Sistem Agribisnis Lada Dan Strategi Pengembangannya

6
76 Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007 L ada merupakan komoditas andalan ekspor tradisional bagi Indonesia, merupakan produk tertua dan terpenting yang diperdagangkan di dunia (Wahid dan Suparman 1986). Pada tahun 2004, produk- SISTEM AGRlBlSNIS LADA DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA J.T. Yuhono Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111 si lada Indonesia mencapai 94.371 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006) atau menduduki urutan kedua dunia setelah Vietnam dengan produksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir Lada Indonesia 2004; International Pepper Community 2004). Luas areal dan produksi lada selama tahun 20002005 cenderung meningkat, yaitu dari 150.531 ha pada tahun 2000 menjadi 211.729 ha pada tahun ABSTRAK Lada (Piper nigrum L.) merupakan komoditas ekspor potensial di Indonesia. Pada tahun 2005 produksi lada Indonesia menduduki urutan kedua dunia setelah Vietnam. Lada menyumbang devisa negara terbesar keempat untuk komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet, dan kopi. Lada Indonesia masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk dikembangkan, karena lahan yang sesuai untuk lada cukup luas, biaya produksi lebih rendah dibanding negara pesaing, tersedianya teknologi budi daya lada yang efisien, serta adanya peluang melakukan diversifikasi produk apabila harga lada jatuh. Namun, kenyataan di lapang menunjukkan, sistem agribisnis lada menghadapi berbagai kendala, kelemahan dan ancaman. Pada subsistem bagian hulu, harga sarana produksi cukup tinggi serta prasarana jalan di daerah pengembangan belum baik. Pada subsistem produksi (on farm), teknologi produksi yang diterapkan petani masih konvensional dengan pola tanam sebagian besar monokultur. Sedangkan pada subsistem hilir, pengolahan produk belum higienis, dan adanya ancaman dari negara pesaing. Pada subsistem pendukung, kendalanya adalah peran kelembagaan di tingkat petani sampai tingkat pemasaran belum berpihak kepada petani. Tulisan ini bertujuan untuk mencari strategi pengembangan sistem agribisnis lada. Dengan pendekatan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats) diperoleh alternatif strategi pengembangan sistem agribisnis lada melalui beberapa kebijakan, yaitu: 1) mengembangkan lada melalui perluasan areal pada daerah yang sesuai dengan menggunakan teknologi rekomendasi, 2) mempertinggi daya saing lada melalui peningkatan produktivitas dan mutu hasil serta diversifikasi produk, dan 3) meningkatkan peran kelembagaan petani sampai dengan kelembagaan pasar dalam dan luar negeri. Kata kunci: Lada, agribisnis, strategi, pengembangan ABSTRACT Pepper agribusiness system and its development strategy Pepper (Piper nigrum L.) is a potential export commodity from Indonesia. In 2005, the production ranked the second in the world after Vietnam. The commodity contributes the fourth biggest income from the estate crops after oil palm, rubber, and coffee. Indonesia still has an opportunity and potential to develop pepper since there are many of land suitable for pepper growing. Moreover, the cost of production is relatively low since the efficient technology of pepper cultivation is available, and when the price is getting down there is still a manner to apply diversification of products. However, the facts showed that the pepper agribusiness system faces many constraints, weaknesses and threats. In the upper sector of the system, input prices are high and infrastructures in the pepper area are poor. At the farmers level, the conventional method of pepper cultivation is still used which results in the low production of pepper, and most of farmers still apply monoculture system of pepper cultivation. At the downstream sector of the system, the processing is not yet hygienic, and there are competitive threats from other pepper producing countries. Furthermore, the supporting system in the pepper agribusiness, such as the institutions at farmers level up to the marketing system are not yet at the farmers side. This paper reviewed strategies to develop pepper agribusiness system in Indonesia. Through the SWOT analysis approach (strengths, weaknesses, opportunities, and threats), three alternative strategies are proposed, which are: 1) developing pepper on suitable areas and applying the recommended method of pepper cultivation, 2) increasing production and improving quality of pepper and applying diversification to gain competitive advantages, and 3) increasing the roles of the institutions involved in the pepper agribusiness, both at farmers level up to marketing system. Keywords: Piper nigrum L., agribusiness, strategy, development

Transcript of Sistem Agribisnis Lada Dan Strategi Pengembangannya

Page 1: Sistem Agribisnis Lada Dan Strategi Pengembangannya

76 Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007

Lada merupakan komoditas andalan ekspor tradisional bagi Indonesia,

merupakan produk tertua dan terpentingyang diperdagangkan di dunia (Wahid danSuparman 1986). Pada tahun 2004, produk-

