Case Gilut Thalasemia

35
BAB I REKAM MEDIK 1.1 Identifikasi Pasien Nama : An. Rendi bin Sabtu Umur : 13 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Belum kawin Agama : Islam Alamat : Desa Ngulak, Sekayu, Musi Banyuasin Kebangsaan : Indonesia 1.2 Anamnesis a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian Anak RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya keluhan nyeri pada gigi b. Keluhan Tambahan : Gigi berwarna kekuningan c. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien dirawat di bagian Anak dan didiagnosis dengan thalasemia dan abses regio pedis sinistra. Sehingga dilakukan pemeriksaan 1

description

Identifikasi PasienNama : An. Rendi bin SabtuUmur : 13 tahunJenis Kelamin : Laki-lakiStatus Perkawinan : Belum kawinAgama : IslamAlamat : Desa Ngulak, Sekayu, Musi BanyuasinKebangsaan : Indonesia1.2 Anamnesisa. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian Anak RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya keluhan nyeri pada gigib. Keluhan Tambahan : Gigi berwarna kekuninganc. Riwayat Perjalanan PenyakitPasien dirawat di bagian Anak dan didiagnosis dengan thalasemia dan abses regio pedis sinistra. Sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi. Pasien juga mengeluh gigi tampak kekuningan.d. Riwayat Penyakit atau Kelainan SistemikPenyakit atau Kelainan Sistemik Ada DisangkalAlergi : debu, dingin √Penyakit Jantung √Penyakit Tekanan Darah Tinggi √Penyakit Diabetes Melitus √Penyakit Kelainan Darah √ Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H √Kelainan Hati Lainnya √HIV/ AIDS √Penyakit Pernafasan/paru √Kelainan Pencernaan √Penyakit Ginjal √Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah √Epilepsy √e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya- Penderita belum pernah melakukan pemeriksaan gigi sebelumnya- Riwayat trauma (-)1.3 Pemeriksaan Fisika. Status Umum Pasien1. Rujukan : dari teman sejawat bagian Anak RSMH2. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis3. Berat Badan : 20 kg4. Tinggi Badan : 132 cm5. Vital Sign- Tekanan Darah : - mmHg- Nadi : 96x/menit- RR : 24x/menit- T : Afebris- Pupil mata : normalb. Pemeriksaan Ekstra Oral- Wajah : simetris- Bibir : tidak ada kelainan- KGB Submandibula : kanan dan kiri tidak teraba dan tidak ada nyeri tekan- Kelenjar lainnya : tampak normalc. Pemeriksaan Intra Oral- Debris : tidak ada- Plak : tidak ada - Kalkulus : tidak ada- Perdarahan Papilla Interdental : tidak ada- Gingiva : tidak ada kelainan- Mukosa : tampak selaput putih pada mukosa lidah- Palatum : tidak ada kelainan- Lidah : tidak ada kelainan- Dasar Mulut : tidak ada kelainan- Hubungan Rahang : ortognati- Kelainan Gigi Geligi : lihat status lokalis- Lain-lain : tidak adad. Status LokalisGigi Lesi Sondase CE Perkusi Palpasi Diagnosis/ ICD Terapi3.4 Arrested karies Td - - - Arrested Karies gigi Pro konservasiTd: Tidak dilakukane. Temuan Masalaha. Diskolorisasi pada gigib. Arrested karies pada 3.4c. Suspek kandidiosis lingualf. Perencanaan Terapi1. Karies 3.4 → Pro konservasi2. Swab lingual untuk suspek kandidiosis

Transcript of Case Gilut Thalasemia

Page 1: Case Gilut Thalasemia

BAB I

REKAM MEDIK

1.1 Identifikasi Pasien

Nama : An. Rendi bin Sabtu

Umur : 13 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum kawin

Agama : Islam

Alamat : Desa Ngulak, Sekayu, Musi Banyuasin

Kebangsaan : Indonesia

1.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian Anak RSMH untuk

dilakukan pemeriksaan terhadap adanya keluhan nyeri pada gigi

b. Keluhan Tambahan : Gigi berwarna kekuningan

c. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien dirawat di bagian Anak dan didiagnosis dengan thalasemia dan

abses regio pedis sinistra. Sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap

adanya fokal infeksi. Pasien juga mengeluh gigi tampak kekuningan.

