Referat Gilut FK UNS RSDM

23
REFERAT XEROSTOMIA SEBAGAI MANIFESTASI DARI PENYAKIT KARDIOVASKULER Oleh: Ibnu Kharisman G99141066 Pembimbing: drg. Vita Nirmala A, Sp.Pros, Sp.KG KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT 0

description

Referat Gilut FK UNS RSDM

Transcript of Referat Gilut FK UNS RSDM

Page 1: Referat Gilut FK UNS RSDM

REFERAT

XEROSTOMIA SEBAGAI MANIFESTASI DARI

PENYAKIT KARDIOVASKULER

Oleh:

Ibnu Kharisman

G99141066

Pembimbing:

drg. Vita Nirmala A, Sp.Pros, Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

0

Page 2: Referat Gilut FK UNS RSDM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit penyebab kematian terbesar di

dunia, dan hipertensi merupakan faktor resiko yang paling berperan terhadap

prevalensi penyakit kardiovaskuler. Pendekatan tatalaksana pada penderita

hipertensi dapat melalui modifikasi gaya hidup dengan mempertahankan

berat badan normal, diet rendah garam dan lemak jenuh, makan buah dan

sayuran, mengurangi rokok dan alkohol, serta meningkatkan aktivitas fisik

dengan cara berolahraga. Selain itu penderita hipertensi juga dapat

menggunakan pendekatan tatalaksana melalui obat anti hipertensi dengan

memperhatikan beberapa faktor risiko seperti umur, ras, riwayat penyakit,

merokok, obesitas, serta harus mempertimbangkan apabila ada penyakit

kronis lain seperti diabetes, ginjal, gagal jantung dan jantung iskemik.

(Hadyanto 2009)

Obat-obatan antihipertensi dapat mempengaruhi aliran saliva secara

langsung dan tidak langsung. Secara langsung obat antihipertensi akan

mempengaruhi aliran saliva karena kerja dari obat antihipertensi yang

mempengaruhi kerja sistem saraf autonom atau dengan bereaksi pada proses

seluler yang diperlukan untuk pembentukan saliva. Stimulasi saraf

parasimpatis menyebabkan sekresi saliva yang lebih cair, sedangkan stimulasi

saraf simpatis akan menyebabkan produksi saliva yang lebih sedikit dan

kental. Sedangkan secara tidak langsung obat anatihipertensi akan

mempengaruhi saliva karena dapat merubah keseimbangan cairan dan

elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar saliva.

(Hadyanto 2009)

1

Page 3: Referat Gilut FK UNS RSDM

Penggunaan obat-obatan antihipertensi yang kurang tepat sering

menimbulkan keluhan mulut kering, dimana sering disebut sebagai

xerostomia. Xerostomia adalah suatu keadaan kekeringan pada mulut akibat

disfungsi kelenjar saliva. Keadaan mulut kering ini dapat meningkatkan

kejadian kerusakan gigi terutama di bagian akar gigi, karena berkurangnya

saliva merupakan faktor predisposisi pada penambahan insiden karies,

penyakit periodontal, dan infeksi oral, terutama kandidosis. Xerostomia

bukanlah suatu diagnosis, namun merupakan suatu gejala yang kemungkinan

dapat terjadi dengan berbagai penyebab, seperti efek samping obat-obatan,

demam, diare, diabetes, gagal ginjal, berolahraga, stres, bernafas melalui

mulut, kelainan saraf, usia, radiasi pada daerah leher dan kepala, dan

gangguan lokal pada kelenjar saliva. Obat-obatan adalah penyebab paling

umum berkurangnya saliva, dan obat antihipertensi termasuk salah satu

golongan obat yang dapat menyebabkan efek samping berupa xerostomia.

(Fox 2008)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas muncul permasalahan yaitu: bagaimana

pengaruh obat antihipertensi terhadap timbulnya xerostomia ?

C. Tujuan

Mengetahui pengaruh obat antihipertensi terhadap timbulnya xerostomia.