SISTEM AGRlBlSNIS LADA DAN STRATEGIPENGEMBANGANNYA

J.T. Yuhono

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

si lada Indonesia mencapai 94.371 ton(Direktorat Jenderal Bina ProduksiPerkebunan 2006) atau menduduki urutankedua dunia setelah Vietnam denganproduksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir

Lada Indonesia 2004; International PepperCommunity 2004). Luas areal dan produksilada selama tahun 2000−2005 cenderungmeningkat, yaitu dari 150.531 ha padatahun 2000 menjadi 211.729 ha pada tahun

ABSTRAK

Lada (Piper nigrum L.) merupakan komoditas ekspor potensial di Indonesia. Pada tahun 2005 produksi ladaIndonesia menduduki urutan kedua dunia setelah Vietnam. Lada menyumbang devisa negara terbesar keempat untukkomoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet, dan kopi. Lada Indonesia masih mempunyai kekuatan danpeluang untuk dikembangkan, karena lahan yang sesuai untuk lada cukup luas, biaya produksi lebih rendah dibandingnegara pesaing, tersedianya teknologi budi daya lada yang efisien, serta adanya peluang melakukan diversifikasiproduk apabila harga lada jatuh. Namun, kenyataan di lapang menunjukkan, sistem agribisnis lada menghadapiberbagai kendala, kelemahan dan ancaman. Pada subsistem bagian hulu, harga sarana produksi cukup tinggi sertaprasarana jalan di daerah pengembangan belum baik. Pada subsistem produksi (on farm), teknologi produksi yangditerapkan petani masih konvensional dengan pola tanam sebagian besar monokultur. Sedangkan pada subsistemhilir, pengolahan produk belum higienis, dan adanya ancaman dari negara pesaing. Pada subsistem pendukung,kendalanya adalah peran kelembagaan di tingkat petani sampai tingkat pemasaran belum berpihak kepada petani.Tulisan ini bertujuan untuk mencari strategi pengembangan sistem agribisnis lada. Dengan pendekatan analisisSWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats) diperoleh alternatif strategi pengembangan sistemagribisnis lada melalui beberapa kebijakan, yaitu: 1) mengembangkan lada melalui perluasan areal pada daerah yangsesuai dengan menggunakan teknologi rekomendasi, 2) mempertinggi daya saing lada melalui peningkatanproduktivitas dan mutu hasil serta diversifikasi produk, dan 3) meningkatkan peran kelembagaan petani sampaidengan kelembagaan pasar dalam dan luar negeri.

Kata kunci: Lada, agribisnis, strategi, pengembangan

ABSTRACT

Pepper agribusiness system and its development strategy

Pepper (Piper nigrum L.) is a potential export commodity from Indonesia. In 2005, the production ranked thesecond in the world after Vietnam. The commodity contributes the fourth biggest income from the estate cropsafter oil palm, rubber, and coffee. Indonesia still has an opportunity and potential to develop pepper since thereare many of land suitable for pepper growing. Moreover, the cost of production is relatively low since the efficienttechnology of pepper cultivation is available, and when the price is getting down there is still a manner to applydiversification of products. However, the facts showed that the pepper agribusiness system faces many constraints,weaknesses and threats. In the upper sector of the system, input prices are high and infrastructures in the pepperarea are poor. At the farmers level, the conventional method of pepper cultivation is still used which results in thelow production of pepper, and most of farmers still apply monoculture system of pepper cultivation. At thedownstream sector of the system, the processing is not yet hygienic, and there are competitive threats from otherpepper producing countries. Furthermore, the supporting system in the pepper agribusiness, such as the institutionsat farmers level up to the marketing system are not yet at the farmers side. This paper reviewed strategies todevelop pepper agribusiness system in Indonesia. Through the SWOT analysis approach (strengths, weaknesses,opportunities, and threats), three alternative strategies are proposed, which are: 1) developing pepper on suitableareas and applying the recommended method of pepper cultivation, 2) increasing production and improvingquality of pepper and applying diversification to gain competitive advantages, and 3) increasing the roles of theinstitutions involved in the pepper agribusiness, both at farmers level up to marketing system.

Keywords: Piper nigrum L., agribusiness, strategy, development

Page 2: Sistem Agribisnis Lada Dan Strategi Pengembangannya

Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007 77

2005, dan produksi dari 69.087 ton padatahun 2000 menjadi 99.139 ton pada tahun2005 (Direktorat Jenderal Bina ProduksiPerkebunan 2006). Namun, ekspor cende-rung menurun rata-rata 9,60%/tahun(Direktorat Jenderal Bina Produksi Per-kebunan 2006).

