Sibiru Edisi 4

8
1 EDISI III 28 OKTOBER -10 NOVEMBER 2014 BUAT KAMU YANG SUKA APRESIASI

description

 

Transcript of Sibiru Edisi 4

Page 1: Sibiru Edisi 4

1

EDISI III28 OKTOBER -10 NOVEMBER 2014

BUAT KAMU YANG SUKA APRESIASI

Page 2: Sibiru Edisi 4

2

Sering mengeluh tentang tugas kuliah, sikap dosen di kelas dan hal lainnya tapi ga berani ngomong? Tenang saja, dosen itu bukan makhluk suci yang ga pernah salah dan harus diagungkan. Kita sebagai mahasiswa punya hak kok untuk mengkritik dosen. Contohnya saat Ujian Akhir Semester (UAS), kita selalu diberikan lembar evaluasi dosen dan kampus. Ada juga beberapa mata kuliah yang mengharuskan kita membuat refleksi mengenai perkuliahan dan pengajaran dosen.

Kalau ternyata hal tersebut masih kurang, Himpunan Mahasiswa Jurnalistik (HMJ) Fikom Unpad melalui Divisi Advokasi menyediakan wadah bagi mahasiswa jurnal untuk mengkritik dosen secara tatap muka. Wadah tersebut bernama Hearing yang mempertemukan pihak mahasiswa dan dosen untuk menyampaikan kritik dan mendapatkan tanggapan atas kritik tersebut. Karena sebagai manusia kita punya hak yang sama untuk melakukan kritik dan hak tersebut merupakan hak kebebasan mengemukakan pendapat. Namun, hal yang perlu diingat adalah kebebasan berpendapat merupakan implikasi dari kebebasan berpikir.

EDITORIAL

Ada yang berbeda di ruangan Auditorium Fakultas Ilmu Kompos, Universitas Padasuka (Unpad). Auditorium yang biasanya dijadikan tempat belajar

ini sekarang malah diisi oleh decak kesal para mahasiswa. Udara tiba-tiba menjadi panas walau sudah terdapat AC untuk mendinginkan suhu di ruangan. Sekumpulan mahasiswa di satu sudut terlihat kepanasan mengibas-ibaskan buku, bukan karena suhu ruangan, tapi karena kesal dengan tingkah laku beruk academica yang satu ini.

Satu demi satu mahasiswa berbicara memuntahkan kekesalannya terhadap yang satu ini. Di mata mahasiswa, yang satu ini sudah bukan guru yang harus dipangku, dan setiap ucapannya disimpan di nampan pualam. Yang satu ini, tak lebih dianggap sebagai benalu yang menganggu. Bagai parasit yang hidup tanpa passion, hanya menganggap tempat pendidikan suci ini sebatas lahan mengisi perut. Dampaknya, banyak yang kecewa, bahkan naik pitam.

Luapan amarah mahasiswa ini disebabkan oleh beberapa hal: Perihal masalah merokok di kelas lah, tak pernah masuk kelas lah, dan juga perihal sikap sewenang-wenang sang pengajar pemegang tanggung jawab Tri Dharma Universitas itu. Kala mahasiswa dengan sungguh-sungguh menepati aturan, bahkan telat satu menitpun mereka redo tak masuk kelas, bergelimpangan di koridor padahal sudah bergadang satu malam untuk mengerjakan tugas. Di saat yang sama, yang satu ini menganggap, kuliah dan pendidikan ini hanya candaan belaka tak dianggap sesuatu yang sakral dan serius.(bersambung ke halaman 7)

Penyakit Gila Nomor 176: Tuli Kritik dan Cacat Nalar

Ada masanya ketika saya sangat mencintai sesuatu dan merasa bangga ketika mendapatkan sesuatu tersebut. Tapi ada masanya ketika saya kecewa dan

entah kenapa merasa jenuh dengan semua hal yang sedang saya jalani hanya dengan alasan, kenapa seperti ini? kenapa harus begini? Kenapa jadi monoton? Kenapa berbeda dengan perdiksi awal? Kenapa, kenapa, dan kenapa?

Kata orang, manusia itu memang ditakdirkan bukan hanya untuk menerima keadaan, tetapi juga mempertanyakan keadaan, jelaslah, karena Tuhan menciptakan manusia dengan milyaran juta sel otak dalam tengkoraknya. Tentu saja selalu melintas kata mengapa, kenapa dan berbagai jenis kata

awal untuk sebuah pertanyaan dalam pikirannya.

Saya juga, saya juga selalu berpikir mengapa dan kenapa, tapi mungkin konteksnya hanya berbeda dengan yang dipikirkan orang lain. Ambil saja contohnya ketika Newton berpikir tentang kenapa apel bisa jatuh, saya malah mempertanyakan, kenapa manusia senang membicarakan orang lain dan sometimes tertawa dengan penderitaan orang lain. Iya, saya kadang bingung dengan jalan pikiran manusia, yah terlepas dari bahwa saya juga manusia.

