 9124143 194 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

24. 06/Juni

LP 24 Bulu 0459896 9124519 166 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik - Bahan

Galian

25. 06/Juni

LP 25 Bulu 0460045 9124830 172 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 183oE/9o

26. 06/Juni

LP 26 Bulu 0459500 9124897 194 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik - Bahan

Galian

27. 06/Juni

LP 27 Bulu 0459380 9124953 187 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, N 95oE/11o

28. 06/Juni

LP 28 Bulu 0459162 9125298 161 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 65oE/5o Analisis

Fosil LP 28

29. 06/Juni

LP 29 Bulu 0459983 9125440 160 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 105oE/5o

30.

LP 30 Ngawis 0459532 9125498 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 100oE/5o

31.

LP 31 Gunungbang 0461114 9125097 186 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 105oE/11o

32.

LP 32 Cerbon 0460488 9125518 208 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 65oE/20o

33.

LP 33 Nglipar 0460213 9126604 225 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

34. LP 34 Nglipar 0459555 9126819 214 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 80oE/9o

Page 128: Skripsi Fahriah Sr

112

No. Date Location Code

Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip

Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)

35. 06/Juni LP 35

Perkebunan 0458931 9126915 213 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, N 80oE/6o

36. 06/Juni

LP 36 Sumberejo 0458780 9128551 246 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 65oE/9o

37. 06/Juni

LP 37 Sumberejo 0459183 9128117 225 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 65oE/10o

38. 06/Juni

LP 38 Mengger 0459851 9128172 239 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 70oE/9o

39. 06/Juni LP 39 Mengger 0460620 9128304 246 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis ,klastik

N 95oE/11o

40. 06/Juni

LP 40 Mengger 0460840 9127737 230 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

41. 08/Juni

LP 41 Anak kali Oyo 0461979 9126457 177 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 94oE/4o

42. 08/Juni

LP 42 Kali Oyo 0461580 9125810 169 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 145oE/6o Analisis petro

+ fosil LP42

43. 08/Juni LP 43 Temugiring 0461511 9127043 192 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 104oE/6o

44. 08/Juni

LP 44 Temugiring 0460804 9127259 203 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 56oE/9o

45. 08/Juni LP 45 Temugiring 0460225 9127448 225 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 54oE/11o

46. 08/Juni

LP 46 Sumberejo 0458882 9128876 227 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

47.

LP 47 Sumberejo 0459512 9128926 243 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

48.

LP 48 Kepohsari 0460121 9129057 227 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik N 79oE/9o

49.

LP 49 Jeruklegi 0462449 9129367 227 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

50.

LP 50 Gabang 0467568 9128553 204 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

51. 09/Juni

LP 51 Watusigar 0465553 9129237 199 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

Page 129: Skripsi Fahriah Sr

113

No. Date Location Code

Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip

Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)

52. 09/Juni LP 52

Watusigar 0465010 9128993 172 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

53. 09/Juni LP 53

Watusigar 0465351 9129645 166 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

54. 09/Juni LP 54

Dungmas 0464110 9129096 160 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

55. 09/Juni LP 55

Dungmas 0464013 9129521 163 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

56. 09/Juni LP 56

Tegalsari 0465213 9128000 167 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

57. 09/Juni LP 57

Tegalsari 0464662 9129942 168 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

58. 09/Juni LP 58

Tegalsari 0464443 9128571 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 75oE/9o

59. 09/Juni LP 59

Tegalsari 0463973 9127770 171 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

60. 09/Juni LP 60 Tegalsari 0464991 9127770 163 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

61. 09/Juni LP 61

Gabang 0467633 9128214 204 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

62. 09/Juni LP 62 Kerdon 0464101 9127119 184 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

63. 09/Juni LP 63

Kerdon 0464802 9127096 191 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

64. 09/Juni LP 64

Kerdon 0465063 9126901 184 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -

65. 09/Juni LP 65

Kerdon 0463459 9125641 166 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 173oE/13o

66. 09/Juni LP 66 Kerdon 0463761 9126009 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 176oE/11o Analisis

petro + fosil LP66

67. 09/Juni LP 67

Kedungdowo 0464221 9125871 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik --

68. 09/Juni LP 68

Kedungdowo 0463119 9125000 158 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

