SkAbies
-
Upload
riry-ambarsary -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
description
Transcript of SkAbies
BAB I
PENDAHULUAN
Skabies adalah akibat infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei yang
menyebabkan dermatosis dan telah menginfestasi manusia selama 2.500 tahun
lamanya. Spesies Sarcoptes mempunyai sejumlah varietas yang masing-masing
bersifat host spesifik. Penyebab skabies pada manusia adalah varian hominis,
sedangkan varian lainnya seperti varian animalis dapat menginfestasi manusia, tetapi
tidak dapat bertahan lama. Sarcoptes scabiei atau disebut juga tungau,the itch, gudik,
budukan.
Sarcoptes scabiei bisa dilihat mata manusia dengan bantuan mikroskop.
Waktu yang diperlukan S. scabiei dari telur untuk menjadi dewasa adalah 10-14
hari. Sarcoptes scabiei jantan mempunyai masa hidup yang lebih pendek dari pada
S. scabiei betina, dan mempunyai peran yang kecil pada patogenesis penyakit.
Biasanya hanya hidup dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi S. scabiei
betina.
Gambaran klinis skabies pada umumnya adalah ditemukan lesi papula,
pustula, lesi-lesi kronik akibat garukan di tempat predileksi infestasi tungau serta lesi-
lesi akibat infeksi sekunder. Berbeda dengan manifestasi klasiknya, pada penderita
yang mengalami defek respon imunitas seluler atau kelemahan mental (mental
debilitation), lesi skabies memiliki bentuk khusus yang dikenal sebagai skabies
Norwegian (krustosa).
Gambaran klinis ini sering tertukar dengan dermatosis berkrusta seperti
psoriasis, dermatitis seboroik, dermatitis kontak dan berbagi penyebab eritroderma
lainnya. Diagnosis sering tertunda hingga berbulan-bulan dan tidak jarang diketahui
setelah adanya orang di sekitar penderita yang terinfeksi.
1
Syarat pengobatan yang ideal ialah harus efektif terhadap semua stadium
S.scabiei, tidak menimbulkan iritasi, tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta tidak
merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah. Cara
pengobatannya ialah mengobati penderita dan seluruh keluarga. Adapun jenis obat
topical yang digunakan ialah belerang, emulsi benzil-benzoat (20-25%), Gama
Benzena Heksa Klorida, Krotamiton 10%, Permetrin dengan kadar 5%.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut juga dengan the
itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh tahunan). Di
Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit
ampere, dan gatal agogo.
2.2 Epidemiologi
Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim
tropis dan subtropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia,
meskipun demikian gambaran akurat insidensinya sulit ditentukan dengan pasti
karena berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan pasien rawat
jalan di rumah.
Di beberapa negara berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara
kronik pada beberapa kelompok. Sebagai contoh, survey di sepanjang sungai Ucayali,
Peru tahun 1983 menemukan bahwa di beberapa desa semua anak penduduk asli telah
mengidap skabies. Penelitian lain di India tahun 1985 menemukan bahwa prevalensi
skabies pada anak-anak di banyak desa sebesar 100%. Hasil survey di Kuna tahun
1986 menemukan 61% dari 756 penderita skabies berusia 1-10 tahun dan 84% pada
bayi kurang 1 tahun. Di daerah Malawi, suatu penelitian memperlihatkan bahwa
insidens tertinggi terdapat pada usia 0-9 tahun. Skabies endemik di daerah tropis dan
3
subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah dan Selatan, Australia Utara,
Kepulauan Karibia, Indonesia, dan Asia Tenggara. Diperkirakan 300 juta orang
terkena infestasi skabies per tahunnya.
Prevalensi yang tinggi ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang
dewasa, dimana laki-laki lebih tinggi prevalensinya dibandingkan dengan wanita.
Begitu pula orang dengan sosioekonomi rendah lebih berpeluang besar dibandingkan
orang dengan sosioekonomi tinggi,dan prevalensi yang tinggi juga didapatkan pada
orang yang aktif secara seksual.
2.3 Etiologi
Sarcoptes scabiei var. hominis termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna
putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron
x 150-200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan
keempat berakhir dengan alat perekat. Sarcoptes scabiei bergerak dengan kecepatan
2,5 cm per menit dipermukaan kulit.
4
Gambar 1. Sarcoptes scabiei
Perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
keadaan sosial-ekonomi yang rendah, kondisi perang, kepadatan penghuni yang
tinggi, tingkat hygiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam
diagnosis serta penatalaksanaan skabies .
