skizofrenia
-
Upload
nandy-hermawan -
Category
Documents
-
view
81 -
download
7
description
Transcript of skizofrenia
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari
seluruh gangguan jiwa yang ada. Selain karena angka insidennya di dunia cukup
tinggi yakni satu per seribu, hampir 80% penderita skizofrenia juga mengalami
kekambuhan secara berulang. Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang
begitu menggembirakan. Sekiar 25% pasien dapat pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat premorbid (sebelum munculnya gangguan
tersebut). Sekitar 25% tidak pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung
memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan
periodic dan ketidak mampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang
singkat.1
Kadangkala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba. Perubahan perilaku
yang sangat dramastis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang
mendadak selalu memicu terjadinya periode secara cepat. Orang yang mengidap
skizofrenia semakin lama semakin terlepas dari masyarakat. Mereka gagal untuk
berfungsi sesuai peran yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, pasangan, dan
keluarga, serta komunitas, mereka menjadi kurang toleran terharap perilaku
mereka yang menyimpang.
Gangguan skizofrenia terdiri dari : 1. Skizofrenia paranoid, 2.
Skizofrenia hebrefrenik, 3. Skizofrenia katatonik, 4. Skizofrenia tak terinci, 5.
Depresi pasca skizofrenia 6. Skizofrenia residual, 7. Skizofrenia simpleks, 8.
Skizofrenia lainnya, 9. Skizofrenia YTT.2,3
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama Pasien : Ny. U
Tanggal Pemeriksaan : 19 November 2013
Dokter Muda : Nandy Hermawan, S.Ked
M. Algi Shaugy, S.Ked
Diagnosis Aksis I : F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang
Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Masalah Keluarga
Aksis V : GAF 50-41 Gejala berat, disabilitas berat
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
Nama Pasien : Ny. U
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 28 tahun
Status Perkawinan : Janda (Bercerai)
Bangsa : Indonesia
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Rt. 08 Desa Trijaya, Kec. Bahar Selatan,
Kab. Muaro Jambi
Pernah masuk Rumah Sakit : Riwayat perawatan di RSJD 1 kali
*Pasien datang diantarkan oleh kakak kandung dan keluarga.
KETERANGAN ALLOANAMNESA / INFORMAN
2
Nama : Ny. M
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : s.d.a
Hubungan dengan Pasien : Kakak Kandung
Keakraban dengan Pasien : Akrab
Kesan Pemeriksa Terhadap Keterangan yang Diberikan : Dapat Dipercaya
1. ANAMNESIS
Keterangan/anamnesis dibawah ini diperoleh dari :
- Keluarga pasien
- Pasien sendiri
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan :
Keluarga pasien
2. Sebab utama pasien dibawa ke laboratorium psikiatri :
Mengamuk di rumah
3. Keluhan utama pasien dan telah berlangsung selama :
Pasien tidak mempunyai keluhan
4. Riwayat perjalanan penyakit pasien sekarang :
5 hari yang lalu pasien dipulangkan (droping) dari RSJD Jambi,
pada hari pertama dirumah pasien tampak tenang, dapat mengurus
diri sendiri seperti makan dan mandi dengan sedikit bantuan dari
kakaknya. Namun pada hari kedua pasien mulai tampak gelisah
dan marah-marah pada kakaknya tanpa sebab yang jelas walaupun
pasien minum obat secara teratur. Pada hari berikutnya pasien
mengamuk dan memecahkan piring dan gelas yang ada di dapur,
pasien juga memukul orang-orang dirumah, termasuk kakak
pasien, selanjutnya pasien kabur dari rumah, 2 hari kabur dari
rumah keluarga terus mencari keberadaan pasien, pasien akhirnya
3
ditemukan di pemakaman umum dalam kondisi telanjang, pasien
mengaku ada bisikan yang mengajaknya ke pemakaman umum
untuk bertemu dengan adiknya yang telah meninggal.
Pasien pernah di rawat di RSJD selama 2 bulan sebelum
dipulangkan, pasien menunjukkan perbaikan selama perawatan
sehingga dokter memutuskan untuk memulangkan pasien dan
dilalukan pengobatan rawat jalan.
Namun baru 5 hari dipulangkan pasien kembali di bawa ke IGD
RSJD Jambi.
