SINDROM BRUGADA

10
SINDROM BRUGADA Belum lama ini, Journal of the American College of Cardiology (Vol 41, 2003) memuat sebuah artikel khusus memperingati 10 tahun sindrom Brugada. Sindrom Brugada adalah suatu jenis abnormalitas elektrik jantung bawaan yang secara tragis dapat merenggut nyawa laki-laki usia sekitar 30 saat terlelap tidur. Seperti halnya sindrom QT panjang (Kompas, 10/7/2002), penderita sindrom Brugada sebelumnya sehat-sehat saja bahkan faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner mungkin tidak ditemukan dan struktur jantungnya juga normal. Kelainan ini sebenarnya dapat terdeteksi melalui elektrokardiografi (EKG), yaitu peralatan medis sederhana yang berfungsi merekam irama jantung. Abnomalitas irama jantung sindrom Brugada adalah adanya blok berkas jantung kanan (right bunddle branch block, RBBB) dengan elevasi segmen ST di sandapan jantung kanan yang kadang tidak kentara. Sebelumnya, abnormalitas ini kurang begitu dipedulikan para dokter karena orangnya sehat dan bugar hingga Brugada bersaudara dari Barcelona, yaitu Pedro dan Josep Brugada, tahun 1992 mendeteksi adanya keterkaitan abnormalitas EKG tersebut. Mereka menemukan adanya kematian dan serangan aritmia (gangguan listrik jantung) ganas pada delapan pasien dengan struktur jantung yang normal. Temuan itu menggugah para ahli. Berbagai pengamatan dilakukan hingga mereka sepakat ada suatu entitas klinis baru yang kemudian dinamakan sindrom Brugada tahun 1996 untuk menghargai penemunya. Defek genetik yang bertanggung jawab terhadap disfungsi elektrik jantung pada sindrom ini pertama kali didentifikasi tahun 1998.

Transcript of SINDROM BRUGADA

Page 1: SINDROM BRUGADA

SINDROM BRUGADABelum lama ini, Journal of the American College of Cardiology (Vol 41, 2003)memuat sebuah artikel khusus memperingati 10 tahun sindrom Brugada.

Sindrom Brugada adalah suatu jenis abnormalitas elektrik jantung bawaanyang secara tragis dapat merenggut nyawa laki-laki usia sekitar 30 saatterlelap tidur.

Seperti halnya sindrom QT panjang (Kompas, 10/7/2002), penderita sindromBrugada sebelumnya sehat-sehat saja bahkan faktor-faktor risiko penyakitjantung koroner mungkin tidak ditemukan dan struktur jantungnya juganormal.

Kelainan ini sebenarnya dapat terdeteksi melalui elektrokardiografi (EKG),yaitu peralatan medis sederhana yang berfungsi merekam irama jantung.Abnomalitas irama jantung sindrom Brugada adalah adanya blok berkasjantung kanan (right bunddle branch block, RBBB) dengan elevasi segmenST di sandapan jantung kanan yang kadang tidak kentara.

Sebelumnya, abnormalitas ini kurang begitu dipedulikan para dokter karenaorangnya sehat dan bugar hingga Brugada bersaudara dari Barcelona, yaituPedro dan Josep Brugada, tahun 1992 mendeteksi adanya keterkaitanabnormalitas EKG tersebut. Mereka menemukan adanya kematian danserangan aritmia (gangguan listrik jantung) ganas pada delapan pasiendengan struktur jantung yang normal.

Temuan itu menggugah para ahli. Berbagai pengamatan dilakukan hinggamereka sepakat ada suatu entitas klinis baru yang kemudian dinamakansindrom Brugada tahun 1996 untuk menghargai penemunya.

Defek genetik yang bertanggung jawab terhadap disfungsi elektrik jantungpada sindrom ini pertama kali didentifikasi tahun 1998.

Asia lebih banyak

Tahun ini untuk kedua kali diadakan pertemuan para ahli membahaskemajuan studi terhadap sindrom yang masih menyisakan misteri.

