SKENARIO 3 ORTODONSIA

76
SKENARIO 3 ORTODONSIA LAPORAN TUTORIAL Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Blok Oral Diagnosis dan Rencana Perawatan KGU Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember Disusun oleh: Kelompok Tutorial III FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

Transcript of SKENARIO 3 ORTODONSIA

Page 1: SKENARIO 3 ORTODONSIA

SKENARIO 3 ORTODONSIA

LAPORAN TUTORIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial Blok Oral Diagnosis dan Rencana Perawatan KGU Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Disusun oleh:

Kelompok Tutorial III

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS JEMBER

2011

Page 2: SKENARIO 3 ORTODONSIA

DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

Tutor : drg. Tecky Indriana, M.Kes.

Ketua : Larasati Shintaningrum (091610101006)

Scriber Meja : Sufi Azzahro Khoirunnisa (091610101049)

Scriber Papan : Rheza Satya Permana (091610101095)

Anggota :

1. Dewi Fitria Anugrahati (091610101003)

2. Rischa Mufida (091610101004)

3. Fama Alburuda (091610101012)

4. Aminatus Sakdiyah (091610101014)

5. Riclas Yusuf Punta (091610101015)

6. Veny Alfiani (091610101016)

7. Rizki Nuha Aliyah (091610101019)

8. Lusy Augustin Margaretha (091610101026)

9. Ni Putu Meilisa Nitawati (091610101027)

10. Deny Rangga Gomay (091610101046)

11. M. Martin Widayat (091610101057)

12. Ernie Kusumawati (091610101045)

Page 3: SKENARIO 3 ORTODONSIA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orthodonsi dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh beberapa kondisi yang

timbul baik itu pada saat ilmu orthodonsi sendiri pertama kali muncul maupun selama

perkembangannya sampai saat ini. Maka diharapkan kita dapat mengetahui perbedaan

mendasar yang dimiliki bidang orthodonsi dengan bidang yang lain. Selain itu yang

tidak kalah pentingnya bahwa didalam mengandung “art” dalam perawatan orthodonsi.

Dimana ini diartikan bahwa setiap ilmuan atau para dokter gigi mempunyai keinginan

yang berbeda-beda dalam melakukan rencana perawatan di bidang orthodonsi tetapi

dengan tujuan yang satu yaitu dapat mencapai oklusi yang ideal.

Orthodonsi dalam artinya sangat banyak dipengaruhi oleh beberapa kondisi yang

timbul pada saat ilmu orthodonsi itu sendiri pertama kali muncul. Ada beberapa

pengertian yang sangat penting untuk diketahui. Ilmuwan dari amerika serikat,

pengertian orthodonsi diilhami oleh penemuan fosil yang ditemukan di yunani yang

berasal dari abad sebelum masehi lalu. Orthodontic/ orthodonsi menurut amerika serikat

terdiri dari 2 kata yaitu “orthos/ortho” yaitu lurus dan “odontos/donsi” yaitu gigi.

Sehingga dalam 2 kata tersebut dapat diambil pengertian yang dimaksud orthodonsi

adalah ilmu yang digunakan untuk membuat gigi lurus. Yang dimaksud gigi lurus adalah

gigi yang terletak pada lengkung rahang yang normal.

Sedangkan ilmuwan-ilmuwan benua eropa orthodonsi diartikan sebagai dental

orthopedies atau orthopedie dentofaciale. Secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu

yang digunakan untuk membuat lurus tidak hanya melibatkan gigi saja tetapi secara luas

diartikan muka juga dibuat lurus. Moyers dalam Handbook of orthodontic memberikan

pengertian orthodonsi sebagai bagian dari kedokteran gigi yang mempelajari

pertumbuhan dan perkembangan kompleks dari kraniofacial, perkembangan oklusi dan

perawatan keabnormalan dari dentofacial.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah etiologi dari maloklusi?

2. Bagaimana prosedur penegakan diagnosa dan perawatannya?

Page 4: SKENARIO 3 ORTODONSIA

3. Apa rencana perawatan dan prognosanya?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Menentukan etiologi dari maloklusi.

2. Menjelaskan prosedur penegakan diagnosa dan perawatan.

3. Menentukan rencana perawatan dan prognosa.

1.4 Mapping

Keluhan Pasien

Pemeriksaan

Analisis Analisis Analisis Analisis Analisis

Umum Lokal Model Fungsional Sefalometri

Diagnosa

Etiologi

Rencana Perawatan

Prognosa

Page 5: SKENARIO 3 ORTODONSIA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Ortodonsi adalah adalah subyek yang banyak mengundang kontroversi di kalangan

tenaga medis. Banyak pengetahuan mengenai sunyek ini yang bersumber dari hasil

pengalaman klinis, meskipun dewasa ini makin banyak ditekankan perlunya penelitiah-

penelitian ilmiah sebagai latar belakang dari metode-metode klinis. Pencegahan penyakit gigi

meerupakan salah satu aspek paling penting dari pemeliharaan gigi. Ortodonsi bisa dikaitkan

dengan pencegahan dalam tiga cara:

1. Mencegah maloklusi

2. Peranan perawatan ortodonsi dalam mencegah penyakit-penyakit gigi yang lain

3. Mencegah penyakit gigi selama periode perawatan ortodonsi.

(T. D. Foster. 1999: 311)

2.1 Oklusi Ideal

Dari hasil penelitian Angle (1899) mengenai oklusi statis pada posisi interkuspal,

mendefinisikan hubungan idela dari gigi-gigi molar pertama atas dan bawah tetap pada

bidang sagital. (T. D. Foster. 1999: 29)

Andrew (1972) menyebutkan enam kunci oklusi normal, yang berasal dari hasil penelitian

yang dilakukannya terhadap 120 subyek yang oklusi idealnya mempunyai enam

cirri.keenam ciri tersebut adalah: hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap

pada bidang sagital, angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang

transversal, inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital, tidak

adanya rotasi gigi-gigi individual, bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung, dan

kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam msing-masing lengkukng gigi, tanpa

celah maupun berjejal-jejal. (T. D. Foster. 1999: 29)

2.2 Klasifikasi Maloklusi

Klasifikasi dari maloklusi dirumuskan oleh Dr. E. H Angle. Seorang perintis

orthodonthi yang terkenal, pada tahun 1898. Beliau menentukan klasifikasi dari maloklusi

ini berdasarkan hubungan antar gigi molar pertama tetap dirahang atas dan gigi molar

pertama tetap dirahang bawah. Gigi M1 itu dipakai sebagai “fixed point”= “land mark”

sebab menurut anggapannya kedudukan dari M1 ini adalah yang paling stabil, jarang

Page 6: SKENARIO 3 ORTODONSIA

berubah kedudukannya dari yang lain, karena M1 ini ditunjang/tertanam didalam tulang

zygomaticus yang kuat sekali. (FKG UNEJ. 2009: 113-114)

Suatu tulang yang kuat sekali menurun dari zygomaticus, menuju ke processus

alveolaris, melingkupi akar-akar dari M1 atas, ridge ini terletak langsung diatas akar

mesio-buccal dari M1 atas. Hal ini oleh Dr. Atkinson dinamakan “Key Ridge”. (FKG

UNEJ. 2009: 114)

Dr. Angle membagi maloklusi itu atas 3 kelas, yakni :

1. Maloklusi kelas I

2. Maloklusi kelas II

3. Maloklusi kelas III

(FKG UNEJ. 2009: 114)

Oleh Dr. Lischer klasifikasi Dr. Angle diubah sebagai berikut :

1. Kelas I Angle disebut neutroklusi. Kelas I Angle adalah lengkungan gigi atas dan

bawah mempunyai hubungan mesio-distal yang normal. Dimana mesio-buccal

cusp dari M1 atas terletak di buccal groove M1 bawah, dan mesio-palatal cusp

dari M1 atas terletak disentral fossa M1 bawah, disto-buccal cusp dari Mi atas

terletak diantara embbrassure M1 bawah dan M2 bawah. Letaknya C atas

interlock antara C bawah dan P1 bawah.

2. Kelas II Angle disebut distoklusi. Kelas II Angle adalah gigi rahang bawah

letaknya lebih distal daripada keadaan normal dalam hubungannya dengan gigi-

gigi dan lengkungan gigi dirahang atas. Mesio-buccal cusp dari M1 atas letaknya

lebih ke mesial dari buccal groove M1 bawah.

Page 7: SKENARIO 3 ORTODONSIA

3. Kelas III Angle disebut mesioklusi. Kelas III Angle adalah gigi-gigi rahang bawah

letaknya lebih mesial dari pada normal dalam hubungannya dengan gigi-gigi

rahang atas. Mesio-buccal cusp M1 atas letaknya lebih kedistal daripada di buccal

groove M1 bawah.

(FKG UNEJ. 2009: 115-116)

Oleh Dr. Martin Dewey, maka kelas I maloklusi dari Angle dibagi menjadi atas

beberapa tipe, yakni :

1. Type 1 : Gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak di labial

2. Type 2 : Protrusi atau labio versi dari insisiv atas

3. Type 3 : Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas adalah lebih dari kearah lingual

terhadap gigi insisiv bawah (crosss bite gigi depan/anterior cross bite)

4. Type 4 : Cross bite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross bite)

5. Type 5 : Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnay gigi

depannya

6. Type 6 : Spacing, open bite, dan lain-lain.

(FKG UNEJ. 2009: 116-117)

Kelas II maloklusi (Angle)

a. Divisi I : Bilateral distal (insisiv atas prostrusi)

Subdivisi : Unilateral distal (hanya menggenakan atas sisi saja)

b. Divisi II : Bilateral distal (insisiv atau retrusi / steep bite)

Subdivisi : Unilateral distal

Gejala-gejala dari kelas II divisi I

1. Gigi-gigi insisiv atasnya prostrusi

2. Lengkung gigi atas yang sempit, dan bentuk palatum yang tinggi

3. Perkembangan dari mandibula yang kurang

Page 8: SKENARIO 3 ORTODONSIA

4. Deep overbite/overjet

5. Tekanan dari otot-otot yang abnormal

6. Bibir atas pendek dan naik keatas

7. Sering nernafas melalui mulut

8. Pertumbuhan ke jurusan transversal kurang

9. Mento labial sulcus dalam

10. Mencacat muka

11. Bone stabilitynya baik

Gejala-gejala dari kelas II divisi 2

1. Lengkung gigi bawah adalah dalam relasi distal seperti pada divisi I

2. Lengkung gigi atas adalah tidak begitu sempit

3. Berjejal-jejal, dari gigi insisiv atas dan inklinasinya lebih kelingual

(steep bite)

4. Setengah dari bagian mesial gigi insisiv lateral, menutupi setengah

bagian distal dari insisic sentral

5. Deep overbite

6. Perkembangan dari mandibula hampir normal

7. Tidak ada kebiasan bernafas melalui mulut

8. Pertumbuhan dalm jurusan transversal boleh dikatakan normal

9. Bone stability tidak baik

10. Tidak begitu mencacat muka

11. Pertumbuhan kearah vertikal kurang

(FKG UNEJ. 2009: 117-118)

Kelas III Angle (mesioklusi).

