skenario 1-6 A7

147
DISPEPSIA BAB I LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu/bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus- menerus. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya dideritaoleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidaksehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di uluhati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya. Penyebab dispepsia bervariasi dari psikis sampai kelainan serius seperti kanker lambung. Ada dua tipe dispepsia yakni organik dan fungsional. Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ lambung, baik dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya, seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan. Dispepsia organik adalah dispepsia yang disebabkan adanya kelainan struktur organ percernaan(perlukaan, kanker)

description

assigment

Transcript of skenario 1-6 A7

Page 1: skenario 1-6 A7

DISPEPSIA

BAB I LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN

Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi

adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang

dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan

panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa,

anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia

ini biasanya diderita selama beberapa minggu/bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-

menerus. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya

dideritaoleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup

tidaksehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di

uluhati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala

komplikasinya. Penyebab dispepsia bervariasi dari psikis sampai kelainan serius seperti

kanker lambung. Ada dua tipe dispepsia yakni organik dan fungsional.

Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ

lambung, baik dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya,

seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan.

Dispepsia organik adalah dispepsia yang disebabkan adanya kelainan struktur organ

percernaan(perlukaan, kanker)

BAB II ISI

DEFINISI

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-) berarti sulit dan (Pepse)berarti pencernaan. Dispepsia

merupakan kumpulankeluhan/gejalaklinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang

menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas didada

(heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.Pengertian dispepsia terbagi dua,

yaitu :1

Page 2: skenario 1-6 A7

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagaipenyebabnya. Sindroma dispepsi

organik terdapat kelainan yang nyataterhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas

jari,radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.2

2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU),bila tidak jelas

penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan ataugangguan struktur organ berdasarkan

pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, danendoskopi (teropong saluran pencernaan).2

Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa

nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal dari bahasa

Yunani yang berarti “pencernaan yang jelek”.1

Menurut Konsensus Roma tahun 2000, dispepsia didefinisikan sebagai rasasakit atau

ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.1

ANAMNESIS

Anamnesis berasal dari kata Yunani artinya mengingat kembali. Anamnesis adalah cara

pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (Auto anamnese)

atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa

didapatkan dari anamnesis. Tujuan anamnesis yaitu: untuk mendapatkan keterangan

sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara.

Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu

menentukan penatalaksanaan selanjutnya.

1. Tanya ada keluhan apa dan Keluhannya sudah berlangsung sejak kapan?

2. Apakah sebelumnya pernah menderita seperti ini?

3. Apakah sudah pernah diobati sebelumnya?

4. Bagaimana dengan riwayat keluarga?

PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen.

Palpasi : kita meraba terdapat nyeri tekan pada epigastrium dan perut sekitar pusar.

Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, batas hepar, batas ginjal, batas lien,

ada/tidaknya penimbunan cairan diperut

Auskultasi : terdapatnya bising usus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG3

Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan :

Page 3: skenario 1-6 A7

a.1. Laboratorium

Pemeriksaan labortorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah,

urine, fungsi tiroid dan pankreas, serta tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila

ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika cairan

tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita

malabsorbsi. Dan pada pemeriksaan urine, jika ditemukan adanya perubahan warna normal

urine maka dapat disimpulkan terjadi gangguan ginjal. Seorang yang diduga menderita

dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya.2

a.2. Radiologis

Pada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu kawah

dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular,

semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di lambung secara radiologist akan tampak massa yang

irregular, tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.

Barium meal untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat

dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan

berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita

makan.3

a.3. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis. Yang perlu diperhatikan

warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di lambung yang sering ditemukan

adalah tanda peradangan tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden, tumor

jinak dan ganas yang divertikel. Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus,

lambung maupun duodenum maka dapat dibuat diagnosis dispepsia tukak. Sedangkan bila

ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan

tukak. Pada pemeriksaan ini juga dapat mengidentifikasi ada tidaknya bakteri Helicobacter

pylori, dimana cairan tersebut diambil dan ditumbuhkan dalam media Helicobacter pylori.4

a.4. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) merupakan saran diagnostik yang tidak invasif. Apalagi alat ini

tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang

berat pun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada pasien dispepsia terutama bila

dugaan kearah kelainan di traktus biliaris, pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada

dugaan tumor di esophagus dan lambung.3

WORK DIAGNOSIS

Page 4: skenario 1-6 A7

Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah

berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan

struktural/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiology dan endoskopi.

Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sebagai berikut

sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12 minggu

terakhir, terus menerus atau kambuh (perasaan sakit atau ketidaknyamanan) yang berpusat di

perut bagian atas dan tidak ditemukan atau bukan kelainan organik (pada pemeriksaan

endoskopi) yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya.5

Gambaran klinis dari dispepsia fungsional adalah riwayat kronik, gejala yang

berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obat-obatan

dan dapat juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat.

Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :6

a. Sekresi Asam Lambung

Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam

lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya

meninggi, normal atau hiposekresi.7

b. Dismotilitas Gastrointestinal

Yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada

berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan

hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.7

c. Diet dan Faktor Lingkungan

Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional.

Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk

asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor

nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses pencernaan.

Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral

gastrin dan rangsangan lain sel parietal.6

d. Psikologik

Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan

pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului

keluhan mual setelah stimulus stress sentral.5

DIAGNOSIS DIFERENTIAL

Page 5: skenario 1-6 A7

Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik

sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak

ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi :8

a. Dispepsia Tukak

Keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau

bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan pemeriksaan

endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau duodenum.9

b. Gastroesofageal Refluks Disease

A. Definisi : Gastroesophageal reflux

disease (GERD) adalah suatu

keadaan, dimana terjadi disfungsi

sfingter esofagus bagian bawah

sehingga menyebabkan regurgitasi isi

lambung ke dalam esofagus.8

B. Etiologi : Inflamasi esophagus

bagian distal terjadi ketika cairan

Gambar No. 1 GERD www.google.com

lambung dan duedonum termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu

mengalami regurgitasike dalam esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus bagian

bawah dan gangguan motilitas meningkatkan waktu pengosongan dan terjadinya relaksasi

transien spingter esophagus bawah secara berulang. Faktor yang meningkatkan waktu

pengosongan esophagus termasuk didalamnya interaksi antara postur dan gravitasi, ukuran

dan isi makanan yang dimakan, pengosongan lambung abnormal, dan kelainan peristalsis

esophagus.

C. Epidemiologi : Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien berusia 3-17 tahun.

Di UK pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak dengan diagnosis awal GERD. Insiden ini

menurun pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannya hingga berumur 16-17 tahun.

GERD terdapat hampir lebih dari 75% pada anak dengan kelainan neurologi. Hal ini

dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara peristaltik esophagus dan peningkatan

tekanan intra abdominal yang berasal dari hipertonus otot yang dihubungkan dengan

spastisitas. Di Indonesia sendiri insidens GERD sampai saat ini belum diketahui, tetapi

menurut beberapa ahli, GERD terjadi pada 50% bayi baru lahir dan merupakan suatu keadaan

yang normal.

Page 6: skenario 1-6 A7

D. Patogenesis : Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang

mucul beberapa kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang sehat. Pada

umumnya berlangsung kurang dari 3 menit, terjadi setelah makan, dan

menyebabkan beberapa gejala atau tanpa gejala. Hal ini disebabkan oleh relaksasi

sementara pada sfingter esofagus bawah atau inadekuatnya adaptasi tonus sfingter

terhadap perubahan tekanan abdominal. Kekuatan sfingter esofagus bawah, sebagai

barier antirefluks primer, normal pada kebanyakan anak dengan gastroesophageal reflux.

Gastroesophageal Reflux Disease ( GERD) terjadi jika isi lambung reflukske esofafus atau

orofaring dan menimbulkan gejala. Petogenesis GERD ini multifaktorial dan kompleks,

melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung, pengosongan lambung, mekanisme klirens

esofagus, barier mukosa esofagus,hipersensitivitas visceral, dan respon jalan napas.12

Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus bawah tidak

bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isilambung mengalir ke esofagus.

E. Manifestasi Klinis : Gejala khas (misalnya, heartburn, muntah, rasa panas di dada dan

regurgitasi asam terutama setelah makan) pada orang dewasa serta tidak dapat langsung

dinilai pada bayi dan anak-anak.

c. Ulkus Peptikum

A. Definisi : Ulkus peptikum merupakan

putusnya kontinuitas mukosa lambung

yang meluas sampai di bawah epitel.

Kerusakan mukosa yang tidak meluas

sampai ke bawah epitel disebut sebagai

erosi, walaupun sering dianggap sebagai

´ulkus´

Gambar No. 2 Ulkus Peptikum

www.google.com

(misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap

bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum,

dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.10

B. Etiologi : Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum belum diketahui. Beberapa teori

yang menerangkan terjadinya tukak peptic, antara lain sebagai berikut :

1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.

2. Golongan darah. Penderita dengan darah O lebih banyak.

3. Susunan saraf pusat

Page 7: skenario 1-6 A7

4. Inflamasi bakterial.

5. Inflamasi nonbakterial.

6. Infark.

7. Faktor hormonal.

8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).

9. Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.

Golongan salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga

dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin akan

merangsang sekresi lambung.

10. Herediter.

11. Berhubungan dengan penyakit lain, misal Hernia diafrakmatika, Sirosis hati dan Penyakit

paru-paru.

12. Faktor daya tahan jaringan.

C. Epidemiologi : Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu

antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah

diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria lebih sering daripada wanita, tapi

terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah

menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria.

D. Patogenesis : Obat-obatan golongan NSAID (aspirin), alcohol, garam empedu, dan obat-

obatan lain yang merusak mukosa lambung, mengubah permeabilitas sawar epitel,

memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan (mukosa) dan

khususnya pembuluh darah. Hai ini mengakibatkan pengeluaran histamin. Histamine akan

merangsang sekresi asam dan meningkatkan pepsin dari pepsinogen.

E. Patofisiologi : Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini

tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi

yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan

dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa.

F. Faktor Predisposisi : Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI

yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Hubungan herediter selanjutnya

ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan

golongan darah A, B, atau AB. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (NSAID). Minum

alkohol dan merokok berlebihan.

G. Gejala Klinis : Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau

beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa

Page 8: skenario 1-6 A7

penyebab yang dapat diidentifikasi seperti Nyeri, Pirosis (nyeri uluhati), Muntah, Konstipasi

dan perdarahan.

H. Terapi : Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung

termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan, Penurunan stress

dan istirahat serta Modifikasi diet, Penghentian merokok, Obat-obatan, Intervensi bedah.

d. Gastritis

A. Definisi : Gastritis adalah

inflamasi pada dinding gaster

terutama pada lapisan mukosa

lambung dan berkembang dipenuhi

bakteri. Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :11

1. Gastritis akut : Merupkan lesi mukosa akut berupa erosi dan

Gambar No. 3 Gastritis www.google.com

perdarahan akibat faktor-faktor agresik atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.

2. Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang

berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh

bakteri helicobacter pylori.

B. Etiologi : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :

1. Gastritis Akut

Alkohol, Obat-obatan : aspirin, digitalis, yodium, sulfas feros kortison, OAINS, Gangguan

mikrosirkulasi mukosa lambung seperti : trauma, luka bakar, sepsis, Jenis bahan makanan

rempah-rempah seperti : merica, cuka, asam dan Stress.

2. Gastritis Kronik

Penyebabnya belum pasti mungkin berhubungan dengan faktor ras, heriditas psikis dan

makanan.

C. Patofisiologi : Gastritis Peningkatan HCl di lambung luka mukosa lambung

1.Mual & Muntah Gangguan keseimbangan 2. Nyeri Gangguan rasa nyaman 3. Cemas

deficit pengetahuan

Page 9: skenario 1-6 A7

D. Gejala klinis : Gastritis akut (Nyeri epigastrum, Nausea, muntah-muntah, anorexia, Cepat

sembuh bila penyebab cepat dihilangkan).

2. Gastritis kronik : Tampak pucat, Hb tidak normal, Perut terasa panas, Anorexia, epigstrum

terasa tegang, BAO/MAO (Basal acid output/maximal acid output) rendah dapat diketahui

dengan biopsi.

E. Komplikasi

1. Gastritis Akut

Terdapat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena,

dapat berakhir sebagai syok hemoragik, khusus untuk perdarahan SCBA perlu dibedakan

dengan tukan peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama, namun pada tukak

peptik penyebab utamanya adalah infeksi. Helicobakteri pulori sebesar 100% pada tukak

lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi.

2. Gastritis Kronik

Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, periforasi, dan anemia karena gangguan absorbsi

vitamin B12.11

ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengeluaran

asam lambung berlebih, pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori

(sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil) gangguan gerakan saluran

pencernaan, dan stress psikologis.12

Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika

anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus

(saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini

menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat

menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab

dispepsia secara rinci adalah: Menelan udara (aerofagi), Regurgitasi (alir balik, refluks) asam

dari lambung, Iritasi lambung (gastritis), Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis, Kanker

lambung, Peradangan kandung empedu (kolesistitis), Intoleransi laktosa (ketidakmampuan

mencerna susu dan produknya), Kelainan gerakan usus, Stress psikologis, kecemasan, atau

depresi dan Infeksi Helicobacter pylory.12

EPIDEMIOLOGI & FAKTOR RESIKO13

a. Manusia

Page 10: skenario 1-6 A7

a.1. Umur

Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah diatas

umur 45 tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris ditemukan frekuensi anti Helicobacter

pylori pada anak-anak di bawah 15 tahun kira-kira 5% dan meningkat bertahap antara 50%-

75% pada populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori pada

orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%-66%.13

a.2. Jenis Kelamin

Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki yaitu 2:1.

a.3. Etnik

Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi

pada kelompok kulit hitam dibandingkan kelompok kulit putih. Di kalangan Aborigin

frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih,

walaupun kondisi hygiene dan sanitasi jelek.

a.4. Golongan Darah

Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O yang berkaitan

dengan terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.

b. Tempat14

Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat penduduknya,

sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang

dibandingkan pada negara maju. Di negara berkembang diperkirakan 10% anak berusia 2-8

tahun terinfeksi setiap tahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.

c. Waktu

Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan bagi yang

memjalankan puasa. Penelitian di Turki pada tahun 1994, ditemukan terjadi peningkatan

kasus dengan komplikasi tukak selama bulan ramadhan dibandingkan bulan lain. Penelitian

di Paris tahun 1994 yang melibatkan 13 sukarelawan yang melaksanakan ibadah puasa

membuktikan adanya peningkatan asam lambung dan pengeluaran pepsin selama berpuasa

dan kembali ke kadar normal setelah puasa ramadhan selesai.

d. Determinan

d.1. Host/Penjamu

Penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor

resiko untuk terjadinya penyakit.

d.2. Umur dan Jenis kelamin

Page 11: skenario 1-6 A7

Di Surabaya tahun 2001 diperoleh penderita dispepsia terbanyak pada usia 30 sampai

50 tahun. Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki 2:1.

d.3. Stress dan Faktor Psikososial

Stres dan faktor psikososial diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna

menimbulkan perubahan sekresi dan vaskularisasi.

e. Agent15

Agent sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang

terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.

e.1. Helicobacter Pylori

Agent yang dapat menimbulkan dispepsia adalah Helicobacter pylori. Helicobacter

pylori dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Kerusakan ini disebabkan ammonia,

cytotosin dan zat lain yang dihasilkan oleh bakteri ini dan bersifat merusak mukosa lambung.

e.2. Obat-Obatan

Sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan beberapa iritasi gastrointestinal sehingga

mengakibatkan mual dan nyeri di ulu hati. Misalnya NSAID, aspirin, potassium supplemen

dan obat lainnya.

e.3. Tidak Toleransi Pada Makanan

Sejumlah makanan dapat menimbulkan dispepsia, diantaranya adalah jeruk, makanan

pedas, alkohol, makanan berlemak dan kopi. Mekanisme oleh makanan yang menimbulkan

dispepsia termasuk kelebihan makan, kegagalan pengosongan gastrik, iritasi dan mukosa

lambung.

e.4. Gaya Hidup

Pada umumnya pasien yang menderita dispepsia adalah pengkonsumsi rokok,

minuman alkohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah banyak dan makan makanan

yang mengandung asam.

f. Lingkungan16

Lingkungan merupakan factor yang menunjang terjadinya penyakit. Faktor ini disebut

sebagai faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan

biologis dan lingkungan sosial ekonomi.

f.1. Lingkungan Fisik

Penyebaran dispepsia pada umumnya terdapat di lingkungan yang padat

penduduknya, soioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang

berkembang dibandingkan dengan negara maju.

f.2. Lingkungan Sosial Ekonomi

Page 12: skenario 1-6 A7

Bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja berpengaruh sangat signifikan, hal ini

karena pengaruh bising yang dihasilkan mesin pabrik kepada stress pekerja.