Pasien telah memiliki gejala yang sama sejak 2 tahun terakhir,
keluhan muncul sejak pasien bercerai dari suaminya. Awalnya
pasien tampak murung, suka menyendiri, melamun, sukar di ajak
berkomunikasi, menjauhi pergaulan sehari-hari seperti berkumpul
bersama keluarga dan tetangga, pasien juga mulai malas untuk
mandi dan sukar disuruh makan. Lama kelamaan pasien suka
bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab yang jelas. ± 1,5 tahun
kemudian pasien mulai keluar rumah pada malam hari, buang air
kecil dan telanjang di jalanan. Keluarga pasien pernah membawa
pasien kedukun, namun tidak banyak membantu. Akhirnya pasien
di bawa dan dirawat di RSJD Jambi.
Pasien tidak memiliki penyakit lainnya
5. Riwayat penyakit pasien sebelumnya :
Riwayat dengan keluhan yang sama (+)
Pasien pernah dirawat 1 kali di RSJD Jambi dengan lama
perawatan ± 2 bulan sebelum dinyatakan mengalami perbaikan
dan diperbolehkan menjalankan rawat jalan.
Riwayat trauma kapitis (-)
Riwayat kejang demam (-)
Riwayat penggunaan NAPZA (-)
Riwayat penyakit fisik lain (-)
4
6. Riwayat keluarga pasien :
a. Pasien berasal dari keluarga dari suku jawa, keluarga pasien dan
pasien memeluk agama Islam.
b. Pasien tinggal dirumah kakaknya, dirumah tersebut juga tinggal
suami dan anak – anak kakaknya. Sebelumnya pasien tinggal
bersama suaminya, namun telah bercerai sejak 3 tahun yang lalu.
c. Riwayat tempat tinggal
Pasien tinggal dirumah beton sederhana dengan kakak, suami dan
anak-anak kakaknya. Total 6 orang yang tinggal dalam 1 rumah
yang berukuran 6x10 m. terdapat 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1
ruang keluarga, 1 dapur, dan 1 kamar mandi yang dilengkapi
dengan toilet. Jarak rumah pasien dan tetangga ± 3 m.
Rumah
tempat
tinggal
Keadaan rumah
Tenang Cocok Nyaman Tak
menentu
Rumah ps √ √ √ -
d. Keluarga pasien mencari nafkah sebagai petani, sehari-hari kakak
pasien dan suaminya menyadap karet orang dengan luas tanah
garapan ± 2 Ha.
e. Akibat penyakitnya pasien tidak bisa bekerja, dan hanya diam di
rumah. Pasien juga telah bercerai dengan suaminya, pasien belum
memiliki anak.
f. Riwayat penyakit jiwa, kebiasaan dan penyakit fisik pada anggota
keluarga.
- Pasien anak ke tiga dari 3 bersaudara
- Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien.
5
7. Gambaran seluruh faktor-faktor fisik dan mental yang
berhubungan dengan perkembangan kejiwaan pasien selama
masa sebelum sakit (premorbid)
a. Masa kanak – kanak awal (hingga usia 3 tahun)
Pasien anak yang direncanakan dan diinginkan
Pasien lahir cukup bulan, lahir ditolong dukun, tidak ada
riwayat persalinan lama, tidak ada kelainan selama pasien
dilahirkan.
Hubungan pasien dan ibunya baik.
Makanan yang diberikan berupa ASI hingga usia 1 tahun,
lalu diberikan nasi bubur, buah-buahan yang dilunakkan
setelahnya.
Perkembangan dan pertumbuhan pasien sesuai dengan anak
sebayanya.
Toilet training dimulai saat pasien berusia 3 tahun
Kepribadian anak aktif, senang bermain.
b. Masa kanak – kanak pertengahan (usia 3-11 tahun)
Riwayat sekolah hanya tamat SD karena orang tua tidak
memiliki biaya, pasien senang saat mulai bersekolah,
pasien anak yang periang, mudah bergaul, prestasi pasien
biasa – biasa saja.
c. Masa kanak – kanak akhir (pubertas hingga remaja)
6
Pasien hanya bersekolah hingga SD, setelahnya pasien
mulai membantu orang tua dirumah dan membantu orang
tua bertani sehingga tidak memiliki banyak teman. Pasien
berteman dengan anak-anak disekitar rumahnya.
Pasien mulai menarke pada usia ± 12 tahun, pasien mulai
menyukai lawan jenis, mulai mengenal anak laki-laki
seusianya, namun masih malu-malu.
Orang tua pasien beragama islam, namun tidak terlalu ketat,
dan tidak menuntut anak taat beribadah.
d. Masa Dewasa
Pasien menikah dengan laki-laki pilihannya, menikah
didahului dengan pacaran, riwayat kawin paksa (-), riwayat
kawin lari (-), pasien bahagia dengan pernikahannya,
namun baru 3 tahun membina rumah tangga pasien bercerai
dengan suaminya di duga akibat wanita lain.