Page 130: Skripsi Fahriah Sr

114

No. Date Location Code

Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip

Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)

69. 09/Juni LP 69

Kedungdowo 0464631 9125549 163 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik, -

70. 09/Juni LP 70

Kedungdowo 0465513 9125937 243 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

71. 09/Juni LP 71

Branjang 0463337 9123741 203 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

72. 09/Juni LP 72

Branjang 0463501 9123621 171 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 120oE/15o

73. 09/Juni LP 73

Branjang 0463996 9123754 165 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -

74. 09/Juni LP 74

Melikan 0463291 9123206 161 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

N 110oE/11o

75. 09/Juni LP 75

Melikan 0463720 9123401 163 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 200oE/5o

76. 09/Juni LP 76

Melikan 0463553 9123020 158 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

77. 09/Juni LP 77 Ganang 0454110 9122993 161 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

78. 09/Juni LP 78

Ganang 0463793 9122846 159 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

79. 09/Juni LP 79 Gendangrejo 0463345 9122941 179 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

80. 09/Juni LP 80

Gendangrejo 0463513 9122601 178 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -

81. 09/Juni LP 81

Tuwuhan 0466131 9126453 202 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat - Analisis

petro LP81

82. 09/Juni LP 82

Ngringin 0466189 9126453 201 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

83. 09/Juni LP 83 Candi Tujuh 0466876 9126243 247 Tuff

Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

84. 09/Juni LP 84

Candi Tujuh 0466961 9126000 231 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat - Analisis

petro LP 84

85. 09/Juni LP 85

Sawahan Lima 0466214 9125167 204 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

Page 131: Skripsi Fahriah Sr

115

No. Date Location Code

Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip

Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)

86. 11/Juni LP 86

Wonoroto 0467247 9123943 245 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat - Analisis

Petro LP 86

87. 11/Juni LP 87

Banjardowo 0465901 9123546 191 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

88. 11/Juni LP 88

Banjardowo 0466654 9123271 232 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

89. 11/Juni LP 89

Banjardowo 0467346 9123307 243 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

90. 11/Juni LP 90

Karangwetan Dua

0466119 9122741 197 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

91. 11/Juni LP 91

Karangwetan Dua

0467097 9122903 202 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

92. 11/Juni LP 92

Karangwetan Dua

0467897 9122351 201 Tuff Warna segar putih keabu-abuan, karbonat -

93. 11/Juni LP 93

Karangwetan Satu

0466909 9122557 211 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

94. 11/Juni LP 94 Karangwetan Satu

0466213 9122213 180 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -

95. 15/Juni LP 95

Gentungan 0466198 9122207 191 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

96. 15/Juni LP 96 Gentungan 0466731 9122106 183 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

97. 15/Juni LP 97

Gentungan 0467813 9122309 203 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 120oE/7o

98. 15/Juni LP 98

Sumberejo 0465631 9121993 187 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

99. 15/Juni LP 99

Gentungan 0465811 9121644 199 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik -

100. 15/Juni LP 100 Gentungan 0467513 9121495 194 Packstone

Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis klastik -

101. 15/Juni LP 101

Karangmojo 0464988 9121099 173 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik - Analisis

fosil + petro LP101

102. 15/Juni LP 102

Karangmojo 0465431 9120993 171 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik N 210oE/4o

Page 132: Skripsi Fahriah Sr

116

No. Date Location Code

Location Name UTM Coordinate Lithologi Description Strike/ Dip

Note Sample Code X(mE) Y (Mn) Z(m)

103. 15/Juni LP 103

karangmojo 0466000 9120706 173 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

-

104. 15/Juni LP 104

karangmojo 0466710 9120706 172 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

-

105. 15/Juni LP 105

Genjahan 0467430 9120693 169 Packstone Warna segar putih kekuningan, karbonat,berlapis, klastik

-

106. 15/Juni LP 106

Gelaran 0461676 9123706 178 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat ,non klastik -

107. 15/Juni LP 107

Gelaran 0461803 9123643 161 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik

N 185oE/5o

108. 15/Juni LP 108

Gelaran 0462121 9123577 166 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik

N 120oE/5o

109. 15/Juni LP 109

Gelaran 0461198 9122846 170 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik, N 1145oE/6o

