Skenario 1 Blok Pediatri FK UNS

33
B TU Adhe M Micha Wiriya Helmi Canda Silvia Ni Nyo Ellena Agusti Elvia R Anggr Azalia UNIVERS LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI SKENARIO I KELOMPOK 17 UTOR: Lilik Wijayanti, dr., M. Kes Marlin Sanyoto G0012002 ael Asby Wijaya G0012132 ana, I Gst Ngr. Agung G0012230 i Fakhruddin G0012090 a Arditya G0012046 Khasnah W G0012212 oman Widyastuti G0012148 a Rachma Kusuma G0012066 in Febriana G0012008 Rahmi Marga Putri G0012068 raini Lalang Buana G0012016 a Virsalina G0012038 FAKULTAS KEDOKTERAN SITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2015 A

description

Skenario 1 Blok Pediatri FK UNS

Transcript of Skenario 1 Blok Pediatri FK UNS

  • BLOK PEDIATRI SKENARIO I

    TUTOR:

    Adhe Marlin SanyotoMichael Asby WijayaWiriyana, I Gst Ngr. AgungHelmi FakhruddinCanda Arditya Silvia Khasnah Ni Nyoman Widyastuti Ellena Rachma Kusuma Agustin Febriana Elvia Rahmi Marga Putri Anggraini Lalang Buana Azalia Virsalina

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    LAPORAN TUTORIAL BLOK PEDIATRI SKENARIO I

    KELOMPOK 17 TUTOR: Lilik Wijayanti, dr., M. Kes

    Adhe Marlin Sanyoto G0012002 Michael Asby Wijaya G0012132 Wiriyana, I Gst Ngr. Agung G0012230 Helmi Fakhruddin G0012090 Canda Arditya G0012046 Silvia Khasnah W G0012212 Ni Nyoman Widyastuti G0012148 Ellena Rachma Kusuma G0012066 Agustin Febriana G0012008 Elvia Rahmi Marga Putri G0012068 Anggraini Lalang Buana G0012016 Azalia Virsalina G0012038

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    TAHUN 2015

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

  • BAB I PENDAHULUAN

    I. SKENARIO Pada tutorial kali ini,kami membahas mengenai skenario I blok pediatri : Seorang ibu G2P1A0 berusia 25 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 3 kg, panjang 48 cm secara spontan, warna ketuban jernih tidak ada mekoneum. Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernapas, tonus otot kurang baik. Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif didapatkan bayi bernapas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100x per menit. Skor apgar 5 7 10 . Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban pecah 24 jam, tidak ada demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu menunjukan bahwa tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa keruang perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu.

    II. TUJUAN PEMBELAJARAN - Mengetahui perubahan fisiologi neonatus - Mengetahui kriteria neonatus normal - Mengetahui fisiologi air ketuban - Mengetahui pentingnya ANC - Mengetahui mengenai ketuban pecah dini - Mengetahui kelainan pernapasan pada neonatus - Mengetahui cara pemberian resusitasi neonatus - Mengetahui pentingnya pemberian ASI dan rawat gabung - Mengetahui mengenai infeksi pada ibu hamil

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    I. FISIOLOGI NEONATUS DALAM PENYESUAIAN DIAWAL KELAHIRAN Ketika neonatus dilahirkan, hubungan plasental dan dukungan metabolik yang berasal dari ibu secara otomatis akan hilang. Kejadian ini memaksa neonatus untuk segera beradaptasi memenuhi kebutuhan hidup, salah satunya dengan mulai bernapas. Neonatus akan mengalami kejadian asfiksia ringan dan menerima impuls sensorik kulit yang dingin, dimana kedua hal ini akan menginisiasi pernapasan awal pada neonatus. Saat paru-paru neonatus mulai ekspansi untuk pertama kalinya, terdapat hambatan tegangan permukaan cairan pengisi paru yang menyebabkan dinding alveolus menjadi kolaps sebesar 25 mmHg. Kondisi ini memaksa bayi menangis kuat sehingga menghasilkan tekanan 60 mmHg yang cukup untuk membuat paru-paru mengembang. Dimana pernapasan bayi belum sepenuhnya normal sampai 40 menit pasca kelahiran. Secara fisiologis, proses ini berlangsung kurang dari satu menit, ditandai dengan tangisan yang keras. Apabila neonatus tidak segera bernapas dalam jangka waktu tersebut, akan terjadi kondisi hipoksia (kekurangan O2) dan hiperkapnik (kelebihan CO2) sehingga membutuhkan tambahan stimulus pada pusat respirasi, yaitu dengan melakukan resusitasi. Beberapa keadaan dapat menyebabkan bayi mengalami gangguan pernapasan pasca kelahiran. Pengaruh anastesi general (total) pada ibu saat melahirkan dapat menyebakan onset bernapas tertunda selama beberapa menit. Prolonged fetal hipoksia juga dapat disebabkan antara lain: kala 2 memanjang; kompresi pada umbilical cord; pemisahan plasenta yang terlalu dini (abruption plasenta); kontraksi uterus yang berlebihan; trauma kepala. Derajat hipoksia yang dapat ditolerir oleh neonatus maksimal 10 menit setelah partus. Apabila pernapasan tertunda selama 8-10 menit akan menyebabkan gangguan permanen, dimana lesi terutama terjadi di thalamus, coliculus inferior, area belakang otak yang dapat menyebabkan kerusakan motor neuron, contohnya cerebral palsy.

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • II. KRITERIA NEONATUS NORMAL Saat baru lahir, perlu dilakukan identifikasi neonatus untuk mengetahui apakah kondisinya normal atau tidak. Hal-hal yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut : 1. Lahir cukup bulan, air ketuban tidak bercampur mekoneum 2. Dari sisi antropometri, neonatus normal memiliki berat 2500-4000 gram, panjang

    lahir normal 48-52 cm, dan lingkar kepala normal 33-37 cm. 3. Menilai kondisi asfiksia dan tonus otot menggunakan skor APGAR yang diukur

    pada 1 menit pertama dan 5 menit. Normalnya, skor APGAR pada 1 menit pertama 7-10, sedangkan pada 5 menit 8-10.

