Sken6 Rahasia PMS

30

Click here to load reader

description

Sken6 Rahasia PMS

Transcript of Sken6 Rahasia PMS

Rahasia Kedokteran Terhadap Penyakit Menular Seksual Pasiennya

Kelompok F-710.2011.057Adinda Elisabeth Sugio

10.2011.079Hans Christian

10.2011.145Angela Merici Sengo Bay

10.2011.232Olivia

10.2011.255Samuel Theodorus Sutanto

10.2011.306Melani Sugiarti

10.2011.417Wega Nanda Marissa

10.2011.431Mohd Nur Haziq Bin Noor Hamizam Shah

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaFakultas Kedokteran UKRIDA, Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat

PendahuluanMeningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi, diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga kesehatan yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dibelakang hari.Secara psikologis hal ini patut dipahami mengingat berabad-abad tenaga kesehatan telah menikmati kebebasan otonomi paternalistik yang asimetris kedudukannya dan secara tiba-tiba didudukkan dalam kesejajaran.Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktik.1Dari definisi malpraktik adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yangsama.(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).Dari definisi tersebut malpraktik harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan di wilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut(risk of treatment)karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya(inspaning verbintenis)dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaaverbintenis).1Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan.Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukanciminal malpractice,harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :1. Apakah perbuatan(positif actataunegatif act)merupakan perbuatan yang tercela2. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin(mens rea)yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan).Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.1

Skenario 6:Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu, ia masih tetap berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.Dari skenario ini rumusan masalahnya adalah seorang pasien penderita GO yang menginginkan dokternya merahasiakan penyakitnya dari istrinya, tetapi ingin juga untuk mengobati istrinya. Dalam kasus ini dokter akan menjelaskan kepada istri korban mengenai penyakit yang dideritanya tanpa langsung memberitahukan masalah suaminya.

PembahasanEtika Kedokteran Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya perilaku manusia terutamanya apabila menyangkut ilmu profesi kedokteran yang berhadapan dengan pasien:A. Etika deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.

B. Etika normative, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.1Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional. Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran, keputusan hendaknya mempertimbangkan Etika Profesi Kedokteran. Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk, benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontologi dan teleologi. Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri sedangkan teleologi mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasil atau akibatnya. Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkan teologi lebih kearah penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat. 1,2Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika), juga prima facie dalam penerapan praktiknya. Prinsip-Prinsip Etika Profesi. Beauchamp and childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etis diperlukan empat kaedah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya, yaitu:1A. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditunjukan kepada kebaikan pasien. Dokter harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya. Pengertian berbuat baik di sini adalah bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajibannya. Tindakan konkrit dari beneficience meliputi:1. Mengutamakan altruisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain)2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia3. Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter4. Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukannya5. Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang6. Menjamin kehidupan baik 7. Pembatasan goal based8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan / preferensi pasien9. Minimalisasi akibat buruk10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan12. Tidak menarik honorarium di luar kepantasan13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan14. Mengembangkan profesi secara terus-menerus15. Memberikan obat berkhasiat namun murah16. Menerapkan Golden Rule Principle, dimana kita harus memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan oleh orang lain.B. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau do not harm. Tindakan konkrit dari non-maleficence meliputi:1. Menolong pasien emergensi2. Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah:3. Mengobati pasien yang luka4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)5. Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien6. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek7. Mengobati secara tidak proporsional8. Mencegah pasien dari bahaya9. Menghindari misinterpretasi dari pasien10. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian11. Memberiksan semangat hidup12. Melindungi pasien dari serangan13. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/ kerumah-sakitan yang merugikan pihak pasien/ keluarganya.C. Prinsip autonomy, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien (the rights to self determinations). Maksudnya tiap individu harus diperlakukan sebagai makhluk hidup yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasibnya sendiri). Tindakan konkrit dari autonomi meliputi:21. Menghargai hak menentukan nasibnya sendiri2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif)3. Berterus terang4. Menghargai privasi5. Menjaga rahasi pasien6. Menghargai rasionalitas pasien7. Melaksanakan informed consent8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri9. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien10. Mencegah pihak lain ,emgintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi12. Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien13. Menjaga hubungan.D. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Maksudnya adalah memperlakukan semua pasien sama dalam kondisi yang sama. Tindakan konkrit yang termasuk justice meliputi:1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama4. Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accessibility, availability, quality)5. Menghargai hak hukum pasien6. Menghargai hak orang lain7. Menjaga kelompok yang rentan (yang paling merugikan)8. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dll9. Tidak melakukan penyalahgunaan10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya12. Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan16. Bijak dalam makroalokasi.1,3Peranan Etika Dalam Profesi:A. Suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama kerana nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa.B. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.C. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. 1,4Tujuan Kode Etik Profesi:A. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.B. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.C. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.D. Untuk meningkatkan mutu profesi.E. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.F. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.G. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.2Praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter.Pembuatan keputusan etik terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral diatas. Jonsen, Siegler, dan Winslade mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :A. Medical indication. Pada topik ini dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kadiah beneficence dan non-maleficence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada informed consent.B. Patient preferences. Pada topik ini kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut pasien, dan lain-lain.C. Quality of life. Topik ini merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu, memperbaiki, menjaga, atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan beneficence, non-maleficence, dan autonomy. D. Contextual features. Dalam topik ini dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan, seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya, dan faktor hukum.1,3Informed ConsentInformed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan consent yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya. Tiga elemen Informed consent,A. Threshold elementsElemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.2,4B. Information elementsElemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu :1. Standar Praktik Profesi. Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang tidak bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien.2. Standar Subyektif. Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.3. Standar pada Reasonable Person. Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.5C. Consent elementsElemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya.2,4 Consent dapat diberikan :1. Dinyatakan (expressed)a. Dinyatakan secara lisanb. Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.2. Tidak dinyatakan (implied). Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya.Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsure sebagai berikut :A. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokterB. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuanC. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang informed consent melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan informed consent karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:A. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);B. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;C. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.5,6Tujuan Pelaksanaan Informed Consent. Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan informed consent, bertujuan :A. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau over utilization yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya;B. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik.

Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :A. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusiaB. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiriC. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasienD. Menghindari penipuan dan misleading oleh dokterE. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasionalF. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatanG. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.2Aspek Hukum Informed ConsentDalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai subyek hukum yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan jasa tindakan medis sebagai obyek hukum yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.Dalam masalah informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi. Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah kesalahan berat. Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.7Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa informed consent benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.2,4

Rahasia KedokteranRahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai norma dasar yang melindungu hubungan dokter dan pasien. Sesuai dengan sumpah dokter, kode etik kedokteran internasional, dan peraturan oemerintah no.10 tahun 1966 yang mengatur kewajiban simpan rahasia kedokteran oleh seluruh tenaga kesehatan. Namun dalam PP ini diberikan pengecualian apaiba terdapat Peraturan Perundang-undangan (PP) yang sederajat atau lebih tinggi (UU), dalam pasal 48 ayat (2):5 Untuk kepentingan kesehatan pasien Untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum Permintaan pasien sendiri Berdasarkan ketentuan undang-undangPeraturan lain yang membenarkan pembukaan rahasia kedokteran antara lain adalah ketentuan pasal 50 KUHAP, pasal 51 KUHAP, pasal 48 KUHAP, dan pasal 49 KUHAP. Dalam permenkes no.749a, rekam medis boleh dibuka untuk pendidikan dan penelitian.

Dalam kaitannya dengan keadaan memaksa, dikenal dua keadaan yaitu:51. Overmacth: pengaruh daya paksa yang memadai2. Noodtoeestand: keadaan yang memaksaDapat diakibatkan pertentangan antara dua kepentingan hukum, pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum, dan pertentangan antara dua kewajiban hukum. Salah satu contoh noodtoestand adalah kasus dokter yang menemukan child abuse yang berat dan dicurigai akan bertambah parah dihari kemudian.Untuk memahami rahasia jabatan ditilik dari sudut hukum,tingkah laku seorang dokter dibagi menjadi 2 jenis :1. Tingkah laku yang bersangkutann dalam pekerjaan sehari-hariDalam hal ini yang harus diperhatikan ialah Pasal 322 KUHP yang berbunyi :(1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu ia diwajibkan untuk menyimpannya, dihukum dengan pidana perkara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah(2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang yang tertentu,maka perbuatan itu hanya dituntut atas pengaduan orang tersebut.2. Tingkah laku dalam keadaan khususMenurut hukum, setiap warga Negara dapat dipanggil oleh pengadilan untuk didengar sebagai saksi. Selain itu, seorang yang mempunyai keahlian dapat dipanggil sebagai ahli. Dengan demikian, dapatlah terjadi, bahwa seorang yang mempunyai keahlian, umpamanya seorang dokter, dipanggil sebagai saksi, sebagai ahli sekaligus sebagai saksi ahli.3Sebagai saksi atau saksi ahli mungkin sekali ia diharuskan memberi keterangan tentang seorang yang sebelum itu telah menjadi pasien yang diobatinya. Ini berarti ia seolah-olah diharuskan melanggar rahasia pekerjaannya. Kejadian ini bertentangan dan dapat dihindarkan karena adanya hak undur diri seperti yang tercantum dalam pasal 277 reglemen Indonesia yang diperbaharui, bunyinya :(1) Barang siapa yang martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia, boleh minta mengundurkan ddari memberi penyaksian, akan tetapi hanya dan terutama mengenai hal yang diketahuinya dan dipercayakan kepadanya karena martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya itu.