Hal yang belum terjawab adalah mengapa sindrom letal ini lebih banyakterjadi di kawasan Asia Tenggara dan lebih sering menyerang laki-laki

Page 2: SINDROM BRUGADA

ketimbang perempuan (8:1).

Yang juga masih menjadi pertanyaan adalah walaupun sindrom Brugadamungkin saja terdapat pada berbagai lapisan usia, mengapa serangankebanyakan terjadi di puncak kehidupan, yaitu pada usia dewasa muda?

Dalam rentang satu dekade, sindrom ini semakin luas dikenal seiring denganbermunculannya laporan kasus dari berbagai negara di sejumlah jurnalkedokteran. Di Barat angka kejadian sindrom ini diperkirakan 1:10.000,sedangkan di Asia angka kasus ini empat kali lebih banyak.

Di Indonesia, sindrom maut ini dilaporkan pertama kali oleh Dr MuhammadMunawar SpJP tahun 2002, dimuat di Jurnal Kardiologi Indonesia.

Sebenarnya sejak lama para ahli mempertanyakan misteri penyebabkematian mendadak saat tidur (sudden unexplained nocturnal death) yangterjadi terutama pada laki-laki Asia dewasa muda yang sebelumnya sehat-sehat saja.

Literatur medis Filipina melaporkan kejadian yang dikenal sebagaibangungut ini pertama kali tahun 1917. Tiga dekade kemudian tim medis dariHonolulu melaporkan serial 81 kasus kematian orang laki-laki Filipina yangtinggal di Oahu County dengan pola yang serupa.

Misteri kematian ini ternyata juga dikenal di Thailand yang disebut sebagailai tai, dan di Jepang dikenal dengan nama pokkuri, serta di Laos dengansebutan noniaital.

Tahun 1983 Baron dan kawan-kawan melaporkan 51 kematian parapengungsi asal Asia yang berusia relatif muda dan sebelumnya tak adagejala-gejala penyakit apa pun. Hampir semua korban adalah laki-laki(kecuali satu orang wanita) dan keseluruhan kematian terjadi saat merekatertidur. Usia rata-rata korban adalah 33 tahun.

Akhirnya misteri kematian mendadak saat tidur itu mulai terkuak ketikaBrugada bersaudara melaporkan hasil pengamatan mereka di Journal of theAmerican College of Cardiology, 1992.

Sistem elektrik jantung

Page 3: SINDROM BRUGADA

Mekanisme seluler yang mendasari sindrom ini amat kompleks karenaberkait dengan elektrofisiologi jantung yang masih banyak menyimpanmisteri.

Jantung yang berdenyut rata-rata 100.000 kali per hari untuk memompasekitar 200 galon darah memiliki sistem elektrik tersendiri mirip dengansebuah baterai. Sistem konduksi elektrik ini secara khusus menginstruksijantung untuk berdenyut secara teratur dan terkoordinasi.

Impuls elektrik bermula dari sinoatrial node yang terletak di sisi atas serambi(atrium) kanan jantung. Impuls itu kemudian menyebar ke seluruh serambiyang menyebabkan kedua serambi berkontraksi. Selanjutnya setelahmengalami perlambatan sejenak, yaitu di atrioventricle (AV) node impulsbergerak menuju kedua bilik jantung (ventrikel) melalui serat-seratpenghantar khusus yang bercabang ke bilik kanan dan kiri jantung sehinggakedua bilik dapat memompa darah ke seluruh tubuh.

Aktivitas listrik di sel-sel jantung terjadi karena adanya perbedaan potensiallistrik. Muatan listrik di dalam sel lebih negatif dibandingkan dengan di luarsel yang disebabkan karena perbedaan komposisi ion-ion di antaranya, yaitusodium, kalium, kalsium, dan klorida.

Pada membran sel terdapat kanal- kanal protein yang mengatur arus keluarmasuk ion-ion tersebut. Setiap ion memiliki kanal yang spesifik dan terbukapada waktu tertentu. Aktivitas listrik jantung diawali dengan masuknya ionsodium melalui kanal sodium ke dalam sel yang mengubah keseimbanganmuatan listrik di dalam sel sehingga memicu kontraksi jantung.

