Laporan SR New.pdf

66
Teknik Geodesi S-1 ITN Malang Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Survei rekayasa atau yang lebih dikenal dengan survei teknik sipil ini, merupakan bagian dari ilmu geodesi.Dalam pelaksanaannya survei teknik sipil ini sangat bergantung pada ilmu geodesi seperti ilmu ukur tanah yang menerapkan metode-metode pengukuran dan pemetaan, serta perhitungan dan analisa data hasil pengukuran. Pada dasarnya pekerjaan survei rekayasa ini diterapkan dalam rencana konstruksi untuk pembuatan jalan raya, saluran air dan lain sebagainya yang berhubungan erat dengan galian dan timbunan. Pengukuran yang dilakukan untuk keperluan konstruksi tersebut berupa pengukuran poligon, pengukuran beda tinggi, pengukuran profil memanjang dan profil melintang. Karena berkaitan dengan galian dan timbunan, maka perhitungan luas dan volume dari galian dan timbunan tersebut sangat diperlukan. Dari hasil pengukuran di atas, data hasil pengukurannya diolah (dimasukan dalam suatu perhitungan) dan disajikan dalam bentuk peta. Selanjutnya pada peta tersebut akan dilengkapi dengan membuat rancangan pekerjaan konstruksi yang lengkap dengan bidang persamaan yang memperlihatkan bentuk dari konstruksi yang akan dibuat. Setelah rancangan konstruksi selesai dibuat oleh ahli rancang bangunan (tenaga ahli di bidang teknik sipil dan arsitektur) sehingga menghasilkan suatu peta rencana (site plan), maka site plan tersebut akan dikembalikan kepada ahli penentu posisi di atas permukaan bumi (tenaga ahli di bidang teknik geodesi) untuk menentukan posisi rencana konstruksi di lapangan sesuai dengan sudut dan jarak yang terukur pada site plan. Proses pemindahan suatu bentuk rancangan konstruksi di atas peta ke atas permukaan bumi, disebut dengan setting out atau staking out. 1.2. Maksud Dan Tujuan Praktikum 1.2.1. Maksud Diadakannya Praktikum Survei Rekayasa Maksud diadakannya praktikum Survei Rekayasa ini adalah :

Transcript of Laporan SR New.pdf

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Survei rekayasa atau yang lebih dikenal dengan survei teknik sipil ini,

    merupakan bagian dari ilmu geodesi.Dalam pelaksanaannya survei teknik sipil ini

    sangat bergantung pada ilmu geodesi seperti ilmu ukur tanah yang menerapkan

    metode-metode pengukuran dan pemetaan, serta perhitungan dan analisa data

    hasil pengukuran.

    Pada dasarnya pekerjaan survei rekayasa ini diterapkan dalam rencana

    konstruksi untuk pembuatan jalan raya, saluran air dan lain sebagainya yang

    berhubungan erat dengan galian dan timbunan.

    Pengukuran yang dilakukan untuk keperluan konstruksi tersebut berupa

    pengukuran poligon, pengukuran beda tinggi, pengukuran profil memanjang dan

    profil melintang. Karena berkaitan dengan galian dan timbunan, maka perhitungan

    luas dan volume dari galian dan timbunan tersebut sangat diperlukan.

    Dari hasil pengukuran di atas, data hasil pengukurannya diolah

    (dimasukan dalam suatu perhitungan) dan disajikan dalam bentuk peta.

    Selanjutnya pada peta tersebut akan dilengkapi dengan membuat rancangan

    pekerjaan konstruksi yang lengkap dengan bidang persamaan yang

    memperlihatkan bentuk dari konstruksi yang akan dibuat. Setelah rancangan

    konstruksi selesai dibuat oleh ahli rancang bangunan (tenaga ahli di bidang teknik

    sipil dan arsitektur) sehingga menghasilkan suatu peta rencana (site plan), maka

    site plan tersebut akan dikembalikan kepada ahli penentu posisi di atas permukaan

    bumi (tenaga ahli di bidang teknik geodesi) untuk menentukan posisi rencana

    konstruksi di lapangan sesuai dengan sudut dan jarak yang terukur pada site plan.

    Proses pemindahan suatu bentuk rancangan konstruksi di atas peta ke atas

    permukaan bumi, disebut dengan setting out atau staking out.

    1.2. Maksud Dan Tujuan Praktikum

    1.2.1. Maksud Diadakannya Praktikum Survei Rekayasa

    Maksud diadakannya praktikum Survei Rekayasa ini adalah :

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    2

    Untuk merencanakan pembuatan jalan termasuk bagian-bagiannya yang

    meliputi badan jalan, lebar jalan, tikungan/lengkungan jalan dan

    kemiringan jalan.

    Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang teori-teori

    yang berkaitan dengan praktikum survei rekayasa ini, yang pernah di

    dapat dalam perkuliahan.

    Agar mahasiswa mampu menerapkan teori-teori tersebut dengan

    melakukan praktek langsung di lapangan.

    Agar mahasiswa memiliki pengalaman kerja lapangan, yang kelak di

    kemudian hari dapat dijadikan bekal dalam bekerja.

    1.2.2. Tujuan Diadakannya Praktikum Survei Rekayasa

    Tujuan diadakannya praktikum Survei Rekayasa ini adalah :

    Dapat melaksanakan proses pengambilan data di lapangan untuk

    perencanaan desain jalan.

    Dapat melaksanakan proses pengolahan data untuk perencanaan desain

    jalan.

    Dapat menentukan posisi titik-titik di lapangan dari data hasil perhitungan

    perencanaan desain jalan berikut bagian-bagiannya yang meliputi badan

    jalan, lebar jalan, tikungan/lengkungan jalan dan kemiringan jalan.

    1.3. Volume Pekerjaan

    Adapun volume pekerjaan yang dilakukan pada praktikum Survei

    Rekayasa kali ini meliputi beberapa hal, yaitu :

    1. Pengukuran Poligon Terbuka Terikat Sempurna

    2. Pengukuran Sipat datar/Waterpass Memanjang Pergi Pulang

    3. Pengukuran Sipat Datar/Waterpass Profil Memanjang

    4. Pengukuran Sipat Datar/Waterpass Profil Melintang

    5. Perhitungan Luas dan Volume

    6. Perhitungan Perencanaan Desain Jalan Dengan Menggunakan Cara :

    - Kurva Horisontal

    7. Staking Out

    8. Report Elevasi Pada Titik Rencana Jalan

    9. Proses Penggambaran

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    3

    1.4. Metode Penulisan

    1.4.1. Studi Lapangan

    Penyusunan laporan ini didasari pada pelaksanaan praktikum survei

    rekayasa yang dilaksanakan di Kampus II Institut Teknologi Nasional Malang

    (Tasik Madu).

    1.4.2. Studi Literatur

    Dalam penyusunan laporan hasil praktikum ini selain didasarkan pada

    prosedur yang diberikan oleh pembimbing, juga ditunjang dengan buku-buku

    yang berkaitan dengan materi praktikum survei rekayasa, serta ditambah dengan

    teori-teori yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan sebagai acuan untuk

    melengkapi penulisan laporan ini.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    4

    BAB II

    DASAR TEORI

    2.1. Pengukuran Poligon

    Poligon merupakan serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya

    telah ditentukan dari pengukuran lapangan yang membentuk segi banyak, dimana

    dari rangkaian tersebut akan terbentuk sudut dan jarak antar titik, sehingga dapat

    ditentukan posisi (koordinat) tiap-tiap titiknya dalam sistem referensi yang

    ditentukan. Dengan demikian pengukuran poligon ini dapat digunakan sebagai

    kerangka kontrol peta pengukuran sudut dan jarak antar titik-titik poligon.

    Pengukuran poligon merupakan salah satu metode penentuan titik diantara

    metode penentuan titik yang lain. Penentuan titik dengan cara poligon ini sangat

    fleksibel karena prosedur pengukurannya dapat dipilih menurut kehendak kita

    yang disesuaikan dengan daerah atau lokasi pengukuran untuk mempermudah

    pelaksanaan pengukuran.

    Ada dua bentuk dasar poligon:

    1. Poligon tertutup, merupakan poligon yang titik awal dan akhirnya

    menjadi satu, poligon semacam ini merupakan poligon yang paling disukai

    dilapangan karena tidak membutuhkan titik ikat yang banyak yang

    memang sulit didapatkan dilapangan, namun hasil ukurannya cukup

    terkontrol. Karena bentuknya yang tertutup maka akan membentuk segi

    banyak atau segi n (n adalah banyaknya titik poligon). Oleh karena itu

    syarat syarat geometris dari poligon tertutup adalah :

    Gambar 2.1. Poligon Tertutup

    A dan B : Titik Ikat Yang

    diketahui koordinatnya.

    A, 1,1,.dst : Sudut

    dalam.

    3 A

    1

    2

    4

    5

    A1

    0

    A

    5

    4

    3

    2

    2

    B

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    5

    1. Syarat sudut

    = (n-2)*180, apabila sudut dalam,

    = (n+2)*180, apabila sudut luar.

    2. Syarat absis

    d sin = 0

    d cos = 0

    Adapun prosedur perhitungannya sama dengan prosedur perhitungan pada

    poligon terikat sempurna.

    2. Poligon terbuka, merupakan poligon dengan titik awal dan titik akhir

    tidak berhimpit pada titik yang sama.

    Poligon ini dibedakan lagi menjadi :

    Poligon terbuka terikat sempurna

    Poligon terbuka terikat sempurna, adalah dimana kedua ujung poligon

    diawali dan diakhiri pada titik tetap serta azimuth awal dan azimuth akhir telah

    diketahui secara pasti.Poligon terbuka terikat sempurna merupakan poligon

    terbaik karena adanya kontrol koordinat.

    Gambar 2.2 Gambar Poligon Terbuka Terikat Sempurna

    Poligon terbuka terikat sepihak

    Poligon terbuka terikat sepihak adalah poligon yang satu ujungnya ( awal

    atau akhir ) terikat pada koordinata titik tetap atau terikat pada sudut jurusan (

    azimut ).

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    6

    Gambar 2.2 Gambar Poligon Terbuka Terikat Sempurna

    Keterangan gambar :

    12 : azimut awal sisi poligon

    1, 2, 3,........ : sudut-sudut poligon yang diukur

    d12, d23, d34,...: panjang sisi poligon yang diukur

    A : titik tetap yang diketahui koordinatnya

    Poligon tersebut sering dipakai pada pengukuran dengan cabang atau

    rasi yang terikat pada poligon utama.Poligon tersebut dihitung dengan orientasi

    lokal, tidak ada koreksi sudut dan koreksi koordinat.