Total ekspor lada dari negara-negaraprodusen pada tahun 2004 mencapai230.625 ton. Dari total ekspor tersebut,Indonesia mengekspor 45.760 ton atausekitar 19,80%. Dilihat dari volume ekspor,masih terbuka peluang yang besar bagiIndonesia untuk meningkatkan eksporlada. Devisa negara dari ekspor lada se-kitar US$49,566 juta (International PepperCommunity 2005). Selain sebagai sumberdevisa, usaha tani lada juga merupakanpenyedia lapangan kerja dan sumberbahan baku industri dalam negeri (Kemala1996) dengan melibatkan sekitar 312.619kepala keluarga petani (Direktorat JenderalBina Produksi Perkebunan 2006).

Di pasar internasional, lada Indone-sia mempunyai kekuatan dan daya jualtersendiri karena cita rasanya yang khas.Lada Indonesia dikenal dengan namaMuntok white pepper untuk lada putihdan Lampong black pepper untuk ladahitam (Yuhono 2005).

Sebagian besar (99%) pertanamanlada diusahakan dalam bentuk perkebunanrakyat dengan pengelolaan yang tradisio-nal, antara lain penggunaan pupuk danobat-obatan terbatas atau tidak sesuaianjuran, penggunaan bibit asalan, danpengelolaan hasil tidak higienis. Akibat-nya, produksi dan produktivitas yangdicapai rendah, rata-rata 468 kg/ha (Direk-torat Jenderal Bina Produksi Perkebunan2006). Biji yang dihasilkan juga tidakbernas dan berukuran kecil.

Sistem agibisnis lada mencakupberbagai kegiatan, meliputi subsistempengadaan dan penyaluran sarana pro-duksi, subsistem produksi, subsistem tataniaga produk atau produk olahannya,serta subsistem pelayanan pendukungseperti pemerintah, perbankan, danlembaga pemasaran (Davis dan Goldberg1957; Drillon, Jr. 1971; Lowney danErickson 1987 dalam Bunasor 1990).Secara sederhana, Saragih (2001) me-nyebutnya sebagai subsistem agribisnisbagian hulu, on farm, dan hilir. Subsistemagribisnis lada bagian hulu mencakupbeberapa kegiatan, antara lain pengadaanbibit, pupuk, pestisida, zat pengaturtumbuh, dan alat mesin pertanian. Sub-sistem on farm merupakan kegiatan usaha

tani mulai dari pengolahan lahan hinggapanen, sedangkan subsistem agribisnisbagian hilir mencakup penyimpanan,pengolahan, distribusi atau pemasaran,dan pembakuan mutu.

Pada setiap subsistem agribisnistersebut terdapat berbagai permasalahan,antara lain pengadaan sarana produksibelum efisien, bibit unggul dan pupuk sulitdiperoleh dan keberadaannya tidak tepatwaktu, teknologi budi daya masih kon-vensional, teknologi pengolahan kuranghigienis, serta peran kelembagaan tani danpemasaran kurang mendukung. Berdasar-kan kekuatan, peluang, kelemahan sertaancaman pada sistem agribisnis lada,dibutuhkan strategi untuk mengatasi ber-bagai kendala tersebut. Melalui pendekat-an analisis Strengths, Weaknesses,Opportunities, dan Threats (SWOT)diharapkan diperoleh alternatif dan strategipengembangan sistem agribisnis lada.Tulisan ini bertujuan untuk mendapatkanstrategi yang cocok dalam pengembangansistem agribisnis lada.

ARTI EKONOMI LADA

Lada memiliki peran penting dalam per-ekonomian nasional, yaitu sebagai sumberdevisa, penyedia lapangan kerja, bahanbaku industri, dan konsumsi langsung.Devisa dari lada menempati urutan ke-empat setelah minyak sawit, karet, dankopi, dengan nilai ekspor US$221.089 juta(Direktorat Jenderal Bina Produksi Per-kebunan 2002). Lada merupakan bahanbaku industri makanan siap saji, obat-obatan, kosmetik, dan lainnya. Di beberapanegara industri parfum yang sudah majuseperti Perancis, ketergantungan pada ladasangat besar. Lada digunakan pada ber-bagai makanan tradisional maupun masak-an Eropa sebagai penyedap (Winarno2001). Lada juga berperan sebagai peng-gerak perekonomian di sentra-sentraproduksi. Di Kecamatan Bukit Kemuning,Kabupaten Lampung Utara, diperkirakan33% sumber pendapatan sektor pertanianberasal dari lada (Mahmud et al. 2003).

Konsumsi lada di Indonesia rata-ratamencapai 60 g/kapita/tahun (DirektoratJenderal Bina Produksi Perkebunan 2002).Bila jumlah penduduk Indonesia sekitar220 juta, maka dalam setahun dibutuhkan13.200 ton lada atau 19,60% dari produksinasional.