Sindrom Brugada terjadi bila terdapat defek gen yang menyandi kanalsodium, yaitu gen SCN5A pada kromosom 3. Mutasi pada gen yangditurunkan ini menyebabkan pembukaan kanal ion terjadi lebih cepat danberlangsung lebih lama. Keadaan ini dapat memicu timbulnya suatu aritmiaganas yang disebut fibrilasi ventrikel.

Fibrilasi ventrikel adalah kekacauan aktivitas elektrik di bilik jantung yangmerupakan mesin pompa darah utama. Akibatnya otot-otot jantung berdenyuttidak karuan sehingga darah tak dapat terpompa ke seluruh tubuh termasukotak. Bila situasi ini tak dikoreksi segera dengan alat kejut jantung(defibrilator), maka korban akan cedera otak karena kekurangan oksigen danakhirnya dapat berakibat kematian. Sering kali fibrilasi ventrikel pada sindromini tercetus saat jantung dalam dominasi pengaruh saraf vagal, misalnya saattidur.

Page 4: SINDROM BRUGADA

Diagnosis tak sengaja

Sebagai entitas klinis yang relatif baru, riwayat perjalanan penderita sindrom Brugada masih belum diketahui dengan jelas.

Disebutkan bahwa tingkat kerusakan kanal-kanal sodium inilah yangdianggap menentukan perjalanan penyakit. Artinya, mereka denganpersentase tingkat kerusakan kanal-kanal sodium yang lebih berat, umurmenjadi lebih pendek

Sebagian besar penderita sindrom ini tidak memiliki keluhan sehinggaterdiagnosis tanpa sengaja, yaitu saat check up atau bahkan berobat karenapenyakit lain. Deteksi terjadi setelah perekaman EKG. Sebagian tersaringkarena adanya riwayat keluarga mati mendadak atau sering pingsan yangtak jarang dikira epilepsi.

Yang paling sulit terdiagnosis adalah mereka yang tanpa keluhan danmemiliki gambaran EKG dengan pola Brugada yang kurang jelas ataubahkan normal. Penderita sindrom Brugada yang seperti ini dapat terlacakbila ia memiliki riwayat keluarga berusia muda yang mati mendadak dan iadideteksi dengan stimulasi memakai obat penghambat kanal sodium gunamemperjelas abnormalitas EKG.

Hingga kini belum ditemukan terapi untuk sindrom Brugada yang disertaikeluhan. Obat-obatan antiaritmia seperti amiodarone dan penghambat betatidak terbukti sanggup mencegah serangan fibrilasi ventrikel. Satu-satunyaalternatif adalah menanamkan alat kejut jantung (implantable cardioverterdefibrilator/ICD) untuk untuk memproteksi dari serangan fibrilasi ventrikelyang dapat mematikan itu.

Bagaimana dengan penderita sindrom Brugada yang tidak ada keluhansama sekali? Haruskah pada mereka ditanam ICD yang berharga lebih dari20 ribu dollar AS? Pada mereka ini disarankan pemeriksaan elektrofisiologijantung untuk mengetahui apakah mereka memiliki potensi munculnyaaritmia ganas. Bila memang aritmia dapat tercetus, pemasangan ICDdiperlukan .

Yang lebih penting lagi adalah tidak menyepelekan riwayat keluarga. Bilamemiliki orangtua, anak, atau saudara dengan riwayat pingsan berulang ataubahkan mati mendadak di usia muda, sebaiknya memeriksakan diri untukmencari potensi nahas itu pada diri sendiri sehingga dapat diantisipasi.

Page 5: SINDROM BRUGADA

Dr A Fauzi Yahya Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis IlmuPenyakit Jantung dan Pembuluh Darah FKUI/Pusat Jantung NasionalHarapan Kitahttp://www.mail-archive.com/[email protected]/msg117370.html

ECG pattern in Brugada syndrome. According to a recent consensus document, type 1 ST segment elevation either spontaneously present or induced with Ajmaline/Flecainide test is considered diagnostic. Type 1 and 2 may lead to suspicion but drug challenge is required for diagnosis. The ECGs in the right and left panels are from the same patient before (right panel, type 1) and after (left panel, type 1) endovenous administration of 1 mg/kg of Ajmaline during 10 minutes.