Transmisi atau perpindahan skabies antara penderita dapat berlangsung
melalui kontak langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung (melalui
benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain.
2.4 Patogenesis
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan
mati, kadang-kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan
dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk
betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya
dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Larva yang keluar akan
permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit lagi dengan menggali terowongan
5
biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi dirinya dan mendapatkan makanan
Setelah 2-4 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina, dengan 4 pasang kaki.
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari. Pada suhu kamar (21oC dengan kelembaban relatif 40-80%)
tungau masih dapat hidup di luar pejamu selama 24-36 jam.
Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes scabiei varian hominis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan sensitisasi
terhadap ekskresi sekret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya
papula, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi
krusta, dan infeksi sekunder.
6
Gambar 3. Transmisi Sarcoptes scabiei varian hominis pada manusia
2.5 Manifestasi Klinik
Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik-bintik
kecil sampai besar. Berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintik-
bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi.
Menurut Handoko (2008), ada 4 tanda kardinal:
1. Pruritus nokturna gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
7
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi,
yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi
tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa
(carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang 1 cm pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika
timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan
lain-lain).
Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang
tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong,
genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
Sejauh mana penyakit ini menginfeksi bergantung pada kebersihan pribadi
dan status kekebalan individu yang terinfeksi, serta durasi dan derajat kutu. Penyakit
yang lebih berat biasanya terjadi pada individu yang kurang memperhatikan
perawatan pribadi.
Lesi yang patognomonik untuk skabies adalah terowongan yang hampir tidak
terlihat oleh mata, berupa lesi yang agak meninggi, lurus atau berkelok-kelok dan
8
berwarna keabu-abuan. Pada ujung terowongan didapatkan vesikel atau pustul
terutama pada bayi dan anak.
Gambar 4. Distribusi lesi skabies pada orang dewasa
Gambar 5. Gambaran klasik skabies.
A. Skabies pada jari tangan; B. Skabies pada penis laki-laki; C. Papular skabies pada
areola mammae dan nipple pada payudara wanita; D. Kanalikuli pada kulit; E.
bekas garukan akibat pruritus pada skabies.
9
2.6 Jenis –jenis Skabies
Menurut Djuanda (2006), terdapat bentuk-bentuk khusus antara lain:
a. Skabies pada orang bersih
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papula dan terowongan yang sedikit
jumlahnya hingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang
penderita skabies hanya menemukan 7% terowongan.
b. Skabies in cognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga
gejala dan tanda klinis membaik. Tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa
terjadi.
c. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Sumber utama dari skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan. Tidak menyerang sela-sela jari dan
genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak
atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, lengan, dan dada. Masa inkubasi
lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8
minggu) dan dapat sembuh sendiri karena skabies varietas binatang tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
d. Skabies Nodul
Skabies jenis ini jarang dijumpai dan gambaran klinisnya adalah nodul
berpigmen yang terasa gatal dan dapat menetap selama berbulan-bulan. Lesi berupa
nodus coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup, terutama pada daerah
tertutup terutama pada genitalia pria, inguinal dan aksila. Penegakan diagnosis dapat
melalui adanya riwayat kontak dengan penderita skabies atau lesi membaik dengan
pengobatan khusus skabies.
10
e. Skabies pada bayi dan anak
Biasanya datang dengan gejala pruritus, sering erupsinya generalisata dengan
predileksi kepala, wajah, tangan dan kaki. Umumnya lesi berupa papul,
vesikulopustul, dan nodul. Anak-anak sering kali timbul vesikel yang menyebar
dengan gambaran suatu impetigenosa atau infeksi skunder oleh Staphylococcus
aureus.
f. Skabies Norwegian atau Crusted scabies
Kebanyakan ditemukan pada orang dengan sistem immunecompromised (pada
orang tua, orang yang terinfeksi Human Immunodefficiency Virus/HIV). Skabies
krustosa biasanya terjadi pada pasien-pasien yang mengalami defek respon imunitas
seluler atau penurunan sensibilitas kutan akibat kelemahan fisik atau mental
(Sindroma Down). Penurunan sensibilitas kutan ini mengakibatkan berkurangnya
kesadaran dari hospes untuk menggaruk, yang merupakan suatu mekanisme
pertahanan mekanik terhadap infestasi tungau, sehingga terjadi multiplikasi tungau
dalam jumlah besar di epidermis dan menimbulkan lesi kulit yang hiperkeratotik.