Harga lada dalam negeri selamatahun 1990−2000 meningkat tajam. Pada

tahun 1998, harga lada putih mencapaiRp60.000/kg padahal tahun 1995−1996hanya Rp15.000/kg. Harga lada hitam padatahun 1998 mencapai Rp35.000/kg, di-bandingkan tahun 1995−1996 yang hanyaRp10.000/kg (Direktorat Jenderal BinaProduksi Perkebunan 2002). Peningkatanharga ini terutama dipicu oleh kenaikannilai tukar dolar terhadap rupiah. Padatahun 2001, harga lada cenderung me-nurun. Pada tahun 2002, harga lada putihdi tingkat petani berkisar antara Rp15.000−Rp20.000/kg, dan harga lada hitamRp10.000−Rp12.000/kg. Penurunan hargalada dalam negeri tersebut merupakanrefleksi dari turunnya harga lada di pasarinternasional, yaitu untuk lada putih turundari Sin $1.183,74 menjadi Sin $863,70/100kg dan untuk lada hitam dari Sin $362,50menjadi Sin $270/100 kg (DirektoratJenderal Bina Produksi Perkebunan 2002;2003).

PERMASALAHAN

Subsistem Bagian Hulu

Di sentra-sentra produksi lada, sepertiLampung, Bangka-Belitung, dan Kali-mantan, petani lada masih mengalamihambatan dalam memperoleh saranaproduksi yang dibutuhkan. Pupuk urea,SP-36, KCl, dolomit, dan pestisida(insektisida dan fungisida) pada umumnyahanya tersedia di ibu kota kabupaten yangjaraknya jauh dari lokasi perkebunan lada.Kondisi infrastruktur juga kurang baiksehingga sarana produksi sering kalibelum ada pada saat dibutuhkan yaitupada musim hujan. Akibatnya harga saranaproduksi menjadi mahal dan produktivitastanaman rendah.

Pedagang sarana produksi padaumumnya tidak mempunyai latar belakangpertanian, sehingga mereka tidak dapatmemberikan informasi tentang pengguna-an sarana produksi dengan benar, jugainformasi mengenai jenis-jenis komoditasyang dibutuhkan pasar. Pada umumnyalembaga-lembaga yang terkait dalampengadaan sarana produksi di pedesaan,seperti kelompok tani (tergabung dalamAsosiasi Petani Lada Indonesia/APLI),Koperasi Unit Desa (KUD), LembagaSosial Desa (LSD) dan lainnya, masihkurang berperan. Terbatasnya modal,informasi, bimbingan, dan akses ataukemudahan menjadi kendala utama dalampengadaan sarana produksi.

Page 3: Sistem Agribisnis Lada Dan Strategi Pengembangannya

78 Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007

Bibit lada biasanya diperoleh darikebun sendiri atau dari petani lain se-hingga belum terjamin keunggulannya.Kualitas bibit beragam, bergantung padacara pemeliharaan kebun. Di sentraproduksi lada, belum ada kebun khususyang menyediakan bahan tanaman ungguluntuk bibit, baik yang dikelola BalaiPengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)maupun Dinas Perkebunan (Sugiatno2003).

Subsistem Produksi (On-Farm)

Budi daya lada di sentra produksi masihkonvensional dan menggunakan inputterbatas. Pola penanamannya secaramonokultur (Dhalimi et al. 1996) sehinggaapabila harga lada turun drastis, tidak adatanaman lain sebagai penyumbang pen-dapatan. Hanya sebagian kecil petani diLampung yang menanam lada dengandicampur tanaman lain, seperti pisang,durian, kopi, dan palawija.

Lubang tanam hanya dibuat sematacangkul, tidak sesuai dengan anjuranyaitu 60 cm x 60 cm x 60 cm. Tanamanjarang dipupuk, hanya petani yang kondisiekonominya baik dan saat harga lada baikmelakukan pemupukan (Zaubin et al.2001). Namun, bila harga pupuk tinggi,petani tidak melakukan pemupukan.Akibatnya tanaman kurang sehat danterserang penyakit busuk pangkal batang(BPB) dan penyakit kuning yang dapatmenimbulkan kerugian sekitar 10−15%setiap tahun (Manohara dan Kasim 1996).Di Bangka-Belitung, budi daya lada sudahlebih baik. Penggunaan pupuk disesuai-kan dengan harga lada; jika harga baik,tanaman dipupuk sesuai anjuran (Zaubinet al. 2001). Pada umumnya petani belumdapat membedakan gejala seranganpenyakit kuning dengan penyakit BPB(Manohara et al. 1997). Produktivitas rata-rata rendah, hanya 507,52 kg/ha.

