Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

14
SISTEM PERGULAAN JAWA TIMUR: Optimalisasi Produk, Distribusi dan Kelembagaan (Kabul Santoso, Soetriono dan Adi Prasongko) Pendahuluan Hasil analisis input-output Jawa Timur dari data BPS tahun 2002/2003 (Yani Yanuar, 2003), menyatakan bahwa industri gula adalah industri yang memiliki keterkaitan backward dan forward linkage yang tertinggi dari seluruh industri bahan pangan (food industries), selain itu juga memberikan informasi penyerapan tenaga kerja yang sangat besar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005), menyatakan bahwa Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula pasir yang terbesar di dunia pada dekade 1930-40 an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula nasional, predikat negara pengekspor gula yang disandang Indonesia berganti menjadi negara pengimpor gula yang cukup besar pada saat ini. Kebutuhan gula di Indonesia diperkirakan sekitar 3,5 juta ton, diantaranya sekitar 2,65 juta ton dikonsumsi langsung dan sisanya untuk keperluan industri farmasi, makanan dan minuman. Perkiraan produksi dalam negeri tahun 2005 sekitar 2,4 juta ton (termasuk hasil olah raw sugar) , sehingga impor gula putihnya hanya sekitar 250 ribu ton saja. Sedangkan impor untuk 1

Transcript of Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

Page 1: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

SISTEM PERGULAAN JAWA TIMUR: Optimalisasi Produk, Distribusi dan Kelembagaan

(Kabul Santoso, Soetriono dan Adi Prasongko)

Pendahuluan

Hasil analisis input-output Jawa Timur dari data BPS tahun 2002/2003 (Yani

Yanuar, 2003), menyatakan bahwa industri gula adalah industri yang

memiliki keterkaitan backward dan forward linkage yang tertinggi dari

seluruh industri bahan pangan (food industries), selain itu juga

memberikan informasi penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005), menyatakan

bahwa Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula

pasir yang terbesar di dunia pada dekade 1930-40 an. Namun seiring

dengan semakin menurunnya produktivitas gula nasional, predikat negara

pengekspor gula yang disandang Indonesia berganti menjadi negara

pengimpor gula yang cukup besar pada saat ini.

Kebutuhan gula di Indonesia diperkirakan sekitar 3,5 juta ton, diantaranya

sekitar 2,65 juta ton dikonsumsi langsung dan sisanya untuk keperluan

industri farmasi, makanan dan minuman. Perkiraan produksi dalam negeri

tahun 2005 sekitar 2,4 juta ton (termasuk hasil olah raw sugar) , sehingga

impor gula putihnya hanya sekitar 250 ribu ton saja. Sedangkan impor

untuk keperluan industri dipenuhi dari ketentuan di luar tata niaga gula

konsumsi, yang tidak boleh dipasarkan langsung.

Jawa Timur memiliki sharing produk antara 30 % sampai dengan 40 %

terhadap total produk nasional yang dipasok dari 31 pabrik gula,

umumnya dikelola di bawah koordinasi BUMN. Sebagian besar pabrik gula

di Jawa Timur relatif sudah tua, dari sisi skala usaha dan efisiensinya

diragukan oleh banyak ahli. Kondisi ini menjadi tantangan bagi

1

Page 2: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

PTPN/BUMN maupun pemerintah pusat/daerah agar keberadaan pabrik

tetap eksis.

Permasalahan pergulaan Indonesia umumnya dan Jawa Timur khususnya

dikonstatir sebagai berikut: (1) menurunnya produktivitas tebu (2)

menurunnya kinerja pabrik gula; (3) menurunnya peran lembaga

pendukung (penelitian, keuangan, distribusi agro input)

Semenjak tahun 2005 harga internasional meningkat dari US$ 275/ton

(2002) menjadi US$330 per tonage (2005) dan masih bisa meningkat

terus. Kenaikan harga gula internasional ini menyebabkan harga eceran

gula dalam negeri mencapai sekitar Rp. 6 000,- per kg, kenaikan harga

ini mempunyai dampak positif bagi petani tebu dan pabrik gula.

Harga gula dari petani dan pabrik gula dari harga pemerintah Rp. 4 000,--,

realisasinya bisa dijual (lelang) sampai harga Rp. 5 150,- . Walaupun

Menteri Perdagangan karena alasan inflasi menekan agar harga jual harus

kurang dari Rp. 5 500,--/kg.

Perubahan harga ini di satu sisi memiliki dampak positif (bagi Petani Tebu

dan Pabrik Gula apabila bisa memanfaatkan), di lain sisi akan

memperbesar beban pemerintah karena meningkatnya harga impor.

