skizofrenia
Transcript of skizofrenia
Clinical Science Session (CSS)
SkizofreniaDosen Pembimbing : dr. Victor Eliezer, Sp.KJ
Oleh :
Lilis Sulistiawati, S.Ked (G1A108030)
Fenny Purwanti, S.Ked (G1A108039)
Rita Rezki, S.Ked (G1A107009)
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan referad yang berjudul “Skizofrenia” sebagai kelengkapan
persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Kesehatan Jiwa
di RSUJ Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Victor Eliezer, Sp.KJ yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RSJ
Provinsi Jambi
Penulis menyadari bahwa laporan kasus dan referad ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus dan referad ini, sehingga
nantinya dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Jambi, November 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman judul..........................................................................................................................................................................................................................................1
Kata Pengantar.........................................................................................................................................................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................................................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan ...................................................................................................................................................................................................................................4
Bab II Tinjauan pustaka ..........................................................................................5
2.1 Definisi .................................................................................................5
2.2 Epidemiologi .......................................................................................5
2.3 Etiologi..................................................................................................6
2.4 Faktor Resiko........................................................................................8
2.5 Patofisiologi..........................................................................................8
2.6 Gejala dan Diagnosis..............................................................................10
2.7 Klasifikasi ............................................................................................14
2.8 Penatalaksanaan ...................................................................................20
2.9 Prognosis ..............................................................................................27
Bab III Kesimpulan..................................................................................................28
3
Daftar Pustaka .........................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu gangguan kejiwaan adalah hal yang sangat sering kita temukan
dalam kehidupan sehari-hari, sebutan “gila” pada diri seseorang sering kita dengar
tanpa kita ketahui definisinya secara jelas, hal ini dikarenakan sangat sulitnya
mendalami dan memahami isi pikiran seseorang dengan gangguan kejiwaan.
Salah satu gangguan kejiwaan yang sering kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari adalah skizofrenia, berdasarkan penelitian beberapa ahli skizofrenia
ditemukan pada 0,2-2% dari populasi. Istilah Skizoprenia diciptakan oleh Bleuler
(psikiater dari Swiss) dari bahasa yunani yaitu, schizo = split / membelah, dan
phren = mind / pikiran à berarti : terbelahnya/ terpisahnya antara emosi, pikiran,
dan intelektual. Penyebab dari gangguan kejiwaan ini belum begitu jelas,
gambaran yang beranekaragam pada pasien dengan gangguan ini juga
menyebabkab sulitnya mendiagnosis gangguan kejiwaan tersebut.
Keterampilan dokter umum dalam menegakkan diagnosis gangguan ini
menjadi hal yang sangat penting, karena seseorang dengan gangguan kejiwaan
secara fisik adalah manusia sehat yang terganggu pikrannya, oleh karena itu
4
semakin cepat diagnosis ditegakkan akan semakin baik pula penanganan penderita
tersebut.
Hal yang sangat diharapkan dalam penganan skizofrenia adalah perbaikan
kualitas hidup penderita, sasaran terapinya bervariasi, berdasarkan fase dan
keparahan penyakit. Penatalaksanaan yang baik akan membawa kepada sebuah
prognosis yang baik pula, dengan demikian diharapkan perbaikan kualitas hidup
pasien dapat tercipta. Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk
mendapatkan hasil terapi yang optimal, Hasil akhir yang ingin dicapai adalah
penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan
keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “schizo” yang artinya retak atau
pecah atau terbelah (split), dan “phrenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian
seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami
keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (Hawari, 2003). Dengan kata lain,
skizofrenia adalah terbelahnya/ terpisahnya antara emosi dan pikiran/ intelektual.
Merupakan penyakit psikiatrik kronik pada pikiran manusia yang
mempengaruhi seseorang sehingga mengganggu hubungan antarpersonal dan
kemampuan untuk menjalani kehidupan sosial. Seseorang dengan skizofrenia
tidak dapat membedakan realita dan bukan realita.
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah
gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau
respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering
5
kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa
ada rangsang pancaindra)
2.2 Epidemiologi
Kasus Skizofrenia prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun
menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki
mempunyai onset yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk
laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun.