    III. APGAR SCORE PENGERTIAN APGAR SCORE Apgar score adalah suatu metode penilaian yang digunakan untuk mengkaji kesehatan neonatus dalam menit pertama setelah lahir sampai 5 menit setelah lahir, serta dapat diulang pada menit ke 10 15. Nilai apgar merupakan standart evaluasi neonatus dan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk evaluasi di kemudian hari. (Adelle, 2002). Kata APGAR dipublikasikan pertama kali pada tahun 1952. Lalu tahun 1962, Joseph membuat akronim dari kata APGAR tersebut, yaitu Appearance (colour = warna kulit), Pulse (heart rate = denyut nadi), Grimace (refleks terhadap rangsangan), Activity (tonus otot) dan Respiration (usaha bernapas). (Sujiyatini , 2011) . TUJUAN DILAKUKANNYA APGAR Hal yang penting diketahui, bahwa penilaian skor ini dibuat untuk menolong tenaga kesehatan dalam mengkaji kondisi bayi baru lahir secara umum dan memutuskan untuk melakukan tindakan darurat atau tidak. Penilaian ini bukan sebagai prediksi terhadap kesehatan bayi atau intelegensi bayi dimasa mendatang. Beberapa bayi dapat mencapai angka 10, dan tidak jarang, bayi yang sehat mempunyai skor yang lebih rendah dari biasanya, terutama pada menit pertama saat baru lahir. Sampai saat ini , skor apgar masih tetap digunakan karena selain ketepatannya, juga karena cara penerapannya yang sederhana, cepat dan ringkas. Yang terpenting dalam penentuan skor apgar ini adalah untuk menetukan bayi tersebut asfiksia atau tidak. (Sujiyatini, 2011)

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • KRITERIA Lima kriteria Skor Apgar :

    Kriteria Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

    Appearance (warna kulit)

    seluruhnya biru atau pucat

    warna kulit tubuh normal merah muda, tetapi kepala dan ekstermitas kebiruan (akrosianosis)

    warna kulit tubuh , tangan , dan kaki normal merah muda , tidak ada sianosis

    Pulse (denyut jantung)

    tidak teraba 100 kali/menit

    Grimace (respons refleks)

    Tidak ada respons thdp stimulasi

    meringis/menangis lemah ketika di stimulasi

    meringis/bersin/batuk saat stimulasi saluran napas

    Activity (tonus otot)

    lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif

    Respiration (pernapasan)

    tidak ada Lemah, tidak teratur menangis kuat, pernapasan baik dan teratur

    CARA PENILAIAN APGAR Skor Apgar dinilai pada menit pertama, menit kelima dan menit kesepuluh setelah bayi lahir, untuk mengetahui perkembangan keadaan bayi tersebut. Namun dalam situasi tertentu. Skor Apgar juga dinilai pada menit ke 10, 15 dan 20 hingga total skor 10 (Sujiyatini, 2011).

    1. Appearance (warna kulit) : Menilai kulit bayi. Nilai 2 jika warna kulit seluruh tubuh bayi kemerahan, nilai 1 jika kulit bayi pucat pada bagian ekstremitas , dan nilai 0 jika kulit bayi pucat pada seluruh badan (Biru atau putih semua).

    2. Pulse (denyut jantung) : Untuk mengetahui denyut jantung bayi, dapat dilakukan dengan meraba bagian atas dada bayi di bagian apeks dengan dua jari atau dengan meletakkan stetoskop pada dada bayi. Denyut jantung dihitung dalam satu menit, caranya dihitung 15 detik, lalu hasilnya dikalikan 4 sehingga didapat hasil total dalam 60 detik. Jantung yang sehat akan berdenyut di atas 100 kali per menit dan diberi nilai 2. Nilai 1 diberikan pada bayi

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • yang frekuensi denyut jantungnya di bawah 100 kali per menit . Sementara bila denyut jantung tak terdeteksi sama sekali maka nilainya 0.

    3. Grimace (respon reflek) : Ketika selang suction dimasukkan ke dalam lubang hidung bayi untuk membersihkan jalan nafasnya akan terlihat bagaimana reaksi bayi. Jika ia menarik, batuk, ataupun bersin saat di stimulasi, itu pertanda responnya terhadap rangsangan bagus dan mendapat nilai 2. Tapi jika bayi hanya meringis ketika di stimulasi, itu berarti hanya mendapat nilai 1 dan jika bayi tidak ada respon terhadap stimulasi maka diberi nilai 0.

    4. Activity (tonus otot) : Hal ini dinilai dari gerakan bayi. Bila bayi menggerakkan kedua tangan dan kakinya secara aktif dan spontan begitu lahir, artinya tonus ototnya bagus dan diberi nilai 2. Tapi jika bayi dirangsang ekstermitasnya ditekuk, nilainya hanya 1. Bayi yang lahir dalam keadaan lunglai atau terkulai dinilai 0.

    5. Respiration (pernapasan) : Kemampuan bayi bernafas dinilai dengan mendengarkan tangis bayi. Jika ia langsung menangis dengan kuat begitu lahir, itu tandanya paru-paru bayi telah matang dan mampu beradaptasi dengan baik. Berarti nilainya 2. Sedangkan bayi yang hanya merintih rintih, nilainya 1. Nilai 0 diberikan pada bayi yang terlahir tanpa tangis (diam). Kriteria keberhasilannya adalah sebagai berikut : o Hasil skor 7-10 pada menit pertama menunjukan bahwa bayi berada dalam kondisi

    baik atau dinyatakan bayi normal. o Hasil skor 4-6 dinyatakan bayi asfiksia ringan sedang , sehingga memerlukan

    bersihan jalan napas dengan resusitasi dan pemberian oksigen tambahan sampai bayi dapat bernafas normal .

    o Hasil skor 0-3 dinyatakan bayi asfiksia berat , sehingga memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen secara terkendali .

    IV. PENATALAKSANAAN PADA BAYI BARU LAHIR

    1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3) : - Kolaborasi dalam pemberian suction . - Kolaborasi dalam pemberian O2 . - Berikan kehangatan pada bayi . - Observasi denyut jantung , warna kulit , respirasi . - Berikan injeksi vit K , bila ada indikasi perdarahan .

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • 2. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) : - Kolaborasi dalam pemberian suction . - Kolaborasi dalam pemberian O2 . - Observasi respirasi bayi . - Beri kehangatan pada bayi .

    3. Bayi normal (nilai APGAR 7-10) : - Berikan kehangatan pada bayi . - Observasi denyut jantung, warna kulit , serta respirasi pada menit selanjutnya

    sampai nilai Apgar menjadi 10.