PATOFISIOLOGI17

1. Sekresi asam lambung : mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal

maupun dengan stimulasi pentagastrin yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.

2. Helicobacter Pylori

3. Dismotilitas gastrointestinal : terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya

hipomotilitas antrum.

4. Ambang rangsang persepsi : dinding usus mempunyai berbagai reseptor termasuk reseptor

kimiawi, mekanik, dan nociceptor.

5. Disfungsi autonom :hipersensitivitas gastrointestinalmenimbulkan gangguan akomodasi

lambung dan rasa cpat kenyang.

6. Aktivitas mioelektrik lambung

7. Hormonal : adanya penurunan kadar hormon motilin.

8. Diet dan faktor lingkungan : intoleransi makanan.

9. psikologis : penurunan kontraktilitas keluluhan pada orang sehat.

GEJALA KLINIS

Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominant membagi

dispepsia menjadi tiga tipe :18

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) dengan gejala: nyeri

epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid, nyeri saat lapar

dan nyeri episodic.

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala:

mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan, mual, muntah dan rasa tidak nyaman

bertambah saat makan.

3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).

PENATALAKSANAAN

1. Non Medika Mentosa

Dengan psikoterapi dan pengobatan lain seperti akupuntur dan terapi suprotif dengannutrisi.19

2. Medika Mentosa1

Page 13: skenario 1-6 A7

- antasida 20-150 ml/hari obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir

sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,

Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-

menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri.

- sitoproteksi misal misoprostol (meningkatkan produksi mukus dan membentuk lapisan

protektif) dan sukralfat (meningkatkan sekresi prostaglandin endogen).

- golongan prokinetik : metoklopramid, domperidon, cisapride. Cukup efektif untuk

mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dan memperbaiki bersihan asam

lambung.

KOMPLIKASI (DAMPAK)

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya

komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu luka di

dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung berapa lama lambung terpapar oleh

asam lambung.Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin dalam dan

dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya

muntah darah. Muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya

penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu. yang artinya

sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan, adalah terjadinya

kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.1

PREVENTIF19

1.Atur pola makan seteratur mungkin.

2.Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat,

keju, dan lain-lain).

3.Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,

semangka, dan lain-lain).

4.Hindari makanan yang terlalu pedas.

5.Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.

6.Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obatanti- inflammatory,misalnya

yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, danketoprofen. Acetaminophen adalah

pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidakmengakibatkan iritasi pada dinding

lambung.

7.Kelola stress psikologi se-efisien mungkin.

Page 14: skenario 1-6 A7

8.Jika anda perokok, berhentilah merokok.

9.Jika anda memiliki gangguan acid reflux, hindari makan sebelum waktu tidur.

10. Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti makan terlalubanyak,

terutama makanan berat dan berminyak, makan terlalu cepat, atau makan sesaat sebelum

olahraga.

11. Pertahankan berat badan sehat

12. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu) untukmengurangi

stress dan mengontrol berat badan, yang akan mengurangi dispepsia.

13. Ikuti rekomendasi dokter Anda mengenai pengobatan dispepsia. Baik itu antasid, PPI,

penghambat histamin-2 reseptor, dan obat motilitas.

PROGNOSIS

Dispepsia yang ditegakan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat,

mempunyai prognosis yang baik.1

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Diagnosis dispepsia fungsional didasarkan pada keluhan/gejala dispepsia dimana pada

pemeriksaan penunjang baku dapat disingkirkan penyebab organik, sehingga masuk dalam

kelompok penyakit gastrointestinal fungsional. Dispepsia fungsional mempunyai

patofisiologi yang kompleks dan multifaktorial dimana tampaknya berbasiskan gangguan

pada motilitas viseral. Pilihan pengobatan berdasarkan gejala utama yang dianjurkan.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Setiati S (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 5.

Jakarta : Pusat Penerbitan Deaprtemen Ilmu penyakit Dalam FKUI ; 2009.

2. Mansjoer, Arif et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta : EGC ; 2007. Hal

488-491.

3. Ekayuda I. radiologi diagnostic. Pencitraan diagnostic. Edisi 2. Jilid 2. Jakarta : Divisi

Radiologi Departemen Radiologi FKUI ; 2005.

Page 15: skenario 1-6 A7

4. Salvatore S. Gastroesophageal reflux disease in Infants. How much is predictable with

questionnaires, ph-metry, endoscopy and histology: Journal of pediatric gastroenterology and

nutrition. Mc Graw-Hill ; 2005. P 210-15.

5. Siebernagl, Stefan dan Florian L. Color atlas of pathophysiology. Stomach, intestines,

liver. New York : Thieme ; 2000. P 134-35.

6. Sherwood L, Beatricia IS. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Sistem pencernaan.

Jakarta : EGC ; 2001. Hal 484-87 & 537-86.

7. Katzung, Betram (ed). Drug used in the treatment of gastroenterintestinal diseases, in basic

& clinical pharmacology. 9th Edition. McGraw-Hill Professional ; 2004. Page 1469.

8. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines. Journal of pediatric

gastroenterology and nutrition. Vol. 49. Mc Graw-Hill ; 2009. P 498-541.

9. North american society for pediatric gastroenterology and nutrition. Pediatric gerd clinical

practice guideline. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. Vol. 32. Supplement 2.

Mc Graw-Hill ; 2001. P 1-31.

10. Rusdi I. Gangguan ingesti, anoreksia, disfagia, dan regurgitasi. Gastroenterologi anak

praktis. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI ; 1988. Hal 105-8.

11. McPhee, Stephen, William F, Ganong. Pathophysiology. Gastrointestinal diseases. San

Fransisko : McGraw-Hill Companies ; 2006.

12. McPhee, Stephen J, Maxine A, Papadakis. Dispepsia. Current medical diagnosis and

treatment. San Fransisko : McGraw-Hill Companies ; 2009.

13. Makmun, Dadang, Sudoyo, Aru. Penyakit refluks gastroesofageal. Buku ajar ilmu

penyakit dala. Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. Hal 317.

14. Madjid A, Harryanto R, Muin R. Dispepsia fungsional. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jilid 1. Edisi 4. Jakarta : FK UI ; 2006. Hal 352-54.

15. Bucher, Graham P, Laurence H. Dispepsia. Gastroenterology. China : Elsevier Science

Limited ; 2003. P 31- 2.

16. Sylvia AP, Lorraine M, Wilson. Patofisiologi volume 1. Gangguan lambung dan

duodenum. Jakarta : EGC ; 2005. Hal 417-22.

17. Robbins, Kumar. Buku ajar patologi . Edisi 7. Jakarta : EGC ; 2004.

18. Pendit B, Hartanto H, Wulansari P, Maharani DA. Patofisiologi. Konsep klinis proses-

proses penyakit. Ed 6. Vol 2. EGC : Jakarta ; 2003.

19. Hadi S. Gastroenterologi. Bandung : Kusuma ; 2002. hal 156-59.

Page 16: skenario 1-6 A7

Skenario 2

Seorang bapak berusia 45 tahun dibawa ke dokter oleh keluarganya karena

kira-kira 30 menit setelah makan siang merasa ulu hatinya tidak enak, lemas,

berkeringat. 2 minggu sebelumnya bapak tersebut baru menjalani operasi

lambung, karena didiagnosis mengidap ulcus gaster yang sangat kronis. Pada

pemeriksaan fisik : keadaan umum sedang sakit, kesadaran apatis. Tekanan

darah 130/90 mmHg, ndi 45x/menit, regular, lemah, suhu 370 C. Pada

pemeriksaan mata :konjungtiva tidak anemis. Leher : tidak tampak

perbesaran, pulmo : tidak ada kelainan. Laboratorium : Hb 12g/dL. Leukosit

6500/uL, GD puasa : 70 mg/dL, GD 2 jam PP : 120 mg/dL

BAB I

PENDAHULUAN

Lambung sindrom dumping, atau pengosongan lambung yang cepat, terjadi ketika ujung

bawah dari usus kecil, jejunum, terisi terlalu cepat dengan makanan tercerna dari

lambung. Sindrom dumping dapat dibedakan menjadi dua tipe, tipe dini, yang berkaitan

dengan lemak dan tipe lambat, yang berkaitan dengan karbohidrat. Dumping tipe dini dimulai

selama atau setelah makan. Gejalanya yaitu mual, muntah, kembung, kram, diare, pusing dan

kelelahan. Dumping tipe lambat terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan. Gejalanya termasuk

lemah, berkeringat, dan pusing.

Selain itu, orang dengan sindrom ini sering menderita gula darah rendah,

atau hipoglikemia , karena makanan memicu pankreas melepaskan insulin dalam jumlah yang

berlebihan ke dalam aliran darah. Jenis hipoglikemia ini disebut sebagai hipoglikemia

pencernaan.

Dalam kasus disebutkan bahwa seorang bapak berusia 45 tahun dibawa ke dokter oleh

keluarganya karena kira-kira 30 menit setelah makan siang merasa ulu hatinya tidak enak,

lemas, berkeringat. 2 minggu sebelumnya bapak tersebut baru menjalani operasi lambung,

karena didiagnosis mengidap ulcus gaster yang sangat kronis. Pada pemeriksaan fisik:

Page 17: skenario 1-6 A7

keadaan umum sakit sedang, kesadaran apatis. Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 45x/menit,

regular, lemah, suhu 37oC. Pada pemeriksaan mata : konjungtiva tidak anemis. Leher : tidak

tampak pembesaran, pulmo : tidak ada kelainan. Cor : tidak ada kelainan. Laboratorium : Hb

12 g/dL, leukosit 6500/uL, GD puasa 70 mg/dL, GD 2 jam PP 120 mg/dL.

Dari kasus tersebutlah yang mendorong saya untuk membuat makalah ini yang berisi inti-

inti pelajaran dalam kasus

BAB II

ISI

Rumusan Masalah

Seorang bapak 45 th dengan keluhan ulu hati tidak enak, lemas, berkeringat 30 menit

setelah makan dan 2 minggu sebelumnya menjalankan operasi ulcus gaster kronis.

Analisis Masalah

`

Ulu hati tidak enak, lemas, berkeringat setelah makan dan 2 minggu sebelumnya menjalani

operasi ulcus gaster kronis

Epidemiologi

Pemeriksaa

Diagnosi

Penatalaksanaan

Patofisiologis Etiologi

Komplikasi

Pencegahan

Prognosi Anamnesis

Page 18: skenario 1-6 A7

Hipotesis

Bapak dengan ulu hati tidak enak, lemas, berkeringat setelah makan dan 2 minggu

sebelumnya menjalani operasi ulcus gaster kronis mengidap sindroma dumping tipe

dini.

Sasaran Pembelajaran

Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis

dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan

terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut

sebagai aloanamnesis.2

1. Identitas :

- Nama (+ nama keluarga)

- Umur/ usia

- Jenis kelamin

- Nama orang tua

- Alamat

- Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua

- Agama dan suku bangsa

2. Riwayat penyakit :

Keluhan utama

- Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat

- Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama

3. Riwayat perjalanan penyakit :

- Cerita kronologis, rinci, jls ttg keadaan pasien sblm ada keluhan sampai

dibawa berobat

- Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)

- Tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran)

- Reaksi alergi

- Perkembangan penyakit – gejala sisa/ cacat

- Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga

- Riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya

Page 19: skenario 1-6 A7

-

4. Hal – hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala :

- Lama keluhan

- Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat

- Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar

- Bertambah berat/ berkurang

- Yang mendahului keluhan

- Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya

- Keluhan yang sama adalah pada anggota keluarga, orang serumah,

sekelilingnya

- Upaya yang dilakukan dan hasilnya

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik

A. Inspeksi

Perhatikanlah dengan seksama bentuk dada pasien dan pergerakan dinding

dadanya, yang secara normal harus dalam keadan simetris. Lihatlah apakah ada

kelainan pada kulit dinding dada, misalnya terdapat pembengkakan, tumor, dan

lain-lain, perhatikan apakah terjadi retraksi selama respirasi, dan kelainan

lainnya.3

B. Palpasi

Palpasi adalah teknik pemeriksaan dengan menggunakan telapak dan jari

tangan sebagai indra peraba. Pemeriksa menempatkan diri di depan pasien dengan

pasien telentang atau duduk. Tangan kanan pemeriksa diletakkan pada dinding

dada kiri pasien dan tangan kiri pada posisi sebaliknya. Pertama, rasakan dan

bandingkan apakah gerakan dinding dada kanan dan kiri sama dan sinkron atau

tidak. Setelah itu, rabalah daerah fossa suprasternal untuk menentukan apakah

terdapat deviasi trakea (misalnya pada pneumothorax atau atelektasis). Kemudian,

palpasi dilakukan pada sela iga apakah normal atau ada pencembungan atau

cekungan.3

Secara singkat pemeriksaan palapsi sebagai berikut:3

1. Identifikasi ada/tidaknya daerah yang nyeri

Page 20: skenario 1-6 A7

2. Pemeriksaan premitus (tactile fremitus), dilakukan pada kedua sisi dada dan

bandingkan kanan dan kiri. Letakkan permukaan telapak tangan pada dada

bagian bawah dan mintalah pasien untuk mengatakan tujuh-tujuh dengan

cukup keras, dan rasakan getaran suara yang dihantarkan pada dinding rongga

dada pada telapak tangan anda. Lakukanlah pemeriksaan silang dengan

menyilangkan telapak tangan anda.

C. Perkusi

Lakukanlah pemeriksaan perkusi pada bagian dada depan dan belakang dan

bandingkan pada kedua sisi, normalnya akan terdengar suara sonor diseluruh

lapangan baru, kecuali pada bagian kiri akan terdengar suara pekak pada sela iga 2

sampai 5 pada tepi kiri sternum, yang merupakan daerah jantung.3

Pada wanita, untuk mempermudah pemeriksaan, geserlah dengan halus buah

dada dengan tangan kiri anda, dan selanjutnya lakukan perkusi seperti biasa.3

D. Auskultasi

Auskultasi merupakan bagian dari pemeriksaan fisik paru dengan tujuan untuk

mendengarkan suara paru, sehingga secara tidak langsung menggambarkan

keadaan saluran nafas. Aukultasi menggunakan stetoskop. Membran stetoskop

digunakan untuk menyaring suara dengan frekuensi rendah (digunakan untuk

auskultasi paru, menyaring suara jantung), sedangkan corong digunakan untuk

menyaring suara dengan frekuensi tinggi (untuk auskultasi jantung, menyaring

suara paru). Pemeriksa menggunakan bagian membrane dengan ditempelkan

dengan agak keras ke dinding dada, sebaliknya bagian corong digunakan dengan

menempelkannya dengan ringan saja ke dinding dada.3

Pemeriksaan penunjang

A. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi adalah suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan

lambung. Caranya, dengan memasukkan suatu selang berkamera ke mulut terus

hingga ke lambung. Dengan demikian, dokter bisa melihat bagian dalam lambung

untuk mencari tahu apa penyebab nyeri yang pasien derita. Tentu untuk itu pasien

perlu minum cairan penghilang nyeri (anestesi) dan bersikap pasrah saat selang itu

dimasukkan.

