Skenario b Blok Vii
-
Upload
dela-ariska -
Category
Documents
-
view
28 -
download
5
description
Transcript of Skenario b Blok Vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Imunologi dan Infeksi adalah blok ketujuh pada semester II dari
sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi
pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah
Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari
metode Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang
tutor/dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B yang
memaparkan tentang Tuan Amir, 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit
karena sudah 8 hari demam terus-menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan
lidah terasa pahit, sejak 5 hari yang lalu tidak BAB. Dokter memeriksa
keadaan umum Tuan Amir. Pada pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran
delirium, temperatur 39oC, nadi 90 x/menit, tensi 100/80 mmHg, RR: 24
x/menit, lidah kotor dan nyeri tekan pada epigastrium. Dua hari sebelumnya
berobat ke dokter umum dan mendapat obat Amoxicilin 3 x 500 mg dan
Paracetamol 3 x 500 mg namun masih juga belum turun demamnya. Pasien
membawa hasil laboratoriun: Hb: 12 mg/dl, leukosit 13.000/mm3, LED 12
mm/jam, hematoktrit 36 mg%, trombosit 210.000 ribu.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
SKENARIO B BLOK VII 1
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
SKENARIO B BLOK VII 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Indriyani
Moderator : Aditya Prasetyo Leisan
Sekretaris meja : Dela Ariska
Sekretaris papan : Lefiriana Rahma Putri
Waktu : 1. Senin, 1 Juli 2013
Pukul: 13.00 – 15.30 WIB
2. Rabu, 3 Juli 2013
Pukul: 13.00 – 15.30 WIB
Peraturan turorial :
1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat dan pertanyaan
yang relevan.
3. Izin saat akan keluar ruangan.
4. Dilarang makan dan minum.
5. Saling menghargai pendapat peserta lain dan tetap tenang serta tidak
ribut.
2.2 Skenario Kasus
Tuan Amir, 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah
8 hari demam terus-menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa
pahit, sejak 5 hari yang lalu tidak BAB.
Dokter memeriksa keadaan umum Tuan Amir. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai kesadaran delirium, temperatur 39oC, nadi 90 x/menit, tensi 100/80
mmHg, RR: 24 x/menit, lidah kotor dan nyeri tekan pada epigastrium. Dua
hari sebelumnya berobat ke dokter umum dan mendapat obat Amoxicilin 3 x
500 mg dan Paracetamol 3 x 500 mg namun masih juga belum turun
SKENARIO B BLOK VII 3
demamnya. Pasien membawa hasil laboratoriun: Hb: 12 mg/dl, leukosit
13.000/mm3, LED 12 mm/jam, hematoktrit 36 mg%, trombosit 210.000 ribu.
2.3 Klarifikasi Istilah
1. Demam : Kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkadian
yang normal sebagai akibat dari perubahan pada
pusat termoregulasi yang terletak dalam
hipotalamus anterior (Harisson, 2012)
2. Nyeri ulu hati : Umumnya berkaitan dengan penyakit yang
mengenai usus halus, rasa nyeri sering berasal
dari apendiks, kolon, atau pelvis (Horisson,
2012)
3. Mual : Rasa hendak muntah (KBBI)
4. 5 hari tidak BAB : Gangguan pada proses defekasi dimana salah
satu pencetusnya adalah gerakan peristaltik usus
terganggu (KBBI).
5. Lidah terasa pahit : Rasa pahit pada lidah yang disebabkan oleh
selaput yang menutupi lidah akibat infeksi
bakteri sehingga papila tengah pada lidah yang
andil dalam pengecapan rasa pahit lebih
dominan terhadap intake cairan dan makanan
(KBBI).
6. Lidah kotor : Lidah yang tertutup oleh lapisan keputihan atau
kekuningan yang terdiri dari epitel yang
mengalami deskuamasi debris, bakteri, jamur
(Dorland, 2012).
7. Delirium : Gangguan mental yang berlangsung singkat,
biasanya mencerminkan keadaan keracunan,
yang biasa ditandai oleh ilusi, halusinasi, delusi,
gelisah, dan disorientasi (orang, tempat, waktu)
SKENARIO B BLOK VII 4
(Dorland, 2012).
8. Temperatur : Pernyataan tingkat panas atau dingin dengan
menggunakan skala khusus (Dorland, 2012).
9. Tensi : Tekanan darah pada dinding setiap pembuluh
darah; tekanan darah pada dinding arteri.
(Dorland, 2012)
10
.
Amoxicilin : Turunan semisintetik ampicilin yang efektif
terhadap spektrum luas bakteri gram positif dan
gram negatif (Dorland, 2012).
11
.
Paracetamol : Obat antipiretik dan analgetik yang digunakan
untuk sakit kepala, sakit ringan dan demam
(wikipedia)
2.4 Identifikasi Masalah
1. Tuan Amir, 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah 8
hari demam terus-menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa
pahit, sejak 5 hari yang lalu tidak BAB.
2. Dokter memeriksa keadaan umum Tuan Amir. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai kesadaran delirium, temperatur 39oC, nadi 90 x/menit, tensi
100/80 mmHg, RR: 24 x/menit, lidah kotor dan nyeri tekan pada
epigastrium.
3. Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum dan mendapat obat
Amoxicilin 3 x 500 mg dan Paracetamol 3 x 500 mg namun masih juga
belum turun demamnya.
4. Pasien membawa hasil laboratoriun: Hb: 12 mg/dl, leukosit 13.000/mm3,
LED 12 mm/jam, hematoktrit 36 mg%, trombosit 210.000 ribu.
SKENARIO B BLOK VII 5
2.5 Analisis Masalah
1. Tuan Amir, 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah 8
hari demam terus-menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa
pahit, sejak 5 hari yang lalu tidak BAB.
a. Bagaimanan patofisiologi demam?
Jawab :
Agen infeksi toksin dan mediator inflamasi => monosit/makrofag sel-
sel endotel dan jenis sel-sel lain sebagai pertahanan utama => sitokin-
sitokin pirogenik (IL1, TNF, IL6, IFN) => Hipotalamus anterior =>
Peningkatan PGE2 => peningkatan titik termoregulasi yang sudah
ditentukan => aksi antipiretik => peningkatan konservasi panas =>
peningkatan produksi panas => demam
1. Suhu tubuh manusia dikendalikan oleh hipotalamus
2. Neuron-neuron pada hipotalamus anterior praoptik dan hipotalamus
posterior menerima dua jenis sinyal
3. Satu dari saraf perifer yang mencerminkan reseptor-reseptor untuk
hangat dan dingin, dan sinyal kedua dari temperatur darah yang
membasahi daerah ini
4. Kedua sinyal ini diintefrasikan oleh pusat termoregulasi
hipotalamus untuk mempertahankan temperatur normal (temperatur
tubuh inti 37oC)
5. Sebagai tambahan terdapat kelompok neuron pada hipotalamus
anterior/ preoptik yang disuplai oleh suatu jaringan kaya vasculer
dan sangat permeabel.jaringan ini disebut Organum Vasculorum
Laminae Terminalis (OVLT).
SKENARIO B BLOK VII 6
6. Ketika sel-sel endotel OVLT terpapar oleh pirogen endogen dari
sirkulasi maka sel-sel endotel OVLT akan melepaskan metabolit
asam arakidonat
7. Metabolit asam arakidonat yang sebagian besar Prostaglandin E2
(PGE2) (derivat asam arakidonat yang paling poten) berdifusi ke
dalam daerah hipotalamus anterior/praoptik kemudian
memperantarai kenaikan pada titik termoregulasi yang sudah
ditetapkan dan mencetuskan demam.
8. Dengan “penyetelan termostatik” baru yang lebih tinggi, sinyal
pergi ke berbagai saraf eferen, terutama serabut-serabut saraf
simpatik yang menginervasi pembuluh darah perifer yang pada
gilirannya mencetuskan vasokonstriksi dan mempermudah
konservasi panas
9. Pusat termoregulasi juga mengirim sinyal ke korteks serebri,
mencetuskan perubahan-perubahan tingkah laku seperti mencari
lingkungan yang lebih hangat.