    Perhitungan koordinat titik poligon :

    X2 = X1 + (d12 * Sin 12)

    Y2 = Y1 + (d12* Cos 12)

    Demikian pula untuk perhitungan koordinat titik-titik yang lain, dengan

    cara dan prinsip yang sama seperti di atas.

    Poligon terbuka terikat dua azimuth

    Pada prinsipnya poligon terbuka dua azimuth sama dengan poligon

    terbuka terikat sepihak hanya saja pada titik awal dan titik akhir diadakan

    pengamatan azimuth sehingga koreksi sudutnya sebagai berikut :

    S = (_akhir - _awal) + n x 1800

    ket :

    S : jumlah sudut

    _akhir : azimuth akhir

    _awal : azimuth awal

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    7

    Gambar 2.3 Gambar Poligon Terbuka Terikat Dua Azimuth

    Ket : A (XA;XY) : koordinat awal

    1,2,.. : titik titik poligon

    S1,S2, : sudut

    A1 : azimuth awal

    Poligon terbuka terikat dua koordinat

    Poligon terbuka terikat dua koordinat merupakan poligon yang titik awal

    dan titik akhirnya berada pada titik tetap. Pada poligon ini hanya terdapat koreksi

    jarak sebagai berikut :

    d sin = Xakhir - Xawal

    d sin = Yakhir - Yawal

    Ket : d sin : jumlah X / jumlah Y

    X / y akhir : koordinat X / Y akhir

    X / Y awal : koordinat X / Y awal

    Gambar 2.4 Gambar Poligon Terbuka Terikat Dua Koordinat

    2.2 Pengukuran Waterpass

    2.2.1 Pengukuran Waterpass Memanjang

    Pengukuran sipat datar/waterpass memanjang adalah suatu metode

    pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara dua buah titik di permukaan

    bumi yang letaknya berjauhan, atau dengan kata lain untuk mendapatkan

    ketinggian titik-titik utama yang telah diorientasikan di permukaan bumi dengan

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    8

    membagi jarak antara titik secara berantai atau menjadi slag-slag yang kecil secara

    memanjang yang ditempuh dalam satu hari pergi-pulang.

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran sipat datar/waterpass

    memanjang, antara lain:

    1. Menghilangkan kesalahan nol skala rambu yaitu dengan menentukan slag

    genap dalam satu seksi pengukuran beda tinggi (pengukuran pergi-

    pulang).

    2. Kalibrasi alat sebelum melakukan pengukuran.

    3. Usahakan jarak dari alat ke rambu belakang sama dengan dari alat ke

    rambu muka, untuk mengantisipasi adanya garis bidik tidak sejajar garis

    arah nivo.

    4. Gunakan nivo rambu agar rambu ukur benar-benar tegak.

    Gambar 2.5 Pengukuran Waterpass Memanjang Pergi-Pulang

    Keterangan gambar :

    B : Bacaan benang tengah rambu belakang

    M : Bacaan benang tengah rambu muka

    A,1,2,B: Titik tempat rambu didirikan

    1 slag : 1 kali berdiri alat

    Rumus perhitungan yang berlaku pada pengukuran waterpass memanjang

    adalah:

    Beda tinggi (h ) = bt (belakang) bt (muka)

    Elevasi ( Hn) = H awal + hn

    Keterangan rumus :

    h : beda tinggi antara dua titik

    bt (belakang) : bacaan benang tengah rambu belakang

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    9

    bt(muka) : bacaan benang tengah rambu muka

    Hn : elevasi titik n

    H awal : elevasi awal

    2.2.2. Pengukuran Waterpass Profil

    Pengukuran sipat datar/waterpass profil ini merupakan pengukuran beda

    tinggi untuk menggambarkan irisan vertikal dan elevasi pada jalur pengukuran.

    Tujuan dari pengukuran ini dalam aplikasinya yaitu untuk mengukur titik

    yang menandai perubahan arah, seperti kemiringan permukaan tanah, titik-titik

    genting seperti jalan, jembatan, dan gorong-gorong. Berdasarkan metode

    pengukurannya sipat datar/waterpass profil dibedakan menjadi 2, yaitu :

    2.2.2.1. Pengukuran Waterpass Profil Memanjang

    Tujuan pengukuran dengan menggunakan metode sipat datar/waterpass

    profil memanjang adalah untuk mendapatkan detail dari suatu penampang/irisan

    tegak pada arah memanjang sesuai dengan sumbu proyek.

    Dalam pengukuran waterpass profil memanjang ini, data-data yang diukur

    adalah bacaan rambu muka, rambu tengah dan rambu belakang.

    Gambar 2.6 Pengukuran Situasi Sipat Datar Profil Memanjang

    Keterangan gambar :

    A, A1, A2, : Titik-titik patok sepanjang jalur polygon (centerline)

    I, II : Tempat berdiri alat di luar jalur pengukuran

    rb : Rambu belakang

    rt : Rambu tengah

    rm : Rambu muka

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    10

    Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran sipat datar profil

    memanjang adalah :

    Beda tinggi (h) = bt(belakang) bt (muka)

    Elevasi ( H ) = H (awal) + h

    Jarak ( d ) = ( ba bb ) * 100

    Keterangan rumus :

    h : beda tinggi

    H : elevasi

    d : jarak

    bt : bacaan benang tengah

    ba : bacaan benang atas

    bb : bacaan benang bawah

    2.2.2.2. Pengukuran Waterpass Profil Melintang

    Tujuan dari pengukuran sipat datar profil melintang adalah untuk

    menentukan elevasi titik-titik dengan bantuan tinggi garis bidik yang diketahui

    dari keadaan beda tinggi tanah yang tegak lurus di suatu titik tertentu terhadap

    garis rencana (sumbu proyek) yang didapat dari hasil pengukuran sipat datar profil

    memanjang.

    Profil melintang dibuat tegak lurus dengan sumbu proyek dan pada

    tempat-tempat penting.Jarak antara profil melintang pada garis proyek

    melengkung atau belokan, maka jaraknya dibuat lebih rapat daripada jarak

    terhadap garis proyek yang lurus. Profil melintang harus dibuat di titik awal dan

    akhir garis proyek melengkung, dan untuk profil ke kiri dan ke kanannya dibuat

    lebih panjang dari profil yang lain.

    Gambar 2.7 Pengukuran Sipat Datar Profil Melintang

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    11

    Keterangan gambar :

    A : Titik-titik patok pada jalur poligon

    1, 2, 3, : Titik-titik profil melintang di sebelah kiri sumbu proyek

    a, b, c, : Titik-titik profil melintang di sebelah kanan sumbu proyek

    Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran waterpass profil

    melintang adalah:

    Beda tinggi (hn) = TI - btn

    Elevasi (Hn) = Hawal + hn

    Keterangan rumus:

    hn : beda tinggi titik ke-n

    Hn : elevasi titik ke-n

    TI : tinggi instrumen

    btn : bacaan benang tengah rambu ukur

    Hawal : elevasi awal

    2.3. Lengkungan (Kurva)

    Pemanfatan garis lengkung (kurva) di lapangan sering kali dijumpai pada

    proyek-proyek pembangunan jalan raya, jalan baja (rel kereta api), saluran irigasi,

    perencanaan jalur pipa dan lain-lain.

    Garis tersebut digunakan untuk menghubungkan dua arah atau dua garis

    lurus yang saling berpotongan agar perpindahan dari arah yang satu ke arah yang

    lainnya diharapkan sama. Untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi ini terdapat

    dua jenis lengkungan yang memiliki dasar penyelesaian dan penyelenggaraan

    yang berbeda yaitu : kurva vertikal dan kurva horizontal.

    Kurva horizontal berkaitan dengan belokan maupun saluran yang

    memakai bidang lengkung sebagai basis penyelenggaraan, sedangkan untuk kurva

    vertikal berkaitan dengan daerah yang menanjak ataupun menurun.

    2.3.1. Kurva Horizontal

    Alinyemen horizontal pada dasarnya merupakan proyeksi sumbu jalan

    pada bidang horizontal atau dapat disebut juga dengan SITUASI JALAN atau

    TRASE JALAN. Alinemen horizontal terdiri dari garis lurus yang dihubungkan

    dengan garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    12

    ditambah busur peralihan, busur peralihan atau busur lingkaran saja.Yang

    dimaksud dengan lengkung/busur peralihan disini adalah lengkung yang

    digunakan untuk mengadakan peralihan dari badan jalan yang lurus kebagian

    jalan yang mempunyai jari-jari lengkung dengan miring tikungan tertentu.

    Ada 3 macam kurva alinemen horizontal yaitu:

    1. Lengkung Full Circle (FC)

    Jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian satu lingkaran.

    Digunakan untuk R yang terbesar agar tidak terjadi patahan.

    Keterangan Gambar ;

    TC : Titik peralihan dari bentuk tangen (bagian lurus dari jalan) ke

    bentuk busur lingkaran

    TS : Titik peralihan dari bentuk lingkaran (Circle) ke tangen

    T : Jarak tangen

    R : Jari Jari lengkung Circle

    : Sudut tikungan

    L : Panjang Busur

    PI : Titik perpotongan TC dan CT

    Penggunaan Rumus

    Rmin merupakan jari jari lengkung (tikungan) yang di dapat dari

    perhitungan berikut :

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    13

    Rmin dapat juga di tentukan dengan menggunakan tabel berikut ;

    Kecepatan rencana (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

    Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

    Tabel 1. Panjang jari jari minimum

    Rumus Perhitungan Panjang Busur ( L )

    L =

    180

    .2. R

    2. Lengkung Spiral-Circle-Spiral ( S-C-S )

    Lengkung ini digunakan bila persyaratan / batasan untuk Full Circle tidak

    dapat dipenuhi.Persyaratan untuk S-C-S adalah R rencana< R min (yang terdapat pada

    tabel 1).