110. 15/Juni LP 110

Gelaran 0460901 9122971 186 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik N 220oE/6o Analisis

fosil + petro LP110

111. 15/Juni LP 111 Gelaran 0461096 9123114 191 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat non klastik, -

112. 15/Juni LP 112

Gelaran 0460903 9123547 190 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik -

113. 15/Juni LP 113 Gelaran 0461500 9123217 188 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik - Analisis

fosil + petro LP113

114. 15/Juni LP 114

Goa Pindul 0461124 9123822 189 Gamping Terumbu

Warna segar putih kecoklatan, karbonat, non klastik Analisis

Petro LP 114

Page 133: Skripsi Fahriah Sr

117

No. Sayatan : 81 A Jenis Batuan : Tuf Nama lapangan : Tuf Perbesaran : 40 X Cross nikol

3

2 3

1

1

4

0 0,5 mm Keterangan : 1. Fragmen Batuan 2.Feldspar 3Kwarsa 4.Min opak 5. Gelas Volkanik Paralel nikol

Page 134: Skripsi Fahriah Sr

118

DISKRIPSI MIKROKOPIS:

Sayatan tipis sedimen, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik dengan komposisi didominasi butiran feldspar, fragmen batuan,kwarsa dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,4mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar gelas volkanik.

Fragmen batuan (36%), abu-abu kecoklatan, berupa batuan beku dan batuan sedimen dengan ukuran butir 0,1-0,4 mm, bentuk menyudut tanggung – membulat tanggung

KOMPOSISI MINERAL:

Feldspar (12%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,08-0,3mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas.

Kwarsa (10%), tidak berwarna, relief rendah, berukuran 0,02–0,08mm, indeks bias n>nkb, hadir merata dalam sayatan

Mineral opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,03-0,06mm.

Gelas volkanik (22%), tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol

bewarna gelap, dengan Keping gips bewarna ungu muda

berkabut sebagian berubah menjadi mineral lempung.

Nama : Tuffaceous Lithic Wacke (Klasifikasi Gilbert, 1982)

Page 135: Skripsi Fahriah Sr

119

No. Sayatan : 81 B Jenis Batuan : Btaupasir Nama lapangan : Pasir karbonat Perbesaran : 40 X Cross nikol

3

1

3

3

2

0 0,5 mm Keterangan : 1..Feldspar 2. Kwarsa .3 Fosil 4. Mineral Opak 5. Min Lempung 6.Lumpur Karbonat Paralel nikol

Page 136: Skripsi Fahriah Sr

120

PEMERIAN MIKROSKOPIS:

Sayatan batuan sedimen, warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, komposisi terdiri dari feldspar, fosil, kwarsa, dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,2mm (silt-very fine sand), bentuk butir menyudut-membulat tanggung. Butiran mengambang dalam mineral lempung dan lumpur karbonat.

KOMPOSISI MINERAL:

Feldspar (18%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,05-0,2mm (silt-very fine sand), bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas dan ortoklas

Fosil (12%), tidak berwarna–kecoklatan, bias rangkap ekstrim, relief sedang, bentuk sebagian besar dalam keadaan pecah (skeletal), berukuran 0,08–0,1 mm, berupa foraminifera kecil.

Kwarsa (7%), tidak bewarna-kuning orde I, relief rendah, indeks bias n>nkb, pemadaman bergelombang, ukuran butir 0,05-0,1mm (coarse silt-fine sand), bentuk butir membulat tanggung.

Min. opak (3%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,05-0,08 mm. Min Lempung (32%), kuning kecoklatan, relief bervariasi, berukuran sangat

halus, warna interferensi abu-abu gelap orde I

Lumpur Karbonat (28%), coklat kekuningan, bias rangkap kuat (ekstrim) Nama : Calcareous Sandy Mudstone (Gilbert, 1982)

Page 137: Skripsi Fahriah Sr

121

No. Sayatan : LP 84 Jenis Batuan : sedimen Nama lapangan : Tuf Perbesaran : 40 X Cross nikol

5

3 2

4 1

0 0,5 mm Keterangan : 1. Plagioklas 2. Hornblende 3.Kwarsa 4.Min opak 5. Gelas Volkanik Paralel nikol

Page 138: Skripsi Fahriah Sr

122

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan , tekstur klastik, ukuran butir lempung- pasir halus, komposisi terdiri dari gelas volkanik, plagioklas, hornblende, kwarsa dan mineral opak. Tampak sebagian besar gelas telah terubah menjadi mineral lempung . Deskripsi Mineral : Plagioklas (32%) : Tidak berwarna-putih- abu-abu, berukuran (0,08-0,2)mm,

bentuk anhedral – subhedral, relief rendah, jenis Andesin An 44.

