Sindroma Nefrotik
-
Upload
devylianto -
Category
Documents
-
view
100 -
download
3
description
Transcript of Sindroma Nefrotik
SINDROMA NEFROTIK
I. PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) adalah salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis
(GN). Sindrom nefrotik berupa suatu kompleks klinis yang mencakup: (1) proteinuria
masif, dengan pengeluaran protein di dalam urine 3,5 gram atau lebih per hari; (2)
hipoalbuminemia, dengan kadar albumin plasma kurang dari 3 gr/dl; (3) edema
generalisata, yaitu gambaran klinis yang paling mencolok; serta (4) hiperlipidemia dan
lipiduria. 1,2
Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala
tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN
berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga
berkurang.1
Pada SN umumnya fungsi ginjal normal, kecuali sebagian kasus yang berkembang
menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Beberapa episode SN dapat sembuh sendiri
dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain dapat
berkembang menjadi kronik.1
II. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, dilaporkan tingkat kejadian sindrom nefrotik adalah 2-7
kasus per 100.000 anak dengan usia kurang dari 16 tahun. Tingkat prevalensi kumulatif
adalah sekitar 16 kasus per 100.000 individu. Sebuah penelitian dari New Zealand
menemukan kejadian sindrom nefrotik menjadi hampir 20 kasus per 1 juta anak dengan
usia kurang dari 15 tahun. Anak dari bangsa kulit hitam dan Hispanik memiliki
peningkatan resiko sindrom nefrotik resisten steroid GSF (Glomerulosklerosis Fokal).
Anak dari bangsa Asia (India, Jepang, Asia Selatan) juga memiliki resiko berupa 6 kali
peningakatan sindrom nefrotik idiopatik dibanding anak dari bangsa Eropa. 3
Pada anak dengan usia kurang dari 8 tahun, perbandingan laki-laki dan
perempuan bervariasi dari 2:1 hingga 3:2 pada beberapa penelitian. Sindrom nefrotik
lebih banyak terjadi pada anak usia antara 2 dan 6 tahun. Anak dengan GNLM
(Glomerulonekrosis lesi minimal) sebanyak 70% berumur kurang dari 5 tahun. Pada
tahun-tahun pertama kehidupan, bentuk genetik dari sindrom nefrotik idiopatik dan
sindrom nefrotik sekunder disebabkan predominasi infeksi kongenital. Beberapa
penelitian mengungkapkan adanya perubahan histologi dari sindrom nefrotik idiopatik
selama beberapa dekade, walaupun tingkat kejadiannya masih stabil. Frekuensi GSF
(Glomerulosklerosis fokal) meningkat hingga dua kali lipat pada dekade terakhir. 3,4
III. ETIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat
atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.1
Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik 1
Glomerulonefritis primer (penyebab paling sering)
GN lesi minimal (GNLM)Glomerulosklerosis fokal (GSF)GN membranosa (GNMN)GN membranoproliferatif (GNMP)GN proliferatif lain
Glomerulonefritis sekunder akibat:
Infeksi HIV, hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skistosoma, tuberkulosis, lepra
Keganasan Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal
Penyakit jaringan penghubung Lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, MCTD (mixed connective tissue disease)
Efek obat dan toksin Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin
Lain-lain Diabetes melitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesikoureter, atau
sengatan lebah
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Secara garis besar, sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis: sindrom
nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis proliferatif (mesangial proliferation), dan
glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit
berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata in, ketiga gangguan ini
mewakili suatu spektrum dari suatu penyakit tunggal.4
IV. PATOLOGI
Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM/GNLM)
Terjadi pada 85% dari kasus sindrom nefrotik anak. Glomerulus terlihat normal atau
memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial dan matriksnya. Penemuan
pada mikroskop immunofluoresence biasanya negatif, dan mikroskop elektron hanya
memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada glomerulus. Lebih
dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi kortikosteroid.4
Glomerulonefritis proliferatif (Mesangial Proliferation/GNMP)
Terjadi pada 5% dari total kasus SN, ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial
yang difus dan matriks pada pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop
immunofluoresence dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA.