Saya tidak munafik, jika saya juga sering membicarakan orang lain, tapi yang saya bingung adalah ketika seseorang membicarakan... (bersambung ke halaman 7)

Manusia ke Manusia yang Sulit DiprediksiTiara Sutari

Abdul Basith Bardan

CURHAT

Page 3: Sibiru Edisi 4

3

Abiandi Widyadhana

“Hah, Hearing? Apa itu Hearing? Acaranya ngapain aja?” Itu adalah mayoritas respon yang kami (Divisi Advokasi HMJ) terima ketika mengajak beberapa anggota HMJ

untuk hadir di acara “Hearing HMJ dengan Pihak Jurusan Jurnalistik” yang diadakan pada Rabu (29/10) lalu di Ruang Oemi Abdurrahman.

Hearing dalam acara ini diambil dari terminologi Public Hearing. Public Hearing sendiri menurut Cambridge Dictionaries Online adalah sebuah meeting resmi di mana masyarakat dapat mendengarkan penjelasan langsung dari pihak pemerintah mengenai berbagai hal. Mengacu pada arti tersebut, Hearing yang kemarin dilakukan HMJ bertujuan untuk mendengarkan penjelasan langsung dari pihak Jurusan –sekarang Program Studi (Prodi) – Jurnalistik mengenai berbagai laporan dari anggota HMJ (yang sebelumnya sudah dikumpulkan oleh Divisi Advokasi).

Acara Hearing yang dimulai pada jam setengah dua sore itu dihadiri oleh ketua Prodi Jurnalistik serta 5 orang dosen Prodi Jurnalistik. Sementara dari pihak mahasiswa “hanya” hadir 40 orang yang terdiri dari angkatan 2011, 2012, serta 2013. Kelihatannya, fungsi Hearing yang kurang diketahui oleh anggota aktif HMJ, yang berjumlah lebih dari 300 orang, membuat hanya sedikitnya peserta Hearing dari pihak mahasiswa.

Padahal Hearing yang kemarin dilakukan membahas berbagai pertanyaan-pertanyaan dan juga keluhan-keluhan yang selama ini “menghantui” para mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad. Pertanyaan dan juga keluhan tersebut dapat diajukan langsung kepada ketua Prodi Jurnalistik atau juga kepada dosen yang bersangkutan.

JenesysMasalah pertama yang dibahas pada Hearing lalu adalah penjelasan mengenai Program Jenessys yang dilakukan pada Oktober lalu. Pembahasan ini dilakukan karena banyaknya pertanyaan yang diterima Divisi Advokasi HMJ menegnai program pengiriman mahasiswa ke Jepang tersebut.

Menurut penuturan dari pihak Ketua Prodi Jurnalistik, Dadang Rahmat Hidayat, Program Jenessys adalah program kerjasama antara pemerintah Jepang dengan negara-negara ASEAN untuk melakukan pertukaran pelajar. Undangan untuk mengikuti program ini datangnya dari salah satu alumni Universitas Padjajaran. Pihak Prodi mengaku tak sempat memberikan sosialisasi mengenai acara ini karena undangan yang hadir sangat dekat dengan tenggat waktu yang diberikan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pihak jurusan melakukan seleksi melalui diskusi beberapa dosen. Sayangnya langkah yang dianggap minim transparansi ini mendapat berbagai protes karena beberapa mahasiswa yang merasa dirinya memenuhi kriteria untuk mengikuti program ini merasa tidak terpilih karena namanya kurang dikenal oleh dosen-dosen Prodi Jurnalistik.

Berdasarkan masukan dari peserta Hearing yang hadir, akan diadakan beberapa perubahan dalam mekanisme pemilihan peserta pertukaran pelajar. Divisi Advokasi bekerja sama dengan Divisi Litbang merekomendasikan penggunaan bank data mahasiswa berdasarkan IPK dan keaktifan organisasi sebagai tahap saringan awal agar proses berjalan lebih transparan. Prosedur ini dapat digunakan pada progran Jenesys yang akan diadakan lagi pada Februari mendatang.