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin
daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin
memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki.Pada umumnya, hasil
akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk
pasien skizofrenia laki-laki.
2.3 Etiologi
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara
pasti.Namun berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan
hipotesis dopamin. Model diastesis stres merupakan satu model yang
mengintegrasikan faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Model ini
mendalilkan bahwa seseorang yang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diastesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan
stres, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia. Komponen lingkungan
dapat biologis (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang
penuh ketegangan).
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu
banyaknya aktivitas dopaminergik.Teori tersebut muncul dari dua pengamatan.
Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan
dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik
6
tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti
amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik.
Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu
banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin atau
kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah mengenai hipotesa
ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas untuk skizofrenia karena
antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan
pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa
neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai
respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat antipsikotik.
Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti
mengenai hubungannya dengan skizofrenia.Serotonin contohnya, karena obat
antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu, beberapa
peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas
noradrenergik.
Neurotransmiter asam amino inhibitorik, asam γ-amonibutirat (GABA) juga
dianggap terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia sejalan
dengan hipotesis bahwa sejumlah pasien skizofrenia mengalami kehilangan
neuron GABAnergik di hipokampus. Hilangnya neuron GABAnergik inhibitorik
secara teoritis dapat mengakibatkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan
noradrenargik.
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga keluarga
penderita skizofrenia terutama anak - anak kembar satu telur. Angka kesakitan
bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 - 15%; bagi anak
dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 - 16%; bila kedua
orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-
15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.
7
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin
disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di
seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat
keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai
berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan
semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini(Durland
dan Barrow 2007)
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya skizofrenia antara lain:
Riwayat skizofrenia dalam keluarga
Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,
penarikan diri, dan/atau impulsivitas.
Stress lingkungan
Kelahiran musim dingin.
Status social ekonomi yang rendah
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang
menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala
skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka
yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat
sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti
ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala
psikosis.
2.5 Patofisiologi
8
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara
pasti.Namun berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan
hipotesis dopamin. Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan
oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.
Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu
banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin atau
kombinasi kedua mekanisme tersebut.
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala
positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways
memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum
area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah
limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik
bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin
D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan
gejala positif meningkat.
2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke
daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal
dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif
pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan
terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama pada daerah
dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di mesokortikal
dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan
sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini
atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan
dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau
mungkin gejala kognitif. 2
3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada
batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan
bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di
9
nigostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan
seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson yaitu rigiditas,
bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan dopamin di
jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik
seperti korea, diskinesia atau tik. 2
4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah
hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal
tuberoinfundibular dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan
penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan
inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini
akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi
peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea,
amenorea atau disfungsi seksual.
2.6 Gejala dan Diagnosis
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Subtipe Skizofrenia:
A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil):
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoherensi)
4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5. Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada
kemauan (avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari
perilaku atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-
cakap satu sama lainnya.
10
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang
dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja,
kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik,
atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang
memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal
atau residual.
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan
skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang
telah terjadi bersama-sama gejala fase aktif atau (2) jika episode mood
telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat
dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif
Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):
a) - “thought eco” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama
tapi kualitasnya berbeda.
11
–“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk
ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
–“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
b) – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar, atau
– “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar
– “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan
khusus);
– “delusion perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c) Halusinasi auditorik:
–Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilkau
pasien, atau
–Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara) atau
–Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien
d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa.
Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah adanya
campuran dari dua karakteristik (baik gejala positif maupun gejala negatif). Secara
umum, karakteristik gejala skizofrenia (kriteria A), dapat digolongkan dalam tiga
kelompok : a). gejala positif b).gejala negatif c).gejala lainnya
Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak
ada, namun pada pasien Skizofrenia justru muncul.Gejala positif adalah gejala
12
yang bersifat aneh, antara lain berupa delusi, halusinasi, ketidakteraturan
pembicaraan, dan perubahan perilaku (Kaplan & Sadock, 2004).
Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu,
seperti perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira,
menarik diri, ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan sosial,
serta kurangnya motivasi untuk beraktivitas (Kaplan & Sadock, 2004).