Tempat predileksinya wajah, kulit kepala dan kuku. Tanda khas penyakit skabies
yaitu pruritus pada HIV/AIDS tidak dirasakan. Gambaran klinisnya yang tidak khas
dapat membingungkan dengan diagnosis penyakit keratosis folikularis suatu penyakit
dengan lesi papuler yang berskuama pada area seboroik termasuk badan, wajah, kulit
kepala dan daerah lipatan.
Gambar 6. Skabies Norwegian
11
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Terdapat beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain:
a. Biodata
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit skabies bisa menyerang semua
kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini. Tempat,
paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat penduduknya
seperti asrama dan penjara.
b. Keluhan utama
Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul lesi
berbentuk pustul pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola mammae,
bokong, atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita
menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan skabies kecuali kontak angsung
atau tidak langsung dengan penderita.
e. Riwayat penyakit keluarga
Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau
juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama.
f. Psikososial
12
Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi
yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang
terkena lesi pada saat interaksi sosial.
g. Pola kehidupan sehari-hari
Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang
(kebiasaan mandi, cuci tangan, dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat anamnesis,
perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita maupun keluarga.
Dengan adanya rasa gatal di malam hari, tidur penderita sering kali terganggu. Lesi
dan bau yang tidak sedap, yang tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan
menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi sosial.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk
benang.
2. Papula, urtika, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi sekunder
yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan eksantem.
3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impetiginasi dan furunkulosis.
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti:
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria)
dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan kaki bahkan
diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada
kulit kepala dan wajah.
Sifat-sifat lesi kulit berupa papula dan vesikel milier sampai lentrikuler
disertai ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustul lentrikuler. Lesi yang
13
khas adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula
atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli adalah
tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei.
A B
C
Gambar 7. A. Kanalikuli pada skabies; B. Lesi sekunder pada skabies; C.
Scabies Rash
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui
pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
1. Kerokan kulit
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih utuh,
kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk mengangkat atap
14
papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek, di tutup dengan gelas
penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 20x atau 100x.
Hasil positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak atau
pasien yang tidak kooperatif.
Gambar 8. Hasil pemeriksaan mikroskopik dengan minyak mineral
Setelah dilakukan pengerokan kulit didapatkan kutu betina yang hamil dengan telur
berbentuk oval, telur warna keabuan dan terdapat skibala.
2. Pengambilan tungau dengan jarum
Dilakukan dengan cara jarum dimasukan ke dalam bagian yang gelap dan
digerakan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat
diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsy
Dilakukan untuk menemukan terowongan atau papul yang dicurigai diantara ibu
jari dan jari telunjuk. Secara hati-hati puncak lesi diiris dengan skapel no 15
dilakukan sejajar dengan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak
terjadi pendarahan dan tidak perlu anestesi, kemudian spesimen diletakan pada
gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
15
Gambar 9. Sarcoptes scabiei dewasa pada lapisan epidermis kulit
4. Kuretasi terowongan (kuret dermal)
Merupakan kuretasi superfisial yang mengikuti sumbu panjang terowongan atau
puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah
diletakkan di gelas objek dan ditetesi minyak mineral. Cara ini dilakukan pada
bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.
5. Tes tinta Burrow
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik
berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga dapat
dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
2.8 Diagnosis Banding
Lesi pada skabies berupa eksematus, urtikaria atau nodula maka diagnosis
bandingnya adalah dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, impitigo, dan gigitan
serangga.
a. Dermatitis atopik
Merupakan penyakit inflamasi kulit yang diakibatkan oleh beberapa faktor
pencetus, di antaranya genetik, kelemahan gen akibat rusaknya proteksi kulit,
rusaknya sistem imun sejak lahir dan tingginya respon imun terhadap alergan dan
16
antigen mikroba. Sekitar 70% penderita ditemukan riwayat stigma atopi (asma
brokial, rhinitis alergi, konjungtivitis alergi, dermatitis atopik).
Gejala klinik yang utama pada penderita adalah pruritus akibatnya terjadi
kelainan kuit yang lain misalnya papul, likenifikasi dan lesi ekzematosa berupa
eritema, papulo-vesikel, erosi, ekskoriasi dan krusta. Pada kulit penderia jika digores
tidak akan terjadi flare yang terjadi pada orang normal. Predileksi pada bayi : muka,
scalp, leher, lengan dan tungkai.
Predileksi pada anak di lipat siku, lipat lutut, leher, pergelangan tangan dan kaki.
Predileksi pada dewasa di muka leher, dada bagian atas, lipat siku, lipat lutut dan
punggung tangan.
