Skenario B

7
Nama : Sharah Aqila Kelas : PDU A 2013 NIM : 04011381320063 ANALISIS MASALAH 1. Apa saja klasifikasi kejang? Jawab : Kejang yang merupakan pergerakkan abnormal atau perubahan tonus dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu : a. Kejang Pasrsial Sederhana Kesadaraan tidak terganggu dapat mencangkup satu atau lebih hal berikut ini: Tanda motoris : kedutan padah wajah, tangan, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama. Tanda atau gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka-merah, dilatasi pupil. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar music, merasakan seakan jatuh dari udara, paresthesia. Gejala psikik : dejavu, rasa takut, visi panoramic. b. Kejang Parsial Kompleks Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-

description

-

Transcript of Skenario B

Page 1: Skenario B

Nama : Sharah Aqila

Kelas : PDU A 2013

NIM : 04011381320063

ANALISIS MASALAH

1. Apa saja klasifikasi kejang?

Jawab :

Kejang yang merupakan pergerakkan abnormal atau perubahan tonus dan tungkai

dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu :

a. Kejang Pasrsial Sederhana

Kesadaraan tidak terganggu dapat mencangkup satu atau lebih hal berikut ini:

Tanda motoris : kedutan padah wajah, tangan, atau salah satu sisi tubuh;

umumnya gerakan setiap kejang sama.

Tanda atau gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka-merah, dilatasi

pupil.

Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar music,

merasakan seakan jatuh dari udara, paresthesia.

Gejala psikik : dejavu, rasa takut, visi panoramic.

b. Kejang Parsial Kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –

ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada

tangan, dan gerakan tangan lainya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku.

2. Bagaimana mekanisme (pada kasus):

a. Menggigil:

Perubahan dalam thermostat sentral merupakan penyebab demam yang paling

seering. Infeksi dan penyakit yang menyebabkan inflamasi menyebabkan pusat

suhu di hipotalamus kurang peka terhadap panas. Terjadi serangkaian peristiwa

yang khas. Mula-mula, pasien merasa sangat kedinginan atau rigor dan mungkin

membungkus diri dengan selimut. Pada saat ini, suhu tubuh masih norma, tetapi

Page 2: Skenario B

thermostat menginginkan suhu yang lebih tinggi dan terjadilah menggigil,

mekanisme untuk menghasilkan panas. Kalau suhu sudah meningkat ke tingkatan

baru yang tinggi yang diperintahkan oleh hipotalamus, pasien berhenti menggigil

dan merasa “demam” tetapi relative nyaman. Kalau pirogen atau penyebab

demam dihilangkan, hipotalamus menjadi sensitive kembali atau diatur kembali

pada tingkat suhu normal. Pengeluaran keringat sangat banyak terjadi sebagai

mekanisme untuk mengeluarkan panas sampai suhu tubuh turun kembali ke

tingkat normal. Ini menjelaskan mengapa suhu tubuh pada permulaan menggigil

adalah normal.

3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?

TD 120/80 mmHg : Normal : 120/80 mmHg

Nadi 98x/menit : normal (mendekati tinggi ), normal : 60-100x/menit

RR 20x/menit : normal : 18-24x/menit

Temperature 38 C : tinggi , normal : 36,5 – 37,5 C

Kesadaran GCS 9 = penurunan kesadaran, normal : 11

Pupil Isokor RC (+/+)N : Normal

Konjungtiva Palpebral Anemis : tidak normal, Kurangnya Hb dalam darah

yang dikarenakan penurunan eritrosit, sedangkan darah yang ada di perifer di

pasokkan ke organ – organ vital sehingga pasokan

Sklera Iterik : tidak normal ; adanya bilirubin unconjugated.

Kaku kuduk (-) : normal (-)

Thorax dalam batas normal

Abdomen : Lien teraba SI :Lien terjadi pembesaran palpasi pd arcus costae

sinistra.

Page 3: Skenario B

Learning Issue

Pemeriksaan Penunjang

Mikroskopis

Pemeriksaan laboratorium demam malaria pada penderita dengan melakulan

pemeriksaan darah tepi secara mikroskopis merupakan standar emas (gold

standard). Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat tetes tebal (thick-

smear) atau dengan hapusan darah tipis (thin-smear). Tetes tebal dilakukan untuk

menentukan diagnosis malaria secara cepat, tetapi belum dapat ditentukan spesies

parasit Plasmodium. Hapusan darah tipis dapat digunakan untuk menentukan

spesies parasit penyebab malaria.

Asal sediaan darah dapat berasal dari kegiatan Active Case Detection (ACD)

yaitu pencarian penderita seacara aktif oleh petugas-petugas kesehatan; sediaan

darah yang berasal dari kegiatan Passive Case Detection (PCD) yang merupakan

pencarian penderita secara pasif (menunggu datangnya penderita) oleh petugas

kesehatan di rumah sakit dan Puskesmas; sediaan darah yang berasal dari kegiatan

Contact survey dan follow up dan sediaan darah yang berasal dari kegiatan survei

malaria seperti malariometric survey dan mass blood survey (Depkes, 2006).

Diagnosis defenitif malaria ditegakkan dengan ditemukannya parasit

Plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan satu

kali dan memberikan hasil negatif, tidak menyingkirkan diagnosis demam malaria.

Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antar pemeriksaan satu

hari. Sediaan darah tebal terdiri dari tumpukan sediaan darah merah , volume darah

yang diambil yaitu darah kapiler (finger prick) sebanyak 1,0 mikroliter untuk sediaan

darah tipis dan 3,0-5,0 mikroliter untuk sediaan darah tebal. Mikroskopis sediaan

darah tebal dan tipis merupakan pemeriksaan yang terpenting. Interpretasi

pemeriksaan miroskopis yang terbaik adalah berdasarkan perhitungan dengan

identifikasi parasit yang tepat (Warrell, 2002)

Page 4: Skenario B

Malaria Cerebral

Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila

dibandingkan dengan malaria berat lainya. Gejala klinisnya dapat di mulai secara lambat

atau mendadak setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan

gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang yang bersifat fokal atau menyeluruh.

Dapat ditemukan pendarahan pada retina, tetapi papil endema jarang ditemukan.

Gejala neurologi yang timbul dapat menyerupai meningitis, epilepsy, delirium akut,

intoksifikasi, sengatan panas (heat stroke). Pada orang dewasa koma timbul beberapa hari

setelah demam, bahkan pada orang non-imun dapat timbul lebih cepat. Pada anak koma

timbul kurang dari 2 hari, setelah demam yang didahului dengan kejang dan berlanjut

dengan penurunan kesadaran. Koma adalah bila dalam waktu +/- 30 meniti penderita tidak

memberikan respon motoric dan atau verbal. Derajat penurunan kesadaran pada koma

dapat diukur dengan Glasgow coma scale (dewasa) atau blantype coma scale (anak).

Sumber :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18650/4/Chapter%20II.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-sitihaniah-5329-2-bab2.pdf

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311091/BAB%20II.pdf

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3d3keperawatanpdf/0810701019/bab2.pdf

buku adams diagnosis fisik. Burnside-McGlynn. Edisi 17. Jakarta-EGC. 1995

http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/1070/T1_462008083_BAB

%20II.pdf?sequence=3