    V. FISIOLOGI CAIRAN AMNION Rongga amnion erisi oleh cairan jernih encer (air ketuban) yang sebagian dihasilkan oleh sel amnion meskipun sebagian besar berasal dari daraj ibu. Jumlah cairan meningkar dari sekitar 30 mL pada minggu ke 10 kehamilan menjadi 450 mL pada minggu ke 20 dan menjadi 800-1000 ml pada minggu ke 37. Selama bulan-bulan awal kehamilan, mudigah tergantung pada tali pusat di dalam cairan ini yang berfungsi sebagai bantalan pelindung. Selain itu, cairan ini berfungsi sebagai peredam guncangan, mencegah melekat mudigah ke dinding amnion, dan memungkinkan janin bergerak. Volume cairan amnion diganti setiap 3 jam. Dari awal bulan kelima, janin menelan cairan amnionnya sendiri dan diperkirakan bahwa janin minum sekitar 400ml per hari, sekitar setengah dari jumlah total. Urin janin masuk ke dalam cairan amnion setiap hari sejak bulan ke lima. Tetapi utin ini sebagian adalah air karena plasenta berfungsi sebagai organ untuk pertukaran zat sisa metabolisme. Pada saat lahir, selaput amniokorion membernuk suatu gaya hidrostatik seperti baji yang membantu membuka kanalis servikalis. Pecahnya selaput amnion secara prematur yang merupakan penyebab tersering persalinan prematur terjadi pada sekitar 10% kehamilan. Selain itu, o;igohidramnion akibatpecahnya selaput amnion dapat menyebabkan club foot dan hipoplasia paru. Penyebab pecahnya selaput amnion umumnya belum diketahui, tetapi pada sebagian kasus, trauma dicurigai sebagai penyebabnya.

    VI. ASFIKSIA PADA JANIN A. Definisi

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007). Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).

    B. Etiologi / Penyebab Asfiksia Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu

    Preeklampsia dan eklampsia Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

    2. Faktor Tali Pusat Lilitan tali pusat Tali pusat pendek Simpul tali pusat Prolapsus tali pusat

    3. Faktor Bayi Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

    Kelainan bawaan (kongenital) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

    Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

    C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis

    Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : 1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. 2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. 3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap

    tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

    Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Warna kulit kebiruan Kejang Penurunan kesadaran

    D. Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

    1. Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya

    2. Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

    3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)

    E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : Penafasan, Denyut jantung,Warna kulit Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

    F. Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu : 1. 2 helai kain / handuk. 2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk

    kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.

    3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. 4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. 5. Kotak alat resusitasi. 6. Jam atau pencatat waktu. (Wiknjosastro, 2007).

    VII. RESUSITASI PADA NEONATUS Tujuan dari resusitasi ialah memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke otak, jantung dan alat vital lainnya. Asfiksia sendiri didefinisikan sebagai gagal nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Kata asfiksia juga dapat memberi gambaran atau arti kejadian di dalam tubuh bayi berupa hipoksia progresif, penimbunan CO2 (hiperkarbia) dan asidosis. Langkah-Langkah Resusitasi 1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan

    selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. 2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar. 3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor). 4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih

    kemudian lanjutkan ke hidung. 5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-

    usap punggung bayi. 6. Nilai pernafasan.

    a. Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.

    b. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 60 x / menit. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. - 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. - 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. - 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai

    kompresi jantung. - < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.

    Kompresi jantung Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung : a. Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi

    tubuh bayi. b. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan

    belakang tubuh bayi. 7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. 8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai

    denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan. 9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 :

    10.000 dosis 0,2 0,3 mL / kg BB secara IV. 10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. 11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas

    tiap 3 5 menit. 12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon

    terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007)

    Tindakan setelah resusitasi : 1. Pemantauan pasca resusitasi 2. Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat

    ellena

    ellena

    ellena

  • 3. Membuat catatan tindakan resusitasi 4. Konseling pada keluarga

    Pemantauan pasca resusitasi : 1. Bayi harus dipantau secara khusus : 2. Bukan dirawat secara rawat gabung 3. Pantau tanda vital : pernapasan, jantung, kesadaran dan produksi urin 4. Jaga bayi agar senantiasa hangat 5. Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah Bayi dirujuk bila: 1. Bila Puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap

    Rujuk bila bayi tidak memberi respons terhadap tindakan resusitasi selama 2 - 3 menit

    2. Bila Puskesmas mempunyai fasilitas lengkap : - Rujuk bila telah dilakukan resusitasi secara lengkap, bayi tidak memberi respons - Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, lakukan tindakan

    paling optimal dan berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga - Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk :

    Jelaskan kepada orang tua tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan manfaat rujukan untuk bayi ini

    Resusitasi dinilai tidak berhasil jika : Bayi tidak bernapas spontan Tidak terdengar denyut jantung Setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit

    VIII. KETUBAN PECAH DINI Ketuban pecah dini merupakan kondisi ketuban yang pecah sebelum ibu hamil masuk ke dalam masa persalinan. Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya Ilmu Kebidanan menyebutkan bahwa 8-9% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Sementara itu untuk kejadian ketuban pecah dini premature sebanyak 1% di mana ketuban pecah di saat umur kehamilan belum mencapai 37 minggu. Mekanisme ketuban pecah umumnya diawali oleh kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Pada selaput ketuban terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler. Kolagen matriks ekstraseluler inilah yang akan

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • memperkuat selaput ketuban selama masa kehamilan. Di awal masa kehamilan selaput ketuban sangat kuat. Hal ini diakibatkan matriks metalloproteinase (MMP) yang merupakan mediator degradasi kolagen dihambat aktivitasnya oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Sementara itu di trisemester ketiga , kekuatan selaput ketuban mulai melemah akibat perubahan keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 yang mengarah ke degradasi proteolitik. Proses biokimia ini mengakibatkan selaput ketuban inferior rapuh. Selain itu makin membesarnya uterus, semakin aktifnya gerakan janin, dan kontraksi rahim yang semakin sering juga mempunyai peranan dalam pecahnya ketuban. Komplikasi dari ketuban pecah dini bukan hanya terjadi pada ibu tetapi juga pada janin yang dikandung. Pada ibu dan janin dengan keadaan ketuban pecah dini cenderung untuk mengalami infeksi maternal dan neonatal. Persentase kejadian infeksi akan meningkat apabila terjadi ketuban pecah dini premature. Selain itu kondisi ketuban yang pecah menyebabkan air ketuban di dalam selaput ketuban menjadi berkurang sehingga terjadi oligohidroamnion. Oligohidroamnion membuat ruang gerak janin menyempit sehingga kejadian kompresi tali pusat meningkat akibatnya bayi berisiko mengalami hipoksia dan asfiksia.