Subsistem Hilir

Cara pengolahan lada hitam masih se-derhana dan tidak higienis. Di Lampung,lada diolah menjadi lada hitam. Tandanbuah lada segar dimasukkan ke dalamkarung lalu dibawa ke tempat perontokan.Perontokan dilakukan dengan cara meng-hamparkan tandan buah lada di atasanyaman bambu yang berlubang-lubangdan ditempatkan agak tinggi, lalu diinjak-

injak. Butir-butir lada yang jatuh di-tampung lalu dimasukkan ke dalam karunggoni, dan disimpan (diperam) di tempatyang gelap dan kering selama semalam.Selanjutnya butir-butir lada dijemur dilantai jemur yang terbuat dari semen ataudi tepi jalan beraspal dengan beralaskantikar, karung goni atau lembaran plastik.Setelah kering, kadar air ± 12%, ladadimasukkan ke dalam karung goni dan siapdipasarkan (Risfaheri dan Hidayat 1993).Dengan perlakuan seperti itu, kualitasproduk belum terjamin.

Di Bangka-Belitung, KalimantanBarat dan Kalimantan Timur, lada diolahmenjadi lada putih. Tandan buah lada hasilpanen dimasukkan ke dalam karung laludibawa ke kolam perendaman khusus atauke tepi sungai dengan air yang mengalirsecara perlahan. Perendaman dilakukanselama 4−5 hari. Buah yang telah direndamlalu dimasukkan ke dalam keranjangbambu atau karung dan diinjak-injak agarbutir-butir lada terlepas dari tandan dankulit buahnya. Butir-butir lada (tanpa kulit)yang sudah bersih selanjutnya dijemur dilantai jemur dari semen atau di tepi jalanberaspal beralaskan tikar, plastik ataukarung. Mutu produk masih rendah dandikhawatirkan tercemar mikroorganisme.

Subsistem PelayananPendukung

Peran kelembagaan di tingkat petani masihsangat terbatas. Di tingkat desa dan ke-camatan, peran kelompok tani, koperasi,APLI, dan LSD dalam agribisnis lada masihlemah. Hal ini dapat dilihat dari terbatasnyapenyediaan sarana produksi di tingkatdesa dan kecamatan. Peran kelembagaanpada umumnya hanya terbatas dalammemperjuangkan harga lada yang layak,yaitu lebih dari Rp20.000/kg untuk ladaputih dan lebih dari Rp18.000/kg untuklada hitam. Perhatian terhadap subsistemagribisnis lainnya masih kurang. Demikianpula dengan Asosiasi Eksportir LadaIndonesia (AELI), yang kegiatannyahanya terfokus pada perdagangan lada ditingkat petani, tetapi masih kurang dalampenyediaan sarana produksi dan pe-nyebaran informasi.

Di pasar internasional, lembaga pe-masaran yang berperan dalam mengaturpasokan lada dari negara-negara anggotaadalah International Pepper Community(IPC). Namun, belum semua negara peng-hasil lada tergabung dalam IPC. Anggota

IPC meliputi Brasil, India, Indonesia, Ma-laysia, dan Sri Lanka, sedangkan Vietnam,Cina, Thailand, Madagaskar, Cambodia,dan Ekuador sebagai produsen lada belumtergabung dalam IPC. Oleh karena itu, IPCbelum berhasil mengatur pasokan ladadari negara-negara produsen. Negarabukan anggota IPC bebas melakukanpolitik dagangnya di pasar internasional.

Perkembangan ekspor lada darinegara-negara penghasil lada selamatahun 2002−2004 disajikan pada Tabel 1.Dari tabel tersebut, Vietnam sebagaiprodusen lada bukan anggota IPC bebasmenjual lada dengan volume dan hargaberapa pun. Namun, bagi Indonesia se-bagai anggota IPC, volume dan harga juallada mengikuti kesepakatan yang telahditetapkan bersama.

ANALISIS DAN STRATEGIPENGEMBANGAN SISTEMAGRIBISNIS LADA

Strategi merupakan suatu alat untuk men-capai tujuan. Penentuan alternatif strategidalam pengembangan sistem agribisnisumumnya dilakukan dengan cara meng-identifikasi faktor kekuatan dan kelemahaninternal serta peluang dan ancaman eks-ternal. Alat analisis yang cocok untukmerumuskan strategi dari berbagai faktoryang diidentifikasi tersebut adalah analisisSWOT (Rangkuti 2000). Analisis SWOTdidasarkan pada logika yang dapat me-maksimalkan kekuatan (strengths) danpeluang (opportunities), dan secara ber-samaan dapat meminimalkan kelemahan(weaknesses) dan ancaman (threats).Implementasi strategi pengembangansistem agribisnis lada berdasarkan analisisSWOT diuraikan berikut ini.

KekuatanBeberapa hal yang menjadi kekuatan dalamagribisnis lada adalah:1. Tersedianya lahan yang sangat luas

untuk ditanami lada, baik lahan yangsesuai maupun sangat sesuai (Wahiddan Las 1985).