Dapat berupa : Bilateral atau Unilateral → Subdivisi. Kelas III maloklusi

dapat pula dibagi beberapa type, yaitu :

1. Type 1 : hubungan incisornya adalah edge to edge

2. Type 2 : insisiv atas menumpang pada insisiv bawah, seperti hubungan

yang normal dan insisiv bawah agak berjejal-jejal

3. Insisiv atasnya adalah linguoversi → Cross bite dan hal ini merupakan

progeny. (FKG UNEJ. 2009: 118)

Page 9: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Maloklusi kelas III dapat disebabkan karena pertumbuhan yang berlebihan dari

mandibula. Pertumbuhan yang berlebihan dari mandibula janganlah dikelirukan dengan

anterversion. Hal ini tidaklah suatu posisi mesial dari condyl di dalam glenoid fossa, tapi

ini adalah seluruhnya merupakan pertumbuhan yang berlebihan dari mandibula.

Lengkungan gigi bawah adalah lebih ke mesial dibandingkan yang keatas. Mesiobuccal

cusp dari M1 atas terletak pada buccal embrasure yang terletak antara M1 dan M2 bawah.

Maloklusi kelas III dapat pula oleh karena perkembangan dari lengkungan gigi atas yang

kurang dan perkembangan lengkungan gigi bawah yang berlebihan. Maloklusi kelas II

dan kelas III, sifatnya sangat progresif, apabila tidak cepat-cepat dirawat sewaktu usianya

masih muda, maka makin memburuk dan akan berkembang dento-facial deformity (cacat

muka dan gigi). (FKG UNEJ. 2009: 118-119)

1.3 Etiologi

Secara garis besar etiologi maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan

faktor lokal. Kadang-kadang suatu maloklusi sukar untuk ditentukan etiologinya karena

adanya berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhkembangan.

1. Faktor Herediter

Faktor herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1) disproporsi ukuran gigi dan

ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau berupa

diastema. Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan bawah yang

menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Menurut Mossey (1999) berbagai

komponen ikut menentukan terjadinya oklusi normal ialah :

a. Ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus

b. Faktor yang ikut memengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti basis kranial dan

lingkungan

c. Jumlah, ukuran dan morfologi gigi

d. Morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah, dan pipi)

Implikasi klinis untuk suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor herediter

adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat ortodontik,

namun sangat sulit untuk dapat menentukan seberapa besar pengaruh faktor herediter

terhadap maloklusi tersebut.

Page 10: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Etiologi Maloklusi Kelas I Angle

Pola skelet maloklusi kelas I biasanya kelas I tetapi dapat juga kelas II atau kelas III ringan.

Kebanyakan maloklusi kelas I disebabkan oleh faktor lokal yang berupa diskrepansi ukuran

gigi dan lengkung geligi.

Etilogi Maloklusi Kelas II Divisi 1 Angle

Pada maloklusi kelas II divisi 1 sering didapatkan letak mandibula yang lebih posterior

daripada maloklusi kelas I atau maksila yang lebih ke anterior sedangkan mandibula normal.

Terdapat korelasi yang tinggi antara pasien dengan keluarganya sehingga beberapa peneliti

menyimpulkan bahwa pewarisan maloklusi kelas II divisi 1 dari faktor poligenik.

Selain faktor genetik maloklusi kelas II divisi 1 juga disebabkan faktor lingkungan. Jaringan

lunak, msalnya bibir yang tidak kompeten dapat memengaruhi posisi insisiv atas karena

hilangnya keseimbangan yang dihasilkan oleh bibir dan lidah sehingga insisiv atas protrusi.

Etiologi Maloklusi Kelas II Divisi 2 Angle

Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-faktor yang memengaruhi skelet dan jaringan

lunak. Pola skelet pada maloklusi kelas II divisi 2 biasanya kelas II ringan ataupun kelas I.

pengaruh bibir bawah sangan besar terutama bila didapatkan high lower lip line (bibir bawah

menutupi lebih dari sepertiga panjang mahkota insisiv) yang menyebabkan posisi insisiv atas

retroklinasi.

Etiologi Maloklusi Kelas III Angle

Contoh paling jelas adanya pengaruh faktor genetik adalah progneti mandibula. Maloklusi

kelas III dapat terkadi karena faktor sklet, yaitu maksila yang kurang tumbuh sedangkan

mandibula normal atau maksila norma dan mandibula yang tumbuh berlebihan atau

kombinasi kedua keadaan tersebut. Selain itu juga diengaruhi oleh panjang basis kranial serta

sudut yang terbentuk antara basis kranial posterior dan anterior. Jaringan lunak tidak begitu

memainkan peranan dalam terjadinya maloklusi kelas III kecuali adanya tendens tekanan dari

bibir dan lidah yang mengkompensasi relasi skelet kelas III sehingga terjadi retroklinasi

insisiv bawah dan proklinasi insisiv atas.

Faktor genetik lebih memengaruhi skelet sedangkan faktor lingkungan lebih memengaruhi

letak gigi dalam lengkung geligi.

Page 11: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Kelainan Gigi

Beberapa kelainan gigi yang dipenagruhi faktor herediter ialah kekurangan jumlah gigi

(hipodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia), misalnya ada mesiodens, bentuk gigi yang

khas misalnya karabeli pada molar, kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya

kaninus yang terletak diantara premolar.

Kekurangan Jumlah Gigi

Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuknya gigi sama sekali. Bentuk gangguan

pertumbuhan yang tidak separah anodontia adalah hipodontia, yaitu suatu keadaan beberapa

gigi mengalami agenesis( sampai dengan 4 gigi), sedangkan oligodontia adalah gigi yang

tidak terbentuk lebih dari 4 gigi. Gigi yang sering agenesis adalah molar ketiga, premolar

kedua, dan insisiv lateral.

Kelebihan Jumlah Gigi

Yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak di garis median rahang atas

biasa disebut mesiodens. Jenis gigi kelebihan lainnya adalah yang terletak disekitar insisiv

lateral sehingga disebut laterodens dan premolar tambahan. Adanya gigi yang kelebihan

dapat menghalangi terjadinya oklusi normal.

Disharmoni Dentomaksiler

Disharmoni dentomaksiler adalah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi dan rahang

dalam hal ini lengkung gigi. Menurut Anggraini (1975) etiologi disharmoni dentomaksiler

adalah faktor herediter. Tanda-tanda klinis suatu disharmoni dentomaksiler di regio anterior

yang mudah diamati antara lain:

a. Tidak ada diastema fisiologis pada fase geligi sulung yang secara umum dapat

dikatakan bahwa bila pada fase geligi sulung tidak ada diastema fisiologis dapat

diduga bahwa kemungkinan besar akan terjadi gigi berdesakan bila gigi-gigi

permanen telah erupsi.

b. Pada saat insisiv sentral akan erupsi, gigi ini meresorpsi akar insisiv sentral sulung

dan insisiv lateral sulung secara bersamaan sehingga insisiv lateral sulung tanggal

prematur.

Page 12: SKENARIO 3 ORTODONSIA

c. Insisiv sentral permanen tumbuh dalam posisi normal oleh karena mendapat tempat

yang cukup. Bila letak insisiv sentral permanen tidak normal berarti penyebabnya

bukan disharmoni dentomaksiler murni tapi penyebab lain.

d. Pada saat insisiv lateral permanen akan erupsi dapt terjadi dua kemungkinan. Yang

pertama insisv lateral permanen meresorpsi akar kaninus sulung sehingga kaninus

sulung tanggal prematur dan insisiv lateral permanen tumbuh dalam letak yang

normal karena tempatnya cukup. Selanjutnya kaninus permanen akan tumbuh diluar

lengkung geligi karena tidak mendapat tempat yang cukup. Kemungkinan kedua

adalah insisv leteral permanen tidak meresopsi akar kaninus sulung tetapi tumbuh di

palatal sesuai dengan letak benihnya.

2. Faktor Lokal

Gigi Sulung Tanggal Prematur

Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi permanen.

Insisiv sentral dan lateral sulung yang tanggal prematur tidak begitu berdampak tetapi

kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran garis median. Molar pertama

sulung yang tanggal prematur juga dapat menyebabkan pergeseran garis median.

Molar kedua sulung terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling

sering tanggal prematur karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser

kearah diastema sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar

kedua tumbuh sesuai letak benihnya.

Persistensi Gigi

Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth berarti gigi

sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Bila diduga terjadi

persistensi gigi sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu

diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua

pasien.

Trauma

Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi

trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi gangguan

pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi permanen telah terbentuk makan

terjadi dilaserasi. Kalau ada dugaan terjadi trauma pada saat pembentukan gigi

Page 13: SKENARIO 3 ORTODONSIA

permanen perlu diketahui anamnesis apakah pernah terjadi trauma di sekitar mulut

untuk lebih memperkuat dugaan. Trauma pada salah satu sisi muka pada masa kanak-

kanak dapat menyebakan asimertri muka.

Pengaruh Jaringan Lunak

Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap letak

gigi. Menurut penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah

letak gigi. Misalnya pada lidah, karena letak lidah pada posisi istirahat tidak benar

atau karena makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir

dan pipi sehingga insisiv bergerak ke arah labial. Bibir yang telah dioperasi pada

pasien celah bibir dan langit-langit kadang-kadang mengandung jaringan parut yang

banyak selain tekannya yang besar oleh karena bibir pada keadaan tertentu menjadi

pendek sehingga memberi tekanan yang lebih besar dengan akibat insisiv tertekan

kearah palatal.

Kebiasaan Buruk

Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi

dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi . kebiasaan menghisap

jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila

kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen tumbuh. Bila kebiasaan ini

terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-

tanda berupa insisiv yang proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung

atas yang sempit serta retroklinasi insisv bawah. Kebiasaan menghisap bibir bawah

dapat menyebabkan proklinasi insisiv atas disertai jarak gigit yang bertambah dan

retroklinasi insisiv bawah.

Faktor Iatrogenik

Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik.