Apakah sistem pergulaan nasional, khususnya Jawa Timur mampu keluar

dari perangkap permasalahan di atas ? Bagaimana melakukan revitalisasi

sistem pergulaan Jawa Timur dengan pertimbangan yang komprehensif ?

Sistem Pergulaan Jawa Timur

Sistem pergulaan Jawa Timur akan difokuskan pada sistem produksi

(usahatani tebu, efisiensi pabrik gula, dan berbagai unsur pendukungnya

(supporting institution), sistem distribusi (pelaku distributor dengan

berbagai pemasarannya: lelang dari produsen gula dan distribusi ke

konsumen lewat retailer, buffer stock dan unsur pendukungnya serta

sistem kelembagaan (mulai dari tingkat petani sampai pembuatan

kebijakan tingkat propinsi dan lembaga konsumen).

2

Page 3: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

Sistem Produksi

Usaha tani tebu rakyat bermula dari adanya Inpres no. 9/1975 yang

memuat Kebijaksanaan Pemerintah untuk meningkatkan produksi serta

pendapatan tebu rakyat. Kebijaksanaan ini muncul karena ada anggapan

bahwa petani dirugikan oleh pabrik dalam hal penyediaan bahan baku

tebu untuk pabrik gula. Permasalahan pokok sebenarnya pada land/man

ratio di Indonesia termasuk yang terkecil di dunia (kurang lebih 360

m2/capita), lahan pertanian tergarap (cultivated farm lands) Indonesia

terlalu sempit dan tidak memadai untuk pemproduksi kebutuhan pangan

bagi bangsa Indonesia yang jumlahnya 220 juta (Sumarno,2005), di Jawa

Timur areal tanaman bahan baku tebu semakin menyempit karena shiftng

ke areal industri dan perumahan; namun di Indonesia luas tanam tebu

mengalami peningkatan dari 196 592 ha pada tahun 1930 menjadi 345

550 ha pada tahun 2004 (BPPP-Deptan, 2005); artinya penurunan produksi

gula terutama disebabkan oleh penurunan produktivitas (lahan dan

pabrik).

Di Jawa Timur program bongkar ratoon disertai perbaikan bibit unggul

pada tanaman tebu di tingkat petani yang dimulai semenjak tahun 2001

cukup berhasil meningkatkan produktivitas tebu dan meningkatkan

rendemen, namun persentase bongkar ratoon dari dana APBN ini relatif

kecil, masih memerlukan dorongan agar petani memiliki inisiatif sendiri

tanpa menunggu dana pemerintah, mengingat pendapatan petani yang

semakin tinggi. Program lanjutan yang kiranya perlu digerakan adalah

“rawat ratoon”, karena pada saat ini ratoon menempati sekitar 70% dari

total areal sehingga apabila produktivitasnya dipacu meningkat akan

signifikan terhadap produksi jatim maupun nasional.

3

Page 4: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

Supporting Institutions, dalam bentuk penyediaan rakitan teknologi

unggul yang dimotori oleh P3GI, antaralain sebagai penyedia varietas

bibit unggul (supporting seeds). Kemudahan penyediaan saprodi dengan

tersedianya kios-kios penyedia sarana pupuk dan obat-obatan yang

mudah dijangkau petani. Informasi tentang tata cara tanam yang benar

dan baik perlu juga disiapkan dan dipercontohkan oleh pembina (Disbun,

Perusahaan Gula, dan P3GI). Selain daripada itu juga perlu ada lembaga

keuangan perbankan yang dapat memberikan pelayanan mudah dan

cepat kepada petani dengan penggunaan uang yang pengembaliannya

seperti tanaman semusim. Pelayanan terpadu (integrated supporting

system services) ini perlu segera diberikan pada petani tebu dalam

mengantisipasi perubahan pasar internasional yang cepat.

Pabrik Gula di Jawa Timur ada 31 pabrik, terdiri dari pabrik klas A

terdiri dari 9 pabrik yang dikelola oleh N10, N11, RNI dan KBA sedangkan

selebihnya klas B dan C yang masing masing dikelola oleh N10, N11 dan

RNI. Kondisi pabrik sudah tua dan setiap tahun memerlukan perbaikan

yang diambil dari anggaran penyusutan dengan persetujuan pemegang

saham. Seluruh pabrik berada BUMN di bawah koordinasi Menteri Negara

BUMN. Investasi berupa renovasi dan modernisasi pabrik sementara ini

dilakukan dengan skala prioritas karena terbatasnya pendanaan.