2. Tersedianya berbagai paket teknologi,mulai dari teknologi pembibitan, budidaya sampai dengan teknologi pasca-panen. Berbagai teknologi tersebuttelah disosialisasikan kepada petani.

3. Biaya produksi atau biaya usaha tanilada Indonesia lebih rendah dibanding

Page 4: Sistem Agribisnis Lada Dan Strategi Pengembangannya

Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007 79

negara pesaing, dan masih mempunyaikeunggulan komparatif dan kompetitif.

4. Terbukanya peluang untuk melakukandiversifikasi produk (lada putih, ladahitam, lada hijau, lada bubuk danminyak oleoresin lada), apabila produkutama harganya jatuh.

KelemahanBeberapa kelemahan dalam agribisnis ladaadalah:1. Produktivitas rata-rata nasional masih

rendah, sekitar 823 kg/ha (DirektoratJenderal Bina Produksi Perkebunan2006), karena belum semua petanimenggunakan bibit dan teknologi budidaya anjuran.

2. Proses pengolahan produk kuranghigienis.

3. Peran kelembagaan tani (APLI, KUD,kelompok tani) masih lemah, sertaperan kelembagaan pemasaran (pe-dagang, eksportir yang terhimpundalam AELI) belum berpihak kepadapetani.

4. Tingginya harga sarana produksi(pupuk, pestisida) dan kurangnya pra-sarana jalan, sehingga harga saranaproduksi menjadi tinggi dan harga jualproduk kurang bersaing.

PeluangPeluang pasar lada Indonesia saat inimasih cukup cerah karena:1. Produksi lada Indonesia tahun 2003−

2005 menduduki urutan kedua setelahVietnam, sehingga mempunyai posisitawar (bargaining position) cukupkuat.

2. Pangsa ekspor lada Indonesia ter-hadap dunia masih rendah (19,80%),

sehingga masih terbuka peluang untukmeningkatkan pangsa ekspor.

3. Luas areal dan produksi lada Indonesiaselama tahun 2000−2005 cenderungmeningkat.

4. Peran lada sebagai penghasil devisanegara dari subsektor perkebunanmenduduki peringkat keempat setelahminyak sawit, karet, dan kopi.

AncamanAncaman dalam agribisnis lada adalahmunculnya pesaing baru yaitu Vietnamdengan produksi dan ekspor lada yangmenduduki peringkat pertama dunia.

Alternatif Strategi

Strategi S-O (strength andopportunity)1. Mengembangkan areal tanam lada ke

daerah-daerah yang sesuai denganmenggunakan paket teknologi reko-mendasi, dengan pertimbangan masihmempunyai keunggulan komparatifdan kompetitif serta sebagai penyum-bang devisa negara terbesar keempatsubsektor perkebunan.

2. Meningkatkan peluang pasar ladaterutama pasar ekspor, karena pangsaekspor lada Indonesia masih rendah(19,80%) dan posisi produksi ladaIndonesia menduduki peringkat duadunia.

Strategi W-O (weakness andopportunity)1. Mengoptimalkan dan memanfaatkan

sarana dan prasarana serta teknologianjuran untuk meningkatkan produk-tivitas dan mutu.

2. Memfungsikan dan menumbuhkem-bangkan kelembagaan-kelembagaanyang berpihak kepada petani, mulaidari tingkat petani sampai tingkateksportir

Strategi S-T (strength andthreat)1. Memprioritaskan pengembangan lada

pada wilayah-wilayah yang sesuai danpotensial dengan teknologi anjuranuntuk mencapai produktivitas optimal.

2. Mendukung peluang diversifikasiproduk untuk memperoleh nilaitambah.

Strategi W-T (weakness andthreat)1. Berkoordinasi dengan pihak-pihak

terkait, seperti Dinas Perkebunan danDinas Perindustrian untuk lebih meng-giatkan sosialisasi penggunaan tekno-logi rekomendasi agar produktivitaslada dapat ditingkatkan.

2. Melaksanakan sosialisasi sistem mana-jemen mutu lada agar lada Indonesialebih diminati oleh pembeli di luarnegeri.

ALTERNATIF KEBIJAKAN

Pembangunan sistem agribisnis merupa-kan salah satu landasan dalam pengem-bangan ekonomi Indonesia. Pembangun-an pertanian yang di dalamnya mencakuppengembangan sistem agribisnis, mulaidari subsistem agribisnis hulu sampai hilirserta subsistem penunjang, harus salingterkait. Kelemahan pada subsistemagribisnis hulu, seperti benih dan saranaproduksi, akan berdampak terhadap

Tabel 1. Ekspor negara penghasil lada (ton) selama tahun 2002−−−−−2004.

