Sindroma Nefrotik

18
SINDROMA NEFROTIK I. PENDAHULUAN Sindrom nefrotik (SN) adalah salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis (GN). Sindrom nefrotik berupa suatu kompleks klinis yang mencakup: (1) proteinuria masif, dengan pengeluaran protein di dalam urine 3,5 gram atau lebih per hari; (2) hipoalbuminemia, dengan kadar albumin plasma kurang dari 3 gr/dl; (3) edema generalisata, yaitu gambaran klinis yang paling mencolok; serta (4) hiperlipidemia dan lipiduria. 1,2 Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang.1 Pada SN umumnya fungsi ginjal normal, kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.1 II. EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, dilaporkan tingkat kejadian sindrom nefrotik adalah 2-7 kasus per 100.000 anak dengan usia

description

Referat Sindrom Nefrotik

Transcript of Sindroma Nefrotik

Page 1: Sindroma Nefrotik

SINDROMA NEFROTIK

I. PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis

(GN). Sindrom nefrotik berupa suatu kompleks klinis yang mencakup: (1) proteinuria

masif, dengan pengeluaran protein di dalam urine 3,5 gram atau lebih per hari; (2)

hipoalbuminemia, dengan kadar albumin plasma kurang dari 3 gr/dl; (3) edema

generalisata, yaitu gambaran klinis yang paling mencolok; serta (4) hiperlipidemia dan

lipiduria. 1,2

Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala

tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN

berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga

berkurang.1

Pada SN umumnya fungsi ginjal normal, kecuali sebagian kasus yang berkembang

menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Beberapa episode SN dapat sembuh sendiri

dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat

berkembang menjadi kronik.1

II. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, dilaporkan tingkat kejadian sindrom nefrotik adalah 2-7

kasus per 100.000 anak dengan usia kurang dari 16 tahun. Tingkat prevalensi kumulatif

adalah sekitar 16 kasus per 100.000 individu. Sebuah penelitian dari New Zealand

menemukan kejadian sindrom nefrotik menjadi hampir 20 kasus per 1 juta anak dengan

usia kurang dari 15 tahun. Anak dari bangsa kulit hitam dan Hispanik memiliki

peningkatan resiko sindrom nefrotik resisten steroid GSF (Glomerulosklerosis Fokal).

Anak dari bangsa Asia (India, Jepang, Asia Selatan) juga memiliki resiko berupa 6 kali

peningakatan sindrom nefrotik idiopatik dibanding anak dari bangsa Eropa. 3

Page 2: Sindroma Nefrotik

Pada anak dengan usia kurang dari 8 tahun, perbandingan laki-laki dan

perempuan bervariasi dari 2:1 hingga 3:2 pada beberapa penelitian. Sindrom nefrotik

lebih banyak terjadi pada anak usia antara 2 dan 6 tahun. Anak dengan GNLM

(Glomerulonekrosis lesi minimal) sebanyak 70% berumur kurang dari 5 tahun. Pada

tahun-tahun pertama kehidupan, bentuk genetik dari sindrom nefrotik idiopatik dan

sindrom nefrotik sekunder disebabkan predominasi infeksi kongenital. Beberapa

penelitian mengungkapkan adanya perubahan histologi dari sindrom nefrotik idiopatik

selama beberapa dekade, walaupun tingkat kejadiannya masih stabil. Frekuensi GSF

(Glomerulosklerosis fokal) meningkat hingga dua kali lipat pada dekade terakhir. 3,4

III. ETIOLOGI

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder

akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat

atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.1

Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik 1

Glomerulonefritis primer (penyebab paling sering)

GN lesi minimal (GNLM)Glomerulosklerosis fokal (GSF)GN membranosa (GNMN)GN membranoproliferatif (GNMP)GN proliferatif lain

Glomerulonefritis sekunder akibat:

Infeksi HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skistosoma, tuberkulosis, lepra

Keganasan Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal

Penyakit jaringan penghubung Lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)

Efek obat dan toksin Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin

Lain-lain Diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter, atau

Page 3: Sindroma Nefrotik

sengatan lebah

Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.

Secara garis besar, sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis: sindrom

nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis proliferatif (mesangial proliferation), dan

glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit

berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata in, ketiga gangguan ini

mewakili suatu spektrum dari suatu penyakit tunggal.4

IV. PATOLOGI

Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM/GNLM)

Terjadi pada 85% dari kasus sindrom nefrotik anak. Glomerulus terlihat normal atau

memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial dan matriksnya. Penemuan

pada mikroskop immunofluoresence biasanya negatif, dan mikroskop elektron hanya

memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada glomerulus. Lebih

dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi kortikosteroid.4

Glomerulonefritis proliferatif (Mesangial Proliferation/GNMP)

Terjadi pada 5% dari total kasus SN, ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial

yang difus dan matriks pada pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop

immunofluoresence dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA.