Sebelum bercerai pasien dan suaminya bekerja sebagai
petani karet dan bercocok tanam sayuran, pasien dapat
memenuhi kebutuhan keluarganya dengan mata pencarian
tersebut
Tidak ada keluhan dengan hubungan seksual pada pasien
Pasien belum memiliki anak hingga saat dia bercerai.
Pasien bersosialisasi dengan tetangga, mudah bergaul, dan
memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan
disekitarnya.
8. Stressor psikososial
Persoalan rumah tangga pasien yang dilanda perceraian.
Pasien tidak dapat melanjutkan sekolah akibat orang tua tidak
mampu.
Masa bermain kanak-kanak berkurang karena sudah harus
membantu orang tua mencari nafkah.
7
9. Riwayat penyakit fisik yang pernah diderita pasien
Pasien tidak memiliki penyakit fisik sebelumnya
10. Pernah suicide
Pasien tidak pernah atau tidak punya keinginan untuk bunuh diri.
11. Penggunaan alkohol/zat adiktif lainnya
Pasien tidak pernah menggunakan alkohol / zat adiktif lainnya.
II. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK KHUSUS
A. Gambaran Umum
1. Penampilan
- Sikap tubuh : Biasa
- Cara berpakian : Kurang rapi
- Sikap : Kurang kooperatif
- Perhatian : Kurang
2. Bicara
- Arus bicara cepat, monoton, dan spontanitas
3. Mood dan Afek
- Mood : Meninggi, iritabel
- Afek : Inapropriate
4. Berfikir
- Gangguan umum bentuk fikiran : Dereisme
- Gangguan spesifik bentuk Fikiran : Flight of idea
- Gangguan spesifik isi pikiran fikiran : Delution of control
5. Persepsi
- Halusinasi auditoris (+)
6. Kesadaran
- Kesadaran komposmentis
8
7. Kognitif
- Orientasi :
- Waktu : terganggu
- Tempat : terganggu
- Orang : terganggu
- Konsentrasi : terganggu
- Kalkulasi : terganggu
- Memori :
- Remote memory : terganggu
- Recent past memory : terganggu
- Recent memory : baik
- Immediate retention dan recall : terganggu
- Dasar pengetahuan : sesuai
- Berfikir abstrak : terganggu
8. Wawasan terhadap penyakit :
- Penyangkalan total
9. Penilaian :
- Penilaian sosial : terganggu
- Penilaian terhadap tes : terganggu
10. Pengendalian impuls
- Terganggu
III. PEMERIKSAAN INTERNA
Kesadaran : Komposmentis
Pernapasan : 18 kali/menit
Nadi : 68 kali/menit
Temperature : 37,2 o C
Tekanan darah : 120/70 mmHg
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Tidak dilakukan
9
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSIS KHUSUS
LAINNYA
Tidak dilakukan
VI. PEMERIKSAAN OLEH PSIKOLOG/PETUGAS SOSIAL DAN LAIN-
LAIN
Tidak dilakukan
VII. DIAGNOSIS BANDING
F20.0 Skizofrenia Paranoid Episode Berulang
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
VIII. DIAGNOSIS
Aksis I : F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang
Aksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada
Aksis IV : Masalah Keluarga
Aksis V : GAF 50-41 Gejala berat, disabilitas berat
IX. PROGNOSIS
Prognosis : Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
X. TERAPI
Haloperidol 2 x 5 mg
Trihexyfenidil 2 x 2 mg
Chlorpromazine 1 x 100 mg
XI. FOLLOW UP
Tanggal 20 November 2013
10
S : -
O : - Penampilan : Tenang, cukup rapi
- Pembicaraan : Inkoheren
- Sikap : Kooperatif
- Afek : Labil
- Mood : Eutimik
- Gangguan persepsi : Halusinasi auditorik (+)
- Gangguan isi pikiran : Delution of control
- Orientasi W/T/O : Terganggu
- RTA : Terganggu
A : Skizofrenia Paranoid episode Berulang
P : - Haloperidol 2 x 5 mg
- Trihexyfenidil 2 x 2 mg
- Chlorpromazine 1 x 100 mg
ACC pindah keruangan Shinta
Terapi : - Haloperidol 2 x 5 mg
- Trihexyfenidil 2 x 2 mg
- Chlorpromazine 1 x 100 mg
Tanggal 21 November 2013
S : -
O : - Penampilan : Tenang, cukup rapi
- Pembicaraan : Inkoheren
- Sikap : Kooperatif
- Afek : Labil
- Mood : Eutimik
- Gangguan persepsi : Halusinasi auditorik (+)
- Gangguan isi pikiran : Delution of control
- Orientasi W/T/O : Baik
- RTA : Terganggu
11
A : Skizofrenia Paranoid episode Berulang
P : - Haloperidol 2 x 5 mg
- Trihexyfenidil 2 x 2 mg
- Chlorpromazine 1 x 100 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
3.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “schizo” yang artinya retak atau
pecah atau terbelah (split), dan “phrenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian
seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami
keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (Hawari, 2003). Dengan kata lain,
skizofrenia adalah terbelahnya/ terpisahnya antara emosi dan pikiran/ intelektual.4
Merupakan penyakit psikiatrik kronik pada pikiran manusia yang
mempengaruhi seseorang sehingga mengganggu hubungan antarpersonal dan
kemampuan untuk menjalani kehidupan sosial. Seseorang dengan skizofrenia
tidak dapat membedakan realita dan bukan realita.