Dalam pasal 48 undang-undang No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pada paragraph 4 mengenai rahasia kedokteran, dinyatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpang rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukumn permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan undang-undang.3Kewajiban seorang dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran telah diatur dalam,4A. PP.No.10 tahun 19661. Pasal 1 PP No 10/1966. Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. 2. Pasal 2 PP No 10/1966. Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila sautu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain. 3. Pasal 3 PP No 10/1966. Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatanb. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. 4. Pasal 4 PP No/1966. Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia yang tidak atau dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasakan pasal UU tentang tenaga kesehatan. 5. Pasal 5 PP No 10/1966. Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya. B. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)61. Pasal 7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.2. Pasal 12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.Pada dasarnya rahasia kedokteran harus tetap disimpan walaupun pasien tersebut telah meninggal. Rahasia kedokteran ini begitu dijunjung tinggi dalam masyarakat, sehingga walaupun dalam pengadilan meminta seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran, seorang dokter memiliki hak tolak (verschoningsrecht). Hak ini telah diatur dalam pasal 170 KUHAP, yang menentukan bahwa mereka yang diwajibkan menyimpan rahasia pekerjaan/jabatan dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi. Namun ayat kedua dari pasal 170 KUHAP tersebut membatasi hak tolak sesuai dengan pertimbangan hakim. Hal ini tentunya diterapkan bila kepentingan yang dilindungi pengadilan lebih tinggi dari rahasia kedokteran.2