Kategori gejala yang ketiga adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang
aneh (misalnya katatonia, dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-
ulang, menampilkan pose tubuh yang aneh; atau waxy flexibility, yaitu orang lain
dapat memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang
akan dipertahankan dalam waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan.
Adapun disorganisasi pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisasikan ide
dan pembicaraan, sehingga orang lain mengerti (dikenal dengan gangguan
berpikir formal). Misalnya asosiasi longgar, inkoherensi, dan sebagainya
(Prabowo, 2007).
APA mengklasifikasikan gejala skizofrenia ke dalam 3 kategori:
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual.
13
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset
psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan,
fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.
Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah
keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang
dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir
semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan
gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi
atau terus bertahan.
fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi
gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang
terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan
kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa,
kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial)
2.7 Klasifikasi
Berdasarkan definisi dan kriteria diagnostik tersebut, skizofrenia di dalam
DSM-IV dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtipe, yaitu (Kaplan&Sadock,
2004).
1. Skizofrenia Paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang
menonjol secara berulang-ulang.
b. Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini
(Pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak
terorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai).
2. Skizofrenia Terdisorganisasi
14
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Di bawah ini semuanya menonjol :
a. Pembicaraan yang tidak terorganisasi
b. Perilaku yang tidak terorganisasi
c. Afek yang datar atau tidak sesuai
Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik
3. Skizofrenia Katatonik
Tipe skizofrenia yang yang gambaran klinisnya didminasi setidaknya dua
hal berikut :
a. Imobilitas motorik sebagaimana dibuktikan dengan katalepsi
(termasuk fleksibilitas serea) atau stupor.
b. Aktivitas motorik yang berlebihan (yaitu yang tampaknya tidak
bertujuan dan tidak dipengaruhi stimulus eksternal)
c. Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak
adanya motivasi terhadap semua bentuk perintah atau mempertahankan
postur yang kaku dan menentang semua usaha untuk
menggerakkannya) atau mutism.
d. Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditunjukkan oleh
posturing (mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara
disengaja), gerakan stereotipik yang berulang-ulang, manerism yang
menonjol, atau bermuka menyeringai secara menonjol
e. Ekolalia (mengikuti ucapan orang lain) dan ekopraksia (mengikuti
tingkah laku orang lain).
4. Skizofrenia Tidak Tergolongkan
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria
untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.
5. Skizofrenia Residual
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisasi,
dan perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik yang menonjol.
15
b. Terdapat terus tanda-tanda gangguan, seperti adanya gejala negatif
atau dua atau lebih gejala yang terdapat dalam kriteria A, walaupun
ditemukan dalam bentuk yang lemah (misalnya,keyakinan yang aneh,
pengelaman persepsi yang tidak lazim)
Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut:
a. F 20.0 Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
1. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa
(laughing).
2. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh ; halusinasi visual mungkin ada
tetapi jarang menonjol.
3. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), di pengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity),dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
Diagnosis banding :
- Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
- Keadaan paranoid involusional
- Paranoia
b. F 20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
16
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)
Kepribadian premorbid menunjukan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary) namun tidak harus demikian untuk menegakan
diagnosa
Untuk diagnosa hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinue selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwagambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat
diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan
hampa perasaan.
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smilling), atau oleh
sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mingibuli secara bersendagurau (pranks), keluhan
hipokondrikal, dan ungkapan kata yang di ulang-ulang 9reiterated
phrase)
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongankehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi
biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of puspose).
17
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat di buat-buat
terhadap agama, filsafat dan bersifat lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien.
c. F 20.2 Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
1. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara).
2. Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal).
3. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil
dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau
aneh)
4. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakan atau
pergerakan kearah yang berlawanan.
5. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakan dirinya.