D. Manfaat

1. Menambah pengetahuan pembaca mengenai obat antihipertensi.

2. Menambah pengetahuan pembaca mengenai xerostomia.

3. Mengetahui reaksi obat antihipertensi terhadap terjadinya xerostomia.

2

Page 4: Referat Gilut FK UNS RSDM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Xerostomia

Xerostomia adalah keluhan berupa adanya rasa kering dalam rongga

mulutnya akibat adanya penurunan produksi saliva (hiposalivasi) atau

perubahan komposisi saliva. Xerostomia dapat terjadi apabila ada kelainan

pada kelenjar saliva. Air liur yang sering disebut saliva berasal dari kelenjar-

kelenjar saliva yang terdapat di rongga mulut. Kelenjar saliva terdiri atas

kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri

dari 3 pasang kelenjar yaitu kelenjar saliva parotis, submandibularis, dan

sublingualis yang terletak di sekitar daerah leher. Sedangkan kelenjar saliva

minor tersebar di seluruh mukosa mulut. (Dorland, 2007)

 

B. Etiologi Xerostomia

Banyak orang mengeluh mulutnya kering walaupun kelenjar saliva

mereka berfungsi dengan normal. Xerostomia sejati dapat disebabkan oleh

penyakit kelenjar saliva primer atau manifestasi sekunder dari suatu kelainan

sistemik atau terapi obat (National Institute of Dental and Craniofacial

Research, 2014).

Xerostomia terjadi ketika jumlah air liur yang menggenangi selaput

lendir mulut berkurang. Output air liur diperkirakan satu liter per hari.

Kekurangan air liur atau kekeringan oral dapat dipercepat oleh dehidrasi

mukosa oral yang terjadi saat output oleh kelenjar saliva mayor, kelenjar saliva

minor dan lapisan air liur yang menutupi mukosa oral berkurang.

(Guggenheimer 2003)

Xerostomia juga sering terjadi akibat penurunan volume atau perubahan

komposisi saliva (menjadi pekat, penurunan pH dan kehilangan komponen

organik–inorganik). Ada beberapa penyebab xerostomia seperti bernapas

melalui mulut (False dry mouth), dehidrasi, kandidiasis oral, febris, infiltrasi

pada kelenjar saliva, hiperkalsemia, radioterapi kepala leher. Penyebab lain :

3

Page 5: Referat Gilut FK UNS RSDM

seperti depresi (False dry mouth), diabetes mellitus, diabetes insipidus,

hipotiroidisme. (Indriyani 2010)

Penyebab paling lazim xerostomia adalah obat. Lebih dari 400 obat

yang pada umumnya digunakan dapat menyebabkan xerostomia. Jenis obat

yang dapat menyebabkan xerostomia antara lain seperti antihipertensi,

antihistamin, antidepresan, antikolinergik, anorexiants, antipsikotik, agen anti-

Parkinson, diuretik dan obat penenang. Pasien yang mengeluh xerostomia

harus diwawancarai dan obat-obatan yang mereka pakai harus ditinjau ulang

seperti dengan mengubah obat atau dosis untuk memberikan peningkatan aliran

saliva. (University of Montana 2010)

 

C. Tanda Klinis Xerostomia

Diagnosis xerostomia didasarkan pada bukti yang diperoleh dari

riwayat pasien, pemeriksaan rongga mulut atau sialometry yang merupakan

prosedur sederhana untuk mengukur laju aliran saliva. Beberapa tes dan teknik

dapat digunakan untuk memastikan fungsi kelenjar ludah. Dalam tes

sialometry, perangkat pengumpulan saliva ditempatkan di atas kelenjar parotid

atau submandibular. (University of Montana 2010)

Pada pemeriksaan, pasien dengan xerostomia biasanya memiliki tanda-

tanda sebagai berikut: Bibir pecah-pecah, mengelupas dan atropik (mukosa

bukal pucat dan bergelombang) dan lidah halus dan memerah (Gambar 2.1),

lalu mukosa oral tampak merah, tipis dan rapuh. Sering kali ada peningkatan

tajam dalam erosi dan gigi karies, khususnya pada gingival margin, bahkan

sampai melibatkan ujung cups seperti yang terlihat pada Gambar 2.2.

(Guggenheimer 2003).

4

Page 6: Referat Gilut FK UNS RSDM

(Gambar 2.1) (Gambar 2.2)

Evaluasi klinis harus mencakup keseluruhan kesan penderita

xerostomia, serta evaluasi dari kelenjar ludah, jaringan lunak dan jaringan

keras. Dokter gigi harus memberikan perhatian khusus kepada pasien secara

fisik dan emosional. (Navazesh 2003)

Penderita xerostomia sering mengeluh masalah dengan makan,

berbicara, menelan dan memakai gigi palsu. Penderita xerostomia sering

mengeluh kesulitan untuk mengunyah dan menelan makanan seperti sereal dan

kerupuk. Penderita yang memakai denture mungkin akan mengalami masalah

dengan retensi gigi tiruan, luka akibat gigi tiruan dan lidah menempel pada

langit-langit. Penderita dengan xerostomia akan sering mengeluh mengenai

gangguan rasa (dysgeusia), lidah yang menyakitkan (glossodynia) dan

kebutuhan yang meningkat untuk minum air, terutama pada malam hari.