Kwarsa (14%) : tidak berwarna, relief rendah, indeks bias n>nkb,

berukuran 0,05–0,09mm, pemadaman bergelombang, bentuk menyudut tanggung.

Hornblende (10%) :Warna kuning kecoklatan, berukuran (0,06 - 0,1)mm,

bentuk anhedral – subhedral, relief tinggi, pleokroime

kuat, sebagian besar.

Mineral opak (4%) : Warna hitam, kedap cahaya, berukuran (0,06-0,08) mm, penyebaran tidak merata.

Gelas Volkanik (58%) : Tidak berwarna, nikol silang berwarna gelap, dengan keping gip, berwarna violet, terdapat lubang-lubang gas, sebagian telah lapuk menjadi lempung.

Nama Batuan : Crystal tuff (Pettijohn, 1975)

Page 139: Skripsi Fahriah Sr

123

No. Sayatan : LP 86 Jenis Batuan : Tuf Nama lapangan : Tuf Perbesaran : 40 X Cross nikol

1

3 5

2 4 6

0 0,5 mm Keterangan : 1 Feldspar 2 .Fragmen batuan 3. Hornblende 4. Kwarsa 5. Min opak 6. Gelas Volkanik Paralel nikol

Page 140: Skripsi Fahriah Sr

124

Sayatan batuan sedimen, warna abu-abu kecoklatan- keputihan, tekstur klastik, komposisi terdiri dari feldspar, fragmen batuan, hornbelnde, kwarsa, dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,06-0,4 mm (very fine sand), bentuk butir menyudut-membulat tanggung,tertanam dalam masa gelas volkanik yang sebagian berubah jadi lempung dan lumpur karbonat.

PEMERIAN MIKROSKOPIS:

KOMPOSISI MINERAL:

Feldspar (28%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,06-0,3 mm (fine sand), bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas dan ortoklas

Fragmen batuan (10%), abu-abu kecoklatan, berupa batuan beku dan batuan sedimen dengan ukuran butir 0,2-0,4 mm, bentuk menyudut tanggung – membulat tanggung.

Hornblende (10%) :Warna kuning kecoklatan, berukuran (0,1-0,31)mm, bentuk anhedral – subhedral, relief tinggi, , pleokroime kuat.

Kwarsa (3%), tidak bewarna-kuning orde I, relief rendah, indeks bias n>nkb, pemadaman bergelombang, ukuran butir 0,03-0,05mm (coarse silt-fine sand), bentuk butir membulat tanggung.

Min. opak (5%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,05-0,1 mm. Gelas volkanik (32%) : Tidak berwarna, nikol silang berwarna gelap, dengan

keping gip berwarna ungu, telah lapuk menjadi lempung. Lumpur karbonat (12%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning

orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi

Nama Batuan : Tuffaceous feldspathic wacke (Gilbert, 1982)

Page 141: Skripsi Fahriah Sr

125

No. Sayatan : LP 1 Jenis Batuan: Batugamping Terumbu Nama lapangan : Boundstone Perbesaran : 40 X Cross nikol

1

1

3

2

0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat Paralel nikol

Page 142: Skripsi Fahriah Sr

126

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir sedang (0,08-1,3)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat di Deskripsi mineral : Fosil (84%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,3-

1,3) mm, berupa fosil foram besar jenis Lepidocyclina dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Kalsit (8%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (8%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit.

Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)

Page 143: Skripsi Fahriah Sr

127

No. Sayatan : LP 110 Jenis Batuan : Batugamping Karbonat Nama lapangan : Gamping Terumbu Perbesaran : 40 X Cross nikol

1

3

1

1

2 1

0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat Paralel nikol

Page 144: Skripsi Fahriah Sr

128

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir halus (0,08-0,8)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (90%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,3-

0,8) mm, berupa fosil foram besar jenis Lepidocyclina, coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Kalsit (8%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (2%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit.

Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)

Page 145: Skripsi Fahriah Sr

129

No. Sayatan : LP 113 Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Nama lapangan : Gamping terumbu Perbesaran : 40 X Cross nikol

3

1

1

2

1

0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Lumpur Karbonat Paralel nikol

Page 146: Skripsi Fahriah Sr

130

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur non klastik, didukung oleh kerangka organik yang saling mengikat (organic framework) berukuran pasir halus (0,08-0,6)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar dan kecil, coral, algae, kalsit, dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (74%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,3-

0,6) mm, berupa fosil foram besar, foram kecil, dan coral bentuk menyerupai lensa, algae bentuk memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Kalsit (18%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,1- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (8%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit.

Nama batuan : Boundstone (Dunham, 1962)

Page 147: Skripsi Fahriah Sr

131

No. Sayatan : LP 3 Jenis Batuan: Gamping Karbonat Nama lapangan : Grainstone Perbesaran : 40 X Cross nikol

1

4

2

3

1

0 0,5 mm Keterangan : 1.. Fosil 2.Feldpasr 3.Kalsit 4. Lumpur karbonat Paralel nikol

Page 148: Skripsi Fahriah Sr

132

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (42%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,09-

0,5) mm, berupa fosil foram besar bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Feldspar (42%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,08–0,2) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.

Kalsit (10%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm,

warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit

Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)

Page 149: Skripsi Fahriah Sr

133

No. Sayatan : LP 6 Jenis Batuan : Gamping Nama lapangan : Grainstone Perbesaran : 40 X Cross nikol

2 1

3

1

0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar Paralel nikol

Page 150: Skripsi Fahriah Sr

134

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar dan kecil, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (82%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,09-

0,5) mm, berupa fosil foram besar dan kecil bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,08–0,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.

Kalsit (10%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm,

warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit

Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)

Page 151: Skripsi Fahriah Sr

135

No. Sayatan : LP 114 Jenis Batuan: Gamping Karbonat Nama lapangan : Grainstone Perbesaran : 40 X Cross nikol

1

4

2

3

1

0 0,5 mm Keterangan : 1.. Fosil 2.Feldpasr 3.Kalsit 4. Lumpur karbonat Paralel nikol

Page 152: Skripsi Fahriah Sr

136

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran pasir halus (0,08-0,5)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari fosil foram besar, kalsit, plagioklas.dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (42%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,09-

0,5) mm, berupa fosil foram besar bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Feldspar (42%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai butiran berukuran (0,08–0,2) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.

Kalsit (10%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,09) mm,

warna interferensi kuning orde IV

Lumpur karbonat (6%): Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi kalsit

Nama batuan : Grainstone (Dunham, 1962)

Page 153: Skripsi Fahriah Sr

137

No. Sayatan : LP 21 Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Nama lapangan : Packstone Perbesaran : 40 X Cross nikol

2 1 1

1

3

4

0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3..Feldspar 4.Lumpur Karbonat Paralel nikol

Page 154: Skripsi Fahriah Sr

138

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram besar dan kecil, feldspar , dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (44%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, dijumpai sebagai butiran

berukuran (0,08-0.5) mm, berupa fosil foram besar dan kecil, coral,warna interferensi kuning orde IV.

Kalsit (18%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,07–0,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.

Lumpur karbonat (36%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi

Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)

Page 155: Skripsi Fahriah Sr

139

No. Sayatan : LP 42 Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Nama lapangan : Packstone Perbesaran : 40 X Cross nikol

2

3 1

4

1

0 0,5 mm Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar 4..Lumpur Karbonat Paralel nikol

Page 156: Skripsi Fahriah Sr

140

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh butiran (grain supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram kecil, feldspar , dan lumpur karbonat Deskripsi mineral : Fosil (34%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, dijumpai sebagai butiran

berukuran (0,08-0.4) mm, berupa fosil foram kecil, coral dan algae bentuk menyerupai lensa dan memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Kalsit (18%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,07–0,1) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.

Lumpur karbonat (46%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi.

Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)

Page 157: Skripsi Fahriah Sr

141

Nama lapangan : napal Perbesaran : 40 X Cross nikol

4

1

2

2 5

3

0 0,5 mm Keterangan : 1. Feldspar 2. Fosil 3. Min opak 4. Lumpur karbonat 5 Mineral lempung Paralel nikol

Page 158: Skripsi Fahriah Sr

142

DISKRIPSI MIKROKOPIS:

Sayatan tipis sedimen, warna abu-abu keputihan - kecoklatan, tekstur klastik dengan komposisi didominasi mineral berukuran lempung (<0,01-0,06mm) dengan butiran feldspar, fosil dan mineral opak, dengan ukuran butir 0,05-0,5mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran mengambang dalam masa dasar lumpur karbonat dan mineral lempung.

Feldspar (6%), putih abu-abu, relief rendah-sedang, indeks bias n>nkb, memperlihatkan kembaran, ukuran butir 0,04-0,06mm, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, berupa plagioklas.

KOMPOSISI MINERAL:

Fosil (12%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,1-0,5) mm, berupa fosil foram kecil dan besar, bentuk menyerupai lensa, , warna interferensi kuning orde IV.

Mineral opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,03-0,06mm.

Lumpur Karbonat (42%), coklat kekuningan, bias rangkap kuat (ekstrim)

Min Lempung (38%), kuning kecoklatan, relief bervariasi, berukuran sangat halus, warna interferensi abu-abu gelap orde I

Nama : Marl (Klasifikasi Gilbert, 1982)

Page 159: Skripsi Fahriah Sr

143

No. Sayatan : LP 66 Jenis Batuan: Batugamping Karbonat Nama lapangan : Packstone Perbesaran : 40 X Cross nikol

2 1

3 4

0 0,5 mm Keterangan : 1..Kalsit 2.Feldspar 3. Fosil . 4.. Lumpur Karbonat Paralel nikol

Page 160: Skripsi Fahriah Sr

144

Deskripsi Mikroskopis : Warna abu-abu keruh, tekstur klastik, didukung oleh lumpur (mud supported) berukuran pasir sangat halus (< 0.01 -0,2)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil feldspar , mineral opak dan, lumpur karbonat Deskripsi mineral : Kalsit (34%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm,

warna interferensi kuning orde IV

Fosil (38%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,08-0,2) mm, berupa fosil kecil, coral dan algae bentuk menyerupai lensa dan memanjang, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,07–0,08) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.

Min. opak (2%), hitam, isotrop, relief tinggi, ukuran 0,08-0,1mm, Lumpur karbonat (24%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning

orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi

Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)

Page 161: Skripsi Fahriah Sr

145

No. Sayatan : LP 101 Jenis Batuan : Gamping terumbu Nama lapangan : Packstone Perbesaran : 40 X Cross nikol

3

1

1

4

2 2

0 0,5 mm

Keterangan : 1. Fosil 2 Kalsit 3.Feldspar 4.Lumpur Karbonat Paralel nikol

Page 162: Skripsi Fahriah Sr

146

Deskripsi Mikroskopis : Warna putih kecoklatan, tekstur klastik, didukung oleh lumpur (mud supported) berukuran lempung (< 0.01 -0,08)mm, pemilihan sedang, komposisi karbonat, terdiri dari kalsit ,fosil foram kecil, feldspar , mineral opak dan, lumpur karbonat Deskripsi mineral :

Fosil (68%) : Tidak berwarna, dijumpai sebagai butiran berukuran (0,1-0,3) mm, berupa fosil foram kecil, bentuk menyerupai lensa, sebagian telah mengalami rekristalisasi , warna interferensi kuning orde IV.

Kalsit (10%) : Tidak berwarna – jernih, berukuran (0,08- 0,2) mm, warna interferensi kuning orde IV

Feldspar (2%) : Tidak berwarna- putih abu-abu, hadir sebagai fragmen berukuran (0,07–0,08) mm, bentuk membulat tanggung, relief rendah, warna interferensi putih abu-abu orde I.

Lumpur karbonat (20%) : Warna abu-abu kotor, warna interferensi kuning orde IV, sebagian telah mengalami rekristalisasi

Nama batuan : Packstone (Dunham, 1962)

Page 163: Skripsi Fahriah Sr

147

No. conto : LP 81 Batuan : Batupasir Formasi : Semilir

KALA Foraminifera Plankton

Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir

Neogen (N)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

Globoquadrina dehiscens Globoquadrina primordius

Blow (1969)

Umur : N 5 – N 6

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah

Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000

Nodosaria sp. Dentalina sp.