10. Dengan pemintasan darah dari perifer dan parubahan tingkah laku ,
menggigil, menyebabkan temperatur tubuh naik 2oC sampai 3oC.
11. Kombinasi konservasi panas dan produksi panas yang meningkat
berlanjut sampai temperatur darah yang membasahi neuron
hipotalamus anterior sesuai dengan “titik penyetelan” yang baru.
Pada titik itu hipotalamus mempertahankan temperatur demam yang
baru.
12. Jika pirogen endogen menghilang, maka terjadi vasosilatasi dan
berkeringat untuk menghilangkan panas melalui radiasi dan
konduksi dari kulit sehingga batas penyetelan hipotalamus disetel
ulang menurun dan diikut oleh suhu tubuh yang menurun (Harisson,
2012 dan Sherwood, 2011).
SKENARIO B BLOK VII 7
b. Bagaimana etiologi demam?
Jawab :
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal
baik eksogen maupun endogen.
Pirogen eksogen
Pirogen eksogen berasal dari luar hospes (pejamu). Mayoritas
pirogen eksogen adalah mikroorganisme atau toksin seperti,
bakteri, virus, jamur, ricketsia ataupun parasit . Pirogen eksogen
adalah kelompok molekul heterogen yang umum bagi semua
bakteri gram negatif yang dikenal sebagai endotoksin
(lipopolisakarida, LPS). LPS ditemukan pada membran luar semua
bakteri gram negatif dan terdiri atas satu lipid A dan inti
polisakarida , terkait pada suatu rantai sisi polisakarida O yang
terdiri atas unit-unit gula yang berulang yang berbeda untuk setiap
organisme gram negative spesifik. LPS mampu menyebabkan
demam pada manusia. Organisme gram positif juga menghasilkan
pirogen eksogen yang poten. Hal ini meliputi asam lipoteikoat,
peptidoglikan, dan berbagai eksotoksin dan enterotoksin (Harisson,
2012). Vol.1 hal: 99.
Pirogen endogen
Pirogen endogen adalah polipeptida yang diproduksi oleh pejamu,
terutama monosit/makrofag, umumnya sebagai respon terhadap
stimuli awal yang biasanya dicetuskan oleh infeksi atau inflamasi.
Pelepasan pirogen endogen baik secara sistemis atau lokal yang
substansinya meliputi kompleks antigen-antibodi dengan
komplemen, produk pemecahan komplemen, metabolit hormon
steroid, asam empedu, dan beberapa sitokin yang tersebar dalam
SKENARIO B BLOK VII 8
darah dapat menyebabkan demam pada tingkat pusat termoregulasi
di hipotalamus (Harisson, 2012).
c. Apa saja tipe-tipe demam?
Jawab :
1. Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas
normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
Gambar : Grafik Demam Septik
2. Demam Remitten
Pada tipe demam remitten, suhu badan dapat turun setiap hari
tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Contoh : thypoid
fever, infeksi virus & mycoplasma. Perbedaan suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan
suhu yang dicatat pada demam septik.
Gambar : Grafik Demam Remitten
SKENARIO B BLOK VII 9
3. Demam Intermitten
Pada demam intermitten, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari
bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana, con-
tohnya Malaria.
Gambar : Grafik Demam Intermitten
4. Demam Kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak
berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus
menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia, contohnya Pneumonia
Gambar : Grafik Demam Kontinyu
SKENARIO B BLOK VII 10
5. Demam Siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beber-
apa hari yang diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu tubuh seperti semula.
Contoh : Limfoma Hodgkin's
Gambar : Grafik Demam Siklik
(Nelwan, 2009 dan El-Radhi, 2009)
d. Mengapa Tuan Amir mengalami :
Nyeri ulu hati
Lidah terasa pahit
Tidah BAB selama 5 hari
Jawab :
1.Nyeri ulu hati
Makanan/ minuman yang terpapar patogen (Bakteri S. Thypi) >
traktus digestifus > sebagian dimusnahkan di gaster oleh kadar HCL
yang tinggi > sebagian lolos dari gaster dan masuk ke intestinum
tenue > menginvasi sel epithel (sel M) > di lamina propia dan
berproliferasi > mengalami fagositosis dan berada di dalam sel
mononuclear > masuk ke folikel limfoid intestine atau nodus peyer
SKENARIO B BLOK VII 11
illeum distal dan mengadakan multiplikasi > perubahan pada nodus
peyer tersebut menyebabkan gejala intestinal yaitu nyeri ulu hati.
2.Lidah terasa pahit
Pada demam tifoid, pasien memiliki ciri lidah yang khas yaitu
berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor). Lidah
berselaput ini akan mengganggu fungsi papila tengah pada lidah
yang andil dalam pengecapan rasa pahit sehingga fungsi papila
tengah lebih dominan terhadap intake cairan dan makanan ke tubuh
selanjutnya lidah akan terasa pahit.
3.Tidak BAB selama 5 hari
Invasi bakteri > atrofi pada vili colon > gerakan peristaltik (gerakan
kontraksi dan relaksasi usus / saluran lain yang terkoordinir,
sistematik (dari proksimal distal) yang mempunyai daya dorong)
terganggu > proses defekasi tidak lancar.
2. Dokter memeriksa keadaan umum Tuan Amir. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai kesadaran delirium, temperatur 39oC, nadi 90 x/menit, tensi 100/80
mmHg, RR: 24 x/menit, lidah kotor dan nyeri tekan pada epigastrium.
a. Bagaimana interpretasi dari :
Dijumpai kesadaran delirium
Temperatur 39oC
Nadi 90 kali/menit
Tensi 100/80 mmHg
RR 24 kali/menit
Lidah kotor
Nyeri tekan pada epigastrium
SKENARIO B BLOK VII 12
Jawab :
Kesadaran delirium
- Terjadi penurunan kesadaran
Temperatur: 39oC
- Nilai normal temperatur tubuh adalah 36,5-37,2oC
- Temperatur tubuh Tn.Amir tidak normal, terjadi peningkatan
suhu diatas normal( fibris) ini memnujukan ada bahwa Tn.Amin
sedang mengalami demam
Nadi: 90 x/menit
- Nilai normal adalah 60-100 x/menit
- Nadi tuan amir masih dalam batas normal meskipun hampir
menuju takikardi (diatas nilai normal).
Tekanan darah: 100/80 mmHg
- Nilai normal tekanan darah adalah 120/80 mmhg
- Tekanan darah tuan amir tidak normal, tejadi penurunan tekanan
darah dibawah normal( Hipotensi)
RR: 24X/menit
- Nilai normal RR adalah 16-20X/menit
- RR tuan amir tidak normal ( terjadi peningakatan RR/takipneu)
Lidah kotor
- Lidah kotor yang khas untuk pasien typoid yaitu ditutupi selaput
kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai
tremor.
Nyeri tekan epigastrium
- Menunjukan adanya pembekakan atau perdarahan pada organ
atau jaringa tubuh yang berada dibagian epigastrium dalam
kasus ini adanya Hepatospllenmegaly (Adams, 1995).
SKENARIO B BLOK VII 13
b. Mengapa Tn. Amir mengalami :
Kesadaran delirium
Temperatur hingga 39 oC
Nadi 90 kali/menit
Tensi 100/80 mmHg
RR 24 kali/menit
Lidah kotor
Nyeri tekan pada epigastrium
Jawab :
Kesadarn Delirium
Penurunan tingkat kesadaran ini terjadi karena kurangnya suplai
darah ke otak sehingga otak kekurangan oksigen dan glukosa.
Kurangnya suplai darah ini disebabkan oleh adanya gangguan
vaskularisasi karena adanya kerusakan endotel oleh endotoksin.
Selain itu endiotoksin juga akan mengaktivkan komplemen,
kemudian komplemen akan mengeluarkan anaphylatoksin yang
akan merangasan sel mast dan basofil untuk mengeluarkan
histamine yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler dan
menyebabkan kegagalan perfusi jaringan. Suplai darah ke otak
berkurang terjadi karena proses katabolisme yang meningkat.