(University of Montana 2010)

 

D. Frekuensi Penyebaran Xerostomia

Xerostomia sering merupakan masalah kesehatan ringan dan serius. Hal

ini dapat mempengaruhi gizi, kesehatan gigi, serta psikologis seseorang.

5

Page 7: Referat Gilut FK UNS RSDM

Beberapa masalah umum yang terkait dengan xerostomia termasuk sakit

tenggorokan yang persisten, sensasi terbakar (burning mouth syndrome),

kesulitan berbicara dan menelan, suara serak dan jika tidak diobati dapat

menurunkan pH saliva dan secara signifikan dapat meningkatkan plak dan

karies pada gigi. (University of Montana 2010)

Mulut kering dapat meningkatkan kejadian kerusakan gigi, karena

berkurangnya saliva merupakan faktor predisposisi pada peningkatan insiden

karies, penyakit periodontal, dan infeksi oral terutama kandidosis. Informasi

mengenai gizi harus diberikan, terutama mengenai pembatasan konsumsi gula.

(National Institute of Dental and Craniofacial Research, 2014).

E. Penanggulangan Xerostomia

Penderita xerostomia harus didorong untuk mengambil peran aktif

dalam pengelolaan xerostomia. Pasien harus didorong untuk melakukan

pemeriksaan mulut sehari-hari, memeriksa bercak merah, putih atau gelap,

borok atau kerusakan gigi.    Jika ada sesuatu yang tidak biasa yang ditemukan,

maka harus dilaporkan kepada dokter gigi. Pasien juga harus diberi konseling

untuk menyikat secara teratur minimal dua kali sehari dengan menggunakan

pasta gigi yang mengandung fluoride dan sikat gigi berbulu lembut. Stimulan

saliva atausialagogues, seperti permen tanpa gula dan permen karet, dapat

digunakan untuk merangsang aliran air liur ketika kelenjar liur tetap

fungsional. (University of Montana 2010)

Beberapa pengganti saliva, baik metil selulosa atau mucin, dapat

memperbaiki efek berkurangnya saliva. Sialogues, seperti gliserin dan preparat

lemon, hanya boleh diberikan pada pasien yang tak bergigi karena penggunaan

yang terlalu sering dapat menimbulkan karies gigi pada pasien yang masih

bergigi. Pembersihan gigi yang teliti dan pemberian zat-zat preventif seperti

terapi fluoride secara topikal harus diberikan. (Visvanathan, 2010)

F. Pengaruh Obat Anti Hipertensi Terhadap Terjadinya Xerostomia

6

Page 8: Referat Gilut FK UNS RSDM

Obat antihipertensi dapat mempengaruhi aliran saliva secara langsung

dan tidak langsung. Bila secara langsung akan mempengaruhi aliran saliva

dengan meniru aksi sistem saraf autonom atau dengan bereaksi pada proses

seluler yang diperlukan untuk saliva. Stimulasi saraf  parasimpatis

menyebabkan sekresi yang lebih cair dan saraf simpatis memproduksi saliva

yang lebih sedikit dan kental. Sedangkan secara tidak langsung akan

mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit

atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. (Hadyanto 2009)

7

Page 9: Referat Gilut FK UNS RSDM

(Gambar 2.3) Sistem saraf autonom mengatur setiap kegiatan yang terjadi di

dalam tubuh manusia dimana seluruh sistem saraf saling berkaitan satu sama lain

pada saat tubuh dalam keadaan normal ataupun saat tubuh terjadi suatu masalah.

a. Diuretik

Obat antihipertensi seperti pada diuretik tiazid misalnya

hidroklorotiazid bekerja dengan menghambat reabsorpsi natrium dan

klorida dalam pars asendens ansa henle tebal dan awal tubulus ginjal yang

mengakibatkan meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Obat ini secara tidak

langsung akan mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan

cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.

(Olson 2003)

Pada mekanisme kerja loop diuretik seperti furosemid akan

menghambat reabsorpsi klorida dalam pars asendens ansa henle tebal yang

mengakibatkan ion kalium banyak hilang kedalam urin. Selain itu pada

membran luminal dari jerat henle bagian asenden, furosemid akan

menghambat suatu protein transpor spesifik seperti natrium, kalium dan

klorida yang mengakibatkan absorpsi ion-ion tersebut akan berkurang. Hal

ini tentunya akan mengganggu keseimbangan elektrolit yang beredar di

dalam tubuh dan secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva.