Uji Kompetensi WartawanMasalah berikutnya yang dibahas dalam Hearing mengenai kemungkinan para mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad mendapatkan uji kompetensi wartawan ketika masih duduk di bangku kuliah. Pembahasan ini hadir berdasarkan survai yang dilakukan divisi Litbang HMJ. Hasil survai tersebut menyatakan bahwa sebanyak 70 persen mahasiswa menyatakan pentingnya uji kompetensi bagi lulusan jurnalistik. Pihak Prodi Jurnalistik mengaku telah menggodok sejumlah formula agar program ini dapat berlangsung pada 2015 mendatang. Dadang mengatakan bahwa kampus saat ini hanya dapat berperan sebagai penyelenggara uji kompetensi wartawan. Hasil uji kompetensi tersebut nantinya tetap akan berasal dari Dewan Pers bukan dikeluarkan oleh pihak jurusan jurnalistik. Sebagai langkah awal, pada November ini jurusan akan melakukan lobi pada journalism tour sebagai upaya pengenalan dunia kerja. Langkah ini bertujuan untuk diadakannya uji

ADVOKASI

Hearing Sebagai Sebuah

Jembatan

Page 4: Sibiru Edisi 4

4

Page 5: Sibiru Edisi 4

5

Page 6: Sibiru Edisi 4

6

kompetensi khususnya dimulai pada mahasiswa angkatan 2012. Walaupun optimis, pihak Prodi belum dapat menjanjikan apakah akan menjadi lembaga pelaksana uji kompetensi atau tidak.

Selain masalah Jenesys dan juga Uji Kompetensi Wartawan, salah satu agenda utama Hearing lalu

adalah pembahasan berbagai aduan mahasiswa mengenai dosen Prodi Jurnalistik. Para dosen yang hadir pun diberikan kesempatan untuk memberikan klarifikasi mengenai beberapa laporan yang sudah diterima Divisi Advokasi HMJ. Sayangnya, terbatasnya waktu yang ada membuat beberapa mahasiswa yang hadir merasa kurang puas dengan penjelasan yang mereka terima.

Sebagai tindak lanjut mengenai pembahasan ini pihak Prodi dan HMJ telah membuat kesepakatan untuk mengawasi bersama kinerja dosen melalui panduan kode etik yang ada sebagai koridornya. Pihak Prodi juga menyatakan terbuka dengan segala aduan yang masuk melalui jalur koordinasi Divisi Advokasi.

Pada akhirnya acara Hearing yang dilakukan kemarin memang tidak lepas dari berbagai kekurangan. Namun, sebagai sebuah langkah awal, kami harap Hearing tersebut bisa menjadi fondasi awal dalam membangun jembatan dua arah yang kokoh dan lancar antara pihak mahasiswa Prodi Jurnalistik dengan dosen Jurnalistik. Kami juga mengharapkan dengan Hearing tersebut para mahasiswa Jurnalistik tidak lagi ragu untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapinya kepada Divisi Advokasi.

Abiandi

SURAT PEMBACA

Apa boleh seorang kader/simpatisan tetap suatu partai politik menjadi dosen untuk mahasiswa Jurnalistik Unpad?

Bila memang boleh, saya hanya ingin memastikan apakah saya masih memiliki kuasa untuk menentukan idealisme saya dan di media massa mana saya akan bekerja nantinya, atau saya justru akan tergiring menuju satu idealisme tertentu dan diarahkan untuk hanya bekerja pada media massa tertentu?Mengingat jurusan Jurnalistik Fikom Unpad adalah yang

terbaik di Indonesia, masyarakat menaruh harapan besar kepada kita untuk bisa menjadi pilar keempat bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia dalam hal ini yakni untuk setiap golongan masyarakat Indonesia, dan semoga bukan hanya untuk satu golongan tertentu.

Saya harap keresahan ini bisa segera terjawab. Saya masih mau percaya bahwa kita semua di Prodi Jurnalistik adalah saudara yang bersedia saling melindungi dan bahu-membahu menjaga pilar keempat negara kita :)

Ibnu HaykalJurnal - 2011

Silahkan kirimkan surat pembaca Anda untuk ditampilkan pada rubrik ini, ke alamat [email protected]

LPDP Scholarship (http://www.beasiswalpdp.org/index.html)

Prasetya Mulya Business School Indonesia (http://www.pmbs.ac.id/s2/scholarship.php?lang=ENG)

PPM School of Management Indonesia (http://ppm-manajemen.ac.id/beasiswa-penuh-s2-mm-reguler/)

INFOBEASISWA

Page 7: Sibiru Edisi 4

7

teman terdekatnya dengan kesan bahwa mereka tak pernah berteman sebelumnya. Intinya menusuk dari belakang mungkin. Ada juga orang yang dengan luar biasanya membicarakan temannya di media sosial, padahgal jelas-jelas temannya itu ada di media tersebut. Yah, saya masih tetap heran. Jalan pikiran manusia memang tak pernah bisa diprediksi.