    Ls ditentukan dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang terbesar:

    1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan

    Ls = TVR

    6.3

    dimana:

    T = Waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik

    VR = Kecepatan rencana (km/jam)

    2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

    Ls = C

    eR

    V

    R

    RV

    C

    727.2022.0

    3

    dimana:

    e = Superelevasi

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    14

    C = Perubahan percepatan, diambil 1-3 m/det2 ,British Standard C =

    0.3 - 0.6 m/det3. Untuk peralihan ralia / road yaitu C = 1 m/det3

    Ls = (0.0702V3)/(R.C)(J,H. Banks 1998)

    3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian

    Ls =

    C

    Rnm

    R

    Vee

    6.3

    .

    dimana:

    VR = Kecepatan rencana (km/jam)

    VR 70 km/jam, re max = 0.035 m/m/detik

    VR 80 km/jam, re max = 0.025 m/m/detik

    em = Superelevasi maksimium

    en = Superelevasi normal

    re = Tingkat perubahan kemiringan melintang jalan (m/m/detik)

    4. Berdasarkan perbedaan slope memanjang 1/20 (antara TS

    SC untuk 2 lajur lalu lintas)

    LS 200 D .e

    dimana:

    D = Lebar lalu lintas (m)

    e = Superelevasi

    Rumus-rumus lain yang digunakan adalah:

    Nilai p* dan k* didapat dari tabel JOSEP BARNETT

    1. s = Rc

    Ls

    90

    2. c = s2

    3. Lc =

    180

    Rc; Lc 20 m

    4. L = Lc + 2 Ls

    5. Xc = Ls

    2

    2

    401

    Rc

    Ls; Yc =

    Rc

    Ls

    6

    2

    6. p = )cos1( sRcYc ; p < 1 m

    7. k = sRcxc sin

    p dan k bias dicari dengan Tabel J. Barnett

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    15

    untuk setiap s akan diperoleh nilai p* dan k*

    8. p = p * Ls

    9. k = k * Ls

    10. Es = RcpRc

    )2/(cos

    )(

    11. Ts = ktgpRc

    2

    )(

    Station ( Sta ) titik kritis :

    Sta. TS = Sta. PI Ts

    Sta. SC = Sta. TS Ls

    Sta. CS = Sta. SC Lc

    Sta. ST = Sta. CS Ls

    dimana :

    TS = Titik perubahan dari jalan lurus ke lengkung peralihan (spiral)

    SC = Titik perubahan dari lengkung peralihan (spiral) ke circle

    CS = Titik perubahan dari circle ke lengkung peralihan

    ST = Titik perubahan dari lengkung peralihan ke jalan lurus

    L = Panjang lintasan dari TS ke ST

    Ls = Panjang spiral dari TS ke SC atau dari CS ke ST

    Lc = Panjang busur lintasan dari SC ke CS

    R = Jari-jari lengkung lingkaran

    s = Sudut antara garis singgung dititik SC dan garis singgung dititik

    PG

    = Total sudut tikungan dari PC ke PT

    c = Sudut tikungan untuk bagian circle saja

    Tt = Panjang tangen total dari TS ke PI

    Es = Jarak dari PI ke lengkung lingkaran

    x = Absis setiap titik pada spiral terhadap TS dan tangen

    y = Ordinat setiap titik pada spiral terhadap TS dan tangen

    p = Pergeseran busur lingkaran terhadap tangen

    k = Jarak antara Ts dan titik dari busur lingkaran yang tergeser

    TPc = Short Tangen dari spiral ; Tpa = Long tangen dari spiral

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    16

    Tbs = jarak lurus dari CS ke ST

    3. Lengkung Spiral Spiral (S S)

    Pada lengkung ini titik SC berhimpit dengan titik CS, jadi Lc = 0 dan

    rumus yang dipakai sama dengan pada S-C-S.

    Syarat : R rencana< R min

    Rumus :

    - s = 2

    1

    - P = )cos1( sRcTc

    P < 1 m

    - k = sRcXc sin

    - Ls = 90

    )( Rc

    Kontrol Ls > Ls min

    - Es = RpRc

    2

    1cos

    )(

    - L = 2 * Ls

    - Xc = )40

    1(2

    2

    Rc

    LsLs

    - Yc = Rc

    Ls

    6

    2

    Ts = ktgpRc 2

    1)(

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    17

    4. Kriteria Pemilihan Lengkung.

    Pemilihan lengkung / tikungan di dasari pada nilai Rmin , nilai Rmin yang

    digunakan pada penyelesain tugas ini adalah ketetapan dari standar perencanaan

    Bina Marga.

    - Rmin > 500 m, Perencanaan Lengkung FC ( Full Circle ) bisa digunakan .

    - Rmin < 500 m, Perencanaan Lengkung bisa menggunakan SCS atau SS ,

    Digunakan SCS jika,

    - LS > 20 m

    Digunakan SS bila

    - LS < 20 m

    5. Bagan Alir Pemilihan Lengkung / Tikungan

    Dasar dari lengkung horizontal ini adalah perpotongan pada lingkaran.

    Di beberapa tempat desain sebuah lengkungan dinyatakan oleh Panjang Tangen.

    Namun lengkungan juga dapat di desain melalui derajat kelengkungan yang

    dinyatakan, sehingga jumlah derajat yang berada di pusat lingkaran sesuai dengan

    panjang busur yang bersangkutan.

    Mulai

    Menentukan VRencana

    Menghitung Nilai Rmin

    FC

    Rmin < 500

    meter

    Perhitungan LS

    LS > 20

    m

    LS <

    20m

    SS SCS

    Rmin > 500

    meter

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    18

    Kurva horizontal tersebut dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu :

    1. Kurva Sederhana

    2. Kurva Majemuk

    3. Kurva Bertolak Belakang

    4. Kurva Spiral

    Keterangan gambar :

    I : titik perpotongan (intersection)

    : sudut defleksi (sudut perpotongan)

    R : jari-jari kurva

    T : titik tangen awal kurva

    T1 : titik tangen akhir kurva

    IT dan IT1 : panjang tangen antara titik T terhadap titik I dan antara titik T1

    terhadap titik I

    TT1 : panjang kurva / lengkungan (melalui titik V)

    TT1 : panjang tali busur (melalui titik C)

    AI dan IB : jarak rantai antara titik A terhadap titik I dan antara titik B

    terhadap titik I

    Rumus yang digunakan untuk perhitungan pada kurva / lengkungan

    horizontal (Sumber: Carl F. Meyer dan David W. Gibson, 1984, Survey dan

    Perencanaan Lintas Jalur Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta) adalah :

    Panjang tangen IT dan IT1 :

    ( dengan memperhatikan segitiga ITO ! )

    [ IT / R ] = [ tan / 2 ] IT = R * tan [ / 2 ]

    ( panjang tangen IT1 sama dengan panjang tangen IT )

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    19

    Panjang kurva TT1 :

    TT1 = R * radian TT1 = 2 R * [ / 360 ]o

    Panjang tali busur TT1 :

    [ TC / R ] = sin [ / 2 ] TC = R * sin [ / 2 ]

    ( karena jarak TC sama dengan jarak CT1 , maka panjang TT1 = 2 [ TC ] )

    TT1 = 2 R * sin [ / 2 ]

    Panjang tembereng CV ( major offset CV ) :

    ( dengan memperhatikan segitiga TCO ! )

    [ CO / R ] = cos [ / 2 ] CO = R * cos [ / 2 ]

    CV = R OC

    CV = R - R * cos [ / 2 ]

    CV = R ( 1 - cos [ / 2 ] )

    Jarak eksternal VI ( external distance VI ) :

    ( dengan memperhatikan segitiga ITO ! )

    [ IO / R ] = sec [ / 2 ] IO = R * sec [ / 2 ]

    VI = IO R

    VI = R * sec [ / 2 ] R

    VI = R ( sec [ / 2 ] 1 )

    2.3.1.1. Teori Diagram Superelevasi

    Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari

    lereng normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan mempergunakan diagram

    superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik

    disuatu lengkung horizontal yang direncanakan.

    Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai

    garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positif atau negatif ditinjau dari

    sumbu jalan. Tanda positif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih tinggi

    dari sumbu jalan dan tanda negatif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak

    lebih rendah dari sumbu jalan. Untuk jalan raya dengan medium (jalan raya

    terpisah) cara pencapaian kemiringan tergantung dari lebar serta bentuk

    penampang melintang median yang bersangkutan dan dapat dilakukan dengan

    salah satu dari ketiga cara berikut :

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    20

    1. Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-

    masing jalur jalan sebagai sumbu putar.

    2. Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri-sendiri dengan sisi-sisi

    median dengan sumbu putar, sedang median dibuat dengan sumbu tetap

    dalam keadaan datar.

    Seluruh jalan termasuk median diputar dalam satu bidang yang sama, sumbu putar

    adalah sumbu median.

    Pencapaian superelevasi :

    1. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian

    jalan yang lurus sampai lemiringan yang penuh (superelevasi) pada bagian

    lengkung.

    2. Pada tikungan S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier

    (diawali dari bentuk normal ke awal lengkung peralihan pada bagian lurus

    jalan dan dilanjutkan sampai lengkung penuh pada akhir lengkung

    peralihan).

    3. Pada tikungan FC pencapaian superelevasi dilakukan secara linier (diawali

    dari bagian lurus sepanjang Ls3

    2 sampai dengan bagian lingkaran penuh

    sepanjang Ls3

    1)

    2.3.2. Kurva Vertikal

    Pada dasarnya kurva vertikal digunakan untuk menentukan

    ketinggian/kemiringan baik ke atas maupun ke bawah dari permukaan tanah.

    Fungsi lengkungan vertikal ini adalah untuk menghubungkan dua arah vertikal

    atau garis gradien agar diperoleh perubahan yang smooth (tidak terlalu drastis).

    Bila kedua gradien membentuk bukit, maka dinamakan lengkungan puncak

    (lengkungan/kurva cembung), sedangkan bila gradien membentuk lembah maka

    dihasilkan lengkungan lembah (lengkungan/kurva cekung).

    Karena perubahan gradien dari lereng ke lengkungan diharuskan mulus

    dan berangsur-angsur, maka dipilihlah kurva parabola sebagai bentuk geometri

    dari lengkung vertikal ini. Bentuk kurva ini datar di dekat titik-titik singgung.

    Busur parabola dapat menyesuaikan perubahan yang bertahap dalam jurusan dan

    elevasi sepanjang busur kurva. Kurva vertikal merupakan kurva parabolik pada

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    21

    suatu bidang vertikal yang digunakan untuk menghubungkan dua garis gradien

    yang berbeda secara numerik.

    Bentuk persamaan kurva parabola ini adalah y = ax2 + bx + cdengan y adalah

    tinggi kurva di atas atau di bawah titik singgung pertama dan pada jarak x darinya,

    sedangkan x merupakan jarak yang bervariasi dan menyatakan jarak mendatar

    dari kedua titik singgung.

    Keterangan gambar :

    T : Titik tangen awal

    T1 : Titik tangen akhir

    I : Titik perpotongan antara jarak titik T dengan titik T1

    VC : Ketinggian lengkungan

    IV : Koreksi kemiringan

    q1,q2 : Gradien / kemiringan

    L : Jarak

    Gradien atau kemiringan dari permukaan tanah dapat dinyatakan dalam

    bentuk persentase (%) maupun dalam bentuk perbandingan (1 : n).