(Hadyanto 2009)

Pada mekanisme kerja diuretik antagonis reseptor aldosteron seperti

midamor akan meningkatkan ekskresi  dan menurunkan sekresi  dalam

tubulus kontortus distal, sehingga mengakibatkan absorbsi  dari lumen sel-

sel tubulus akan berkurang. Ini tentunya akan mengganggu keseimbangan

elektrolit yang beredar di dalam tubuh dan secara tidak langsung akan

mempengaruhi saliva. (Olson 2003).

b. Simpatolitik

8

Page 10: Referat Gilut FK UNS RSDM

Mekanisme kerja Simpatolitik α – blocker seperti klonidin bekerja pada

susunan saraf dengan mengurangi rangsangan saraf simpatis yang di

mediasi oleh aktivasi reseptor adregenik-α2 di susunan saraf pusat. Obat ini

secara langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi

sistem saraf autonom atau dengan bereaksi pada proses seluler yang

diperlukan untuk saliva dimana saraf simpatis memproduksi saliva yang

lebih sedikit dan kental. (Schmitz 2008)

Mekanisme kerja Simpatolitik β – blocker seperti atenolol akan bekerja di

susunan saraf pusat dengan mengurangi tonus simpatis sehingga pada

jantung akan mengurangi denyut jantung dan curah jantung, pada ginjal

akan mengurangi produksi renin yang dapat menyebabkan kenaikan

tekanan darah, dan pada kelenjar saliva akan mempengaruhi produksi

saliva menjadi sedikit dan lebih kental. (Hadyanto 2009).

c. Penghambat Angiotensin

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau penghambat reseptor

angiotensin memiliki mekanisme kerja dengan cara berinteraksi dengan

asam amino pada domain transmembran, yang dapat mencegah angiotensin

II untuk berikatan dengan reseptornya. Antagonisme terhadap angiotensin

II ini secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah,

penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Tiga

efek ini secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah,

air, glukosa, dan garam dalam darah. Obat ini secara tidak langsung akan

mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan

elektrolit. (Schmitz 2008)

Angiotensin Converting Enzyme (ACE), dapat merubah angiotensin I

menjadi angiotensin II yang bersifat aktif dan merupakan vasokonstriktor

endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam

korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal

meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium yang merupakan

penyebab hipertensi. Angiotensin inhibitor dapat menurunkan kadar

angiotensin II plasma dengan cara menghambat kerja ACE. Dalam

9

Page 11: Referat Gilut FK UNS RSDM

kerjanya, angiotensin inhibitor akan menghambat kerja ACE, akibatnya

pembentukan angiotensin II terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan

sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta

mensekresi kalium. Obat ini secara tidak langsung akan mempengaruhi

saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit. (Hadyanto

2009)

d. Calcium Canal Blocker (CCB)

CCB bekerja dengan cara menghambat influks kalsium pada otot polos

pembuluh darah dan miokard. Kalsium merupakan unsur organis saliva,

bila influks kalsium pada otot pembuluh darah dihambat secara tidak

langsung akan mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan

cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.

(Hadyanto 2009)

10

Page 12: Referat Gilut FK UNS RSDM

BAB III

PEMBAHASAN

Xerostomia bukanlah suatu diagnosis, namun merupakan suatu gejala yang

kemungkinan dapat terjadi dengan berbagai penyebab, seperti efek samping obat-

obatan, demam, diare, diabetes, gagal ginjal, berolahraga, stres, bernafas melalui

mulut, kelainan saraf dan usia. Xerostomia juga sering terjadi akibat penurunan

volume atau perubahan komposisi saliva (menjadi pekat, penurunan pH dan

kehilangan komponen organik – inorganik). Penyebab paling lazim xerostomia

adalah obat. Jenis obat yang dapat menyebabkan xerostomia antara lain seperti

antihipertensi, antihistamin, antidepresan, antikolinergik, anorexiants,

antipsikotik, agen anti-Parkinson, diuretik dan obat penenang.