Katabolisme membutuhkan oksigen dan glukosa. Hasil dari
katabolisme adalah energi yang akan digunakan oleh otot untuk
meningkatkan panas tubuh dan proses menggigil agar pusat
pengaturan suhu tubuh (hipotalamus) mencapai set point ketika
terjadi demam. Delirium merupakan kejadian yang paling sering
terjadi, dapat berkembang menjadi enselopati, keadaan ini
SKENARIO B BLOK VII 14
membaik 4-5 hari tetapi sering menetap sampai suhu tubuh dan
fungsi metabolik kembali normal (Guyton.Arthur.2007).
2. Temperatur 39oC
Suhu tubuh manusia dikendalikan oleh hipotalamus. Neuron-
neuron pada hipotalamus anterior praoptik dan hipotalamus
posterior menerima dua jenis sinyal. Satu dari saraf perifer yang
mencerminkan reseptor-reseptor untuk hangat dan dingin, dan
sinyal kedua dari temperatur darah yang membasahi daerah ini.
Kedua sinyal ini diintefrasikan oleh pusat termoregulasi
hipotalamus untuk mempertahankan temperatur normal (temperatur
tubuh inti 37oC). Sebagai tambahan terdapat kelompok neuron pada
hipotalamus anterior/ preoptik yang disuplai oleh suatu jaringan
kaya vasculer dan sangat permeabel.jaringan ini disebut Organum
Vasculorum Laminae Terminalis (OVLT). Ketika sel-sel endotel
OVLT terpapar oleh pirogen endogen dari sirkulasi maka sel-sel
endotel OVLT akan melepaskan metabolit asam arakidonat .
Metabolit asam arakidonat yang sebagian besar Prostaglandin E2
(PGE2) (derivat asam arakidonat yang paling poten) berdifusi ke
dalam daerah hipotalamus anterior/praoptik kemudian
memperantarai kenaikan pada titik termoregulasi yang sudah
ditetapkan dan mencetuskan demam. Dengan “penyetelan
termostatik” baru yang lebih tinggi, sinyal pergi ke berbagai saraf
eferen, terutama serabut-serabut saraf simpatik yang menginervasi
pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mencetuskan
vasokonstriksi dan mempermudah konservasi panas. Pusat
termoregulasi juga mengirim sinyal ke korteks serebri,
mencetuskan perubahan-perubahan tingkah laku seperti mencari
lingkungan yang lebih hangat. Dengan pemintasan darah dari
perifer dan parubahan tingkah laku , menggigil, menyebabkan
SKENARIO B BLOK VII 15
temperatur tubuh naik 2oC sampai 3oC sehingga suhu tubuh akan
meningkat hingga 39oC (Harrison, 2012).
3. Nadi 90 x/menit
Nilai normal adalah 60-100 x/menit. Nadi Tuan amir tidak terjadi
peningakatan nadi diatas normal (Takikardi). Peningkatan ini
terjadi akibat pengaruh dari mediator-mediator inflamasi contohnya
histamin, histamin dapat meningkatkan kontraksi otot polos yang
menyebabkan peningkatan nadi. Selain itu peningkatan nadi juga
terjadi akibat tekanan darah yang menurun (Adams, 1995).
4. Tensi : 100/80 mmHg
Nilai normal tekanan darah adalah 120/80 mmHg, terjadi
penurunan tekanan darah dibawah normal (Hipotensi). Hipotensi
terjadi karena adanya pengaruh berbagai mediator inflamasi
contohnya TNF,TNF dalam dapat mennyebabkan disfungsi
moikard dengan mencegah kontaktilitas miokard dan tonus otot
polos vaskular sehingga menurunkan tekanan Darah.
5. RR: 24X/menit
Nilai normal RR adalah 16-20X/menit. RR Tuan amir mengalami
peningakatan (Takipneu). Hal ini disebabkan oleh adanya
kegagalan perfusi jaringan yang menyebabkan kebutuhan tubuh
akan oksigen tidak terpenuhi,jadi sebagai kompensasinya tubuh
mencoba untuk meningkatkan frekuensi nafas dengan tujuan dapat
memperoleh oksigen yang lebih banyak untuk mencukupi
kebutuhan oksigen dalam tubuh (Adams, 1995).
6. Lidah kotor
Infeksi bakteri pergerakan lidah dibatasi oleh infeksi bakteri
papilla filiformis tidak mengalami pembaharuan sel lidah
SKENARIO B BLOK VII 16
terlapisi tebal oleh bakteri lapisan akan menahan pigmen dari
makanan atau minuman lidah kotor
7. Nyeri tekan pada epigastrium
Bakteri masuk ke traktus digestivus sebagian
dimusnakan di gastes oleh HCl sebagian lolos dari gaster
masuk ke intestinum tenue menembus sel epitel (sel-M)
menginvasi lamina propria dan berproliferasi difagosit oleh
makrofag bakteri tetap hidup dan berkembang biak di
dalam makrofag dibawa ke plak peyeri ileum distal
masuk ke dalam kelenjar limfe mesenterika masuk dan
menembus sirkulasi darah (Bakteremia) hepar Nyeri
tekan pada epigastrium
Bakteri masuk ke traktus digestivus sebagian
dimusnakan di gastes oleh HCl sebagian lolos dari gaster
masuk ke intestinum tenue menembus sel epitel (sel-M)
menembus lamina propria dan berkembang biak difagosit
oleh makrofag bakteri tetap hidup dan berkembang biak di
dalam makrofag dibawa ke plak peyeri ileum distal
masuk ke dalam kelenjar limfe mesenterika masuk dan
menembus sirkulasi darah masuk dan bersarang di lien
splenomegali Nyeri tekan pada epigastrium (Harisson,
2012).
c. Bagaimana anatomi dari abdomen?
Jawab :
SKENARIO B BLOK VII 17
Gambar : Anatomi Abdomen
d. Bagaimana anatomi, histologi dan patologi anatomi dari dari organ
limfoid?
Jawab :
Anatomi Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdiri atas jaringan limfatik dan pembuluh limfatik,
jaringan limfatik banyak mengandung sel limfosit yang terdiri dari
organ – organ, yaitu thymus, nodus lymphaticus, lien dan tonsil.
Pembuluh limfatik ditemukan diseluruh jaringan kecuali di Sistem
Saraf Pusat (SSP), Bola mata, Telinga Dalam, Epidermis Kulit,
Cartilago dan Tulang (Snell, 2006). Sistem limfatik terdiri dari
Lymphonodus / KGB (proteksi antibody dan limfosit), Thymus, Lien,
Tonsil, Sumsum tulang, Intestinum tenue (Eroschenko,2008).
Histologi
SKENARIO B BLOK VII 18
Gambar : Intestinum tenue: Illeum dengan nodulus limfoid (peyer’s
Patch) (potongan trnasversal). Sumber: Atlas Histologi diFiore ed.11,
2012 Hal: 311
Patologi Anatomi
Gambar: Mukosa kolon dengan eritema, ulserasi, dan pembentukan
pseudomembran (plak putih) ( Robbins, 2012 vol.2 ed.7 hal: 352)
SKENARIO B BLOK VII 19
3. Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum dan mendapat obat
Amoxicilin 3 x 500 mg dan Paracetamol 3 x 500 mg namun masih juga
belum turun demamnya.
a. Termasuk golongan obat apa Amoxicilin dan Paracetamol?
Jawab :
Amoxicilin merupakan golongan antibiotik betalaktam. Struktur
kimianya mengandung cincin betalaktam , obat ini bekerja dengan
cara menghambat sintesis dinding peptidoglikan bakteri.
Paracetamol adalah derivat Para Amino Fenol. Paracetamol
tergolong obat Non Steroid Anti-inflamatory Drugs. Paracetamol
merupakan merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik
dan analgesik. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus
aminobenzen. Parasetamol tersedia sebagai obat bebas. Efek
samping dari paracetamol berupa eritema atau urtikaria dengan
gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa .
Gambar: Rumus bangunan Paracetamol (Asetaminofen) dan Fenasetin
SKENARIO B BLOK VII 20
b. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari Amoxicilin dan
paracetamol?