Misalnya, pada saan menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi

karena kesalahan desain atau dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar

sehingga terjadi gerakan gigi kedistal dan palatal. Pemakaian kekuatan besar untuk

menggerakkan gigi dapat menyebabkan resorpsi akar gigi yang akan digerakkan,

resorpsi yang berlebihan pada tulang alveolar selain kematian pulpa gigi. Kelainan

jaringan periodontal dapat juga disebabkan adanya perawatan ortodontik, misalnya

Page 14: SKENARIO 3 ORTODONSIA

gerakan gigi kearah labial/bukal yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

dehiscence dan fenestrasi.

2.3 Prosedur Penegakan Diagnosis dan Pemeriksaan

Analisis Umum

Analisis umum bertujuan untuk mendapatkan informasi riwayat kesehatan atau

medical history dari penderita saat masih ada dalam kandungan sampai sekarang pasien

datang keklinik .

Analisis Lokal

a. Extra Oral

-   Tipe Profil

Berhubungan dengan rencana perawatan, karena nantinya perataan gigi-gigi anterior

mengikuti profil pasien

Cara penentuan tipe profil,ada 2 cara :

a. Tanpa cephalometri (jaringan lunak)

Pasien dilihat dari samping melalui titik glabella, lip contour dan simphisis

b. Dengan cephalometri (jaringan keras)

Dengan memperlihatkan titik N (nasion), A(subspinal), P (pogonion)

Tipe profil terdiri dari tiga macam yaitu cekung, lurus, dan cembung. Adapun cara

pemeriksaannya dilihat dari arah samping penderita, kemudian ditarik garis imaginer yang

menghubungkan antara titik glabella-lip contour-symphisis.

Tipe profil lurus, apabila titik glabella- lip contour- symphisis berada dalam satu garis

lurus, dan tipe profil cekung apabila symphisis lebih ke anterior dibandingkan glabella dan lip

contour. Sedangkan tipe profil cembung apabila symphisis lebih ke posterior dibandingkan

titik glabella dan lip contour.

- Tipe muka

Tipe muka ini mencerimnkan lengkung rahang. Tipe Brachycephalic mempunyai tipe

muka lebar dan pendek, sedangkan lengkung giginya lebar. Tipe Dolicocephalic mempunyai

tipe muka dan bentuk lengkung geligi yang panjang dan sempit serta protusif yang dapat juga

disebut muka leptoprosop, dan tipe Mesochephalic mempunyai tipe muka dan bentuk

lengkung geligi yang berbentuk parabola.

Page 15: SKENARIO 3 ORTODONSIA

- Tipe kepala

Tipe kepala terdiri dari tiga macam yaitu Brachicephalic, Dolicocephalic, dan

Mesocephalic. Tipe kepala ini berhubungan dengan tipe muka dan bentuk lengkung geligi.

Adapun cara pemeriksaannya adalah penderita didudukkan pada posisi paling rendah,

kemudian dilihat dari atas dan diukur perbandingan antara panjang dan lebar kepala.

Pengukurannya dilakukan dengan menggunakan Indeks Cephalic (IC).

  Indeks Cephalic =  Lebar kepala maksimum x 100

                                   Panjang kepala maksimum

Dikatakan : Dolicocephalic apabila IC = X – 75,9

: Mesocephalic apabila IC = 76,0 – 80,9

                                                : Brachycephalic apabila IC = 81,0 – X

- Bentuk muka / kepala

Berhubungan dengan riwayat kelahiran

Asimetris karena : keturunan, faktor pusat pertumbuhan dan perkembangan, makanan

intrauterus, kebiasaan jelek, penyakit, fungsi otot kunyah yang tidak harmonis

Wajah pasien dapat dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar mata, hidung

dan mulut, juga untuk melihat apakah wajah simetri atau asimetri dan proporsi ukuran

vertical.Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka pasien dari depan bila terdapat

asimetri dapat mudah akan dikenali adanya simetri rahang terhadap muka secara keseluruhan.

Muka yang tidak simetris dapat merupakan variasi biologis, keadaan patologis ataupun

kelainan kongenital.

Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya dengan bentuk

muka, palatum, maupun bentuk lengkung gigi. Bentuk kepala ada 3 yaitu : dolikosefalik,

mesosefalik dan brakisefalik.

- Tonus otot

Pada ilmu ortodonti jaringan lunak yang berpengaruh adalah pipi, bibir dan lidah.

Bentuk dan aktivitas jaringan tersebut memainkan peranan yang penting dalam menentukan

bentuk lengkung geligi. Letak keseimbangan gigi ditentukan oleh keseimbangan antara pipi,

Page 16: SKENARIO 3 ORTODONSIA

bibir dan lidah. Letak bibir dan pipi lebih berpengaruh daripada kekuatan yang bersifat

sementara yang dihasilkan oleh kekuatan otot.

Bila bibir cukup panjang untuk mencapai kontak bibir atas tanpa kontraksi otot pada

saat mandibula dalam keadaan istirahat disebut bibir yang kompeten. Bila diperlukan

kontraksi otot pada saat mandibula dalam keadaan istirahat dinamakan bibir yang tidak

kompeten.

a. Normal :bibir atas 2 mm dari insisal, I RA terlihat

b. Hipotonus (bibir pendek) : bibir berada > 2 di atas insisal insisif

RA.Bibir sulit untuk menutup, ciri :protusi

c. Hipertonus (bibir panjang) : biasanya pada pasien yang mempunyai

kebiasaan menggigit bibir bawah.

- Fonetik

Pasien disuruh mengucapkan huruf S, M, F, V. Bila pasien tidak bisa mengucapkan

huruf dengan benar berarti pasien bisa memiliki kelainan seperti gigitan terbuka, kehilangan

gigi anterior atau kelainan ukuran lidah.

Terdapat hubungan maloklusi dengan kelainan bicara akan tetapi karena adanya

mekanisme adaptasi, anak dengan maloklusi yang parah tetap terdapat berbicara dengan

tanpa gangguan.

- Kebiasaan jelek

Anamnesis bad habit dinamaksudkan untuk mengetahui etiologi maloklusi pasien

apakah berasal dari suatu kebiasaan buruk yang telah / sedang dilakukan pasien.

Untuk itu tanyakan kepada pasien atau orang tuanya tentang :

- Jenis : Bad habit apa yang telah dilakukan ?

- Kapan : Umur berapa bad habit dilakukan, apakah sekarang masih dilakukan ?

- Durasi : Dari sejak kapan sampai kapan dilakukan ?

- Frekuensi : Berapa kali per jam / perhari dilakukan ?

- Intensitas : Seberapa kuat / keras dilakukan ?

- Posisi : Bagaimana dan di bagian mana dilakukan ?

- Apakah ada hubungan anatara bad habit yang dilakukan dengan keadaan maloklusi pasien.

Kebiasaan jelek perlu diperiksa karena kebiasaan jelek dapat menjadi penyebab suatu

maloklusi. Tidak semua kebiasaan jelek menyebabkan maloklusi ada 3 syarat yang harus ada

pada suatu kebiasaan jelek agar dapat menghasilkan suatu maloklusi yaitu : lamanya

kebiasaan berlangsung, frekuensi yang cukup serta intensitas melakukan kebiasaan tersebut.

Page 17: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Beberapa macam kebiasaan jelek diantaranya: menghisap jari, menghisap bibir atau

menggigit bibir dan menggigit kuku.

Intra Oral

Pemeriksaan intra oral dilakukan dengan cara:

1. Jaringan mukosa mulut

a. Gingiva

Dalam keadaan normal/hypertrophy/hypotrophy. Adanya peradangan gingival

dapat ditentukan dengan gingival indeks (GI)

b. Mukosa labial.

Dalam keadaan normal/inflamasi atau dalam keadaan kelainan lainnya. Pasien

dengan oral hygiene yang jelek biasanya memiliki mukosa labial dan gingival

yang inflamasi dan hypertrophy. Normal : warana coral pink, konsistensi kenyal,

tekstur pada gingiva cekat terdapat stippling, margin gingiva mengelilingi gigi

seperti kerah baju, apabila mukosa ditekan berwarna pucat, jika dilepas akan

kembali normal.

2. Keadaan Lidah

Pemeriksaan lidah meliputi bentuk, ukuran dan fungsi. Pada lidah pasien tampak :

a. Ukuran lidah yang sedang

b. Terdapat candidiasis pada bagian dorsum lidah

3. Palatum

Dalam keadaan normal / tinggi / rendah / lebar / sempit. Pasien dengan pertumbuhan

rahang atas kurang ke lateral memiliki bentuk palatum yang tinggi sempit, sebaliknya jika

terdapat pertumbuhan yang berlebihan memiliki palatum yang lebar.

4. Kebersihan Mulut (Oral Hygiene)

Dalam keadaan baik / sedang / buruk. Kebersihan mulut yang terjaga dengan baik

merupakan indikator perhatian pasien terhadap gigi dan rongga mulut serta dapat diharapkan

adanya kerja sama yang baik dengan pasien. Oleh karena itu motivasi menjaga kebersihan

mulut perlu dilakukan sebelum dilakukan perawatan Ortodontic.

5. Frekuensi Karies

Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi yang karies merupakan

penyebab utama maloklusi local. Karies merupakan penyebab terjadinya tanggal

Page 18: SKENARIO 3 ORTODONSIA

prematurgigi sulung sehingga terjadi pergeseran gigi permanen, erupsi gigi permanen yang

lambat dan lain-lain.

6. Fase geligi

Pasien yang dating untuk perawatan orthodontic biasanya dalam geligi pergantian

atau permanen dan jarang pada fase geligi sulung. Fase geligi sulung ditandai denagn adanya

gigi sulung dirongga mulut ( kurang lebih sampai umur 6 tahun). Fase geligi pergantian

ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi permanen (kurang lebih antara umur 6-11

tahun), merupakan proses pergantian dari fase geligi sulung kefase geligi permanen. Fase

geligi permanen bila semua gigi geligi telah dalam rongga mulut adalah gigi permanen

semua.

Keterangan Rontenogram

Pada gambaran rontenogram ini dapat membantu menegakkan diagnosa. Foto

rontgen ini mempunyai berbagai kegunaan untuk :

a. Mengetahui benih gigi

b. Menentukan letak benih gigi

c. Untuk mengetahui ukuran benih gigi

d. Untuk mengetahui ukuran dan arah erupsi gigi.

e. Mengetahui gigi-gigi yang impaksi

f. Mengetahui lebar mesiodistal.

g. Untuk mengetahui required space

h. Mengetahu urutan erupsi gigi

i. Menentukan adanya kelainan periapikal, periodontal, vitalitas, karies dan

kelainan akar gigi.

Analisis Fungsional

a. Freeway Space

Merupakan jarak inter-oklusal (interoclusal clearence) pada saat mandibula

dalam posisi istirahat.