From Wikipedia, the free encyclopedia

Brugada syndrome

Classification and external resources

(A) Normal electrocardiogram pattern in the precordial leads V1-3, (B) changes in Brugada

syndrome (type B)

ICD-10 I42.8

ICD-9 746.89

OMIM 601144

DiseasesDB 31999

eMedicine med/3736

Page 6: SINDROM BRUGADA

MeSH D053840

The Brugada syndrome is a genetic disease that is characterised by abnormal electrocardiogram (ECG) findings and an increased

risk of sudden cardiac death. It is named by the Spanish cardiologists Pedro Brugada and Josep Brugada. It is the major[1][2] cause

of Sudden Unexpected Death Syndrome(SUDS), and is the most common cause of sudden death in young men without known

underlying cardiac disease in Thailand and Laos.[3]

Although the ECG findings of Brugada syndrome were first reported[4] among survivors of cardiac arrest in 1989, it was only in 1992

that the Brugada brothers[5] recognized it as a distinct clinical entity, causing sudden death by causing ventricular fibrillation (a

lethal arrhythmia) in the heart.

Contents

 [hide]

1 Genetics and pathophysiology

2 Electrocardiography

3 Treatment

4 See also

5 References

6 External links

[edit]Genetics and pathophysiology

Type

OMIM Mutation Notes

B1 601144 SCN5Aalpha subunit of the sodium channel. Current through this channel is commonly referred to as INa. Gain of this channel leads to an unopposed Ito current (KCND2)

B2 611778 GPD1L Glycerol-3-phosphate dehydrogenase like peptide

B3 114205 CACNA1C Alpha subunit of cardiac L-type calcium channel.[6]

B4 600003 CACNB2 Beta-2 subunit of the voltage dependent L-type calcium channel.[6]

B5 604433KCNE3 which coassembles with KCND3

Beta subunit to KCND3. Modulates the Ito potassium outward current[7]

B6 600235 SCN1B Beta-1 subunit of the sodium channel SCN5A[8]

Page 7: SINDROM BRUGADA

Approximately 20% of the cases of Brugada syndrome have been shown to be associated with mutation(s) in the gene that encodes

for the sodium ion channel in the cell membranes of the muscle cells of the heart (the myocytes). The gene, named SCN5A, is

located on the short arm of the third chromosome (3p21). Loss-of-function mutations in this gene lead to a loss of the action

potential dome of some epicardial areas of the right ventricle. This results in transmural and epicardial dispersion of repolarization.

The transmural dispersion underlies ST-segment elevation and the development of a vulnerable window across the ventricular wall,

whereas the epicardial dispersion of repolarization facilitates the development of phase 2 reentry, which generates a phase 2

reentrant extrasystole that captures the vulnerable window to precipitate ventricular tachycardia and/or fibrillation that often results in

sudden cardiac death. At present time however, all the reported patients who died because of the disease and were submitted to

detailed autopsy study have shown a structural right ventricular pathology underlying the syndrome.

Over 160 mutations in the SCN5A gene have been discovered to date, each having varying mechanisms and effects on function,

thereby explaining the varying degrees of penetration and expression of this disorder.[9]

An example of one of the mechanisms in which a loss of function of the sodium channel occurs is a mutation in the gene that

disrupts the sodium channel's ability to bind properly to ankyrin-G, an important protein mediating interaction between ion channels

and cytoskeletal elements. Very recently a mutation in a second gene, Glycerol-3-phosphate dehydrogenase 1-like gene (GPD1L)

has been shown to result in Brugada Syndrome in a large multigenerational family (London, 2006). This gene acts as an ion channel

modulator in the heart, although the exact mechanism is not yet understood.