Alat endoskopi saat ini dibuat semakin lentur/fleksibel dan diameter yang lebih

kecil. Gambar yang dihasilkan makin baik memungkinkan pemeriksaan ini

Page 21: skenario 1-6 A7

berlangsung dengan nyaman dan komplikasi yang sangat minim. Dengan alat

edoskop ini dapat pula lakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi dan

menentukan ada/tidaknya kuman Helicobacter pylorus. Perkembangan teknologi

memungkinkan penggunaan endoskopi semakin luas, misalnya pengambilan

polip, pengambilan benda asing yang tertelan, menghentikan perdarahan saluran

cerna dan untuk pemberian nutrisi, ERCP (Endoskopi Retrograde Cholangio

Pancreotorgraphi), Endoskopi ultrasonographi (USG Endoskopi) dan pengambilan

batu saluran empedu.5

B. Radiologi OMD

Teknik radiografi OMD adalah teknik pemeriksaan secara radiologi saluran

pencernaan atas dari organ oesofagus maag duodenum menggunakan media

kontras barium swallow dan barium meal, kemudian diamati dengan fluoroskopi

(Bryan, 1979). Teknik radiografi OMD bertujuan untuk melihat kelainan-kelainan

pada organ esofagus, maag, dan duodenum.5

Persiapan pasien sebelum pemeriksaan yaitu :

1. 2 hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah

pembentukan gas akibat fermentasi

2. Lambung harus dalam kondisi kosong, untuk memastikan lambung kosong

dari makanan dan air pasien puasa 8 – 9 jam sebelum pemeriksaan

3. Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat-obatan yg menggandung

substansi radiopaque seperti steroid, pil kontrasepsi dll

4. Sebaiknya kolon bebas dari fecal material dan udara bila perlu diberikan zat

laxative

5. Tidak boleh merokok (nicotine merangsang sekresi saliva).

Media kontras barium sulfat (BaSO4) adalah suatu bahan yang dapat digunakan

dalam pemeriksaan radiologi yang bertujuan untuk memberikan perbedaan

densitas organ disekitarnya. Kontras media dibagi menjadi dua macam yaitu

kontras media positif dan kontras media negatif. Kontras media positif adalah

kontras media yang memiliki nomor atom tinggi, contohnya barium sedangkan

kontras media negatif yaitu kontras media yang memiliki nomor atom rendah,

contohnya udara. 5

Pemeriksaan OMD dengan menggunakan media kontras dibagi menjadi beberapa

macam yaitu :6

Page 22: skenario 1-6 A7

1. Barium swallow adalah pemeriksaan radiologis oesofagus dengan cara

menelan media kontras

2. Barium meal adalah pemeriksaan radiologis lambung dan duodenum dengan

cara meminum media kontras

3. Barium follow through adalah pemeriksaan radiologis usus halus dengan

meminum media kontras yang merupakan kelanjutan dari pemeriksaan

barium meal yang memerlukan waktu beberapa jam untuk dapat sampai ke

proses pencernaan makanan

C. Laboratorium

1. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy

Tes ini menggunakan bahan radio-isotop untuk penilaian pengosongan

esophagus dan sifatnya non-invasif.7

2. Tes toleransi glukosa

Tes ini berguna untuk meyakinkan apakah diabetes atau penyakit lain. Tes in

biasa dilakukan kepada pasien diabetes dan tes ini digunakan untuk

mengetahui. Apabila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar 

glukosa plasma tidak normal, yaitu antara 140-200 mg/dl. Sesuai dengan

kesepakatan WHO maka tes toleransi glukosa oral harus dilakukan dengan

beban 75 gram setelah berpuasa minimal 10 jam. Penilaian adalah sebagai

berikut, toleransi glukosa normal apabila < 140 mg/dl, toleransi glukosa 

terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl.7

Diagnosis

Working diagnosis

Sindroma dumping

Sindrom dumping, atau pengosongan lambung yang cepat, terjadi ketika ujung

bawah dari usus kecil, jejunum, mengisi terlalu cepat dengan makanan tercerna dari

lambung. Dumping dini dimulai selama atau setelah makan. Gejala awal dumping

termasuk mual, muntah, kembung, kram, diare, pusing dan kelelahan. Dumbing

lanjut terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan. Gejala akhir dumping termasuk lemas,

berkeringat, dan pusing.8

Hal ini dapat disimpulkan bahwa dumping tipe dini terkait dengan kesulitan

mencerna lemak sementara dumping tipe lanjut terkaitk dengan karbohidrat.

Page 23: skenario 1-6 A7

Sindrom ini sering diikuti dengan gula darah rendah, atau Hipoglikemia, karena

memicu pankreas melepaskan insulin dalam jumlah yang berlebihan ke dalam aliran

darah. Jenis hipoglikemia ini disebut sebagai "hipoglikemia pencernaan".8

Sindrom dumping yang paling umum terjadi pada pasien yang pernah menjalani

operasi lambung, seperti

1. Gastrektomi atau operasi bypass lambung

Ini memungkinkan terjadinya perut kosong cepat.

2. Kolesistektomi

Sebagai komplikasi dari pengangkatan kantong empedu.

3. Zollinger-Ellison Syndrome

Suatu kelainan langka yang melibatkan ekstrim tukak lambung dan berhubungan

dalam mensekresi gastrin dari pancreas.

4. Esophagectomy

Dapat terjadi sindroma dumping tipe dini dan lanjut.

Differential Diagnosis

Dispepsia

Dispepsia merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari rasa tidak enak atau

sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.

Sindroma dispepsia lebih dikenal sebagai penyakit maag (gastritis). Keluhan

yang timbul adalah rasa nyeri pada ulu hati, mual, kembung, muntah, dan cepat

kenyang.9 Dispepsia dibedakan menjadi dispepsia organik dan dispepsia

fungsional:9

1. Dispepsia organik

Jika keluhan yang timbul disebabkan karena kelainan organ tubuh seperti

tukak lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan

sebagainya. Selain itu, obat-obatan rematik, beberapa antibiotik, penyakit

diabetes melitus, dan penyakit jantung juga dapat menimbulkan dispepsia

organik.

Pada dispepsia organik, keluhan yang dialami, akibat kelainan pada

organ tubuh (oleh karena itu dinamakan organik) terutama kelainan pada

organ-organ didalam rongga perut. Penyebabnya bermacam-macam yang

sering infeksi tipus perut yang berulang (dalam bahasa kedokteran Relaps),

infeksi oleh malaria, virus hepatitis, dan infeksi kuman-kuman lain. Infeksi

Page 24: skenario 1-6 A7

oleh kuman Helycobacter pylori yang bisa hidup dilambung manusia, dan

juga dapat menyebabkan tukuk lambung atau tukuk pada usus dua belas jari.

2. Dispepsia fungsional

Dispepsia fungsional berupa keluhan dispepsia yang telah berlangsung

beberapa minggu tanpa didapat kelainan atau gangguan struktural organ

tubuh berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan

endoskopi. Tidak didapatkan kelainan organ melainkan terjadi kenaikan

produksi asam lambung dan gangguan dari gerakan organ saluran cerna,

yang bisanya akibat faktor-faktor psikis misalnya stress, marah, sedih dan

lain-lain. Gangguan pisikis atau stress menyebabkan peningkatan produksi

hormon-hormon dalam tubuh antara lain adrenalin dan kortikosteroid yang

merangsang pengeluaran hormon gastrin yang akan merangsang pengeluaran

asam lambung.

Sindrom malabsobsi

Sindroma Malabsorbsi adalah kelainan-kelainan yang terjadi akibat

penyerapan zat gizi yang tidak adekuat dari usus kecil ke dalam aliran

darah. Dalam keadaan normal, makanan dicerna dan zat-zat gizinya diserap ke

dalam aliran darah, terutama dari usus kecil. Malabsorbsi dapat tejadi baik

karena kelainan yang berhubungan langsung dengan pencernaan makanan

maupun karena kelainan yang secara langsung mempengaruhi poses penyerapan

makanan. 

Malabsorpsi didefinisikan sebagai tidak optimalnya absorpsi lemak, vitamin,

protein, karbohidrat, elektrolit, mineral, dan air. Pada dasarnya, malabsoprsi

disebabkan oleh gangguan salah satu fungsi sistem pencernaan berikut:10,11

1. Digesti intraluminal

Proses ini terjadi di sepanjang saluran cerna dimulai dengan saliva di mulut,

dilanjutkan di lambuing dan di usus halus, dibantu oleh sekresi enzim

pankreas dan emulsifikasi oleh garam empedu.

2. Digesti terminal

Proses in melibatkan hidrolisis karbohidrat dan peptida oleh disakaridase

dan peptidase di brush border mukosa usus halus.

3. Transpor transepitelial

Page 25: skenario 1-6 A7

Nutrisi dan elektrolit di transpor melalui epitel usus halus untuk disalurkan

ke dalam darah. Lemak disalurkan dalam bentuk kilomikron.

Penderita sindrom malabsorbsi usus halus biasanya mengalami penurunan

berat badan. Jika lemak tidak diserap sebagaimana mestinya, tinja akan

berwarna terang, lunak, berminyak, berbau busuk dan jumlahnya sangat banyak,

yang disebut sebagai steatorrhea. Jika terjadi kekurangan enzim laktase,

mungkin akan mengalami diare, perut kembung dan flatulen, karena kurangnya

absorbsi air dan karbohidrat serta iritasi usus oleh asam lemak yang tidak larut.

Penyumbatan saluran empedu dapat diketahui dengan adanya ikterus.

Kekurangan protein dapat memberikan gambaran berupa edema. Anemia dapat

terjadi karena gangguan absorbsi zat besi, asam folat dan vitamin B12. Lemah

dan mudah lelah dapat terjadi karena anemia dan hipokalemia. Kekurangan

vitamin C dan vitamin K menyebabkan gusi berdarah, mudah mengalami

perdarahan. Kekurangan vitamin D dan kalsium dapat mengakibatkan terjadinya

nyeri tulang. 10,11

Malabsorbsi dan penurunan berat badan sering ditemukan pasca gastrektomi.

Hampir dapat dipastikan malabsorbsi akan terjadi setelah gastrektomi total,

meningkatnya kehilangan lemak dari feses terjadi pada sebagian besar penderita

setelah tindakan Billroth II. Penyebab utama steatore akibat pencampuran

makanan dengan enzim-enzim berlangsung kurang sempurna oleh sebab

pengosongan isi lambung yang terlalu cepat, pengurangan sekresi pankreas

akibat pintas duodenum dan kurangnya perangsangan oleh kimus asam untuk

mengeluarkan sekretin dan CCK, stasis isi usus pada lengkung aferen

mengakibatkan proliferasi bakteri yang abnormal yang dapat memakai habis

vitamin B12 serta menyebabkan dekonyugasi garam-garam empedu, dan

hilangnya fungsi lambung sebagai reservoir mengakibatkan waktu transit

makanan di usus berjalan lebih cepat sehingga mengakibatkan diare. 10,11

Epidemiologi

Insiden dan keparahan gejala di dumping sindrom berhubungan langsung dengan

tingkat operasi lambung. Diperkirakan 25-50% pasien yang telah menjalani operasi

lambung memiliki beberapa gejala dumping. Insiden dumping signifikan telah

Page 26: skenario 1-6 A7

dilaporkan 6-14% pada pasien setelah vagotomy truncal dan drainase dan 14-20%

setelah gastrektomi parsial. Insiden dumping sindrom setelah vagotomy lambung

proksimal tanpa prosedur drainase kurang dari 2%. Operasi lambung, seperti

vagotomy lambung proksimal (yang menghasilkan gangguan minimal sindrom

dumping), jauh lebih rendah kejadian sindrom dumping daripada sindrom

postgastrectomy. Pada anak, dumping sindrom terjadi hampir pada semua anak yang

telah mengalami fundoplication Nissa. Penurunan kebutuhan operasi lambung terbukti

telah menyebabkan penurunan frekuensi sindrom postgastrectomy.  8,10

Etiologi

Dumping adalah efek dari reservoir fungsi lambung yang berubah dan fungsi

motorik lambung pasca operasi. Sindrom dumping terjadi pada 45% dari orang-orang

yang kekurangan gizi dan yang telah mengalami gastrektomi parsial. Sindrom

dumping tipe lanjut diduga memiliki gejala dapat dibuktikan dengan tes toleransi

glukosa oral (hipoglikemia hyperinsulinemic), serta skintigrafi pengosongan lambung

yang menunjukkan pola abnormal dan kemudian dipercepat pengosongkan

lambung.8,10

Dumping sindrom terjadi pada sekitar 10% dari pasien setelah operasi

lambung. Dumping syndrome memiliki manifestasi pencernaan dan karakteristik

sistemik. Ini adalah sindrom postprandial yang paling umum dan sering terjadi setelah

berbagai prosedur pembedahan lambung, seperti vagotomy, fundoplication

pyloroplasty, gastrojejunostomy, dan Nissan laparoskopi. Dumping syndrome dapat

dipisahkan ke dalam bentuk dini dan lanjut, tergantung pada gejala terjadinya dan

berhubungan dengan waktu yang setelah makan. Kedua bentuk terjadi karena

pengosongan lambung ke usus halus secara cepat dalam jumlah besar. Dumping

sindrom merupakan akibat langsung dari perubahan fungsi penyimpanan dari

lambung atau mekanisme pengosongan pilorus. 12,13

Patofisiologi

Lambung berfungsi sebagai tempat menerima dan penyimpanan makanan. Fungsi

utama lambung adalah sebagai reservoir, untuk memulai proses pencernaan, dan

melanjutkan ke duodenum. Kapasitas lambung pada orang dewasa adalah sekitar 1,5-

2 liter, dan lokasi dalam perut memungkinkan untuk distensibility cukup. Motilitas

Page 27: skenario 1-6 A7

lambung diatur oleh sistem saraf enterik, yang dipengaruhi oleh persarafan ekstrinsik

dan oleh hormon. Perubahan anatomi lambung setelah operasi atau gangguan pada

persarafan ekstrinsik (vagotomy) memiliki efek mendalam pada pengosongan

lambung. Efek ini disebut sindrom postgastrectomy. Sindrom postgastrectomy

termasuk dumping, gastritis empedu, sindrom loop aferen , sindrom loop

eferen, anemia , dan penyakit tulang metabolik.12,13

Gambar 1. Sindroma dumping

www.health-writings.com

Dumping adalah efek dari reservoir fungsi lambung yang berubah dan fungsi

motorik lambung pasca operasi. Sindrom dumping terjadi pada 45% dari orang-orang

yang kekurangan gizi dan yang telah mengalami gastrektomi parsial. Sindrom

dumping tipe lanjut diduga memiliki gejala dapat dibuktikan dengan tes toleransi

glukosa oral (hipoglikemia hyperinsulinemic), serta skintigrafi pengosongan lambung

yang menunjukkan pola abnormal dan kemudian dipercepat pengosongkan lambung. 8,10

Page 28: skenario 1-6 A7

Gambar 2. Patofisiologi sindrom dumping

emedicine.medscape.com

Tingkat keparahan sindrom dumping sebanding dengan laju pengosongan

lambung. Pengosongan lambung dikendalikan oleh nada fundic, mekanisme

antropyloric, dan umpan balik duodenum. Operasi lambung masing-masing

mengubah mekanisme dalam beberapa cara. 12,13

Page 29: skenario 1-6 A7

Tipe dini Tipe lambat

Postprandial oriset 10-30 menit 2-3 jam

Typical symptoms Postprandial fullness Diaphoresis

Crampy abdominal pain Weakness

Nausea Palpitation

Explosive diarrhea Flushing

Diaphoresis Dizziness

Weakness

Palpitation

Flushing

Dizziness

Tabel 1. Sindrom dumping tipe dini dan tipe lambat

Sindrom dumping tipi dini

Gejala sindrom dumping tipe dini (postprandial 30-60 menit). Dumping tipe dini

diperkirakan hasil dari pengosongan cepat lambung dengan mennghancurkan

makanan hiperosmolar dan dikirim ke usus kecil. Ini menyebabkan perpindahan

cairan dari ruang intravaskuler ke dalam lumen usus, mengakibatkan distansis usus

kecil dan peningkatan baik dalam amplitude maupun frekuensi konsentrasis usus.

Penyerapan caian ke lumen usus menyebabkan hypovolumia dengan takikardi ringan.

Beberapa peptide usus terlibat dalam pathogenesis dumping tipe dini.

Konsentrasi postprandial dari enteroglukagon, eptide insulinotropic glukosa-

dependent, polipeptida pancreas, vasoaktif polipeptid usus, gastrin releasing peptide,

serotonin, bradikinin, motilin dan neurotensin  semua meningkat pada pasien

dumping setelah operasi lambung. Dalam hal ini, neurotensin adalah agen yang

paling mungkin terlibat dalam eptideesis dumping. Namun, bukti bahwa neurotensinat

au peptide lainnya menyebabkan syntomps dumping masih kurang.12,13

Sindrom dumping tipe lanjut

Sindroma dumping tipe lanjut terjadi 1-3 jam setelah makan. Patogenesis yang

dianggap terkait dengan hyperinsulinemic (reaktif) hipoglikemia. Terjadinya

Page 30: skenario 1-6 A7

pengiriman makanan dalam konsentrasi tinggi karbohidrat ke usus halus proksimal

dan cepat terjadi penyerapan glukosa. Hal ini diseimbangkan dengan

hyperinsulinemic.12,13

Penyebab dari release ini insulin meningkat tidak jelas, tetapi diperkiran

berhungan dengan absorpsi cepat karbohidrat luminal atau efek incretin yang

meningkat. Dua eptide yang memainkan peran penting dalam efek incretin adalah

peptide insulinotropic glukosa dan GLP-1.12,13

Komplikasi

Kemungkinan komplikasi sindrom dumping yaitu:12

- Terjadinya gangguan pencernaan makanan

Mengakibatkan gizi menurun, vitamin, dan penyerapan mineral ke dalam tubuh.

- Glukosa darah turun

Penurunan gula darah yang drastic menyebabkan hipoglikemi

- Ansietas

Ketakutan individu untuk mengkonsumsi makanan dan beraktifitas dikarenakan

perasaan tidak nyaman di lambung. Individu dengan sindrom dumping berat dapat

menurunkan berat badan (karena takut makan) dan akhirnya menjadi kekurangan

gizi.

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Page 31: skenario 1-6 A7

Gambar 3. Medikamentosa sindrom dumping

nature.com

1. Acarbose.13

- Penggunaan acarbose, hidrolase penghambat alfa-glikosida, mengganggu

penyerapan karbohidrat.

- Acarbose menunda produksi monosakarida oleh glucosidases. Enzim ini

bertanggung jawab untuk pencernaan polisakarida kompleks dan sukrosa.