d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik

Penyakit atau Kelainan Sistemik Ada Disangkal

Alergi : debu, dingin √

Penyakit Jantung √

Penyakit Tekanan Darah Tinggi √

1

Page 2: Case Gilut Thalasemia

Penyakit Diabetes Melitus √

Penyakit Kelainan Darah √

Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H √

Kelainan Hati Lainnya √

HIV/ AIDS √

Penyakit Pernafasan/paru √

Kelainan Pencernaan √

Penyakit Ginjal √

Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah √

Epilepsy √

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya

- Penderita belum pernah melakukan pemeriksaan gigi

sebelumnya

- Riwayat trauma (-)

1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum Pasien

1. Rujukan : dari teman sejawat bagian Anak RSMH

2. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis

3. Berat Badan : 20 kg

4. Tinggi Badan : 132 cm

5. Vital Sign

- Tekanan Darah : - mmHg

- Nadi : 96x/menit

- RR : 24x/menit

- T : Afebris

- Pupil mata : normal

b. Pemeriksaan Ekstra Oral

- Wajah : simetris

2

Page 3: Case Gilut Thalasemia

- Bibir : tidak ada kelainan

- KGB Submandibula : kanan dan kiri tidak teraba dan tidak ada

nyeri tekan

- Kelenjar lainnya : tampak normal

c. Pemeriksaan Intra Oral

- Debris : tidak ada

- Plak : tidak ada

- Kalkulus : tidak ada

- Perdarahan Papilla Interdental : tidak ada

- Gingiva : tidak ada kelainan

- Mukosa : tampak

selaput putih pada mukosa

lidah

- Palatum : tidak ada kelainan

- Lidah : tidak ada kelainan

- Dasar Mulut : tidak ada kelainan

- Hubungan Rahang : ortognati

- Kelainan Gigi Geligi : lihat status lokalis

- Lain-lain : tidak ada

d. Status Lokalis

Gigi Lesi Sondase CE Perkusi Palpasi Diagnosis/ ICD Terapi

3.4Arrested

kariesTd - - -

Arrested Karies

gigiPro konservasi

Td: Tidak dilakukan

e. Temuan Masalah

a. Diskolorisasi pada gigi

b. Arrested karies pada 3.4

3

Page 4: Case Gilut Thalasemia

c. Suspek kandidiosis lingual

f. Perencanaan Terapi

1. Karies 3.4 → Pro konservasi

2. Swab lingual untuk suspek kandidiosis

3. Dental Health Education

4. Aplikasi Fluoride pada gigi yang mengalami karies

4

Page 5: Case Gilut Thalasemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Thalassemia

2.1.1Definisi

Thalassemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang ditandai

dengan berkurangnya atau tidak ada sama sekali sintesis rantai globin, sehingga

menyebabkan Hb berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi sel-

sel darah merah dan anemia1. Kelainan ini bervariasi, dari asimtomatik sampai

parah, dan bervariasi sesuai dengan rantai hemoglobin darah yang terpengaruh.

Rantai yang mengalami kelainan mempengaruhi usia onset gejala (α-Thalassemia

mempengaruhi janin, β-Thalassemia mempengaruhi bayi yang baru lahir)2.

2.1.2 Etiologi

Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada

kromosom manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak

pada kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control

region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasar gen

menyebabkan cacat pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA

yang abnormal, substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau

pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan

sindrom thalassemia beta.

2.1.3 Patogenesis

Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang

menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective

eritropoiesis, dan anemia hemolitik. Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas

O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan

mengalami hipoksia. Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan rantai

tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam

5

Page 6: Case Gilut Thalasemia

eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan

menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system

fagosit mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas

dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif).

Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena

eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh

eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan

eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal

tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan

kerapuhan), hati, dan limfe.

Thalassemia mayor beta terjadi akibat kegagalan sintesis rantai globin beta

baik parsial ataupun total. Dan dengan demikian menyebabkan gangguan sintesis

hemoglobin dan anemia kronik. Bila pewarisan adalah autosomal resesif.kelainan

pada gen globin-β(terdapat bersama gen-τ dan-δ pada kromosom) bisanya berupa

suatu mutasi titik yang mempengaruhi ekspresi gen ataupun pengolahan oleh

messenger RNA. Telah diketahui beragam bentuk mutasi dan keragaman ini

menjadi penyebab atas luasnya variasi derajat klinis kondisi ini3

2.1.4 Penegakkan Diagnosis

Penegakkan diagnosis thalassemia didasarkan pada serangkaian

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut4:

1.      Anamnesa

·         Riwayat pucat

·         Gangguan pertumbuhan

·         Riwayat keluarga

·         Perut membesar karena pembesaran hepar dan lien

(pada umumnya keluhan ini muncul mulai usia 6 bulan)

2.      Pemeriksaan Fisik

·         Pucat

·         Facies Cooley pada anak yang lebih besar

·         Gangguan pertumbuhan

6

Page 7: Case Gilut Thalasemia

·         Ikterik ringan

·         Hepatosplenomegali tanpa limfadenopati

    

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pada Talasemia mayor terdapat tanda-tanda berikut pada pemeriksaan

laboratoriumnya ;

Darah tepi :

-          hipokrom mikrositer

-          anisositosis

-          poikilositosis

-          sel target

-          retikulosit meninggi

-          sel normoblas

-          nilai MCV, MCH, dan MCHC menurun

Untuk memastikan diagnosis dilakukan  :

-          Elektroforesis Hb

-          Tes Kleihauer (penentuan Hb F cara elusi asam)

-          Jumlah leukosit yang normal atau meninggi

Sumsum tulang :

-          hiperaktif sel eritrosit

-          rasio M : E terbalik

-          kadar besi serum normal atau meninggi

-          kadar bilirubin serum meninggi

-          SGOT – SGPT dapat meninggi

-          Asam urat darah meninggi

-          HBsAg dan anti HBsAg bisa positif pada kasus yang

mendapat transfusi darah berulang-ulang, disebabkan karena

transmisi HBsAg melalui produk-produk darah transfusi

4. Pemeriksaan radiologi

7

Page 8: Case Gilut Thalasemia

Dukungan imaging seperti foto polos, Ultrasonografi,Ct-Scan, MRI

memegang peranan dalam mendapatkan diagnosis yang akurat. Respon skeletal

terhadap proliferasi sumsum tulang memberi berbagai gambaran radiografi pada

tulang, seperti pelebaran medulla, penipisan korteks tulang serta resorbsi tulang

mengakibatkan hilangnya densitas tulang secara keseluruhan. Dapat pula terlihat

area lusen sebagai akibat dari proliferasi fokal sumsum tulang yang kadang

ditandai area kasar tapi sedikit mengandung trabekula.

a. Pemeriksaan foto polos

Pada tulang-tulang pendek tangan dan kaki terbentuk trabekulasi kasar, tulang

menjadi berbetuk pipa serta tampak adanya abnormalitas kistik. Pelebaran kavitas

medull pada metacarpal, metatarsal dan phalanges memberi gambaran bentuk

rectangular dengan konkavitas normal menghilang. Pada tulang panjang dan

ekstremitas memperlihatkan korteks yang menipis dan dilatasi kavitas medulla

sehingga mengakibatkan tulang-tulang tersebut sangat rapuh dan mudah

mengalami fraktur patologik. Pada kranium ditandai dengan pelebaran ruang

diploe dan garis-garis vertikal trabekula akan memberi gambaran “hair on end”.

Abnormalitas gambaran radiologik lainnya pada kranium yaitu sinus paranasalis

tampak tidak berekmbang sempurna, terutama sinus maksilaris. Hal ini

disebabkan karena penebalan dari tulang sinus akibat hyperplasia yang akan

memberi gambaran “thalassemia facies” dengan maloklusi. Korpus vertebra

mengalami deminerlisasi yang ditandai dengan trabekulasi yang kasar

disekelilingnya. Pada stadium lanjut, tepi superior dan inferior corpus vertebra

berbentuk bikonkaf atau dapat terjadi fraktur kompresi. Kadang pula massa

hemopoesis ekstramedulla tampak pada mediastinum memberi gambaran

bayangan jaringan lunak di antara kosta depan dan belakang pada posisi

posteroanterior. Jantung tampak pula mengalami pembesaran. Pada kosta tampak

bayangan densitas radiopak didalam kosta (a rib within a rib appearance).

Foto Polos Kepala posisi anteroposterior dan lateral :           

    

Foto polos tangan & kaki posisi anteroposterior :      

b. Pemeriksaan Ultrasonografi

8

Page 9: Case Gilut Thalasemia

Sonografi, dalam hal ini sonografi transabdominal memperilhatkan adanya

perubahan pada organ retikuloendotelial sel berupa hepatomegali atau

hepatosplenomegali. Dapat pula mendeteksi adanya batu kandung empedu sebagai

salah satu akibat komplikasi thalassemia. Deteksi dini intrauterine juga dapat

dilakukan dengan menggunakan sonografi, dimana gambaran peningkatan

ketebalan plasenta pda fetus muncul di awal gestasi. Peningkatn ketebalan

plasenta lebih dari 2 SD (standar Deviasi) di atas normal mempunyai nilai

prediktif untuk penyakit ini dengan sensitifitasnya 72 % sebelum 12 minggu masa

gestasi dan 97 % sesudah 12 minggu masa gestasi.