    Untuk tanjakan umumnya dinyatakan dengan perbandingan dalam prosentase

    kemiringan, misalnya suatu tanjakan 1 : 50 adalah tanjakan dengan kenaikan 2 %.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    22

    Artinya tanjakan itu naik atau turun 2 satuan untuk setiap 100 satuan,

    tanda (+) menyatakan naik dan tanda (-) menyatakan turun.

    Rumus yang digunakan untuk perhitungan pada kurva vertikal(Sumber:

    Carl F. Meyer dan David W. Gibson, 1984, Survey dan Perencanaan Lintas Jalur

    Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta) adalah:

    Harga kemiringan / gradien antara dua titik (%)

    q1 = %100*

    21 L

    HH awaltengah

    q2 = %100*

    21 L

    HH awalakhir

    x = L

    qq

    *2

    12

    Keterangan rumus :

    q1,q2 : harga kemiringan

    Htengah : elevasi tengah

    Hawal : elevasi awal

    L : jarak

    Elevasi titik perencanaan

    Hn = H awal + (q1*n) + (x*n2)

    Keterangan rumus :

    Hn : elevasi ke-n

    Hawal : elevasi awal

    q1 : harga kemiringan

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    23

    2.4. Staking Out

    Staking out adalah suatu cara yag digunakan untuk menentukan route dari

    sebuah perencanaan jalan, atau untuk menentukan kembali rencana gambar di

    lapangan. Yang dimaksud dengan route umumnya adalah suatu lintasan-lintasan

    seperti lintasan jalan raya dan kereta api. Bangunan-bangunan linier seperti

    sungai, saluran untuk pengairan, saluran pembuangan. Termasuk pula lintasan

    jalur transmisi listrik.

    Staking out dilaksanakan dengan pemasangan patok-patok di lapangan

    yang telah ditentukan rencana jalan ataupun posisi daripada rencana bangunan

    dari titik-titik poligon yang telah diukur pada saat pengukuran. Pelaksanaan

    staking out poligon untuk menentukan titik-titik planimetris yaitu posisi x dan y.

    Adapun metode-metode yang digunakan untuk penentuan staking out

    adalah sebagai berikut:

    2.4.1. Metode Panjang Busur

    Dari gambar di atas dapat disusun persamaan sebagai berikut :

    - Titik 1 : X1 = R.Sin

    Y1 = 2R.Sin2

    - Titik 2 : X2 = 2 Sin

    Y2 = 2R.Sin2 dan seterusnya

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan cara ini

    banyak hitungan yang harus diselesaikan. Namun keuntungannya adalah bahwa

    titik-titik detail teratur rapi di atas busur lingkaran.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    24

    2.4.2. Metode Koordinat Polar

    Pada cara ini digunakan theodolite yang dipasang dengan sumbu

    kesatunya tegak lurus di atas titik satu (T1). Untuk menentukan titik-titik detail di

    atas busur lingkaran, sehingga jarak antara titik detail tersebut yang merupakan

    tali busur tetap = k, maka dihitung terlebih dahulu besarnya (sudut antar

    garis T0 dan T1. Sudut antara garis T0 dan T3 menjadi 1 dan seterusnya,

    sehingga besar sudut antara T0 dan Tn bertambah tiap .

    Rumus perhitungan sudut defleksi :

    = ( /R ) x ( 360

    /2 )

    Koordinat titik ditentukan dengan menghitung jarak dan sudut :

    Sudut (Sn) = n x

    Jarak (Dn) = 2R.Sin n ( /2 )

    2.4.3. Metode Panjang Tali busur

    Pada cara ini metode titik detail diproyeksikan pada perpanjangan tali

    busur yang melalui titik detail belakangnya.Misalkan semua tali busur dibuat

    sepanjang k meter maka sudut antara tali busur pertama (T11) dan garis singgung

    di titik T ada , sedang sin = ( k)/R = (k)

    /(2R) , sehingga dapat dicari

    dan sudut 1PT = .

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    25

    Maka dengan adanya sudut , didapat :

    T11` = k.Cos dan 1`1 = k.Sin

    Dengan dua jarak maka dapat ditentukan titik 1.

    Untuk menentukan tempat titik 2 diperlukan :

    12` = k.Cos dan 2`2 = k.Sin

    Selanjutnya untuk menentukan titik 3 diperukan :

    23` = k.Cos dan 3`3 = k.Sin , dan seterusnya

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah hitungan adalah

    sedikit sekali, ialah titik 1 : T11` = k.Cos dan 1`1 = k.Sin . Titik 2 dan

    selanjutnya : jarak k.Cos yang dibuat pada perpanjangan semua tali busur dan

    jarakk.Sin tangen dibuat tegak lurus pada perpanjangan semua tali busur.

    2.4.4. Metode Panjang Tangen

    Metode ini mempunyai jumlah hitungan lebih kecil dari jumlah hitungan

    yang harus dilakukan pada metode selisih busur yang sama panjangnya, tetapi

    sayangnya letak titik tidak beraturan di atas busur lingkaran.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    26

    Maka koordinat titik detail didapat dengan cara :

    - Titik 1 : X1 = a

    : Y1 = R [ (R)2 (X1)

    2 ] = R [ (R) 2 ( a ) 2 ]

    - Titik 2 : X2 = 2a

    : Y2 = R [ (R)2 (X2)

    2 ] = R [ (R) 2 ( 2a ) 2 ]

    dan seterusnya

    2.5. Perhitungan Luas Dan Volume Tanah

    2.5.1. Perhitungan Luas

    Luas menyatakan lebar proyeksi horizontal suatu area (sebidang tanah)

    dengan tidak memperhitungkan selisih tinggi. Perhitungan luas suatu daerah

    sangatlah penting, karena ukuran luas tersebut akan dimasukkan dalam akta hak

    milik atas tanah. Tujuan lain dari perlunya perhitungan luas adalah untuk

    menentukan ukuran luasan yang akan diratakan ataupun diperkeras serta

    penentuan untuk hitungan volume pekerjaan tanah.

    Untuk menentukan luas suatu area maupun batasan profil/irisan

    tegak/penampang tanah dan garis proyek dapat dilakukan dengan beberapa

    metode, antara lain :

    2.5.1.1.Cara Grafis

    Perhitungan luas dengan metode grafik ini dilakukan sangat sederhana,

    sehingga hasil (tingkat ketelitian) kurang baik. Cara ini biasanya digunakan untuk

    daerah yang bentuknya tidak teratur. Daerah yang akan ditentukan luasnya

    digambar di atas kertas dengan ukuran petak tertentu sesuai skalanya. Untuk

    bagian area yang terletak pada kotak penuh dihitung dengan dengan rumus persegi

    panjang/bujursangkar atau dihitung sesuai dengan satuan luas petak yang dibuat,

    sedangkan bagian yang tersisa dihitung dengan menggunakan rumus trapesium

    dan segitiga

    Nilai pendekatan/taksiran dari luas daerah yang ditentukan dari banyaknya

    petak yang terletak di dalam daerah tersebut ditambah dengan sisanya.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    27

    = Satu satuan luas

    Luas persegi = panjang x lebar

    Luas segitiga = ( alas x tinggi )

    2.5.1.2. Cara Numeris

    A. Dengan menggunakan angka-angka yang menyatakan jarak

    Bila bentuk lahan cukup sederhana, maka perhitungan luas dapat

    dilakukan secara konvensional, yaitu dengan membagi daerah tersebut menjadi

    bentuk-bentuk seperti segitiga, trapesium, atau jika memungkinkan berbentuk

    persegi, dengan berpedoman pada grafis ukur yang dibuat pada peta melintasi area

    yang akan ditentukan luasnya. Bentuk segitiga dan trapesium merupakan bentuk

    dasar yang relatif mudah dihitung luasnya.

    Keterangan gambar :

    L1 = luas segitiga ABB = ( AB x BB )

    L2 = luas trapesium BCCB= ( BB + CC ) x ( BC )

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    28

    L3 = luas segitiga CCD = ( CD x CC )

    L4 = luas segitiga CDD = ( DD x CD )

    L5 = luas trapesium DEED = ( EE + DD ) x ED

    L6 = luas trapesium EFFE = ( EE + FF ) x ( EF )

    L7 = luas segitiga AFF = ( AF x BF )

    = garis bantu

    = garis tepi area yang akan dihitung

    luasnya

    Maka :Luas area ABCDEF = L1 + L2 + L3 + L4 + L5 + L6 + L7

    B. Dengan menggunakan koordinat titik batas

    Perhitungan luas dengan menggunakan koordinat titik-titik batas daerah

    yang telah diukur atau diketahui posisinya dapat dilakukan dengan mengukur

    batas daerah tersebut sebagai suatu poligon. Batas daerah itu diukur oleh

    theodolite dengan menggunakan suatu titik tertentu terhadap suatu salib sumbu

    YOX yang tertentu pula.

    Perhitungan luas didapat dengan memproyeksikan luas terhadap sumbu X

    dan sumbu Y. Maka perhitungan luas area tersebut dapat ditentukan dengan

    menggunakan rumus sebagai berikut :

    Diproyeksikan terhadap sumbu X

    Luas = [ (Xn - Xn-1).(Yn + Yn-1) ]

    Setelah diuraikan, variabel X dan Y yang mempunyai koefisien yang sama

    akan saling mengeliminir akan diperoleh rumus :

    2.Luas = [ (Xn) . (Yn+1) ] [ (Xn+1) . (Yn) ]

    Diproyeksikan terhadap sumbu Y

    2.Luas = [ ( Xn + Xn-1 ).( Yn + Yn-1 ) ]

    Setelah diuraikan, variabel X dan Y yang mempunyai koefisien yang sama

    akan saling mengeliminir akan diperoleh rumus :

    2.Luas = [ (Xn) . (Yn+1) ] [ (Xn+1) . (Yn) ]

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    29

    Keterangan gambar :

    X , Y : sumbu koordinat

    D1, D2, D3 : jarak masing-masing titik segitiga terhadap sumbu Y

    L1, L2, L3 : jarak masing-masing titik segitiga terhadap sumbu X

    Berdasarkan gambar di atas, maka dapat disusun rumus perhitungan luas

    sebagai berikut :

    Luas segitiga ABC = luas trapesium 1AB2 + luas trapesium 2BC3 luas

    trapesium 1AC3

    Luas segitiga ABC = [ ( L2 + L3 ) x (D3 D2 ) ] + [ ( L3 + L1 ) x

    ( D1 D3 ) ] [ ( L2 + L1 ) x ( D1 - D2 ) ]

    Maka 2 x luas segitiga :

    = ( L2 + L3 )( D3 D2 ) + ( L3 + L1 )( D1 D3 ) - ( L2 + L1 )( D1 - D2 )

    = L2D3 L2D2 + L3D3 L3D2 + L3D1 L3D3 + L1D1 L1D3 L2D1 + L2D2 L1D1 + L1D2

    = L1D2 + L2D + L3D1 L1D3 L2D1 L3D2

    = ( D1L3 + D2L1 + D3L2 ) ( D1L2 + D2L3 + D3L1 )

    Hasil akhir ini akan mudah diingat dengan menyusunnya sebagai berikut:

    C. Dengan menggunakan profil atau penampang tanah

    Metode Trapesium

    D1 L1

    D2 L2

    D3 L3

    D1 L1 Tanda

    positif

    Tanda

    negati

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    30

    Keterangan :

    I, II, : Menunjukkan urutan trapesium

    H1, H2, : Elevasi masing-masing titik pada profil melintang

    Rumus perhitungan luas penampang tanah tersebut adalah :

    Luas = w ( H1 + H7 + 2H2 + 2H3 + 2H4 + 2H5 + 2H6 )

    Metode Simpson

    Penampang tanah pada gambar 2.7 di atas juga dapat dihitung dengan

    menggunakan metode simpson, dengan cara mengalikan 1/3 jarak antar

    ordinat dengan jumlah ordinat awal dan ordinat akhir, kemudian ditambah

    4 kali penjumlahan ordinat yang genap dan ditambah 2 kali penjumlahan

    ordinat ganjil.