Cara Pengukuran :

1. Pasien didudukkan dalam posisi istirahat (rest position), kemudian ditarik

garis yang yang menghubungkan antara titik di ujung hidung dan ujung dagu

(paling anterior) dan dihitung berapa jaraknya.

Page 19: SKENARIO 3 ORTODONSIA

2. Pasien dalam keadaan oklusi sentris, kemudian ditarik garis yang

menghubungkan antara titik di ujung hidung dan ujung dagu (paling anterior)

dan dihitung berapa jaraknya.

3. Nilai FWS, jarak pada saat posisi istirahat dikurangi jarak pada saat oklusi

sentris.

Nilai normal menurut Houston = 2-3 mm.

b. Path of closure

Merupakan gerakan mandibula dari posisi istirahat menuju oklusi sentris.

Normal, apabila gerakan mandibula ke atas, ke muka dan ke belakang.

Tidak normal apabila :

1. Deviasi mandibula

2. Displacement mandibula

Cara Pemeriksaan :

1. Pasien didudukkan pada posisi istirahat (rest position), dilihat posisi garis

mediannya.

2. Pasien diinstruksikan untuk oklusi sentris dari posisi istirahat dan dilihat

kembali posisi garis mediannya.

Apabila posisi garis median pada saat posisi istirahat menuju oklusi sentris

tidak terdapat pergeseran (sliding) maka tidak terdapat gangguan path of closure.

Apabila posisi garis median pada posisi istirahat menuju oklusi sentris terdapat

pergeseran (sliding) maka terdapat gangguan path of closure.

c. Sendi temporo – mandibular

Merupakan gerakan mandibula saat membuka dan menutup mulut.

Cara Pemeriksaan :

1. Pasien didudukkan pada posisi istirahat.

2. Diletakkan kedua jari telunjuk operator dibagian luar meatus acusticus

externa kiri dan kanan pasien.

3. Pasien diinstruksikan untuk membuka dan menutup mulut.

Apabila tidak terasa adanya krepitasi saat palpasi dibagian luar meatus

acusticus externa atau bunyi clicking pada saat membuka dan menutup mulut

maka pola pergerakan sendi temporomandibular normal.

Page 20: SKENARIO 3 ORTODONSIA

d. Pola atrisi :

Pola atrisi dikatakan tidak normal apabila terjadi pengikisan dataran oklusal

gigi permanen pada usia fase geligi pergantian.

I.1 Analisis Model

a. Bentuk lengkung geligi

b. Jumlah lebar 4 insisisiv rahang atas.

apabila jumlahnya : 28-36 mm, berarti normal, kurang dari 28 mm disebut

mikrodonti dan bila lebih dari 36 mm disebut makrodonti.

c. Diskrepansi pada Model (DM)

Diskrepansi model adalah selisih antara tempat yang tersedia dan tempat yang

dibutuhkan yang diukur berdasarkan model studi. Tujuan pengukuran adalah untuk

menentukan adaya kekurangan atau kelbihan tempat dari gigi geligi berdasarkan

model studi yang akhirnya untuk menentukan macam perawatan yang dilakukan pada

maloklusi yang ada.

d. Kurve spee

Kurve Spee merupakan lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang

oklusal molar terakhir pada rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak

melebihi 1.5mm. Pada kurva spee positif seperti pada pasien, bentuk kurvanya jelas

dan dalam. Biasanya didapatkan gigi insisiv yang supra posisi atau gigi posterior yang

infra posisi atau gabungan kedua keadaan ini.

e. Diastema

Diastema adalah ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingival diantara gigi-gigi

kelihatan.

f. Pergeseran Gigi Geligi

Pemeriksaan gigi yang terletak salah dilakukan pada gigi secara individu. Menurut

Angle (1907) dengan diketahuinya kelainan letak gigi secara individu dapat

direncanakan perawatan untuk meletakkan gigi-gigi tersebut pada letaknya yang

benar. Pada pasien terdapat beberapa gigi yang terletak salah yaitu mengalami rotasi

yang dapat dijelaskan sebagi berikut :

- Insisivus pertama kiri atas : mesio-palato rotasi sentris

- Insisivus kedua kiri atas : mesio-palato rotasi sentries

- Insisivus kedua kanan bawah : disto-linguo rotasi eksentris

- Insisivus pertama kanan bawah : mesio-linguo rotasi eksentris

Page 21: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Untuk menilai apakah terdapat pergeseran garis median lengkung geligi terhadap

median muka dilihat letak insisivus sentral kiri dan kanan. Bila titik kontak insisiv

central terletak di sebelah kiri garis median muka maka keadaan ini disebut terjadi

pergeseran ke kiri, demikian pula sebaliknya. Penentuan garis muka sebaiknya

dilakukan langsung pada pasien. Cara melihat pergeseran median muka melewati titik

kontak insisiv central masing-masing rahang. Bila titik kontak terletak pada garis

median berarti tidak terdapat pergeseran akan tetapi bila titik kontak terletak di sebelah

kiri atau kanan garis median muka maka terdapat pergeseran ke kiri atau ke kanan.

g. Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan kelompok gigi

- Letak berdesakan : yaitu gigi yang tumpang tindih. Pada pasien

terdapat pada anterior rahang atas

- Retrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya

terhadap garis maksila kkurang dari 110o, untuk rahang bawah kurang dari 90o. .

tidak terdapat kelompok gigi yang retrusi.

- Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya

terhadap maksila lebih dari 110o untuk rahang bawah sudutnya lebih dari 90o

terhadap garis mandibula. tidak terdapat kelompok gigi yang protrusi

Tidak ada kelompok gigi yang mengalami retrusi ataupun protrusi. Hal ini juga dapat

dilihat berdasrkan gigi yang terletak salah. Jika retrusi anterior harus ada gigi yang

palatoversi atau lingoversi. Sedangkan jika protrusi anterior harus ada gigi yang

labioversi.

Page 22: SKENARIO 3 ORTODONSIA

d. Relasi gigi geligi rahang atas terhadap rahang bawah

Sagital

Relasi gigi caninus rahang atas dan rahang bawah baik sebelah kanan maupun

sebelah kiri tidak ada relasi. Karena gigi-gigi caninus permanen kanan belum ada

yang erupsi sehingga masih gigi sulung, sedangkan gigi caninus permanen kiri hanya

rahang bawah yang sudah erupsi.

Tidak terdapat relasi gigi caninus dikarenakan gigi caninus masih sulung

Relasi gigi molar permanen rahang atas dan rahang bawah kanan maupun kiri

didapatkan relasi neutroklusi.

Terdapat relasi pada gigi molar terhadap rahang bawah yaitu hubungan

neutroklusi.

Transversal

Lebar rahang mempengaruhi lebar lengkung. Pada bayi gusi atas lebih lebar

dari bawah dan bila molar susu bererupsi cusp bukal gigi-gigi atas menutupi cusp

bukal bawah. Hubungan transversal serupa juga terdapat pada gigi geligi tetap.

Lebar rahang juga dipengaruhi oleh otot pipi dan lidah. Jadi, inklinasi gigi-gigi

pada beberapa keadaan, dapat mengkompensasi penyimpangan lebar antara rahang

atas dan bawah.

Bila dasar maksila sempit dalam hubungannya dengan mandibula dan

inklinasi gigi-gigi tidak mengkompensasi keadaan tersebut, rahang atas dan bawah

dapat memiliki lebar sama. Pada keadaan ini, mandibula biasanya tergeser satu sisi

pada saat menutup mulut untuk mendapat intercuspal maksimal. Keadaan ini

menghasilkan crossbite (gigitan silang) unilateral. Bila masih ada penyimpangan lebar

yang besar maka terbentuk croosbite bilateral.

Page 23: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Crossbite sangat sering terjadi bila ada hubungan rahang klas III, karena

bagian rahang bawah yang lebih besar merupakan antagonis maksila.

Kadang-kadang dasar maksila jauh lebih lebar daripada mandibula dan

terdapat crossbite lingual atau scissor bite. Keadaan tersebut biasanya unilateral, tetapi

kadang-kadang juga bilateral.

Pemeriksaan hubungan Transversal

Secara klinis lebar dasar maksila dan mandibula tidak dapat diukur. Tetapi bila

ada crossbite, harus diingat bahwa mungkin terdapat malrelasi basal. Bila crossbite

unilateral dan ada pergeseran lateral mandibula pada saat menutup mulut ke oklusi,

pelebaran sederhana seringkali berhasil. Crossbite bilateral mencerminkan

penyimpangan basal yang lebih parah dan maloklusi tidak dapat dirawat dengan

pesawat sederhana.

Vertikal

Hubungan vertikal antara maksila dan mandibula sangat dipengaruhi oleh

bentuk mandibula dan panjang istirahat otot kunyah. Ruang antara dasar maksila dan

mandibula disebut “ruang intermaksilaris”. Pada anak gigi dan processus alveolaris

berkembang untuk membentuk oklusi dan bila tinggi ruang intermaksilaris meningkat

sejalan dengan pertumbuhan, pertumbuhan vertical struktur dento-alveolar dapat

memepertahankan oklusi.

Bila tinggi ruang intermaksilaris sangat besar di bagian depan, struktur dento-

alveolar dapat mencapai daya pertumbuhan maksimal tanpa membentuk oklusi. Pada

keadaan ini terdapat open bite (gigitan terbuka) skeletal. Harus diingat bahwa open

bite skeletal tidak dapat dirawat dengan memundurkan gigi-gigi depan yang telah

bertumbuh sebesar mungkin. Juga tidak dengan mengasah atau mencabut gigi

belakang. Keadaan ini tidak mempengaruhi tinggi istirahat tetapi mengharuskan

adanya overclosure untuk memperoleh oklusi. Jenis perawatan ini tidak memperbaiki

wajah pasien dan overclosure dapat menimbulkan rasa sakit otot jangka panjang.

Untungnya open bite skeletal jarang dengan sendirinya mengganggu wajah dan

fungsi. Tetapi open bite skeletal seringkali berhubungan dengan pola skeletal klas III.

Bila operasi perbaikan pola skeletal merupakan indikasi, open bite skeletal dapat

diperbaiki bersamaan.

Page 24: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Reduksi tinggi ruang intermaksilaris mungkin berhubungan dengan overbite

yang dalam tetapi ada faktor-faktor lain, seerti oklusi antar insisivus yang lebih

penting peranannya.

2.4 Rencana Perawatan

Dalam merencanakan perawatan ortodontik berdasar problema yang ada pada pasien

beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah:

- Keinginan pasien

- Wajah pasien

- Susunan dan simetri gigi dalam rahang

- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan sagital

- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan transversal

- Relasi gigi dan rahang dalam jurusan horizontal

Prinsip dasar perencanaan perawatan ortodontik meliputi kesehatan mulut,

perencanaan perawatan rahang bawah, perencanaan perawatan rahang atas, relasi gigi

posterior, penjangkaran dan masa retensi .