Recently Antzelevitch has identified mutations in the L-type calcium channel subunits (CACNA1C (A39V and G490R)

and CACNB2 (S481L)) leading to ST elevation and a relatively short QT interval (below 360 msec).[10] For a comprehensive list of all

mutations see [9]

This condition is inherited in an autosomal dominant pattern and is more common in males. In addition it has a higher prevalence in

most Asian populations.

Genetic testing for Brugada syndrome is clinically available and may help confirm a diagnosis in patients suspected of having

Brugada syndrome, as well as differentiate between relatives who are at-risk for the disease and those who are not (Overview of

Brugada Syndrome Genetic Testing).

[edit]Electrocardiography

Page 8: SINDROM BRUGADA

ECG pattern in Brugada syndrome. According to a recent consensus document, type 1 ST segment elevation either spontaneously present or induced

with Ajmaline/Flecainide test is considered diagnostic. Type 1 and 2 may lead to suspicion but drug challenge is required for diagnosis. The ECGs in the right and

left panels are from the same patient before (right panel, type 1) and after (left panel, type 1) endovenous administration of 1 mg/kg of Ajmaline during 10 minutes.

In some cases, the disease can be detected by observing characteristic patterns on an electrocardiogram, which may be present all

the time, or might be elicited by the administration of particular drugs (e.g., Class IC antiarrhythmic drugs that blocks sodium

channels and causing appearance of ECG abnormalities - ajmaline, flecainide) or resurface spontaneously due to as yet unclarified

triggers.

Brugada syndrome has 3 different ECG patterns. Type 1 has a coved type ST elevation with at least 2 mm J-point elevation a

gradually descending ST segment and a negative T-wave. Type 2 has a saddle back pattern with a least 2 mm J-point elevation and

at least 1 mm ST elevation with a positive or biphasic T-wave. Type 2 pattern can occasionally be seen in healthy subjects. Type 3

has a saddle back pattern with less than 2 mm J-point elevation and less than 1 mm ST elevation with a positive T-wave. Type 3

pattern is not uncommon in healthy subjects. The pattern seen on the ECG is persistent ST elevations in the electrocardiographic

leadsV1-V3 with a right bundle branch block (RBBB) appearance with or without the terminal S waves in the lateral leads that are

associated with a typical RBBB. A prolongation of the PR interval (a conduction disturbance in the heart) is also frequently seen.The

electrocardiogram can fluctuate over time, depending on the autonomic balance and the administration of antiarrhythmic drugs.

Adrenergic stimulation decreases the ST segment elevation, while vagal stimulation worsens it. (There is a case report of a patient

who died while shaving, presumed due to the vagal stimulation of the carotid sinus massage) The administration of class Ia, Ic and

III drugs increases the ST segment elevation, and also fever. Exercise decreases ST segment elevation in some patients but

increases it in others (after exercise when the body temperature has risen). The changes in heart rate induced by atrial pacing are

accompanied by changes in the degree of ST segment elevation. When the heart rate decreases, the ST segment elevation

increases and when the heart rate increases the ST segment elevation decreases. However, the contrary can also be observed.

[edit]Treatment

Page 9: SINDROM BRUGADA

The cause of death in Brugada syndrome is ventricular fibrillation. The episodes of syncope (fainting) and sudden death (aborted or

not) are caused by fast polymorphic ventricular tachycardias or ventricular fibrillation. These arrhythmias appear with no warning.

While there is no exact treatment modality that reliably and totally prevents ventricular fibrillation from occurring in this syndrome,

treatment lies in termination of this lethal arrhythmia before it causes death. This is done via implantation of an implantable

cardioverter-defibrillator (ICD), which continuously monitors the heart rhythm and will defibrillate an individual if ventricular fibrillation

is noted. Some recently performed studies had evaluated the role of quinidine, a Class Ia antiarrhythmic drug, for decreasing VF

episodes occurring in this syndrome. Quinidine was found to decrease number of VF episodes and correcting spontaneous ECG

changes, possibly via inhibiting Ito channels.[11] Those with risk factors forcoronary artery disease may require an angiogram before

ICD implantation.