6. Fleksibilitas cerea/ “waxy flexsibility” (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar)
7. Gejala-gejala lain seperti “command autpmatism” (kepatuhan
secara otomatis terhadap perintah) dan pengulangan kata-kata serta
kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda
sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejal lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
18
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik atau alkohol dan
obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
d. F 20.3 Skizofrenia Tak Terinci
Memenuhi ktiteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik atau katatonik
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasaca
skizofrenia
e. F 20.4 Depresi Pasca Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakan hanya kalau :
- Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini
- Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (teteapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya)
- Gejala-gejala depresi menonjol dan mengganggu memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun
waktu paling sedikit 2 minggu
Apabila pasien tidak lagi menunjukan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi episode depresif (F 32). Bila gejala skizofrenia masih jelas
dan menonjol diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia
yang sesuai (F 20- F23).
f. F 20.5 Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
1. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya
perlambatan psikomotor, aktivitas menunrun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam
kualitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk
seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi dan kinerja
sosial yang buruk
19
2. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di massa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
3. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang dan telah timbul sindrom
“negatif” dari skizofrenia
4. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik
lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negatif tersebut.
g. F 20.6 Skizofrenia Simplek
Diagnostik skizofrenia simplek sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada oemantapan perkembangan yang berjalan perlahan
dan progresif dari :
- Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa di
dahului oleh riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain dari
episode psikotik
- Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup dan penarikan
diri secara sosial.
Gangguan ini jurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe
skizofrenia lainnya.
h. F 20. 8 Skizofrenia Lainnya
i. F 20.9 Skizofrenia YTT
2.8 Penatalaksanaan
Manajemen skizofrenia terdiri dari manajemen farmakologik dan non-
farmakologik, sasaran terapinya bervariasi, berdasarkan fase dan keparahan
penyakit
20
• Pada fase akut : mengurangi atau menghilangkan gejala psikotik dan
meningkatkan fungsi
• Pada fase stabilisasi: mengurangi resiko kekambuhan dan meningkatkan
adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat
Tiga dasar pertimbangan pengobatan gangguan pada skizofrenia adalah :
Terlepas dari berbagai etiologi, skizifrenia terjadi pada seseorang yang
memiliki sifat individual, keluarga, serta sosial psikologis yang unik, maka
pendekatan pengobatan disusun berdasarkan bagaimana penderita telah
terpengaruhi oleh gangguan dan bagaimana penderita akan terobati oleh
pengobatan yang dilakukan (terapi farmakologi).
Faktor lingkungan dan psikologi turut berperan dalam perkembangan
skizofrenia, maka harus dilakukan juga terapi non farmakologi.
Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan
terapeutik jarang tercukupi untuk mengobati gangguan yang memiliki
berbagai macam bentuk.
A. Fase Akut
Farmakoterapi
Pada fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau
orang lain, mengendalikan perilaku merusak, mengurangi beratnya
gejala psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan
gaduh gelisah.
- Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.
- Keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi
hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan
orang lain serta usaha restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan
dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan
digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih
baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang
lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu
dipertimbangkan.
21
- Obat injeksi:
a. Olanzapine, dosis 10mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang
setiap 2 jam, dosis maksimum 30mg/hari
b. Aripriprazol, dosis 9,75mg/injeksi (dosis maksimal
29,25mg/hari), intramuskulus.
c. Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus,dapat diulang
setiap setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari
d. Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis
maksimum 30mg/hari
Daftar obat antipsikotika, dosis dan sediaannya
22
- Obat oral: pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh
pengalaman pasien sebelumnya dengan antipsikotika misalnya,
respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek samping,
kenyamanan terhadap obat tertentu terkait cara pemberiannya. Pada
fase akut obat segera diberikan setelah diagnosis ditegakkan dan
dosis dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara
bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal yang dapat
mengendalikan gejala.
Psikoedukasi
Tujuan intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan,
stresor lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan
ketenangan kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui
komunikasi yang baik, memberikan dukungan atau harapan,
menyediakan lingkungan yang nyaman, toleran perlu dilakukan.
B. Fase Stabilisasi
Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau
untuk mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi
23
kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan
(recovery). Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut
dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu sebelum masuk
ketahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat antipsikotika
jangka panjang (long acting injectable), setiap 2-4 minggu.
Psikoedukasi
Tujuan intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan
skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien
untuk mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala,
merawat diri, mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan.
Teknik intervensi perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.