Kesehatan mulut. Sebelum memulai perawatan ortodontik harus diupayakan

kesehatan mulut yang baik. Gigi-gigi yang karies perlu dirawat demikian juga adanya

kalkulus dan penyakit periodontal harus dirawat. Bila didapatkan penyakit sistemik, misalnya

diabetes mellitus kadar gula darah harus terkontrol .

Perencanaan perawatan rahang bawah. Perencanaan perawatan di rahang bawah

terutama di region insisivi dilakukan lebih dahulu kemudian rencana perawatan rahang atas

disesuaikan. Insisivi bawah diletakkan dalam posisi yang stabil, yaitu terletak pada daerah

keseimbangan di antara lidah, bibir dan pipi. Perubahan letak insisivi yang berlebihan

cenderung terjadi relaps .

Perencanaan perawatan rahang atas. Penyesuaian perawatan rahang atas terhadap

rahang bawah dilakukan terutama untuk mendapatkan relasi kaninus klas I, hal ini

mempengaruhi pertimbangan seberapa banyak tempat yang dibutuhkan dan banyaknya

kaninus diretraksi .

Page 25: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Relasi gigi posterior. Hendaknya diupayakan mendapatkan relasi molar pertama

permanen kelas I tetapi bila tidak memungkinkan relasi molar bisa juga kelas II atau kelas

III .

Penjangkaran. Mavam penjangkaran yang digunakan perlu dipikirkan untuk

mencegah terjadinya kehilangan penjangkaran (gigi penjangkar bergeser ke mesial) yang

berlebihan, apakah penjangkaran cukup dari gigi-gigi yang ada ataukah perlu mendapat

penjangkaran dari tempat yang lain misalnya dari penjangkaran ekstra oral.

Masa retensi. Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus yang

dirawat ortodontik. Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik membutuhkan masa retensi

untuk mencegah relaps, yaitu kecenderungan untuk kembali ke posisi sebelum dilakukan

perawatan. Macam piranti retensi dan lama pemakaian piranti tersebut perlu dijelaskan

kepada pasien sebelum dilakukan perawatan ortodontik. Untuk piranti retensi lepasan

dibutuhkan kepatuhan pasien untuk memakai piranti retensinya .

Alat-alat Orthodontik

Secara garis besar, alat orthodontik dapat dibagi dua, yaitu alat orthodontik cekat

(fixed orthodontic appliances) dan lepasan (removable orthodontic appliances).

Pemilihan jenis alat sangat bergantung kepada diagnosis, dan berat ringannya kasus.

Biasanya pada kasus maloklusi ringan yang tidak memerlukan pencabutan, yang digunakan

adalah alat orthodontik lepasan. Alat ini dapat dilepas sewaktu-waktu oleh pasien, oleh

karena itu tingkat keberhasilan perawatan sangat bergantung pada kedisiplinan pasien itu

sendiri.

Gbr. Alat orthodontik lepasan

Page 26: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Salah satu alat orthodontik lepasan adalah expantion arch yang digunakan untuk

mengekspansi langit-langit sehingga didapatkan ruangan untuk pergeseran gigi.

Gbr. Expantion arch pada model gigi

Penggunaan alat lepasan pada perawatan ortodonti

Pada umumnya, pasien memilih alat lepasan dengan alasan biaya lebih murah, mudah

dibuka dan dipasang sendiri, serta mudah dibersihkan. Namun alat ini mudah patah bahkan

hilang, seringkali mengganggu fungsi bicara, dan pemakaian pada rahang bawah lebih sulit

ditoleransi dibandingkan rahang atas sehingga pasien jarang yang menggunakannya secara

purna waktu. Berdasarkan sudut pandang dokter gigi, alat lepasan juga memiliki keuntungan,

antara lain penjangkaran dapat diperoleh dari palatum dan dapat digunakan pada pasien

anakanak untuk mengurangi overjet. Tetapi alat ini mempunyai kekurangan yaitu gerakan

yang bisa dihasilkan hanya tipping, sulit menghasilkan penjangkaran intermaksiler, tidak

efektif untuk pergerakkan sejumlah gigi secara bersamaan, dan karena alat dibuat di

laboratorium, maka memerlukan keterampilan dan keahlian yang memadai. Dengan

pertimbangan bahwa kemampuan alat lepasan sangat terbatas, maka kasus yang bisa dirawat

menggunakan alat jenis ini harus dibatasi.

Menurut Proffit2, penggunaan alat lepasan ditujukan untuk kasus yang bisa diatasi

dengan mengekspansi lengkung gigi, yaitu dengan cara menggerakkan gigi gigi sehingga

menempati lengkung yang lebih lebar atau mereposisi gigi secara individual untuk masuk ke

dalam lengkung.

Page 27: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Indikasi alat lepasan untuk kasus-kasus:

(1) Maloklusi skeletal berkisar pada kelas I. Pengurangan atau penambahan overjet

hanya

sebatas yang bisa dikoreksi dengan mengubah inklinasi gigi insisif,

(2) Perawatan bisa dilakukan hanya pada salah satu rahang, misalnya rahang atas

menggunakan alat lepasan sementara rahang bawah hanya dicabut atau tidak

dirawat,

(3) Malposisi individual gigi dimana posisi apikalnya bisa diperbaiki dengan tipping,

(4) Perawatan dengan pencabutan yang membutuhkan hanya gerakan tipping untuk

menutup ruang pencabutannya,

(5) Maloklusi dalam arah buko-lingual yang diikuti dengan pergeseran mandibula,

contohnya crossbite unilateral gigi posterior,

(6) Penutupan ruang pencabutan yang menyisakan ruangan sehingga gigi segmen

bukal harus dimajukan.

Kontra indikasi pemakaian alat lepasan adalah:

(1) Maloklusi skeletal yang nyata, misalnya kelas I protrusif bimaksiler, kelas II dan

kelas III skeletal, openbite atau deepbite skeletal,

(2) Perawatan yang memerlukan perbaikan relasi gigi antara rahang atas dan bawah,

(3) Kelainan posisi apikal gigi dan rotasi yang parah, serta melibatkan banyak akar,

(4) Membutuhkan pergerakan secara bodily,

Page 28: SKENARIO 3 ORTODONSIA

(5) Kelainan dalam arah vertikal seperti deepbite, openbite, dan kelainan ketinggian

gigi,

(6) Masalah kekurangan atau kelebihan ruangan yang besar.

Kasus-kasus yang diindikasikan untuk alat lepasan juga harus mempertimbangkan

faktor usia. Alat lepasan lebih sesuai untuk pasien usia 6 hingga 16 tahun, dimana waktu

perawatan lebih banyak memanfaatkan periode masa geligi pergantian.

Page 29: SKENARIO 3 ORTODONSIA

BAB 3PEMBAHASAN

3.1 SKENARIOIda usia 10 tahun datang ke RSGM bersama kedua orang tuanya dengan keluhan ingin

merapikan giginya yang dirasakan sangat mengganggu penampilan karena gigi yang diatas

tongos. Menurut hasil anamnesa dan pemeriksaan ekstra oral didapat adanya bibir atas yang

hipotonus. Ida ingin segera dirawat, dan dia sangat kooperatif sekali di dalam setiap

pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan klinis didapat :

- Profil Ida : cembung

- Gigi permanen sudah erupsi semua

- Diskrepansi model RB : -3 mm . RA : -6 mm

- Terdapat gigitan silang : 2

2

- Terdapat labioversi pada gigi 1 1 2

- Terdapat tumpang tindih pada gigi anterior rahang atas dan rahang bawah

- Tidak terjadi pergeseran garis median

- Tumpang gigit 2 1 2 ; 1mm ; 1 : 0

2 1 2 1- Jarak gigit 2 = -2mm ; 1 = 1 mm ; 1 = 0 ; 2 = 2mm

2 1 1 2

3.2 EtiologiDisharmoni Dentomaksiler

Disharmoni dentomaksiler adalah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi dan rahang

dalam hal ini lengkung gigi. Menurut Anggraini (1975) etiologi disharmoni dentomaksiler

adalah faktor herediter. Tanda-tanda klinis suatu disharmoni dentomaksiler di regio anterior

yang mudah diamati antara lain:

e. Tidak ada diastema fisiologis pada fase geligi sulung yang secara umum dapat

dikatakan bahwa bila pada fase geligi sulung tidak ada diastema fisiologis dapat

diduga bahwa kemungkinan besar akan terjadi gigi berdesakan bila gigi-gigi

permanen telah erupsi.

f. Pada saat insisiv sentral akan erupsi, gigi ini meresorpsi akar insisiv sentral sulung

dan insisiv lateral sulung secara bersamaan sehingga insisiv lateral sulung tanggal

prematur.

Page 30: SKENARIO 3 ORTODONSIA

g. Insisiv sentral permanen tumbuh dalam posisi normal oleh karena mendapat tempat

yang cukup. Bila letak insisiv sentral permanen tidak normal berarti penyebabnya

bukan disharmoni dentomaksiler murni tapi penyebab lain.

h. Pada saat insisiv lateral permanen akan erupsi dapt terjadi dua kemungkinan. Yang

pertama insisv lateral permanen meresorpsi akar kaninus sulung sehingga kaninus

sulung tanggal prematur dan insisiv lateral permanen tumbuh dalam letak yang

normal karena tempatnya cukup. Selanjutnya kaninus permanen akan tumbuh diluar

lengkung geligi karena tidak mendapat tempat yang cukup. Kemungkinan kedua

adalah insisv leteral permanen tidak meresopsi akar kaninus sulung tetapi tumbuh di

palatal sesuai dengan letak benihnya.

Hipotonus Bibir AtasTekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap letak

gigi. Menurut penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi.

Misalnya pada lidah, karena letak lidah pada posisi istirahat tidak benar atau karena

makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga

insisiv bergerak ke arah labial. Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-

langit kadang-kadang mengandung jaringan parut yang banyak selain tekannya yang besar

oleh karena bibir pada keadaan tertentu menjadi pendek sehingga memberi tekanan yang

lebih besar dengan akibat insisiv tertekan kearah palatal.

Keadaan bibir yang hipotonus dapat menyebabkan ketidak seimbangan tekanan antara

lidah dan bibir. Sehingga pada pasien, otot pada lidah akan mendorong gigi ke anterior.

Persistensi Gigi 12Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth berarti gigi

sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Bila diduga terjadi

persistensi gigi sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga mulut, perlu diketahui

anamnesis pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien.

