skenario 10
-
Upload
priscilia-lewerissa -
Category
Documents
-
view
7 -
download
0
description
Transcript of skenario 10
Penyebab Penyakit Malaria dan Pengobatannya
Robert Tupan Us Abatan 102012335
Gracelya Pattiasina 102012338
Sisca Natalia 102013221
Erwin Febrianto 102013399
Virginia Marsella Teiseran 102014041
Chrisanto 102014046
Mira Nur Indah 102014133
D1
Jl. Arjuna Utara No.06 Jakarta Barat 11510
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
Pendahuluan
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi parasit yang merupakanmasalah kesehatan
di banyak negara di seluruh dunia. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
protozoa dengan genus Plasmodium.Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis
tertentu yaitu nyamuk dari jenis Anopheles. Setiap tahun 300-500 juta kasus malaria
menyebabkan 2 juta kematian menurut data WHO pada tahun 2005. Salah satu negara yang
memiliki masalah utama terhadap penyakit malaria adalah Indonesia. Di wilayah tropis seperti
Indonesia, malaria merupakan penyakit yang cukup banyak diderita. Penyakit ini pada umumnya
menyerang penduduk yang tinggal di pedesaan yang merupakan sebagian besar penduduk
Indonesia.
Anamnesis
Didalam ilmu kedokteran anamnesis merupakan wawancara terhadap pasien atas keluhan
yang dialaminya. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien.
Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (sintom) dan
tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan
diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan
selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat
dilakukan langsung terhadap pasien (auto-anamnesis) maupun terhadap keluarganya atau
walinya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan wawancara,
misalnya dalam keadaan gawat-darurat.1
Dalam melakukan anamnesis perlu pertanyaan rutin yang harus diajukan kepada semua
pasien, misalnya pertanyaan tentang identitas, keluhan utama, keluhan penyerta,riwayat penyakit
terdahulu, riwayat penyakit menahun, dan riwayat penyakit sekarang yang spesifik terhadap
diagnosa sementara. Terdapat pertanyaan yang spesifik di riwayat penyakit sekarang pada
penderita malaria, yaitu riwayat bepergian ke daerah endemis malaria lebih kurang 2 minggu
sebelum gejala klinis timbul. Selain itu kita harus membuat pertanyaan apakah pasien mengalami
kesulitan berkemih dan muntah-muntah hebat.1 Pada skenario demam dirasakan tinggi sampai
menggigil dan berkeringat, demam naik turun setiap 2 hari keluhan disertai sakit kepala dan
mual.
Pemeriksaan fisik
Pasien dengan keluhan menderita malaria akan dilakukan pemeriksaan fisik sebagai
berikut: tanda-tanda vital suhu = 38,5oC, respiration rate = 18x/menit, heart rate = 86 x/menit,
tekanan darah = 120/80 mmHg. Didapati bahwa kesadaran pasien adalah compos mentis
(conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dan dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya. Tingkat kesadaran lainnya adalah (1) apatis yaitu keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. (2)
Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal. (3) Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. (4) Stupor
(soporo koma) yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. (5) Koma
(comatose) yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak
ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).2
Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan untuk memeriksa apakah adanya cairan atau massa
dalam abomen. Selain itu pemeriksaan abdomen juga dilakukan untuk mencari apakah ada
pembengkakan pada hati dan limpa karena penyakit kronis.
Inspeksi, frekuensi pernafasan pasien jika lebih dari 35x/menit pada dewasa, lebih dari
40x/menit pada balita, dan lebih dari 50x/menit pada bayi berumur dibawah 1 tahun
menunjukkan pasien mengalami malaria berat.2 Inspeksi pendarahan untuk melihat adanya
ptekiae, purpura, dan hematoma. Ptekiae adalah bercak merah dalam yang merupakan
perdarahan kecil dibawah kulit. Ptekiae mungkin mencerminkan gangguan perdarahan atau
fragilitas kapiler dan dapat menyertai infksi serius. Purpura adalah warna keunguan yang timbul
dipermukaan kulit yang disebabkan oleh karena kerusakan pada darah. Hematoma adalah
kumpulan darah yang terletak di luar pembuluh darah, biasanya pada tempat dimana tempat
terjadinya trauma. Tanda-tanda dehidrasi yaitu mata cekung, bibir kering, oliguria, turgor,
elastisitas kulit berkurang. Melihat tanda anemia berat dengan adanya konjungtiva pada mata,
lidah pucat, dan telapak tangan pucat, mata kuning (ikterus)
Palpasi, melakukan palpasi pada bagian hipokondrium kiri untuk mengecek apakah
adanya pembesaran limpa (splenomegali)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tetes Darah untuk Malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif, tidak
mengesampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan 3 kali darah tepi dengan hasil negatif maka
diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga
laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat
penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit.1
Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup
banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di
lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk menudahkan indetifikasi parasit.
Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandang dengan
pembesaran kuat). Preparat dinaytakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan
dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.1
Tetesan darah tepi
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium karena bila dilakukan dengan preparat
darah tebal, sulit ditrntukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit count),
dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah.
Bila jumlah parasit > 100.000 per mikro liter darah menandakan infeksi yang berat. Hitung
parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat
timbuk dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa,
Leishman’s, Field’s, atau Romanowsk. Tetapi, yang biasa digunakan adalah pengecatan Giemsa
karena mudah dipakai dengan hasil yang cukup baik.1
Tes Antigen
Yaitu mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidin Rich Protein II). Deteksi ini sangat
cepat, hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, dan tidak
memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan
metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH)
dengan cara immunochromatographic, telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal
dapat mendeteksi dari 0-200 parasit per mikri liter darah dan dapat membedakan apakah infeksi
P. Falciparum atau P. Vivax.
Tes Serologi
Mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent
antibody test. Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau
keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab
antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk
penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi
baru dan test > 1:20 dinyatakan positif.1
Diagnosis Kerja
Gejala klinis penyakit malaria adalah demam dan anemia. Demam mempunyai 3 stadium,
yaitu frigoris (menggigil) yang berlangsung ½-2 jam, kemudian stadium acme (puncak demam)
selama 2-4 jam, kemudian memasuki stadium sudoris dimana penderita banyak keringat. Pada
malaria tertiana demam timbul setiap hari ketiga, sedangkan pada malaria tropika demam akan
berjalan terus menerus.2
1. Periode dingin (15-60 menit)
Mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada
saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan
meningkatnya temperature.
2. Periode panas
Pada periode ini penderita mukanya merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi
dalam beberapa jam, lalu diikuti dengan keadaan berkeringat.
3. Periode berkeringat
Penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat.
Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. Vivax, dan P.Falciparum menggigil
dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.
Diagnosis Banding
Diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang diperkirakan dekat dengan hasil
diagnosis kerja.
Demam Tifoid
Diagnosis pembanding dari penyakit malaria di tinjau dari demam dan keadaan ikterus
adalah demam tifoid. Gejala dari demam tifoid sendiri ialah panas lebih dari 4 hari
kontinu terutama pada malam hari. Keadaan umum penderita nafsu makan berkurang,
mulai apatis, fisik lidah coatea, bercak roseola pada kulit, bradikardirelatif, Hb turun dan
lain-lain.3
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejala klinisnya adalah demam tinggi yang berlangsung
dalam waktu singkat selama 2-7 hari, yang dapat mencapai 40oC. Demam juga sering
ditandai dengan gejala tidak spesifik seperti tidak nafsu makan, lemah badan, nyeri sendi
dan tulang, rasa sakit di daerah belakang mata (retro-orbita), dan wajah yang kemerah-
merahan. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,
perdarahan pada kulit seperti tes Rumpleede (+), ptekiae, buang air besar yang berwarna
merah kehitaman. Adanya pembesaran pada hati (hepatomegali). Kegagalan sirkulasi
darah, ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung jari dingin,
penurunan kesadaran, dan syok yang dapat menyebabkan kematian. Penurunan jumlah
trombosit <100.000 mm3 dan peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai normal.4
Leptospirosis
Gambaran klinis leptospirosis dibagi atas 3 fase yaitu : fase leptospiremia, fase imun dan
fase penyembuhan.
- Fase Leptospiremia
Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot,
hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi
silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan berakhir dengan menghilangnya
gejala klinis untuk sementara.
- Fase Imun
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran klinis
bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi,gangguan fungsi ginjal dan hati, serta
gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.
- Fase Penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2-4 dengan patogenesis yang belum jelas. Gejala
klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa muntah, nyeri
otot, ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta
splenomegali.5-7
Etiologi dan VektorPenyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang berasal dari famili plasmodidae.
Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami perkembangbiakan secara
aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Untuk perkembangan seksualnya terjadi dalam tubuh
nyamuk anopheles betina.8 Di dunia terdapat sekitar 170 spesies plasmodium yang dikenal, tetapi
hanya 4 yang menjadi penyebab malaria pada manusia yaitu:9
Plasmodium falciparum
Dulu dikenal sebagai “Subtertian atau malaria tertian maligna”, merupakan spesies yang
paling mematikan dan jika tidak diobati dapat fatal dalam beberapa hari sejak awitan.
Plasmodium ini merupakan penyebab malaria tropika/malaria serebral.
Plasmodium vivax
Spesies ini dapat bersembunyi di dalam tubuh (hati) dan dapat kambuh selama 3 tahun ke
depan. Plasmodium ini merupakan penyebab malaria tertiana.
Plasmodium ovale
Spesies ini jarang, tapi bisa pula bersembunyi di dalam tubuh. Plasmodium ini
merupakan penyebab malaria ovale.
Plasmodium malariae
Spesies ini dapat bersembunyi dalam aliran darah selama bertahun-tahun tanpa
menimbulkan gejala. Meskipun begitu, orang yang telah terinfeksi dapat menularkan ke
orang lain melalui gigitan nyamuk atau transfusi darah.
Plasmodium memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya yaitu manusia dan nyamuk
anopheles betina. Siklus pada manusia mulai terjadi saat nyamuk anopheles infektif menghisap
darah manusia. Sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran
darah selama lebih kurang 1/2 jam. Setelah itu sporozoit masuk kedalam sel hati dan menjadi
tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon di hati yang terdiri dari 10.000-30.000
merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung
selama lebih kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kambuh).9
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah masuk ke peredaran darah dan
menginfeksi sel darah merah, hal ini disebut sebagai sporulasi. Di dalam sel darah merah, parasit
tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung
spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit
yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah
lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.9
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah
merah membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina). Apabila nyamuk anopheles
betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan
betina melakukan pembuahan sehingga dihasilkan zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya pecah mengeluarkan ribuan sporozoit. Sporozoit ini
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.9
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala
klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam
darah tepi dengan pemeriksaan mikroskopis.9
Epideomiologi
Malaria dapat ditemukan di berbagai macam tempat di dunia, keadaan malaria di dunia
saat ini, diperkirakan terdapat 300-500 juta kasus malaria klinis/tahun dengan 1,5 juta 2,7 juta
kematian. Sebanyak 90% kematian terjadi pada anak-anak dengan rasio 1 dari 4 anak balita di
Afrika meninggal karena malaria. Beberapa negara yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat,
Canada, negara di eropa (kecuali Russia), Israel,Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea,
Brunei, dan Australia. Negara tersebut terhindar dari malaria karena vektor kontrolnya yang
baik, walaupun demikian banyak dijumpai kasus malaria yang di import karena pendatang dari
negara malaria ataupun penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria. Plasmodium
falciparum dan Plasmodium Malariae umumnya di jumpai pada semua negara; Afrika, Haiti dan
Papua Nugini dengan umunya Plasmodium falciparum. Plasmodium vivax banyak di Amerika
Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium ovale biasanya hanya di Afrika.
Di Indonesia kawasan Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara,
Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusatenggara Timur serta Timor Timur merupakan
daerah endemis malaria dengan Plasodium falciparum dan Plasmodium vivax. Beberapa daerah
di Sumatra mulai dari Lampung, Riau, Jambi dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.5-7
PatofisiologiDemam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon (sporulasi) yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini merangsang sel-sel makrofag, monosit atau
limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (tumor necrosis factor).
TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan
terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang bebeda-
beda. P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax dan P. ovale 48 jam, dan P.malariae
72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari,P. vivax atau P.ovale selang
waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari.9
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia
dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel
darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah,
sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya
1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P.ovale dan P.
malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.9
Splenomegali terjadi karena limpa merupakan organ retikulo endothelial, dimana
plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini
menyebabkan limpa membesar.10
Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.