- Acarbose telah terbukti secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah

postprandial.

2. Octreotide.13

- Somatostatin dan octreotide analog sintetik nya telah digunakan dengan baik

jangka pendek pada pasien dengan sindrom dumping, namun khasiat jangka

panjang dari octreotide jauh kurang menguntungkan. Obat ini memberikan

suatu efek penghambatan kuat pada pelepasan insulin dan hormone usus.

Page 32: skenario 1-6 A7

- Efektivitas octreotide dalam mengendalikan gejala dumping tipe dini dan

lanjut telah dibuktikan di beberapa percobaan kontrol secara acak.

- Mekanisme aksi octreotide dalam sindrom dumping adalah sebagai berikut:

a. Mengatasi pengosongan lambung yang cepat

b. Memperlambat waktu transit usus kecil

c. Penghambatan pelepasan hormon enteral

d. Penghambatan pelepasan insulin

e. Penghambatan vasodilasi postprandial

- Selama pengobatan octreotide, fecal meningkatkan ekskresi lemak secara

signifikan. Walaupun peningkatan ini steatorrhea, peningkatan berat badan

rata-rata yang dilaporkan. Ini mungkin terjadi karena asupan energi meningkat

karena pasien mengkonsumsi lebih banyak makanan.

- Octreotide tampaknya aman dalam pengelolaan jangka panjang sindrom

dumping, namun diare pada pasien yang mengalami malabsorpsi dan

pencernaan buruk dapat menjadi faktor pembatas utama.

Nonmedikamentosa

Larangan diet dan instruksi yang sangat penting dalam pengelolaan sindrom

dumping.12,13

- Sehari-hari asupan energi dibagi menjadi 6 makanan.

- Asupan cairan selama makan dibatasi. Menghindari cairan selama setidaknya

setengah jam setelah makan sangat membantu.

- Gula sederhana yang sebaiknya dihindari.

- Karena asupan karbohidrat dibatasi, asupan protein dan lemak harus ditingkatkan

untuk memenuhi kebutuhan energi.

- Kebanyakan pasien memiliki gejala yang relatif ringan dan merespon dengan baik

untuk diet. Pada beberapa pasien dengan hipotensi postprandial, berbaring

terlentang selama 30 menit setelah makan dapat menunda pengosongan lambung.

- Suplementasi dengan serat makanan telah terbukti efektif dalam pengobatan

hipoglikemik. Serat makanan ini bentuk gel dengan karbohidrat, sehingga

penyerapan glukosa tertunda dan perpanjangan waktu transit usus.

Pencegahan

Page 33: skenario 1-6 A7

Mencegah sindrom dumping adalah lebih baik untuk mengobati gejalanya.

Pertimbangkan faktor anatomis yang berhubungan dengan sindrom dan menentukan

dengan tepat jenis prosedur bedah yang diperlukan. Lambung proksimal vagotomy

sekarang prosedur pilihan untuk pengelolaan operasi penyakit maag keras. Meskipun

tingkat kekambuhan ulkus jangka panjang lebih tinggi setelah prosedur ini

dibandingkan dengan antrectomy dan vagotomy truncal, tetapi operasi ini memiliki

insiden terendah pasca operasi dumping dan diare. Jika operasi yang lebih luas

diperlukan, reseksi lebih baik untuk sebuah gastrojejunostomy-Roux en-Y, karena

mengurangi tingkat sindrom dumping dibandingkan dengan pyloroplasty atau

gastrojejunostomy loop.12

Prognosis

Hanya sekitar 1% sampai 2% dari individu terus mengalami gejala beberapa bulan

setelah operasi. Kebanyakan individu dengan sindrom dumping ditangani cukup

dengan diet saja. Jangka panjang (octreotide) pengobatan mungkin mengurangi

keparahan gejala pada 30% sampai 40% dari kasus sindrom dumping. Efektivitas

perawatan bedah sulit untuk di analisa, karena banyak prosedur yang hasil awal baik

tetapi kegagalan terjadi dikemudian hari karena ke-kambuhan. Saat ini, operasi tidak

digunakan secara luas untuk pengobatan atas kondisi ini.

BAB III

KESIMPULAN

Dumping sindrom adalah komplikasi pascaoperasi umum setelah operasi

lambung. Gejala-gejala dumping menghasilkan morbiditas cukup. Untungnya, indikasi untuk

operasi lambung menurun, meskipun kebutuhan operasi lambung dalam kasus-kasus darurat

tidak berubah.

Sindrom dumping dapat dibedakan menjadi dua tipe, tipe dini, yang berkaitan dengan

lemak dan tipe lambat, yang berkaitan dengan karbohidrat. Dumping tipe dini dimulai selama

atau setelah makan. Gejalanya yaitu mual, muntah, kembung, kram, diare, pusing dan

Page 34: skenario 1-6 A7

kelelahan. Dumping tipe lambat terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan. Gejalanya termasuk

lemah, berkeringat, dan pusing.

Awalnya, pasien dengan kondisi ini harus ditangani secara medis dengan modifikasi diet

dan octreotide. Tutup perhatian harus diberikan dengan status gizi pasien. Jika manajemen

medis gagal untuk memberikan bantuan gejala yang memadai, operasi perbaikan harus

diberikan dengan pemahaman yang bahkan intervensi bedah mungkin tidak akan berhasil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus saku kedokteran dorlan. Alih bahasa; Kumala P. Editor; Nuswatari D. Jakarta;

EGC: 1998.

2. Cindri Wahyuni. Anamnesis. 29 Maret 2011. Diunduh dari www.fkumyecase.net, 20

Mei 2011.

3. Yasavati Kurnia Nah, Mardi Santoso, Wong Winami Wati, Indriani K Sumardikarya.

Buku panduan skill lab. Jakarta: UKRIDA; 2010.

4. Sehat.  Koran Indonesia. Network  Information Education. Yudhasmara publisher:

2009. Diunduh dari: http://koranindonesiasehat.wordpress.com/, 20 Mei 2011.

5. Holmes N, Kolawak JP, et AL. Buku pegangan uji diagnostik. Ed 3. Jakarta: EGC;

2010.

6. Anatomi dan fisiologi oesofagus maag. Diunduh dari catatan-kuliah.blogspot.com, 20

Mei 2011.

7. Diabetes. Diunduh dari www.medicastore.com /diabetes , 20 Mei 2011.

8. Feldman, M., Friedman LS, dan Sleisenger MH, eds. Protein kehilangan

gastroenteropathy. Sleisenger & fordtran's gastrointestinal dan penyakit hati. 7

ed. Philadelphia: WB Saunders, 2002.

9. Ahmad H. Asdie. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 1999.

10. Debas, HT. Gastrointestinal surgery. California: University California. Springer.

2004.

11. 8. Edward EW, Stanley WA, Michael JZ. Small Intestine. In : Brunicardi FC, MD.

Schwartz’s manual of surgery. Eighth edition. United States of America: 2006. p.702-

731.

12. Tadataka Yamada, David H. Alpers, et all. Textbook of gastroenterology. Fifth

edition. WILEY BLACKWELL: 2009.

Page 35: skenario 1-6 A7

13. Petropoulos, Peter. Dumping syndrome. Clinical Advisor Ferri: Diagnosa dan

Pengobatan. Instan Ed. Fred Ferri. 2004 ed. St Louis: Mosby, Inc, 2004.

Skenario 4

Page 36: skenario 1-6 A7

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit gastro intestinal (GIT) merupakan penyakit yang umumnya sering terjadi di

masyarakat. Umumnya merupakan penyakit inflamasi atau infeksi yang menyerang organ

GIT. Salah satunya adalah appendisitis. Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus

buntu yang dikenal masyarakat adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya

adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah

kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah

komplikasi yang umumnya berbahaya.1

Pembahasan

Anamnesis

Gangguan yang mengenai abdomen dan system GIT bisa menimbulkan gejala yang

sangat beragam antara lain: nyeri abdomen, muntah, hematemesis, sulit menelan, gangguan

cerna atau dyspepsia, diare, perubahan kebiasaan buang air besar, bengkak atau benjolan

pada perut, penurunan berat badan atau gejala akibat malabsorpsi, melena (tinja hitam seperti

ter akibat darah dari saluran cerna bagian atas) atau darah per rectum. Penting untuk menilai

adakah penyakit local dan adakah efek sistemik seperti penurunan berat badan atau

malabsorpsi.

Riwayat penyakit dahulu juga penting seperti pernah mengalamai penyakit GIT

sebelumnya atau melakukan oprasi pada daerah perut. Penggunaan obat-obatan, riwayat

konsumsi alcohol, terapi sebelumnya yang dilakukan penting juga ditanyakan pada

anamnesis untuk menilai adakah alergi atau kontra indikasi dalam pengobatan. Riwayat

keluarga juga patut ditanyakan apabila dalam keluarganya ada yang menderita sakit yang

sama seperti yang dialaminya.

Page 37: skenario 1-6 A7

Pada penyakit apendisitis biasanya terdapat nyeri periumbilikus atau epigastrik yang

berpindah ke kuadran kanan bawah. Anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada pasien yang

menderita apendisitis.2

Pemeriksaan Fisik

INSPEKSI

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding

abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:

- Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya

(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan

adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan

parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran

pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi

portal).

- Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).

- Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,

splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).

- Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.

- Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau

tumor apa.

- Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada

dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).

- Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan

gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.3

AUSKULTASI

Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising

pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.

- Mendengarkan suara peristaltic usus.

Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh

bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara

dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.

Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).

Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih

Page 38: skenario 1-6 A7

tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic- sound). Bila terjadi peritonitis,

peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.

- Mendengarkan suara pembuluh darah.

Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada

aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal,

terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.3

PALPASI

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:

- Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.Sebaiknya

pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.

- Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.

Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar

tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding

abdomen.

- Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang

dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.

- Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta

untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan

menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus

rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang

selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.

- Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan

kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di

bagian depan dinding abdomen

- Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.

Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen & dengan

cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga

organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat

memantul. Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan

penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan

lainnya.

- Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,

konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan,

dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.3

Page 39: skenario 1-6 A7

PERKUSI

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,

menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi

cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara

bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ

berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).

- Orientasi abdomen secara umum.

Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk

mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi

usus, pekak hati akan menghilang.

- Cairan bebas dalam rongga abdomen

Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi

timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness dominant.

Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan

terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:

a. Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).

Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan

pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan

diteruskan ke sisi yang lain. Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak

tangan kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan

berulang- ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan

adanya tekanan gelombang.

b. Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).

Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien tidur

terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada

kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi,

tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya

peralihan suara redup.3

Pemeriksaan pada penyakit apendisitis biasanya dengan demam ringan. Bila suhu lebih tinggi

mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rectal sampai 1o.

pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada

penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada

massa atau abses peripendikular.

Page 40: skenario 1-6 A7

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri

lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum paritale. Nyeri tekan

perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan

dirasakan nyeri perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal

atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.

Peristalsis usus sering normal; peristaltis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis

generalisata akibat apendisitis perforata.

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri

terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan

pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan

dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi

panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di

m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk

melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturatorius internus yang

merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi

terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.1

Pemeriksaan Penunjang

LABORATORIUM

Untuk apendisitis akut bersifat non spesifik sehingga hasilnya tidak dapat digunakan untuk

mengkonfirmasi atau menyangkal diagnosis. Nilai hitung leukosit akibat fakta bahwa sekitar

90% pasien apendisitis akut menderita leukositosis lebih dari 10000/ml dan kebanyakan juga

mempunyai pergeseran ke kiri dalam hitung jenis. Akibatnya gambaran leukositosis sedang

dengan peningkatan granulosit sesuai dengan diagnosis apendisitis akut. Penekanan tak

semestinya pada kelainan hitung leukosit harus dihindari, karena sekitar 5 persen apendisitis

akut mempunyai hitung jenis dan hitung leukosit total normal.

Kebanyakan pasien apendisitis akuta mempunyai kurang dari 30 sel (leukosit atau eritrosit)

perlapangan pandang besar dalam pemeriksaan urin. Jumlah sel yang lebih besar

menggambarkan kemungkinan masalah urologi primer dan perlunya pemeriksaan traktus

urinarius yang lebih spesifik. Apendiks yang meradang akut, dekat atau berkontak dengan

ureter bisa menimbulkan peningkatan sedang dalam hitung sel ini.4

RONTGENOGRAFI

Page 41: skenario 1-6 A7

Radiografi radiograf bermanfaat tetapi tidak bersifat diagnostic. Foto polos abdomen dapat

memperlihatkan distensi sekum, satu atau dua lingkaran usus yang berdistensi, atau fekalit

pada kuadran kanan bawah menandakan apendisitis. Barium enema yang dilakukan secara

perlahan dalam apendisitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek

masa pada tepi medial serta inferior dari sekum; pengisian lengkap dari apendiks,

menyingkirkan apendisitis. Ultrasonografi mungkin bersifat diagnositik. Radiografi toraks

menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah, yang dapat menyerupai nyeri kuadran

kanan bawah karena iritasi saraf T10, T11, T12. Pada kasus akut tidak diperbolehkan

melakukan barium enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan.5

Diagnosis Banding

Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada

kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan

tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah.

Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut,

suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.6

Diverticulitis Meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama. Terdapat abnormal pada

1-2% individu, berupa kantong yang buntu, dan merupakan sisa dari bagian proximal “yolk

stalk” dari embrio, sebagai akibat gagal menutupnya duktus omphalovitellinus pada masa

fetus. Letaknya kurang lebih 50 cm – 1 meter sebelum muara ileum pada caecum.

Panjangnya 3-6 cm menonjol pada sisi yang berlawanan dengan tempat lekat mesenterium.

Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan criteria diagnosis yang dapat

dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya

bukanlah hal penting.6

Page 42: skenario 1-6 A7

Gambar 1. Ilei meckeli pada bagian distal dari ileum

Sumber Anatomi Abdomen

Urolitiasis pielum/ureter kanan merupakan batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya

riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang

khas. Eritosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat

memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri

kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.1

Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Disini didapatkan hasil tes

positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.1

Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan

menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus.

Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat

terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan

bahkan kulit sekitar anus. Pada beberapa dekade yang lalu, penyakit Crohn lebih sering

ditemukan di negara barat dan negara berkembang. Gejala awal yang paling sering ditemukan

adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan

berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian

bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah

penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah

(abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa

Page 43: skenario 1-6 A7

menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama

kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan

komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum.

Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat. Sekitar sepertiga

penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet

(fissura) pada lapisan selaput lendir anus. Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan

tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan

penumpukan amiloid (amiloidosis).1

Diagnosis Kerja

Apendisitis akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan

kasus operasi intraabdominal tersering  yang memerlukan tindakan bedah. Penyebab pasti

dari appendisitis belum diketahui pasti. Beberapa studi menyampaikan bahwa ada tendensi

keturunan. Belakangan diketahui itu disebabkan oleh kesamaan kebiasaan makan, resistensi

genetik dari flora bakteri. Kebiasaan makan rendah serat, tinggi gula dan lemak juga

merupakan predisposisi terjadi  buang air besar yang tidak banyak, waktu transit makanan di

usus jauh lebih lama, dan peningkatan tekanan di dalam lumen usus.7

Manifestasi Klinis

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau perumbilikus yang

berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah,

yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. terdapat juga keluhan anoreksia,

malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi

kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.

Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun

dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan

pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi

ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan

spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin

meyakinkan diagnosis klinis apendisitis.6

Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm, dan berpangkal di

sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian,

pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada

Page 44: skenario 1-6 A7

ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks

bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang

kolon ascendense, atau di tepi lateral kolom ascendensen. Gejala klinis apendik ditentukan

oleh letak apendik.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang N.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior

dan a.appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.thoracalis X. Oleh karena

itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilkus.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tampak kolateral.

Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami

gangrene.1

Gambar 2. Apendiks

Sumber static.howstuffworks.com

Penegak diagnosis

Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan dengan

riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin

diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan

setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari

umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan

diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney  juga

dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Posisi pasien

dipengaruhi oleh  posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar

antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke

lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa.

Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita

coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika

apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan

Page 45: skenario 1-6 A7

protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik

sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak

pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari

pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator). Hiperestesia kutaneus pada

daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti

kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan

dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal

maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di

abdomen.7

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri

bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau

Obraztsova’s sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi

dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal

pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau

vagina.