    IX. INFEKSI TORCH PADA MATERNAL Infeksi kongenital: TORCH, Hepatitis, Toxoplasmosis Penularan vertikal Toxoplasma gondii terjadi melalui perpindahan organisme transplasenta dar ibu ke janin.keparahan penyakit pada janin berbanding terbalik dengan usia gestasi saat timbulnya infeksi pada ibu. Uji serologi merupakan sarana utama diagnosis. Antibodi IgG spesifik mencapai konsentrasi puncak pada 1 hingga 2 bulan setelah infeksi dan menetap. Bayi dengan seri konversi atau kadar IgG nya mengalami peningkatan sebanyak empat kali lipat, harus dilanjutkan dengan pemeriksaan antibodi IgM spesifik untuk menegakkan diagnosis. Terutama pada infeksi kongenital, pengukuran antibodi IGA dan Ige dapat membantu menefakkan diagnosis penyakir neurologis Rubella

    Agen epidemiologi pada ibu gambaran klinis pada neonatus

    toxoplasma paparan terhadap kucing atau dafing hidrosefalus, cairan spinal

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • gondii mentah atau agen imunosupresi paparan risiko tinggi pada usia kehamilan 10-24 minggu

    abnorma;, kalsifikasi di intrakranial, korioretinitis, ikterus, heparisplenomegali, demam. banyak bayi asimptimatik saat lahir tatalaksana pirimetamin dan sulfadiazin

    virus rubella

    ibu belum diimunisasi dan seronegatif, demam, dan ruam defek terdeteksi dengan infeksi 8 minggu 85% 9-12 minggu 50% 13-20 minggu 16% virus mungkin terdapat pada tenggorokan bayi selama 1 tahun pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin

    pertumbuhan janinn terhambat, mikrosefali, mikroftalmia, katarak, glaukoma, korioretinitissalt and pepper, hepatosplenomegali, ikterus, PDA, tuli, ruam blueberry muffin, anemia, trombositopenia, leukopenia, lusensri merafiseal, defisiensi sel B dan sel T. bayi dapat asimtomatik saat lahir.

    CMV penyakit menular seksual, infeksi fnital primer dapat asimtomatik. mononukleosis heterofil negatif virus dapat menetap dalam sarah bayi selama 1-5 tahun

    sepsis, pertumbuhan janin terhambat, korioretinitis, mikrosefali, kalsisikasi periventrikular, ruam blueberry muffin, anemia,trombositopenia, neuropenia, hepatosplenomegali, ikterus, tuli, penumonia.

    virus herpes simpleks tipe 1 dan 2

    penyakit menular seksual, infeksi fenital primer dapat asimtomatik, infeksi intrauterin jarang, infeksi yang didapat saat lahir lebih sering

    infeksi intrauterin: korioretinitis, lesi kulit, mikrosefali. pascanatal: endefalitis, penyakit

    ellena

    ellena

    ellena

  • ditemukan lokal atau diseminata, vesikel kulit, keratokonjungtivitis terapi asiklovir

    virus varicella zoster

    infeksi intrauterin dengan cacar air bayi mengalami varisela neonatus berat pada ibu yang sakit 5 hari sebelum atau 2 hari setelah kelahiran

    mikroftalmia, katarak, korioretinitis, aplasia/hipoplasia kulit dan tulang, jaringan parut Zoster seperti anak yang lebih besar. pencegahan kondisi neonatal dengan VZIG terapi neonatus: asiklovir

    treponema pallidum (syphillis)

    penyakit menular seksual gejala asimtomatik primer pada ibu berupa chancre tersembunyi yang tidak nyeri pennisilin, bukan eritromisin, mencegah infeksi janin

    gambaran saat lahir berupa hidrops non-imun, prematuritas, anemia, neutropenia, trombo[enia, pneumonia, hepatosplenomegali periode akhir neonatal berupa pilek (rinitis), ruam, hepatosplenomegali, kondiloma lata, metafisitis, leositosis cairan serebrispinal, keratitis, tulang baru oeriostal, limfositosis, hepatisi onset lambat: gigi, mata, tulang, kulit, susunan saraf pusat, telinga terapi penisilin

    viris hepatitis B

    sering terjadi transmisi secara vertikal.dapat menyebabkan sirosis, karsinoma hepatoseluler

    hepatitis akut pada neonatus, banyak yang menjadi karier asimtomatik pencegahan, HBIG, vaksin.

    ellena

    ellena

    ellena

  • X. HEPATITIS B PADA IBU HAMIL Penularan hepatitis B perinatal terutama ditemukan pada bayi yang dilahirkan carrier HbsAg atau ibu yang menderita Hepatitis B selama kehamilan trimester ketiga atau selama periode awal pasca partus. Meskipun kira-kira 10% dari infeksi dapat diperoleh in utero, bukti epidemiologik memberi kesan bahwa hampir semua infeksi timbul kira-kira pada saat persalinan dan tidak berhubungan dengan proses menyusui. Pada hampir semua kasus, infeksi acut pada neonatus secara klinis asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan menjadi seorang carrier HbsAg Penyebaran perinatal merupakan masalah yang besar di negaranegara di mana terdapat prevalensi infeksi virus Hepatitis B yang tinggi dengan prevalensi HbsAg yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu HbsAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga dari kehidupannya. Peranan adanyaHbsAg pada ibu sangat dominan untuk penularan. Sebaiknya walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun bila HbsAg dalam darah negatif maka daya tularnya menjadi rendah Tatalaksana ibu hamil dengan HBsAg positif 1. Ibu ditangani secara multidisiplin antara dokter spesialis kandungan dengan dokter spesialis penyakit dalam. Selain itu dokter spesialis kandungan juga perlu memberitahu dokter spesialis anak, Sehingga, dokter spesialis anak dapat merencanakan tatalaksana segera setelah bayi lahir. 2. Pada beberapa rumah sakit di luar negeri dipertimbangkan agar kelahiran bayi melalui proses bedah caesar. 3. Satu dua minggu sebelum taksiran partus, dokter spesialis anak memastikan tersedianya vaksin hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis B. 4. Pada saat ibu in partu, dokter spesialis anak mendampingi dokter spesialis kebidanan. Tindakan segera setelah bayi lahir (dalam waktu kurang dari 12 jam) adalah a. Memberikan vaksin rekombinan hepatitis B secara IM, dosis 5 g vaksin HBVax-II

    atau 10 g vaksin Engerix-B. b. Pada saat yang bersamaan, di sisi tubuh yang lain diberikan imunisasi pasif hepatitis

    B dalam bentuk hepatitis B imunoglobulin HBIg secara IM, dengan dosis 0.5 ml. c. Mengingat mahalnya harga imunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak

    mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pemberian HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisasi aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.