Page 31: SKENARIO 3 ORTODONSIA

3.3 Prosedur Penegakan Diagnosis dan PemeriksaanProsedur diagnosis diperlukan untuk mendapatkan/memperoleh diagnose yang tepat

dari suatu maloklusi gigi serta menentukan rencana perawatan di bidang ortodonsia yaitu

sebagai berikut :

1. Analisa umum

2. Analisa lokal

3. Analisa fungsional

4. Analisa model

a. Analisis Umum

Biasanya pada bagian status awal suatu pasien tercantum nama, jenis kelamin,

umur, dan alamat pasien. Jenis kelamin dan umur pasien selain sebagai identitas pasien

juga sebagai data yang berkaitan dengan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial

pasien, misalnya perubahan fase geligi dari fase geligi sulung ke geligi pergantian

akhirnya ke fase geligi permanen. Juga adanya perbedaan pertumbuhkembangan muka

pria dan wanita, demikian juga adanya perbedaan pertumbuhkembangan pada umur

tertentu pada jenis kelamin yang sama.

Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya, yang dirasakan

kurang baik sehingga mengganggu estetik dentofasial dan mempengaruhi status sosial

serta fungsi pengunyahannya. Pada tahap ini sebaiknya dokter gigi mendengarkan apa

yang menjadi keluhan seorang pasien dan tidak mengambil kesimpulan secara sepihak

tentang apa yang menjadi keluhan pasien.

Keadaan Sosial

Keadaan ini kadang-kadang sukar diperoleh disebabkan orang tua pasien kadang-

kadang enggan menjawab kondisi emosional anaknya sehingga bisa diganti dengan

menanyakan prestasi anak di sekolah.

Riwayat kesehatan pasien dan keluarga

Perlu diketahui riwayat kesehatan pasien sejak lahir sampai pasien datang untuk

perawatan. Hal-hal yang perlu ditanyakan pada orang tua pasien / pasien misalnya

apakah pasien dilahirkan secara normal atau tidak. Beberapa tindakan persalinan

dapat mengakibatkan trauma pada kondili mandibula sehingga menyebabkan

maloklusi dikemudian hari.

Page 32: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Berat dan tinggi pasien

Dengan menimbang berat dan mengukur tinggi pasien diharapkan dapat diketahui

apakah pertumbuhkembangan pasien normal sesuai dengan umur dan jenis

kelaminnya.

Ras

Pengertian ras dalam lingkup ini adalah ras dalam pengertian fisik, bukan dalam

pengertian budaya. Penetapan ras pasien dimaksudkan untuk mengetahui ciri fisik

pasien karena setiap ras mempunyai ciri fisik tertentu.

Bentuk skelet

Sheldon (1940), seorang antropologis, menggolongkan bentuk skelet berdasar

jaringan yang dominan yang mempengaruhi bentuk skelet. Seseorang yang langsing

dengan sedikit jaringan otot atau lemak digolongkan sebagai ektomorfik. Pada

individu seperti ini yang dominan adalah kulit dan saraf yang berasal dari ektoderm.

Seseorang yang berotot digolongkan sebagai mesomorfik dan orang yang pendek

dengan otot yang kurang berkembang akan tetapi mempunyai lapisan lemak yang

tebal disebut endomorfik. Bentuk skelet ini mempunyai hubungan dengan

pertumbuhkembangan. Anak dengan bentuk skelet ektomorfik mencapai kematangan

lebih lambat daripada anank dengan tipe endomorfik maupun mesomorfik.

Keterangan : bentuk skelet A. endomorfik, B. mesomorfik, C. Ektomorfik

Ciri keluarga

Ciri keluarga adalah adanya pola-pola tertentu yang selalu ada pada keluarga tersebut.

Contoh klasik dibidang ortodontik adalah adanya kelainan skelet yang berupa

prognati mandibula pada dinasti Habsburg di Eropa.

Penyakit anak

Page 33: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Meskipun biasanya anak dapat pernah menderita berbagai penyakit akan tetapi dalam

hal ini yang perlu diketahui adalah penyakit anak yang dapat mengganggu

pertumbuhkembangan normal seorang anak. Menurut Moyers (1988), penyakit

dengan panas badan yang tinggi dapat menyebabkan gangguan jadwal waktu

pertumbuhkembangan gigi pada masa bayi dan anak-anak. Penyakit sistemik lebih

berpengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi. Suatu

maloklusi merupakan akibat sekunder kelainan otot dan beberapa kelainan neuropati

atau merupakan sekuel dari perawatan skoliosis yang berlangsung lama untuk

imobilisasi tulang belakang.

Alergi

Alergi terhadap bahan perlu diketahui oleh operator dengan menanyakan pada pasien

atau orang tua pasien. Pada pemeriksaan pasien perlu ditanyakan apakah ada alergi

terhadap obat-obatan, produk kesehatan, atau lingkungan.

Kelainan endokrin

Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujud pada hipoplasia gigi. Kelainan

endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan

muka, mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar

sulung dan erupsi gigi permanen.

Tonsil

Bila tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil tersebut. Untuk

menghindari keadaan ini mandibula secara reflex diturunkan, gigi tidak kontak

sehingga terdapat ruangan yang lebih luas untuk lidah dan biasanya terjadi

perdorongan lidah ke depan saat menelan. Tonsil yang besar apalagi bengkak dapat

mempengaruhi posisi lidah. Kadang-kadang lidah terletak ke anterior sehingga

mengganggu fungsi menelan.

Kebiasaan bernafas

Seseorang disebut sebagai penapas mulut apabila dalam keadaan istirahat maupun

pada saat melakukan kegiatan selalu bernafas melalui mulut. Seorang penapas hidung

kadang-kadang bernafas lewat mulut juga pada keadaan tertentu misalnya pada

keadaan saluran pernafasan terganggu oleh karena pilek.

Pasien yang biasa bernafas melalui mulut akan mengalami kesukaran pada saat

dilakukan pencetakan untuk membuat model studi maupun model kerja.

b. Analisis Lokal

1. Pemeriksaan ekstraoral

Page 34: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Bentuk kepala

Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya dengan

bentuk muka, palatum, maupun bentuk lengkung gigi. Bentuk kepala ada 3, yaitu :

a. Dolikosefalik (panjang dan sempit)

Bentuk kepala ini akan membentuk muka yang sempit, panjang, dan

protrusive. Muka seperti ini disebut leptoprosop / sempit. Fossa krania anterior

yang panjang dan sempit akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum

yang sempit, panjang dan dalam.

b. Mesosefalik (bentuk rata-rata)

c. Brakisefalik (lebar dan pendek)

Bentuk kepala ini akan membentuk muka yang lebih besar, kurang protrusive

dan disebut euriprosop / lebar. Fossa krania anterior yang lebar dan pendek

akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang lebar, pendek, dan

lebih dangkal.

Untuk menentukan tipe kepala sebaiknya tidak hanya mengandalkan pengamatan

tetapi melakukan pengukuran untuk menetapkan indeks sefalik, yang bisa dihitung

dengan rumus :

Indeks sefalik : lebar kepala x 100Panjang kepala

Indeks untuk Dolikosefalik adalah < 0,75, sedangkan Brakisefalik > 0,80, dan

Mesosefalik antara 0,76 – 0,79.

Keterangan : kepala yang brakisefalik

Page 35: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Keterangan : kepala yang dolikosefalik

Tipe profil

Tipe profil dibagi dalam 3 bentuk, yaitu : cekung, lurus, dan cembung. Profil yang

cembung mengarah ke maloklusi kelas II yang dapat disebabkan rahang atas yang

lebih anterior atau mandibula yang lebih posterior. Muka yang cekung mengarah

ke maloklusi kelas III yang dapat disebabkan rahang atas lebih posterior atau

rahang bawah lebih anterior.

Keterangan : Tipe profil A. cekung, B. lurus, C. cembung

Tujuan utama dari pemeriksaan profil muka secara seksama, adalah :

o Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital

o Evaluasi bibir dan letak insisiv

o Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertical dan sudut mandibula

2. Pemeriksaan Intraoral

Page 36: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Pemeriksaan intraoral terdiri dari jaringan mukosa mulut, lidah, palatum, kebersihan

rongga mulut, frekuensi karies, dan fase geligi.

Perkembangan sistem geligi

a. Periode perkembangan geligi

A. Periode Pradental

Periode ini dimulai dari masa bayi hingga usia dimana gigi sulung yang pertama erupsi.B. Periode geligi sulung

Periode ini dimulai saat gigi sulung mulai erupsi. Usia erupsi gigi sangat

bervariasi dan ditentukan oleh faktor genetik, akan tetapi dapat dipengaruhi juga oleh

faktor lokal dan sistemik. Meskipun banyak terdapat variasi urutan erupsi gigi sulung

yang umum adalah:

1. insisif pertama rahang bawah

2. insisif pertama rahang atas

3. insisif kedua rahang atas

4. insisif kedua rahang bawah

5. molar pertama rahang atas dan bawah

6. kaninus rahang atas dan bawah

7. molar kedua rahang bawah

8. molar kedua rahang atas

Perkembangan oklusi pada geligi sulung diatas merupakan pola rata-rata,

dimana umumnya gigi-gigi sulung mulai erupsi pada usia 6bulan dan pada usia 2,5

sampai 3 tahun umumnya semua gigi sulung telah erupsi.

Perkembangan oklusi pada geligi sulung dipengaruhi oleh sistem

neuromuskuler dan sendi. Bentuk lengkung pada geligi sulung umumnya ovoid dan

tidak banyak ditemukan variasi seperti pada geligi permanen.

C. Periode geligi pergantian

Periode ini berawal dari erupsinya gigi molar permanen pertama di sebelah

distal gigi molar gigi sulung kedua. Pada usia 6 tahun dan pada umumnya hingga 12

tahun, gigi-gigi sulung akan mulai digantikan oleh gigi-gigi permanen. Gigi permanen

yang menggantikan tempat gigi sulung pada fase ini disebut dengan successional

teeth. Ditambah dengan gigi molar permanen yang tumbuh di bagian posterior

lengkung geligi sulung sebagai gigi-gigi tambahan dan dinamakan accesional teeth.

Page 37: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Pada masa pergantian ini nantinya premolar akan menggantikan molar sulung,

sehingga akan di dapatkan selisih jarak. Selisih jarak antara gigi kaninus dan molar

sulung yang akan digantikan oleh kaninus dan premolar permanen dinamakan leeway

space.

D. Geligi permanen

Menurut Yustisia, perkembangan oklusi gigi geligi permanen dapat dibagi menjadi tiga tahap perkembangan:

1. Tahap I

Pada usia 6-8 tahun, dimana terjadi pergantian antara gigi-gigi insisive

sulung dan penambahan keempat molar pertama permanen pada susunan gigi-

geligi.