Sonografi transabdominal :

a. CT - Scan

Modalitas ini dapat memperlihatkan kandungan besi yang berlebihan

(hemosiderosis) pada penderita thalassemia dengan mendeteksi peningkatan

densitas hepar.Juga dapat memperlihatkan peningkatan densitas lien, pankeas,

glandula adrenal serta kelenjar getah bening.

b. MRI

Dapat mengevaluasi deposit besi di dalam hepar dan organ lain serta

perubahan anatominya akibat hemopoesis ekstramedula.2

2.1.5 Klasifikasi Thalassemia

Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi dua yaitu

thalasemia alfa dan thalasemia beta.

1. Thalasemia Alfa

Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin

rantai alfa yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari :

a. Silent Carrier State

9

Page 10: Case Gilut Thalasemia

Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul

gejala sama sekali atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang

tampak lebih pucat.

b. Alfa Thalasemia Trait

Gangguan pada 2 rantai globin alpha. Penderita mengalami anemia

ringan dengan sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi

carrier.

c. Hb H Disease

Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi

mulai tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang

disertai dengan perbesaran limpa.

d. Alfa Thalassemia Mayor

Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalasemia tipe ini

merupakan kondisi

yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alfa. Kondisi ini tidak

terdapat rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF

yang diproduksi. Janin yang menderita alpha thalassemia mayor pada

awal kehamilan akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan

cairan, perbesaran hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran

atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan. 1,2

2. Thalasemia Beta

Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua

rantai globin

beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari: 1,2

a. Beta Thalasemia Trait.

Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang

bermutasi.

10

Page 11: Case Gilut Thalasemia

Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah

yang mengecil (mikrositer).

b. Thalasemia Intermedia.

Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit

rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya

tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.

c. Thalasemia Mayor.

Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat

memproduksi rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur

3 bulan berupa anemia yang berat. Penderita thalasemia mayor tidak dapat

membentuk hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen

yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan akan

menyebabkan kekurangan O2, gagal jantung kongestif, maupun kematian.

Penderita thalasemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin dan

perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.

2.1.6 Tatalaksana Thalassemia

Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah :

terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia

kronis

pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi

penatalaksanaan splenomegali 3

Pada anak dengan thalassemia mayor beta membutuhkan pelayanan

kesehatan yang terus menerus seumur hidupnya.

Tranfusi darah

11

Page 12: Case Gilut Thalasemia

Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan dan

memperpanjang umur atau masa hidup pasien dengan cara mengatasi

komplikasi anemia, memberi kesempatan pada anak untuk proses tumbuh

kembang, memperpanjang umur pasien. Terapi tranfusi darah dimulai

pada usia dini ketika ia mulai menunjukkan gejala simtomatik. Transfusi

darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah

dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut,

transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari

sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta thalassemia

intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara

rutin. Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooley’s Anemia) harus

dilakukan secara teratur. 3

Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl dyang diperiksa 2x

berturut dengan jarak 2 mingg dan bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai

gejala klinis seperti Facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur

tulang curiga adanya hemopoisis ekstrameduler. Pada penanganan

selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 gr/dl sampai kadar Hb 11-12

gr/dl. Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3 ml/kgBB untuk setiap

kenaikan Hb 1 g/dL. 2,3

Kelasi Besi

Pasien thalasemia dengan terapi tranfusi biasanya meninggal bukan

karena penyakitnya tapi karena komplikasi dari tranfusi darah tersebut.

Komplikasi tersebut adalah penumpukan besi diberbagai organ.

Desferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai

1000 mg/L atau saturasi transferin sudah mencapai 50 %, atau sekitar

setelah 10 -20 kali transfusi. Pemberian dilakukan secara subkutan melalui

pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis 25-35 mg/kg BB/hari,

minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. Dosis

desferoxamine tidak boleh melebihi 50 mg/kg/hari. Evaluasi teratur

12

Page 13: Case Gilut Thalasemia

terhadap toksisitas desferoxamin direkomendasikan pada semua pasien

yang mendapat terapi ini.