    Rumus perhitungan luas penampang tanah tersebut adalah :

    Luas =1/3 w ( h1 + h7 ) + 4( h2 + h4 + h6 ) + 2( h3 + h5 )

    Level Section ( Penampang Mendatar )

    Keterangan gambar :

    W : Lebar puncak galian / timbunan

    D : Lebar dasar galian / timbunan

    w

    C

    D

    cs cs

    Permukaan

    tanah asli

    C L

    Permukaan tanah

    rencana

    Level Section (Penampang Mendatar)

    s 1

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    31

    s : Perbandingan kemiringan ( 1 : s )

    c : Kedalaman galian / timbunan

    : Center line

    Rumus yang digunakan untuk perhitungan luas penampang mendatar ini adalah

    sebagai berikut :

    D = cs + w + cs

    D = 2cs + w

    L = [ ( D + w )

    /2 ] x c

    L = ( cs + w ) x c

    Three Level Section ( Penampang Tingkat Tiga )

    Rumus yang digunakan untuk perhitungan luas pada penampang tingkat tiga

    adalah sebagai berikut :

    x = ( hr x s )

    y = ( hl x s )

    Dr = x + w/2 = ( hr x s ) +

    w/2

    Dl = x + w/2 = ( hl x s ) +

    w/2

    L1 = ( w/2 + hl ) = (

    w/4 + hl )

    L2 = ( w/2 + hr ) = (

    w/4 + hr )

    L3 = ( c + Dr ) = ( c/4 + Dr )

    L4 = ( c + Dl ) = ( c/4 + Dl )

    Total luas = L1 + L2 + L3 + L4

    C L

    A

    B C Dl Dr

    w

    c

    1

    s

    hl

    hr

    Penampang Tingkat Tiga

    L1 L2

    L3

    L4

    Permukaan

    tanah rencana

    Permukaan

    tanah asli

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    32

    Section dengan Kemiringan yang Diketahui ( 1 : n )

    Berdasarkan gambar di atas, maka dapat disusun rumus perhitungan luas sebagai

    berikut :

    Dalam segitiga ABJ, y/wl =

    1/2 ,maka y =

    wl/2 dan dalam segitiga AHJ,

    x/wl =

    1/5 ,

    maka x = wl

    /5.

    cl = ( y + x ) = [ wl

    /2 ] + [ wl

    /5 ]

    = [ 5wl + 2wl ] : [ 5 x 2 ]

    = [ wl x ( 5 + 2 ) ] : [ 5 x 2 ]

    Memasukkan s untuk mengganti 2 dan N untuk mengganti 5, hal ini menunjukan

    bahwa :

    cl = wl . [ ( N + S )

    /NS ]

    dan wl = cl . [ NS

    /( N + S ) ]

    Demikian juga pada segitiga KDC,y/wr =

    1/2 ,maka y =

    wr/2 dan dalam segitiga

    GDK, x/wr =

    1/5 ,maka x =

    wr/5.

    cr = ( y x ) = [ wr/2 ] - [ wr

    /5 ]

    = [ 5wr - 2wr ] : [ 5 x 2 ]

    = [ wr x ( 5 - 2 ) ] : [ 5 x 2 ]

    Memasukkan s untuk mengganti 2 dan N untuk mengganti 5, hal ini menunjukan

    bahwa :

    cr = wr . [ ( N - S )

    /NS ]

    dan wr = cr . [ NS

    /( N - S ) ]

    Rumus umum: jarak horizontal = jarak vertikal x [ ( N x S )

    /( N S ) ]

    Total luas = luas trapesium HGCB + luas segitiga GDC + luas segitiga

    ABH

    A

    B C

    D

    E

    G

    H F

    c cr cl

    w

    wl wr

    x y

    y

    x

    1

    s

    1 : N

    Penampang dengan kemiringan yang diketahui

    J

    K

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    33

    = ( c x w ) + ( cr

    /2 x wr ) + ( cl/2 x wl )

    2.5.1.3. Cara Mekanis

    Untuk menentukan luas dengan metode mekanis digunakan suatu cara planimetris

    dengan bantuan alat planimeter. Alat ini dapat menentukan luas sekalipun

    bentuknya tidak beraturan. Prinsip kerja dari planimeter adalah selisih luas tanah

    yang dilukis oleh dua ujung tongkat yang bergerak di bidang datar.

    Planimeter dibedakan menjadi dua, yaitu :

    1. Planimeter dengan model indeks yang tetap

    2. Planimeter dengan tongkat bergelinding

    Kedua model planimeter tersebut terdiri dari sebuah lengan panjang yang tetap

    yang disebut lengan polar. Lengan polar ini dikaitkan dengan sebuah kutub blok

    P yang tetap, sehingga blok P ini bergerak menjadi tumpuan dari pola pengukuran

    luas. Bagian kedua adalah sebuah pengikut jejak yang membawa sebuah titik

    telusur dan titik ini dapat bergerak ke segala arah. Bagian yang menghubungkan

    kedua lengan tersebut yaitu mesin kecil dengan roda yang berputar di bawahnya.

    Alat ini akan menunjukkan jumlah atau besar putaran yang dilakukan nantinya.

    Besar dari luas daerah yang diukur tersebut hanya dapat ditentukan yaitu bila titik

    telusur telah kembali ke titik awal.

    2.5.2. Perhitungan Volume

    Yang dimaksud perhitungan volume disini adalah perhitungan volume

    rencana pekerjaan galian atau timbunan tanah. Perhitungan ini pada dasarnya

    merupakan masalah geometri benda padat. Pekerjaan galian dan timbunan juga

    dilakukan berdasarkan potongan melintang yang mempunyai interval sama (100,

    200, 300, ). Demikian pula rentangan garis tengah juga belum tentu sama

    panjang, baik kiri maupun kanan, sehingga untuk setiap potongan melintang akan

    didapatkan beberapa bentuk luasan. Jadi luas penampang yang satu belum tentu

    sama dengan yang lain. Untuk menghitung volume tersebut digunakan rumus-

    Alat Planimeter

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    34

    rumus pendekatan/taksiran sesuai dengan model permukaan serta tingkat

    ketelitiannya.

    Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung volume, yaitu :

    2.5.2.1. Perhitungan Volume Berdasarkan Garis Kontur

    Perhitungan volume dari lokasi yang dibatasi atau berdasarkan dasar data-

    data garis kontur.

    Keterangan gambar :

    : Garis kontur

    110, 120, : Elevasi / ketinggian

    Rumus perhitungan volume berdasarkan garis kontur :

    Jika hanya terdiri dari dua penampang :

    V = 1/2 .( A1 + A2 ) x I

    Jika terdiri lebih dari dua penampang :

    V = 1/3 .I ( A1 + 4A2 + A3 )

    Jika garis konturnya lebih banyak lagi maka :

    V = 1/3 .I (A1 + A5 + 2A3 + 4(A2 + A4 ))

    Keterangan rumus :

    V : volume

    A1,A2,.: luas daerah pada masing-masing penampang

    I : interval garis kontur / jarak antar profil

    2.5.2.2. Perhitungan Volume Dengan Rumus Prismoida

    Metode prismoida adalah metode yang menunjukkan bahwa suatu benda

    padat itu dibatasi oleh dua bidang sejajar pada bagian atas dan bawahnya serta

    dibatasi beberapa bidang datar di sekelilingnya.

    110 120 13

    0

    Perhitungan Volume Berdasarkan Garis Kontur

    A1

    A2

    M

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    35

    Rumus perhitungan volume dengan menggunakan metode prismoida :

    V = ( 1/3 x

    d/2 ) x ( A1 + A2 + 4M )

    V = d/6 .( A1 + A2 + 4M )

    Keterangan rumus :

    V : volume

    A dan M : luas daerah

    d : jarak antar profil

    2.5.2.3. Perhitungan Volume Dengan Rumus Simpson

    Pada metode simpson ini, penampang melintang dibagi menjadi potongan

    dalam bagian yang sama dan dalam jumlah yang ganjil minimal tiga buah

    potongan melintang

    Rumus perhitungan volume dengan menggunakan metode simpson :

    V = d/3 [ A1 + A5 + 2A3 + 4( A2 + A4)]

    Keterangan rumus :

    V : volume

    A1

    M

    A2 d

    Perhitungan Volume Dengan MetodePrismoida

    A5

    A1

    A2

    A3

    A4

    d 0

    25

    50

    75

    100

    Perhitungan Volume Dengan Metode Simpson

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    36

    A1, A2, : luas daerah

    d : jarak antar profil

    2.5.2.4. Perhitungan Volume Berdasarkan Titik Tinggi (Spot Height)

    Prinsip perhitungan volume timbunan atau galian dengan data titik-titik

    tinggi yang diketahui, dapat dirumuskan sebagai berikut :

    V = Hr x A

    Keterangan rumus :

    V : volume

    Hr : tinggi rata-rata

    A : luasan yang dibatasi titik tinggi

    Dari data diatas dapat dihitung volume pada luasan 1:

    Hr = (2.00 + 3.00 + 4.00 + 2.00)

    = 2,75 m

    V = 2,75 m x (10 m x 8 m )

    = 220 m3

    2.6. Program AutoCAD

    Program ini merupakan suatu kelengkapan dari sistem pengolahan ini

    karena secara umum pengukuran dilapangan pada akhirnya akan ditampilkan

    dalam bentuk gambar ataupun peta. Sehingga diperlukan suatu program berupa

    program CAD/CAM.