    5. Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • a. Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HBsAg berkala pada usia 7 bulan (satu bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga), 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1 tahun.7-9 (1) Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.7-9 (2) Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun, seperti pada butir a.8,9 (3) Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif, bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis. (4). Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG hati, alfa feto protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan HBV-DNA setiap 1-2 tahun.1,4,5 b. Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap 2-3 bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus. Tatalaksana umum Pemantauan tumbuh-kembang, gizi, serta pemberian imunisasi, dilakukan sebagaimana halnya dengan pemantauan terhadap bayi normal lainnya

    XI. DIABETES MATERNAL GESTASIONAL DMG hanya merupakan gangguan metabolism yang ringan, tetapi hiperglikemia ringan tetap dapat memberikan penyulit pada ibu, berupa preeclampsia, polihidramnion, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesarea, dan trauma persalinan akibat bayi besar. Sekitar 40 sampai 60% wanita yang pernah DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau toleransi glukosa terganggu. Beberapa keadaan yang biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang menderita DMG antara lain makrosomia, hipoglikemia pada 24 jam pertama setelah lahir, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, polisitemia hematologis, asfiksia perinatal, dan sindrom gawat nafas neonatal. Penapisan untuk DMG harus dilakukan pada semua wanita hamil saat kunjungan ANC. Tujuan penanganan adalah mencapai dan mempertahankan keadaan normoglikemik sejak hamil hingga persalinan, yaitu kadar glukosa darah puasa

  • jam setelah makan 4000 gram, pernah preeclampsia, dan polihidramnion. Sedangkan riwayat ibu antara lain umur ibu hamil > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, pernah DMG pada kehamilan sebelumnya, serta infeksi saluran kemih berulang selama hamil.

    XII. ASI ASI adalah nutrisi terbaik dan paling lengkap. Nilai nutrisi ASI lebih lengkap dibanding susu formula, karena mengandung lemak, karbohidrat, protein, dan air dalam jumlah yang tepat untuk pencernaan, perkembangan otak, dan pertumbuhan bayi. Kandungan nutrisinya yang unik menyebabkan ASI memiliki keunggulan yang tidak dapat ditiru oleh susu formula apapun. Demikian pula, Jenis asam lemak yang terdapat di ASI memberikan pengaruh terhadap perkembangan otak yang menyebabkan kemampuan melihat dan fungsi kognitif bayi berkembang lebih awal. Kolostrum berwarna kekuningan yang keluar dari payudara pada beberapa jam pertama kehidupan seringkali dianggap sebagai cairan yang tidak cocok untuk bayi, padahal sesungguhnya kolostrum kaya akan sekretori immunoglobulin A (Ig A) yang berfungsi melapisi saluran cerna agar kuman tidak dapat masuk ke dalam aliran darah dan akan melindungi bayi sampai sistem imunnya (sistem kekebalan tubuh) berfungsi dengan baik. Saluran cerna bayi yang mendapat ASI mengandung banyak bakteri Bifidobacteria dan Lactobacillus; bakteri menguntungkan yang dapat mencegah pertumbuhan organisme yang merugikan dan banyak dilaporkan mempunyai efek terhadap peningkatan sistem imun (kekebalan) tubuh. Oleh karena sistem imun bayi belum sepenuhnya matang, maka kandungan ASI akan melengkapi kekurangan tersebut dan hal tersebut tidak didapatkan pada bayi yang mendapat susu sapi. Selain itu, ASI keluar langsung dari payudara sehingga selalu steril dan tidak pernah terkontaminasi oleh air dan botol tercemar. Bayi dianjurkan untuk disusui secara ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupan dan

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • dilanjutkan dengan didampingi makanan pendamping ASI. Perlindungan terhadap infeksi paling besar terjadi selama beberapa bulan pertama kehidupan bayi yang mendapat ASI secara eksklusif. Lebih lama bayi mendapatkan ASI akan memberikan efek proteksi yang lebih kuat. Menyusui eksklusif selama 6 bulan terbukti memberikan risiko yang lebih kecil terhadap berbagai penyakit infeksi (diare, infeksi saluran napas, infeksi telinga, pneumonia, infeksi saluran kemih) dan penyakit lainnya (obesitas, diabetes, alergi, penyakit inflamasi saluran cerna) di kemudian hari. Zat kekebalan yang terdapat dalam ASI berasal dari ibu yang ditransfer ke bayi untuk membantu mengatur respons imun tubuh melawan infeksi. Menyusui ekslusif selama 6 bulan juga akan meningkatkan kadar antibodi di dalam sirkulasi darah ibu sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi setelah melahirkan (infeksi pasca partus). Perdarahan setelah melahirkan berkurang dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi oksitosin. Kandungan Asi Keunggulan dan keistimewaan Air Susu Ibu (ASI) sebagai nutrisi untuk bayi sudah tidak diragukan lagi. Masyarakat luas khususnya kaum ibu telah paham benar kegunaan dan manfaat ASI, berbagai tulisan yang membahas masalah ASI telah banyak dipublikasi. Dalam makalah ini akan dibahas nilai nutrisi yang terkandung dalam ASI dan keunggulannya dibanding nutrisi lain untuk bayi, dengan demikian diharapkan para ibu akan lebih percaya diri dalam memberikan ASI kepada bayinya. Seperti halnya nutrisi pada umumnya, ASI mengandung komponen makro dan mikro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein dan lemak sedangkan mikronutrien adalah vitamin & mineral. Air susu ibu hampir 90%nya terdiri dari air. Volume dan komposisi nutrien ASI berbeda untuk setiap ibu bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan volume dan komposisi di atas juga terlihat pada masa menyusui (kolostrum, ASI transisi, ASI matang dan ASI pada saat penyapihan). Kandungan zat gizi ASI awal dan akhir pada setiap ibu yang menyusui juga berbeda. Kolostrum yang diproduksi antara hari 1-5 menyusui kaya akan zat gizi terutama protein. ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). ASI yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan (prematur) mengandung tinggi lemak dan protein, serta rendah laktosa dibanding ASI yang berasal dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan. Pada saat penyapihan kadar lemak dan protein meningkat seiring bertambah banyaknya kelenjar payudara. Walapun kadar protein, laktosa, dan nutrien