Saat ini sudah tersedia kelasi besi oral, namun penggunaannya di

Indonesia belum dilakukan. 2,3

Suplemen Asam Folat

Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-

sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping

melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.. Asam Folat 2x1

mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

Splenektomi

Indikasi :

limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien,

menimbulkan peningkatan tekanan intra-abdominal dan

bahaya terjadinya ruptur

meningkatnya kebutuhan tranfusi yang melebihi 250ml/kgBB

dalam 1 tahun terakhir

13

Page 14: Case Gilut Thalasemia

Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali

dilakukan tahun 1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-

satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan karena mahal

dan sulit. 2,3

2.2 Infeksi Fokal2

Fokus infeksi merupakan area jaringan berbatas tegas yang terinfeksi oleh

mikroorganisme patogen eksogen yang biasanya terletak dekat permukaan kulit

atau mukosa. Infeksi fokal adalah metastasis dari fokus infeksi, organisme, atau

produknya yang memiliki kemampuan untuk merusak jaringan. 2

14

Page 15: Case Gilut Thalasemia

2.2.1 Mekanisme Infeksi Fokal

Metastasis mikroorganisme–dapat menyebar secara hematogen atau limfogen.

Mikroorganisme ini kemudian akan menetap pada jaringan. Organisme

tertentu memiliki predileksi untuk mengisolasi dirinya pada daerah tertentu

pada tubuh.

Toksin dan produk toksin–menyebar melalui aliran darah atau saluran

limfatikus, dari fokus yang jauh di mana dapat terjadi reaksi hipersensitivitas

pada jaringan. Contoh: scarlet fever, akibat toksin eritrosit yang berasal dari

streptokokus.1

2.2.2 Fokus Infeksi Oral

Lesi periapikal terinfeksi–khususnya, pada kasus kronik, daerah terinfeksi

akan dikelilingi oleh kapsul fibrosa, yang akan melindungi area bebas infeksi

dari area terinfeksi, tetapi tidak dapat mencegah absorpsi bakteri atau toksin.

Granuloma periapikal dideskripsikan sebagai manifestasi pertahanan tubuh

dan reaksi penyembuhan, sementara kista adalah bentuk lanjut dari

granuloma. Abses terjadi ketika fase penyembuhan dan pertahanan tubuh

rendah.

Gigi dengan saluran akar yang terinfeksi – merupakan sumber potensial dari

penyebaran mikroorganisme dan toksin. Sering kali terjadi akibat

streptokokus hemolitikus; yang merupakan penyebab penting dari artritis

reumatoid dan demam rematik.

Penyakit periodontal – merupakan sumber infeksi potensial yang signifikan.

Organisme yang sering ditemukan adalah Streptococcus viridans. Masase

ringan pada gusi dapat menyebabkan bakteremia transitori. Menggoyangkan

gigi dari soketnya dengan menggunakan forsep sebelum melakukan ekstraksi

dapat menyebabkan bakteremia pada pasien dengan penyakit periodontal.

Profilaksis oral dapat diikuti dengan bakteremia. Sehingga dianjurkan untuk

memberikan antibiotik pada anak dengan penyakit jantung kongenital atau

penyakit jantung rematik untuk mencegah terjadinya endokarditis bakterialis. 1,2

15

Page 16: Case Gilut Thalasemia

2.2.3 Dampak Penyebaran Fokus Infeksi Oral

Ada beberapa laporan bahwa fokus infeksi oral dapat menyebabkan atau

memperparah penyakit-penyakit sistemik. Contoh yang paling sering adalah:

Artritis–termasuk artritis rematoid dan demam rematik. Artritis rematoid

merupakan jenis yang tidak diketahui etiologinya. Pasien ini memiliki titer

antibodi terhadap streptokokus hemolitikus yang tinggi. Ini merupakan reaksi

hipersensitivitas jaringan.

Penyakit katup jantung–endokarditis bakterialis subakut berkaitan dengan

infeksi oral. Ada kemiripan antara keduanya, yaitu antara agen penyebab

penyakit dan mikroorganisme pada lesi di rongga mulut, pulpa, dan periapikal

gejala endokarditis bakterialis subakut ditemukan pada beberapa kasus segera

setelah ekstraksi gigi. Bakteremia transien terjadi segera setelah ekstraksi

gigi. Streptokokus jenis viridan merupakan sebagian besar penyebab

endokarditis bakterialis subakut. Setelah kestraksi gigi, terjadi bakteremia

streptokokus, sehingga kejadian endokarditis bakterialis subakut dapat terjadi

setelah operasi dan ekstraksi gigi.