Bandy (1967)

Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 – 200 meter

Page 164: Skripsi Fahriah Sr

148

No. conto : LP 110 Batuan : Boundstone Formasi : Wonosari

KALA Foraminifera Plankton

Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir

Neogen (N)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

Globigerinoides trilobus (Reuss) Globigerinoides diminitus Globoquadrina dehiscens

Blow (1969)

Umur : N 7 – N 9

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah

Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000

Nodosaria sp. Dentalina sp.

Bandy (1967)

Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 – 200 meter

Page 165: Skripsi Fahriah Sr

149

No. conto : LP 113 Batuan : Boundstone Formasi : Wonosari

KALA Foraminifera Plankton

Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir

Neogen (N)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

Globigerinoides trilobus (Reuss) Globigerinoides diminitus Globoquadrina dehiscens

Blow (1969)

Umur : N 7 – N 9

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah

Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000

Nodosaria sp. Dentalina sp.

Bandy (1967)

Lingkungan bathymetri : Neritik Luar Kedalaman : 100 – 200 meter

Page 166: Skripsi Fahriah Sr

150

No. conto : LP 3 Batuan : Grainstone Formasi : Wonosari

KALA Foraminifera Plankton

Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir

Neogen (N)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

Orbulina universa Globigerina bulbosa (LeRov) Globoquadrina dehiscens Globigerinoides altiaperturus

Blow (1969)

Umur : N 11 - 12

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah

Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000

Nonionella sp. Rotalia sp.

Bandy (1967) Lingkungan bathymetri : Neritik Tengah Kedalaman : 30 – 100 meter

Page 167: Skripsi Fahriah Sr

151

No. conto : LP 28 Batuan : Packstone Formasi : Oyo

KALA Foraminifera Plankton

Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir

Neogen (N)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

Globigerina bulbosa (LeRov) Globigerinoides trilobus(Reuss) Globoquadrina dehiscens Globorotalia praemenardi (Blow)

Blow (1969)

Umur : N 11 - 13

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah

Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000

Amphistegina lessonii (d’Orbigny) Epistominella vitrae (Parker)

Bandy (1967)

Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 – 30 meter

Page 168: Skripsi Fahriah Sr

152

No. conto : LP 42 Batuan : Packstone Formasi : Oyo

KALA Foraminifera Plankton

Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir

Neogen (N)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

Orbulina universa Globoquadrina advena Globorotalia pseudomiocenica Globoquadrina dehiscens

Blow (1969)

Umur : N 14 – N 15

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah

Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000

Amphistegina lessonii (d’Orbigny) Elphidium sp.

Bandy (1967)

Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 – 30 meter

Page 169: Skripsi Fahriah Sr

153

No. conto : LP 66 Batuan : Packstone Formasi : Oyo

KALA Foraminifera Plankton

Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir

Neogen (N)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

Globoquadrina dehiscens Globorotalia siakensis Globorotalia menardii Globigerinoides trilobus(Reuss)

Blow (1969)

Umur : N 13 – N 14

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah

Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000

Amphistegina lessonii (d’Orbigny) Epistominella vitrae (Parker)

Bandy (1967)

Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 – 30 meter

Page 170: Skripsi Fahriah Sr

154

No. conto : LP 101 Batuan : Packstone Formasi : Oyo

KALA Foraminifera Plankton

Oligosen Miosen Pliosen Pleistosen Awal Tengah Akhir

Neogen (N)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

Globigerina bulbosa (LeRov) Globigerinoides trilobus Globigerinoides altiaperturus Orbulina universa

Blow (1969)

Umur : N 11 - 12

Lingkungan Bathymetri Foraminifera Bentos

NERITIK BATHYAL ABYSAL HADAL Tepi Tengah Luar Atas Tengah Bawah

Kedalaman (meter) 0 30 100 200 500 1000 2000 5000

Amphistegina lessonii (d’Orbigny) Elphidium sp.

Bandy (1967)

Lingkungan bathymetri : Neritik Tepi Kedalaman : 0 – 30 meter

Page 171: Skripsi Fahriah Sr
Page 172: Skripsi Fahriah Sr
Page 173: Skripsi Fahriah Sr
Page 174: Skripsi Fahriah Sr
Page 175: Skripsi Fahriah Sr