    Adapun perintah-perintah yang sering dipakai dan digunakan dalam

    praktikum ini antara lain :

    LINE adalah Perintah ini merupakan perintah dasar dalam program

    AutoCAD yakni perintah untuk membuat garis lurus.

    A B

    D E

    G

    C

    F

    H I

    1 2

    3 4

    2.00 3.00

    4.00 2.00 1.00

    1.00

    2.00 3.00 2.00

    10 m

    8 m

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    37

    ERASE adalah perintah untuk menghapus sebagian maupun

    keseluruhan dari gambar yang dibuat.

    ZOOM adalah perintah untuk menampilkan gambar dalam skala

    tertentu

    TRIM adalah perintah memotong dan menghapus suatu objek dengan

    terlebih dahulu menentukan batasan daerah yang akan dihapus.

    EXTEND adalah kebalikan dari perintah TRIM, yakni untuk

    memanjangkan suatu objek gambar sehingga suatu batasan tertentu

    BLOCK adalah perintah untuk membuat suatu grup dari sekumpulan

    objek yang akan dipakai dalam proses selanjutnya seperti penghapusan

    ataupun pengkopian.

    INSERT adalah perintah untuk memanggil dan menempatkan suatu

    BLOCK yang sudah ditentukan.

    ROTATE adalah perintah untuk memutar suatu objek dalam besaran

    tertentu terhadap suatu titik acuan( BASE POINT ).

    TEXT adalah perintah untuk menampilkan dan menyisipkan suatu

    deretan huruf atau angka dalam gambar

    COLOR adalah perintah untuk memberikan warna terhadap objek.

    SCALE adalah perintah untuk merubah tampilan dalam skala tertentu.

    SCRIPT adalah perintah yang digunakan untuk memanggil suatu file

    berextensi SCR yang berisi kumpulan perintah-perintah tunggal dalam

    suatu proses penggambaran.

    Dan lain-lain.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    38

    DIAGRAM PROSES PENGGAMBARAN

    AUTOCAD

    PEMANGGILAN FILE SCR

    DENGAN RUN SCRIPT PENGGAMBARAN DILAYAR

    MONITOR

    KARTOGRAFI GAMBAR DIGITAL

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    39

    BAB III

    PELAKSANAAN PRAKTIKUM

    3.1. Pengukuran Poligon

    Tujuan praktikum : Untuk menentukan posisi titik-titik poligon yang akan

    dijadikan sumbu proyek pada jalur jalan yang akan

    dibuat.

    Alat yang digunakan :

    1. Theodolite

    2. Rambu ukur

    3. Statif

    4. Jalon

    5. Patok kayu dan paku payung

    6. Payung

    Langkah kerja :

    1. Sebelum dilakukannya pengukuran, lakukanlah pengecekan terhadap

    kondisi lapangan yang akan diukur untuk menentukan jalur

    pengukuran.Memasang titik-titik poligon sebagai kerangka dasar

    pemetaan untuk mempermudah pelaksanaan praktikum. Dalam

    pemasangan titik poligon hendaknya posisi titik-titik poligon saling

    terlihat dan tidak terhalang oleh apapun yang dapat mengganggu

    proses pengukuran karena titik-titik poligon ini akan dijadikan tempat

    berdiri alat saat pengukuran titik detail. Dalam praktikum survei

    rekayasa ini, digunakan 4 buah titik poligon dengan 3 ruas garis

    poligon dengan masing-masing jarak 50 m- 100 m dan sudut antar titik

    poligon sebesar 110o 150o.

    2. Dirikan alat ukur theodolite pada titik ITN 009 dan lakukan pengaturan

    alat theodolite (centering optis, nivo kotak dan nivo tabung) sebagai

    persyaratan supaya alat siap digunakan.

    3. Mengarahkan teropong dan bidiklah (mengepaskan posisi benang

    silang pada teropong) jalon yang didirikan di atas BM 008 (sebagai

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    40

    backsight) dan mengatur bacaan sudut horizontal pada bacaan

    00o0000 dalam keadaan bacaan biasa (B).

    4. Memutar alat dan membidik paku payung pada patok P1 kemudian

    lakukan pembacaan sudut horizontal dalam keadaan biasa (B).

    5. Mengubah keadaan alat pada posisi luar biasa (LB) dan bidiklah paku

    payung pada patok P1 dan kemudian pada BM1 serta lakukan

    pembacaan sudut horizontalnya dan catatlah datanya sebanyak dua seri

    rangkap.

    6. Pindahkan alat di atas patok P1 dan lakukan pengaturan alat seperti

    langkah 2.

    7. Lakukan pengukuran sudut horizontal seperti langkah kerja di atas

    untuk titik-titik berikutnya sebanyak dua seri rangkap, yaitu titik-titik

    (BM009-P1-P2), ( P1-P2-P3), ( P2-P3-P4 ).

    Gambar Poligon Terbuka Terikat Sempurna

    Keterangan gambar :

    BM : Titik tetap (Bench Mark)

    A D : Titik poligon

    DBM1.DP4 : Jarak sisi poligon

    S1.S4 : Sudut horizontal

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    41

    3.2. Pengukuran Waterpass

    Tujuan praktikum : Untuk menentukan beda tinggi antara dua titik BM

    dan antar titik patok serta titik-titik detail lainnya.

    Alat yang digunakan :

    1. Waterpass Wild NA 28 No.741496

    2. Rambu ukur

    3. Statif

    4. Unting-unting

    5. Rollmeter

    6. Payung

    3.2.1. Pengukuran Waterpass Memanjang

    Pengukuran waterpass memanjang dilakukan dengan cara waterpassing

    memanjang pergi pulang dan pengukuran dilakukan dari titik BM009

    sampai dengan titik BM 004.

    Ketelitian pengukuran yang disarankan adalah 8D mm, dimana D

    merpakan jumlah jarak pengukuran pergi pulang dalam satuan kilometer.

    Langkah kerja :

    1. Mempersiapkan peralatan dan perlengkapannya untuk pengukuran.

    2. Membagi jalur pengukuran menjadi beberapa slag.

    3. Dirikan alat ukur waterpass di antara dua buah rambu ukur yang

    jaraknya hampir sama yaitu di antara rambu ukur belakang di BM009

    dengan rambu ukur muka di patok A.

    4. Lakukan pengaturan alat ukur waterpass untuk pengukuran waterpass

    memanjang pergi, lalu bidik dan bacalah bacaan benang atas, benang

    tengah, benang bawah pada rambu ukur belakang dan catatlah.

    5. Putar dan arahkan teropong waterpass untuk membidik rambu ukur

    muka di patok A kemudian baca dan catatlah pembacaan benang

    silangnya.

    6. Lakukanlah kontrol bacaan rambu ukur dengan rumus :

    bt = ( ba + bb ) : 2

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    42

    keterangan rumus :

    bt : benang tengah

    ba : benang atas

    bb : benang bawah

    7. Setelah semua titik poligon terukur, maka pengukuran waterpass

    memenjang pergi sudah selesai. Kemudian dilanjutkan dengan

    pengukuran waterpass memenjang pulang dengan cara mendirikan alat

    pada slag antara titik patok BM 004 dan titik P4.

    8. Bidik rambu ukur dengan posisi rambu ukur di patok BM 004 sebagai

    rambu belakang dan rambu ukur di titik P4 sebagai rambu muka,

    kemudian catat hasil pengukurannya dan dikontrol seperti cara yang

    telah dijelaskan di atas.

    9. Pindahkan alat pada slag berikutnya untuk melanjutkan pengukuran

    waterpass memanjang pergi-pulang. Lakukan pengukuran hingga titik

    terakhir sesuai dengan jalur pengukurannya seperti cara yang telah

    dijelaskan di atas (point 3 sampai 8).

    10. Hitunglah beda tinggi (h) untuk setiap titik poligon dan jumlahkan

    pada masing-masing pengukuran pergi dan pulang, sehingga diketahui

    selisih antara pengukuran waterpass memanjang pergi dengan pulang

    yang harus masuk batas toleransi yang telah ditentukan.

    Gambar Waterpassing Pulang Pergi

    Keterangan gambar :

    B : Bacaan benang tengah rambu belakang

    M : Bacaan benang tengah rambu muka

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    43

    ITN 009, P1, P2,.ITN 004 : Titik tempat rambu didirikan

    1 slag : 1 kali berdiri alat

    3.2.2. Pengukuran Waterpass Profil

    3.2.2.1.Pengukuran Waterpass Profil Memanjang

    Tujuan praktikum : Untuk mengetahui profil tanah secara memanjang

    pada suatu tempat.

    Alat yang digunakan :

    1. Waterpass Wild NA 28

    2. Rambu ukur

    3. Rollmeter

    4. Statif

    5. Unting-unting

    6. Payung

    Langkah kerja :

    1. Dirikan alat ukur waterpasss di luar jalur pengukuran (misalkan posisi

    alat I) dan atur alat sesuai dengan syaratnya.

    2. Membagi panjang jalur pengukuran dengan ukuran 10 m (setiap slag)

    3. Bidik dan baca bacaan benang silang pada rambu ukur di titik P1

    sebagai bacaan rambu ukur belakang, dan rambu ukur dititik Asebagai

    bacaan rambu ukur muka.

    4. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini.

    Gambar Waterpass Profil Memenjang

    Keterangan gambar :

    P1, A, B, : Titik-titik patok sepanjang jalur poligon (center line)

    I, II : Tempat berdiri alat di luar jalur pengukuran

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    44

    rb : Rambu belakang

    rm : Rambu muka

    5. Selanjutnya pindahkan alat pada posisi II dan pengukuran dilanjutkan

    dengan melakukan pembidikan pada rambu ukur pada titik patok B

    sebagai titik ikat dan dibaca sebagai rambu belakang dan catat hasil

    pengukurannya.

    6. Kemudian untuk pembacaan rambu berikutnya sama dengan cara yang

    telah dijelaskan sebelumnya.

    7. Lakukan pengukuran waterpass profil memanjang terhadap titik patok

    yang telah dibuat pada jalur pengukuran hingga titik P4 dengan cara

    yang sama seperti cara di atas.

    8. Ukurlah tinggi masing-masing patok pada jalur pengukuran untuk

    digunakan pada proses perhitungan beda tinggi.

    3.2.2.2.Pengukuran Waterpass Profil Melintang

    Tujuan praktikum : untuk mengetahui profil tanah secara melintang pada

    suatu tempat tertentu.