Eritrosit yang terinfeksi P.falciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya
eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu
pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Pla
smodium falciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan
reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini, terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam
pembuluh kapiler yang menyebabkan iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung
oleh proses terbentuknya “rosette” yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan
sel darah merah lainnya. Pada proses sitoadrenasi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator-mediator anatara lain sitokin (TNF interleukin), di mana mediator
tersebut mempunyai peran dalam gangguan fungsi jaringan tertentu.11
Gejala klinis
Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya tranmisi infeksi
malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asal infeksi,
umur,faktor genetik, keadaaan kesehatan dan nutrisi, pengobatan sebelumnya.Keadaan klinik
dalam perjalanan infeksi malaria:12
Serangan primer: yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksimal yang terdiri dari menggigil, panas dan berkeringat. Serangan
paroksimal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan
keadaan imunitas penderita.
Periode latent: yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi
malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
Recrudescense: yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu
sesudah berakhirnya serangan primer. Berulangnya gejala klinik sesudah periode laten
dan serangan primer.
Recurrence: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer.
Relaps: berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara
serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode yang lama dari masa latent
(sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar
eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.
Penatalaksanaan
Berdasarkan kerjanya pada tahapan perkembangan plasmodium, antimalaria dibedakan
atas skizontosoid jaringan dan darah; gametosid dan sporozontosid. Obat yang mengeliminasi
bentuk hepatik yang dorman atau sedang berkembang disebut skizontosid jaringan. Obat yang
bekerja terhadap parasit eritrositik disebut skizontisid darah. Obat yang membunuh stadium
seksual dan mencegah transmisi ke nyamuk disebut gametosid. Beberapa agen yang tersedia
merupakan obat profilaktik kausal, yaitu mampu mencegah infeksi eritrositik. Untuk
mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid darah yang bekerja terhadap merozoit di
eritrosit. Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritrosit
yang dapat menimbulkan gejala klinik. Contoh obat golongan ini adalah klorokuin, kuinin,
meflokuin, halofantrin, dan qinghaosu (artemisinin). Pengobatan supresi ditujukan untuk
menyingkirkan semua parasit dari tubuh pasien dengan memberikan skizontosid darah dalam
waktu yang lebih lama dari masa hidup parasit. Pencegahan kausal digunakan skizontosid
jaringan yang bekerja pada skizon yang baru memasuki jaringan hati. Dengan demikian tahap
eritrosit dapat dicegah dan transmisi lebih lanjut dihambat. Kloroguanid (proguanil) efektif untuk
profilaksis kausal malaria palcifarum. Pencegahan relaps juga menggunakan skizontosid
jaringan. Senyawa ini akan bekerja pada bentuk laten jaringan P. vivax dan P. ovale, setelah
bentuk primernya dijaringan hati dilepaskan ke sirkulasi skizontosid jaringan dimanfaatkan
untuk profilaksis terminal atau penyembuhan radikal. Pada serangan akut, skizontosid jaringan
diberikan bersamaan dengan skizontosid darah. Pengobatan radikal dimaksudkan untuk
memusnahkan parasit dalam fase eritrosit dan eksoeritrosit. Untuk itu digunakan kombinasi
skizontosid darah dan jaringan.12
Klorokuin merupakan suatu 4-aminokuinolin sintetik yang diformulasikan sebagai garam
fosfat untuk pemakaian oral. Obat diabsorpsi secara cepat dan hampir sempurna dari
saluran cerna, mencapai kadar plasma maksimal dalam waktu sekitar 3 jam, dan cepat
didistribusikan ke jaringan tubuh. Volume distribusi obat ini sangat besar, yaitu 100-1000
L/kg, dan secara perlahan dilepaskan dari jaringan dan dimetabolisme. Klorokuin
dieksresi terutama dalam urine dengan waktu paruh inisial 3-5 hari, tapi waktu paruh
eliminasi terminalnya lebih lama, sekitar1-2 bulan. Klorokuin merupakan obat pilihan
pada terapi malaria nonpalsifarum dan falsiparum yang sensitive. Klorokuin cepat
menurunkan demam (24-48 jam) dan membersihkan parasitemia (48-72 jam) akibat
parasit yang sensitif. Klorokuin biasanya ditoleransi dengan baik, bahkan pada