Gambar 10. Papul prurigo pada pasien dermatitis atopic
b. Dermatitis kontak alergi
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (IV) dan lebih dari 3700 bahan
kimia eksogen yang dapt memacu penyakit ini. Gejala kliniknya penderita merasa
gatal. Fase akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti
edema, papulo vesikel, vesikel atau bula yanga dapat pecah. Fase kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Predileksinya sesuai daerah yang kontak dengan bahan alergan tersebut seperti
tangan, lengan, wajah, telinga, leher, badan, genitalia, paha dan tungkai.
17
Gambar 11. Dermatitis kontak alergi akibat deodorant
c. Impetigo
Diakibatkan oleh Streptococcus B hemolyticus atau Staphylococcus aureus.
Pada infeksi Streptococcus B hemolyticus, gejala khas di kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat memecah dengan predileksi di muka (sekitar hidung dan mulut).
Pada infeksi Staphylococcus aureus, gejala klinik berupa eritema, bula dan bula
hipopion yang dapat pecah dan dasarnya masih eritematosa yang predileksinya di
ketiak, dada, dan punggung.
Gambar 12. Impetigo yang diakibatkan staphylococcus aureus.
(A). Eritema dan krusta dihidung dan sekitar mulut. (B). terjadi penyebaran yang meluas.
d. Gigitan serangga
Ada beberapa kelas serangga yang sering menyebabkan keluhan pada pasien
yaitu : Anoplura, Diptera, Cleoptera, Hemiptera, Siphonaptera, Hymenoptera, dan
Lepidoptera. Gigitan kutu serangga menghasilkan iritasi minimal pada individu,
18
biasanya mengakibatkan papul-papul yang lurus atau urtikaria papul yang
berkerumun, sering ditemukan pada tungkai bawah. Anak-anak sangat peka terhadap
gigitan serangga ini, ludah serangga ini mampu menyebabkan papul urtikaria, dengan
ciri papul yang mudah pecah atau papul yang sangat gatal dapat terjadi pada daerah
kulit yang luka. Reaksi gigitan serangga dapat menyebabkan bullosa pada pasien
yang hipersensitivitas tinggi.
Pada daerah tropis ada spesis kutu serangga yang disebut Tunga penetrans yang
merupakan agen etiologi tungiasis, sebuah kutu serangga yang dapat masuk ke dalam
kulit manusia untuk meletakkan telur. Lesi terjadi hampir secara eksklusif pada kaki,
biasanya di permukaan kaki atau disela kaki. Spesis ini dapat mengakibatkan rasa
sakit, pruritus, infeksi bakteri sekunder dan kadang-kadang nekrosis dari jari kaki.
Gambar 13. Salah satu jenis kutu serangga ektoparasites.
Gambar 14. Papul urtikaria pada gigitan kutu
Banyaknya papul yang terdapat pada kaki anak yang ukurannya < 1 cm
19
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap
hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula halnya dengan
anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak,
juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan lingkungan maupun
perorangan dan tingkatkan status gizinya.
Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan :
1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2. Hygiene perorangan penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang
akan dipakai harus disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.
b. Penatalaksanaan secara khusus
Syarat obat yang ideal ialah :
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
20
Obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) kadar 4-20%
Dalam bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi
berumur kurang dari 2 tahun dan selama kehamilan atau menyusui. Sulfur
dipakai saat malam selama 3 malam dan dibersihkan secara menyeluruh 24
jam setelah pemakaian terakhir.
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.
Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin
gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane) kadar 1%
Dalam krim atau lotion, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup
sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. Cara
pemakaiannya adalah dengan dioleskan dan dibiarkan selama 8 jam. Sama
seperti pada permetrin, kadang diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah
terapi pertama. Efek sampingnya adalah toksik pada sistem saraf pusat.
sebaiknya tidak digunakan untuk bayi, anak kecil, wanita hamil atau
menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi
lainnya.
4. Krotamiton 10%
Dalam krim atau lotion juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek
sebagai anti skabies dan anti gatal. Kualitas krim ini dibawah permetrin, dan
efektivitasnya setara dengan benzyl benzoate atau sulfur. Harus dijauhkan dari
mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5%
Dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektifitasnya sama,
aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi
21
setelah seminggu. Krim permetrin diserap minimal dan dimetabolisasi dengan
cepat. Belum ada laporan terjadinya resistensi yang signifikan. Permetrin
sebaiknya tidak digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau pada
wanita hamil dan menyusui. Efek samping yang sering timbul adalah rasa
terbakar dan yang jarang adalah dermatitis kontak, dengan derajat ringan
sampai sedang.