Jawab :
PARACETAMOL
FARMAKOKINETIK
Parasetamol diberikan secara oral dan diabsorpsi cepat dan sempurna
melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi di dalam plasma dicapai
dalam 30-60 menit. Masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini
tersebar ke seluruh tubuh dan berikatan dengan protein plasma secara
lemah(Wilmana& Gan, 2007). Ikatan dengan protein plasma sebesar
25%. Parasetamol akan dimetabolisme di dalam hati oleh enzim
mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan
glukuronida. Asetaminofen akan dioksidasi oleh CYP2E1 membentuk
metabolit yaitu N-acetyl-p-benzoquinone yang akan berkonjugasi
dengan glutation yang kemudian dieksresikan melalui ginjal . N-
acetyl-p-benzoquinone merupakan metabolit minor tetap sangat aktif.
Akan tetapi N-acetyl-p-benzoquinone merupakan metabolit yang dapat
merusak hati dan ginjal jika terkumpul dalam jumlah besar.
Parasetamol dieksresikan melalui ginjal, sebagian sebagai parasetamol
(3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
FARMAKODINAMIK
Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah dengan
cara menghambat COX-1 dan COX-2 di jaringa perifer. Efek anti-
inflamasi sangat lemah, sehingga parasetamol tidak digunakan sebagai
antireumatik (Wilmana& Gan, 2007) . Penelitian terbaru menyatakan
bahwa parasetamol menghambat secara selektif jenis lain dari enzim
COX yang berbeda dari COX-1 dan COX-2 yaitu enzim COX-3 . Sifat
antipiretik dari parasetamol dikarenakan efek langsung ke pusat
SKENARIO B BLOK VII 21
pengaturan panas di hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasi
perifer, berkeringat, dan pembuangan panas.
AMOXICILIN
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Amoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah derivat
dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas
yang mempunyai daya kerja bakterisida. Amoxicillin, aktif terhadap
bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.
Amoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran pencernaan.
Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian
per-oral. Kadar puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2
jam setelah pemberian per-oral. Kurang lebih 60% pemberian per-oral
akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jam (Departemen
Farmakologi dan terapeutik FK UI, 2012 ).
c. Mengapa demam Tn. Amir belum turun setelah diberi obat Amoxicilin
dan Paracetamol?
Jawab :
1. Karena adanya invasi pada intestinum, hepar oleh bakteri
Salmonella Thypi sehingga waktu paruh obat pada dosis yang telah
diberikan tidak mencapat site of action akibatnya demam yang
dialami Tuan Amir belum turun (Departemen Farmakologi dan
terapeutik FK UI, 2012 ).
2. Bakteri telah resisten terhadap obat yang telah diberikan sehingga
obat tersebut tidak mencapai site of action.
d. Apa kontra indikasi dan indikasi dari obat amoxicillin dan
paracetamol?
SKENARIO B BLOK VII 22
Jawab:
Kontraindikasi dan indikasi amoxicillin:
Keadaan peka terhadap penicillin.
Indikasi
1. Infeksi saluran pernafasan atas: Tonsillitis, , pharyngitis (kecuali
pharyngitis gonorrhoae), Sinusitis, laryngitis, otitis media.
2. Infeksi saluran pernafasan bawah: Acute dan chronic bronchitis,
bronchiectasis, pneumonia.
3. Infeksi saluran kemih dan kelamin: gonorrhoeae yang tidak
terkomplikasi, cystitis, pyelonephritis.
4. Infeksi kulit dan selapu lendir: Cellulitis, wounds, carbuncles,
furunculosis.
Kontraindikasi dan indikasi paracetamol:
Parasetamol kontraindikasi untuk diberikan kepada:
1. Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat
2. Penderita yang hipersensitif terhadap parasetamol
Indikasi
Indikasi Parasetamol digunakan sebagai:
1. Antipiretik/menurunkan panas, misal setelah imunisasi atau
influenza
2. Analgesik/mengurangi rasa sakit, misal sakit kepala, sakit gigi, dan
nyeri (Gunawan, 2007).
e. Apa efek samping dari obat amoxicillin dan paracetamol?
SKENARIO B BLOK VII 23
Jawab:
Amoxicillin:
Efek samping dari amoxicillin dapat menimbulkan ruam kulit yang
secara alamiah tapi bukan alergi.
Paracetamol:
Pemberian parasetamol yang berlebihan akan menyebabkan
hepatotoksik dan nefropati analgesik. Dosis tinggi dari parasetamol
akan menyebabkan saturasi dari glutation sehingga terjadi penimbunan
acetylp-benzoquinone. N-acetyl-p-benzoquinone akan berinteraksi
dengan sitoskleton sel hati yang kemudian akan membuat sel menjadi
melepuh dan akhirnya sel hati tersebut akan mati. Kematian sel dalam
jumlah besar ini akan menyebabkan nekrosis hati. Pemberian
parasetamol maksimal dalam satu hari adalah 4g. Pemberian
parasetamol sebanyak 15 g dapat menyebabkan hepatotoksik yang
parah dengan nekrosis sentrilobular, dan terkadang bersamaan dengan
nekrosis tubular ginjal akut. Gejala awal keracunan parasetamol adalah
anoreksia, mual, dan muntah. Untuk mengatasi keracunan parasetamol
dapat diberikan N-asetilsistein (prekursor glutation) (Gunawan, 2007).
4. Pasien membawa hasil laboratoriun: Hb: 12 mg/dl, leukosit 13.000/mm3,
LED 12 mm/jam, hematoktrit 36 mg%, trombosit 210.000 ribu.
a. Bagaimana cara pemeriksaan:
- Hemoglobin
Cara pemeriksaan kadar Hb yang lazim digunakan adalah cara
fotoelektrik dan kolorimetrik visual.
1. Cara fotoelektrik
SKENARIO B BLOK VII 24
Dengan cara ini, hemoglobin diubah menjadi sianmethemoglobin
(hemoglobin-sianida) dalam larutan yang berisi kaliumferrisianida dan
kalium sianida. Larutan Drabkin mengubah hemoglobin,
oksihemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin menjadi
sianmethemoglobin.
2. Cara kolorimetrik visual (cara Sahli)
Dengan cara ini, hemoglobin diubah menjadi hematin asam yang
berwarna coklat. Kemudian warna ini dibandingkan dengan warna
standar secara visual. Langkah-langkah pemeriksaan dengan cara Sahli
yaitu:
a. Masukkan 5 tetes HCl 0,1 N ke dalam tabung pengencer
b. Isap darah kapiler atau darah vena dengan antikoagulan EDTA atau
oksalat dengan menggunakan pipet Hb sampai tanda 20 µL tanpa
terputus
c. Hapuslah darah diluar ujung pipet
d. Segera alirkan darah ke dasar tabung, jangan sampai ada
gelembung udara (Gromar-Sanchis.Fabian;Ballster-
Cortell.Jose.2012)
- Lekosit
Untuk menghitung lekosit, darah diencerkan dalam pipa lekosit lalu
dimasukkan ke dalam kamar hitung. Pengencer yang digunakan adalah
larutan Turk. Langkah-langkah pemeriksaan yang diterapkan adalah:
1. Hisap darah kapiler, darah EDTA atau darah oksalat sampai tanda
0,5
2. Hapus kelebihan darah di ujung pipet
SKENARIO B BLOK VII 25
3. Masukkan ujung pipet ke dalam larutan Turk dengan sudut 45o,
tahan agar tetap di tanda 0,5. Isap larutan Turk hingga mencapai
tanda 11. Jangan sampai ada gelembung udara.
4. Tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap
5. Kocok selama 15-30 detik
6. Letakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara horisontal
diatas meja
7. Kocok pipet selama 3 menit, jaga agar cairan tak terbuang dari
pipet
8. Buang semua cairan di batang kapiler (3-4 tetes) dan cepat
sentuhkan ujung pipet ke kamar hitung dengan menyinggung
pinggir kaca penutup dengan sudut 30o. Biarkan kamar hitung terisi
cairan dengan daya kapilaritas
9. Biarkan 2-3 menit supaya lekosit mengendap
10. Gunakan lensa obyektif mikroskop dengan pembesaran 10 kali,
fokus dirahkan ke garisgaris bagi.
11. Hitunglah lekosit di empat bidang besar dari kiri atas ke kanan, ke
bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri dan seterusnya. Untuk sel-
sel pada garis, yang dihitung adalah pada garis kiri dan atas.