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah
gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau
respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering
kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa
ada rangsang pancaindra)5
3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara
bervariasi terentang daro 1 sampai 1,5 persen; konsisten dengan rentang tersebut,
penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National
Insitute Of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar
1,3 persen. Kira-kira 0,025 sampai 0,05 persen populasi total diobati untuk
skizofrenia dalam satu tahun. Walaupin dua pertiga dari pasien uang diobati
tersebut membutuhkan perawatan dirumah sakit, hanya kira-kira setengah dari
semua pasien skizofrenik mendapatkan pengobatan, idak tergantung pada
keparahan penyakit.6
a) Usia dan jenis Kelamin
13
Skizofrenia sama prevalensinya antara laki-laki dan perempuan. Tetapi,
dua jenis kelamin tersebut menunjukan perbedaan dalam onset dan
perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset skizofrenia yang lebih
awal daripada perempuan. Lebih dari setengah semua pasien skizofrenia
laki-laki tetapi hanya sepertiga pasien skizofrenia perempuan mempunyai
perawatan dirumah sakit psikiatrik yang pertamanya sebelum usia 25
tahun. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, untuk
perempuan usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia
sebelum usia 10 tahun atau sesuda 50 tahun adalah sangat jarang. Kira-kira
90 persen pasien dalam pengobatan skizoffrenia adalah Antara usia 15 dan
55 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa perempuan lebih
baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien
skizofrenia perempuan adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien
skizofrenik laki-laki.6
b) Musim Kelahiran
Suatu temuan kuat dalam penelitian skizofrenia adalah bahwa orang yang
kemudian menderita skizofrenia lebih mungkin dilahirkan di musim dingin
dan awal musim semi dan lebih jarang dilahirkan di akhir musim semi dan
musim panas. Secara spesifik, dibelahan bumi utara, termask amerika
serikat, penderita skizofrenia lebih sering dilahirkan dibulan Januari
sampai April. Dibelahan bumi selatan, penderita skizofrenia lebih sering
dilahirkan dari bulan Juli sampai September. Berbagai hipotesis yang
menjelaskan pengamatan tersebut telah diajukan. Hipotesis tersebut
termasuk hipotesis bahwa suatu faktor resiko yang spesifik musim adalah
bekerja, seperti virus atau perubahan musim dalam makanan. Hipotesis
lain adalah bahwa orang yang memiliki predisposisi genetik untuk
skizofrenia mempunyai suatu keuntungan biologis yang lebih tinggi untuk
bertahan hidup terhadap bahaya.6
c) Distribusi geografis
Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh Amerika
Serikat atau seluruh dunia. Secara historis, prevalensi skizofrenia di Timur
14
laut dan barat Amerika Serikat lebih tinggi daripada daerah geografis di
dunia yang mempunyai prevalensi skizofrenia yang tinggi secara tidak
biasanya. Beberapa ahli telah mengintrepretasikan kantung geografis
untuk skizofrenua tersebut sebagai dukungan untuk suatu penyebab
infektif dari skizofrenia.6
d) Angka reproduksi
Pemakaian obat psikoterapeutik, kebijaksanaan pintu-terbuka dirumah
sakit, deinstitusionalisasi dirumah sakit negara, penekanan pada
rehabilitasi, dan perawatan yang didasarkan pada komunitas bagi pasien
dengan skizofrenia smuanya telah menyebabkan peningkatan umum angka
perkawinan dan fertilitas di antara penderita skizofrenia, karena faktor-
faktor tersebut, jumlah anak yang dilahirkan dari orang tua skizofrenia
menjadi dua kali lipat dari tahun 1935 sampai 1955. Angka fertilitas untuk
orang skizofrenia sekarang mendekati angka populasi umum.6
e) Penyakit medis
Penderita skizofrenia mempunyai angka mortalitas dari kecelakaan dan
penyebab alami lebih tinggi dari pada populasi umum. Peningkatan
mortalitas tersebut tidak dijelaskan oleh variabel yang berhubungan
dengan institusi atau yang berhubungan dengan kenyataan bahwa
diagnosis dan pengobatan keadaan medis dan bedah pada pasien
skizofrenia merupakan tantangan klinis. Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa sampai 80% dari semua pasien skizofrenia mempunyai
penyakit medis yang singnifikan yang teradi bersama-sama dan sampai
50% keadaan tersebut ungkin tidak terdiagnosis.6
3.3 Etiologi
Walaupun skizofrenia dibicarakan seakan-akan penyakit tunggal, kategori
diagnostik dapat berupa berbagai gangguan yang tampak dengan gejala perilaku
yang agak mirip. Skizofrenia kemungkinan merupakan suatu kelompok gangguan
dengan penyebab yang berbeda dengan gambaran klinisnya, respon
pengobatannya dan perjalanan penyakitnya bervariasi.6
15
Satu model untuk integrasi faktor biologis, faktor psikosiosial dan
lingkungan adalah model diathesis-stres. Model ini mendalilkan bahwa seseorang
mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diathesis) yang jika dikenai oleh
suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres, memungkinkan
perkembangan gejala skizofrenia. pada model diathesis-stres yang paling umum
diathesis atau stress disebabkan faktor biologis atau lingkungan atau keduanya.
komponen lingkungan dapat berupa faktor biologis (sebagai contoh, infeksi) atau
psikologis. Dasar biologis untuk suatu diatesis dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh
epigenetik, seperti penyalahgunaan zat, stress psikologis dan trauma.6
Dalam berbagai penelitian mengatakan bahwa penyebab skizofrenia