    Alat yang digunakan :

    1. Waterpass Wild NA 28

    2. Rambu ukur

    3. Jalon

    4. Statif

    5. Unting-unting

    6. Payung

    Langkah kerja :

    1. Dirikan waterpass di atas patok P1 dan atur sesuai persyaratannya,

    kemudian lakukan pelurusan terhadap patok berikutnya (titik A)

    dengan cara mengarahkan teropong waterpass ke arah patok tersebut

    dengan bantuan jalon, setelah itu putarlah waterpass 90o ke kanan.

    2. Bidik dan bacalah rambu ukur yang didirikan di depan teropong

    tersebut pada tiap-tiap profil tanah yang berbeda (sebesar 0,5 m) jarak

    maksimal 10 meter di sebelah kanan kiri jalur poligon (ditandai

    dengan angka yang mengikuti nama titik profil sebelah kiri).

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    45

    3. Putarlah teropong sebesar 180o dan lakukan pembacaan rambu ukur

    pada tiap-tiap profil tanah yang berbeda (sebesar 0,5 m) jarak

    maksimal 10 meter di sebelah kanan kiri jalur poligon (ditandai

    dengan huruf yang mengikuti nama titik profil sebelah kanan).

    4. Untuk pengukuran pada titik poligon yang membentuk sudut maka

    pengukuran profil melintang dilakukan sampai menenmpuh jarak

    maksimal 20 meter ke kiri dan ke kanan. Sedangkan teropong

    diarahkan sebesar setengah dari sudut antara dua ruas poligon yang

    bersangkutan.

    5. Dengan cara yang sama lakukan pengukuran profil melintang pada

    setiap titik patok sebagai sumbu proyek hingga mencapai titik poligon

    terakhir.

    Gambar Profil Melintang Pada Sumbu Proyek

    Gambar WaterpassProfil Melintang Pada Setiap Patok

    Keterangan gambar :

    A,B,C,. : Titik poligon

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    46

    A1, A2, A3,.. : Titik patok pada setiap ruas poligon

    1, 2, 3, 4,.. : Irisan melintang titik detail di sebelah kiri center

    line/sumbu proyek

    a, b, c, d,.. : Irisan melintang titik detail di sebelah kanan center

    line/sumbu proyek

    TI : Tinggi instrumen

    : Patok

    : Permukaan tanah

    : Rambu ukur

    6. Tinggi instrumen pada setiap berdiri alat harus diukur untuk digunakan

    pada proses perhitungan selanjutnya.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    47

    BAB IV

    PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA

    4.1. Perhitungan Poligon Terbuka Terikat Sempurna

    Dalam pekerjaan survey rekayasa disini menggunakan pengukuran

    Poligon Terbuka Terikat Sempurna. Sedangkan perhitungan data poligon terbuka

    terikat sempurna menggunakan Microsoft Excel adalah sebagai berikut:

    Gambar Poligon

    a. Data Poligon

    Titik Sdt. Hz Jarak

    BM008 0 0 0 -

    ITN009 159 53 30 17.93

    P1 217 33 24 59.77

    P2 129 57 01 79.81

    P3 130 11 00 60

    P4 240 55 47.5 30.55

    ITN 004 126 52 54 -

    Adapun data data tambahan untuk dapat melakukan perhitungan poligon

    tersebut adalah :

    Jumlah titik : 4

    Azimuth awal : 1104917

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    48

    Point X Y Z

    ITN 008 680009.220 9124502.633 523.310

    ITN 009 680066.426 9124480.878 523.132

    ITN 004 680266.459 9124523.708 520.676

    BM2 680300.817 9124576.201 519.816

    Pengolahan data diatas dilakukan dengan menggunakan program microsoft

    excel hasil perhitungannya terlihat pada tabel sebagai berikut :

    D = 248.06

    fx = fx = 0.072

    fy = fy = -0.099

    fl = fx2 + fy2

    Ketelitian = 1/D = 1/246.20 = 2031.948

    4.2. Perhitungan Waterpass

    4.2.1. Pengukuran Waterpass Profil

    Untuk perhitungan beda tinggi tiap-tiap titik 48olygon menggunakan

    rumus sebagai berikut :

    `h = BTB - BTM

    keterangan :

    h = beda tinggi antara dua titik

    btB = bacaan benang tengah rambu belakang

    btM = bacaan benang rambu muka

    Perhitungan h Leveling:

    h 12 = BT B BT M

    = 0.870 1.617

    = -0.747

    4.2.1.1.Perhitungan Waterpass Profil Memanjang

    1. Perhitungan Jarak

    D = (Benang Atas Benang Bawah) * 100

    2. Perhitungan Beda Tinggi

    h = Benang Tengah Belakang Benang Tengah Muka

    3. Perhitungan Elevasi

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    49

    H = Elevasi Awal + h

    4. Perhitungan toleransi kesalahan pada pengukuran waterpass pergi-

    pulangRumus = 10d

    Dalam hal ini, jumlah jarak (d) dalam satuan Km.

    Susunan data profil memanjang setelah selengkapnya ada dilampiran

    TOLERANSI PENGUKURAN YANG DIBERIKAN (mm)

    8*d(km) 4.7618

    m km KOREKSI

    354.3 0.3543 PERGI -0.005 PULANG 0.0045 (ITN 004 - ITN 009) - h PERGI

    PERGI + PULANG (ITN 009 - ITN 004) - h PULANG

    -0.0005

    4.2.1.2.Perhitungan Waterpass Profil Melintang

    Input data profil melintang adalah :

    Pada STA 00+000

    Contoh perhitungan untuk STA 00+000 (P1)

    1. Beda Tinggi

    Titik a = TinggiAlat Benang Tengah

    = 1.360 1.311 = 0.049

    Titik b = TinggiAlat Benang Tengah

    = 1.360 1.187 = 0.173

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    50

    Titik c = TinggiAlat Benang Tengah

    = 1.360 1.110 = 0.250

    Titik d = TinggiAlat Benang Tengah

    = 1.360 1.089 = 0.271

    Titik 1 = TinggiAlat Benang Tengah

    = 1.360 1.424 = -0.074

    Titik 2 = TinggiAlat Benang Tengah

    = 1.360 1.493 = -0.133

    Titik 3 = TinggiAlat Benang Tengah

    = 1.360 1.560 = -0.200

    Titik 4 = TinggiAla t Benang Tengah

    = 1.360 1.632 = -0.272

    2. Elevasi

    Titik a = Elevasi P1 + ha

    =522.475 + 0.049 = 522.524

    Titik b = Elevasi P1 + hb

    =522.475 + 0.173 = 522.648

    Titik c = Elevasi P1 + hc

    =522.475 + 0.250 = 522.725

    Titik d = Elevasi P2 + hd

    =522.475 + 0.271 = 522.746

    Titik 1 = Elevasi P1 + h1

    =522.475 + (-0.074) = 522.401

    Titik 2 = Elevasi P1 + h2

    =522.475 + (-0.133) = 522.342

    Titik 3 = Elevasi P1 + h3

    =522.475 + (-0.200) = 522.275

    Titik 4 = Elevasi P2 + h4

    =522.475 + (-0.272) = 522.203

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    51

    3. Jarak Tiap Titik

    D_titika = (ba-bb) 100

    = (1.319-1.303) 100 = 1.6 m

    D_titikb = (ba-bb) 100

    = (1.212-1.162) 100 = 5.0 m

    D_titikc = (ba-bb) 100

    = (1.148-1.072) 100 = 7.6 m

    D_titikd = (ba-bb) 100

    = (1.139-1.039) 100 = 10 m

    D_titik1 = (ba-bb) 100

    = (1.446-1.422) 100 = 2.4 m

    D_titik2 = (ba-bb) 100

    = (1.518-1.468) 100 = 5.0 m

    D_titik3 = (ba-bb) 100

    = (1.598-1.522) 100 = 7.6 m

    D_titik4 = (ba-bb) 100

    = (1.682-1.582) 100 = 10 m

    4.3. Perhitungan Perencanaan Kurva

    Dalam perhitungan kurva dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurva

    horisontal dan kurva vertikal. Hasil dari perhitungan kedua kurva tersebut

    dapat digunakan dalam perencanaan Elevasi Center Line (CL) badan jalan.

    4.3.1. Perhitungan Kurva Horizontal

    VR = 60 km/jam

    Elevasi maksimal = 10 % (0.10)

    Elevasi normal = 2 % (0.02)

    Superelevasi = 10 % (0.10)

    f maksimal = 0.153

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    52

    Gambar 4.1 Sudut Defleksi P2-P3

    Sudut defleksi () P2-P3 = 50 3 25

    Berdasarkan nilai perhitungan diatas, nilai R didapat 112.041 m.

    Dikarenakan nilai R < 500 m, maka jenis tikungan yang direncanakan

    harus mempunyai lengkung peralihan.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    53

    Menghitung data lengkung peralihan spiral-circle-spiral (scs)

    Gambar 4.2 Lengkung Peralihan Spiral-Circle-Spiral (SCS)

    VR 70 km / jam, re maksimal = 0.035 m / m / detik.

    RC (R) = 112.041 m

    (

    ) (

    )

    (

    ) (

    )

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    54

    Jika p < 0.25 m, tidak diperlukan lengkung peralihan sehingga tipe

    tikungan menjadi full circle, karena nilai p yang didapat > 0.25 m yaitu

    0.9297 m, maka diperlukan lengkung peralihan.