12. Jumlah lekosit per µL darah adalah: jumlah sel X 50
(Dong.Gan;Acton.Scott.T.2007)
- LED
Laju Endap Darah adalah kecepatan pengendapan eritrosit, oleh karena
itu untuk mengukurnya diperlukan darah dengan anti koagulan. Ada 2
cara pemeriksaan LED yaitu cara Wintrobe dan cara Westergren. Pada
SKENARIO B BLOK VII 26
kuliah ini hanya diberikan contoh cara Wintrobe, dengan langkah
langkah sebagai berikut:
1. Ambil darah EDTA atau darah oksalat
2. Dengan menggunakan pipa Wintrobe, masukkan darah ke dalam
tabung Wintrobe hingga tanda 0 mm. Cegah terjadinya gelembung
udara.
3. Biarkan tabung Wintrobe dalam posis tegak lurus selama 60 menit
4. Bacalah tinggi lapisan plasma dalam milimeter dan catat sebagai
LED.
5. Nilai LED normal adalah pria: < 10 mm/jam dan wanita: < 15
mm/jam (Pawlofsky.Yves;Goasgueh.Jean;dkk.2004)
- Hematokrit
Hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah. Ada 2
cara pemeriksaan hematokrit yaitu cara Wintrobe dan cara
mikrometode. Pada kuliah ini hanya dibahas cara
Wintrobe, dengan langkah langkah pemeriksaan sebagai berikut:
1. Ambil kapiler atau darah EDTA, darah heparin atau darah oksalat
lalu masukkan ke dalam tabung Wintrobe hingga tanda 100 di atas.
2. Masukkan tabung ke dalam sentrifuge yang cukup besar lalu
pusingkan selama 30 menit dengan kecepatan 3000 rpm
3. Bacalah hasilnya dengan memperhatikan :
Plasma di atas (kuning) dibandingkan dengan kaliumbikromat
dan intensitasnya disebut satuan. Satu satuan adalah 1:10000.
Ketebalan lapisan putih (lekosit dan trombosit)
SKENARIO B BLOK VII 27
Volume sel-sel darah merah.
Nilai hematokrit normal adalah pria: 40-48% dan wanita: 37-
43% (Saadeh.Constantine.2008)
- Trombosit
Ada 2 cara penghitungan trombosit yaitu cara langsung dan cara tak
langsung. Cara tak langsung tidak dibahas dalam kuliah ini. Untuk
menghitung trombosit secara langsung, darah diencerkan dalam pipet
eritrosit lalu dimasukkan ke dalam kamar hitung. Pengencer yang
digunakan adalah larutan Rees Ecker. Langkah-langkah pemeriksaan
yang diterapkan adalah:
1. Hisap cairan Rees Ecker sampai tanda “1” dan buang lagi cairan
tersebut
2. Hisap darah sampai tanda 0,5 dan cairan Rees Ecker sampai tanda
101 lalu kocok selama 3 menit
3. Lanjutkan langkah-langkah seperti penghitungan eritrosit
4. Biarkan kamar hitung selama 10 menit dalam posisi horisontal
supaya trombosit mengandap
5. Hitunglah trombosit dalam seluruh bidang besar tengah dengan
lensa obyektif besar
6. Jumlah trombosit per µL darah adalah: jumlah trombosit x 2000
(Sinzinger.Helmut;Barent.Rober.2012)
- Widal Test
Untuk widal test dikumpulkan dari sampel darah segar dengan
sentrifugasi. Menggunakan pipet Pasteur, enam sampai delapan tetes
setiap serum dipindahkan ke delapan cincin pada ubin putih. Reagen
antigen Sallmonela juga turun ke dalam cincin. Keduanya dicampur
SKENARIO B BLOK VII 28
menggunakan tongkat aplikator dan genteng lembut berputar-putar
selama satu menit untuk aglutinasi diamati. Antigen bereaksi tercatat
positif (+) sedangkan antigen reaktif yang diklasifikasikan sebagai
negatif (-). Titer reaktif 1:80 dan di atas dianggap sebagai positif (+)
sedangkan titer kurang dari 1:80 negatif (-). Semua uji geser negatif
dikonfirmasi oleh uji tabung.
Setelah uji aglutinasi tabung memberikan nilai titer, uji geser aglutinasi
dilakukan untuk setiap sampel serum. Jumlah yang sama (0.5ml)
serum murni pasien dan-tigens OA, OB, OC, dan O ditempatkan
berdampingan pada slide aglutinasi plastik dan dikocok dengan tangan
selama satu menit. Prosedur yang sama diulangi untuk HA, HB, HC
dan H antigen OA, OB dan OC mewakili S. paratyphi O antigen
sementara HA, HB dan mewakili S. paratyphi H antigen. O dan H
mewakili S. typhi O dan H antigen, masing-masing. Agglu-tinations
dicatat sebagai positif atau negatif, aggluti-negara lebih besar dari atau
sama dengan titer yang ditunjukkan dalam tes aglutinasi tabung yang
dianggap signifikan dan dihitung sebagai positif (Tarique.Aziz, S. S.
Haque.2012)
b. Bagaimana interpretasi dari:
Hb 12 mg/dl
Leukosit 13.000/mm3
LED 12 mm/jam
Hematokrit 36 mg%
Trombosit 210.000 ribu
Jawab :
SKENARIO B BLOK VII 29
Hb : 12 mg/dl (normalnya 12-16) normal
Leukosit : 13.000 /mm3 (normalnya 4500-11000) tinggi karena
terdapat infeksi salmoneela typii sehingga jumlah leukosit diper-
banyak untuk melawan bakteri
LED : 12 mm/jam (normalnya kurang dari 25) normal
Hematokrit : 36 mg% (normalnya 39,0-45 untuk perempuan 40-48
untuk laki”) rendah disebabkan oleh adanya infeksi salmo-
nella typii, untuk menyeimbangan jumlah sel darah putih dalam
darah maka jumlah sel darah merah jumlah pembentukannya diku-
rangi
Trombosit 210.000 ribu (normalnya 150-450 ribu) normal
(Adams.1995).
c. Mengapa hasil laboratorium Tn. Amir menunjukkan: (faktor yang
mempengaruhi, mekanisme)
Hb 12 mg/dl
Leukosit 13.000/mm3
LED 12 mm/jam
Hematokrit 36 mg%
Trombosit 210.000 ribu
7. Gabungan gejala yang dialami Tn. Amir
a. Bagaimana Physical Diagnostic ?
Jawab :
1. Anamnesis
SKENARIO B BLOK VII 30
2. Pemeriksaan fisik
3. Memilih pemeriksaan penunjang yang relevan
4. Menegakkan diagnosa
5. Problem solusi terapi
- Bagaimana Differential Diagnostic pada kasus ini?
Jawab :
Jika semua gejala klinis klasik ditemukan, termasuk bintik merah
muda, demam yang lama bradikardi relative dan leokopenia ,
diagnosis tifoid akan cenderung sekali positif. Wakaupun demikian,
sebagaian kasus tidalk sesuai dengan gambaran ”khas” ini. Diagnosis
banding termasuk infeksi yang berkaitan dengan demam yang lama
seperti riketsiosis, bruselosis, tularemia, leptospirosis, tuburkulosis
milier, hepatitis virus, mononucleosis infeksiosa, infeksi
sitomegalovirus, dan malaria demikian pula penyebab bukan infeksi
sepeerti limfoma (Horrison, 2000).
Differential Diagnostic :
Stadium dini:
Influenza
Gastroenteritis
Bronkitis
Bronkopneumonia
Stadium lanjut (demam tifoid berat):
Demam paratifoid
Malaria
TBC (Tuberkulosis) milier
SKENARIO B BLOK VII 31
Meningitis
Endokarditis bakterial
Sepsis
Leukemia
Limfoma
Penyakit Hodgkin
Infeksi Rickettsia
b. Bagaimana diagnosis awal pada kasus ini?
Jawab :
Diagnosis awal adalah korelasi antara organisme yang dicurigai
dengan lesi yang ditimbulkan serta gejala dan tanda yang terjadi
(Robbins hal: 359). Gejala utama Tuan.Amir adalah demam dan
gejala ikutan nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa pahit, tidak BAB.