Mikroskop elektron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks diikuti
dengan hilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi histologis ini berespon
dengan terapi kortikosteroid.4
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSF)
Terjadi pada 10% dari kasus SN, glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan
jaringan parut segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop
immunoflluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami
sklerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, dapat dilihat jaringan parut
segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler
glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada infeksi HIC, refluks vesikoureteral, dan
penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien dengan GSF yang berespon dengan
terapi prednison. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat melibatkan
semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal
disease) pada kebanyakan pasien.4
V. PATOGENESIS
Proses awal terjadinya sindrom nefrotik adalah kerusakan dinding kapiler
glomerulus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma.
Kerusakan ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Pada keadaan normal, dinding
kapiler glomerulus, beserta endotel, GBM (Glomerulobasal membrane), dan sel epitelnya
berfungsi sebagai sawar yang harus dilalui oleh filtrat glomerulus.2
Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel endotel yang mengandung banyak lubang
yang disebut fenestra. Membran basalis membentuk satu lapisan yang berkesinambungan
antara sel endotel dan sel epitel di bagian luar. Membran basalis terdiri dari tiga lapisan
yaitu lamina rara interna, lamina densa, dan lamina rara eksterna. Sel epitel viseralis
kapsula Bowman menutupi kapiler dan membentuk tonjolan sitoplasma yang disebut foot
process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Di antara tonjolan tersebut
terdapat celah filtrasi yang disebut slit pore dan ditutupi oleh suatu membran yaitu slit
diafragma. Pada glomerulus, sawar filtrasi glomerulus terdiri dari fenestra endotelium,
membran basalis glomerulus, dan sel epitel viseralis. Membran basalis glomerulus
merupakan jaringan yang terdiri dari kolagen tipe IV, laminin, nidogen, dan proteoglikan.
Membran basalis ini berfungsi sebagai sawar size- and charge selective (sawar muatan dan
ukuran). Slit diafragma yang terdapat di antara foot process epitel turut berperan dalam
sawar size-selective.Molekul utama yang menentukan anionic site yang merupakan size-
and charge selective pada glomerulus adalah proteoglikan heparan sulfat membran basalis
terutama lamina rara eksterna, serta sialoglikolipid dan sialoglikoprotein pada sel endotel
dan permukaan sel podosit epitel viseralis. Selain heparan sulfat, terdapat juga kelompok
anionik lain seperti residu karboksil yang merupakan glikoprotein membran basalis
glomerulus, dan glikoprotein kondroitin sulfat.5
Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan pengeluaran heparan sulfat dan
kondroitin sulfat urin. Pengeluaran proteoglikan heparan sulfat dalam urin ini akan
menyebabkan penurunan muatan anionik dan hilangnya sawar elektrostatik
yangmengakibatkan peningkatan permeabilitas membran basalis glomerulus dan
menimbulkan proteinuria. Proteinuria akan menyebabkan hipoalbuminemia dan
selanjutnya terjadi edema, hiperkolesterolemia, dan manifestasi lain sindrom
nefrotik.Vermylen dkk. (1989) melaporkan penurunan heparan sulfat pada membran
basalis glomerulus sindrom nefrotik jenis sklerosis mesangial difus dan peningkatan
ekskresi heparan sulfat dalam urin pasien SNI lebih berat dibandingkan pengeluaran
kondroitin sulfat. Nephrin diproduksi sel epitel dan berperan dalam perkembangan atau
terpeliharanya sawar filtrasi glomerulus. Nephrin merupakan protein transmembran
superfamili imunoglobulin yang mempunyai berat molekul 135 kD. Bagian ekstraselular
ephrin mengandung 8 domain immunoglobulin-like dan 1 domain fibronectin tipe III like
module. Bagian ini diikuti oleh 1 domain transmembran tunggal dan 1 cytosolic C-
terminal. Protein ini dapat berinteraksi dengan protein membran atau dengan komponen
membran basalis glomerulus. Kelainan pada interaksi ini dapat menyebabkan disintegrasi
sawar filtrasi.5
Setiap peningkatan permeabilitas akibat perubahan struktur atau fisiokimia
memungkinkan protein lolos dari plasma ke dalam filtrat glomerulus, hal ini
memungkinkan terjadinya proteinuria masif. Pada proteinuria yang berlangsung lama
atau berat, albumin serum cenderung menurun sehingga terjadi hipoalbuminemia dan
terbaliknya rasio albumin-globulin. Edema generalisata yang terjadi pada sindrom
nefrotik disebabkan penurunan tekanan osmotik karena hipoalbuminemia dan retensi
primer garam dan air oleh ginjal. Karena cairan keluar dari pembuluh darah dan masuk ke
dalam jaringan, volume plasma menurun sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Sekresi
kompensatorik aldosteron, bersama dengan penurunan GFR (Glomerulofiltration rate)
dan penurunan sekresi peptida natriuretik, mendorong retensi garam dan air oleh ginjal
sehingga edema menjadi semakin parah. Dengan berulangnya kejadian ini, dapat terjadi
penimbunan cairan dalam jumlah yang sangat besar (disebut anasarka). Hiperlipidemia
dapat pula terjadi namun penyebabnya masih belum jelas. Diperkirakan hipoalbuminemia
memacu peningkatan sintesis lipoprotein dalam hati. Selain itu, juga terdapat kelainan
transpor partikel lemak dalam darah dan gangguan penguraian lipoprotein di jaringan
perifer. Lipidemia mencerminkan peningkatan permeabilitas GBM (Glomerulobasal
membrane) terhadap lipoprotein.2
VI. GEJALA KLINIS
Gejala klinik yang dapat ditemukan pada penderita sindrom nefrotik meliputi: 2
Proteinuria masif, dengan pengeluaran protein di dalam urine 3,5 gram atau lebih
per hari