Investasi berupa peningkatan teknologi (technology improvement) pabrik

gula harus segera dilakukan antara lain: (1) audit teknologi (technology

audited) di semua pabrik gula, termasuk inventarisasi sumber inefisiensi

pabrik; (2) melakukan renovasi dan perbaikan pabrik agar lebih efisien

(mengurangi jam berhenti giling), meningkatkan efisiensi pabrik, dan

optimalisasi kapasitas giling, (3) Membangun pabrik baru sebagai

pengganti pabrik-pabrik yang sudah tidak layak produk.

Penugasan P3GI ini ada gejala semakin terabaikan karena kondisi

keuangan negara maupun kondisi keuangan PTPN, sehingga ada beberapa

4

Page 5: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

tugas dan fungsi P3GI yang tidak dijalankan. Padahal keberadaan P3GI

sangat diperlukan untuk menjamin produktivitas tebu tinggi, tingkat

efisiensi pabrik tinggi dan audit teknologi agar sustainibilitas pabrik

terjamin. Artinya menjamin keberlanjutan dan keberlangsungan

pengusahaan produk gula apabila bisa menuju ke arah ketahanan gula

nasional. Masalahnya siapa yang bertanggungjawab terhadap

keberadaan institusi P3GI yang penting untuk pengusahaan gula

nasional ini ? Apakah Departemen Pertanian, Menteri Negara BUMN,

Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Dewan Gula

ataukah Pemerintah Daerah Jawa Timur ? Selama tidak ada institusi yang

bertanggungjawab terhadap lembaga P3GI ini, maka fungsi tugas dan

pendayagunaan lembaga ini tidak optimal.

Peran P3GI yang tidak optimal, dapat berakibat permasalahan industri

gula akan menjadi mata rantai permasalahan yang tidak pernah

dipecahkan. Padahal apabila kondisi pabrik gula tidak mendapatkan

perhatian serius sejak saat ini, maka ke depan ketergantungan Indonesia

kepada produk luar negeri semakin tinggi. Sementara harga gula

internasional ada gejala meningkat terus. Sebagai bahan pemikiran,

seharusnya semua pelaku produksi (pabrik gula dan petani tebu)

berkewajiban untuk memberdayakan P3GI sebagai pusat reset gula,

antara lain dengan cara menyisihkan sebagian pendapatannya untuk

memberdayakan P3GI, misalkan seluruh produksi gula disisihkan dana Rp

10,-/ Kg maka akan didapat dana sekitar Rp 24 milyard. Dengan harga

gula sekitar Rp 5 000,-/ Kg , nampaknya tidak terlalu membebani, hanya

bagaimana mekanisme keputusan/kesepakatan dilakukan dan juga

mekanisme pengumpulan dananya.

Sistem Distribusi

Sistem distribusi gula ralatif sederhana, dari produsen gula (pabrik gula

dan petani) dilelang kepada pengusaha secara periodik, pada umumnya

5

Page 6: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

peserta lelang juga merangkap sebagai distributor gula. Pemenang lelang

adalah berhak mendapatkan gula dari produsen sesuai jumlah yang di

lelang, kemudian didistribusikan kepada pedagang menengah, kemudian

oleh pedagang menengah diteruskan kepada retailer dan dari retailer

kepada konsumen. Pedagang distributor gula pada umumnya selain

mengikuti lelang yang diselenggarakan PTPN dan petani tersebut juga

menerima penjualan dari PTPN yang mendapatkan tugas untuk

mengimpor gula dari luar negeri karena kekurangan produk dalam negeri.

Harga lelang saat ini di bawah Rp. 5 000,-, walaupun ketetapan

pemerintah dari waktu ke waktu meningkat dari Rp. 3 600 menjadi Rp. 4

000 pada tahun 2005 ini. Namun karena harga luar negeri mencapai US$ 3

300 - US$ 3 500, maka kesepakatan harga dana talangan mencapai Rp 4

900.

Sampai saat ini tidak ada keluhan terhadap kelangkaan gula, walaupun

harga internasional melonjak tinggi namun masih mampu terbeli oleh

masyarakat dan barang selalu ada di pasar. Hal itu mengindikasikan

persediaan gula di pasar cukup terkendali dan tidak mengkhawatirkan

distributor maupun konsumen.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa sistem produksi gula (termasuk

impor) di Jawa Timur ditangani oleh perusahaan pemerintah (pelaku

bisnisnya petani dan PTPN/BUMN), sedangkan sistem distribusi gulanya

diserahkan kepada mekanisme pasar. Sampai saat ini sistem distribusi

gula tidak ada permasalahan yang menonjol, lembaga-lembaga pelaku

bisnis (distributor, pedagang/pengusaha klas menengah dan

retailer) masih berjalan dengan baik, mungkin yang perlu dicermati

adalah masuknya gula impor baik kualitas, jenis maupun produknya.