Negara2002 2003 2004

Lada hitam Lada putih Jumlah Lada hitam Lada putih Jumlah Lada hitam Lada putih Jumlah

Anggota IPCBrazil 35.531 2.000 37.531 35.730 2.000 37.730 35.000 5.000 40.000India 24.675 239 24.914 17.475 312 17.787 24.500 300 24.800Indonesia 21.020 42.190 63.210 32.500 20.000 52.500 21.000 11.000 32.000Malaysia 20.453 2.189 22.642 14.696 4.652 19.348 13.400 3.500 16.900

Nonanggota IPCVietnam 78.155 - 78.155 70.100 4.500 74.600 77.500 7.500 85.000

Sumber: International Pepper Community (2004).

Page 5: Sistem Agribisnis Lada Dan Strategi Pengembangannya

80 Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007

produksi; kelemahan di sektor hilirmenyebabkan ketidakmampuan untukmemperoleh nilai tambah dan produkrentan terhadap fluktuasi harga (Saragih2001). Oleh karena itu, strategi pem-bangunan agribisnis lada harus didasarkanpada sistem mekanisme pasar terkendali.Pemerintah berperan sebagai pengawasagar setiap pelaku agribisnis lada dapatberperan optimal dengan meniadakandistorsi-distorsi yang muncul.

Melihat kondisi agribisnis ladaIndonesia serta masalah-masalah yangdihadapi maka strategi untuk memper-baikinya adalah dengan melakukanreorientasi usaha tani lada, penerapanteknologi anjuran, peningkatan efisiensidan daya saing, serta integrasi setiapsubsistem agrbisnis lada.

Alternatif strategi atau kebijakanpengembangan sistem agribisnis ladameliputi:1. Mengembangkan lada melalui per-

luasan areal pada lahan yang sesuaidengan menggunakan teknologirekomendasi.

2. Mempertinggi daya saing lada melaluipeningkatan produktivitas, mutu hasil,dan diversifikasi produk.

3. Meningkatkan peran kelembagaanmulai dari kelembagaan di tingkatpetani sampai kelembagaan pemasaranhasil agar berpihak kepada petani.

Untuk membenahi sistem agribisnislada, disarankan beberapa hal sebagaiberikut:1. Sarana produksi yang dibutuhkan

hendaknya tersedia sedekat mungkindengan petani, dengan harga yang

wajar serta dalam jumlah, jenis danwaktu yang tepat. Diperlukan ke-mudahan, koordinasi dan kontrol yangbaik agar semua instansi yang terkaitdapat berperan secara nyata, termasukpenyediaan informasi tentang kebu-tuhan pasar.

2. Teknologi budi daya anjuran (meng-gunakan tegakan hidup), yaitu budidaya lada yang efisien, ramah ling-kungan dan berkelanjutan, perlu di-sosialisasikan melalui buku petunjukpraktis, radio, televisi, penyuluhandisertai dengan kebun percontohan(visitor plot) untuk mempercepattransfer teknologi. Integrasi usaha tanilada dengan tanaman semusim danternak (termasuk hijauan pakan ternak)perlu didorong untuk mengurangirisiko ketidakpastian pendapatan.

3. Teknologi pengolahan hasil yang di-anjurkan perlu segera diterapkandisertai diversifikasi produk-produksetengah jadi dan produk siap pakaiuntuk meraih nilai tambah. Pengolahanlada hitam dan lada putih harus higienisagar mampu bersaing di pasar bebas.Pelatihan-pelatihan untuk meningkat-kan keterampilan dan informasi pasardibutuhkan agar produk yang dihasil-kan tidak mengalami permasalahandalam pemasaran (Zaubin 2003).

4. Perlu ada kesamaan visi dari lembaga-lembaga yang terlibat dalam agribisnislada sehingga ada keterkaitan antaralembaga-lembaga di sektor hulu de-ngan di sektor hilir. Kerja sama yangsinergis antara petani (APLI) denganpengusaha (AELI) dan Pemda se-

bagai fasilitator dalam penjualan ladasangat diperlukan.

5. Perdagangan lada di pasar internasio-nal hendaknya dikendalikan. Semuanegara-negara penghasil lada di-upayakan bergabung dalam IPC, agarperdagangan di pasar internasionaldapat terkendali melalui penetapanharga ekspor terendah.

6. Perlu sikap yang tegas dari IPC ter-hadap negara-negara penghasil ladabukan anggota IPC yang mengacau-kan perdagangan lada di tingkat inter-nasional, misalnya tidak diperkenan-kan mengikuti kegiatan yang diseleng-garakan oleh IPC serta menutup aksesinformasi tentang perladaan.

7. AELI perlu menjajaki kemungkinanekspor lada ke negara-negara konsu-men baru seperti Afrika Selatan, ArabSaudi, Mesir, dan Yunani.