    (

    )

    (

    )

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    55

    ( )

    Jika Lc < 20 meter, menggunakan lengkung spiral-spiral, dan jika Lc > 20

    meter, maka menggunakan lengkung spiral-circle-spiral. Berdasarkan

    nilai perhitungan Lc diatas, maka jenis lengkung peralihan yang

    digunakan adalah tipe Spiral-Circle-Spiral.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    56

    4.3.2. Perhitungan Kurva Vertikal

    L = 100 m

    Elevasi Awal = 523.000 m

    Elevasi Tengah = 523.000 m

    Elevasi Akhir = 521.000 m

    Langkah-langkah perhitungan :

    1. Perhitungan Kurva Vertikal

    g1 merupakan kelandaian dari titik P (%), diperoleh dari rumus :

    (ZP2 ZP1) / DP1-P2

    Maka g1 = (ZP2 ZP1) / DP1-P2

    = (523.000 523.000)

    59.753

    = 0

    g2 merupakan kelandaian dari titik Q (%), diperoleh dari rumus :

    (ZP3 ZP2) / DP2-P3

    Maka g2 = (ZP3 ZP2) / DP2-P3

    = (521.000 523.000)

    79.815

    = -0.02506

    2. Perhitungan Elemen Vertikal Cekung

    HPVT

    Maka HPVT = ZP2 + (g2*(L/2))

    = 523.000 + (-0.02506*(100/2))

    = 523.000 + (-0.02506*50)

    = 523.000 + (-1.253)

    = 521.747

    A merupakan perbedaan aljabar untuk kelandaian [%]

    Maka A = (g2-g1) / (2*100)

    = (-0.02506-0)

    200

    = -0.0001253

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    57

    Ev merupakan perbedaan elevasi antara titik P dan titik yang

    ditinjau pada stasiun [m]

    Maka Ev = ((g2*100) (g1*100))*100

    800

    = ((-0.02506*100) (0*100))*100

    800

    = -2.506*100

    800

    = -250.6

    800

    = -0.31325

    Perhitungan Kontrol 1

    Kontrol 1 = HP2 + (g2*0,5*L)

    = 523.000 + (-0.02506*0.5*100)

    = 521.747

    Perhitungan Kontrol 2

    Kontrol 2 = HP2 + Ev

    = 523.000 + (-0.31325)

    = 522.68675

    HPVT = ZP2 + (Ev*100)

    = 523.000 + (-0.31325*100)

    = 523.000 + (-31.325)

    = 491.675

    HPVC = g1*(DP1-P2 (0.5*L)) + HP1

    = 0*(59.753 (0.5100)) + 523.000

    = 0 + 523.000

    = 523.000

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    58

    4.3.2.1. Staking Out Kurva Vertikal

    Gambar 4.3 STA(00+000) sampai STA 00+100

    Hitungan elevasi perencanaan tiap 10 m :

    H STA 00+010 = HPVC + (g1*10) + (A*102)

    = 523.000 + (0*10) + (-0.0001253*102)

    = 523.000 + 0 + (-0.01253)

    = 522.98747 m

    H STA 00+020 = HPVC + (g1*20) + (A*202)

    = 523.000 + (0*20) + (-0.0001253*202)

    = 523.000 + 0 + (-0.05012)

    = 522.94988 m

    H STA 00+030 = HPVC + (g1*30) + (A*302)

    = 523.000 + (0*30) + (-0.0001253*302)

    = 523.000 + 0 + (-0.11277)

    = 522.88723 m

    H STA 00+040 = HPVC + (g1*40) + (A*402)

    = 523.000 + (0*40) + (-0.0001253*402)

    = 523.000 + 0 + (-0.20048)

    = 522.79952 m

    H STA 00+050 = HPVC + (g1*50) + (A*502)

    = 523.000 + (0*50) + (-0.0001253*502)

    = 523.000 + 0 + (-0.31325)

    = 522.68675 m

    q1 q2

    EV

    STA 00+050 STA 00+000 STA 00+100

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    59

    H STA 00+060 = HPVC + (g1*60) + (A*602)

    = 523.000 + (0*60) + (-0.0001253*602)

    = 523.000 + 0 + (-0.45108)

    = 522.54892 m

    H STA 00+070 = HPVC + (g1*70) + (A*702)

    = 523.000 + (0*70) + (-0.0001253*702)

    = 523.000 + 0 + (-0.61397)

    = 522.38603 m

    H STA 00+080 = HPVC + (g1*80) + (A*802)

    = 523.000 + (0*80) + (-0.0001253*802)

    = 523.000 + 0 + (-0.80192)

    = 522.19808 m

    H STA 00+090 = HPVC + (g1*90) + (A*902)

    = 523.000 + (0*90) + (-0.0001253*902)

    = 523.000 + 0 + (-1.01493)

    = 521.98507 m

    H STA 00+100 = HPVC + (g1*100) + (A*1002)

    = 523.000 + (0*100) + (-0.0001253*1002)

    = 523.000 + 0 + (-1.253)

    = 521.747 m

    Adapun hasil keseluruhan perhitungan kurva vertikal dapat dilihat pada

    tabel dibawah ini :

    STA JARAK ELEVASI

    00+000 0 523.000

    00+010 10 522.988

    00+020 20 522.950

    00+030 30 522.887

    00+040 40 522.800

    00+050 50 522.687

    00+060 60 522.549

    00+070 70 522.386

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    60

    Tabel. Perhitungan Kurva Vertikal

    4.3.3. Perhitungan Kemiringan Badan Jalan Kurva

    Gambar 4.4 Penentuan Kemiringan Badan Jalan

    Rumus yang digunakan untuk perhitungannya adalah :

    emr = 0.02 + {( emax 0.02 )*}

    90

    Keterangan :

    emr = Kemiringan badan jalan

    emax = Kemiringan badan jalan max/ min

    = Sudut defleksi

    Data di ketahui sebagai berikut :

    emax = 0.100

    = 50 3 25

    00+080 80 522.198

    00+090 90 521.985

    00+100 100 521.747

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    61

    Data perhitungannya :

    emr = 0.02 + {( 0.100 0.02 ) * 50 3 25}

    90

    = 0.02 + ( 0.08 * 50 3 25 )

    90

    = 4.02455555556

    90

    = 0.04471728395

    = 4.47172839506 %

    = 4.5 %

    4.3.4. Perhitungan Desain Badan Jalan

    Langkah-langkah perhitungan :

    1. Desain badan jalan normal

    STA 00 + 000

    Center line (HCL) = 523.000 m

    H1,H4,H5,dan H8 = HCL + ( -e * d )

    = 523.000 + {( -4.5/100)*5}

    = 523.000 + (-0.225)

    = 522.775 m

    H2,H3,H6,dan H7 = H1,H4, H5,atau H8 + (-0.5)

    = 522.775 + (-0.5)

    = 522.275 m

    CL -e -e

    CL

    4 4

    4 3 2 1 5 6 7 8

    Desain Badan Jalan Normal

    0.5 2 0.5 0.5 2 0.5

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    62

    2. Desain badan jalan masuk tikungan

    STA 00 + 020

    Center line (HCL) = 522.950 m

    H1 dan H4 = HCL + ( -e * d )

    = 522.950 + {( -4.5/100)*5}

    = 522.950 + (-0.225)

    = 522.725 m

    H5 dan H8 = HCL + ( -e * d )

    = 522.950 + {( 0/100) *5}

    = 522.950 + 0.000

    = 522.950 m

    H2 dan H3 = H1 dan H4 + (-0.5)

    = 522.725 + (-0.5)

    = 522.225 m

    H6 dan H7 = H5 dan H8 + (-0.5)

    = 522.950 + (-0.5)

    = 522.450 m

    1

    0.5 0.5 0.5 0.5 2 2

    2

    3

    4

    5 6

    7

    8

    -e

    e = 0

    CL

    CL

    4 4

    Desain Badan Jalan Tikungan 1/4 Ke Kiri

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    63

    3. Desain badan jalan masuk tikungan

    STA 00 + 040

    Center line (HCL) = 522.800 m

    H1 dan H4 = HCL + ( -e * d )

    = 522.800 + {( -4.5/100)*5}

    = 522.800 + (-0.225)

    = 522.575 m

    H5 dan H8 = HCL + (e * d )

    = 522.800 + {(4.5/100)*5}

    = 522.800 + 0.225

    = 523.025 m

    H2 dan H3 = H1 dan H4 + (-0.5)

    = 522.575 + (-0.5)

    = 522.075 m

    H6 dan H7 = H5 dan H8 + (-0.5)

    = 523.025 + (-0.5)

    = 522.525 m

    -e

    +e

    CL

    CL

    4

    4 4

    3

    2

    1

    5

    7

    6

    8 Desain Badan Jalan Tikungan 3/4

    Ke Kiri

    0.5

    0.5

    0.5

    0.5

    2

    2

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    64

    4. Desain badan jalan pada tikungan maksimum

    STA 00+050

    Center line (HCL) = 522.687 m

    H1 dan H4 = HCL + (-emax * d )

    = 522.687 + {( -10/100)*5}

    = 522.687 + (-0.5)

    = 522.187 m

    H5 dan H8 = HCL + ( emax * d )

    = 522.687 + {(10/100)*5}

    = 522.687 + 0.5

    = 523.187 m

    H2 dan H3 = H1 dan H4 + (-0.5)

    = 522.187 + (-0.5)

    = 521.687 m

    H6 dan H7 = H5 dan H8 + (-0.5)

    = 523.187 + (-0.5)

    = 522.687 m

    -e max

    +e max CL

    CL

    4

    Desain Badan Jalan Tikungan Maksimum Ke Kiri

    4 4

    5

    3

    2

    1

    6

    7

    8

    0.5

    2

    0.5

    0.5

    0.5

    2

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    65

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Setelah dilakukannya praktikum Survey Rekayasa maka dapat diambil

    kesimpulan sebagai berikut :

    1. Dalam pengukuran tidak dapat dihindarkan terjadinya suatu kesalahan.

    2. Untuk menentukan suatu perencanaan jalan raya dilakukan pekerjaan

    levelling, agar mudah di dalam pekerjaan setting out.

    3. Urutan kerja haruslah sistematis agar lebih mudah dalam pelaksanaan

    maupun perhitungan.

    4. Dari pekerjaan levelling dapat diketahui luasan maupun volume dari

    galian dan timbunan tanah.

    5. pekerjaan survei rekayasa diterapkan dalam rencana konstruksi untuk

    pembuatan jalan raya, saluran air dan lain sebagainya yang

    berhubungan erat dengan galian dan timbunan.

    6. Dari hasil pengukuran, data hasil pengukurannya diolah (dimasukan

    dalam suatu perhitungan) dan disajikan dalam bentuk peta.

    5.2 Saran

    Adapun saran yang kami berikan untuk memperbaiki kekurangan-

    kekurangan yang terjadi :

    1. Adanya pengawasan terhadap jalannya praktikum agar kesalahan yang

    terjadi dapat dielimir dengan segera.

    2. Adanya pergantian alat-alat pengukuran yang lama dengan alat yang

    memiliki presisi yang lebih baik agar hasil lebih maksimal dan

    jumlahnya diperbanyak agar tidak berebut alat dengan kelompok yang

    lain.

    3. Tingkatkan kerjasama antar peserta.

  • Teknik Geodesi S-1 ITN Malang

    Laporan Praktikum Survei Rekayasa Jalan Dan Gedung

    66

    DAFTAR PUSTAKA

    Basuki Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Gajah Mada University

    Press.Yogyakarta.

    Catatan dan Diktat mata kuliah Survey Rekayasa Jalan Dan Gedung.

    Silvia Sukirman. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Nova.

    Bandung.

    Wongsotjitro S. 1980. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius.Yogyakarta.