Tabel 1. Terapi Skabies
Selain itu juga terdapat terapi sistemik, khususnya untuk penderita Aquired
Immunodefeciency Syndrome (AIDS). Ivermektin adalah suatu antiparasit yang
disahkan oleh Food Drug Administration (FDA) untuk onchocerciasis dan
strongilodiasis.
Ivermectin oral dapat digunakan sebagai terapi lini pertama, tetapi biaya yang
lebih tinggi di beberapa negara mendukung pertimbangan terapi awal dengan agen
topical. Ivermectin harus rutin diterapi bagi pasien yang tidak memiliki respons
terhadap skabisid topikal, dan mungkin merupakan pilihan pertama bagi orang tua,
pasien dengan eksim umum, dan pasien lainnya yang mungkin tidak dapat
menoleransi atau sesuai dengan terapi topical.
Ivermectin 200 µg/kg adalah dosis tunggal oral, dapat diulang dalam 10-14
hari. Ivermectin oral merupakan cara efektif dan aman untuk menurunkan beban
penyakit di kalangan populasi tertutup di mana risiko infeksi sangat tinggi.
22
2.10 Komplikasi
Impetiginisasi sekunder adalah komplikasi yang sifatnya umum dan biasanya
tertangani dengan baik oleh pengobatan topikal atau antibiotik oral, tergantung sejauh
mana pioderma terjadi. Limfangitis dan septikemia dapat berkembang, khususnya di
skabies yang berkrusta. Glomerulonefritis pasca streptokokus bisa terjadi dari skabies
yang diinduksi pyodermas disebabkan oleh streptokokus pyogenes.
2.11 Prognosis
Skabies adalah penyakit yang dapat diobati. Setelah pengobatan yang efektif,
gejala pruritus dan lesi kulit biasanya hilang dalam waktu 1-3 minggu kecuali kutu
kembali. Dalam kasus-kasus pengobatan yang gagal atau scabies yang kambuh, yang
harus diperhatikan terhadap kemungkinan sisa liang di bawah kuku atau di kulit
kepala. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain higiene), maka
penyakit ini dapat diberantas dapat diberantas dan memberikan prognosis baik.
23
BAB III
KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
Terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Transmisi atau perpindahan
skabies anatara penderita dapat berlangsung melalui kontak langsung (kontak kulit),
misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Selain itu juga dapat
melalui kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.
Gejala skabies berupa gatal terutama pada malam hari. Tempat predileksi
biasanya pada sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia
eksterna (pria), dan perut bagian bawah.
Pada penderita dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap
hari. Semua pakaian, sprei dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara
teratur. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain higiene), maka
penyakit ini dapat diberantas dapat diberantas dan memberikan prognosis baik.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Skabies. Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Jakarta: FK UI; 2007. p. 122-5.
2. Soedarto M. Skabies. Daili FS, Makes BIW, Zubeir F, Judanarso J, editors.
Infeksi Menular Seksual edisi Ketiga. Jakarta Pusat: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 193-99.
3. Jonson R. Scabies. American Academy Dermatology. Schaumburg: Woodfield
Road; 2005.p. 3070-8
4. Stone PS, Goldfrab NJ, Bacelieri ER. Scabies, Other mites, and Pediculosis :
Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffell JD, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Seventin Edition. United States:
Mc Graw Hill Medicall; 2008.p. 2029-32.
5. Djuanda A. Pioderma . In: Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Jakarta: FK UI; 2007. p. 60-1
6. Djuanda S, Sularsito AS. Dermatitis. In: Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin. Jakarta: FK UI; 2007. p. 138-43
7. Cohen ED, Jacob ES. Allergic Contact Dermatitis : Wolff K, Goldsmith AL,
Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffell JD, editors. Fitzpatrick’s Dermatology
In General Medicine Seventin Edition. United States: Mc Graw Hill Medicall;
2008.p. 135-40.
8. Leung MYD, Eichenfield FL, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis (Atopic
Eczema) : Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffell
JD, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Seventin Edition.
United States: Mc Graw Hill Medicall; 2008.p. 146-49.
9. Craft N, Lee KP, Zipoli TM, Weinberg NA, Zwart NM, Johnson AR. Superficial
Cutaneous Infections and Pyodermas : Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS,
25
Gilchrest AB, Paller SA, Leffell JD, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine Seventin Edition. United States: Mc Graw Hill Medicall;
2008.p. 1697
10. Steen JS, Schwartz AR. Arthropod Bites and Stings : Wolff K, Goldsmith AL,
Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffell JD, editors. Fitzpatrick’s Dermatology
In General Medicine Seventin Edition. United States: Mc Graw Hill Medicall;
2008.p. 2059-63.
26