melibatkan peranan patofisiologis pada daerah tertentu di otak, termasuk sistem
limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Tetapi para ahli masih berpegang
pada kenyataan bahwa kembar monozogotik mempunyai angka ketidak sesuaian
50% jadi hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang tidak dimengerti
anara lingkungan dan perkembangan skizofrenia. Suatu penjelasan lain adalah,
walaupun kembar monozogotik mempunyai informasi genetika yang sama,
pengaturan ekspresi gen saat mereka menjalani kehidupan yang terpisah adalah
berbeda. Kemungkinan melalui regulasi gen yang berbeda, satu kembar
monozigotik menderita skizofrenia, sedangkan yang lainnya tidak.
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu
banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan.
Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan
dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik
tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti
amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik.6
Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu
banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin atau
kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah mengenai
hipotesis ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas untuk skizofrenia
16
karena antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik
dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan
bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya
sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat antipsikotik.
Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti
mengenai hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena obat
antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu, beberapa
peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas
noradrenergik.
Neurotransmiter asam amino inhibitorik, asam γ-amonibutirat (GABA)
juga dianggap terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia sejalan
dengan hipotesis bahwa sejumlah pasien skizofrenia mengalami kehilangan
neuron GABAnergik di hipokampus. Hilangnya neuron GABAnergik inhibitor
secara teoritis dapat mengakibatkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan
noradrenargik.
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga keluarga
penderita skizofrenia terutama anak - anak kembar satu telur. Angka kesakitan
bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 - 15%; bagi anak
dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 - 16%; bila kedua
orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-
15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%7.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin
disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di
seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat
keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai
berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan
17
semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durland
dan Barrow 2007)
3.4 Patofisiologi
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Namun berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis
dopamin. Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.
Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu
banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin atau
kombinasi kedua mekanisme tersebut.
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamine
yaitu:6
1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala
positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways
memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum
area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah
limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya
halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik
bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin D2.
Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan gejala
positif meningkat.
2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke
daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal
dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif
pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan
terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama pada daerah
dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di mesokortikal
dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan
sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini
atau melalui blokade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan
18
dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala negatif atau
mungkin gejala kognitif.2
3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada
batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan
bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di
nigostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan
seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson yaitu rigiditas,
bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan dopamin di
jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik
seperti korea, diskinesia atau tik.7
4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah
hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal
tuberoinfundibular dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan
penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan
inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini
akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi
peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea,
amenorea atau disfungsi seksual.