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • yang larut dalam air sama pada setiap kali periode menyusui, tetapi kadar lemak meningkat. Jumlah total produksi ASI dan asupan ke bayi bervariasi untuk setiap waktu menyusui dengan jumlah berkisar antara 450 -1200 ml dengan rerata antara 750-850 ml per hari. Banyaknya ASI yang berasal dari ibu yang mempunyai status gizi buruk dapat menurun sampai jumlah hanya 100-200 ml per hari. Komposisi ASI mengandung air sebanyak 87.5%, oleh karena itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu lagi mendapat tambahan air walaupun berada di tempat yang mempunyai suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada bayi yang mendapat susu formula. Karbohidrat Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula. Namun demikian angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi atau susu formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. Protein Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan Casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein Casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein Casein yang terdapat dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung protein ini dalam jumlah tinggi (80%). Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang banyak terdapat di protein susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan jenis protein yang potensial menyebabkan alergi. Kualitas protein ASI juga lebih baik dibanding susu sapi yang terlihat dari profil asam amino (unit yang membentuk protein). ASI mempunyai jenis asam amino yang lebih

  • lengkap dibandingkan susu sapi. Salah satu contohnya adalah asam amino taurin; asam amino ini hanya ditemukan dalam jumlah sedikit di dalam susu sapi. Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena asam amino ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang sedang berkembang. Taurin ini sangat dibutuhkan oleh bayi prematur, karena kemampuan bayi prematur untuk membentuk protein ini sangat rendah. ASI juga kaya akan nukleotida (kelompok berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa nitrogen, karbohidrat, dan fosfat) dibanding dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu kualitas nukleotida ASI juga lebih baik dibanding susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri baik dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan daya tahan tubuh. Lemak Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi dan susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam ASI dan susu sapi atau susu formula. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI juga mengandung banyak asam lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. Susu sapi tidak mengadung kedua komponen ini, oleh karena itu hampir terhadap semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA ini. Tetapi perlu diingat bahwa sumber DHA & ARA yang ditambahkan ke dalam susu formula tentunya tidak sebaik yang terdapat dalam ASI. Jumlah lemak total di dalam kolostrum lebih sedikit dibandingkan ASI matang, tetapi mempunyai persentasi asam lemak rantai panjang yang tinggi. ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu sapi yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti kita ketahui konsumsi asam lemah jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah. Karnitin Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang

  • tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin ini lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Vitamin Vitamin K Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan. Kadar vitamin K ASI hanya seperempatnya kadar dalam susu formula. Bayi yang hanya mendapat ASI berisiko untuk terjadi perdarahan, walapun angka kejadian perdarahan ini kecil. Oleh karena itu pada bayi baru lahir perlu diberikan vitamin K yang umumnya dalam bentuk suntikan. Vitamin D Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. Hal ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur bayi pada pagi hari maka bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari. Sehingga pemberian ASI eksklusif ditambah dengan membiarkan bayi terpapar pada sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena kekurangan vitamin D. Vitamin E Salah satu fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya kekurangan darah (anemia hemolitik). Keuntungan ASI adalah kandungan vitamin E nya tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal. Vitamin A Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A dan tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Hal ini salah satu yang menerangkan mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang baik. Vitamin yang larut dalam air Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B, asam folat, vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat mungkin rendah pada ibu dengan gizi kurang. Karena vitamin B6 dibutuhkan pada tahap awal perkembangan sistim syaraf maka pada ibu yang menyusui perlu ditambahkan vitamin ini. Sedangkan untuk vitamin B12 cukup di dapat

  • dari makanan sehari-hari, kecuali ibu menyusui yang vegetarian. Mineral Tidak seperti vitamin, kadar mineral dalam ASI tidak begitu dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu dan tidak pula dipengaruhi oleh status gizi ibu. Mineral di dalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat di dalam susu sapi. Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI lebih rendah dari susu sapi, tapi tingkat penyerapannya lebih besar. Penyerapan kalsium ini dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium, vitamin D dan lemak. Perbedaan kadar mineral dan jenis lemak diatas yang menyebabkan perbedaan tingkat penyerapan. Kekurangan kadar kalsium darah dan kejang otot lebih banyak ditemukan pada bayi yang mendapat susu formula dibandingkan bayi yang mendapat ASI. Kandungan zat besi baik di dalam ASI maupun susu formula keduanya rendah serta bervariasi. Namun bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko yang lebih kecil utnuk mengalami kekurangan zat besi dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula. Hal ini disebabkan karena zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah diserap, yaitu 20-50% dibandingkan hanya 4 -7% pada susu formula. Keadaan ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan pemberian makanan padat yang mengandung zat besi mulai usia 6 bulan masalah kekurangan zat besi ini dapat diatasi. Mineral zinc dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan mineral yang banyak membantu berbagai proses metabolisme di dalam tubuh. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan mineral ini adalah acrodermatitis enterophatica dengan gejala kemerahan di kulit, diare kronis, gelisah dan gagal tumbuh. Kadar zincASI menurun cepat dalam waktu 3 bulan menyusui. Seperti halnya zat besi kandungan mineral zink ASI juga lebih rendah dari susu formula, tetapi tingkat penyerapan lebih baik. Penyerapan zinc terdapat di dalam ASI, susu sapi dan susu formula berturut-turut 60%, 43-50% dan 27-32%. Mineral yang juga tinggi kadarnya dalam ASI dibandingkan susu formula adalah selenium, yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan cepat. ASI dan perkembangan ketrampilan makan Bayi mengalami pengalaman pertama tentang rasa makanan sejak masih dalam kandungan. Rasa cairan ketuban berubah-ubah bergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ibu. Rasa dari makanan yang dikonsumsi oleh ibu selama kehamilan di

    ellena

  • salurkan ke cairan ketuban yang tidak hanya dirasakan oleh janin tetapi juga meningkatkan penerimaan dan kenikmatan bayi pada saat masa penyapihan ASI. Kemampuan bayi untuk mengetahui dan menerima rasa dan selera berkembang setelah lahir. Oleh karena itu pengalaman pertama terhadap rasa dan selera mempunyai dampak terhadap penerimaan rasa dan selera pada masa bayi dan anak. Telah diketahui sejak lama bahwa bayi yang terpapar dengan rasa dalam ASI akan meningkatkan penerimaan rasa tersebut sehingga mempercepat keberhasilan penyapihan. Beberapa bayi yang mendapat ASI lebih dapat menerima sayur-sayuran pada pemberian pertama dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula. Anak yang diberikan ASI paling sedikit 6 bulan juga lebih jarang mengalami kesulitan makan (picky eaters), sepanjang cara pemberian ASInya benar.