C. Fase Rumatan
Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis
minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi
akut, pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah
berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan
sampai lima tahun bahkan seumur hidup.
Psikoedukasi
Tujuan intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada
kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya
remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan terapi
vokasional, cocok diterapkan pada fase ini. Pada fase ini pasien dan
keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola gejala prodromal,
sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya.
Penatalaksanaan Efek Samping
Bila terjadi efek samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal (distonia atau
parkinsonisme), langkah pertama yaitu menurunkan dosis antipsikotika. Bila tidak
24
dapat di tanggulangi berikan obatobat antikolinergik, misalnya triheksifinedil,
benzopin, sulfat atropin atau dipenhidramininjeksi IM atau IV.
2.9 Prognosis
Menurut Kaplan dan sadock’s
a. Prognosis baik
• Riwayat keluarga berupa gangguan mood
• Riwayat premorbid social, seksual dan pekerjaan yang baik
• Terjadi pada usia tua
• Menikah
• Akut
• Factor pencetus jelas
• Gejala gangguan mood
• Gejala skizofrenia yang positif
• Sistem pendukung yang baik
b. Prognosis buruk
• Riwayat keluarga skizofrenia
• Riwayat trauma perinatal
• Terjadi pada usia muda
• Riwayat premorbid social, seksual dan pekerjaan yang buruk
• Belum menikah, cerai atau janda
25
• Terjadinya perlahan-lahan
• Tidak terdapat factor pencetus
• Tanda dan gejala neurologis
• Menarik diri dari lingkungan, tingkah laku autis
• memiliki gejala negative dari skizofrenia
• Tidak ada remisi selama 3 tahun
• Sering relaps
• Sistem pendukung yang jelek
26
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan kejiwaan berupa skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan
yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan epidemiologi 0,2-
2% populasi menderita skizofrenia, seseorang dengan skizofrenia sulit
membedakan antara realita dan yang bukan realita.
Sebagai dokter umum yang harus kita perhatikan dalam menegakkan
diagnosis skizofrenia adalah sebagai berikut :
a) Thought echo, thought insertion atau withdrawal, dan thought
broadcasting.
b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion
of influence), atau passivity.
c) Suara halusinansi
d) Waham menetap lain yg dianggap tak wajar, misalnya mengenai identitas
keagamaan, atau kekuatan manusia super.
e) Halusinasi menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai waham yg
mengambang atau yg setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yg jelas,
ataupun ide berlebihan menetap.
f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan.
g) Perilaku katatonik
h) Gejala-gejala ‘negatif’, seperti sikap yang sangat apatis, bicara yang jarang
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar.
Skizofrenia sendiri diklasifikasikan pada tipe-tipe tertentu seperti: paranoid,
hebefrenik, katatonik, tak terinci, depresi pasca skizofrenia, residual, simpleks,
dan skizofrenia YTT. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dalam menangani
skizofrenia adalah sangat penting, manajemen farmakologis dan non-farmakologis
yang tepat dapat mengarah kepada suatu prognosis yang baik dalam skizofrenia
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup seseorang dengan skizofrenia.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview,
in: Kaplan and Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7 th ed,
Philadelphia: lippincott Williams and wilkins :2000: 1096-1109.
2. Maramis, F willy. skizofrenia dalam catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi:
II. Jakarta: Airlangga University press; 2009.hal. 259 – 281
3. Maslim R, skizofrenla, gangguan skizotipal dan gangguan waham, dalam
PPDGJ III, Jakarta, 1998 :46-57.
4. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri,
ed 7, vol 1, 1997 : 685-729.
5. Kendler KS, Schizophrenia : Genetics, in : Kaplan and Sadock
Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Lippincott
Williams and wilkins, 2000: 1147-1169
6. Maramis WF, Skizofrenia, dalam : Catatan ilmu kedokteran jiwa, ed 7,
Surabaya, 1998 :215-235.
7. Sinaga BR, Skizofrenia dan Diagnosis banding, Jakarta 2007:12-137.
8. Surilena, lntervensi psikososial dalam manajemen skizofrenia, dalam :
majalah psikiatri, Jakarta 2005 :69-83.
28