Kemudian tanda delirium, temperatur 39oC, nadi 90 x/menit, tensi
100/80 mmHg, RR: 24 x/menit, lidah kotor dan nyeri tekan pada
epigastrium. Dan dari hasil laboratoriun: Hb: 12 mg/dl, leukosit
13.000/mm3. mikroorganisme yang dicurigai adalah bakteri
Salmonella Thypi, jadi diagnosis awal pada kasus ini adalah “Demam
Thypoid” (Robbins, 2012).
c. Bagaimana Warking Diagnostic (diagnosis working) pada kasus ini?
Jawab :
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri
S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan
duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis
penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan
sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium
berikutnya di dalam urine dan feses.
SKENARIO B BLOK VII 32
d. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Jawab :
Terapi demam tifoid yang cocok , terutama jika pasien perlu dirawat
secara medis pada stadium dini , sangat berhasil, angka kematian
harus dibawah 1% dan hanya sedikit penyulit yang terjadi. Prognosis
demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan
tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya
pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6 %dan pada orang
dewasa 7,4 % dengan rata-rata 5,7 % (Horrison, 2000).
e. Bagaimana etiologi demam thypoid?
Jawab :
Penyebab demam tifoid adalah bakteri salmonella typhi. Salmonella
adalah bakteri gram negative, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, hampir semua mortil menggunakan flagella peritrikosa , yang
menimbulkan dua atau lebih bentuk antigen H. kuman ini umumnya
bukan peragi laktosa dan sifat ini digunakan pada pemilihan awal
dalam laboratorium mikrobiologi klinis. Salmonella meragikan
glukosa sehingga terbentuk dasar asam dan cekungan basa pada agar
besi gula tripel (TSI). Kuman ini umumnya menghasilkan H2S yang
dapat terdeteksi sebagai reaksi hitam dan berfungsi awal untuk
membedakan isolate dan shigella yang juga menimbulkan reaksi TSI
basa atau asam. Terdapat banyak skali antigen O dan H Salmonella ,
yang memungkinkan pemisahan lebih dari 2.200 kuman yang
berbeeda berdasarkan pola antigen O dan H. klsifikasi Salmonella
lebih mirip geografi. Berdasarkan antigen somatic utama sejumlah
SKENARIO B BLOK VII 33
kecil serogrup telah didefinisikan dan sebagaian besar pathogen
(Widoyono, 2008).
f. Bagaimana epidemiologi demam thypoid?
Jawab :
Demam tifoid menyerang penduduk di semua Negara. Seperti
penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan dinegara
berkembang yang hygiene pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang
baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari lokasi, kondisi
lingkungan setempat, dan prilaku bermasyarakat. Angka insiden di
Amerika serikat tahun 1990 adalah 300-500 kasus per tahun dan terus
menurun. Prevalensi di amerika latin sekitar 150/100.000 penduduk
pertahun. Meskipun dalam tifoid menyerang semua umur , namun
golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun (Widoyo,
2008).
g. Bagaimana patofisiologi demam thypoid?
Jawab :
Masuknya kuman Salmonella typhi kedalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung sebagian lolos masuk kedalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa
(IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina
propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak
disalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal
dan kemudian kegetah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus
SKENARIO B BLOK VII 34
torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam
sirkulasi darah (sepsis) mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimtomatik dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Diorgan-organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid
dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik.
Didalam hati kuman masuk kedalam kandungan empedu berkembang
biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara “interemitten”
kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui fases dan
sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses
yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan
hiperaktif maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi dan selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malease,mialgia, sakit kepala,
sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental, koagulasi
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan (s.typhi interna makrofag menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia
akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis
jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot serosa,
dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor
sel endokapiler akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsiki kardiovaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainnya
(R0bbins, 2012).
SKENARIO B BLOK VII 35
Gambar : Patogenesis Demam Thypoid
a. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada demam thypoid?
Jawab :
Secara Farmakologi dan Non-farmakologi
Farmakologi
Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
a. Kloramfenikol. Dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x
500 mg diberikan selama demamdilanjutkan sampai 2 hari
bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 25 mg
selama 5hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan dkk di
RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikolmasih
memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti
obat-obat terbaru dari golongfankuinolon.
SKENARIO B BLOK VII 36
b. Ampisilin/Amoksisilin. Dosis 50–150 mg/kg BB, diberikan
selama 2 minggu.
c. Kotrimoksazol, 2x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)diberikan selama 2
minggu.
d. Sefalosporin generasi II dan III. Di subbagian Penyakit Tropis
dan Infeksi FKUI-RSCM,pemberian sefalosporin berhasil
mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam pada
umumnyamereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
Regimen yang dipakai adalah :
Ceftriaxone 4 gr / hari selama 3 hari
Norfloxacin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.
Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari
Pefloxacin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroxacin 400 mg/hari selama 7 hari2.
Non-Farmakologi
1. Istirahat dan perawatan profesional, bertujuan mencegah
komplikasi dan mempercepatpenyembuhan. Pasien harus tirah
baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kuranglebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalamperawatan perlu sekali
dijaga higiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian dan
peralatan yang dipakai oleh pasien. Paien dengan kesadaran
menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah dekubitus
dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu
diperhatikan,karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi
urin.
2. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif). Pertama
pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan
akhirnya nasi sesuai tingkatkesembuhan pasien. Namun beberapa
SKENARIO B BLOK VII 37
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padatdini,
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dan
serat kasar) dapat diberikandengan aman. Juga diperlukan
pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk
mendukungkeadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga
keseimbangan dan homeostasis, sistem imunakan tetap berfungsi
dengan optimal.Pada kasus perforasi dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dan nutrisi parenteral total.Spektrum antibiotik
maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis
dapatdipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada
renjatan septik. Prognosis tidak begitu baiuk pada kedua keadaan di
atas (Gunawan, 2007).
b. Bagaimana cara preventif/ pencegahan komprehensif pada demam
thypoid?
Jawab :
a. Identifikasi dan eradikasi salmonella typhii dgn cara mendatangi
tempat mengelola makanan
b. Mencegah transmisi langsung dari penderita di rumah sakit klinik
dengan cara memberi tempat cuci tangan agar kuman dari rumah
sakit tak keluar.
c. Proteksi pd orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi dgn
cra vaksinasi.
Selain itu juga dengan menjaga sanitasi lingkungan yang
baik( pembuangan sampah dan imunisasi beguna untuk mencegah
penyakit) ,penyaringan pengelola pembuatan makanan, mencari
sumber penularan, pemeriksaan air minum dan MCK, penyuluhan
sanitani dan hygene (Widoyono, 2011).
SKENARIO B BLOK VII 38
Komplikasi yang terjadi jika tidak dilakukan upaya preventif secara
komprehensif :
Demam Typhoid merupakan penyakit yang memberikan gejala lokal
sistemik. Selain gambaran klinis yang telah di uraikan di atas dapat
terjadi gambaran lain yang tidak biasa. Beberapa komplikasi yang
dapat terjadi pada
Demam Typhoid antara lain:
1. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu :
a. Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak
terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut
dengan tanda-tanda renjatan
b. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga yang terjadi
pada distal ileum. Perforasi yang tidak di sertai peritonitis hanya
dapat di temukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu
pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan
diafragma pada foto rontsen abdomen yang di buat dalam
keadaan tegak.
c. Peritonitis biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi
tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu
nyeri perut yang hebat, dinding abdomen dan nyeri pada
tekanan.
2. Diluar usus
a. Manifestasi Pulmonal seperti Bronkitis dan pneumonia yang
merupakan infeksi sekunder
b. Komplikasi Hematologis. Depresi sumsum tulang tulang
belakang yang toksik pada penderita dengan manifestasi yang
berat, menyebabkan anemia, neutropenia, granulositopenia, dan
trombositopenia. Anemia hemotolik akut di tandai dengan
SKENARIO B BLOK VII 39
penurunan haemoglobin secara tiba- tiba tanpa adanya
perdarahan di sertai hemoglobinuria.
c. Manifestasi Neuropsikiatri. Manifestasi neuropsikiatri seperti
sakit kepala, meningismus, sampai gangguan kesadaran
(Disorientasi, delirium, stupor, koma). Delirium merupakan
kejadian yang paling sering terjadi, dapat berkembang menjadi
enselopati, keadaan ini membaik 4-5 hari tetapi sering menetap
sampai suhu tubuh dan fungsi metabolic kembali normal.