2. Tahap II

Tahap ini berlangsung pada usia 10-13 tahun. Terjadinya erupsi gigi-

gigi premolar dan kaninus permanen.

3. Tahap III

Pertumbuhan dari molar ketiga pada awal kehidupan dewasa

melengkapi perkembangan oklusi gigi geligi permanen. Usia erupsi gigi molar

ketiga, berkisar antara 18-25 tahun.

Letak gigi mulai sebelum erupsi sampai mencapai bidang oklusi dipengaruhi oleh:a. Faktor genetik

b. Pada tahap alveoli, posisi gigi dipengaruhi oleh:

Ada tidaknya gigi sebelah menyebelah

Kecepatan erupsi

Kehilangan prematur gigi sulung

Hal-hal yang merubah pertumbuhan prosessus alveolaris

c. Pada tahap intraoral praoklusi, gigi dapat bergerak oleh karena kekuatan dari

bibir, lidah dan benda asing yang dimasukkan ke dalam mulut

d. Bila sudah mencapai bidang oklusi, terdapat kekuatan yang kompleks yang

bekerja pada gigi, antara lain: kekuatan otot pengunyahan.

Dalam perkembangan yang normal, sistem gigi geligi berkembang dalam suatu pola

yang memiliki variasi individual. Perubahan oklusi yang dapat terjadi adalah:

Page 38: SKENARIO 3 ORTODONSIA

a. Relasi molar sulung flush terminal plane yang nantinya akan berkembang

menjadi relasi neutroklusi pada geligi tetap

b. Relasi molar sulung distal step yang berkembang menjadi distoklusi

c. Relasi molar sulung mesial step yang berkembang menjadi mesioklusi

Faktor skeletal dan dental memegang peranan penting dalam perkembangan sistem

gigi geligi, selain faktor genetik dan sistem neuromuskular yang kompleks.

b. Oklusi Normal

Pengertian oklusi ialah berkontaknya permukaan oklusi gigi geligi di rahang atas

dengan permukaan oklusal gigi geligi di rahang bawah pada saat rahang atas dan bawah

menutup.

Oklusi normal menurut angel adalah apabila tonjol mesiobukal gigi molar pertama

permanen rahang atas kontak dengan lekuk bukal (bukal groove) gigi molar petama

permanen rahang bawah. Dan apabila disertai lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

dalam keadaan baik, maka didapatkan oklusi ideal. Selanjutnya angel mendefinisikan oklusi

normal sebagai hubungan dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi pada saat kedua rahang

dalam keadaan tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi benar, dan

keadaan pertumbuhan , perkembangan posisi serta relasi antara berbagai macam jaringan

penyanggah gigi yang normal pula.

Posisi gigi geligi pada rahang dan proses oklusi ditentukan oleh proses perkembangan

gigi dan struktur jaringan di sekitarnya yang terjadi selama masa pembentukan, pertumbuhan,

dan perubahan postnatal. Oklusi pada setiap orang berbeda menurut besar dan bentuk gigi,

posisi gigi di rahang, waktu erupsi dan urutan erupsi, serta pola perkembangan kraniofasial.

Definisi oklusi normal sebaiknya tidak statis dan tidak hanya merupakan penjelasan

tentang hubungan gigigeligi saja. Dalam menyusun konsep oklusi modern, tidak hanya gigi

tersebut yang diperhatikan tetapi juga jaringan pendukungnya, otot-otot pengunyahan, kurva

spee, interocclusal clearence, serta morfologi dan aktivitas sendi temporomandibula.

c. Analisis Fungsional

Path of closure

Page 39: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke oklusi sentrik. Idealnya path of

closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi maksimum berupa gerakan engsel

sederhana melewati freeway space yang besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke

depan.

Ada 2 macam perkecualian path of closure yang bisa dilihat adalah deviasi mandibula

dan displacement mandibula.

Path of closure yang berawal dari posisi kebiasaan mandibula akan tetapi gigi

mencapai oklusi maksimum mandibula dalam posisi relasi sentrik. Ini disebut

deviasi mandibula.

Path of closure yang berawal dari posisi istirahat, akan tetapi oleh karena

adanya halangan oklusal maka didapatkan displacement mandibula.

Freeway space (interocclusal clearance)

Adalah jarak antara oklusal pada saat mandibula dalam posisi istirahat. Nilai normal

freeway space menurut Houston (1989) adalah 2-3 mm.

Temporo mandibular (TMJ)

Adalah gerakan mandibula saat membuka dan menutup mulut. Lebar pembukaan

maksimal pada keadaan normal dari TMJ antara 35-40 mm, 7 mm gerakan ke lateral,

dan 6 mm ke depan. Tanda-tanda adanya masalah pada TMJ adalah adanya rasa sakit

pada sendi, suara, dan keterbatasan pembukaan.

Page 40: SKENARIO 3 ORTODONSIA

d. Analisis Model

Diskrepansi model

Adalah selisih antara tempat yang tersedia dengan tempat yang dibutuhkan. Tujuan

pengukuran ini adalah untuk menentukan adanya kekurangan atau kelebihan tempat

dari gigi geligi berdasarkan model studi yang akhirnya untuk menentukan macam

perawatan yang dilakukan pada maloklusi yang ada.

Kurve spee

Adalah kurva dengan pusat pada titik di tulang lakrimal dengan radius pada orang

dewasa 65-70 mm. Kurva ini berkontak di 4 lokasi, yaitu permukaan anterior kondili,

daerah kontak distoklusal molar ketiga, daerah kontak mesioklusal molar pertama,

dan tepi insisal. Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal

molar terakhir pada rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak

melebihi 1,5 mm. Pada kurve spee yang positif (bentuk kurvanya jelas dan dalam)

biasanya didapatkan gigi insisiv yang supra posisi atau gigi posterior yang infra posisi

atau mungkin gabungan kedua keadaan tadi.

Keterangan : Kurva Spee

Diastema

Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi kelihatan. Adanya

diastema pada fase geligi pergantian masih merupakan keadaan normal, tetapi adanya

diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut untuk mengetahui

apakah keaadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal.

Page 41: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Keterangan : Diastema Multiple

Gigi-gigi yang terletak salah

Menurut Angle (1907) dengan diketahuinya kelainan letak gigi secara individu dapat

direncanakan perawatan untuk meletakkan gigi-gigi tersebut pada letaknya yang

benar. Penyebutan letak gigi yang digunakan diantaranya adalah sbb :

Versi : mahkota gigi miring ke arah tertentu tetapi akar gigi tidak

(misalnya mesioversi, distoversi, labioversi, linguoversi).

Infra oklusi : gigi yang tidak mencapai garis oklusal dibandingkan dengan

gigi lain dalam lengkung geligi.

Supra oklusi : gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan dengan gigi

lain dalam lengkung geligi.

Rotasi : gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa sentris atau

eksentris.

Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat, misalnya kaninus menempati

tempat insisiv lateral dan insisiv lateral menempati tempat kaninus.

Eksostema : gigi yang terletak di luar lengkung geligi (misalnya kaninus

atas).

Cara penyebutan lain seperti yang dianjurkan Lischer untuk gigi secara individual

adalah sbb :

Mesioversi : mesial terhadap posisi normal gigi.

Distoversi : distal terhadap posisi normal gigi.

Linguoversi : lingual terhadap posisi normal gigi.

Labioversi : labial terhadap posisi normal gigi.

Infraversi : inferior terhadap garis oklusi.

Supraversi : superior terhadap garis oklusi.

Page 42: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Aksiversi : inklinasi aksial yang salah (tipped).

Torsiversi : berputar menurut sumbu panjang gigi.

Transversi : perubahan urutan posisi gigi.

Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan sekelompok gigi :

Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya terhadap

garis maksila > 110˚ untuk rahang bawah sudutnya > 90˚ terhadap garis

mandibula.

Retrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya terhadap

garis maksila < 110˚ untuk rahang bawah sudutnya < 90˚ terhadap garis

mandibula.

Berdesakan : gigi yang tumpang tindih.

Diastema : terdapat ruangan diantara dua gigi yang berdekatan.

Keterangan : A. gigi berdesakan, B. protrusi, C. retrusi

Pergeseran garis median

Pada palatum terdapat beberapa struktur anatomi yang penting untuk

menentukan garis median di palatum. Di anterior terdapat papilla insisiva, di posterior

terdapat rugae yang jumlahnya 3 pasang tiap sisi dan rafe palatine di tengah palatum

dalam arah anteroposterior. Titik pertemuan rugae palatina kiri dan kanan dianggap

paling stabil untuk dipakai acuan din anterior sedangkan posterior yang dipakai

adalah titik pada rafe palatine. Bila dua titik ini dihubungkan didapat garis median

rahang atas. Pada keadaan normal garis ini melewati titik kontak insisivi sentral atas.

Penentuan garis median rahang bawah lebih sukar. Cara menentukan adalah dengan

membuat titik pada perlekatan frenulum labial dan lingual. Titik ini biasanya

Page 43: SKENARIO 3 ORTODONSIA

melewati titik kontak insisivi sentral bawah. Pada keadaan normal garis median

muka / rahang dan garis median lengkung geligi terletak pada satu garis (berimpit).

Pada keadaan tidak normal karena sesuatu sebab maka garis median muka dipakai

sebagai acuan.

Untuk menilai apakah terdapat pergeseran garis median lengkung geligi

terhadap median muka dilihat letak insisivi sentral kiri dan kanan. Bila titik kontak

insisivi sentral terletak di sebelah kiri garis median muka maka keadaan ini disebut

terjadi pergeseran ke kiri, demikian pula sebaliknya.

Cara melihat pergeseran garis median adalah dengan melihat apakah garis

median muka melewati titik kontak insisivi sentral masing-masing rahang. Bila titik

kontak terletak pada garis median berarti tidak terdapat pergeseran akan tetapi bila

titik kontak terletak di sebelah kiri atau kanan garis median muka maka terdapat

pergeseran ke kiri atau ke kanan.

Keterangan : pergeseran garis median rahang bawah ke kiri

Relasi gigi posterior

Relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah dalam keadaan oklusi. Gigi yang

diperiksa adalah molar pertama permanen, dan kaninus pertama permanen.

Pemeriksaan dalam jurusan sagital, transversal, dan vertical.

Relasi jurusan sagital

Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah :

Page 44: SKENARIO 3 ORTODONSIA

a. Neutroklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada

lekukan bukal molar pertama permanen bawah.

b. Distoklusi : tonjol distobukal molar pertama permanen atas terletak pada

lekukan bukal molar pertama permanen bawah.

c. Mesioklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada

tonjol distal molar pertama permanen bawah.

d. Gigitan tonjol : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas beroklusi

dengan tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah.

e. Tidak ada relasi : bila salah satu molar pertama permanen tidak ada misalnya

oleh karena telah dicabut, atau bila kaninus permanen belum erupsi.