3.5 Klasifikasi
Menurut PPDGJ-III Skizofrenia di klasifikasikan sebagai berikut:3
a. F 20.0 Skizofrenia Paranoid
b. F 20.1 Skizofrenia Hebefrenik
c. F 20.2 Skizofrenia Katatonik
d. F 20.3 Skizofrenia Tak Terinci
e. F 20.4 Depresi Pasca Skizofrenia
f. F 20.5 Skizofrenia Residual
g. F 20.6 Skizofrenia Simplek
h. F 20. 8 Skizofrenia Lainnya
i. F 20.9 Skizofrenia YTT
19
3.6 Diagnosis
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR subtipe skizofrenia6
A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil):
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoherensi)
4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5. Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari
perilaku atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-
cakap satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang
dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja,
kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik,
atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang
memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal
atau residual.
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan
skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang
20
telah terjadi bersama-sama gejala fase aktif atau (2) jika episode mood
telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat
dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif
Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut:3
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang dan
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walau
isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
b) “delution of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
“delution of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“delution of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar;
(tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
“delution perception” = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c) Halusinasi auditorik :
21
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yangb berasal dari salah satu bagian
tubuh
d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus fikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitemen), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
h) Gejala – gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
22
Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberpa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed
attitude), dan penarikan diri secara sosial
Perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan
kode lima karakter berikut :
F20.x0 Berkelanjutan
F20.x1 Episode dengan kemunduran progresif
F20.x2 Episode dengan kemunduran stabil
F20.x3 Episode berulang
F20.x4 Remisi tidak sempurna
F20.x5 Remisi sempurna
F20.x6 Lainnya
F20.x7 Periode pengamatan kurang dari satu tahun
Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah adanya
campuran dari dua karakteristik (baik gejala positif maupun gejala negatif). Secara
umum, karakteristik gejala skizofrenia (kriteria A), dapat digolongkan dalam tiga
kelompok : a). gejala positif b).gejala negatif c).gejala lainnya
Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak
ada, namun pada pasien Skizofrenia justru muncul.Gejala positif adalah gejala
yang bersifat aneh, antara lain berupa delusi, halusinasi, ketidakteraturan
pembicaraan, dan perubahan perilaku 6.
Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu,
seperti perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira,
23
menarik diri, ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan sosial,
serta kurangnya motivasi untuk beraktivitas 6.
Kategori gejala yang ketiga adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang
aneh (misalnya katatonia, dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-
ulang, menampilkan pose tubuh yang aneh; atau waxy flexibility, yaitu orang lain
dapat memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang
akan dipertahankan dalam waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan.
Adapun disorganisasi pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisasikan ide
dan pembicaraan, sehingga orang lain mengerti (dikenal dengan gangguan
berpikir formal). Misalnya asosiasi longgar, inkoherensi, dan sebagainya
(Prabowo, 2007).
3.7 Diagnosis Skizofrenia Paranoid
DSM-IV menyebutkan tipe paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi)
pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering, dan tidak ada
perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.
Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham
presekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran. 6
Diagnosis skizofrenia paranoid menurut American Psychiatric Association
dimana kriteria berikut ini terpenuhi:6
A. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang
menonjol
B. Tidak ada dari berikut ini yang menonjol : bicara terdisorganisasi, perilaku
terdisorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai.
Sedangkan Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut: F 20.0 Skizofrenia
Paranoid3
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
Sebagai tambahan :
24
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusiansi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tapi
jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir bersifat jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delution of
influence), atau “passivity” (delution of passivity), dan keyakinan
dikejar – kejar yang beranekaragam, adalah yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatoniksecara relative tidak nyata/tidak menonjol
3.8 Penatalaksanaan4,5,9,10,11
Manajemen skizofrenia terdiri dari manajemen farmakologik dan non-
farmakologik, sasaran terapinya bervariasi, berdasarkan fase dan keparahan
penyakit
• Pada fase akut : mengurangi atau menghilangkan gejala psikotik dan
meningkatkan fungsi
• Pada fase stabilisasi: mengurangi resiko kekambuhan dan
meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat
Tiga dasar pertimbangan pengobatan gangguan pada skizofrenia adalah
o Terlepas dari berbagai etiologi, skizofrenia terjadi pada seseorang yang
memiliki sifat individual, keluarga, serta sosial psikologis yang unik,
maka pendekatan pengobatan disusun berdasarkan bagaimana
penderita telah terpengaruhi oleh gangguan dan bagaimana penderita
akan terobati oleh pengobatan yang dilakukan (terapi farmakologi).
25
o Faktor lingkungan dan psikologi turut berperan dalam perkembangan
skizofrenia, maka harus dilakukan juga terapi non farmakologi.
o Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap
pendekatan terapeutik jarang tercukupi untuk mengobati gangguan
yang memiliki berbagai macam bentuk.