Dilaporkan juga terjadinya shizofrenia.
d. Manifestasi Kardiovaskuler. Myokarditis di temukan pada 1-5 %
penderita Demam Typhoid. Manifestasi klinis bervariasi mulai
asimtomatik sampai nyeri dada, payah jantung, aritmia, atau
syok kardiogenik.
e. Manifestasi Hepatobilier. Ditandai dengan peningkatan SGOT
dan SGPT. Koleisistisis akut dan ikterus di dapatkan pada 1-5 %
kasus.
f. Manifestasi Urogenital. Sebanyak 25 % penderita Demam
Typhoid pernah mengekskresikan S.typi dalam air kemih selama
masa sakitnya. Kelainan yang paling sering di temukan adalah
proteinuri yang bersifst sederhana. Proteinuri pada sebagian
kasus di sebabkan oleh kompleks imun yang mengakibatkan
glomerulonefritis. Urin selain mengandung albumin dalam
jumlah kecil juga di dapati sedikit peningkatan elemen seluler.
Manifestasi lain yang mungkin terjadi adalah sindroma nefritik,
sistisis, pielonefritis, dan gagal ginjal.
g. Komplikasi lain. Manifestasi lain yang di temukan adalah
parotitis, otitis media, uveitis, arthritis, pancreatitis, orkitsa,
alopesia.
SKENARIO B BLOK VII 40
c. Bagaimana Kompetensi Dokter Umum (KDU) pada kasus ini?
Jawab :
Tingkat kemampuan yang diharapkan dicapai pada akhir pendidikan
dokter :
Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai
penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat
mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan
informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila
menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga
penyakitnya, dokter segera merujuk.
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan
mampu menindaklanjuti sesudahnya.
Tingkat Kemampuan 3
a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
Tingkat Kemampuan 4
SKENARIO B BLOK VII 41
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri
hingga tuntas (Standar Kompetensi Dokter, 2006).
d. Apa saja jenis pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
dari penyakit infeksi tropis endemik di Indonesia?
Jawab :
1. Uji Widal
Prinsip Pemeriksaan widal adalah untuk memeriksa reaksi
antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah
mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen
somatik (O) dan flagella (H) yang ditambahkan dalam jumlah
yang sama sehingga terjadi aglutinasi menunjukan titer
antibody dalam serum. Penelitian pada anak oleh Choo dkk
(1990) mendapatkan sensitifitas uji widal sebesar 64-74 % dan
spesifitas sebesar 76-83 %. Interpretasi uji widal harus
memperhatikan beberapa factor penderita seperti status
imunitas, stadium penyakit dan status gizi yang dapat
mempengaruhi pembentukan antibody. Kelemahan uji widal
yaitu rendahnya sensitifitas dan spesifisitas (Anagha, 2012).
2. Tubex TF
Tubex TF merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif
yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan
sensitivitas, spesifisitas di tingkatkan dengan menggunakan
antigen O9 yang yang benar- benar spesifik yang hanya di
temukan pada salmonella typi. Tes ini sangat akurat karena
SKENARIO B BLOK VII 42
hanya mendeteksi IgM dan tidak mendeteksi antibody IgG
dalam waktu beberapa menit.
3. Gall Kultur
e. Bagaimana pandangan islam dalam kasus ini?
Jawab :
Dalam Q.S. ’Abasa, 80: 24, Allah kembali meminta perhatian manusia
melalui firmanNya:
Hendaklah manusia memperhatikan makanannya.”
Lebih jauh, Islam mengemukakan secara rinci dan gamblang jenis-
jenis makanan dan minuman yang baik untuk dikonsumsi manusia
karena pengaruh positif dalam meningkatkan kualitas kesehatannya.
Islam juga mengajarkan untuk mencuci tangan sebelum makan.
2.6 Kesimpulan
Tn. Amir, 32 tahun, mengalami Demam Thypoid hingga terjadi sepsis (adanya
mikroorganisme patogenik atau toksinnya di dalam darah atau jaringan) yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella Thypi.
SKENARIO B BLOK VII 43
2.7 Kerangka Konsep
SKENARIO B BLOK VII 44
2.8 Learning Issue
No Pokok Bahasan What I
Know
What I don’t
Know
What I Have
to Prove
How I
will
Learn
1 Patofisiologi
penyakit infeksi
tropis
2 Jenis-jenis
demam
3 Penatalaksanaan
demam thypoid
4 Epidemiologi
demam thypoid
5 Komplikasi dari
demam thypoid
6
SKENARIO B BLOK VII 45
Patofisiologi penyakit infeksi tropis
Demam Thypoid
Masuknya kuman Salmonella typhi kedalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan
dalam lambung sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang
baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia kuman berkembang
biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak disalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke
plague peyeri ileum distal dan kemudian kegetah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag
ini masuk kedalam sirkulasi darah (sepsis) mengakibatkan bakteremia
pertama yang asimtomatik dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Diorgan-organ ini kuman meninggalkan sel-
sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik.
Didalam hati kuman masuk kedalam kandungan empedu berkembang
biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara “interemitten” kedalam
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui fases dan sebagian masuk
lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang
kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat
fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
dan selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malease,mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
gangguan mental, koagulasi.
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan (s.typhi interna makrofag menginduksi reaksi
SKENARIO B BLOK VII 46
hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ).
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat
akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan
limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot serosa, dapat
mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor sel
endokapiler akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsiki
kardiovaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainnya (Robbins, 2012).
Gambar : Patogenesis Demam Thypoid
SKENARIO B BLOK VII 47
Malaria
Gambar : Patogenesis infeksi plasmodium
Plasmodium akan mengalami dua siklus. Iklus aseksual (skizogoni)
pada tubuh manusia sedangkan siklus seksual (sporogoni) terjadi pada
nyamuk. Suklis seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan betina
untuk membentuk ookinet dalam perut nyamuk. Ookinet akan menembus
dinding lambung untuk membentuk kista diselaput luar lambung nyamuk .
Waktu yang diperlukan sampai pada proses ini adalah 8-35 hari, tergantung
dari situasi lingkungan dan jenis parasitnya. Pada tempat inilah kista akan
membentuk ribuan sporozoid yang terlepas kemudian terserbar keseluruh
organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar inilah
sporozoid menjadi matang dan siap ditulkarkan bila nyamuk menggigit.
Manusia yang tergigit nyamuk infektif 1akan mengalami gejala yang
sesuai dengan jumlah sporozoit, kualitas dan daya tahan tubuhnya. Sporozoit
akan memulai stadium eksoeritrositer dengan masuk ke sel hati. Dihati
SKENARIO B BLOK VII 48
sporozoid matang menjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan merozoid
jaringan. Merozoid akan masuk kealiran darah dan menginfeksi eritrosit
untuk memulai siklus eritrositer. Merozoid dalam eritrosit akan mengalami
perubahan morfologi yaitu :
merozoid→bentuk cincin→tropozoid→merozoid. Proses perubahan ini
memerlukan waktu 2-3 hari. Diantara merozoid-merozoid tersebut akan ada
yang berkembang membentuk gametosit untuk kembali memulai siklus
seksual menjadi mikrogamet (jantan) dan mikrogamet (betina). Eritrosit yang
terinfeksi pecah yang bermanifestasi pada gejala klinis. Jika ada nyamuk yang
menggigit manusia yang terinfeksi ini maka gametosit yang ada pada darah
manusia akan terhisab oleh nyamuk, dengan demikian siklus suksual pada
nyamuk dimulai demikian seterusnya penularan malaria.
Masa inkubasi malaria sekitar 7-30 hari tergantung spesiesnya. P.
falciparum memerlukan waktu 7-14 hari, p. vivax dan p. ovale 8-14 hari,
sedangkan p. malariae 7-30 hari. Masa inkubasu ini dapat memanjang karena
berbagai factor seperti pengobatan dab pemberian profilaksis dengan dosis
yang tidak adekuat (Widoyono, 2008).