KESIMPULAN

Agar Indonesia masih merupakan salahsatu negara penghasil utama lada, strategi-nya adalah mengembangkan lada padalahan yang sesuai, serta menerapkanteknologi rekomendasi dan efisiensi biayaproduksi. Daya saing lada Indonesia dipasar internasional dapat ditingkatkanmelalui peningkatan produktivitas, mutuhasil dan diversifikasi produk bila produkutama harganya jatuh. Peran kelembagaanmulai dari kelembagaan di tingkat petani(KUD, APLI, kelompok tani) sampaidengan kelembagaan pemasaran (AELI,IPC) perlu pula ditingkatkan.

DAFT AR PUST AKA

Asosiasi Eksportir Lada Indonesia. 2004. Indo-nesian Country Paper for the 35th PepperExporters Meeting, Yogyakarta, Indonesia,27 September 2004, International PepperCommunity, Jakarta.

Bunasor. 1990. Jaringan Kerja Sama AntarSubsistem dalam Pengembangan SistemAgribisnis Hortikultura. Makalah pada Latih-an Metodologi dan Manajemen Penelitiandan Pengembangan Pola Usaha Tani Horti-kultura. 20 hlm.

Dhalimi, A., M. Syakir, dan A. Wahyudi. 1996.Pola tanam lada. Monograf Tanaman Lada.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,Bogor. hlm. 76−79.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.2002. Statistik Perkebunan Indonesia. Lada.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebun-an, Jakarta. hlm. 11−31.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.2003. Statistik Perkebunan Indonesia. Lada.Direktorat Jenderal Bina Produksi Per-kebunan, Jakarta. 28 hlm.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.2006. Statistik Perkebunan Indonesia. Lada.Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebun-an, Jakarta. 34 hlm.

International Pepper Community. 2004. Reportof 35th Pepper Exporters Meeting, Yogya-karta, Indonesia, 27 September 2004, 4 pp.IPC, Jakarta.

International Pepper Community. 2005. PepperStatistic Year Book 2002. IPC, Jakarta. p.21−34.

Kemala, S. 1996. Prospek dan pengusahaan lada.Monograf Tanaman Lada. Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm.12−17.

Mahmud, Z., S. Kemala, S. Damanik, dan Y.Ferry. 2003. Profil komoditas lada. PusatPenelitian dan Pengembangan Perkebunan,Bogor. hlm. 222−225.

Manohara, D. dan R. Kasim. 1996. Penyakitbusuk pangkal batang dan pengendaliannya.Monograf Tanaman Lada. Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm.115−129.

Manohara, D., R. Noveriza, dan Sutrasman.1997. Penelitian penyakit busuk pangkalbatang tanaman lada dan pengendaliannyasecara hayati. Laporan Tahunan. Pusat

Page 6: Sistem Agribisnis Lada Dan Strategi Pengembangannya

Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007 81

Penelitian dan Pengembangan TanamanIndustri, Bogor.

Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT. TeknikMembedah Kasus Bisnis. PT GramediaPustaka Utama, Jakarta. 188 hlm.

Risfaheri and T. Hidayat. 1993. Effect oftreatment prior to sun drying on blackpepper quality. Journal of Spices andMedicinal Crops II(I): 36−40.

Saragih, B. 2001. Agribisnis. Paradigma BaruPembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian.PT Loji Grafika Griya Sarana, Jakarta. 243hlm.

Sugiatno, U. 2003. Pembinaan dan pengembang-an lada di Provinsi Lampung. Dinas Perkebun-

an Provinsi Lampung, Bandar Lampung. 10hlm.

Wahid, P. dan I. Las. 1985. Peta kesesuaian lahandan iklim tanaman lada. Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat, Bogor. 8 hlm.

Wahid, P. dan U. Suparman. 1986. Teknik budidaya untuk meningkatkan produktivitastanaman lada. Edisi Khusus PenelitianTanaman Rempah dan Obat II(1): 1−11.

Winarno, F.G. 2001. Rempah-rempah danindustri pangan. Prosiding SimposiumRempah Indonesia (MaRl), Jakarta, 13−14September 2001. Kerja Sama MaRl-PusatPenelitian Perkebunan. hlm. 17−24.

Yuhono, J.T. 2005. Penentuan harga pokok pem-bibitan lada. Warta Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Industri 10(1): 29−31.

Zaubin, R., A. Wahyudi, dan J.T. Yuhono. 2001.Profil usaha tani lada dan pengembangan-nya. Prosiding Rempah Indonesia (MaRl),Jakarta, 13−14 September 2001. Kerja SamaMaRl dengan Pusat Penelitian Perkebunan.hlm. 159−176.

Zaubin, R. 2003. Strategi pemeliharaan kebunlada menghadapi fluktuasi harga. WartaPenelitian dan Pengembangan Pertanian25(6): 14−17.