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda

spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s

sign

Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat,

kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy

(Rosenstein)’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah

saat pasien dibaringkan pada sisi kiri

Page 46: skenario 1-6 A7

Aure-Rozanova’s

sign

Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan

positif Shchetkin-Bloomberg’s sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan

bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

Bartomier-

Michelson’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada

pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi

terlentang

Tabel 1. Sign of appendicitis

Sumber Generalsurgery-fkui.com

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor

dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.7

Tabel 2. Modified Alvorado score

Sumber General surgery-fkui.com

Morfologi

Page 47: skenario 1-6 A7

a. Apendisitis akut dini meliputi pembentukan sedikit eksudat neutrofil pada dinding

apendiks, dengan kongesti pembuluh darah subserosa dan emigrasi neutrofil

perivaskuler. Tunika serosa terlihat suram, granuler, dan bewarna merah.8

b. Apendisitis akut lanjut (apendisitis supurativa akut) meliputi infiltrasi neutrofil yang

lebih berat disertai eksudat serosa dan fibrinopurulen, pembentukan abses di dalam

lumen apendiks, ulserasi, dan nekrosis supuratif. Stadium ini dapat berlanjut menjadi

nekrosis gangrenosa (apendisitis gangrenosa akuta), yang akan diikuti oleh perforasi.8

c. Apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat riwayat nyeri

perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks kroniks secara

mikroskopik dan makroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi.

Criteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,

adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

Insidens apemdisitis kronik antara 1-5 persen.1

Epidemiologi

Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.

Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini

diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-

hari.

Apendisitis dapat ditemukan pasa semua umur, hanya pada anak kurang dari satu

tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu

menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30

tahun, insidens lelaki lebih tinggi.1

Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan sebagai factor

pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang diajukan sebagai factor

pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris

dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan

apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian

epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh

konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal,

Page 48: skenario 1-6 A7

yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan

kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.1

Patogenesis

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,

atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

mempunyai ketebatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekan yang

meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis

bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh

nyeri epigastrium.

Bila sekresi mucus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat. hal tersebut

menyebabkan obstrukdi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehigga menimbulkan

nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Distensi merangsang serat nyeri aferen visceral, menimbulkan nyeri abdomen bawah

dan tengah yang samar-samar, tumpul, difus. Distensi mendadak dapat menyebabkan

peristaltic dengan keram. Tekanan vena berlebihan dan aliran arteriol ke dalam menyebabkan

kongesti vascular apendiks, dengan reflex mual. pembendungan serosa merangsang

peradangan peritoneum parietalis dengan pergeseran atau nyeri yang lebih hebat ke kuadran

kanan bawah. Gangguan mukosa memungkinkan invasi bakteri dan selanjutnya timbul

demam, takikardi, dan leukositosis.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak kearah apendiks sehingga tumbul suatu massa local yang disebut infiltrate

apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada

anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih

tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tubuh yang masih kurang memudahkan

Page 49: skenario 1-6 A7

terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan

pembuluh darah.6

Pada gambaran mikroskopik terlihat kongesti dan edema (jaringan merenggang

karena mengandung carian yang berasal dari pembuluh darah) pada semua lapisan apendiks

dengan sebukan PMN pada lapisan mukosa yang membatasi lumen apendiks. Sebagian

mukosa dapat hilang dan membentuk tukak. Mukosa disebuk oleh sel radang PMN. Sebukan

sel PMN juga dijumpai pada tunika muskularis. Pembuluh darah di daerah subserosa

mengalami kongesti dengan sebukan sel PMN perivaskular. Bila radang hebat sekali dengan

banyak sekali terjadi nekrosis pada mukosa maupun lapisan di bawahnya sehinggal terlihat

sel PMN pada semua lapisan apendiks, maka keadaan ini dinamakan apendisitis akuta

flegmonosa.9

Gambar 3. Apendisitis akut dengan nekrosis pada mukosa apendiks

Sumber Penuntun praktikum patologi anatomi

Page 50: skenario 1-6 A7

Gambar 4. Sebukan sel-sel PMN pada semua lapisan apendiks

Sumber Penuntun praktikum patologi anatomi

Penatalaksanaan

SEBELUM OPERASI6

a. Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejalan apendisitis seringkali

masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta

melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai

adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan

rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic.

Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya

penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di

daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Intubasi bila perlu

c. Antibiotik

APENDIKTOMI6,7

Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam

tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Penggunaan ligasi ganda pada  setelah

appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa

dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi

ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda digunakan pada

saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah

meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan.

Untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara teknik operatif mempunyai keuntungan

dan kerugian:

a. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan

dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka

anterios superior (SIAS) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc

Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding perut

dibelah secara tumpul menurut serabut arahnya. Setelah itu akan tampak peritoneum

parietal (mengkilat dan bewarna biru keabuan) yang disayat secukupnya untuk

Page 51: skenario 1-6 A7

meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar, mengkilat, lebih

kelabu/putih, mempunyai haustra dan taenia coli, sedangkan ileum lebih kesil, lebih

merah, dan tidak mempunya haustra atau taenia coli. Basis apendiks dicari pada

pertemuan ketiga taenia coli.

Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi

benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma aperasi minimum pada alat-alat

tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih

cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu

operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara

tajam.

b. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama dengan

Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus otot dinding perut tanpa

memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya adalah

lapangan operasi lebih luas, mudah duperluas, sederhana, dan mudah,

Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapat

dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga perdarahan

menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah lebih lama karena adanya benjolan

yang mengganggu pasien, nyeri pasca bedah lebih sering terjadi, kadang-kadang ada

hematoma yang terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.

c. Insisi pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rektus abdominis

dekstra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10cm. Keuntungannya, teknik

ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan kalau perlu sayatan

dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak secara

langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan

pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan

penunjang.

Setelah peritoneum dibuka dengan retractor, maka basis apendiks dapat dicari pada

pertemuan tiga taenia koli. Untuk membebaskannya dari meso-apendiks ada dua cara yang

dapat dipakai sesuai dengan situasi dan kondisi yaitu:

- Apendiktomi secara biasa; bila kita mulai dari apeks ke basis apendiks untuk

memotong mesoapendiks. Ini dilakukan pada apendiks yang tergantung bebas pada

sekum atau bila puncak apendiks mudah ditemukan.

- Apendiktomi secara retrograde; bila kita memotong mesoapendiks dari basis kea rah

puncak. Ini dilakukan pada apendiks yang letaknya sulit, misalnya retrosekal, atau

Page 52: skenario 1-6 A7

puncaknya sukar dicapai karena tersembunyi, misalnya karena telah terjadi

perlengketan dengan sekitarnya.

Insisi Grid Iron (McBurney

Incision)

Insisi Gridiron pada titik McBurney.

Garis insisi parallel dengan otot

oblikus eksternal, melewati titik

McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang

menghubungkan spina liaka anterior

superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah

pusat, insisi transversal pada garis

miklavikula-midinguinal. Mempunyai

keuntungan kosmetik yang lebih baik

dari pada insisi grid iron.

Rutherford Morisson’s incision

(insisi suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan dari insisi

McBurney. Dilakukan jika apendiks

terletak di parasekal atau retrosekal

dan terfiksir.

Page 53: skenario 1-6 A7

Low Midline Incision

Dilakukan jika apendisitis sudah

terjadi perforasi dan terjadi peritonitis

umum.

Insisi paramedian kanan bawah

Insisi vertikal paralel dengan midline,

2,5 cm di bawah umbilikus sampai di

atas pubis.

Tabel 3. Macam-macam insisi pada apendiktomi

Sumber Generalsurgery-fkui.com

PASCAOPERASI

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan didalam,

syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,

sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler.

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien

dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,

puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.

Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam.

Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.

Page 54: skenario 1-6 A7

Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30

menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan

dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.6

Komplikasi

Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini

tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami

perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk

dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut

kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus,

demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritoneum umum

atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat

ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk

menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi

Fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,

pemberian penenang, pemberian antibiotic berspectrum luas dilanjutkan dengan pemberian

antibiotic yagn sesuai dengan hasil kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan

syok septic secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa dikuadran kanan bawah yang

cenderung menggelembung kearah rectum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan

kombinasi antibiotic (ampisilin, gentamisin, metronidazol atau klindamisin). Dengan sediaan

ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian.

Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang

menonjol ke arah rectum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari system portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang

letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan

ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotic

kombinasi dengan drainase.

Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis

intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.6

Page 55: skenario 1-6 A7

Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortilitas dan morbiditas

penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan menigkatkan morbiditas dan

mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak

diangkat. Terminology apendisitis kronik sebenarnya tidak ada.6

Pencegahan

Tidak ada cara yang telah terbukti untuk mencegah usus buntu. Namun, makan makanan

yang meliputi sayuran segar dan buah dapat menurunkan risiko terkena usus buntu.10

BAB III

Kesimpulan

Nyeri perut sebelah kanan bagian bawah merupakan gejala khas yang timbul pada penderita

apendisitis. Selain itu, terdapat beberapa tanda khusus berupa psoas sign, obturator sign,

rovsing sign yang dapat digunakan sebagai penegak diagnosis. Apendisitis disebabkan oleh

berbagai macam factor, salah satunya adanya makanan. Untuk itu, agar terhindar dari

apendisitis sebaiknya mengkonsumsi makanan yang sehat dan tinggi serat.

Daftar Pustaka

1. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2: Jakarta: EGC, 2004.h.

639-45.

2. Gleadle J. At a Glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Editor: Amalia Safitri.

Jakarta: Erlangga, 2007.h.28.

3. Pemeriksaan fisik abdomen. Diunduh dari www.scribd.com, 20 Mei 2011.

4. Andrianto P. Buku ajar ilmu bedah. Dalam Kelainan bedah apendiks vermiformis.

Editor: Devi H. Ronardy. Jakarta: EGC, 2004.h. 1-4.

5. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Editor edisi bahasa

Indonesia: Linda Chandramata. Jakarta: EGC, 2006.h. 438.

Page 56: skenario 1-6 A7

6. Kapita selekta kedokteran. Editor: Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani,

Wiwiek Setiowulan. Edisi 3 jilid 2: Jakarta: FKUI, 2004.h. 307-313.

7. Apendisitis. Diunduh dari generalsurgery-fkui.com, 20 Mei 2011.

8. Richard N, Mtitchell, et al. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7: Jakarta:

EGC., 2008.h. 506.

9. Sudiono J. Penuntun praktikum patologi anatomi. Jakarta: EGC, 2001.h. 32-4.

10. Radang usus buntu. Diunduh dari www.umm.edu, 21 Mei 2011.

Page 57: skenario 1-6 A7

Skenario 5

Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa ke puskesmas karena mengalami diare

7x perhari, feses cair seperti air, tidak berbau busuk, tidak ada darah, tidak ada lendir, dan

bewarna kekuningan. Anak tersebut lemas, dan tidak nafsu makan. Dia tidak buang air kecil

selama 8 jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan BB 14 kg, tanda vital

menunjukkan T: 37,8 derajat celcius, kering, turgor kulit menurun, suara bising usus

meningkat.

BAB I

Pendahuluan

Diare merupakan penyakit yang lazim ditemukan pada bayi maupun pada anak-anak.

Menurut WHO diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3 kali dalam

1 hari, dan biasanya berlangsung selama 2 hari atau lebih. Penyakit diare hingga kini masih

merupakan salah satu penyakit utama pada bayi ataupun anak di Indonesia. Diperkirakan

angka kesakitan berkisar diantara 150-430/1000 penduduk setahunnya. Dengan upaya yang

sekarang telah dilaksanakan, angka kematian di rumah sakit dapat ditekan kurang dari 3%.

Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat daripada gastroenteritis karena istilah yang

disebut terakhir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya disebabkan oleh

infeksi, dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang mengalami peradangan.

Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk

bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak bila frekuensi lebih dari 3 kali. Penyebab dari

diare ini dapat dibagi dalam beberapa factor, yaitu : factor infeksi, factor malabsorpsi

karbohidrat, factor makanan, factor psikologis, yang ditandai dengan gejala klinis mula-mula

bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau

tidak ada kemudian timbul diare. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan pemeriksaan tinja,

pemeriksaan darah, pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin, pemeriksaan eletkrolit terutama

kalium, natrium, dan fosfor, serta pemeriksaan intubasi duodenum. Pengobatan diare pada

anak dapat dilakukan dengan pemberian cairan, dietik, dan obat-obatan.

Page 58: skenario 1-6 A7

Anamnesis

Anamesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien /

keluarganya / orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan

memperhatikan petunjuk- petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit

pasien, meliputi :

Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:

1. Identitas pasien

Nama,tempat tanggal lahir, usia (neonatus,balita,sekolah), jenis kelamin,nama

orangtua,alamat.dan sebagainya

2. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama pasien

3. Riwayat penyakit dahulu

Kronologi penyakit, ada tidaknya riwayat sakit dahulu yang pernah di derita

4. Riwayat kesehatan

Berupa riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat pertumbuhan ( berat badan

tinggi badan), riwayat makanan

5. Riwayat keluarga dan lingkungan, sosial-ekonomi-budaya

Dalam diagnosa kasus ini anamnesis yang dipertanyakan adalah :

1. Waktu dan frekuensi diare

Sejak kapan diare??

Berapa kali diare dalam sehari?? (7 kali)

2. Bentuk tinja

Apakah tinja padat ataukah cair?? (cair)

3. Warna tinja

Warna tinjanya hitam, kuning atau putih?? (kekuningan)

4. Bau tinja

Bau tinjanya seperti apa, busuk amis atau tidak berbau? (tidak berbau)

5. Berlendir atau tidak

Pada waktu BAB, tinjanya disertai lendir atau tidak? (tidak)

6. Berdarah atau tidak

Page 59: skenario 1-6 A7

Pada waktu BAB, tinjanya berdarah atau tidak? (tidak)

7. Cair atau disertai minyak

Pada waktu BAB, tinjanya disertai minyak atau tidak? (tidak)

8. Ada ampas atau tidak

Tinja ada ampas atau tidak? (tidak)

9. Nafsu makan

Anaknya nafsu makan atau tidak? (tidak)

10. Lemas atau tidak

Anaknya kemas atau tidak? (lemas)

Pemeriksaan :

Pemeriksaan fisik :

a) Inspeksi

- Pada bagian kepala, ubun-ubun cekung atau tidak??

- Di lihat apakah wajah mengalami kepucatan atau tidak

- Bibir dan lidah pucat atau tidak

- Terdapat turgor kulit atau tidak??

- Pada bagian abdomen (perut) yang harus di perhatikan adalah :

Warna kulitnya seperti apa??

Perut membuncit atau tidak??

b) Auskultasi

- Terjadi peningkatan bising usus atau tidak?? (pemeriksaan di lakukan sesuai

dengan kuadran abdomen, yaitu kanan bawah, kanan atas, kiri atas, kiri bawah)

c) Palpasi

- Kaki pasien di fleksikan

- Tanya pada pasien ada nyeri di sebelah mana?? Jika sakit pada perut kiri bawah,

maka pemeriksaan kiri bawah di lakukan terakhir.

- Melakukan palpasi sesuai dengan kuadran abdomen

- Melakukan palpasi sesuai dengan SIAS

- Melakukan palpasi sesuai dengan titik mc. Burney

d) Perkusi

- Melakukan perkusi pada dinding abdomen (normal suara timpani)

Page 60: skenario 1-6 A7

- Jika pasien kembung maka suara menjadi hipertimpani

- Jika terdapat cairan maka suara berubah dari timpani ke pekak

Pemeriksaan laboratorium :

Pemeriksaan Tinja

Pemeriksaan tinja selalu penting,mula-mula di perhatikan apakah bentuknya

cair, setenah padat,atau bercampur darah,lendir.Harus segera di periksa apakah

ada amoeba,cacing/telur,leukosit, dan eritrosit.adanya gelembung lemak

memberi dugaan kearah malabsorbsi lemak dan penyakit pancreas.adanya

eritrosit menunjukan adanya infeksi , sedangkan jika ada leukosit

kemungkinan ada infeksi dan inflamasi usus.Pemeriksaan pH tinja perlu di

lakukan bila ada dugaan malabsorbsi karbohidrat,di mana pH tinja di bawah

6,di sertai tes reduksi positif menunjukan adanya intoleransi

glukosa.Pewarnaan gram perlu di lakukan untu mengetahui diare oleh karna

infeksi bakteri,jamur ,dan sebagainya.selain itu dapat di periksa sifat tinja

berupa volume baik itu banyak dan berbau busuk menunjukan adanya infeksi

dan bila terdapat kelainan demikian ,dapat langsung di lakukan kultur tinja.