Jenis-jenis demam
a. Demam septik
Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal
pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila
demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan
juga demam hektik.
SKENARIO B BLOK VII 49
Gambar : Siklus Demam Septik
b. Demam Remitten
Pada tipe demam remitten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal. Contoh : thypoid fever, in-
feksi virus & mycoplasma. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
pada demam septik.
Gambar : Siklud Demam Remitten
c. Demam Intermitten
Pada demam intermitten, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana, contohnya
Malaria.
SKENARIO B BLOK VII 50
Gambar : Siklus Demam Intermitten
d. Demam Kontinyu
Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia, contohnya Pneumonia
Gambar : Siklus Demam Kontinyu
e. Demam Siklik
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemu-
dian diikuti oleh kenaikan suhu tubuh seperti semula. Contoh : Lim-
foma Hodgkin's
SKENARIO B BLOK VII 51
Gambar : Siklus Demam Siklik
(Nelwan, 2009 dan El-Radhi, 2009)
Penatalaksanaan demam tifoid
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi. Penyakit
infeksi adalah jenis penyakit yang disebabkan oleh kuman , biasanya banyak
terdapat di daerah tropis seperti. Indonesia bahkan ada yang bersifat endemik.
Untuk menanggulangi penyakit ini digunakan antibiotika (Refdanita, dkk.,
2004).
Secara Farmakologi dan Non-farmakologi
Farmakologi
Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebaran kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
e. Kloramfenikol. Dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg
diberikan selama demamdilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 25 mg selama 5hari kemudian.
Penelitian terakhir (Nelwan dkk di RSUP Persahabatan), penggunaan
kloramfenikolmasih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama
seperti obat-obat terbaru dari golongfankuinolon.
f. Ampisilin/Amoksisilin. Dosis 50–150 mg/kg BB, diberikan selama 2
minggu.
SKENARIO B BLOK VII 52
g. Kotrimoksazol, 2x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol
dan 80 mg trimetoprim)diberikan selama 2 minggu.
h. Sefalosporin generasi II dan III. Di subbagian Penyakit Tropis dan Infeksi
FKUI-RSCM,pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam tifoid
dengan baik. Demam pada umumnyamereda pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah :
Ceftriaxone 4 gr / hari selama 3 hari
Norfloxacin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.
Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari
Pefloxacin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroxacin 400 mg/hari selama 7 hari2.
Non-Farmakologi
1. Istirahat dan perawatan profesional, bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepatpenyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kuranglebih selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Dalamperawatan perlu sekali dijaga higiene perseorangan, kebersihan
tempat tidur, pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Paien dengan
kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu
diperhatikan,karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
2. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif). Pertama pasien diberi
diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai
tingkatkesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pemberian makanan padatdini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (pantang sayuran dan serat kasar) dapat diberikandengan aman.
Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk
mendukungkeadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga
keseimbangan dan homeostasis, sistem imunakan tetap berfungsi dengan
optimal.Pada kasus perforasi dan renjatan septik diperlukan perawatan
SKENARIO B BLOK VII 53
intensif dan nutrisi parenteral total.Spektrum antibiotik maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapatdipertimbangkan.
Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik. Prognosis tidak
begitu baiuk pada kedua keadaan di atas (Gunawan, 2007).
Epidemiologi demam tifoid
Demam tifoid menyerang penduduk di semua Negara. Seperti
penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan dinegara berkembang
yang hygiene pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi
kasus bervariasi tergantung dari lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan
prilaku bermasyarakat. Angka insiden di Amerika serikat tahun 1990 adalah
300-500 kasus per tahun dan terus menurun. Prevalensi di amerika latin
sekitar 150/100.000 penduduk pertahun. Meskipun dalam tifoid menyerang
semua umur , namun golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun
(Widoyo, 2008).
Komplikasi demam tifoid
Komplikasi yang terjadi jika tidak dilakukan upaya preventif secara
komprehensif :
Demam Typhoid merupakan penyakit yang memberikan gejala lokal
sistemik. Selain gambaran klinis yang telah di uraikan di atas dapat terjadi
gambaran lain yang tidak biasa. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
Demam Typhoid antara lain:
1. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu :
a. Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi
melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-
tanda renjatan
SKENARIO B BLOK VII 54
b. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga yang terjadi pada
distal ileum. Perforasi yang tidak di sertai peritonitis hanya dapat di
temukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto
rontsen abdomen yang di buat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen dan nyeri pada tekanan.
2. Diluar usus
a. Manifestasi Pulmonal seperti Bronkitis dan pneumonia yang merupakan
infeksi sekunder
b. Komplikasi Hematologis. Depresi sumsum tulang tulang belakang yang
toksik pada penderita dengan manifestasi yang berat, menyebabkan
anemia, neutropenia, granulositopenia, dan trombositopenia. Anemia
hemotolik akut di tandai dengan penurunan haemoglobin secara tiba-
tiba tanpa adanya perdarahan di sertai hemoglobinuria.
c. Manifestasi Neuropsikiatri. Manifestasi neuropsikiatri seperti sakit
kepala, meningismus, sampai gangguan kesadaran (Disorientasi,
delirium, stupor, koma). Delirium merupakan kejadian yang paling
sering terjadi, dapat berkembang menjadi enselopati, keadaan ini
membaik 4-5 hari tetapi sering menetap sampai suhu tubuh dan fungsi
metabolic kembali normal. Dilaporkan juga terjadinya shizofrenia.
d. Manifestasi Kardiovaskuler. Myokarditis di temukan pada 1-5 %
penderita Demam Typhoid. Manifestasi klinis bervariasi mulai
asimtomatik sampai nyeri dada, payah jantung, aritmia, atau syok
kardiogenik.
e. Manifestasi Hepatobilier. Ditandai dengan peningkatan SGOT dan
SGPT. Koleisistisis akut dan ikterus di dapatkan pada 1-5 % kasus.
f. Manifestasi Urogenital. Sebanyak 25 % penderita Demam Typhoid
pernah mengekskresikan S.typi dalam air kemih selama masa sakitnya.
Kelainan yang paling sering di temukan adalah proteinuri yang bersifst
SKENARIO B BLOK VII 55
sederhana. Proteinuri pada sebagian kasus di sebabkan oleh kompleks
imun yang mengakibatkan glomerulonefritis. Urin selain mengandung
albumin dalam jumlah kecil juga di dapati sedikit peningkatan elemen
seluler. Manifestasi lain yang mungkin terjadi adalah sindroma nefritik,
sistisis, pielonefritis, dan gagal ginjal.
g. Komplikasi lain. Manifestasi lain yang di temukan adalah parotitis,
otitis media, uveitis, arthritis, pancreatitis, orkitsa, alopesia (IDAI,
2005)
SKENARIO B BLOK VII 56
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Adams.1995. Physical Diagnostic. Jakarta: EGC
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2012. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta : Badan Penerbit FK UI
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. 2009. Clinical manual of fever
in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag
Eroschenko. 2008. Atlas Histologi Difiore ed. 11. Jakarta :EGC
Gunawan,Gan,Sulistia.2007.Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Guyton, Arthur C.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Harrison. 2012. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta:
Badan Penerbit Pengurus Pusat IDAI
KDU (Standar Kompetensi Dokter. 2006. Jakarta.Konsil Kedokteran Indonesia
Nelwan, R.H., 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, 2767-
2768
Newman, Dorland. 2012. Kamus Kedokteran Dorland ed. 31. Jakarta: EGC
Robbins. 2007.Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
SKENARIO B BLOK VII 57
Sinzinger, dkk,. 2012. Platelet Function in the Postprandial Period.USA. diunduh
tanggal 2 juli 2013
Snell. 2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis ed.1. Semarang: EMS
Jurnal
Anagha, Kinikar. 2012. The Easy and Early Diagnosis of Thypoid Fever.India.
Journal of Clinical and Diagnostic Research.2012 april, vol-6(2):198-199.
Diunduh tanggal 1 juli 2013
Refdanita, dkk,. Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Vol.8 No.2
Desember 2004: 41-48 diunduh pada tanggal 3 Juli 2013
SKENARIO B BLOK VII 58