penggunaan jangka panjang. Pemberian setelah makan dapat menurunkan beberapa efek
simpang ini. Klorokuin umunya tidak boleh digunakan pada penderita kelainan retina
atau lapang pandang serta miopati. Klorokuin sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan riwayat penyakit hati atau gangguan hematologik atau neurologik. Agen
antidiare kaolin serta antasida yang mengandung kalsium dan magnesium dapat
menggangu penyerapan klorokuin sehingga tidak boleh diberikan secara bersamaan.12
Primakuin adalah turunan 8-aminokuinolin. Berbeda dengan kina, primakuin dosis terapi
tidak memiliki efek lain selain efek antimalaria. Setelah pemberian obat per oral,
primakuin segera diabsorpsi dan didistribusikan luas ke jaringan. Metabolisme
berlangsung cepat dan hanya sebagian kecil dari dosis yang diberikan yang dieksresi ke
urin dalam bentuk asal. Pada dosis tunggal, konsentrasi plasma mencapai maksimun
dalam 3 jam, dan waktu paruh eliminasinya 6 jam. Metabolit oksidatif primakuin
menghasilkan 3 macam metabolit: turunan karboksil merupakan metabolit utama pada
manusia dan merupakan metabolit yang tidak toksik, sedangkan metabolit yang lain
memiliki aktivitas hemolitik. Efek samping yang paling berat dari primakuin adalah
anemia hemolitik akut pada pasien yang alami defisiensi G6PD. Beratnya hemolisis
tergantung dari besarnya dosis dan beratnya defisiensi. Dosis yang lebih tinggi dapat
timbulkan spasme usus dan gangguan lambung. Gangguan saluran cerna dapat diatasi
dengan pemberian obat sewaktu makan. Priamakuin dikontradiksikan pada pasien dengan
gangguan sistemik berat yang cenderung alami artritis reumatoid dan lupus eritematosus.
Tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita hamil.12
Kina (kuinin) adalah alkaloid penting yang diperoleh dari kulit pohon sinkona dan
dipakai sebagai obat tradisional. Kina dapat diserap baik terutama melalui usus halus
bagian atas. Kadar puncaknya dalam plasma dicapai selama 1-3 jam setelah suatu dosis
tunggal. Distribusinya luas, terutama, ke hati, tapi kurang ke paru, ginjal, dan limpa.
Sebagian besar akan dimetabolisme dalam hati, sehingga hanya 20% yang dieskresikan
dalam bentuk utuh di urin. Karena perombakan dan ekskresi yang cepat, tidak terjadi
kumulasi dalam badan. Waktu paruh eliminasi pada orang sehat adalah 11 jam dan pada
pasien malaria berat adalah 18 jam. Alkaloid sinkona dieksresi terutama melalui urin
dalam bentuk metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung,
empedu, dan liur. Pada orang yang hiporeaktif, sinkonisme terjadi setelah dosis pertama
yang menimbulkan rona, gatal, bercak merah, demam, dan gangguan lambung, sesak
napas, gangguan pendengaran, dan penglihatan. Black water fever dengan gejala
hemolisis berat, hemoglibinemia, dan hemoglobinuri merupakan suatu reaksi
hipersensitiv kina yang biasa terjadi pada orang hamil. Dapat menyebabkan gangguan
ginjal, hipoprotombinemia, dan agranulositosis.12
Komplikasi
Pada penderita malaria, jika tidak mendapat penanganan atau dibiarkan begitu saja,
resiko membahayakan dapat terjadi dengan komplikasi-komplikasi yang beragam. Komplikasi
yang timbul dari penderita malaria jika tidak ditangani adalah pasien dapat mengalami penyakit
yang disebut dengan “malaria berat”. Komplikasi malaria berat ini umumnya disebabkan karena
P. Falciparum dan sering disebut pernicious manifestations. Penderita malaria dengan komplikasi
umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi
P. Falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:1
1. Malaria serebral (coma), tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit
setelah serangan kejang. Derajat penurunan kesadaran harus
dilakukan penilaian berdasarkan GCS(Glasgow Coma Scale).Gangguan kesadaran rin
gan (GCS < 15).
2. Acidemia/acidosis: pH darah < 7,25 atau plasma bicarbonate < 15 mmol/L,
kadar laktat vena < atau > 5 mmol/L, klinis pernapasan dalam/respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15%) pada keadaan parasit < 10.000
per mikro-liter-darah.
4. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/Kg BB pada
anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kretainin > 3mg/dl.
5. Hipoglikemi, merupakan keadaan dimana gula darah < 40 mg/dl
PencegahanTindakan pencegahan`infeksi malaria sangat penting untuk setiap individu, apalagi
individu yang imunitasnya rendah. Oleh karena itu, masih sangat dianjurkan
untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindari diri dari gigitan nyamuk, yaitu
dengan cara:13
1. Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup
peptisida, pemethrin atau deltamethrin).