Penyakit gastrointestinal–beberapa pekerja menyatakan bahwa menelan

mikroorganisme secara spontan dapat menyebabkan berbagai macam

penyakit gastrointestinal. Ulkus gaster dan ulkus duodenum dapat diakibatkan

oleh penetrasi streptokokus.

Penyakit mata–faktor-faktor mendukung hipotesis Woods tentang peranan

fokus infeksi pada penyakit mata

Penyakit ginjal – mikroorganisme yang sering ditemukan pada infeksi saluran

kemih adalah E.coli, stafilokokus, dan streptokokus. Streptokokus

hemolitikus tampaknya merupakan mikroorganisme yang paling sering.

Streptokokus merupakan inhabitan saluran akar gigi atau area periapikal dan

gingiva yang jarang. Karena mikroorganisme ini sering berhubungan dengan

infeksi renal, tampaknya hubungan antara fokus infeksi oral dan penyakit

ginjal sedikit. 1,2

16

Page 17: Case Gilut Thalasemia

2.3 Dampak Thalassemia Pada Gigi Dan Mulut

Manifestasi klinis paling umum thalassemia terhadap orofasial adalah

diakibatkan kompensasi tubuh dengan hiperplasia sum-sum tulang dan

pembesaran rongga sum-sum tulang. Pasien-pasien thalassemia mayor menderita

maloklusi skeletal kelas II diikuti dengan protrusi maksillaris dan atrofi mandibula 4. Penyatuan awal sutura oksipitalis terjadi diikuti dengan hiperplasia medullaris

dari struktur anterior maksilo fasialis, menyebabkan otot maksilla mengalami

protrusi. Seringkali terjadi pergeseran utama mandibula dalam sudut maksilla

(Sindrom Brodies) pada pasien thalassemia mayor. Maloklusi yang disebabkan

protrusi maksila, meningkat menyebabkan kondisi rahang atas melewati anterior

openbite, malarprominens, hidung pelana dan tulang frontal yang menonjol

memberi gambaran ‘wajah tupai/ chip-munk facies atau rodent facies’5. Pada

umumnya tidak lebih protrusi dibandingkan maksilla karena kepadatan lapisan

kortikal mandibula tertahan oleh ekspansi. Pertumbuhan sum-sum tulang yang

berlebihan pada tulang frontal, temporal dan facial secara konsisten menghambat

pneumatisasi dari sinus paranasal. Pertumbuhan sum-sum tulang yang berlebihan

pada tulang maksillaris dapat menyebabkan pergeseran lateral dari orbita

(hipertelorisme).

Gambaran oral lainnya dari thalassemia termasuk gambaran tajam dan

akar gigi yang pendek, taurodontisme, diastema multipel, insisivus terlalu

menonjol ke depan, penipisan lamina dura, hilangnya alveolar kanal inferior, dan

korteks tipis mandibula. Indeks karies yang tinggi pada penderita thalassemia

bukan saja karena kebersihan rongga mulut yang diabaikan tetapi juga karena

konsentrasi phosphor dan IgA saliva yang secara signifikan menurun pada pasien

tersebut. Mukosa pucat dan gositis atrofik adalah penemuan yang selalu ada

secara khusus ketika kadar hemoglobin menurun dibawah 8mg/dl. Ginggivitis

yang berat adalah salah satu tanda bahwa pasien perlu untuk melakukan

splenektomi 6. Penimbunan zat besi dapat menyebabkan nyeri akibat inflamasi

kelenjar saliva yang mengganggu aliran saliva 7. Warna gusi kadang cendrung

17

Page 18: Case Gilut Thalasemia

menjadi lebih gelap karena kadar ferritin yang tinggi dalam darah. Makroglossia

dapat terlihat disebabkan lengkung rahang yang membesar. Jika transfusi darah

telah dilakukan sejak lahir, sekitar 50% pasien dapat terlihat manifestasi-

manifestasi tersebut atau dalam kondisi yang ringan.

2.3.1 Dampak Thalassemia terhadap Diskolorisasi Gigi

Diskolorasi secara umum diartikan sebagai perubahan warna pada gigi.