    Kontra Indikasi Pada Ibu Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong berat, tak dianjurkan memberi ASI. Mekanisme oksitosin dapat merangsang otot polos. Sementara organ jantung bekerja dibawah pengaruh otot polos. Jadi, menyusu dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu hingga kerja jantung jadi lebih keras sehingga bisa timbul gagal jantung. Kedua, ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat. Keadaan ibu biasanya tidak baik dan dipengaruhi obat-obatan untuk mengatasi penyakit. Biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian ASI dihentikan meski tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya. Konsultasikan pada dokter mengenai boleh-tidaknya pemberian ASI pada bayi dengan mempertimbangkan kondisi ibu serta jenis obat-obatan yang dikonsumsi. Ketiga, ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada bayiyang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusu. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentu bayinya juga positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali tak boleh memberi ASI pada bayi.

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Keempat, ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusu, ditakutkan adanya sel - sel karsinoma yang terminum si bayi. Kalau semasa menyusu ibu ternyata harus menjalani pengobatan kanker, disarankan menghentikan pemberian ASI. Obat-obatan antikanker yang dikonsumsi, bersifat sitostatik yang prinsipnya mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai terserap ASI lalu diminumkan ke bayi, dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi. Kelima, ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si ibu tidak dapat dikontrol bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayinya. Keenam, ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusu mengalami gangguan hormon dan sedang menjalani pengobatan dengan mengonsumsi obat-obatan hormon, sebaiknya pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat yang menekan kelenjar tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar tiroid bayi jadi terganggu. Ketujuh, ibu dengan tuberculosis. Pengidap tuberkulosis aktif tetap boleh menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tak menyebarkan kuman ke bayi selama menyusu, ibu harus menggunakan masker. Tentu saja ibu harus menjalani pengobatan secara tuntas. Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu terkena hepatitis selama hamil, biasanya kelak begitu bayi lahir akan ada pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan hasil konsultasi dokter penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan, boleh-tidaknya ibu memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan pada si bayi.

    Kontra Indikasi Pada Bayi Kontra indikasi pada bayi, antara lain: pertama, bayi kejang. Kejang kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusu. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusu. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusu. Kedua, bayi yang sakit berat. Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tidak memungkinkan untuk menyusu, namun setelah keadaan membaik tentu dapat disusui. Misalnya bayi dengan kelainan lahir dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (Very Low Birth Weight) .

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLSR belum baik sehingga tidak memungkinkan untuk menyusu. Ketiga, bayi dengan cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskhisis, palatoskisis bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusu.

    XIII. RAWAT GABUNG Rawat gabung merupakan sistem perawatan bayi yang disatukan dengan ibu, sehingga ibu dapat melakukan semua perawatan dasar bagi bayinya. Bayi bisa tinggal bersama ibunya dalam satu kamar sepanjang siang maupun malam hari sampai keduanya keluar dari rumah sakit atau bayinya dapat dipindahkan ke bangsal neonatus atau ke ruang observasi pada saat-saat tertentu seperti pada malam hari atau pada jam-jam kunjungan atau besuk.

    Keuntungan Rawat Gabung a. Meningkatkan kemampuan perawatan mandiri pada bayinya. b. Dapat memberikan ASI setiap saat. c. Dapat meningkatkan kasih sayang pada bayi. d. Mengurangi terjadinya infeksi, terutama diare. e. Mengurangi kehilangan panas badan bayi sehingga meningkatkan daya tahan tubuh. f. Pemberian ASI bertindak sebagai metode KB dalam waktu 4 6 bulan pertama. g. Menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatus.

    Syarat Rawat Gabung Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin dikamar bersalin dan dibangsal perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal. Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat/kriteria berikut : a. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong. b. Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat,

    refleks menghisap baik, tidak ada infeksi dan sebagainya. c. Bayi yang dilahirkan denga sectio secaria dengan anestesi umum, rawat gabung

    dilakukan segera setelah ibu dan bayinya sadar penuh (bayi tidak ngantuk) misalnya

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • empat sampai enam jam setelah operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun mungkin ibu masih mendapat infus.

    d. Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai APGAR minimal 7). e. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih. f. Berat lahir 2000 2500 gram atau lebih. g. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum. h. Bayi dan ibu sehat. Kontra Indikasi Rawat Gabung Pihak Ibu a. Fungsi kardiorespiratorik yang tidak baik Pasien penyakit jantung kelas II dianjurkan untuk sementara tidak menyusui sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan menyusui. b. Eklampsia dan preeklampsia berat Keadaan ibu biasanya tidak baik dan pengaruh obat-obatan untuk mengatasi penyakit biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehigga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. c. Penyakit infeksi akut dan aktif Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusui. d. Karsinoma payudara Pasien dengan karsinoma harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusui ditakutkan adanya sel sel karsinoma yang terminum si bayi. e. Psikosis Tidak dapat dikontrol keadaan jiwa si ibu bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayi.

    Pihak Bayi a. Bayi kejang

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Kejang-kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusui. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusui. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusui. b. Bayi yang sakit berat Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tentu tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung. c. Bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus. Selama observasi rawat gabung tidak dapat dilaksanakan. Setelah keadaan membaik tentu dapat dirawat gabung. Ini yang disebut rawat gabung tidak langsung. d. Berat badan bayi sangat rendah Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLR belum baik sehingga tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung. e. Cacat Bawaan Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskisis, palatoskhisis bahkan labiognatopalatoskhisis masih memungkinkan untuk menyusui. f. Kelainan metabolik dimana bayi tidak dapat menerima ASI.