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk (gosok, spray, asap, atau elektrik).
3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau memakai baju
lengan panjang, kaus/stocking.
4. Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.
Dengan cara promotif juga dapat dilakukan pencegahan, yaitu dengan melakukan
penyuluhangerakan 3M. Gerakan 3M adalah sebagi berikut:
1. Menguras bak mandi. Menguras bak mandi harus dilakukan sesering mungkin.Tujuannya
adalah supaya nyamuk tidak bertelur di bak mandi.
2. Menutup tampungan air. Tujuannya agar nyamuk tidak dapat masuk.
3. Menimbun barang-barang bekas, seperti kaleng, botol bekas dan plastik.Tujuannya agar
tidak menjadi tempat bersarangnya nyamuk.
Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan dengan fogging, jumantik, dan abatisasi.
Berikut penjelasannya:
1. Fogging, yaitu upaya yang dilakukan dengan pengasapan. Pengasapan ini dilakukan di
lokasi-lokasi yang tinggi jumlah peningkatan kasus DBD-nya agar
penyebaran penyakit dapat segera dikendalikan lewat pemberantasan vektor nyamuk Aed
es aegypti dewasa bersama-sama masyarakat dan sektor swasta. Fogging dilakukan
didaerah fokus-fokus penularan.
2. Jumantik adalah singkatan dari Juru Pemantau Jumantik, bertugas untuk melaksanakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). PSN ini diintensifkan lewat kegiatan Pemantauan
Jentik Berkala (PJB) dengan merekrut Juru Pemantau Jentik (Jumentik).
3. Abatisasi adalah menggunakan sejenis insektisida dengan merek dagang Abate.
Kegunaannya untuk mencegah larva berkembang menjadi nyamuk dewasa.
Prognosis
Telah kita ketahui sebelumnya, bahwa dikenal ada 4 jenis plasmodium pada
malraia.Keempat jenis plasmodium ini memiliki masing-masing prognosis. Sebagai berikut:1
1. P. Vivax (baik, tidak menyebabkan kematian).
2. P. Malariae (tanpa pengobatan dapat menimbulkan relaps 30-50 tahun).
3. P. Ovale (baik).
4. P. Falciparum (banyak komplikasi, menyebabkan malaria berat, juga kematian).
Kesimpulan
Jadi, dari gejala klinik penyakit yang dapat menyebabkan demam di atas, disimpulkan
bahwa, laki-laki 35 tahun yang mengeluh demam sejak 1 minggu yang lalu dengan sifat demam
yang sempat menghilang kemudian naik lagi disertai menggigil, berkeringat, sakit kepala dan
mual. Sesuai dengan ciri-ciri pasien yang menderita penyakit malaria.
Daftar pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis
dan Pemeriksaan Fisik. Ed5. Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing. 2009.
2. Harijanto PN. Malaria. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit. Edisi ke- 5. Jilid 3 Jakarta: Interna Publishing;
2009. H. 1754-69.
3. Santoso M. Standart pelayanan medis penyakit dalam: Rumah Sakit Umum Daerah
Koja. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia; 2004. H. 13-7.
4. Wahyu GG. Apa yang dokter anda tidak katakan tentang demam berdarah. Jakarta:
PT Mizan Publika; 2011.
5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN, editor. Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC; 2000.
Hal. 1-15.
6. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam: Harijanto
PN, editor. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.
Jakarta: EGC; 2000. Hal: 38-52.
7. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000;
Hal: 151-55.
8. Aines. Seri lingkungan dan penyakit: Manajemen berbasis lingkungan. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo; 2006. H. 73-4.
9. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia.
Jakarta:Departemen Kesehatan RI; 2008.h. 7.3.
10. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang.Astuti NZ, editor. Jakarta: EGC; 2009.h. 214
11. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Hartanto
H,editor. Jakarta: EGC; 2012.h. 258-9
12. Syarif A, Sadikin ZD. Obat malaria. Dalam : Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia. Farnakologi dan terapi. Edisi
5. Jakarta : Badan Penerbit FKUI ; 2012. H. 556-70
13. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasan.
Jakarta: Erlangga; 2008. h. 34-6, 59-63, 111-6, 124-5.