Hipoalbuminemia, dengan kadar albumin plasma kurang dari 3 gr/dl
Edema generalisata
Hiperlipidemia
Lipiduria
Proteinuria
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif terjadi apabila protein yang
keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan proteinuria non-selektif
apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Pada SN
yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif.1
Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati,
dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN, hipoalbuminemia disebabkan proteinuria
masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin, namun pada kasus
SN hal ini tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia
dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorpsi dan katabolisme albumin oleh tubulus
proksimal.1
Edema
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema
pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga
cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat
penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia,
dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air.
Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.
Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi
edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi
natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien
SN. 1
Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat, sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat,
normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan
penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron
dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid
distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. 7
Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini
berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel.7
VII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain
juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.6
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di
sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai
gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari.
Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan
edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan
hematuria jarang ditemukan.4
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang
ditemukan hipertensi.6
Pemeriksaan Penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai
hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin
terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi
ginjal.6
VIII. DIAGNOSA BANDING
Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit
jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. 4
IX. PENATALAKSANAAN
Pengobatan sindrom nefrotik terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan pada
penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol
edema, dan mengobati komplikasi. 1
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan
sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4
minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan. 6
A. Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian
gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
c. Berantas infeksi.
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi
spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau
kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu
waktu 14 hari.
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse
ditegakkan
2. Perbaiki keadaan umum penderita.
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
prednison dihentikan.
b. Sindrom nefrotik kambuh sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama
1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien
tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat
indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi resiko
komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0,8-1 gr/kgBB/hari dapat
mengurangi proteinuria. 1
Diuretik disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol
edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid,
metalazon, dan atau asetazolamid. Untuk menurunkan tekanan darah dapat digunakan
obat penghambat enzim konversi angiotensin dan antagonis reseptor angiotensin II. 1
Pemberian antikoagulan jangka panjang dapat memberi keuntungan menurunkan
resiko tromboemboli walaupun masih kontroversial. Obat penurun lemak golongan statin
seperti simvastatin, pravastatin, dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL,
trigliserid, dan meningkatkan kolesterol HDL. 1
X. KOMPLIKASI
Komplikasi sindrom nefrotik (SN) yang dapat terjadi berupa:1
Keseimbanan nitrogen menjadi negatif
Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan koagulasi
intravaskular. Pada SN akibat GNMN, kecenderungan terjadinya trombosis vena renalis
cukup tinggi sedangkan SN pada GNLM dan GNMP frekuensinya kecil. Emboli paru dan
trombosis vena dalam sering dijumpai pada SN. Kelainan disebabkan perubahan tingkat
dan aktivitas berbagai faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme
hiperkoagulasi pada SN cukup kompleks meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi
trombosit, dan penurunan fibrinolisis. Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan
peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urin.
Infeksi
Komplikasi ini terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan gangguan sistem
komplemen. Penurunan IgG, IgA, dan gammaglobulin sering ditemukan karena sintesis
menurun, katabolisme meningkat, atau banyak yang terbuang memalui urin.
Gangguan fungsi ginjal
Terdapat potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui berbagai mekanisme.
Komplikasi lain pada sindrom nefrotik
XI. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 6
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya
akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan
steroid.
XII. KESIMPULAN