6

Page 7: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

Sistem Kelembagaan

Di Jawa Timur, Petani Tebu dan Pabrik Gula menjalin kemitraan yang

saling menguntungkan (win-win solution). Pada umumnya petani diwakili

oleh Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) masing-masing pabrik gula.

APTR nampaknya mempunyai peran yang penting dalam memasok bahan

baku tebu kepada pabrik. Hal ini berarti sasaran perbaikan kualitas tebu

harus ditujukan kepada lembaga tersebut, artinya perlu diberi pengertian

standar operating prosedur (SOP) tentang pertanaman tebu (mulai dari

bibit, tanam, pemeliharaan, bongkar ratoon, rawat ratoon, dan tebang

angkut), yang selanjutnya diharapkan APTR dapat memberdayakan

potensi petani tebu di Wilayah Kerja nya.

Pada saat ini sistem bagi hasil antara Petani dan Pabrik yang telah

disepakati oleh kedua belah pihak adalah 66 : 34 apabila rendemennya di

bawah 7. Apabila rendemennya di atas 7 maka kelebihan dari 7 bagi

hasilnya 67 : 33. Semakin tinggi rendemen tebu semakin tinggi petani

mendapatka bagian hasilnya.

Kesimpulan dan Implikasi Kebijaksanaan

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur bersama PTPN dan P3GI telah

berhasil melaksanakan program bongkar ratoon tebu di Jawa Timur

dengan proyek Dana Bergulir dari APBN. Keberhasilan ini memerlukan

perawatan dan keberlanjutan (sustainaibility) dan tidak boleh berhenti,

program rawat ratoon perlu juga menjadi program unggulan untuk

meningkatkan produktivitas dengan fasilitas kemudahan yang disediakan

oleh pemerintah daerah dan pelaku-pelaku bisnis terkait.

Pemerintah Daerah Jawa Timur seharusnya mengeluarkan suatu Perda

yang menyangkut Pengelolaan Terpadu Sistem Pergulaan Jawa Timur

(Integrated Sugar Management System of East Java). Sistem ini

diharapkan menjadi model yang bisa diterapkan dan dilaksanakan dengan

7

Page 8: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

baik dan benar, kususnya model alternatif Sistem Pengelolaan Produksi

Pergulaan Jawa Timur (Sugar Production Management System of East

Java), karena dewasa ini yang menjadi permasalahan utama adalah sistem

produksinya.

Pengelolaan Terpadu Sistem Pergulaan Jawa Timur

(Integrated Sugar Management System of East Java)

Kebijaksanaan Publik (Perda, Aturan lainnya)

Sistem Produksi Dalam Negeri

Fasilitator Penyedia Sarana Produksi

Suporting Systems

Produsen Gula

Produsen Tebu

Pasar Gula (Sugar Auction)

Sistim Distribusi

(Mekanisme Pasar)

Distributor Gula Distributor Gula Distributor Gula

(Sugar Dsitribution)

8

Page 9: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

Pedagang Kelas Menengah

(Middle Man)

9

P e n g e c e r (Retailer)

K o n s u m e n (Consumer)

LAHAN TEBU DI JAWA TIMUR(HA)

y = 544.14x + 149793

R2 = 0.0271

140,000.0

150,000.0

160,000.0

170,000.0

JAWA TIMUR 163,633.6 141,289.8 143,775.8 150,385.2 159,451.1 148,924.4 150,112.1 160,360.0

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 (15/9)

TEBU DIGILING PABRIK GULA DI JAWA TIMUR(TON)

y = 299887x + 1E+07

R2 = 0.3214

8,000,000.0

9,000,000.0

10,000,000.0

11,000,000.0

12,000,000.0

13,000,000.0

14,000,000.0

JAWA TIMUR 12,427,320.2 9,490,446.1 10,515,022.6 11,471,714.8 12,632,909.0 11,089,099.3 12,664,376.3 13,346,952.0

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 (15/9)

Page 10: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

10

Page 11: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

11

Page 12: Sistem Pergulaan Jawa Timur Edit 1 Kabul 11-1-06

12

KAPASITAS GILING PABRIK GULA DI JAWA TIMUR (TTH)

y = -26.881x + 83046

R2 = 0.0009

78,000.00

80,000.00

82,000.00

84,000.00

JUMLAH JAWA TIMUR 83,754.80 83,558.90 82,961.50 79,538.96 83,773.64 84,122.30

1998 1999 2000 2001 2002 2003