Bila terdapat minyak dalam tinja menunjuka insufisiensi pancreas,tinja

pucat(steathore) menandakan kelainan di proximal ileosekal.diare seperti air

bisa terjadi akibat kelainan pada semua tingkat dari GI tract.adanya makana

yang tidak tercerana di saluran cerna adalah manifestasi dari kontak yang

terlalu cepat antara tinja dengan dinding usus .sedangkan bau asam

menunjukan adanya penyerapan karbohidrat yang tidak sempurna.perlu di

bedakan perdarahan yang disertai diare atau perdarahan yang menyertai tinja

normal.Pada colitis infeksi dan colitis ulcerosa perdarahan disertai dengan

diare,sedangkan yang menyertai tinja normal ada keganasan,hemoroid.polip

dan lainya.Pemeriksaan fisik tinja normal tidak selalu menyingkirkan kelainan

organic.2

Pemeriksaan darah

Idealnya pemeriksaan darah di lakukan setelah pemeriksaan tinja .bila

pemeriksaan tinja saja belum mengarah ke diagnosis. Pada diare inflamasi

ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin

Page 61: skenario 1-6 A7

dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat

inflamasi intestinaseperti anemia defesiensi besi,B12 serta asam folat pada

gangguan absorbsi. Kadar B12 rendah adanya pertumbuhan bakteri yang

berlebihan pada semua tempat di usus kecil.kadar albumin rendah menunjukan

adanya tanda protein loosing dari peradangan di ileum,yeyunum ,kolon atau

pada syndrome malabsorbsi.semua keadaan di atas perlu konfirmasi dengan

biobsi.Eusinofil dapat di jumpai pada gastroenteritis eusinofilik ,alergi

makanan,atau infeksi parasit diusus.Pemeriksaan serologis terhadap amoeba

harus dilakukan.Pada pasien dengan kecurigaan infeksi kronik perlu di periksa

juga kemungkinan imunodefisiensi.

Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan

menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan

analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan)

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor

dalam serum.

Pemeriksaan untubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau

parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita

diare kronik.

Diagnosis :

Working diagnosis :

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan

gejala klinis. Pada skenario dikatakan bahwa anak perempuan usia 4 tahun mengalami diare

7x/hari, feses cair seperti air, tidak berbau busuk, tidak ada darah tidak ada lendir, berwarna

kekuningan. Anak tersebut lemas, dan tidak nafsu makan. Ia tidak buang air kecil sejak 8 jam

yang lalu. Pemeriksaan fisik : BB:14kg, suhu:37,8°C, kering, turgor kulit menurun, suara

bising usus meningkat. Dari data diatas bisa disimpulan bahwa anak tersebut mengalami

diare cair akut disertai dehidrasi sedang. Diare cair akut merupakan diare yang terjadi secara

akut dan berlangsungkurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan

pengeluarantinja yang lunak / cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan

panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang dapat

mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan karena dehidrasi. Penyebab

Page 62: skenario 1-6 A7

terpenting diare pada anak-anak adalah Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium,

Vibrio cholera, Salmonella, E. coli, rotavirus.2

Diferntial diagnosis :

Dysentri

Sindrom desentri terdiri dari kumpulan gejala diare dengan darah dan lendir dalam feses dan

adanya tenesmus.Diare berdarah dapat disebabkan oleh kelompok penyebab diare,seperti

oleh infeksi virus, bakteri, parasit, Intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Tetapi

sebagian besar disentri disebabkan oleh infeksi.Penularannya secara fecal –oral kontak dan

orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. penyebab utama disentri adalah

Shigella, Salmonela, compylobacter jejui, Escherichia ( E. Coli) , dan Entamoeba histolytica.

Disentri berat ummunya disebabkan oleh shigellia dysentery, kadang-kadang dapat juga

disebabkan oleh shigella flexneri, salmonella dan enteroinvasl v.e.E.coli ( EIEC).5

Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada

daerah dengan sanitasi dan higiene perorangan yang buruk Diare pada disentri umumnya

diawali oleh diare cair, kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan

maupun tanda lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya

nafsu makan dan badan terasa lemah.Pada saat tenesmus terjadi, pada kebanyakan penderita

akan mengalami penurunan volume diarenya dan mungkin feses hanya berupa darah dan

lendir. Gejala Infeksi saluran napas akut dapat menyertai disentri. Dissentri dapat

menimbulkan dehidrasi,dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat walaupun

kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan diare cair akut, Komplikasi disentri dapat

terjadi lokal di saluran cema maupun sistemik.

Diare persisten

Adalah diare yang mula-mula bersifat akut tapi berlangsung selama 14 hari. Episode ini

dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi.

Volume tinja dalam jumlah banyak sehingga ada resiko dehidrasi. Penyebab : E. coli,

Shigella dan Cryptosporidium. Diare persisten berbeda dengan diare kronik, yakni diare

intermitten (hilang-timbul), atau yang berlangsung lama dengan penyebab non infeksi, seperti

penyakit sensitive terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun.

Page 63: skenario 1-6 A7

Etiologi :

Etiologi diare dapat dibagi beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor infeksi

Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab

utama diare pada anak. Infeksi enternal ini meliputi :

Infeksi bakteri (10-20%): vibrio, E.coli, salmonella, shigella,

campylobacter, yersenia, aeromonas

Infeksi virus (70%) : enterovirus , adenovirus, rotairus, astrovirus

Infeksi parasit : cacing (ascaris , trichiuris, oxyuris, strongyloides

Protozoa (10%) : entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas

homonis

Jamur : candida albicans

2. Infeksi parenteral yaitu infitits infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan

seperti otitis mdia akut, tonsilofaringitis, bronkopnemonia, ensefalitis. Keadaan

teruta pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.3

3. Faktor malabsorbsi :

Malabsorbsi Karbohidrat (Gula). Malabsorbsi karbohidrat atau gula

adalah ketidakmampuan untuk mencerna dan menyerap (absorb) gula-

gula. Malabsorbsi gula-gula yang paling dikenal terjadi dengan

kekurangan lactase (juga dikenal sebagai intoleransi lactose atau susu)

dimana produk-produk susu yang mengandung gula susu, lactose,

menjurus pada diare. Lactose tidak diurai dalam usus karena

ketidakhadiran dari enzim usus, lactase, yang normalnya mengurai

lactose. Tanpa diurai, lactose tidak dapat diserap kedalam tubuh.

Lactose yang tidak tercerna mencapai usus besar dan menarik air

(dengan osmosis) kedalam usus besar. Ini menjurus pada diare.

Meskipun lactose adalah bentuk yang paling umum dari malabsorbsi

gula, gula-gula lain dalam diet juga mungkin menyebabkan diare,

termasuk fructose dan sorbitol.

Malabsorbsi Lemak. Malabsorbsi lemak adalah ketidakmampuan

untuk mencerna atau menyerap lemak. Malabsorbsi lemak mungkin

terjadi karena sekresi-sekresi pankreas yang berkurang yang adalah

Page 64: skenario 1-6 A7

perlu untuk pencernaan lemak yang normal (contohnya, disebabkan

oleh pankreatits atau kanker pakreas) atau oleh penyakit-penyakit dari

lapisan dari usus kecil yang mencegah penyerapan dari lemak yang

telah dicerna (contohnya, penyakit celiac). Lemak yang tidak tercerna

memasuki bagian terakhir dari usus kecil dan usus besar dimana

bakter-bakteri merubahnya kedalam senyawa-senyawa (kimia-kimia)

yang menyebabkan air disekresikan oleh usus kecil dan usus besar.

Lintasan melalui usus kecil dan usus besar juga mungkin lebih cepat

ketika ada malabsorbsi dari lemak.

Faktor makanan : Faktor makanan misalnya makanan basi, beracun,

atau alergi terhadap makanan. Penularan melalui kontak dengan tinja

yang terinfeksi secara langsung,seperti :

Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang

sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang

kotor.

Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak

air dengan benar.

Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.

Epidemiologi

Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta

kasus kematian sebagai akibatnya.4 Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang

berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5

episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes.

diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini

meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare

masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat

proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan

peringkat 2. Diare pada anak merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan secara

langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus

ditaksir lebih dari 6,3 juta poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di

Amerika Serikat.

Page 65: skenario 1-6 A7

Patofisisologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

Gangguan osmotik : akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak

dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus

meninggi, sehingga menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus

meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam

rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus

untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Gangguan sekresi : akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding

usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan

isi rongga usus

Gangguan motilitas usus : hiperperistaltik akan mengakibatkan

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga

timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat

menimbulkan diare pula.

Patogenesis diare akut :

Masuknya jasad renik yang msih hidup kedalam usus halus setelah

berhasil melewati rintangan asam lambung

Jasad renik tersebut berkembang biak didalam usus halus.

Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diargenik)

Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan

menimbulkan diare.3

Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang terjadi, sesuai dengan penyebab diare.

Virus dapat secara langsung merusak villi usus halus sehingga mengurangi luas permukaan

usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang mengakibatkan terhambatnya

perkembangan normal villi enterocytes dari usus kecil dan perubahan dalam struktur dan

fungsi epitel. Perubahan ini menyebabkan malabsorbsi dan motilitas abnormal dari usus

selama infeksi rotavirus.5

Page 66: skenario 1-6 A7

Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Bakteri non

invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat pada usus, berkembang

dan kemudian akan mengeluarkan enzim mucinase (mencairkan lapisan lendir), kemudian

bakteri akan masuk ke membran, dan mengeluarkan sub unit A dan B, lalu mengeluarkan

cAMP yang akan merangsang sekresi cairan usus dan menghambat absorpsi tanpa

menimbulkan kerusakan sel epitel. Tekanan usus akan meningkat, dinding usus teregang,

kemudian terjadilah diare.

Bakteri invasive (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasive, campylobacter)

mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti oleh respon inflamasi.

Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular baik di dalam usus maupun di luar usus.

Enterotoksin Escherichia coli yang tahan panas akan mengaktifkan adenilat siklase,

sedangkan toksin yang tidak tahan panas mengaktifkan guanilat siklase.6

Gejala klinis :

Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung

lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan

sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan/atau

sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi.

Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang.

Selaput lendir mulut dan bibir kering.3

Tentukan status hidrasi : pasien anak-anak juga bisa datang dalam keadaan kurang cairan,

disertai takikardi dan hipotensi postural, sehingga membutuhkan cairan salin intravena.

Pada umumnya demam merupakan tanda penyakit infeksi, namun bisa juga didapatkan pada

kolitis yang berat. Penanda penyakit kronis (clubbing, koilonikia, leukonikia, ulkus di mulut,

penurunan berat badan) bisa ditemukan pada penyakit inflamasi usus kronis. Bisa ditemukan

nyeri abdomen nonspesifik. Sigmoidoskopi dan biopsi rectal bisa membantu.

Page 67: skenario 1-6 A7

Derajat Dehidrasi 7

Gejala &

Tanda

Keadaan

UmumMata

Mulut/

LidahRasa Haus Kulit

%

turun

BB

Estimasi

def. cairan

Tanpa

DehidrasiBaik, Sadar Normal Basah

Minum

Normal, Tidak

Haus

Dicubit

kembali

cepat

< 5 50 %

Dehidrasi

Ringan –

Sedang

Gelisah Rewel Cekung KeringTampak

Kehausan

Kembali

lambat5 – 10 50–100 %

Dehidrasi Berat

Letargik,

Kesadaran

Menurun

Sangat

cekung dan

kering

Sangat

kering

Sulit, tidak

bisa minum

Kembali

sangat

lambat

>10 >100 %

Gejala

klinik

Rotavirus Shigella Salmonella E .coli

entero

sigenik

E . coli

entero

invasif

cholera

Mual

muntah

Sering jarang sering + - sering

Panas + ++ ++ - ++ -

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus

kolik

Tenesmus

kolik

Kadang” Tenesmus

kolik

Kolik

Gejala lain Sering

distensi

abdomen

Pusing ,dap

at ada

kejang

Hipotensi Pusing

bakterimia

toksemia

sistemik

Sifat tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10 kali >10kali Sering Sering Sering Terus-menerus

Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - Sering Kadang - + -

Bau - - Busuk Tdk spesifik - Amis

Page 68: skenario 1-6 A7

Warna Kuning

hijau

Merah

hijau

Hijau Tdk

berwarna

Merah –

hijau

Seperti cucian

beras

Leukosit - + + - - -

Sifat lain anoreksia kejang sepsis Meteorismus Infeksi

sistemik

-

Komplikasi :

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai

macam komplikasi seperti :

Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).

Renjatan hipovolemik.

Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan

pada elektrokardiogram).

Hipoglikemi

Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan

vili mukosa usus halus.

Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami

kelaparan.3

Penatalaksanaan :

Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang

adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan

dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang

tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi

intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri

dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium

klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara

komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan

Page 69: skenario 1-6 A7

dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral

pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok

teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1

cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum

cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.

Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline

normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium

sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik

dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan

penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi

oral sesegera mungkin.

Mengobati kausa Diare

Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari beberapa uji klinis.Obat

anti diare hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki

kehilangan air dan elektrolit serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.

Antibiotik yang tidak diserap usus seperti streptomisin, neomisin, hidroksikuinolon dan

sulfonamid dapat memperberat yang resisten dan menyebabkan malabsorpsi. Sebagian besar

kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya

sembuh sendiri (self limiting).Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita

diare misalnya kholera shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus

(Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh

karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang

menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare

dengan darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis. Anti motilitis seperti difenosilat dan

loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth,

gangguan absorpsi dan sirkulasi.9

Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain

Page 70: skenario 1-6 A7

Kolera :

Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)

Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)

Shigella :

Trimetroprim 5-10mg/kg/hari

Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)

Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)

Amebiasis:

Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis 9 5-10 hari)

Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg)(im) s/d 5 hari

tergantung reaksi (untuk semua umur)

Giardiasis :

Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )

Pencegahan :

Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat.

1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.

Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.

2. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan

tempat tinggal.

3. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak

berasa.

4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.

5. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau

bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah

Page 71: skenario 1-6 A7

6. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air

bersih dan jamban/WC yang memadai.9

7. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara

jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter

agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih

untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.

Prognosis

Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung pada penyakit

penyerta/komplikasi yang terjadi.Jika diarenya segera di tangani sesuai dengan kondisi umum

pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh.Yang paling penting adalah mencegah

terjadinya dehidrasi dan syok karena dapat berakibat fatal.jika terdapat penyakit penyerta

yang memberatkan keadaan pasien maka perlu di lakukan pengobatan terhadap penyakitnya

selain penanganan terhadap diare.10Oleh karna itu perlu di lakukan diagnosa pasti

berdasarkan pemeriksaan penunjang lain yang membantu, sehingga dapat di lakukan

penanganan yang tepat sesuai Penyebab/kausal dari diare yang di alaminya

BAB III

Kesimpulan

1. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per

hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa

lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu

2. Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral. Faktor resiko

( Faktor umur, Infeksi asimtomatik, Faktor musim, Epidemi dan pandemik)

3. Sebagian besar penyebab infeksi diare adalah Rotavirus. Etiologi diare dapat

dibagi dalam beberapa faktor, yaitu: Faktor infeksi, Faktor Malabsopsi, Faktor

makanan : makanan, Faktor Psikologis

4. Gejala klinis: Bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare.

Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja

berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya

defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin menjadi

Page 72: skenario 1-6 A7

asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang

tidak dapat diabsorpsi oleh usus.

5. Upaya pencegahan diare: Penggunaan ASI, Perbaikan pola penyapihan, dan

Perbaikan higiene perorangan.10

Daftar pustaka

1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan. Edisi 3; jilid III.

Jakarta: P.T. Gramedia. 2004. Hal 630-40.

2. Norasid H,Surratmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare ) akut dalam:

Gastroenterologi anak praktis, Ed Suharyono, Aswitha B,EM Halimun : edisi ke2

Jakarta 2005: Balai penerbit FK-UI hal 51-76

3. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2000.

hal 283-7

4. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa

dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2004 : Salemba Medika hal

73-103

5. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson textbook of pediatrics.

Edisi 15; Vol. 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. Hal 1339-58

6. Juffire M, Sri Supar dkk. Buku ajar Gastroenterologi-Hepatologi. UKK Gastro-

Hepatologi IDAI. 2011

7. Diare pada Anak. [ update 2011 mar 10, citied 2011 mar 20.00 WIB] Available From:

http://www.docstoc.com/docs/36661392/Diare-pada-anak

8. Panduan Pelayanan medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUP Nasional DR.

Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2007

9. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut

dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2008

10. Hegar B, Kadim M. Tatalaksana diare akut pada anak dalam Majalah kesehatan

Kedokteran indonsia Vol 1 No 06,2006

Skenario 6

Page 73: skenario 1-6 A7

BAB I

PENDAHULUAN

Diare akut pada orang dewasa merupakan tanda dan gejala penyakit yang umum

dijumpai dan bila terjadi tanpa komplikasi, secara umum dapat di obati sendiri oleh penderita.

Namun, bila terjadi komplikasi akibat dehidrasi atau toksik menyebabkan morbiditas dan

mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya telah diketahui dengan baik serta

prosedur diagnostiknya juga semakin baik.Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu

respon tubuh terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai

mekanisme pertahanan tubuh untuk mengekskresikan mikroorganisme keluar tubuh, tidak

sepenuhnya benar. Terapi kausal tentunya diperlukan pada diare akibat infeksi, dan rehidrasi

oral maupun parenteral secara simultan dengan kausal memberikan hasil yang baik terutama

pada diare akut yang menimbulkan dehidrasi sedang sampai berat. Acapkali juga diperlukan

terapi simtomatik untuk menghentikan diare atau mengurangi volume feses, karena berulang

kali buang air besar merupakan suatu keadaan/kondisi yang menggganggu akitifitas sehari-

hari.

Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak

berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila

diare berlangsung kurang dari 2 minggu, di sebut sebagai Diare Akut. Apabila diare

berlangsung 2 minggu atau lebih, maka digolongkan pada Diare Kronik. Pada feses dapat

dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, nyeri

abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi.

BAB II

PEMBAHASAN

DIARE AKUT PADA DEWASA

Page 74: skenario 1-6 A7

Diare adalah adalah kondisi di mana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih

dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per hari) dan konsistensi

(feses cair). Pada definisi ini jelas menyebutkan frekuensi diare terjadi lebih dari 3 kali dalam

sehari. (Smeltzer,2002). Diare juga merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4

kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna

hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).1

Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya

encer, dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare

dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak

sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi

dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Ummuauliya. 2008). Beberapa definisi yang telah

disebutkan di atas, menjelaskan definisi diare berdasarkan konsistensi dan bentuk tinja (feses)

yang melembek dengan atau tanpa menunjuk pada frekuensi diarenya.Bahkan definisi diare

yang diberikan WHO secara spesifik juga menyebutkan diare dengan feses yang berwarna

hijau, bercampur lendir dan atau darah.Dengan demikian, secara umum berdasarkan beberapa

definisi diare dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air

besar yang sering melebihi keadaan biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai

cair dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.2

ANAMNESIS

Pasien dengan diare akut dengan berbagai gejala klinik tergantung dengan penyakit

dasarnya. Keluahan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus

halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpbsi,

dan dehidrasi sering didapatkan. Diare dengan kelainan kolon sering kali dengan kelainan

tinja berjumlah kecil tapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien

dengan daare akut infektif biasanya datrang dengan gejala khas yaitu nausea, muntah, nyeri

abdomen, demam, dan tinja yang yang sering bisa air, malabsorpsi, atau berdarah tergantung

bakteri patogen yang spesifik. Secara umum parogen usus halus tidak invasif, dan patogen

ileokolon lebih mengarah ke invasif. Pasien yang memakan taksigenik biasanya datang

dengan gejala nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tapi

jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan

mengarahkan kita kepada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan, parasit yang

Page 75: skenario 1-6 A7

tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lambia dan Cryptosporodium, biasanya

menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan, perut bergas dan kembung.1

Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella dan Shigella, dan organisme yang

menghasilkan sitotoksin seperti Colostridium difficile and Enterohemoragic E coli (serotipe

O157:H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia sering kali

menginfeksi ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan

bawah menyerupai appendicitis akut. Infeksi Campylobacter jejuni sering bermanifestasi

sebagai diare, demam dan kadangkala kelumpuhan anggota badan dan badan (sindrom

Guillain-Barre). Kelehuan lumpuh pada infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai

malpraktek dokter karena ketidaktahuan masyarakat.

Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menvasi epitel usus dengan inflamasi

minimal, seperti virus enterik atau organisme yang menmpel tetapi tidak menghancurkan

epitel seperti Enteropahogenic E coli, protozoa, dan helminths. Beberapa organisme seperti

Campylobacter, Aeoromonas,Shigella, and Vibrio species menghasilkan enterotoksin dan

menginvasi mukosa usus pasien, karena itu menunjukan gejala diare berdarah dalam

beberapa jam atau hari.3

Sindrom hemilitik uremik dan purpura trompbositopenik trombotik (TTP) dapat

timbul pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemoragik dan Shigella, terutama anak kecil

dan orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enterik lainnya dapat disertai sindrom Reiter

(artritism uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glumeronefritis. Demam

enterik, disebabkan Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi, merupakan penyakit

sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai demam tinggi yang lama, prostasi, bingung,

dan gejala respiratorik diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).2

Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan konsumsi oral terbatas, karena nausea dan

muntah terutama pada anak kecil dan usia lanjut. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus

yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan urine berwarna gelap. Pada

keadaan berat dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti

kebingungan dan pusing kepala.

Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi menjadi 3 tingkatan:4

Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB). Gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak

(vox cholerica) pasien belum jatuh dalam presyok

Page 76: skenario 1-6 A7

Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB). Turgor buruk, suara serak, pasien atuh dalamm

presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.

Dehidrasi berat ( hilang cairan 8-10%) tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran

menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis. Dalam hal ini pasien harus di rawat

inap dan memerlukan penanganan cepat seperti rehidrasi parenteral.

PEMERIKSAAN FISIK

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam

menentukan beratnya diare, dari pada menentukan penyebab diare. Status volume dengan

memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan

tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting ada atau

tidak adanya bising usus dan ada atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan

merupakan clue bagi penentu etiologi. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan,

suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu

dicari tanda-tanda utama dehidrasi : kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-

tanda tambahan lainnya.2

Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus

yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstrimitas perlu karena

perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.3

Simtom Minimal atau tanpa

dehidrasi (Kehilangan

BB <3 % )

Dehidrasi ringan-sedang

(Kehilangan BB 3%- 9% )

Dehidrasi berat

Kehilangan BB> 9%

Kesadaran baik Normal,lelah,gelisah,irri

table

Apatis,letargi,tidak

sadar

denyut

jantung

Normal Normal-meningkat Takikardi,bradikar

di pada kasus berat

kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tidak

teraba

pernapasan Normal Normal-cepat Dalam

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan

lidah

Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik

Page 77: skenario 1-6 A7

Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,minim

al

Ektremitas Hangat Dingin Dingin, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 1.Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari atau diare dengan dehidrasi perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini.1,4

1. Pemeriksaan darah tepi: kadar hemoglobin, hematokrit, hitung leukosit, hitung

diferensial leukosit. Penting untuk mengetahui berat ringannya hemokonsentrasi

darah dan respon leukosit. Contohnya pada diare karena Salmonella dapat terjadi

neutropenia. Pada diare karena kuman yang bersifat invasif dapat terjadi shift to the

left leukosit.

2. Elektrolit darah. Diperlukan untuk mengobservasi dampak diare terhadap kadar

elektrolit darah.

3. Ureum dan kreatinin. Untuk memeriksa adanya kekurangan cairan dan mineral tubuh.

Diperlukan untuk memonitor adanya gagal ginjal akut.

4. Pemeriksaan tinja untuk mencari penyebab diare. Pada infeksi bakteri, ditemukan

leukosit pada tinja, memiliki leukosistosis dengan kelebihan darah putih. Dapat pula

ditemukan telur cacing maupun parasit dewasa. Dapat pula dilakukan pengukuran

toksin Closstridium difficile pada pasien yang telah mendapatkan terapi antibiotik

dalam jangka waktu tiga bulan terakhir. Tinja dengan pH ≤5,5 menunjukkan adanya

intoleransi karbohidrat yang umumnya terjadi sekunder akibat infeksi virus. Pada

infeksi oleh organisme enteroinvasif, leukosit feses yang ditemukan umumnya berupa

neutrofil. Tidak ditemukannya netrofil tidak mengeliminasi kemungkinan infeksi

enteroinvasif, tetapi ditemukannya neutrofil feses mengeliminasi kemungkinan infeksi

organisme enterotoksin dan virus.

5. Apabila ditemukan leukosit pada feses, lakukan kultur feses untuk menentukan

apakah penyebab diare adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, atau Yersenia.

6. Pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba.

Page 78: skenario 1-6 A7

7. Foto rontgen abdomen. Untuk melihat morfologi usus yang dapat membantu

diagnosis.

8. Rektoskopi, sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada pasien dengan diare

berdarah, pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS, kolonoskopi

dipertimbangkan karena ada kemungkinan diare disebabkan oleh infeksi atau limfoma

di area kolon kanan. Biopsy mukosa sebaiknya dilakukan bila dalam pemeriksaan

tampak inflamasi berat pada mukosa.

9. Biopsi usus. Dilakukan pada diare kronik, atau untuk mencari etiologi diare pada

AIDS.

ETIOLOGI

Penyebab gastroenteritis diantaranya yaitu:5

1. Makanan dan Minuman

Kekurangan zat gizi; kelaparan (perut kosong) apalagi bila perut kosong dalam

waktu yang cukup lama, kemudian diisi dengan makanan dan minuman dalam

jumlah banyak pada waktu yang bersamaan, terutama makanan yang

berlemak, terlalu manis, banyak serat atau dapat juga karena kekurangan zat

putih telur.

Tidak tahan terhadap makanan tertentu (Protein, Hidrat Arang, Lemak) yang

dapat menimbulkan alergi.

Keracunan makanan

2. Infeksi atau Investasi Parasit Bakteri, virus, dan parasit yang sering ditemukan:

Vibrio cholerae, E. coli, Salmonella, Shigella, Compylobacter, Aeromonas.

Enterovirus (Echo, Coxsakie, Poliomyelitis), Adenovius, Rotavirus, Astovirus.

Beberapa cacing antara lain: Ascaris, Trichurius, Oxyuris, Strongyloides,

Protozoa seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Tricomonas

hominis.

Gastroenteritis yang disebabkan oleh virus berlangsung selama satu sampai dua

hari. Sementara itu, gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri berlangsung

dalam periode yang lebih lama.

3. Jamur (Candida albicans)

Page 79: skenario 1-6 A7

4. Infeksi diluar saluran pencernaan yang dapat menyebabkan Gastroenteritis adalah

encephalitis (radang otak), OMA (Ortitis Media Akut radang dikuping),

tonsilofaringitis (radang pada leher tonsil), Bronchopeneumonia (radang paru).

5. Perubahan udara

Perubahan udara sering menyebabkan seseorang merasakan tidak enak dibagian perut,

kembung, diare dan mengakibatkan rasa lemas, oleh karena cairan tubuh yang

terkuras habis.

6. Faktor Lingkungan

Kebersihan lingkungan tidak dapat diabaikan. Pada musim penghujan, dimana air

membawa sampah dan kotoran lainnya, dan juga pada waktu kemarau dimana lalat

tidak dapat dihindari apalagi disertai tiupan angin yang cukup besar, sehingga

penularan lebih mudah terjadi.

Persediaan air bersih kurang sehingga terpaksa menggunakan air seadanya, dan

terkadang lupa cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

Akibat Yang Dapat Terjadi: 1,3

Radang pada saluran cerna dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh, diare

dengan berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, baik ringan, sedang atau berat.

Selain itu diare juga menyebabkan berkurangnya cairan tubuh (Hipovolemik),

kadar Natrium menurun (Hiponatremia), dan kadar gula dalam tubuh turun

(Hipoglikemik), sebagai akibatnya tubuh akan bertambah lemas dan tidak

bertenaga yang dilanjutkan dengan penurunan kesadaran, bahkan dapat sampai

kematian. Kondisi seperti ini akan semakin cepat apabila diare disertai dengan

muntah-muntah, yang artinya pengeluaran cairan tidak disertai dengan masukkan

cairan sama sekali.

Pada keadaan tertentu, infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan perdarahan.

Kuman mengeluarkan racun diaregenik yang menyebabkan hipersekresi

(peningkatan volume buangan) sehingga cairan menjadi encer, terkadang

mengandung darah dan lendir.4

Infeksi

1. Enteral

Bakteri: Aeromonas, Campylobacter jejuni, E.coli patogen, Pseudomonas, Shigella sp.,

Page 80: skenario 1-6 A7

Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae, dan Yersinia enterocolytica, V.

parahaemoliticus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus.

Virus: Rotavirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus (CMV), echovirus,

virus HIV.

Parasit: - Protozoa:Balantidium coli, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica,

Giardia lamblia.

Cacing:A. lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S. sternocalis, cestodiasis, dll.

Fungus:Kandida/moniliasis.

2. Parenteral: infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan. Otitis media akut (OMA),

pneumonia. Traveler’s diarrhea: E. coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.

Makanan:

Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan

mengandung bakteri/toksin: Clostrodium perfringens, B. cereus, S. aureus, Streptococcus

anhaemolyticus, dll.

Alergi: susu sapi, makanan tertentu.

Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa,laktosa,galaktosa), disakarida

(sakarosa,laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asam amino tertentu,

celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.

- Imunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit

granulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombination.

- Terapi obat. Antibiotik, kemoterapi, antacid dll.

- Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.

- Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison,neuropati autonomic (neuropati diabetik).

Tabel 2. Etiologi diare akut

EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

a. Epidemiologi

Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari

3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang terjadi terutama

pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal

Page 81: skenario 1-6 A7

didaerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang

tidak memenuhi syarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya,

kurangnya sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat,

tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan. Di Amerika

Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena infeksi

berkurang. Data dariCenters for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa

infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang

berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di

beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi masih

menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke

rumah sakit. Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare

akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,

penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.1,3

Perantara (vehicle) Pathogen klasik

Air

Makanan

Unggas

Sapi, juice buah yg tidak dipasteurisasi

Babi

Seafood dan kerang(termasuk sushi dan ikan

mentah)

Keju,susu

Telur

Mayoinase + makanan &cream

Nasi goreng

Berrie segar

Sayuran atau buah-buahan kaleng

Kecambah

Lingkungan

Hewan ke manusia

Vibriocholerae,Norwalk agent, Giardia lamblia,

Cryptospordium species (termasuk makanan yang

dicuci dengan air tersebut).

Salmonella, Campylobacter, dan Shigella spp.

Enterohemoragic escherichia coli, Taenia

saginata

Cacing pita (tape worm)

V . c h o l e r a e , V . p a r a h a e m o l y t i c u s ;

v i b r i o s p p , Salmonella spp., cacing pita,

Hepatitis A,B,C.

Listeria spp.

Salmonella spp.

Staphylococcus dan Clostridium

Bacillus cereus

Cycklospora spp.

Clostridium spp.

Enterohemorrhagic E. coli dan Salmonella spp.

Page 82: skenario 1-6 A7

Manusia ke manusia (termasuk seksual kontak)

Rumah sakit/antibiotik

Kolam renang

Wisatawan asing

Salmonella, Campylobacter, Cryptosporodium,

Giardia spp.

Semua bakteri enterik, virus, parasit.

C. difficile

Giardia dan Crytosporodium spp.

E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,

Giardia,Entamoeba histolytica.

Tabel 3. Epidemiologi diare infeksi

b. Faktor resiko2

1. Baru saja bepergian/melancong: ke negara berkembang, daerah tropis, kelompok

perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah (dasar berair).

2. Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa: makanan laut dan shell fish, terutama yang

mentah, restoran dan rumah makan cepat saji (fast food), banket dan piknik.

3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko infeksi HIV, sindrom usus

homoseks (Gay bowel syndrome) sindrom defisiensi kekebalan didapat.

4. Baru saja menggunakan obat antimikroba pada institusi kejiwaan/mental, rumah

perawatan, rumah sakit.

PATOFISISOLOGI

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisologi/patomekanisme sebagai

berikut:3,4

1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, yang disebut diare osmotik

2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik

3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak

4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal

6. Gangguan permeabilitas usus

7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik

8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi

Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari

usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l MgSO4,

Page 83: skenario 1-6 A7

Mg(OH)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi

dasakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.

Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit

dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare

dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun

dilakukan pusa makan/minum. Penyebab dari dire tipe ini antara lain karena efek

enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan

hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif

(dioctyl sodium sulfosuksinat dll).2

Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan

pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.

Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan

adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+

dan air yang abnormal.

Motalitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe inidisebabkan hipermotilitas dan

iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.

Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi,hipertiroid.

Gangguan permebiabilitas usus: diare ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal

disebabkan adanya kelainan morfologi merman epitel spesifik pada usus halus.

Inflamasi dinding usus ( diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan

mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan

eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit,. Inflamasi

mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis

ulseratif dan penyakit Chron).5

Diare infeksi: Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari

sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan

invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang

disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik.Contoh diare toksigenik a.l

kolera (Eltor). Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera/eltor merupakan protein

yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosine monofospat siklik

(AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air,

ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui

mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion

bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion

Page 84: skenario 1-6 A7

natrium (diiringi oleh air, ion kalium, dan ion bikarbonat, klorida).Kompensasi ini dapat

dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel

usus.2,3,5

Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal

(agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk

mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari

faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna a.l keasaman lambung,

motilitas usus, imunitas juga lingkungan mikriflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi

yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi

sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi

bakteri/parasit terdiri atas:

Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik).Bakteri yang tidak merusak mukosa

misal V. cholera Eltor, Enterotoxigenic E. Coli (ETEC) dan C. perfringens. V. Cholera eltor

mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi

vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid

pada dindidng sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosine 3’, 5’ siklik monofosfat

(siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus

yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.1,4

Diare karena bakteri/parasit invasive (enterovasif).Bakteri yang merusak (invasif) antara

lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C.

Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya

sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lender dan darah. Walaupun demikian

infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis.Kuman

Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, S.typhimurium, S.

enterritidis, S. choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E. histolitika dan G. lamblia.

GEJALA KLINIS

Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari

penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang

berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga

Page 85: skenario 1-6 A7

berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya:

rotavirus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.2

Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan

menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan

atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses

lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau

minuman yang terkontaminasi.

Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang

adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan

renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang

lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata

menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi

serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

Sedangkan kehilangan bikarbonat, menyebabkan perbandingan bikarbonat dan asam

karbonat berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang

pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa (pernapasan

Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonat agar pH darah

dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat

berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah

menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas

dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul

aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan

sangat dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit

berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.5

Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan

pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.

Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang

menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. Bakteri yang invasif akan menyebabkan

diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demam yang

tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah dan lendir.

Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan

berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan

anamnesis/observasi bentuk diare. Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan

Page 86: skenario 1-6 A7

kolon bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney

dengan gejala seperti apendisitis akut.2

Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti

Reiter’ssyndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh

Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-

uremic syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik

antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.3

DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang

sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan

lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab

diare akut dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak

menunjukkan adanya mikroorganisme. Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare

berat, suhu tubuh > 38,50C, adanya darah dan/atau lendir pada feses, ditemukan leukosit pada

feses, laktoferin, dan diare persisten yang belum mendapat antibiotik.3,5.

Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:1.) Bentuk

feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)2.)Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir

yang dimakan/minum oleh penderita.3.) Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa,

yang mungkin oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.4.) Dimana

tempat tinggal penderita.5.) Pola kehidupan seksual. Umumnya diare akut besifat

ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih

lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5oC, diare > 48

jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita

berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut >70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan

tubuh yang rendah.2

WORKING DIAGNOSIS

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair

(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200

ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3

kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Page 87: skenario 1-6 A7

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14

hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat

disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare

infeksi.Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit. Virus menjadi penyebab

kasus kematian denna persentasi yang signifikan pada semua umur.4

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara

berkembang tetapi juga di negara maju.Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB

(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.Dinegara

maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden

diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris, 1 dari 5 orang

menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek

umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena

foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp,

Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan

Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).1

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk

setiap tahun.Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di

negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit

penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.

Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan

Salmonella paratyphi A.

Faktor utama tingginya kejadian dan tingkat kematian karena diare akut adalah karena

penggunan air yang tidak bersih, sanitasi yang tidak memenuhi sehingga memungkinkan

penyebaran agen penginfeksi, dan/ atau kondisi fisiologis seperti malnutrisi yang

menebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga memudahkan proses infeksi oleh

agen penginfeksi.1

DEFFERENSIAL DIAGNOSIS

Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga kita dapat memberikan pengobatan

yang lebih baik. Pasien diare akut dapat dibagi atas diare akut yang disertai demam/ tinja

berdarah dan diare akut yang yang tidak disertai demam/tinja berdarah2,4,5

Pasien diare akut disertai demam dan tinja berdarah

Page 88: skenario 1-6 A7

Observasi umum: diare sebagai akibat mikroorganisme infasif, lokasi sering di daerah

kolon, diarenya berdarah, sering tapi jumlah volume sedikit, sering diawai dengan diae air.

Pathogen: 1). Shigella spp (disentri basiller, shigellosis), 2). Campylobacterjejuni,

3).Salmonella spp, Aeromonas hydrophila, V. parahemolyticus, Plesiomonas shigelloides,

Yersinia.

Diagnosis : 1) diferensiasi klinik sulit, terutama membedakan dengan penyakit usus

inflamatorik idiopatik non infeksi, 2). Banyak leukosit di tinja (pathogen infasif), 3). Kultur

tinja untuk Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, 4).Darah tebal untuk malaria.

Diare akut tanpa demam ataupun darah tinja

Obeservasi umum : pathogen non invasive ( tinja air banyak banyak, tidak ada leukosit

ada leukosit tinja), sering disertai nausea, kadang vomitus, lebih sering manifestasi dari diare

turis (85% kasus), pada kasus kolera, tinja seperti cucian beras, sering disertai muntah.

Pathogen : 1. ETEC, penyebab tersering dari diare turis, 2. Giardia lambia, 3. Rotavirus, virus

Norwalk 4. Eksotoksin Preformed dari S.aureus, Bacillus cereus. Colistrodium prefingers

(A), diare disebabkan toksin dikarakterisasi oleh lama inkubasi yang pendek 6 jam, 5.

Penyebab lain : Vibrio parahemolyticus (ikan laut dan shell fish) yang tidak cukup

didinginkan), Vibrio cholera (kolera), bahan toksik pada makanan, logam berat missal

preservative kaleng, nitrit, pestisida, histamine pada ikan, jamur, cryptosporidium, isospora

belli (biasa pada pasien HIV positif meskipun dapat terjadi juga pada manusia normal).4

Diagnois : tidak ada leukosit dalam tinja, kultur tinja ( sangat rendah pada diare air), tes untuk

ETEC tidak biasa, tersedia pada laboratorium rutin, pemeriksaan parasit untuk tinja segar,

sering pemeriksaan ulangan dibutuhkan untuk mendeteksi Giardia lambia.

Diare osmotik

Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus

yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik.Terjadi akibat asupan sejumlah

makanan yang sukar diserap bahkan dalam keadaan normal atau pada malabsorbsi. Termasuk

dalam kelompok pertama adalah sorbitol(ada dalam obat bebas gula dan permen serte buah-

buahan tertentu), fruktosa (jeruk, lemon, berbagai buah, madu), garam magnesium (antasida,

laktasif) serta anion yang sukar diserap seperti sulfat, fosfat atau sitrat. Zat yang tidak

diserap bersifat aktif secara osmotic pada usus halus sehingga menarik air ke dalam lumen.

Pada malabsorbsi karbohidrat, penurunan absorbsi Na di usus halus bagian atas menyebabkan

penyerapan air menjadi berkurang .Aktivitas osmotik dari karbohidrat yang tidak diserap juga

menyebabkan sekresi air. Akan tetapi, bakteri di dalam usus besar dapat memetabolisme

karbohidrat yang tidak diserap hingga sekitar 80 g/hari menjadi asam organik yang berguna

Page 89: skenario 1-6 A7

untuk menghasilkan energi, yang bersama-sama dengan air akan diserap di dalam kolon.

Hanya gas yang dihasilkan dalam jumlah besar yang akan memberikan bukti terjadinya

malabsorbsi karbohidrat. Namun, jika jumlah yang tidak diserap >80 g/hari atau bakteri usus

dihancurkan oleh antibiotik, akan terjadi diare.3

Inflammatory Bowel Disease

Istilah penyakit inflamasi usus (IBD) merujuk pada keadaan kolitis ulserativa (UC) dan

penyakit Crohn (CD). Inflammatory bowel disease adalah suatu kondisi kronis yang tidak

diketahui etiologinya, yang dicirikan oleh episode berulang dari nyeri perut, sering kali

disertai dengan diare. Diare kronik disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan

manifestasi klinis IBD yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstraintestinal

seperti arthritis, uveitis, pioderma gangrenosum, eritema nodusum dan kolangitis. Di

samping itu tentunya disertai gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak

keadaan patologis yang ada sebagai gangguan nutrisi.

Irritable Bowel Syndrome

Irritable bowel syndrome (IBS) adalah gangguan umum pada usus besar. IBS biasanya

menyebabkan kejang, nyeri pada area perut, perut kembung, diare dan konstipasi. IBS tidak

menyebabkan kerusakan permanen pada usus besar anda. Tidak seperti penyakit pencernaan

lain yang lebih serius, IBS tidak menyebabkan kerusakan atau pembengkakan pada jaringan

usus dan juga tidak meningkatnya risiko kanker usus. Tanda dan gejala IBS dapat bervariasi

pada setiap orang dan sering menyerupai penyakit lain. Tanda dan gejala IBS antara lain :

nyeri pada area perut, perut kembung, diare atau konstipasi – terkadang bahkan keduanya,

dan lendir pada tinja.5

PROGNOSIS

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi

antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan

morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan

mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits

berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan

mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.2,4

Page 90: skenario 1-6 A7

KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama

pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara

mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat.Kehilangan elektrolit melalui feses

potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok

hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis

Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.Komplikasi ini dapat juga terjadi

bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang

optimal.3

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak

oleh EHEC.Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan

trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC

dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih

kontroversi.

Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan

komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari

pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu

sebelumnya.Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi

mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan.Mekanisme dimana infeksi menyebabkan

Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.2

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena

Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari diare akut antara lain :

Rehidrasi .bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat

diacapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kelhilangan

cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti pemberian intravena

atau rehidrasi oral dengan cairan isotonic mengandung elektrolit dan gula atau starch harus di

berikan.Terapi cairan oral murah dan lebih efektif daripada intravena. Cairan oral antara lain

Page 91: skenario 1-6 A7

pedialit, oralit dll. Cairan diberikan 50-200mg/KgBB/24jam tergantung kebutuhan status

hidrasi

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.

Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:1

1. BJ plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan= BDPlasma – 1,025

0,001X Berat badan (Kg) X 4 ml

2. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

3. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor

Klinis Skor

- rasa haus/muntah

- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg

- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg

- Frekwensi Nadi > 120 x/menit

- kesadaran apatis

- Kesadaran somnolen, sopor atau koma

- Frekwensi nafas > 30 x/menit

- Facies cholerica

- Vox cholerica

- Turgor kulit menurun

- Washer’s woman’s hand

- Ekstremitas dingin

- Sianosis

- Umur 50-60 tahun

- Umur > 60 tahun

1

1

2

1

1

2

1

2

2

1

1

1

2

-1

-2

Tabel 4. Skor Penilaian Klinis Dehidrasi

Kebutuhan cairan = Skor15

X 10% X KgBB X 1 liter

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka diberikan cairan peroral (sebanyak munkin

dan sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan tida atau disertai syok diberikan

Page 92: skenario 1-6 A7

cairan intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan oral, enteral melalui selang, nasogastrik

atau intravena. Bila dehidrasi sedang atau berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui

infuse pembuluh darah. Pemberian oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan

komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl , 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCL setiap liter.

Contoh oralit generic, renalyte, pharolit dll.1

a. Dua jam pertama saat (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan menurut

rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan lagsung 2 jam ini agar terdapati

rehidrasi optimal secepat mungkin.

b. Satu jam berikut atau jam ke 3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan

kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak

ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan peroral.

c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja

dan Inseneible water loss (IWL)

Diet. Pasien diare tidak dianjurkan puasa kecuali muntah-muntah hebat.Pasien justru

dianjurkan minum minuman sari buah, teh, minuman tak bergas, makanan mudah dicerna

seperti, pisang, keripik dan sup.Susu sapi harus dihindarkan karna adanya defesiensi lactase

transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.Minuman berkafein dan alkohl harus

dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.1,2

Obat anti-diare. Obat-obat ini mengurangi gejala-gejala:2,3

a) yang paling efektif yaitu derivate opoid missal loperamide, difenoksilat-atropin dan

tnktur opium. Loperamide paling disukai karena tidak addictive dan mempunyai efek

samping kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang digunakan tetapi

kontraindikasi pada pasien HIV Karen menimbulkan enseliphati Bismuth. Obat anti

motiliyas penggunaannya harus hati-hati pada penderita disentri yang panas (termasuk

infeksi Shigella) bila tanpa diesrtai antimikroba, karena dapat memperlama

penyembuhan penyakit.

b) Obat yang mengeraskan tinja Antapulgite 4x2 tab/hari, smectite 3x1 saset diberikan

tiap diare /BAB encer sampai diare berhanti.

c) Obat anti sekretorik atau enkephalinase, Hidrasec 3x1 tab/hari.

Obat antimikroba.Karena kebanyakkan pasien memiliki penyakit yang ringan, self limited

disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak dianjurkan pada

semua pasien.Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang di duga mengalami

Page 93: skenario 1-6 A7

infeksi bakteri invasif, diare turis (traveller’s diarrhea) atau imunosupresif.Dapat dilihat pada

tabel.

Penyebab Terapi

Shigellosis (serius)

S. (para) typhi

Salmonellosis lain

Campylobacter (keluhan

serius dan persisten)

Yersinia

Disentri amebik

Vibrio cholera

Giardia lamblia

Schistosoma spp

Stongyloides stercoralis

Trichuris trichiura

Cryptosporidiosis sembuh

spontan dengan status

imun normal. Jika pejamu

immunocompromised

dengan diare persisten

Cyclospora

Isospora belli

Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari; 3 hari

Siprofloksasin 500 mg, 2 kali/hari; 10 hari (pilihan ke 1)

Amoksisilin 750 mg 4 kali/hari; 14 hari (alternatif 1)

Ko-trimoksazol 960 mg 2 kali/hari;14 hari (alternatif 2)

Siprofloksasin 500 mg, 2 kali/hari; 10 hari (pilihan ke 1)

Amoksisilin 750 mg 4 kali/hari;(alternatif 1)

Ko-trimoksazol 960 mg kali/hari;14 hari (alternatif 2)

Eritromisin 250 mg 4 kali/hari; 5 hari

Klaritromisin 250 mg 4 kali/hari; 5 hari

Doksisiklin 200 mg hari ke-1;lalu 100 mg 1 kali hari; 4

hari

Ko-trimoksazol 960 mg 2 kali/hari;5 hari (alternatif 1)

Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari; 5 hari (alternatif 2)

Tinidazol 2 g 1 kali/hari; 3 hari (pilihan ke 1)

Metronidazol 750 mg 2 kali/hari; 5 hari (alternatif 1)

(diikuti oleh diloksanid furoat 500 mg 3 kali/hari; 10 hari)

Sifrofloksasin 1 g sekali sehari

Vibrimisin 300 mg satu kali sehari

Tinidazol 2 gr satu kali sehari

Praziquantel 40 mg/kg sekali sehari

Albendazol 400 mg 1 kali/hari;3 hari

Invermektin 150-200 mikrogram/kg satu kali sehari

Tiabendazol 25 mg/kg 2 kali/hari (maks. 1500 mg per dos)

Mebendazol 100 mg 2 kali/hari, 3 hari

Paromisin 500-1000 mg 3 kali/hari; 14 hari

Azitromisin 500 mg 1 kali/hari;3 hari

Ko-trimoksazol 960 mg 3 kali/hari; 14 hari

Page 94: skenario 1-6 A7

Clostridium difficele

Biasanya penyembuhan

spontan setelah

menghentikan antibiotik

Ko-trimoksazol 960 mg 2 kali/hari; 14 hari

Metronidazol 500 mg 3 kali/hari; 7-10 hari (jika

diperlukan)

Vancomisin 125 mg 4 kali/hari; 7-10 hari (alternatif)

Catatan:Salmonella typhi multiresisten dan mikroorganisme multiresisten, terutama negara

berkembang. Terapi dengan amoksisilin dan ko-trimokzasol tidak efektif di beberapa negara. Lama

terapi antimikroba dalam literatur

Tabel 5. Pengobatan antimikroba (oral,dosis dewasa)

PENCEGAHAN

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan

setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus

diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.2

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan

perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air

yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.Jika ada kecurigaan tentang

keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus

dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus

diperingatkan untuk tidak menelan air.1

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air

rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.Limbah manusia atau hewan yang tidak

diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.Semua daging

dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh

dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak

dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan

ketersediaan vaksin sangat terbatas.Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera,

dan demam tipoid.Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak

direkomendasikan untuk digunakan.Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering

memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya

memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit.Vaksin tipoid oral

Page 95: skenario 1-6 A7

telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan

efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.1

BAB III

KESIMPULAN

Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang

maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan

keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi

bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan

dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan

karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut

infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan

sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

Diare akut pada orang dewasa banyak ditemukan di klinik dalam praktek sehari-

hari.Salah satu etiologinya adalah infeksi yang dapat disebabkan oleh berbagai organisme

seperti virus, bakteri, protozoa, dan helminth.Pemahaman tentang patofisiologi diare akut

dapat mengarahkan kita untuk mencari dan mengetahui etiologi dan memberikan terapi yang

sesuai.Terapi simtomatik sebagai tambahan terhadap terapi kausal kadang diperlukan untuk

mengurangi keluhan penderita yang mengganggu aktifitas sehari-hari akibat diare akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. 2006. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Mansjoer, Arief. 2001. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : FKUI

3. K Marcellius Simadibrata, Daldiyono. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing.

Page 96: skenario 1-6 A7

4. Umar Zein, Kholid, danJosia. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Diunduh dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3371/1/penydalam-umar5.pdf. 21

Mei 2011.

5. Infeksi diare akut. 8 Mei 2011. Diunduh dari: http://www.infodiknas.com/diare-

akut-karena-infeksi/. 21 Mei 2011.