Mikroskop elektron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks diikuti

dengan hilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi histologis ini berespon

dengan terapi kortikosteroid.4

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSF)

Terjadi pada 10% dari kasus SN, glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan

jaringan parut segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop

immunoflluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami

sklerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, dapat dilihat jaringan parut

segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler

glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada infeksi HIC, refluks vesikoureteral, dan

penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan GSF yang berespon dengan

Page 4: Sindroma Nefrotik

terapi prednison. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat melibatkan

semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal

disease) pada kebanyakan pasien.4

V. PATOGENESIS

Proses awal terjadinya sindrom nefrotik adalah kerusakan dinding kapiler

glomerulus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma.

Kerusakan ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Pada keadaan normal, dinding

kapiler glomerulus, beserta endotel, GBM (Glomerulobasal membrane), dan sel epitelnya

berfungsi sebagai sawar yang harus dilalui oleh filtrat glomerulus.2

Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel endotel yang mengandung banyak lubang

yang disebut fenestra. Membran basalis membentuk satu lapisan yang berkesinambungan

antara sel endotel dan sel epitel di bagian luar. Membran basalis terdiri dari tiga lapisan

yaitu lamina rara interna, lamina densa, dan lamina rara eksterna. Sel epitel viseralis

kapsula Bowman menutupi kapiler dan membentuk tonjolan sitoplasma yang disebut foot

process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Di antara tonjolan tersebut

terdapat celah filtrasi yang disebut slit pore dan ditutupi oleh suatu membran yaitu slit

diafragma. Pada glomerulus, sawar filtrasi glomerulus terdiri dari fenestra endotelium,

membran basalis glomerulus, dan sel epitel viseralis. Membran basalis glomerulus

merupakan jaringan yang terdiri dari kolagen tipe IV, laminin, nidogen, dan proteoglikan.

Membran basalis ini berfungsi sebagai sawar size- and charge selective (sawar muatan dan

ukuran). Slit diafragma yang terdapat di antara foot process epitel turut berperan dalam

sawar size-selective.Molekul utama yang menentukan anionic site yang merupakan size-

and charge selective pada glomerulus adalah proteoglikan heparan sulfat membran basalis

terutama lamina rara eksterna, serta sialoglikolipid dan sialoglikoprotein pada sel endotel

dan permukaan sel podosit epitel viseralis. Selain heparan sulfat, terdapat juga kelompok

anionik lain seperti residu karboksil yang merupakan glikoprotein membran basalis

glomerulus, dan glikoprotein kondroitin sulfat.5

Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan pengeluaran heparan sulfat dan

kondroitin sulfat urin. Pengeluaran proteoglikan heparan sulfat dalam urin ini akan

menyebabkan penurunan muatan anionik dan hilangnya sawar elektrostatik

Page 5: Sindroma Nefrotik

yangmengakibatkan peningkatan permeabilitas membran basalis glomerulus dan

menimbulkan proteinuria. Proteinuria akan menyebabkan hipoalbuminemia dan

selanjutnya terjadi edema, hiperkolesterolemia, dan manifestasi lain sindrom

nefrotik.Vermylen dkk. (1989) melaporkan penurunan heparan sulfat pada membran

basalis glomerulus sindrom nefrotik jenis sklerosis mesangial difus dan peningkatan

ekskresi heparan sulfat dalam urin pasien SNI lebih berat dibandingkan pengeluaran

kondroitin sulfat. Nephrin diproduksi sel epitel dan berperan dalam perkembangan atau

terpeliharanya sawar filtrasi glomerulus. Nephrin merupakan protein transmembran

superfamili imunoglobulin yang mempunyai berat molekul 135 kD. Bagian ekstraselular

ephrin mengandung 8 domain immunoglobulin-like dan 1 domain fibronectin tipe III like

module. Bagian ini diikuti oleh 1 domain transmembran tunggal dan 1 cytosolic C-

terminal. Protein ini dapat berinteraksi dengan protein membran atau dengan komponen

membran basalis glomerulus. Kelainan pada interaksi ini dapat menyebabkan disintegrasi

sawar filtrasi.5

Setiap peningkatan permeabilitas akibat perubahan struktur atau fisiokimia

memungkinkan protein lolos dari plasma ke dalam filtrat glomerulus, hal ini

memungkinkan terjadinya proteinuria masif. Pada proteinuria yang berlangsung lama

atau berat, albumin serum cenderung menurun sehingga terjadi hipoalbuminemia dan

terbaliknya rasio albumin-globulin. Edema generalisata yang terjadi pada sindrom

nefrotik disebabkan penurunan tekanan osmotik karena hipoalbuminemia dan retensi

primer garam dan air oleh ginjal. Karena cairan keluar dari pembuluh darah dan masuk ke

dalam jaringan, volume plasma menurun sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Sekresi

kompensatorik aldosteron, bersama dengan penurunan GFR (Glomerulofiltration rate)

dan penurunan sekresi peptida natriuretik, mendorong retensi garam dan air oleh ginjal

sehingga edema menjadi semakin parah. Dengan berulangnya kejadian ini, dapat terjadi

penimbunan cairan dalam jumlah yang sangat besar (disebut anasarka). Hiperlipidemia