Keterangan : Relasi molar pertama permanen jurusan sagital, A. neutroklusi,

B. distoklusi, C. mesioklusi, D. gigitan tonjol

Page 45: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Keterangan : Relasi molar pertama permanen A. neutroklusi, B. distoklusi, C.

mesioklusi, D. gigitan tonjol, E. tidak ada relasi, karena molar bawah mutilasi

Relasi jurusan transversal

Pada keadaan normal relasi transversal gigi posterior adalah gigitan fisura luar

rahang atas, oleh karena rahang atas lebih lebar daripada rahang bawah. Apabila

rahang atas terlalu sempit atau terlalu lebar dapat menyebabkan terjadinya

perubahan relasi gigi posterior dalam jurusan transversal. Perubahan yang dapat

terjadi adalah : gigitan tonjol, gigitan fisura dalam atas, dan gigitan fisura luar

atas.

Keterangan : A. gigitan fisura luar rahang atas, B. gigitan silang total luar rahang

atas, C. gigitan fisura dalam rahang atas, D. gigitan silang total dalam rahang atas

Relasi dalam jurusan vertical

Kelainan dalan jurusan vertical dapat berupa gigitan terbuka yang berarti tidak ada

kontak antara gigi atas dan bawah pada saat oklusi.

Relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah

Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertical. Relasi yang

normal dalam jurusan sagital adalah adanya jarak jarak gigit / overjet. Pada keadaan

normal gigi insisivi akan berkontak, insisivi atas di depan insisivi bawah dengan jarak

selebar ketebalan tepi insisal insisivi atas, kurang lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila

Page 46: SKENARIO 3 ORTODONSIA

insisivi bawah lebih anterior daripada atas disebut jarak gigit terbalik atau gigitan

silang anterior atau gigitan terbalik.

Keterangan :

Jarak gigit dan tumpang gigit normal

Untuk mendapatkan pengukuran yang sama maka di klinik digunakan

pengertian jarak gigit adalah jarak horizontal antara insisal atas dengan bidang labial

insisivi bawah. Jarak gigit pada gigitan silang anterior diberi tanda negative, misalnya

-3 mm. Pada relasi gigitan edge to edge jarak gigitnya 0 mm.

Keterangan :A. Gigitan terbalik

B. Edge to edge

Pada jurusan vertical dikenal adanya tumpang gigit/over bite yang merupakan

vertical overlap of the incisors. Di klinik tumpang gigit diukur dari jarak vertical

insisal insisivi atas dengan insisal insisivi bawah, yang normal ukurannya 2 mm.

Tumpang gigit yang bertambah menunjukkan adanya gigitan dalam. Pada gigitan

terbuka tidak ada overlap dalam jurusan vertical, tumpang gigit ditulis dengan tanda

negative, misalnya -5 mm. Pada relasi edge to edge tumpang gigitnya 0 mm.

Keterangan :

A. Gigitan dalam

B. Edge to edge

C. Gigitan terbuka

Page 47: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Klasifikasi maloklusi

Klasifikasi Angle

1. Kelas I : terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi

molar pertama permanen (neutroklusi). Kelainan yang menyertai dapat berupa,

misalnya, gigi berdesakan, gigitan terbuka, protrusi, dll.

2. Kelas II : lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol lebih ke distal

daripada lengkung atas dilihat dari relasi molar pertama permanen (distoklusi).

Kelas II divisi 1 : insisivi atas protrusi sehingga didapatkan jarak gigit besar,

tumpang gigit besar, dan kurva spee positif.

Kelas II divisi 2 : insisivi sentral atas retroklinasi, insisivi lateral atas

proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bias normal atau

sedikit bertambah.

3. Kelas III : lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol lebih ke mesial

terhadap lengkung atas dilihat dari relasi molar pertama permanen (mesioklusi)

dan terdapat gigitan silang anterior.

Keterangan : Maloklusi kelas I Angle disertai A. Gigitan terbuka, B. Berdesakan dan pergeseran garis median, C. Protrusi, D. Gigitan dalam, E. Berdesakan dan edge to edge.

Page 48: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Keterangan :Maloklusi kelas II divisi 1 Angle

Keterangan : Maloklusi kelas II divisi 2 Angle

3.4 Rencana Perawatan- Koreksi gigi berdesakan

Gigi berdesakan disebabkan ketidaksesuaian ukuran gigi dan lengkung geligi. Apakah gigi

yang berdesakan bisa diterima atau perlu dilakukan perawatan untuk menghilangkan

berdesakan perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:

Derajat berdesakan yang bisa dinyatakan dalam ukuran milimeter setiap kuadran

Keadaan gigi permanen lainnya

Page 49: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Profil pasien

Untuk mengoreksi gigi berdesakan diperlukan tempat yang bisa didapat dari enamel

stripping, ekspansi lengkung gigi, memproklinasikan insisive, distalasi molar, dan

pencabutan gigi. Ada satu prosedur perawatan yang disebut pencabutan serial untuk

mengoreksi letak gigi yang berdesakan sebagai perawatan awal untuk terapi komprehensif.

- Koreksi gigitan silang

Gigitan silang anterior yang disebabkan insisive atas retroklinasi dapat dirawat dengan

mendorong insisive tersebut ke labial dengan peranti lepasan. Bila hanya satu atau dua gigi

atas yang dalam posisi silang, dan insisive bawah tidak berdesakan perawatannya dapat

menggunakan inclined bite plane yang disemen di rahang bawah. Gigitan silang anterior

meskipun hanya melibatkan satu gigi sebaiknya dirawat karena tekanan insisive atas pada

saat oklusi dapat menyebabkan dehiscence di labial insisiv bawah.

- Koreksi protusi

- Koreksi hipotonus bibir

Latihan untuk bibir hipotonusa. Srong dan Thomson

Gigi RA dan RB oklusi sentris dan bibir ditiup tanpa tekanan. Kemudian kedua sudut

mulut ditarik kesamping dan kedua telunjuk sampai hitungan ke sepuluh. Latihan

dilakukan bertahap dan berulang. Awalnya 1 menit 3 kali sehari satu minggu. Kemudian

setelah seminggu, 3 menit 2 kali sehari.

b. Tarik bibir atas dengan kekuatan otot sampai menutup insisive RA dan tekan pada

mahkotanya sampai hitungan ke-20. Pegang bibir bawah agar tidak menekan gigi RB.

Lalu istirahat dan selanjutnya kekuatan kontraksi dan waktu latihan harus diperpanjang /

hari.

c. Kumur dengan air hangat

d. Memainkan alat musik tiup

- Evaluasi

- Retensi

Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus yang dirawat

ortodontik. Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik membutuhkan masa retensi untuk

mencegah relaps, yaitu kecenderungan untuk kembali ke posisi sebelum dilakukan

perawatan. Macam piranti retensi dan lama pemakaian piranti tersebut perlu dijelaskan

Page 50: SKENARIO 3 ORTODONSIA

kepada pasien sebelum dilakukan perawatan ortodontik. Untuk piranti retensi lepasan

dibutuhkan kepatuhan pasien untuk memakai piranti retensinya .

3.5 PrognosisPrognosis dalam suatu perawatan orthodontik adalah suatu perkiraan tentang hasil

perawatan orthodontik pada kasus tersebut. Cukup sukar untuk mengatakan secara tepat

bagaimana prognosis suatu maloklusi karena adanya berbagai keadaan yang saling

mempengaruhi dan bervariasinya kelainan. Prognosis dapat dikatakan menguntungkan atau

tidak menguntungkan tergantung pada beberapa faktor, yaitu diagnosis, etiologi, perencanaan

perawatan, pemilihan peranti yang digunakan, jaringan penyangga gigi, kooperasi pasien.

Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa prognosis dalam skenario ini adalah

menguntungkan.

BAB 4 KESIMPULAN

Page 51: SKENARIO 3 ORTODONSIA

1.Prosedur penegakan diagnosa Ortodonsia :- Analisa umum : keadaan social, riwayat kesehatan pasien dan keluarga, berat dan tinggi pasien, ras, bentuk skelet, cirri keluarga, penyakit anak, alergi, kelainan endokrin, tonsil, kebiasaan bernafas.

-Analisa local : pemeriksaan ekstraoral terdiri dari bentuk kepala(doliksefalik, mesofalik, brakisefalik), tipe profil(cekung, lurus, cembung). Pemeriksaan intraoral terdiri dari jaringan mukosa mulut, mulut, lidah, palatum, kebersihan ronggamulut, frekuensi karies, fase geligi, oklusi.

-Analisa fungsional : part of closure, freeway space, sendi temporomandibula,pola atrisi.

-Analisa model : diskrepansi model, kurve spee, diastema, gigi yang terletak salah, pergeseran garis median, relasi gigi posterior (relasi jurusan sagital, relasi jurusan transversal, relasi dalam jurusan vertical), relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah(klasifikasi maloklusi menurut Angle).

2. Rencana perawatan Ortodonsia : 1.Koreksi gigi berdesakan

Untuk menghilangkan berdesakan perlu dipertimbangkan derajat bisa dinyatakan dalam mm setiap kuadran, keadaan gigi permanen, profil pasien.

2.Koreksi gigitan silangGigitan silang dapat dirawat dengan mendorong tersebut ke labial dengan piranti lepasan, meskipun melibatkan hanya satu gigi saja karena tekanan Insisive rahang atas saat oklusi menyebabkan dehiscence di labial Insisive rahang bawah.

3.Koreksi hipotonus bibirLatihan untuk bibir hipotonus, kmur dengan air hangat, memainkan alat music tiup.

4.Evaluasi

5.Retensi Hampir semua kasus ortodonsia membuhtuhkan masa retensi untuk mencegah relaps.

3.PrognosisPrognosis pada scenario ini dengan diagnose maloklusi klas 1 Angle dengan berdesakan anterior, labioversi gigi 11, 21, 22, gigitan silang gigi 12, 42 dapat dikatakan menguntungkan

BAB 5DAFTAR PUSTAKA

Page 52: SKENARIO 3 ORTODONSIA

Prijatmoko, dkk. 2010. Buku Ajar Ortodonsia I.Jember: FKG UNEJ

T.D Foster. 1997, 1999. Buku Ajar Ortodonsi, Edisi III. Jakarta : EGC

Rahardjo, Pambudi. 2008. Diagnosis Ortodonti. Surabaya : Airlangga University Press.

Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga Universitas Press