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • BAB III PEMBAHASAN

    Pentingnya ANC adalah mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya. Selama melakukan ANC, ibu hamil akan mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya memastikan ada tidaknya kehamilan dan penelusuran berbagai kemungkinan adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin dapat mengganggu kualitas ibu, maupun bayi yang dikandungnya. ANC dapat mengetahui lebih dini dan menatalaksana kehamilan resiko tinggi. Skrining tanda vital, HBsAg, gula darah, TORCH pada ibu hamil. Pada masa kehamilan, ibu sebaiknya diperiksa secara berkala dengan teliti untuk memastikan kondisi terbaik bagi ibu, maupun bayi yang dikandungnya. Pemeriksaan tanda vital penting sebagai skrining awal.Sebagai contoh diketahui pada ibu dengan hipertensi tidak terkontrol menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauteri, serta kematian janin intrauteri dengan terjadinya insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Ibu dengan asma mengalami komplikasi preeclampsia 11%, IUGR 12%, dan prematuritas 12%.Komplikasi tersebut bergantung pada derajat asma yang dimiliki.Pada asma berat hipoksia janin dapat terjadi sebelum hipoksia pada ibu terjadi. Pemeriksaan gula darah pada ibu hamil juga penting dilakukan.Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan diabetes sangat bervariasi. Dapat meningkatkan resiko preeclampsia, sesksio sesarea, dan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di kemudian hari; sedangkan pada janin mengingkatkan resiko makrosomia, trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemi, hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia neonatal RDS, serta kematian janin. Skrining HBsAg perlu dilakukan karena walaupun kehamilan tidak memperberat infeksi hepatitis, tetapi jika infeksi akut pada kehamilan ditemukan bisa mengakibatkan terjadinya hepatitis fulminant yang dapat menimbulkan mortalitas tinggi pada ibu dan bayi.Dapat juga terjadi abortus dan perdarahan pascapersalinan karena adanya gangguan pembekuan darah akibat gangguan fungsi hati oleh adanya hepatitis. Pada bayi masalah muncul pada masa dewasa jika terdapat peularan vertical dengan 60-90% menjadi penderita VHB kronik dan 30% menjadi penderita kanker hati atau sirosis hati sekitar 40 tahun kemudian. VHB juga mudah menimbulkan infeksi nosocomial pada tenaga menis dan paramedic bila terjadi tertusuk jarum atau luka lecet terutama dari pasien HBsAg dan HBeAg positif, dengan kemungkinan yang lebih besar dari HIV.

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • Dilakukannya pemeriksaan TORCH juga sangat penting sebagai skrining awal pada ibu hamil. Transmisi CMV dapat mengakibatkan kematian perinatal bayi, serta timbulnya cacat neurologic berat pada lebih dari 90% kehamilan.Manifestasi klinik yang dapat ditemui berupa hepatosplenomegali, ikrosefali, retardasi mental, gangguan psikomotor, icterus, peteki, korioretinitis, dan kalsifikasi serebral. Ditemukan juga bayi yang terinfeksi asimptomatis dengan kemungkinan akan memperoleh cacat neurologic (misal retardasi mental, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan) sekitar 1-2 tahun kemudian. Ibu dengan infeksi rubella dapat menyebabkan terjadinya campak janin dengan cara penyebaran transplasenta. Rubela pada trimester pertama memberikan kemungkinan besar terjadinya kelainan bawaan (misal defek jantung, katarak, retinitis, dan ketulian), sehingga infeksi yang diketahui pada trimester pertama memberi pilihan untuk aborsi. Toxoplasmosis kongenital atau toxoplasmosis tanpa gejala dapat diderita janin jika ibu menderita toxoplasmosis. Herpes simpleks tipe II transplasenta dapat menyebabkan HSV kongenital; sedangkan yang melalui vagina-asendens dapat menyebabkan ensefalitis neonates, maupun viremia diseminata. Ketuban pecah dini merupakan kondisi dimana ketuban pecah sebelum persalinan. Pada kehamilan aterm, jarak antara ketuban pecah dengan kelahiran umumnya 24 jam, sedangkan pada kehamilan preterm umumnya kelahiran akan terjadi lebih lama, 80% dalam 1 minggu. Air ketuban yang memiliki fungsi untuk menahan goncangan dan memberikan ruang gerak yang bebas kepada janin, jika pecah sebelum waktunya, akan berdampak pada janin selama berada dalam kandungan. Dengan pecahnya ketuban. akan terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga dapat terjadi asfiksia atau hipoksia intrauterin. Selain itu, ketuban yang pecah memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi amnion maupun plasenta yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum. Beberapa komplikasi yang mungkin muncul setelah kejadian ketuban pecah dini adalah persalinan < 24 jam, korioamnoinitis, respiratory distress syndrome, hingga antepartum fetal death.

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

    ellena

  • BAB IV PENUTUP

    A. SIMPULAN

    Dari diskusi dan pembahasan skenario ke 1 blok pediatri, dapat diambil kesimpulan bahwa : Pada skenario 1, didapatkan kasus: Ibu G2P1A0 melahirkan spontan, UK 38 minggu, BBL: 3 kg, panjang 48 cm, warna ketuban jernih tidak ada mekoneum. Skor apgar 5 7 10. Diagnosis banding: asfiksia sedang. Kemungkinan asfiksia disebabkan ANC yang tidak teratur. Tatalaksana: pemberian ventilasi tekanan positif hingga mencapai skor APGAR 10. Rawat gabung diindikasikan, agar : 1. Ibu dapat setiap saat menyusui bayinya langsung (IMD) 2. Ibu mengetahui tentang cara merawat bayi dengan benar 3. Hubungan ibu dan anak secara emosional lebih terjaga 4. Suami dan keluarga dapat memberi dukungan kepada ibu dan membantu

    pengasuhan.

    B. SARAN Saran yang dapat diberikan: 1. Mahasiswa sebaiknya mencari bahan tutorial dengan membaca buku-buku

    kedokteran, jurnal, dsb sebelum tutorial sehingga tutorial bisa berjalan lebih lancar dan baik.

    2. Tutor sebaiknya lebih bisa merangsang semua mahasiswa agar lebih aktif.

    ellena

  • DAFTAR PUSTAKA

    Adriaansz, Wiknjosastro dan Waspodo. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

    Behrman, Richard E dan Kliegman, Robert M. 2010. Nelson Essentials of Pediatric Edisi 15. Jakarta: EGC.

    Depkes RI. 2007. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Dinkes

    Guyton AC, Hall JE (2014). Guyton dan Hall Buku Ajar FisiologiKedokteran. Jakarta: EGC

    Hendarto, Aryono dan Pringgadini, Keumala. 2008. Bedah ASI. Jakarta: balai Penerbit FK UI.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2000. Buku Saku Anak : Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1; hal: 48 49.

    Kemenkes. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial. Jakarta : DinKes

    Pastuty, R. 2009. Buku Saku Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin. Jakarta : EGC.

    Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

    Prawiroharjdo, Sarwono. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Maternity Nursing). Jakarta : EGC.

    Saifuddin, Abdul Bari., dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hlm. 290-292