Terlepas dari semua perilaku manusia tentang manusia lainnya. Saya justru lebih heran lagi dengan slogan “The Big and Happy Family” yang ada di jurusan saya. Masih pantaskah dikatakan The Big and Happy Family? kalimat Ini ada loh di lagu Jurnalistik yang sangat fenomenal itu. Coba reka ulang kata family itu. Bagi saya family atau keluarga adalah bagian dari kehidupan kita, bagian yang tak bisa lepas bahkan sampai maut memisahkan. Lebaynya sih gitu. Tapi coba mari lihat,

Tiara Sutari

(Sambungan hal.1)

benarkah kita family cocok dengan keadaan kita sekarang? Benarkah kata family pas ketika kita bahkan tak pernah bertegur sapa dengan teman lintas angkatan atu bahkan seangkatan? Benarkah kata family cocok dengan keadaan saat ini, Bahkan ketika ada teman kita yang mengalami kesulitan kita tidak tahu atau cenderung tidak peduli, bahkan ketika ada teman kita yang entah ada dimana sekarang, kita acuhkan dengan dalih yaudahlah kan itu urusan dia mau keluar atau lanjut kuliah.

Iya saya juga bagian dari jurnalistik, maksudnya, saya sedang mengambil pendidikan di jurusan ini, tapi saya masih sangsi apakah benar saya bagian dari keluarga jurnalistik tersebut, ketika saya juga bahkan terkadang tak peduli dengan kesulitan teman saya di jurusan ini.

Memang manusia itu bukan hanya sulit diprediksi tetapi juga sulit dimengerti. Bahkan terkadang saya juga tak mengerti dengan pemikiran saya sendiri.

Tapi, yang paling membuat darah naik ke ubun-ubun, adalah sikanya dalam menanggapi kritik. “Kayak ngajak diskusi beruk,” ujar satu mahasiswi yang tak mau menyebutkan namanya. Orang jauh-jauh, bahkan banyak yang datang dari Sumatra, Bali, dan tempat lain dari luar Jawa untuk menuntut ilmu di kampus ini. Jauh-jauh, sampai disini malah dipermainkan, kuliahpun tak pernah masuk.Suara melengking terdengar dari pembesar suara, berkelit, berbusa-busa berjuang menutupi kesalahan. Beberapa argumen terdengar seperti meludahkan kesalahan ke pengajar sejawat lain, beberapa berkelit soal aturan yang sifatnya ecek-ecek. Sangat praktis. Tipikal koruptor yang pura-pura amnesia.Mahasiswa lama kelamaan menjadi diam. Gondok. Beberapa ada yang walkout, mengaku muak dengan sikap sok tuli terhadap kritik. Sisanya tak bergeming. Bingung, bagaimana caranya memberitahu orang yang sudah terlampau menganggap dirinya hebat dan akhirnya jadi tuli dan buta realita. Di dalam benaknya mahasiswa sepakat, karena terlalu lama hidup di zona nyaman, “yang satu ini” jadi lupa diri. Melupakan tugasnya untu melayani anak-anak bangsa. Menganggap fasilitas pendidikan ini miliknya sendiri.“Cacat nalar,” ujar salah satu mahasiswa yang tak mau

disebutkan namanya. Penyakit “Cacat Nalar” ini sedang berkembang di universitas-universitas dunia ketiga. Biasanya, melanda warga negara yang punya kemampuan standar, tapi tidak memiliki banyak pesaing di tempatnya bekerja. Jadinya, seperti jawara di kompetisi yang hanya dia sendiri pesertanya. Beberapa ada yang menyamakan penyakit ini dengan Sindrom ADHD (saya sarankan untuk googling apa yang dimaksud dengan ADHD).Satu persatu mahasiwa meninggalkan ruangan. Dengan perasaan dongkol dan gondok dihatinya. Tak kuat, saking gondoknya, jika dilanjutkan bisa-bisa tumbuh tumor ganas di selangkangan. “Sudahlah, mungkin dia tidak menyadari kalau dia sudah merugikan banyak orang. Biar Tuhan yang membalasnya,” ujar satu mahasiswa sambil berjalan berjingkrak, seperti ada sesuatu yang mengganjal selangkangannya.Pembaca yang budiman, jika meminjam istilah dari penulis terkenal Andrea Hirata, yang satu ini bisa dikategorikan sebagai orang yang terkena penyakit gila nomor 176: Tuli Kritik dan Cacat Nalar. Hanya ada dua pilihan ketika menghadapi mereka: anggap mereka tak ada atau bersiaplah tumbuh tumor di selangkangan! (Peter Raskin)

Penyakit Gila Nomor 176: Tuli Kritik dan Cacat Nalar(Sambungan hal.1)

Manusia ke Manusia yang Sulit Diprediksi

Silahkan kirimkan tulisan curhat Anda untuk ditampilkan pada rubrik ini, ke alamat [email protected]

Page 8: Sibiru Edisi 4

8

Himpunan Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad turut berduka cita atas berpulangnya rekan kita Erick Priberk-

ah Hardi (K1A090) ke Tuhan Yang Maha Esa.

Selamat jalan, kang!