A. Fase Akut
Farmakoterapi
Pada fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau
orang lain, mengendalikan perilaku merusak, mengurangi beratnya
gejala psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan
gaduh gelisah.
- Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.
- Keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi
hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri
dan orang lain serta usaha restriksi lainnya tidak berhasil.
Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar 2-
4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi
oral lebih baik, pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan
kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu
dipertimbangkan.
- Obat injeksi:
a. Olanzapine, dosis 10mg/injeksi, intramuskulus, dapat
diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 30mg/hari
b. Aripriprazol, dosis 9,75mg/injeksi (dosis maksimal
29,25mg/hari), intramuskulus.
c. Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus,dapat
diulang setiap setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari
d. Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis
maksimum 30mg/hari
26
- Obat oral: pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh
pengalaman pasien sebelumnya dengan antipsikotika misalnya,
respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek samping,
kenyamanan terhadap obat tertentu terkait cara pemberiannya.
Pada fase akut obat segera diberikan setelah diagnosis ditegakkan
dan dosis dimulai dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan
secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal
yang dapat mengendalikan gejala.
Psikoedukasi
Tujuan intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor
lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan
ketenangan kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui
komunikasi yang baik, memberikan dukungan atau harapan,
menyediakan lingkungan yang nyaman, toleran perlu dilakukan.
B. Fase Stabilisasi
Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau
untuk mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi
kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan
(recovery). Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut
dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu sebelum masuk
ketahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat antipsikotika
jangka panjang (long acting injectable), setiap 2-4 minggu.
Psikoedukasi
Tujuan intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan
skizofrenia dan keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien
untuk mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat
diri, mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik
intervensi perilaku bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.
27
C. Fase Rumatan
Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis
minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi
akut, pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah
berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan
sampai lima tahun bahkan seumur hidup.
Psikoedukasi
Tujuan intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada
kehidupan masyarakat. Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya
remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional,
cocok diterapkan pada fase ini. Pada fase ini pasien dan keluarga juga
diajarkan mengenali dan mengelola gejala prodromal, sehingga mereka
mampu mencegah kekambuhan berikutnya.
3.9 Prognosis.
Dari beberapa penelitian mengatakan bahwa dari periode 5 sampai 10
tahun setelah perawatan psikiatrik pertama dirumahsakit karena skizofrenia, hanya
kira-kira 10-20 persen pasien dapat digambargan memiliki hasil yang baik. Lebih
dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan
perawawtan di Rumah Sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan
mood berat, dan usaha bunuh diri.
Angka pemulihan dilaporkan 20-30 % diperkirakan mampu untuk
menjalani kehidupan yang agak normal. 20-30% dari pasien mengalami gejala
sedang, dan 40-60% dari pasien terus terganggu secara bermakna selama
hidupnya.6
BAB IV
ANALISIS MASALAH
28
Pada hari kamis, tanggal 19 November 2013 telah diperiksa pasien atas
nama Ny. U, usia 28 tahun, status pernikahan bercerai, tidak bekerja, pendidikan
terakhir SD, dengan kepribadian premorbid ramah, mudah bergaul, dan periang di
bawa oleh keluarga berobat ke RSJD Provinsi Jambi dengan sebab utama
mengamuk di rumah. 5 hari yang lalu pasien dipulangkan (droping) dari RSJD
Provinsi Jambi, pada hari pertama dirumah pasien tampak tenang, dapat mengurus
diri sendiri seperti makan dan mandi dengan sedikit bantuan dari kakaknya.
Namun pada hari kedua pasien mulai tampak gelisah dan marah-marah pada
kakaknya tanpa sebab yang jelas walaupun pasien minum obat secara teratur.
Pada hari berikutnya pasien mengamuk dan memecahkan piring dan gelas yang
ada di dapur, pasien juga memukul orang-orang dirumah, termasuk kakak pasien,
selanjutnya pasien kabur dari rumah, 2 hari kabur dari rumah keluarga terus
mencari keberadaan pasien, pasien akhirnya ditemukan di pemakaman umum
dalam kondisi telanjang, pasien mengaku ada bisikan yang mengajaknya ke
pemakaman umum untuk bertemu dengan adiknya yang telah meninggal.
Pasien pernah di rawat di RSJD selama 2 bulan sebelum dipulangkan,
pasien menunjukkan perbaikan selama perawatan sehingga dokter memutuskan
untuk memulangkan pasien dan dilalukan pengobatan rawat jalan. Namun baru 5
hari dipulangkan pasien kembali di bawa ke IGD RSJD Jambi.