Obat-obatan adalah penyebab paling umum berkurangnya saliva, dan obat

antihipertensi termasuk salah satu golongan obat yang dapat menyebabkan efek

samping berupa xerostomia. Obat antihipertensi dapat mempengaruhi aliran saliva

secara langsung dan tidak langsung. Bila secara langsung akan mempengaruhi

aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf autonom atau dengan bereaksi pada

proses seluler yang diperlukan untuk saliva. Stimulasi saraf  parasimpatis

menyebabkan sekresi yang lebih cair dan saraf simpatis memproduksi saliva yang

lebih sedikit dan kental. Sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi

saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan

mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.

Dalam menangani pasien xerostomia pada penderita hipertensi, terlebih

dahulu dilakukan wawancara terhadap pasien dan meninjau ulang obat-obatan

yang mereka gunakan, seperti dengan mengubah obat atau dosis untuk

memberikan peningkatan aliran saliva.

11

Page 13: Referat Gilut FK UNS RSDM

Gambar 3.1. Diagram pengaruh obat antihipertensi terhadap kejadian xerostomia

12

DiuretikCalcium

Canal Blocker

Angiotensin Blocker

Simpatolitik

Mengurangi volume intravaskular

Mengurangi Produksi Saliva

Mengubah keseimbangan

elektrolit

Mengurangi rangsang simpatis

Menghambat influx kalsium

Xerostomia

Page 14: Referat Gilut FK UNS RSDM

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Xerostomia adalah keluhan berupa adanya rasa kering dalam rongga

mulutnya akibat adanya penurunan produksi saliva (hiposalivasi) atau

perubahan komposisi saliva. Xerostomia atau mulut kering bukanlah suatu

penyakit, tapi kondisi ini sangat menganggu. Terlebih lagi jika penyebab

utama berasal dari penggunaan obat antihipertensi. Obat antihipertensi dapat

mempengaruhi aliran saliva secara langsung dan tidak langsung. Bila secara

langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf

autonom atau dengan bereaksi pada proses seluler yang diperlukan untuk

saliva. Sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva dengan

mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi

aliran darah ke kelenjar.

B. Saran

Penanganan xerostomia berfokus pada tiga area, yaitu dengan

menghilangkan gejala, mencegah kerusakan gigi, dan meningkatan aliran air

liur. Untuk meringankan gejala xerostomia, ada beberapa hal yang bisa

dilakukan, seperti sering minum untuk menjaga kelembaban mulut. Gunakan

pelembab mulut atau pengganti air liur. Hindari makanan asin, makanan

kering (biskuit, kue, roti bakar), serta makanan dan minuman dengan

kandungan gula tinggi. Hindari minuman yang mengandung alkohol atau

kafein karena bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil. Hindari merokok.

Apabila dalam keadaan terapi obat maka hendaknya perlu mengetahui jenis

dan efek dari obat yang digunakan sehingga akan mempermudah proses

penanganan bila terjadi xerostomia.

13

Page 15: Referat Gilut FK UNS RSDM

DAFTAR PUSTAKA

Dorland WAN (2007). Kamus kedokteran dorland edisi 31. Jakarta: EGC

National Institute of Dental and Craniofacial Research (2014). Dry mouth

(xerostomia). http://www.nidcr.nih.gov/oralhealth/topics/drymouth/ -

diakses 8 Desember 2014

Visvanathan V, Nix P (2010). Managing the patient presenting with xerostomia: a

review. Int J Clin Pract, 64(3):404-407.

Hadyanto L. (2009). Farmakologi kardiovaskuler, edisi ke-2, PT. Sofmedia,

Jakarta.

Fox PC. (2008). Xerostomia. ADH’assosiation, Supplement to Access, hlm. 1-3.

Indriyani M. (2010). Penanganan keluhan selain nyeri. Rumah Kanker, Surabaya

Guggenheimer (2003). Xerostomia : Etiology, recognition and treatment. J Am

Dent Assoc, Vol 134, No 1, 61-69.

Navazesh M. (2003). How can oral health care providers determine if patients

have dry mouth?. JADA, Vol. 134, hlm.615.

School of Pharmacy and Allied Health Sciences, University of Montana

(2010). Helping patients with dry mouth.

http//www.oralcancerfoundation.org/dental/xerostomia.htm – diakses 8

Desember 2014.

14

Page 16: Referat Gilut FK UNS RSDM

Schmitz, Gery. 2008, Farmakologi dan toksikologi, Penerjemah : Luki Setiadi,

Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

Glore RJ, Spiteri-Staines K, Paleri V (2009). A patient with dry mouth. Clin

Otolaryngol. Aug;34(4):358-63.

15