Diskolorasi pada enamel gigi dapat disebabkan oleh proses penodaan (staining),

penuaan (aging), dan bahan-bahan kimia. Penyebab perubahan warna gigi

berdasarkan sumbernya dibagi menjadi eksogen dan endogen. Diskolorasi

eksogen disebabkan oleh substansi dari luar gigi dan sering disebabkan kebiasaan

minum minuman berwarna yang berkepanjangan seperti teh, kopi, sirup dan

merokok.

Diskolorasi endogen sumbernya berasal dari dalam gigi, didapat dari

sumber lokal maupun sistemik. Faktor lokal dapat disebabkan karena pedarahan

akibat trauma, kesalahan prosedur perawatan gigi, dekomposisi jaringan pulpa,

pengaruh obat-obatan dan pasta pengisi saluran akar,dan pengaruh bahan-bahan

restorasi. Perubahan warna yang terjadi mengenai bagian dalam struktur gigi

selama masa pertumbuhan gigi dan umumnya perubahan warna terjadi di dalam

dentin sehingga relatif sulit dirawat secara eksternal.

Pada pasien thalassemia mayor terjadi akumulasi besi pada organ hati,

jantung dan jaringan endokrin. Deposit besi ini juga dapat ditemukan pada

18

Page 19: Case Gilut Thalasemia

gusi/gingiva. Pigmen bilirubin dalam darah sebagai hasil dari pemecahan

hemoglobin dapat mengendap pada tubulus dentinalis menimbulkan diskolorasi

kekuningan pada gigi 11,12. Meskipun dampak pengendapan deposit besi pada

kesehatan jaringan periodontal belum diketahui.

2.3.2 Dampak Thalassemia terhadap Cadidiosis oral

Thalassemia dapat berpengaruh terhadap terjadinya kandidiasis oral.

Candidiasis oral sendiri merupakan infeksi oportunistik yang paling umum

mempengaruhi mukosa oral. Pada sebagian besar kasus, lesi tersebut disebabkan

oleh jamur Candida albicans. Dalam patogenesisnya ntuk menginvasi lapisan

mukosa, mikroorganisme harus menempel ke permukaan epitel, oleh karena itu,

strain Candida dengan potensi adhesi yang lebih baik lebih patogenik. Penetrasi

jamur dari sel-sel epitel difasilitasi oleh produksi lipase mereka, dan agar jamur

bertahan diepitel, mengatasi deskuamasi konstan sel epitel permukaan. Terdapat

hubungan yang jelas antara kandidiasis oral dan pengaruh faktor predisposisi lokal

dan umum. Faktor predisposisi lokal yang mampu untuk mempromosikan

pertumbuhan candida atau mempengaruhi respon imun oral mucosa. Faktor

predisposisi umum biasanya berhubungan dengan status imun dan endokrin

pasien.9

Pasien thalassemia cendering memiliki status imun yang tidak baik dimana

kadar IgA dalam saliva pasien juga menurun sehingga memudahkan kolonisasi

jamur pada pasien dengan thalassemia.

2.3.3 Dampak Thalassemia terhadap Karies Gigi

Prevalensi karies ditemukan lebih tinggi pada pasien-pasien thalassemia

dibandingkan kelompok kontrol E. Hal ini disebabkan oleh buruknya kebersihan

rongga gigi dan mulur, kebiasaan makan yang tidak baik, kurangnya kesadaran

untuk merawat gigi, penurunan aliran saliva, dan perawatan gigi yang diabaikan.

Selain itu penurunan aliran saliva pasien thalassemia mayor, penurunan

konsentrasi Ig A dan jumlah koloni Streptococcus mutans pada pasien thalassemia

19

Page 20: Case Gilut Thalasemia

dapat mempengaruhi peningkatan kecenderungan untuk terjadinya karies. Selain

itu pasien thalassemia juga memiliki kerentanan untuk menderita ginggivitis,

bentukan plak yang lebih tinggi, dan periodontitis dibandingkan pasien non-

thalassemia8,10.

20

Page 21: Case Gilut Thalasemia

BAB III

ANALISIS KASUS

An. NNH, perempuan berusia 8 tahun dirawat di bagian Ilmu Kesehatan

Anak RSMH Palembang dengan thalassemia dan abses regio pedis sinistra

dikonsulkan ke bagian poliklinik gigi dan mulut RSMH dengan untuk dilakukan

pemeriksaan adanya fokal infeksi pada gigi. Pasien sebelumnya tidak pernah

melakukan pemeriksaan ke dokter gigi. Pasien juga mengeluhkan sering merasa

giginya sakit serta gigi tampak kekuningan.

Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum penderita tampak

kompos mentis, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit, dan suhu 36,5°C. Pada

pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan intraoral

ditemukan suspek kandidiosis lingualis. Pada status lokalis ditemukan adanya

arrested karies pada gigi 3.4.

Pada pasien ini penyebab dari timbulnya karies pada gigi juga

dipengaruhi oleh penyakit thalassemia yang dideritanya selain juga kemungkinan

adanya kebersihan rongga mulut yang diabaikan. Pada pasien thalassemia

konsentrasi phosphor dan IgA saliva yang secara signifikan menurun diikuti

peningkatan jumlah koloni Streptococcus mutans. Sehingga hal ini menjadi faktor

yang mempermudah terbentuknya karies. Oleh karena itu pula pada terapi pasien

ini perlu untuk diaplikasikan fluoride yang bermanfaat untuk mencegah keparahan

dari karies gigi.

Pasien ini juga mengalami suatu diskolorisasi gigi yang antara lain

disebabkan peningkatan kadar pigmen bilirubin hasil pemecahan hemoglobin

yang meningkat pada pasien thalasemia. Pigmen tersebut kemudian mengendap

pada tubulus dentinalis sehingga terjadi diskolorasi kekuningan pada gigi.

Pasien juga diduga mengalami suatu kandidiasis oral ditandai gambaran

lidah yang ditutupi selaput putih menandakan adanya koloni jamur pada lingual.

21

Page 22: Case Gilut Thalasemia

Kondisi pasien thalassemia cenderung memiliki sistem imun yang menurun.

Selain itu juga pada pasien thalassemia didapatkan konsentrasi IgA menurun

sehingga memudahkan patogen termasuk jamur untuk berkembang. Oleh karena

itu disarankan bagi pasien untuk dilakukan swab lingual untuk memastikan

adanya kondisi kandidiasis oral ini pada pasien tersebut.

Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro konservasi

untuk karies gigi 3.4, dental health education, swab lingual, dan aplikasi fluoride.

Edukasi juga penting untuk diberikan pada pasien untuk menjaga kebersihan gigi

dan mulut dengan menyikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi yang

mengandung fluoride setelah sarapan dan sebelum tidur selama 3 menit. Pasien

juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar. Pasien diharapkan menghindari

makanan yang mengandung sukrosa tinggi seperti permen, melakukan kunjungan

ke dokter gigi untuk mengatasi permasalahan pada giginya serta melakukan

kunjungan teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan.

22

Page 23: Case Gilut Thalasemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd

ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486.

2. Priantoro D, HA Sjakti. Leukemia Akut. Dalam: Tanto C, F Liwanag, S

Hanifati, EA Pradipta, penyunting. Kapita Selekta Kedokteran: essentials

of medicine edisi IV. Jakarta: Media Aesculapicus. 2014: hal. 55-57.

3. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Cohen, Alan R, et al., 2004. Hematology: Thalassemia. New York:

American Society of Hematology.

4. Ronald J A Trent. Diagnosis of the haemoglobinopathies. Clin Biochem

Rev 2006;27:27-38

5. KharsaMA. Orthodontic Characteristics of Thalassemia Patients:Orthod

Cyber Journal 2008 at orthocj.com on 9thOct, 2013

6. Tunaci M,Tunaci A, Engin G et.al. Imaging features of thalassemia.

European Radiology 1999;9:1804-1809

7. Pope E, Berkovitch M, Klein J, et al. Salivary measurement of

deferiprone concentrations and correlation with serum levels. Ther Drug

Monit 1997;19:95-7

8. Hoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta:

EGC.

Sacher, Ronald A; Richard A.M. 2004. Tinjauan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.

23

Page 24: Case Gilut Thalasemia

9. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam,

Maria; IDG Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan

ketiga. Penerbit Badan Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84

10. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and

Perinatal Medicine, volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society,

Jakarta: 2006, page 134-138

11. Children's Hospital & Research Center Oakland. 2012. “What is

Thalassemia and Treating Thalassemia”.

12.      Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral

Medicine. 11th Ed. Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 79, 82

13. Siamopoulou-Mavridou A, Mavridis A, Galanakis E, et al. Flow rate and

chemistry of parotid saliva related to dental caries and gingivitis in

patients with thalassaemia major. Int J Paediatr Dent. 1992;2:93–97.

14. Hattab FN. Patterns of physical growth and dental development in

Jordanian children and adolescents with thalassemia major. J Oral Sci.

2013b;55:71–77

24