Pasien telah memiliki gejala yang sama sejak 2 tahun terakhir, keluhan
muncul sejak pasien bercerai dari suaminya. Awalnya pasien tampak murung,
suka menyendiri, sukar di ajak berkomunikasi, melamun, menjauhi pergaulan
sehari-hari seperti berkumpul bersama keluarga dan tetangga, pasien juga mulai
malas untuk mandi dan sukar disuruh makan. Lama kelamaan pasien suka bicara
sendiri, marah-marah tanpa sebab yang jelas. ± 1,5 tahun kemudian pasien mulai
keluar rumah pada malam hari, buang air kecil dan telanjang di jalanan. Keluarga
pasien pernah membawa pasien kedukun, namun tidak banyak membantu.
Akhirnya pasien di bawa dan dirawat di RSJD Jambi.
Dari hasil observasi ditemukan kesadaran komposmentis, kurang
kooperatif dan perhatian juga kurang. Pasien berpakaian kurang rapi dan gelisah.
Arus pembicaraan cepat, terus – menerus, dengan pergeseran yang terus menerus
29
dari satu ide ke ide lain (flight of idea). Afek pasien inappropriate, mood
meninggi, iritabel. Terdapat gangguan umum bentuk fikiran berupa dereisme,
gangguan spesifik bentuk fikiran berupa flight of idea, gangguan isi fikiran berupa
ada kekuatan luar yang mengontrol atas dirinya (delution of control). Terdapat
gangguan persepsi halusinasi auditoris berupa suara-suara yang mengomentari
perilaku pasien. Terdapat disorientasi waktu, tempat, dan orang, selain itu
konsentrasi, kalkulasi, memori juga terganggu. Pasien menyangkal penyakitnya.
Penilaian sosial, penilaian terhadap tes, pengendalian impuls juga terganggu.
Atas dasar gejala – gejala tersebut, maka berdasarkan PPDGJ III
dipertimbangkan diagnosis F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang,
dengan pedoman diagnosis sebagai berikut :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang dan
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walau
isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
b) “delution of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
“delution of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
“delution of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar;
(tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
30
“delution perception” = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yangb berasal dari salah satu bagian
tubuh
d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f) Aru fikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitemen), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
h) Gejala – gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
31
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberpa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed
attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan
kode lima karakter berikut :
F20.x0 Berkelanjutan
F20.x1 Episode dengan kemunduran progresif
F20.x2 Episode dengan kemunduran stabil
F20.x3 Episode berulang
F20.x4 Remisi tidak sempurna
F20.x5 Remisi sempurna
F20.x6 Lainnya
F20.x7 Periode pengamatan kurang dari satu tahun
F20.0 Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
d) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
32
e) Halusiansi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tapi
jarang menonjol;
f) Waham dapat berupa hampir bersifat jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delution of
influence), atau “passivity” (delution of passivity), dan keyakinan
dikejar – kejar yang beranekaragam, adalah yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatoniksecara relative tidak nyata/tidak menonjol.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif, S. Skizofrenia Memahami Dinamika Pasien. Bandung: PT Refika
Aditam. 2006
33
2. Nevid, JS. Rathus, SA., Grene Beverly. Psikologi Abnormal Edisi kelima
jilid 2. Jakarta : Erlangga 2003
3. Maslim R, Skizofrenla, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham,
dalam PPDGJ III, Jakarta, 2001 :46-57
4. Hadang, Hawari. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia,
Edisi ke 2. Jakarta: FKUI, 2001
5. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : Introduction and
Overview, in: Kaplan and Sadock Comprehensive Textbook of Psychiatry,
7th ed, Philadelphia: Lippincott Williams and wilkins :2000: 1096-1109
6. Kaplan, HL, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri,
ed 7, vol 1, 1997 : 685-729
7. Maramis, F Willy. Skizofrenia dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Edisi: II. Jakarta: Airlangga University Press; 2009.hal. 259 – 281
8. Surilena, lntervensi Psikososial dalam Manajemen skizofrenia, dalam:
Majalah Psikiatri, Jakarta 2005 :69-83
9. Resna L: Tinjauan Klinis dan Aspek Farmakoterapi Neuroleptik pada
Penderita Skizofrenia Anak, Majalah Psikiatri Jiwa, Juni 2001, XXXIV,
No. 2: 141-160
10. Muslim R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Edisi III,
Jakarta, 2001: 14-22
11. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa
Indonesia), Edisi I, Jakarta, Widia Medika, 1998: 407-413
34