dapat pula terjadi namun penyebabnya masih belum jelas. Diperkirakan hipoalbuminemia

memacu peningkatan sintesis lipoprotein dalam hati. Selain itu, juga terdapat kelainan

transpor partikel lemak dalam darah dan gangguan penguraian lipoprotein di jaringan

perifer. Lipidemia mencerminkan peningkatan permeabilitas GBM (Glomerulobasal

membrane) terhadap lipoprotein.2

Page 6: Sindroma Nefrotik

VI. GEJALA KLINIS

Gejala klinik yang dapat ditemukan pada penderita sindrom nefrotik meliputi: 2

Proteinuria masif, dengan pengeluaran protein di dalam urine 3,5 gram atau lebih

per hari

Hipoalbuminemia, dengan kadar albumin plasma kurang dari 3 gr/dl

Edema generalisata

Hiperlipidemia

Lipiduria

Proteinuria

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran

molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif terjadi apabila protein yang

keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan proteinuria non-selektif

apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Pada SN

yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif.1

Hipoalbuminemia

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati,

dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN, hipoalbuminemia disebabkan proteinuria

masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan

onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin, namun pada kasus

SN hal ini tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia

dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorpsi dan katabolisme albumin oleh tubulus

proksimal.1

Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori

underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema

pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga

cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat

penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia,

Page 7: Sindroma Nefrotik

dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air.

Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan

mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.

Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi

edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi

natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien

SN. 1

Hiperlipidemi

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),

trigliserida meningkat, sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat,

normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan

penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron

dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid

distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. 7

Lipiduri

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini

berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel.7

VII. DIAGNOSIS

Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,  perut,

tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain

juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.6

Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di

sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai

gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari.

Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan

Page 8: Sindroma Nefrotik

edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan

hematuria jarang ditemukan.4

Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua

kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang 

ditemukan hipertensi.6

Pemeriksaan Penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai

hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),

hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin

terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya  normal kecuali ada penurunan fungsi

ginjal.6

VIII. DIAGNOSA BANDING

Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit

jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. 4

IX. PENATALAKSANAAN

Pengobatan sindrom nefrotik terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan pada

penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol

edema, dan mengobati komplikasi. 1

 International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk

memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis

maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan

sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4

minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan. 6

A.     Sindrom nefrotik serangan pertama

1.      Perbaiki keadaan umum penderita :

Page 9: Sindroma Nefrotik

a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian

gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan

fungsi ginjal.

b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau

albumin konsentrat.

c. Berantas infeksi.

d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

e.  Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.

Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada

hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

2.      Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi

spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau

kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu

waktu  14 hari.

B.     Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

1.     Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse

ditegakkan

2.     Perbaiki keadaan umum penderita.

a.      Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali

dalam masa 12 bulan.

1.     Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,

diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,

prednison dihentikan.

b.     Sindrom nefrotik kambuh sering

Page 10: Sindroma Nefrotik

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali

dalam masa 12 bulan.

1.     Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,

diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis

prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,

kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama

1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison

dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3

mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid

dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien

tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat

indikasi kontra steroid,  atau untuk biopsi ginjal.

Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi resiko

komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1 gr/kgBB/hari dapat

mengurangi proteinuria. 1

Diuretik disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol

edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid,

metalazon, dan atau asetazolamid. Untuk menurunkan tekanan darah dapat digunakan

obat penghambat enzim konversi angiotensin dan antagonis reseptor angiotensin II. 1

Pemberian antikoagulan jangka panjang dapat memberi keuntungan menurunkan

resiko tromboemboli walaupun masih kontroversial. Obat penurun lemak golongan statin

seperti simvastatin, pravastatin, dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL,

trigliserid, dan meningkatkan kolesterol HDL. 1

X. KOMPLIKASI

Komplikasi sindrom nefrotik (SN) yang dapat terjadi berupa:1

Page 11: Sindroma Nefrotik

Keseimbanan nitrogen menjadi negatif

Hiperkoagulasi

Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan koagulasi

intravaskular. Pada SN akibat GNMN, kecenderungan terjadinya trombosis vena renalis

cukup tinggi sedangkan SN pada GNLM dan GNMP frekuensinya kecil. Emboli paru dan

trombosis vena dalam sering dijumpai pada SN. Kelainan disebabkan perubahan tingkat

dan aktivitas berbagai faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme

hiperkoagulasi pada SN cukup kompleks meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi

trombosit, dan penurunan fibrinolisis. Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan

peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urin.

Infeksi

Komplikasi ini terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan gangguan sistem

komplemen. Penurunan IgG, IgA, dan gammaglobulin sering ditemukan karena sintesis

menurun, katabolisme meningkat, atau banyak yang terbuang memalui urin.

Gangguan fungsi ginjal

Terdapat potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui berbagai mekanisme.

Komplikasi lain pada sindrom nefrotik

XI. PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 6

1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons

yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya

akan relapse berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan

steroid.

XII. KESIMPULAN

Page 12: Sindroma Nefrotik