PenatalaksanaanGonorrhea atau di kalangan masyarakat umum dikenal dengan nama GO adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhea. Penyakit ini terutama menyerang mereka yang sering bergonta ganti pasangan seksual. Karena sifat penularannya yang mudah dan cepat, maka seorang pengidap GO sudah mampu menularkan penyakitnya hanya dengan sekali berhubungan seksual. Gonorrhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital, oro-genital, ano-genital. Bakteri ini dapat hidup dan mudah berkembang dengan cepat di dalam saluran pembiakan / peranakan seperti pangkal rahim (cervix), rahim (uterus), dan tuba fallopi (saluran telur) bagi wanita dan juga saluran kencing (urine canal) bagi wanita dan lelaki. Sehingga pada laki-laki gejalanya adalah kencing bernanah sedangkan pada wanita seringkali tidak bergejala karena letak rahim yang di dalam.8 Gejala GO Pada wanita, GO tidak menimbulkan gejala apapun sehingga sering luput dari diagnosa dokter. Hal ini menyebabkan seorang wanita pengidap GO tidak menyadari dirinya terinfeksi lalu menularkannya ke orang lain. Sebaliknya pada laki laki, GO dapat menimbulkan gejala yang sangat hebat seperti rasa terbakar pada saat kencing, gangguan frekuensi kencing dan keluar nanah dari ujung penis. Bila GO tidak tertangani dengan baik maka pada laki laki dapat menimbulkan peradangan pada pabrik sperma berupa epididymitis dan orchitis. GO juga sering menimbulkan gejala sistemik seperti rasa nyeri pada persendian, demam, bercak bercak pada kulit dan lain lain. Gejala GO juga bisa mengenai tenggorokan (faringitis) terutama bagi mereka yang gemar melakukan oral seks. Gejala pada anus juga bisa terjadi bila hubungan seksual dilakukan secara anal. Gejala GO pada laki laki akan timbul sekitar 4 sampai 8 hari setelah melakukan kontak seksual dengan penderita GO, walaupun terkadang pada beberapa kasus memerlukan waktu yang lebih panjang dari itu. Mendiagnosa GO Gonorrhea dapat dengan mudah didiagnosa dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis pada lendir atau nanah yang keluar dari penis. GO juga bisa didiagnosa dari biakan lendir yang berasal dari saluran kencing, anus atau tenggorokan. Pada pasien dengan gejala sistemik seperti nyeri pada sendi atau gejala pada kulit, kuman GO bisa dibiakan dari bahan darah. Saat ini beberapa metode tes diagnostik secara cepat sudah banyak dikembangkan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mendiagnosa GO menjadi lebih singkat. Pengobatan GO Pengobatan GO tanpa komplikasi, cukup dengan sekali suntikan ceftriakson 125mg. Sayangnya saat ini sudah banyak strain kuman GO yang resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotika. Beberapa antibiotika alternatif yang bisa menjadi pilihan adalah Cefixime 400mg, Ciprofloxacin 500mg, Ofloxacin 400mg, dan Levofloxacin 250mg yang diberikan dengan dosis tertentu setiap hari. Pengobatan GO sebaiknya dalam pengawasan dokter agar pengobatan berlangsung dengan tepat untuk mencegah terjadinya resistensi kuman. Edukasi Bila kebetulan yang menderita GO adalah pasangan suami istri dan selama menderita GO mereka melakukan hubungan seksual aktif maka keduanya harus berobat meskipun sang istri tidak menimbulkan gejala apapun. Hal ini untuk mencegah terjadinya fenomena pingpong yaitu bila hanya suami yang diobati maka ia akan dapat tertular kembali oleh istrinya demikian sebaliknya.

KesimpulanSeorang pasien laki-laki yang datang ke praktek dokter keluarganya mengeluh dua hari terakhir bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri,yang didapatkan nya akibat perselingkuhan dengan wanita lain,pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya,disini dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.Disini yang harus dijaga oleh seorang dokter adalah untuk tetap menjaga rahasia kedokteran ialah pertama-tama dokter harus menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan penyakit tersebut sebenarnya tidak sulit, tetapi karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya, maka kemungkinan istrinya juga sudah tertular dan harus diobati. Dokter juga menjelaskan adanya kemungkinan-kemungkinan dimana AIDS bisa saja tertular melalui hubungan seksual yang tidak sehat,karena dokter memegang prinsip rahasia kedokteran pasien, maka dokter tidak boleh membocorkan apapun yang dialami pasien kepada siapapun termasuk kepada sang istri.Dokter seharusnya hanya bisa menyarankan agar pasien berusaha jujur dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan nya,tetapi semua keputusan tetap di tangan pasien tersebut,karena dokter tidak bisa memaksa sesuai hak Autonomy seorang pasien dan sesuai rahasia jabatan kedokteran. Dimana dalam pembukaan rahasia rekam medis pasien, harus berdasarkan izin dari pasien yang bersangkutan, dan dalam pelayanan kesahatan harus berdasarkan kepada etika serta peraturan yang berlaku.

Daftar Pustaka1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Pustaka Dwipar; Jakarta: 2007. h. 8-12,30-32,53-5,62-7,77-92. Budiyanto arif,Widiatmaka Wibisana,dkk .Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran edisi 2. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1994 h 20-363. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. cetakan kedua. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 1994, hal 174. Kode Etik Kedokteran. http://www.ilunifk83.com/t130-kode-etik-kedokteran-indonesia. 18 Januari 2009. Diunduh 16 Januari 2015.5. Samil, Suprapti R. Etika kedokteran indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001.6. Rekam Medisdan Informed Consent. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/b6fa37a62692182ad455b08bac8ac3d8bc639f55.pdf. 27 April 2009. Diunduh 16 Januari 2015. 7. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia Ikatan Dokter Indonesia. dikti.go.id. 2006. Diunduh 16 Januari 2015. 8. Centers for Disease Control and Prevention. Sexual Transmitted Disease Gonorrhea. Edisi 2010. Diunduh dari http://www.cdc.gov/std/gonorrhea/stdfact-gonorrhea.htm, 16 Januari 2015.

1